Upload
lythuan
View
243
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
EFEKTIVITAS METODE STAD DALAM PEMBELAJARAN SKI
DI MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PAREMONO MUNGKID MAGELANG
Titin Prihantini Swastikaningrum
Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam FAI UMM
Muis Sad Iman
Dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Magelang
Abstraksi
Penelitian ini tentang pelaksanaan metode STAD (Student Teams Achievement
Devision) dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian dilaksanakan pada
siswa kelas IV MI Muhammadiyah Paremono Magelang populasi dengan jumlah
populasi 30 siswa. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan analisis statistik paired sample t- test. Setelah dilaksanakan
observasi dan penelitian di lapangan, maka disimpulkan bahwa metode
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono saat ini menggunakan metode STAD (Student Teams
Achievement Devision). Prestasi belajar Sejarah Kebudayaan Islam siswa kelas
IV Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Paremono sebelum menggunakan
metode STAD (Student Teams Achievement Devision) dalam kategori cukup yaitu
sebesar 61,6 kemudian meningkat menjadi 71,4 setelah diterapkan metode STAD
(Student Teams Achievment Devision). Analisis statistik paired sample t-test
menunjukkan bahwa metode STAD (Student Teams Achievement Devision)
terbukti efektif untuk meningkatkan prestasi belajar SKI sebesar 9,8%.
Kata Kunci: Efektivitas Pembelajaran, Metode STAD, Pembelajaran SKI.
LATAR BELAKANG
Pendidikan Agama Islam
secara umum dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi spiritual serta
membentuk siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
serta berakhlaq mulia. Akhlaq mulia
mencakup aspek etika, budi pekerti,
dan moral. Peningkatan potensi
spiritual mencakup pengenalan,
pemahaman, penanaman nilai
keagamaan, pengamalan nilai
keagamaan dalam kehidupan individu
maupun kemasyarakatan. Peningkatan
2
potensi spiritual tersebut pada
akhirnya bertujuan untuk
mengoptimalisasikan berbagai potensi
yang dimiliki siswa yang
aktualisasinya mencerminkan harkat
dan martabat sebagai hamba Allah
SWT. Hal tersebut dapat diwariskan
kepada siswa melalui pengajaran.
Pelaksanaan pengajaran
pendidikan agama Islam di madrasah
ibtidaiyah pada dasarnya merupakan
bagian dari pelaksanaan sistem
pendidikan nasional. Oleh karena itu,
pelaksanaan pendidikan agama Islam
ikut berperan dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan nasional. Berkaitan
dengan hal itu, pendidikan agama
Islam dapat didefinisikan sebagai
usaha sadar dalam membimbing,
memelihara, baik jasmani maupun
ruhani pada tingkat kehidupan
individu dan sosial untuk
mengembangkan fitrah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam
menuju terbentuknya manusia yang
ideal (insan kamil) berkepribadian
muslim dan berakhlak terpuji serta
taat pada agama Islam sehingga dapat
tercapai kehidupan bahagia sejahtera
lahir dan batin di dunia maupun di
akhirat. Berdasarkan definisi tersebut
dapat diketahui bahwa pendidikan
Agama Islam mempunyai tujuan
untuk mewujudkan manusia yang
ideal menurut citra Islam.
Tujuan tersebut tidak dapat
dicapai dengan begitu saja. Seorang
guru harus dapat membaca perubahan
yang terjadi di era globalisasi ini.
Setidaknya guru harus dapat
memahami fenomena kemacetan
(stagnasi) dunia pendidikan secara
umum dan pendidikan Agama Islam
pada khususnya. Permasalahan yang
muncul dan indikator adanya
kemacetan itu adalah penerapan
metode yang bersifat statis dalam
proses belajar mengajar, tujuan dan
hasil yang tidak sejalan dengan
kebutuhan masyarakat, sikap mental
pendidik yang kurang mendukung
proses, dan materi pelajaran yang
tidak bersifat progesif. Bahkan lebih
lanjut dijelaskan bahwa pendidikan
agama kurang concern terhadap
persoalan bagaimana mengubah
pengetahuan agama yang kognitif
menjadi “makna dan nilai” yang perlu
diinternalisasikan dalam diri siswa
(Amin Abdullah dalam Ismail,
2008:1). Ahli lain menjelaskan bahwa
pembelajaran sekarang ini kebanyakan
3
masih menggunakan metode yang
bersifat normatif (Towaf dalam
Ismail, 2008:1). Berdasarkan pendapat
tersebut maka dapat diartikan bahwa
dalam pembelajaran agama, seorang
guru menjadi kurang kreatif dalam
menemukan metode yang afektif
sehingga menjadikan pelaksanaan
pembelajarannya cenderung bersifat
monoton.
Dari dua pendapat tersebut
jelaslah bahwa di antara permasalahan
pendidikan yang perlu diupayakan
alternatif jalan keluarnya adalah
persoalan metode. Mengingat, dalam
proses pendidikan Islam, metode
memilki kedudukan yang sangat
penting untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam. Bahkan dapat
dikatakan bahwa metode sebagai seni
dalam mentransfer ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai kepada siswa sebagai
sesuatu yang penting dibanding
dengan materi itu sendiri. Hal ini
berarti cara penyampaian yang
komonikatif lebih disenangi oleh
siswa walaupun materi yang
disampaiakan kurang menarik.
Sebaliknya, materi yang cukup
menarik, karena disampaikan dengan
cara yang kurang menarik maka
materi tersebut kurang dapat dicerna
oleh siswa. Sehubungan penerapan
metode yang tepat sangat berpengaruh
pada keberhasilan proses belajar
mengajar, kesalahan dalam memilih
dan menerapkan metode akan
berakibat fatal. Alquran pun memberi
petunjuk yang jelas mengenai
dorongan untuk memilih metode
secara tepat dalam proses
pembelajaran. Hal ini dapat dibaca
pada surat Al-Nahl ayat 125 yang
berbunyi:
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.
Selain surat Al-Nahl juga dapat
dibaca pada surat Ali-Imron ayat 156
yang berbunyi:
4
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu seperti orang-orang
kafir (orang-orang munafik) itu, yang
mengatakan kepada Saudara-saudara
mereka apabila mereka mengadakan
perjalanan di muka bumi atau mereka
berperang: "Kalau mereka tetap
bersama-sama kita tentulah mereka
tidak mati dan tidak dibunuh." akibat
(dari perkataan dan keyakinan
mereka) yang demikian itu, Allah
menimbulkan rasa penyesalan yang
sangat di dalam hati mereka. Allah
menghidupkan dan mematikan. dan
Allah melihat apa yang kamu
kerjakan.
Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa hakikat pendidikan agama
Islam terletak pada kemampuannya
untuk mengembangkan potensi siswa
agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa sehingga mampu
bertindak sebagai khalifatullah fi al
ardh. Dengan demikian, hakikat inilah
yang seharusnya menjadi sebuah
rujukan terhadap pemilihan metode
pembelajaran untuk mencapai tujuan
secara maksimal.
Selama ini, metodologi
pembelajaran agama Islam yang
diterapkan masih mempertahankan
cara-cara lama (tradisional) seperti
ceramah, menghafal dan demonstrasi
praktik-praktik ibadah yang tampak
kering. Cara-cara seperti itu diakui
atau tidak membuat siswa tampak
bosan, jenuh, dan kurang bersemangat
dalam belajar agama.
Jika secara psikologis siswa
kurang tertarik dengan metode yang
digunakan guru, maka dengan
sendirinya siswa akan memberikan
umpan balik (feedback) psikologis
yang kurang mendukung dalam proses
pembelajaran. Indikasinya adalah
timbul rasa tidak simpati siswa
terhadap guru agama, tidak tertarik
dengan materi-materi agama, dan
lama kelamaan timbul sikap acuh tak
acuh terhadap agamanya sendiri.
Kalau kondisinya sudah seperti itu,
sangat sulit mengharapkan siswa sadar
dan mau mengamalkan ajaran agama
Islam.
Oleh karena itu, jika secara
umum pendidikan di Indonesia
memerlukan berbagai inovasi dan
5
kreativitas agar tetap berfungsi
optimal di tengah arus perubahan,
maka pendidikan agama juga
membutuhkan berbagai upaya inovasi
agar eksistensinya tetap bermakna
bagi kehidupan siswa sebagai seorang
pribadi, anggota masyarakat, dan
dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara. Selain itu, inovasi dan
kreativitas, terutama dalam penerapan
metode pembelajaran agama Islam,
harus tetap menjaga dan tidak keluar
dari koridor nilai-nilai agama Islam
yang menjadi tujuan dari agama itu
sendiri.
Untuk mencapai harapan-
harapan tersebut, sikap inklusif para
pemikir, pendidik agama, dan praktisi
pendidikan sangatlah perlu.
Keterbukaan untuk bisa menerima
segala apa yang dianggap baik dan
terbaik untuk sebuah masa depan
adalah sebuah keniscayaan. Tentunya
keterbukaan yang dimaksud bukan
buta tanpa selektivitas.
Mental inklusif, inovatif, dan
kreatif dalam memilih dan memilih
metode pembelajaran ini sejalan
dengan semangat reformasi
pendidikan yang bergulir. Semangat
reformasi menghendaki adanya
perubahan-perubahan mendasar dalam
sistem pembelajaran. Diantaranya
adalah bagaimana pembelajaran itu
menguntungkan semua pihak, baik
sekolah, guru, dan terutama siswa.
Perubahan sebagai akibat reformasi
yang sangat cepat hampir terlihat pada
semua aspek pola pikir baru dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat. Untuk merespon hal
tersebut, manusia harus berlomba
mengembangkan pendidikan baik di
bidang ilmu sosial, ilmu alam, ilmu
pasti maupun ilmu terapan.
Bersamaan dengan itu, muncul
sejumlah krisis kehidupan misalnya
krisis politik, sosial, hukum dan
agama. Akibatnya, mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di
Madrasah sebagai pemberi nilai
spiritual terhadap kehidupan,
keberagamaan masyarakat diragukan.
Seakan-akan Sejarah Kebudayaan
Islam dianggap kurang memberikan
sumbangan.
Kenyataannya setelah
diadakan penelitian mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam
menghadapi berbagai kendala, antara
lain waktu yang disediakan terbatas,
materi terfokus pada peningkatan
6
kemampuan kognitif dan sangat
minim yang mengarah pada
pembentukan sikap (afektif) serta
pembiasaan motorik (psikomotorik).
Kendala lain adalah kurangnya
keikutsertaan guru dalam memberi
motivasi kepada siswa untuk
mempraktikkan nilai-nilai Sejarah
Kebudayaan Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam di
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang,
khususnya untuk siswa kelas IV
meliputi Al Quran Hadits, Aqidah,
Ibadah, Akhlak, Tarikh atau Sejarah
Kebudayaan Islam. Sebagai bagian
dari pendidikan agama Islam, mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
pun ikut berperan dalam mencapai
tujuan pendidikan agama Islam.
Secara umum tujuan pengajaran
Sejarah Kebudayaan Islam untuk
kelas IV Madrasah Ibtidaiyah adalah
menumbuhkembangkan kemampuan
siswa dalam memahami peristiwa
sejarah dan produk peradaban Islam,
menghargai para tokoh pelaku sejarah
dan pencipta peradaban yang
membawa kemajuan dan kejayaan
Islam sehingga tertanam nilai-nilai
kepahlawanan, kepeloporan, dan
kreativitas serta menyiapkan anak
didik mengikuti pendidikan ke tingkat
MTs atau SLTP.
Karena begitu penting dan
besar perngaruhnya terhadap
pencapaian tujuan pendidikan agama
Islam tersebut maka sudah selayaknya
pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam
di Madrasah diperbaharui agar lebih
menarik bagi siswa. Meskipun
demikian, dalam praktik pengajarnya
sehari-hari di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono Mungkid
Magelang masih bersifat konvensional
sehingga siswa kurang menunjukkan
respon yang mencerminkan
keterlibatan secara aktif. Hal ini
menyebabkan kurangnya motivasi
belajar siswa terhadap mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam. Dengan
demikian, tidak mengherankan jika
hasil yang dicapai oleh siswa tidak
maksimal. Oleh karena itu, guru
ketika mengajarkan Sejarah
Kebudayaan Islam kepada siswa kelas
IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono Mungkid
Magelang harus memilih metode
pembelajaran yang tepat, yakni yang
mampu merangsang partisipasi aktif
7
siswa. Di samping itu, komponen
komponen yang lain pun perlu
perhatian sejak merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi serta
tindak lanjut.
1. Berdasarkan uraian di atas maka
proses pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam untuk siswa
kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono
Mungkid Magelang perlu
ditingkatkan secara aktif, kreatif,
inovatif, efektif, dan
menyenangkan. Hal ini dapat
dilakukan dengan menerapkan
metode STAD (Student Teams
Achievment Devisions). Secara
aktif maksudnya bahwa
pembelajaran adalah sebuah
proses aktif yang membangun
makna dan pemahaman dari
informasi, ilmu pengetahuan
maupun pengalaman oleh peserta
didik (siswa) itu sendiri. Dengan
demikian, siswa tidak semestinya
diperlakukan seperti bejana
kosong yang pasif yang hanya
menerima kucuran ceramah sang
guru mengenai ilmu pengetahuan
dan informasi. Guru sebagai
fasilitator dituntut dapat
menciptakan suasana yang
memungkinkan peserta didik aktif
menemukan, memproses dan
menkonstruksi ilmu pengetahuan
dan keterampilan baru. Secara
inovatif maksudnya bahwa dalam
proses pembelajaran diharuskan
muncul ide-ide baru atau inovasi
yang lebih baik. Secara Kreatif
memiliki makna bahwa
pembelajaran merupakan sebuah
proses mengembangkan kreatifitas
peserta didik, karena pada
dasarnya setiap individu memiliki
imajinasi dan rasa ingin tahu yang
tidak pernah berhenti. Dengan
demikian, guru dituntut mampu
menciptakan kegiatan
pembelajaran yang beragam
sehingga seluruh potensi dan daya
imajinasi peserta didik dapat
berkembang secara maksimal.
Secara efektif berarti model
pembelajaran apapun yang dipilih
harus menjamin bahwa tujuan
pembelajaran akan tercapai secara
maksimal. Ini dapat dibuktikan
dengan adanya pencapaian
kompetensi baru oleh peserta didik
setelah proses belajar mengajar
berlangsung. Di akhir kegiatan
8
proses pembelajaran harus ada
perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan pada diri peserta
didik. Sedangkan secara
Menyenangkan dimaksudkan
bahwa proses pembelajaran harus
berlangsung dalam suasana yang
menyenangkan dan mengesankan.
Suasana pembelajaran yang
menyenangkan dan berkesan akan
menarik minat peserta didik untuk
terlibat secara aktif, sehingga
tujuan pembelajaran akan dapat
tercapai secara maksimal. Di
samping itu, pembelajaran yang
menyenangkan dan berkesan akan
menjadi hadiah, reward bagi
peserta didik yang pada gilirannya
akan mendorong motivasinya
semakin aktif dan berprestasi pada
kegiatan belajar berikutnya.
Metode ini mampu
mengakumulasi berbagai
kelemahan pembelajaran yang
selama ini dinilai bersifat
konvensional sehingga menjadi
semacam pembaharuan dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam untuk melibatkan peran aktif
siswa sehingga prestasi hasil
belajar meningkat. Oleh karena
itu, untuk menjawab barbagai
permasalahan dalam pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di
kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono
Mungkid Magelang, dipandang
perlu untuk mengadakan kegiatan
penelitian yang berjudul
“Efektivitas Metode STAD
(Student Teams Achievment
Devision) dalam Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa
MI Muhammadiyah Paremono
Mungkid Magelang.”
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi dan
pembatasan masalah maka
permasalahan yang muncul dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam siswa kelas IV
sebelum menggunakan metode
STAD di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono?
2. Bagaimana prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam siswa kelas IV
sesudah menggunakan metode
STAD di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono?
9
3. Apakah ada pengaruh penerapan
Metode STAD terhadap prestasi
belajar Sejarah Kebudayaan Islam
di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono?
PENGERTIAN METODE STAD
Metode STAD (Student Teams
Achievement Devision) merupakan
salah satu metode pembelajaran yang
lebih bersifat kooperatif.
Pembelajaran kooperatif secara umum
menyangkut adanya teknik
pengelompokan yang di dalamnya
siswa bekerja secara terarah pada
tujuan belajar bersama dalam
kelompok kecii yang terdiri dari
empat atau lima siswa (Mortarela
dalam Sukidin, 2008:162). Bahkan
tokoh yang lain menegaskan bahwa
pembelajaran kooperetif dapat
dikelompokkan menurut bentuknya
sebagai berikut (1) siswa bekerja
bersama-sama dalam kelompoknya
untuk menguasai materi pelajaran, (2)
kelompok siswa terdiri dari siswa
yang berprestasi tinggi, sedang, dan
rendah, (3) bila memungkinkan maka
kelompok itu merupakan campuran
dari jenis kelamin, (4) penilaian atau
sistem penghargaan dengan
beroriantasi pada kelompok bukan
berorientasi individu (Richard dalam
Sukidin, 2008:162).
Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat diketahui bahwa
pembelajaran yang bersifat kooperatif
adalah pembelajaran yang
memandang keberhasilan individu
diorientasikan dalam keberhasilan
kelompok. Dengan demikian
tercermin adanya bentuk kerja sama
siswa dalam mencapai pembelajaran
yang sudah ditetapkan oleh guru, yang
pada akhirnya mereka bersama-sama
berhasil dalam belajar. Dalam
praktiknya, siswa dikelompok-
kelompokkan menjadi kelompok
beiajar yang anggotanya terdiri dan
empat atau lima anggota sehingga
dapat mewakili siswa dengan tingkat
kemampuan dan jenis kelamin yang
berbeda. Setelah kelompok terbentuk,
guru memberikan pelajaran dan
selanjutnya siswa bekerja dalam
kelompok masing-masing untuk
memastikan bahwa semua anggota
kelompoknya telah menguasai
pelajaran yang diberikan. Selanjutnya,
siswa dituntut untuk mengerjakan tes
yang diberikan guru. Pengerjaan soal
harus dilakukan sendiri tanpa bantuan
10
siswa lainnya. Hasil tes nilainya
dibandingkan dengan nilai rata-rata
yang mereka peroleh sebelumnya.
Kelompok-kelompok yang berhasil
memenuhi kriteria diberi nilai
tersendiri yang kemudian nilai
tersebut harus ditambahkan pada nilai
kelompok. Dalam praktik
pembelajaran mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam yang menerapkan
metode STAD (Student Teams
Achievemen Devision) guru dituntut
lebih mengedepankan tentang sikap
siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Sukidin.
Metode STAD (Student Teams
Achievment Devision) lebih
mementingkan sikap dari pada teknik
dan prinsip, yakni sikap partisipasi
dalam rangka mengembangkan
potensi kognitif dan afektif (Sukardi,
2008: 161). Agar sikap siswa dalam
mengikuti pelajaran yang dikelola
oleh guru di kelas berkembang
menjadi sebuah tingkah laku yang
positif, Siswa dituntut untuk terlibat
langsung dalam pembelajaran dengan
melakukan presentasi kelas, kerja
kelompok, tes, dan penilaian individu
maupun kelompok. Untuk memotivasi
keaktivan selama proses pembelajaran
maka diperlukan adanya penghargaan
bagi kelompok yang berhasil
melakukan tugas-tugasnya. Dengan
demikian, metode STAD (Student
Teams Achievement Devision)
setidaknya memiliki lima komponen
sebagai mana yang dikemukakan oleh
(Slavin melalui Sukidin, 2008: 161)
menyebutkan bahwa metode STAD
(Student Teams Achievement
Devision) terdiri dari lima komponen
utama, yaitu presentasi kelas,
kelompok, tes, nilai peningkatan
individu, dan penghargaan kelompok.
Dengan metode STAD (Student
Teams Achievement Devision)
pengajaran mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam akan semakin aktif,
kreatif, inovatif, efektif, dan
menyenangkan karena siswa akan
iebih mampu mendengar, menerima,
dan menghormati siswa lain. Hal ini
akan dapat mempermudah
mengembangkan ranah afektif siswa.
Di samping itu, siswa pun dituntut
untuk melakukan kerja individu
maupun kelompok sehingga mampu
berpikir objektif dan sistematis yang
pada akhirnya mampu
mengembangkan ranah kognitif.
11
Selain itu, siswa sekaligus dilatih
mempresentasikan hasil kerja
sehingga akan mempermudah
pengembangan ranah
psikomotoriknya.
Selain itu, siswa akan lebih
mampu mendengar, menerima, dan
menghormati orang lain. Bahkan
siswa pun dapat mengidentifikasi akan
perasaannya sendiri dan perasaan
orang lain yang pada gilirannya
mampu menerima pengalaman yang
dapat dimengerti oleh orang lain.
Dengan demikian siswa akan dapat
mengembangkan potensi individu
yang berhasil guna dan berdaya guna,
kreatif, bertanggung jawab, dapat
mengaktivasikan dan mengoptimalkan
dirinya terhadap perubahan yang
terjadi.
CIRI-CIRI DAN KELEBIHAN
METODE STAD
Dalam pembelajaran SKI
metode STAD memiliki ciri-ciri
diantaranya sebagai berikut:
a. Siswa lebih mampu mendengar,
menerima, dan menghormati serta
menerima orang lain.
b. Siswa mampu mengidentifikasi
perasaan diri sendiri dan orang
lain.
c. Siswa dapat menerima
pengalaman dan dimengerti oleh
orang lain.
d. Siswa mampu meyakinkan dirinya
untuk orang lain dengan
membantu orang lain dan
meyakinkan dirinya untuk saling
memahami dan mengerti.
e. Siswa mampu mengembangkan
potensi individu yang berhasil
guna dan berdaya guna, kreatif,
bertanggung jawab, mampu
mengaktualisasikan, dan
mengoptimalkan dirinya terhadap
perubahan yang terjadi.
Kelebihan metode STAD
adalah adanya kerja sama dalam
kelompok dan dalam menentukan
keberhasilan kelompok tergantung
keberhasilan individu sehingga setiap
anggota kelompok tidak bisa
menggantungkan pada anggota lain.
Setiap siswa mendapat kesempatan
sama untuk menunjang timnya
mendapat nilai lain. Setiap siswa
mendapat kesempatan sama untuk
menunjang timnya mendapat nilai
yang maksimum sehingga termotivasi
untuk belajar. Dengan demikian,
setiap individu merasa mendapat tugas
12
dan tanggung jawab sendiri-sendiri
sehingga tujuan pembelajaran
kooperatif dapat berjalan bermakna
dan tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara optimal sesuai dengan
harapan kurikulum.
METODE STAD DALAM
PEMBELAJARAN SKI
a. Mengajar
Waktu: 1 jam pelajaran.
Gagasan Pokok: Memberikan materi
pelajaran.
Materi : Sesuai dengan tujuan
pembelajaran SKI.
Masing-masing pembelajaran
dalam STAD (Student Teams
Achievement Devision) diawali
dengan presentasi kelas yang
dilaksanakan oleh guru yang juga
mencakup komponen pembukaan,
pengembangan, dan petunjuk
pelaksanaan materi pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan hukum
kesiapan dari Thorndike (Syamsu
Mappa dan Anisay B, 1994) bahwa
siswa akan mampu mengikuti
pelajaran manakala telah memiliki
kesiapan mental. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyiapkan mental siswa
untuk mengikuti pelajaran dengan
memberikan penjelasan singkat
mengenai pengetahuan prasyarat
untuk mengikuti pelajaran baru.
b. Diskusi Kelompok
Waktu: 1 jam pelajaran.
Gagasan Pokok: Siswa belajar dalam
kelompoknya.
Materi: Lembar kerja dan lembar
jawaban untuk masing-masing
kelompok yang berkaitan dengan
materi Sejarah Kebudayaan Islam.
Selama melaksanakan belajar
kelompok tugas dari masing-masing
kelompok adalah menguasai materi
yang diberikan dalam pelajaran dan
membantu anggota kelompok lainnya
untuk menguasai materi pelajaran
tersebut. Para siswa diberi lembar
kerja dan lembar jawaban yang
dipakai untuk mengerjakan tugas
kelompok.
Pada hari pertama kerja
kelompok dalam STAD (Student
Teams Achievement Devision), guru
harus menjelaskan pada para siswa
tentang apa arti kerja kelompok. Lebih
khusus lagi, sebelum memulai kerja
kelompok perlu dibahas peraturan-
peraturan kelompok berikut ini dan
13
dapat ditulis pada papan tulis atau
papan pengumuman.
1. Siswa mempunyai tanggung jawab
untuk memastikan bahwa anggota
kelompoknya telah mempelajari
materi yang diberikan.
2. Tidak ada satu pun yang
diperbolehkan berhenti sampai
semua anggota kelompok telah
menguasai materinya.
3. Tanyakan atau mintalah bantuan
pada semua anggota kelompok
sebelum bertanya kepada guru.
4. Para anggota kelompok bisa
berbicara satu sama lain dengan
suara pelan.
Diskusi kelompok berhasil
ditandai dengan tingginya interaksi
perbincangan ilmiah antar siswa
dalam satu kelompok guna
mengumpulkan pendapat, membuat
kesimpulan, atau menyusun berbagai
alternatif pemikiran.
c. Tes
Waktu: ½ jam pelajaran.
Gagasan Pokok: Tes individu.
Materi: Tes yang berkaitan dengan
materi yang telah didiskusikan dalam
kelompok yaitu materi Sejarah
Kebudayaan Islam.
Guru membagi tes dan
memberi cukup waktu bagi siswa
untuk menyelesaikannya. Jangan
membiarkan para siswa untuk bekerja
sama dalam mengerjakan tes. Pada
tahap ini siswa bekerja menunjukkan
apa yang telah mereka pelajari secara
individu. Kalau memungkinkan
suruhlah siswa untuk memisahkan
meja mereka. Pastikan untuk
memberikan nilai pada tes tersebut
pada pertemuan selanjutnya.
d. Penghargaan Kelompok
Gagasan Pokok: Menentukan nilai
peningkatan individu dan nilai
kelompok dan memberikan
penghargaan kelompok.
e. Menentukan Nilai Individu dan
Kelompok
Setelah dilaksanakan tes,
ditentukan nilai peningkatan individu
dan kelompok serta memberikan
penghargaan pada kelompok yang
memiliki nilai tinggi. Jika
memungkinkan umumkan nilai
kelompok yang diperoleh pada
periode setelah pelaksanaan tes. Hal
ini akan membuat hubungan antara
hasil pelaksanaan pekerjaan yang baik
dengan penerimaan penghargaan dari
para siswa sehingga akan
14
meningkatkan motivasi mereka untuk
melakukan yang terbaik.
Adapun menurut ahli pendidikan
(Sukidin, 2008: 165) nilai peningkatan
kelompok berdasarkan tes adalah
sebagai berikut.
Tabel 1
Nilai Peningkatan Kelompok
Nilai Tes Nilai
Peningkatan
Lebih dari 10 di
bawah nilai dasar
10 nilai sampai 1
nilai di bawah
nilai dasar
Nilai dasar
sampai nilai 10 di
atasnya
Lebih dari 10 nilai
di atas nilai dasar
Sempurna (tanpa
menghitung nilai
dasar)
5
10
20
30
40
Sebelum memulai menentukan
nilai peningkatan, diperlukan satu
lembar salinan nilai tes. Tujuan dari
pemberian nilai dasar dan poin
peningkatan ini adalah untuk
memungkinkan semua siswa
memberikan nilai maksimum pada
kelompoknya masing-masing apapun
hasil prestasi pencapaian yang mereka
peroleh sebelumnya. Siswa
memahami bahwa cukup adil untuk
membandingkan masing-masing siswa
dengan tingkat prestasi mereka
sebelumnya karena semua siswa
masuk kelas dengan tingkat
kemampuan dan pengalaman yang
berbeda.
Nilai Kelompok
Untuk menentukan nilai
kelompok dengan mencatat nilai
peningkatan dari masing-masing
anggota kelompok pada lembar
ringkasan kelompok dan membagi
nilai peningkatan kelompok total
dengan jumlah anggota kelompok
yang hadir. Selanjutnya, dalam proses
pembelajaran, guru memberikan
penghargaan atas pencapaian nilai
oleh kelompok. Tiga tingkat
penghargaan diberikan. Ketiganya
didasarkan pada nilai rata-rata
kelompok sebagai berikut:
Tabel 2 Penghargaan Nilai Pencapaian
Kelompok
Kriteria Penghargaan
15
20
25
cukup baik
baik
terbaik
KERANGKA BERPIKIR
Berdasar pengamatan di
lapangan nampak bahwa pada
umumnya proses belajar mengajar
15
Sejarah Kebudayaan Islam di kelas
masih bejalan monoton, konvensional,
kualitas pembelajaran, dan prestasi
siswa untuk mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam rendah.
Melihat situasi yang demikian,
perlu menggalang partisipasi siswa
dalam KBM baik partisipasi
kontribusi maupun inisiatif. Metode
STAD diharapkan mampu
memecahkan masalah ini dengan
mengadakan pelatihan bagi guru
Sejarah Kebudayaan Islam serta
mengaplikasikan secara kolaboratif
bersama peneliti. Dengan harapan,
setelah penelitian secara kolaboratif
ini, proses belajar mengajar Sejarah
Kebudayaan Islam di kelas tidak lagi
berjalan secara monoton, ditemukan
stategi pembelajaran yang tepat,
metode yang digunakan tidak lagi
konvensional akan tetapi lebih bersifat
variatif dan partisipatoris, kualitas
pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam meningkat, dan prestasi siswa
untuk mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam meningkat, dan
prestasi siswa untuk mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam pun
meningkat.
TUJUAN DAN FUNGSI MATA
PELAJARAN SKI DI MI
a. Tujuan
1) Memberikan pengetahuan
tentang sejarah Islam dan
kebudayaan Islam kepada
siswa
2) Mengambil ibrah, nilai, dan
makna yang terdapat dalam
sejarah
3) Menanamkan penghayatan dan
kemauan yang kuat untuk
berakhlaq mulia berdasarkan
cermatan atas fakta sejarah
yang ada
4) Membekali siswa untuk
membentuk kepribadiannya
berdasarkan tokoh-tokoh
teladan sehingga terbentuk
kepribadian yang luhur
5) Membangun kesadaran siswa
tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran,
nilai-nilai dan norma-norma
Islam yang telah dibangun
oleh Rasulullah SAW dalam
rangka mengembangkan
kebudayaan dan peradaban
Islam
6) Membangun kesadaran siswa
tentang pentingnya waktu dan
16
tempat yang merupakan proses
dari masa lampau, masa kini,
dan masa yang akan datang
7) Melatih daya kritis siswa
untuk memahami fakta sejarah
secara benar dengan
didasarkan pada pendekatan
ilmiah
8) Menumbuhkembangkan daya
apresiasi siswa terhadap
peninggalan Sejarah Islam
sebagai bukti peradaban umat
Islam di masa lampau.
b. Fungsi
1) Fungsi Edukatif
Sejarah menegaskan kepada siswa
tentang keharusan menegakkan
nilai, prinsip, sikap hidup yang
luhur dan Islami dalam kehidupan
sehari-hari.
2) Fungsi Keilmuan
Melalui sejarah siswa memperoleh
pengetahuan yang memadai
tentang Islam dan kebudayaannya.
3) Fungsi Trasformasi
Sejarah merupakan salah satu
sumber yang sangat penting untuk
ditrasformasikan kepada
masyarakat.
Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar
Standar kompetensi dan
kompetensi dasar menjadi arah dan
landasan untuk mengembangkan
materi pokok, kegiatan pembelajaran
dan indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian. Dengan demikian,
dalam rancang kegiatan pembelajaran
dan penilaian harus memperhatikan
standar proses dan standar penialaian.
Standar kompetensi mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
berisi sekumpulan kemampuan
minimal yang harus dikuasai siswa
selama menempuh mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di MI.
Kemampuan tersebut berorientasi
pada aspek afektif dengan dukungan
pengetahuan kognitif dalam rangka
memperkuat keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT. Kemampuan-
kemampuan yang tercantum dalam
kompetensi dasar ini merupakan
penjabaran dari kemampuan dasar
umum yang harus dicapai di MI. Oleh
karena itu, mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam memiliki muatan
materi yang dikemas dalam bentuk
standar kompetensi dan kompetensi
dasar sebagai berikut;
17
a. Memahami hijrah Nabi
Muhammad SAW ke Thaif
1) Mengidentifikasi sebab-sebab
Nabi Muhammad SAW hijrah ke
Thaif.
a) Keadaan kaum muslimin yang
terkepung di lembah Syi'ib
b) Wafatnya Abu Tholib dan
Khodijah
c) Semakin kerasnya tekanan
kafir Quraisy terhadap diri
Rasulullah SAW.
2) Menceritakan peristiwa hijrah
Nabi Muhammad SAW ke Thaif
a) Rasulullah SAW hijrah ke
Thaif
b) Sikap kasar Bani Tsafiq di
Thaif
c) Doa Rasulullah untuk Bani
Tsaqif
d) Pertemuan Rasulullah dengan
'Addas budak Rabi'a, di kebun
anggur
3) Meneladani kesabaran Nabi
Muhammad SAW dalam peristiwa
hijrah ke Thaif.
a) Kesabaran Rasulullah atas
perlakuan Bani Tsaqif.
b) Perbuatan kasar, maupun yang
buruk tidak harus dibalas
dengan perilaku yang kasar.
b. Memahami peristiwa Isra' Mi'raj
Nabi Muhammad SAW
1) Mendekripsikan peristiwa Isra'
Mi'raj Nabi Muhammad SAW
a) Pengertian Isra' Mi'raj
b) Tujuan Rasulullah SAW si-
Isra' Mi'rajkan
c) Kejadian penting saat Isra'
Mi'raj
d) Proses turunnya perintah salat
lima waktu
e) Tanggapan masyarakat
Makkah terhadap peristiwa
Isra' Mi'raj
2) Mengambil hikmah dari peristiwa
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
a) Allah SWT Mahakuasa atas
segala sesuatu
b) Salat merupakan ibadah yang
utama bagi umat Islam
c) Peristiwa Isra’ Mi’raj itu
merupakan ujian keimanan
seseorang.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dekriptif-
korelatif, yakni penelitian
mengenai suatu peristiwa yang
18
terjadi kemudian dirunut ke
belakang melalui data-data
yang diperoleh sehingga dapat
ditemukan sebab-sebab yang
memengaruhi peristiwa
terjadinya.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian
dilaksanakan di MI
Muhammadiyah Desa
Paremono, Kecamatan
Mungkid, Kabupaten
Magelang. Waktu penelitian
dilakukan terhadap siswa kelas
IV pada waktu mengikuti
pembelajaran SKI Tahun
Pelajaran 2009/2010.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas IV
Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono,
Mungkid, Magelang yang
berjumlah 30 siswa. Karena
jumlah populasi hanya 30
siswa maka tidak dilakukan
sampel sehingga penelitian ini
adalah penelitian populasi.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan
ada dua macam yaitu variabel
bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas indikatornya
adalah sebagai penyebab adanya
perubahan pada variabel terikat.
Adapun variabel terikat
indikatornya adalah adanya
perubahan yang terjadi akibat
variabel bebas. Dalam penelitian
ini, variabel bebasnya yaitu
penerapan metode STAD (X).
Adanya penerapan metode STAD
akan berpengaruh pada variabel
terikat, yaitu prestasi hasil belajar
Sejarah Kebudayaan Islam (Y).
D. Paradigma Penelitian
Korelasi variabel bebas
dengan variabel terikat dapat
dilihat pada paradigma penelitian
berikut ini:
Keterangan:
(X) Penerapan metode STAD
(Y) Hasil belajar SKI.
Perlakua
n
X Y
19
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk
keperluan penelitian ini dilakukan
dengan dua cara, yaitu teknik tes
dan teknik eksperimen. Teknik tes
digunakan untuk memperoleh data
mengenai prestasi hasil belajar
siswa kelas IV, adapun teknik
eksperimen digunakan untuk
mengetahui sejauh mana
efektivitas metode STAD (Student
Teams Avhievment Devision)
dalam pembelajaran SKI di MI
Muhammadiyah Paremono,
Mungkid, Magelang.
1. Teknik Tes
Teknik tes ini digunakan untuk
memperoleh informasi
mengenai prestasi belajar
siswa kelas IV MI
Muhammadiyah Paremono,
Mungkid, Magelang.
(Suharsimi Arikunto, 1998:
139).
2. Teknik Eksperimen
Teknik eksperimen digunakan
untuk mengetahui sejauh mana
efektivitas metode STAD
(Student Teams Achievement
Devision) dalam pembelajaran
SKI kelas IV di MI
Muhammadiyah Paremono
Mungkid Magelang dengan
langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menyusun soal
b. Mengujicobakan kepada
siswa
c. Mengoreksi hasil
d. Menganalisis hasil tes
e. Tindak lanjut: Remidi dan
Pengayaan
F. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk
menganalisis data hasil penelitian ini
adalah Tes “t” (student t). Tes “t”
merupakan salah satu alat uji statistik
untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan
(meyakinkan) dari dua buah mean
yang dikomparasikan (Hartono, 2004:
165). Pada awalnya analisis
komparatif dengan T-tes tersebut
dikembangkan oleh William Seely
Gosset yaitu seorang konsultan
statistik berkebangsaan Irlandia pada
tahun 1915. Ia menggunakan nama
samaran “student” dengan huruf “t”
pada istilah test “t”. Oleh karena itu,
analisis ini dikenal dengan analisis
“student t”. Ada dua jenis t-tes, yang
20
pertama t-tes untuk sampel kecil dan
sampel besar yang berkorelasi, yang
kedua t-tes untuk sampel kecil dan
sampel yang tidak berkorelasi.
Karena sampel yang
digunakan dalam penelitian ini kurang
dari 30, maka menggunakan rumus t-
tes sebai berikut
1N
SD
N
D
tD
o
Proses analisis data hasil
penelitian dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung harga to (tes
observasi)
Pada langkah ini tabel perhitungan
harus dipersiapkan lebih dahulu
untuk mencari ∑D dan ∑D2.
2. Menghitung standar deviasi
perbedaan sekor dari kedua
variabel, yakni sekor prestasi
belajar SKI sebelum
diterapkannya metode STAD
(Student Teams Achievment
Devision) dengan sekor prestasi
belajar SKI sesudah diterapkannya
metode STAD (Student Teams
Achievment Devision) dengan
rumus sebagai berikut:
N
D
N
DSD
22
D
3. Menghitung harga to (tes
observasi)
4. Memberikan penafsiran terhadap
to (tes observasi).
Dalam menafsirkan terhadap
“to” dengan terlebih dahulu
memperhitungkan df atau db =N-1.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan metode STAD
dalam pembelajaran SKI kelas IV MI
Muhammadiyah Paremono dapat
dilihat pada langkah-langkah sebagai
berikut.
Langkah 1 Presentasi Kelas oleh
Guru
Presentasi ini meliputi
pembukaan, pengembangan, dan
petunjuk pelaksanaan sesuai dengan
materi yang diajarkan dengan
berpedoman pada RPP sebagaiman
terlampir.
Langkah 2 Diskusi Kelompok
Pada langkah ini, guru
membagi siswa dalam kelas menjadi 6
kelompok. Setiap kelompok terdiri
dari 5 siswa sebagai berikut.
21
Kelompok I
NO NAMA SISWA
1 Rudi Prasetyo
2 Sarohtul Yumaroh
3 Anggi Risdiyanto
4 Pipin Bagas Ari Laksana
5 Agus Budi Riawan
Kelompok II
NO NAMA SISWA
1 Ardan Dwi Cahyo
2 Septian Tri Cahyo
3 Rifki Nur Subkhi
4 Amrul Kurnia
5 Arumsari Rossafitri
Kelompok III
NO NAMA SISWA
1 Anggita Nurizkah
2 Alfiatur Rohmah
3 Agam Kalimusada
4 Desi Rahmasari
5 Hasna Adibati Annisa
Kelompok IV
NO NAMA SISWA
1 Lutviana Rahma Sani
2 Layla Raudya Putri
3 Maakhin Fatkhuroozaq
4 Muhammad Ridhowi
5 Muhammad Abdul Rokhim
Kelompok V
NO NAMA SISWA
1 Nuzula Tsani Wirawan
2 Nesia Raya Citra
3 Nisrina Nur Afifah
4 Sarah Hafidsoh
5 Rizki Kurniasari
Kelompok VI
NO NAMA SISWA
1 Riska Hidayah
2 Ziana Maulida Safira
3 Zakiyah
4 Yusuf Pribadi
5 Muhammad Faruq Muhaqiqi
Tabel 3
Prestasi Belajar SKI Sebelum dan
Sesudah diterapkan Metode STAD di
Kelas IV MI Muhammadiyah
ParemonoMungkid Magelang
NO NAMA
PRESTASI BELAJAR SKI
SEBELUM
DITERAPKANNYA
METODE STAD
(X)
SESUDAH
DITERAPKANNYA
METODE STAD
(Y)
1
Rudi
Presetyo 52 64
2 Sarotul Yumaroh 58 70
3
Anggi
Risdiyanto 58 65
4
Pipin Bagas
Ari Laksana 57 69
5
Agus Budi
Riawan 61 69
6
Ardan Dwi
Cahyo 65 74
7
Septian Tri
Cahyo 61 71
8
Rifki Nur
Subkhi 60 70
9
Amrul
Kurnia 65 68
10
Arumsari
Rossafitri 70 80
11
Annita
Nurizkah 63 69
12
Alfiatur
Rohmah 54 68
13
Agam
Kalimusada 55 68
14
Desi
Rahmasari 66 75
15
Hasna Adibati
Anisa 65 78
16
Lutviana
Rahmasani 67 76
17
Laayla
Roudya Putri 65 79
18
Maakhin
Fatkhuroozaq 68 70
19
Muhammad
Ridhowi 54 69
22
20
M. Abdul
Rokhim 56 68
21
Nuzula Tsani
W. 70 85
22
Nesia Raya
Citra 66 70
23
Nisrina Nur
Afifah 62 70
24
Sarah
Hafidsoh 69 80
25
Rizki
Kurniasari 56 71
26
Rizka
Hidayah 63 70
27
Ziana
Maulida
Safira 55 72
28 Zakiyah 69 69
29
Yusuf
Pribadi 66 75
30
Muhammad
Faruq Muhaqiqi 52 60
Tabel 4
Hasil Prestasi Belajar SKI Sesudah
Diterapkan Metode STAD di Kelas IV
MI Muhammadiyah
ParemonoMungkid Magelang
NO NAMA SISWA NILAI
1 Rudi Prasetyo 64
2 Sarotul Yumaroh 70
3 Anggi Risdiyanto 65
4 Pipin Bagas Ari Laksana 69
5 Agus Budi Riawan 69
6 Ardan Dwi Cahyo 74
7 Septian Tri Cahyo 71
8 Rifki Nur Subkhi 70
9 Amrul Kurnia 68
10 Arumsari Rossafitri 80
11 Anggita Nurizkah 69
12 Alfiatur Rohmah 68
13 Agam Kalimusada 68
14 Desi Rahmasari 75
15 Hasna Abidati Annisa 78
16 Lutviana Rahma Sani 76
17 Layla Raudya Putri 79
18 Maakhin Fathurrozaq 70
19 Muhammad Ridhowi 69
20 M. Abdul Rokhim 68
21 Nuzula Tsani Wirawan 85
22 Nesia Raya Citra 70
23 Nisrina Nur Afifah 70
24 Sarah Hafidzoh 80
25 Rizki Kurniasari 71
26 Rizka Hidayah 70
27 Ziana Maulida Safira 72
28 Zakiyah 69
29 Yusuf Pribadi 75
30 Muhammad Faruq Muhaqiqi 60
Jumlah 2142
Rata-rata 71.4
Nilai Tertinggi 85
Nilai Terendah 60
Langkah 3 Tes atau Penilaian
Pada langkah ini guru
memberi tes dan waktu yang cukup
untuk mengerjakan soal secara
individu. Namun demikian, guru tetap
mengontrol siswa agar siswa tidak
bekerjasama dalam mengerjakan soal.
Kalau perlu dipisahkan tempat
duduknya untuk menjaga keobjektifan
hasil secara maksimal.
Langkah 4 Penghargaan Kelompok
Pada langkah ini guru
memberikan penghargaan terhadap
siswa yang mencapai nilai tertinggi
secara kelompok maupun individu.
Langkah 5 Menentukan Nilai
Individu dan Kelompok
Pada langkah ini guru
menentukan peningkatan nilai
individu dan kelompok sebagai
berikut.
23
Tabel 5
Nilai Tertinggi Setiap Kelompok
Kelas IV MI Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang
NO KEL NILAI
TERTINGGI NAMA SISWA
1 I 70 Sarohtul Yumaroh
2 II 80 Arumsari Rossafitri
3 III 78
Hasna Adibati Annisa
4 IV 79 Layla Roudya Putri
5 V 85 Nuzula Tsani Wirawan
6 VI 75 Yusuf Pribadi
1. Prestasi Belajar Sejarah
Kebudayaan Islam di kelas IV MI
Muhammadiyah Paremono,
Mungkid, Magelang
Berdasarkan hasil nilai prestasi
belajar siswa, maka hasil jawaban
tersebut diolah dan digolongkan
menjadi empat yaitu amat baik, baik,
cukup dan kurang. Kriteria amat baik
apabila siswa memperoleh nilai prestasi
belajar 85 ke atas, kriteria baik apabila
siswa memperoleh nilai prestasi belajar
75 – 84, kriteria sedang apabila siswa
memperoleh nilai prestasi belajar 60-74
dan kriteria kurang apabila siswa
memperoleh nilai prestasi belajar
kurang dari 60. Hasil nilai prestasi
belajar siswa selengkapnya dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 6
Tingkat Prestasi Nilai Belajar Siswa
Kelas IV MI Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang
Kriteria Sebelum Sesudah
F % F %
Amat
Baik
Baik
Cukup
Kurang
-
-
19
11
-
-
63.3
36.7
1
7
22
-
3.4
23.3
73.3
-
Jumlah 30 100 30 100
Tabel di atas menunjukkan
bahwa pada saat sebelum diterapkan
metode STAD (Student Teams
Achievment Devision) tidak ada siswa
yang memiliki prestasi belajar amat
baik dan baik, siswa yang memiliki
prestasi belajar cukup baik sebanyak 19
siswa (63.3%) dan siswa yang memiliki
prestasi belajar kurang sebanyak 13
siswa (36.7%).
Hasil tersebut menunjukkan
24
bahwa sebelum diterapkan metode
STAD (Student Teams Achievement
Devision), prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam Siswa Kelas IV
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang dalam
kategori cukup.
Setelah diterapkan metode
STAD (Student Teams Achievement
Devision), terjadi peningkatan prestasi
belajar Sejarah Kebudayaan Islam
Siswa Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono Mungkid
Magelang. Peningkatan tersebut
terbukti dengan meningkatnya nilai
prestasi belajar siswa kategori amat baik
sebanyak 1 siswa (3.4%), kategori baik
sebanyak 7 siswa (23.3%), kategori
cukup sebanyak 22 siswa (72.3) dan
sudah tidak ada prestasi belajar siswa
dalam kategori kurang. Jadi metode
tersebut STAD (Student Teams
Achievement Devision) efektif
meningkatkan prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam Siswa Kelas IV
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang.
2. Pengaruh Metode STAD terhadap
Prestasi Belajar Siswa Kelas IV MI
Muhammadiyah Paremono,
Mungkid, Magelang
Sebelum diterapkan metode
STAD (Student Teams Achievement
Devision) prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam, siswa dalam
mencapai katagori cukup dan kurang.
Adapun nilai kategori baik dan amat
baik tidak ada, namun setelah
diterapkan metode STAD prestasi
belajar Sejarah Kebudayaan Islam
siswa meningkat dalam kategori
cukup, baik dan amat baik. Jadi, ada
pengaruhnya Metode STAD terhadap
prestasi belajar siswa.
Pengolahan data hasil prestasi
belajar siswa dengan menggunakan
25
bantuan program SPSS for Windows
versi 15.00. Pengolahan tersebut
menghasilkan statisik deskriptif
variabel penelitian Adapun jawaban
responden yang telah diolah seperti
pada tabel berikut.Deskriptif Statistik
Variabel Penelitian.
Tabel 7
Data Analisis Perbedaan Mean Nilai
Siswa Kelas IV MI Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang
30 60,00 85,00 71,4000 5,25620
30 52,00 70,00 61,6000 5,66051
30
SESUDAH
SEBELUM
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iat ion
Berdasarkan tabel tersebut
dapat diketahui bahwa populasi
penelitian berjumlah 30 siswa.
Sebelum diterapkan metode STAD
(Student Teams Achievment Devision),
prestasi belajar Sejarah Kebudayaan
Islam Siswa dalam kategori rendah
paling rendah adalah 52 dan yang
paling tinggi adalah 70 dengan rata-
rata 61,6. Setelah diterapkan metode
STAD (Student Teams Achievment
Devision), prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam Siswa meningkat
yaitu yang terendah 60 dan yang
tertinggi mencapai 85 dengan rata-rata
71,4. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa metode STAD (Student Teams
Achievement Devision) dapat
meningkatkan prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam Siswa Kelas IV
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Paremono Mungkid Magelang sebesar
9,8%.
Analisis statistik yang
digunakan untuk melihat apakah
penerapan metode STAD (Student
Teams Achievment Devision) efektif
dalam meningkatkan prestasi belajar
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa
Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono Mungkid
Magelang adalah paired sample t test,
yaitu tes statistik dengan kelompok
yang sama namun menggunakan dua
26
waktu yang berbeda yaitu sebelum
diterapkan metode STAD (Student
Teams Achievement Devision) dengan
hasil test setelah diterapkan metode
STAD (Student Teams Achievement
Devision). Pengujian ini dilakukan
dengan membandingkan hasil test
siswa sebelum diterapkan metode
STAD (Student Teams Achievment
Devision) dengan hasil test setelah
diterapkan metode STAD (Student
Teams Achievement Devision).
Asumsi yang digunakan adalah
apabila nilai p value kurang dari 0,05
(α 5%) maka hipotis alternatif yang
diajukan diterima, sebaliknya apabila
nilai p value lebih dari 0,05 (α 5%)
maka hipotesis yang diajukan ditolak
dan hipotesis nol yang diterima. Hasil
analisis disajikan sebagai berikut.
Tabel 8 Hasil Analisis Paired Sample T Test
Berpengaruh Terhadap Hasil Prestasi
Belajar SKI Kelas IV MI
Muhammadiyah Paremono Mungkid
Magelang
T test P
value
Keterangan
13,074 0.000 signifikan
Tabel di atas menunjukkan
bahwa nilai t test adalah 13,074
dengan p value 0,000 < 0,05 (α 5%),
maka hipotesis yang diajukan dapat
diterima dan terbukti kebenarannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa secara
statistik terdapat perbedaan yang
signifikan antara prestasi belajar
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa
sebelum diterapkan metode STAD
dengan prestasi belajar setelah
diterapkankannya metode STAD.
Metode STAD (Student Teams
Achievement Devision) merupakan
salah satu metode pembelajaran yang
lebih bersifat kooperatif yang
memandang keberhasilan individu
diorientasikan dalam keberhasilan
kelompok. Maka tercermin adanya
27
bentuk kerja sama siswa dalam
mencapai pembelajaran yang sudah
ditetapkan oleh guru, yang pada
akhirnya mereka bersama-sama
berhasil dalam belajar. Dalam
praktiknya, siswa dikelompokkan
menjadi kelompok belajar yang
anggotanya terdiri dan empat atau
lima anggota sehingga dapat mewakili
siswa dengan tingkat kemampuan dan
jenis kelamin yang berbeda. Setelah
kelompok terbentuk, guru
memberikan pelajaran dan selanjutnya
siswa bekerja dalam kelompok
masing-masing untuk memastikan
bahwa semua anggota kelompoknya
telah menguasai pelajaran yang
diberikan.
Dalam praktik pembelajaran
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam yang menerapkan metode
STAD guru dituntut lebih
mengedepankan tentang sikap siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran
karena metode STAD lebih
mementingkan sikap daripada teknik
dan prinsip, yakni sikap partisipasi
dalam rangka mengembangkan
potensi kognitif dan afektif (Sukardi,
2008: 161). Agar sikap siswa dalam
mengikuti pelajaran yang dikelola
oleh guru di kelas berkembang
menjadi sebuah tingkah laku yang
positif, siswa dituntut untuk teriibat
langsung dalam pembelajaran dengan
melakukan presentasi kelas, kerja
kelompok, tes, dan penilaian individu
maupun kelompok. Dengan metode
STAD pengajaran mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam akan
semakin aktif, kreatif, inovatif, efektif,
dan menyenangkan karena siswa akan
lebih mampu mendengar dan
menerima. Maka dengan metode
STAD (Student Teams Achievement
Devision) siswa lebih mudah untuk
28
memahami dan mengerti tentang
pelajaran Sejarah kebudayaan Islam
sehingga prestasi belajar Sejarah
kebudayaan Islam menjadi meningkat.
A. Pengujian Hipotesis
Hasil penelitian tentang
hubungan Metode STAD (Student
Teams Achievement Devision)
dengan Prestasi Hasil Belajar
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa
Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono
Mungkid Magelang,
menunjukkan bahwa metode
STAD (Student Teams
Achievment Devision) efektif
untuk meningkatkan prestasi
belajar Sejarah Kebudayaan Islam
Siswa.
Sementara itu hipotesis yang
diajukan adalah terdapat hubungan
yang positif antara penerapan
metode STAD dengan prestasi
basil belajar Sejarah Kebudayaan
Islam. Dengan demikian hipotesis
yang diajukan adalah diterima dan
terbukti kebenarannya.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui efektifitas
metode STAD (Student Teams
Achievement Devision) dalam
meningkatkan prestasi belajar
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa
Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Paremono
Mungkid Magelang. Jenis
penelitian ini adalah eksperimen
model one group pretest posttest
design, yaitu eksperimen yang
dilaksanakan pada satu kelompok
saja tanpa kelompok pembanding,
dengan menggunakan tes awal
sehingga besarnya efek dari
eksperimen dapat diketahui
29
dengan pasti.
Analisis yang digunakan
adalah analisis statistik paired
sample t test, yaitu tes statistik
dengan kelompok yang sama
namun menggunakan dua waktu
yang berbeda yaitu sebelum
diterapkan metode STAD (Student
Teams Achievement Devision) dan
setelah diterapkan metode
tersebut.
Hasil analisis statistik
paired sample t test membuktikan
bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara prestasi belajar
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa
sebelum diterapkan metode STAD
dengan prestasi belajar setelah
diterapkankannya metode STAD.
Hal tersebut dibuktikan dengan
peningkatan nilai prestasi belajar
Sejarah Kebudayaan Islam Siswa.
Sebelum diterapkan metode STAD
rata-rata prestasi belajar Sejarah
Kebudayaan Islam Siswa adalah
61,6 meningkat menjadi 71,4
setelah diterapkan metode STAD.
Jadi metode STAD terbukti efektif
untuk meningkatkan prestasi
belajar Sejarah Kebudayaan Islam
Siswa yaitu sebesar 9,8%.
Kegiatan atau proses
pembelajaran yang dilakukan oleh
guru pada hakikatnya merupakan
sebuah sistem sehingga selalu
berhubungan antara komponen
yang satu dengan yang lainnya,
misalnya tujuan, guru, siswa,
metode, alat, dan lain sebagainya.
Secara umum, tolak ukur
keberhasilan adalah prestasi yang
dicapai oleh siswa. Ketepatan
pemilihan dan penggunaan metode
akan lebih efektif untuk
menumbuhkan sikap tingkat siswa
dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran di kelas. Sebaliknya,
ketidaktepatan pemilihan dan
30
penggunaan metode akan
menimbulkan sikap yang
menunjukkan gejala-gejala ke arah
kekurangaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Salah satu metode
dalam pembelajaran adalah
Metode STAD (Student Teams
Achievement Devision).
Metode STAD (Student
Teams Achievement Devision)
merupakan salah satu metode
pembelajaran yang lebih bersifat
kooperatif yaitu adanya teknik
pengelompokan yang di dalamnya
siswa bekerja secara terarah pada
tujuan belajar bersama dalam
kelompok kecil yang terdiri dari
empat atau lima siswa (Mortarela
dalam Sukidin, 2008:162). Metode
STAD (Student Teams
Achievement Devision) merupakan
pembelajaran yang memandang
keberhasilan individu
diorientasikan dalam keberhasilan
kelompok dengan bentuk kerja
sama siswa dalam mencapai
pembelajaran yang sudah
ditetapkan oleh guru, yang pada
akhirnya mereka bersama-sama
berhasil dalam belajar.
Dalam praktik
pembelajaran mata pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam yang
menerapkan metode STAD
(Student Teams Achievement
Devision) guru dituntut lebih
mengedepankan tentang sikap
siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Hal ini sejalan
dengan teori yang dikemukakan
oleh Sukidin. Metode STAD
(Student Teams Achievment
Devision) lebih mementingkan
sikap daripada teknik dan prinsip,
yakni sikap partisipasi dalam
rangka mengembangkan potensi
31
kognitif dan afektif (Sukardi,
2008: 161).
Penerapan metode STAD
(Student Teams Achievement
Devision) dalam pengajaran mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam akan semakin aktif, kreatif,
inovatif, efektif, dan
menyenangkan karena siswa akan
lebih mampu mendengar,
menerima, dan menghormati siswa
lain. Hal ini akan dapat
mempermudah mengembangkan
ranah afektif siswa. Di samping
itu, siswa pun dituntut untuk
melakukan keria individu maupun
kelompok sehingga mampu
berpikir objektif dan sistematis
yang pada akhirnya mampu
mengembangkan ranah kognitif.
Selain itu, siswa sekaligus dilatih
mempresentasikan hasil kerja
sehingga akan mempermudah
pengembangan ranah
psikomotoriknya.
Maka dengan metode STAD
(Student Teams Achievement
Devision) siswa lebih mudah untuk
memahami dan mengerti tentang
pelajaran Sejarah kebudayaan Islam
sehingga prestasi belajar Sejarah
kebudayaan Islam menjadi meningkat.
SIMPULAN
Pemerintah terus mendorong
sekolah menengah kejuruan (SMK)
untuk bekerjasama dengan dunia
industry meningkatkan kapasitas
produknya. Upaya ini selain untuk
meningkatkan kompetensi siswanya
dalam bidangnya, tapi juga
mendorong kompetensi gurunya.
Sebab, baik siswa maupun gurunya
sama-sama mendapatkan peningkatan
kompetensi dari hasil kerjasama
dengan dunia industri. Kebijakan
pengembangan Unit Teaching Factory
sebagai salah satu usaha
meningkatkan profesionalisme dan
menumbuhkan jiwa kewirausahaan
guru, siswa, dan staf. Dengan adanya
program Teaching Factory merupakan
langkah positip yang ditawarkan
32
melalui kebijakan pemerintah guna
mengembangkan jiwa enterpreneur,
dengan harapan tamatan sekolah
menengah kejuruan (SMK) mampu
menjadi aset daerah dan bukan
menjadi beban daerah, yang akan
mendukung peningkatan
pembangunan daerah masing-masing.
Kesimpulan yang dapat
diambil dari manfaat adanya Program
Teaching Factory di pendidikan
kejuruan dapat dilihat dari beberapa
aspek, antara lain:
1. Aspek pedagogik :
a) Menciptakan attitude serta etos
kerja yang positif bagi anak
didik, membangun karakter
yang meliputi kreatifitas,
motivasi positif dalam keja,
disiplin dan ketahanan mental
dalam menghadapi tantangan .
b) Memberikan solusi yang
menyeluruh tentang arti
sebuah produk , misalnya
asfek desain, pengolahan
bahan,pemakaian peralatan,
strategi pemasaran, konsep
pelayanan dan keuntungan.
c) Menjamin perkembangan yang
seimbang bagi siswa yang
berkaitan dengan phisik,
emosi, mental, attitude, nilai
moral, estetika untuk
kepentingan dirinya dan untuk
masyarakat.
d) Mencari bentuk integrasi yang
kuat antara teori dan praktek
e) Guru dapat lebih terbuka bebas
mengajarkan arti produktivitas.
2. Aspek Ekonomi :
a) Sebagai upaya baru untuk
menemukan sumber finansial
baru.
b) Dapat mengikuti
perkembangan aktivitas
produksi di industri
c) Memperkenalkan sejak dini
aspek dan muatan ekonomi
kepada siswa.
d) Menumbuhkan jiwa wirausaha
pemula sehingga setelah lulus,
bukan hanya berperan sebagai
pencari kerja tetapi juga
berperan sebangai penyedia
kerja.
3. Aspek Sosial:
a) Pelaksanaan pendidikan
didasari semangat
kebersamaan antara sekolah
dan industri .
33
b) Industri dapat membantu
secara langsung proses
pendidikan disekolah.
Semakin pendeknya masa transisi
bagi siswa dalam mengurangi masa
antara tahap pendidikan dengan tahap
kerja produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. (2006).
Peneyelenggaraan SMK
Berstandar Nasional dan
Internasional. Jakarta:
Departemen Pendidikan
Nasional.
Direktorat PSMK. (10 Mei 2008).
Kewirausahaan dalam
kurikulam SMK. Makalah
disajikan dalam Seminar
Nasional Wirausaha Kuliner,
di Jurusan Teknologi Industri
, Fakultas Teknik , Universitas
Negeri Malang.
Raelin, J.A. (2008). Work-based
learning. San Francisco:
Jossey Bass.
Sisjono (2002), Modul Penerapan
CBT Secara Konsisten Di
SMK, Dirjen Dikdasmen,
PPGT Bandung.
http://www.scribd.com/doc/32828406/
Penerapan-Teaching-Factory-
Menggunakan-Teori-Belajar-
Konstruktivisme
http://www.scribd.com/doc/21814056/
Teaching-Factory-Sebagai-
Pendekatan-Pebelajaran-Di-
SMK
Swasta, Basu. 2000. Azas-Azas
Marketing. Edisi ketiga.
Liberty, Yogyakarta
Umar, Husein. 2000. Metode
Penelitian: Aplikasi Dalam
Pemasaran, Gramedia
pustaka utama, Jakarta.
Umar, Husein. 2002. Riset Pemasaran
dan Perilaku Konsumen.
Gramedia pustaka utama,
Jakarta.
Zamit, Zulian. 2001. Manajemen
Kualitas Produk dan Jasa.
Ekonisia, Yogyakarta.