35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan. Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga, dan masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat. 1 | Page

Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hoho

Citation preview

Page 1: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami

perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan

konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek

pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan

ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam

keperawatan.

Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat

professional senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup

tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga, dan

masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan yang

berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang

merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat

terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini

perawat.

Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja

melakukan kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima

asuhan keperawatan, bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih

parahnya mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan

keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan. Kejadian

ini di kenal dengan malpraktek.

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku

norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan

adanya kesalahan praktek sudah seharusnya diukur atau dilihat dari sudut

1 | P a g e

Page 2: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika

disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut

yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi

tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila

ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.

Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang

mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sanksi, maka ukuran

normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau

yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak

setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi

semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.

Untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu diadakan

kajian-kajian etika dan hukum yang menyangkut malpraktek khususnya

dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat nantinya dalam

menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah dugaan

malpraktek dalam pelanggaran etika dan disiplin hukum.

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran

tenaga kesehatan khususnya perawat dalam menanggani dugaan

malpraktek dalam pelanggaran etika dan disiplin hukum.

2 | P a g e

Page 3: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dugaan Malpraktek

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan

tidak selalu berkonotasi yuridis. Malpraktek secara harfiah “mal”

mempunyai arti salah, sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan

atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang

salah.

Definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang

dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu

pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim

dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran

dilingkungan yang sama.

Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk

menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif

semaksimal mungkin.Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi

karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.

Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari

seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan

pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan

perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam

mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah

yang sama.

Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik

merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang

ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang

menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.Malpraktik

dalam keperawatan adalah suatu batasan yang digunakan untuk

menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.

3 | P a g e

Page 4: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam

kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri.

Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh

aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan

tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan

(Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).

Menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang

kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang

lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan

sesuatu yang dengan sikap hati-hati tetapi tidak dilakukannya dalam situasi

tersebut.

Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan

untuk bersikap hati-hati yang pada umumnya wajar dilakukan seseorang

dengan hati-hati dalam keadaan tersebut. Dari pengertian di atas, dapat

diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti,

kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap

kepentingan orang lain, tetapi akibat, yang ditimbulkan bukanlah

tujuannya.

Malpraktik tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik.sangat spesifik

dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar

pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional

(misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan

standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang memiliki keterampilan

dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995).

Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi di dalam

malpraktik tidak selalu harus ada unsure kelalaian. Malpraktik lebih luas

daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah

malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan

sengaja (criminalmalpractice) dan melanggar undang-undang.Di dalam

arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya

dapat bersifat perdata atau pidana.

4 | P a g e

Page 5: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah

1. Melakukan suatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang

tenaga kesehatan.

2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan

kewajibannya (negligence) ; dan

3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

B. Malpraktik Dalam Keperawatan.

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan

kelalaian atau malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak

dapat membedakan antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara

nyata jelas perbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.

Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang

misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.

Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk

mengatakan secara pasti malpraktik, apabila penggugat dapat

menunjukkan dibawah ini :

1.   Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu

kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk

menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan

pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien

menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar

keperawatan.

2.   Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan

kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan

menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien

(misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang

ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.

3.   Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang

dapat dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai

5 | P a g e

Page 6: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress

emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait

dengan cedera fisik).

4.   Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya

menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang

terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap

kewajiban perawat terhadap pasien).

Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap

elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat

dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik, dan

perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik,

pelanggaran dapat bersifat :

1.  Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh

organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana

tercantum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana

halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang

preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang

melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering

terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral

blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika

yang terjadi pada tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi

keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik Keperawatan.

2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk

Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian

perlindungan yang seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan

masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan

menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan

standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan

pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan

dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil

6 | P a g e

Page 7: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang

dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat

(2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu :(1). Terhadap tenaga

kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan

profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga

Kesehatan.

Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan

yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli

psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada baik di tingkat pusat,

juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum terbentuk

MDTK.

3.      Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun

pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23

tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:

(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian

yang dilakukan tenaga kesehatan.

(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau

diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana

sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana)

berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada

pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

berbunyi :

Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha

dan/atau pengurusnya.

7 | P a g e

Page 8: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Pasal 62 :

(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1)

huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).

(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda

banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).

(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,

cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

a. Bidang pekerjaan perawat yang berisiko melakukan kesalahan :

Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area

dimana perawat berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap

pengkajian keperawatan (assessment errors), Perencanaan keperawatan

(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention

errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi

tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi

informasi yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan

laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang

membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data

akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan diagnosa

keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam

kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.Untuk menghindari

kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar

secara komprehensif dan mendasar.

2. Planning errors, termasuk :

a) Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan

rencana keperawatan.

8 | P a g e

Page 9: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

b) Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan

yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana

keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan pasti).

c) Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan

yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana

keperawatan.

d) Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.

Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya megira-

ngiradalam membuat rencana keperawatan tanpa dipertimbangkan

dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulisan harus dengan

pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila

dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru

yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar yang

telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.

Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.

Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati instruksi

yang ada. Setiap pendapatnya perlu divalidasi dengan teliti.

3. Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan

melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan

keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat

order/perintah dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada

tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam

membaca perintah/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan

tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan

(restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya

nampaknya pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu perlunya

komunikasi baik diantara anggota tim kesehatan maupun terhadap

pasien dan keluarganya.Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya

rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan

(Continuing Nursing Education).

9 | P a g e

Page 10: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

C. Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3

kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,

Civil malpractice dan Administrative malpractice.

a.   Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal

malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana

yakni :

1)   Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan

perbuatan tercela.

2)   Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mensrea) yang berupa

kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan

(negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya

melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal

332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),

melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya

melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

Criminal malpractice yang bersifat lalai (negligence) misalnya

kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,

ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggung

jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat

individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang

lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

b.   Civil malpractice

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil

malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan

prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan

tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:

1)   Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

10 | P a g e

Page 11: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

2)   Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

terlambat melakukannya.

3)   Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

tidak sempurna.

4)   Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual

atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of

vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan

dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya

(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka

melaksanakan tugas kewajibannya.

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat

dilakukan dengan dua cara yakni :

1.    Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur

adanya 4 D yakni :

a.    Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga

perawatan haruslah bertindak berdasarkan

1)      Adanya indikasi medis

2)      Bertindak secara hati-hati dan teliti

3)      Bekerja sesuai standar profesi

4)      Sudah ada informed consent.

b.    Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan

menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang

seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga

perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

c.    Direct Causation (penyebab langsung)

d.    Damage (kerugian)

11 | P a g e

Page 12: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada

hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian

(damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau

tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.

Hasil(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga

perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka

pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si

penggugat (pasien).

2.   Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi

pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya

sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res

ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi

kriteria:

a.   Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai

b.   Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga

perawatan

c.   Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain

tidak ada contributory negligence. Misalnya ada kasus saat tenaga

perawatan akan mengganti/memperbaiki kedudukan jarum infus pasien

bayi, saat menggunting perban ikut terpotong jari pasien tersebut.

Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang secara tidak

langsung dapat membuktikan kesalahan tenaga perawatan, karena:

1)    Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga

perawatan.

2)   Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung

jawab perawat.

3)   Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian

tersebut.

c.       Administrative malpractice

12 | P a g e

Page 13: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative

malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum

administrasi.Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,

pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di

bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan

untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas

kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.Apabila aturan tersebut

dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan

melanggar hukum administrasi.

D. Upaya Pencegahan dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek

1.  Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan Dengan

adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga perawatan

karena adanya mal praktek diharapkan para perawat dalam menjalankan

tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:

a) Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,

karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan

perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).

b) sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

c) Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis

d) Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior

e) Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan

segala kebutuhannya.

f) Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan

masyarakat sekitarnya.

2.  Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang

dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi

tuntutan hukum, maka tenaga perawatan seharusnya bersifat pasif dan

pasien atau keluarganya yang aktif membuktikan kelalaian perawat.

Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal malpractice, maka

tenaga perawatan dapat melakukan :

13 | P a g e

Page 14: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

a) Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/

menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak

menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat

mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi

merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan

bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (mensrea) sebagaimana

disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

b) Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan

mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni

dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur

pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan

diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang

dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai

pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,

sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada

perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat

digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah

mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata,

pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan

perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil

sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab

atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan

adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak

diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur),

apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan

kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara

menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan

(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang

awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga

perawatan.

E. Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatigedaad)

14 | P a g e

Page 15: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Pasal 1365 yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang

perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum

perdata. Dalam pasal 1365 tersebut memuat ketentuan sebagai berikut :

“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan

kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya

menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian.

Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu

hasil yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan

hukum maka harus dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar

hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum

dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan

perkataan lain melawan hukum ditafsirkan sebagai melawan undang-

undang.

2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :

Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti

itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya

akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik

untu berbuat atau tidak berbuat.

Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat

berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat

dari perbuatannya.

Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus

dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak

tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.Sehubungan

dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan

Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya

kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga

15 | P a g e

Page 16: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut

dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu

dilakukan dengan sengaja.

Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu

ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-

masing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut

dapat dituntut untuk keseluruhannya.

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian

yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :

Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari

kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya

diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat

perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya

untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang

seharusnya diperoleh.

Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat

menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit

dan kehilangan kesenangan hidup.

Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya

harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya

yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti

keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan berhak

menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu

diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang

akan datang.

4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan

hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat

dua teori yaitu :

16 | P a g e

Page 17: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang

melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika

perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang

dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua

syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).

Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya

bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan

sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.

Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman

secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari

perbuatan melawan hukum.Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai berikut:

Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan

hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW.

Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil

badan hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan hukum, dapat

dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW.

Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang

mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum, pertanggung

jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW

F. Jenis - jenis kelalaian

Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai

berikut:

a. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau

tidak tepat/layak. Misalnya melakukan tindakan keperawatan tanpa

indikasi yangmemadai/tepat

b. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat

tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misalnya melakukan tindakan

keperawatandenganmenyalahiprosedur.

17 | P a g e

Page 18: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

c. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang

merupakan kewajibannya, misalnyapasien seharusnya dipasang pengaman

tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau

sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:

1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau

untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban

3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien

sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh

pemberipelayanan.

4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam

hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan

kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate

cause”

Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di

Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau

pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan

pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian

lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan.

Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian

dalam keperawatan diantaranya yaitu :

1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini

dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode

pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya

kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat

diberikan kepada pasien yang tidak tepat, kesalahan mempersiapkan

konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut

akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.

18 | P a g e

Page 19: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan

melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat

saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam

menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)

3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemungkinan terjadi pada

situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara

rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).

4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat

kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga

kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya

mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan

terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.

5. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul

karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan

keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik

dan juga pengetahuan perawat terhadap asuhan keperawatan tidak optimal.

6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering

ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah

jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa

rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk

mencegah hal ini.

Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan

tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:

a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)

b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP

c. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan

d. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap

e. Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak

dijalankan dengan baik

f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan

19 | P a g e

Page 20: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala

sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien

dan keluarga merupakan hal yang penting.

h. Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan

keperawatan

2. Dampak – dampak kelalaian

Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran

etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku,

penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.

a. Terhadap Pasien

1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah

keperawatan baru

2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat

3) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah

kesehatan/keperawatan lainnya.

4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan

sesuai dengan standar yang benar.

5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah

Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang

berlaku, yaitu KUHP.

b. Perawat sebagai individu/pribadi

1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi

sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik

keperawatan, antara lain:

a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan

merugikan pasien

b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-

tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk

dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur

20 | P a g e

Page 21: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan

manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan

keluarga.

d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena

perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan

keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari

pemberian bantuan kepada pasien.

2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan

ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat

peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga

organisasi profesinya.

c. Bagi Rumah Sakit

1) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan RS

2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi

misi Rumah Sakit

3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata

karena melakukan kelalaian terhadap pasien

4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara

administrasi dan prosedural

d. Bagi profesi

1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang,

karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada

masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan

adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi standar

keperawatan.

2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan

standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawat

21 | P a g e

Page 22: Dugaan Kasus Malpraktik Dalam Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum (1)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Malpraktek secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan

“praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek

berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.

Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area

yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap

pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan

(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention

errors).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam

3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal

malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.

Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005) adalah

Malfeasance, Misfeasance dan Nonfeasance.

B. Saran

1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan, hendaknya berpedoman

pada kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek

keperawatan dan Standar Operasional Prosedur (SOP).

2. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang

memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap

pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan

(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention

errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi.

3.  Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan

kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek.

22 | P a g e