33
Sinopsis Penelitian PERENCANAAN PENGEMBANGAN CIBINONG RAYA SEBAGAI WATERFRONT CITY INTAN DEWI PUSPITA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap

Draft Seminar Proposal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

merupakan draft seminar proposal

Citation preview

Page 1: Draft Seminar Proposal

Sinopsis PenelitianPERENCANAAN PENGEMBANGAN CIBINONG RAYA

SEBAGAI WATERFRONT CITY

INTAN DEWI PUSPITA

Tesissebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sainspada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCA SARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2014

Page 2: Draft Seminar Proposal

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 ini ialah waterfront, dengan judul Perencanaan Pengembangan Cibinong Raya sebagai Waterfront City.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si. selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015

Intan Dewi Puspita

i

Page 3: Draft Seminar Proposal

DAFTAR ISI

PRAKATA iDAFTAR ISI iiDAFTAR TABEL iiiDAFTAR GAMBAR iii

PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Identifikasi Masalah 21.3 Tujuan Penelitian 21.4 Manfaat Penelitian 31.5 Ruang Lingkup Penelitian 3TINJAUAN PUSTAKA 42.1 Waterfront City 42.2 Ekosistem Danau 10METODE PENELITIAN 121.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 121.2 Alur Penelitian 131.3 Jenis dan Sumber Data 141.4 Pengolahan Data 15Tahap Perencanaan 18

DAFTAR PUSTAKA 19

ii

Page 4: Draft Seminar Proposal

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Aturan-aturan dalam pengembangan kawasan tepi air...............................8Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian.......................................................................12Tabel 3 Jenis data dan sumber data........................................................................15Tabel 4 Kriteria status ekosistem akuatik..............................................................15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur pikir penelitian................................................................................3Gambar 2 Pola morfologi pada area waterfront.......................................................4Gambar 3 Peta lokasi penelitian.............................................................................13Gambar 4 Alur penelitian.......................................................................................14Gambar 5 Tahap perencanaan................................................................................18

iii

Page 5: Draft Seminar Proposal

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian luas wilayah Indonesia sekitar 75% merupakan perairan. Sejak dahulu masyarakat Indonesia sudah sangat erat dengan kehidupan perairan di Indonesia dengan adanya permukiman nelayan di pesisir pantai dengan laut sebagai front-side (bagian depan). Tidak hanya di pesisir pantai, masyarakat Indonesia dahulu menjadikan sumber air (sungai dan danau) sebagai orientasi permukimannya karena air merupakan penunjang dalam kehidupan manusia dan keberadaannya sebelum ada jalan juga sebagai sarana transportasi air. Namun setelah Indonesia berkembang dan banyak dibangun prasarana transportasi darat berupa jalan, orientasi permukiman di Indonesia berubah menjadi kejalan dan sumber air menjadi back-side (bagian belakang). Goenmiandari, dkk. (2010) mengatakan permasalahan utama yang akan terjadi akibat berubahnya orientasi masyarakat dari sungai ke daratan yakni mulai hilangnya ke khasan suatu daerah dan mengalami kerusakan lingkungan permukiman di bantaran sungai atau sumber air.

Cibinong merupakan Ibu Kota Kabupaten Bogor. Dalam Perda Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor memiliki 93 situ dan dalam SK Bupati Bogor No.17 Cibinong memiliki 17 situ diantaranya. Situ atau setu adalah Bahasa Sunda yang memiliki arti kata danau atau telaga. Menurut Kutarga (2008), situ berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan airnya untuk keperluan irigasi dan perikanan, sebagai sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendali banjir, serta menyuplai air tanah. Sebagai Kota yang memiliki banyak situ, Cibinong sangat berpotensi dalam pengembangannya sebagai Waterfront City dimana dalam menata kotanya berorientasi ke arah perairan dalam hal ini situ.

Urbanisasi yang terjadi disetiap daerah merupakan hal yang umum saat ini dimana perkembangan pendudukan yang meningkat setiap tahunnya. Pada perkembangannya Cibinong dibenahi untuk menjadi Cibinong Raya yang merupakan Kota Metropolitan yang modern. Pemerintah Kabupaten Bogor terus menambah infrastruktur terpadu yang dapat mengakses ke beberapa wilayah di sekitarnya. Terlebih lagi, Cibinong merupakan wilayah yang strategis yang mudah diakses dari kota-kota besar di dekatnya yakni Jakarta dan Bogor. Dalam pengembangannya, disebutkan pada FGD (Focus Group Discussion) yang diadakan pada tanggal 20 Mei 2015 oleh BAPPEDA (Badan Perencana Pembangunan Daerah) konsep yang akan digunakan yakni Situ-front City. Dimana keberadaan situ-situ yang terdapat di Cibinong, akan dimaksimalkan keberadaannya yang memiliki peran dalam bidang konservasi, ekonomi, dan sosial-budaya.

Perencanaan pengembangan suatu kawasan waterfront, pada dasarnya dibentuk untuk menciptakan kawasan tepi air dengan melihat kebutuhan masyarakat akan ruang perkotaan dengan cara menata kawasan tepi air. Pada setiap situ di Cibinong, memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda satu dengan yang lain karena pengaruh lingkungan masyarakat yang tumbuh di sekitarnya. Tertulis dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008

1

Page 6: Draft Seminar Proposal

mengenai RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, pada pengembangannya Cibinong direncanakan sebagai pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman perkotaan, kawasan perikanan, pasar pengumpul dan pelelangan ikan air tawar, kawasn industri, dan kawasan wisata alam. Untuk itu, pada pengembangan ke-17 situ yang terdapat di Cibinong akan berbeda satu dengan lainnya melihat dari potensi dan aktivitas masyarakat ada di sekitarnya.

1.2 Identifikasi Masalah

Situ Sela, Situ Citatah, Situ Kebantenan, Situ Cibuntu, Situ Cibinong, Situ Pemda, Situ Cijantung, Situ Cikaret, Situ Leuwi Nutug, Situ Cipambuan Hilir, Situ Ciujung, Situ Kemuning, Situ Cimanggis, Situ Cibereum, Situ Kandang Babi, Situ Nanggerang, dan Situ Tonjong merupakan 17 situ yang tersebar di Cibinong. Untuk mengetahui karakteristik dari setiap situ untuk dilakukan pengembangan kawasan Situ-front City, perlu dilakukan penelitian potensi dan aktivitas masyarakat yang berkembang di sekitar situ. Agar dalam pengembangannya menjadi Kota Metropolitan, keberadaan 17 situ dapat menjadi sebuah icon untuk Cibinong Raya.

Namun, untuk dapat menjadi icon kota, situ-situ tersebut harus dibenahi keberadaanya karena sebagian dari situ tersebut dalam kondisi tidak baik, serta masih belum diketahui status ekosistem akuatik di dalamnya. Pembangunan yang kerap terjadi di sempadan situ, menyebabkan penyempitan badan air dan penurunan kualitas air. Untuk itu, permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Bagaimana potensi dan aktivitas masyarakat yang berkembang pada setiap kawasan situ yang terdapat di Cibinong?

b. Bagaimana kondisi status ekosistem akuatik pada situ yang ada di Cibinong?

c. Bagaimana perencanaan lanskap tepi air yang dapat diterapkan pada pengembangan Situ-front City di Cibinong?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merencanakan pengembangan Situ-front City sebagai icon Cibinong Raya berdasarkan potensi dan aktivitas yang berkembang di masyarakat. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

a. Menginventarisasi dan mengklasifikasi potensi dan aktivitas masyarakat yang berkembang pada setiap kawasan situ yang terdapat di Cibinong.

b. Menilai kondisi ekosistem akuatik pada situ yang ada di Cibinong.c. Merencanakan lanskap tepi air yang dapat diterapkan pada

pengembangan Situ-front City di Cibinong.

2

Page 7: Draft Seminar Proposal

Pengembangan Cibinong Raya sebagai waterfront city

Kajian normatif waterfront city

Prinsip perencanaan kawasan tepi air

Potensi dan aktivitas masyarakat

Penilaian status ekosistem situ

Rekomendasi perencanaan waterfront city

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Cibinong dalam melakukan pengembangan Cibinong Raya sebagai waterfront city dengan mengetahui potensi dan aktivitas masyarakat yang berkembang di sekitarnya. Dan sebagai acuan perencanaan situ dalam melakukan pengembangan kota.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pengembangan Situ-front City dilakukan dengan cara mengkasifikasikannya berdasarkan potensi dan aktivitas masyarakat yang berkembang di sekitar situ dan pengklasifikasian dilakukan pada 17 situ yang terdapat di Cibinong. Pada tahap perencanaan, situ dipilih berdasarkan syarat yang ditetapkan untuk dilakukan penilaian kondisi ekosistem akuatik guna perencanaan waterfront city Cibinong sebagai icon kota dalam pengembangannya.

Untuk memudahkan memahami apa yang akan diteliti, perumusan alur pikir perancangan kawasan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur pikir penelitian

3

Page 8: Draft Seminar Proposal

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Waterfront City

Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Dalam hal yang sama, air memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial bagi sebuah kota. Sastrawati (2003) mengatakan, keberhasilan utama dari pengembangan kota tepi air (waterfront city) ditentukan oleh bagaimana reaksinya terhadap kualitas karakteristik penyedia ruang pablik di tepi air. Tepi air pada sebuah kota sangat berpotensi sebagai suatu kawasan yang hidup (livable) dan wadah bagi masyarakat dan komunitas. Selain itu, kota-kota di Indonesia yang terletak di tepi air lebih cepat berkembang dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Hal ini disebabkan karena letak geografisnya yang strategis, mendorong perkembangan kota tepi air karena berlokasi di dataran yang subur (daerah endapan), memiliki hubungan keluar dan kemudahan dalam transportasi.

Secara harfiah, waterfront dapat diartikan sebagai suatu area atau kawasan yang terletak di tepi air (Tangkuman, 2011). Termasuk kawasan tangkapan air antara daerah daratan dan perairan (sungai/danau/pantai) yang merupakan wadah bagi aktivitas masyarakat sekitarnya. Dalam Darmawan (2013) menjelaskan, pengembangan waterfront merupakan hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.

Rahman (2006) menyebutkan, ruang-ruang pada suatu waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum terjadi pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik, dan bracnh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. (A) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. (B) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. (C) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. (D) Pola barnch terbentuk jika terdapat anak-anak sungai dan kanal.

Gambar 2 Pola morfologi pada area waterfront(Sumber: Rahman, 2006)

Pengembangan WaterfrontDalam proses pengembangan suatu kawasan waterfront pada dasarnya

dibagi atas empat jenis pengelompokkan (Masrul, 2007 & Tangkuman, 2011), yakni:

4

Page 9: Draft Seminar Proposal

a. Konservasi. Merupakan penataan waterfront kuno/lama yang masih ada sampai sekarang dan menjaganya agar tetap dapat dinikmati oleh masyarakat.

b. Preservasi. Waterfront yang harus dilestarikan, dilindungi, dipelihara, dan dipugar sesuai dengan bentuk aslinya tetapi tetap disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan fungsionalnya karena merupakan kawasan atau mengandung bangunan dan/atau bangunan-bangunan yang mempunyai nilai sejarah, nilai seni dan budaya, serta nilai arsitektur.

c. Redevelopment. Suatu usaha untuk menghidupkan atau membangkitkan kembali fungsi-fungsi yang ada dengan tujuan sebagai suatu kawasan penting bagi kehidupan masyarakat kota dengan mengubah fasilitas yang ada pada kawasan yang digunakan oleh kapasitas yang berbeda pula.

a. Development. Perencanaan yang sengaja dibentuk dengan menciptakan sebuah kawasan tepi air dengan melihat kebutuhan masyarakat terhadap ruang diperkotaan dengan cara penataan kawasan tepi air.

Berdasarkan potensi dan aktifitasnya, waterfront dapat diklasifikasikan dalam pengembangannya sebagai berikut (Breen, dalam Supriyadi, 2008 & Tangkuman 2011).

a. Cultural waterfrontCultural waterfront mewadahi aktivitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Aktivitas tersebut memanfaatkan air sebagai obyek budaya atau ilmu pengetahuan dengan mengorientasikan pengembangan kawasan pada fasilitas pendukung aktivitas budaya.

b. Environmental waterfrontEnviroment waterfront merupakan pengembangan kawasan tepi air yang bertumpu pada upaya meningkatkan kualitas lingkungan yang mengalami degradasi, dengan memanfaatkan potensi dan keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami. Dalam Masrul (2007), kriteria pokok dalam pengembangan waterfront city sebagai cultural dan environmental waterfront sebagai berikut:1) memanfaatkan potensi alam untuk kegiatan penelitian, budaya

dan konservasi,2) menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air yang tidak

hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik investor,

3) diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat tentang kekayaan alam yang perlu dilestarikan dan diteliti,

4) keberadaan budaya masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan lingkungan didukung dengan kesadaran melindungi atau mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan,

5) perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan ruang kawasan,

6) perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi dan manfaat air/badan air.

5

Page 10: Draft Seminar Proposal

c. Historical waterfrontKawasan ini lebih dikembangkan kearah konservasi dan restorasi bangunan sejarah yang ada dikawasan ini. Kriteria yang dapat diterapkan dalam pengembangan waterfront city sebagai historical waterfront (Masrul, 2007) adalah sebagai berikut:1) pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (lanskap, situs,

bangunan, dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda (modern),

2) pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter (ciri) kota,

3) program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa pembangunan tanggul untuk melindungi bangunan bersejarah.

d. Mixed-use waterfrontPengembangan ke arah mixed – use waterfront lebih ditujukan pada penggabungan fungsi perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi, wisata dan olahraga. Penerapan konsep ini merupakan salah satu cara untuk menyatukan berbagai kepentingan yang pada umumnya sering terjadi dalam pengembangan suatu kawasan di perkotaan.

e. Recreational waterfrontPengembangan kawasan tepi air yang diarahkan pada fungsi aktivitas rekreasi yang didukung oleh berbagai fasilitas serta prasarana yang memadai, seperti taman bermain, taman air, taman hiburan, area memancing, riverwalk, aphiteater, fasilitas olahraga, restoral, dll. Kriteria pokok dalam pengembangan sebagai kawasan rekreasi tepi air (Masrul, 2007), dapat berupa:1) memanfaatkan kondisi fisik danau untuk kegiatan rekreasi

(indoor ataupun outdoor),2) pembangunan di arahkan di sepanjang badan air dengan tetap

mempertahankan keberadaan ruang terbuka,3) perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang

kegiatan pariwisata, terutama pariwisata perairan,4) kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersil

guna menarik pengunjung.f. Residental waterfront

Lebih ditekankan pada pengembangan kawasan untuk fungsi perumahan. Dimana fasilitas yang dibangun berupa permukiman penduduk, apartemen, town house, flat, row house, villa rekreasi, dan fasilitas pendukung permukiman lainnya. Masrul (2007) menjelaskan kriteria pokok yang dapat digunakan dalam pengembangan residential waterfront sebagai berikut:1) perlu keselarasan pembangunan untuk kepentingan pribadi

(privat) dan umum,2) perlu memperhatikan tata air, budaya lokal serta kepentingan

umum,

6

Page 11: Draft Seminar Proposal

3) perkembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan permukiman baru,

4) program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawsan permukiman penduduk asli (lama) antara lain: revitalisasi/penataan bangunan, penyediaan utilitas, penanganan sarana air bersih, air limbah dan sampah, dan penyediaan drainase,

5) program pemanfaatan yang dapat diterapkan pada kawasan permukiman baru antara lain: penataan bangunan dengan memberi ruang untuk public access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan batas sempadan dari badan air, program penghijauan sempadan, dll.

g. Working waterfronMerupakan kawasan waterfront yang lebih menekankan pada aspek ekonomi produksi, dimana aktivitas yang diwadahi umumnya berhubungan dengan jasa pelayanan (transportasi), maupun kegiatan produksi. Aktivitas pemuatan kapal, terminal angkutan peraiaran merupakan ciri dominan dari kawasan ini. Dalam pengambangan working waterfront, Marul (2007) menjelaskan kriteria pokok yang dapat diterapkan sebagai berikut:1) harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan

potensi kawasan pantai sebagai tempat kerja, belanja, maupun rekreasi (wisata),

2) kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi (dinamis),

3) bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan sarana bersosialisasi dan usaha (komersl),

4) mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui pemberian subsidi,

5) keindahan bentuk fisik (profil tepi danau) kawasan diangkat sebagai faktor penarik bagi kegiatan ekonomi, sosial-budaya, dll.

Perencanaan WaterfrontDalam perencanaan waterfront terdapat 3 aspek yang dominan (Rahman,

2006), yaitu aspek arsitektural yang berkaitan dengan pembentukan citra (image) dari kawasan waterfront dan bagaimana meniptakan kawasan waterfront yang memenuhi nilai-nilai estetika; aspek keteknikan berkaitan pada perencanaan struktur dan teknologi konstruksi yang dapat mengatasi kendala-kendala dalam mewujudkan rancangan waterfront seperti stabilitas perairan, banjir, korosi, erosi, dan kondisi alam setempat; dan aspek sosial budaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront tersebut.

Menurut Acosta (dalam, Timur 2013) dalam merencanakan waterfront, terdapat tiga elemen yang mesti diperhatikan: akses pablik, trotoar, dan ruang terbuka; desain dan lanskap perkotaan; penggunawaan lahan disepanjang tepi sungai. Bertsch (dalam Timur, 2013) merekomendasikan beberapa prinsip yang

7

Page 12: Draft Seminar Proposal

harus ada dalam mengembangkan rencana area waterfront, yakni aksesibilitas, integrasi, manfaat, partisipasi stakeholder, dan tahap konstruksi.

Menurut Wang (dalam Timur, 2013) untuk meregenerasi tepian air akan berhasil jika aspek-aspek berikut ini diikuti:

a. Waterfront harus dapat mendefinisikan dan kota harus berfikir untuk masa depannya

b. Master plan yang dibuat harus diikuti dengan partisipasi masyarakat dan pengembang dalam tahap awal.

c. Kondisi fisik dan ekonomi harus membantu dalam perkembangan regenerasi tepian air.

d. Otoritas pablik, organisasi swasta, dan kelompok masyarakat harus bekerja bersama-sama.

e. Master plan ditinjau untuk merespon perubahan pasar dan untuk mengurasi resiko keuangan.

Kebijakan pada Penataan Kawasan WaterfrontDalam pengembangan kawasan tepi waterfront, diperlukan kebijakan-

kebijakan yang berkaitan dengan penataan kawasan di tepi air. Dalam Masrul (2007) menjelaskan beberapa kebijakan yang dapat dipergunakan dalam pengembangan waterfront city.

a. Garis Sempadan. Garis sempadan dipergunakan untuk melindungi wilayah danau dari kegiatan-kegiatan yang mengganggu aktifitas dan kelestarian danau tersebut. Berikut merupakan aturan-aturan sebagai pedoman dalam pengembangan kawasan tepi danau:

Tabel 1 Aturan-aturan dalam pengembangan kawasan tepi airSumber Sempadan Kriteria

Peraturan Menteri Pekerjaan PU No. 63/PRT/1993

Garis sempadan danau

Sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun 1997

Kawasan lindung sekitar danau

50-100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Peraturan Menteri PU dan PR RI No. 28/PRT/M/2015

Garis sempadan danau

Paling sedikit berjarak 50 m daru tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.

Dari ketiga peraturan yang dijelaskan, garis sempadan danau minimal terbebas dari bangunan yang ada disekitarnya sebesar 50-100 m. Dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 mengenai Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, menyebutkan bahwa lahan

8

Page 13: Draft Seminar Proposal

daerah sempadan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu, seperti:1) Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan2) Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan3) Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan

peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan4) Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan

pipa air minum5) Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana

jalan/jembatan baik umum maupun kereta api6) Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social

dan masyarakat yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai

7) Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air

b. Akses (Ditjen Cipta Karya, dalam Masrul, 2007)1) Akses berupa jalan kendaraan berada di antara batas terluar dari

sempadan tepi air dengan areal terbangun2) Jarak antara akses masuk menuju ruang publik atau tepi air dari

jalan raya sekunder atau tersier minimum 300 m3) Jaringan jalan terbebas dari parkir di sepanjang tepi air adalah

3mc. Peruntukan (Cipta Karya, dalam Masrul, 2007)

1) Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangan: penggunaan lahan yang bergantung dengan air (water-dependent uses), penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air (water-related uses), penggunaan lahan yang sama sekali tidak berhubungan dengan air (independent and unrelated to water uses)

2) Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area pablik yaitu 0-15%. Sedangkan untuk kemiringan yang lebih dari 15% perlu penanganan khusus.

3) Jarak antara satu areal terbangun yang dominan diperuntukkan pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum laininnya maksimum 2 km

d. Bangunan (Cipta Karya, dalam Masrul, 2007)1) Kepadatan bangunan tepi air maksimum 25%2) Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 m dihitung dari

permukaan tanah rata-rata pada areal terbangun3) Orientasi bangunan harus menghadap dengan

mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah angin

4) Bangunan-bangunan yang dapat dikembangkan pada area sempadan berupa taman dan ruang rekreasi adalah fasilitas area bermain, tempat duduk, dan atau sarana olahraga

5) Bangunan area sempadan hanya berupa tempat ibadah, bangunan penjaga pantai, bangunan fasilitas umum, bangunan tanpa dinding dengan luas maksimum 50m²/unit

9

Page 14: Draft Seminar Proposal

6) Tidak melakukan pemagaran pada area terbangun, kecuali pemagaran dengan tinggi maksimum 1 m dan menggunakan pagar transparan

Menurut Papatheochari, Jones, dan Goddard (dalam Timur, 2013), beberapa benefit dari fenomena urban waterfront pada dimensi global dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan.

a. Meningkatkan nilai properti real estateb. Pelestarian warisan bersejarah dan lokal pada penggunaan kembali

bangunan bersejarahc. Meningkatkan kualitas air dan ekologi air dengan manajemend. Memberikan peluang untuk aktivitas barue. Membuka peluang regenerasi ekonomi baru bagi daerah dalam kotaf. Menarik wisatawan tidak hanya di tingkat regional, tetapi juga

nasional dan internasionalg. Penyediaan banyak rumah baruh. Menyediakan lapangan kerja barui. Perbaikan kondisi lingkungan

2.2 Ekosistem Danau

Habitat air tawar dibagi menjadi dua, yakni habitat air tergenang (lentik) seperti danau, kolam, rawa dan habitat air mengalir (lotik) seperti mata air, aliran air, sungai. Ekosistem danau memiliki air yang tenah dan kondisi komponen penyusunnya relatif stabil. Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009, menjelaskan danau merupakan wadah air dan ekosistemnya yang terbentuk secara alamiah termasuk situ dan wadah air sejenis dengan sebutan istilah lokal. Dan menurut FDI (2004), danau merupakan komponen hidrologis utama yang terletak dalam suatu daerah tangkapan air, dan tidak dapat dikelola secara terpisah dari keseluruhan daerah tangkapan airnya. Dapat disimpulkan, danau merupakan wadah air yang terbentuk secara ilmiah dan tidak dapat dipisahkan dari daerah tangkapan airnya sebagai komponen hidrologis. Chrismadha et. al (2011) Secara ekologis perairan danau merupakan ekosistem yang mencakup seluruh kesatuan wilayah dimana siklus-siklus ekologis, termasuk di dalamnya siklus air berlangsung. Karena itu perairan danau sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah tangkapan airnya, yang pada umumnya jauh lebih luas.

Ekosistem danau merupakan ekosistem yang rentan sekaligus sangat mempersona namun berada pada keadaan kritis saat ini. Pembangunan yang berkelanjutan, yakni bagaimana menemukan keseimbangan antara kebutuhan manusia akan air minum, dan memelihara ekosistem daratan dan akuatik yang menyediakan layanan ekosistem yang penting bagi aspek ekonomi bahkan dalam mendukung kehidupan manusia. Selain sebagai sumber air minum dan sumber air untuk keperluan sehari-hari, danau juga dimanfaatkan sebagai sumber air baku industri, sarana transportasi air, irigasi, pariwisata, serta sumber protein dari perikanan. Selain itu juga, danau merupakan perairan yang memiliki kompleksitas kehidupan biota dan keindahan hakiki tempat lahirnya bermacam-macam budaya, sejarah, dan perkembangan kehidupan sosial. Pemanfaatan yang multisektor serta adanya aktivitas di kawasan sekitar danau menyebabkan kondisi ekosistem danau

10

Page 15: Draft Seminar Proposal

mengalami degradasi yang semakin berat hingga saat ini (Haryani, 2013). Pada prinsip Dubin yang dijelaskan dalam FDI (2004), bahwa pembangunan dan pengelolaan air harus didasarkan pada pendekatan partisipatif, yang melibatkan pengguna, perencana dan pembuat kebijakan pada semua tingkat.

Dalam Chrismada et.al (2011), menyebutkan peran tidak langsung danau terutama dalam hal menyediakan jasa-jasa ekologis, meliputi fungsi habitat yang mendukung keragaman hayati dan produktivitas perairan, fungsi retensi air yang mengendalikan kontinuitas ketersediaan air dan resiko banjir di kawasan hilirnya, serta penyeimbang kondisi iklim mikro di kawasan sekitarnya. Danau juga mempunyai peran sebagai penahan material sedimentasi dan pencemaran, meskipun pada umumnya berdampak negatif terhadap integritas lingkungannya.

Banyak di negara berkembang, danau memiliki peran yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar. Seperti misalnya, penangkapan ikan dan budidaya ikan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar danau. Sehingga danau memiliki peran yang sangat penting dan menjadi ketergantungan terhadap keberadaan danau tersebut. Namun, muncul masalah akibat tekanan yang diberikan berlebih kepada danau, sehingga merusak ekosistem danau. Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak kegiatan manusia berpengaruh pada turunnya nilai dan sumber daya danau. Keterlibatan masyaratak sangat bermanfaat untuk mengenali masalah yang dihadapi danau dan mencari solusinya secara berkelanjutan serta mendapat dukungan luas dari masyarakat.

Chrismadha (2011) Tipologi danau di Indonesia bervariasi tergantung dari faktor klasifikasinya. Menurut asal usul terbentuknya ada tiga tipe danau utama di Indonesia, yaitu danau tektonik, danau vulkanik, dan danau paparan banjir. Contoh danau tektonik adalah Danau Matano dan Danau Limboto di Sulawesi, sedangkan yang termasuk danau vulkanik adalah Danau Maninjau di Sumatra dan Danau Batur di Bali, sementara Danau Semayang-Melintang di Kalimantan dan Danau Tempe di Sulawesi merupakan tipologi danau paparan banjir. Disamping ketiga tipe utama tersebut terdapat juga beberapa tipe danau karst serta danau-danau buatan atau bendungan.

Pada Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009, menjelaskan morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk.

Morfologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakter fisik, yaitu: a. Luas perairan danau dan/atau waduk (A)b. Volume air danau dan/atau waduk (V)c. Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk (Ž)Dimana ketiganya dapat dirumuskan pada Persamaan (1):Ž = 100 x V / A ………………………………………………….......... (1) Ž : Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk (m)V : Volume air danau dan/atau waduk (juta m3)A : Luas perairan danau dan/atau waduk(Ha)

Sedangkan hidrologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakteristik aliran air, yaitu:

a. Debit air keluar danau dan/atau waduk (Qo)b. Laju penggantian air danau dan/atau waduk (ρ)Dengan untuk mendapatkannya dapat dilihat pada Persamaan (2)ρ = Qo / V ......................................................................................... (2) ρ : Laju penggantian air danau dan/atau waduk(1/tahun)

11

Page 16: Draft Seminar Proposal

Qo : Jumlah debit air keluar danau (juta m3 / tahun), pada tahun kering

METODE PENELITIAN

1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 6º18’-6º47’ LS dan 106º23’45-107º13’30 BT. Cibinong Raya merupakan Ibu Kota Kabupaten Bogor dan merupakan wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten. Cibinong memiliki 12 kelurahan, yaitu Kelurahan Cibinong, Kelurahan Cimekar, Kelurahan Ciriung, kelurahan Harapanjaya, Kelurahan Karadenan, Kelurahan Nanggewer Mekar, Kelurahan Nanggewer, Kelurahan Pabuaran, Kelurahan Pakansari, Kelurahan Pondok Rajeg, Kelurahan Sukahati, dan Kelurahan Tengah (dapat dilihat pada Gambar 3). Memiliki luas wilayah keseluruhan 4.611,06 Ha dengan batas administrasi sebagai berikut.

Batas Utara : Kota DepokBatas Barat : Kecamatan Bojong GedeBatas Selatan : Kecamatan SukarajaBatas Timur : Kecamatan CitereupPenelitian akan dilaksanakan kurang lebih selama 10 bulan terhitung mulai

November 2015 sampai dengan Agustus 2016. Kegiatan penelitian termasuk tahap persiapan hingga menjadi sebuah laporan (tesis) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jadwal Kegiatan PenelitianNo. Kegiatan 2015 2016

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu1 Persiapan

Sidang Komisi 1KolokiumPerizinan Lokasi

2 Survei & Pengumpulan data

3 Pengolahan data4 Penulisan laporan

hasil (Tesis)Sidang Komisi 2Seminar HasilPublikasiSidang Komisi 3Ujian Tesis

12

Page 17: Draft Seminar Proposal

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

1.2 Alur Penelitian

Penelitian akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu pengklasifikasian situ kedalam 7 kelompok pengembangan, penilaian status ekosistem akuatik situ, dan perencanaan lanskap situ sebagai Waterfront City. Untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian, maka dibuat alur penelitian sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4.

13

Page 18: Draft Seminar Proposal

17 Situ di Cibinong

Potensi dan AktifitasPotensi dan Aktifitas

Cultural waterfrontEnvironmental waterfrontHistorical waterfrontMix-use waterfrontRecreational waterfrontResidental waterfrontWorking waterfront

(Ann Breen and Dick Rigby, 1994)

Penilaian Kriteria Status Ekosistem Akuatik

(dengan syarat memiliki luas situ > 10 Ha)

Kriteria status ekosistem akuatikKriteria status ekosistem sempadanKriteria status ekosistem daerah tangkapan

(Eko Winar Irianto, 2011)

Terancam RusakBaik

Perencanaan lanskap tepi air Waterfront City

Keterangan :

Tahap klasifikasi

Tahap penilaian status ekosistem

Tahap perencanaan

Gambar 4 Alur penelitian

1.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan merupakan data terkait dengan penelitian guna membantu proses perencanaan kawasan. Dapat diperoleh melalui studi pustaka,

14

Page 19: Draft Seminar Proposal

observasi, maupun wawancara melalui berbagai sumber yang terpercaya. Data yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data dan sumber dataNo. Jenis Data Sumber Data1 Peta dasar ˗ Bappeda

˗ Bakosurtanal2 Demografi/kependudukan ˗ Biro Pusat Statistik

˗ Dinas Kamprasmil3 Topografi, hidrologi, klimatologi,

existing, batas perairan DAS dan sub DAS, informasi peta pemanfaatan lahan

˗ Bakosurtanal˗ Bappeda˗ Departemen Pekerjaan Umum˗ Badan Meteorologi dan

geofisika4 Kuantitas dan kualitas sumber air ˗ Dinas Lingkungan Hidup

˗ BPLH/BPLHD5 Potensi dan aktivitas penduduk ˗ Wawancara

˗ Observasi

1.4 Pengolahan Data

Tahap Penilaian Status Ekosistem AkuatikDalam Irianto (2011), untuk menentukan status ekosistem akuatik atau

ekosistem perairan dalam kondisi baik, terancam, atau rusak, perlu ditetapkan terlebih dahulu dilakukan penilaian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria status ekosistem akuatikKRITERIA STATUS EKOSISTEM AKUATIK

Parameter Situ Ekosistem Akuatik

Status Ekosistem DanauBaik Terancam Rusak

Status trofik Oligotrof-mesotrof

Eutrof Hypereutrof

Status mutu air Tidak tercemar Tercemar sedang Tercemar beratKeanekaragaman hayati

Masih terdapat jenis flora/fauna endemik dan asli

Berkurangnya jenis flora/fauna endemik dan asli (indigenous)

Hilangnya jenis flora/fauna endemik dan asli, banyak dan ditemukan jenis introduksi/invasif

Jejaring makanan Tingkat trofik seimbang (produsen primer/sekunder, konsumer/tersier)

Tingkat trofik tidak seimbang

Tidak terjadi tingkat trofik

Tutupan tumbuhan air

Terkendali tidakmenyebar dan

Kurang terkendalidan mengganggu

Menyebar tidak terkendali

15

Page 20: Draft Seminar Proposal

tidak mengganggufungsidanau

fungsi danau sangat menganggu fungsidanau

Alga/ganggang biru (Microcystis)

Sedikit Sedang Marak (blooming)

Limbah pakan perikanan budidaya

Jumlah produksiikan danpenggunaanpakan sesuaidengan dayatampung danaudan perizinan

Jumlah produksiikan danpenggunaanpakan melebihidaya tampungdanau akan tetapimemenuhiperizinan

Kegiatan budidaya danpemakaian pakan tidakterkendali, tidak memenuhiperizinan dan tidakmemenuhi daya tampungdanau

KRITERIA STATUS EKOSISTEM SEMPADANParameter

DanauStatus Ekosistem Danau

Baik Terancam RusakSempadan danau Tidak ada

bangunanMulai ada sedikit bangunan

Banyak bangunan

Sempadan pasang surut

a).Tidak ada bangunanb).Tidak adapengolahan tidak adalahan, danperkebunan dansawahdengan pemupukan

Ada pengolahanlahan untukperkebunan dansawah sertapemupukan.

a). Ada bangunan b). Ada pengolahanlahan dan adaperkebunan dansawah denganpemupukan

Pembuangan limbah

Tidak ada pembunganlimbah

Ada pembuanganlimbah, dan tidakada sistempengendalianpencernaran air,akan tetapi tidakmelampaui dayatampungpencemaran airdanau

Ada pembuanganlimbah, dan sistempengendalianpencemaran air tidakada atau kurangbaik, serta telahmelampaui dayatampungpencemaran airdanau

Pemanfaatan Air DanauPemanfaatan Tenaga Air PLTA

Tidak mengubahkarakteristik pasangsurutkarakteristikpasang-surut muka

Mengubahkarakteristikpasang-surut mukaair akan tetapitidak mengganggu

Mengubah hidrologidan neraca airsehingga air danausurut drastis dan

16

Page 21: Draft Seminar Proposal

airdan tidakmenggangguekosistem akuatik

ekosistem akuatik menggangguekosistem akuatik

Pengambikan Air Baku

Tidak mengubahkarakteristik pasangsurutmuka air dantidak mengganguekosistem akuatik

Mengubahkarakteristikpasang-surut mukaair akan tetapitidak menggangguekosistem akuatik

Mengubah hidrologidan neraca airsehingga air danausurut drastis danmenggangguekosistem akuatik

KRITERIA STATUS EKOSISTEM AKUATIKParameter

DanauStatus Mutu Ekosistem Danau (SMED)

Baik Terancam RusakEkosistem Terestrial Daerah Tangkapan Air DanauPenutupan vegetasi pada DAS atau lahan DTA

> 75% 30-75% < 30%

Koefisien regim sungai (Qmax/Qmin) masuk danau

<50 50-120 > 120

Erosi lahan DAS atau DTA

Tingkat erosi masihdibawah toleransi

Tingkat erosi telahmenyamai batastoleransi

Tingkat erosi telahmelebihi batastoleransi

Dampak pendangkalan

Tidak terjadiPendangkalan

Pendangkalan rata-rata<2% tahun darikedalaman danau

Pendangkalan ratarata> 2% tahun darikedalaman danau

Pembuangan limbah

Ada pembuanganlimbah dan adasistempenegendalianpencemaran air,serta sesuai dengandaya tampungpencemaran airdanau

Ada pembuanganlimbah dan tidak adasistem pengendalianpencemaran air, tetapitidak melampaui dayatampung pencemaranair danau

Ada pembuanganlimbah dan tidak adasistem pengendalianpencemaran air,tetapi tidakmelampaui dayatampungpencemaran airdanau

(Sumber: Pedoman pengelolaan ekosistem danau Kementrian LH, dalam Irianto, 2011)

17

Page 22: Draft Seminar Proposal

Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan lanskap

Inventarisasi

Biofisik (lokasi, topografi, tataguna lahan, vegetasi, kualitas fisual)Sosial-budaya (kependudukan, tradisi dan budaya)

Perencanaan desain

Tahap PerencanaanTahap perencanaan dimulai dari persiapan/inventarisasi, analisis, sintesis,

dan perencanaan. Untuk mempermudahnya, dapat dilihat pada Gambar 5 sebegai berikut.

Gambar 5 Tahap perencanaan

18

Page 23: Draft Seminar Proposal

DAFTAR PUSTAKA

Ayuputri, Mutiara. 2006. Perancangan Lanskap Waterfront Situ Babakan, di Kampung Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. Bogor: IPB Press

Chrismadha, Tjandra et. al. 2011. Aplikasi Ekohidrologi dalam Pengelolaan Danau. Prosiding Simposium Nasional Ekohidrologi [Jakarta 24 Maret 2011]

Darmawan, Sukoco. 2013. REVITALISASI Kawasan Pasar Ikan Sunda Kelapa Sebagai Kawasan Wisata Bahari di Jakarta. Jakarta: Binus Press http://library.binus.ac.id/Collections/ethesis_detail.aspx?ethesisid=2013-2-01218-AR [24 September 2015]

Fauzi, Mohammad, dkk. 2014. Kajian Kemampuan Maksimum Danau Sentani dalam Mereduksi Banjir di DAS Sentani. Jurnal Teknik Pengairan, Vol. 5, No. 1, Mei 2014 hlm 42-53Goenmiandari, Betty, dkk. 2010. Konsep Penataan Permukiman Bantaran Sungai di Kota Banjarmasin berdasarkan Budaya Setempat.

Forum Danau Indonesia. 2004. Visi Danau Dunia : Sebuah Ajakan untuk Melakukan Tindakan.

Haryani, Gadis Sri. 2013. Kondisi Danau di Indonesia dan Strategi Pengelolaannya. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I (Cibinong 3 Desember 2013)

Kutarga, Zumara Winni. 2008. Kajian Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh. Medan: USU Press Tengahhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7276/1/057003038.pdf [25 September 2015]

Kutarga, Zumara W., dkk. 2008. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang. Wahana Hijau, Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Vol. 3 No. 3 April 2008

Masrul, Wati. 2007. Perancangan Kawasan Waterfront Dumai Sebagai Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Wisata. Bandung: ITB Press

Rahman, Hendra. 2006. Pola Penataan Zona, Massa, dan Ruang Terbuka pada Perumahan Waterfront. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34 No.2 Desember 2006: 115-121

Supriyadi, Bambang. 2008. Kajian Waterfront di Semarang (Studi Kasus : Sungai Banjir Kanal Barat). Jurnal Enclosure (Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman) Volume 7 No. 1 Maret 2008

Tangkuman, Dwi J., Linda Tondobala. 2011. Arsitektur Tepi Air (Waterfront ArchitectureI). Jurnal Media Matrasain Vol 8 No 2 Agustus 2011 http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:22EpMptjPUYJ:download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D15986%26val%3D1033+&cd=12&hl=en&ct=clnk&gl=id [25 September 2015]

Timur, Umut Pekin. 2013. Urban Waterfront Regenerations, Advances in Landscape Architecture, Dr. Murat Ozyavuz (Ed.), ISBN: 978-953-51-1167-2, InTech, DOI: 10.5772/55759. Available from:

19

Page 24: Draft Seminar Proposal

http://www.intechopen.com/books/advances-in-landscape-architecture/urban-waterfront-regenerations

Widodo, K., et.al. 2012. Perencanaan Lanskap Sungai Kelayan Sebagai Upaya Revitalisasi Sungai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan. Jurnal Lanskap Indonesia Vol 4 No 1 2012

Yudilastiantoro, C., S. Andi Cahyono. 2012. Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi Kelembagaan Untuk Mitigasi Kerusakan Ekosistem Danau Batur Bali. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI Tahun 2012

20