2
Menganalisis Perilaku Berutang Masyarakat 18 KAMIS, 26 MEI 2016 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA P erilaku berutang masyarakat merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji. Per- kembangan utang di Indone- sia dapat dijelaskan oleh per- kembangan jumlah debitur. Berdasar- kan laporan statistik informasi debitur Bank Indonesia (2014), terjadi pening- katan jumlah debitur dalam satu tahun terakhir di semua lembaga keuangan, baik bank umum (BU), Bank Perkre- ditan Rakyat (BPR), maupun perusa- haan pembiayaan (PP). Dari data tersebut diketahui bahwa Jawa Barat menempati posisi pertama provinsi dengan jumlah debitur ter- banyak. Pada bulan Desember 2014 ter- catat jumlah debitur di provinsi tersebut mencapai angka 8,12 juta jiwa. Berdasar- kan laporan kajian stabilitas keuangan Bank Indonesia (2015), Jawa Barat juga menempati posisi provinsi paling tinggi pertama dengan netto pinjaman lebih besar dari pada netto simpanan diban- dingkan dengan provinsi lainnya dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Sebagai kota dengan jumlah rumah tangga sebanyak 253.934 unit (setara 1,03 juta jiwa), alokasi pinjaman bank umum kepada masyarakat kota hujan tersebut mengalami tren peningkatan, baik untuk modal kerja, investasi dan konsumsi. BPS mencatat tren yang me- ningkat dalam kurun waktu 2010 – 2014. Pinjaman modal kerja tercatat sebagai jenis pinjaman yang paling banyak diberikan kepada masyarakat. Dengana kondisi tersebut, maka peneli- tian ini mencoba untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peri- laku berutang masyarakat Bogor, dengan teknik pengambilan sampel yang bersifat purposive. Tercatat 86 orang warga Bo- gor menjadi responden penelitian ini. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis faktor. Hasil penelitian Dari hasil observasi diketahui bahwa responden cenderung lebih banyak me- lakukan utang. Mereka biasanya mem- injam utang kepada lembaga keuangan berupa bank syariah dan kreditur lain- nya dalam hal ini seperti keluarga, ke- rabat, organisasi atau kantor. Responden sebagian besar memiliki porsi utang di bawah 20 persen dari total pendapatan- nya dan mereka menganggap bahwa porsi utang yang dimilikinya tersebut se- bagai beban yang ringan dalam hidup- nya. Dari hasil analisis faktor, diketahui lima faktor yang memengaruhi perilaku utang responden. Kelima faktor tersebut adalah faktor memenuhi kebutuhan, faktor ibadah 1, faktor ibadah 2, faktor perilaku berutang dan faktor eksternal. Pertama, faktor memenuhi kebu- tuhan. Faktor memenuhi kebutuhan menjadi faktor yang paling dominan dalam memengaruhi masyarakat dalam berutang, dibuktikan dengan nilai ker- agaman yang tinggi yaitu sebesar 25.84 persen. Faktor ini terdiri atas : (i) vari- abel berpikir pendapatannya tidak akan pernah cukup sehingga perlu selalu mengambil utang; (ii) mudah terpen- garuh untuk mengambil utang untuk membeli sesuatu yang baru ketika teman dan tetangga juga mengambil dan me- rekomendasikannya; (iii) mengambil utang lain ketika selesai membayar utang saat ini; (iv) tidak bisa hidup tanpa utang karena selalu berpikir pendapatan tidak akan pernah cukup dan lebih suka menggunakan pembayaran non tunai untuk konsumsi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dasar saat ini; dan (v) merasa tidak apa-apa jika masih memiliki utang di masa depan karena keturunan akan membayar. Kedua, ibadah 1 menjadi faktor ke- dua yang memengaruhi masyarakat da- lam berutang. Faktor ibadah 1 memiliki nilai keragaman sebesar 14.25 persen. Responden yang memberikan nilai yang tinggi pada faktor ini adalah responden yang melakukan shalat lima waktu, mem- berikan zakat fitrah dan melakukan puasa selama Ramadhan. Faktor ibadah 1 ini memengaruhi perilaku responden untuk memberikan perhatian terhadap urgensi berutang dan digunakannya untuk keper- luan apa. Responden menganggap bahwa utang sebagai alternatif menyalurkan sifat konsumtif dianggap tidak boleh dalam agama karena termasuk ke dalam sifat yang boros dan tidak hidup secara seder- hana. Namun ada juga responden yang tidak mempertimbangkan agama dalam keputusan berutangnya. Ketiga, faktor ibadah 2 yang mene- rangkan keragaman data sebesar 12.47 persen. Variabel yang memiliki nilai loading tertinggi adalah variabel melak- sanakan ibadah haji dengan nilai loading sebesar 0.902 persen. Maksudnya, res- ponden berutang untuk melaksanakan ibadah haji melalui fasilitas dana talan- gan haji pada perbankan syariah. Dana talangan haji adalah dana yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada calon jamaah haji untuk memenuhi per- syaratan minimal setoran awal BPIH sehingga calon jamaah tersebut menda- pat porsi haji sesuai dengan ketentuan kementerian agama. Praktik ini telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dalam fatwanya no. 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pem- biayaan Pengurusan Haji Lembaga Ke- uangan Syariah. Fenomena ini menurut Sumarwan (2016) menunjukkan peruba- han definisi “mampu” dalam beribadah haji, yang sebelumnya adalah “mampu” dari segi materi, kesehatan, mental dan agama, menjadi kemampuan seseorang untuk menyicil. Faktor perilaku berutang adalah faktor keempat yang memengaruhi masyarakat dalam berutang. Responden yang termasuk ke dalam faktor ini ada- lah responden yang melakukan menem- patkan membayar utang didaftar prior- itas karena itu adalah tanggung jawab untuk memenuhi hak orang lain, lebih suka membayar utang terlebih dahulu sebelum menabung uang karena itu adalah tanggung jawab untuk memenuhi hak orang lain, serta membayar utang setiap bulan karena harus memenuhi kebutuhan dasar. Faktor ini mampu menerangkan keragaman data sebesar 10.80 persen. Faktor terakhir dalam penelitian ini yang memangaruhi responden dalam berutang adalah faktor eksternal. Faktor eksternal mencakup faktor lain di luar diri responden yang memengaruhi res- ponden dalam berutang seperti pasan- gan, orang tua dan keluarga. Faktor eksternal memiliki nilai keragaman data sebesar 6.61 persen. Faktor ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel suami/ istri dan orang tua berpikir harus meng- ambil utang ketika ekonomi diperki- rakan semakin baik di masa depan dan variabel suami/ istri dan orang tua ber- pikir harus mengambil utang setiap kali kebutuhan baru muncul. Diharapkan masyarakat dapat bersikap bijak dalam menggunakan uang dan membiasakan hidup sesuai dengan daya belinya. Apabila berutang sebaiknya digunakan untuk kegiatan produktif yang mampu menunjang dan meningkatkan kesejahteraan kehidu- pannya. Sehingga, manfaat utang dapat dirasakan masyarakat tidak hanya dirasakan sekali habis namun dapat dirasakan dalam jangka yang panjang untuk menjaga keberlangsungan hidup- nya. Pemerintah sebagai pengatur juga perlu memberikan sosialisasi dan pem- belajaran kepada masyarakat mengenai manajemen keuangan agar masyarakat tidak melakukan konsumsi melebihi pendapatannya. Wallaahu a’lam. I ndonesia baru saja menjadi tuan rumah Sidang Tahunan IDB (Islamic Development Bank) yang ke 41. Isu pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur dan inklusi keuangan menjadi tema yang menghiasi seluruh rangkaian kegiatan sidang tahunan tersebut. Diantara rangkaian kegiatan tersebut adalah pelaksanaan kegiatan International Seminar on Islamic Microfinance for Poverty Alleviation in OIC Member Countries pada tanggal 14 Mei 2016, yang dihadiri oleh 300 peserta termasuk 70 tamu asing dari 30an negara anggota IDB, dan IDB Expert Meeting on Discussion of IMPACT (Islamic Microfinance for Poverty Alleviation and Capacity Transfer) Program pada tanggal 15 Mei 2016, yang dihadiri sekitar 40 pakar asing dan 10 pakar domestik. Kedua kegiatan tersebut berlangsung di Bogor dengan IPB mendapat kehormatan sebagai tuan rumahnya. Dari kedua kegiatan tersebut dapat ditarik benang merah bahwa peran keuangan mikro syariah menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan di negara-negara Islam yang notabene banyak berada dalam kategori negara berkembang. Beragam model institusi keuangan mikro syariah telah berkembang di berbagai negara, termasuk model BMT (Baytul Maal wat Tamwil) yang men- jadi ciri khas Indonesia. Yang menarik, banyak negara tertarik untuk mempelajari konsep BMT karena di mata mereka BMT memiliki keunikan, antara lain: (i) BMT tumbuh melalui inisiatif masyarakat tanpa banyak bantuan pemerintah di awal pendiriannya, sehingga tidak menimbulkan beban berat pada APBN; dan (ii) kemunculan BMT tidak menciptakan reformasi struktural dan regulasi yang mengakibatkan terjadinya instabili- tas pemerintahan dan konflik sosial politik. Terkadang di beberapa negara, penubuhan insti- tusi baru sering menimbulkan persoalan pada sisi sosial politik dan pemerintahan. Untuk itu, agar peran institusi keuangan mikro syariah termasuk BMT ini semakin kuat, maka berdasarkan pertemuan para pakar IDB, disepakati lima pilar mendasar sebagai pondasi penguatan lembaga keuangan mikro syariah. Kelima pilar itu adalah regulasi dan standarisasi kebijakan, aspek operasional, teknologi, moni- toring dan evaluasi, serta advokasi. Inilah yang menjadi dasar pengembangan program IMPACT oleh IDB. Pada pilar yang pertama, regulasi dan stan- darisasi kebijakan merupakan hal yang sangat fundamental. Diharapkan, negara-negara ang- gota IDB dapat mengembangkan berbagai kebi- jakan yang mendukung berkembangnya keuang- an mikro syariah. Dalam konteks Indonesia, pilar ini dapat diterjemahkan sebagai upaya sinkro- nisasi kebijakan agar peran BMT dan koperasi syariah menjadi semakin kuat dalam pem- bangunan nasional. Jangan sampai muncul kebi- jakan yang berpotensi melemahkan peran BMT dan koperasi syariah secara sistematis. Sebagai contoh, beberapa waktu terakhir ini muncul kegelisahan di kalangan para praktisi BMT dan koperasi syariah terkait dengan dampak kebijakan KUR (kredit usaha rakyat) dan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusi (LAKU PANDAI), atau dikenal dengan istilah branchless banking. Kedua kebi- jakan ini memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu bagaimana memperbesar layanan keuangan pada kelompok-kelompok yang selama ini belum atau masih memiliki akses yang sangat terbatas terhadap keuangan formal. Akan banyak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang akan menikmati fasilitas kebijakan ini. Namun demikian, jika pada praktiknya BMT dan koperasi syariah tidak dilibatkan, maka hal tersebut berpotensi melemahkan institusi BMT dan koperasi syariah. Pelemahan tersebut dapat dilihat dari dua hal. Pertama, dari sisi funding, dana-dana yang dimiliki masyarakat kelas menengah ke bawah yang berada di wilayah pelosok akan masuk ke perbankan, atau bahkan dana anggota koperasi berpindah ke perbankan. Kedua, dari sisi financing, nasabah pembiayaan BMT dan koperasi syariah akan banyak yang berpindah kepada perbankan karena skema KUR mendapat subsidi pemerintah. Tentu kita berharap agar kedua kebijakan yang bertujuan baik ini jangan sampai menimbulkan masalah bagi BMT dan koperasi syariah. Karena itu, insti- tusi ini tidak boleh ditinggalkan. Pemerintah harus mau mengajak BMT menjadi partner dalam penyaluran KUR sesuai syariah, dan insti- tusi BMT ini juga harus dilibatkan dalam kebi- jakan LAKU PANDAI agar kesenjangan ekonomi tidak semakin melebar akibat penyerapan dana masyarakat desa ke kota. Selanjutnya, tiga pilar yaitu operasional, teknologi dan monitoring & evaluasi (monev) sangat erat kaitannya dengan penguatan kelem- bagaan keuangan mikro syariah. Bagaimana dalam konteks Indonesia, kinerja BMT dan koperasi syariah ini diperkuat pada sisi operasionalnya, penguasaan aspek teknologinya serta instrumen-instrumen yang menjadi alat ukur keberhasilan BMT, bukan hanya pada aspek keuangan, namun juga pada aspek sosial ekonomi. Disinilah pentingnya pengembangan jaringan antar BMT dan koperasi syariah pada level nasional, maupun jaringan yang kuat pada level internasional. Para peserta IDB Expert Meeting sepakat bahwa program IMPACT yang dikembangkan IDB harus menjadi jalan penguatan pilar-pilar ini melalui penguatan jaringan internasional sebagai media pertukaran informasi dan pengalaman antar negara. Sementara pada sisi advokasi, sejumlah pekerjaan besar menanti. Antara lain, bagaimana melakukan edukasi publik terkait konsep dan aplikasi keuangan mikro syariah, penguatan kapasitas SDM BMT dan koperasi syariah, hingga pendampingan terhadap kebi- jakan pemerintah agar senantiasa berpihak pada keuangan mikro syariah. Wallaahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB Memperkuat Keuangan Mikro Syariah TSAQOFI Nindya Anindika Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah FEM IPB Dr Irfan Syauqi Beik Staf Pengajar Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB AGUNG SUPRIYANTO/REPUBLIKA No Faktor Variance (%) 1 Faktor Memenuhi Kebutuhan 25.84 2 Faktor Ibadah 1 14.25 3 Faktor Ibadah 2 12.47 4 Faktor Perilaku Berutang 10.80 5 Faktor Eksternal 6.61 Tabel 1. Urutan faktor yang memengaruhi masyarakat dalam berutang

Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · kan laporan kajian stabilitas keuangan Bank Indonesia (2015), Jawa Barat juga ... fak tor-faktor yang memengaruhi

  • Upload
    vanhanh

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · kan laporan kajian stabilitas keuangan Bank Indonesia (2015), Jawa Barat juga ... fak tor-faktor yang memengaruhi

Menganalisis PerilakuBerutang Masyarakat

18 KAMIS, 26 MEI 2016JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

Perilaku berutang masyarakatmerupakan sesuatu yangme narik untuk dikaji. Per -kem bangan utang di Indone -sia dapat dijelaskan oleh per -

kem bangan jumlah debitur. Berdasar -kan laporan statistik informasi debiturBank Indonesia (2014), terjadi pening -katan jumlah debitur dalam satu tahunterakhir di semua lembaga keuang an,baik bank umum (BU), Bank Perkre -ditan Rakyat (BPR), maupun perusa-haan pembiayaan (PP).

Dari data tersebut diketahui bahwaJawa Barat menempati posisi pertamaprovinsi dengan jumlah debitur ter-banyak. Pada bulan Desember 2014 ter-catat jumlah debitur di provinsi tersebutmencapai angka 8,12 juta jiwa. Berdasar -kan laporan kajian stabilitas keuanganBank Indonesia (2015), Jawa Barat jugamenempati posisi provinsi paling tinggipertama dengan netto pinjaman lebihbesar dari pada netto simpanan diban -dingkan dengan provinsi lainnya daritahun 2012 hingga tahun 2014.

Sebagai kota dengan jumlah rumahtangga sebanyak 253.934 unit (setara1,03 juta jiwa), alokasi pinjaman bankumum kepada masyarakat kota hujantersebut mengalami tren peningkatan,baik untuk modal kerja, investasi dankonsumsi. BPS mencatat tren yang me -ningkat dalam kurun waktu 2010 –2014. Pinjaman modal kerja tercatatsebagai jenis pinjaman yang palingbanyak diberikan kepada masyarakat.Dengana kondisi tersebut, maka peneli -tian ini mencoba untuk menganalisisfak tor-faktor yang memengaruhi peri-laku berutang masyarakat Bogor, denganteknik pengambilan sampel yang bersifatpurposive. Tercatat 86 orang warga Bo -gor menjadi responden penelitian ini.Adapun metode yang digunakan adalahmetode deskriptif dan analisis faktor.

Hasil penelitianDari hasil observasi diketahui bahwa

responden cenderung lebih banyak me -la kukan utang. Mereka biasanya mem-injam utang kepada lembaga keuanganberupa bank syariah dan kreditur lain -nya dalam hal ini seperti keluarga, ke -rabat, organisasi atau kantor. Respondensebagian besar memiliki porsi utang dibawah 20 persen dari total pendapatan-nya dan mereka menganggap bahwapor si utang yang dimilikinya tersebut se -bagai beban yang ringan dalam hidup-nya.

Dari hasil analisis faktor, diketahuilima faktor yang memengaruhi perilakuutang responden. Kelima faktor tersebutadalah faktor memenuhi kebutuhan,faktor ibadah 1, faktor ibadah 2, faktorperilaku berutang dan faktor eksternal.

Pertama, faktor memenuhi kebu-tuhan. Faktor memenuhi kebutuhanmenjadi faktor yang paling dominandalam memengaruhi masyarakat dalamberutang, dibuktikan dengan nilai ker-agaman yang tinggi yaitu sebesar 25.84persen. Faktor ini terdiri atas : (i) vari-abel berpikir pendapatannya tidak akanpernah cukup sehingga perlu selalumengambil utang; (ii) mudah terpen-garuh untuk mengambil utang untukmembeli sesuatu yang baru ketika temandan tetangga juga mengambil dan me -rekomendasikannya; (iii) mengambilutang lain ketika selesai membayarutang saat ini; (iv) tidak bisa hidup tanpautang karena selalu berpikir pendapatantidak akan pernah cukup dan lebih sukamenggunakan pembayaran non tunaiuntuk konsumsi jangka panjang untukmemenuhi kebutuhan dasar saat ini; dan(v) merasa tidak apa-apa jika masihmemiliki utang di masa depan karenaketurunan akan membayar.

Kedua, ibadah 1 menjadi faktor ke -dua yang memengaruhi masyarakat da -lam berutang. Faktor ibadah 1 memilikinilai keragaman sebesar 14.25 persen.Responden yang memberikan nilai yangtinggi pada faktor ini adalah respondenyang melakukan shalat lima waktu, mem-berikan zakat fitrah dan melakukan puasaselama Ramadhan. Faktor ibadah 1 ini

memengaruhi perilaku responden untukmemberikan perhatian terhadap urgensiberutang dan digunakannya un tuk keper-luan apa. Responden meng anggap bahwautang sebagai alternatif menyalurkan sifatkonsumtif dianggap tidak boleh dalamagama karena termasuk ke dalam sifatyang boros dan tidak hidup secara seder-hana. Namun ada juga responden yangtidak mempertimbangkan agama dalamkeputusan ber utang nya.

Ketiga, faktor ibadah 2 yang mene -rangkan keragaman data sebesar 12.47per sen. Variabel yang memiliki nilailoading tertinggi adalah variabel melak -sa nakan ibadah haji dengan nilai loadingsebesar 0.902 persen. Maksudnya, res -pon den berutang untuk melaksanakanibadah haji melalui fasilitas dana talan-gan haji pada perbankan syariah. Danatalangan haji adalah dana yang diberikanoleh lembaga keuangan syariah kepadacalon jamaah haji untuk memenuhi per-syaratan minimal setoran awal BPIHsehingga calon jamaah tersebut menda-pat porsi haji sesuai dengan ketentuanke menterian agama. Praktik ini telahditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional(DSN) MUI dalam fatwanya no.29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pem -biayaan Pengurusan Haji Lembaga Ke -uangan Syariah. Fenomena ini menurutSumarwan (2016) menunjukkan peruba-han definisi “mampu” dalam beribadahhaji, yang sebelumnya adalah “mampu”dari segi materi, kesehatan, mental danagama, menjadi kemampuan seseoranguntuk menyicil.

Faktor perilaku berutang adalahfaktor keempat yang memengaruhimasyarakat dalam berutang. Respondenyang termasuk ke dalam faktor ini ada -lah responden yang melakukan menem-patkan membayar utang didaftar prior-

itas karena itu adalah tanggung jawabuntuk memenuhi hak orang lain, lebihsuka membayar utang terlebih dahulusebelum menabung uang karena ituadalah tanggung jawab untuk memenuhihak orang lain, serta membayar utangsetiap bulan karena harus memenuhikebutuhan dasar. Faktor ini mampumenerangkan keragaman data sebesar10.80 persen.

Faktor terakhir dalam penelitian iniyang memangaruhi responden dalamberutang adalah faktor eksternal. Faktoreksternal mencakup faktor lain di luardiri responden yang memengaruhi res -ponden dalam berutang seperti pasan-gan, orang tua dan keluarga. Faktoreksternal memiliki nilai keragaman datasebesar 6.61 persen. Faktor ini terdiriatas dua variabel yaitu variabel suami/istri dan orang tua berpikir harus meng -ambil utang ketika ekonomi diperki-rakan semakin baik di masa depan danvariabel suami/ istri dan orang tua ber -pikir harus mengambil utang setiap kalikebutuhan baru muncul.

Diharapkan masyarakat dapatbersikap bijak dalam menggunakanuang dan membiasakan hidup sesuaidengan daya belinya. Apabila berutangsebaiknya digunakan untuk kegiatanproduktif yang mampu menunjang danmeningkatkan kesejahteraan kehidu-pannya. Sehingga, manfaat utang dapatdirasakan masyarakat tidak hanyadirasakan sekali habis namun dapatdirasakan dalam jangka yang panjanguntuk menjaga keberlangsungan hidup-nya. Pemerintah sebagai pengatur jugaperlu memberikan sosialisasi dan pem-belajaran kepada masyarakat mengenaimanajemen keuangan agar masyarakattidak melakukan konsumsi melebihipendapatannya. Wallaahu a’lam. ■

Indonesia baru saja menjadi tuan rumahSidang Tahunan IDB (Islamic DevelopmentBank) yang ke 41. Isu pertumbuhanekonomi dan pengentasan kemiskinanmelalui pembangunan infrastruktur dan

inklusi keuangan menjadi tema yang menghiasiseluruh rangkaian kegiatan sidang tahunantersebut. Diantara rangkaian kegiatan tersebutadalah pelaksanaan kegiatan InternationalSeminar on Islamic Microfinance for PovertyAlleviation in OIC Member Countries padatanggal 14 Mei 2016, yang dihadiri oleh 300peserta termasuk 70 tamu asing dari 30annegara anggota IDB, dan IDB Expert Meeting onDiscussion of IMPACT (Islamic Microfinance forPoverty Alleviation and Capacity Transfer)Program pada tanggal 15 Mei 2016, yang dihadirisekitar 40 pakar asing dan 10 pakar domestik.Kedua kegiatan tersebut berlangsung di Bogordengan IPB mendapat kehormatan sebagai tuanrumahnya.

Dari kedua kegiatan tersebut dapat ditarikbenang merah bahwa peran keuangan mikrosyariah menjadi sangat penting dan strategisdalam upaya pengentasan kemiskinan dinegara-negara Islam yang notabene banyakberada dalam kategori negara berkembang.Beragam model institusi keuangan mikro syariahtelah berkembang di berbagai negara, termasukmodel BMT (Baytul Maal wat Tamwil) yang men -jadi ciri khas Indonesia. Yang menarik, banyaknegara tertarik untuk mempelajari konsep BMTkarena di mata mereka BMT memiliki keunikan,antara lain: (i) BMT tumbuh melalui inisiatifmasyarakat tanpa banyak bantuan pemerintah diawal pendiriannya, sehingga tidak menimbulkanbeban berat pada APBN; dan (ii) kemunculanBMT tidak menciptakan reformasi struktural danregulasi yang mengakibatkan terjadinya instabili-tas pemerintahan dan konflik sosial politik.Terkadang di beberapa negara, penubuhan insti-tusi baru sering menimbulkan persoalan padasisi sosial politik dan pemerintahan.

Untuk itu, agar peran institusi keuanganmikro syariah termasuk BMT ini semakin kuat,maka berdasarkan pertemuan para pakar IDB,disepakati lima pilar mendasar sebagai pondasipenguatan lembaga keuangan mikro syariah.Kelima pilar itu adalah regulasi dan standarisasikebijakan, aspek operasional, teknologi, moni-toring dan evaluasi, serta advokasi. Inilah yangmenjadi dasar pengembangan program IMPACToleh IDB.

Pada pilar yang pertama, regulasi dan stan-darisasi kebijakan merupakan hal yang sangatfundamental. Diharapkan, negara-negara ang -gota IDB dapat mengembangkan berbagai kebi-jakan yang mendukung berkembangnya keuang -an mikro syariah. Dalam konteks Indonesia, pilarini dapat diterjemahkan sebagai upaya sinkro-nisasi kebijakan agar peran BMT dan koperasisyariah menjadi semakin kuat dalam pem -bangun an nasional. Jangan sampai muncul kebi-jakan yang berpotensi melemahkan peran BMTdan koperasi syariah secara sistematis.

Sebagai contoh, beberapa waktu terakhir inimuncul kegelisahan di kalangan para praktisiBMT dan koperasi syariah terkait dengandampak kebijakan KUR (kredit usaha rakyat) danlayanan keuangan tanpa kantor dalam rangkakeuangan inklusi (LAKU PANDAI), atau dikenaldengan istilah branchless banking. Kedua kebi-jakan ini memiliki tujuan yang sangat baik, yaitubagaimana memperbesar layanan keuanganpada kelompok-kelompok yang selama ini belumatau masih memiliki akses yang sangat terbatasterhadap keuangan formal. Akan banyak usahamikro, kecil dan menengah (UMKM) yang akanmenikmati fasilitas kebijakan ini.

Namun demikian, jika pada praktiknya BMTdan koperasi syariah tidak dilibatkan, maka haltersebut berpotensi melemahkan institusi BMTdan koperasi syariah. Pelemahan tersebut dapatdilihat dari dua hal. Pertama, dari sisi funding,dana-dana yang dimiliki masyarakat kelasmenengah ke bawah yang berada di wilayah

pelosok akan masuk ke perbankan, atau bahkandana anggota koperasi berpindah ke perbankan.Kedua, dari sisi financing, nasabah pembiayaanBMT dan koperasi syariah akan banyak yangberpindah kepada perbankan karena skema KURmendapat subsidi pemerintah. Tentu kitaberharap agar kedua kebijakan yang bertujuanbaik ini jangan sampai menimbulkan masalahbagi BMT dan koperasi syariah. Karena itu, insti-tusi ini tidak boleh ditinggalkan. Pemerintahharus mau mengajak BMT menjadi partnerdalam penyaluran KUR sesuai syariah, dan insti-tusi BMT ini juga harus dilibatkan dalam kebi-jakan LAKU PANDAI agar kesenjangan ekonomitidak semakin melebar akibat penyerapan danamasyarakat desa ke kota.

Selanjutnya, tiga pilar yaitu operasional,teknologi dan monitoring & evaluasi (monev)sangat erat kaitannya dengan penguatan kelem-bagaan keuangan mikro syariah. Bagaimanadalam konteks Indonesia, kinerja BMT dan koperasi syariah ini diperkuat pada sisioperasionalnya, penguasaan aspek teknologinyaserta instrumen-instrumen yang menjadi alatukur keberhasilan BMT, bukan hanya pada aspekkeuangan, namun juga pada aspek sosialekonomi. Disinilah pentingnya pengembanganjaringan antar BMT dan koperasi syariah padalevel nasional, maupun jaringan yang kuat padalevel internasional. Para peserta IDB ExpertMeeting sepakat bahwa program IMPACT yangdikembangkan IDB harus menjadi jalan penguatan pilar-pilar ini melalui penguatanjaringan internasional sebagai media pertukaraninformasi dan pengalaman antar negara.

Sementara pada sisi advokasi, sejumlahpekerjaan besar menanti. Antara lain,bagaimana melakukan edukasi publik terkaitkonsep dan aplikasi keuangan mikro syariah,penguatan kapasitas SDM BMT dan koperasisyariah, hingga pendampingan terhadap kebi-jakan pemerintah agar senantiasa berpihak padakeuangan mikro syariah. Wallaahu a’lam. ■

Dr Irfan Syauqi BeikKepala Pusat Studi Bisnis

dan Ekonomi Syariah(CIBEST) IPB

MemperkuatKeuanganMikroSyariah

TSAQOFI

Nindya AnindikaMahasiswa S1

Ekonomi Syariah FEMIPB

Dr Irfan Syauqi BeikStaf Pengajar Prodi

Ekonomi Syariah FEMIPB

AGUNG SUPRIYANTO/REPUBLIKA

No Faktor Variance (%)

1 Faktor Memenuhi Kebutuhan 25.842 Faktor Ibadah 1 14.253 Faktor Ibadah 2 12.474 Faktor Perilaku Berutang 10.805 Faktor Eksternal 6.61

Tabel 1. Urutan faktor yang memengaruhi masyarakat dalam berutang

Page 2: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · kan laporan kajian stabilitas keuangan Bank Indonesia (2015), Jawa Barat juga ... fak tor-faktor yang memengaruhi

Usaha Mikro, Kecil dan Me -nengah (UMKM) me main -kan peran penting dalampertumbuhan dan pem-bangunan ekonomi karena

mampu menyerap tenaga kerja danmenyumbang kontribusi cukup besarterhadap pertumbuhan PDB. Pada tahun2013, kontribusi UMKM terhadap PDBadalah sebesar 60.34 persen dan menye -rap tenaga kerja sebanyak 96.99 persen.Jumlah UMKM di Indonesia juga men-galami pening katan, yaitu pada tahun2012 sebanyak 56,5 juta unit dan ber -tam bah menjadi 57,9 juta unit padatahun 2013 (Kemen kop dan UKM 2013).Kota Bogor sendiri pada tahun 2011 me -miliki 10.832 unit UMKM dan bertam-bah menjadi 15.459 unit pada tahun2015. Sebanyak 28 per sen dari totalUMKM yang ada di Kota Bogor bergerakdi sektor makanan dan minuman (Din -kop dan UKM Kota Bogor 2015).

Namun demikian, masih didapatibeberapa pelanggaran khususnya di bi -dang pangan. Pusat Data dan Infor masiKementerian Kesehatan RI 2014 menye-butkan bahwa masih terdapat banyakpangan tidak sehat yang beredar. UjiPangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)yang dilakukan Kemenkes pada 2013me nemukan bahwa 4 dari 7 sampel ja -janan yang diuji tidak memenuhi syaratpangan sehat karena mengandung ba -han berbahaya yang dilarang (Infoda tinKemenkes 2015). Produk pangan terse-but tentu sangat berbahaya jika dikon-sumsi yaitu dapat menimbulkan kera-cunan dalam jangka pendek bahkankematian dalam jangka panjang. Pelang -garan tersebut adalah bentuk kejahatanyang merugikan dan bertentangan de -ngan nilai-nilai etika bisnis dalam Islam.

Metode dan hasil penelitian Penelitian ini bertujuan untuk me -

nge tahui persepsi bisnis UMKM pangandi kota Bogor terhadap penerapan pen-erapan etika bisnis Islam dan menganal-isis peran etika bisnis Islam terhadapkinerja UMKM pangan di Kota Bogor.Penelitian ini mengambil sampel parapebisnis yang beragama Islam dan men-jalankan UMKM di bidang pangan.Jumlah pebisnis yang dijadikan sampelpenelitian berjumlah 90 orang. Peneli -tian ini dilakukan pada bulan Desember2015-Maret 2016.

Penelitian ini menganalisis pengaruhantar variabel yaitu etika bisnis Islam,kinerja finansial, pelanggan, bisnis inter-nal, dan pertumbuhan pembelajaran.Masing-masing variabel memiliki indi -kator yang merefleksikannya. Etika bis -nis Islam dapat dilihat dari 10 indikator,antara lain: jujur dalam menakar danmenimbang (EB1), menjual barang yanghalal dan baik (EB2), tidak me nyem - bunyi kan cacat barang (EB3), tidakmen jelekkan usaha lain (EB4), membayarzakat mal (EB5), membayar upah tepatwaktu (EB6), tidak ada paksaan dalamberbisnis (EB7), mencatat semua aktivitaskeuangan (EB8), aktivitas bis nis terbebasdari riba (EB9), dan meng utama kanibadah daripada berbisnis (EB10).

Berdasarkan penelitian diketahuibahwa penerapan etika bisnis IslamUMKM Pangan di Kota Bogor secarakeseluruhan sudah cukup baik. Indikatoryang paling dominan dilakukan adalahtidak ada paksaan dalam berbisnis. Halini menunjukkan bahwa sebagian besar

pebisnis tidak suka memaksa konsumendalam bertransaksi dan sebaliknya.

Indikator mencatat transaksi ke -uang an merupakan indikator yang pa -ling sedikit diterapkan dibandingkanindikator etika bisnis Islam lainnya.Berdasar kan wawancara yang dilakukan,hal yang menyebabkan pebisnis tidakmelakukan pecatatatan transaksi ke -uang an antara lain: usaha dijalankansendiri atau ber sama keluarga sehinggamasalah ke uang an diselesaikan atas da -sar kepercayaan, tidak memiliki waktuuntuk mencatat, keuangan bisnis ter-campur dengan keuangan pribadi, dantidak memiliki pengetahuan tentang tatacara pencatatan keuangan.

Indikator tidak menyembunyikancacat barang juga sedikit diterapkan. Halini menunjukkan bahwa masih terdapatpebisnis UMKM yang tidak menjelaskankekurangan dari produk yang dijualnya.Berdasarkan wawancara yang dilakukan,hal yang menyebabkan pebisnis tidakmenyembunyikan cacat barang adalahpebisnis merasa tidak perlu menjelaskanjika pembeli tidak bertanya tentang

kekurangan produk yang dijual, selainitu sebagian pebisnis yang menjadiresponden menjual produk yang secaraumum telah dikenal baik oleh pembelisehingga tidak perlu dijelaskan kekuran-gan dan kelebihannya.

Indikator yang juga sedikit diterap-kan yaitu indikator jujur dalam menakardan menimbang. Berdasarkan wawan-cara, hal ini disebabkan oleh tidak adatakaran yang tepat dalam menyajikanproduk seperti produk makanan yanglangsung disajikan, sehingga ukuranhanya diperkirakan saja jumlahnya tidakdiukur secara tepat.

Indikator yang paling berpengaruhterhadap variabel etika bisnis Islamadalah membayar zakat. Selain sebagairealisasi ketaatan kepada ajaran Islam,membayar zakat, dalam hal ini zakatperdagangan juga akan berdampak ke -pada perekonomian masyarakat. Za katyang diterima akan meningkatkan pen-dapatan mustahik yang kemudian dayabeli yang dimiliki juga meningkat. Ketikadaya beli masyarakat meningkat, makaakan mengutungkan bagi para pebisnis

karena produknya dapat terjual.Berdasarkan hasil pengolahan data,

variabel etika bisnis Islam berpengaruhpositif terhadap kinerja perspektif per-tumbuhan dan pembelajaran sebesar 67persen. Variabel etika bisnis Islam jugaberpengaruh positif terhadap kinerja per-spektif pelanggan dan kinerja perspektifbisnis internal masing-masing dengannilai 63.6 persen dan 38.9 persen. Kinerjaperspektif pertumbuhan dan pembela-jaran berpengaruh positif terhadapkinerja perspektif bisnis internal sebesar41.4 persen. Kinerja perspektif bisnisinternal berpengaruh positif terhadapkinerja perspektif pelanggan sebesar 29.9persen. Kinerja perspektif pelangganberpengaruh positif terhadap kinerja per-spektif finansial sebesar 47.1 persen.

Hasil analisis memang menunjukkanbahwa etika bisnis Islam tidak berpenga -ruh langsung terhadap peningkatan ki -nerja keuangan. Namun etika bisnisIslam mempengaruhi kinerja perspektifpelanggan, bisnis internal, dan pertum-buhan dan pembelajaran yang kemudianmemiliki pengaruh terhadap kinerja per-spektif finansial.

Hal ini menunjukkan bahwa pem-bentukan kinerja finansial yang baiktidak dapat diperoleh secara instant,tetapi harus melalui proses. Proses yangdilakukan yaitu dimulai dengan pener-apan etika bisnis Islam, pembentukankinerja pertumbuhan dan pembelajaran,kinerja bisnis internal, kinerja pelang-gan, dan kemudian baru akan tercapaikinerja finansial yang diharapkan.

RekomendasiBerdasarkan hasil penelitian, etika

bisnis Islam berpengaruh positif ter-hadap kinerja UMKM. Untuk itu, parapebisnis juga disarankan untuk dapatmenerapkan nilai-nilai etika bisnis Islamdalam aktivitas usahanya agar dapatmeningkatkan kinerja usaha, mengu -rangi pelanggaran yang terjadi dan me -numbuhkan keberkahan karena terbe-bas dari hal-hal yang bertentangan de -ngan hu kum Islam. Wallaahu a’lam. ■

Prinsip asas Islam mengenaialam dan lingkungan adalahbahwa bumi dan segala isinyaadalah milik Allah Swt.

Pelimpahannya kepada manusia adalahsebagai ‘amanah’ untuk kepentinganmanusia di dunia. Bumi telah diciptakansedemikan rupa untuk mendukungperan manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Aneka sumber daya alam dimuka bumi disediakan untuk kelang-sungan hidup manusia (QS Nuh: 19-20).

Sebagai khalifah, manusia ditugas -kan untuk memakmurkan bumi (isti’-mar) (QS Hud, 11: 61). Tugas ini adalahsalah satu bentuk ujian yang disiapkanAllah kepada manusia. Tugas isti’marbumi dilakukan dengan dua bentuk.Pertama menjaga keseimbangan bumi.Manusia diberi kebebasan untukmenikmati segala yang ada di bumikarena memang bumi dan segala isinyatelah ditundukkan kepada manusia(taskhir). Seluruh ciptaan Allah dicip-takan untuk kepentingan dan ke lang -sungan hidup manusia di dunia. Na mundemikian, manusia dilarang un tukmerusak bumi yang akan menggangguketeraturan dan keseimbangan alam,sehingga alam menjadi rusak dan padaakhirnya akan mengganggu tugas khali-fah yang dipikulnya (QS al-Rahman: 8).

Kedua, isti’mar juga bermaksudagar manusia melestarikan bumi danmengembangkan alam (sustainability).Walaupun Allah telah menjamin bahwasumber daya alam diciptakan denganukuran yang sempurna dan senantiasaterbaharui secara alami (renewable)

sehingga tidak ada satu makhlukpunyang akan sengasara atau mati kela-paran, beberapa batasan telah disam-paikan. Seperti misalnya, eksploitasiberlebihan, keserakahan dan keti-dakhati-hatian dalam mengeksploitasisumber daya alam akan merusak kese-imbangan bumi untuk memenuhi keper-luan generasi mendatang. Karena itu,isti’mar mewajibkan manusia memeli-hara bumi dan melestarikannya untukge nerasi mendatang dan makhluklainnya yang terus-menerus akan dicip-takan sepanjang umur dunia.

Sebagai khalifah, alam danlingkung an adalah amanah yang harusdijaga. Prinsip amanah ini mengisyarat -kan adanya pelimpahan wewenang dantugas dari Allah kepada manusia. Seba -gai Khalifah Allah fi al-ard (wakil Allah dibumi) yang telah dilantik untuk mengu-rus dan memakmurkan bumi, sebagiantugas dan wewenang untuk mengelolaalam dilimpahkan kepadanya.

Sebagaimana kita ketahui bahwaalam berkerja dengan sebuah hukumyang harmoni yang ditetapkan oleh AllahSWT (sunnatullah). Alam dilengkapidengan hukum keseimbangan.Sunnatullah menetapkan alam bekerjadengan seimbang. Hutan, laut, hewandan tumbuhan berjalan menurut hukumalam yang ditetapkan Allah swt. Karenamanusia adalah khalifah, maka kemam-puan tersebut sebagiannya diserahkankepadanya. Sehingga ia mampu mengu-rus bumi, mampu mempengaruhihukum alam, ia bahkan mampu menye-babkan hukum alam tidak bekerja

dengan sempurna kerana tindakan-tin-dakannya di muka bumi.

Ini dimungkinkan kerana manusiadiberikan kemampuan untuk mengeta -hui (QS al-Baqarah:31). Dengan ilmu iada pat mengerti bagaimana hukum alambekerja, bagaimana mengolah danmeng eksploitasi alam untuk kelang -sung an hidupnya, juga bagaimana men -jaga kelangsungan alam. Ilmu adalahmodal utama manusia yang menja di -kannya layak menjadi khalifah di mukabumi dibandingkan makhluk Allah yanglain.

Namun demikian, sebagai bagiandari ujian yang merupakan tujuan pen-ciptaanya, manusia juga dilengkapidengan hawa nafsu, yang akan meng-godanya untuk merusak alam. Dengannafsu manusia cenderung serakah,mengambil bagian dari alam yangmelebihi kebutuhannya. Dengan nafsu,manusia cenderung merusak keseim-bangan alam (QS al-Rum: 41).

Karena itu, Allah juga melengkapimanusia dengan agama (din) dan perat-uran hidup (syari’at) yang dengannyamanusia dapat membedakan mana yanghaq dan batil, yang khayr dan syarr, yanghalal dan haram, yang ma’ruf danmunkar, yang thayyib dan khabith sertayang muslih dan mufsid. Syari’at ditu-jukan agar manusia mampu mengalah -kan hawa nafsunya. Syari’at datanguntuk mengajarkan manusia moral,etika, bagaimana ia sepatutnyaberhubungan dengan lingkungan (QS al-Jatsiyah: 18).

Prinsip amanah mengisyaratkan

adanya tanggung jawab yang mestidipikul manusia. Tanggung jawab itujuga menjadi bahan ujian dalam hidup-nya di dunia. Merusak lingkungansangat dilarang dalam Islam. Manusiayang merusak alam tidak hanya berdosakarena telah melanggar perjanjiannyadengan Allah (amanah), tetapi jugaberdosa karena menyebabkan manusiaserta makhluk lainnya yang hidup dibumi menderita.

Namun demikian, manusia seringlupa bahwa menjaga bumi adalahamanah di mana bumi adalah milikAllah yang dititipkan kepada manusiaselama hidupnya di dunia. Nafsuserakah manusia cenderung merusakbumi, mengekploitasinya secaraberlebihan dan lupa menjaga keseim-bangan alam, yang dampaknya sedangkita rasakan saat ini. Bumi saat inisedang dilanda gobal warming, tingkatair laut yang terus meninggi, perubahaniklim yang tidak menentu, dan tergang-gunya kesehatan manusia karenapencemaran dan kerusakan lingkunganyang dahsyat yang kesemuanya akibattangan jahil manusia (QS al-Rum: 41).

Manusia yang merusak alam digam-barkan Allah sebagai mufsidun fi al-ard.Merekalah yang disifatkan oleh Allahsebagai zalim dan jahil (QS al-Ahzab:72). Zalim karena tindakannya akanmengganggu keseimbangan bumi dankelangsungan segala makhluk yanghidup di dalamnya. Jahil karena tin-dakannya akan merugikan dirinya sen -diri sekaligus menyebabkan dirinya disiksa di akhirat kelak. Wallaahu a’lam. ■

TAMKINIA

Dr Hafas Furqani Direktur CENTRIEFP(Center for Training &Research in IslamicEconomics, Financeand Public Policy),

FEBI – UIN Ar-RaniryBanda Aceh

Islam dan Ekonomi Lingkungan

19 KAMIS, 26 MEI 2016JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Peran Etika Bisnis Islam Terhadap Kinerja UMKM Pangan

Sausan AnggiAnggraini

Mahasiswa S1Ekonomi Syariah

FEM IPB

Salahuddin El AyyubiSekretaris Program

Studi Ekonomi SyariahFEM IPB

HUBUNGAN NILAI T-STATISTIK PENGARUH NILAI KOEFISIEN

EB PF 1.839 Tidak signifikan 0.242EB PP 8.582 Signifikan 0.636EB PB 3.050 Signifikan 0.389EB PT 10.711 Signifikan 0.670PP PF 4.030 Signifikan 0.471PB PF 0.595 Tidak Signifikan 0.061PB PP 3.610 Signifikan 0.299PT PF 1.768 Tidak Signifikan 0.155PT PP 0.323 Tidak Signifikan 0.025PT PB 3.404 Signifikan 0.414

Keterangan:EB = Etika BisnisPF = Kinerja FinansialPP = Perspektif Pelanggan

PT = Pertumbuhan dan Pembelajaran PB = Perspektif Bisnis Internal

Tabel 1. Pengaruh Antar Variabel

ADHI WICAKSONO