201

Click here to load reader

Draft Diktat Kuliah Batubara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diktat kuliah batubara

Citation preview

Page 1: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 1

BAB I PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

1.1. PEMBENTUKAN BATUBARA

Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan

yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran

sempurna. Pada umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada jaman karbon

yaitu sekitar 270-350 juta tahun yang lalu. Pada jaman tersebut terbentuk batubara

dibelahan bumi utara seperti Eropa, Asia dan Amerika. Di Indonesia batubara yang

ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda, yaitu terbentuk pada

jaman Tersier. Batubara tertua yang ditambang di Indonesia berumur Eosen (40-60

juta tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur

antara Miosen dan Pliosen (2 - 15 juta tahun yang lalu).

Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu:

a. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan, sering disebut proses

peatification

b. Tahap pembentukan batubara dari gambut, sering disebut proses coalification

1.1.1. Pembentukan Gambut

Tumbuhan yang tumbuh atau mati pada umumnya akan mengalami proses

pembusukan dan pengahancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa

waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran

tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh

pertumbuhan dan aktifitas bakteri dan jasad renik lainnya. Untuk penyederhanaan

tentang proses tersebut, proses oksidasi material penyusun utama cellulose

(C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut:

C6H10O5 + 6 O2 → 6 CO2 + 5 H2O

Page 2: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 2

Gambar 1.1. Rekonstruksi Suatu Hutan Calamite . Contoh Vegetasi

Carboniferous “Basah” sebagai Tumbuhan Pembentuk Ba tubara

Jika tumbuhan tumbang disuatu rawa, yang dicirikan dengan kandungan

oksigen air rawa yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri-bakteri

aerob (yang memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak

mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna atau dengan

kata lain tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut

hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi

yang kemudian membentuk gambut (peat). Dengan tidak tersedianya oksigen maka

hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO dan CO2. Tahap pembentukan

gambut ini sering disebut juga sebagai proses biokimia.

Page 3: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 3

Gambut yang umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam merupakan

padatan yang bersifat sarang (porous) dan masih memperlihatkan struktur tumbuhan

asalnya. Gambut masih mengandung kandungan air yang tinggi, bisa lebih dari 50%.

1.1.2. Pembentukan Batubara

Proses pembentukan gambut akan berhenti dengan tidak adanya regenerasi

tumbuhan. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak memungkinkan tumbuhnnya

vegetasi, misalnya penurunan dasar cekungan yang terlalu cepat. Jika lapisan

gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka lapisan

gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sedimen tersebut dimana tekanan

akan meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen. Tekanan yang

bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan temperatur. Disamping itu

temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman disebut gradient

geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat juga disebabakan oleh aktivitas

magma, proses pembentukan gunung serta aktivitas-aktivitas tektonik lainnya.

Peningkatan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan mengkonversi

gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air,

pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan dan kekerasan

serta peningkatan nilai kalor. Faktor tekanan dan temperatur serta faktor waktu

merupkan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara. Tahap pembentukan

batubara ini sering disebut juga sebagai proses termodinamika atau dinamokimia.

1.1.3. Tempat Terbentuknya Batubara

Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu

yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia

ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari

tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang

akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara.

Page 4: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 4

Gambar 1.2. Rekonstruksi tumbuhan Lepidodendron dan Sigillaria . Contoh Vegetasi

Carboniferous “kering” sebagai Tumbuhan Pembentuk B atubara.

Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2 macam teori:

a. Teori Insitu

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,

terbentuknya ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada, batubara yang

terbentuk disebut batubara autochtone. Dengan demikian maka setelah tumbuhan

tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan

sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan

cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena

Page 5: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 5

kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia

didapatkan di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).

b. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara

terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan

berkembang, batubara yang terbentuk disebut batubara allochtone. Dengan

demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi

disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification.

Jenis batubara yang terbentuknya dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak

luas, tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak

mengandung material pengotor yang terangkut ke tempat sedimentasi. Batubara

yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan dilapangan batubara delta

Mahakam purba, Kalimantan Timur.

Agak sulit untuk melakukan kuantifikasi akumulasi gambut karena banyak

faktor yang mempengaruhinya serta agak sulit untuk membuktikannya. Namun hasil

penyelidikan yang dilakukan di Amerika Serikat, diperkirakan gambut lepas setebal

10 – 12 ft untuk menghasilkan 1 ft gambut padat dan untuk itu diperlukan waktu

kurang lebih 100 tahun.

Dalam proses konversi dari gambut menjadi batubara terjadi lagi pemampatan

dan laju pemampatan ini tergantung pada rank batubara. Menurut hasil penelitian,

jika diambil kayu sebagai basis (100%) pembentukan gambut dan batubara, maka

perbandingan volume dalam % adalah sebagai berikut:

- gambut = 28 – 45 %

- lignite = 17 – 28 %

- bitumineous coal = 10 – 17 %

- anthracite = 5 – 10 %

Jika diasumsikan bahwa waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 1 ft gambut

termampatkan adalah 100 tahun seperti yang disebutkan diatas maka dengan

menggunakan persentasi di atas dapat diasumsikan waktu yang dibutuhkan untuk

akumulasi gambut sehingga diperoleh ketebalan lapisan batubara 1 ft sebagai

berikut:

Page 6: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 6

- lignite = 160 tahun

- bitumineous = 260 tahun

- anthracite = 490 tahun

Patut diingat bahwa angka-angka diatas hanya untuk menggambarkan bahwa

laju akumulasi gambut dan selanjutnya lapisan batubara sedemikian lambatnya.

1.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara

Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks, dalam arti

harus dipelajari dari berbagai sudut yang berbeda. Ada beberapa faktor yang

diperlukan dalam pembentukan batubara yaitu:

a. posisi geotektonik

b. topografi (morfologi)

c. iklim

d. penurunan

e. umur geologi

f. tumbuh-tumbuhan

g. dekomposisi

h. sejarah sesudah pengendapan

i. struktur cekungan batubara

j. metamorfosis organik

a. Posisi geotektonik

Posisi geotektonik adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh

gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi

geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim

lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan

penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses

metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah

setelah pengendapan akhir.

Page 7: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 7

b. Topografi (Morfologi)

Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena

menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk. Topografi

mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya pada posisi

geotektonik.

c. Iklim

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan

merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Iklim

tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi

geotektonik. Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan sub tropis pada

umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin.

Hasil pengkajian menyatakan bahwa rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan

setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang

lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5-6 m dalam selang waktu yang

sama.

d. Penurunan

Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika

penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara

tebal. Pergantian dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan

pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral

yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.

e. Umur geologi

Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai

macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung

Page 8: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 8

membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua

umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara

yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua

selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan

atau patahan pada lapisan batubara. Disamping itu faktor erosi akan merusak semua

bagian dari endapan batubara.

f. Tumbuhan

Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora

terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi

tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbgai tipe batubara. Evolusi

dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi.

Mulai dari Paleozoic hingga Devon, flora belum tumbuh dengan baik. Setelah Devon

pertama kali terbentuk titik awal dari pertumbuhan flora secara besar-besaran dalam

waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan tumbuh dengan subur selama masa

karbon. Pada masa Tersier merupakan perkembangan yang sangat luas dari

berbagai jenis tanaman.

g. Dekomposisi

Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia dari

organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut,

sisa tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun kimiawi.

Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses

pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri

ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari

tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati. Dari proses di atas terjadi

perubahan dari kayu menjadi peringkat batubara. Dalam suasana kekurangan

oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian

unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida

Page 9: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 9

(CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif

unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut bergantung pada

kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan

tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar dari proses pembusukan, tetapi

terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang

mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut

akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan

penguraian oleh mikrobiologi.

h. Sejarah Sesudah Pengendapan

Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik

yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara

singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan

gambut. Disamping itu sejarah geologi endapan batubara, berupa perlipatan,

persesaran, intrusi magmatik dan sebagainya.

i. Struktur Cekungan Batubara

Terbentuknya batubara pada cekungan batubara pada umumnya mengalami

deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara bentuk-

bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bentuk

lapisan batubara tidak menerus.

j. Metamorfosa Organik

Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau

penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak

berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini

menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu.

Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti

CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat,

Page 10: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 10

belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkan oleh faktor

tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang

sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan

percepatan proses metamorfosa organik. Proses metamorfosa organik akan dapat

mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik dan

optiknya.

1.1.5. Terbentuknya Lapisan Batubara Tebal

Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang mempunyai nilai

ekonomis tinggi. Salah satu syarat yang dapat membentuk lapisan batubara tebal

adalah apabila terdapat suatu cekungan yang oleh karena adanya beban

pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara di atasnya mengakibatkan dasar

cekungan tersebut turun secara perlahan-lahan.

Cekungan ini umumnya terdapat di daerah rawa-rawa (hutan bakau) di tepi

pantai. Dasar cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan

batubara memungkinkan permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil.

Apabila akibat proses geologi dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut akan

masuk ke dalam cekungan sehingga mengubah kondisi rawa menjadi kondisi laut.

Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan sedimen

laut antara lain batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi kembali

pengendapan batulempung yang memungkinkan untuk kembali terbentuk kondisi

rawa. Proses selanjutnya akan terkumpul dan terendapkan bahan-bahan pembentuk

batubara (sisa tumbuhan) di atas lapisan batulempung (claystone). Demikian

seterusnya sehingga terbentuk lapisan batubara dengan diselingi oleh lapisan antara

yang berupa batulempung yang disebut sebagai clay band atau clay parting.

Gambar 1.3. memperlihatkan kronologis pembentukan batubara, batugamping

dan batulempung. Gambar 1.4 mengilustrasikan kedudukan clay band terhadap

lapisan batubara.

Page 11: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 11

Gambar 1.3. Kronologis Pembentukan Batubara, Batugamping dan Ba tulempung a. Dasar rawa turun perlahan-lahan b. Rawa beru bah menjadi laut

Gambar 1.4. Kedudukan Clay band terhadap Lapisan Batubara

1.1.6. Reaksi Pembentukan Batubara

Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari

cellulose. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh faktor

fisika, kimia alam akan mengubah cellulose menjadi lignit, subbituminus, bituminus,

dan antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai berikut:

5 (C6H10O5) C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO

Cellulose Lignit

5 (C6H10O5) C22H20O3 + 5 CH4 + 10 H2O + 8 CO2 + CO

Cellulose Bitumineous

Page 12: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 12

Keterangan:

Cellulose (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam

lignit lebih sedikit dibandingkan bitumine. Semakin banyak unsur C lignit semakin

baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bitumineous.

Semakin banyak unsur H dalam lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa CH4

(gas methan) dalam lignit lebih sedikit dibandingkan dalam bitumineous. Semakin

banyak CH4 dalam lignit semakin baik kualitasnya.

Gas-gas yang terbentuk selama proses coalification akan masuk kedalam

celah-celah vein batulempung dan ini sangat berbahaya. Gas metan yang sudah

terakumulasi di dalam celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi kenaikan temperature,

karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak dan terjadi kebakaran.

Oleh sebab itu mengetahui bentuk deposit batubara dapat menentukan cara

penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan keselamatan kerja.

1.1.7. Komponen Pembentuk Batubara

Pengetahuan tentang petrologi batubara dirintis oleh William Hutton, (1883).

Analisis petrologi yang dilakukan dengan menggunakan sayatan tipis pada awalnya

untuk mengidentifikasikan jenis tumbuhan pembentuk batubara.

Studi tentang petrologi batubara diperkaya dengan penemuan Stopes (1919)

dan Thiessen (1920). Stopes mempergunakan mikroskop untuk mendukung hasil

pemerian. Stopes dan Thiessen sama-sama menggunakan teknik sayatan tipis,

tetapi Stopes pada akhirnya menggunakan sinar pantul.

Pada tahun 1930-an diperkenalkan suatu teknik baru yang menjadi bagian dari

petrologi batubara, yaitu pengukuran refleksi maceral dan kegunaannya adalah

sebagai parameter derajat batubara. Pada tahun 1935, Stopes memperkenalkan

konsep maceral yang dapat diartikan sebagai komponen terkecil dari batubara

(=mineral pada batuan). Konsep maceral ini yang tetap dipakai sampai saat ini. Pada

waktu itu para ahli mencoba mencari hubungan antara komposisi petrologi dengan

sifat-sifat keteknikan dari batubara. Seperti diketahui bahwa batubara yang kaya

akan kelompok maceral vitrinit dan eksinit mempunyai perbedaan nyata di dalam

Page 13: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 13

sifat pencairan, penggasan dan pembakaran, jika dibandingkan dengan batubara

yang kaya akan inertinit.

Studi tentang batubara mengalami pengembangan pesat sejak tahun 1960-an

antara lain diteliti lebih lanjut tentang:

1. Petrologi gambut, untuk mengetahui jenis tumbuhan pembentuk.

2. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi proses pembatubaraan

3. Hubungan antara petrologi batubara dengan sedimentasi

4. Tingkat oksidasi

5. Teknologi batubara seperti pengkokasan, pencairan penggasan dan

pembakaran.

Dengan berkembangnya petrologi batubara, suatu teknik baru diperkenalkan

yaitu penggunaan sinar ultraviolet dan mikroskop automatic. Sinar ultraviolet

umumnya dipergunakan pada kelompok liptinit yang kaya hidrogen.

A. Komposisi Petrologi Batubara

Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik dan

anorganik pembentuk batubara. Untuk mempelajari petrologi batubara umumnya

ditinjau dalam dua aspek yaitu jenis dan derajat batubara. Jenis batubara

berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara, dan perkembangannya

dipengaruhi oleh proses kimia dan biokimia selama proses penggambutan,

sedangkan derajat batubara menunjukkan posisi pada seri klasifikasi batubara mulai

dari gambut sampai antrasit. Dengan demikian jelas bahwa batubara itu bukan suatu

benda homogen, melainkan terdiri dari bermacam-macam komponen dasar. Didalam

batubara komponen ini dinamakan maceral, sedang maceral dibagi 3 kelompok

utama yaitu vitrinit, eksinit, dan inertinit. Maceral pembentuk batubara umumnya

berasosiasi satu sama lain dengan perbandingan berbeda-beda. Asosiasi ini dikenal

sebagai litotipe dan mikrolitotipe. Litotipe merupakan pita-pita tipis pada batubara

yang terlihat secara megaskopis.

Ketiga kelompok maceral ini dapat dibedakan dari morfologi (kenampakan di

bawah mikroskop), asal kejadian, sifat-sifat fisik dan kimia yang dipunyai seperti

yang terlihat pada Tabel 1.1. Stopes (1919) memperkenalkan 4 macam litotipe

Page 14: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 14

seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, di mana klasifikasi ini umumnya dipergunakan

untuk batubara jenis bituminous.

Tabel 1.1.

Ringkasan Maceral batubara (Modifikasi dari Smith,1 981)

Kelompok Maceral Maceral Asal Kejadian Keterangan

Vitrinit

Telovitrinit Kayu dan serat Kayu Kaya Oksigen, umum pada batubara, VM = 35%. Lingkungan reduksi penurunan cepat, permukaan air dalam, reaktif. SG = 1,3 – 1,8.

Eksinit Sporinit Spora, sarang spora butiran-butiran serbuk sari.

Kaya oksigen VM = 67%, umum pada oil shale dan batuan pembawa minyak.

Kuitinit Kulit ari, daun, tungkai, akar.

S.G = 1.0 – 1.3

Liptodertrinit Resinit

Pecahan-pecahan eksinit. Resin, lemak, parifin.

Suberinit Cork, kulit kayu Alganit Sisa-sisa ganggang Eksudatinit Minyak, bitumen

yang keluar selama proses pembatubaraan.

Fluorinit Lipids, minyak Inertinit Semifusinit

Fusinit Sklerotinit Inertodetrinit Mikrinit Makronit

Hasil ubahan (biokimia) dari kayu dan serat-serat kayu selama penggambutan

Kaya karbon VM = 23% Penurunan lambat, permukaan air rendah atau bergelombang, tidak reaktif. S. G = 1,5 – 2,0

Untuk batubara Indonesia yang umumnya berderajat subbituminous masih

dapat menggunakan klasifikasi ini. Klarain dan Vitrain adalah litotipe yang umum

pada batubara Indonesia (Daulay, 1985).

Page 15: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 15

Tabel 1.2. Ringkasan Litotipe Batubara (Modifikasi Stopes 1919 )

Litotipe Keterangan Kenampakan pada

Mikroskop

Vitrain Berbentuk lapisan atau

lensa, ketebalan ber-

kisar 3-5 mm, pecah

dengan sistim kubik.

Vitrit dan sedikit klarit

(kaya akan vitrinit)

Klarain Lapisan-lapisan tipis

yang cemerlang dan

buram (<3 mm).

Klarit dan sedikit vitrit

(kaya akan vitrinit dan

eksinit). Batuan pem-

bawa minyak

Fusain Hitam atau abu-abu

hitam, kilap sutera,

berserabut, gampang

diremas.

Fusit (kaya akan

fusinit).

Durain Abu-abu hitam kecoklat-

an permukaan kasar,

kilap berminyak

(greasy).

Durit (kaya akan

eksinit dan interknit).

Secara megaskopis dapat memberi gambaran komposisi maceral batubara

tersebut. Mikrolitotipe (menurut the International Comitte for Coal Petrology, 1963)

adalah suatu asosiasi maceral (terlihat di bawah mikroskop) dengan ketebalan

minimum 50 mm. Ketiga kelompok utama mikrolitotipe ditandai sebagai 1-maceral,

2-maceral, 3-maceral tergantung apakah asosiasi maceral itu terdiri dari 1,2, atau 3

kelompok maceral (Tabel 1.3).

Analisa mikrolitotipe dapat memberikan gambaran mengenai tekstur batubara.

Jika ada dua batubara yang mempunyai kandungan vitrinit hampir sama, tetapi yang

satu (I) kandungan vitrinitnya lebih tinggi dari yang lain (II), maka dapat disimpulkan

bahwa vitrinit yang terbentuk pada batubara I merupakan pita-pita tebal. Data ini

sangat diperlukan dalam perencanaan preparasi batubara tersebut. Ukuran intertinit

yang diperoleh sangat bermanfaat di dalam proses pengkokasan. Selain ketiga

Page 16: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 16

kelompok maceral tersebut di atas, batubara juga mengandung zat anorganik yang

disebut mineral matter.

Tabel 1.3. Ringkasan Mikrolitotipe Batubara (ICCP, 1963)

Mikrolitotipe Komposisi Kelompok Maceral 1-Maceral Vitrit

Liptit Inertit

Vitrinit > 95 % Liptinit >95 % Inertinit > 95 %

2-Maceral Klarit Vitrinertit Durit

Vitrinit + liptinit > 95 % Vitrinit + Inertinit > 95 % Liptinit + Inertinit > 95 %

3-Maceral Duroklarit Klarodurit Vitrinertoliptinit Hitam, kilap sutra, berserabut, mudah diremas

Vitrinit > liptinit dan inertinit Inertinit > Vitrinit dan liptinit Liptinit > vitrinit dan inertinit (kaya akan fusinit)

Mineral Matter (berhubungan langsung dengan abu batubara) umumnya

terbentuk sebagai material-material halus menyebar pada batubara atau terkumpul

membentuk lapisan-lapisan tipis (clay band).

B. Derajat Batubara

Derajat batubara adalah posisi pada seri klasifikasi mulai dari gambut sampai

antrasit. Perkembangan sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan waktu

(Lopatin, 1971; Bostick, 1973). Banyak parameter yang telah dipergunakan untuk

penentuan derajat batubara (Crok,1983), salah satu di antaranya adalah refleksi

vitrinit. Cara ini belum begitu dikenal di Indonesia, dan telah berkembang pesat di

amerika, Jerman, Australia terutama pada perusahaan-perusahaan yang bergerak

dalam eksplorasi minyak dan gas. Semua jenis maceral dapat diukur refleksinya,

tetapi kelompok vitrinit adalah yang umum dipilih. Kelompok ini cenderung terbentuk

sebagai pecahan-pecahan kasar dan homogen, merupakan maceral utama pada

kebanyakan batubara dan menunjukan korelasi yang bagus dengan parameter lain

yang dipakai sebagai indikasi derajat batubara. Dengan cara refleksi vitrinit ini,

pengukuran dapat dilakukan dengan singkat dan pasti.

Page 17: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 17

Gambar 1.5 Eksinit (e) Berasosiasi dengan Vitrinit (v) dan Mineral Matter (m). Batubara

Bayah, Rv = 0,64 %, Luas Pengamatan = 0,44 mm, Sina r Pantul (Daulay, 1967)

Gambar 1.6. Sama Dengan Gambar 1.5, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay, 1967)

Gambar 1.7. Eksinit (E) Mengisi Sel-Sel Vitrinit (V) Dan Membentuk Lapisan-Lapisan.

Batubara Neogene, Samarinda, Kalimantan Timur, Rv M ax = 0, 46 %, Luas Pengamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul (Daulay, 1 967).

Page 18: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 18

Gambar 1.8. Sama Dengan Gambar 1.7, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay, 1967)

Gambar 1.9. Sel-Sel Inertinit (I) Diisi Oleh Eksinit (E) Dalam Masa Dasar Vitrinit (V), Dari Batubara Bukit Asam, Rv Max = 0,38%, Luasnya Pangam atan = 0, 28 Mm,

Sinar Pantul (Daulay, 1967).

Gambar 1.10. Sama Dengan Gambaar 1.9, Tetapi Pada Sinar Floerese n (Daulay, 1967).

Page 19: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 19

1.2. STRUKTUR LAPISAN BATUBARA

1.2.1. Associated Strata

Mengacu pada proses terbentuknya batubara lapisan batuan yang sering

berasosiasi dengan lapisan batubara adalah lempung, lanau dan pasir yang masih

bersifat lepas (unconsolidated) serta serpih. Kadang-kadang juga ditemukan

konglomerat atau batugamping. Lapisan batuan yang bersifat lepas umumnya

berasosiasi dengan lignite dan kadang-kadang sub-bituminous karena dengan rank

yang lebih tinggi dimana sedimen bersifat batuan.

Batupasir dapat terbentuk dari material hasil pelapukan yang terbawa angin

yang selanjutnya tertutup oleh endapan lainnya dan mengalami kompaksi atau dari

pengendapan pasir terbawa oleh aliran air dangkal dari daerah yang tidak terlalu

jauh. Lempung merupakan hasil pengendapan material halus pada aliran air dangkal

yang umumnya berasal dari daerah dataran rendah dengan aliran air alamiah yang

pelan. Sedangkan lapisan batu gamping menunjukan pengendapan air dalam atau

kondisi laut (marine) yang memungkinkan terbentuknya batu gamping tersebut.

1.2.2. Variasi Ketebalan dan Penyebaran

Lapisan batubara disuatu tempat selalu bervariasi ketebalannya yang kadang-

kadang hanya pada jarak yang dekat / pendek. Faktor utama yang menyebabkan

variasi tersebut adalah kondisi cekungan tempat terbentuknya batubara tersebut.

Pada cekungan yang luas variasi ketebalan lebih sedikit bila dibandingkan dengan

cekungan yang lebih kecil, misalnya di daerah delta sungai. Demikian pula bentuk

dasar awal sebelum lapisan batubara terbentuk.

Faktor lain adalah faktor kerapatan tumpukan tumbuhan yang akan membentuk

gambut dan perbedaan tekanan dari lapisan sedimen diatas lapisan batubara atau

akibat aktivitas tektonik.

Page 20: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 20

1.2.3. Variasi Kualitas

Sering terjadi kulitas secara vertikal pada suatu lapisan batubara. Bisa saja

pada bagian bawah lapisan batubara kandungan abu semakin tinggi dan pada

bagian atas banyak mengandung material lain yang terjadi bersamaan dengan

proses akumulasi gambut.

Variasi secara horizontal pada suatu lapisan batubara bahkan pada suatu

tambang yang sama lebih sering ditemukan dan hal ini umumnya disebabakan oleh

faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembatubaraan (coalification) seperti

tekanan lapisan sediment dan pengaruh aktivitas magma.

1.2.4. Bentuk Lapisan Batubara

a. Bentuk Horse Back

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya

melengkung ke arah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan ke arah lateral batubara

kemungkinan sama ataupun menjadi lebih kecil atau menipis. Gambar 1.11

memperlihatkan deposit batubara bentuk Horse Back.

Gambar 1.11 Deposit Batubara Bentuk Horse Back

Page 21: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 21

b. Bentuk Pinch

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada

umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plestis misalnya

batulempung sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh

batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Gambar 1.12

memperlihatkan deposit batubara berbentuk Pinch.

Gambar 1.12. Deposit Batubara Bentuk Pich

c. Bentuk Clay Vein

Bentuk ini terjadi apabila di antara 2 bagian deposit batubara terdapat urat

lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami

patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi

oleh material lempung ataupun pasir. Gambar 1.13. memperlihatkan deposit

batubara bentuk Clay Vein.

Gambar 1.13. Deposit Batubara Bentuk Clay Vein

Page 22: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 22

d. Bentuk Burried Hill

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk terdapat

suatu kulminasi sehingga batubara seperti “terintrusi”. Gambar 1.14 memperlihatkan

deposit batubara bentuk Burried Hill.

Gambar 1.14. Deposit Batubara Bentuk Burried Hill

e. Bentuk Sesar ( Fault )

Suatu sesar adalah patahan sehingga lapisan pada satu sisi bergerak relatif

terhadap lapisan disisi yang lain. Gerakan tersebut menyebabkan satu sisi bergerak

keatas atau kebawah sementara sisi yang lain tetap atau satu sisi bergerak keatas

sementara sisi yang lain bergerak ke bawah atau kedua sisi bergerak kearah yang

sama tetap dengan jarak perpindahan yang berbeda.

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami

beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mengacaukan di dalam perhitungan

cadangan, akibat adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran kearah vertikal.

Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala patahan

harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Untuk daerah seperti ini

disamping kegiatan pemboran maka penyelidikan geofisika sangat membantu di

dalam melakukan interpresi dan korelasi antar lubang pemboran. Gambar 1.15,

memperlihatkan deposit batubara bentuk Fault.

Page 23: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 23

Gambar 1.15. Deposit Batubara Bentuk Fault

f. Bentuk Perlipatan ( Fold )

Gerakan kerak bumi antara lain menyebabakan terjainya perlipatan (folding).

Proses ini menyebabkan lapisan batubara yang pada awalnya terbentuknya secara

horizontal mengalami perlipatan sehingga lapisan batubara tersebut menjadi miring,

bahkan kadang-kadang hampir tegak lurus, Hal ini dapat terjadi jika proses

perlipatan terjadi pada tahap awal pembentukan batubara dimana lapisan batubara

masih bersifat plastis sehingga dapat mengikuti perlipatan yang terjadi.

Daerah punggungan disebut antiklin sedangkan daerah lembah disebut sinklin

untuk menggambarkan kemiringan lapisan batubara yang terlipat tersebut dikenal

istilah strike atau jurus dan kemiringan atu dip. Jurus adalah garis dimana lapisan

batubara memotong bidang horizontal dan kemiringan diukur tegak lurus.

Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami

perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin

komplek perlipatan tersebut terjadi. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah

yang banyak gejala perlipatan, apalagi bila di daerah tersebut juga terjadi patahan

harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Untuk daerah seperti ini di

samping kegiatan pemboran maka penyelidikan geofisika sangat membantu di dalam

melakukan interpretasi dan korelasi antar lubang pemboran. Gambar 1.16,

memperlihatkan deposit batubara bentuk fold.

Page 24: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 24

Gambar 1.16. Deposit Batubara Bentuk Fold

g. Sisipan ( Partings )

Lapisan batubara kadang-kadang disisipi oleh lapisan-lapisan batuan

anorganik, umunya serpih, lempung, batupasir. Secara umum sisipan lapisan

tersebut disebut parting, namun jika lapisan tersebut cukup tebal lapisan batubara

tersebut disebut mengalami splitting. Parting yang tipis tersebut misalnya clayband

atau tonstein.

Pada umumnya parting terbentuk bersama-sama dengan pembentukan lapisan

gambut misalnya jika pada suatu saat terjadi banjir sehingga terjadi sedimentasi

material anorganik secara merata diseluruh cekungan sehingga ada bagian dimana

proses regenerasi tumbuhan terhenti sementara di tempat lain masih berlangsung

secara kontinyu.

h. Rekahan ( Joint )

Rekahan atau joints sering dijumpai pada lapisan batubara. Rekahan tersebut

berasosiasi dengan perubahan volume dari lapisan batubara, baik melalui kontraksi

pada saat pengeringan. Kompaksi akibat lapisan sedimen di atasnya maupun

ekspansi akibat hilangnya lapisan penutup. Rekahan dapat juga terjadi pada lapisan

batubara di dekat punggungan perlipatan (sumbu antiklin) atau karena regangan

lokal.

Page 25: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 25

Umumnya terdapat dua set rekahan pada lapisan batubara yang saling tegak

lurus satu dengan lainnya, yaitu face cleats dan bult cleats. Face cleats lebih panjang

dan teratur dibandingkan dengan bult cleats.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui jumlah

cadangan deposit batubara di suatu daerah, penyelidikan geologi detail perlu

dilakukan.

Page 26: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 26

BAB II KLASIFIKASI BATUBARA

Beragamnya kualitas batubara diseluruh dunia menyebabkan diperlukannya

pengklasifikasian batubara menurut sistem atau rank (peringkat) nya. Meskipun ada

banyak kasus dimana batas klasifikasi sangat sulit, batubara umumnya dapat

diidentifikasi dengan menggunakan beberapa skala yang sistematik. Bagaimanapun

dalam melakukan analisa batubara suatu upaya harus dilakukan agar dapat

menempatkan batubara dalam suatu kelas tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai

dasar untuk pembandingan mutu batubara dibeberapa negara atau internasional.

Meskipun banyak negara penghasil batubara utama telah memiliki klasifikasi

sendiri, namun umumnya ahli tambang ataupun ahli geologi lebih terfokus kepada

dua klasifikasi internasional yang paling sering digunakan. Klasifikasi yang pertama

adalah sistem Amerika (ASTM, American Society for Testing and Materials) dan

yang kedua adalah sistem klasifikasi internasional yang dibuat oleh organisasi

standarisasi internasional, (ISO, International Standardization Organization), sebuah

agensi dari United Nations Economics Commission for Europe. Karena sangat

pentingnya kedua klasifikasi diatas, maka bahasan tentang pengklasifikasian

batubara dalam buku ini mengacu kepada kedua sistem diatas. Standar lain yang

juga umum digunakan diantaranya adalah British Standard yang dapat dilihat pada

tabel 2.8. Sistem Australia sama dengan ISO hanya saja dilengkapi dengan

menyertakan level abu batubara (ash levels). Sistem Jepang secara umum merujuk

pada ASTM, tetapi mereka juga memiliki Japanese Industrial Standard (JIS).

2.1. KLASIFIKASI BATUBARA BERDASARKAN RANK

MENURUT ASTM

Klasifikasi batubara ini mengacu kepada ASTM D-388-66, yang telah diadopsi

oleh American Standards Association (ASA) No. M 20. 1-1973 (Tabel 2.1

menunjukan klasifikasi batubara menurut ASTM). Sistem klasifikasi ini

Page 27: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 27

mempergunakan volatile matter (dmmf), fixed carbon (dmmf) dan calorific value

(mmmf) sebagai patokan. Untuk anthrasit, fixed carbon (dmmf) merupakan patokan

utama, sedangkan volatile matter (dmmf) sebagai patokan ke dua. Bituminous

mempergunakan volatile matter (dmmf) sebagai patokan utama dan calorific value

(mmmf) sebagai patokan kedua. Lignit mempergunakan calorific value (mmmf)

sebagai patokan seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Sifat-sifat Aglomerasi dan

pelapukan digunakan untuk membedakan antar kelompok yang bersebelahan.

Klasifikasi ini tidak meliputi beberapa batubara tertentu yang memiliki variasi

tidak beraturan yaitu batubara yang mempunyai sifat fisik dan kimia tidak biasa, nilai

zat terbang dan nilai kalori berada diantara batas rank batubara High volatile

bituminous dan subbituminous. Semua batubara yang termasuk dalam kelompok ini

memiliki nilai karbon (dry basis) kurang dari 48 %, atau mempunyai nilai moisture

(mineral-matter-free basis) lebih dari 15,500 British thermal units per pound (Btu/Lb).

Basis pelaporan kandungan air lembab (moisture) berdasar pada nilai air

bawaan (inherent moisture) yang terkandung secara alamiah, dan tidak termasuk air

permukaan (surface moisture). Kadang-kadang basis pelaporan moisture sudah

mengandung arti dinyatakan dalam air dry basis (adb), bagian yang sering

digunakan dalam pelaporan standar hasil uji laboratorium.

Untuk menghitung nilai karbon padat (fixed carbon (%), dmmf), zat terbang

(volatile matter (%), dmmf), dan kandungan air (moisture (Btu/lb), dmmf) yang

digunakan untuk mengetahui posisi peringkat (rank) batubara dalam standar ASTM

mengikuti persamaan-persamaan dibawah ini:

100 x S) 0.55 A (1.08 - 100

S 50 -Btu mmf) (Btu,Moist

(dmmf) FC - 100 (dmmf) VMm

100x S) 0.55 A 1.08 (M - 100

S 0.15 - FC (dmmf) FC

+=

=++

=

Page 28: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 28

Dimana:

Dmmf : Dry, Mineral Matter Free

Btu : British thermal units (specific energy)

FC : % Fixed Carbon

VM : % Volatile Matter

M : % Moisture

A : % Ash

S : % Sulfur

Catatan:

Moist “Btu” merujuk pada nilai kandungan batubara dalam kondisi alamiahnya, atau

kandungan bawaan, dengan kata lain disebut moisture tetapi bukan surface

moisture.

Simbol-simbol yang sering digunakan dalam menentukan rank batubara dalam

klasifikasi ASTM adalah:

Lvb = Low-volatile bituminous

Mvb = Medium-volatile bituminous

Hvab = High-volatile A bituminous

Hvbb = High-volatile B bituminous

Hvbc = High-volatile C bituminous

Sub a = Subbituminous A

Sub b = Subbituminous B

Sub c = Subbituminous C

Page 29: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 29

Tabel 2.1. Klasifikasi Batubara Menurut ASTM Berdasarkan Rank

Class Group Analytical Limits (Mineral-Matter-Free Basis)

Requisite Physical Properties

I. Anthracite 1. Meta-Anthracite 2. Anthracite 3. Semianthracite

Dry FC 98% or more ; Dry VM 2% or less; Dry FC 92% or more

And less than 98% Dry VM 8% or less And more than 2%

Dry FC 86% or more And less than 92% Dry VM 14% or less And more than 8%

Non-agglomerating

II. Bituminous 1. Low-Volatile 2. Medium-Volatile 3. High-Volatile A 4. High-Volatile B 5. High-Volatile C

Dry FC 78% or more And less than 86%; Dry VM 22% or less And more than 14% Dry FC 69% or more And less than 78%; Dry VM 31% or less And more than 22% Dry FC Less than 69% Dry VM more than 31% And moist Btu 14,000 Or more Moist Btu 13,000 or more And less than 14,000 Moist Btu 10,500 or more And less than 13,000

Agglomerating Commeonly Either agglomerating Or non-agglomerating

III. Subbituminous 1. Subbituminous A 2. Subbituminous B 3. Subbituminous C

Moist Btu 10,500 or more And less than 11,500 Moist Btu 9,500 or more And less than 10,500 Moist Btu 8,300 or more And less than 9,500

Non-agglomerating

IV. Lignitic 1. Lignite A 2. Lignite B

Moist Btu less than 8,300 Moist Btu less than 6,300

Non-agglomerating

Sumber : ASTM D-388-66 (reprinted by permission). Legend : FC = Fixed Carbon

Vm = Volatile Matter Btu = British Termal Units

Catatan: 429.923 Btu = 1 MI/kg (megajoules), specific energy,SI.

Page 30: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 30

GROUPS (determineted by caking properties) CODE NUMBER SUBGROUP

(determinated by coking properties)

ALTERNATIVE GROUP PARAMETERS

ALTERNATIVE SUBGROUP

PARAMETERS GROUP NUMBER Free-swelling

index (crucible- sweeling number)

Roga Index

The firs figure of the code number indicates the class of the coal, determinated by volatile matter content up to 33% V.M. and by calorific parameter above 33% V.M. The second figure indicates the group of coal, determineted by caking properties.

The third figure indicates the subgroup, determined by caking properties.

SUBGROUP NUMBER

Dilatometer Gray-King

435 535 635 5 >140

334 434 534 634 4 >50-140

333 433 533 633 733 3 >0-50

3 >4 >45

332 a

332 b

432 532 632 732 832 2 <0

323 423 523 623 723 823 3 >050

322 422 522 622 722 822 2 <0 2 2 1/2 - 4 >20 - 45

321 421 521 621 721 821 1 Contaction

Only

212 312 412 512 612 712 812 2 <0

1 1 - 2. >5-20

211 311 411 511 611 711 811 1 Contaction Only

100 0 0-1/2 0-5

A B 200 300 400 500 600 700 800 900 0 Nonsoftening

CLASS NUMBER 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9

>310 CLASS PARAMETERS

Volatile matter (dry, ash-free) 0-3

>3-6.5 >6.5-10 >1014 >14-20 >20-28 >28-33 >33 >33 >33 >33

As indication the following classes have and approximate volatile-matter content of: Class 6 33-41% volatile matter

7 33-44% volatile matter 8 35-50% volatile matter 9 42-50% volatile matter

Calorific parameter a]

-

- - - - - >12.960-13.950

>12.960-13.950 >980-12.960 >10.260-

10.980

CLASSES

(Determinated by volatile matter up to 33% V.M. and by calorific parameter above 33% V.M).

Note : (i) Where the ash content of coal is too high to allow classification according to the precent system, it must be reduced by laboratory float-and-sink menthod (or any order appropriate means). The specific gravity selected for flotation should allow a maximum yield of coal with 5 to 10 percent ash)

(ii) 332a > 14-16% V.M 322b > 16-20% V.M

Gambar 2.1. Klasifikasi ISO Untuk Batubara Tipe Hard Coal

Page 31: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 31

2.2. KLASIFIKASI BATUBARA BERDASARKAN STANDAR

INTERNASIONAL ISO

Pada tahun 1949 telah didirikan sebuah komisi dengan nama Comittee of

United Nations Economic Comission for Europe untuk mengembangkan suatu

sistem klasifikasi batubara secara internasional dan setelah mempertimbangkan

beberapa studi yang pernah dikembangkan maka standar tersebut disetujui oleh

badan standarisasi internasional, ISO (International Organization for

Standardization). Untuk mengetahui detail dari klasifikasi internsional ini terlalu luas

untuk dimasukan dalam diktat ini, tetapi perhatian kita akan difokuskan kepada

intisarinya saja. Gambar 2.1 mengilustrasikan bagan klasifikasi untuk batubara jenis

hard coal.

Klasifikasi internasional ISO membagi batubara dalam dua kategori utama.

Kategori pertama disebut batubara “hard” yang didefinisikan sebagai batubara yang

memiliki gross calorific value lebih dari 10.260 Btu (moist, ash-free basis). Semua

batubara diatas Subbituminous B dalam klasifikasi ASTM Yang termasuk dalam

kelompok ini. Kategori kedua dalam standar ISO adalah semua batubara yang

termasuk dalam group Subbituminous B dan C, dan Lignite A dan B. Pembagian

tipe dalam klasifikasi internasional ISO sama dengan rank dalam sistem klasifikasi

Amerika ASTM. Pembagian ini berdasarkan pada derajat metamorfisme, atau laju

alterasi dari lignite ke anthracite. Class dalam klasifikasi ISO mendekati group dalam

klasifikasi ASTM.

Pengelompokan batubara dalam klasifikasi pertama berdasarkan kandungan

volatile matter-nya (dry, ash-free basis), dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2. Pengelompokkan Batubara Berdasarkan

Kandungan Volatile Matter Class No. Percent Volatile Matter

(Dry, ash-free basis)

1 A 1 B 2 3 4 5

6-9

3 – 6.5 6.5 -10 10 -14 14 – 20 20 – 28 28 – 33

>33

Page 32: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 32

Untuk batubara yang mengandung volatile matter lebih dari 33 persen , dapat dilihat

pada tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3

Batubara yang Mengandung Volatile Matter Lebih dari 33%

Class No. Gross Btu Vlue (Moist, Ash-Free

Basis)

Approximate Volatile Matter Limits

(Dry, Ash-Free Basis) 6 7 8 9

> 13.950

12.960 – 13.950 10.980 – 12.960 10.260 – 10.980

33 – 41 33 – 44 35 – 50 42 – 50

Untuk batubara lignite dan brown coal, atau batubara yang memiliki gross heating

value kurang dari 10.260 Btu, batubara diklasifikasikan berdasarkan pada

kandungan total moisture-nya (ash-free basis), seperti terlihat pada tabel 2.4

sebagai berikut:

Tabel 2.4 Klasifikasi Berdasarkan Pada Kandungan Total Moistu re-Nya

Class No. Percent Total Moisture

(Ash-Free Basis) 10 11 12 13 14 15

<20 20 – 30 30 – 40 40 – 50 50 – 60 60 - 70

Class kemudian dibagi lagi ke dalam group yang mendasarkan pada hasil uji

standar batubara. Sembilan Class dari hard coal dibagi kedalam group-group

berdasarkan pada sifat “caking” dari batubara seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Group Batubara Berdasarkan Pada Sifat “Caking”

Group No. Free-Swelling Index Roga Index 0 1 2 3

0 – ½ 1 – 2

2 ½ - 4 > 4

0 – 5 5 – 20 20 – 45

> 45

Page 33: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 33

Group dari batubara selanjutnya dibagi lagi kedalam sub-sub berdasarkan

pada sifat-sifat “coking” nya, seperti diukur menggunakan dilatasi (menggunakan

Metode Audibert-Arnu ), atau dengan menggunakan tipe kokas Gray-King , lihat

tabel 2.6.

Tabel 2.6 Group Batubara Berdasarkan Pada Tipe Kokas Gray-Kin g

Subgroup

No. Maximum Dilatation

Gray-King Coke Type

0 1 2 3 4 5

Non-softening Contaction only

0 and less 0 – 30

50 – 140 > 140

A A – B E – G

G1 – G4 G5 – G8

Above G8

Tiga digit kode nomor digunakan untuk menyatakan klasifikasi dari batubara.

Digit pertama menunjukkan “Class” , yang kedua menunjukkan “group”, dan digit

yang ketiga menunjukkan “subgroup”. Sebagai contoh, Code No. 634 menunjukan

bahwa batubara tersebut masuk dalam Class 6, Group 3, dan Subgroup 4.

Class untuk batubara subbituminous dan lignite memiliki gross heating value –

kurang lebih 10.260 Btu (atau Class 10 sampai 15) yang dibagi kedalam group

berdasarkan tar yield seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Batubara Class 10 sampai 15 menggunakan empat digit kode nomor, dua digit

pertama menunjukkan Class dan dua digit terakhir menunjukkan group. Sebagai

contoh, Code No. 1210 berarti batubara tersebut adalah Class 12 dan dimasukkan

dalam Group 10.

2.3. PERBANDINGAN KLASIFIKASI ASTM DAN ISO

Perbandingan antara klasifikasi menurut ASTM dan ISO dapat dilihat pada

Gambar 3. Sisem internasional sama dengan sistem ASTM yang menyatakan

bahwa batubara dipisahkan kedalam Class berdasarkan nilai volatile matter dan

kalori.ASTM menggunakan nama untuk menggantikan nomor pada ISO, kemudian

Page 34: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 34

sistem ASTM menggunakan basis pelaporan mineral-matter-free-basis (dmmf)

sedangkan ISO menggunakan basis pelaporan ash-free basis (daf).

Dalam hal batubara Subbitumionous C dan lignite, sistem internasional ISO

menggunakan parameter total moisture, sedangkan pada sistem ASTM

menggunakan nilai kalori (Calorific Value). Korelasi yang baik antara total moisture

dan calorific value adalah pada batubara peringkat rendah.

Ada korelasi tertutup antara dua sistem, kecuali dimana sistem internasional

membagi kedalam kategori yang lebih dangkal daripada ASTM. Pengelompokkan ini

benar untuk batubara peringkat rendah, dimana sistem ISO membagi lignite dalam

enam Class.

Page 35: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 35

BAB III KARAKTERISTIK DAN PARAMETER KUALITAS

BATUBARA

3.1. KARAKTERISTIK BATUBARA

Sifat-sifat fisik ataupun komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah

masih berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan

ini disebabkan oleh kondisi pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang

terjadi selama masa waktu geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan yang

telah di alaminya. Karakteristik batubara ini menentukan bagaimana batubara

tersebut dapat dimanfaatkan. Dalam beberapa hal, pencucian dan pengolahan

dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara tersebut menjadi dapat

dimanfaatkan. Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki dengan melakukan

pencucian ialah:

a. Menghasilkan produk yang lebih uniform

b. Distribusi ukuran yang optimum

c. Kandungan moisture optimum

d. Mengurangi kandungan material

Adapun karakteristik dari batubara tersebut secara umum dapat dikelompokan

menjadi dua bagian yaitu yang termasuk dalam sifat fisik dan kimia batubara.

Adapun yang termasuk dalam kelompok sifat fisik diantaranya: Moisture, Volatile

matter, Porositas, Berat jenis, Grindability dan Friability, Pelapukan, Komposisi

ukuran, Kekuatan, Abrasiveness, Swabakar, Warna dan kilap, Rekahan, Cleat dan

Belahan. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok sifat kimia adalah: karbon,

hidrogen, sulfur, oksigen, nitrogen, dan impurities batubara.

Sifat fisik batubara dikhususkan pada karakteristik batubara dalam kondisi

aslinya, atau diutamakan pada hasil akhir penggunaan batubara sebagai bahan

bakar. Sebagai contoh, kekerasan batubara dihitung untuk mengetahui biaya

perawatan dari peralatan penanganan batubara ( coal handling equipment), bobot isi

(SG) batubara dihitung untuk mengetahui teknik preparasi yang digunakan

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kapasitas tug boat dan ukuran tongkang,

Page 36: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 36

dan fasilitas penyimpanan batubara lainnya. Sifat fisik batubara sudah tentu

tergantung pada unsur-unsur kimia yang membentuk batubara tersebut serta semua

sifat fisik dan kimia saling berhubungan.

Sifat kimia lebih ditujukan kepada karakteristik batubara yang didasarkan pada

unsur-unsur kimianya. Karakteristik-karakteristik ini dihitung untuk kondisi yang

sangat luas dengan mempertimbangkan faktor-faktor : jenis tumbuhan yang

pembentuk batubara; tingkat perlakuan ketika tumbuh-tumbuhan tersebut

mengalami pembusukan, besarnya tekanan (pressure) pada saat pembusukan

tumbuh-tumbuhan berlangsung; pengotor dari luar, baik dibawa oleh air maupun

angin, yang dapat ikut terendapkan dan menyatu dalam deposit batubara dan

menjadi pengotor bawaan setelah terbentuk batubara; dan panas yang diperlukan

selama proses pembusukan tumbuhan menjadi batubara.

Unsur-unsur dasar dari batubara adalah karbon, hidrogen, sulfur, oksigen, dan

nitrogen yang tergabung menjadi satu kesatuan yang komplek sehingga membentuk

batubara saat ini. Tidak semua unsur-unsur tersebut ada dalam semua batubara,

porsi dari masing-masing unsur juga tidak selalu konstant pada lapisan batubara

yang sama. Jika saja batubara merupakan produk yang seragam (uniform), maka

dipastikan tidak akan ada masalah dalam penggunaannya. Kerangka dari

karakteristik unsur-unsur kimia adalah suatu struktur polynuclear rantai karbon.

Batubara bukan merupakan hydrokarbon karena adanya kandungan bahan-bahan

organik yaitu oksigen, sulfur dan nitrogen. Secara keseluruhan, karakteristik dari

batubara dijabarkan sebagai berikut :

3.1.1. Moisture

Moisture yang ada pada atau di dalam batubara akan ikut terangkut atau

tersimpan bersama batubara. Bila banyaknya ada dalam jumlah besar, ia akan

meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan pada penanganannya.

Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket dan akan

menyulitkan hopper atau chute atau pada waktu menggerusnya. Adanya moisture

akan menurunkan nilai panas dan juga hilang pada penguapan air.

Moisture yang ada pada batubara terdapat pada:

- permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture)

atau air permukaan (surface moisture).

Page 37: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 37

- Rongga-rongga kapiler, disebut inherent moisture.

- Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air

hidrasi.

- Bagian organik dari batubara, disebut air dekomposisi

Air permukaan mempunyai tekanan uap normal, sama seperti air biasa,

sedangkan inherent moisture yang berada di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih

rendah dari normal. Air hidrasi umumnya terdapat pada material lempung dan

merupakan bagian dari lattice (kisi-kisi) kristalnya. Air ini baru terbebaskan pada

temperatur 5000C. Air dekomposisi terbebaskan pada temperatur 200o- 250o C. Air

hidrasi dan air dekomposisi terbebaskan menggunakan temperatur jauh dibawah

200oC.

Air total (total moisture) adalah jumlah air permukaan (surface moisture) dan air

bawaan (inherent moisture) dari batubara pada waktu analisis. Nama lain dari air

total ialah as-received moisture. Air dried adalah air yang ada setelah pengeringan

dengan udara terbuka. Ada beberapa perbedaan pendapat tentang pengertian air di

dalam batubara, memberikan gambaran umum tentang jumlah air relatif pada

batubara.

3.1.2. Zat Terbang (Volatile Matter)

Apabila batubara dipanaskan didalam atmosfir yang insert sampai temperatur

950oC. Akan menghasilkan material yang disebut zat terbang. Zat terbang tersebut

terdiri dari campuran gas senyawa organik bertitik didih rendah yang akan mencair

menghasilkan material berbentuk dan tar. Proses menghasilkan zat terbang ini

disebut pirolisis yang berarti memisahkan dengan menggunakan panas.

Kebanyakan material yang ada di dalam zat terbang adalah hasil pelepasan ikatan

kimia di dalam batubara selam proses pemanasan, terdiri dari gas-gas mudah

terbakar seperti hydrogen, karbon monoksida, metan, uap tar dan gas yang tidak

terbakar seperti karbon dioksida dan uap air. Uap air disini adalah uap air yang tidak

termasuk air total tetapi termasuk air hidrasi dan air dekomposisi.

Komposisi dari zat terbang berbeda-beda menurut rank dari batubara dengan

bagian zat terbang yang tidak terbakar membesar dengan menurunnya rank (Tabel

3.1). Zat terbang ini sangat penting karena ia dipakai sebagai parameter dalam

Page 38: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 38

klasifikasi dan evaluasi batubara untuk pembakaran, karbonisasi (pembuatan

kokas), gasifikasi dan liquefaksi.

Dalam pemanfaatan batubara sebagai sumber panas (combustion), zat terbang

ini penting untuk mengendalikan asap dan pembakaran. Batubara dengan zat

terbang rendah, terbakar secara perlahan dengan flame (nyala) yang pendek dan

digunakan untuk pemanasan. Untuk itu batubara harus dari batubara yang

mengandung zat terbang medium sampai tinggi. Akan tetapi batubara ini juga

mengandung asap yang berlebihan yang perlu diatasi dengan pembakaran yang

baik (perlu jumlah udara yang tepat untuk pembakaran).

3.1.3. Porositas

Batubara mengandung dua sistem pori, yaitu pori dengan ukuran rata-rata 500

Å dan yang lain dengan pori berukuran 5 - 15 Å (1 Å = 10-10m). Pori yang kecil lebih

sedikit dibandingkan dengan yang besar, tetapi luas permukaannya besar (kira-kira

200 m2/gr). Pori-pori yang lebih besar mempunyai total luas permukaan pori 1m2/gr.

Pori-pori ini dapat menyerap methan (CH4) yang terbentuk pada tahap akhir dari

pembentukan batubara. Low volatile bituminous coal mempunyai kemampuan

menyerap methan lebih besar dari laju difusi rendah, pada batubara yang tidak

rusak. Hal ini berkaitan dengan sering terjadinya ledakan dan kebakaran pada

tambang - tambang low volatile bituminous coal, bila terbentuknya rekahan-rekahan

yang memungkinkan keluarnya gas methan.

Permukaan dalam dari pori ini merupakan akses terhadap reaktan yang akan

memberikan laju reaksi yang seperti pada proses gasifikasi, pembakaran dan lain-

lain.

3.1.4. Berat Jenis (Density)

Berat jenis material adalah perbandingan antara berat material di udara dengan

berat mineral tersebut yang setara dengan volume air yang dipindahkan akibat

material tersebut. Berat jenis batubara murni berkisar antara 1,25 sampai 1,70,

umumnya semakin bertambah nilainya seiring dengan naiknya peringkat (rank)

Page 39: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 39

batubara itu sendiri. Kegunaan terpenting dari berat jenis ini adalah dimana

pemisahannya didasarkan pada perbedaan berat jenis. Prinsif dasar dari operasi ini

adalah bahwa berat jenis batubara berbeda-beada dipengaruhi oleh adanya

asosiasi dengan pengotor (impuirities) dan adanya hubungan batubara kecepatan

jatuh batubara di air dengan density-nya.

Ada beberapa macam pengukuran berat jenis, tergantung pada tujuan

penggunaannya diantaranya adalah:

- Bulk density adalah berat persatuan volume batubara lepas. Pengetahuan bulk

density ini diperlukan misalnya untuk menghitung besarnya stockpile, bin dan

lain-lain untuk menyimpan batubara dengan berat tertentu

- Apparent density adalah berat jenis bongkah batubara termasuk inherent

moisture, mineral matter dan udara di dalam pori.

- True density adalah berat jenis batubara yang bebas dari udara dan air yang

tidak terikat , tetapi termasuk mineral matter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya berat jenis adalah:

- Rank. Umumnya batubara dengan rank yang tinggi cenderung mempunyai

berat jenis yang tinggi pula. Meningkatnya berat jenis ini mungkin disebabkan

oleh perubahan-perubahan yang terjadi selama proses pembentukan batubara

yaitu terbentuknya group-group hidrokarbon yang lebih berat.

- Komposisi petrografik, exinit adalah group maceral paling ringan, sedangkan

fusinit yang paling padat (berat jenis lebih besar). Berat jenis exinit dan vitrinit

dari batubara sub bituminous dan bituminous masing-masing berkisar antara

1-1,28 dan 1,35 - 1,45 sedangkan fusinit lebih dari 1,5.

- Impurities. Air lembab dan mineral adalah dua group impurities yang ada di

dalam batubara, dan sangat menentukan berat jenis batubara. Batubara yang

masuk segar dan baru datang dari tambang, masih jenuh dengan air. Berat

jenis batubara berkurang dengan mengeringnya batubara. Batubara yang

mengandung abu lebih besar juga mempunyai berat jenis lebih besar.

Page 40: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 40

3.1.5. Grindability dan Friability

A. Grindability

Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir

halus untuk penggunaan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan

betubara standar yang dipilih sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara

akan lebih sukar digerus bila index grindability lebih kecil dari 100, Hardgrove

Grindability index, nama yang berasal dari nama penemu cara uji grindability

tersebut yaitu Ralp Hardgrove. Batubara yang mudah digerus adalah batubara dari

high volatile bituminous, sub bituminous dan antrasit lebih sukar, yaitu grindability

membesar dengan meningkatnya kandungan karbon sampai 90% dan kemudian

mengecil, lihat Gambar 3.2

Gambar 3.1 Hubungan antara Hardgrove Index dan Volatile Matter

Untuk Batubara berkadar abu rendah

Page 41: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 41

Gambar 3.2 Hubungan antara Hardgrove Index Batubara dan Kandungan Karbon

Grindability merupakan parameter terpenting untuk pembakaran batubara

dengan tungku pembakaran lebih banyak dipengaruhi oleh nilai ketergerusan

dibandingkan oleh hal lainnya. Kapasitas masukkan tenaga untuk pembakaran dan

biaya perbaikan pada tungku pembakaran, besarnya akan berbeda-beda jika nilai

HGI-nya berbeda-beda. Semakin tinggi nilai HGI maka akan semakin mudah

batubara tersebut untuk digerus. Fasilitas umum pembangkit tenaga listrik umumnya

menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya, bekerja secara periodik dihitung

dengan menggunakan metode hardgrove.

2) Friability

Friability adalah ukuran kemampuan untuk menahan remuknya material

selama penanganannya (handling). Baik grindability maupun friability tergantung

karakteristik toughnes, elastisitas dan fracture.

Aspek penting dari friability ialah meningkatnya luas permukaan yang baru

selama handling batubara yang friable. Hal ini memungkinkan mempercepat reksi

oksidasi dan karenanya kondisi ini memungkinkan terjadinya ignition secara

spontan, hilangnya kualitas coking pada coking coal, serta perubahan-perubahan

lain yang mengikuti oksidasi. Friability membesar menurut rank hingga kandungan

fixed carbon 75% dan setelah itu menurun (antrasit). Tabel 3.1 menggambarkan

harga friability rata-rata pada rank yang berbeda.

Page 42: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 42

Ada dua tes yang umum digunakan untuk mengukur kerapuhan batubara.

Yang pertama adalah tumbler test dimana 1000 gr batubara berukuran -1,5 +1,05

inchi2 diaduk dalam mesin giling jar mill berbahan porselen berbentuk silinder

berdiameter dan tinggi silinder 11/4 inchi dengan tiga mengangkut yang membantu

dalam pengangkutan batubara. Mesin giling (jar mill) diputar selama 1 jam pada

kecepatan putar 40 rpm (rotary per minutes). Setelah itu, batubara diayak dengan

menggunakan ayakan dengan ukuran 1,05 sampai 0.0117 in. Nilai friability adalah

persen pengurangan dengan volume aslinya. Itu berarti, jika rata-rata ukuran

batubara hasil pengadukan sebanyak 75% dari sampel awal, nilai kerapuhan

(friabilty) nya adalah 25%.

Metode yang kedua adalah drop shatter test. Pada uji ini, sampel batubara

ukuran 3 x 2 inchi seberat 50 lb dijatuhkan keatas plat baja setinggi 6 ft. Jumlah

hancuran yang berada dalam ayakan berukuran bukaan -3 inchi +1/2 inchi. Hasilnya

dinyatakan sebagai ukuran kestabilan dari batubara, yaitu ukuran rata-rata dari

material yang dinyatakan sebagai persentase dari ukuran awal sampel. Nilai

kerapuhan adalah 100% - nilai kestabilan batubara.

Shatter test lebih cocok untuk mengukur kerusakan dalam penanganan

batubara dalam jumlah yang lebih besar tanpa tanpa pengulangan pergerakan

transportasi sebelum digunakan. Tumbler Test mengukur kedua-duanya, baik

menghancurkan (shatter) maupun abrasi, namun metode ini lebih cocok digunakan

untuk mengukur batubara dibawah kondisi - kondisi yang memiliki ruang yang cukup

dalam penanganannya seperti dalam feeder.

Tabel 3.1 Harga Friability Rata-rata dari Peringkat Batubara yang Berbeda-beda

Rank of coal No.of tests Friability ( %)

Anthracite 36 33

Low and medium volatile 27 70

Bituminous 87 43

Subbituminous A 40 30

Subbituminous B 29 20

Lignite 16 12

Page 43: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 43

3.1.6. Pelapukan ( Weathering )

Pelapukan (weathering) adalah kecenderungan batubara untuk pecah bila ia

mengering. Umumnya hampir semua batubara bila kontak dengan atmosfir, cepat

atau lambat akan menunjukan gejala weathering. Kenyataan lain banyak batubara

yang tersimpan mampu terbakar secara spontan. Bahaya ini akan timbul bila jumlah

panas yang terbebaskan oleh proses oksidasi lebih besar dari jumlah panas yang

tersedia secara konveksi atau konduksi.

Untuk berat tertentu batubara, makin besar permukaan terbuka (terekspose)

akan makin besar laju poksidasi. Oleh karena dengan makin kecilnya ukuran

batubara, makin besar luas permukaan persatuan berat, maka pada stockpile

batubara yang mengandung material halus tinggi akan mudah terbakar secara

spontan. Batubara peringkat rendah menunjukan kecenderungan berarti untuk

remuk (weathering / slacking) bila kontak dengan atmosfer, terutama bila batubara

tersebut secara bergantian terkena basah dan kering atau terkena sinar panas

matahari.

Lignit sangat cepat remuk / slacking, batubara sub bituminous juga slacking

tetapi tidak sesegera lignit sedangkan batubara bituminous hanya sedikit

dipengaruhi oleh slacking atau weathering.

Batubara yang segera remuk bila terekspose, mengandung moisture yang

tinggi. Bila batubara tersebut terekspose ia akan kehilangan moisture tersebut pada

bagian permukaan lebih dulu dan diikuti keluarnya moisture dari bagian dalam.

Apabila kehilangan moisture dari permukaan berlangsung cepat dan tidak segera

diikuti oleh moisture dari bagian dalam maka laju pengkerutan di bagian luar lebih

cepat dari bagian dalam. Akibatnya timbul stress di bagian permukaan. Stress ini

menyebabkan batubara rekah-rekah (crack) dan remuk berkeping-keping. Sama

halnya batubara kering dibasahi hujan, bagian permukaan batubara mendapat air

lebih cepat daripada batubara bagian dalam, menyebabkan pemuaian di permukaan

lebih besar dan batubara akan remuk.

Weathering, seperti halnya handling batubara rapuh (friable) menyebabkan

terbentuknya batubara material halus yang banyak, akan dapat berakibat turunnya

nilai batubara. Demikian juga menyimpan batubara yang mudah weathering tidak

menyenangkan karena tidak saja menurunkan ukuran batubara besar, slacking juga

Page 44: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 44

dapat berakibat batubara terbakar dengan sendirinya karena meningkatnya

permukaan yang terekspose pada saat oksidasi.

3.1.7. Komposisi Ukuran

Ukuran batubara menjadi hasil pemisahan dari butiran yang berbeda-beda

menjadi kelompok butiran dengan ukuran yang mendekati sama atau ke dalam

kelompok di mana cakupan dari butiran adalah antara ukuran minimum dan

maksimum tertentu. Test ayak standar dijadikan acuan ukuran batubara yang

sebenarnya. Spesifikasi ukuran standar didasarkan pada test ayak dengan ayakan

lubang bulat dengan diameter dan ketinggian jatuh 3/8 inchi.

Hal ini penting dalam menentukan harga batubara tertentu di pasar adalah

kualitasnya yang diukur dengan karakteristik penggunaannya seperti kandungan

abu, sulfur, dan nilai panas. Kualitas ini sungguhpun sangat penting, umumnya

dikaitkan dengan size consist. Size consist, dimasukan di dalam banyak kontrak,

yang sering dinyatakan dengan % maksimum undersize yang diizinkan dan kadang-

kadang juga dalam % oversize yang diizinkan.

Sejumlah faktor menentukan komposisi ukuran dari run of mine coal. Dari segi

batubaranya: yaitu kekuatan dan sifat remuknya, dan dari segi lainnya cara

penambangan serta usaha yang dilakukan untuk mencegah pengecilan batubara.

Semua ini sangat bervariasi.

Brysch dan Ball membuktikan bahwa komposisi ukuran mengendalikan bulk

density dan batubara kering. Dengan penyebaran yang luas dari ukuran

memberikan bulk density tertinggi. Makin halus partikel, density mengecil (masih

ditentukan ukuran terbesar). Untuk batubara basah maka kecil ukuran partikel,

makin rendah minimum bulk density.

3.1.8. Kekuatan

Kekutan batubara berkepentingan langsung dengan penambangan dan

peremukan. Kekutan dan mode of failure tergantung pada rank dan kondisi batubara

dan cara-cara menerapkan stress. Kekuatan batubara banyak dipelajari dengan

cara uji kompresi, sebab hasilnya dapat diterapkan dalam memperkirakan kapasitas

beban pilar didalam tambang.

Page 45: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 45

3.1.9. Abrasiveness

Abrasiveness dari batubara penting dalam pengertian ekonomi pada

pertambangan, peparasi dan penggunaan. Batubara merupakan material abrasive.

Oleh karena itu keausan pada pemboran, cutting dan alat angkut sangat tinggi dan

sering diganti. Demikian juga pada waktu crushing dan grinding untuk menghasilkan

pulverized coal, keausan alat tinggi yang berakibat mahalnya ongkos operasi.

Penelitian menunjukan, abrasiveness batubara tidak sama. Batubara ada yang

memiliki keausan tinggi, yang lain lebih rendah. Hal ini disebabkan karena batubara

merupakan material heterogen yang mempunyai komponen berbeda-beda sifatnya.

Suatu cara menentukan abrasiveness dari batubara dikembangkan oleh

Seattle Coal Research Laboratory of USBM. Secara garis besar caranya sebagi

berikut: Alat terdiri dari 4 blade besi yang berputar di dalam tempat berisi batubara,

diputar dalam jumlah putar yang tetap dan tentukan kehilangan berat dari blade

selama tes.

Penelitian menunjukan beban abrasiveness lebih ditentuakan oleh macam dan

banyaknya mengurangi impunrities juga akan mengurangi abrasiveness.

3.1.10. Warna dan Kilap

Batubara memiliki warna yang berbeda-beda mulai dari warna coklat, hingga

hitam keabu-abuan, pada batubara peringkat lignit sampai warna hitam mengkilat.

Kilap adalah bawaan di dalam batubara itu sendiri yang memancarkan cahaya pada

permukaannya. Batubara memiliki warna yang bebeda-beda dari warna coklat pada

batubara peringkat lignite, dengan bertambahnya peringkat batubara maka

warnanya akan bertambah hitam mulai dari hitam keabu-abuan sampai hitam pekat.

Kilap (luster) menjadi cara dimana suatu benda mencerminkan cahaya dari

permukaan nya.

Batubara memiliki warna yang bebeda-beda dari warna coklat pada batubara

peringkat lignit, dengan bertambahnya peringkat batubara maka warnanya akan

bertambah hitam mulai dari hitam keabu-abuan sampai hitam pekat. Kilap (luster)

menjadi cara di mana suatu benda mencerminkan cahaya dari permukaan nya.

Page 46: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 46

Batubara memiliki warna yang bebeda-beda dari warna coklat pada batubara

peringkat lignit, dengan bertambahnya peringkat batubara maka warnanya akan

bertambah hitam mulai dari hitam keabu-abuan sampai hitam pekat. Kilap (luster)

menjadi cara di mana suatu benda mencerminkan cahaya dari permukaan nya.

3.1.11. Pecahan ( Fracture ), Retakan ( Cleat) and Belahan

(Cleavage )

Pecahan (fracture) mengacu pada penambahan bentuk batubara sama seperti

halnya cara dimana batubara pecah. Sampai taraf tertentu, retak adalah suatu

indikasi peringkat batubara. Antrasit dan channel batubara cenderung pecah

membentuk permukaan yang membengkok tidak beraturan; retakan ini dikenal

sebagai choncoidal fracture. Batubara Low Volatile cenderung pecah membentuk

kolom vertikal, retakan seperti ini disebut sebagai columnar fracture. Batubara

mengkilap High Volatile cenderung pecah membentuk kubus. Beberapa batubara

low volatile juga mempunyai bentuk retakan seperti kubus. High Volatile Splint Coal

cenderung pecah membentuk potongan datar segi-empat, dikenal sebagai slabby

fracture. Subbituminous pecah dengan retak tidak beraturan, sedang lignit

membelah menjadi fragmen tidak beraturan.

Dalam kebanyakan lapisan batubara ada perpecahan vertikal yang disebut

sebagai cleat, yang memotong lapisan batubara (seam) dalam dua arah membentuk

sudut 90 derajat satu sama lainnya. Permukaan cleat lebih panjang, dimana pada

bagian ujung atau pada penumpu cleat lebih pendek dan lebih tidak beraturan.

Dalam hal menambang lapisan batubara (seam), cleat digunakan untuk

memudahkan peledakan untuk menghasilkan batubara blok.

3.1.12. Swabakar ( Spontaneous Combustion )

Karakteristik fisik ini, seperti juga pada pelapukan, mempengaruhi kualitas

penyimpanan batubara. Penyebab terjadinya swabakar adalah akibat proses

oksidasi batubara yang lambat tanpa adanya kesempatan batubara tersebut

Page 47: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 47

melepaskan panas yang dialaminya. Karena berat batubara tertentu, semakin luas

permukaan batubara kontak dengan udara bebas semakin besar pula peluang

terjadinya oksidasi. Oleh karena itu, swabakar cenderung terjadi pada stockpile

batubara yang besar dengan bidang kontak permukaan batubara yang luas.

Pemadatan tumpukan batubara dapat mengurangi luas bidang kontak batubara

dengan udara bebas sehingga mengurangi kecenderungan untuk pembakaran

secara spontan.

3.1.13. Karbon

Kandungan karbon dalam batubara semakin besar seiring naiknya rank

batubara. Persentase dari total karbon yang ada dalam struktur yang kompleks,

padat dan berbentuk rantai, juga bertambah seiring dengan naiknya rank batubara.

Sekitar 80 % karbon dalam batubara bituminus high volatile A mungkin dalam

bentuk ini. Beberapa batubara mengandung karbonat anorganik yang cukup

berpengaruh yang merupakan hasil dari pengendapan sekunder dari mineral-

mineral yang ikut terendapkan bersama-sama dengan tumbuhan pada saat

pembentukan batubara. Kandungan karbon merupakan sumber penyedia nilai kalor

terbesar dalam batubara.

3.1.14. Hidrogen

Kandungan hidrogen dalam batubara umumnya berada dalam rentang 4,5

sampai 5,5 % yang juga merupakan salah penyedia nilai kalor selain karbon.

hidrogen dalam batubara kering terjadi sebagian besar dalam struktur rantai dengan

karbon baik jenuh maupun setengah jenuh

3.1.15. Sulfur

Sulfur dalam batubara terjadi dalam dua bentuk, organik dan anorganik. Sulfur

organik terdistribusi secara merata bersama-sama dengan unsur-unsur pembentuk

batubara lainnya, dan secara alami berkaitan dengan fakta bahwa tumbuh-

tumbuhan mengandung sulfur yang apabila tumbuhan tersebut membusuk atau

Page 48: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 48

hancur maka sulfur tersebut bereaksi membentuk senyawa Hidrogen Sulfida (H2S).

Batubara yang memiliki nilai total sulfur kurang dari 1%, biasanya pada umumnya

merupakan sulfur organik, sedangkan batubara dengan nilai total sulfur yang lebih

tinggi maka sulfur organik cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya total

total sulfur dalam batubara tersebut. Namun hal tersebut tidak menjadi patokan

karena tidak ada dasar yang definitif yang menyatakan hubungan antara jumlah

(porsi) antara sulfur organik dan anorganik dalam batubara. Sulfur organik

cenderung berkisar antara 0,3 sampai 3%, meskipun ada juga yang kandungannya

lebih besar dari 5 % pada beberapa batubara yang pernah dipublikasikan.

Sulfur anorganik biasanya berada dalam senyawa pyritr (FeS2) dan sebagian

kecil (biasanya kurang dari 0,1 %) dalam bentuk sulfat. Pyrite memiliki variasi

keragaman yang luas baik bentuk maupun ukurannya.

Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat

bervariasi mulai jumlah yang sangat kecil (traces) sampai 4%, kadang lebih tinggi.

Sulfur terdapat dalam tiga bentuk utama yaitu:

• Sulfur Pritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30 % dari sulfur total dan terasosiasi

dalam abu, terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa,veins,joints,balls, dsb) dan

mikrodeposit (partikel-partikel halus yang terdisseminasi).

• Sulfur Organik, jumlah sekitar 20-80% dari sulfur total dan secara kimia terikat

dalam substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfut

(dan sulfida) selama proses pembatubaraan.

• Sulfur Sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya

sangat kecil kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.

Makro deposit dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian,

sementara itu mikrodeposit dari sulfur piritik serta organik dan sulfat sulit

dihilangkan.

3.1.16. Oksigen

Oksigen dalam batubara berada dalam beberapa bentuk. Hydroxyl, Carbonyl,

atau dapat juga hadir dalam kelompok carboxyl. Pada batubara peringkat rendah

kandungan air dalam batubara memberikan kontribusi dalam pelaporan persentasi

kandungan oksigen dan hidrogen.

Page 49: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 49

3.1.17. Nitrogen

Nitrogen dalam batubara dalam jumlah yang bervariasi mulai dari jumlah yang

sangat sedikit sampai 3%, tetapi yang umum berada dalam rentang 1 dan 2% pada

basis pelaporan dry ash free (daf). Bituminous umumnya mengandung nitrogen

lebih banyak daripada lignit dan antrasit.

3.1.18. Impurities Batubara

Impurities yang berbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan sebagai

impurities yang akan membentuk abu dan impurities yang akan mengandung sulfur.

Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada.

Dari segi pencucian batubara, impurities dapat diklasifikasikan lagi sebagai

inherent impurities dan extraneous imputrities. Inherent impurities menyatu dengan

batubara dan tidak dapat dipisahkan. Sedangkan extraneous impurities tersegregasi

dan dipisahkan dengan cara-cara pencucian yang ada.

a. Mineral matter

Semua batubara mengandung mineral matter yang tidak terbakar. Mineral

matter merupakan masalah yang sering dihadapi dalam hal penanganan batubara.

Ada kemungkinan beberapa unsur anorganik dari mineral matter bereaksi dengan

senyawa organik pembentuk batubara dan terikat bersama-sama pada saat proses

pembentukan batubara. Sisa dari mineral matter setelah batubara tesebut dibakar

disebut abu (ash). Rata-rata kandungan abu sekitar 2 atau 3 % untuk pure coal, dan

10% atau lebih untuk kebanyakan tambang batubara komersial. Material yang

sering digunakan untuk keperluan sehari-hari dengan kandungan abu yang sangat

tinggi disebut bone coal, bituminous shale, atau black slate.

Abu batubara memiliki komposisi kimia yang beragam. Umumnya merupakan

gabungan antara Silika (SiO2) dan Alumina (Al2O3) yang berasal dari pasir, lempung,

sabak, dan serpih; besi oksida (Fre2O3) dari pyrite dan marcasite; Magnesia (MgO)

dan Lime (CaO) dari batugamping dan gypsum; alkalis, sodium oksida dan

potasium oksida (Na2O).

Mineral yang terkandung di dalam batubara sangat bervariasi baik jumlah

maupun distribusinya. Keberadaannya sangat menentukan dalam segala segi mulai

Page 50: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 50

dari penambangan sampai penggunaannya. Material pembentuk abu yang menyatu

dengan batubara disebut inherent mineral matter. Bagian ini berasal dari unsur-

unsur kimia yang telah ada pada tumbuh-tumbuhan asal batubara. Umumnya

inherent mineral matter kira-kira 2% dari total abu. Extraneous mineral matter adalah

material pembentuk abu yang berasal di luar dari tumbuh-tumbuhan asal batubara.

Bagian terbesar dari abu ini berasal dari detrital matter yang mengendap ke dalam

endapan betubara. Endapan berkristal yang masuk bersama air ke dalam rekahan-

rekahan dan cleavage, pada masa selama atau sesudah pembentukan batubara,

Umumnya ia terdiri dari slate, shale, sandstone atau lime stone yang berukuran

mulai dari ukuran mikroskopik sampai membentuk lapisan yang agak tebal.

Batubara yang ditambang juga membentuk unsur mineral matter ini dengan shale,

sandstone, clay dan material lain berasal dari atap atau lantai endapan yang ikut

tergali. Kandungan inherent mineral matter merupakan batas terkecil dari abu yang

ada pada batubara dengan asumsi semua extraneousn impurities dapat dipisahkan

selama pencucian.

Ada beberapa rumus empiris yang dapat digunakan untuk menentukan mineral

matter dari data-data analisis abu dan unsur-unsur lain.

• Formula Parr Asli (North America):

MM = 1.08 A + 0.55 Stot

• Formula Parr Modifikasi (North America):

MM = 1.13 A + 0.47 Spyr + CI

• Formula King-Maris-Crossley (KMC) yang direvisi oleh National Coal Board

(Britain):

MM = 1.13 A + 0.5 Spyr + 0.8 CO2 - 2.8 Sabu + 2.8 Ssul + 0.31 CI

• Formula British Coal Utilization Research Association (BCURA) :

MM = 1.10 A + 0.53 Stot + 0.74 CO2 - 0,36

• Formula Standard Association of Australia (Australia):

MM = 1.1 A

• Formula National Insititute for Coal Research ( South Africa):

MM = 1.1 A + 0.55 CO2

Formula-formula di atas didasarkan pada basis air dried, dengan :

MM = mineral matter

A = abu

Page 51: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 51

Stot = sulfur total Spyr = sulfur pirit Sabu = sulfur yang tertinggal di abu Ssul = sulfur sulfat CO2 = karbon dioksida CI = klor

Mineral matter yang ada pada batubara dapat dilihat pada tabel 3.2 umumnya

95% dari mineral matter yang ada pada batubara shale, kaolin, sulfide dan group

klorida.

Tabel 3.2

Principal Minerals In Coal Seams

Mineral occurring In mudstone, ‘shale’, siltstone and sandstone

Quartz, SiO2

Minerals of the clay group, principally: Kaolinite, Al2Si2O3(OH)2 Montmorillonite, Al2Si4O10(OH)2. n H2O with some Mg and Na

Minerals of the mica group, principally: Muscovite, Kal2(Si3Al) O10(OH)2 Illite,K6Al4(Si2 Al) O10(OH)2

Minerals of the chlorite group, general formula (MgFe)3(OH)6.(Fe.Mg.Al)3(Si3Al)O10(OH)2

Sulphide minerals Pyrite (iron pyrites) FeS2 Marcasite FeS2 Arsenopyrite (mispickel), FeAsS.

Carbonate minerals

Siderite (chalybite) FeCO3

Anterite (Ca, Mg, Fe) CO3, with some Mn Calcite CaCO3

Dolomite, CaMg (CO3)2

Chloride minerals Halite, NaCl Sylite, KCl

Other minerals Flourapatite, Ca10 F2 (PO4)2 Minerals of the Feldspar group, including :

Orthoclase, KalSi3O2 Albite, NaAlSi3O2

Titanium minerals, including : Sphene, CaTiSO2 Rutile TiO2

Lemite, FeTiO3 Tourmaline, (H, Na, K, Fe, Mg)4Al3(B.OH)2SiO4O12 Barytes BaSO4 Minerals formed though weatering, including:

Lamonite 2Fe2O33H2O Gypsum CaSO4. 2H2O Meianterite FeSO4. 2H2O

Page 52: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 52

b. Abu

Seperti telah dinyatakan sebelumnya, abu adalah residu yang berasal dari

mineral matter hasil dari perubahan batubara. Komposisi kimianya berbeda dan

beratnya lebih kecil dari mineral matter yang ada di dalam batubara asalnya.

Selama perubahan, terjadi perubahan berat karena kehilangan air dari silikat asal,

kehilangan CO2 dari karbonat, oksidasi pirit menjadi besi oksida.

Komponen unsur-unsur abu yang utama :

- Natrium

- Kalsium

- Magnesium

- Kalium

- Alumunium

- Silikon

- Besi

- Sulfur

Kedelapan unsur ini dan juga Titan dan Fosfor (umumnya terdapat dengan

jumlah sangat kecil), dilaporkan ketika abu dianalisis di laboratorium. Hasil analisis

ini dilaporkan sebagai oksida. Misalnya Natrium dilaporkan sebagai persen Natrium

Oksida dan besi sebagai ferrioksida. Perjanjian ini selalu diikuti walaupun misalnya

tidak ada satupun unsur-unsur tersebut yang terdapat dalam bentuk oksida dalam

abu.

Disamping itu pula diteliti beberapa unsur-unsur minor atau trace yang ada

dalam batubara mengingat faktor-faktor berikut ini:

a. Adanya beberapa unsur-unsur minor dapat menjadi kunci yang membantu ahli

geokimia mempelajari lebih lanjut tentang pengendapan batubara dengan diikuti

sejarah geologi dari batubara. Misalnya Boron telah digunakan sebagai indikator

tingkat salinitas dari lingkungan selama proses pembentukan batubara.

b. Arsenic, selenium dan mercury, sering ada dalam jumlah trace di batubara dan

dapat berbahaya pada lingkungan jika ia dibebaskan pada waktu pembakaran

batubara

c. Batubara mungkin dapat digunakan sebagai sumber logam jarang (rare

element). Misalnya sekarang ini abu dianggap sebagai sumber potensial dari

gallium dan germanium, dua unsur yang merupakan bahan semikonduktor.

Page 53: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 53

3.2. SIFAT-SIFAT DARI ABU BATUBARA

3.2.1. Sifat Lebur Abu

Pemahaman tingkah laku batubara pada temperatur tinggi sangat penting

dalam penentuan kecocokan batubara pada penggunaannya diberbagai tungku.

Prosedur standar untuk menentukan tingkah laku abu pada temperatur tinggi ialah

ash fusion test. Pada uji ini contoh berupa abu batubara dibuat berbentuk piramid

sisi tiga dan memanaskannya dari 900oC sampai 1600oC didalam atmosfer reduksi.

Ada 4 temperatur yang dicatat pada saat terjadi perubahan bentuk piramid asal yaitu

perobahan bentuk asal, spherical, hemisphere dan cair (gambar 3.3)

Gambar 3.3 Alat Uji Ash Fushibility

Page 54: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 54

Temperatur perubahan batubara ini merupakan pegangan terbaik untuk

mengetahui unjuk kerja abu di dalam lingkungan tungku dimana ia dibakar. Ada 3

titik penting yang semuanya ditentukan didalam atmosfer reducing:

a. Temperatur deformasi awal, yaitu temperature dimana contoh terlihat mulai

membundar atau menekuk pada apex pyramid.

b. Temperatur pelunakan yaitu temperatur dimana contoh telah melebur

membentuk tumpukan bulat

c. Temperatur lebur, temperature dimana leburan contoh mulai menyebar

membentuk lapis tipis.

Ash Fusion Temperature (AFT) diukur dalam dua kondisi yaitu kondisi oksidasi

dan kondisi reduksi. Pengukuran di bawah kondisi oksidasi biasanya menunjukan

harga yang lebih besar, tergantung pada keberadaan beberapa komponen abu

seperti besi oksida. Besi oksida ini mempunyai efek fluxing (sifat sebagai flux atau

bahan imbuh) yang berbeda bilamana dalam bentuk teroksida dan tereduksi.

Sebagai contoh, Gambar 3.4 mengilustrasikan pengaruh kadar besi terhadap

initial deformation temperature (ISO-A) abu di bawah yang berbeda.

Gambar 3.4 Pengaruh Kadar Besi pada Initial Deformation Temperatur

Ash Fusion Temperature, apakah dalam kondisi exldising atau reducing

tergantung pada jenis operasi pemanfaatan batubaranya. Sebagai contoh pada

Page 55: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 55

pabrik untuk memproduksi gas, kondisi reducing terjadi pada fuel bed sehingga AFT

diukur pada kondisi reducing. Di lain pihak, kondisi pada dasar fixed bed furnace

adalah oxidising sehingga AFT diukur pada kondisi exidising. Pada kasus

pembakaran pulverized fuel, kondisinya tidak selalu pasti. Dalam nyala api,

kondisinya reducing sementara di luar nyala pai kondisinya oxidizing tergantung

pada jumlah udara yang diberikan.

Ash Fusion Temperature dipengaruhi oleh komposisi abu sebagai berikut:

a) AI2 O3 2SiO3 (misalnya perbandingan Al2O3 / SiO3 adalah 1 : 1.18) mempunyai

flow temperature yang tinggi dan rentang temperatur leleh (fusion temperature)

yang sempit (kecil).

b) CaO, MgO, dan Fe2O3 bertindak sebagai flux dan akan menurunkan AFT,

khususnya bilamana terdapat SiO2 yang berlebih.

c) FeO, Na2O dan K2O mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menurunkan AFT.

d) Kadar sulfur yang tinggi menurunkan initial deformation temperature dan

melebarkan rentang temperatur leleh.

Salah satu penggunaan dari data ash fusion temperature ini ialah untuk

membedakan antara slagging dan non slagging coal. Jika temperatur pelunakan

dibawah 1250oC batubara disebut slagging coal, ia akan baik digunakan didalam

tungku yang dapat mengeluarkan abu sebagai slag. Batubara yang temperatur

pelunakan abunya di atas 1450oC disebut non-slagging. Abu pada batubara ini

umumnya tidak akan lebur pada kebanyakan tungku industri batubara yang

temperatur pelunakannya terletak antara 1250oC-1450oC, mungkin dapat atau

mungkin tidak dapat membentuk slag. Untuk batubara tipe ini tungku harus

dirancang agar tercegah pembentukan leburan abu atau dirancang agar abu lebur

dan tetap lebur sampai dikeluarkan.

Penggunaan slagging coal, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat dari

slag. Harus ada kepastian bahwa slag tetap cair dan mengalir sampai dikeluarkan

dari tungku tanpa masalah. Sifat yang perlu dikenal sekali yang berkaitan dengan

slag cair ialah viskositas-nya. Viskositas menentukan mudah sukarnya slag cair

bergerak.

Page 56: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 56

3.2.2. Viskositas Slag

Sungguhpun temperatur lebur abu digunakan untuk memperkirakan

karakteristik aliran (fluiditas) abu, ia tidak dapat memperkirakan seberapa cair abu

itu ketika menjadi slag. Dua abu batubara yang mempunyai temperatur lebur abu

sama dapat mempunyai karakteristik aliran abu yang sangat berbeda. Fluiditas dari

slag dapat dinyatakan dengan viskositasnya dengan poise pada temperature

tertentu. Viskositas akan mengecil (mudah mengalir) dengan naiknya temperatur.

Pada temperatur tungku yang tetap, viskositas slag berbeda-beda menurut

komposisi kimia dari abu. Viskositas abu yang membentuk terak pada berbagai

temperatur merupakan parameter penting dalam mengevaluasi system pembersih

abu yang cocok. Terak biasanya mempunyai viskositas 250 poise atau lebih rendah

sehingga mempunyai karakteristik aliran yang baik. Temperatur terak pada

viskositas 250 poise disingkat sebagai T250. T250 ini merupakan parameter desain

yang sangat penting.

Hubungan viskositas, temperatur slag, dan harga T250 ditentukan oleh

komposisi abu dan kondisi sekelilingnya apakah oxidizing atau reducing. Gambar

3.5 memberikan gambaran hubungan ini, baik pada kondisi oxidizing maupun

kondisi reducing.

Pengukuran viskositas terak secara praktis sulit dilakukan dan umumnya harga

T250 diperkirakan dari hubungan-hubungan parameter yang dihitung dari hasil

analisis abu, yaitu:

a) Silica Ratio = MgOCaOOFeSiO

SiO

+++ 322

2

Harga silica ratio umumnya berkisar antara 0,4 sampai 0,8. Harga yang lebih

rendah memberikan harga T250 yang lebih rendah.

b) Base-to-Acid Ratio = 2322

2232

TiO OAl SiO

OK ONa MgO CaO OFe

++++++

Page 57: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 57

Gambar 3.5 Hubungan Viskositas – Temperatur Slag

Harga base-to-acid-ratio umumnya sekitar 0,1 sampai 1.0, harga base-to-acid

ratio yang lebih tinggi memberikan harga T250 yang lebih rendah. Hubungan ini

biasanya digunakan untuk abu yang bersifat asam dimana harga base-to-acid ratio

lebih rendah dari 0.6.

c) Dolomite Ratio = OK NaO MgOCaOOFe

MgO CaO

232 +++++

Harga dolomite ratio berkisar antara 0.5 sampai0.9. Harga dolomite ratio yang

lebih rendah memberikan harga T250 yang lebih rendah. Hubungan ini biasanya

sering digunakan untuk batubara lignit yang bersifat basa dimana harga base-to-

acid ratio lebih basa dari 0.6.

d) Ferritic Ratio = Fe 1,43 FeC 1,11 OFe

OFe

32

32

++

Harga ferritic ratio berkisar antara 0.1 sampai 0.8. Harga ferritic ratio yang

semakin rendah memberikan harga T250 yang semakin rendah pula.

Page 58: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 58

3.2.3. Deposisi Abu dalam Tanur dan Boiler

A. Pembentukan Klinker

Dalam suatu tanur pembakaran (fuel bed furnace), dapat terbentuk klinker

massif (campuran partikel-partikel abu dan batubara yang lebih halus) pada kisi-kisi

sehingga dapat menyebabkan terhalanginya aliran udara. Dalam kasus-kasus

tertentu, pabrik harus dihentikan dank linker harus dikeluarkan secara manual. Abu

dengan harga ash fusion temperature rendah (harga ISO-A lebih rendah dari

1100oC) cenderung membentuk klinker massif, sementara itu abu dengan harga ash

fusion temperature tinggi (harga ISO-A lebih tinggi dari 1300oC) dianggap aman

pada kondisi operasi normal.

B. Fused Slag Deposits (Slagging)

Slagging berkaitan dengan masalah transportasi patikel abu yang meleleh atau

lengket oleg gas pembakaran dan masalah benturan partikel abu tersebut pada

permukaan tanur dan permukaan-permukaan lain. Deposit abu yang berbentuk

terak ini bisa terus bertambah dan untuk mengendalikannya biasanya secara

berkala digunakan sootblowers yaitu suatu alat untuk menghilangkan terak yang

menempel pada permukaan dengan menggunakan uap atau udara sebagai media

penghempus (blowing medium).

Kecenderungan abu untuk membentuk terak diperkirakan dari harga slagging

index dengan persamaan berikut:

Slagging index = Base-to-Acid Ratio x Kadar Sulfu r Batubara

Jika kadar sulfur di atas 2% harga slagging index bervariasi antara 0,1 sampai

2.0. Harga slagging index yang semakin besar menunjukan kecenderungan abu

untuk membentuk deposit terak (fused slag deposits). Pada kondisi operasi normal

abu dengan harga slagging index di bawah 0,5 tidak akan menimbulkan masalah

dengan pembentukan terak, tetapi bilamana harga slagging index lebih besar dari

1,5 fasilitas soot-blowing yang memadai harus tersedia untuk mengatasii

pembentukan deposit terak.

Page 59: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 59

C. Deposit yang Terikat pada Temperatur Tinggi (High Temperature Bonded

Deposits/Fouling)

Umumnya bonded deposits terbentuk akibat kadar alkali yang tinggi. Garam-

garam sodium dan potassium, akan terbang (tervolatilisasi) selama pembakaran,

kemudian terkondensasi pada partikel-partikel abu terbang dan boiler membentuk

lapisan yang lengket (sticky layer). Benturan partikel-partikel tersebut dapat

membentuk deposit teraglomerasi pada dinding dan selanjutnya membentuk sinter.

Akhirnya menjadi keras dan menempel dengan sangat kuat. Oksidasi sulfur

terabsorpsi oleh lapisan yang kaya dengan kandungan alkali sehinggga

menyebabkan korosi pada dinding boiler.

Pada dasarnya, semakin rendah kadar alkali dari batubara, semakin rendah

pula kecenderungan untuk membentuk foul. Kandungan alkali batubara biasanya

dinyatakan sebagai Na2O ekivalen. Batubara dengan kandungan alkali lebih rendah

dari 0,1% dianggap sebagai non fouling; batubara dengan kandungan alkali antara

0,1%-0,4% biasanya menimbulkan tumbuhnya deposit (fouling tetapi masih bisa

dikendalikan dengan soot-blowing secara berkala, batubara dengan kandungan

alkali diatas 0,5% cenderung membentuk deposit (fouling) dan menghasilkan sinter

sehingga sulit di hilangkan. Harga fouling index dapat dihitung dari rumus berikut:

Fouling Index = base-to-acid ratio x kadar alkali total (Na 2O) batubara

Harga fouling index ini memberikan gambaran kecenderungan batubara untuk

membentuk deposit yang lengket (foul). Harga fouling index sampai 0,5 masih

dalam toleransi yang dibolehkan.

D. Deposit Yang Terbentuk Pada Temperatur Rendah (L ow Temperature

Deposits)

Serangan asam pada temperature sub-dewpoint dalam economizer dan

pemanas udara dapat membentuk deposit basah dan lengket sehingga partikel-

partikel abu terbang yang terbentur pada deposit ini bisa tertarik. Keadaan asam

deposit tersebut dapat menyebabkan reaksi dengan beberapa komponen abu

Page 60: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 60

seperti besi, sodium, dan kalsium sehingga menambah ikatan deposit dan

meningkatkan jumlah ruahnya. Deposit ini sebagai larut dalam air sehingga dapat

dikendalikan dengan penyemprotan air secara periodic, walaupun sebagian lagi

larut seperti ikatan kalsium sulfat.

3.3. SIFAT-SIFAT SULFUR DALAM BATUBARA

3.3.1. Pengaruh dalam Pembakaran

Jika batubara dibakar, semua sulfur organic dan sebagian sulfur piritik akan

teroksidasi menjadi SO3 karena adanya beberapa komponen abu yang bertindak

sebagai katalis. Sulfur piritik dan sulfur sulfat yang tertinggal berubah menjadi sulfide

inorganic yang lebih stabil dan tertinggal dalam batubara. Sebagai tambahan, abu

terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara pulverized mempunyai

kemampuan untuk mengedsorpsi SO3 dari aliran gas pembakaran.

Kecenderungan sulfur tertinggal dalam abu juga tergantung pada metoda

pembakaran. Untuk tanur pulverized fuel, 10-15% sulfur tertinggal dalamabu, untuk

tanur siklon hanya 5% (kemungkinan disebabkan oleh karena temperature yang

lebih tinggi). Dan stroke bisa sampai 30%-sulfur yang tertinggal dalam batubara.

Pengaruh adanya senyawa sulfur dalam abu dan gas-gas pembakaran

terahadap operasi tanur dan boiler adalah sebagai berikut:

• Sulfur sebagai besi sulfide, dalam abu dapat memperbesar perbedaan antara

ash fusion temperature yang diukur pada kondisi mengoksidasi dan mereduksi

dan menurunkan initial deformation temperature (ISO-A). Pengaruh ini

disebabkan aksi fluxing (bertindak sebagai flux) dari besi.

• Absorpsi sulfur oksida, dalam bentuk SO3, oleh lapisan deposit abu (fouling)

yang bersifat basa dan kaya alkali akan memberikan kontribusi semakin kuatnya

lapisan fouling serta terus tumbuh. Selanjutnya bisa menimbulkan korosi

setempat pada dinding boiler.

• SO3 bersama uap air dalam gas-gas pembakaran dapat membentuk asam sulfat

(H2SO4). Uap asam sulfat ini dapat terkondensasi pada temperatur rendah

sehingga bersifat korosif.

Page 61: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 61

• Efisiensi penangkapan abu terbang oleh electrostatic precipitators sebagian

tergantung pada konduktivitas listrik aliran gas dan partikel-partikel abu dimana

konduktivitas listrik tersebut dapat lebih tinggi dengan adanya senyawa ionic

seperti SO3. Dalam kasus konduktivitas gas dan partikel rendah, kadang-kadang

diijeksikan senyawa ionic termasuk SO2 atau SO3 ke dalam gas buang untuk

menjaga menjadi efisiensi penangkapan partikulat oleh electrostatic precipitator.

3.3.2. Pengendalian Emisi Sulfur

Pengendalian emisi sulfur dapat dilakukan dengan system-sistem berikut ini :

• Penambahan limestone (kapur)

Limestone (dolomite), diinjeksikan kedalam tanur selanjutnya terkalsinasi oleh

gas-gas pembakaran yang panas untuk membentuk kalsium sulfat yang

selanjutnya dikeluarkan dari aliran gas dengan system penangkap partikulat

konvensional. Efisiensi penghilangan SO2 ini umumnya rendah, berkisar 25-

45%.

• Wet Scrubbing

Slurry dari limestone atau larutan magnesium oksida digunakan sebagai sistem

penangkap gas untuk menghilangkan SO2 sebesar 80-95%, bisa sampai 99%.

• Dry Sorbent Systems

Material-material pengabsorp seperti karbon aktif, char atau alumina yang di

campur dengan tembaga, mengabsorpsi SO2 dengan efisiensi sebesar 90%

atau lebih.

3.3.3. Pengaruh dalam Pabrik Semen

Kadar sulfur dalam batubara sebagai bahan bakar bukan merupakan masalah

kritis dalam pabrik semen. Sulfur memasuki kiln semen melalui material umpan dan

bahan bakar serta keluar sebagai kalsium sulfat dalam produk klinker dan sebagian

Page 62: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 62

dalam jumlah lebih kecil keluar melalui gas buang. Standar industri membatasi

jumlah kalsium sulfat dalam klinker tetap secara normal kandungan kalsium sulfat

tersebut memang cukup tinggi. Batubara dengan kadar sulfat sampai 3% atau 4%

masih bisa digunakan tanpa menimbulkan masalah yang berarti.

3.4. SIFAT-SIFAT PLASTIS DAN SIFAT MUAI BATUBARA

Apabila batubara bituminous dipanaskan ia akan mengalami suatu seri

perubahan fasa:

a. Partikel batubara melunak (pada temperature + 400oC) dan mencair.

b. Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur.

c. Pemuaian berhenti pada temperature disekitar 500oC ketika batubara kehilangan

plastisitasnya dan mulai membeku membentuk stuktur porous yang disebut

kokas.

Tingkah laku batubara antara lain temperatur pelunakan dan temperatur

pembekuan kembali (resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara.

Plastisitas akan teramati ketika telah terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi

proses depolimerisasi batubara, diikuti dengan munculnya produk cair yang akan

merubah komponen lain menjadi plastis dan gas yang membentuk gelembung-

gelembung ketika gelembung-gelembung lewat melalui pori-pori besar dan rekahan

dari partikel batubara, ia melawan tahanan dari batubara plastis tersebut. Hasilnya

seluruh batubara memuai (swell). Pemuaian berhenti ketika batubara kembali

membeku ketika produk cair selanjutnya terdekomposisi membentuk zat terbang,

membeku ketika produk cair selanjutnya terdekomposisi membentuk zat terbang.

Data-data dari plastisitas batubara digunakan untuk mengetahui coking

properties batubara, demikian juga swelling properties. Swelling properties di ukur

dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran pembesar volume batubara apabila ia

dipanaskan dibawah kondisi pemanasan tertentu. Pembesaran volume ini ada

kaitannya dengan sifat plastis batubara. Batubara yang tidak menunjukan sifat

pemuai. Sungguhpun hubungan antara pemuaian dan plastisitas sangat komplek

dan sulit dipelajari, diyakini bahwa gas yang terbentuk selama batubara berada

Page 63: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 63

dalam bentuk plastis atau semi plastis, bertanggung jawab akan terjadinya

pemuaian.

Free swelling index digunakan untuk meramalkan kecenderungan batubara

membentuk kokas bila dipanaskan pada alt tertentu. Batubara yang FSI nya 2 atau

kurang, bukan merupakan coking coal yang baik, sedangkan yang menunjukan

index antara 4 sampai 8 akan menunjukan sifat coking yang baik (FSI dapat mulai

dari 0-9).

3.5. PARAMETER KUALITAS / ANALISA BATUBARA

3.5.1. Parameter Kualitas Batubara

Analisa batubara dapat dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu analisis

proksimat, analisis ultimat, dan analisis lainnya.

Termasuk dalam analisis proksimat ialah analisis: moisture, zat terbang, abu

dan fixed carbon (dihitung). Analisis ultimat meliputi analisis penentuan kandungan

karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, total sulfur dan klor. Analisis lainnya berkaitan

dengan nilai kalori, temperature pelunakan abu, bentuk sulfur, mineral karbon

dioksida, dan uji khusus seperti free swelling index, plastic properties, grindability

dan analisis ukuran.

Hasil analisis batubara yang mencerminkan parameter kualitas batubara akan

sangat menentukan pemanfaatan dari batubara tersebut. Seperi telah disinggung

sebelumnya, ada sekitar 16 atau lebih parameter penentu kualitas batubara yang

secara umum disajikan pada Tabel 3.3. Walaupun ada sekitar 16 atau lebih

parameter penentu kualitas batubara namun dalam pemanfaatannya, tidak semua

parameter dijadikan patokan tetapi hanya sebagai parameter yang persyaratannya

harus dipenuhi sesui kebutuhan pemanfaatannya.

Page 64: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 64

Tabel 3.3 Daftar Parameter-Parameter Kualitas Batubara yang U mum

No Parameter Unit Basis Pelaporan Keterangan

1. Total Moisture % As received (ar)

Penting dalam hal pengangkutan dan perhitungan parameter-parameter dengan basis as received (ar)

2. Analisis Proksimat

Inherent Moisture

Abu

Volatile Matter

Fixed carbon

%

%

%

%

Air dried (ad) Data dasar dalam

mendeskripsikan jenis

batubara. Jumlahnya sama

dengan 100%

3. Nilai Kalor MJ/kg Gross, air dried Menyatakan nilai batubara

sebagai bahan bakar. Juga

dinyatakan sebagai Btu/lb

dan kcals/kg. 1 MJ/kg = 430

Btu/lb = 239 kcals/kg.

4. Total Sulfur % Air dried Penting dalam kaitannya

dengan masalah lingkungan.

5. Analisis Ultimat

Carbon

Hydrogen

Nitrogen

Sulfur

Oksigen

CO2

%

%

%

%

%

%

Dmmf Biasanya ditentukan dengan

analisis contoh air dried dan

hasilnya dihitung menjadi

basis dmmf dengan koreksi

kadar air dan mineral matter

dari contoh tersebut.

Jumlahnya sama dengan

100%. Kadar hydrogen dan

oksigen penting dalam

memperkirakan net calonfic

value dari gross calorific

value.

Page 65: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 65

6. Analisis Abu

SiO2

Al2O3

Fe 2O3

TiO2

Mn3O2

CaO

MgO

Na2O

K2O

P 2O5

SO3

%

%

%

%

%

%

%

%

%

%

%

Total abu

Ignited at

8150C

Penting dalam memperkirakan

sifat-sifat dari abu, khususnya

dalam mengidentifikasi kadar

komponen-komponen tertentu

yang tinggi yang dapat

memberikan masalah dalam

pemakaiannya.

7. Ash Fusion Temperature

Deformation

Spherical

Hemispere

Flow

oC oC oC oC

Penting dalam memperkirakan

sifat-sifat abu. Umumnya diukur

dibawah kondisi oxidizing dan

reducing.

8. Bentuk-bentuk Sulfur

Sulfur Piritik

Sulfur Organik

Sulfur Sulfat

%

%

%

Air dried Memberikan informasi tentang

disposisi sulfur selama

berefisian dan produkta sulfur

selama pembakaran

(combustion) dan karbonisasi.

Jumlahnya sama dengan sulfur

total.

9. Trace Elements

Arsen %

Boron %

Klon %

Fluor %

Fosfor %

Air dried Untuk mengindentifikasi

substansi yang mengganggu

dan berkadar tinggi. Elemen-

elemen lain dapat dimasukan

bilamana dianggap perlu.

10. Hardgrove Grindability

index (HGI)

- Air dried Penting dalam memperkirakan

sulit atau mudahnya batubara

untuk digerus.

Page 66: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 66

11. Abrasive Index (Yancey,

Geer and Price)

Penting dalam memperkirakan

keausan mesin penggerus

12. Wash Ability Test

(Float and Sink Test)

Untuk memprediksi seberapa

jauh suatu batubara dapat

dicuci

13. Free Swelling Index

(Crucible swelling number)

14. Roga Index

15. Gray-king Coke Type

16. Dilatometry

Softening Temp

Resolidifying Temp Max.

Contraction

Max. Dilation

oC oC

%

%

17. Plastometry

Max. dial division/min

Temp. initial fluidity

Temp. max. fluidity

Temp. final fluidity

Fluidity temp. range

oC oC oC oC

Pada dasarnya penting dalam

mengevaluasi secara rinci sifat-

sifat coking dan caking

batubara dan potensi batubara

tersebut untuk dibuat kokas.

Kebanyakan dari uji ini sifatnya empiris. Sifat yang diuji pada uji empiris tidak

mempunyai harga absolute dan hasilnya sangat bergantung pada kondisi-kondisi

melakukan uji. Diperlukan suatu kondisi arbitrary sebagai standar untuk meyakinkan

data yang diperoleh akan sama bila ujinya diulang. Kondisi ini antara lain ukuran

partikel, temperature, waktu dan laju pemanasan, kondisi atmosfer, ukuran dan

bentuk tempat sample. Adanya prosedur standar yang diakui oleh organisasi yang

berkaitan sangat penting.

Kebanyakan negara penghasil dan memperdagangkan batubara menerima dan

menerapkan + 50 standar (International Organization of Standardization). Tetapi

beberapa negara / importir masih memakai ASTM (American Society for Testing

material), JIS (Japanese Industrial Standard). British Standard, dll.

Page 67: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 67

3.5.2. Dasar Melaporkan Hasil Analisis

Untuk tujuan tertentu, hasil analisis dilaporkan atas dasar yang berbeda

sebagai berikut:

a. Air dried basis (adb) atau as analysed basis

Hasil ini diperoleh dari analisis batubara setelah pengeringan. Kebanyakan

analisis mula-mula dilaporkan atas dasar ini, dan dapat diubah dengan

perhitungan pada dasar lain.

b. As sampled basis (asb) atau As Received (ar), dihitung atas dasar lokasi

dimana sample diambil

c. Dry basis (db)

Analisis didasarkan atas dasar persen bebas air untuk menghindari variasi

pada analisis proksimat yang disebabkan oleh perbedaan kandungan air dry.

d. Dry. Ash free basis (daf)

Dasar yang dipakai untuk menunjukan kondisi hipotesis dimana batubara

tersebut bebas dari air dan abu. Biasanya digunakan untuk zat terbang, nilai

kalor, carbon dan hydrogen.

e. Dry. Mineral matter free basis (dmmf)

Dasar ini juga untuk menunjukan kondisi hipotesis dimana batubara bebas dari

semua air dan mineral matter. Dasar ini biasa dipakai pada analisis ultimat, zat

terbang dan nilai kalori.

Pada Tabel 3.4 berikut, disajikan faktor-faktor pengali yang dibutuhkan untuk

mengkonversi hasil anlisis pada suatu basis (dasar pelaporan) tertentu ke basis

yang lain. Biasanya, rumusan tersebut tidak berlaku untuk parameter kualitas seperti

sifat-sifat abu, sifat-sifat fisik, seperti gridability index, abrasion index, dan sifat-sifat

coking dan caking batubara.

Page 68: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 68

Tabel 3.4

Rumusan Untuk Perhitungan Hasil-Hasil Analisis

Dengan Basis Yang Berbeda

Required Given

As received (ar)

Air dried (ad)

Dry (dry) Dry, ash free (daf) Dry, mineral matter

free (dmmf)

Ash received

(ar)

- M - 100M1 - 100

M - 100 100

A)-M1-M)(100-(100 M1)-100(100

B)-M1-M)(100-(100

M1)-100(100

Air dried (ad) M1-100

M - 100 -

M1-100100

A-M1-100

100

B-M1-100100

Dry (dry) 100

M - 100

100

M1 - 100 -

A- M1 - 100

M1 - 100

B - M1 - 100

M1 - 100

Dry, ash Free (daf) M1) - (100 100

A)- M1 - M)(100 - (100

100

A- M - 100

M1 - 100

A- M1 - 100 -

B - M1 - 100

A- M1 - 100

Dry, mineral matter free

(dmmf) M1) - (100 100

B) - M1 - M)(100 - (100

100

B - M - 100

M1 - 100

B - M1 - 100

A- M1 - 100

B - M1 - 100

-

Keterangan : M = Kandungan total moisture (as received)

M1 = kandungan inherent moisture (air dried)

A = kandungan abu (air dried)

B = kandungan mineral matter (air dried)

Untuk lebih memahami dasar pelaporan yang berbeda pada suatu hasil

analisis batubara pada Tabel 3.5 diberikan komponen-komponen batubara yang ada

pada suatu dasar pelaporan yang berbeda.

Page 69: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 69

Tabel 3.5 Komponen-Komponen Batubara Yang Ada Dalam Suatu Has il

Analisis Dengan Dasar Pelaporan Yang Berbeda

Surface moisture (free moisture)

Total

Moisture

Inherent moisture

Ash

Mineral

Matter

Volatile mineral

Matter

Volatile

Organic

Matter

Volatile

matter

Pure

Coal

Fixed carbon

Dry

, min

eral

mat

ter

free

Dry

ash

free

Dry

Air

drie

d

As

rece

ived

3.5.3. Analisa Batubara

A. Analisis Proksimat

Analisis Proksimat adalah analisis kimia yang paling sering dilakukan pada

batubara dan caranyapun sederhana. Pada analisis ini diperlukan contoh berukuran

minus 0,250 mm.

Page 70: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 70

1. Moisture

Kandungan air ditentukan dengan menetapkan kehilangan berat air dari contoh

bila dipanaskan di bawah kondisi terkendali dari temperature, waktu dan atmosfir,

berat contoh dan peralatan.

Contoh dengan berat kira-kira 5 gram dibiarkan mongering didalam atmosfer

oven yang dipanaskan pada 105-110 oC didalam atmosfer yang inert sampai

beratnya constant. Berat yang hilang dihitung sebagai kandungan air. (Gambar 3.6)

Gambar 3.6

Tungku Moisture dan Kapsul Untuk Menentukan Moisture

Page 71: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 71

2. Abu (ash)

Abu ditentukan dengan menimbang sisa pembakaran contoh batubara di

bawah kondisi terkendali dari berat contoh, temperature, waktu dan atmosfer.

Temperatur pembakaran agak berbeda-beda menurut standar seperti 700-750 oC

dari ASTM, B.S. 815oC, dll.

3. Zat Terbang ( Volatile Matter )

Zat terbang ditentukan dengan cara kehilangan berat hasil dari pemanasan

batubara, dibawah kondisi terkendali. Kehilangan berat dikoreksi terhadap air. Ada

dua faktor yang mempengaruhi hasil yaitu temperature akhir dan laju pemanasan.

Contoh dengan berat 1 gram yang ditempatkan dalam crucible platinum

dimasukan ke dalam furnace yang dapat dipanaskan sampai 950oC + 20oC. Nyala

api yang terlihat menunjukan terjadinya pembakaran zat terbang. Nyala api akan

menghilang pada waktu kira-kira 7 menit, saat analisis dianggap selesai. Contoh

dikeluarkan, dibiarkan dingin dan ditimbang. (Gambar 3.7).

Gambar 3.7 Tungku Listrik Untuk Menentukan Volatile Matter

Page 72: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 72

4. Fixed Carbon

Fixed Carbon adalah sisa karbon yang ada setelah analisis zat terbang. Dia

tidak terbentuk seperti itu di dalam batubara, tetapi berupa hasil dekomposisi panas.

FC = 100- (% Air + % Abu + % Zat terbang)

Data-data fixed carbon dimanfaatkan pada klasifikasi, combustion dan

karbonisasi batubara. Mungkin saja pada fixed carbon masih ada sedikit N, S, H dan

oksigen sebagai material yang masih terikat secara kimia dengan karbon. Data fixed

carbon merupakan ukuran dari material padat yang tersisa di dalam alat

pembakaran setelah zat terbangnya keluar.

B. Analisis Ultimat

Analisis ultimat ialah penentuan karbon dan hidrogen yang ada di dalam

material yang diperoleh dari produk gas dari hasil combustion yang sempurna, dan

penentuan sulfur, nitrogen dan abu yang ada didalam material, serta perhitungan

kandungan oksigen.

1. Karbon dan Hidrogen

Karbon dan hidrogen ada di dalam batubara dalam bentuk senyawa organic

kompleks pada batubara. Dengan cara combustion, karbon diubah menjadi carbon

dioksida dan hidrogen menjadi air dibawah kondisi terkendali. Kedua produk ini

diserap oleh reagent tertentu. Karbon dan hidrogen dihitung dari tambahan berat

reagent tersebut.

Beberapa kesulitan akan timbul selama analisis ini :

(1) Combustion yang tidak sempurna akan menyebabkan tidak sempurnanya

pengubahan karbon menjadi karbon monoksida dan hidrogen menjadi air, akan

menghasilkan perhitungan yang tidak betul.

(2) Selama combustion, sulfur berubah menjadi oksida dan harus diambil lebih

dahulu sebelum karbon dioksida diserap.

Kandungan karbon dan hidrogen dimanfaatkan sebagai parameter pada

beberapa klasifikasi.

Page 73: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 73

2. Nitrogen

Nitrogen ada di dalam batubara dalam bentuk senyawa organik batubara.

Senyawa organik nitrogen ini stabil, mungkin berasal dari protein tumbuh-tumbuhan

asal batubara.

Penentuan nitrogen pada batubara didasarkan pada reaksi kimia kuantitatif.

Pertama-tama nitrogen dibebaskan dari material organik dimana ia berada, dengan

cara mengubahnya menjadi ammonia atau unsur nitrogen (N2). Tetapi yang umum

dipakai ialah metoda Kjeldahi dimana nitrogen diubah menjadi ammonium sulphate

dengan H2SO4 panas. Kemudian ammonia dibebaskan dengan menambahkan

natrium hidroksida berlebihan.

3. Total Sulphur

Sulfur ada di dalam batubara sebagai bagian dari bahan organic dan sebagai

bahan anorganik, sulfur terbentuk sebagai bahan yang stabil. Sulfur ini sering

disebut sulfur organic dan tersebar secara merata ke seluruh batubara. Sulfur yang

terikat secara anorganik di dalam pirit dan markasit yang secara umum disebut

pyntic sulphur, tidak terdisbusi secara merata didalam batubara, tetapi terdesiminasi

sebagai kristal sangat halus di dalam material organic. Dalam jumlah sangat kecil

sulfur dapat terbentuk sebagai sulfat seperti kalsium sulfat atau besi sulafat.

Penentuan total sulfat melibatkan beberapa kondisi kimia yang diakhiri

mengubahnya menjadi sulfat dan hal ini dapat dilakukan dengan beberapa metoda.

a. Metode Eschka

Contoh dengan berat tertentu bersama campuran Eschka (campuran antara 2

bagian MgO dan 1 bagian Na2CO3) dibakar bersama-sama dan sulfur

diendapkan dari larutan sebagai Barium Sulfat (BaSO4). Filtrat disaring,bakar

dan timbang.

b. Cara Bomb Washing

Disini sulfur diendapkan sebagai BaSO4 dari oxygen-bomb calorimeter washing

Filtrat disaring, bakar dan timbang.

Page 74: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 74

c. Metoda High-Temperatur Combustion

Contoh dengan berat tertentu dibakar dalam tube furnace pada temperature

1350oC didalam aliran oksigen. Sulfur oksida dan klor yang terbentuk diserap

dengan larutan hydrogen peroksida (H2O2), menghasilkan asam sulfat (H2SO4)

dan asam klorida (HCI). Jumlah kandungan asam total ditentukan oleh titrasi

dengan natrium hidroksida (NaOH). (Gambar 3.10)

4. Oksigen

Oksigen pada batubara diperkirakan dari 100% dikurangi jumlah persen

karbon, hydrogen, nitrogen, total sulfur dan abu.

C. Analisis Lainnya

1. Nilai kalori

Nilai kalori atau panas atau kadang-kadang disebut energi spesifik, ditentukan

dengan membakar contoh dengan berat tertentu di dalam bomb calorimeter dengan

cara adiabatic. Nilai kalori dihitung dari pengamatan temperature yang dilakukan

sebelum dan sesudah dan sesudah combustion. Gross calorific value adalah panas

yang dihasilkan oleh pembakaran satu satuan bahan bakar padat. Pada volume

konstan, sedangkan net calorific value adalah panas yang dihasilkan oleh

pembakaran bahan bakar padat pada tekanan konstan.

Untuk penentuan nilai kalor diperlukan alat (Gambar 3.9)

a. oxigen bomb, yang dirancang dari material yang tidak akan dipengaruhi oleh

proses pembakaran, tahan tekanan hidrostatik sampai 3000 psig.

b. Kalorimeter

c. Adiabatic calorimeter jacket

d. Termometer

e. Sistem otomatis untuk mengendalikan temperature jacket

f. Sample holder

g. Kawat penyala

Page 75: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 75

Gambar 3.8 High - Temperature Combutions Furnace and Adsorptio n Train For

Total Sulfur in Coal Determination

Contoh yang beratnya kira-kira 1 gram ditempatkan di crucible platinum di

dalam bomb. Kawat penyala dihubungkan dan harus kontak dengan contoh. Bomb

ditutup dan diisi dengan oksigen. Contoh dibakar di dalam bomb dengan

menggunakan oksigen bertekanan sampai 40 atmosfer. Bomb dirangkai dengan

calorimeter bucket yang didalanya ada 2 liter air. Pengadukan dilakukan dengan

pengaduk yang diturunkan kedalam bucket setelah calorimeter ditutup.

Pengendalian temperatur dari jacket dilakukan secara otomatik.

Nilai kalori atau energi spesifik penting untuk ditentukan dan digunakan untuk

kepentingan pemanasan, untuk menentukan besarnya suberdaya dan cadangan

energi. Nilai kalori juga digunakan sebagai parameter untuk klasifikasi batubara.

Page 76: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 76

Gambar 3.9 Adiabatic Bomb Calorimeter

Nilai kalor batubara dianggap sebagai jumlah panas pembakaran dari material

yang dapat dibakar karbon, hydrogen dan sulfur (dikurangi panas dekomposisi dari

carbonaceous material dan ditambah reaksi eksotermis atau dikurangi reaksi

endotermis yang terjadi dalam pengotor). Pada dasar (basis) dmmf, nilai kalor

berhubungan langsung dengan komposisi substansi batubnara dan peringkat

batubara serta dapat diperkirakan dari analisis ultimat dengan keakuratan yang

dapat dipertanggungjawabkan.

Mineral matter dan air dianggap sebagai material pengganggu dan

keberadaannya dalam batubara dapat menurunkan nilai kalor secara proporsional.

Oleh karenanya, sangat penting mendefinisikan dasar perhitungan apakah dmmf,

dry, air dried atau as received.

Page 77: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 77

Tabel 3.6 Harga Nilai Kalor Berbagai Batubara

Lignit batubara Bituminus Antrasit

Total moisture (as received) %

Inherent Moisture (air dried) %

Mineral Matter (air dried) %

Volatile Matter (air dried) %

Hidrogen (dmmf) %

Oksigen (dmmf) %

30.0

20.0

8.0

50.0

5.5

23.0

12.0

8.0

8.0

35.0

5.0

12.0

8.0

3.0

8.0

25.0

4.5

5.0

4.0

1.0

8.0

5.0

3.0

1.5

Gross Calorific Value pada volume

Konstan

MJ/kg (dmmf)

(dry)

(air dried)

(as received)

27.0

24.84

19.44

17.01

31.0

28.52

26.04

24.91

35.0

32.20

31.33

29.27

36.0

33.12

32.76

31.77

Net Calorific Value pada tekanan

konstan

MJ/kg (air dried) 18.10 24.95 30.40 32.16

Reduksi GVC ke NCV (air dried)

Sebagai % dari GVC

6.89

4.19

2.97

1.83

2. Gross dan Net Calorific value

Gross Calorific Value menyatakan panas total yang diperolah dari suatu

batubara melalui pengukuran standard semua produk pembakaran dikembalikan

pada temperatur rungan (ambient temperatures). Net calorific value menyatakan

panas yang diperoleh dari suatu batubara dan yang dapat digunakan (useful heat)

dan NCV ini dihitung dari GCV dikurangi panas yang hilang seperti panas sensible

dan panas laten produk pembakaran.

Secara praktis, perhitungan NCV biasanya hanya didasarkan pada panas yang

hilang dikarenakan kadar air produk pembakaran yang tinggal sebagian uap dan

panas laten dari air. Beberapa persamaan standar yang direkomendasikan untuk

menghitung NCV ini diberikan sebagai beriikut:

Page 78: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 78

- ISO Recommendations R 1928

Qnp = Qgv – 0.212 ( H ) – 0.0008 ( 0 ) – 0.0245 M (MJ/kg)

- BSI Recommendations 526

Qnp = Qgv – 91.2 (H ) – 0.3 [ 0] – 10.5 M (Btu/lb)

= Qgv – 0.212 [ H ] – 0.0007 [ 0 ] – 0.0244 (MJ/kg)

- ASTM Recommendations D-407

Qnp = Qgv – 1030 W (Btu/lb)

= Qgv – 0.024 ( 9 [ H ] + M ) (MJ/kg)

dengan

Qgv = gross calorific value pada volume konstan yang diukur dari sample

Qnp = net calorific value pada tekanan konstan

[ H ] = prosentasi berat hydrogen dalam sample, diluar air

[ O ] = prosentasi berat oksigen dalam sample, diluar air

M = prosentasi berat air dalam sample

W = kadar air total prodak pembakaran dinyatakan sebagai lb air / lb bahan

bakar

Perhitungan NCV dengan tiga persamaan standar di atas memberikan hasil

yang kurang lebih sama.

3. Grindability Batubara

Ketergerusan adalah sifat fisik batubara yang dihitung untuk mengetahui

mudah tidaknya batubara untuk digerus. Index yang paling umum digunakan adalah

yang dihitung dengan menggunakan metode mesin hardgrove. Metode ini

didasarkan pada hukum fisika dari Rittinger yang menyatakan: “Selesainya

pekerjaan penghancuran sebanding dengan produksi baru dipermukaan”. Prosedur

dari metode ini adalah mula-mula disiapkan sampel batubara seberat 45 kg yang

telah dipraparasi seberat 50 gr berukuran 16 x 30 mesh, kemudian digerus dalam

mesin penggerus sebanyak 60 kali putaran. Setelah digerus, batubara tersebut di

ayak dengan menggunakan ayakan berukuran 200 mesh. Nilai hardgrove

Page 79: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 79

grindability index sama dengan 13 + 6,3 W, dimana W adalah berat material yang

lolos ayakan 200 mesh.

Gambar 3.10 Hardgrove Grindability Testing Machine

4. Metode penentuan ash fusibility

Penentuan ash fusibility meliputi memanaskan dengan mengamati temperatur

dimana pyramid segitiga (cone) yang disiapkan dari abu mendapatkan dan melewati

tingkatan tertentu dari peleburan dan mengalir di dalam udara reducing atau udara

oxidizing bila dikehendaki.

Dari pengamatan tentukan temperatur deformasi awal yaitu temperatur saat

apex dari cone mulai membulat atau melengkung. Softening temperature yaitu

temperatur dimana cone telah membentuk tumpukan spherical Fluid temperatur

(temperatur cair) dimana cone mulai melebar membentuk lapis tipis.

Page 80: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 80

5. Free Swelling Index

Uji ini dilakukan dengan memanaskan pada temperatur + 850oC contoh

batubara (+ 20 gram) dengan cara pemanasan dengan gas atau pemanasan

dengan listrik. Contoh ditempatkan didaam crucible tertutup dan dipanaskan

dibawah kondisi terkendali hingga membentuk coke button. Alat uji Free Swelling

Index dapat dilihat pada Gambar 3.11. Ukuran coke button merupakan indikasi dari

karakteristik pemuaian dari batubara. Buat 5 button dan bandingkan dengan nomor

profil standard rata-rata dari kelima nomor propel yang peling mendekati standar,

diambil sebagai free swelling index (Gambar 3.12). Ada 17 profil standar yang

ditandai dengan nomor dari 1 hingga 9.

Gambar 3.11 Alat Uji Free Sweeling Index (FSI)

Page 81: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 81

Gambar 3.12 Profil Free Sweeling Index (FSI)

6. Sifat Plastis ( Plastic properties )

Apabila coking coal dipanaskan, bagian yang reaktif dari batubara menjai cair

dan pada kebanyakan batubara, ini dimulai pada temperature 300oC dan pada

temperatur 500oC, ia akan mulai membeku kembali. Masa yang emmbeku kembali

disebut semi coke. Tingkatan fluiditas diukur dengan plastometer. Plastometer juga

mengukur selang temperatur selama batubara mencair. Satuan fluiditas ialah dial

division per minute (ddpm). Batubara dengan 60 - 1000 ddpm dipandang cocok

untuk coking.

Page 82: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 82

Gambar 3.13 Gieseler Piastometer

Uji dengan Gieseler plastometer sebagai berikut (Gambar 3.13): Tempatkan

pengaduk dan crucible ke dalam loading divice. Masukkan contoh batubara

sebanyak 4.5 gram, padatkan. Hubungan crucible pada alat pengukur plastometer.

Sealanjutnya turunkan crucible ke dalam molten metal bath dari furnace. Atur

temperature furnace mencapai 300oC dalam waktu 10 + 2 menit, selanjutnya laju

pemanasan diatur 3oC/min. Ketika batubara menjadi plastis, pengaduk mulai

berputar. Laju gerakan pengaduk diukur dengan ddpm. Besaran-besaran yang

biasanya ditentukan oleh Gieseler plastometer:

a. Temperatur pelunakan awal-yaitu temperature ketika putaran stirrer (pengaduk)

sama dengan 1 ddpm.

b. Temperatur fluiditas maksimum – yaitu temperatur dimana gerakan pengaduk

mencapai maksimum dalam ddpm.

c. Temperatur pembeku – yaitu temperature pada saat pengaduk berhenti

bergerak.

d. Fluiditas maksimum – yaitu laju gerakan pengaduk maksimum dalam ddpm.

Page 83: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 83

7. Dilatation Test

Perubahan volume selama masa mencair diukur dengan menggunakan alat

dilatometer. Dengan uji ini tingkah laku pengerutan/pemuaian daru batubara akan

diketahui. Hasil dari uji dapat digunakan untuk menghitung apa yang disebut faktor

G. Setiap faktor G menunjukan harga tertentu dari zat terbang yang digunakan

menentukan index dari coking powe dari batubara yang diuji.

Dilatometer test dilakukan untuk menentukan variasi dari panjang contoh

batubara ketika dipanaskan menurut laju yang telah ditentukan. Dalam hal ini 2

gram contoh bubuk batubara dicetak membentuk pensil dengan panjang 60 mm dan

diameter 6.5 mm, diletakkan di dalam tabung sempit dan diberi piston yang

berdiameter 7.5 mm dan berat 150 gram di atasnya. Suatuu pointer yang dipasang

pada piston dapat mengamati gerakan vertical. Tabung sempit bersama contoh

dalamya dimasukan ke dalam tungku listrik dan dipanaskan mulai dari 300oC

dengan laju 3oC per menit. Pengamatan/pembacaan dilakukan secara teratur

terhadap perpindahan piston sebagai fungsi temperature dan panjang pensil

semula. (Gambar 3.14).

Data yang penting adalah:

a. Ts, temperatur pelunakan

b. Tc, temperatur penyusutan (contraction temperatur)

c. Tm, temperature pemuaian (dilatation temperatur)

d. C, penyusunan maksimum %

e. E, pemuaian maksimum %

8. Drop-shatter test

Uji ini untuk menentukan stabilitas ukuran relative atau friability dari batubara.

Data hasil uji ini dianggap sebagai menyatakan kemampuan batubara menahan

benturan (remuk) selama handling dan pencucian. Pengujiannya meliputi

menjatuhkan batubara dari beberapa selang ukuran pada ketinggian tetap 6 ft ke

atas plat metal. Produk hasil jatuhan dianalisis ayak dan hitung friability atau size

stability-nya.

Page 84: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 84

Gambar 3.14 Audibert-Amu Dilatometer

9. Tumbler test

Ini adalah cara lain untuk menentukan friability atau size stability dari batubara

berukuran tertentu. Pengujian dilakukan di dalam jar porselen berukuran diameter 7

1/4. Bagian dalam ada rangka besi lifting selve 3 buah berukuran 6 ½ lebar dan ¾

tinggi. Contoh sebanyak 1 kg dimasukan ke dalam jar dan diputar selama 1 jam

dengan kecepatan 40 + 1 rpm (total 2.400 putaran). Hasil uji dianalisis ayak dan

tentukan friability atau size stability.

Page 85: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 85

Gambar 3.15 Kurva Dilatometer dan Perhitungan Harga – G

Page 86: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 86

BAB IV KEGIATAN PENAMBANGAN BATUBARA

4.1. TEKNIK EKSPLORASI BATUBARA

Batubara terdapat dalam satuan sediment klastik, penyebarannya tidak merata.

Penyebaran dan pengendapan batubara yang mempunyai nilai ekonomi sangat

dipengaruhi oleh keadaan geologi daerah yang bersangkutan.

Besarnya cadangan dan keadaan geologi dari endapan batu-bara tersebut

akan sangat mempengaruhi besaran produksi yang akan dicapai serta berapa besar

investasi yang diperlukan.

Suatu usaha pertambangan dikatakan berhasil apabila dapat dilakukan

konservasi dari suatu keadaan yang bersifat alamiah menjadi keadaan dan situasi

yang dapat dikendalikan dan terencana serta dapat diperkirakan sebelumnya.

Keberhasilan eksplorasi sangat menentukan dalam perencanaan eksploitasi.

Pengambilan endapan batubara yang dilakukan secara ekonomis menuntut

digunakannya secara intensif beberapa disiplin ilmu sejak mulai dari tahap

penyelidikan umum sampai pada saat dilakukan pengambilannya.

4.1.1. TAHAPAN PENYELIDIKAN

a. Penyelidikan Umum

Penyelidikan umum diawali dengan studi pustaka atau disebut pula sebagai

desk study. Studi ini menyangkut mengenai keadaan geologi regional, tektonik dan

yang berkaitan dengan paleogeographic setting suatu daerah penyelidikan.

Maksud penyelidikan umum adalah untuk memperoleh informasi dan

menentukan batasan luas daerah. Setelah itu selesai, dilakukan penelitian lapangan

dengan tujuan pengecekan lapangan hasil studi pustaka. Dalam penelitian lapangan

diusahakan pula mencari kemungkinan adanya singkapan batubara, mengambil

contoh batuan dan contoh batubaranya.

Page 87: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 87

b. Penyelidikan Pendahuluan

Pelaksanaan eksplorasi pendahuluan dilakukan dengan memetakan daerah

penyelidikan, baik dengan pemetaan topografi maupun dengan foto udara dengan

tujuan mendapatlkan peta yang benar dan baik sebagai dasar penyelidikan

selanjutnya.

Tahap berikutnya melakukan pemetaan geologi dengan menggunakan peta

permukaan dan foto udara dimaksudkan untuk melakukan interpresi keadaan

singkapan, struktur, dan kedudukan stratigrafi dari batubara. Untuk mengetahui

kedudukan stratigrafi lapisan-lapisan batubara dilakukan pemboran dangkala

ataupun pemboran dalam di beberapa tempat. Tujuan untuk mendapatkan data

tentang ketebalan dan kedududkan formasi batubara. Dengan melakukan korelasi

terlebih dahulu dari titik-titik pemboran dapat diketahui arah dan bentuk penyebaran

lapisan batubara. Disamping itu diperoleh pula data pendahuluan tentang kualitas

batubara

Pada akhir program ini, apbila sekiranya daerah tersebut mempunyai nilai

ekonomi yang potensial, maka akan diperoleh data sebagai berikut:

- Hasil perhitungan cadangan sampai tingkat indikatif.

- Perkiraan tentang kualitas

- Interpretasi tentang geometrid an struktur endapan

- Laporan tentang sumber cadangan secara lengkap untuk studi pemasaran dan

financial.

Di samping itu sudah dapat ditentukan pula:

- keadaan geologi endapan batubara dan perkiraan stuktur bawah permukaan

- Alternatif cara penambangan baik secara tambang terbuka atau tambang dalam.

c. Penyelidikan Detail

Pada tingkat ini kegiatan eksplorasi lebih terpusat pada kegiatan pemboran

yang bertujuan untuk lebih mengetahui bentuk geometri endapan batubara, kualitas

dari lapisan batubara dan kemungkinan adanya anomaly geologi yang mungkin

akan menimbulkan kesulitan dalam proses penambangan yang akan dilaksanakan.

Apabila diperlukan dapat pula dilakukan penyelidikan geofisika dengan tujuan untuk

Page 88: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 88

mengetahui secara rinci keadaan geologi bawah permukaan yang meliputi keadaan

sratigrafi dan struktur geologi yang tidak terekam dari kegiatan pemboran.

Pengumpulan dan pendokumentasian semua data yang diperoleh berikut peta-peta

yang telah dibuat serta rencana penambangan akan dipergunakan sebagai dasar

dan rencana kerja aktifitas penambangan yang akan datang. Pada akhir kegiatan

program ini akan dihasilkan hal-hal sebagai berikut:

- Perhitungan cadangan sampai tingkat yang dapat diambil recoverable reserve,

sedang ketepatan perkiraan perhitungan batubara yang dapat dijual sudah

mendekati 20 %.

- Data lengkap mengenai kualitas, baik secara statistic dan variasi yang terdapat

secara regional, data yang menyangkut batuan ikutan.

- Data tentang penggunaan batubara dan laporan tentang hasil test pembakaran

baik dalam laboratorium maupun dalam skala komersial di sector industri.

- Data yang menyangkut tentang pencucian batubara (washability test).

Bilamana data yang telah dikumpulkan tersebut dan pada kenyataannya sudah

konprehensif maka berarti pengembangan sumber cadangan batubara tersebut

telah memperoleh prioritas yang tinggi untuk diajukan ketingkat yang lebih lanjut.

Tingkat selanjutnya akan dilakukan pengumpulan data mengenai penambangan dan

masalah yang menyangkut bidang-bidang yang bersifat engineering seperti masalah

geoteknik, hidrologi dan perencanaan proses pencucian, hal yang menyangkut

pengangkutan dan penimbunan batubara.

Semua data tersebut dikompilasi dan dijadikan bahan untuk membuat studi

kelayakan pengembangan endapan batubara tersebut kearah pembukaan tambang.

Pekerjaan eksplorasi akan tetap dilakukan terus selama masa umur tambang

tersebut berjala. Pekerjaan eksplorasi ini dikenal sebagai commercial exploration

programme, menyangkut pula pekerjaan pemboran produksi (production drilling)

yang bertujuan untuk lebih meningkatkan ketelitian yang dapat diambil (recoverable

reerve) sampai pada tingkat 5 %. Apabila uraian tersebut di atas dibuat dalam

bentuk diagram kerja seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Page 89: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 89

Penyelidikan Umum

Penyelidikan Pendahuluan

Penyelidikan Detail

Commercial Exploration Programme

- studi pustaka

- pengecekan dilapangan

- keadaan geologi regional- keadaan tektonik- keadaan "paleography setting"- batasan luas daerah kerja

- mencari singkapan batuan dan batubara- mengambil contoh batuan- mengambil contoh batubara

- memetakan daerah kegiatan

- interpretasi keadaan geologi

- pemetaan topografi- pemetaan foto udara

- stratigrafi kedudukan batubara- struktur geologi

- pemboran

- korelasi- hasil perhitungan cadangan- bentuk geometri cadangan- perkiraan kualitas

- pemboran

- geofisika

- bentuk geometri endapan batubara lebih teliti dan perhitungan cadangan- anomali geologi - sesar- kualitas batubara - analisa laboratorium - sifat batubara

- stratigrafi kedudukan batubara- struktur geologi- bentuk endapan batubara

- pemboran lanjutan

Gambar 4.1.

Diagram Kerja Tahapan Penyelidikan

4.1.2. POTENSI CADANGAN BATUBARA

Salah satu hal yang mentukan dalam pengusahaan batubara adalah besaran

potensi cadangan (reserves) batubara di daerah yang bersangkut. Beberapa

terminologi cadangan (reserve) adalah sebagai berikut:

Page 90: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 90

a. Potensi cadangan Tereka (Inferred reserves)

Potensi cadangan tereka dari suatu lapangan prospek batubara adalah jumlah

batubara dalam ton yang perhitungannya mendasarkan pada data geologi hasil

penelitian lapangan dalam bentuk peta geologi, geofisika dan kualitas batubara

tyang telah dapat memberikan model tentative dari pola sedimentasi lapisan

batubara.

b. Potensi cadangan Terkira (Indicated Reserves)

Potensi cadangan terkira dari satu lapangan prospek batubara adalah jumlah

batubara dalam ton yang perhitungannya mendasarkan atas model tentative

batubara dari keterpaduan penelitian lapangan dan penelitian laboratorium serta

telah dibuktikan dengan beberapa pemboran eksplorasi. Indicated reserves perlu

diketahui untuk perencanaan tambang.

c. Mineable In-situ Reserves

Jumlah ton batubara in-situ dari penampang lapisan batubara yang

direncanakan dapat ditambang. Dari padanya diperoleh cukup informasi yang

berguna dalam perencanaan. Mineable in-situ reserves dapat diperhitungkan dari

indicated reserves.

d. Potensi Cadangan Terambil (Recoverable Reserves)

Potensi cadangan terambil dari satu lapangan prospek batubara adalah jumlah

batubara dalam ton yang perhitungan potensi diperoleh secara rinci dari beberapa

pemboran eksplorasi teknis maupun pertimbangan keekonomiannya. Besaran

cadangan batubara merupakan hasil perkalian luas pelamparan, ketebalan dan

berat jenis batubara dari suatu daerah prospek batubara. Recoverable Reserves

ditambah dengan Dilution sama dengan Run of Mine Tonage. Termasuk dilution

adalah batubara yang hilang sewaktu proses penambangan.

Page 91: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 91

Dengan mengetahui berbagai potensi cadangan batubara di suatu daerah

maka program pengembangan dalam rangka pengusahaan batubara akan lebih

terarah.

e. Marketable Reserves

Jumlah ton batubara yang akan dapat dipasarkan atau dijual, dapat berupa run

of mine tonnage (kalau tidak dilakukan pengolahan) maupun setelah dilakukan

pengolahan.

4.2. TEKNIK EKSPLOITASI BATUBARA

Metode penambangan batubara sangat tergantung pada :

- Keadaan geologi daerah antara lain sifat lapisan batuan penutup, batuan lantai

batubara, struktur geologi.

- Keadaan lapisan batubara dan bentuk deposit.

Pada dasarnya dikenal dua cara penambangan batubara yaitu cara tambang

dalam dan tambang terbuka.

Cara tambang dalam, dilakukan pertama-tama dengan jalan membuat lubang

persiapan baik berupa lubang sumuran ataupun berupa lubang mendatar atau

menurun menuju ke lapisan batubara yang akan ditambang. Selanjutnya dibuat

lubang bukaan pada lapisan batubaranya sendiri. Cara penambangannya sendiri

dapat dilakukan:

a. Secara manual, yaitu menggunakan banyak alat yang memakai kekuatan

tenaga manusia.

b. Secara mekanis, yaitu mempergunakan alat sederhana sampai menggunakan

system elektronos dengan pengendalian jarak jauh.

Cara tambang terbuka, dilakukan pertama-tama dengan mengupas tanah

penutup. Pada saat ini metode penambangan mana yang akan dipilih dan

kemungkinaan mendapatkan peralatan tidak mengalami masalah. Peralatan yang

ada sekarang dapat dimodifikasi sehinggga berfungsi ganda. Perlu diketahui pula

Page 92: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 92

bahwa berbagai jenis batubara memerlukan jenis dan peralatan yang berbeda pula.

Mesin-mesin tambang modern sudah dapat digunakan untuk pekerjaan kegiatan

penambangan dengan jangkauan kerja yang lebih luas dan mampu melaksanakan

berbagai macam pekerjaan tanpa perlu dilakukan perubahan dan modifikasi yang

besar. Pemilihan metode penambangan batubara baik yang akan ditambang secara

tambang dalam ataupun tambang terbuka ditentukan oleh faktor:

- Biaya penambangan

- Batubara yang dapat diambil (coal recovery)

- Pengotoran hasil produksi oleh batuan ikutan.

Dalam memperhitungkan biaya penambangan dengan metode tambang

terbuka harus termasuk juga biaya pembuangan tanah penutup batubara sampai

pada kemiringan lereng yang seaman mungkin (slope angle).

Perbandingan antara lapisan batuan tanah penutup dengan batubara

merupakan faktor penentu dalam memilih metode penambangan. Untuk itu perlu

dihitung terlebih dahulu break even stripping ratio, yaitu perbandingan antara selisih

biaya untuk penambangan satu ton batubara secara tambang dalam dan tambang

terbuka dibagi dengan biaya pembuangan setiap ton tanah penutup lapisan

batubara.

Contoh:

Suatu rencana penambangan batubara diperhitungkan apabila dilaksanakan

secara tambang dalam memerlukan biaya Rp 20.000 setiap ton. Apabila dilakukan

secara tambang terbuka Rp 8.000, sedang biaya pengupasan tanah pada tambang

terbuka adalah Rp 2.000 pertonnya.

Stripping ratio antara tambang terbuka yang menghasilkan perbedaan biaya

impas (brek even cost) dengan penambangan secara tambang dalam adalah:

Break even stripping ratio 6 2.000

8.000 - 20.000 ==

Dengan demikian break even stripping ratio adalah 6 : 1, yang berarti bahwa

untuk mengambil 1 ton batubara maksimum jumlah tanah penutup harus dibuang

adalah 6 ton.

Dengan demikian maka cara penambangannya sudah harus di tinjau kembali

karena secara ekonomis sudah tidak menguntungkan lagi.

Page 93: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 93

4.2.1. METODE PENAMBANGAN SECARA TAMBANG DALAM

Pada penambangan batubara dengan metoda tambang dalam yang terpenting

adalah bagaimana mempertahankan lubang buka seaman mungkin agar terhindar

dari kemungkinan :

- Keruntuhan atap batuan

- Ambruknya dinding lubang (rib spalling)

- Penggelembungan lantai lapisan batubara (floor heave)

Kejadian tersebut di atas disebabkan oleh terlepasnya energi yang tersimpan

secara alamiah dalam endapan batubara. Energi yang terpendam tersebut

merupakan akibat terjadinya perubahan atau deformasi bentuk endapan batubara

selama berlangsunganya pembentukan deposit tersebut. Pelepasan energi tersebut

disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan tegangan yang terdapat pada

massa batuan akibat dilakukannya kegiatan pembuatan lubang-lubang bukaan

tambang. Disamping itu kegagalan dapat disebabkan batuan dan batubara itu tidak

mempunyai daya penyangga di samping faktor-faktor alami dari keadaan geologi

endapan batubara tersebut.

Penambangan batubara secara tambang dalama kenyataannya sangat

ditentukan oleh cara mengusahakan agar lubang bukaan dapat dipertahankan

selama mungkin pada saat berlangsungnya penambangan batubara dengan biaya

rendah atau seekonomis mungkin.

Untuk mencapai keinginan tersebut maka pada setiap pembuatan lubang

bukaan selalu diusahan agar:

- Kemampuan penyangga dari atap lapisan

- Kekuatan lantai lapisan batubara

- Kemampuan daya dukung pilar penyangga.

Dimanfaatkan semaksimal mungkn. Namun apabila cara manfaat sifat alamiah

tersebut sulit untuk dicapai, maka beberapa cara penyanggaan buatan telah

diciptakan oleh ahli tambang.

Metode penambangan secara tambang dalam pada garis besarnya dapat

dibedakan yaitu:

a. Room and Pillar atau disebut pula Bord and Pillar

b. Longwall.

Page 94: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 94

Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri

terutama pada keadaan endapan batubara yang dihadapi di samping faktor lainnya

yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode penambangan tersebut.

A. Metode Room and Pillar

Cara penambangan ini mengandalkana endapan batubara yang tidak diambil

sebagai penyangga dan endapan batubara yang diambil sebagai room. Pada

metode ini penambangan batubara sudah dilakukan sejak pada saat pembuatan

lubang maju. Selanjutnya lubang maju tersebut dibesarkan menjadi ruangan-

ruangan dengan meninggalkan batubara sebagai tiang penyangga. Besar dan

bentuk ruangan sebagai akibat pengambilan batubaranya harus diusahakan agar

penyangga yang dipakai cukup memadai kuat mempertahankan ruangan tersebut

tetap aman sampai saatnya dilakukan pengambilan penyangga yang sebenarnya

yaitu tiang penyangga batubara (coal pillars). Metoda ini mempunyai keterbatasan-

keterbatasan dalam besaran jumlah batubara yang dapat diambil dari suatu

cadangan batubara karena tidak semua tiang penyangga batubara dapat diambil

secara ekonomis maupun secara teknik.

Dari seluruh total cadangan terukur batubara yang dapat diambil dengan cara

penambangan metode Room and Pillar ini paling besar lebih kurang 30 – 40 % saja.

Hal ini disebabkan banyak batubara tertinggal sebagai tiang-tiang pengaman yang

tidak dapat diambil. Gambar 4.2 memperlihatkan Sketsa Sistem Penambangan

dengan cara Room and Pillar.

Page 95: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 95

Gambar 4.2 Skema Sistem Penambangan Room And Pillar

B. Metode Longwall

Ada dua cara penambangan dengan menggunakan metoda Longwall yaitu :

- Cara maju (advancing)

- Cara mundur (retreating)

Pada penambangan dengan metoda advancing Longwall terlebih dahulu dibuat

lubang maju yang nantinya akan berfungsi sebagai lubang utama (main gate) dan

lubang pengiring (tail gate), dibuat bersamaan pada pengambilan batubara dari

lubang buka tersebut.

Kedua lubang tersebut digunakan sebagai saluran udara yang diperlukan untuk

menyediakan udara bersih pada lubang bukanya di samping untuk keperluan

transportasi batubaranya dan keperluan penyediaan material untuk lubang bukanya.

Metoda ini akan memberikan hasil lebih cepat karena tidak memerlukan waktu

menunggu lubang yang diperlukan yaitu lubang utama (main gate) dan lubang

pengiring (tail gate).

Page 96: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 96

Pada metode retreating longwall merupakan kebalikan dari metode advancing

longwall, karena pengambilan batubara belum dapat dilakukan sebelum selesai

dibuat suatu panel yang akan memberikan batasan lapisan batubara yang akan

diesktraksi (diambil).

Pemilihan salah satu dari 2 metode tersebut harus memperhatikan keadaan

dan kondisi alami yang ditemukan pada endapan batubara itu sendiri agar nantinya

tidak akan menghadapi kesulitan-kesulitan selama dilakukan ekstraksi yang pada

akhirnya tentu bertujuan mencari biaya serendah mungkin. Gambar 4.2 adalah

Skema Sistim Penambangan Longwall.

Gambar 4.3. Skema Sistem Penambangan Loongwall .

Page 97: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 97

Selain kedua metode tersebut terdapat pula beberapa variasi metode

penambangan yang dapat diterapkan. Hal ini tergantung pada macam dan jenis

serta ketebalan lapisan di samping kemiringan lapisan batubara yang perlu juga

diperhatikan. Gambar 4.3 adalah Kegiatan pada Sistim Penambangan Longwall.

Gambar 4.4 Kegiatan Pada Penambangan Loongwall.

Tampak Pekerja Sedang Mengoperasikan Shearing Machine.

Peralatan yang digunakan pada penambangan tambang dalam dapat dibagi

dalam dua kategori yaitu:

- Peralatan untuk pekerjaan persiapan

- Peralatan untuk ekstraksi batubara

Pada saat ini kemampuan peralatan tambang dalam sudah demikian maju

sehingga seluruh kegiatan pekerjaan fisik yang dilakukan oleh manusia, praktis

sudah digantikan oleh mesin atau alat bantu mekanis.

1. Peralatan Untuk Pekerjaan Persiapan

Kegunaan utama alat ini untuk membuat lubang buka, kemudian lubang maju

baik dilapisan batuan yang menuju ke lapisan batubara maupun dalam batubaranya

sendiri.

Page 98: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 98

Alat atau mesin yang dipakai untuk pembuatan lubang ini dapat dibedakan dari

sifat pekerjaan, apakah mesin tersebut dapat langsung menggali dan membuang

pecahan batuan hasil galian atau hanya memecah saja sedang pembuangan dan

pengambilan pecahan batuan dilakukan mesin lain.

Pada tipe yang pertama mesin ini disebut road heading machine, yang dapat

memotong dan mengerat batuan atau batubara yang pecahnya dapat dikorek dan

diangkut untuk selanjutnya dibuang dan ini dilakukan oleh satu unit mesin.

Pada tipe yang kedua pekerjaan pemecahan dan pelepasan batuan dari

formasi lapisan dilakukan oleh mesin lain yang pada umumnya berupa peralatan

bor. Alat tersebut merupakan 1 unit maupun dapat terdiri beberapa unit mesin bor

atau apa yang dikenal sebagai jumbo drill pekerjaannya hanya membuat lubang bor

dan nanti diisi dengan bahan peledak dan selanjutnya diledakkan. Pecahan batuan

akibat peledakan tersebut diangkut dan dibuang dengan mesin lain, yaitu alat muat

dan angkut load hail dump loader atau gathering arm loader yang langsung

membuang ke ban berjalan yang dipasang dibelakangnya dan selanjutnya dibawa

ke luar tambang.

Gambar 4.5 Kenampakkan Tambang Bawah Tanah Di Ombilin, Sumatra Barat.

Page 99: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 99

2. Peralatan Untuk Ekstraksi Batubara

Pada lubang-lubang transport dan lubang atau lubang lainnya ada bermacam-

macam penyanggaan yang dipakai tergantung kesediaannya ditempat. Di samping

itu faktor ekonomi juga merupakan pertimbangan.

Penyangga lubang dapat dari kayu maupun besi baja kontruksi dan bentuknya

ada yang persegi ataupun berbentuk arch. Selain cara-cara konvensional yang

digunakan dalam penyanggaan, pada tambang batubara telah juga dipakai cara

penyanggaan yang dinamakan roof bolting (Gambar 4.5). Cara ini digunakan untuk

mengikat batubara yang lemah (immediate roof) dengan lapisan yang kuat di

atasnya dan juga mengikat lapisan-lapisan batuan yang lemah menjadi beratnya

sendiri sepanjang lebar bukaan lubang yang dibuat.

Jenis dan tipe penyanggaan dengan memakai roof bolt ada dua macam yaitu:

1. Mechanical roof bolt-wedge type atau expandable shell

2. Chemical roof bolt- memakai resin.

Penyanggaan yang digunakan pada daerah penggalian batubara dapat terdiri

dari balok-balok kayu maupun dari batang besi baja. Penyangga pemakaiannya

hanya bersifat sementara karena nantinya penyangga tersebut akan tergeser atau

dibiarkan tertinggal sehingga atap lapisan batubara dibiarkan runtuh.

Pada metode Longwall penyangga lapisan atap batubara digunakan

penyangga mekanis dengan memakai tenaga hidrolis untuk menahan tekanan

lapisan atap batubara yang dikenal sebagai Power roof support (PSR). Penyangga

mekanis ini menggantikan penyangga konvensional yang memakai seperti ini dapat

dipergunakan berulang-ulang.

Penyangga mekanis ini dapat dibuat menurut kebutuhan tergantung kekuatan

yang diinginkan. Power Roof Support yang dipakai di unit produksi Ombilin

mempunyai kekuatan daya dukung setiap unitnya sebesar 325 ton, dan pada saat

ini telah dibuat PRS yang berkekuatan sampai 900 ton. Gambar 4.6 adalah

Penyangga dengan Sistim Hidrolik.

Page 100: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 100

Gambar 4.6 Skema Sistem Penyanggaan Dengan Roof Bolt .

Gambar 4.7 Penyanggaan Dengan Sistem Hidrolik Pada Penambangan Loongwall.

Page 101: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 101

4.2.2. METODE PENAMBANGAN SECARA TAMBANG TERBUKA

Kelebihan tambang terbuka dibandingkan dengan tambang dalam adalah relatif

lebih aman, relatif lebih sederhana, dan mudah pengawasannya. Pada saat ini

sebagain besar penambangan batubara dilakukan dengan metode tambang

terbuka, lebih-lebih setelah digunakannya alat-alat besar yang mempunyai kapasitas

muat dan angkut yang besar untuk membuang lapisan tanah penutup batubara.

Dengan demikian pekerjaan pembuangan lapisan penutup batubara menjadi lebih

murah dan menekan biaya ekstraksi batubara.

Selain itu prosentasi batubara yang diambil jauh lebih besar dibandingkan

dengan batubara yang dapt diekstraksi dengan cara tambang dalam. Penambangan

batubara dengan metode tambang terbuka saat ini diperoleh 85% dari total

mineable reserve, sedang dengan metode tambang dalam paling besar hanya 15%

saja.

Walaupun demikian penambangan secara tambang terbuka mempunyai

keterbatasan yaitu:

- Dengan peralatan yang ada pada saat sekarang ini keterbatasan kedalaman

lapisan batubara yang dapat ditambang.

- Pertimbangan ekonomi antar biaya pembuangan batuan penutup dengan biaya

pengambilan batubara.

Tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka tergantung

pada letak dan kemiringan serta banyaknya lapisan batubara dalam satu cadangan.

Disamping itu metode tambang terbuka dapat dibedakan juga dari cara pemakaian

alat mesin yang digunakan dalam penambangan.

Beberapa tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka

adalah:

a. Contour Mining

Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang

terdapat di pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada

suatu singkapan lapisan batubara dipermukaan atau crop line dan selanjutnya

mengikuti garis kontur sekeliling bukit atau pegunungan tersebut.

Page 102: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 102

Lapisan batuan penutup batubara dibuang kearah lereng bukit dan selanjutnya

batuan yang telah tersingkap diambil dan diangkut. Kegiatan penambangan

berikutnya dimulai lagi seperti tersebut di atas pada lapisan batubara yang lain

sampai pada suatu ketebalan lapisan penutup batubara yang menetukan batas

maksimum ke dalaman di mana peralatan tambang tersebut dapat bekerja. Batas

ekonomis ini ditentukan oleh beberapa variabel antara lain :

- Ketebalan lapisan batubara

- Kualitas

- Pemasaran

- Sifat dan keadaan lapisan batuan penutup

- Kemampuan peralatan yang digunakan

- Persyaratan reklamasi

Gambar 4.8 a. Tipe Mountaintop Mining b. Tipe Countour Mining

Peralatan yang digunakan untuk cara penambangan ini pada umumnya

memakai peralatan yang mempunyai mobilitas tinggi atau dikenal sebagai mobil

equipment.

Peralatan mekanis yang digunakan seperti alat muat (Wheel Loader, Track

Loader, Front Shovel, dan Backhoe), alat angkut jarak jauh (Off Highway Dump

Truck), alat angkut jarak dekat (Power Scraper), dan peralatan lainnya.

Alat-alat tersebut dipergunakan untuk pekerjaan pembuang lapisan penutup

batubara sedang untuk pengambilan batubaranya dapat digunakan dengan alat

yang sama atau yang lebih kecil tergantung tingkat produksinya. Kapasitas alat

angkut berupa Off Highway Dump Truck antara 18 ton sampai 170 ton. Di

Page 103: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 103

Indonesia, tipe contour mining diterapkan antara lain di Tambang Batubara Ombilin

Sawahlunto, Sumatera Barat. Ditempat ini penambangan secara besar-besaran

telah dimulai sejak tahun 1977 dengan menggunakan mobile equipment berupa alat

muat yang terdiri front end loader berkapasitas 5-6 m3 dan front shovel 7 m3, sedang

untuk alat angkut diguanakan Off High Dump truck berkapasitas 35 ton dan 50 ton.

Selain itu dipergunakan Power Scraper kapasitas 15 m3.

Mengingat batuan penutupnya sangat keras maka digunakan peledakan,

dengan menggunakan beberapa unit alat bor drill blasthole machine yang

mempunyai kemampuan bor berdiameter sampai 6 inches, sedang bahan

peledaknya dipergunakan Ammonium Nitrate dan Solar (ANFO). Pengekstrasian

batubara digunakan excavator berukuran 4 m3 dengan alat angkut berupa Coal

Hauler kapasitas 18 ton. Gambar 4.9 adalah Wheel Loader sebagai alat pengupas.

Gambar 4.9 Wheel Loader Sebagai Alat Muat.

b. Open Pit Mining

Open pit mining adalah penambangan secara terbuka dalam pengertian umum.

Apabila hal ini diterapkan pada endapan batubara dilakukan dengan jalan

membuang lapisan batuan penutup sehingga lapisan batubaranya tersingkap dan

selanjutnya siap untuk diekstraksi. Peralatan yang dipakai pada penambangan

secara open pit dapat bermacam-macam tergantung pada jenis dan keadaan

batuan penutup yang akan dibuang. Dalam memilih peralatan perlu

dipertimbangkan:

Page 104: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 104

• Kemiringan Lapisan batuan

Pada lapisan dengan kemiringan cukup tajam, pembuangan lapisan penutup

dapat menggunakan alat muat baik berupa face shovel, front end loader atau

alat muat lainnya.

• Masa operasi tambang.

Penambangan tipe open pit biasanya dilakukan pada endapan batubara yang

mempunyai lapisan tebal / dalam dan dilakukan dengan menggunakan beberapa

bench.

Peralatan yang digunakan untuk pembuangan lapisan penutup batubara

dibedakan sebagai berikut:

1. Peralatan yang bersifat mobil antara lain Track Shovel, loader, bulldozer,

scraper.

Gambar 4.10.

Wheel Dozer sebagai Alat Pengupas.

2. Peralatan yang bersifat bekerja secara kontinu membuang lapisan penutup

tanpa dibantu alat angkut antara lain :

a. Dragline baik yang dengan crawler maupun walking dragline. Alat ini

mengeruk dan langsung membuang sendiri. Kapasitasnya bervariasi mulai

dari yang kecil kurang darii 5 m3 sampai dengan yang kapasitas mangkok di

atas 40 m3 dan jarak buang lebih dari 75 m.

Page 105: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 105

b. Front Shovel ada dua tipe:

1. Stripping shovel: mempunyai kapasitas mangkok (bucket) yang besar dan

jangkauan yang panjang digunakan sebagai alat pembuang lapisan

penutup batubara tanpa perlu bantuan alat angkut yang lain. Pada

umunya kapasitas mangkok berukuran lebih besar dari 20 m3, dengan

jangkauan buang lebih dari 25 m.

2. Loading shovel: yang dipergunakan sebagai alat muat pada umumnya

kapasitas isi mangkok dan panjang jangkauan lebih pendek.

c. Bucket Wheel Excavator: adalah alat penggali dan pengangkut sekaligus.

Alat ini dapat bekerja sendiri atau dibantu alat lain berupa belt conveyor dan

dapat dibantu dengan alat yang dinamakan belt transfer, dan selanjutnya

pada ujung belt conveyor dipasang alat yang dinamakan belt spreader yang

berguna untuk menyebarkan hasil galian batuan penutup ketempat

pembuangan dumping disposal area. Di Indonesia cara penambangan Open

pit dengan memakai Bucket Wheel Excanator ini dilaksanakan antara lain di

Tambang Batubara Bukit Asam di Sumatera Selatan yang terdapat 5 unit

Bucket Wheel Excavator, 5 unit Belt Transfer (Belt Wagon), 2 unit Speader

dan Belt Conveyor dengan panjang lebih kurang 3 km. Gambar 4.13 adalah

Sketsa Penambangan Open Pit.

Gambar 4.11

Track Loader sebagai Alat Muat.

Page 106: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 106

Gambar 4.12

Backhoe Lengan Panjang Sedang Memuatkan Ke Dump Truck

Gambar 4.13.

Penambangan Open Pit.

d. Striping Mining

Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan batubara yang

lapisannya datar dekat permukaan tanah. Alat yang digunakan dapat berupa alat

yang sifatnya mobil atau alat penggalian yang dapat membuang sendiri.

Penambangan batubara khususnya di Kalimantan akan dimulai dengan cara

Tambang Terbuka yang memakai alat kerja bersifat mobil.

Page 107: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 107

4.2.3 TEKNIK PENAMBANGAN LAPISAN BATUBARA TIPIS

Penyebaran batubara tidak selalu seiring oleh kualitas dan ketebalan yang

menggembirakan, karena sering dijumpai kualitas batubara di suatu daerah cukup

tinggi sementara ketebalannya kurang dari 1 m, atau sebaliknya.

Ketebaan lapisan batubara berhubungan erat dengan teknik penggaliannya

yang sudah barang tentu diarahkan pada efisiensi sistem penambangan yang

secara ekonomi layak diterapkan. Sampai saat ini untuk menggali lapisan batubara

dengan ketebalan kurang dari 1 m, baik pada tambang bawah tanah maupun

terbuka, terbentur pada masalah pemilihan sistem penambangan yang ekonomis.

Misalnya pada sistem longwall, alat pemotong batubara (shearer) paling kecil yang

diproduksi mempunyai ketinggian 0.81 m, tentu alat ini tidak dapat digunakan pada

lapisan batubara yang lebih tipis dari 0.81m. Pada tambang terbuka, lapisan

penutup yang tebal umumnya menjadi kendala untuk menambang lapisan batubara

yang tipis, bila ditinjau dari aspek ekonomi. Tetapi kendala pemilihan alat penggali

lapisan batubara tipis telah dapat diatasi berkat kemajuan teknologi untuk

merancang suatu alat pembajak batubara (flow) yang dapat digunakan untuk

mengekstrak lapisan batubara dengan ketebalan 0.46m. Masalah yang timbul

kemudian adalah bagaimana memanfaatkan alat bajak ini pada suatu sistem

penambangan lapisan batubara yang tipis.

Diperkenalkan sistem penambangan Titik, yaitu suatu sistem yang

dioperasikan secara jarak jauh (remote operations) dari suatu jenjang tempat

meletakkan peralatan penambangan sehingga tidak ada personel dan penyangga

yang diperlukan di dalam tambang. Sistem tersebut sampai sekarang masih dikaji

dan terus dikembangkan dari segala aspek di beberapa Negara maju. Ada beberapa

Negara yang telah mengoperasikan beberapa sistem penambangan lapisan

batubara tipis, tetapi tidak menggunakan sistem penambangan yang sedang

beroperasi tersebut merupakan bagian atau ide dari sistem penambangan Titik yang

sedang dikaji. Cara penambangan lapisan batubara yang sedang beroperasi saat ini

secara ekonomi sulit dapat diterima, tetapi cara tersebut terus dilakukan karena

setiap pemerintah mempunyai kebijaksanaan berbeda dalam mengelola

sumberdaya alam yang strategis yang dimilikinya. Beberapa system penambangan

lapisan batubara tipis yang akan diperkenalkan pada tulisan ini adalah:

Page 108: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 108

a. Sistem Tarik Kabel-Rantai

b. Sistem Backfilling

c. Sistem Roof-fall Tolerant

Sistem pertama dari 3 sistem tersebut diatas telah diterapkan di Korea dan di

bekas Negara Uni Soviet. Sedangkan dua sistem yang disebut kemudian masih

merupakan konsep yang sedang dipelajari dan dikaji di Amerika Serikat.

a. Sistem Penambangan Tarik Kabel-Rantai

Sistem penambangan ini telah diterapkan di Korea untuk mengekstrak lapisan

batubara dengan ketebalan antara 0.3 – 0.5 m dengan kemiringan 45o. Pada tahap

persiapan penambangannya, bagian penting yang harus dibuat di samping

komponen lain adalah pilar-pilar berdimensi 15,2 x 30,5 m diantara dua raise, yaitu

pilar-pilar batubara yang kan dipotong menggunakan gesekan rantai penggali.

Gambar 4.14. mengilustrasikan sistem penambangan tarik kabel-rantai di Korea.

Gambar 4.14.

Skema sistem Penambangan Tarik Kabel Rantai di Kore a.

Pilar-pilar ini juga berfungsi sebagai penyangga sementara pada saat salah

satu pilar sedang dipotong. Disamping itu harus dirancang pula dua corongan

dibagian bawah pilar untuk menampung serpihan batubara.

Rantai pemotong batubara disambung dengan kabel yang dihubungkan ke

mesin penggerak yang dapat menjalankan rantai pemotong tersebut maju mundur.

Page 109: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 109

Mesin penggerak diletakkan pada level atas, sedangkan pada level bawah tersedia

kendaraan penampung serpihan batubara hasil pemotongan. Penggalian dimulai

dari bagian bawah pilar bergerak ke atas sehingga serpihan batubara mengalir

karena gravitasi menuju dua buah corongan yang dapat menampung serpihan

batubara tersebut dan siap dimuatkan secara periodic ke dalam kendaraan

penampung. Diameter nominal rantai pemotong berkisar antara 100 sampai 200 mm

yang sangat efektif digunakan untuk menggali lapisan batubara dengan ketebalan

0,5 m.

Sistem Tarik-Kabel Rantai yang diterapkan di bekas Negara Uni Soviet

berbeda dalam hal cara penyanggaan dan arah penambangannya. Arah penggalian

lapisan batubara dimulai dari level atas bergerak ke level bawah, sehingga serpihan

batubara menumpuk pada level bawah dan siap diangkut ke permukaan.

Pengontrolan lapisan atap menggunakan penyangga bertekanan udara (pneumatic

support) yang dapat mengembang sampai ketinggian antara 0,2 – 0,4 m. Gambar

4.15 mengilustrasikan penerapan sistem penyangga bertekanan udara (pneumatic

support) di bekas Uni Soviet.

Gambar 4.15 Skema Penerapan Sistem Penyangga Bertekanan Udara

(Pneumatic Support)

Sistem penyanggaan ini terdiri dari satu set berisi empat kantong udara bagian

dalam, satu set berisi empat kantong udara bagian luar dan sebuah kantong udara

lebar pembatas. Penyangga dapat bergerak maju dengan cara sebagai berikut:

Page 110: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 110

1. Pada posisi awal kantong udara bagian dalam dan luar mengembang dan

menyangga atap, sedangkan kantong pembatas kosong (tidak diisi uadara).

2. Kantong udara bagian dalam dikosongkan dan batuan atap kemungkinan akan

runtuh. Setelah kantong tersebut benar-benar kosong, maka kantong udara

bagian luar sedikit dikurangi volumenya, bersamaan dengan itu kantong

pembatas diisi udara bagian luar bergerak maju.

3. Pada posisi akhir, kantong udara bagian luar dikembangkan lagi sampai

maksimum. Kantong pembatas dikosongkan dan pada saat yang bersamaan

kantong udara bagian dalam dikembangkan. Gambar 4.15 adalah Sketsa

Penyangga Bertekanan Udara.

b. Sistem Penambangan Backfilling

Dua sistem yang disebutkan terdahulu hanya dapat diterapkan secara efektif

pada lapisan batubara yang mempunyai kemiringan cukup tajam, sehingga serpihan

batubara dapat mengalir hanya karena gaya gravitasi. Konsep system backfilling

dipersiapkan untuk lapisan batubara tipis yang relatif datar, untuk itu harus

dipersiapkan suatu sistem pengangkutan yang sesuai dengan ketebalan lapsan

batubaranya. Gambar 4.16 merupakan sketsa sistem penambangan backfilling.

Teknik penggalian dan penyanggaan yang akan diterapkan mengacu pada

sistem longwall, yaitu suatu sistem dengan proses penambangan dan pengangkutan

bergerak maju dan meninggalkan runtuhan lapisan atap di belakang penyangga.

Dengan pertimbangan tipisnya lapisan batubara dan penyangga yang harus dapat

bergerak maju, maka sistem penyangga bertekanan udara diharapkan sebagai

jawaban yang tepat. Dasar konsep ini menggunakan seoptimal mungkin teknik

pengontrolan jarak jauh, baik terhadap mobilitas penyangga maupun penggalian,

sehingga tidak diperlukan personil yang bekerja di dalam tambang.

Sebagai alat angkut serpihan batubara ke luar tambang akan digunakan

Armoured Face Conveyor (AFC) yang lazim digunakan pada sistem longwall.

Sedangkan alat galiannya adalah pembajak (plow) dipilih karena kemampuannya

menggali batubara yang mempunyai ketebalan 0,46 m.

Page 111: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 111

Gambar 4.16 Sketsa Sistem Penambangan Backfilling

c. Sistem Roof-fall Tolerant

Seperti halnya sistem backfilling, sistem Roof-fall Tolerant juga merupakan

konsep yang sasaran utamanya tidak memerlukan adanya karyawan yang bekerja

didalam tambang. Bahkan sistem ini dirancang tidak memerlukan penyangga sama

sekali. Konsep sistem Rooffall Tolerant dibuat atas dasar hipotesis sisipan tipis,

yaitu akan terbentuknya rongga dibelakang alat pemotong secara bertahap dan

runtuhan atap terjadi pada toleransi jarak yang cukup aman.

Adanya toleransi jarak runtuhan tersebut merupakan keuntungan karena alat

potong dan alat angkut tidak akan terjepit oleh runtuhan atap. Konsep sisipan tipis

ini meliputi seluruh perangkat penambangan yang diperlukan antara lain rantai

pemotong yang panjang dan bergerak memutar (looping) serta sistem

pengangkutannya. Penggalian batubara bergerak darii satu arah sampai jarak

tertentu, kemudian berbaliknya kearah yang berlawanan, begitu seterusnya sampai

lapisan batubaranya habis.

Seluruh perangkat penambangan batubara digerakkan oleh mesin-mesin yang

terletak di atas jenjang. Mesin penggerak rantai pemotong dan alat angkut terletak

pada satu jenjang, sedangkan pada jenjang yang berseberangan terdapat mesin

pembalik perangkat penambangan tersebut, pada saat yang sama juga terus

bergerak maju untuk memberikan gaya dorong terhadap rantai pemotong yang

berdiameter antara 100 – 150 mm. Gambar 4.17 adalah Sistem Penambangan

Roof-Fall Tolerant.

Page 112: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 112

Gambar 4.17 Sketsa Sistem Penambangan Roof-fall Tolerant

Page 113: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 113

BAB V PENGOLAHAN BATUBARA

5.1. METODE PENCUCIAN BATUBARA

Pencucian batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas

batubara, agar ia memenuhi syarat penggunaan tertentu. Termasuk di dalamnya (1)

pembersihan untuk mengurangi impurities anorganic (2) peremukan-pengayakan

atau kedua-duanya atau (3) pengolahan khusus seperti dedusting.

Karakteristik batubara dan impurities yang utama ditinjau dari segi pencucian

mechanis ialah komposisi ukuran partikel yang umum disebut Size Consisti,

perbedaan berat jenis dari material yang akan dipisahkan, kimia permukaan friability

relatif dari batubara dan impuritiesnya, serta kekuatan dan kekerasan. Faktor lain

yang juga berpengaruh pada pencucian ialah komposisi petrografik dan rank.

Parameter umum untuk kualitas batubara adalah kandungan abunya. Batubara

yang datang dari tambang mengandung fragmen material dengan berat jenis sangat

bervariasi, mulai dari terendah (antara 1,25 – 1,35 dengan kandungan abu antara

1% - 5%) hingga tertinggi 2,5 untuk material shale murni. Umumnya berat jenis akan

membesar dengan meningkatnya kandungan impurities didalam batubara. Gambar

5.1 menunjukan satu contoh hubungan impurities dengan jenis pada selang ukuran

yang sama dari batubara (ROM).

Adalah umum mendefinisikan material buangan sebagai material yang akan

tenggelam pada media denagn berat jenis 1.6 dan batubara bersih sebagai material

yang mengandung pada media yang sama.

Untuk menentukan metode dan alat yang akan digunakan untuk mencuci

batubara perlu dilakukan pemeriksaan uji yang lengkap terhadap batubara mentah

untuk memperoleh data ukuran distribusi berat jenis, deskripsi petrografi batubara

kandungan air, abu dan sulfur serta ash-fusibility characteristic.

Page 114: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 114

Gambar 5.I Hubungan Antara Berat Jenis Partikel Batubara dan Kandungan Abunya

Pengkajian ketercucian dilakukan terutama untuk menentukan berapa banyak

batubara dapat dihasilkan pada berat jenis pemisahan tertentu, serta bagaimana

dan tingkat kesulitan pemisahannya.

Data-data ketercucian didapat dari hasil uji enadap apung yang dilakukan pada

contoh batubara yang telah terseleksi (sized) pada selang ukuran kecil. Umumnya

rata-rata ukuran pada setiap fraksi berbanding 2:1. Berikut ini selang ukuran yang

umum dan memenuhi persyaratan 6”-4”: 4”-2”: 2”-1”:……1/16 – 0,5 mm. Fraksi-

fraksi berat jenis yang diperoleh dikeringkan, timbang dan analisis kanungan

abunya. Analisis lainnya seperti kandungan sulfur perlu juga dilakukan, apabila

pemnafaatan batubara tercuci yang akan dihasilkan mempersyaratkan demikian.

Dalam pencucian batubara, yang pertama harus dipertimbangkan ialah metode

pencucian mana yang akan diterapkan untuk mempersiapkan batubara untuk

keperluan pasar, dan apakah pencucian masih diperlukan, karena pada prinsifnya

batubara dapat dijual langsung setelah ditimbang. Kenyataannya penjualan

langsung setelah ditimbang tidak berarti prosedur memperoleh keuntungan

Page 115: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 115

maksimum. Oleh karena itu dalam memutuskan ini perlu dimasukan juga

pertimbangan komersial.

Atas asumsi bahwa batubara itu perlu diolah dengan keuntungan maksimum

dan memenuhi kriteria kualitas yang dikehendaki pasar seperti kandungan abu, air

dan sulfur, material yang lebih kasar dari 0,5 mm diolah dengan cara konsentrasi

gravitasi. Untuk batubara yang lebih kecil dari 0,5 mm, apakah perlu diolah atau

tidak, perlu dipertimbangkan dengan teliti karena modal dan ongkos operasi

pengolahan sangat besar, 4 sampai 5 kali besar dari mengelola batubara kasar. Jika

berdasarkan pertimbangan memang diperlukan pengolahan maka metode yang

tersedia ialah flotasi buih.

Pencucian batubara menghendaki juga suatu operasi tambahan seperti

peremukan dengan menggunakan rotary breaker, roll crusher, pengayakan dan lain-

lain.

5.2. KONSENTRASI GRAVITASI

Umumnya dari seluruh batubara yang dicuci 90% dilakukan dengan cara

konsentrasi gravitasi dan kira-kira 10% dengan cara floats buih. Nisbah konsentrasi

umumnya kecil, artinya pada pencucian batubara produk batubara bersih jauh lebih

besar jumlahnya dibandingkan dengan material buangan.

Dari data ketercucian kita dapat membaca nilai perolehan yang didasarkan

pada pemisahan yang sempurna, oleh karena itu disebut perolehan teoritis.

Perolehan sesungguhnya dari hasil pencucian selalu kurang baik tergantung pada

tingkat efisiensi dari keseluruhan operasi. Hal ini disebabkan karena:

1. Operasi pencucian dilakukan secara kontinu, bukan batch seperti uji endap

apung, dan tidak dapat beroperasi secara se,purna. Dalam praktek ini berarti

unjuk kerja alat dipengaruhi oleh material near-gravity yang dapat masuk kesalah

satu jalur. Oleh karena itu misplacement selalu terjadi.

2. Operasi pencucian makin sulit dengan makin kecilnya ukuran butir-umpan

pengolahan, dan setiap alat mempunyai selang ukuran tertentu dimana ia dapat

beroperasi secara efisien. (Gambar 5.2).

3. Partikel sangat halus bila diolah, masih akan hilang pada operasi terakhir yaitu

dewatering. Gambar 5.3 dan 5.4 menunjukan hubungan antara efisiensi

Page 116: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 116

pengolahan dengan ukuran partikel dan hubungan antara efisiensi berbagai alat

pemisah pada pengolahan batubara berukuran relatif sama.

Gambar 5.2 Selang Ukuran Operasi Unit Proses Pencucian Batubar a

Gambar 5.2 menunjukan metoda pencucian yang umum dikaitkan dengan

ukuran partikel. Untuk batubara besar Baum jig dan dense medium bath yang lebih

efisien, dan banyak dipakai. Dense medium cyclone, cyclone hanya dengan air,

meja goyang banyak dipakai untuk partikel berukuran sedang. Sedangkan

berukuran halus flotasi buih.

Page 117: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 117

Gambar 5.3 Pengaruh Komposisi Ukuran Pada Efisiensi Pencucian Batubara

Gambar 5.4 Kurva Unjuk Kerja Tromp Berbagai Alat Pencucian Bat ubara

Pada Ukuran Batubara yang Sama (6 x 0.5 mm)

Page 118: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 118

Gambar 5.5 Pengaruh Ukuran Partikel Batubara

Pada Efisiensi Dense Medium Separation

Macam-macam gravitasi konsentrasi adalah:

5.2.1. Dense Medium Separation

Operasi pencucian batubara dengan dense medium dilakukan dengan

mencelupkan batubara mentah ke dalam media yang berat jenisnya terletak

diantara berat jenis batubara bersih dan berat jenis impurities yang lebih berat

Dense medium separation yang beroperasi secara komersial menggunakan

suspensi padatan di dalam air untuk mengolah batubara mulai dari ukuran 0.5 mm

sampai berukuran 150 mm. Partikel berukuran lebih besar dari 6 mm biasanya

diolah dengan static dense medium separator (dense medium vessels atau dense

medium baths), sedangkan yang berukuran mulai 0,5 mm sampai 40 mm diolah

dalam separator yang menerapkan gaya centrifugal ( dense medium cyclone).

Contoh dense medium bath seperti terlihat pada Gambar 5.6 – 5.10 adalah Chance

Cone separator, Barvoys Separator Bath, Tromp Static Bath, Wemco Separating

Bath dan Drewboy Separating Bath. Sementara itu contoh dense medium cyclone

seperti terlihat pada Gambar 5.11 – 5.15 adalah DSM Cyclone Separator, Bretby

Vorsyl Separator, Dynawhirfpool Separator, Larcodems dan Triflo Separator.

Page 119: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 119

Karakteristik yang diinginkan dari media pemisah adalah

(1) Murah

(2) Stabil selama operasi pencucian

(3) Inert

(4) Viskositas rendah pada kondisi operasi dan

(5) Mudah di recover kembali setelah dipakai.

Padatan dengan berat jenis tinggi seperti magnetit (b.j. 5) dan barit (b. j. 4.4)

banyak dipakai sebagai media walaupun menghasilkan suspensi yang kurang stabil

tetapi sangat bermanfaat untuk menghasilkan suspensi dengan berat jenis sampai

2.0. Kestabialan dari suspensi sebagian dapat diperbaiki denngan menambahkan

lempung sampai 10%, yang dapat mengecilkan kecepatan pengendapan suspensi

sampai 50%.

Efisiensi operasi static dense medium separation Ep = 0.025 dan untuk dense

medium cyclone 0.035.

Gambar 5.6 Change Cone Separator

Page 120: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 120

Gambar 5.7 Barvoys Separating Bath

Gambar 5.8

Tromp Static Bath

Page 121: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 121

Gambar 5.9

Wemco Separating Baths (a) Wemco Separator Types (b) Wemco Drum Separ ator Types

Page 122: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 122

Gambar 5.10

Drewboy Separating Bath

Gambar 5.11

DSM Cyclone Separator

Page 123: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 123

Gambar 5.12

Bretby Vorsyl Separator

Gambar 5.13

Dynawhirlpool Separator

Page 124: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 124

Gambar 5.14 Larcodems

Gambar 5.15

Tri – Flo Separator

Page 125: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 125

5.2.2. Jigging

Jigging adalah proses stratifikasi partikel yang menghasilkan lapisa-lapisan

dngan berat jenis partikel makin membesar dari atas kebawah oleh suatu gerakan

bolak-balik fluida, ia dapat mengolah batubara kelemahan dari jigging.

1. Efisiensi pemisahan tidak sebaik dense medium separation.

2. Berat jenis pemisahan (cut point) tidak terkendali sampai ke batas yang kecil,

misalnya jigging dengan umpan 15 cm-0, akan dipisahkan menurut berat jenis

pemisah.

Ukuran Cut point Selang C p Ep

15 cm – 5 cm

5 cm – 2.5 cm

2.5 cm – 12.5

mm

12 mm – 1 mm

1 mm – 0.25 mm

1.5

1.6

1.7

1.8

1.9

1.45 – 1.55

1.55 – 1.65

1.65 – 1.75

1.75 – 1.85

1.85 – 1.95

0.09

0.12

0.14

0.18

0.25

Jig yang umumnya dipakai ialah Baum jig dengan berbagai variasinya. Batas

jig juga banyak dipakai. Jig bekerja dengan dasar sederhana dengan 3 mekanisme

pemisahan yaitu percepatan awal yang hanya tergantung pada berat jenis partikel,

hindered settling classification dan consolidation trickling tergantung pada ukuran

berat jenis dan bentuk partikel. Gerakan yang besar, mula-mula dipengaruhi oleh

percepatan awal, diikuti hindered settling sedangkan partikel halus disamping

dipengaruhi oleh percepatan awal dan hindered settling gerakannya berlanjut

dengan consolidation trickling, sehingga akhirnya partikel halus berat berada di

lapisan paling bawah. Mekansme ini muncul karena adanya gerakan bolak-balik

vertikel dari air. Hasil akhir dipengaruhi oleh faktor alat (panjang pukulan jig,

frequency, cara mengeluarkan buangan, pengendalian air) dan karakteristik

batubara (washability, distribusi ukuran, jumlah buangan)

Tidak ada pemisahan sempurna yangn terjadi pada jigging, karena sifat

gerakan acak dari partikel ketika membentuk lapisan, dan terganggunya lapisan

yang terbentuk sebagai akibat pengeluaran produk.

Page 126: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 126

Ada 4 unsur pada siklus udara yang akan menimbulkan gerakan bolak-balik

vertikal (lihat Gambar 5.16)

Gambar 5.16 Elemen-elemen Siklus Baum Jig

(1) Katup udara terbuka, udara tekan masuk dan segera menciptakan aliran

vertikal kearah atas.

(2) Pemuaian ; ini adalah waktu antara berhentinya supply udara hingga ia keluar

dari ruang udara masuk ke atmosfer. Selama masa ini tinggi air pada

komportemen pencucian lebih tinggi dari yang ada diruang udara, dan dilasi

terhenti sementara.

(3) Pengeluaran, ini adalah masa pengeluran udara dari ruang udara yang terjadi

setelah katup dibuka, diikuti turunnya tekanan di dalam ruang. Tinggi air pada

komponen pencucian turun karena air kembali masuk ruang udara,

menghasilkan gerakan hisap (suction). Selama masa ini terjadi stratifikasi dari

partikel-partikel yang ada di dalam kompartemen pencucian.

(4) Lap atau compression, waktu ketika katup dibuka dan tekanan udara di dalam

ruang berubah dari 1 atmosfer menjadi sama dengan tekanan udara tekan

yang masuk. Ini adalah saat akan memulai siklus baru dan bed yang terbentuk

masih kompak.

Box pencucian berupa saluran berisi air yang penampangnya berbentuk U

(Gambar 5.17). Saluran ini terbagi dua bagian, satu bagian tertutup tempat

terpasangnya katup udara dan pada bagian lain ditutup dengan plat saringan. Pada

daerah inilah terjadi proses pencucian batubara. Material buangan dikeluarkan dari

dasar lapisan bed dengan bucket elevator. Laju pengeluaran material buangan

Page 127: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 127

harus dikendalikan dengan teliti untuk memelihara ketebalan yang konstan dan ini

dilakukan secara otomatic oleh system.

Gambar 5.17 Original Baum Jig

Ada beberapa tipe Baum jig misalnya yang dirancang untuk mengolah partikel

kecil, misalnya ½ - 0. Rancangan umumnya sama seperti di atas, tetapi

meggunakan alas jig (ragging) dari feldspar.

Box pencuci dapat berukuran sampai 30 ft x 10 ft (daerah pencucian) dan

kapasitas dapat sampai 500 t/jam pada ukuran ini.

Page 128: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 128

Gambar 5.18 Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Jigging yang Ideal

Gambar 5.19 Grafik Pengaruh Udara dan Aliran Pada Pulsion dan Suction dari Baum Jig

Page 129: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 129

Gambar 5.20

Gambar Irisan Baum Washbox

Gambar 5.21 The British Coal – Preferred Baum Jig

Page 130: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 130

Gambar 5. 22

Longitudinal Section of Acco Baum Jig

Gambar 5.23

Lateral Section of ACCO Baum Jig

Page 131: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 131

Gambar 5.24 ACCO ataumatic shal-discharg system

(a) operating with thin shale bed; (b) operating with thick shale bed (courtesy simona cco)

Gambar 5.25

Modern Version Of The ACCO System Of Shale Discharg e (Courtesy Simonacco)

Page 132: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 132

Gambar 5.26

Gate and Dam Discharge (Hand Operated)

Gambar 5.27 Principle of Balanced Density Discard Control

Page 133: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 133

Gambar 5.28 ACCO Automatic Control Gear for Discard Extraction

Gambar 5.29 Mc Nally Shale – Discharge System (Courtesy Mc Nall y, Pittsburgh)

Page 134: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 134

Gambar 5.30

Unjuk Kerja Baum Jig

Gambar 5.31 BATAC Coarse – Size Jig

Page 135: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 135

Gambar 5.32

BATAC Fine – Size Jig

Page 136: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 136

Gambar 5.33 Perbedaan antara Baum Jig (Kiri) dan Batac Jig (Kanan)

Gambar 5.34 ROM JIG – Movable Screen Jig

Page 137: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 137

Gambar 5.35 Unjuk Kerja Spiral

Page 138: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 138

Gambar 5.36

A Modern Twin – start Coal Spiral

Gambar 5.37

300 t/h Spirals Plant at German Creek Coal Preparat ion Plant

5.2.3. Konsentrasi Pada Aliran Tipis

Konsentrasi batubara pada aliran tipis (flowing- film) hanya diterapkan pada

batubara berukuran kecil yaitu minus 2 mm dan dengan laju yang rendah pula

(kapasitas alat kecil). Oleh karena itu tidak semua alat konsentrasi flowing-film

digunakan pada pencucian batubara. Di bidang yang pemakaiannya semakin

banyak ialah spiral. Dibidang pencucian batubara alat ini baru dipakai sejak 1950

dan dapat melakukan fungsinya dengan baik apabila:

Page 139: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 139

- ukuran partikel yang diolah antara -2.0-0.15

- perbedaan berat jenis sedikitnya 1

Mekanisme pemisahan pada spiral yaitu effek sluicing dikombinasikan dengan

gaya centrifugal yang timbul karena gerakan slurry mengitari spiral helix. Unjuk kerja

spiral yang dilakukan pada selang ukuran kecil dapat dilihat pada Gambar 5.36.

Gambar tersebut menunjukan bahwa pemisahan menjadi kurang efisisen dengan

makin mengecilnya ukuran.

Kerugian utama dari spiral ialah:

- partikel yang kecil dari 0,1 mm menghasilkan yang kurang baik.

- Cut point umumnya terbatas pada selang 1.6 – 1.8 kapasitas alat kecil.

5.2.4. Flotasi

Flotasi diterapkan pada batubara halus yang berukuran di bawah 0,5 mm dan

hanya sebagai pelengkap saja dari alat lain seperti Baum jig.

Batubara seperti beberapa mineral lain seperti sulfur, talc adalah mineral

hydrophobic yaitu bila dicelupkan kedalam air ia tidak basah. Partikel yang tidak

dibasahi ini (hydrophobic) bila berbenturan dengan gelembung udara akan langsung

menempel. Prinsip ini yang dipakai pada flotasi. Pada kenyataannya permukaan

partikel batubara tidak betul-betul hydrophobic. Oleh karena itu ia perlu diolah lebih

dahulu untuk mengubah permukaannya menjadi betul-betul hydrophonic.

Pengolahan seperti ini disebut conditioning yaitu partikel padatan diolah dengan

reagent kimia untuk permukaannya menjadi hydrophonic.

Proses flotasi terjadi di dalam alat yang disebut sel flotasi. Umpan yang telah

dicondition lebih dahulu untuk memastikan permukaan batubara telah hydrophobic

masuk ke sel flotasi melalui jalur pemasukan umpan. Udara masuk ke dalam sel

melalui impeller, dan terbentuk gelembung-gelembung udara berukuran halus.

Gelembung udara berbenturan dengan partikel batubara, menemapel dan naik ke

permukaan. Gelembung yang naik berkumpul di atas pulp dan dikeluarkan dengan

batuan scraper.

Unjuk kerja flotasi batubara, bila beroperasi dengan baik akan memberikan

perolehan batubara bersih yang tinggi, tetapi kandungan abu yang relative tinggi

Page 140: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 140

pila. Dibandingkan dengan spiral, perolehan dengan cara flotasi akan memberikan

angka 1-5% lebih tinggi pada kandungan abu 11 – 12.5%.

Gambar 5.38 Sketsa Sel Flotasi Mekanical (Denver)

Gambar 5.39

Sketsa Sel Flotasi Kolom

Page 141: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 141

Gambar 5.40

The Packed Column Cell

Gambar 5.41

Instalasi Flotasi Batubara, Laju Umpan 130 ton/jam

Page 142: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 142

Gambar 5.42 Pneumatic Flotation EKOPLOT

Gambar 5.43 The Hydrochem Agitated Column

Page 143: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 143

Gambar 5.44

The Air Sparged Hydrocyclone

Gambar 5.45 The Jameson Cell

Page 144: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 144

Gambar 5.46 The MAN Gutehoffnungshuette Cell

Gambar 5.47 The Outokumpu HG Cell

Page 145: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 145

5.3. UJI KETERCUCIAN BATUBARA

Didalam pekerjaan pencucian batubara terdapat dua kegiatan analisis yang

penting untuk dilakukan yaitu:

a. Analisis distribusi ukuran (size distribution analysis)

b. Analisis endap apung (sink-float analysis)

Analisis distribusi ukuran pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh informasi:

a. Jumlah batubara halus

b. Komposisi berat pada berbagai ukuran

c. Neraca material bagi setiap alat yang terdapat di dalam pabrik instalasi

pencucian.

Analisis kualitas (analisis proksimat dan ultimat) dapat saja dilakukan terhadap

setiap fraksi ukuran, tetapi pada umumnya yang terpenting untuk dianalisis adalah

kadar setiap fraksi ukuran.

Analisis endap-apung dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh:

a. Perolehan teoritis fraksi terendapkan maupun terapung.

b. Indikasi derajat kesukaran yang mungkin timbul pada saat dilakukan pencucian,

misalnya adanya sejumlah material yang densitas relatifnya mendekati densitas

relative media pencuci (disebut near density material).

c. Indikasi efektivitas pada suatu tahap proses pencucian ataupun efektivitas

keseluruhan pabrik (misal adanya pengotor di dalam batubara bersih).

d. Indikasi karakteristik distribusi kualitas batubara dikaitkan dengan berbagai fraksi

densitas, misalnya kadar abu, belerang, nilai bahang (kalor).

Kedua kegiatan ini selain sangat berguna bagi perencanaan pendirian suatu

pabrik pencucian batubara juga sangat diperlukan dalam mengevaluasi unjuk kerja

(performance) suatu pabrik yang telah bekerja, selain itu kedua analisis di atas juga

dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh:

a. Evaluasi rinci untuk membuka tambang baru ataupun untuk rencana

pengembangan (ekspansi). Analisis dilakukan terhadap percontohan inti bor

(drillcore sample), percontoh bulk.

b. Data kualitas batubara harian, dari berbagai seam, berbagai titik di pabrik.

c. Data bagi perencanaan pabrik misalnya pengembangan peta air.

Page 146: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 146

5.3.1. Pemercontohan

Data yang diperoleh dari suatu analisis sangat tergantung pada mewakili

(representatif) atau tidaknya percontoh (sample) yang dianalisis. Terdapat berbagai

standar pemercontohan agar dapat diperoleh percontoh yang mewakili

(pembahasan secara rinci terdapat pada bab-bab sebelumnya). Beberapa faktor

penting yang patut diperhatikan pada saat melakukan pemercontohan batubara

adalah:

a. Pemilihan metode pemercontohan.

b. Pemilihan lokasi pemercontohan.

c. Pemercontohan dilakukan pada kondisi yang steady-state.

d. Jumlah percontoh harus cukup semua kebutuhan analisis.

e. Pemilihan metode mereduksi jumlah/berat percontoh.

f. Penomoran.

Berbagai pemercontohan standar telah diterbitkan oleh Negara-negara

pengekspor batubara, yang pada umumnya mementingkan agar jumlah (berat)

percontoh selalu cukup untuk dipakai pada analisis endap-apung maupun distribusi

ukuran (lebih baik berlebih daripada kekurangan).

Sampai saat ini belum ada kepastian berat percontoh maupun jumlah

increment yang diperlukan untuk analisis endap-apung. Rekomendasi dari ISO

(International Standard Organaization) adalah minimum 40 increment dari setiap

percontoh, meskipun nilai sangat tergantung pada kondisi percontoh, yang akhirnya

rekomendasi ini betul-betul hanya dipakai sebagai petunjuk (quideline) saja.

Dengan asumsi bahwa bentuk butiran-butiran batubara mendekati bola dan

keseluruhannya hamper sama besar densitas relatifnya 1,5 maka persamaan dapat

dipakai untuk menentukan berat percontoh:

P = 5,24 D

Dimana: P = berat percontoh dalam kg

D = diameter rataan dalam mm

Berat percontoh yang diberikan di atas adalah berat minimum dan harus

diperbesar apabila ternyata di dalam batubara terdapat material asing (pengotor)

seperti batu, shale. Pemercontohan terhadap recect harus dengan

Page 147: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 147

memperhitungkan jumlah yang 50% lebih banyak. Menurut AS1661 (Australian

Standard) berat percontoh batubara yang disesuaikan dengan ukurannya dan tujuan

pemercontohan adalah seperti diberikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Berat Percontoh (Kg) Menurut AS 1661

5.3.2. Analisis Ukuran

Pengertian sieve umumnya dibedakan dengan pengertian screen. Yang

dimaksud dengan sieve adalah pengayak berukuran kecil yang umumnya dipakai di

laboratorium (skala laboratorium), sedang yang dimaksud dengan screen adalah

pengayak berukuran besar (skala insustri). Terdapat berbagai macam standar sieve

yang dikeluarkan oleh Canada, Inggeris, Perancis ataupun Jerman. Standar yang

banyak dipakai di Indonesia adalah standar Tyler dan ASTM.

Berbagai macam standar untuk melakukan (metode) dan cara pelaporan hasil

analisis ukuran (sieve analysis) telah diterbitkan, diantaranya ISO 2591, British

Standard Specification (BSS) 1796. American Society for Testing and Materials

(ASTM) E-11-70. Pada Tabel IV.2 diberikan pengayak yang umumnya dipakai.

Didalam tabel tersebut yang dimaksud dengan mesh adalah jumlah lubang

sepanjang 1 inch linier.

Hasil pengayakan dapat dilaporkan dengan cara membuat tabel maupun

dengan cara mengeluarkan pada kertas grafik. Pada dasarnya pelaporan

Fraksi ukuran (mm)

Uji komprehensif Kontrol

Raw coal Clean coal

Reject Clean coal

Reject

- 125 + 63 400 600 1200 200 400 - 63 + 31,5 100 150 300 50 100 - 31,5 + 16.0

25 35 70 15 35

-16.0+8.0 7 10 20 4 10 -8.0+4.0 3 4.5 9 2 5 -4.0+2.0 1.5 2.5 5 15 2.5 -2.0+0.5 1.0 1.5 3 1 1 -0.5 0.5 0.5 1 0.5 0.5

Page 148: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 148

memberikan data hubungan antara ukuran partikel (sumbu horizontal) dengan

persen material tertampung di atas pengayak, atau persen material lolos suatu

ukuran (sumbu vertical). Selain itu pada sumbu vertical dapat juga dialurkan

kumulatifnya.

Apabila pelaporan dengan mengalurkan frekuensi kumulatif, maka kurva

frekuensinya (= f(x) ) dapat diperoleh dengan melakukan diferensial dari kurva

kumulatif (= F(x) ) atau sebaliknya kurva kumulatif diperoleh dengan melakukan

integral kurva frekuensi.

f (x) = dx

xdF )( atau F (x) oversize = 1 – F(x) undersize

Metode yang paling umum dipakai adalah mengalurkan kurva kumulatif, F(x),

sebagai sumbu tegak terhadap in x sebagai sumbu mendatar. Dengan cara ini

apabila distribusi partikel bersifata normal maka akan diperoleh garis lurus atau

garis yang hampir lurus. Percontohan batubara pada umumnya memberikan selang

ukuran yang lebar. Karakteristik ini bersama-sama dengan adanya pemecahan

alamiah.

Kominusi mekanikal dan heterogenitas batuan pembentuk mineral-mineral lain,

mengakibatkan distribusi ukuran menjadi tidak normal.

Fungsi distribusi Rosin-Rammler dinyatakan sebagai yang paling mendekati

untuk menyatakan distribusi, ukuran batubara sampai pada ukuran 50 mm.

Kumulatif persen oversize dinyatakan dengan persamaan:

F(x) = exp

n

x

x

1

Dimana:

F(x) = residue atau persen oversize pada ukuran minimum x, yaitu persen berat

tertampung pada ukuran x

x = ukuran lubang sieve, atau diameter partikel

x1 = konstanta selang ukura

n = konstanta distribusi ukuran (tanpa dimensi), menyatakan derajat dispersi

ukuran butir.

Page 149: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 149

Persamaan diatas dapat diubah menjadi persamaan garis lurus yaitu apabila

log [In 1/F(x)] dialurkan terhadap log x:

Log [In 1/F(x) ] = n log x – n log x 1

Pada kenyataannya persamaan Rosin-Rammler hanya berlaku untuk partikel

batubara yang berukuran kecil. Untuk partikel batubara yang berukuran lebih besar

maka sebaliknya dipakai persamaan Bennet yang merupakan modifikasi persamaan

Rosin-Rammler, yaitu:

R = 100 exp –

n

x

x

1

Disini R adalah persen oversize pada ukuran yang terkecil atau secara umum

adalah persen berat tertampung pada suatu sieve yang berukuran x. Selanjutnya x

disebut konstanta ukuran absolute dan n disebut konstanta distribusi ukuran.

Dengan mengambil nilai logaritma sebanyak dua kali maka persamaan Bennet akan

menjadi.

Log log R = n log x + c

Tabel 5.2

Standard Sieve Series

U.S.A.(1) TYLER (2) CANADIAN (3) BRITISH (4) FRENCH (6) GERMAN (7)

Standart Alternate Mesh Designation Standart Alternate Nominal

Aparture Nominal

One M.M No

125 mm106 mm100 mm 90 mm75 mm

5 4.24 4 3 1/2 3

125 mm 106 mm 100 mm 90 mm 75 mm

5 4.24 4 31/2 3

63 mm53 mm50 mm45 mm

37.5 mm

2 1/2 2.12 2 1 ¾ 1 1/2

63 mm 53 mm 50 mm 45 mm

37.5 mm

2 1/2 2.12 2 1 ¾ 1 ½

31.5 mm26.5 mm25.0 mm22.4 mm19.0 mm

1.05 .883 .742

31.5 mm 26.5 mm 25.0 mm 22.4 mm 19.0 mm

1 ¼ 1.06 1 1/8 ¼

25.0 mm

20.0 mm

Page 150: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 150

16.0 mm13.2 mm12.5 mm11.2 mm

3/2 .530 ½ 1/16

.624 .525 .441

16.0 mm 13.2 mm 12.5 mm 11.2 mm

3/2 .530 ½ 1/16

18.0 mm 16.0 mm

12.5 mm

9.5 mm8.0 mm6.7 mm6.3 mm

3/8 5/16 .265 2/4

.371 2 ½ 3

9.5 mm 8.0 mm 6.7 mm 6.3 mm

3/8 5/16 .265 2/4

10.0 mm 8.0 mm 6.3 mm

5.6 mm

4.75 mm4.00 mm3.35 mm

No.3 ½ 4 5 6

3 ½ 4 5 6

5.6 mm

4.75 mm 4.00 mm 3.35 mm

No.3 ½ 4 5 6

3.35 mm

5

5.000

4.000

38 37

5.0 mm

4.0 mm

2.80 mm2.36 mm2.00 mm1.70 mm

7 8 10 12

7 8 10 12

2.80 mm 2.36 mm 2.00 mm 1.70mm

7 8 10 12

2.80 mm 2.40 mm 2.00 mm 1.68 mm

6 7 8 10

3.150

2.500 2.000 1.600

36 35 34 33

3.15 mm

2.5 mm 2.0 mm 1.6 mm

1.40 mm

1.18 mm1.00 mm

850 ρm

14 16 18 20

12 14 16 20

1.40 mm

1.18 mm 1.00 mm

850 ρm

14 16 18 20

1.40 mm

1.18 mm 1.00 mm

850 ρm

12 14 16 18

1.250

1.000

32 31

1.25 mm

1.0 mm

710 ρm

600 ρm500 ρm

25 30 35

24 28 32

710 ρm

600 ρm 500 ρm

25 30 35

710 ρm

600 ρm 500 ρm

22 25 30

.800

.630

.500

30 29 28

800 ρm

650 ρm

500 ρm 425 ρm

355 ρm

300 ρm

40 45 50

35 42 48

425 ρm

355 ρm

300 ρm

40 45 50

420 ρm

355 ρm

300 ρm

36 44 52

.400

.315

27 26

400 ρm

315 ρm

250 ρm212 ρm

180 ρm

60 70 80

60 65 80

250 ρm 212 ρm

180 ρm

60 70 80

250 ρm 212 ρm

180 ρm

60 72 85

.250

.200

.160

25 24 23

250 ρm

200 ρm

160 ρm 150 ρm 125 ρm 105 ρm

90ρm

100 120 140 170

100 120 140 170

150 ρm 125 ρm 105 ρm

90ρm

100 120 140 170

150 ρm 125 ρm 105 ρm

90ρm

100 120 140 170

.120

.100

22 21

125 ρm 105 ρm

90ρm

75 ρm

63 ρm

200 230

200 250

75 ρm

63 ρm

200 230

75 ρm

63 ρm

200 240

.080

.063

20 19

80 ρm

71 ρm 63 ρm 63 ρm

53 ρm

45 ρm

38 ρm

270 325 400

270 325 400

53 ρm

45 ρm

38 ρm

270 325 400

53 ρm

45 ρm

300 350

.050

.040

15 17

50 ρm 45 ρm 40 ρm

Page 151: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 151

Persamaan terakhir yang linear ini, yaitu antara log R dengan log x

menghasilkan kemiringan sebesar n. Nilai limit untuk n adalah nol dan tak

berhingga. Nilai n yang mendekati satu menunjukan bahwa seluruh butiran hamper

seragam ukurannya. Sebaliknya bila n mendekati nol maka distribusi ukuran akan

lebar.

Pada gambar 5.48 dilukiskan kurva berbagai distribusi ukuran dari berbagai

percontoh batubara. Kurva ini sangat penting dalam mendisain suatu pabrik

pencucian batubara. MIsalnya, dengan menetukan bahwa batas ukuran (cut size)

adalah 5 mm yaitu ukuran di atas mana batubara harus dicuci dengan cara

konsentrat gravitasi partikel kasar, maka hamper 60% dari batubara yang

digambarkan pada kurva C harus dicuci dengan menggunakan jig, sedang sisanya

sebesar 40% harus dicuci dengan peralatan yang mampu menangani partikel haluis

yaitu meja goyang (shaking table) ataupun sel-sel flotasi. Apabila terhadap batubara

ini dilakukan pengecilan ukuran maka perbandingan di atas juga akan berubah.

Gambar 5.48 Kurva Distribusi Ukuran

Page 152: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 152

Gambar 5.49 Sieve Series

5.3.3. Analisis Endap-Apung (Sink-Float Analysis)

Didalam uji ini batubara pada fraksi ukuran tertentu dipisah-pisahkan

berdasarkan densitasnya. Prinsip pemisahannya adalah batubara berukuran + 0,5

mm (28 mesh) dicelupkan kedalam larutan organik berat dengan densitas tertentu.

Fraksi yang terapung kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dicelupkan kembali

kedalam larutan berat yang densitasnya lebih besar (+0,05) daripada yang pertama.

Page 153: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 153

Demikian seterusnya dimulai dari densitas yang paling rendah (biasanya 1,2)

sampai yang terbesar (biasanya 2,0).

Densitas medium pemisah ditentukan dengan hydrometer. Pada umumnya

medium larutan organik yang sering dipakai pada uji endap-apung adalah

perchloroethylene, densitas relatif 1,60 yang dapat diencerkan oleh petroleum spirit

(densitas relatif 0,7), white spirit (densitas relatif 0.77), naphta (densitas relatif 0,7).

Ataupun toluene (densitas relatif 0,86) dan untuk membuatnya lebih berat dapat

ditambahkan bromoform (densitas relatif 2,9). Tetrabromoethane (densitas relatif

2,96).

Selain liquid di atas, likuid lain yang juga sering dipakai adalah carbon

tetrachloride, acetylene tetrabromide, pentachloroetnane. Pemakaian likuid ini cukup

berbahaya, sering diperlukan ventilasi ruangan yang sangat baik. Untuk keperluan

pekerjaan skala besar larutan organik zinc chloride dapat dipakai pada densitas

relatif 1,3 sampai 1,75 karena di atas nilai ini viskositasnya menimbulkan masalah.

Untuk pengujian ketercucian (washbility), interval densitas relatif (untuk

selanjutnya dr = densitas relatif) yang umum dipakai adalah 0,05 untuk selang dari

1,25 sampai 1,7 atau 0,1 untuk dr yang lebih besar. Hasil pengujian yang diperoleh

kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan pengujian. PAda umumnya dibuat suatu

tabel fraksi individu (dalam persen berat), kemudian dari setiap fraksi ini dilakukan

analisis kadar abu agar kemudian dapat ditentukan kadar abu total.

5.3.4. Perlengkapan Dan Prosedur Uji Endap-Apung

Kriteria utama yang dipakai untuk pemilihan alat agar dicapai hasil yang

memuaskan adalah:

a. Pengujian tidak dipengaruhi oleh media pemisah

b. Convenient dan aman untuk dipakai

c. Mudah pengiprasiannya

Untuk material berukuran + 0,5 mm, alat yang dipakai uji endap-apung terdiri

dari suatu keranjang (disebut keranjang percontoh) berbentuk segiempat yang

terbuat dari kain dan sebuah tangki (disebut tangki larutan) terbuat dari baja tahan

karat berbentuk empat persegi panjang yang dibagi atas beberapa segmen

(Gambar 5.50). Di bagian bawah tangki ini dibuat saluran sedemikian rupa untuk

Page 154: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 154

mengalirkan gas/uap larutan pemisah, yang dihisap untuk kemudian dialirkan keluar

ruangan kedalam segmen-segmen ini dimasukan larutan pemisah yang dr-nya

berbeda-beda,naik secara teratur.

Gambar 5.50 Tangki Kelarutan dan Keranjang Contoh

Percontohan batubara dimasukan ke dalam keranjang percontohan kemudian

dicelupkan kedalam satu segmen (densitas larutan pemisah terkecil) ditangki

larutan. Fraksi yang terapung dikeluarkan sedikit demi sedikit sampai tidak ada lagi

yang terapung. Bagian yang terendam diangkat bersama-sama dengan tangki

percontoh, dicuci dengan pelarut khusus, lalu ditiriskan (diteteskan), agar menjadi

kering. Setelah itu dicelupkan ke segmen lain dengan densitas yang lebih besar.

Untuk fraksi material yang lebih kecil dari 0,5 mm, percobaan dilakukan dengan

memakai gelas beaker (Gambar 5.52). Perbedaannya adalah bahwa di sini fraksi

yang dikeluarkan adalah yang tenggelam. Pada umumnya berat percontoh untuk

percobaan pada fraksi ukuran halus berkisar 100 sampai 200 gram. Percobaan

disini lebih sulit dilakukan karena diperlukan waktu yang lebih lama untuk

mengendapkan batubara berukuran -0,5 mm.

Page 155: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 155

Gambar 5.51 Pengujian Endap-Apung untuk Fraksi – 0,5 mm

5.3.5. Pembuatan Dan Kegunaan Kurva Washability

Batubara ROM (run of mine) terdiri dari barbagai macam material yang

densitasnya juga bervariasi dari yang terkecil sampai terbesar, dengan komposisi

berbeda-beda.

Kurva ketercucian menunjukan hubungan antara abu dalam suatu fraksi ukuran

dengan jumlah material yang dapat terapungkan atau terendapkan pada suatu

densitas relatif tertentu. Untuk membuat kurva-kurva ketercucian diperlukan suatu

tabel yang menunjukan hubungan antara persen berat terapungkan dengan kadar

abunya. Pada Tabel 5.3 dicontohkan data perhitungan uji endap-apung. Didalam

Tabel 5.3 tersebut terdapat 12 kolom.

Page 156: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 156

Kolom 1 :

Kolom ini memberikan fraksi densitas relatif. Nilai-nilai limit maupun selangnya

ditentukan dari percobaan.

Kolom 2 :

Persen berat setiap fraksi densitas relatif. Kolom ini diperoleh dengan cara

membagi berat setiap fraksi densitas dengan jumlah berat seluruh fraksi densitas

(bukan berat percontoh). Perbedaan berat percontoh dengan jumlah berat seluruh

fraksi densitas dapat dipakai untuk memeriksa ketelitian uji ini.

Kolom 3 :

Kadar abu pada setiap fraksi densitas relatif. Kadar abu dianalisis

dilaboratorium dengan metode standar tertentu.

Kolom 4:

Kadar abu pada (dalam persen) di fraksi terapung pada densitas pemisahan

tertentu terhadap berat percontoh total. Kadar di kolom ini diperoleh dengan cara,

misal untuk fraksi densitas relative 1,30 – 1,40 :

(kolom 2 x Kolom 3) / 100 = 20,5 x 5,1 / 100 = 1,05 %

Penjumlahan nilai-nilai yang terdapat di kolom 4 ini akan menghasilkan kadar

abu percontoh (27,62 %). Nilai ini dapat dicek kembali dengan kadar abu yang

diperoleh dengan cara menganalisis langsung percontoh. Apabila perbedaannya

terlalu besar berarti ada kesalahan dalam menghitungnya.

Kolom 5 :

Kumulatif berat abu (dalam persen). Kolom ini diperoleh dengan cara

menjumlahkan nilai pada kolom 4 secara kumulatif. Nilai pada kolom ini menunjukan

berat abu, sebagai bagian dari total percontoh, yang akan diperoleh pada densitas

pemisahan tertentu, sebagai contoh berat abu (dinyatakan dalam persen) yang akan

diperoleh pada fraksi terapung dr 1,40 adalah 1,60%.

Kolom 6 :

Kumulatif persen berat terapung. Kolom ini diperoleh dengan menjumlahkan

angka-angka pada kolom 2. Nilai pada kolom ini menunjukan persen berat yang

Page 157: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 157

akan diperoleh pada densitas pemisahan tertentu, sebagai contoh apabila

pemisahan dilakukan pada dr 1,4 akan diperoleh fraksi terapung sebanyak 59,61 %.

Kolom 7 :

Persen kadar abu dari kumulatif fraksi yang terapung, yaitu persen kadar abu

yang akan diperoleh pada fraksi terapunglan pada densitas pemisahan

tertentu.Misal pada dr 1,40 :

(Kolom 5 / kolom 6) x 100 = (1,60 / 59,61) x 100 = 2,7 %

Kolom 8 :

Berat abu (dalam persen berat) didalam fraksi terendapkan pada densitas

pemisahan tertentu. Nilai di kolom ini diperoleh dengan cara, misal pada dr 1,4 :

(Jumlah Kolom 4) – Kolom 5 = 27,62 – 1,60 = 26,02 %

Kolom 9 :

Kumulatif persen berat terendapkan, yaitu nilai kumulatif persen berat dari

fraksi-fraksi yang terendapkan pada setiap densitas pemisahan. Pada densitas

pemisahan 1,40 akan diperoleh 59,61% terapung (Kolom 6) maka kumulatif yang

terendapkan :

100 – Kolom 6 = 100 – 59,61% = 40,39 %

Kolom 10 :

Persen kadar abu dari kumulatif fraksi yang terendapkan, yaitu persen kadar

abu yang akan diperoleh pada fraksi tenggelam pada densitas pemisahan tertentu.

Misal pada dr 1,40 :

(Kolom 8 / Kolom 9) x 100 = (62,02/40,39) x 100 = 6 4,4 %

Kolom 11:

Densitas relatif

Kolom 12 :

Persen berat percontoh yang densitas relatifnya terletak antara +0,10 dan -0,10

dari densitas pemisahan. Pada densitas pemisahan 1,40, maka:

Kolom 6 (dr = 1,50) – Kolom 6 (dr = 1,30) = 64,27 – 39,11 = 25,16 %

Page 158: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 158

Tabel 5.3 Contoh Data Ketercucian

Direct

Cumulative Floats

Cumulative sinks

±0.1 r.d distribution

Relative density

(r.d)

fraction

Wt %

Ash %

% Wt

Of ash Of total

Cum

Wt. of Ash %

Wt %

Ash %

Sink

Wt. of Ash %

Wt %

Ash %

r.d

Wt %

Z = x + y/2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 100 27.62

1.30 39.11 1.4 0.55 0.55 39.11 1.41 27.07 60.89 44.5 1.30 59.61 19.55 1.30 – 1.40 20.50 5.1 1.05 1.60 59.61 2.68 26.02 40.39 64.4 1.40 25.16 49.36 1.50 – 1.60 4.66 13.8 0.64 2.24 64.27 3.48 25.38 35.73 71.0 1.50 7.05 61.94 1.50 – 1.60 2.39 23.1 0.55 2.79 66.66 4.19 24.83 33.34 74.5 1.60 3.76 65.47 1.60 – 1.80 2.73 37.5 1.02 3.81 69.39 5.49 23.81 30.61 77.8 1.70 2.73 68.03 1.80 – 2.00 1.82 50.7 0.92 4.73 71.21 6.64 22.89 28.79 79.5 1.80 2.27 70.30

- 2.00 28.79 79.5 22.89 27.62 100.00 27.62 - - - 1.90 1.82 85.61

Total I00.00 27.62

Page 159: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 159

Secara umum, untuk dapat menggambarkan karakteristik suatu batubara yang

dikaitkan dengan sifat-sifat ketercuciannya maka dapat dialurkan lima jenis kurva,

yaitu:

(1). Kurva primer (primary curve) atau kurva elementary (elementary curve) atau

kurva abu instantaneous (instantaneous ash curve). Kurva ini diperoleh dengan

cara mengalurkan. Kolom 6 (kumulatif terapung) yang ditambahkan dengan

setengah persen berat fraksi densitas di atasnya pada sumbu tegak di sebelah

kiri dan kolom 3 (kadar abu ) sebagai sumbu mendatar. Sumbu Z = X + Y/2 di

sini ; X adalah kumulatf persen terapung dan Y adalah persen berat fraksi

diatas X.

Kurva abu instantaneous ini bertujuan untuk menggambarkan kecepatan

perubahan kadar abu pada berbagai densitas relatif. Tujuan adalah untuk

mengetahui kadar abu terbesar di dalam partikel batubara (dirtiest particle).

(2). Kurva kumulatif terapung (cumulative floats curve), mengalurkan kolom 6

(kumulatif terapung) pada sumbu tegak di sebelah kiri dan kolom 7 (kadar abu)

pada sumbu mendatar (kurva B).

(3). Kurva kumulatif tenggelam (cumulative sinks curve), mengalurkan kolom 9

(kumulatif tenggelam) pada sumbu tegak di sebelah kanan dan kolom 10

(kadar abu) pada sumbu mendatar (kurva C).

(4). Kurva densitas relatif – yield, mengalurkan kolom 6 pada sumbu tegak sebelah

kiri dan densitas relative (kolom 1) pada sumbu mendatar (batas atas dari

selang dr). Perhatikan kurva D.

(5). Kurva distribusi plus atau minus 0,1 densitas relatif, mengalurkan kolom 12 pada

sumbu tegak sebelah kiri dan kolom 11 (densitas relatif) di sumbu mendatar.

Perhatikan kurva E.

Page 160: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 160

Gambar 5.52 Kurva Ketercucian (Washability Curves)

5.3.6. Interpretasi dan Pemakaian Kurva-kurva Keter cucian

Dengan mengasumsikan bahwa pemisahan dapat berlangsung dengan

sempurna, artinya semua material berdensitas lebih besar dari densitas pemisahan

akan terendapkan dan material yang lebih kecil dari densitas pemisahan akan

terapung, kurva kumulatif terapung (kurva b) akan menunjukan persentasi teoritis

batubara bersih yang akan diperoleh (perolehan = yield) pada berbagai kadar abu,

sedang kurva kumulatif tenggelam (kurva c) akan menunjukan kadar abu di dalam

fraksi reject (terendapkan) berikut dengan fraksi baratnya. Sebagai contoh (Gambar

5.52).

Diinginkan kadar abu di dalam batubara bersih = 6%; berdasarkan kurva b

maka perolehan teoritis batubara bersih adalah 70% yang berarti 30% akan menjadi

reject dengan kadar abu 80%. Berdasarkan kurva d (kurva densitas relatif – yield)

maka pemisahan akan sangat baik bila dilakukan pada densitas 1,88.

Kurva elementary (kurva primer, kurva abu instantaneous) selain

menggambarkan kondisi batubara awala pada berbagai limit kadar abu juga

menggambarkan perbandingan dari impurities bebas dengan middling. Mudah

Page 161: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 161

tidaknya pencucian batubara awal untuk mendapatkan perolehan teoritis dan kadar

abunya sangat tergantung pada jumlah middling yang ada, yang akhirnya

menentukan bentuk karakteristik kurva. Pada kurva elementary ini dapat ditunjukan

kadar abu yang terbesar untuk batubara bersih (dirtiest clean-coal particle) yang

saling berhimpit dengan kadar abu terkecil untuk reject (cleanest reject particle).

Sebagai contoh pada gambar 5.53 kadar abu terbesar di dalam batubara bersih

adalah 50 %.

Metode untuk mengalurkan kurva elementary sering dirasakan tidak tepat

terutama di daerah di mana arah kurvanya berubah dengan cepat. Di daerah ini

diperlukan beberapa titik ekstra yang dapat diperoleh dari perhitungan kurva

kumulatif terapung yang digambarkan pada skala yang lebih besar agar mudah

membacanaya.

Kurva distribusi densitas relatif plus atau minus 0,1 menunjukan secara

langsung berat material yang densitasnya terletak di anatara plus/minus 0,1

densitas pemisahan. Besar kecilnya material ini (disebut near density material)

menggambarkan sulit tidaknya pemisahan dilakukan. Makin kecil near density

material berarti pencucian dapat dilakukan dengan mudah.

Pada Tabel 5.53, ditunjukan skala yang menunjukan tingkat kesulitan relative

pada pencucian batubara dengan jig pada berbagai banyaknya near gravity

material.

Tabel 5.4 Skala Tingkatan Kesulitan

Berat yang berada diantara dr +

0,1

Masalah

Pemisahan

0 – 7

7 – 10

10 – 15

15 – 20

20 – 25

di atas 25

Mudah

Agak sulit

Sulit

Sangat sulit

Luar biasa sulit

?

Apabila digunakan jig sebagai alat pencuci maka near density material harus

serendah mungkin. Andaikan untuk suatu batubara bersih telah ditentukan kadar

abunya dan dipilih jig sebagai alat pencuci. Agar diperoleh near density material

Page 162: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 162

serendah mungkin maka pencucian yang efisien harus dilakukan pada densitas

yang agak tinggi (biasanya near density material akan rendah pada densitas yang

relative tinggi), akibatnya kadar abu pada batubara bersih akan menjadi tinggi juga.

Lain halnya apabila dipilih pencucian dengan dense-medium, pemisahan ideal

umumnya dapat dicapai dan near density material yang diperoleh juga cukup

rendah. Pada kondisi ini, kurva distribusi densitas relatif plus atau minus 0.02 dapat

dipakai sebagai pembanding kesulitan pencucian yang dihadapi.

Pada Gambar 5.53 apabila densitas pemisahan dipilih pada S = 1,88 maka

persentasi batubara yang densitasnya terletak di antara 1,98 (S+0,1) dan 1,78 (S-

0,1) dapat dibaca secara langsung pada absis yaitu 1,8%. Nilai ini cukup rendah

sehingga pencuciannya dapat memakai JIG (baum feldspar jig).

Kurva-kurva pada Gambar 5.54 menggambarkan jumlah middling yang tidak

terlalu banyak (moderate). Kadar abu pada fraksi yang lebih ringan, ternyata lebih

rendah dari pada ratanya, sehingga dua produk pemisahan dapat diperoleh secara

langsung untuk memperoleh batubara bersih dengan kadar abu 6-7%.

Kurva ketercucian yang menggambarkan bahwa pencucian mudah dilakukan

dilkuskan pada Gambar 5.53. Kurva elementary di sini dengan mengecilnya

densitas relative (sumbu x) berubah dengan lebih tajam (hamper tegak lurus) dan

daerah mendatarnya cukup panjang, selain itu kurva distribusi dr + 0, 1 menunjukan

bahwa pemisahan yang sangat efisien dapat dilakukan pada densitas berapa saja di

atas 1,5.

Pada Gambar 5.54 dilukiskan kurva-kurva ketercucian batubara yang

pencuciannya sulit dilakukan. Kurva-kurva disini sangat berbeda dengan yang

dilukiskan pada Gambar 5.53 Kemiringan berubah secara teratur dengan

berubahnya densitas relatif, yang menggambarkan adanya jumlah middling yang

cukup besar. Kenyataan ini makin jelas pada kurva distribusi dr + 0,1 di mana angka

yang ditunjukan cukup tinggi. Sebagai gambaran apabila diinginkan kadar abu di

dalam batubara bersih adalah 8% maka:

Yieid teoritisnya adalah 60% (Reject 40%). Kadar abu partikel terkotor di

batubara bersih dan partikel terbersih di reject adalah 16,8%. Kadar abu di dalam

reject adalah 50%. Densitas relative pemisahan 1,41 dengan near density material

51%.

Page 163: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 163

Rendahnya kadar abu di dalam reject menunjukan kehilangan batubara

sehingga usaha untuk mengambil kembali fraksi middling (yang terbawa bersama-

sama reject) perlu dilakuakan.

Kadar abu minimum di dalam reject yang diizinkan adalah 65%. Dari kurva

kumulatif tenggelam (kurva c), berat reject teoritis adalah 22%. Yield dari produk

middling intermediate adalah 18% (40-22); densitas relatif pemisahan yang kedua

adalah 1,79 dan jumlah material near density adalah 6,8%.

Kadar abu didalam partikel middling akan berkisar antara 16,8% sampai 49%,

tetapi kandungan abu di dalam produk ini tidak dapat diperoleh dari kurva secara

langsung melainkan harus dihitung dengan berdasarkan neraca (keseimbangan)

abu.

Andaikan kadar abu didalam middling adalah A%, maka berat abu (yang

dinyatakan dalam persentasi terhadap batubara koror total) di dalam batubara

bersih adalah (60 x 8/100)% = 48%, di dalam middling adalah (18 x A/100)% =

0,18A % dan didalam reject adalah (22 x 65/100)% = 14,30%.

Kandungan abu di dalam batubara kotor yang diperoleh dari kurva kumulatif

terapung (pada 100% terapung) adalah 25% sehingga dengan memperhatikan berat

abu yang konstan yaitu berat abu di dalam batubara kotor harus sama besar dengan

berat abu di alam produk-produk pencucian, maka:

4,80 + 0,18A + 14,30 = 25,0 sehingga A = 32,8

Dengan demikian kadar abu di dalam middling adalah 32,8% yang artinya

middling ini perlu diolah kembali, baik dengan cara diperkecil ukurannya ataupun

dipakai untuk keperluan lain yang masih dapat menerima kadar abu yang tinggi.

Adanya sejumlah besar material near density mengakibatkan pemakaian Baum

jig menjadi tidak mungkin demikian juga halnya dengan dense-medium process.

Pada kemungkinan yang kedua, dimana jumlah material near densitynya cukup

rendah. Baum jig dapat dipakai, tetapi hasil pencuciannya akan cukup berbeda

dengan yang dihitung secara teoritis. Dengan demikian terhadap batubara ini akan

lebih sesuai bila dipakai pemisahan dense-medium yang akan menghasikan tiga

produk yaitu batubara bersih, middling, dan reject. Terhadap middling dapat

dilakukan crushing untuk kemudian diproses kembali atau dipakai apa adanya

(batubara dengan kadar abu tinggi).

Page 164: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 164

Gambar 5.53 Kurva Ketercucian Batubara yang Pencuciannya Mudah Dilakukan

Gambar 5.54 Kurva Ketercucian Batubara yang Pencuciannya Sulit Dilakukan

Page 165: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 165

5.3.7. Kurva Partisi (Partition Curves)

Didalam pencucian batubara, kurva partisi adalah suatu metoda untuk

menganalisis efesiansi pemisahan suatu alat yang tidak berhubungan dengan data

ketercuciannya. Tetapi metode dengan kurva partisi ini hanya berlaku untuk

pencucian yang menggunakan metoda perbedaan densitas relatif, sehingga

pencucian yang memakai proses flotasi tidak dianalisis dengan cara ini. (Dengan

cara yang sama, cara ini dapat pula dipakai pada classifier tetapi tidak dibahas pada

kursus ini).

Didalam materi ini akan dibahas penggunaan dan pembuatan kurva partisi.

Metode ini pertama kali diusulkan oleh TROMP yang kemudian disebut kurva

Tromp, nama lain yang sering dipakai adalah kurva distribusi (Distribution Curve),

kurva kesalahan (error curve), kurva perolehan kadar (grade recovery curve).

Di dalam setiap proses pencucian akan selalu terjadi salah penempatan

(misplacement), yang terutama disebabkan oleh adanya material near density.

Dengan demikian kesalahan pencucian akan makin besar dengan makin besarnya

jumlah material near density.

Untuk membuat kurva Tromp diperlukan perhitungan koefisien partisi (atau

faktor distribusi). Untuk memudahkan pembuatan kurva ini, pada Tabel 5.5,

dicantumkan data ketercucian dua produk pencucian, yaitu batubara bersih dan

reject.

Page 166: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 166

Tabel 5.5

Data Ketercucian Dua Produk Pencucian

Relative

Density

% Weight % of feed Calculated

feed

Mean

r.d.

Partition

coefficient

Clean

coal

reject Clean

coal

Reject

1 2 3 4 5 6 7

-1,30 55.52 0.27 39.03 0.08 39.11 - 0.2

1.30-1.40 28.99 0.40 20.38 0.12 20.50 1.35 0.6

1.40-1.50 6.34 0.67 4.46 0.20 4.66 1.45 4.3

1.50-1.60 2.99 0.98 2.10 0.29 2.39 1.55 12.1

1.60-1.70 1.34 155 0.94 0.46 1.40 1.65 32.9

1.70-1.80 0.67 2.89 0.47 0.86 1.33 1.75 64.7

1.80-1.90 0.20 2.56 0.14 0.76 0.90 1.85 84.4

1.90-2.00 0.15 2.73 0.11 0.81 0.92 1.95 88.0

2.00- 3.80 87.95 2.67 26.12 28.79 - 90.7

100.00 10000 70.30 29.70 100.00

Kolom 1 : Fraksi densitas relative. Angka-angka di sini diperoleh dari uji

enadap- apung.

Kolom 2 : Persen berat fraksi batubara bersih.

Kolom 3 : Persen berat fraksi reject.

Kolom 4 : Persentasi dari umpan terhadap batubara bersih (kolom 2 x %

perolehan batubara bersih)/ 100

Kolom 5 : Persentasi dari umpan terhadap reject (kolom 3 x % perolehan

reject)/100

Pada fraksi dr 1,60-1,70 : (1,55 x 29,70)/100 = 0,46%

Kolom 6 : Hitungan (calculated) persen berat dari fraksi densitas relative di

dalam umpan awal.

Persen berat pada fraksi densitas 1,60-1,/0 didalam umpan awal

adalah : kolom 4 + kolom 5 = 0,94 + 0,46 = 1,40%

Page 167: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 167

Kolom 7 : Densitas relative rataan untuk setiap fraksi densitas.

Untuk fraksi densitas 1,60-1,70 nilai rataanya adalah 1,65

Kolom 8 : Koefisien partisi (=faktor partisi atau faktor distribusi)

Nilai disini adalah persen dari setiap fraksi densitas yang dilaporkan

terhadap reject.

Koefisien partisi untuk densitas rataan 1,65 adalah:

(kolom 5 / kolom 6) x 100 = (0,46 / 1,40 x 100 = 32,9%

Perhatikan kurva partisi pada Gambar 5.55 Didalam gambar ini kurva partisi

dibuat dengan cara mengalurkan nilai densitas rataan (kolom 7) pada sumbu absis

(sumbu x) terhadap koefisien partisi (kolom 8) pada sumbu ordinat (sumbu y), Kurva

partisi dapat pula dibuat dengan cara dibalik yaitu memutar pada angka 50%

sehingga nilai yang terkecil akan terletak di bawah. Apabila kurva partisi dibuat

dengan mengatur agar jarak (skala) pada sumbu x sedemikian sehingga 1 cm

adalah sama dengan 0.1 densitas relatif dan pada sumbu y sedemikian rupa

sehingga jarak 1 cm adalah sama dengan nilai 2% maka luas daerah di bawah

kurva dalam satuan cm2 dikenal dengan nama daerah kesalahan (=error area).

Densitas partisi, dp, adalah densitas relatif pada mana koefisien partisinya

50%. Pada densitasnya relative ini pemisahan terjadi dengan baik yaitu 50% akan

tertangkap sebagai batubara bersih dan 50% sisanya sebagai reject.

Nilai probable erroe, epm, ditentukan dari :

E p m = (d75 – d25) / 2

Dan pada Gambar 5.54 nilainya adalah o.105. nilai ini dikenal dengan sebutan

ecart probable moyen (epm), dan nilainya memberikan indikasi kuantitas kesalahan

yang terjadi pada densitas pemisahan tertentu.

Nilai imperfeksi (= imperfection), 1, untuk proses basah ditentukan dari :

)1.( −

=pd

epmI

Page 168: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 168

Pada Gambar 5.54 nilainya adalah 0,105/(1,7-1) = 0.150. Nilai imperfeksi untuk

proses kering tidak didefinisikan oleh ISO tetapi logika nilainya haruslah epm/(dp).

Gambar 5.55

Kurva Partisi Ideal dan Tak Ideal

Kurva partisi tidak bebas dari karakteristik batubara kotor. (Ekor) kurva baik

yang terletak di atas maupun yang terletak di bawah berubah (bervariasi) tidak

hanya dengan macam/jenis separator yang dipakai, tetapi juga dengan jenis

batubaranya. Jelas sekali bahwa friability batubara sangat mempengaruhi bentuk

ekor.

Page 169: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 169

Gambar 5.56

Kurva Partisi

Pada umumnya bagian tengah kurva hampir mendekati garis lurus karena

berkaitan dengan zona frekuensi tinggi untuk kurva Gaussian normal. Pada

umumnya kurva tengah terletak di antara nilai d25 dan d75, konsekuensinya nilai epm

untuk kurva kumulatif yang mengikuti distribusi normal, akan tidak tergantung

(independent) pada karakteristik batubara kotor, sedangkan daerah kesalahan yang

berhubungan dengan bentuk ekor kurva akan dipengaruhi oleh keadaan alamiah

batubara kotor. Daerah kesalahan bebas dari kerugian bahwa pemisahan pada

densitas yang tinggi akan menghasilkan koefisien partisi yang rendah sehingga

diperlukan selang densitas yang cukup lebar. Untuk suatu ukuran tertentu, nilai

Page 170: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 170

probable error. Akan naik dengan naiknya nilai densitas partisi (dp) dan akan juga

naik dengan berkurangnya ukuran batubara kotor. Untuk proses basah kenaikan ini

sebanding dengan (dp – 1), akibatnya istilah imperfeksi (imperfection) merupakan

suatu ukuran efisiensi pemisahan dan nilainya tidak tergantung pada densitas

partisi.

Page 171: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 171

BAB VI PEMANFAATAN BATUBARA

6.1. PEMANFAATAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR

Batubara dapat dibakar dengan tiga cara: di unggun tetap (fixed bed), di

unggun terfluidakan (fluidized bed) dan pulverized atau di entrained bed. Ketiga

sistem pembakaran batubara tersebut dibedakan atas dasar kinematika partikel.

Dalam fixed bed, partikel dan gas bergerak secara counter flow. Keadaan

partikel bisa diperkirakan dengan baik sehingga memudahkan dalam pemodelan.

Dalam fluidized bed, partikel teraduk dengan baik dan kelakuan partikel lebih sulit

ditentukan/diperkirakan. Dalam entrained bed, partikel bergerak dengan cepat

bersama-sama dengan gas, partikel-partikel dan gas yang mengelilinginya

cenderung bergerak bersama-sama.

6.1.1. Pembakaran Dalam Unggun Tetap (Fixed Bed Com bustion)

Dalam semua stokers, bilamana batubara dipanaskan, akan mengeluarkan air

dan volatile matter-nya. Residu padat, air dan volatile matter yang lepas, dan udara

pembakaran bereaksi dengan cara-cara yang berbeda. Tergantung pada konfigurasi

aliran. Ada tiga pola dasar cara pengumpanan batubara dan udara yang telah

dikembangkan. Tiga pola tersebut adalah Overfeed (Spreader), Underfeed,

Crossfeed (Vibrating).

6.1.2. Pulverized Coal Combustion

Pada pembakaran pulverized coal partikel-partikel batubara harus cukup halus

agar bisa dimasukan oleh udara pembakaran. Ukuran batubara untuk pembakaran

bahan bakar pulverized adalah -200 mesh (-74 um) dengan jumlah partikel batubara

berukuran -200 mesh semakin banyak dari 65-70% untuk lignit dan sub-bituminous

yang mudah terbakar sampai 80-85% untuk batubara bituminous. Untuk menjaga

Page 172: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 172

nyala api yang stabil dan mencegah berbaliknya ke bitner. Batubara harus diinjeksi

kedalam tanah pada kecepatan yang paling tinggi sekitar 15 m/detik.

6.1.3. Slurry Firing

Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan agar bahan bakar lebih mudah

ditransportasikan, disimpan an digunakan dibandingkan dalam bentuk padat. Bahan

bakar dalam bentuk slurry ini diantaranya coal-water mixtures (CWM), Coal Water

Fuel (CWF) dan coal-oil mixtures (COM).

A. Coal-Water Mixtures (CWM)

CWM merupakan campuran antara batubara berukuran halus dan air dengan

perbandingan tertentu, serta dengan penambahan aditif tertentu untuk menjaga

kestabilan fluida agar batubara tidak cepat mengenadap. Tujuan utama CWM

adalah agar dapat ditransportasikan biaya transportasi batubara dalam keadaan

padat. Yang perlu diperhatikan dalam CWM ini adalah dalam masalah penyimpanan

yang membutuhkan tempat khusus, kestabilan fluida dalam waktu tertentu, masalah

dewatering baik secara termal maupun mekanik dan masalah kebersihan dalam

pembakaran.

B. Coal-Oil Mixtures (COM)

Pada saat krisis minyak terjadi, para ahli berusaha menemukan bahan bakar

yang dapat menggantikan Bunker C. Oil atau Fuel No.6. Penemuan tidak hanya

didasarkan pada kemampuan teknologi saja namun harus dibuktikan secara

ekonomis bahwa bahan bakar pengganti ini memang ekonomis lebih murah dari

Bunker C. Oil. Salah satu penemuan ini adalah Coal Oil Mixture (COM). Beberapa

proses dilakukan sebagai berikut:

1. Proses Ultrasonic

Proses ini dikembangkan oleh Coal Liquid International of USA dengan prinsip

dasar sebagai berikut: Batubara digerus dalam pulverizer sampai ukuran 2000

Page 173: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 173

mesh. Dengan komposisi batubara gerus 50 %, Bunker C Oil 40 % dan air tawar 10

%, dimasukan dalam mixing tank dan diaduk. Dipergunakan air karena air

mempunyai kemampuan pembakaran (combustion capability). Adukan COM ini

belum stabil, oleh sebab itu dialirkan melalui ultrasonic device yang dikembangkan.

Ultrasonic berfungsi untuk melepas molekul air dari batubara kemudian diselimuti

oleh Bunker C. Oil. Di alam alat ultrasonic, butiran-butiran sangat kecil, sehingga

tidak terjadi agresi pada butiran-butiran itu. Setelah melalui proses ultrasonic, COM

yang dihasilkan menjadi stabil dan dapat disimpan dalam tangki penyimpanan yang

dilengkapi dengan pemanas stabilisasi yang dilakukan oleh alat ultrasonic ini

biayanya sangat minimum, kurang dari satu sen dollar per million Btu.

Ini dapat memecahkan masalah bahan bakar yang menunjukan stabilitas statis

dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis adalah kemampuan campuran itu (COM)

untuk tetap homogen, baik ketika ditrabport ataupun ketika dalam penyimpanan

sampai diperlukan. Stabilitas dinamis adalah ketentian retensi bahan bakar (COM)

ketika mengalir melalui pipa pembakaran.

2. Proses Umum

Pada proses ini batubara yang sudah digerus, Bunker C. Oil. Air dan additive

(zat penambah) diaduk secara mekanis di dalam tangki campur (mixing tank)

dengan cara agitasi. Adukan yang selesai dan sudah stabil dialirkan ke tanki

penyimpan.

Aditif ini berupa cairan (surface active agent = SAA). Molekul surface active

agent ini pada satu sisi bersifat hydrophilic, affinitas terhadap air, baik, sedangkan

sisi satunya bersifat hydrophotic. Sifat SAA ini seperti sabun, disatu pihak molekul

sabun dapat membersihkan minyak dari permukaan, tetapi juga dapat berbusa

dengan air, kedua sifat ini bekerja bersamaan. Sabun memang mempunyai sifat

hydrophilic dan hydrophotic. Molekul SAA beroperasi pada interface antara molekul

minyak dan air, antara minyak dan batubara. Tanpa SAA interfacenya tidak akan

stabil, setelah dengan SAA interfacenya menjadi stabil.

Page 174: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 174

3. Proses Penggilingan Basah

Dalam proses ini batubara tidak perlu digerus, melainkan raw coal, bersama-

sama Bunker C oil, air dan ditambah additive active agent (SAA) digiling dalam

ballmill. COM yang sudah stabil dialirkan ke tanki penyimpan.

Perbedaan pokok antara COM boiler dan B/C oil boiler adalah :

- Fuel feeding equipmentnya berbeda

- Struktur pembakaran (burner) juga berbeda

Boiler harus ditambah peralatan kantong filter untuk menampung abu yang

harus dihasilkan oleh batubara di dalam COM. Pada percobaan dengan COM ini

masuh didapatkan masalah-masalah antara lain:

- Abu yang terbentuk hasil pembakaran COM

- Nozzle burnernya cepat aus, lubangnya cepat besar.

Di ujung-ujung lubang selalu terdapat kerak yang berwarna hitam. Juga di

dalam pipa burner selalu mengendap zat yang berwarna putih, diduga SiO2, Nozzle

burner ini ada tujuh dan harus dibersihkan setiap hari sekali.

COM tidak menyebabkan polusi, abu hasil pembakaran di boiler ditampung di

bawah boiler, sedangkan fly ashnya ditutup dengan flute gas ke kantong filter. COM

Demonstration Plant yang Incon Korea lebih menyukai bituminous coal yang tinggi

nilai kalornya, rendah kadar abunya < 4 % dan volatile matter (VM) masih dapat

ditolerir sampai 45 %. Bila VM nya tinggi, maka ketika terjadi penggerusan batubara,

dialirkan udara yang bebas O2 dalam air heater.

Nilai ekonomis penggunaan COM tergantung pada harga minyak. Katika harga

minyak US $ 25 / barel harga COM ini 15 % di bawah harga bunker C oil. Saat

harga minyak antara US $ 10-US $ 15 barrel program pengembangan COM agak

terganggu, namun berjalan terus.

C. Coal Water Fuel (CWF)

Seperti diketahui minyak tanah, solar dan bensin dapat diperoleh dengan

proses konversi pencairan batubara. Bahan bakar gas dapat diperoleh dengan

proses gasifikasi batubara. Salah satu proses yang sederhana adalah modifikasi

Page 175: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 175

batubara menjadi suatu campuran batubara yang bersifat cair yaitu Coal Water Fuel

dapat menggantikan minyak bakar yang merupakan salah satu produk minyak bumi.

1. Bahan baku CWF

Sebagai bahan baku dipergunakan batubara yang mempunyai nilai kalor tinggi

(kurang lebih 7.000 kcal/kg) sebagai kompensasi pemakaian air sehingga nilai kalor

CWF yang diperoleh cukup tinggi pula. Bahan baku batubara jenis bitumen dengan

nilai kalor tinggi dan kandungan air bawaan (inherent moisture) yang rendah

disarankan sehingga kendala rendahnya nilai kalor CWF yang diperoleh dapat

diatasi. Sebetulnya dapat pula dipergunakan subbitumen ataupun lignit, tetapi kedua

jenis tersebut mempunyai kandungan air bawaan yang tinggi sehingga CWF yang

dihasilkan akan mempunyai nilai kalor yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut

harus dilakukan pengeringan pada suhu dan tekanan tinggi.

Persyaratan bahan baku CWF adalah:

- Kadar abu yang rendah

- Kandungan zat terbang lebih besar dari 20 %

- Angka HGI harus tinggi

- Titik leleh abu harus tinggi

- Fouling dan slagging indeks yang rendah

- Kandungan belerang kurang dari 1 %.

Di samping tidak mencemari udara, kadar abu harus rendah untuk mengurangi

ongkos modifikasi tungku pada pembuangan abu dasar (bottom ash). Kandungan

zat terbang > 20 % untuk mempermudah penyalaan. Di dalam pembuatan CWF

mempergunakan batubara halus (-75 mikron) maka diperlukan penggilingan. Oleh

sebab itu angka HGI harus tinggi untuk mengurangi ongkos giling. Titik leleh abu

harus tinggi untuk menghindari pengendapan abu yang mudah meleleh pada bagian

dalam tungku (boiler). Terjadinya fouling dan slagging dapat menghentikan operasi,

oleh sebab itu fouling dan slagging perlu dibersihkan untuk mengembalikan alih

panas yang tinggi. Indeks fouling dan slagging dipenngaruhi oleh kandungan alkali

dan belerang dalam abu. Disamping itu kandungan belerang harus rendah untuk

mencegah pencemaran lingkungan dan korosi bagian dalam boiler.

Page 176: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 176

2. Aditif

Aditif adalah bahan yang ditambahkan ke dalam campuran CWF dan berfungsi

untuk menambah kestabilannya, artinya butiran batubaranya tidak mengendap

dalam waktu yang lama (2 bulan atau lebih). Adapun aditif yang berfungsi untuk

mendispersikan butiran batubara tersebut. Penambahan aditif berkisar antara 0,1

sampai 1,5 % tergantung macam aditifnya. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa

aditif yang baik berupa surfactant ionic (anionic atau kationik) dan surfactant non-

ionik. Adapun adiktif lain yang fungsinya untuk membuat campuran yang bersifat

emusi dan stabil. Karena jenis surfactant ini banyak variasinya, maka diperlukan

penelitian khusus yang cocok untuk batubara yang sedang dipakai untuk bahan

baku CWF. Persyaratan aditif yang baik ialah harus efektif, ikut terbakar dalam

proses pembakaran yang murah.

3. Pembuatan CWF

Teknologi pembuatan CWF termasuk sederhana terutama apabila memakai

bahan baku batubara yang mempunyai nilai kalor tinggi (kurang lebih 7.000 kcal/kg).

Batubara yang mempunyai kadar abu rendah (< 10 %) digerus menjadi – 10 mm,

dan kemudian digiling dengan ball mill. Penggilingan dilakukan dalam konsentrat

padatan tinggi (kurang lebih 70 % batubara). Hasil gilingan dilakukan pada suatu

pemisah ukuran (size classifier) pada ukuran pemisah 75 mikron. Ukuran lebih

besar 75 mikron diteruskan kealat pengurangan air (dewatering) apabila diperlukan.

Ukuran partikel terbesar batubara tidak terpaku pada 75 mikron saja, dapat juga

lebih besar atau halus tergantung dari jenis batubaranya. Besarnya konsentrasi

campuran pada pengadukan (mixing) ditentukan pada waktu optimasi skala

laboratorium sebelumnya. Untuk batubara dengan mutu tinggi, proses pembutan

CWF dapat lebih sederhana. Setelah penggilingan dapat langsung dilakukan

pengadukan di mana pada tahap ini adiktif ditambahkan. Pada batubara tingkatan

rendah dengan kandungan air bawaan tinggi perlu dilakukan pengeringan lebih

dahulu pada suhu tinggi. Pengadukan berlangsung hanya dalam waktu beberapa

menit dengan putaran tinggi (> 6000) dan menghasilkan kestabilan yang tinggi (> 2

bulan).

Page 177: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 177

6.2. PEMANFAATAN BATUBARA DALAM INDUSTRI SEMEN

Energi merupakan kebutuhan utama dalam industri. Dalam industri semen,

energi panas merupakan kebutuhan yang paling utama, yaitu untuk operasi

pembakaran dalam tanur putar.

6.2.1. Uraian Teknis Tentang Jenis Bahan Bakar

Operasi pembakaran pada tanur putar merupakan langkah yang paling kritis

dalam setiap industri semen, baik ditinjau secara teknis maupun secara ekonomis.

Operasi pembakaran di tanur putar menentukan operasi pada unit-unit yang lain,

serta memerlukan pemakaian energi panas yang nilainya dapat mencapai 30 % dari

biaya operasi keseluruhan. Produktifitas dari industri semen umumnya ditentukan

oleh produktifitas unit tanur putarnya. Sedangkan produktifitas tanur putar umumnya

ditentukan pada run factornya, yang umumnya ditentukan oleh ketahanan lapisan

batu tahan apinya.

Aspek utama, yang paling berpengaruh terhadap ketahanan lapisan batu tahan

api dan efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar, adalah dalam jenis bahan

bakar yang dipakai. Untuk kedua tujuan tersebut diperlukan operasi pembakaran

yang dapat menghasilkan nyala yang stabil dan suhu yang setinggi mungkin.

Pemakaian bahan bakar dengan jenis batubara tertentu dalam operasi

pembakaran dalam tanur putar dapat menghasilkan produktivitas yang berbeda

apabila dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar jenis lain. Misalnya operasi

pembakaran dengan bahan bakar batubara akan memerlukan konsumsi panas

persatuan produk yang lebih besar, dibandingkan pemakaian bahan bakar minyak

atau bahan bakar gas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola operasi

pembakaran dari ketiga jenis bahan bakar tersebut yaitu bahan bakar gas, cair dan

padat. Operasi pembakaran batubara akan memerlukan pemakaian udara dingin

yang jauh lebih besar, sedangkan sebaliknya operasi pembakaran memakai bahan

bakar minyak (BBM) atau gas alam, akan memakai udara pada suhu tinggi yang

lebih besar.

Di samping itu, operasi pembakaran batubara juga akan menghasilkan suhu

nyala yang lebih rendah serta stabilitas yang kurang baik dibandingkan BBM atau

Page 178: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 178

gas alam, kedua hal ini akan memperpendek unsure dari lapisan bata tahan api.

Keadaan inilah yang menyebabkan operasi pembakaran dengan memakai batubara

akan kurang produktif dibandingkan dengan operasi pembakaran dengan Bahan

Bakar Minyak atau gas alam, ketidak produktifan dari segi teknis antara lain karena:

- Konsumsi panas per satuan produk.

- Umur lapisan batu tahan api, atau dengan kata lain produktifitas tanur putar

yang berarti produktifitas pabrik semen keseluruhan.

Secara ekonomis dapat dinyatakan bahwa operasi dengan memakai batubara

akan kurang ekonomis dibandingkan dengan memakai BBM atau gas alam, antara

lain:

- Naiknya biaya operasi pembakaran

- Naiknya biaya operasi batu tahan api

- Naiknya biaya produksi semen akibat penurunan produksi semen.

Mengingat jenis dan kualitas batubara di Indonesia sangat beragam, maka

secara umum dapat dikatakan bahwa produktivitas pemakaian batubara dalam

operasi pembakaran pada tanur putar akan menurun sebanyak 10-20 %

dibandingkan dengan pemakaian BBM atau gas alam.

6.2.2. Batubara Sebagai Bahan Bakar Dalam Industri Semen

Seperti diketahui bahwa batubara merupakan suatu campuran padatan yang

sangat heterogen dan terdapat di alam dengan tingkat/grade yang berbeda, mulai

dari lignit, subbitumine, bitumine sampai anrasit. Sebagai padatan, batu-batu terdiri

atas kumpulan material (vitrinite, eksinite dan enertinite) dan mineral (clay, kalsit dan

lain-lain).

Dilihat dari unsur-unsur pembentukan batubara terdiri atas carbon, oksigen,

nitrogen, sedikit sulfat, phosphor dan lain-lain, sedangkan dari segi struktur molekul,

dapat dibedakan atas aromatic dan aliphatic. Oleh karena itu dalam industri semen,

batubara digunakan sebagai bahan bakar, maka panas pembakaran, hasil-hasil

pembakaran, dan sisa-sisa pembakaran perlu diketahui, terutama apabila hal-hal

tersebut dapat mengganggu kualitas semen yang dihasilkan.

Page 179: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 179

Sifat-sifat batubara dapat dilihat dengan analisis sebagai berikut:

1. Analisis Prosikmat

Terdiri dari Analisis Lengas (moisture) yang berupa lengas bebas (free

moisture), lengas bawaan (inherent moisture) dan lengas total (total moisture);

Kadar abu (ash); Carbon tertambat (fixed carbon); dan Zat terbang (volatile matter).

2. Analisis Ultimat

Terdiri atas analisis untuk unsure-unsur : C, H, O, N juga S dan Phospor serta

CI.

3. Nilai Kalor

Terdapat dua macam nilai kalor, yaitu: nilai kalor net, yaitu kalor pembakaran

dihitung dalam keadaan semua air (H2O) berujud gas. Nilai kalor gross, yaitu nilai

kalor pembakaran diukur dalam keadaan semua air (H2O) berwujud cair.

4. Total Sulphur

Sulpur atau belerang dapat berbeda dalam batubara sebagai mineral pirit,

markasitt, Ca sulphat, atau belerang organik, yang pada pembakarannya akan

berubah menjadi SO2.

5. Analisis Abu

Abu yang terjadi dalam pembakaran batubara akan membentuk oksida-oksida

sebagai berikut SiO2, Al2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O. Abu inilah yang

terutama akan secara padatan bercampur dengan klinker dan mempengaruhi

kualitas semen. Namun demikian kadar abu batubara di Indonesia biasanya hanya

berkisar antara 5 % sampai 20 % saja.

6. Hardgrove Grindability Index

Merupakan suatu bilangan yang dapat menunjukan mudah sukarnya batubara

digerus menjadi bahan bakar serbuk. Makin kecil bilangnnya, maka keras keadaan

batubaranya.

Sesuai dengan sifatnya, batubara umumnya dibagi atas empat macam, yaitu:

- Antrasit, mengandung sedikit volatile matter

- Bitumine, mengandung medium volatile matter

Page 180: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 180

- Lignit, mengandung banyak volatile matter

- Peat

Apabila kita membakar batubara dengan fire grate, maka panjang nyala yang

dihasilkan, tergantung besarnya kandungan volatile matternya, batubara dengan

kadar volatile matter yang tinggi, akan menghasilkan nyala yang panjang di atas

grate fire dan batubara dengan kadar volatile matter yang rendah, akan

menghasilkan nyala yang pendek. Oleh karenanya antrasit biasa disebut dengan

short flaming coal, dan bitumine sebagai long flaming coal.

Akan tetapi batubara akan menghasilkan hasil yang berbeda bila dibakar dalam

bentuk batubara dalam tanur putar sebagai batubara halus akan terurai dengan

segera dan volatile matter yang menguap akan terbakar dengan cepat. Sedangkan

partikel coke yang sudah tersegresikan akan mempunyai luas permukaan yang

sangat besar sehingga serbuk batubaranya dapat terbakar secara cepat. Hal ini

menyebabkan long flaming coal di dalam tanur putar akan terbakar hanya dalam

daerah yang pendek dari tanur atau dengan kata lain akan menghasilkan nyala

pendek. Short flaming coal mengandung sedikit volatile matter, bila dibakar di dalam

tanur putar, sebagai batubara halus akan terurai secara lambat, sehingga akan

terbakar dalam jarak yang lebih panjang.

Dengan demikian, batubara yang disebut Short Flaming Coal bila dibakar

sebagai batubara halus di dalam tanur putar, akan menghasilkan nyala yang

panjang. Operasi pembakaran dalam tanur putar membutuhkan pembakaran

dengan suhu nyala yang sangat tinggi, karena proses klinkerisasi memerlukan suhu

material sekitar 1450oC. Disamping itu suhu nyala yang tinggi akan menghasilkan

heat transfer yang lebih besar. Kedua hal ini sangat berpengaruh dalam hal

efektifitas dan efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar. Walaupun antrasit

memiliki nilai kalor yang tinggi, penggunaannya sebagai bahan bakar dalam tanur

putar kurang disukai, karena antrasit menghasilkan nyala yang lebih panjang

dengan suhu yang relatif lebih rendah.

Demikian juga lignit, yang disamping mempunyai kandungan volatile matter

yang tinggi dan berheating value rendah, tidak disuakai, karena akan menghasilkan

suhu nyala yang lebih rendah. Bitumine adalah jenis batubara yang disukai

pemakainya sebagai bahan bakar dalam tanur putar, karena mempunyai kandungan

volatile matter yang cukup, tetapi nilai kalorinya pun relatif tinggi.

Page 181: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 181

Oleh karena itu bitumine dapat menghasilkan suhu nyala yang lebih tinggi.

Akan tetapi bitumine yang berkandungan abu yang lebih besar (akibat adanya

impurities yang biasanya dari clay dan sebagainya), atau berkandungan air yang

tinggi juga tidak disukai, karena hal-hal tersebut akan menurunkan suhu nyala di

samping membutuhkan juga excess air yang akan lebih besar. Hal ini akan

mengakibatkan rendahnya efektifitas dan efisiensi operasi pembakaran dalam tanur

putar.

Sebenarnya secara teoritis diharapkan bituminous coal yang bersih dari non

combustible material akan menghasilkan suhu nyala yang pendek dan lebih tinggi

dibandingkan dengan non combustible material baik berupa ash atau moisture tidak

dapat dihindari, sehingga membutuhkan operasi dengan excess air yang lebih tinggi

dan membutuhkan primary air (yang suhunya rendah) yang lebih besar.

Hal ini akan menurunkan suhu nyala di samping memperbesar flow rate gas

bakar yang mengakibatkan lebih pendeknya retention time gas dalam tanur putar

dari preheater sistem dan akan menurunkan heat transfer rate, yang berarti akan

memperbesar terbuangnya panas melalui preheater gas.

6.2.3. Penyiapan Batubara Dan Sistem Pengumpan Ke D alam Kiln

Diantara semua bahan bakar yang umumnya dipakai, batubara merupakan

bahan bakar yang memerlukan investasi awal yang sangat tinggi baik untuk grinding

maupun pengumpan. Flow Sheet dasar dari instalasi batubara hampir sama

disemua tingkat.

a. Penyimpanan (Stock Pilling)

Sesudah dibongkar di suatu pabrik, batubara disimpan di suatu gudang

penyimpanan. Perhatian utama yang harus diberikan pada tahap ini adalah

mengurangi resiko self ignition dan kehilangan (losses) material selama

penyimpanan. Karena salah satu karakter bahan bakar padat adalah tidak

homogen, maka sebelum digiling perlu dilakukan pre-homogenization, yang antara

lain dengan cara pengaturan tumpukan dan penampilan dari gudang penyimpanan.

Page 182: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 182

Aturan FIFO (First In First Out) perlu dilaksanakan di sini untukk mencegah oksidasi

batubara yang berlebihan.

b. Primary Crushing

Primary Crushing dapat dilakukan secara Open Circuit atau Close Circuit.

Kehalusan produk dari primary crushing ini tergantung kepada macam grinding mil

yang dipakai.

c. Grinding & Drying (Penggilingan dan Pengeringan)

Untuk batubara yang mempunyai kadar air di bawah 20 %, pengeringannya

dilakukan pada coal mill. Untuk batubara yang kadar airnya lebih dari 20%, biasanya

ada alat pengering tambahan ebelum coal mill. Coal mill dibedakan dalam dua tipe,

yaitu:

- Ball Mill/Tube Mill

- Vertical Mill

Proses pengeringan di sini adalah mengeringkan raw coal maksimal sampai

pada inherent moisturenya. Di dalam pengoprasian system coal mill ini yang harus

menjadi perhatian utama adalah mengurangi risiko peledakan, yang disebabkan :

- Umpan batubara yang tidak lancar

- Ketidak lancaran pengumpanan menyebabkan material kasar (kering) yang

kembali dari separator, akan langsung kontak dengan udara panas.

- Perubahan kadar air batubara yang terlalu besar

- Kadar air produk terlalu rendah, jauh di bawah inherent moisturenya.

Resiko-resiko peledakan tersebut diperbesar oleh kandungan volatile matter

yang tinggi dari batubara. Pengendalian operasi coal mill didasarkan pada desain

kehalusan batubara yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan pembakaran dalam

tenur putar.

d. Penangkapan Debu

Penangkapan debu batubara umumnya dilakukan dengan filter atau

electrostatic presipitator. Untuk mengurangi kehilangan material, alat penangkap

Page 183: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 183

debu ini harus dijaga agar beroperasi secara optimal. Yang harus diperhatikan di

sini ialah debu yang halus cenderung menyebabkan reaksi peledakan. Campuran

batubara/udara akan explosive dalam daerah konsentrasi tertentu. Beberapa ahli

menyebutkan bahwa interval 40-150 g/Nml sebagai daerah kritis untuk terjadinya

peledakan tersebut, yang biasanya terjadi di saat start up atau stop peralatan.

e. Sistem Pengumpanan Batubara Halus ke Dalam Tanur Putar

Sistem pengumpanan batubara halus ke dalam tanur putar dapat dibedakan

sebagai berikut:

- Direct System

- Semi indirect system

- Indirect system

Pada Direct System, semua batubara yang dihasilkan digrinding mill langsung

diumpankan ke dalam tanur putar bersama udara pengeringnya. Pada semi indirect

sistem, batubara dari mill untuk sementara disimpan dalam intermediate silo

sebelum diumpankan ke dalam tanur putar. Untuk sistem ini ada dua macam versi

yang tergantung pada kadar air batubara. Yang mempunyai kadar air rendah, udara

pengering dari mill sebagian diinjeksikan ke tanur putar sebagai udara primer, dan

sebagian disirkulasikan ke mill. Bila kadar air tinggi, sebagian gas dari mill

dikeluarkan melalui alat penangkap debu.

Pada indirect sistem, semua batubara dari mill disimpan di intermediate silo

sebelum diumpankan, dan gas dari mill tidak diumpankan ke tanur putar sebagai

udara primer, kecuali bila diinginkan.

6.2.4. Operasi Pemakaian Batubara Pada Tanur Putar

Dalam pemakaian batubara sebagai bahan bakar dalam operasi tanur putar,

terdapat beberapa hal yang spesifik perlu diperhatikan.

a. Pemakaian Udara Primer

Udara primer berperan antara lain sebagai sarana transportasi untuk injeksi

batubara ke dalam tanur putar dan suatu alat pengendali nyala.

Page 184: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 184

Dengan pemakaian udara primer yang temperaturnya rendah ini, maka udara

pembakaran yang terdiri dari primary air dan secondary air, akan mempunyai

temperatur campuran relatif rendah. Oleh karena itu sebenarnya secara ekonomis

pemakaian udara primer ini kurang menguntungkan. Di dalam operasi pemakaian

batubara, pemakaian udara primer ini dapat berkisar antara 15-20 % dari kebutuhan

udara pembakaran.

b. Pemakaian Excess Air yang besar

Berdasarkan teori kinetika reaksi, bahan bakar gas dan cair lebih reaktif

dengan oksigen, dibandingkan oksigen dengan batubara.

Hal ini mudah dimengerti karena pembakaran batubara akan melalui tahapan-

tahapan sebagai berikut:

- Perpindahan panas dari burning zone ke partikel batubara secara konveksi dan

radiasi.

- Perpindahan panas melalui lapisan abu yang bersifat isolator menuju front

oksidasi secara konduksi.

- Reaksi kimia antara C, S, H2, dengan H2, CO, H2O, dan SO2.

- CO2, SO2, CO dan H2 berdifusi dari front oksidasi ke bagian luar partikel

batubara.

- Abu pembungkus sekeliling partikel batubara terdekomposisi secara termis dan

mekanis.

Oleh karena itu untuk mencapai kesempurnaan pembakaran yang

menggunakan batubara sebagai bahan bakar diperlukan excess air yang relatif

besar. Dengan pemakaian udara yang lebih besar ini, maka akan dihadapkan pada

permasalahan:

- Kerugian panas karena terserap oleh kelebihan udara tersebut.

- Transfer panas antar udara dan material di dalam kiln kurang sempurna,

karena waktu tinggal udara panas yang relatif rendah.

c. Kandungan Air Dalam Batubara

Air yang terdapat dalam batubara, baik sebagai inherent moisture maupun

sebagaian kecil moisture yang lain, tentunya akan merugikan karena mengurangi

panas yang dihasilkan.

Page 185: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 185

d. Stabilitas Umpan

Karena batubara merupakan bahan bakar dalam bentuk powder (bubukan)

maka sangat sulit diperoleh kondisi pengumpanan yang benar-benar stabil ke dalam

kiln. Ketidakstabilan umpan ini berarti, ketidakstabilan panas di dalam kiln, akan

mengakibatkan ketidakstabilan coating sebagai pelindung batu tahan api. Dengan

demikian akan mengakibatkan umur batu yang relatif pendek.

e. Impurities Dalam Batubara

Bila proses pencucian batubara tidak baik, maka akan ditemui impurities (misal

clay). Dengan adanya impurities ini, tentunya akan mengacaukan jumlah umpan

panas ke dalam tanur putar, yang akan memberi akibat-akibat seperti yang telah

dibahas.

6.2.5. Persyaratan Mutu Batubara Dalam Industri Sem en

Pada dasarnya semua jenis batubara dapat dipakai sebagai bahan bakar tanur

putar. Seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan

persyaratan-persyaratan mutu batubara yang dibutuhkan oleh industri semen unit

operasi dengan efektifitas yang cukup tinggi, yaitu:

1. Nilai bakar net cukup tinggi, yaitu > 6.000 cal/gr

2. Voalitile matter medium, maksimum 36-42 %

3. Total moisture, maksimum 12 %

4. Kadar abu maksimum 6 %

5. Kadar sulpur, maksimum 0,8 %

6. Kadar alkali dalam abu, maksimum 2 %

7. Ukuran batubara (raw coal)

- Diatas saringan 100 mm = 0 %

- 100 mm – 50 mm = 70 %

- 50 mm – 25 mm = 25 %

- 25 mm – 15 mm = 15 %

- lolos 15 mm = 0 %

8. Variasi kualitas di atas tidak lebih dari 10 %

Page 186: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 186

Batubara dengan kualitas, yang tidak memenuhi persyaratan di atas akan

menghasilkan produktifitas yang lebih rendah. Persyaratan-persyaratan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Nilai kalor net minimum 6.000 cal/gr, dan volatile matter antara 36-42 % serta

kadar abu maksimum 8 %, dimaksudkan agar pemakian batubara tersebut

dalam tanur putar, dapat menghasilkan target-target yang diharapkan pada

operasi pembakaran.

- Total sulphur maksimal 12 % dan kadar abu maksimal 6 % serta ukuran

batubara seperti dicantumkan di atas, dimaksudkan agar tidak menyulitkan

pada operasi handling.

- Kadar sulphur maksimal 0,8 % dan kadar alkali pada abu maksimal 2 %,

dimaksudkan agar tidak terjadi gangguan pada operasi tanur putar dan tidak

terjadi penurunan kualitas semen.

- Ukuran batubara dan volatile matter seperti dicantumkan di atas, juga

dimaksudkan agar tidak terjadi kebakaran selama pengumpanan, makin

banyak mengandung butiran-butiran halus, maka tumpukan batubara akan

mudah terbakara.

- Variasi kualitas 10 % dari nilai-nilai yang dicantumkan di atas, dimaksudkan

agar persyaratan untuk mencapai operasi pembakaran yang stabil dapat

terpenuhi.

6.2.6. Pencemaran Lingkungan

Pada bab-bab terdahulu telah disinggung bahwa untuk mencapaii

kesempurnaan pembakaran batubara, diperlukan excess air yang relatif banyak.

Dan sayangnya bahwa dengan excess air yang lebih tinggi mengakibatkan

temperatur di dalam kiln akan lebih rendah. Oleh karena itu dalam kenyataan praktik

sering ditemukan bahwa proses reaksi pembakaran belum berlangsung sempurna,

meskipun gas telah keluar dari Suspension Preheater. Hal ini ditunjukan dengan

adanya kandungan CO dari gas tersebut. Bahkan tidak jarang terjadi, terutama pada

saat heating up, atau adanya fluktuasi umpan batubara yang cukup besar, gas

keluar cerobong pun masih berwarna hitam. Hal ini menunjukan bukan hanya CO

saja yang terkandung dalam gas tersebut, melainkan batubara yang belum terbakar.

Page 187: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 187

Apabila kandungan gas CO dari gas menuju electro presipitator sebagai alat

penangkap debu lebih besar dari 0,6 %, maka untuk menghindari peledakan, alat

penangkap debu, yang berarti sekitar 7 % dari umpan raw meal akan terbang

bersama-sama gas yang keluar cerobong, yang tentunya menimbulkan masalah-

masalah antara lain:

- Pencemaran udara, baik debu maupun gas CO

- Kerugian karena hilangnya material

Seperti yang disinggung di atas bahwa proses reaksi pembakaran batubara ini

dapat berkelanjutan hingga di seluruh saluran gas panas, mengakibatkan

temperatur gas tersebut bisa sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini tidak jarang

mengakibatkan kerusakan impeller dari fan-fan yang dilalui atau kerusakan

expansion joint dari ducting atau terhadap ducting itu sendiri.

Resiko-resiko pencemaran lingkungan, kehilangan material dan kerusakan

peralatan ini dapat dikurangi, atau dihindari antara lain dengan cara:

- Mengusahakan kesempurnaan pembakaran di burning zone dalam kiln dengan

memahami kinetika proses pembakaran.

- Perencanaan sistem kiln dan injeksi batubara yang baik.

Hal tersebut di atas merupakan sumber pencemaran lingkungan melalui gas

buang. Di samping itu sumber pencemaran lain terjadi selama penyimpanan dan

selama operasi eksplotasi lain terjadi selama penyimpanan dan selama operasi

eksploitasi dan preparasi batubara, juga kebocoran-kebocoran yang menimbulkan

pencemaran lingkungan.

6.3. PEMANFAATAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

Mengangkat PLTU Suralaya yang beroperasi semenjak tahun 1984 sebagai

contoh studi kasus. PLTU Suralaya ini dirancang bangun dengan menggunakan

bahan bakar batubara Bukit asam pada tingkat kualitas average dan worst.

Sampai tahun 1988 batubara Bukit Asam masih belum dapat memenuhi

kebutuhan yang terus meningkat dari 156.000 ton pada tahun 1985, 936.000 ton,

Page 188: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 188

1.500.000 ton pada tahun-tahun berikutnya dan pada tahun 1987 kebutuhan

tersebut telah mencapai 2,055 juta ton mestinya akan meningkat lagi.

Kualitas batubara pengganti tersebut telah diusahakan sedapat mungkin

memenuhi kualitas batubara Bukit Asam tersebut. Hal-hal yang diperhitungkan di

dalam pemakaian batubara pada PLTU adalah :

- Perfomance (unjuk kerja)

- Availability, reliability

- Dampak lingkungan

- Kendala dan karakteristik operasi, serta dampaknya terhadap tingkat

pemeliharaan

Tinjauan terhadap aspek tersebut di atas semata-mata mempertimbangkan

peralatan terpasang sesuai dengan rancang bangunnya dan selanjutnya

pengalaman tersebut dasar dalam penyempurnaan masa mendatang.

6.3.1. Pengenalan Umum Kualitas Batubara

Batubara yang ada dipasaran unsur kualitasnya sekurang-kurangnya terdiri

dari :

a. High heating value (kgcal/ka)

b. Total moisture (%)

c. Inherent moisture (%)

d. Volatile matter (%)

e. Ash content (%)

f. Sulphur content (%)

g. Coal Size < 3 mm, 40 mm, 50 mm

h. Hardgrove grindability index

Unsur lainnya diperlukan sesuai kebutuhan yang bersifat umum maupun

khusus. Untuk melengkapi data di atas biasanya diperlukan unsur kualitas seperti :

- Fixed carbon (%)

- Phosphorous/Chlorine (%)

- Ultimate analiysis : Carbon, Hydrogen, Oxigen, Nitrogen, Sulphur dan Ash

kadang-kadang diperlakukan Ash Fushing Temperatur

Page 189: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 189

6.3.2. Pengaruh Kualitas Batubara

a. High Heating Value (HHV)

High heating value (HHV) sangat berpengaruh terhadap pengoprasian aspek

Pulverizer, Pipa batubara, wind box, dan Burner

Semakin tinggi HHV maka aliran batubara setiap jam-nya semakin rendah,

sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan, untuk batubara dengan moisture

content dan HGI yang sama, dengan HHV tinggi maka mill akan beroperasi di

bawah kapasitas nominalnya (menurut desain) atau dengan kata lain operating

rationya menjadi lebih rendah.

b. Moisture Content

Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Pada

batubara dengan kandungan moisture tinggi akan membutuhkan udara lebih banyak

guna mengeringkan batubara tersebut pada suhu ke luar mill tetap.

c. Volatile Matter

Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan

intensitas api.

Fuel ratio = Fixed carbon / Volatile matter

Semakin tinggi fuel ratio maka carbon yang tidak terbakar semakin banyak.

d. Ash Content

Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar

dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang dan abu dasar. Sekitar 20 % dalam

bentuk abu dasar dan 80 % dalam bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan

abu dan tergantung komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling),

keausan dan korosi peralatan yang dilalui.

Page 190: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 190

e. Sulphur Content

Kandungan sulphur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi

pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari titik

embun sulphur, disamping berpengaruh terhadap efektifitas penangkapan abu pada

peralatan electrostatic precipator.

f. Coal Size

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar. Butir

paling halus untuk ukuran < 3 mm, sedangkan ukuran butir paling kasar sampai

dengan 50 mm. Butir paling halus dibatasi oleh tingkat dustness dan tingkat

kemudahan diterbangkan angina sehingga mengotori lingkungan. Tingkat dustness

dan kemudahan berterbangan masih ditentukan pula oleh kandungan moisture

batubara.

g. Hardgrove Grindability Index (HGI)

Kapasitas mill (pulverizer) dirancang pada HGI tertentu. Untuk HGI lebih

rendah kapasitasnya lebih rendah dari nilai patoknya agar menghasilkan fineness

yang sama.

h. Ash Fushion Temperatur

Ash fushion temperature akan mempengaruhi tingkat fouling, slagging dan

operasi soot blower.

6.3.3. Pemanfaatan Batubara Sebagai Briket Batubara

Teknologi pembuatan briket batubara dari batubara bubuk yang dapat

menimbulkan kesulitan pada waktu pengangkutan ternyata sudah banyak dilakukan

di beberapa negara. Hal yang mendorong pemanfaatan briket untuk masalah dan

industri kecil di Indonesia antara lain :

Page 191: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 191

- Potensi batubara Indonesia yang sangat besar.

- Penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan.

- Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana, dengan investasi sedikit.

- Batubara Indonesia mudah pecah dan bernilai kalori tinggi.

- Memanfaatkan batubara bubuk yang tidak dipakai sukar ditransport, menjadi

lebih bermanfaat.

- Adanya endapan batubara dengan cadangan terbatas (10 juta ton) yang dapat

dimanfaatkan secara skala kecil untukk daerah sekitarnya.

- Kebijakan pemerintah untuk mengurangi pemakian minyak dan kayu bakar.

a. Teknik Pembriketan Batubara

1. Sifat briket yang baik :

- Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran.

- Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan

dipindah-pindah.

- Mempunyai suhu pembakaran yang tetap (± 350oC) dalam jangka waktu yang

cukup panjang (8-10 jam).

- Setelah pembakaran masih mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah

untuk dikeluarkan dari dalam tungku masak.

- Gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang tinggi.

2. Jenis briket

Dikenal 2 jenis briket yaitu :

- Tipe Yontan (silinder) untuk keperluan rumah tangga.

Tipe ini lebih dikenal dan popular, disebut dengan Yontan, suatu nama lokal,

terbentuk silinder dengan garis tengah 150 mm, tinggi 142 mm, berat 3,5 kg

dan mempunyai lubang-lubang sebanyak 22 lubang.

- Tipe Egg (telor) untuk keperluan industri dan rumah tangga. Tipe ini juga

dipergunakan untuk bahan bakar industri kecil seperti untuk pembakaran

kapur, bata, genteng, gerabah, pandai besi dan sebagainya, tetapi juga untuk

keperluan rumah tangga. Jenis ini mempunyai lebar 32-39 mm, panjang 46-58

mm, dan tebal 20-24 mm.

Page 192: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 192

3. Teknik pembuatan

Proses pembuatan briket Yontan cukup sederhana. Batubara bubuk (5 mm)

diberi (10 %) ditekan dengan mesin tekan pembriketan pada tekanan 120 Kg/cm2

sehingga diperoleh briket. Untuk tipe telor perlu ditambah molasses (7%) dan diroll

pada mesin briket tipe roll.

4. Parameter dalam pembuatan briket

Beberapa parameter dalam pembuatan briket antara lain sebagai berikut :

- Ukuran butiran batubara.

- Tekanan mesin pada waktu pembuatan briket.

- Kadar air yang terkandung dalam batubara.

Beberapa pengalaman, briket dengan kuat tekan > 6 kg/cm2 cukup kuat dan

tidak mudah pecah pada saat dibawa, diangkut dan diangkat.

5. Karakteristik pembakaran

Sifat pembakaran adalah sangat penting disamping tergantung dari sifat

batubaranya. Karakteristik pembakaran briket ini (lama dan suhu sifat batubaranya.

Karakteristik pembakaran briket ini (lama dan suhu pembakaran) tergantung pula

dari besarnya udara yang terbakar (air supply) dan nilai kalori batubaranya. Makin

besar udara yang ikut terbakar makin pendek lama pembakarannya briket dan

makin tinggi nilai kalori batubara yang dibuat briket makin lama waktu pembakaran.

Makin besar udara yang diberikan (dengan membuka udara kompor masak) makin

pendek waktu pembakaran briket walaupun diperoleh suhu maksimum yang tinggi.

b. Pembuatan Briket Dari Batubara

Contoh batubara digerus sampai ukuran 5 mm, selanjutnya ditambah lempung

(20 %) sebagai bahan pengikat dan air 10 %. Analisis batubara contoh dapat dilihat

pada Tabel 6.5.

Page 193: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 193

Tabel 6.5

Analisis kimia batubara contoh Korea

Sifat Contoh Korea

Atom

Fixed Carbon

Nilai Kalori

S (Belerang)

Moisture

Volatile matter

Kelas

8,19

50,24

7160

0,47

1,91

39,66

Subbitumine

39,50

53,70

4570

0,29

3,70

3,20

Antrasit

Penambahan lempung dimaksudkan untuk memperoleh kukuatan dan

besarnya relatif didekatkan dengan kadar ash dan briket Yontan Korea.

c. Kuat Tekan

Dari hasil penekanan dengan pembriketan yang sama diperoleh data sebagai

berikut :

Bahan pengikat lempung Kuat Tekan (kg/cm 2) 20 % 30 %

7,5 10,2

Hasil yang diperoleh memberikan data bahwa kuat tekan berikut adalah cukup

baik (> 6 kg/cm2).

d. Karakteristik Pembakaran

Dari hasil pembakaran diperoleh data sebagai berikut :

- Berasap cukup banyak dan berbau tajam.

- Suhu pembakaran tertinggi sedikit lebih tinggi daripada briket korea yaitu 650o

C – 700o C (briket Korea 600o C).

- Lama waktu pembakaran pada suhu 350o C ternyata jauh lebih pendek + 2,5

jam, sedang briket Korea 8 jam.

Dengan mengatur pipa bukaan udara lebih kecil diharapkan waktu pembakaran

dapat lebih panjang.

Page 194: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 194

Catatan : Penambahan lempung dapat menyerap bau dan mempertinggi kualitas

briket walaupun dapat mengurangi nilai kalorinya. Sebaiknya dipergunakan batubara

yang mengandung ash tinggi.

e. Meniadakan Asap dan Abu

Percobaan untuk mengurangi/ meniadakan asap dan bau dari briket batubara

telah dilakukan dengan mengurangi volatile matter. Hal ini dapat ditempuh dengan

melakukan karbonisasi terhadap batubara pada suhu rendah, dan ternyata berhasil

baik. Hanya masalah lama waktu pembakaran dari briket batubara ini masih relatif

lebih pendek yaitu ± 4 jam.

Mengangkat PLTU Suralaya yang beroperasi semenjak tahun 1984 sebagai

contoh studi kasus. PLTU Suralaya ini dirancang bangun dengan menggunakan

bahan bakar batubara Bukit asam pada tingkat kualitas average dan worst.

6.3.4. Gasifikasi Batubara

Proses gasifikasi mengubah semua material organik batubara menjadi bentuk

gas, peringkat batubara dan temperatur hanya mempengaruhi laju gasifikasi dan jika

diinginkan bisa diperoleh gas yang kesemuanya mengandung CO, CO2 dan H2

disamping pengotor hidrogen sulfida. Perbedaan yang mencolok ini disebutkan pada

proses gasifikasi terjadi rainan yang jauh dan interaksi lebih lanjut yang dapat

dikendalikan antara volatile matter dan char (atau kokas) dengan oksigen.

Gas yang dibuat diklasifikasikan atas nilai kalornya. Gas High Btu merupak

sinonim dari subituminus natural gas (SGN) dan mempunyai nilai kalor antara 970

sampai 1000 Btu per standars cubic foot (Scf). Komposisi gas sebagian besar terdiri

dari CH4 (lebih dari 90%) dan sebagian kecil terdiri dari CO, CO2 dan N2. Gas high

Btu pada umumnya dapat dipertukarkan dengan gas alam dan dapat dibuat dari

batubara pada skala yang besar.

Gas medium Btu mempunyai nilai kalor 270 hingga 600 Btu/Scf. Pada nilai

kalor yang lebih rendah dari rentang ini gas umumnya terdiri dari CO dan H2 serta

sejumlah kecil CO2. Pada nilai kalor yang lebih tinggi dari rentang diatas, nilai kalor

meningkat seiring dengan masuknya CH4 atau hidrokarbon yang lain. Gas medium

Page 195: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 195

Btu banyak digunakan dalam industri manufaktur karena dapat terbakar dengan

cepat dan menghasilkan temperatur nyala yang sama atau lebih tinggi dari gas

alam. Akan tetapi gas medium Btu ini tidak dapat dimasukkan ke dalam jaringan

distribusi gas alam karena tidak dapat dipertukarkan dengan gas alam dan karena

distribusi karbon monoksidanya. Gas medium Btu dapat digunakan sebagai sumber

hidrogen untuk liquefaksi batubara secara langsung menjadi bahan bakar cair atau

untuk sintesa metanol dan bahan bakar cair lainya. Gas medium Btu juga dapat

digunakan untuk produksi gas high Btu.

Gas low Btu normalnya mempunyai nilai kalor sekitar 90 sampai 150 Btu/Scf.

Komponen-komponen yang dapat dibakar terdiri dari CO dan H2 yang dilarutkan

oleh CO2 dan N2. Gas ini mempunyai temperatur nyala yang rendah, kecuali jika

udara pembakaran dilakukan pra-pemanasan dengan kuat. Gas ini bisa menjadi

bahan bakar turbin yang ideal yang kemungkinannya dimanfaatkan secara besar-

besaran dalam gas stream combined power cycle untuk pembangkitan listrik di

lokasi dimana gas tersebut dihasilkan.

Ada dua prinsip rute konversi batubara menjadi gas. Perbedaannya terletak

pada panas yang dipasok dari pembakaran dengan udara secara langsung dalam

proses, sehingga nitrogen dalam udara tercampur kedalam gas yang dihasilkan.

Produk gas ini merupakan gas low-Btu. Alternatif lain, panas dapat dipasok dengan

cara dimana nitrogen tidak diintroduksikan kedalam gas produk. Oksigen digunakan

dan panas dipasok melalui perpindahan panas tak langsung dari gas-gas panas

atau padatan yang dihasilkan reaksi gasifikasi, atau rute hidrogasifikasi diikuti

dimana panas gasifikasi dipasok oleh reaksi eksotermis hidrogen dengan karbon

dan karbon monoksida membentuk metan. Rute-rute ini untuk menghasilkan gas

medium-Btu, gas high-Btu (SNG), hidrogen dan gas sintesis.

Satu lagi teknologi gasifikasi adalah gasifikasi bawah tanah (underground

gasification) atau gasifikasi setempat (in-situ gasification). Dalam metode ini

gasifikasi terjadi secara langsung pada endapan batubara yang belum ditambang.

Reaktan-reaktan dimasukkan ke dalam lapisan batubara dan gas-gas yang

terbentuk dikeluarkan ke permukaan melalui lubang-lubang bor pada endapan

batubara.

Page 196: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 196

BAB VII PENGAMANAN DALAM PENANGANAN BATUBARA

Batubara adalah bahan bakar padat yang mengandung abu. Oleh sebab itu

pemanfaatan batubara akan melibatkan biaya yang tinggi untuk alat yang diperlukan

bagi penanganan (coal handling) dan pembakaran batubara. Kesemuanya tersebut

bertujuan untuk mengeliminir abu dan debu. Penanganan batubara memerlukan

pengamanan, karena ada beberapa masalah dalam penanganan batubara antara

lain:

• batubara dapat terbakar sendiri

• batubara dapat menimbulkan ledakan

• batubara menyebabkan pencemaran, kalau ada angina kencang debunya

beterbangan kemana-mana.

7.1. TERBAKAR SENDIRI

Batubara dapat terbakar sendiri setelah mengalami proses bertahap. Tahap

pertama: mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan-

lahan dan kemudian temperatur batubara akan naik. Tahap kedua: sebagai akibat

temperatur naik kecepatan batubara menyerap oksigen dari udara bertambah dan

temperatur kemudian akan mencapai 100-140oC. Tahap ketiga: setelah mencapai

temperatur 140oC, uap dan CO2 akan terbentuk. Tahap keempat: sampai temperatur

230o C isolasi CO2 akan berlanjut. Tahap kelima: bila temperatur telah berada di

atas 350oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat

terbakar.

Page 197: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 197

7.2. SEBAB-SEBAB TERBAKAR SENDIRI

Batubara merupakan bahan bakar organik, dan apabila bersinggungan

langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau

yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri.

Keadaan ini akan dipercepat oleh:

• reaksi eksothermal (uap dan oksigen di udara). Hal ini yang paling sering

terjadi.

• Bacteria

• Aksi katalitis dari benda-benda anorganik.

Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain:

• karbonisasi yang rendah (low carbonization)

• kadar belerangnya tinggi (> 2%). Ambang batas kadar belerang sebaiknya 1,2

% saja.

7.3. PENANGGULANGAN BATUBARA YANG TERBAKAR

SENDIRI

Bilamana batubara ditimbun di tempat penimbunan yang tertutup (indoor

strorage) maka harus dibuat peraturan agar gudang penimbunan tersebut bersih

dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang ditemukan di permukaan alat-

alat. Dengan demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan konstan.

Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor stroge) maka sebaiknya dipilihkan

tempat yang rata dan tidak lembab. Hal ini untuk menghindari penyusupan kotoran-

kotoran (impurities).

Untuk batubara yang berzat terbang tinggi, perlu dipergunakan siraman air

(sprinkler). Penyimpanan batubara yang terlalu lama juga membahayakan. Paling

lama sebaiknya I bulan.

Page 198: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 198

7.4. TINGGI ONGGOKAN

Tingginya onggokan tumpukan batubara memang sulit untuk ditentukan, sebab

masing-masing tempat penimbunan memiliki kondisi sendiri-sendiri antara lain iklim,

kelembaban, penyinaran.

7.5. PENGECEKAN DINI TERHADAP GEJALA TERBAKAR

7.5.1. Pengecekan Temperatur

Untuk mengetahui temperatur maksimum dari onggokan batubara dapat

ditentukan 1-2 m di bawah permukaan dari tumpukan. Caranya buat lubang vertikal

dibantu dengan pipa yang berperforasi. Kegunaan pipa agar lubang tidak tertimbun

batubara lagi sedang kegunaan perforasi agar temperatur di dalam lubang sama

dengan temperatur dalam onggokan.

Lubang pengecekan temperatur (dibantu dengan berpofarasi)

Onggokan batubara

Benang penggantung termometer

0 Termometer alkohol

0

7.5.2. Batubara Dapat Menimbulkan Ledakan

Ledakan debu batubara disebabkan oleh:

• ukuran partikel debu : < 20 mesh (=0,833 mm)

• terdapat hubungan antara zat terbang dan derajat peledakan.

Page 199: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 199

)(%)(.(%)

(%).

FCcarbonfixedVolatile

VolatileratioVolatile

+=

Apabila volatile ratio > 0,12 maka kemungkinan terjadinya ledakan debu

batubara selalu ada. Bila komponen abu dalam debu batubara > 70 – 80 % maka

tidak perlu takut bahaya ledakan. Kondisi untuk meledak akan terjai bila partikel-

partikel halus cukup waktu mengembangnya (floating time). Juga adanya gas

pembakaran dalam udara dapat membantu terjadinya peledakan.

7.5.3. Cara Penanggulangan Ledakan

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mnanggulangi

ledakan adalah sebagai berikut:

• Gunakan gas inert (gas N2). Gas ini cukup mahal harganya, selain itu juga

cepat menguap, sehingga selalu harus diperiksa valvepressurenya. Tempatkan

tabung gas N2 ini di dalam tempat penyimpanan batubara gerus (pulverized

coal bin). Juga dibagikan filter (B/F).

• Dilakukan pembersihan secara periodik untuk menghindari pembentukan

endapan batubara.

• Menghilangkan kemungkinan sumber tercapainya titik sulut batubara (ignition

point) di dalam instalasi.

• Perhatikan, dicari dan temukan sumber kebakaran sedini mungkin.

• Dalam hal timbunan batubara ditutupi dengan plastik usahakan agar konstrasi

O2 kurang dari 12 %. Pada timbunan terbuka, penggunaan siraman air dengan

menggunakan sprinkler sistem yang otomatis akan sangat membantu dalam

usaha mencegah kebakaran batubara.

Caranya : Control Operator Panel (COP) di pipa ditaruh di dalam timbunan

batubara, kemudian distel pada temperatur tertentu. Apabila temperatur

timbunan batubara meningkat dan melebihi temperatur yang distel di COP,

maka sprinkler automatis akan bekerja sendiri, menyirami timbunan batubara

tersebut.

Page 200: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 200

7.5.4. Perawatan debu batubara

Lembaran plastik penutup timbunan batubara adalah yang terbaik, diusahakan

tidak menggunakan plastik berwarna gelap. Timbunan dipadatkan dengan bulldozer

untuk mengurangi hadirnya Oksigen di dalam sela-sela batubara. Pada timbunan

batubara terbuka permukaan timbunan sebaiknya disemprot dengan cairan yang

mengeraskan permukaan. Cairan ini adalah produk tambahan dari pengilangan

minyak.

Page 201: Draft Diktat Kuliah Batubara

Diktat Kuliah Batubara (MKB-530)

Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM 201

DAFTAR PUSTAKA

1. Zimmerman, Raymond E, “ Evaluating and Testing The Coking Properties Of

Coal”, Copyright, USA, 1979.

2. Cassidy, Samuel M, “ Elements Of Practical Coal Mining”, Society of Mining

Enginees of The American Institute Of Mining, Metallurgical, And Petroleum

Engineers, Inc, New York, 1973.

3. Yakub, Arbie, “Bahan Kursus Tentang Mutu Batubara”, Bandung, 2000

4. Sanwani, Edy Ir., Ibrahim, Alwi Ir., Sudarsono, Arief Dr. Ir, “Pencucian Batubara”,

Ciloto, 1998.

5. Sukandarumidi, “Batubara dan Gambut”, Gajahmada University Press,

Yogyakarta, 1995.

6. PT. Sucofindo, “ Kursus Batubara Untuk PT. Adaro Dan Kontraktor Di Training

Room PAMA Km 64”, 2001.