Upload
vanngoc
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
0
DUKUNGAN-SOSIAL KELUARGA DAN SPIRITUALITAS
TERHADAP KESEJAHTERAAN LANSIA
Jurnal
untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mencapai derajat Magister Sains Psikologi
Oleh:
Joseph Maukar
NPM: 832013001
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS PSIKOLOGI
2016
DUKUNGAN-SOSIAL KELUARGA DAN SPIRITUALITAS
TERHADAP KESEJAHTERAAN LANSIA
The Effect of Social Support and Spirituality to Elderly’ Well Being
ABSTRACT
Joseph Maukar
Program Pascasarjana Magister Sains Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Against the backdrop of a dramatic increase in the number of
individuals living longer in Indonesia, it is vital to have studies relating to
the well-being of the elderly, as a matter of fact, study on this subject is
sparse. Additionally, most of available studies used Ryff’s psychological
well-being (1989), PWB scale as the measuring instrument; the author uses
CASP-12, Wiggins (2007) short form of CASP-19, Hyde (2003) that is
specially for scaling Elderly’ Well-Being. Kang Sun-kyung (2011) used
Social Support and Spirituality to determine the Elderly’ Well-Being,
introducing simultaneous positive and significant effect on Elderly’ Well-
Being. The author refers to the use of those two independent variables to
execute a study on Elderly’ Well-Being in village Canden, Salatiga. The
results show, Social Support and Spirituality simultaneously determine the
level of Elderly’ Well-Being. However, Social Suport is not dominant, even
just significant. Meanwhile, Spirituality is the significant variable to the
Elderly Well-Being of the Canden Elderly. This finding explains that the
Actitivy Theory, Havighurst (1963) really took important role of realizing the
Successful Elderly of Canden Village; since most of the eldery still have their
former activities, or replacement role. In which it was concluded that the
more involved seniors were in social activities, the more satisfied they were.
Furthermore, the social interaction introduced the broader area of activity
giving space for expanding their self-efficacy aspect, and life-scheme aspect.
Keywords: Social Support, Spirituality, Elderly’ Well-Being.
1
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan,
UHH (usia harapan hidup) di Indonesia pun meningkat. Berdasarkan
laporan World Health Organization (2013) dan data BPS (2013) pada
tahun 2000 UHH adalah 67 tahun, angka ini meningkat pada tahun 2010
menjadi 69,9 tahun, tahun 2015 diperkirakan menjadi 70,7 tahun, dan pada
tahun 2020 UHH menjadi 71,7 tahun. Data berdasarkan Katalog BPS
2101018, Edisi 2013 ini menunjukkan UHH yang semakin meningkat
(expanded longevity).
Selain UHH yang meningkat, di laporan BPS ditemukan bahwa
jumlah lansia (usia 60) di Indonesia diperkirakan akan menjadi sekitar
27 juta jiwa di tahun 2020. Jumlah ini akan meningkat seiring dengan
membaiknya kualitas pelayanan kesehatan fisik. Peingkatan UHH serta
peningkatan prosentasi jumlah lansia yang dahsyat ini membawa
konsekuensi penanggulangan kesejahteraan-lansia oleh pemerintah.
Kini republik ini telah berusia 70 tahun, telah sampai tingkat mana
kah kesejahteraan-lansia? Pertanyaan ini perlu dikemukakan, karena
jumlah lansia saat ini sudah mencapai sekitar 8,6% dari penduduk
Indonesia, atau lebih dari 22 juta jiwa. Jumlah lansia sebanyak ini
merupakan salah satu tantangan sangat mendasar bagi program
pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini, yaitu "Revolusi Mental".
Dasar revolusi mental adalah kembalinya kepada budaya ketimuran yang
luhur, yang mana salah satunya ialah menghargai pendahulu (lansia).
Berdasarkan jumlah lansia yang semakin meningkat serta program
2
revolusi mental, maka perlu dilakukan penelitian tentang Kesejahteraan
Lansia. Sampai saat ini, penelitian Kesejahteraan Lansia masih sangat
sedikit dilakukan di Indonesia.
Kesejahteraan dalam persepsi masyarakat umum sering disangkut-
pautkan erat dengan tingkat kesehatan; dalam hal ini, Kesejahteraan
Lansia dan kesehatan fisik lansia. Dalam penelitian ini, Kesejahteraan
Lansia diambil sebagai output psikologis yang dipisahkan dari kesehatan-
fisik lansia, sebagaimana dikemukakan oleh Prof Marian Barnes.
Barnes (2013) dalam laporan penelitiannya Older People Well-
being and Participation menyatakan, bahwa antara kesehatan lansia dan
Kesejahteraan Lansia tidak selalu terkait langsung, atau kait-mengait. Bagi
lansia yang kurang sehat fisik misalnya, kemudahan mendapatkan layanan
kesehatan bagi dirinya atau bagi sesamanya sudah membawa dampak
yang sangat positif bagi kesejahteraan yang dirasakannya. Pelayanan para-
medis yang penuh perhatian juga berperan. Bahkan lansia yang dalam
kondisi sakit pun bisa merasakan kesejahteraan, sebagaimana dicontohkan
kasus wanita lansia 84 tahun yang sudah tidak lagi boleh berenang, karena
pinggul dan lututnya dioperasi akibat arthritis. Ia masih bisa merasakan
kesejahteraan, karena tersedianya kegiatan di kebun.
Terkait dengan program revolusi mental yang diuraikan di alinea
sebelumnya, pertanyaannya ialah: “Apakah negara telah menyediakan
fasilitas kesehatan, menyediakan layanan yang penuh peduli, serta
menyediakan lain-lain dukungan bagi lansia?” Apabila memang
pemerintah sudah menyediakan semua itu, pertanyaan selanjutnya:
3
“Apakah penyediaannya sudah tepat sasaran?” Pertanyaan-pertanyaan itu
dapat terjawab dengan mengevaluasi Kesejahteraan Lansia. Keberhasilan
program Kesejahteraan Lansia bukan sekedar pada keberhasilan
penyerapan anggaran, namun juga pada penilaian (assessment) hasil
(output) yaitu pencapaian Kesejahteraan Lansia. Bidang studi penulis
adalah sains-psikologi, oleh karenanya penulis berpendirian perlu untuk
melakukan penelitian Kesejahteraan Lansia, dengan menggunakan alat-
ukur khusus untuk lansia sebagai perangkat penilaian (assessment).
Kondisi dan situasi lansia di Indonesia saat ini, serupa dengan
pernyataan peneliti-peneliti terdahulu di Inggris. Disadari bahwa banyak
lansia hidup lebih lama dan sehat (Laslett, 1996 ; Laslett, 1996 ; Higgs,
1999; Gilleard & Higgs, 2000), pengukuran Kesejahteraan Lansia yang
dikaitkan dengan tingkat kesehatan sudah tidak tepat lagi (Flecher et al.,
1992; Bowling, 1997; Murrell, 1999). Kesejahteraan Lansia merupakan
fenomena multifaset (multifaceted phenomenon) dan kompleks, perlu
pendalaman pengertian (Flecher et al., 1992; Testa & Nackerly, 1994;
Monsen, 1998). Bowling (1997) sudah menggunakan non-health proxies,
seperti social networks atau psychological well-being. Korelasi positif
antara Dukungan Sosial dengan Kesejahteraan Lansia telah dibuktikan
oleh penelitian-penelitian, antara lain oleh Antonucci & Jackson, 1987;
Krause, 1987; Felton & Berry, 1992; dan Lang & Carstensen,1994. Maka
sudah tepat bahwa dalam peraturan-peraturan, undang-undang, serta usaha
pemerintah tersirat bahwa dukungan masyarakat dilibatkan dalam
mengusahakan Kesejahteraan Lansia. Hal ini berarti, bahwa Dukungan
Sosial (Social-Support) merupakan prediktor bagi Kesejahteraan Lansia
(Well-Being).
4
Selain itu, Manning (2012), genotologiwan dari Duke University
dalam jurnal “Spirituality as Lived Experience: Exploring the Essence of
Spirituality for Women in Late Life” (2012) menyatakan bahwa bagi
lansia spiritualitas merupakan aspek penting bagi meaning-making dan
developmental process. Kedua pendapat ahli/peneliti tersebut menguatkan
bahwa Spiritualitas Lansia merupakan prediktor bagi Kesejahteraan
Lansia (well-being). Penelitian sebelumnya oleh Ardelt et al. (2008) juga
menemukan, bahwa spiritualitas merupakan sumber yang kuat bagi lansia
untuk sanggup mengadaptasi perubahan kebutuhan di masa usia lanjut.
Penelitian-penelitian tentang kesejahteraan yang ada, kebanyakan
mengaitkan kesejahteraan dengan kesehatan juga untuk Kesejahteraan
Lansia. Padahal, mengingat populasi lansia sehat yang meningkat, sudah
saatnya menggunakan variabel yang non-health proxies. Selain itu,
kebanyakan penelitian-penelitian juga mengaitkan kesejahteraan lansia
dengan “religiusitas/spiritualitas” (yang selalu diberi tanda “/“, tidak
dibahas di sini). Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas,
penelitian ini mengambil peubah tak gayut Dukungan Sosial dan Spiritualitas.
Penelitian terdahulu yang menggunakan dua peubah tak gayut ialah
oleh Kang Sung-kyung (2011). Penelitiannya didukung oleh “Sogang
University” dengan grant-number No. 20091106, yang berjudul “Effects of
Social Activities and Religion/Spirituality on Well-Being in Life among the
Korean Elderly”. Yang mana menghasilkan bahwa Dukungan Sosial dan
Spiritualitas secara simultan berpengaruh terhadap Kesejahteraan Lansia.
5
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
dan meneliti “Hubungan Dukungan Sosial dan Spiritualitas dengan
Kesejahteraan Lansia di Dusun Canden, Salatiga. Rumusan permasalahan
yang akan diuji dan ditemukan jawabannya adalah: “Adakah hubungan
signifikan antara Dukungan Sosial dan Spiritualitas dengan Kesejahteraan
Lansia di dusun Canden, Salatiga?”
Untuk mencari jawaban dan pembuktian, diajukan hipotesis yang
mengatakan bahwa: “Ada hubungan yang signifikan antara Dukungan
Sosial dan Spiritualitas dengan Kesejahteraan Lansia di dusun Canden,
Salatiga”.
2. METODE PENELITIAN
a. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 80 orang lansia dari 400 orang
lansia usia di atas 60 tahun yang terdaftar di Posyandu RW03 Canden,
Salatiga.
b. Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
angket yang diberikan kepada responden. Kesejahteraan Lansia diukur
dengan menggunakan CASP-12 yang dikembangkan oleh Hyde et al.
(2007), terdiri dari 12 buah aitem yang sudah mencakup keempat aspek
(control, autonomy, pleasure, dan self-realization), maka Kesejahteraan
Lansia bisa diukur. Semakin tinggi skor total yang didapat, maka semakin
sejahtera; berlaku juga sebaliknya, semakin rendah skor total, maka
semakin tidak sejahtera.
6
Dukungan Sosial diukur dengan mempergunakan alat ukur MSPSS
(Multidimensional Scale of Perceived Social Support) oleh Zimet et al.
(1988), dengan 12 aitem kuesioner mencakup 3 aspek: keluarga (family),
teman (friend) dan orang-spesial (significant other). Semakin tinggi skor
total, semakin tinggi ketersediaannya; berlaku juga sebaliknya.
Spiritualitas Lansia yang subjektif, diukur secara psikometrik
dengan alat ukur SIWB (Spiritual Index of Well-being) oleh Daaleman et
al. (2004). Konsep spiritualitas SIWB terdiri dari 12 aitem, 6 buah untuk
aspek self-efficacy dan 6 buah untuk aspek life-scheme. Semakin tinggi
skor total, semakin tinggi spiritualitasnya; berlaku juga sebaliknya.
c. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Validitas dan reliabilitas masing-masing alat ukur berdasarkan
cronbach alpha pada taraf signifikansi 5% adalah:
Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan cara
menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi
skor skala itu sendiri yang akan menghasilkan koefisien korelasi item-total
(rix). Yang batas koefisien-korelasi terhitung ditentukan oleh persyaratan:
hitung. criticalrr
untuk validitas,
di mana koefisien-korelasi kritis (rcri.) untuk 80 sampel dengan df =2,
ketelitian 5% (= 0,05); dicari dalam tabel Pearson’s Product-moment
Correlation-coefficient, diperoleh 0,223 criticalr . rhitung untuk 12 aitem
pendukung KL (Tabel 3.5) semuanya criticalrr hitung
.
7
8
Reliabilitas (reliability) dalam penelitian ini juga diuji dengan
menggunakan Excel untuk menghitung Cronbach Alpha ( ) dengan
tujuan untuk dapat menjelaskan perolehan standardized-Alpha ( R ).
Cronbach Alpha dapat dihitung dengan Excel speadsheet dengan rumus:
2
t
2
b
)(
)(1
1
k
k
diperoleh = 0,753.
adalah alpha yang tak terbakukan (unstandardized) berdasarkan
Covariance Matrix. Sedangkan R yang terbakukan (standardized) adalah
yang berdasarkan Correlation Matrix, dihitung dengan rumus:
1)(1 rk
rkR
Alpha yang terbakukan (R ) diperoleh R = 0,809 dengan analisis Excel
(Tabel 1, halaman 8). Dengan perhitungan SPSS pun diperoleh hasil yang
sama, sebagai berikut (Gambar 1).
Matriks korelasi untuk konsep KL, konsep DS, serta konsep SL disajikan
dalam tabel-tabel matriks hasil perhitungan dengan Excel. Konfirmasi
kebenaran hasilnya dikonfirmasi dengan SPSS. Hasil-hasil perhitungan
disajikan dalam lampiran.
9
Kategori reliabilitas (Cronb.) yang dikutip dari Sugiyono (2005) dan
akan menjadi pedoman penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 2 Pedoman Penilaian Reliabilitas
Alpha Kriteria
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.000 Sangat Kuat
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji Hipotesis
3.1.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Untuk memperoleh persamaan regresi ganda harus dilakukan
terlebih dahulu uji sidik ragam, luaran SPSS seperti tersaji pada Tabel 3
berikut ini:
Secara simultan (simultaneous) Dukungan Sosial dan Spiritulitas Lansia
berpengaruh terharap Kesejahteraan Lansia. Hal ini tampak dalam nilai
sig. p < ,yaitu = 0,05. Hal ini berarti pula, bahwa dapat memenuhi
10
persyaratan regresi berganda. Dengan persamaan regresi ganda yang
koefisien-koefiseinnya dicari dengan SPSS sebagai berikut.
3.1.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
= 0,05, signifikansi Dukungan Sosial (DS) p = 0,245, p > , jadi secara
parsial DS tidak berpengaruh terhadap Kesejahteraan Lansia. Spiritulitas
Lansia berpengaruh signifikan (p < ) terhadap Kesejahteraan Lansia.
Persamaan regresi-ganda:
Y = 3,047 + 0,174 X1 + 0,603 X2
3.1.3 Uji Signifikansi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin (Laki-Laki)
Uji Sidik Ragam untuk responden 31 jiwa pria-lansia saja nenunjukkan
bahwa tidak bisa memenuhi regresi-ganda, p = 0,071, artinya p >
11
Selanjutnya, hanya perlu mencari koefisien pembentuk persamaan regresi
sederhana, bagi variabel yang signifikansi p < , hanya ada regresi-
sederhana (Tabel 4.17) :
Y = 9,665 + 0,576 X2
yang koefisiennya diperoleh dari SPSS (Tabel 4.17) berikut ini.
3.1.4 Regresi Lansia Perempuan
Uji Sidik Ragam untuk responden 49 jiwa lansia-perempuan nenunjukkan
bahwa memenuhi regresi-ganda, p = 0,019, p < Selanjutnya, dicari
koefisien pembentuk persamaan regresi ganda (Tabel 8).
12
= 0,05, signifikansi Dukungan Sosial (DS) p = 0,427, p > , jadi secara
parsial DS tidak berpengaruh terhadap Kesejahteraan Lansia. Untuk kaum
lansia-perempuan saja Spiritulitas Lansia berpengaruh signifikan terhadap
Kesejahteraan Lansia. dengan signifikasi p = 0,012 (p < )
Persamaan regresi-ganda:
Y = 5,642 + 0,140 X1 + 0,580 X2
3.1.5 Perbedaan Kesejahteraan Laki-Laki dan Perempuan
SPSS Uji Contoh Bebas (independent sample test) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kesejahteraan yang signifikan antara lansia laki-laki
13
dan perempuan, yang terlihat dari nilai signifikansi Uji Levene untuk
Ragam Sama (Levene's Test for Equality of Variances) sebesar 0,028 yang
artinya data Kesejahteraan Lansia memiliki varians yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan.
Namun sebenarnya, bedanya hanya 1%, ditinjau dari selisih mean
perolehan tingkat Kesejahteraan Lansia (KL), dijelaskan secara illustratif
(Gambar 2).
3.1.6 Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana signifikansi pengaruh Dukungan Sosial (DS) dan
Spiritual Lansia (SL) secara simultan terhadap Kesejahteraan Lansia (KL).
Berdasarkan hasil olah data diperoleh koefiesien determinasi sebagai
beriku (Tabel 9) :
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,177, menggambarkan bahwa
sumbangan pengaruh Dukungan Sosial dan Spiritulitas Lansia terhadap
Kesejahteraan Lansia sebesar 17,7% sedangkan sisanya 82,3%
dipengaruhi oleh peubah lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
14
3.1.7 Sumbangan Efektif
Untuk mengetahui sumbangan efektif (SE) dari tiap peubah tak
gayut terhadap peubah gayut digunakan rumus sebagai berikut:
SE X1 = βstd. koefisien korelasi X1Y 100%
SE X2 = βstd. koefisien korelasi X2Y 100%
βstd. adalah β yang terbakukan.
Illustrasi perhitungan SE dipaparkan dalam Gambar 3. Gamabar ini
memaparkan besarnya sumbangan efektif yang diberikan oleh masing-
masing peubah tak gayut terhadap peubah gayut, dimana dukungan sosial
(DS) memberikan pengaruh dengan signifikansi 2,725% (βstd.= 0,125,
koefisien korelasi 0,218) dan spiritualitas lansia (SE) memberikan
pengaruh dengan signifikansi 14.95% (βstd.= 0,371, koefisien korelasi
0,403).
Hasil ini menunjukkan bahwa Spiritulitas Lansia berpengaruh lebih besar
terhadap Kesejahteraan Lansia dibandingkan Dukungan Sosial.
15
3.2 Pembahasan
3.2.1 Telaah berdasarkan temuan statistik
Berdasarkan hasil pengukuran analisis data di atas, diketahui
bahwa Dukungan Sosial (DS) dan Spiritual Lansia (SL) secara simultan
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kesejahteraan
Lansia (KL). Besarnya pengaruh DS dan SL terhadap KL tecermin dalam
hasil penelitian dengan uji signifikansi simultan F (halaman 70) dengan
nilai Fhitung sebesar 8,263 pada taraf signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05).
Model pengaruh simultan dapat dilihat dari tabel koefisein regresi
(halaman 70), yang menggambarkan pengaruh yang signifikan antara
Dukungan Sosial (DS) dan Spiritualitas Lansia (SL) terhadap
Kesejahteraan Lansia (KL). Dengan Persamaan regresi-ganda:
Y = 3,047 + 0,174 X1 + 0,603 X2
Temuan ini juga didukung oleh nilai R Square, R2 (halaman 72) sebesar
0,177 yang berarti 17,7% dari total varians KL dapat dijelaskan secara
simultan oleh peubah DS dan SL, sisanya sebesar 82,3% dipengaruhi oleh
peubah tak gayut lain.
16
Model hipotesis (Gambar-4) melukiskan tingkat perolehan KL yang
dipengaruhi secara simultan oleh peubah DS dan SL. Gambar ini akan
lebih komprehensif, kalau bisa dilukiskan pengaruh peubah DS dan SL
dalam tiga dimensi, seperti yang dilukiskan dalam Gambar 5 berikut.
Pengaruh simultan oleh dua peubah tak gayut terhadap Kesejahteraan
Lasia (Y) menghasilkan bidang-datar-regresi, yang menampung sebagian
besar nominal-nominal dari Y, dengan residu-residu di luar bidang yang
masih dalam batas dapat diterima (acceptable), atau dalam batas
simpangan (deviation).
Persamaan regresi ini menjelaskan bahwa pengaruh DS tidak besar,
ditunjukkan dengan 1= 0,174, sudut kelandaian sekitar 9,8o, sedangkan
SL bersudut dengan kecuraman sekitar 31o, yang ditunjukkan oleh 2=
0,603. Artinya, pertambahan Dukungan Sosial tidak meningkatkan tingkat
Kesejahteraan Lansia, justru Kesejahteraan Lansia didukung oleh tingkat
Spiritual Lansia yang bersangkutan.
Perihal peubah Dukungan Sosial ini sesuai dengan teori-teori pakar
gerontologi, antara lain Havighurst (1963) dengan activity theory, bahwa
17
lansia yang tetap aktif dan bersosialisasi, merupakan lansia yang berhasil
(successful elderly). Kenyataan yang ada di Dusun Canden RW 03,
kebanyakan lansia masih aktif dengan kegiatan di ladang, di sawah, dan
banyak lansia yang masih berjualan di pasar.
Perihal peubah Spiritualitas yang berperan positif tinggi pada
Kesejahteraan Lansia Dusun Canden, hal ini sesuai dengan teori Frankl
(1984) dengan konsep search for meaning (pencarian makna). Dalam
kenyataannya dusun ini adalah dusun yang masih sangat tradisional
dengan budaya Jawa yang masih melekat pekat, terutama pada orang-
orang dewasa sampai lansia. Budaya itulah yang membentuk prilaku
spiritual yang kuat, dan faktor internal inilah yang berperan besar terhadap
pencapaian tingkat kesejahteraan tinggi.
Penelitian ini menemukan, bahwa DS dari 31 jiwa lansia-pria
(38,75%) tidak berkontribusi kepada tingkat KLpria. DS dan SL dari 49
jiwa lansia-perempuan (61,25%) berkontribusi kepada KLpremp. sebesar:
159,0 959,1115
436,177
Total
RegressionR 2
Artinya 15,9% dari 49 lansia perempuan, atau 8 dari 49 jiwa saja yang
tingkat kesejahteraannya (KLpremp.) didukung oleh DS dan SL.
Sedangkan untuk keseluruhan 17,7%, atau sekitar 14 dari 80 jiwa lansia,
DS dan SL berpengaruh secara simultan pada kesejahteraan lansia (KL).
Gambar 6 menjelaskan bahwa varians KL sebanyak 17,7% tertampung di
bidang datar regresi Y = 3,047 + 0,174 X1 + 0,603 X2 (bidang biru),
selebihnya 82,3% bertebaran di kedua ruang antara biru dan jingga, biru
dan hijau, yang merupakan toleransi regresi.
Model hipotesis ini menjelaskan bahwa 17,7% keragaman dari KL saja
yang bisa dijelaskan oleh keragaman DS dan SL secara simultan,
18
sedangkan 82,3% selebihnya bertebaran di ruang sela toleransi antar 3
bidang (Gambar 6).
Untuk lebih memahami rambu-rambu batas toleransi, maka regresi
sederhana (Gambar 7) berikut ini dapat menjelaskan secara illustratif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun Dukungan Sosial (DS)
dan Spiritualitas Lansia (SL) secara simultan dapat berpengaruh terhadap
Kesejahteraan Lansia (KL), namun keduanya tidak merupakan prediktor
yang kuat.
19
3.2.2 Rangkuman Pembahasan
1) Dukungan Sosial (DS) dan Spiritualitas Lansia (SL) secara simultan
berpengaruh terhadap Kesejahteraan Lansia (KL), walaupun untuk
Dusun Canden hanya 17,7% dari total varians KL, 82,3% dari total
varians KL dipengaruhi oleh peubah di luar DS dan SL.
2) Lemahnya pengaruh DS dalam penelitian ini seolah-olah menunjukkan
tidak dibutuhkan dukungan sosial dalam pencapaian KL. Kenyataan ini
menunjukkan kesesuaian dengan Teori Aktivitas (activity theory),
Havighurst (1963). Sebagian besar lansia Dusun Canden masih
beraktivitas asal, atau beraktivitas pengganti, sehingga dengan
demikian individu-individu lansia di dusun ini merupakan lansia
berkesejahteraan tinggi (successful elderly).
3) Lansia dusun Canden yang masih beraktivitas berdampak positif pada
peningkatan kesejahteraan individu-individu lansia. Dukungan Sosial
diperoleh akibat aktivitas itu, yang mana para lansia masih selalu saling
berhubungan, berhubungan dengan masyarakat dengan aneka tingkat
usia. Hal ini mengakibatkan proses timbal balik Dukungan Sosial,
sesuai dengan hasil penelitian Kang Sun-kyung (2011).
4) Dukungan Sosial timbal-balik yang diperoleh lansia-lansia yang
beraktivitas, memberi peluang dan arena untuk effikasi-diri serta
untuk peningkatan makna-hidup, yang berarti meningkatkan
spiritualitas (Pomeroy & Clark, 2015).
20
4.1 Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya
maka dapat disimpulkan bahwa Dukungan Sosial (DS) dan Spiritualitas
Lansia (SL) secara simultan mempunyai pengaruh terhadap Kesejahteraan
Lansia (KL) bagi lansia di Dusun Canden RW 03.
Selain itu, berdasarkan hasil analisis kontribusi Dukungan Sosial tidak
berdampak besar pada lansia Canden, peran Spiritualitas atas
Kesejahteraan Lansia lebih besar. Hasil ini mengindikasikan kuatnya
kemandirian lansia Canden, sehingga tingkat Spiritualitas Lansia yang
tinggi lebih berpengaruh terhadap tingkat Kesejahteraan Lansia Canden.
4.2 Saran-saran
4.2.1 Saran kepada Para Lansia
1) Setiap lansia perlu mengambil peran aktif dalam komunitas lansia, agar
dapat saling memberi Dukungan Sosial antar individu dengan cara
menguatkan perkembangan Spiritualitas agar individu-individu dapat
lebih sejahtera. Hal ini dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
dalam kegiatan olah raga ringan (senam), jalan santai, ikut diskusi
dalam kegiatan keagamaan, dan sebagainya.
2) Tidak terbatas dalam komunitas lansia saja, lansia disarankan juga
untuk berinteraksi dengan kaum yang lebih muda, untuk membagikan
pengalaman hidup; hal ini merupakan kegiatan aktualisasi-diri yang
berakibat pada peningkatan kesejahteraan lansia yang bersangkutan.
21
3) Sangat disarankan bagi lansia untuk tetap beraktivitas sesuai
dengan kemampuan yang ada, karena aktivitas (maupun aktivitas
pengganti) akan berproses timbal-balik menjadi dukungan sosial.
Pada akhirnya, dukungan sosial yang terjadi akan meningkatkan
Spiritualitas lansia yang bersangkutan, yaitu peningkatan effikasi-diri
serta meningkatkan makna-hidup.
4.2.2 Saran bagi peneliti selanjutnya
Bagi penelitian yang akan datang, masih bisa saja diteliti kedua
prediktor tersebut untuk daerah yang berbeda dengan karakter demografi
yang berbeda. Bahkan ada kemungkina meneliti dengan menggunakan
prediktor yang lain, misalnya: finansial-keluarga, pemukiman-lansia,
pelayanan-medis, akses bagi lansia, dan ketersediaan aktivitas pengganti.
Dengan diawalinya penggunaan alat ukur kesejahteraan khusus
untuk lansia yaitu CASP-12, penulis berharap akan muncul banyak
penelitian- penelitian terhadap lansia
Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti pengaruh
Dukungan Sosial dan Spiritualitas Lansia terhadap kesejahteraan lansia.
Dengan demikian masih ada peubah yang turut berpengaruh terhadap
tingkatan Kesejahteraan Lansia yang belum dapat dijelaskan dan dapat
diteliti, sehingga direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya yakni
faktor kesehatan fisik (meskipun non-health proxies), budaya setempat,
norma-norma, situasional, dan lain-lain.
22
DAFTAR PUSTAKA
BPS (2013), Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Katalog - 2101018,
ISBN: 978-979-064-606-3.
Carol D. Ryff (2002), Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter
of Two Traditions, Journal of Personality and Social Psychology
2002, Vol. 82, No. 6, 1007–1022.
Carol D. Ryff (2008), Know Thyself andbbecome what you are: A
Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being.
Christine Z. Howe (1987), Selected Social Gerontology Theories and
Older Adult Leisure Involvement: A Review of the Literature,
Journal of Applied Gerontology 1987; 6; 448.
Daniel O. Clark (1996), Age, Socioeconomic Status, and Exercise Self-
Efficacy, The Gerontologist Vol. 36, No. 2, 157-164
David B. Blane (2004), Quality of life in the third age: key predictors of
the CASP-19 measure, Ageing & Society 24, 2004, 693–708.
DOI: 10.1017/S0144686X04002284
Eduardo Wills (2007), Spirituality and Subjective Well-Being: Evidences
for a New Domain in the Personal Well-Being Index, J Happiness
Stud (2009) 10:49–69, DOI 10.1007/s10902-007-9061-6
Elizabeth M. Rash (2007), Social Support in Elderly Nursing Home
Populations: Manifestations and Influences, The Qualitative
Report Volume 12 Number 3, September 2007 375-396.
23
Harriet Mowat & Maureen O’Neill (2013), Spirituality and Ageing:
Implications for the Care and Support of Older People, Institute
for the Research and Innovation in Social Services IRISS.
Heather Pomeroy & Arthur J. Clark (2015), Self-Efficacy and Early
Recollections in the Context of Adlerian and Wellness Theory,
The Journal of Individual Psychology, Vo I. 71, No. 1, Spring
2015
James S. House (1987), Notes and Insights - Social Support and Social
Structure, Sociological Forum Volume 2 Number 1
Janis Dugle (2009), Tolerance Intervals Time to Revisit, R&D Statistical
Services Abbott Nutrition Columbus OH
Julius Sim (2011), The CASP-19 as a measure of quality of life in old age:
evaluation of its use in a retirement community, Qual Life Res
(2011) 20:997–1004, DOI 10.1007/s11136-010-9835-x
Kang Sun-kyung (2011), Effects of Social Activities and Religion
/Spirituality on Well‐Being in Life among the Korean Elderly,
Research - supported by Sogang University, Grant (No.
20091106).
Lydia K.Manning (2012), Spirituality as a lived experience: Exploring the
Essence of Spirituality for Women in Late Life. International
Journal. Aging and Human Development, Vol. 75(2) 95-113,
2012.
Marian Barnes (2013), Older people,well-being andparticipation.
24
M. HYDE (2003), A measure of quality of life in early old age: the theory,
development and properties of a needs satisfaction model (CASP-
19), Aging & Mental Health 2003; 7(3): 186–194
Martin Beres (2011), Role Theory in the Social Work - in the context of
Gender Stereotypes.
Phyilis Moen (2000), Social Role Identities Among Older Adults in a
Continuing Care Retirement Community, Research on Aging,
Vol. 22 No. 5, September 2000 559-579
Pomeroy & Clark (2015), The Journal of Individual Psychology
R. D. Wiggins (2007), The Evaluation of a Self-enumerated Scale of
Quality of Life (CASP-19) in the Context of Research on Ageing:
A Combination of Exploratory and Confirmatory Approaches,
Soc Indic Res (2008) 89:61–77 DOI 10.1007/s11205-007-9220-5
Sugiyono. (2005). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfa Beta.
Timothy P. Daaleman (2004), The Spirituality Index of Well-Being: A New
Instrument for Health-Related Quality-of-Life Research, Annals
of Family Medicine VOL. 2, NO. 5 October 2004
Viktor Frankl (1963), The Human Quest for Meaning, edited by Paul T.P.
Wong (2011) 2nd ed. ISBN 978-0-415-87677-3
WHOQOL-BREF (1996), Introduction, Administration, Scoring and
Generic Version of the Assessment.