Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Milik DepdikbudTidak diperdagangkan
ANALISIS POLA PEMUKIMAN
Dl LINGKUNGAN PERAIRAN
Dl INDONESIA
TIM PENELITI/PENUUS
Dr. S. Budhisantoso
Drs. Djenen Bale MSc.Dra. Mc. SupraptiSuhardi BSc.
Konsultan
Ketua
Anggota
Anggota
PENYUNTING
Drs. Dijenen Bale MSc.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
DIREKTORATSEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL
PROYEK PENGKAJIAN DAN PEMBINAAN NILAI-NILAI BUDAYAPUSAT1994/1995
PRAKATA
Keanekaragaman suku bangsa dengan budayanya di seluruhIndonesia merupakan kekayaan bangsa yang perlu mendapatperhatian khusus. Kekayaan ini mencakup wujud-wujud ke-budayaan yang didukung oleh masyarakatnya. Setiap suku bangsamemiliki nilai-nilai budaya yang khas, yang membedakan jati dirimereka daiipada suku bangsa lain. Perbedaan ini akan nyata dalamgagasan-gagasan dan hasil-hasil karya yang akhimya dituangkanlewat interaksi antarindividu, antarkelompok, dengan alam rayadi sekitamya.
Berangkat dari kondisi di atas Proyek Pengkajian dan Pembina-an Nilai-Nilai Budaya menggali nilai-nilai budaya dari setiap sukubangsa/daerah. Penggalian ini mencakup aspek-aspek kebudayaandaerah dengan tujuan memperkuat penghayatan dan pengamalanPancasila guna tercapainya ketahanan nasional di bidang sosialbudaya.
Untuk melestarikan nilai-nilai budaya dilakukan penerbitanhasil-hasil penelitian yang kemudian disebarluaskan kepada ma-syarakat umum. Pencetakan naskah yang beijudul Analisis PolaPemukiman di Lingkungan Perairan di Indonesia, adalah usahauntuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Tersedianya buku ini adalah berkat keijasama yang baik antaraberbagai pihak, baik lembaga maupun perseorangan, sepertiDirektorat Sejarah dan Nilai Tradisional, pemerintah Daerah,Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Per
il]
gunian Tinggi, Pimpinan dan staf Proyek Penelitian, Pen^ajian,dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, baik Pusat maupun Daerah, danpara peneliti/penulis.
Perlu diketahui bahwa penyusunan buku ini belum merupakansuatu hasil penelitian yang mendalam, tetapi bam pada tahappencatatan. Sangat diharapkan masukan-masukan yang men-dukung penyempumaan buku Ini di waktu-waktu mendatang.
Kepada semua pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini,kami sampaikan terima kasih.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat, bukan hanya bagimasyarakat umum, juga para pengambil keb^aksanaan dalamran^a membina dan mengembangkan kebudayaan nasional.
Jakarta, Agustus 1994
Pemimpin Proyek Penelitian, Pengkajian,dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya
Drs.'^s o 1 m u n
NIP. 130525911
IV
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAANDEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Penerbitan buku sebagai salah satu usaha untuk memperluascakrawala budaya masyarakat merupakan usaha yang patutdihargai. Pengenalan berbagai aspek kebudayaan dari berbagaidaerah di Indonesia diharapkan dapat mengikis etnosentrisme yangsempit di dalam masyarakat kita yang majemuk. Oleh karena itu.kami dengan gembira menyambut terbitnya buku yang merupakanhasil dari "Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya"pada Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat JenderalKebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Penerbitan buku ini kami harap akan meningkatkan pe-ngetahuan masyarakat mengenai aneka ragam kebudayaan diIndonesia. Upaya ini menimbulkan kesaling-kenalan dan dengandemikian diharapkan tercapai pula tujuan pembinaan dan pe-ngembangan kebudayaan nasional kita.
Berkat adanya keijasama yang baik antarpenulis dengan parapengurus proyek, akhimya buku ini dapat diselesaikan. Buku inibelum merupakan suatu hasil penelitian yang men dalam, sehinggadi dalamnya masih mungkin terdapat kekurangan dan kelemahan,yang diharapkan akan dapat disempumakan pada masa yang akandatang.
Sebagai penutup saya sampaikan terima kasih kepada pihakyang telah menyumbangkan pikiran dan tenaga bagi penerbitanbuku ini.
Jakarta, Agustus 1994
Direktur Jenderal Kebudayaan
Prof. Dr. Edi. Sedyawati
VI
D AFTAR ISI
Halaman
PRAKATA "i
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN... v
DAFTAR ISI viiDAFTARPETA ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1B. Masalah dan Ruang Lingkup 2C. Metodologi 3D. Susunan Laporan 4
BAB II. GAMBARAN UMUM POLA PEMUKIMANDI LINGKUNGAN PERAIRAN INDONESIA 11
A. Pemukiman di Lingknngan Perairan Laut ... 11B. Pemukiman di Lingkungan Perairan Darat .. 13
BAB III. POLA PEMUKIMAN DI LINGKUNGAN PER
AIRAN DARAT 17
A. Pusat Pemukiman 18
B. Unsur-unsur Lain Dalam Suatu Satuan
Pemukiman 20
Vll
C. flustrasi 23
BAB IV POLA PEMUKIMAN DI LINGKUNGAN PER-
AIRANLAUT . . .! 38
A. Pusat Pemukiman 39B. Unsur-unsur Lain Dalam Suatu Satuan
Pemukiman 41
BAB V. ANALISIS POLA PEMUKIMAN DI LINGKUNG
ANPERAIRAN 66
A. Hubungan Antara Manusia dan Perairan .... 66B. Konsepsi Tentang Perairan 70
DAFTAR KEPUSTAKAAN 84DAFTAR INFORMAN 90
VUl
DAFTARPETA
Nomor Halaman1. Indonesia, Sejumlah Pemukiman di Lingkimgan Per-
airan 6
2. Propinsi Kalimantan Tengah, Jalur Pengamatan 73. Propinsi Jawa Barat, Jalur Pengamatan 84. Persebaran Pemukiman Penduduk di Sepanjang Tepian
Sungai Kapuas dan Kahayan di Kabupaten kapuas .... 95! Kualakapuas 106. Desa Kramat dan Sekitarnya, Kecamatan Bungah,
Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur 15
IX
DAFTAR GAMEAR
Nomor Halaman
1. "Gang Lay an g" di Pemukiman di Atas Perairan Pantai.. 142. Jembatan dari Daratan yang Kering ke Rumah Panggung
di Atas Perairan Laut 143. Kategori Pemukiman di Lingkungan Perairan Sungai ... 164. Desa Jantur, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten
Kutai, Kalimantan Timur 275. Desa Pulaukupang, Kecamatan Selat, Kabupaten
Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah 286. "Jalan Layang" Sejajar dengan Sungai 297. "Jalan Layang" dari darat ke Tepi Sungai 298. Konstruksi Fondasi Rumah Panggung di Rawa 309. Rumah apung di Sungai Kapuas, 30
10. "Batang" di Sungai Martapura, Kalimantan Selatan .... 3111. Pekuburan Sementara Penganut Kaharingan di Tepi
Sungai Kapuas, Kalimantan Tengah 3112. Guci Porselen Tempat Tengkorak dan Tulang . .. .' 3213. "Sandung" di Pekarangan Rumah 3l14. "Sapundu" di Pintu Pekarangan 3215.Kegiatan Peiikanan Tradisional di Sungai Jantur,
Kalimantan Timur 3316. Pengawetan Ikan Secara Tradisional di Pemukiman
Sekitar Sungai Jantur, Kalimantan Hmur 3317. Angkutan dalam Kota Mdalui Sungai di Kualakapuas .. 34
18. Bus Air antara Palangkaraya dan Kualakapuas ....... 3419. Rambu Lalulintas di Sebuah "Anjir" antara Kuala
kapuas dan Banjarmasin 3520. Penimbunan Kayu Gelondongan di Sungai Kapuas,
Kalimantan Tengah 3521.Desa Panttai, Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten
Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah ' 36
22. Desa Pulaumambulau, Kecamatan Selat, KabupatenKapuas, Kalimantan Tengah 37
23. Desa Sumur, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pande-gelang, Jawa Barat 46
24. Kampung Marundapulo, Keliurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, DKI Jakarta 47
25. Kampimg Sindanglaut, Desa Muara, Kecamatan Ciasem,Kabupaten Subang, Jawa Barat 48
26. Desa Nain, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa,Sulawesi Utara .' 49
27. Desa Sungaikakap, Kecamatan Sungaikakap, KabupatenPontianak, Kalimantan Barat 50
28. Desa Tapakkuda, Kecamatan Tanjungpura, KabupatenLangkat, Sumateia Utara 51
29. Desa Bungjn, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa,NTB ; 52
30. Bangunan Rumah di Peralihan Tanah Darat denganPerairan 53
31. Bangunan Rumah Panggung di Atas Hamparan Air .... 5332. Kampung Tobati, Kecamatan Jayapura Selatan, Kodya
Jayapura, Irian Jaya 5433. Kampung Cikubang, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten
Serang, Jawa Barat 5534. Drum Penampungan Air Hujan di Desa BajoE (Sulawesi
Selatan) • 56
35. Bak Penampungan Air Hujan yang Permanen di DesaBungin (NTB) 56
36. Pfcrahu tanpa Motor dengan Kapasitas 10 orang 5737. Perahu tanpa Motor dengan Kapasitas 1—2 orang ..... 5738. Perahu Motor Tempel 5839. Pferahu Motor untuk 7-10 orang 5840. Pukat (Bawah) dan Jala Tebar (Atas) 5941.Bagan Tancap dengan Jaring Horisbntal di Perairan
Sibolga 59
XI
42. Beberapa Lukah sebelum Dipasang di Pbrairan PantaiLaut 60
43. Sero Dipasang di Perairan Pantai 6044. Desa Kutakrueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten
Aceh Utara, daerah Istimewa Aceh 6145. Desa Margamuiya, Kecamatan Mauk, Kabupaten
Tangerang, Jawa Barat 6246. Desa Pasauran, Kecamatan Qnangka, Kabupaten Serang
Jawa Barat 63
47. Desa Carita, Kecamatan Labuhan, Kabupaten Pande-gelang, Jawa Barat 64
48. Muarabinuangeun,. Kecamatan Malimping, KabupatenLebak, Jawa Barat 65
xn
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia melengkapi dirinya dengan kebudayaan, yaitu pe-rangkat pengendali berupa rencana, aturan, resep, dan instruksiyang digunakannya untuk mengatur terwujudnya tingkah lakudan tindakan tertentu (Geertz, 1973). Dalam pengertianini, kebudayaan berfungsi sebagai "alat" yang paling efektif dan efisiendalam menghadapi lingkungan.
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang dibawa bersama kelahir-an, melainkan diperoleh melalui proses belajar dari lingkungan,baik lingkimgan alam maupun lingkungan tosial. Dalam pengertianini, kebudayaan adalah pengetahuan.
Salah satu wujud lingkungan alam yang dominan di Indonesiaadalah perairan, baik perairan laut maupun perairan daeat. Domi-nasi p^airan laut ditunjukkan oleh kenyataan bahwa 62% wilayahIndonesia adalah perairan laut dengan garis pantai sepanjangSO.OOO^n km. Sementara itu, perairan darat terdiri atas 850-anbatang sungai, 45-an danau dan waduk, serta bentangan rawa yangmencakup 30% dari luas daratan Indonesia.
P&da banyak satuan pemukiman, perairan merupakan ruangyang relatif dominan. Jenis pemukiman inilah yang dinyatakansebagai "pemukiman di lingkungan perairan". Jika perairan bukanmerupakan ruang yang dominan, pemukiman yang bersangkutan
beiada di lingkungan darat dan tidak termasuk dalam cakupanpenelitian ini.
Penelitian tentang pola pemukiman di lingkungan perarirancukup penting untuk dilakukan karena luasnya wilayah perairandi Indonesia, tetapi belum dimanfaatkan secara proposional.Tambahan lagi, berbagai masalah kependudukan yang sedang di-atasi sekarang ini, antara lain bersumber pada ketidakseimbanganpenggunaan wilayah daratan (dalam arti bidang tanah) yangterdiri atas banyak pulau.
Dalam pada itu, peningkatan pemanfaatan wilayah perairan,dalam hal ini melalui pemukiman di lingkungan perairan, se-baiknya bertolak dari sistem budaya setempat, yakni yang didu-kung oleh pemukim atau kelompok masyarakat yang bersang-kutan. Apa lagi, pemukiman jenis ini cukup banyak tersebardan telah lama ada di berbagai lingkimgan perairan Indonesia.
B. MASALAH DAN RUANG UNGKUP
Menurut jenis lingkimgan perairannya, pemukiman di Indonesia dapat dibedakan atas (1) pemukiman di lingkungan perairanlaut, dan (2) pemukiman di lingkungan perairan darat. Jika pemukiman kategori pertama berada di pantai, pemukiman kategorikedua berada di sekitar sungai, danau dan waduk, serta rawa.Kedua kategori pemukiman di lingkungan perairan ini merupakanperwujudan sistem budaya yang berlaku.
Sistem budaya dalam setiap kelompok masyarakat terdiri *'atas satuan-satuan bempa simbol konstritustif (kepercayaan),simbol kognitif (pengetehuan), simbol liilai dan norma, serta simbol pengungkapan perasaan (Harsya Bachtiar, 1987). Dengandemiiian, pemukiman di lingkungan prairan pun merupakan perwujudan dari keempat kategori satuan simbol itu.
Penelitian ini bertitikberat pada pengungkapan makna simbolkognitif yang terwujud dalam pola pemukiman di lingkunganperairan. Simbol kognitif digunakan oleh warga masyarakat untukmenanggapi kenyataan, dalam hal ini lingkungan perairan, secaraempiris. Oleh karena itu, simbol kognitif semato kaya sesuaidengan berlanjutnya generasi-gen^asi pendukungnya.
Pengungkapan makna simbol kognitif ini didahului oleh des-kripsi tentang pola pemukiman di lingkungan perairan. Sebagai-mana dikemukakan di depan, pemukiman itu dapat dibedakan atas
pemukiman di lingkungan perairan darat dan di lingkungan perair-an laut.
C METODOLOGI
Salah satu sumber informasi adalah laporan perekaman tentang"pertumbuhan Pemukiman di lingkungan Perairan" dari 14 pro-pinsi yang serentak dihasilkan pada tahun" 1984/1985 dalamrangka kegiatan "Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebuda-yaan Daerah". Perelraman ini dikoordinasi oleh Sub-Direktoratlingkimgan Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisionaldalam bentuk penyusunan "Kerangka Acuan dan Pedoman Pelak-sanaan J^erekaman", pembahasannya dengan para peneliti/penulisdari masing-masing propinsi yang terlibat, serta penilaian, penyem-pumaan dan penyuntingan laporan.
Dalam "Kerangka Acuan" tersebut, kriterium penentu bahwasuatu pemukiman tergolong pemukiman di lingkungn perairanadalah bahwa sebagian besar penduduknya menggantungkan hi-dupnya pada sumber daya alam perairan. Kriterium ini menghasil-kan sebuah satuan pemukiman di perariran laut sebagai sampeldari sebagian besar propinsi yang bersangkutan (Peta 1).
Sumber informasi tertulis tersebut di atas dilengkapi dengansumber langsung dari lapangan, yaitu pemukiman di lingkunganperairan sungai dan rawa di Kalimantan Tengah, serta pemukimandi lingkungan perariran laut di pantai Jawa Barat (Peta 2 dan Peta3). Pemilihan Kalimantan Tengah didasarkan pada paling tinggi-nya tingkat ketergantungan pada simgai sebagai urat nadi prasa-rana perhubungan dibanding denan propinsi-propinsi lain. Tinggi-nya tingkat ketergantungan itu bukan saja karena padatnya jarringan sungai yang besar, melainkan juga karena hampir tiadanyajaringan jalan darat. Sementara itu, dasar pemilihan pantai JawaBarat adalah kemudahan dan kemurahan menjelajahinya.
Pembatasan lebih lanjut tentang wilayah penelitian lapangandi Kalimantan Tengah ditujukan ke Kabupaten Kapuas yang nie-rupakan daerah aUran Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas (Peta 4). Pola makro pemukiman dalam kabupaten ini benar-benarmengikuti pola jaringan sungai. Terbatasnya waktu menyebabkankunjungan langsung dibatasi pada pemukiman di sepanjang sungaidari Palangkaraya ke Kualakapuas. Informasi dikumpulkan dengan mengandalkan metode pengamatan dan wawancara sam^bil lalu.
Wawancara digunakan lebih intensif pada sejumlah pemu-kiman di sekitar Kualakapuas, yakni Desa Pantia dan Desa Pen-daka tapi dlam Kecamatan Kapuas Barat, Desa Mambulau, DesaDahirang, dan Desa Saipasah dalam Kecamatan Kapuas Hilir, sertaDesa Pulaumambulau, Desa Pulaukupang, dan Desa Selathulu(pemekaran Kampung Negara) dalam Kecamatan Selat (Peta 5).Di tiap kecamatan dan desa- ini, wawancara ditujukan pada parapejabat dan warga biasa. Wawancara ini dilengkapi dengan penga-matan langsung, terutama mengenai tata letak unsur-unsur pemu-kiman.
Selain berada pada bentangan tepi sungai mulai dari daratsampai ke atas perairan sungai, masing-masing dari ke- 8 desatersebut di atas dihuni oleh orang Dayak dan pendatang, terutamaorang Banjar dengan proporsi yang berbeda-beda. Berbagai pro-porsi ini pun terlihat pada agama dan kepercayaan yang merekaanut. Warga Dayak, umumnya, menganut agama Kristen dankepercayaan Kaharinga, sedangkan warga Banjar menganut agamaIslam.
Sementara itu, pemukiman di perairan laut di Jawa Barat yangdikunjungi terbatas pada pantai dari Jakarta ke Selat Sunda, danpantai Pelabuhan ratu. Kebanyakan warganya adalah orang Sundadan penganut agama Islam.
D. SUSUNAN LAPORAN
Semua informasi yang terkumpul melalui bahan tertulis, pe-ngamatan, dan wawancara ditunangkan dalam lima bab denganjudul "Analisis Pbla Pemukiman di lingkungan Perairan Indonesia". Bab I "Pendahuluan" mengetengahkan latar belakang,masalah, metodologi, dan susunan laporan. Secara singkat, isipendahuluan ini adalah gambaian tentang wujud wilayah Indonesia yang didominasi oleh perairan, tetapi belum dimanfaatkansecara proporsional. Selanjutnya dengan menggunakan satuan-satuan pemukiman di lingkungan perairan sebagai titik tolak,perencanaan peningkatan pemanfaatan perairan mungkin akanlebih berhasU dalam pelak^naannya. Aspek yang diangkat darikehidupan para pemukim yang bersangkutan dititikberatkan padasimbol kognitif dari sistem budayanya.
Bab II merupakan gambaran umum tentang pola pemukimandi lingkungan perairan laut dan perairan darat di Indonesia.
Perolehan informasi diandalkan pada bahan kepustakaan. Selan-jutnya Bab III tentang "Pola Pemukiman di Lngkungan PerairanDarat" dan Bab IV tentang "Pola Pemukiman di Lngkungan Perairan Laut" merupakan deskripsi yang bahannya, terutama berasaldari pengamatan dan wawancara. Inti uraian masing-masing babadalah tata ruang unsur-unsur satuan pemukiman yang mencakuprumah tempat tinggal dan prasarana serta sarana penunjang kehi-
dupan warga.
Bab V "Analisis", yakni tinjauan tentang simbol kognitifyang diungkapkan dari kedua kategori pemukiman di lingkunganperairan. Simbol kognitif ini dikaitkan denan aspek ekonomi,sosial, dan keamanan.
ON
lUPINA
PETAI INDONESIA
SEJUMLAH PEMUKIMAN 01
LiNGKUNGAN PERAIRAN
LAUT CiNA SELATAN
1
V\-C
t^wH
iw Tim
ur
V is
^ MALAYSIA
Vlbt^kudsf ,
wiungbolo)
L/iur
sui./iwest
,*
QLAUTAN
PASIFIK
unqotkokep
< \ A
Upon
g
4UAUT
JAW A
« MefunOBaulo
ycikuwinq^
rs!<
JW98
n
LAUr BANOA
Ktitrongon
* * * * Bofot
Ntgora
♦ • * • « Boiot Pro
pint
i
• Pfmukiman d
i Lingkungon Ptroifon
LAur nopes
tnaoii
^
LAUT APAFUPU
*ScT«nao
^^,^RAUAy
Sumher: Pro
yek IDKD, DEPD
IKBU
D, 1984/1985
APETA 2
PROPiNSIKALIMANTAN TENGAH
JALUR PENGAMATAN
Purukcohu
Kuolokutiun \
Buntok/
ibfmangtoyQMiosonaon
I \JL P»LAN6KARA«A , ,
Angkaienbun■ ©
Sompit
nikmdplsailf m&wm90m
sndotna //la
BANJARMASIN
LAUr JAWA
KETERAN6AN
Botos Propinsi——- Botac Kotwpatcn
—^ SungolAn{ir (Tcruson)
....... Jolur/Ttfnpat Pengamoton-donPcngumpulon tnfonnosl
(pi Ibu Koto Propinsi0 Ibu Koto Kcbupoten• Koto Kecomoton
oa
L A u r
J
J{. .W A
s PETA . 3.
,
i PROPINSr Jawa BA
RAT^
//
\ .*•*•*
T PHOP
« JAWA TCNOAH
A oiwum
'••••*• ••Mt ̂OpIlUt •
...._. Ittai KrtuWwl
H lk« K«l« AnWrnl
O A* K*la RrtavMM
• IM Ran Rtcamatai
• Tanaat Law
0X1 JAXAR1A
■lal
an N
atar
aJa
taa
Rna
laat
/ ^
\ KAB
i 8ARIT0 UTARA
KAMAYAN
PALANGKAAm^i' *
An|ir lAI
Sua«a
Botoa KODupatan/Koara '
f V > 7 , --tkVMtO pfOpt«»l/ ' ^
koDuPonn -■ ) •>'" J 1 >- \
• KAB
BAMTO SELATAN
(pukoto kaeomaiao
Panuunm pkMuAik
(f KUAt/MRa: 'KAI»UA5f;f*»""."
PftOPMSl
KALIklANIAN
SELATAN
JOti
Peta 4 Persebaran pemukiman penduduk di sepanjang tepianSungai Kapuas dan Kahayan di Kabupaten Kapuas
KUALAKAPUAS
■
B AB n
GAMBARAN UMUM
POLAPEMUKIMANDILINGKUNGAN
PERAIRAN INDONESIA
Istilah "perair^" dalam laporan ini menggambarkan suatuhamparan air yang proporsi luasnya di lingkungan setempat se-demikian rupa sehingga cukup menonjol sebagai ruang. Sementaraitu, "lingkungan setempat" di sini terwujud sebagai suatu satuanpemukiman, yaitu ruang tempat tinggal suatu kelompok ma-syarakat serta melakukan segala kegiatan untuk melangsungkankehidupannya.
Berdasarkan pengertian di atas, semua pemukiman dilingkungan perairan dapat digolongkan menjadi pemukiman dilingkimgan perairan darat dan pemukiman di lingkungan perairanlaut.
A. PEMUKIMAN DI LINGKUNGAN PERAIRAN LAUT
Wilayah Indonesia terdiri atas sekitar 3,3 juta km2 perairanlaut yang terkenal dengan nama Laut Nusantara, dan 1,9 juta km2daratan berupa pulau dan perairan yang menutupi sebagian kecilpermukaan daratan itu. Pertemuan antara perairan laut dan daratan itu terwujud sebagai garis pantai sepanjang 80.000-an kam.Pada sebagian garis pantai inilah masyai^at membentuk satuan-satuan pemukiman yang digolongkan sebagai pemukiman dilingkungan perairan laut.
11
Perairan laut antara Sumatera, Jawa, dan Kalimatan, sertaantara Irian Jaya, Maluku, dan Australia tergolong dangkal (ke-dalamannya kurang dari 200 meter, bahkan umumnya kurang dari100 meter). Daratan pulau yang berdampingan dengan perairanlaut dangkal ini, terutama di badian timur Sumatera, bagian se-latan dan barat Kalimatan, dan bagian selatan Irian Jaya penuhdengan hamparan rawa. Dengan demikian, satuan pemukimanyang ada di sini dapat dikatakan sekaligus merupakan pemukimandi lingkungan perairan laut dan perairan darat. Tidak jarang pula,satuan pemukiman itu berada di sekitar muara sungai (Peta 4).
Pusat satuan pemukiman, antara lain terdiri atas sejumlahrumah panggimg dengan ketinggian lantai sesuai dengan pengalam-an masyarakat setempat sehingga tidak terjangkau oleh pasanglaut yang normal. Jika satuan-satuan bangunan rumah berlapis-lapis ke arah tengah perairan laut, prasarana perhubungan ber-wujud jaringan *'gang layang" dengan lantai dan tiang dari kayuatau bambu (Gambar 1). Jika satuan bangunan rumah terdapatmasih dalam jangkauan pasang, hubungan ke tanah yang keringberwujud jembatan juga (Gambar 2). Jika tampak bangunanrumah cukup tinggi, waiga masyarakat sering membangun rumahtapas tanah.
Jika pusat satuan pemukiman tersebut di atas merupakanpinggiran suatu kota, warga masyarakat hidup di bidang jasaperkotaan dan atau perikanan. Contohnya adalah pusat pemukiman di pinggiran Kota Tanjungbalai di muara Sungai Asahan,Sumatera Utara. Jika pusat pemukiman itu terpendl sendiri,kebanyakan warga hidup dari perikanan laut, seperti di desa-desa nelayan di pantai timur Lampung dan pantai utara PulauJawa.
Di samping itu ada pula satuan pemukiman pantai yang warga-nya menyawahkan atau menambakka sebagian lahan pantainya.Dengan demikian selama musim barat yang ditandai oleh anginkencang d^ gelombang besar, para nelayan enggan melaut lalumengisi waktunya dengan bertani sawah atau tambak. Pemukimanseperti ini, antara lain ditemukan di pantai Kabupaten Gresikdi sepanjang Selat Madura (Peta 6).
Di pantai yang kering atau tidak berawa, pusat pemukimanterdiri atas sejumlah rumah tapas tanah. Lahan di sekitamyamerupakan bentangan sawah dan kebim kelapa. Warganya hidup
12
sebagai petani dan nelayan. Pemukiman seperti ini, antara lainterdapat di pantai utara Tangerang dan pantai selatan Malimping(Jawa Barat) dan pantai Teluk Bungus di selatan Kota Padang(Sumatera Barat), serta di pantai perairan laut dalam di sepanjangpantai Teluk Bungus di selatan Kota Padang (Sumatera Barat),seria di pantai perairan laut dalain di sepanjang pantai Sulawesi,Nusa Tenggara, dan Maluku.
Para penghuni pemukiman di lingkungan perairan laut ber-usaha membangun rumah dengan daya tahan sebesar mungkinterhadap pengaruh lingkungan alam pantai. Sungguhpun demikian,pemilihan bahan lebih ditentukan oleh kemampuan ekonomiwarga masyarakat yang bersangkutan. Umumnya, kondisi rumahdi satuan pemukiman yang pekeijaan utama warganya di bidangpemelayanan tergolong buruk.
B. PEMUKIMAN DI LINGKUNGAN PERAIRAN DARAT
Satuan pemukiman di lingkungan perairan darat yang ter-penting di Indonesia berada di tepi dan atau di atas perairansungai. Sebagian pemukiman ini sekaligus berada dalam lingkunganrawa dan perairan laut. Kondisi lingkungan perairan demikianmendorong pemukimnya membangun rumah panggung, bukanuntuk menghindari pasang laut, melainkan menghindari luapanair sungai di musim hujan.
Jenis pemukiman ini ditemukan di palung sungai besar didataran rendah pantai timur Sumatera, di bagian barat, selatan dantenggara Kalimantan, serta di bagian selatan Irian Jay a. Pusatpemukimannya dapat berada di darat tepi, di perairan tepi, dan diatas perairan simgai (Gambar 3). Tipe A, B, C, dan D banyakditemukan di Sumatera. Keempat tipe ini ditambah dengan tipe Editemukan di Kalimantan.
Keberadaan pusat pemukiman di lingkungan perairan sungailebih didorong oleh penggunaan sungai sebagai prasarana per-hubungan daripada penggunaannya sebagai sumber produksi.Faktor pendorong yang tidak kalah pentingnya adalah penggima-an air sungai untuk keperluan hidup sehari-hari, yaitu mandi,cuci, dan sering juga sebagai sumber air minum dan masak.
Sebagai prasarana perhubungan, sungai menghubungkan pusatpemukiman dengan areal pertanian, peramuan dan perburuan,serta satuan pemukiman yang lain. Penggunaan seperti ini semakin
13
menonjol di dataran yang belum mempunyai jaringan jalan darat.
Contoh yang paling jelas adalah dataran Kalimantan dan di bagian
selatan Irian Jaya.
Sejumlah kota pelabuhan muncul di pedalaman. Biasanya,bagian kota tertua berada di sepanjang tepi sungai bersama der-maga. Selanjutnya ke arah darat adalah pusat perdagangan dankawasan rumah tempat tinggal. Pola ini, antara lain ditemukan di
Pekanbaru, Jambi, Palembang, Palangkaraya, Banjarmasin,Samarinda, dan Kualakapusa.
Gambar 1
"Gang Layang" di Pemukiman di Atas
Perairan Pantai
DESA KRAMAT DAN SEKITARNYAKEC. BUN6AH, KAB. GRESIK, PROP. JAWA TIMUR
ANJUNGWEDORO
WATUAGUNG
KETERAN6AN
Sungal
Batas Desa
Jalan
PusQt Pemukiman
Tombak
Persawohan
15
Tip e Skets Letak Pokok Bangunon
Gambtn- 3
Kategori Pemukbmn di Lin^ngan Perairan Sungai
16
BAB III
POLA PEMUKIMAN DI LINGKUNGAN
PERAIRAN DARAT
Sebagaimana telah diuraikan di depan, perairan darat terdiriatas tiga kategori, yaitu simgai, danau dan waduk, serta rawa.Untuk Indonesia, perairan darat yang terpenting adalah sungai.Selain jumlahnya banyak, seluruh daratan terbagi habis olehdaerah aliran sungai atau dengan kata lain tidak ada satu punbagian daratan yang tercakup ke dalam lebih daii sebuah daerahaliran sungai.
Sementara itu, kebanyakan satuan pemukiman di Indonesiaberada di daratan sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk daratan. Ini berarti bahwa satuan pemukiman, umumnya, berada didaerah aliran sungai. Simgguhpun demikian, sesuai denganpengertian pemukiman di lingkungan perairan yang telah dike-mukakan di depan, hanya sebagian daii satuan pemukiman dapatdigolongkan sebagai pemukiman di lingkungan perairan, dalamhal ini perairan sungai.
Sebagaimana semua satuan pemukiman, satuan pemukiman dilingkungan perairan sungai pun terdiri atas pusat pemukiman danberbagai sarana penunjang para pemukim memenuhi kebutuhanhidupnya. Pusat pemukiman di sini adalah ruang yang digunakanuntuk membangun rumah tempat tinggal, khususnya untuk tidurdan melakukan kehidupan keluarga sehari-hari dengan segala^peknya. Istdah "pusat pemukiman" digunakan untuk meng-
17
gambarkan bahwa konflgurasinya relatif mengelompok di tengahpemntukan ruang lainnya.
A. PUSAT PEMUKIMAN
Secara makro, sebaran lokasi satuan pemukiman mengikutipola jaiingan sungai (lihat Peta 2, 4, dan 5). Sungguhpun demi-kian, dominasi perairan sungai sebagai ruang hanya terlihat padasebagian satuan pemukiman, yakni satuan pemukiman yang beradapada ruas sungai yang berperan sebagai prasarana perhubungan,khususnya pelayaran.
Ciri yang menonjol pada pusat daii suatu satuan pemukimandemikian ialah beijajamya bangunan rumah di sepanjang tepiruas sungai yang bersangkutan. Jumlah jajaran adalah sebuah(Gambar 4) atau lebih (Gambar 5). Dalam literatur, tata letakbangunan rumah seperti ini dikategoiikan ke dalam pola me-
manjang atau pola gaiis (linier).
Umumnya, proses pemekaran pusat pemukiman berawal daritanah darat tepi atau peralihan tanah darat tepi-perairan tepisungai, baik ke arah lebih ke darat maupun ke arah lebih keperairan. Pada pemekaran ke arah lebih ke darat, pusat pemukiman dilengkapi dengan prasarana perhubungan, misalnya berupajalan tanah atau bahkan "jalan layang** (teigantung pada kondisitanah) yang sejajar dengan arah tepi sungai. Hal serupa teijadijuga pada pemekaran ke arah perairan, bahkan dalam hal ini,prasarana itu berupa "jalan layang" (Gambar 6).
Berbarengan dengan pemekaran ke kedua arah itu sehinggaterbentuk beberapa jajar atau lapis bangunan rumah, munculpula jalan dengan arah memotong jenis jalan pertama, yakni ber-arah darat-tepi bahkan perairan tepi sungai. Sesuai dengan kondisitanah dan perairan, jalan ini dapat berupa jalan tanah dan "jalanlayang" yang dibangun di atas tiang (Gambar 7). Jenis jalan inipula yang digunakan oleh sekelompok pen^uni bangunan rumahmenuju "batang" (pepjelasan di belakang).
Pada perkembangan terakhir, pola pusat pemukiman merupa-kan petak-petak sepi empat yang terdiri atas jenis jalan yang sejajar dengan arah tepi sungai dan jenis jalan yang memotongnya.Kelokan-kelokan jalan tampaknya mencerminkan perimbangankekuatan pemilikan atas tapak bangunan rumah.
18
Pad a tingkat satuan bangunan rumah, situsnya dapat dibeda-kan atas tiga kategori, yaitu di tanah darat, pada peialihan tanahdarat-perairan tepi, dan di atas perairan sungai (Gambar 3). Se-lanjutnya sesuai dengan pengalaman pemukinian tentang. ̂rak-geiik peimukaan air sungai, bangunan rumah di tanah darat adayang didiiikan di atas tiang (rumah panggung) dan ada yang di-dirikan rapat dengan tanah.
Sementara itu, bangunan rumah pada peralihan tanah darat-perairan tepi sungai ada yang keseluruhannya didirikan di atastiang, tetapi ada pula yang sebagian bangunannya didirikan rapatdengan tanah dan sebagian lagi, yakni di sisi perairan tepi, didirikan di atas tiang. Ada pun bangunan rumah di atas perairantepi didirikan di atas tiang atau di atas bantalan apung.
Bahan untuk tiang pada rumah panggung adalah jenis kayuyang menurut pengalaman para pemukim tahan air dan lumpurjika tapaknya berupa tanah rawa. Pembangunan fondasinya punmemperlihatkan teknologi khusus. Pada kedalaman tertentu ditanah rawa tersebut, pasangan-pasangan kayu tahan air dan lumpurdibaringkan dengan denah sesuai dengan denah lantai bangunanrumah. Di sela pasangan kayu inilah tiang rumah didirikan sede-mikian rupa sehingga bangunan rumah tidak merosot ke dalamtanah. Penahan tiang ini adalah pasak yang melintang pada pasangan baringan kayu tadi (Gambar 8).
Konstruka fondasi bangunan rumah seperti ini banyak di-temukan di tanah darat basah di tepi sungai di Kalimantan Tengah.Bahan kayu diramu dari hutan setempat.
Bahan bantalan untuk rumah apung di Kalimantan adalahkayu gelondongan yang berukuran besar dari jenis meranti, hanju-lutung, lentang, dan lahan. Semua kayu ini tergolong ringan agarselalu mengapung atau tidak tenggelam.
Konstruksi bantalan apung terdiri atas tiga potong gelondongyang membujur sepanjang bangunan rumah. Ketiga gelondongitu dihubungkan oleh beberapa balok melintang yang sekaligusmenjadi tumpuan lantai dan keran^a atas rumah.
Seperti bahan bantalan, bahan rumah apung dipiUh yangringan. Misalnya, daun rumbia untuk atap, kayu ringan atauanyaman bahan tertentu sebagai dinding. Agar tidak hanyut,rumah apung ("lanting" di Kalimantan) ditambatkan pada tong-gak-tonggak yang dipancangkan di tanah darat atau di dasar
19
sungai. Dengan demikian» lanting dapat dipindah-pindahkan sesuaidengan keinginan pemiliknya (Gambar 9). Sementara itu, rumahapung dapat naik dan turun sesuai dengan naik turunnya per-mukaan air.
Di sungai-sungai di Kalimantan Tengah, penghuni rumah apungadalah pendatang dari daerah hilir, yakni orang Banjar yang belummemperoleh bidang tanah darat sebagai tapak rumah. Ranah asliorang Banjar adalah Kalimantan Selatan yang merupakan muarasebagian sungai yang mengalir dari wilayah Kalimantan Tengah.
Biasanya, perolehan tapak rumah harus melalui izin penduduksetempat (dalam hal ini, orang Dayak). Izin ini sekaligus sebagaipertanda bahwa pendatang diterima sebagai warga.
Salah satu bangunan apung non rumah tempat tinggal yangbiasanya digunakan oleh beberapa rumah tangga dinamakan"batang". Batang adalah tempat mandi, mencuci, menating airminum dan masak, jamban, dan sekaligus sebagai dermaga. Jambanditempatkan di salah satu pojok dan diberi dinding dengan pintuyang mengarah ke hulu (Gambar 10).
Pusat pemukiman yang sekaligus menjadi pusat pemerintahandesa, biasanya, memiliki sejumlah bangunan umum. Tapakbangunan umum ini, biasanya, berada di tanah darat, apalagi jikadibangun oleh pemeimtah. Bangunan umum itu, antara lain adalahgedung sekolah, Puskesmas, dan bangunan kantor. Di samping ituada pula bangunan ibadah, seperti mesjid dan gereja (lokasinya,antara lain dapat dilihat pada Gambar 4).
B. UNSUR-UNSUR LAIN DALAM SUATU SATUAN PEMU
KIMAN.
Di luar kawasan pusat pemukiman, unsur-unsur suatu satuanpemukiman di lingkungan perairan sungai adalah pekuburan danruang produksi (antara lain pertanian dan perikanan). Pada masya-rakat Dayak yang menganut "Kaharingan", lokasi pekuburan berada si arah hilir pusar pemukiman yang dicapai melalui sungai(Gambar 11). Tampaknya, jenazah dibujurkan sejajar dengansungai.
Penguburan tersebut bersifat sementara, yakni sampai kerabatyang ditinggalkan mampu melaksanakan upacara "tiwah" yangcukup besar biayanya. Tengkorak dan tulang-belulang dikumpul-kan untuk disimpan dalam suatu wadah, biasanya berupa guci per-
20
selen Cina, lalu ditaruh dalam "sandung", yakin sebuah bangunanpanggung yang didirikan di depan rumah (Gambar 12, 13).
Bangunan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tiwahadalah "sapundu", yakni patung kayu berbentuk tiang (Gambar14). Biasanya, dua "sapundu" didirikan masing-masing di sebelahkanan dan kiri pintu pekarangan, yang melambangkan pasanganlelaki dan perempuan. Pada "sapundu" iriilah hewan korban"tiwah" ditambatkan.
Menempatkan pekuburan di hilir satuan pemukiman masihdipertahankan oleh warga satuan pemukiman yang telah menga-nut agama Kristen. Sementara itu, lokasi pekuburan satuan pemukiman yang warganya beragama Islam tidak terpisah jauh daripusat pemukiman, bahkan sebagai akibat pemekaran, pekuburanitu telah berada di tengah pusat pemukiman yang bersangkutan.
Unsur lain di luar ruang pusat pemukiman adalah lahan per-tanian, baik berupa ladang, sawah, maupun kebun. Biasanya,lahan pertanian itu berada di belakang pusat pemukiman, bahkanada juga di seberang sungai. Hutan di sekitar pemukiman pun di-manfaatkan sebagai tempat meramu berbagai hasil hutan, sepertikaret liar dan rotan yang digunakan sebagai bahan baku usahakerajinan. Hasil kerajinan ini mulai dipasarkan sehingga menambahpendapatan warga.
Ruang produksi lainnya adalah perairan darat sendiri, baikberupa sungai, danau, dan rawa. Intensitas kegiatan perikanantampaknya bersaingan dengan intensitas penggunaan perairansebagai prasarana perhubungan, termasuk penghanyutan kayugelondongan. Oleh karena itu, perairan darat yang kurang ramaidigunakan sebagai prasarana lalulintas, kegiatan perikanan lebihmenonjol. Demikianlah misalnya ditemukan disatian pemukimansekitar Sungai Jantur, Kalimantan Timur (Gambar 15) dan sekitarDanau Tempe di Sulawesi Selatan. Produksi ikan yang cukup me-limpah mendorong warga setempat untuk mengawetakannyasebelum dipasarkan (Gambar 16).
Sejalan dengan pengertian tentang satuan pemukiman di ling-kimgan perairan yang digunakan dalam penelitian ini, kegiatanyang paling kentara adalah penggunaan perairan sungai sebagaiprasarana perhubungan, baik antar rumah dalam sebuah satuanpemukiman dan lebih-lebih antar satuan pemukiman di sepanjangsebuah sungai.
21
Penggunaan perairan sungai sebagai prasarana perhubungandapat dikategorikan menjadi kegiatan yang berkaitan denganadanya kota pelabuhan besar di pedalaman, dan yang berkaitandengan kondisi tiadanya jaringan jalan darat di sekitar sepanjangsungai. Kategori pertama ditemukan pada sungai-sungai besardi dataran timur Pulau Sumatera, khususnya antara muara sungaidengan kota pelabuhan Palembang. Jambi, dan Pekanbaru. Saranaperhubungan yang menonjol di sini adalah kapal-kapal yangrelatif besar. Kegiatan angkutan dengan kapal besar ini umumnya,kurang berkaitan dengan satuan-satuan pemukiman yang berada disepanjang sungai yang bersangkutan karena tujuannya bukanlahmengangkut penumpang dan barang antar pemukiman itu.
Kategori kedua ditemukan di sungai-sungai besar di ICaliman-tan Timur, serta dataran rendah di bagian selatan Irian Jay a.Penggunaan sungai sebagai prasarana perhubungan di sini bukansaja antara daerah pedalaman dan pantai, tetapi juga antar satuanpemukiman di sepanjangnya. Fungsinya benar-benar menggantikanfungsi jalan darat yang masih langka.
Dengan demikian, kita mengenal angkutan jarak dekat danangkutan jarak jauh. Angkutan jarak dekat yang paling ekstrimadalah antar tempat dalam satuan pemukiman yang bersifat kota,seperti Banjarmasin, Samarinda, Palangkaraya, Pontianak, dankota-kota kabupaten yang berada di suatu sungai besar. Saranayang digunakan mulai dari perahu dayung sampai perahu motor(Gambar 17). Suasana di terminal angkutan sungai ini tidak ber-beda dengan suasana di terminal angkutan darat.
Angkutan jarak jauh menggunakan sarana berupa bus air(Gambar 18) dan perahu motor cepat. Samaa seperti ini, terutamaditemukan di sungai-sungai besar di Kalimantan. Sebagaimanalayaknya angkutan jarak jauh di daratan, angkutan jarak jauh disungai ini pun mengikuti aturan-aturan yang baku dalam berla-lulintas, seperti yang berkenaan dengan rambu-rambu lalulintas(Gambar 19) dan tempat-tempat perhentian untuk beristirahatatau makan, serta ongkos angkutan. Ruas-ruas yang rawan adalahdi sepanjang anjir (terusan) antarsungai atau antardua tempatdalam sebuah sungai karena biasanya sempit dan padat pemukiman disepanjang tepinya (Gambar 19). Tempat rawan lainnyaadalah penimbunan kayu gelondongan (Gambar 20)
22
C. ILUSTRASI
Untuk mempeijelas deskripsi komprehensif di depan, polaempat satuan pemukiman di lingkungan perairan sungai di Kalimantan disajikan di bawah ini. Tiga buah berada di Sungai Kapuas(Kalimantan Tengah) dan sebuah di Suangai Jantur (KalimantanTimur).
1. Satuan Pemukiman (Desa) Pantai (Gambar 21).
Desa Pantai merupakan bagian wilayah Kecamatan KapuasBarat, Kebupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Luas wilayah DesaPantai adalah 7.800 ha.'Sebagian kecil, yaitu 200 ha merupakankawasan pusat pemukiman (kompleks rumah tempat tinggal).
Pusat pemukiman terdiri atas dua jalur, yakni jalur di tepisungai dan jalur di seberang jalan utara oleh rawa. Sejumlahbangunan rumah di jalur tepi sungai dan di seberang jalan didepannya menggunakan sebuah '*batang" bersama yang dibangundi atas perairan sungai. Pola ini memungkinkan warga sejumlahrumah yang bersangkutan dengan mudah menggunakan sungaibaik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan air, maupunprasarana perhubungan.
Dari hutan di belakang pusat pemukiman mengalir delapansungai kecil yang digunakan sebagai batas rukun tetangga. Ditengah hutan di sebelah barat pusat pemukiman bagian utara ter-dapat areal sawah dan ladang. Sawah dan ladang pun merekabuka di seberang sungai, juga di tengah hutan sehingga tidak ke-lihatan dari tengah sungai.
Terpisah oleh hutan di sebelah selatan areal sawah dan ladangseberang sungai itu adalah areal pekuburan yang rapat deng^ tepisungai. Tampaknya pekuburan ini lebih dikhususkan untuk penga-nut Kiisten. Kuburan ini cukup terpelihara.
Penduduk Desa Pantai, terutama terdiri atas orang DayakNgaju sebanyak 1.309 jiwa yang terbagi atas 393 kepala keluarga.Lebih dari separuh (52,2%) menganut agama Islam, 38,3% menga-nut agama Kristen; dan selebihnya menganut Kaharingan. Penga-
nut Islam mempunyai sebuah mesjid sederhana di tengah jalurpemukiman sebelah utara.
23
2. Satuan Pemukiman (Desa) Pulaukupang (Gambar 5).
Desa Pulaukupang merupakan bagian wilayah KecamatanSelat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Nama desa diambil-kan dari nama sebuah pulau kecil di tengah perairan Sungai Kapuas. Pusat pemukiman tidak berada di Pulau Kupang, tetapi di tepitimur sungai.
Berdasarkan pertapakannya, bangunan rumah terdiri atas tepidarat, peralihan tepi darat-tepi perairan, dan di atas perairansungai. Kedua golongan pertama merupakan rumah panggung,dan golongan terakhir merupakan rumah apung. Tepi sungai di se-panjang pusat pemukiman cukup terjal, terutama ketika air sedangsurut.
Walaupun merupakan tanah aslinya, orang Dayak hanya seba-gian kedl dari penduduk Pulaukupang. Mereka mendiami rumahdi tepi darat. Sebagian besar penduduk desa ini adalah pendatangBanjar. Mereka bukan saja menghuni rumah apung, tetapi jugamenghuni rumah pada peralihan tepi darat-tepi sungai, bahkansebagian rumah di tepi darat. Bangunan ibadan adalah dua mesjidyang berada di tengah jalur terdarat, yakni di sebelah timur jalandesa.
Di belakang jalur rumah terdarat terdapat areal kebun kelapa,dan semakin ke arah darat terdapat.areal persawahan. Dari tepiSungai Kapuas ke tengah areal sawah itu, penduduk telah mem-buat terusan kecil G'handil), yaitu Handil Barais di bagian utaradan Handil Jangkit di bagian selatan. Selain berfungsi sebagaipencuci tanah sawah, handil digunakan sebagai prasarana per-hubungan di waktu pasang. Karena lebarnya hanya tiga meter,sarana yang digunakan hanyalah perahu (jukung).
3. Satuan Pemukiman (Desa) Pulaumambulau (Gambar 22).
Desa Pulaumambulau juga merupakan bagian wilayah Kecamatan Selat dan berada di tepi Sungai Kapuas. Batas utara desaadalah mulut Anjir Serapat yang menghubungkan Sungai Kapuasdengan Sungai Barito. Melalui anjir inilah sarana angkutan sungaiberlayar dari Palangkaraya ke Kualakapuas terus ke Banjarmasindan sebaliknya. Sebuah jembatan kayu melengkung menghubungkan Desa Pulaumambulau dengan Desa Mambulau di sebelah uta-ranya.
24
Karena berada di seberang Kota Kualakapuas (ibu kota Kabu-paten Kapuas), bangunan mmah di Desa Pulaumambulau cukuppadat dan berderet-deret di sepanjang tepi sungai. Keempat kate-gori pertapakan rumah, seperti yang diperlihatkan oleh Gambar3 terdat di desa ini.
Di perairan tepi sungai terdapat empat "lanting" (1,5%) danrumah panggung (2,0%). Pada peralihan perairan tepi-darat tepiterdapat rumah panggung (30%), pada darat tepi antara tepi sungaidan jalan desa terdapat 45.5% bangunan rumah, dan di seberangjalan masih ada 21,0% lagi. Jumlah bangunan rrumah sekitar 386buah.
Unsur lain di pusat pemukiman Pulaumambulau adalah sejumj-lah "batang", sebuah mesjid, sebuah SD, sebuah kantor/rumalTkepala desa, sebidang pekuburan Islam, kawasan kebun/belukar,dan areal sawah pasang-surut. Kebun/belukar dan sawah beradadi belakang pusat pemukiman.
Sebagian besar (13%) penduduk Pulaumambulau adalah orangDayak. Sekitar 70% di antaranya menganut agama Islam dan 30%lagi menganut Kaharingan. Penduduk selebihnya (30%) adalahpenganut Islam, yang terdiri atas pendatang Banjar dan Jawa.
4. Satuan Pemukiman (Desa) Jantur (Gambar 4).
Desa Jantur adalah bagian wilayah Kecamatan Muara Muntai,Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Medannya berupa pulaudi antara dua cabang sungai Jantur dan tepi luar kedua cabang itu.Di musim hujan medan Desa Jantur tergenang.
Pusat Pemukiman berpola lingkaran. lingkaran dalam beradadi sekeliling tepi pulau. Di tengah lingkaran dengan arah utaraselatan terbentang sebuah jembatan kayu dengan bangunan rumahdi kedua tepinya Selain bangunan rumah, di pulau ini terdapatpula sebuah mesjid, dua SD, sebuah kantor desa, sebuah Puskes-mas, dan sebuah balai pertemuan. Di kedua ujung jembatan terdapat dermaga.
Di atas perairan kedua cabang Sungai Jantur terdapat bebera-pa rumah apung. Lingkaran luar pusat pemukiman berada di darattepi cabang Sungai Jantur. Di paruh lingkaran utara yang disebut"Jantur Lama" terdapat sebuah mesjid dan sebuah SD lagi.
25
Selanjutnya, kedua cabang Sungai Jantur bertemu kembalimenuju Danau Jantur sejauh tiga kilometer di sebelah barat,Danau Jantur inilah sumber penghidupan warga Jantur, yaitu dibidang perikanan. Sarana an^tan yang diguanakan adal^ pera-hu dayung. Jika hasil tangkapan melimpah, ikan diawetkan dengancara menjemumya di bawah panas matahari CGambar 15 dan 16).
26
DESA JANTUR
KEC. MUARA MUNTAI,KAB. KUTAI, KALIMANTAN TIMUR
g
g
DanouJantur
B
B A R 'J
KETERANGAN
iiliiimiii Jembaton Umum
Qr Oermogo Umum^ Sekolah Das'ar
MesJJd
Bolal Per'temuon
Kantor Oesa
( In Perumohon
Q Rumah Terapung
B Puskesmas
Gambar4
27
DESA PULAUKUPANGKEC.SELAT, KAB. KAPUASPROP. KALIMANTAN TENGAH
H. Bora 15
m
KETERANGAN
Belukar
Persawahan
Tonotnan Kelapa
Jalan
jL. Mesjid
03— Batong
Q Bangunan Rumah
^ Lanting( RumahTerapung
Gambar 5
28
%
Gambar 6
"Jalan Layang" Sejafar dengan Sungai
Gambar 7
"Jalan Layang" dari Darat ke Tepi Sungai
a
[• '
I'll
:4t»-s.
m
Gambar 8
Konstruksi Fondasi Rumah Panggung di Rawa
Gambar 9
Rumah Apung di Sungai Kapuas
Gambar 10
"Batatig" cli Suiigai Martapura, Kalvmntan Sektan
.-l-:
Gambar 11
Pekuburan Sementara Penganut Kaharingan
di Tepi Sungai Kapuas, Kalimantan Tengah
Gambar 12
"Guci Porselen, Tempat Tengkorak dan Tulang
Gambar 13
"Sandung" diPekarangan Rumah
Gambar 14
"Sapundu " di Pin tu Pekarangan
.-£'J.l"-
Gambar 15
Kegiatan Perikanan Tradisional di SungaiJantiir, Kalimantan Timur
Gambar 16
Pengawetan Ikan Secara Tradisionaldi Pemukiman Sekitar Sungai
Jantur, Kalimantan Timur
i ■
Gambar 17
Angkutan dalam Kota Melalui Sungaidi Kualakapuas
mmL
Gambar 18
Bus Air antara Palangkaraya dan Kualakapuas
Gambar 19
Rambu Lalulintas di Sebuah "Anjir"
antara Kualakapuas dan Banjarmasin
Gambar 20
Penimbman Kayu Gelondongan
di Sungai Kapuas, Kalimantan Tengah
DESA PANTAI
Q Dafonq
___ Jolon
:PusotF ctimkitiion
FVvsOrtOhoti
ROJfO
Hulon
Mpr|id
Kuburan
Gambar 21
Desa Pantai Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas
Propinsi Kalimantan Tengah
36
DESA PULAUMAMBULAUKEC. SELAT,KAB. KAPUAS,
KALIMANTAN TENGAH
KETERAN6AN
Jolan
□
ID- Batang
Kuburan
iik Mesjid
DESA
MAMBULAU
□nDnponPn
An/fr Serapat
noaDC
vv/virv/i JembQton
Kebun/Belukar
PersQwahon
Bangunan Rumah dt DaratBangunan Rumah Sebogiandi Darat, Sebogian di Atas Air
Lanting (Rumah Terapung)
m Kontor/Rumah Kepala Desa
Perusahaan Kayu
Gambar 22
37
BAB IV
POLA PEMUKIMAN D! LINGKUNGAN
PERAIRAN LAUT
Sebagaimana dikemukakan dalam bab *TendahuIuan", se-jumlah satuan pemukiman di Indonesia teigolong pemukiman dilingkungan perairan laut. Selain perairan laut merupakan ruangyang dominan, sebagian besar penghuni pemukiman demikianmenggantungkan hidupnya pada sumber daya alam laut itu.
Satuan pemukiman demikian sudah sejak lama mimcul dantumbuh, bahkan ada pula yang memudar dan lenyap pada bebe-rapa bagian pantai Laut Nusantara. Seandainya kita menerlmateoii bahwa nenek moyang berasal dari daratan Asia Tenggara,konsekuensinya adalah satuan pemukiman di pantai merupakanhunian tertua. Dari pantai itulah mereka memasuki pedalamanmelalui sungai.
Uraian dalam bab ini adalah deskripsi tentang unsur-unsursatuan pemukiman di lingkungan perairan laut. Unsur-unsur itumeliputi pusat pemukiman, dalam arti kawasan tempat rumahtempat tinggal dan bangunan lainnya, termasuk prasarana umumdan sarana penunjang kehidupan waiga masyarakatnya. Prasaranadan sarana ini pun terdapat di luar kawasan pusat pemukiman,seperti prasarana perhubungan keluar dan ruang iintuk melakukankegiatan produkri.
38
A. PUSAT PEMUKIMAN
Pusat pemukiman di lingkungan perairan laut berada padapantai yang cukup terlindung dari gelombang dan angin laut olehpulau atau gugusan pulau. Keterlindungan itu sering juga ditunjang..oleh posisinya di sekitar teluk dan muara sungai (Gambar 23,24,25). Jika pusat pemukiman itu berada pada. pantai yang relatifterbuka, jaraknya adalah sekitar 300-500 meter dari garis pantaidan pada medan wilayah yang relatif tinggi (Gambar 26), atau jikadekat pantai, seperti Desa Bajoe (Sulawesi Selatan) dan DesaSerengan (Bali), para warga membuat tumpukan batu karang disekitar bangunan rumahnya sebagai penahan gelombang laut.
Tata letak bangunan rumah di perairan laut ini, umumnya,memanjang sejajar dengan garis pantai, dan terdiri atas beberapalapis baik ke arah darat maupun ke arah perairan sesuai denganjumlah penduduk dan ruang yang tersedia. Pola jajar berlapis,biasanya, disertai jajar jaringan prasarana jalan darat dan tiaprumah berada di tepi jalan itu. Sementara itu, bangunan rumahpada pusat pemukiman di sekitar muara sungai beijajar di kanan-kiri sungai dan jaringan jalan (Gambar 27), sedangkan pusat pemukiman yang berada di suatu pulau yang relatif kedl, sepertiDesa Tapakkuda (Sumatera Utara) dan Desa Bungin (NIB),bangunan rumahnya memenuhi pulau, tetapi beijajar sesuaidengan jaringan jalan (Gambar 28) atau menyebar memenuhipulau (Gambar 29).
Pertapakan bangunan rumah warga masyarakat pemukimandi lingkungan perairan laut dapat dibedakan menjadi tiga kategori,yaitu di tanah darat, pada peralihan tanah darat dengan perairan,dan di atas hamparan air. Bangunan rumah di tanah darat adayang didirikan langsung rapat tanah dan ada pula berupa rumahpanggung. Sementara itu, bangunan rumah pada peralihan tanahdarat-perairan atau dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, sertadi atas hamparan air merupakan rumah panggung (Gambar 30,31).Pemilihan bentuk rumah ini disesuaikan dengan pengalaman wargasetempat, terutama berkaitan dengan luapan air pasang agar tidakmasuk ke ruang rumah.
Arah menghadap atau orientasi bangunan rumah di lingkunganperairan laut menampakkan pola tertentu. Umumnya, rumahmenghadap ke perairan dan atau ke jalan/gang. Di Desa Bajo,Kecamatan Moutong, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah,
39
bangunan rumah yang berada di pantai menghadap ke hamparanair, sedangkan bangunan rumah di tanah darat menghadap kejalan. Sementara itu, bangunan rumah pada pusat pemukimanyang relatif jauh dari pantai, seperti Desa-desa Geunteng (Aceh),Upang (Sumatera Selatan), Kragan (Jawa Tengah), dan Kramat(Jawa Timur), umumnya, menghadap ke jalan desa.
Beberapa pusat pemukiman di pantai utara Pulau Jawa, sepertiDesa Kragan dan Desa Kramatj di samping tidak menghadap kelaut, bangunan rurtiah <relatif rendah. Menurut warga setempat,cara ini dimakstidkan urituk menghindari terpaan angin laut yangcukup keras dan lenibab.
Bahan utama bangunan rumah para pemukim di lingkungan
perairan laut adalah kayu. Umumnya, masyarakat di pemukimanini mengenal jenis kayu yang daya tahannya cukup besar ter-hadap pengaruh' air laut. Warga masyarakat Desa Tabanio(Kalimantan Barat), dan Desa Bokori (Sulawesi Tenggara), misal-nya, menganggap bahwa kayu ulin memenuhi persyaratan itu.Sementara itu, warga masyarakat Desa Bajo (Sulawesi Tengah),Desa Bungin (NTB), dan Desa Tobati (Irian Jaya) menganggapkayu bakau yang paling baik, sedangkan warga masyarakat disepanjang pantai Jawa Tengah, Jawa Timur, termasuk PulauMadura, dan warga Pasir belah di Sumatera Barat menganggapkayu jati yang paling baik. Selanjutnya, masyarakat DesaTapakuda (Sumatera Utara) memilih kayu nibung, sedangkanwarga Desa Geunteng di Aceh menganggap jenis kayu "halaban"adalah yang paling baik. Berbagai jenis kayu itu adalah terbaik dilingkungan setempat, dan setiak-tidaknya digunakan untuk bagianbangunan yang sering terendam air, khususnya tiang sehinggabangunan rumah tahan lama.
Bahan atap rumah, sesuai dengan sumber daya alam setempatadalah dedaunan yang dianyam, seperti rumbia, pelepah sagu,dan alang-alang. Selain mudah didapat dan murah, alasan peng-gunaan dedaunan ini oleh warga Desa Nain (Sulawesi Utara),Desa Bungin (NTB), dan Desa Tobati (Irian Jaya) adalah lebihtahan terhadap pengaruh angin laut yang bergaram dan dapatmerendam panas matahari sehingga ruang dalam rumah tetapsejuk. Sebaliknya, atap seng, menurut pengalaman mereka, selainmahal juga mudah berkarat dan ruang dalam rumah lebih.panaspada siang hari. Sun^uhpun demikian, cukup banyak rumah yangtelah beratap seng dan genteng. Tampaknya penggunaan kedua
40
bahan ini lebih mencerminkan kemampuan ekonomi pemilikrumah yang bersangkutan.
B. UNSUR-UNSUR LAIN DALAM SUATU SATUAN PEMUKIM-AN.
Prasarana dan sarana penunjang kehidupan warga pada setiappusat pemukiman tidak sama antara satu dengan yang lain. Pusatpemukiman yang sekaligus menjadi pusat satuan pemukimanmemiliki prasarana dan sarana yang relatif lengkap, seperti bangun-an perkantoran, pertokoan (pasar), pendidikan, dan prasarana per-hubungan di dalam dan ke luar.
Prasarana perhubungan utama warga masyarakat di lingkunganperairan laut adalah hamparan air. Sungguhpun demikian, setiapkelompok masyarakat selalu berusaha melengkapi pusat pemukim-annya dengan prasarana perhubungan darat. Sejumlah pusat pemukiman yang berada di pantai kering dan tidak berwama memiliki prasarana perhubungan darat (jalan) yang cukup memadai,seperti diperlihatkan pada sejumlah gambar yang disajikan didepan.
Sementara itu, warga di pusat pemukiman yang beradalangsung di atas hamparan air, seperti Desa Tobati, KecamatanJayapura Selatan, Kotamadya Jayapura, dan pinggiran KotaTanjungbalai di Sumatera Utara membuat "jembatan layang"dari kayu sebagai prasarana perhubimgan antarrumah dan dengandaratan (Gambar 32). Hal serupa terlihat juga pada pusat pemukiman yang berada di peralihan tanah darat dan perairan. Akantetapi ada juga pxisat pemukiman di atas hamparan laut, sepertidi perairan Pulau Yapen, Irian Jaya, yang rumah-rumahnya tidakdihubungkan oleh "jembatan layang" sehingga kontak sosialantarwarga kurang intehsif. Kontak sosial lewat perahu.
Selaitjutnya, sarana perhubungan, baik untuk kegiatanproduksi maupun angkutan sehari-hari adalah perahu, tetapidengan peralatan yang berbeda sesuai dengan penggunaan danjarak yang ditempuh. Perahu untuk hubungan lokal, mis^ya,cukup dilengkapi dengan dayung saja, sedangkan untuk jarakagak jauh sering dilengkapi dengan motor tempel atau layarseperti dalam kegiatan perikanan pantai.
Dermaga atau tempat menambat perahu merupakan unusrpenting dalam satuan pemukiman di lingkungan perairan laut, baiksebagai milik umum maupun milik pribadi. Dermaga milik prlbadi
41
bagi penghuni yang nimahnya berada langsung di hamparan ?irdibangun di bagian depan atau belakang rumahnya sesuai denganhadapannya. Hal serupa terlihat juga pada bangunan rumah yangpertapakannya berbatasan langsung dengan perairan. Sementaraitu, warga di pusat pemukiman yang agak jauh masuk ke darat,bahkan di lereng bukit seperti di Kampung Cikubang, KecamatanBojonegara, Kabupaten &rang, Jawa Barat (Gambar 33) meng-gunakan perairan terdekat dengan perumahan dan jaringan per-hubungan darat, serta terlindung dari hempasan gelombang sebagaidermada. Tempat seperti ini, biasanya, adalah hilir suatu sungaikecil.
Prasarana lain yang merupakan unsur pemukiman di lingkung-an perairan laut yang berfungsi sebagai pusat nelayan setempatadalah tempat pelelangan ikan (TPI). Letaknya dekat dengandermaga dan sarana perhubungan darat ke luar sehingga mem-perlancar distribusi ikan.
Air tawar merupakan kebutuhan pokok yang sering menjadimasalah dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat -dilingkungan perairan laut. Jika pusat pemukiman berada di daratan,sumber air tawar adalah sumur. Jika pusat pemukiman beradadi atas hamparan air, di medan yang berawa, atau di tanah daratyang aimya payau, sumber air tawar adalah hujan (Gambar 34 dan35) atau sumber lain yang agak jauh. Sesuai dengan lokasi pusatpemukiman, sumber lain itu dapat berada di seberang selat sempit(seperti di Desa Bukori di Sulawesi Tenggara), atau di arah hulusungai.
Prasarana lain, walaupun tidak selaii dimiliki oleh setiapsatuan pusat pemukiman di lingkungan perairan laut adalah per-kantoran, pasar, sekolah, dan Puskesmas. Beberapa prasaranaini, biasanya, saling berdekatan dan berada tidak jauh dari jalanutama pusat pemukiman yang bersangkutan sehingga mudahdijangkau oleh warga masyarakat.
Mesjid dan atau tempat ibadat yang lain serta pekuburan merupakan prasarana yang senantiasa dimiliki oleh suatu pusatpemukiman. Tempat ibadat ini biasanya berada di antara perumahan penduduk, baik tapas tanah maupun panggung sesuaidengan kondisi medan setempat. Sementara itu, letak pekuburanpada mulanya berada di luar agak di bagian atau pinggir pusatpemukiman. Karena pemekaran, letak pekuburan seakan-akan ber-
42
alih ke tengah piusat pemukiman. Biasanya, pekuburan beradapada daratan yang relatif tinggi sehingga tidak tergenang air.
Unsur lain di luar ruang pusat pemukiman adalah niangproduksi. Wujud ruang produksi yang menonjol pada pusat pemukiman yang berada di pulau-pulau yang relatif kecil, sepertiDesa-desa Tapakkuda (Sumatera Utara), Telukuhu (Riau), Pintandan Betok (Kalimantan Barat), Bukori (Sulawesi Tenggara), Nain(Sulawesi Utara), dan Bungin (NTB) adalah perairan laut.
Daerah penangkapan para nelayan itu tidak terbatas di perairan di sekitar pusat pemukimannya, tetapi kadang-kadang jauhdi luar wilayah administratifnya. Mereka beranggapan bahwalaut adalah sumber penghidupan yang dapat dimanfaatkan olehsetiap orang. Perairan yang diperkirakan banyak ikannya akandidatangi jika peralatan yang dimiliki memungkinkan. Karena itu,sering dijumpai nelayan dari Barus dan Sibolga (Sumatera Utara)menangkap ikan di perairan Bengkulu, nelayan dari Indramayu,Tegal, dan Pekalongan menangkap ikan di perairan sekitar Banten,bahkan di pantai timur Lampung, nelayan dari Sulawesi Selatanmenangkap ikan di sekitar Pulau Flores. Dengan kata lain, bataskawasan penangkapan ikan dipolakan oleh kemampuan peralatanyang digunakan dan batas negara.
Saj^a yang digunakan oleh nelayan terdiri atas dua bagianbesar, yakni sarana angkutan dan alat penangkap ikan. Saranaangkutan terdiri atas dua kategori, yaitu tanpa motor dan ber-motor. Sarana angkutan tanpa motor, biasanya dilengkapi denganalat pengayxih, atau pendorong dan layar (Gambar 36 dan 37).Sarana angkutan bermotor terdiri atas perahu motor tempel(Gambar 38) dan perahu motor tetap (Gambar 39).
Alat penangkap ikan terdiri atas dua kategori besar, yaitupancing dan jaring. Jaring terdiri atas siratan benang dan siratanbilah bambu atau kayu. Jaring benang digunakan dengan me-rentang-panjang, merentang-keliling (pukat, Gambar 40 bawah),merentang-tebar (jala, Gambar 40 atas), merentang horisontal(bagan tancap, (Jambar 41). Sratan bambu atau kayu dapat ber-bentuk tabung (seperti lukah, Gambar 42) yang dibaringkandi dasar perairan, dan dapat berupa pagar tancap (separo, Gambar43). Sementara itu, pancing terdiri atas pancing tunggal danpancing seri.
Bagan pantai sering megelompok sehingga merupakan se-macam perkampungan di atas perairan, dan pada malam hari
43
terang benderang oleh lampu pompa. Pfcmandangan seperti ini,antaria lain terlihat di Teluk Jakarta, Teluk Sibolga, pantai Bungusdi Selatan Padang, pantai Desa Sumur (Kecamatan Qgeuliss,Kabupaten Pandegelang, Jawa Barat), dan pantai Desa Bajoe(Sulawesi Selatan).
Ruang produksi warga masyarakat di pusat pemukiman dipantai kering dan sebagian medannya berupa rawa sering pulaberupa tambak. Suasana demdcian, antara lain, terlihat di Desa-Desa Geunteng (Aceh Utara), Marundapulo (DKI Jakarta),Kragan (Jawa Tengah), dan Kramat (Jawa Timur). Dalam pada itu,warga seperti ini semg merangkap menjadi petani sawah, terutamapada periode musim peenghujan seperti di Desa Kutakrueng,Aceh (Gambar 44) dan Desa Maigamulya, Jawa Barat (Gambar
45).
Desa Kutakrueng merupakan salah satu di antara 40 desadalam Kecamatan Samudra, Kabupaten Aceh Utara, DaerahIstimewa Aceh. Wilayah desa ini berbatasan langsung denganSelat Malaka di sebelah utara. Luas wilayahnya sekitar 160 ha,terdiri atas tanah kering (68%) dan tanah rawa (32%). Tanahkering dimanfaatkan untuk pusat pemukiman dan persawahantadah hujan, sedangkan tanah rawa telah diubah oleh sebagianwarga masyarakat untuk tambak ikan.
Desa Kramat (Peta 6) berbatasan langsung dengan SelatMadura di sebelah timur. Medan wilayahnya relatif datar,sebagian berwujud rawa dan sebagian berwujud tanah kering.Sebagian rawa telah ditambakkan dan sebagian tanah kering telahdisawahkan. Pemilik tambak ikan ini, umumnya, semula adalahpara nelayan penangkap ikan.
Warga masayrakat yang pusat pemukimannya berada padapantai kering tetapi medan wilayahnya relatif bergelombaang(perbukitan) dan pantainya terbuka serta ganas tidak melakukankegiatan perikanan laut dan bersawah, tetapi mengusahakantanaman keras, seperti kelapa dan cengkeh. Hal ini, antara lain,terlihat di Desa Pasauran (Gambar 46) dan Desa Carita (Gambar47) di pantai barat, serta Muarabinuangeun ((jambar 48) di pantaiselatan Propinsi Jawa Barat.
Bidang kegiatan lain yang sering dilakukan oleh wargamasyarakat pemukiman di lingkungan perairan laut adalah bidangjasa, seperti jasa angkutan, tukang kayu, dan tukang batu. Jasa
44
angkutan, umumnya, berupa angkutan penumpang/barang melaluiperairan, baik antartempat dalam wilayah pemiikiman maupunhubungan dengan temp at lain. Sebagian warga Desa Sungaikakap(Kalimantan Barat), misalnya melayani angkutan penumpang/barang antara Sungaikakap-Pontianak. Waktu tempuhnya sekitar4 jam pergi-pulang atau dua jam sekali peijalanan. Sebgian wargalainnya melayani angkutan dalam wilayah Desa Sungaikakap,terutama tempat-tempat yang belum teijangkau oleh jalan darat.
Sementara itu, sebagian warga Kampung Mariindapulo diTeluk Jakarta melayani angkutan di sepanjang Sungai Blencong.Jumlah Warga yang melibatkan diri dalam kegiatan angkutanini meningkat selama musim barat ketika para nelayan engganturun ke laut.
Warga yang bekeija di bidang pertukanan ada yang punyaketerampilan khusus saja. Mereka bekeija berdasar pesanan orangyang memerlukannya. Karena itu, pertukangan lebih merupakanpekeq aan sambilan daripada pekeijaan pokok.
45
OESA SUMURKEC. CI6EULIS, KAB. PAN0E6ELAN6,
JAWA BARAT
Se/at Sunda
P. SUMUR
Pemukimon Perahu neloyan
|»V«| TofMunen ketopa
Tonomon keras
UJLLLU Pertokoon
Bogong
Gambar 23
46
KAMPUNG MARUNDAPULO,KEL. MARUNDA, KEC. CILINCING,OKI JAKARTA
Teluk Jakdrta
/Keterongan
Sungoi
Jolan Aspol
Pusat Pemukimon
Kontor Kelurahan
Pasor
Kuburan
Lopongan
Mushola
Modrasoh
Dernidgd
Perowoton Perohu
Sumur Bor
Penompungon Air
Pos ALRI
I Empong
Gabnm2447
KAMPUNG SINDANGLAUT, DESA MUARA,
KEC. CIASEM, KAB. SUBANG, JAWA BARAT
U
s e m
aCD Ooao□□ODaooaoac3iaaaDG□oaooooa
oa oDOaQ□□oaaoaooDQooa□□□aoo
□ 0□□Oq
□□□DO
o°aoaa
KETERAN6AN
jf-l'l Tonoh Timbul|=j Huton
EmpongOS"
QO Perumahan Penduduk
llititiiil Tambolon Perahu
(5 Golangon PerahuO Temper Pelelongan Ikon19 KU 0
HOOL
Lopangan
ssir Tonggul
Gambar 25
48
57
DESA NAINKEC.WORI, KAB. MINAHASA,
^ SULAWESI UTARA
Lout
Sulawesi
Jolon
(3 Sumur Air ToworBakau
Pusat Pemukinuin
Belukor/Bukir
Kelopo
X MesJId
Sekoton Dosoi
Q KuburanA 6ere)a
# Rukun Tua
Gambar 26
49
DESA SUNGAIKAKAP,KEC. SUNGAIKAKAP, KAB. PONTIANAK,KALIMANTAN BARAT
^yyy/V^// yy<^'*y^ -*>522325
^*77777?
KETERAN6AN
Sungal
n— . ■ Joton"fpusot PemuklmonKontor Kecomaton
Kontor Kelurotion
EB Puskesmo*A MeiJId^ SurouA K^ltnttng
Q Potor
■ SekoUMi Oosor (SD)
Gambar27
50
DESA TAPAKKUDA
KEC. TANJUNGPURA, KAB. LANGKAT
SUMATERA UTARA
KETERANGAN
' Jalon Tonoh
Hutan Bakou
Kontor Oesa
Puskesmos
QO Bangunan Rumah
m
Se/at
CP Mala k a
X Mesjid
A Kelenteng
RXI KuburanTonah Kosong
Gambar 28
51
DESA BUN6IN
KEC. ALAS, KAB, SUMBAWA, NTB
Lout
Floras
KETERAN6AN
Jalan
Pusot Pemuklmon
^ Kontor Deso
jL. MesjfdQ Puskesmos
g SD
|m Dermoga
O 6ak Penampungan Air
u
tLout Flares
M too meter
Gambar29
52
rf/l
Gambar 30
Bangumn Rumah di Peralihan
Tanah Darat dengan Perairan
Gambar 31
Bangiinan Rumah Panggung
di alas Hamparan Air.
■Ck.
KA
MP
UN
G
TO
BA
TI
KE
C.J
AY
AP
UR
A
SE
LAT
AN
KO
DY
A.
JAY
AP
UR
A
IRIA
N
JAY
A
tCT
ER
AN
GA
N
Jam
bato
n (
Jolo
n Lo
yang
")P
erb
uki
ton
Tu
mb
utu
m
Ba
kau
n
Ptru
moh
on
Psnd
uduk
Pon
ggun
g A
dot
Mor
gd
EB A
rnggun
g Ad
ol Mo
rgd H
omodl
Ger
e id
ln
|ill
Ger
aio
Pen
toko
sto
KAMPUNG CIKUBANG, BOJONEGARA
Lout Jawa
Tttnpot TembQl (taohu
Ptoicddmaa
!•*!*! I Tonemon Miapo
K«ban IptrMiHan)
ParsotMO
Bogono
Gambar33
Kampung Cikubang, Kecamatan Bojonegom KdbupatenSerang, Jawa Barat
55
Gambar 34
Drum Pemmpungan Air Hujan di Desa BajoE
(Sulawesi Selatan)
Gambar 35
Bak Pemmpungan Air Hujan
yang Permanen di Desa Bungin (NTB)
i»
Gambar 36
Perahu tanpa Motor dengan Kapasitas 10 Orang
m^m
Gambar 37
Perahu tanpa Motor dengan Kapasitas 2-2 Orang
Gambar 38
Perahu Motor Tempel
Gambar 39
Perahu Motor untuk 7-10 Orang
&■
0m f
fS- ^
KBii
■M
Gambar 41
Bagan Tancap dengan Jaring Horisontaldi Perairan Sibolga
' ' •*
-•
'. ' ll< %
|U;|,'»f i'
1 . . ' s, W-
«, ,
i , II4 i• 'I'tf
i>»)1 if
Gambar 43
Sero Dipasang di Perairan Pantai
DESA KUTAKRUEN6KEC. SAMUDERA, KAB. ACEH UTARADAERAH ISTIMEWA ACEH
a
^ <////-/Zz^
KETERANGAN
SungaiBatas Desa
Jalan
Pusot Pemukimon
Persowahan
Tombak Ikon
Tanomon Kelopa
Lodong Goram
Kantor Desa
Meunosoh
Sekolah Dosor
jik. MesjidLapangon Veil
S Puskesmos0 Kuburon
Gambar 44
61
DESA MARGAMULYAKEC.MAUK, KAB. TANGERANG,JAWA BARAT
tM
u
Pemukimon
* *.* Tonomon kelapo
Gambar 45
DESA PASAURAN,KEC. CINANGKA, KAB. SERANQ,JAWA BARAT / • •
I 1
Pemuhimon
Tonamon keiapa s.
Persowahan
Perahu nelayan
Gambar 46
DESA CAPITAKEC. LABUHAN, KAB. PANDEGELANG,
JAWA BARAT
s / a t d 0 /,
X \ ^ X f>^
jl—X Xu
Pemukimor)
'•''•! Tonomon kelopo
V X Persowonon
[mrmi Posar dan pertokoon\f*l2a^ Perohu neioyon
Gambar 4 7
MUARABINUANGEUNKEC. MALIMPING, KAB. LEBAK,JAWA BARAT
OS Pemukimon
• • *
tilTonoman h^lopa ':[y^Rowo
Lautan india
Perahu^ neiayon- —'
Gambar 48
BAB V
ANALISIS POLA PEMUKIMAN
DI LINGKUNGAN PERAIRAN
A. HUBUNGAN ANTARA MANUSIA DAN PERAIRAN
Uraian dalam Bab II, III, dan IV menunjukkan bahwa sejumlahsatuan pemukiman di Indonesia berada di lungkungan perairanlaut dan perairan darat. Pemukiman di lingkungan perairan diba-tasi pada satuan pemukiman dengan hmparan air sebagai unsurruang yang dominan sehingga warganya memperhitungkan jenisruang ini dalam menata kehidupannya.
Sejumlah satuan pemukiman di lingkungan perairan dihunioleh warga yang menggunakan ruang perairan itu sebagai satu-satunya sumber penghidupan. Ini, antara lain ditunjukkan olehwarta Desa Tapakkuda (di Pulau Tapak Kuda, Sumatera Utara),dan warta Desa Bokori (di Pulau Bokori, Sulawesi Tenggara).
Sejumlah satuan pemukiman di lingkungan perairan dihunioleh warga yang menggunakan ruang perairan sebagai salah satusumber penghidupan. Warga yang sama dan atau sebagian wargalainnya melakukan kegiatan pertanian sebagai sumber penghidupan sambilan atau utama. Kategori ini, umumnya, meliputi sebagianbesar satuan pemukiman di lingkungan perairan sungai, terutamadi Kalimantan Tengah.
Di samping itu ada pula sejumlah satuan pemukiman di lingkungan perairan, khususnya dipantai laut, sama sekali tidakmenggunakan perairan pantai sebagai sumber penghidupan, tetapi
66
memilih pertanian. Pertimbangan mereka cukup realistis, dalamarti pantainya sangat terbuka sehingga perairan laut cukup ganasdengan angin dan gelombangnya, sedangkan lahan pertanian cukuprapat ke pantai. Satuan pemukiman seperti ini ditemukan di bebe-rapa bagian pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatera, pantai se-latan Nusa Tenggara, dan pantai utara Irian Jaya.
Adanya satuan pemukiman di lingkungan perairan dewasa inidapat ditelusuri ke zaman Prasejarah. Pada zaman lampau itu,hubungan antar tempat di pantai laut lebih mudah dairpada hu-bungan antara pantai dan pedalaman. Sejak awal Zaman Sejarah,pusat-pusat perdagangan telah tumbuh pada beberapa tempat dipesisir Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang berada pada lintaspelayaran niaga Cina-India (Sumadio, 1984 : 1—6).
Pemanfaatan perairan pada Masa Kerajaan Tarumanegara bu-kan saja dalam bentuk pelayaran niaga, melainkan juga dalam ben-tuk penagkapan ikan yang sekaligus merupakan matapencahariansebagian penduduk kerajaan (Ibid. 45—48). Pelayaran niaga sema-kin ramai pada Masa Kerajaan Sriwijaya, Di samping itu, wargaSriwijaya telah menggunakan sungai sebagai prasarana perhu-bungan dengan perahu sebagai saranannya (Ibid. 53—54).
Pemukiman di lingkungan perairan terdapat pula di pantaibarat Sumatera yang lautnya terkenal ganas. Pemukiman ZamanKuno itu, antara lain adalah Barus dan Natal di Sumatera Utara.
Di atas telah disinggung bahwa pada Zaman Kuno, hubunganantar tempat di pantai jauh lebih lancar daripada hubungan antar-pantai dan pedalaman. Jika pendapat ini dilanjutkan, penghuniandaerah pedalaman adalah lebih kemudian daripada penghunianpantai. Dengan kata lain, penduduk menyebar dari pesisir ke pedalaman, terutama melalui sungai-sungai (Askandar. 1973 : 47).
Dalam pada itu, penelitian etnografi menunjukkan adanyaperistiwa sebaliknya, yaitu penduduk pedalaman pindah ke pantai, melalui lembah sungai. Ini, antara lain terjadi di pantai utaraIrian Jaya sejak 30-an tahun yang lalu. Sejumlah kelompok masya-rakat yang sekarang bermukim di sekitar muara sungai adalah mi-gran dari daerah aliran hulu. Pendorong migrasi itu adalah kesu-karan memenuhi kebutuhan hidup pokok dan permusuhan antar-kelompok (Koentjaraningrat, 1982 : 25—27).
Migrasi dari Hulu ke Hilir ini pun hidup dalam ceritera tentangmunculnya pemukiman baru orang Dayak Ngaju di bagian hilirSungai Kahayan (Sungai Dayak Besar) dan Sungai Kapuas, Murung
67
(Sungai Dayak Kecil). Dinyatakan bahwa nenek moyang merekapada mulanya bermukim di daerah aliran hulu Sungai Kahayan,Kalimantan Tengah. Migrasi itu disebabkan oleh gangguan keaman-an.
Selain yang terbukti dalam sejarah, kontak lokal lewat sungaiagaknya telah berlangsung sejak lama sehingga sampai kepadawarga suatu kelompok masyarakat sekarang melalui ceriterarakyat. Ceritera rakyat ini, antara lain hidup dalam masyarakatDayak Ngaju di Kalimantan Tengah dengan judul "Kisah Perjalan-an Sempung". Sempung, konon, adalah seorang pedagang darinegeri Cina yang menjajakan barang dagangannya ke pedalamanKalimantan Tengah dengan menyusuri. Dalam perjalannya, iabertemu dengan seorang wanita setempat, Nyai Endes. Perkawinanantara keduanya menurunkan empat anak, yaitu Tambun, Bungai,Tambai, dan Ringkai. Keemapat tokoh ini dianggap sebagai per-lambang kepahlawanan, keuletan, dan keberanian (Sejarah SosialKota Palangkaraya, 1983/1984 : 34).
Lebih mutakhir dari ceritera rakyat itu adalah kontak yangberdampak penyebaran agama Islam dan Kristen ke tengah tanahorang Dayak. Agama Islam disebarkan oleh orang Banjar yangmemudiki sungai, dan agama Kristen disebarkan oleh orang Barat.Penyebaran agama Kristen, bahkan, berpusat di pedalaman, seper-ti Bathahara, Kualakapuas, Pulautelo, Murutuwu, Pandaalai,Tamiang layang, Pangkoh, dan Pendakatimpun.
Hubungan antara manusia dan air (sungai) sebagaimana terli-hat pada berbagai kelompok masyarakat sekarang melembagadalam bentuk berbagai upacara adat/kepercayaan. Dalam masyarakat Dayat Ngaju, misalnya, sebelum disentuhkan ke tanah untukpertama kali, bayi dibawa ke tepi sungai imtuk ditetesi daran babidan air sungai pada dahinya. Upacara ini memperlambangkansungai sebagai sarana yang dapat menghanyutkan roh jahat yangdapat mengganggu sang bayi (Riwut, 1979 : 333).
Suangai pun diberi peranan sebagai media penyembuhan pe-nyakit seseorang. Sesajen yang terdiri atas patung dari tepungberas serta potongan kuku, rambut, dan pakaian si sakit dihanyuf-kan di sungai. Tindakan ini dianggap dapat mengusir dan menja-uhkan roh jahat penyebab penyakit.
Sungai juga diberi peran sebagai pengantar persembahan ke-hadapan dewa. Persembahan yang terdiri atas berbagai barang danmakanan ditaruh dalam "lanting" mini (rumah-rumah apung yang
68
kecil) unguk dihanyutkan di sungai sebagai tanda bersyukur ataskeberhasilan sesuatu usaha.
Beberapa contoh upaya spiritual yang berkaitan dengan sungaitersebut di atas berpangkal pada ajaran "Kabaringan (kepercay^antradisional orang Dayak Ngaju yang secara formal dikategorikansebagai Hindu Kaharingan). Alam semesta terdiri atas alam atasyang dikuasai oleh "Ranjing Hatala Langit", dan alam bawah yaiigdikuasai oleh "Jata". Keduanya bersatu dalam bentuk dwittinggalyang dikenal dengan sebutan "Tambun Haruai Bungai".
Alam atas dihayati sebagai "tasik banteran bulau, laut baban-dan intan" (danau berkilauan emas, laut berjembatan intan). Semen tara itu, alam bawah dihayati sebagai "basuhuri bulau saramairabia" (sungai emas pengaliran kekayaan).
Tinjauan sejarah dan antropologis di atas dimaksiidkan untukmenunjukkan bahwa perairan sungai dan laut telah berperan pen-ting dalam kehidupan materiil dan spiritual sebagian pendudukIndonesia sejak Zaman Prasejarah sampai sekarang. Pentingnyaperanan perairan dicerminkan pula dalam banyak mitologi (Encyclopaedia Britanica, 15 thed., 633). Salah satu mitologi itu adalahtentang asal-usul Orang Dayak Ngaju.
Alkisah Sang Dewa Langin dan Jata menurunkan seorangmanusia laki-laki dan seorang perempuan. Yang laki-laki diberinama Manyamey Tunggal Caring sedangkan yang perempuanbemama Kameluh Putak Bulaw Janrahunan Laut. Keduanya di-turunkan ke bumi dalam keadaan telanjang. Tunggul Oaring di-turunkan oleh Dewa di bagian muara sungai dengan dibekaliseperangkat pakaian perempuan dan sebuah alat musik yangdisebut "garinding". Sementara itu, Dewa juga menurunkanJanrahunan Laut di bagian hulu sungai dengan dibekali seperangkat pakaian laki-laki dan sebuah seruliiig. Kedua manusia itu"berbanama" (berperahu) sambil membunyikan alat musikmasing-masing. Manusia laki-laki mendayung ke arah hulu, sebalik-nya yang perempuan mendayung ke arah hilir. Pada suatu saatkeduanya saUng bertemu pada sebuah batu karang dan keduanyasaling bertemu pada sebuah batu karang dan keduanya salingmemberikan pakaian yang mereka bawa. Selanjutnya, mereka hi-dup bersama. Anak yang lahir dari kedua orang itu pada mulanyatidak sempuma. Demikian pula anak-anak yang berikut lahirdengan cacat kemudian mati. Atas petimjuk Sang Dewa keduanyaharus melaksanakan upacara adat pemikahan. Setelah petunjuk itu
69
dilaksanakan, barulah lahir anak-anak yang sempuma. Keturunanmerekalah yang berkembang menjadi masyarakat Dayak Ngaju.Di antara anak-anak mereka yang terkenal adalah MaharajaSangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Bunu. Mereka percayabahwa mereka akan kembali kepada Sang Etewa melalui hantaranupacara kematian yang disebut "tiwah" (Utun Dawuk dan EmmaMihing).
Mitologi asal-usul suatu kelompok masyarakat yang berkaitandengan perairan laut, antara lain ditemukan dalam masyarakatGayo di daerah pegunungan Aceh, khususnya di daerah aliranhulu Jambu Air dan Krueng Peusangan. Alkisah seorang pemudabemama Ganali terdampar di sebuah pulau kecil yang dikenalsebagai "Buntul Linge". Ketiaka sebuah kapal kebetulan mende-kat ke pulau kecil itu, Genali menitipkan sebuah bingkisan untukdisampaikan kepada seorang raja. Kemudian raja mengirimkanputrinya untuk diperisteri oleh Genali. Keturunan merekalah yangberkembang menjadi orang Gayo dalam kerajaan pertama yangmereka dirikan, yaitu Kerajaan Linge (Melalatoa, 1982 : 39).
B. KONSEPSITENTANG PERAIRAN
Bertolak dari uraian di depan, sejumlah konsepsi (pengetahu-an) masyarakat yang berkaitan dengan perairan akan dicobadiungkap. Selanjutnya akan dicoba menjajagi kaitannya denganpola pemukiman di lingkungan perairan. Perairan di sini adalahperairan darat, terutama sungai, dan perairan laut.
1. Perairan Sungai
a. Perairan Sungai sebagai Prasarana Perhubungan
Kelompok masyarakat yang bermukim di lingkungan perairansungai menggunakan perairan itu sebagai prasarana perhubungansepanjang memiliki ciri-ciri yang sejalan dengan penggunaantersebut. Ciri-ciri itu, antara lain berkaitan dengan volume air,fluktuasi dan kecepatan arusnya.
Di daratan, peeranan sungai sebagai prasarana perhubunganmasih menonjol selama belum tersaingi oleh prasarana perhubungan darat. Memang, pada sejumlah daerah aliran sungai besar,sampai sekarang, jaringan jalan darat masih kurang atau belum adasama sekali. Dpisnya penduduk dan lingkungan alam yang kurangmenguntungkan adalah dua faktor yang menghambat pembangun-an jalan raya itu, walaupun penduduk setempat amat men-
70
dambakannya. Biaya pembangunan jalan ray a dalam lingkunganalam demikian relatif besar.
Angkutan sungai berlangsung antara pusat pemukiman denganruang produksi, seperti lahan pertanian, kawasan hutan untukmeramu dan berburu, kawasan perikanan, serta pusat pemukimanyang hirarkinya lebih tinggi. Dari segi ekonomi, pusat pemukimanyang hirarkinya lebih tinggi itu berfungsi sebagai penampungproduksi daerah sekitarnya, serta penyedia keperluan yang di-butuhkan oleh masyarakat sekitar tersebut.
Banyak warga di pusat-pusat pemukiman di sepanjang sungaidi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan membuka ladang yang radajauh di arah hulu atau hilir, bahkan di seberang sungai. Pusat-pusat pemukiman itu pun rada jauh dari pusat pemukiman yanghirarkinya lebih tinggi, seperti kota kecamatan, kota kabupaten,bahkan kota propinsi, yang sekaligus berperan sebagai pusat lokal,baaik di bidang kehidupan ekonomi, maupun sosial, dan budaya.
Pida sejumlah kota kabupaten dan kota propinsi, angkutansungai berperan penting sebagai angkutan kota (Gambar 17).Kesibukan angkutan sungai sebagai angkutan kota ini, antara laindapat disaksikan di Pekanbaru (Sungai Siak), Rengat (SungaiIndragiri), Jambi )Batang Hari), Palembang (Sungai Musi),Pontianak (Sungai Kapuas), Palangkaraya (Sungai Dayak Besar),Kualakapuas (pertemuan Sgungai Pulaupetak dan Sungai DayakKecil), Banjarmasin (Sungai Barito), Samarinda dan Tenggarong(Sungai Mahakam).
Sebagai prasarana perhubungan, sungai dilen^api dengan ber-bagai sarana penunjang, seperti terminal (dermaga) dan tanda-tanda lalulintas (Gambar 19). Jalur Palangkaraya-Kualakapuas-Banjarmasin, misalnya, dilengkapi dengan tanda-tanda laluluntastentang adanya kelokaan, larangan berhenti, larangan menempuhsuatu jurusan, aturan berpapasan, aturan mendahului kendaraanair yang lain, serta kecepatan yang diizinkan. Tanda-tanda semakinbanyak di sepanjang "anjir" (terusan yang digali untuk meng-hubungkan dua sungai sehingga jarak pelayanan dipersin^at).Anjir pun memungkinkan pelayaran tidak perlu ke luar darimuara sungai ke perairan laut pantai untuk sampai ke tempatyang dituju Kecepatan kendaraan air yang melalui anjir dibatasipula agar gelombang yang ditimbulkannya tidak terlalu kuatmengikis tebing. Anjir tidak begjtu lebar.
71
Penggalian' "anjir" temyata memperkalkan cara bersawah'pasang-surut kepada penduduk setemp at. Prinsip sawah pasang-surut adalah "p®ncucian" lahan rawa yang asam oleh air tawarsungai ketika air laut surut. Agar air sungai memasuki rawa seluas
mungkin, saluran-saluran lebih kecil digali dari "anjir". Pfenduduksetempat di Kalimantan Tengah dan Selatan mengenal salurankecil itp sebagai "handil" (Peta 5). Selama sedangpasang, handilpun merupakan prasarana perhubungan ke sawah-sawah.
Sarana iangkutan tradisional di sungai adalah perahu dayung.Umumnya, pendayung duduk dalam perahu, kecuali beberapakelompok masyarakat, seperti orang Asmat yang mendayungp^ahunya sambil berdiri. Asmat adalah sebuah suku bangsa yangberdiam di dataran rendah berawa dan berhutan rimba di bagianselatan Irian Jaya (UmarKayam, 1985 : 149).
Sarana angkutan yang lebih mutakhir adalah perahu motortempel dan kapal motor. Di beberapa sungai besardi Kalimantan,kapal agak besar dan bermotor yang dikenal sebagai bus air telahmelakukan pelayaran jarak jauh dengan jadwal,jumlah penumpangdan muatan tertentu (Gambar 18). Pelayaran semacam ini harusmemperhitungkaan fluktuasi volume air sungai.
Pada masa lampau, jangkauan angkutan sungai lebih luasdari sekarang, bukan saja karena sarana dan kecepatannya lebihkecil tetapi juga karena kedalaman sungai untuk sarana demikiancukup memadai. Kini, sejumlah sungai itu kruang berperan sebagaiprasarana perhubungan karena pendangkalan dan penyempitanalura sungai, serta meluasnya jaringan jalan darat. Q Liwung diDKI Jakarta dan Jawa Barat, Kali Brantas dan Bengawan Solodi Jawa Timur, Kali Demak di Jawa Tengah, dan Sungai Deli diSumatera Utara adalah contoh sungai yang aliran tengah dan hilir-nya mendangkal dan menyempit sehingga tidak dapat atau sukardilayari, apalagi oleh sarana angkutan air yang agak besar. KaliBrantas dan Bengawan Solo di Masa Majapahit, dan Kali Demakdi Masa Kesultanan Demak, Konon, merupakan urat nadi perhubungan dari pantai Laut Jawa ke pedalaman (Askandar, 1973 :123 - 125).
Peranan sungai atau peranan yang diberikan oleh suatukelompok masyarakat kepada sungai sebagai prasarana perhubungan, pada gilirannya, mempengaruhi pola suatu satuan pemukimandi sepanjang sungai yang bersangkutan. Dilihat pada daerah aliransungai, sebaran satuan pemukiman mengikuti pola jaringan sungai(lihat Peta 2,4, dan 5 sebagai contoh).
72
Sementara itu, pada tingkat suatu satuan pemukiman dilingkungan perairan sungai, tata letak rumah, bangunan pelengkap-nya, dan cara membangunnya mencerminkan gerak-gerik airsungai, dalam rangka mencapaai kemudahan semaksimal mungkindalam penggunaan sungai sebagai prasarana perhubungan. Halinilah yang menyebabkan adanya rumah panggung baik di tanahdarat tepi, maupun di perairan tepi, di peralihan tanah darat-perairan, dan rumah apung di atas perairang sungai (Gambar 2 s/d7, 9 s/d 10). Warga yang tidk kebagian ruang di tepi sungai mem-bangun rumah ke arah darat. Sejalan dengan kondisi tapak rumahyang senantiasa dipengaruhi oleh air, penduduk setempat me-nanggapinya dengan memilih jenis kayu setempat yang terbesardari tahannya, teruma untuk bagian yang terbenam atau ter-pengaruh oleh tanah dan air (Gambar 8).
Peranan sungai sebagai prasarana perhubungan tidak disia-sia-kan oleh pengusaha yang bergerak di bidang perkayuan. Kayugelondongan dihanyutkan di sungai, dikumpulkan dalam "kolom-kolom" kayu dekat pabrik penggergajian dan pabrik kayu lapis.Kapal datang ke dekat pabrik untuk mengangkut kayu gergajiandan kayu lapis itu. Penggunaan seperti ini dapat disaksikan disungai-sungai Kalimantan dan Sumatera. Bersamaan dengan itulimbah pabrik pun memasuki sungai bersama limbah rumah tanggadari pemukiman penduduk.
Sementara itu, gejala lapar tanah di kota-kota yang berada disuatu sungai dewasa ini ikut mendorong pembangunan rumah diatas perairan sungai dan di tepiannya. Tampaknya pembangunanrumah seperti ini berlangsung tanpa rencana sehingga mulaimemunculkan bagian kota yang tergolong kumuh.
Dalam keadaan demikian, sungai menjadi wadah limbah rumahtangga yang sebagian merupakan bahan yang tak teruraikan, seperti plastik dan barang kaca. Sungai pun sekaligus digunakanuntuk memenuhi kebutuhan akan air dalam kehidupan sehari-hari,yaitu cud, mandi, bahkan juga untuk minuman dan masak.
Pada sejumlah kota, seperti di Palangkaraya, pemerintah setempat telah berupaya menyediakan tanah perumahan bagi peng-huni sungai itu. Akan tetapi upaya tersebut kurang berhasil.Keengganan pindah ke tanah darat ini merupakan wujud keeratanhubungan antara warga masyarakat setempat dengan sungai(menerut Rektor Universitas Palangkaraya) dan di samping itumerupakan upaya warga untuk menikmati kemudahan mencapai
73
tempat bekeija, baik melalui angkutan sungai maupun melaluiangkutan melalui angkutan darat.
Keadaan seperti ini dijumpai pula di salah satu pemukiman diKota Kualakapuas. Warga masyarakat setempat lebih memilihtapak rumah dekat sungai walaupun berawa, padahal sedikit agakke darat tanah kering cukup tersedia.
Kota-kota pelabuhan sungai seperti dicontohkan di atas mem-perlihatkan pola tertentu. Bagian kota lama biasanya berada disekitar dermaga, dan sekaligus merupakan kawasan perdagangan.Semakin ke arah darat, bangunan untuk perdagangan berkurangdan digantikan oleh bangunan tempat tinggal. Keeratan hubunganantara kelompok masyarakat dan perairan terlihat juga padapenggunaan nama tempat yang menghunjuk pada perairan itu.Di Kalimantan Tengah, misalnya, banyak tempat diembeli nama"pituk" (kelokan sungai yang hampir putus dari aliran utama),'*kurung" (tanjung), "tumbang" (muara), "nanga" (muara), "ma"(muara), "kuala" (muara), dan "long" (niuara) (Riwut, 1979 :421).
Pemyataan tentang arah pun dikaitkan dengan aliran sungaipada banyak tempat di Indonesia. Di Kalimantan Tengah "hulu"berarti pedalaman, dan "hilir" berarti ke arah muara. Malahan,masyarakat Dayak setempat mengkaitkan "hulu" dengan "baik"dan "hilir" dengan "buruk".
Konsepsi "hulu-baik" dan "hilir-buruk" ini diwujudkan puladalam pengarahan bangunan rumah dan penataan ruang dalamrumah. Bangunan rumah di tepi sungai didirikan menyerong kearah hulu, dan ruang tidur penghuni selalu berada di sisi hulu(Emma Mihing).
Konsepsi masyarakat Dayak ini berubah 180 derajat ketikateijadi kontak dengan orang Banjar yang datang dari hilir. Huluberarti udik dan terbelakang, sedangkan hulir berarti maju (RektorUniversitas Palangkaraya). Malahan konsepsi itu disertai pula olehpengaruh Kristen imtuk udik dan pengaruh Islam untuk hilir.Memang pusat pengembangan Kristen berada di pedalaman,sedangkan Islam di pantai.
b. Perairan Sungai sebagai Ruang Produksi
Telah disinggung di atas bahwa penggalian "anjir" dalamrangka melancarkan pelayaran sungai, temyata meniperkehalkansistem pertanian sawah pasang-surut. Dampaknya adalah peng-
74 . .
ubahan rawa pasang surut yang selama ini kurang produktif men-jadi produktif. Agar jangkauan pasang-surut meluas; terusan-terus-an yang lebih kecil digali dari "anjir". Dalam rangka memperluasareal sawah, khususnya yang berkmtan dengan transmigran,pemerintah menggalakkan pencetakan sawah pasang-surut.
Dalam pada itu, penduduk setempat telah mengetahui bahwapengairan sungai mengandung sumberdaya alam, antara lainberupa ikan. Konon, berapa tahun yang lalu, warga masyarakatdi sungai-sungai Kalimantan sangat mudah menangkap ikan,bahkan cukup menangkapnya dari rumah di atas sungai.
Kini, sungai-sungai yang ramai dilayari dengan sarana yangdigerakkan oleh mesin, yang semakin dipadati oleh pemukimandan oleh pabrik yang mengolah kayu semakin tidak nyaman bagikehidupan sumberdaya alam ikan. Walaupun masih terlihat orang-orang menangkap ikan di sungai demikian, hasilnya hanya sedikidan lebih merupakan kerja sambilan dalam mengisi waktu luang.Sarana angkutan dan alat yang digunakan pun masih tradisional,seperti "jukung" (perahu dayung), bubu, pancing lempar, danjaring.
Peranan sungai sebagai ruang produksi yang berkaitan denganperikanan masih bertahan jika semua kegiat^ yang mengganggukehidupan ikan itu belum sampai ke taraf yang memusnahkan.Salah satu contohnya adalah perikanan di Sungai Jantur diKalimantan Timur. Di sungai demikian produksi perikanan cukupmelimpah pada musim tertentu sehingga warga setempat me-ngembangkan teknologi pengawetan yang sederhana, yakni men-jemur ikan di bawah panas matahari (Gambar 15 dan 16).
Pengetahuan tentang perairan sungai sebagai sumber daya alamperikanan tidak kentara sebagai faktor yang mempengaruhipola pemukiman. Tampaknnya, kegiatan perikanan sungai lebihmerupakan dampak keberadaan pemukiman di lingkungan perairan sungai. Sebagaimana diui^ikan di depan, pemilihan lokasipemukiman, pertama-tama didasarkan pada pertinibangan ke-mudahan mobilitas ke ruangan.
Hal ini lebih ditunjang lagi oleh kenyataan bahwa kegiatanperikanan, jika perlu, dilakukan di tempat yang rada jauh daripusat pemukiman. Malahan warga masyarakat tertentu yangbermul^ dalam rumah yang dibangun di atas perairan danau,seperti di Danau Sentani, Irian Jaya bekeija di daratan, bukan diperairan danau itu.
75
Berkaitan dengan pelayaran di sungai baik untuk kegiatanperikanan maupun kegiatan perhubungan, beberapa tabu masihdipatuhi. Di Kalimantan Tengah, misalnya, orang Dayak yangsedang berlayar tidak akan menunjuk-nunjuk awan di langit,awak perahu yang lelaki harus berada di haluan (tidak bolehwanita), tidak akan memukul-mukulkan permukaan dayung keair, tidak melontarkan kata-kata kotor, dan tidak melangkahialat penangkap ikan.
c. Perairan Sungai sebagai Prasarana Keamanan.
Pada masa lalu, ketika serang-menyerang antarkelompokmasyarakat masih berlangsung, pemilihan lokasi pemukimanmemperhitungkan faktor keamanan. Pertama-tama, perairansungai dianggap dapat diandalkan sebagai tempat menghindar-kan diri, atau setidak-tidaknya tempat mengungsikan wanita,anak-anak, dan orang tua jika mereka mendapat serangan.
Selain daripada itu, perairan sungai relatif lebih terbuka se-hingga memudahkan warga melihat lebih dini akan adanyagangguan baik dari arah hulu, maupun hilir dan seberang sungai.Dengan memilih lokasi pusat pemukiman di tepi sungai satu-satunya sisi yang pyrlu diawasi secara ketat hanyalah daratanberhutan di belakang pusat pemukiman yang bersangkutan.
Sementara itu, bentuk perigamanan yang lain adalah.mem-bangun rumah panggung dengan ketinggian lantai 4—5 metersehingga tidak tercolok oleh orang walaupun menggunakan gagangsumpit. Ketinggian lantai seperti ini sekaligus dapat menghindariluapan air sungai dan gangguan binatang.
Kini kebiasaan serang-menyerang telah tiada. Ketinggian lantairumah yang dipilih lebih didasarkan pada pengalaman tentangketinggian luapan air sungai. Permukaan air sungai tertinggi didaerah aliran hilir teijadi saat pasang air laut di musim hujan. Padasaat itu, pasang menahan air sungai yang membesar karena hujanmengalir ke laut.
Ketinggian permukaan air diperhitungkan juga pada bangunanlain, seperti jembatan penghubung antara jalan darat dan rumah,serta antarrumah (Gambar 6 dan 7). Sementara itu, sebagian wargamasyarakat setempat mengembangkan teknologi rumah apunguntuk meredam pengaruh naik-turunnya permukaan air sungai(Gambar 9 dan 10).
76
Wujud ancaman lain yang muncul kemudian terhadap pe-rumahan yang telah berada di lingkungan perairan sungai adalahtergerusnya tebing sungai. Penggerusnya adalah gelombang yangditimbulkan oleh kendaraan air bermotor. Pada beberapa tempat,gelombang itu membentuk cerukan yang dapat memutuskan jalandarat.
Di tempat-tempat yang padat perumahan-, terutama di kota-kota perairan, ancaman gerusan gelombang tidak diatasi denganmengundurkan rumah atau ealan ke arah darat karena persediaantanah sudah langka. Gerusan itu dihambat dengan membuattanggul dan jembatan. Di Kalimantan, bahannya adalah kayu ulinyang terkenal tahan air. Pembuatan tanggul seperti ini dilaksana-kan oleh pemerintah setempat karena biayanya cukup besar.
2. Perairan Laut
a. Perairan Laut sebagai Prasarana Perhubungan
Hubungan antartempat di pantai lebih lancar daripada hubung-an antara pantai dan pedalaman di Zaman Kuno. Ini berarti, pe-mukiman penduduk pada mulanya berada di pantai, dan perairan laut telah memperoleh pada mulanya berada di pantai, danperairan laut telah memperoleh peran sebagai prasarana perhubungan. Berbagai gerak-gerik laut telah menjadi pengetahuanwarga yang menggunakannya. Pengetahuan diturunkan dari gene-rasi ke generasi baik melalui ujaran maupun melalui semacampermagangan. Contoh permagangan adalah orang dewasa mengajakanak-anak yang cukup umur untuk melaut.
Pengetahuan warga masyarakat tersebut di atas ada yanglangsung dan ada yang tidak langsung mengenai perairan laut.Pengetahuan langsung, antara lain berkenaan dengan pasang-surutarus, gelombang, dan kedalaman. Pengetahuan tidak langsungadalah gejala di luar perairan laut, tetapi diketahui mempengaruhigerak-gerik laut, seperti perawanan, angin, kedudukan bulan danbin tang.
Pengetahuan itu mereka gunakan benar-benar dengan maksudmenyelesaikan pelayaran dengan selamat dan cepat. Merekamampu menyelesaikan pelayaran dengan selamat dan cepat.Mereka mampu, antara lain mengubah arah dalam penggal-penggalpelayarannya sesuai dengan jenis alat angkutan yang digunakandan kondisi perairan laut. Pengemudi perahu layar dari Marunda-pulo ke Tanjungpiiok di Teluk Jakarta, misalnya, menyerongkah
77
perahunya ke arah teng^ laut pada penggal pertama, kemudianmengalihkan haluannya langsung ke tujuan pada penggal kedua.Dengan cara ini, pengemudi memanfaatkan tenaga angin untukmemperlaju atau setidak-tidaknya meniadakan hambatan anginyang sedang berhembus (Djenen, 1986 : 89-90). Sementara itu,sarana angkutan laut yang mengandalkan tenaga mesin langsungdapat diarahkan dari Marundapulo ke Tanjungpriok.
Pengemudi perahu layar, perahu motor, kapal motor, bahkankapal feri yang menyeberangi Selat Bali atau Selat Madura yangberarus kuat tidak akan menempuh garis lurus, melainkan me-nyerong menentang arus pada penggal pertama lalu seakan-akanberhanyut-hanyut pada penggal kedua sehingga tepat sampai didermaga tujuan.
Pelaut Nusantara yang menggunakan kapal kayu yang besardengan layar serta dengan atau tanpa motor, tetapi belum memanfaatkan alat navigasi modem benar-benar mengandalkankeselamatan pelayarannya pada pengetahuan mereka tentangposisi bintang di langit serta tanda-tanda tertentu pada jalur yangbiasa dilaluinya.
Jenis pelayaran yang dijelaskan di atas dikenal sebagai pe-layaran rakyat yang tidak berbeda dengan pelayaran niaga lain-nya. Pelaut dalam pelayaran niaga ini, umumnya, tidak hams ber-mukim di satuan pemukiman di lingkungan perairan.
Pelaut-pelaut ini melakukan pelayaran niaga antarpulau atauantarpelabuhan untuk mengangkut barang dan atau penumpang.Pelaut yang terkenal di Indonesia, antara lain adalah Bugis danMakasar di Sulawesi Selatan, Banjar di Kalimantan Selatan, Madura dari Jawa Timur, warga Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Kelompok pelaut lain adalah nelayan yang bermukim dipemukiman pantai di seluruh Indonesia. Jangkauan pelaut nelayanini bergantung pada jenis alat angkutan yang digunakan, sepertijuga pada pelaut dalam pelayaran antarpelabuhan dan atau antarpulau.
b. Perairan Laut sebagai Ruang Produksi
Sama dengan penggunaan laut sebagai prasarana pelayaranniaga yang berlangsung sejak Zaman Kuno adalah penggunaan lautsebagai raang produksi (khususnya pemelayan). Pengetahuan ke-lautan untuk kepentingan pelayaran niaga dimilild pula oleh pelaut
78
nelayan karena yang terakhir ini juga menggunakan alat angkutandi samping alat penangkap ikan, udang, dan Iain-lain.
Berdasarkan jelajahnya, pelaut nelayan mengenal perairanlaut pantai dan perairan laut lepas. Masyarakat nelayan tertentumenkategorikan perairan laut pantai sebagai dangkal dan perairanlaut lepas sebagai dalam. Pelaut nelayan di Desa Seikakap (Kalimantan Barat) menyatakan kedalaman laut dengan satuan *'de-pak" (1 depak = 1,8 meter). Batas laut dangkal dan laut dalamadalah 18 "depak".
Terlepas dari kategori perairan laut tersebut di atas temyatapelaut nelayan Nusantara sering mengembara jauh daii pemukim-annya (libat Bab IV). Jangkauan jauh seperti ini, antara lain di-tuntun oleh pengalaman para pelaut nelayan tentang musim-musim penangkapan ikan tertentu di perairan Nusantara. Ikan tertentu ditangkap pada musim tertentu di kawasan perairan tertentu. Jelajah jauh ini semakin menonjol jika sekelompok nelayanmengkhususkan diri pada semacam atau beberapa macam ikansaja.
Biasanya, jenis ikan yang relatif besar hidup di perairan lautdalam, sedangkan ikan yang relatif kecil hidup di perairan lautdangkal atau dekat pantai. Ikan tongkol hidup di perairan lautyang jemih aimya, seperti sebelah utara Kepulauan Maluku, disebelah selatan Nusa Tenggara, dan Bali. Di perairan lain, sepertidi Laut Jawa, jenis ikan ini relatif sedikit. Dean terbang senanghidup di perairan yang berkadar garam tinggi, seperti di perairanSelat Makasar. Sementara itu, di muara-muara sungai, di perairanteluk, dan perairan dekat pantai banyak ditemukan bandeng,kakap, dan belanak. Dean kakap kadang-kadang masuk di aliransungai. Dean tenggiri biasanya banyak ditemukan di perairan lautyang berbatu karang. Terubuk dapat ditemukan hampir di seluruhperairan laut di Indonesia. Biasanya, di perairan yang jemih danberkadar garam cukup tinggi. Ikan lemuru atau lebih dikenal ikansarden banyak ditemukan di perairan laut Selat BaD. HasD perairan yang berupa bukan ikan, seperti udang, kerang, kepiting,dan cumi-cumi, umumnya banyak ditemukan di perairan dekatpantai (Wangania, 1981 : 1-16; C. Kana, 1985 : 40-41; Suprapti,1986 : 27; Djenen Bale, 1986 : 47-48).
Pengetahuan tentang angin lokal dan angin muson dimanfaat-kan oleh para pdaut nelayan untuk menetapkan waktu untuk ber-tolak ke laut dan kembali ke darat, serta turun atau tidak ke laut.
79
Nelayan yang menggunakan perahu layar bertolak ke laut pad adini hari karena pada saat itu angin darat mencapai kecepatanmaksimum yang memperlaju kecepatan perahu. Sebaliknya, me-reka kembali ke darat pada petang hari ketika angin laut mencapaikecepatan maksimum. Mengatur posisi layar agar dapat meman-faatkan tenaga angin merupakan ketrampilan tertentu. Untukmenghemat bahan bakar, perahu layar yang dilengkapi denganmotor pun memanfaatkan pasangan angin harian ini. Sungguhpundemikian, perahu motor dan kapal lebih bebas untuk bertolakke laut dan kembali ke darat.
Selain angin lokal harian, nelayan juga merasakan pengaruhangin musim, Mereka membedakan musim barat (November-Fe-bruari) dan musim timur (Mei-Agustus). Selama musim barat,angin bertiup relatif kencang dan gelombang pun menjadi lebihbesar. Nelayan dengan alat angkut tradisional enggan melaut. Iniberarti musim paceklik.
Jika pada hari tertentu, laut dan cuaca diperkirakan cukupbaik, mereka coba juga melaut. Seandainya badai tiba-tiba datang,mereka segera berlindung di balik pulau-pulau kecil yang terdekat.Ini, antara lain dilakukan oleh nelayan perahu motor di perairanpantai Sibolga.
Waktu lowong selama musim paceklik diisi oleh para nelayandengan memperbaiki peralatan atau mencari pekerjaan lain yangmendatangkan penghasilan. Adanya musim pfceklik merupakansalah satu faktor yang memperkecil penghasilan nelayan di pantaiutara Jawa. Akibatnya, mereka lebih miskin dari petani (Mubi-yarto,et. al. 1984: 171-175).
Para nelayan yang berpengalaman memiliki pengetahuan yangcukup tepat tentang arus dan segala perubahannya. Pengetahuanini, antara lain mereka manfaatkan untuk menentukan kawasanpenangkapan ikan pada hari-hari tertentu.
Perairan pantai yang dilanda arus atau perairan di sekitar per-temuan arus merupakan kawasan yang digemari oleh ikan. Perkira-an ini sejalan dengan kenyataan bahwa gelora air demikian merupakan tempat persediaan makanan ikan. Gejala inilah, antaralain yang menyebabkan perairan Selat Malaka dan Selat Bali, mi-salnya, menjadi ladang ikan yang subur.
Pasang dan surut menimbulkan arus bolak-balik harian danmengubah kedalaman perairan di sepanjang pantai. Gejala ini di-
80
perhitungkan oleh para nelayan untuk bertolak ke laut atau ber-labuh, dan mengatur posisi alat penangkap ikan atau udang. Nelayan di Seikakap (Kalimantan Barat) dan Tapakkuda (SumateraUtara), misalnya, menghadapkan mulut alat penangkap ikan danudang sehingga melawan arus. Binatang laut yang hanyut atau ber-gerak bersama arus akan terperangkap.
Keselamatan dan keberhasilan melakukan pelayanan perikan-an diupayakan pula melalui praktek-praktek berdasarkan keper-cayaan. Berbagai tantangan alam di perairan laut luas, sepertiangin badai dan gelombang besar membuat para pelaut seakan-akan tidak berdaya. Para gilirannya, keadaan ini menimbulkan ke-sadaran bahwa alam memiliki kekuatan yang tidak terlawan padasaat-saat tertentu. Mereka pun mencari kekuatan batin yang lebihbersifat kepercayaan daripada pengetahuan yang rasional (Sulai-man, 1982: 18-25). Demikianlah, misalnya, perwujudan upayaseperti ini terlihat dalam bentuk "korban suci" di d'esa nelayanSerengan (Bali) dan "selamatan laut** di desa nelayan Seikakap.
Para nelayan juga ada yang mematuhi berbagai pantangan,seperti tidak boleh mengucapkan kata kotor, menyanyi, menyebutnama orang yang sudah meninggal, dan membuang limbah ketikaberada di tengah laut. Sejumlah masyarakat nelayan tidak pulaturun ke laut pada hari Jumat. Beberapa tempat di laut dihindariatau dilalui dengan cara tertentu karena dianggap sebagai hunianmakhluk halus.
Sejumlah masyarakat nelayan mengharapkan '*kerjasama** dariperahu yang digunakannya. Mereka menganggap perahu itu memiliki **jiwa**. Untuk mendapatkan perahu yang '*beijiwa**, wargamasyarakat yang bersangkutan melaksanakan upacara tertentu mu-lai dari memilih pohon, membuat perahu, sampai menurunkannyake laut. Upacara-upacara seperti ini, antara lain dUakukan wargamasyarakat di desa nelayan BajoE (Sulawesi Selatan), Kebondadap(Madura), dan Kragan (Jawa Tengah).
.Di samping praktek-praktek berdasarkan kepercayaan, wargamasyarakat nelayan memiliki pengetahuan dan pengalaman obyek-tif tentang pembuatan perahu. Jenis pohon yang dipilih, misalnya,adalah yang diketahui tahan terhadap lingkungan perairan laut,dan ini berbeda antara satu tempat dan tempat lain sesuai dengansumber kayu alam yang tersedia.
Masyarakat Desa Geuntengtimur (Aceh) menganggap kayu**bak bungo*' adalah terbaik sebagai bahan perahu. Kayu terbaik
81
pada masyarakat Desa BajoE (Sulawesi Selatan) dan Desa Bokori(Sulawesi Tenggara) adalah damar dan besi, pada masyarakat Desa Nain (Sulawesi Utara) adalah posi-posi, dan pada masyarakatDesa Bajo (Sulawesi Tengah) adalah betiti, damar, durian, danbesi. Sementara itu, masyarakat nelayan di Jawa, umumnya, me-milih kayu jati, leban, nyamplong, dan dodolan, sedangkan diKalimantan adalah ulin, dan di Jambi adalah bulian. Jenis kayuyang terpilih itu tidak boleh pula cacat, seperti yang pernah di-sambar petir.
Perahu kecil dengan muatan 1 —2 orang sering dibuat dari satubatang kayu saja yang bagian tengahnya dikeruk. Perahu besar dibuat dari bilah-bilah papan yang dipasangkan pada kerangka yangtelah dipersiapkan terlebih dahulu. Sambungan tidak diperkuatdengan paku, melainkan dengan pasak dari kayu yang sama. Se-mua sela ditutup dengan dempul yang terbuat dari campurankapur sirih dan minyak "nyamplong" (Madura), kapur sirih danminyak jarak (Marundapulo), atau bubukan damar dan ter atauresidu minyak bumi (BajoE). Sela yang agak besar diisi terlebihdulu dengan "majang" (serat-seratan) lalu ditutup dengan dempul.
Perahu dayung, perahu layar, dan perahu motor merupakansarana yang memerlukan modal relatif besar bagi para nelayan.Karena itu, jumlah perahu umumnya lebih kecil dari jumlah nelayan. Di Desa Kragan, 1.940 nelayan menggunakan 515 perahu,di Desa Geuntengtimur 240 nelayan menggunakan 45 perahu, diDesa Pasir sebelah (Sumatera Barat) 115 nelayan menggunakan84 perahu, dan di Desa Bungin (NTB) 449 nelayan menggunakan350 perahu.
Dalam keadaan demikian, setiap perahu diawaki oleh beberapaorang nelayan. Mereka menyewa perahu atau menggunakan poera-hu dengan imbalan bagi hasil dengan pemiliknya. Pemiliknya itudapat sekaligus sebagai nelayan, tetapi dapat juga tidak langsungmenjadi nelayan.
Pengadaan tempat pelelangan ikan (TPI) di tempat-tempatpendaratan ikan dimaksudkan untuk menghindarkan nelayan,daricengkeraman para tengkulak. Akan tetapi, sejumlah TPI tidak ber-fungsi karena kekurangan modal, seperti TPI di BajoE, di Aekha-bil (pantai Sibolga), dan di Desa Pondokperosi (Ampenan, Lom-bok). Di tempat-tempat demikian, para pedagang telah siap meng-gantikan TPI. Tampaknya nelayan pun senang membawa uangkontan ke rumah walaupun harga ikan menjadi lebih murah.
82
Di perkampungan nelayan yang terpencil, seperti pada bebe-rapa pulau dalam Kecamatan Karimata, para nelayan mengalamikesukaran dalam memasarkan hasil tangkapannya. Cara yang ter-
mudah bagi mereka adalah menjual hasil tangkapannya kepada pe-dagang yang mendatangi mereka. Para pedagang inilah yang memasarkan hasil tangkapan itu ke kota Ketapang (ibu kota Kabupa-ten Ketapang, Kalimantan Barat) yang jaraknya berjam-jam pela-yaran.
Upaya pemerintah lainnya adalah memotorkan perahu nelayan. Akan tetapi pengembalian kredit motorisasi ini agak seret ka-rena ketidakseimbangan antra pendapatan nelayan dan usia motor.Di samping itu, nelayan pun kurang mengembangkan sikap yangberorientasi ke masa depan pada saat-saat penghasilan mereka cu-kup besar. Akibatnya, penghasilan yang besar ini terkuras kembaliselama bulan-bulan paceklik.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa, penghasilan nelayan yang terkelompok dalam satuan-satuan pemukiman di ling-kungan perairan di Indonesia relatif lebih kecil dari golongan ma-tapencaharian lainnya. Kemiskinan ini tercermin pula pada rendah-nya tingkat pendidikan orang dewasa di perkampungan nelayan,walaupun kesadaran akan pendidikan anak mulai meningkat, ter-utama setelah Sekolah Dasar Inpres dibangun pada sejumlah desanelayan itu.
Selanjutnya dibanding dengan pelaut dalam pelayaran niaga,pelaut nelayan lebih terikat pada satuan-satuan pemukiman di ling-kungan perairan laut. Pemukiman nelayan yang lebih berorientasike pasaran memilih lokasi yang sudah atau potensial mempunyaihubungan darat dengan daerah sekitarnya atau kota di dekatnya.Dalam pada itu, perlu ditegaskan di sini bahwa tidak semua satu-an pemukiman di lingkungan perairan laut hid up dari perikanan.Banyak di antaranya bertumpu pada pertanian.
83
DAFTAR KEPUSTAKAAN
AM. S. T.
1945 Java, Madura, Bali. Skala 1 : 250.000. Laboehan.Sheet 1 ; Batavia. Sheet 2 ; Bandoeng.Sheet 3 ; B. P. O. ' S by 110 Map ProductionSheet 3 B. P. O. ' S by 110 Map Production Coy.R. E. Nov. 1945. Survey Productiaon Centre EastAsia.
Askandar L., Kol. Laut., et al.
1973 Jiwa Bahari Sebagai Warisan Nenek Moyang BangsaIndonesia. Dinas Sejarah TNI-AL. Jakarta
Bachtiar, Harsya, W., Prof. Dr.
1987 "Kaitan Kebudayaan Derah Dalam RangkaPengembangan Kebudayaan Nasional". Ceramahpada Bimbingan Teknis Penelitian dan Penulisan
Kebudayaan Daerah, Tenaga Peneliti dan PenulisRayon Jakarta.
Britanica
1975 Encyclopaedia. 15 th. ed. Volume XIX, him : 633
Budhihartono, Dr.
1986 "Bangunan Papan Tinggal Tradisional, Maknalingkungan Terhadap Ragam". Makalah pada Seminar Arsitektur Tradisional. Surabaya 5-10Januari 1986.
84
Dananjaya, J.
1979 Kebudayaan Penduduk Kalimantan Tengah, dalamManusia dan Kebudayaan di Indonesia. JembatanJakarta.
Djenen, Drs., MSc., etal.
1984 Indonesia Selayang Pandang. Proyek Asimilasi diBidang Pendidikan dan Pengaturan PendidikanAsing di Indonesia. Depdikbud. Jakarta.
1985/1986 "Pola Kehidupan Sosial Budaya Petani dan Nela-yan di Daerah Rawa". Kasus Desa Kutakrueng,Aceh Utara. Depdikbud. Jakarta.
1984/1985 "Studi Pertumbuhan dan Pemudaran Kota Pela-buhan'*. Kasus : Ampenan dan Lembar. Depdikbud. Jakarta.
E^enen Bale (Ed.).
\9S4/\9S5Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Sulawesi Tengah. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
1986 Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDerah Khusus Ibukota Jakarta. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
\9^^I\9^SPertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Sumatera Utara. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
Effendi. S.
1986 "Salam dari Maya Karimata"., dalam Mutiara,No : 376. PT. Sinar Kasih. Jakarta.
Geertz Qifford
1973 "The Impact of The Concept of Culture on theConcept of Man", in The Interpretation of Cultures, Selected Essays. Basic Books, New York,
Halaman 33-54
85
JIasan Poerbo, Prof. Ir. MCD.
1982 "Tata Ruang dan Lingkungan Hidup : SuatuPengantar kepada Konsep Interaksi antara Pem-bangunan dan Tata Ruang yang Melandasi KonsepPerencanaan dan Pengembangan Tata Ruang"(disampaikan pada Kursus Dasar-Dasar AnalisisDampak Lingkungan, UI, Jakarta, 23 Agustus-7 September 1982). Jakarta.
Koentjaraningrat (Ed.).
1967 Villages in Indonesia. Cornell University Press.Ithaca. New York.
Lapian, AB.
1984 "Aspek-Aspek Penelitian Dmu Sosial BudayaTentang Pemukiman Masyarakat di LingkunganPerairan". IDKD. Depdikbud. Jakarta.
Mandagi, Tedji
1984 "Desa Laut Torosiaje" dalam Mutiara No : 320.PT. Sinar Kasih. Jakarta.
Melalatoa
1982 Kebudayaan Gayo. PN. Balai Pustaka. Jakara
Mubyarto, et al.
1984 Nelayan dan Kemiskinan. Rajawali. Jakarta.
Mudji Rahardjo, Djoko dan Djenen Bale (ed.).
\9^^f\9^SPertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Ling-Perairan Kalimantan Timur. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
Patianom, J. et al.
1983/1984 Sosial Palangkaraya. IDSN. Depdikbud.Jakarta.
Pemda Kabupaten Kapuas.
1980 Melihat Pembangunan di Kabupaten Daerah Ting-kat II Kapuas. Kualakapuas.
Pemda Kecamatan Selat.
1984 Kecamatan Selat dalam Angka. Kualakapuas
86
Rampai, D., Kiwok, Der.
1986 "Rumah Lamin (Long House), Variasi dan Per-kembangannya". Makalah pada Seminar Arsitek-tur Tradisional. Surabaya 5—10 Januari 1986.
Riwut, Tjilik
1975 Kalimantan Membangun. V3\2Ln^2Lt2iy2i
Sandy,I Made
1979 Yayasan Dwijendra. Denpasar
Sotyati
1984 "Nelayan Pantai Utara Jawa dalam Keluh danPeluh", dalam Mutiara No: 381. PT. Sinar Kasih.Jakarta.
Suhardi dan Djenen Bale (Ed.).
\9S4/\9S5Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Kalimantan Barat. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
Sulaiman, BA.
\98\f\982Perahu Madura. Proyek Media Kebudayaan. Depdikbud. Jakarta.
Sumadio, Bambang (Ed.).
1984 "Jamam Kuno., dalam Sejarah Nasional IndonesiaII. Depdikbud. Jakarta.
Sumarsono dan Djenen Bale (Ed).
\98AI\98SPertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Lingkungan Perairan Daerah Bali. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
\98^j\98SPertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Lingkungan Perairan Daerah Jawa Tengah. IDKD.Depdikbud. Jakarta.
\98^I\98SPertumbuhan Permukiman Masyarakat di Lingkungan Perairan Daerah Sulawesi Utara IDKD.
Depdikbud. Jakarta.
87
Sumarsono dan Mc. Suprapti (Ed.).
\9ZAI\9ZSPertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Ling-kungan Perairan Daerah Sulawesi Tenggard.IDKD Depdikbud. Jakarta.
Suparlan, Parsudi, Dr.
1981 Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan PerspektifAntropologi Budaya. Fakultas Sastra UniversitasIndonesia. Jakarta.
Suparlan, Parsudi, Eh*.
1982 'Tata Ruang, Kehidupan Sosial, dan MasalahSosial", dalain Hmu Sosial Dasar. Proyek Pengem-bangan Institusi Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Suprapti, Mc. et al.
1982/1983 "Kota Pelabuhan, Suatu Studi Pertumbuhan danPemudaran (Kasus Gilimanuk dan Jepara). Depdikbud. Jakarta.
1983/1984 "Studi Pertumbuhan dan Pemudaran Kota Pelabuhan, Kasus : Barus dan Sibolga". Depdikbud.Jakarta.
(Ed.)
19^6119^1 Pertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Lingkungan Perairan Daerah Jawa Timur. IDKD.Depdikbud. Jakarta.
Suprapti, Mc. dan Djenen Bale (Ed).
1986 Pertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Lingkungan" Perairan Daerah Istimewa Aceh. IDKD.
Depdikbud. Jakarta.
1986 Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Sulawesi Selatan. IDKD. Depdikbud.Jakarta. '
\9S4119S5Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan Perairan Daerah Kalimantan Selatan. IDKD. Depdikbud. Jakarta.
88
Suprapti, Mc. (Ed).
\9%AI\9ZSPertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Kalimantan Tengah. IDKD. Depdikbud.Jakarta.
\9S4/i9S5Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Irian Jaya. IDKD. Depdikbud. Jakarta
Suprapti, Mc. dan Wisnu Subagyo (Ed.).1986 Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan Perair
an Daerah Nusa Tenggara Barat. IDKD. DepdikbudJakarta.
Tobing, Nelly, BA. dan Djenen Bale (Ed.)
\984l\9S5Pertumbuhan Pemukiman di Lingkungan PerairanDaerah Bengkulu. IDKD. Depdikbud. Jakarta.
Umar Kayam
1985 Semangat Indonesia; Suatu Perjalanan Budaya.PT. Gramedia. Jakarta.
Wangania, Jopie
1980/1981/enis-yenu Perahu di Pantai Utara Jawa-Madura.Proyek Media Kebudayaan. Depdikbud. Jakarta.
Widianto, B.
1985 "Problem Kelautan di Indonesia", dalam MutiaraNo: 348. PT. Sinar Kasih. Jakarta.
m
DAF TAR INFORMAN
No. Nama Keterangan
1. Usop, MA Rektor Universitas Palahgkaraya2. Dr. Teras Mihing Pegawai Kanwil Depdikbud. Prop.
Kalimantan Tengah di Palangkaraya3. Emma Milling Kasi Kebudayaan di Kualakapuas4. Harsen Sehidar Camat Selat
5. Willy Milling Pensiunan Patih Dati II Kab. Kapuas(70 tahun)
6. Kristine Kayan Ibu Rumah Tangga di Kulakapuas(73 tahun)
7. Utun Dawuk Bekas "Balian" di Kecamatan Selat
(70 tahun)8. Dollar Buhoy Staf Sie Kebudayaan di Kualakapuas9. Assrarudin Penilik Kebudayaan di Kualakapuas10. Hasinto Pemilik Rumah "Betang" di Man-
domai, Kec. Kapuas Hilir.11. Ramses Nion Camat Kapuas HUir12. Rumbon Danramil di Kec. Kapuas Hillir.13. Arthur Nata Kakandepdikbud. Kec. Kapuas Hillir.
90