45

Click here to load reader

duodenal web

Embed Size (px)

DESCRIPTION

duodenal web

Citation preview

Page 1: duodenal web

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Duodenal web merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan

yang menyebabkan obstruksi duodenum. Duodenal web merupakan kasus yang

jarang ditemukan dan berdasarkan literatur kasus duodenal mencapai 100 kasus.

Obstruksi pada duodenal web dapat terjadi secara total atau parsial. Keluhan dan

waktu munculnya gejala tergantung dari ukuran dan lokasi duodenal web. Oleh

karena itu, duodenal web biasanya ditemukan pada masa kanak-kanak atau

bahkan ketika dewasa.1

Selain duodenal web, kasus seperti volvulus, annular pancreas, kista

duplikasi duodenum, dan sindroma arteri mesenterika superior dapat

menyebabkan obstruksi parsial pada duodenum. Diagnosis dari duodenal web

dapat ditegakkan berdasar temuan klinis dan radiologis. Gambaran yang paling

sering ditemukan pada pasien adalah distensi pada lambung dan duodenum yang

terlihat pada gambaran radiografi abdominal, air fluid levels, dan distribusi udara

yang normal pada bagian distal intestinal. 1

1.2. Batasan Masalah

Referat ini akan membahas tentang Duodenal Web khususnya dari segi

gambaran radiologis.

Page 2: duodenal web

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang Duodenal Web dari definisi, etiologi, manifestasi

klinis, penegakan diagnosa, dan pengobatannya.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran radiologis pada Duodenal Web.

1.4. Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literatur.

Page 3: duodenal web

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Duodenal web atau duodenal diaphragm merupakan obstruksi komplit atau

inkomplit pada duodenum akibat dari membranous web atau divertikulum

intraluminal. Pada duodenal web biasanya terdapat celah kecil pada bagian tengah

yang membedakannya dari atresia duodenal.2 Duodenal web atau duodenal

diaphragm dianggap sebagai suatu bentuk ringan dari atresia.3

Duodenal web sering muncul sebagai kelainan kongenital dan bermanifestasi

pada masa anak-anak, akan tetapi duodenal web juga dapat muncul pada masa

dewasa.2

Gambar 2.1.1 Gambaran radiografi dengan barium duodenal web pada anak laki-laki berumur 1 tahun tampak dilatasi lambung dan proksimal duodenum.4

Page 4: duodenal web

Gambar 2.1.2 Gambaran radiologi dengan barium non-obstruksi duodenal diaphragm tampak transverse filling defect pada duodenum (ditunjukkan oleh panah).4

Page 5: duodenal web

2.2 Embriologi

Duodenum terbentuk dari bagian akhir usus depan dan bagian sefalik usus

tengah. Taut antara kedua bagian ini terletak tepat distal dari asal tunas hati. Sewaktu

lambung berputar, duodenum mengambil bentuk lengkung C dan berputar ke kanan.

Perputaran ini, bersama dengan pertumbuhan pesat kaput pankreas, menggeser katup

duodenum dari posisinya yang semula di garis tengah menjadi ke sisi kiri rongga

abdomen. Duodenum dan kaput pankreas menekan dinding tubuh dorsal, dan

permukaan kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum didekatnya.

Kedua lapisan kemudian lenyap, duodenum dan kaput pankreas terfiksasi dalam

posisi retroperitoneum. Karena itu, seluruh pankreas terletak di retroperitoneum.

Mesoduodenum dorsal lenyap seluruhnya kecuali regio pilorus lambung, tempat

sebagian kecil duodenum (duodenal cap) mempertahankan mesentriumnya dan tetap

terletak intraperitoneum. 5

Minggu 4 lumen duodenum mengalami obliterasi akibat proliferasi sel-sel di

dindingnya, pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan panjang lempeng

usus, sehingga terdapat sumbatan usus. Namun, setelah itu lumen segera mengalami

rekanalisasi. Karena usus depan didarahi oleh arteri seliaka dan usus tengah didarahi

oleh arteri mesenterika superior, duodenum didarahi oleh cabang-cabang kedua arteri.

Rekanalisasi berakhir minggu 8─10. Penyimpangan rekanalisasi menyebabkan,

stenosis, atresia, web atau diafgrama mukosa. Penyimpangan rekanalisasi paling

sering di daerah papila vateri. 5,6

Page 6: duodenal web

Obstruksi duodenum dapat terjadi karena adanya kelainan instrinsik ataupun

ekstrinsik. Pankreas anular dapat menjadi penyebab ekstrinsik dari duodenal

obstruksi. Selama rotasi saluran cerna, terjadi penyatuan dua bagian yang membentuk

ring shaped disekitar duodenum. Vena porta anterior berjalan menyilangi bagian atas

duodenum dan pankreas dapat menyebabkan kompresi ekstrinsik duodenum.

Sehingga, kelainan pada fiksasi dan rotasi saluran cerna dapat menjadi penyebab

obstruksi.6

Obstruksi duodenum terjadi akibat gagalnya rekanalisasi lumen duodenal.

Kegagalan proses rekanalisasi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk

utama yaitu, atresia komplit yang disebabkan oleh mukosa atau submukosa

diafragma, obstruksi duodenum yang disebabkan oleh fibrous cord yang

menghubungkan bagian proksimal dan distal dari atresia duodenum, dan perpisahan

komplit bagian proksimal dan distal duodenum.6

Gambar 2.2.1 Klasifikasi obstruksi duodenal. A; atresia dengan membran intraluminal yang intak ditandai dengan perbedaan ukuran antara segmen proksimal

Page 7: duodenal web

dan distal duodenum (tipe 1), B; duodenum dipisahkan oleh fibrous cord dan mesentrium tetap intak (tipe 2), C; duodenum terpisah dan tidak terdapat mesentrium pada bagian yang hilang tersebut (tipe 3), D; windsock anomaly, E; membran intraluminal dengan perforasi, F; pankreas anular.6

2.3 Anatomi Duodenum7

Duodenum atau juga disebut dengan usus duabelas jari merupakan usus yang

berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum.

Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan bagian

terminal atau muara dari sistem apparatus biliaris dari hepar maupun dari pancreas.

Selain itu duodenum juga merupakan batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana

saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah oleh adanya

ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak pada flexura

duodenojejunales yg merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam

lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan kecil yang disebut dengan plica

sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium dan

umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung yg disebut dg mesoduodenum.

Gambar 2.3.1 Bagian – bagian usus

Page 8: duodenal web

Gambar 2.3.2 Bagian-bagian duodenum

Duodenum terdiri atas beberapa bagian:

1. Duodenum pars superior

Bagian ini bermula dari pylorus dan berjalan ke sisi kanan vertebrae

lumbal I dan terletak di linea transpylorica. Bagian ini terletak setinggi

vertebrae lumbal I dan memiliki sintopi:

a. Anterior : Lobus quadrates hepatis, vesica velea

b. Posterior : Bursa omentalis, a. gastroduodenalis, ductus

choledocus, v. portae hepatis, dan v. cava inferior

c. Superior : Foramen epiploica winslow

d. Inferior : Caput pancreas

2. Duodenum pars decendens

Page 9: duodenal web

Bagian dari duodenum yang berjalan turun setinggi vertebrae lumbal

II-III. Pada duodenum bagian ini terdapat papilla duodeni major dan

minor yang merupakan muara dari ductus pancreaticus major dan ductus

choledocus serta ductus pancreaticus minor yang merupakan organ

apparatus billiaris dan termasuk organ dari system enterohepatic.

Duodenum bagian ini memiliki sintopi :

a. Anterior : Fundus vesica felea, colon transersum, lobus hepatis

dextra

b. Posterior : Ureter dextra, hilus renalis dextra

c. Medial : Caput pankreas

d. Lateral : Colon ascendens, fleksura coli dextra, lobus

hepatis dextra

3. Duodenum pars horizontal

Merupakan bagian dari duodenum yang berjalan horizontal ke sinistra

mengikuti pinggir bawah caput pancreas dan memiliki skeletopi setinggi

vertebrae lumbal II. Duodenum bagian ini memiliki sintopi :

a. Anterior : Mesenterium usus halus, vasa mesenterica superior,

lekukan jejunum

b. Posterior : Ureter dextra, m. psoas dextra, aorta

c. Superior : Caput pancreas

d. Inferior : Lekukan jejunum

Page 10: duodenal web

4. Duodenum pars ascendens

Merupakan bagian terakhir dari duodenum yang bergerak naik hingga

pada flexura duodenujejunales yang merupakan batas antara duodenum

dan jejunum. Pada flexura duodenojejunales ini terdapat ligamentum yang

menggantung yang merupakan lipatan peritoneum yang disebut dengan

ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang dimana ligamentum

ini juga merupakan batas yang membagi saluran cerna menjadi saluran

cerna atas dan saluran cerna bawah. Duodenum bagian ini memiliki

skeletopi setinggi Vertebrae Lumbal I atau II. Duodenum bagian ini

memiliki sintopi :

a. Anterior : Mesenterium, lekukan jejunum

b. Posterior : Pinggir kiri aorta, pinggir medial m. psoas sinistra

2.4 Epidemiologi

Obstruksi duodenal disebabkan karena malrotasi usus tengah sekitar 1:500

kelahiran, inseden yang simptomatik 1:6000, dan insiden duodenal web sebagai salah

satu penyebab obstruksi intestinal sekitar 1:10.000 – 1:40.000.8

Obtruksi duodenal disebabkan atresia duodenal 42%, pankreas anular 39%,

duodenal web 19%. Sekitar 38 - 15% pasien dengan obstruksi duodenal juga diikuti

oleh kelainan kongenital yang lain, seperti trisomi kromosom 21, malrotasi intestinal,

situs inversus, dan kelaianan jantung bawaan. Obstruksi duodenal juga dikaitkan

dengan prematuritas dan berat badan lahir rendah (Letzner, 2011).6

Page 11: duodenal web

2.5 Etiologi

Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih

belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik. Seringnya

ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan malformasi neonatal

lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan

pada masa awal kehamilan. Atresia duodenum berbeda dari atresia usus lainnya,

yang merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah

mesenterik pada perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai

predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga pasien

dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21 (sindrom Down), namun hal ini

bukanlah faktor resiko independen dalam perkembangan atresia duodenum (Karrer,

2009).9

2.6 Patofisiologi

Duodenal web atau diafragma sering ditemukan pada bayi. Bentuk web tersebut

tipis, yang terdiri dari mukosa dan submukosa tanpa disertai lapisan muskular.

Gerakan peristaltik menyebabkan diafragma mengembungkan bagian disstalsehingga

tampakan klinis terdapat tumpukan udara. Duodenal web diduga akibat dari

kegagalan rekanalisasi lumen duodenum selama perkeembangan janin. Ada faktor

instrinsik serta eksstrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya duodenal web.

Faktor ekstrrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya anomali ini karena kegagalan

rekanalisasi lumen usus. Duodenum dibentuk dari bagian akhir foregut dan bagian

sefalik midgut. Selama minggu 5-6 lumen tersumbat oleh proliferasi sel dindingnya

Page 12: duodenal web

dan segera mengalami rekanalisasi pada minggu ke 8-10. Kegagalan rekanalisasi ini

disebut dengan atresia duodenum.5

Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total atau parsial,

atau tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat kecil sekali atau besar,

mendekati diameter lumen normal. Faktor ekstrinsik tekanan luar duodenum seperti

pita Ladd.10 Ladd mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi lesi instrinsik dan

ekstrinsik. Beberapa penyebab paling umum diperlihatkan pada tabel di bawah ini.11

Tabel 2.6.1 Ladd Clasification: beberapa kelainan kongenital baik lesi instrinsik atau ekstrinsik dapat menyebabkan obstruksi parsial atau komplet

Lesi Instrinsik Lesi EkstrinsikAtresia Duodenum Annular pancreasStenosis Duodenum Malrotation Duodenal Web Peritoneal Bands

Anterior portal vein

Atresia duodenum dibagi menjadi tiga 3 jenis :11

1. Tipe I

Mukosa web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan submukosa tanpa

lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis mulai dari satu hingga

beberapa millimeter. Dari luar tampak perbedaan diameter proksimal dan distal.

Lambung dan duodenum proksimal atresia mengalami dilatasi (Mucosal web

Type I atresia). Arteri mesenterika superior intak.

2. Tipe II

Ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat (Fibrous cord Type

II atresia).

Page 13: duodenal web

3. Tipe III

Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa dihubungkan pita jaringan ikat (Complete

separation Type III atresia).

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang mungkin ditemui pada pasien atresia duodenum, diantaranya:10

1. Bayi sering muntah bewarna hijau yang proyektil segera setelah lahir.

2. Berat badan menurun dan sukar bertambah.

3. Perut kembung didaerah epigastrium.

4. Adanya gelombang peristaltik pada proses awal penyakit ini.

5. Adanya riwayat polihidramnion pada pertengahan kehamilan.

6. Ikterik pada 1/3 bayi.

Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal letak tinggi.

Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah

lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15%

kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis

duodenum melewati deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-

anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi

parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus dianggap

mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus

segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.12,13

Page 14: duodenal web

Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen bagian atas.

Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen scaphoid, sehingga

obstruksi intestinal tidak segera dicurigai. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang

penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium

dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu.13

Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi

kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi

intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi

dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi

lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas

mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna. Jaundice

terlihat pada 40% pasien, dan diperkirakan karena peningkatan resirkulasi

enterohepatik dari bilirubin.13 Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion

dan bayi dengan sindroma Down harus dicurigai menderita atresia duodenal.

Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.12,13

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Foto Polos Abdomen

Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi tegak akan

terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (double bubble), gelembung lambung

dan proksimal duodenum. Bila 1 gelembung mungkin duodenum terisi penuh cairan,

atau terdapat atresia pylorus atau membran prapilorik. Atresia pilorik sangat jarang

terjadi dan diagnosis harus ditunjang dengan muntah yang tidak berwarna hijau. Bila

Page 15: duodenal web

2 gelembung disertai gelembung udara kecil-kecil di distal, mungkin stenosis

duodenum, diafgrama membran mukosa, atau malrotasi dengan atau tanpa

volvulus.14,15

Gambar 2.8.1 Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang memperlihatkan gambaran “the double-bubble sign” pada atresia duodenum. 13

Pada gambaran radiografi bagian abdominal atas terlihat distensi dari lambung

dan “double-bubble sign”. Udara ditemukan dalam usus bagian distal membentuk

obstruksi parsial (Gambar 2.8.2).1

Gambar 2.8.2 A-B : Pada gambaran radiografi abdomen kuadran kanan atas ditemukan “Double-bubble sign” di duodenum proksimal dan lambung. Udara ditemukan di daerah distal usus halus yang menunjukkan adanya obstruksi parsial di duodenum.1

Page 16: duodenal web

2.8.2 USG Abdomen

Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi

duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18

macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi

duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh

gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama

mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal

postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu

mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana

kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali saluran

cerna. 12,15

Page 17: duodenal web

Gambar 2.8.3 Prenatal sonogram pada potongan sagital oblik memberikan gambaran double bubble sign pada fetus dengan atresia duodenum. In utero, the stomach (S) dan duodenum (D) terisi oleh cairan. 15

Berdasarkan gambaran USG terlihat dilatasi duodenum yaitu peningkatan

diameter lumen dan penurunan motilitas usus di kuadran kanan atas. Terjadi distensi

pada lambung dan tidak ada gerakan peristaltik yang terlihat selama pemeriksaan

USG.1

2.8.3 CT-scan

Hasil CT-scan pada duodenal web adalah distensi gaster dan dilatasi

duodenum (S). Pemeriksaan CT-scan pada variasi duodenal web, yaitu intraluminal

duodenal diverticulum ditemukan gambaran yang menyerupai intusupsesi.16

Page 18: duodenal web

Gambar 2.8.3 CT–scan abdomen memperlihatkan gambaran mimicking intussusceptions di lumen dan a sac-like, proyeksi intraluminal.16

CT-scan abdomen memperlihatkan distensi yang berat pada lambung dan first

and second portion of the duodenum, serta stenosis spada bagian distal second

portion of the duodenum. Selain itu ditemukan penekanan pada ginjal kanan karena

kelainan di duodenum. Walaupun ditemukan stenosis pada second portion of the

duodenum namun kontras masih terlihat pada bagian distal usus halus, hal ini

menunjukkan bahwa terjadi obstruksi parsial. Bagaimanapun diagnosis pasti

duodenal web tidak bisa ditegakkan dari pemeriksaan CT-scan abdomen.1

Page 19: duodenal web

Gambar 2.8.4 Distensi pada gaster dan dilatasi first and second portion of duodenum, serta stenosis pada distal dari second portion of duodenum.1

CT-scan abdomen menunjukkan distensi lambung berat seperti dilatasi yang

terjadi pada first and second portion of the duodenum, bersamaan dengan stenosis

pada bagian distal dari second portion. Kontras tampak pada bagian distal usus halus

meskipun terdapat stenosis pada second portion of the duodenum.1

2.8.4 Pemeriksaan Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi memperlihatkan tidak ada temuan patologis selain

distensi dari lambung dan duodenum. Pemeriksaan patologi anatomi yang diambil

dari bagian antrum dan duodenum selama endoskopi memperlihatkan adanya gastritis

kronis, infeksi Helicobacter pylori, villi duodenum yang normal, dan adanya limfosit,

sel plasma, eosinofil, dan vena yang penuh sepanjang kelenjar duodenum. Walaupun

endoskopi mencapai second portion of the duodenum, namun tidak terlihat adanya

duodenal web.1

Pada esophageal, gastric and duodenal radiography (EGDR), esofagus

terlihat normal sedangkan lambung dan first and second portion of the duodenum

Page 20: duodenal web

dilatasi. Kontras terlihat terhenti pada bagian distal dari second portion of the

duodenum, dan kontras terlihat dapat melalui bagian distal usus halus setelah 15

menit. (gambar 2.8.5).1

Gambar 2.8.5 Pada esophageal, gastric and duodenal radiography (EGDR), terlihat (A) Pemeriksaan radiologi pada gastrointestinal atas menunjukkan distensi yang berbeda pada lambung dan duodenum, dimana lebih terlihat menonjol pada first and second portion of the duodenum. Tidak ada kontras yang terlihat melewati distal duodenum. (B) Gambar yang diambil setelah 15 menit kemudian menunjukkan bahwa kontras telah melewati duodenum. Distensi lambung dan duodenum berkurang dan kontras terlihat di kolon. (C) Setelah 30 menit, distensi pada lambung dan duodenum menghilang.1

2.9 Diagnosis diferensial

a. Annular Pankreas

Deformitas “seperti cincin” pada bagian tengah duodenum desenden

kadang terlihat pada kasus annular pankreas, seperti putaran yang tidak

sempurna pada bagian ventral yang meninggalkan berkas untaian sel pankreas

Page 21: duodenal web

atau hanya jejak cincin fibrotik. Defek kongenital ini sering ditemukan tidak

sengaja pada saat pembedahan.17

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pencitraan seperti Multislice

Computed Tomography (MSCT), Magnetic Resonance Imaging (MRI),

Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP), atau Endoscopic

Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP), insiden terlihat meningkat,

sekarang menjadi 1 : 250.18

Gambar 2.9.1 Annular Panceras. Pada pemeriksaan dengan “double contrast barium” memperlihatkan (a) daerah semi melingkar yang sempit pada duodenum terhadap cincin pankreas. ERCP (b) menunjukkan sistem duktus pankreas melingkari duodenum. MRI (c) menunjukkan caput pankreas terlipat sekitar lumen duodenum. 17

b. Duodenal Duplication Cysts

Kista duplikasi bisa didefinisikan sebagai struktur tubular atau kistik

yang terletak dekat dengan dinding usus. Walaupun patogenensis embriologi

pastinya belum diketahui pasti, tetapi mungkin disebabkan karena

divertikulum embriologi yang persisten atau rekanalisasi yang tidak sempurna

Page 22: duodenal web

dari usus. Kista duplikasi usus sering ditemukan pada ileum distal, sedangkan

duplikasi pada lambung dan duodenum hanya terjadi sekitar 4 – 5% dari

semua kejadian duplikasi intestinal. Jika terletak di duodenum, umumnya

ditemukan berhubungan dengan dinding posterior dari duodenum desenden. 18

Gambar 2.9.2 Kista duplikasi duodenum. (a) Pada pemeriksaan dengan Barium menunjukkan kesan halus yang meningkat dari dinding medial duodenum desenden yang meluas sekitar fleksura duodenum inferior. (b) CT-scan pada pasien yang sama memperlihatkan adanya gambaran cairan dalam kista.17

c. Sindrom arteri mesenterika superior

Sindrom arteri mesenterika superior adalah kompresi third portion of

duodenum dengan aorta abdominal dan arteri mesenterika superior, yang

menyebabkan dilatasi duodenum dan lambung. Pada pemeriksaan CT-scan

Page 23: duodenal web

dapat ditemukan jarak antara aorta abdominal dan arteri mesenterika superior

berkurang atau kompresi arteri mesenterika superior.1

Gambar 2.9.3 Pemeriksaan CT-scan pada sindrom arteri mesenterika superior19

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada sindrom arteri mesentrika

superior yaitu dengan menggunakan fluoroskopi, sperti yang terlihat pada

gambar berikut.19

Gambar 2.9.4 Hasil fluoroskopi sindrom mesentrika superior19

d. Volvulus

Pada foto polos abdomen volvulus, tampak gambaran double-bubble

sign yang merupakan dilatasi lambung dan duodenum proksimal dengan udara

pada bagian distal. Pada USG volvulus tampak gambaran usus membelit arteri

dan vena mesenterika superior.19

Page 24: duodenal web

Pada pemeriksaan CT-scan abdomen pada volvulus ditemukan whirl

sign. Pemeriksaan radiologi pada volvulus ditemukan corkscrew sign. 1

Gambar 2.9.3 Double-bubble sign tampak pada foto polos abdomen volvulus19

Page 25: duodenal web

Gambar 2.9.4 Hasil USG volvulus19

Page 26: duodenal web

Gambar 2.9.5 Pemeriksaan CT-scan pada volvulus tampak gambaran whirl sign19

2.10 Tatalaksana

1. Persiapan Prabedah

Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT) dan lakukan

pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah muntah dan aspirasi.

Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa, hiponatremia dan hipokalemia

perlu mendapat perhatian khusus. Pembedahan elektif pada pagi hari berikutnya.14

2. Pembedahan

Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk dilakukan

tindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi dan harus dikoreksi

dengan tindakan pembedahan selama hari pertama setelah bayi lahir. Prosedur

operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran

kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk

melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif.15 Tindakan

lain yang dapat dilakukan yaitu pembedahan anastomosis duodenoyeyunostomi.

Tidak dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi pemotongan ampula

vateri dan saluran Wirsungi.14 Prosedur pembedahan dimulai dengan insisi tranversal

pada supra umbilikal abdominal, 2 cm di atas umbilikus dengan cakupan mulai dari

Page 27: duodenal web

garis tengah sampai kuadran kanan atas. Setelah membuka kavum abdominal,

dilakukan inspeksi di dalamnya untuk mencari kemungkinan adanya kelainan

anomali lainnya. Untuk mendapatkan gambaran lapang pandang yang baik pada pars

superior duodenum, dengan sangat hati-hati dilakukan penggeseran hati (liver)

selanjutnya kolon asenden dan fleksura coli dekstra disingkirkan dengan perlahan-

lahan.15

Gambar 2.10.1 Transverse supra-umbilical abdominal incision.20

Terdapat dua bentuk anastomosis duodenduodenostomy yang dapat dilakukan

yaitu bentuk 1) Side to side duodenostomy dan 2) Proximal tranverse to distal

longitudinal (Diamond Shaped Duodenoduodenostomy). 15

Page 28: duodenal web

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin ditemukan pada duodenal web adalah perdarahan

gastrointestinal, obstruksi, pankreatitis akut dan rekuren. Komplikasi lanjut yang

ditemukan setelah pembedahan adalah perlekatan obtruksi usus (9%), dismotilitas

duodenal lanjut yang menghasilkan megaduodenum yang membutuhkan

duodenoplasty (4%), dan gastroesophageal refluks disease yang tidak respon dengan

pengobatan dan membutuhkan pembedahan antirefluk (Nissen Fundoplication

Surgery) (5%).21

Angka kematian (Operative Mortality Rate) adalah 4% (5/138). Lima Kasus

kematian terjadi dalam 30 hari postoperative dan berhubungan dengan complex

congenital heart anomalies. Empat belas kasus (10%) berhubungan dengan sepsis

dan multi organ system failure termasuk gagal jantung pada 6 kasus (4%), meningitis

pada 1 kasus (0,7%), gagal hati pada 1 kasus (0,7%) dan penyakit jantung kongenital

kompleks pada 4 kasus (3%). Dua kasus (1%) tidak diketahui penyebab

kematiannya.21

2.12 Prognosis

Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama 50 tahun

terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, dan

teknik pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.9,11

Page 29: duodenal web

Mortalitas umumnya berkaitan dengan kelainan lain seperti, bayi dengan

trisomi 21 dan kelainan komplek jantung (complex cardiac anomaly). Faktor lain

yang turut mempengaruhi tingkat mortalitas adalah prematuritas, BBLR dan

keterlambatan diagnosis.22

BAB III

PENUTUP

Page 30: duodenal web

Duodenal web atau duodenal diaphragm merupakan obstruksi komplit atau

inkomplit pada duodenum akibat dari membranous web atau divertikulum

intraluminal. Pada duodenal web biasanya terdapat celah kecil pada bagian tengah

yang membedakannya dari atresia duodenal. Duodenal web merupakan kelainan

kongenital yang jarang ditemukan yang menyebabkan obstruksi duodenum. Insiden

duodenal web sebagai salah satu penyebab obstruksi intestinal sekitar 1:10.000 –

1:40.000.

Keluhan dan waktu munculnya gejala tergantung dari ukuran dan lokasi

duodenal web. Oleh karena itu, duodenal web biasanya ditemukan pada masa kanak-

kanak atau bahkan ketika dewasa. Keluhan duodenal timbul akibat adanya obstruksi

parsial pada duodenum dan biasanya keluhan tersebut tidak spesifik. Keadaan

obstruksi parsial dapat juga ditemukan pada kasus seperti volvulus, annular pancreas,

kista duplikasi duodenum, dan sindroma arteri mesenterika superior. Diagnosis dari

duodenal web dapat ditegakkan berdasar temuan klinis dan radiologis.

Pemeriksaaan pencitraan memiliki peranan penting dalam penegakkan

diagnosis duodenal web. Pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat ditemukan

gambaran distensi dari lambung dan “double-bubble sign”. Pada pemeriksaan USG

dapat terlihat peningkatan diameter lumen dan penurunan motilitas usus di kuadran

kanan atas. Selain itu dapat ditemukan distensi pada lambung dan tidak ada gerakan

peristaltik yang terlihat selama pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan CT-scan

abdomen memperlihatkan distensi yang berat pada lambung dan duodenum, serta

stenosis spada bagian distal duodenum.

Page 31: duodenal web

Pemeriksaan endoskopi memperlihatkan tidak ada temuan patologis selain

distensi dari lambung dan duodenum. Pemeriksaan patologi anatomi yang diambil

dari bagian antrum dan duodenum selama endoskopi memperlihatkan adanya gastritis

kronis, infeksi Helicobacter pylori, villi duodenum yang normal, dan adanya limfosit,

sel plasma, eosinofil, dan vena yang penuh sepanjang kelenjar duodenum. Pada

esophageal, gastric and duodenal radiography (EGDR), esofagus terlihat normal

sedangkan lambung dan duodenum dilatasi.

Berbagai metode digunakan untuk memastikan bahwa pencitraan yang optimal

dapat dilakukan sehingga diagnosis yang tepat dapat ditegakkan tanpa adanya

evaluasi pencitraan tambahan. Sebagai seorang klinisi, anamnesis dan pemeriksaan

fisik merupakan modalitas utama dalam penegakkan diagnosis, namun pada kasus

duodenal web pemeriksaan pencitraan perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Demirtas H, Durmaz MS, Boneval C, Karaali K. Congenital duodenal web leading to partial obstruction. Causapedia 2013:2:401 : 1-6.

Page 32: duodenal web

2. Niknejadand MT, Weerakkody Y. Duodenal Web. Available at http://radiopaedia.org/articles/duodenal-web. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

3. Mandell, Gerald. Imaging in Duodenal Atresia. Available at http://emedicine.medscape.com/article/408582-overview. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

4. Berrocal T, Torres I, Guttierez J, Prieto C, Luisa del Hoyo M, Lamas M. Congenital Anomalies of The Upper Gastrointestinal Tract.1999. Radiographics 19: 855-872.

5. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology : system-based embryology : gastrointestinal system. 11th ed. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins ; 2010.

6. Letzner J., Konetzny G., Schraner T. Duodenal web as a cause of duodenal obstruction. Zurich : University of Zurich Main Library Winterthurerstrasse ; 2011.

7. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta :

EGC ; 2006.

8. Eksarko P., Nazir S., Kessler E., et al. Duodenal web associated with malrotation. Brooklyn : The Brooklyn Hospital Center ; 2013.

9. Karrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available at http://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

10. Hermanto. Atresia dan Stenosis Duodenum. Tersedia pada http:///www.bedahanakpontianak.blogspot.com. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

11. Merkel M. Postoperative Outcome after Small Bowel Atresia. Department of Pediatric and Adolescent Surgery at Medical University of Graz. Disertasi. 2011.

12. Anonym. Duodenal Atresia. Available at http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/001131.htm. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

13. Mandell G, Karan J. Imaging in Duodenal Atresia. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/408582-overview#showall. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

Page 33: duodenal web

14. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : EGC ; 2007.

15. Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology 2001; 220:463–464.

16. Park YD, Chung YJ, Jeon SW, Cho CM, Tak WY, Kweon YO, et al. A case of an intraluminal duodenal diverticulum managed with endoscopic incision and ligation using needle-knife and detachable snare. Korean J Gastroenterol 2007;49:177-82.

17. Baert A., Knauth M., Sartor M. Radiology of the Stomach and Duodenum. Department of Addenbrooke’s Hospital. 2007.

18. Bronnimann E., Potthast S., Vlajnic T., et al. Annular pancreas associated with duodenal carcinoma. World J Gastroenterol 2010 July 7; 16(25): 3206-3210.

19. MEDSCAPE

20. Puri P, Höllwarth M. Pediatric surgery. Berlin: Springer; 2006. p. 205.

21. Laura K, Vecchia D, Grosfeld JL, West KW et al. Intestinal Atresia and Stenosis: A 25─Year Experience With 277 Cases. Arch Surg J, 1998;133:490─497.

22. Puri P, Höllwarth ME. Pediatric Surgery. Berlin: Springer; 2006. p. 203─28.