Dm Edit Mely

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diabetes melitus

Citation preview

39

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Definisi

Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (1).

Walaupun Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Penderita Diabetes Mellitus biasanya juga mengalami komplikasi penyakit lainnya seperti hipoglikemia, hiperglikemia, komplikasi makrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler yang memicu terjadinya neuropati, retinopati, dan nefropati, dan komplikasi kaki diabetik (2).

Kaki diabetik adalah kaki pada pasien diabetes yang memiliki resiko potensial sebagai akibat patologi yang meliputi infeksi, luka (ulcer), dan kerusakan pada jaringan di bawah kulit yang berhubungan dengan kelainan neurologi, penyakit arteri perifer, dan komplikasi metabolik diabetes pada kaki bagian bawah (3).

I.2 Epidemiologi

Diabetes merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di beberapa negara dan dapat menyebabkan kebutaan, gagal ginjal dan amputasi nontraumatik. Prevalensi global Diabetes Mellitus pada tahun 2003 diperkirakan mencapai 194 juta kasus. Pada tahun 2030 angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 366 juta kasus. Diabetes dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin dan usia. Diabetes Melitus banyak ditemukan pada usia pertengahan dan pada usia lanjut, dengan jumlah tertinggi pada usia 65 tahun ke atas. Diabetes melitus tipe I banyak ditemukan pada anak usia 515 tahun, walaupun sekitar 1020% pasien dari kelompok usia ini ditemukan menderita Diabetes Mellitus tipe II (3).

Salah satu dari komplikasi yang paling banyak dialami oleh pasien penderita diabetes kaki bagian bawah adalah luka kaki diabetik (diabetic foot ulcer). Diperkirakan sekitar 15% pasien diabetes akan mengalami luka pada kaki bagian bawah sebagai akibat dari penyakit diabetes yang dialaminya. Hasil penelitian pada beberapa populasi menunjukkan setiap tahunnya terjadi akumulasi 0,53 % kasus luka kaki diabetik setiap tahunnya. Salah satu penelitian di Inggris pada pasien neuropati, kasus terjadinya kaki diabetik pada tahun pertama diabetes adalah 7%. Prevalensi luka kaki diabetik pada berbagai populasi di dunia berkisar antara 210 %. Sekitar 720% pasien dengan luka pada kaki diabetik akan diikuti dengan resiko amputasi, luka pada kaki diabetik memberikan kontribusi sebesar 85% amputasi pada kaki bagian bawah pada pasien diabetes (3).

I.3 Pembagian Diabetes Mellitus

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (1,2)

1

Diabetes Mellitus Tipe I:

Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut

Melalui proses imunologi (autoimun)Idiopatik

2

Diabetes Mellitus Tipe II:

Bervariasi, mulai dari yang predominant resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

3

Diabetes Mellitus tipe lain

Kerusakan genetik fungsi sel :Kromosom 12, HNF-1 Kromosom 7, GlukokinaseKromosom 20, HNF-4 Kerusakan genetik kerja insulinPenyakit eksokrin pankreasPankreatitisTrauma / PankreatektomiNeoplasmaCictic fibrosisHemokromatosisPankreatopati fibro kalkulusEndokrinopatiAkromegaliSindroma cushingFeokromositomaHipertiroidisme Diabetes karena obat / zat kimia: glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferonDiabetes karena infeksiDiabetes imunologiSindroma genetik lain: sindroma down, klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Prader Willi

4

Diabetes mellitus gestasional

Diabetes melitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor resiko untuk Diabetes Mellitus tipe II

5

Pradiabetes;

IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu) IGT (Impaired Glucose Toerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

Klasifikasi gangguan kaki diabetik (4)

Tabel 2. Gangguan pada kaki diabetik dapat dikategorikan ke dalam 4 sistem

Sistem

Foot diabetik disorders

Dermatologi

Masalah kulit : kulit kering, mudah pecah, Tinea pedisMasalah kuku : kuku terlalu tebal, onychomycosis, atrophic nail, kuku terlalu panjang.

Callus

Luka kaki diabetik

Neurologi

Kelemahan pada : great toe dorsiflexors, ankle evertors, ankle dorsiflexor, ankle invertors, ankle plantarflexor

Sensory deficit:

Pinprick sensation : impair and loss

Join proprioception : impair dan loss

Loss protective sensation

Musculoskeletal

Pembatasan gerak : ankle eversion, ankle dorsiflexors, ankle inversion, great toe dorsiflexors, ankle plantarflexor

Claw toe atau hammer toe

Bunnion / hallux valgus

Charcot joint at mid foot

Flat feet

Vaskular

Gangguan pada tibial posterior

Gangguan pada dorsalis pedis

I.4 Etiologi dan patofisologi diabetes mellitus

DM tipe I

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase) (1,2).

Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin (1,2).

Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa (1,2).

DM tipe II

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat (1,2).

Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan (1,2).

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan (1,2).

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin (1,2).

Sel-sel kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (1,2).

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok (2) :

Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normalKelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)

Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140 mg/dl)Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140 mg/dl).

Secara ringkas, perbedaan DM Tipe I dengan DM Tipe II disajikan pada tabel 3

Tabel 3. Perbandingan Perbedaan DM tipe I dan II

DM tipe I

DM tipe II

Mula muncul

Umumnya masa kanak-kanak dan remaja walaupun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun

Pada usia tua umumnya lebih dari > 40 tahun

Keadaan klinis saat diagnosis

Berat

Ringan

Kadar insulin darah

Rendah, tak ada

Cukup tinggi, normal

Berat badan

Biasanya kurus

Gemuk atau normal

Pengelolaan yang disarankan

Terapi insulin, diet, olah raga

Diet, olah raga, obat hipoglikemik oral

Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (1,2).

Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (1,2).

Pra-diabetes

Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pradiabetes diperkirakan cukup banyak, di Amerika diperkirakan ada sekitar 41 juta orang yang tergolong pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes (perkiraan untuk tahun 2000). Di Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan, namun diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari pada penderita diabetes (1,2).

Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes (1,2).

Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu (1,2) :

Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: 240 mg/dl

Kadar kolesterol LDL:

a. optimal: 190 mg/dl

Kadar kolesterol HDL

rendah : < 40mg/dltinggi : > 60 mg/dl

Trigliserida

normal : 500 mg/dl

I.6 Komplikasi

Komplikasi diabetes melitus

Komplikasi diabetes melitus dapat terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terdiri dari hipoglikemia, krisis hiperglikemia dan infeksi. Kompliksi kronis terdiri dari atheroskeloris, retinopati, diabetik nephropati, diabetik neuropati, kaki diabetik neuropati (1,2).

Hipoglikemia

Hipoglikemia atau kekurangan kadar glukosa dalam darah pada pasien diabetes melitus dapat terjadi karena kurangnya asupan makanan, karena kerja fisik yang berlebihan, atau kerena penggunaan insulin atau antidiabetik oral yang melebihi dosis (1,2).

Keadaan hipoglikemia merupakan keadaan yang kemungkinan selalu dapat terjadi pada pasien yang menggunakan antidiabetik oral atau insulin. Seseorang yang mengalami hipoglikemia akan merasa gugup, gemetar, lemah, atau berkeringat. Penderita akan merasa sakit kepala, pandangan kabur dan menjadi sangat lapar. Pada keadaan yang lebih parah penderita akan menjadi kehilangan kesadaran. Konsumsi sedikit gula atau makanan dan jus yang mengandung gula membantu memperbaiki keadaan pasien dalam 10-15 menit (1,2).

Akibat yang serius dari hipoglikemia adalah berhubungan dengan otak, yaitu kehilangan fungsi kognitif, kejang dan coma. Keadaan hipoglikemia yang berlanjut dan terus berulang-ulang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan dapat menyebabkan respon adrenergik yang berbahaya bagi penderita dengan penyakit kardiovaskular (1,2).

Hiperglikemia

Ketoasidosis terutama terjadi pada pasien DM tipe I. Diabetik ketoasidosis menjadi keadaan yang memiliki potensi mematikan dengan tingkat kematian sekitar 10-15%; sekurang-kurangnya 50% kasus ini dapat dihindari. Pengenalan secara dini terhadap pasien yang mengalami ketoasidosis sangat penting (1,2).

Ketoasidosis terjadi ketika tubuh memecahkan molekul asam lemak dan menghasilkan keton yang bersifat asam. Beberapa dari keton yang dihasilkan tubuh dieksresikan melalui keringat, akan tetapi sebagian yang tetap tinggal dalam darah dan menyebabkan ketoasidosis. Tanda-tanda ketoasidosis meliputi mual, muntah, kulit dan mulut terasa kering, pernafasan dalam dan cepat dan tekanan darah turun. Jika penderita tidak segera diberikan cairan dan insulin segera, ketoasidosis dapat menyebabkan kematian (1,2).

Penggunaan insulin yang tidak mencukupi menjadi kebanyakan penyebab terjadinya ketoasidosis. Instruksi yang tepat dalam pengontrolan kadar gula darah dan keton dalam urin, dosis insulin yang disesuaikan dan pemberian cairan yang memadai dapat mencegah terjadinya ketoasidosis. Jika pasien mengalami muntah, dibutuhkan terapi parenteral melalui intravena (1,2).

Sangat jarang penderita DM tipe 2 mengalami ketosidosis. Penderita DM tipe 2 lebih sering mengalami keadaan hiperglikemia hiperosmolar pada keadaan infeksi akut atau disebabkan karena penyakit lain yang sedang diderita. Gejala yang telihat diantaranya terjadi dehidrasi, gangguan sirkulasi dan perubahan keadaan mental. Asidosis jarang terjadi kecuali berhungan dengan asidosis asam laktat karena hipoperfusi (1,2).

Infeksi

Penderita DM yang jarang melakukan kontrol cenderung untuk mengalami infeksi bakteri (khususnya bakteri anaerobik), mikobakteri dan jamur. Penderita DM lebih cenderung mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DM. Pyelitis dan pyelonephritis dapat memperburuk diabetik nephropati. Infeksi kronik tanpa rasa sakit dapat memperparah kaki diabetik karena iskemia atau neuropati (3).

Tuberkolosis pada saluran peenapasan dan atau organ lain, infeksi jamur pada kulit, infeksi bakteri pada saluran kemih dan infeksi mikroorganisme anaerobik pada jaringan dalam merupakan ancaman kesehatan, terutama pada lingkungan yang tidak higienis. Infeksi tersebut tidak hanya dapat menyebabkan diabetik ketosidosis, akan tetapi jika bertambah parah akan membahayakan hidup pasien (3).

Atherosklerosis

Atherosklerosis merupakan komplikasi makrovaskular yang paling sering terjadi pada pederita diabetes melitus. Atherosklerosis menyebabkan 75% yang terjadi berhubungan dengan diabetes, jumlah ini lebih besar 2-3 kali lipat dibandingkan pada pasien yang tidak menderita diabetes. Walaupun jumlah terbesar iskemia diabetik terjadi pada penderita DM tipe 2, resiko atherosklerosis juga tinggi pada DM tipe I dan dapat terlihat pada usia muda (1,2).

Hiperglikemia dapat memperbesar resiko atheroskeloris dengan jalan:

Modifikasi lipoprotein (glikasi LDL)Glikasi protein pada dinding arteriPembentukan hasil akhir glikasiStimulasi sekresi insulinStimulasi protein C-kinase

Obesitas terutama pada bagian abdominal, merupakan faktor yang berhubungan dengan atherosklerosis dan diabetes. Dampak atherosklerosis diakibatkan oleh peningkatan resistensi insulin dan hiperinsulinemia, dislipiproteinemia dan hipertensi atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut (1,2).

Beberapa faktor lainnya yang tidak berhubungan dengan diabetes juga dapat memperbesar faktor resiko atherosklerosis, misalnya merokok, hipertensi dan hiperkolestrolemia. Terdapat banyak kasus yang menunjukkan merokok memperbesar resiko atherosklerosis, terutama pada orang yang tidak menderita DM. Terdapat juga peningkatan resiko penyakit makrovaskular pada pasien yang memiliki eksresi albumin dalam urin lebih dari 30 mg/24 jam dan pada pasien yang mengalami nephropati (1,2).

Retinopati

Diabetik retinopati adalah penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan pada pasien diabetes melitus. Kebanyakan setiap anak muda yang mengalami DM tipe I akan mengalami diabetik retinopati setelah mengalami 20 tahun DM tipe I. selama masa hidupnya, 75% akan mengalami fase parah yaitu proliferatif diabetik retinopati (PDR). Pada penderita baru DM tipe 2 dewasa, sekitar 60% akan mengalami diabetik retinopati dan sekitar 10% akan menjadi proliferatif retinopati dan sekitar 2% akan mengalami kebutaan (1,2).

Diabetik retinopati proliferatif menyebabkan terjadinya kehilangan penglihatan pada pasien diabetes. Edema macula (macular edema ME) yang paling banyak menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada pasien diabetes melitus. DM menyebabkan pengecilan struktur macula, sehingga mengurangi fungsinya yang dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu:

Pengumpulan cairan intrarenal pada macula retina, baik itu dengan atau tanpa eksudat lipid dan dengan atau tanpa perubahan cystoidTerjadinya nonperfusi pada kapiler parafoveal, dengan atau tanpa cairan intraretinal.

Diabetik nephropati

Diabetik nephropati (gangguan pada ginjal) merupakan penyebab utama gagal ginjal dan kematian prematur pada pasien diabetes. Pasien diabetes memiliki resiko 17 kali lebih tinggi terserang penyakit ginjal jika dibandingkan dengan orang non-diabetik. Terdapat beberapa kondisi tingkatan yang membutuhkan beberapa tahun hingga gejala klinis menjadi jelas, yaitu:

Sub-clinical nephropatiClinical nephropatiNephropati tingkat lanjut (advanced)Fase akhir penyakit ginjal

Fase permulaan nephropati (sub-klinik) dapat dilihat dari peningkatan laju eksresi albumin (mikroalbuminuria) 20-200 g/menit (30-300 mg/24 jam). Mikroalbuminuria dapat disertai dengan peningkatan tekanan darah. Klinikal nephropati ditandai dengan terjadinya proteinuria, sekresi albumin >200 g/menit (>300 mg/ 24 jam) dan biasanya diiringi dengan hipertensi. Pada nephropati tingkat lanjut terdapat pengurangan laju filtrasi glomerulus dan muncul gejala urisemia dan atau sindrom nephrotik. Pada fase akhir penyakit ginjal pasien akan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal (1,2).

Resiko akumulasi diabetik nephropati pada DM tipe I sekitar 30-40% setelah 25-30 tahun, sedangkan resiko diabetik nephropati pada DM tipe 2 bergantung pada asal etnik, dan dapat menjadi lebih rendah hingga 15% pada orang eropa setelah 25 tahun menderita DM tipe 2 (1,2).

Diabetik neuropati

Diabetik neuropati merupakan gangguan saraf pada pasien diabetes yang dapat terjadi pada sistem saraf tepi maupun sistem saraf otonom (1,2.

Neuropati saraf tepi (peripheral neuropathies) meliputi:

Plyneuropathies, misalnya distal sensory-motor neuropathy dan proximal motor neuropathy

Focal neuropathies, misalnya mono-neuropathies (termasuk cranial) dan entrapment neuropathiesMultifocal neurophaties

Neuropati sistem saraf otonom dapat melibatkan sistem organ dibawah ini:

KardiovaskularGastrointestinalGenitourinaria

Bentuk neuropati yang banyak ditemui adalah distal symmetrical sensory-motor polyneuropathy. Yang dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu; fase awal, mulai timbul gejala dan fase parah (severe). Tahap awal distal sensory-motor neuropathy biasanya tidak menunjukkan gejala, akan tetapi gangguan sensory dapat dideteksi dengan uji neuro-physiological. Gejala distal sensory-motor neuropathy dapat ditunjukkan dengan hilangnya kemampuan sensory,dan dapat diikuti oleh paraesthesia dan atau nyeri. Keadaan parah dari distal sensory-motor neuropathy melibatkan gangguan motorik dan diikuti oleh hilangnya gejala dan potensial untuk terjadi luka yang dapat memicu infeksi, nekrosis, ganggrene dan kehilangan anggota badan (1,2,3).

Keadaan neuropati yang berhubungan dengan beberapa keadaan berikut:

Luka dan infeksi pada kaki, yang dapat menyebabkan amputasiImpoten pada laki-lakiKematian yang tiba-tiba pada individu yang mengalami cardiovaskular autonomic neuropati

Kaki neuropati

Permasalahan amputasi kaki pada pasien diabetes merupakan permasalahan serius sehingga peringatan untuk pencegahan harus diinformasikan kepada pasien diabetik. Diabetes berhubungan erat dengan amputasi kaki bagian bawah, yang beberapa kasus diantaranya dapat dicegah. Epidemiologi menunjukkan bahwa resiko amputasi lebih besar 15 kali pada pasien diabetes jika dibandingkan dengan orang normal (3).

Luka kecil pada kaki diabetik seringkali berkembang menjadi borok kronik. Infeksi, luka/borok dan kerusakan jaringan di bawah kulit berhubungan dengan kelainan neuropati (kehilangan kemampuan sensori) dan penyakit vaskular perifer pada kaki bagian bawah. Sejumlah strategi khusus (perawatan khusus, penggunaan sepatu khusus, minimalisasi trauma, dll) yang dilakukan semenjak deteksi awal dan perawatan yang lebih baik pada luka (pengelupasan kulit atau jaringan mati, pemberian perawatan khusus, dan terapi antibiotik) akan dapat mencegah atau menunda terjadinya amputasi (3).

I.7 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu (2):

Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normalMencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (2).

Pengaturan Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut (2):

Karbohidrat : 60-70%

Protein : 10-15%

Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal (2).

Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (2).

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (2).

TERAPI OBAT

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat antidiabetik oral, terapi insulin, atau kombinasinya (2).

TERAPI INSULIN

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (2,8,9).

Insulin disekresikan ketika jumlah glukosa darah berlimpah dan menstimulasi:

Sel untuk memindahkan glukosa dari dalam darahSel untuk memecah glukosa, melepaskan energi dalam bentuk ATP (melalui jalur glikolisis dan siklus asam sitrat)Hati dan otot untuk menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen (sumber energi untuk jangka pendek)Jaringan adiposa untuk menyimpan glukosa dalam bentuk lemak (sumber energi jangka panjang)Sel menggunakan glukosa dalam sintesis protein

Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh (2,8,9).

Tabel contoh sediaan insulin yang ada di Indonesia (2) :

Golongan

Mula kerja (jam)

Puncak (jam)

Masa kerja (jam)

Sediaan*

Actrapid HM

Masa kerja Singkat

0,5

1-3

8

40 UI/ml

Actrapid HM Penfill

Masa kerja Singkat

0,5

2-4

6-8

100 UI/ml

Insulatard HM

Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat

0,5

4-12

24

40 UI/ml

Insulatard HM Penfill

Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat

0,5

4-12

24

100 UI/ml

Monotard HM

Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat

2,5

7-15

24

40 UI/ml dan 100 UI/ml

Protamin Zinc Sulfat

Kerja lama

4-6

14-20

24-36

Humulin

Sediaan campuran

0,5

1,5-8

14-16

40 UI/ml

Humulin 30/70

Sediaan Campuran

0,5

1-8

14-15

100 UI/ml

Humulin 40/60

Sediaan Campuran

0,5

1-8

14-15

40 UI/ml

Mixtard 30/70 Penfill

Sediaan Campuran

100 UI/ml

TERAPI OBAT ANTIDIABETIK ORAL

Obat-obat antidiabetik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen antidiabetik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (2,8,9).

PENGGOLONGAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL (2)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antidiabetik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga starch-blocker.

Tabel 8. Penggolongan obat antidiabetik oral (2,8,9)

Golongan

Contoh Senyawa

Mekanisme Kerja

Sulfonilurea

Gliburida/Glibenklamida Glipizida Glikazida Glimepirida Glikuidon

Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel pankreasnya masih berfungsi dengan baik

Meglitinida

Repaglinide

Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas

Turunan fenilalanin

Nateglinide

Meningkatkan kecepatan sintesis insulin oleh pankreas

Biguanida

Metformin

Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas.

Tiazolidindion

Rosiglitazone Troglitazone Pioglitazone

Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin

Inhibitor glukosidase

Acarbose

Miglitol

Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL (10)

Pengobatan penyakit Diabetes mellitus atau lebih dikenal di masyarakat sebagai penyakit kencing manis dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat antara lain :

Belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi)

Daun : Rebus 1 genggam daun belimbing wuluh dengan 2 gelas air hingga tersisa airnya 1 gelas. Diminum aie rebusan 2 x sehari pada pagi dan sore hari.

Buah : 50 gr belimbing wuluh yang masi muda diparut kemudian diperas airnya dan diminum 2 x sehari pada pagi dan sore hari

Brotowali ( Tinospora tuberculata)

Siapkan batang brotowali sepanjang 10 cm, cuci bersih dan dimemarkan lalu direbus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas. Diminum pada pagi dan sore hari masing-masing gelas

Jambu biji (Psidium guajava)

Ambil 1 buah jambu bji setengah matang lalu dicuci bersih dan dipotong-potong. Rebus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas kemudian disaring dan diminum gelas 2 x sehari

Kembang pukul empat (Mirabilis jalapa, L)

Siapkan 30 gr akar segar. Kemudian dicuci sampai bersih dan direbus dengan 2 gelas air hingga tersisa 1 gelas. Diminum gelas pada pagi dan sore hari.

Bawang putih (Allium sativum)

Bawang putih dihaluskan kemudian dibuat butiran-butiran kecil seukuran kapsul obat dan ditelan setiap pagi dan sore hari.

Jagung (Zea mays, L)

Siapkan 150 gr rambut jagung kemudian direbus dengan 2 gelas air hingga tersisa 1 gelas dan diminum 3 x sehari.