64

Click here to load reader

DMS Fraktur and Dislokasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cghck

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. CASE 6 BLOK SISTEM DERMATOMUSKULUSKELETALAnda adalah mahasiswa kedokteran yang sedang bertugas di UGD RSMS Purwokerto. Saat anda sedang tugas jaga datang seorang Bapak, Tn. Harno usia 40 tahun yang diantar oleh keluarganya dengan keadaan tangan kanannya terbalut kain yang disanggakan ke lehernya. Pasien terlihat pucat dan merintih kesakitan. Tidak ditemukan adanya perdarahan hanya tampak lecet, memar dan bengkak pada daerah siku kanannya dan bengkak di bahu kanannya.Riwaya Penyakit Sekarang;Pasien bercerita kira-kira 30 menit sebelumnya ketika sedang bersiap-siap untuk membajak disawah tanpa sebab yang jelas kerbaunya mengamuk dan sesaat dia berusaha mengendalikan kerbaunya dengan tetap memegang tali kendali dengan tangan kanannya tapi pasien malah terombang-ambing dan terseruduk di daerah tangan kanannya ketika melindungi kepalanya, baru kemudian tali kendali terlepas dari tangannya, dia terjatuh dan kerbaunya lari.Pemeriksaan Fisik;KU: Tampak sakit beratVital Sign: TD: 130/90 mmHg N: 90x/menit RR: 24x/menit T: 37,3C

Kepala: Mata: Konjungtiva anemis (-), skelera ikterik (-), pupil isokor Leher: Pembesaran KGB (-)Thoraks: Simetris, deformitas (-), luka (-), sikatriks (-) Cor: BJ 1-2, regular, murmur (-) Pulmo: SD vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)Abdomen: datar, soefle, luka (-), sikatriks (-)Pemeriksaan Ekstremitas: Ekstremitas Superior Dextra:a. InspeksiEdema dan deformitas pada daerah bahu vulnus laceratum dan edema pada daerah siku dan lengan bawah dekstra. Deformitas pada daerah lengan bawah dekstrab. PalpasiNyeri tekan pada daerah bahu (+), nyeri tekan pada daerah siku (+) dan krepitasi (+) c. MovePada daerah bahu terbatas (menyempit), pada daerah siku terbatas (menyempit) Ekstremitas Superior Sinistra: DBN Ekstremitas Inferior Dextra: DBN Ekstremitas Inferior Sinistra: DBNPemeriksaan Laboratorium;Hb: 14 gr/dlLeukosit: 6.000 /ulTrombosit: 250.000 /ulPemeriksaan Rontgen;Dari foto Rontgen terdapat kesan:1. Caput humeral dekstra terlihat superimposed diatas os scapula dekstra2. Fraktur 1/3 proksimal os ulna dekstra dengan dislokasi caput os radius dekstraPenatalaksanaan;Pasien di diagnosis menderita dislokasi anterior sendi bahu dextra dan fraktur tertutup 1/3 proksimal os ulna dekstra tanpa komplikasi dan dislokasi anterior caput os radial dextra (fraktur monteggia0. Kemudian dilakukan ORIF dengan plae and screw pada fraktur monteggia dan reposisi dislokasi bahu dengan metode stimson baru kemudia dilakukan imobilisasi memakai gips dari pertengahan lengan atas sampai pertengahan lengan bawah dengan posisi endorotasi sendi bahu dan fleksi sendi siku dan dengan menggunakan kain penyangga lengan.Epilogue;Setelah 1 minggu dirawat pasien diperbolehkan pulang, tapi dengan tangan terbalut kain penyangga dan diminta untuk tidak menggerakan tangan kanannya lebih dulu selama lebih kurang 2 bulan, dan diminta control 2 minggu dari sekarang.

B. LEARNING PROGRESS REPORTTerminologi Vulnus Laceratum: Luka Laserasi Superimposed: Tertindih / Tekanan berlebihProblemTn. Harno, 40 tahunKU: Tangan kanan bagian siku lecet, memar dan bengkak, tidak ada perdarahanKT: Pucat, merintih kesakitan, bahu kanan bengkakRPS: Sejak 30 menit lalu1. Mengapa Tn. Harno terlihat pucat dan merintih?2. Mengapa perlu dinilai ada atau tidaknya perdarahan?3. Mengapa terjadi pembengkakan ditangannya?4. Mengapa bahunya juga mengalami pembengkakan?5. Mengapa tangan kanannya disangga ke lehernya? Mengapa harus 90?6. Apakah TDnya meningkat karena dipengaruhi oleh tangannya yang luka?7. Mengapa daerah lengan bawah juga mengalami edema dan deformitas?8. Mengapa terdengar bunyi krepitasi?9. Mengapa terjadi penyempitan gerakan pada daerah trauma?10. Mengapa nyeri tekan?Hipotesis- Fraktur humerus dekstra- Dislokasi sendi bahu dextra- Shock- Fraktur ulna dextra- Dislokasi os. Radius dextraMekanismeTn. Harno (tangan kanan)Diseruduk kerbauJatuhTrauma pada tangan kanan (siku dan bahu)

Lecet, memar dan bengkakFraktur 1/3 proksimal os ulnaPucat dan merintihMore InfoPx. Fisik KU VS Head to toe: Kepala (mata, bibir ~ ada pucat tidak?), Ekstremitas superior (inspeksi, palpasi, move)Px. Darah Hb TrombositPx. Radiologi Foto rontgen region brachi dan antebrachi dextra AP dan lateralI Dont Know1. Ekstremitas Superior2. Prinsip penanggulangan pasca trauma3. Fraktur4. DislokasiLearning Issues1. Ekstremitas Superiora. Anatomi (osteologi, miologi, topografi, vaskularisasi)b. Histologi (tulang, otot)c. Kinesiologid. Embriologie. Fisiologi tulang dan otot2. Prinsip penanggulangan pasca trauma

3. Fraktura. Definisib. Klasifikasic. Manifestasi klinikd. Diagnosise. Mekanismef. Komplikasig. Penatalaksanaan 4. Dislokasia. Definisib. Klasifikasic. Manifestasi klinikd. Diagnosise. Mekanismef. Komplikasig. Penatalaksanaan

BAB IIPEMBAHASAN

A. EKSTREMITAS SUPERIORa. Embriologi

Sistem rangka berkembang dari mesoderm (lapisan somatik) paraksial, dan lempeng lateral serta dari krista neuralis. Mesoderm paraksial membentuk sederetan jaringan bersegmen pada setiap sisi tuba neuralis (somitomer) di daerah kepala dan somit di daerah oksipital ke kaudal. Selanjutnya somit berdiferensiasi menjadi satu bagian ventromedial, sklerotom dan satu bagian dorsolateral dermomiotom. Pada minggu ke 4 sel sklerotom menjadi polimorf dan membentuk jaringan ikat longgar (mesenkim), Sel mesenkim berpindah dan berdiferensiasi menjadi fibroblas, kondroblas, atau osteoblas . Tidak hanya sel sklerotom yang memiliki kemampuan, mesenkim untuk membentuk tulang.Lapisan mesoderm somatik dinding tubuh serta sel sel mesoderm. Sel-sel mesoderm membentuk gelang panggul dan gelang bahu, tulang gelang bahu dan panggul, serta tulang panjang pada ektremitas.Sel sel krista neuralis di daerah kepala berdiferensiasi mesenkim. Terjadilah pembentukan tulang muka dan tengkorak. Somit dan somitomer oksipital membentuk kubah tengkorak dan dasar tengkorak. Perkembangan tulang dibagi menjadi 2 tahap : 1. Pada minggu kelima perkembangan embrio, tulang rawan terbentuk dari prakartilago, yang terdiri dari 3 jenis tulang rawan Tulang rawan hialin Tulang rawan fibrin Tulang rawan elastis Setelah minggu ke-7 perkembangan embrio, tulang akan terbentuk melalui 2 cara Secara langsung tulang terbentuk langsung dari membran tulang dalam bentuk lembaran-lembaran, misalnya pada tulang muka, pelvis, skapula, dan tulang tengkorak Pada penulangan ini ditemukan satu atau lebih pusat pusat penulangan membran.Proses penulangan ini ditandai dengan terbentuknya osteoblas yang merupakan rangka dari trabekula tulang yang penyebaran secara radier. Secara tidak langsung pada proses ini tulang terbentuk dari tulang rawan dimana proses penulangan dari tulang rawan terjadi melalui dua cara :1. Osifikasi sentral 2. Osifikasi perifer

b. FisiologiTulang adalah jaringan ikat, maka terdiri dari sel dan matriks.Sel: kondrosit, kondroblas (t.rawan), osteosit, osteoblas (tulang)Matriks: Serat, substansi dasar Matriks tulang Organik: 95 % serat: kolagen I 5 % substansi dasar: Proteoglikan: kondroitin sulfat & keratan sulfat Glikoprotein: osteonektin, osteokalsin, osteopontin, sialoprotein Inorganik: 85% Ca(PO4)2: membtk kristal hidroksi apatit 10% CaCO3 5% elemen lainSel tulang Osteoprogenitor mampu mitosis Dalam periosteum, endosteum, kanal Havers Osteoblas Sintesis matriks organik Reseptor paratiroid Dalam osteoid (matriks yang tidak terkalsifikasi) Sel yang berperan dalam pembentukan tulang Osteoklas Multinukleat Asal: progenitor makrofag granulosit Fungsi: resorbsi

Osteosit Sel tulang matang Dalam lakuna Sel-sel tulang dewasa yg bertindak sbg suatu lintasan u/ pertukaran kimiawi melalui tulang yg padat - Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yg memecah matriks & beberapa asam yg melarutkan mineral tulang shg Ca & fosfat terlepas ke dlm aliran darah -sel yang berperan dalam pembongkaran/penyerapan tulang Fungsi Tulang Fungsi mekanik, sebagai penyokong tubuh dan tempat melekat jaringan otot untuk pergerakan Fungsi Protektif, Melindungi berbagai alat vital dalam tubuh dan juga sumsum tulang. Tempat penyimpanan berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan phospat, yg dpt dipertukarkan dgn plasma u/ mperthnkan konsentrasi elektrolit plasma Fungsi Hematopoiesis, berlangsungnya proses pembentukan dan perkembangan sel darah

Pembentukan tulang Berlangsung secara terus-menerus, dapat berupa penebalan dan pemanjangan. Pembentukannya ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yg dibebankan pada suatu tulang. Dan terjadi akibat adanya aktivitas sel-sel pembentuk tulang (osteoblas). Penebalan tulang Penebalan tulang dpt dicapai melalui penambahan tulang baru diatas permukaan luar tulang yg sudah ada Pertumbuhan ini dihasilkan oleh osteoblas

Perkembangan Tulang Intramembranosa (Desmal) Mesenkim osteoblas + kolagen, + osteoid (matriks tanpa Ca) + Ca osteosit Endokondral (intrakartilaginosa) Berasal dari degenerasi kartilago

c. AnatomiEkstremitas Superior

ParsLiberal

Os. Clavicula

Os. Scapula

Os. Humerus

Ossa. Ante Brachii

Ossa. Manus

DigitorumMeta CARPALCARPAL

Prinsip dasar terjadinya suatu gerakan:1. Otot harus kontraksi dan menyilangi sendi (kecuali yang melekat pada kulit atau organ tubuh)2. Gerakan saat kontraksi otot: insersio origo 3. Sendi: bisa satu aksis/lebih 4. Posisi persilangan otot thd aksis arah gerakan.5. Otot dapat menyilangi lebih dari satu aksis sesuai dengan jumlah aksis pada sendi yang disilanginya 6. Otot dapat menyilangi satu sendi (monoartikuler), dan menyilangi lebih dari satu sendi (polyartikuler)7. Bidang gerakan otot selalu tegak lurus dengan aksisnya.

Aksis posisi otot terhadap aksis gerakan Sagital medial/inferior adduksi lateral/superior abduksi Transversal anterior/superior fleksi/antefleksi posterior/inferior ekstensi/dorsofl.Longitudinal medial/anterior endorotasi lateral/posterior eksorotasi SENDI-SENDI ANGGOTA BADAN ATAS

1. ART. STERNO-CLAVICULARIS:- Berdasar tulang art. Simpleks: sternum-clavicula - Berdasar aksis art. triaksial - Berdasar bentuk permukaan art. Sellaris - Scr fungsional sendi peluru (sirkumduksi/putaran)

2. ART. ACROMIOCLAVICULARIS: Scr. Fisiologis sendi peluru (3 aksis) Berdasar bentuk permukaan sendi art. Globoidea/spheroidea Berdasar aksis art. triaksial Berdasar tulang art. Simpleks: acromion-clavicula

3. ART. HUMERI: Berdasar bentuk permukaan art. Globoidea/spheroidea Berdasar aksis triaksial Berdasar tulang yang bersendi simpleks Keistimewaan: ada tendo yang melewati ruang sendi Selain ligamentum, juga diperkuat oleh otot: m supraspinatus, m infraspinatus, m teres minor, m subscapularis, m deltoideus.

4. ART. CUBITI (SENDI SIKU): Berdasar tlg yang bersendi art. Composita Ada 3 bagian : (1) art. Humeroulnaris; (2) art. Humeroradialis; (3)art. Radioulnaris proksimalis

HUBUNGAN ANTARA RADIUS-ULNA:1. DIASTHROSIS: Art. Radioulnaris proksimalis & distalis 2. SYNARTHROSIS: Berupa syndesmosis radioulnaris (membrana interossea antebrachii) Arah serabut miring dari radial atas ke ulna bawah Fx: melanjutkan gaya dari radius Serabut yang lain berlawanan arah: chorda obliqua

5. ART. RADIOCARPEA: Sendi antara lengan bawah pergelangan tangan Merupakan art. Elipsoidea (2 aksis): transversal & sagital 6. ART. METACARPO-PHALNGEAE7. ART. INTERPHALANGEAE

d. HistologiPembentukan tulang rawan

Trakea potongan melintang tulang rawan hialin

Aurikula tulang rawan hialin

Epiglotis Tulang Rawan Elastis

Diskus invertertebralis Tulang Rawan Fibrosa

Jaringan tulang

Penulangan kondral

Penulangan desmal

B. PRINSIP PENANGGULANGAN PASCA TRAUMAPenanganan Trauma Trauma -> ATLS -> (Kematian Penderita) Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh suatu sebab Penyebab utama adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga ATLS (advanced trauma life support)3 periode waktu Kematian Penderita Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50 %) Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35 %) Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma (15 %) Prinsip penanggulangan Survei awal dan lanjutan Prioritas penanggulangan Resusitasi dan pengobatan definitif dalam 1-2 jam pertama Mengidentifikasi penderita yang dirujuk Mengerti protokol penanggulangan bencana Mengerti dan dapat melakukan intubasi, torakosintesis, WSD, dll Identifikasi cedera vertebra servikal Identifikasi trauma toraks Mengetahui adanya fraktur dan cara imobilisasinya Urut-urutan penanggulangan tindakan Persiapan awal Triase Survei awal (ABCDE) Resusitasi dan pertolongan pertama (Airway, Oksigenasi, Kontrol perdarahan, Katerisasi, Monitoring, rujukan) PX radiologis Survei lanjutan Monitoring (kesadaran, urin, TV) Penanggulangan definitif Penanganan trauma multipel ABC Trauma saluran napas (emfisema, pneumotoraks, hematotoraks, hemopneumotoraks, flail chest) Trauma kepala dan tulang belakang Trauma muka Trauma saluran cerna Trauma saluran kemih Trauma muskuloskeletal

C. FRAKTURFRAKTURDefinisi : Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. ETIOLOGI1. trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna2. trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.KLASIFIKASI Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu : 1. fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya2. fraktur terbukadisertai dengan kerusakan jar.lunak disekitarnya seperti otot,tendon,ligament, dan pembuluh darah.Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah tulang. I. Laserasi 2 cm, kontusi otot disekitarnya Dislokasi fragmen jelas III. Luka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan di sekitarnya Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 ) I. Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm II. Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat III. Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi : 1. Berdasarkan garis patah tulang a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok. b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang. c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang. d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang3. 2. Berdasarkan bentuk patah tulang a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser. b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang. c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain. d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen. e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh. g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah. h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal. i. Fraktur Complikata, yaitu terjadi komplikasi pada pembuluh darah arteri proksimal yang besar dan saraf.Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:1)Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.2)Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks yang utuh).Faktor yg mempengaruhi terjadinya fraktur :Ekstrinsik : meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang. Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang2. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkanfraktur.

MANIFESTASI KLINISMenurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah : 1. Nyeri Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan. 2. Gangguan fungsi Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan. 3. Deformitas/kelainan bentuk Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka. 4. Pemendekan Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur. Pada pemendekan diukur dari SIAS ke patella lalu dari patella ke maleolus lateralis. 5. Krepitasi Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan. 6. Bengkak dan perubahan warna Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Menurut Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:A.NyeriNyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.B.Bengkak / edema.Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.C.Memar / ekimosisMerupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.D.Spame ototMerupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.E.Penurunan sensasiTerjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.F.Gangguan fungsiTerjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.G.Mobilitas abnormalAdalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.H.KrepitasiMerupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.I.DeformitasAbnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

DIAGNOSIS Riwayat Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Pemeriksaan Fisika. Inspeksi / Look Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo b. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi) Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi c. Gerakan / Moving Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : I. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal frakturIII. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Pergeseran fragmen Tulang ada 4 : 1. Alignment : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut 2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening) 3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya 4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

KOMPLIKASIKomplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik a. Komplikasi umum Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren b. Komplikasi Lokal Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Komplikasi lanjut Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan. Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:A.Shock NeurogenikPada fraktur sering terjadi nyeri yang sangat hebat terutama apabila penanganan awal dilakukan dengan cara yang kurang benar ( cara mengangkat, pembidaian dan pengangkutan ). Shock bisa juga terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.B.InfeksiBiasanya terjadi pada fraktur akibat trauma dan berupa fraktur terbuka. Kerusakan jaringan lunak akan memudahkan timbulnya infeksi baik pada jaringan lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu sendiri ( osteomyelitis ).C.Nekrosis divaskulerJaringan nekrosis bila masuk ke pembuluh darah vaskuler akan menjadi emboli dan dapat mengganggu system peredaran darah dibawahnya.D.Cedera vaskuler dan sarafCedera vaskuler dan saraf pada kondisi fraktur dapat terjadi baik secara langsung oleh trauma bersamaan dengan terjadinya fraktur, ataupun secara tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem disekitar fraktur.E.Mal unionMal union dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain interposisi jaringan lunak, fraktur communited, fraktur tulang dengan vaskulerisasi kurang baik, reposisi kurang baik, immobilisasi yang salah dan infeksi.F.Luka akibat tekananLuka ini biasanya timbul pada fase immobilisasi karena pasien tidur dengan posisi menetap dalam jangka waktu yang lama.G.Kaku sendiHal ini terjadi apabila sendi sendi disekitar fraktur tidak / kurang digerakkan sehingga terjadi perubahan synovial sendi, penyusutan kapsul, inextensibility otot, pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya jaringan fibrous pada ligament.

FRAKTUR MONTEGGIA Merupakan fraktur 1/3 proximal ulna (baik fraktur tertutup maupun terbuka) disertai dislokasi radius proximal. Sering ditemukan pada orang dewasa. Klasifikasi - Tipe 1 : dislokasi kaput radius ke depan disertai angulasi ulna kea rah yang sama (tipe ekstensi ) presentasi kejadian mencapai 60-65%- Tipe 2 : dislokasi kaput radius ke belakang disertai angulasi ulna kea rah yang sama (tipe flexi), presentasi kejadian mencapai 15%- Tipe 3 : dislokasi ke samping kaput radius disertai angulasi ulna kea rah yang sama, dengan fraktur ulna tepat distal prosesus koronoid, presentasi mencapai 20%- Tipe 4 : dislokasi kaput radius ke depan disertai angulasi ulna kea rah yang sama dengan tipe1, bersama-sama fraktur radius di sebelah distal tuberositas bisipitalis, presentasi kejadian mencapai 5% Gejala klinis Nyeri dan bengkak pada lengan bawah dan datang dengan tangan posisi flexi dan pronasiPx Radiologis Untuk memastikan diagnosisPengobatan Operasi dengan fiksasi iinterna yang rigid dan mobilisasi segera sendi siku Komplikasi : Lesi saraf perifer : lesi nervus interosseus posterior dan nervus ulnaris Nonunion tulang Ankiolosis radiohumeral Sinostosis radioulnar Dislokasi kaput radius berulang Mioisitis osifikansPENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu :recognition berupa diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF. Tujuan pengobatan fraktur : a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan padapasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur patologis. b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar Jenis Fiksasi : Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation) Gips ( plester cast) Traksi Jenis traksi : Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus Skin traksi Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin. Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris), sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

PENYEMBUHAN FRAKTURProses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu : 1. Fase hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. 5. Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

D. DISLOKASIDISLOKASI Keadaan dimana tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) Terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi Penyebab Dislokasi1. Trauma : jika disertai fraktur keadaan ini disebut fraktur dislokasi. Cedera OR : sepak bola Trauma tdk dengan OR : benturan benda keras pada kecelakaan motor Terjatuh 2. Kongenital Ketidak simetrisan ekstremitas Adanya kecurigaan kongenital dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan si anak di periksa sinar x, tindakan lebih dini (dgn reposisi dan pemasangan bidai) memberikan hasil sangat baik3. Patologis : akibat destruksi tulang. Contoh, TB tulangPatofisiologi Faktor yang memaksa sendi untuk bergerak lebih dari normal

Kegagalan tekanan, baik pada komponen tulang sendi, ligamen dan kapsula fibrous / pada tulang maupun jaringan lunak.

DISLOKASI

Klasifikasi1. Dislokasi kongenital : sejak lahir, biasanya kesalahn pada pertumbuhan.2. Dislokasi Patologik : akibat penyakit sendi / jaringan sekitar sendi, disebabkan kekuatan tulang berkurang. c/ tumor, infeksi, ostoporosis3. Dislokasi Traumatik : kedaruratan orthopedi akibat edema / terjadi karena trauma yang kuat sehingga mengeluarkan tulang dari jaringan di sekelilingnya, mungkin bisa merusak struktur sendu, ligamen, syaraf dan sistem vaskular.DiagnosisAnamnesis Perlu ditanyakan tentang : Rasa nyeri Riwayat trauma Rasa sendi keluar Bila trauma minimal dan kejadian berulang dapat terjadi dislokasi rekurens Pemeriksaan Fisika. Deformitas Hilangnya penonjolan tulang normal Pemendekan b. Bengkak c. Terbatasnya gerakan / gerakan yang abnormal Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologis untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur. Pemeriksaan diagnostik dengan cara pemeriksaan sinar x (x-ray)

KomplikasiDini :1. Cedera saraf : Saraf aksila dapat cedera; pasien tidak dapat mengerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut.2. Cedera P.D: Arteri aksila dapat rusak Lanjut : 1. Kekakuan sendi bahu :Imobilisasi yang lama Kekakuan sendi bahu (terutama yang berusia 40 thn)Terjadi kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi2. Dislokasi Berulang : Labrum glenoid yang robek / kapsul yang terlepas dari bagian depan leher glenoid.3. Kelemahan Otot Penatalaksanaan Lakukan reposisi segera Dislokasi sendi kecil tidak perlu anastesi (contonya dislokasi siku, bahu, jari pada syok bisa anasteris lokas/ dengan valium) Dislokasi sendi besar , panggul memerlukan anastesi umum Dislokasi reduksi : Dikembalikan ketempat semula dengan anastesi jika dislokasi berat. Kaput tulang yang mengalami dislokasi di manipulasi dan dikembalikan kerongga sendi.Sendi kemudian diimobilisasikan diimobilisasi dengan pembalut bidai, gips atau traksi dijaga agar tetap posisi stabil.

Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4 kali sehari

Berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.Macam-macam Dislokasi1. Dislokasi sendi jari2. Dislokasi sendi siku3. Dislokasi pergelangan tangan4. Dislokasi regio bahu 5. Dislokasi sternoclaviculara. Dislokasi bahu anteriorb. Dislokasi bahu posteriorc. Dislokasi bahu inferior6. Dislokasi regio panggula. Panggul posteriorb. Panggul anterior c. Panggul central 7. Dislokasi Hip Bawaan 8. Dislokasi sendi lutut DISLOKASI ANTERIOR PADA BAHUBahu adalah salah satu yang paling sering berdislokasi karena akibat beberapa faktor Dangkalnya mangkuk sendi glenoid Besarnya rentang gerakan Mudahnya sendi itu terserang selama aktivitas yang penuh tekanan pada tungkai atas Mekanisme Cedera Biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan Humerus erdorong kedepan

Merobek kapsul/ tepi glenoid teravulsi (kadang posterolateral kaput hancur) Gambaran klinik Nyeri terasa hebat Garis gambar lateral bahu dapat rata Kalau pasien tidak terlalu berotot, suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula Sinar XPada AnteroPosterior akan memperlihatkan bayangan tumpang tindih antara kaput humerus dan fosa glenoid, biasanya terletak dibawah dan medial terhadapt mangkuk sendi. TERAPI Reduksi dengan anastesi. Apabila anastesi kontraindikasi maka posisikan tengkurep sambil tangan menggantung. Metode kocher Siku ditekuk 90 derajat dan dipertahankan dekat dengan tubuh; traksi tidak boleh di terapkan. Lengan perlahan lahan diputar sampai 75 derajat kelateral, kemudian ujung siku itu diangkat kedepan dan akhirnya lengan di putar kemedial. DISLOKASI KAPUT RADIUS Jarang terjadi pada orang dewasa, seandainya terjadi curiga adanya fraktur ulna yang terjadi bersamaan Jika sinar-x memperlihatkan bahwa radius proksimal berbentuk kubah /bukan datar, dislokasinya telah berlangsung lama; ini dapat bersifat bawaan / berkaitan dengan ulna pendek. Pasca trauma dengan ulna normal Dislokasi dapat di reduksi langsung pada kaput radius, lengan bawah di supinasikan. Lengan dipertahankan dalam posisi supinasi dalam gips selama 6 minggu. Pasca trauma dengan ulna tidak normal Terjadi perpendekan ulna, reduksi tidak dapat dilakukan. Kelainan harus diterima.

Daftar PustakaRasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Snell, Richard S. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGCAtlas Anatomi Manusia, Sobotta . Jakarta: EGC Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGCwww.google.com (gambar)

54