1
DESAIN: SYAIFUL TAJUK Spektrum SAHARUDDIN DAMING Nasionalisme dalam Ancaman M eski kemerdekaan kita telah berusia 71 tahun, bentuk peringatan hari bersejarah tersebut selama ini sering terjebak dalam ritus seremonial belaka, tanpa mak- na reaktualisasi dan eskavasi semangat nasionalisme dan pe- ngorbanan para kesuma bangsa. Anehnya karena dalam menyambut peringatan HUT ke- merdekaan tersebut, anak negeri melakukan euforia dengan beragam cara seperti: lomba tarik tambang, panjat pinang, sepak bola pria berbusana daster, makan kerupuk dan lainnya. Kita sulit menalarkan korelasi aktivitas seperti itu dengan sema- ngat nasionalisme yang semakin tergerus hegemoni globalisasi. Tengoklah wajah modernisasi pembangunan infrastruktur kita, sebahagian besar jika bukan seluruhnya cenderung berorien- tasi nilai-nilai asing. Mulai gaya arsitektur hingga merek bah- kan nama sekalipun, sangat senang menggunakan label asing . Dunia penyiaran seperti radio swasta niaga sejak dulu hingga sekarang lebih dari 90 persen gandrung memutar musik Barat. Akibatnya, musik Indonesia apalagi lagu daerah kini men- jadi hambar dan asing di negeri sendiri. Ironisnya lagi karena pemerintah yang harusnya menggalakkan semangat nasiona- lisme yang nyaris mati, justru lebih mempromosikan bahasa asing,khususnyaInggrissebagaimateriabsolutedalamberbagai rangkaian tes rekruitmen maupun untuk peningkatan karier. Parahnya lagi karena ada banyak WNI yang sangat mende- wakan luar negeri bercurah hujan emas. Sehingga berbon- dong-bondong memilih menjadi TKI dan TKW meski sudah banyak yang menjadi korban pemerkosaan, penipuan hingga menjemput maut di tiang gantungan. Sejumlah tokoh dan in- telektual kita yang sukses meraih keuntungan bisnis atau ilmu di negeri asing, tega mengkhianati bangsanya dengan mengga- daikan status WNI demi memperoleh kewarganegaraan yang mereka banggakan. Saat studi dan bekerja di USA ± 20 tahun, Archandra Tahar terbujuk menjadi warga negara Paman Sam. Anehnya karena ketika diajak Presiden Jokowi duduk di kabinet kerja dengan ja- batan menteri ESDM, Ia tidak gentle menolak tawaran bahwa ia bukan WNI. Namun ketika hal tersebut terlontar ke publik , Ia mati-matian mengaku sebagai WNI meski dalam Pasal 22 ayat 2 huruf A, UU No 39 Tahun 2008 mengatur bahwa seorang menteri, harus WNI. Dalam Pasal 23 huruf A dan H UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, menegaskan apabila Ia memperoleh status WNA atau mempunyai paspor dari negara asing, maka Ia kehilangan WNI secara otomatis. Lebih heboh lagi pada Gloria Natapradja Hamel, yang stres karena dipecat sebagai anggota Paskibraka Nasional lanta- ran diketahui berkewarganegaraan Prancis. Kontrasnya kare- na ibunya: Ira Natapradja, berjuang mati-matian meyakin- kan Gloria sang anak lebih cinta Indonesia. Padahal saat Gloria lahir hingga 15 tahun, ibunya lebih bangga atas paspor Pran- cis yang dimilikinya. Andai tak ada peristiwa pemecatan Glo- ria dari Paskibraka karena bukan WNI, maka Ibunya pasti tak pernah risau akan WNA yang disandang putrinya. Itulah na- sib semangat kemerdekaan di kekinian yang hidup jika men- guntungkan dan mati jika tak berlaba. (*) OPINI KAMIS, 18 AGUSTUS 2016 08 Terus Berjuang Mewujudkan Kemerdekaan Ekonomi J ika merdeka dipahami bebas dari berbagai belenggu tanpa ada ketergantungan pada pihak tertentu, sejatinya Indone- sia belum benar-benar merdeka di bidang ekonomi. Belum ada kebebasan penuh saat seantero negeri merayakan HUT Ke- merdekaan ke-71 RI, Rabu, 17 Agustus kemarin. Harus diakui, kemerdekaan Indonesia selama 71 tahun be- lum mampu mewujudkan masyarakat sejahtera sepenuhnya. Salah satu syarat negara maju adalah penghasilan masyara- katnya setahun adalah USD12 ribu. Indonesia jelas masih jauh dari angka tersebut. Angka kemiskinan kita juga masih sangat tinggi. Di awal ta- hun ini, Badan Pusat Statistik mencatat terjadi kenaikan jum- lah penduduk miskin menjadi 28,51 juta orang. Terus merang- kak naik seiring lesunya ekonomi. Di usia yang sudah sangat matang sebagai sebuah bang- sa, seharusnya kita sudah lepas dari jebakan kelas menengah dan menuju negara maju. Sayangnya, sejajar dengan negara maju lainnya masih menjadi impian setiap kali tahun kalen- der berganti. Faktanya memang berkata demikian. Ketergatungan pada bahan mentah dari sumber daya alam masih begitu besar. Kekuatan ekonomi kita masih terlalu mengandalkan “pembe- rian” Tuhan tersebut. Kita belum sepenuhnya menjadi negara industri, sebuah konsep tak terbantahkan untuk sebuah neg- ara maju saat ini. Di tahun yang ke-71 ini, sudah saatnya Indonesia berge- rak lebih cepat di bidang ekonomi. Tak hanya itu. Berbagai ke- bijakan yang diambil pemerintah juga harus lebih sistematis dan terencana. Indonesia harus mengarah pada pembangu- nan negara industri. Memang, butuh kepastian kebijakan pemerintah agar kondi- si industri dalam negeri tidak goyah. Berbagai perubahan ke- bijakan, harus diakui kerap menjadi blunder yang membunuh investasi di dalam negeri. Menjadi negara industri tak selalu berarti meninggalkan semua potensi yang sudah miliki. Justru harus ada nilai tam- bah jika dibandingkan negara yang tak memiliki sumber daya alam memadai. Keanekaragaman sumber daya alam dan maritim yang ada di Indonesia, tetap menjadi kekuatan utama. Jika dikelola de- ngan industri besar dalam negeri, akan memberikan keuntu- ngan berlipat. Roda ekonomi akan semakin cepat, dan Indonesia pun bisa dengan bangga menyebut dirinya negara maju setiap kali per- ayaan HUT Kemerdekaan. Semoga. (*) Pemimpin Umum: H.M. Agus Salim Alwi Hamu Pemimpin Redaksi / Penanggung Jawab: Uslimin Wakil Pemimpin Redaksi / Penanggung Jawab Harian: Fadil Sunarya, Arsyad Hakim Koordinator Kompartemen: Aswad Syam, Harifuddin Manajer Online: Rasid Alfarizi Manajer Readership dan Litbang: Dian Hendiyanto Sekretaris Redaksi: Agita Larasati Dewan Redaksi: H.M. Alwi Hamu, H. Syamsu Nur, Sukriansyah S. Latief, Nur Alim Djalil, Muhammad Yusuf AR, Faisal Syam, Ike Rahmawati, Suwardi Thahir, Ishak Ngeljaratan, Aidir Amin Daud, MS Kartono, Zulkifli Gani Ottoh, Silahuddin Genda, Fachruddin Palapa, Buyung Maksum, Akbar Hamdan, Sunarti Sain, Mahdar Tayyong, Mustafa Kufung, A. Anita Amier, Syaikhan Azzuhri Rumra. Staf Redaksi: Alief Sappewali, Anggi S. Ugart, Amrullah B. Gani, Dian Muhtadiah, Eka Nugraha, Hamsah, Hasbi Zainuddin, Imam Dzulkifli, Kasman, Muh. Ilham, Yukemi Koto. Reporter: Amiruddin, M Nasrun Nur, Nurlina Arsyad, Syarifa Aida. Fotografer: Muhammad Idham Ama, Tawakkal, Jumain Sulaiman, Nurhadi Sasu. Wartawan Daerah: Muh Iksan (Gowa), Mustaqim Musma (Bantaeng-Bulukumba-Selayar), Asri Samad (Bone- Sinjai), Asriadi (Soppeng), Irwan Kahir (Wajo), M Haris Syah (Parepare-Pinrang), Edy Arsyad (Maros), Syahrul Fahmi (Pangkep-Barru), Edy Basri (Sidrap-Enrekang), Frederich Suselisu (Toraja-Toraja Utara), Syahruddin Syah (Luwu Utara-Luwu Timur-Palopo-Luwu), Muh Ilham Wasi (Sulbar). Kepala Maintenance: Asri Amir, Staf Fajar Online: Dwiyani Prihatin, Yulhaidir Ibrahim, Zainuddin Saleha. Manajer Desain dan Pracetak: Julian Angga Dwiputra. Koordinator Pracetak: Budi Kurniawan. Biro Jakarta: Muhammad Arman. Redaksi ( 0411) 441441 e-mail: [email protected], [email protected] Percetakan: PT. FAJAR GRAFIKA-Jl.Urip Sumoharjo No.20 Makassar. Perwakilan Jakarta: Muh Ilham - JL. Kebayoran Lama Pal VII No 17. Telp: (021) 5322632-Fax (021) 5322629. Perwakilan Surabaya: Moh Ali Imam Hawi, Gedung Bumi Mandiri Tower 1 lt.5 ruang 501. Jl. Basuki Rahmat No.129/137 Telp: (031) 5465239. Fax. (031) 5323674. Perwakilan Sulbar: Sauki, JL . RE Martadinata Ruko TO Tambayoka KAV 7 No. 7 Mamuju, 082187116208. Harga Langganan : Rp100.000 / bulan, eceran dalam kota 5.000 / eksamplar. Daerah lain disesuaikan ongkos kirim. Tarif Iklan: Umum (Black White/BW): Rp 55.000,-/mm kolom (Rp75.000 -/mm kolom: per 1 Januari 2016), Warna (Full Colour/FC): Rp70.000,-/ mm kolom (Rp85.000 -/mm kolom: per 1 Januari 2016). Penerbit: PT. Media Fajar Koran, SIUPP :No. 085/SK/Menpen /SIUPP/A.7/1986 Tgl.Maret 1986 Direktur Utama: H.M. Agus Salim Alwi Hamu Direktur: Faisal Syam Wakil Direktur: Ardhi Syamsu, Ruslan Ramli, Uslimin, Ihsan Djirong, Zoel Dirga Dinhi Pembina: Dahlan Iskan, Chairman: HM Alwi Hamu, Komisaris Utama: H. Syamsu Nur, Wakil Komisaris Utama: Ratna Dewi, Komisaris: Dorothea Samola, Zulkifli Gani Ottoh, S.Sinansari Ecip, H. Sahel Abdullah. BPP Fajar Group: Sukriansyah S. Latief (Ketua), Hendri Nazaruddin ( Wakil Ketua), Sri Suhartini (Sekretaris), Mufti Hendrawan,(Anggota), Idris (Auditor). Ombudsman: Suwardi Thahir, Ridwan J.Silamma, SH,Naziruddin Pasigai, Munjin S.Asy’ari , Irwan Zainuddin. Manajer Iklan Umum: Syaifuddin, Manajer Sirkulasi: Ramah Praeska; Manajer Promosi: M Yunus, Manajer Legal dan HRD; Ike Rahmawati, Manajer SDM: Basri, Manajer Desain dan Pracetak: Julian Angga Dwiputra, Manajer PR: Fitriany Solong. Alamat Redaksi / Tata Usaha:Jl Urip Sumoharjo No 20 Makassar- telp (0411) 441441 (hunting), (0411) 440234, Sirkulasi : (0411) 440222 Fax. Tata Usaha (0411) 441224-Fax. Redaksi (0411) 441225. Kantor Perwakilan Iklan dan Sirkulasi : Asri Haryadi (Makassar Barat-Utara), Jl. Botolempangan No. 3 Makassar telp 081241129293; Sumarlin (Makassar Selatan) Jl Dangko No 8 Makassar; telp (0411) 5349777, HP: 081355444414; Andi Rahman Pagunai (Makassar Timur) Ruko Pasar Grosir Daya Blok I3/No. 6 Makassar Telp: (011) 5329555, HP: 08114110011; Muh Idris (Makassar Pusat) Jl Urip Sumoharjo No.20 Makassar, telp (0411) 5349333; HP: 082349302086; Haris (Bandara) Gedung Terminal Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, HP: 085399364915. Biro Daerah: M Haris Syah (Parepare) Jl. Andi Cammi No. 45, telp (0421) 22528-25217 HP: 08114485114; Syamsuddin ( Bone) Jl Langsat No 25 Bone, (0481) 22483, HP: 08124126286; Asri (Palopo) Jl Jend.Sudirman No 94B telp (0471) 21190, HP: 085255890876; Sirajuddin (Sengkang) Jl KH As’ad No 45 telp (0485) 323111, HP: 085394184939; Andi Fajar (Sidrap) Jl Jend Sudirman No 100 Sidrap, HP: 085342526443, Suhardi (Bulukumba) Jl Bakti Adiguna No.99 Kab Bulukumba, Hp: 081241049323; Fadly (Maros) Jl Poros Maros-Makassar Km 3, telp (0411) 5349444, HP: 081242085677; Rudi Hermansyah (Sinjai) Jl Persatuan Raya No 156 Sinjai, telp (0482) 23566, HP: 085242986032; Erwin (Gowa) Jl Sultan Hasanuddin No 100 A Sungguminasa, telp (0411) 2100888, HP: 081525849517; Sauki SH (Mamuju) Komp. To Tambayako Kav.7 Jl Re Martadinata Simboro Sulbar, HP: 082187116208. Bank: Bank Muamalat cabang Makassar 801-0101-046 BNI Cabang Mattoanging 411-441-4448 BCA Pettarani Makassar 390-0132-777 Bank Mandiri Cabang Pettarani Makassar 152-001-374-0291 Bank Sulselbar 130-003-0003-00697. Dalam melaksanakan tu- gas jurnalistik, wartawan Harian Fajar dibekali tanda pengenal dan tidak diper- kenankan menerima mau- pun meminta imbalan dari siapapun, dalam bentuk apapun, serta dengan ala- san apapun. Semua penulis Opini/Artikel serta Kolom Lepas hendak- nya mencantumkan No- mor Rekening dan NPWP. Naskah yang di kirim ke redaksi menjadi milik harian FAJAR, karena itu naskah yang sama tidak boleh dikir- im ke media lain. Semua isi artikel/tulisan yang ber- asal dari luar, sepenuhnya tanggung jawab penulis bersangkutan. g g KETENTUAN NASKAH OPINI 1. Opini yang dikirim ke Harian FAJAR, tidak boleh dikirim ke media lain. 2. Setiap opini yang dikirim ke Harian FAJAR, wajib menyertakan foto terbaru (tidak boleh hitam putih), nomor telepon yang bisa dihubungi, sekaligus nomor rekening penulis. 3. Opini dikirim ke: opiniharianfajar@ gmail.com dan [email protected] Memaknai (Lagi) Kemerdekaan S emangat patriotisme dan nasi- onalismecukupterlihat,meski- pun mayoritasnya masih se- batas simbolik. Karena itulah kita perlu memaknai kemerdekaan ini, dalam tataran yang lebih substansial. Lewat tulisan sederhana ini, penulis in- gin merefleksikan makna kemerdeka- an paling tidak dalam dua hal, yaitu: Pertama, para Founding Fathers negara kita sadar betul kemerdekaan yang telah diraih Bangsa Indonesia adalahanugerahdariTuhan.Sebabitu- lah, mereka menegaskan dalam Mu- kaddimah UUD 1945 dengan kalimat, “Atas berkat rahmat Allah swt….” Hal ini menunjukkan para pahlawan, pejuang kemerdekaan, serta pendiri negara ini memiliki kesadaran teologis yang tinggi, dengan menempatkan aspek ketuha- nansebagaifaktorutamayangsangatme- nentukan dalam meraih kemerdekaan. Segenap rakyat Indonesia telah merayakan HUT Proklamasi Kemerdekaan yang ke-71. Sebuah usia yang tidak lagi muda. Berbagai acara dan kegiatan dilakukan lapisan masyarakat dalam memeriahkan hajatan Hari Kemerdekaan tersebut. DITO ANUROGO Dokter Digital Pembelajar Paremiologi dan S2 IKD Biomedis FK UGM Yogyakarta OLEH lakukanolehparapahlawankita.Mereka denganlatarbelakangyangberbedaber- juang merebut kemerdekaan tanpa ba- tas agama, suku, maupun daerah. Oleh karena itu, kita semua harus berkomit- men menjaga keutuhan NKRI. Untuk itu, seluruh anasir yang bermaksud merongrong dan mencabik-cabik per- satuan dan kesatuan bangsa Indonesia harus dilawan. Kelompok-kelompok radikal dan intoleran tidak boleh dibi- arkan berkembang, jika tidak ingin me- nyimpang “bom waktu” terjadinya per- pecahan antaranak bangsa. Demiki- an halnya mereka yang mengklaim diri sebagai pejuang HAM, pejuang kem- anusiaan tetapi didanai dan bekerja atas nama negara-negara donor/asing, dalam melakukan pengkhianatan seca- ra terselubung terhadap bangsanya sendiri. Kemerdekaan yang diperoleh oleh NKRI memang sangat kental dengan perpaduan antara nilai-nilai spirituali- tas, religiusitas, dengan nilai kejuangan danpatriotisme.Karenanya,sebagairasa syukur atas karunia Tuhan serta jerih payah, pengorbanan para pejuang dan pahlawan kemerdekaan, sudah semes- tinya pemimpin di negeri ini pada ber- bagai levelnya, menjadikan nilai-nilai Ilahiah/ketuhanan dan kejuangan se- bagai inspirasi dalam menata negeri dan daerahnya masing-masing. Rasu- lullah saw saja sebagai utusan Tuhan, manusia sempurna (Insan Kamil) yang juga merupakan pemimpin teladan se- jagat raya, tidak pernah melepaskan diri dari tuntunan Ilahiah dalam menjalan- kan tugasnya serta menata pemerinta- hannya kala itu. Lisan suci beliau me- ngajarkan kepada kita selalu terpaut dengan Sang Maha Pencipta, “Allahum- ma la takilni ila nafsi tharfata ‘ainin wa ashlih li sya’ni kullahu” , Ya Allah jangan sekejap pun Engkau biarkan aku men- gurusi masalahku sendiri dan sukses- kanlah urusanku seluruhnya. Sayyidi- na Ali bin Abi alib mencontohkan- nya saat mengingatkan Malik Asytar An- Nakha’iy menjelang pengangkatannya menjadi Gubernur Mesir. Berikut cup- likan dari pesannya yang panjang: “In- safkanlah hatimu agar selalu memper- lakukan semua rakyatmu dengan kasih sayang, cinta dan kelembutan hati. Me- reka sesungguhnya hanya satu di anta- ra dua: saudaramu dalam agama atau makhluk Tuhan seperti dirimu sendiri. Danjanganmenganggapdirimusebagai seorang diktator yang harus ditaati se- gala perintahnya. Sebab, yang demikian itu adalah penyebab rusaknya jiwa, me- lemahnya agama dan hilangnya kekua- saan. Awas! Jangan coba-coba berpacu dengan Allah dalam keagungan-Nya, atau ingin menyerupai-Nya dalam kekuasaan-Nya. Sebab, Allah swt akan merendahkan siapa saja yang meng- agungkandirinyadanmenghinakansia- pa saja yang membanggakannya. Jadi- kanlah kesukaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat ba- nyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elite. Adapun kemarahan kaum elite dapat diabaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak.” Pada akhirnya, kemerdekaan tidak hanya membutuhkan sekadar keme- riahan dan kenangan indah, tetapi ke- merdekaan membutuhkan dukungan, semangat, pikiran, kemampuan maksi- mal, keikhlasan, dan pengorbanan untuk mewujudkan realitas-realitas baru yang bisa membuat bangsa Indonesia mera- sakan kesejahteraan dan kebahagiaan la- hir-batin, baldatun thayyibatun wa Rab- bun ghafur. Wallahu a’lam bisshawab. (*) Oleh karenanya, sebagai wujud rasa syukur akan anugerah dan rahmat Tu- han tersebut, maka sebagai sebuah bangsa,kitaharusbersungguh-sungguh merawatdanmenjagakemerdekaanini. Indonesia harus melepaskan diri dari keterjajahan bangsa lain, baik secara ekonomi, politik ataupun pada aspek yang lainnya. Agar kita betul-betul me- miliki kedaulatan dan memiliki harga diri. Indonesia sebagai bangsa yang be- sar dan dikarunia Tuhan sumber daya alam yang melimpah, mesti menseja- jarkan diri dan tidak minder terhadap negara-negara besar lainnya. Dalam hal ini, sekali-kali mungkin ada baiknya mendengarkan Soekarno. DalamAmanatProklamasi-nya,Soekar- no mengimbau, “…Betapa perlunya kita harus berani memerangi diri kita sendi- ri. Semula kita mencita-citakan, bahwa di alam kebebasan dan kemerdekaan, kitadapatmengembangkansegaladaya cipta kita untuk membangun sehebat- hebatnya: …membangun satu indus- tri modern yang sanggup memperting- gi taraf hidup rakyat kita, membangun satu pertanian modern guna memper- tinggi hasil bumi, membangun satu ke- budayaan nasional yang menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia. Tetapi puluhan tahun kemudian, kita menga- lami… bukan industrialisasi yang tepat, tetapi industrialisasi tambal sulam; me- ngalamibukanmembumbungtingginya kebudayaannasionalyangpatutdibang- gakan tetapi gila-gilanya rock and roll ,… mengalami bukan daya cipta sastra In- donesia yang bernilai, tetapi banjirnya literatur komik.” Kedua, bahwa persatuan dan kesa- tuan bangsa adalah hal fundamental, sekaligus buah dari perjuangan yang di- Paremiologi, Peribahasa Pencerah Peradaban S eremoni dan hiruk-pikuk ke- merdekaan ibarat ritual yang menggurita. Pesta pora ber- langsungberkesinambungan, namun hampa makna. Padahal Indo- nesia memiliki berjuta warga dengan beribu bahasa. Seni berkomunikasi lisan baik melalui mendongeng, ber- balaspantun,berpidato,melantunkan tembang macapat begitu membuda- ya. Ironisnya, ada bagian bahasa yang seringkali dilupakan generasi muda. Apalagi kalau bukan peribahasa? Indonesia kaya akan peribaha- sa lokal. Dari 41 daerah di Indone- sia, tercatat 1.308 peribahasa (Anuro- go, 2010). Jumlah ini diprediksi ber- potensi bertambah, mengingat be- lum semua terdokumentasikan de- ngan rapi. Sebagai perbandingan, A Collection of Chinese Proverbs, yang disusun William Scarborough tahun 1875 memuat 2.720 peribahasa. Ka- mus peribahasa lainnya yang cukup lengkap adalah Dictionary of the Pro- verbs karya MP Tilley di Inggris Abad ke-16 dan ke-17 (1950), dan Early American Proverbs and Proverbial Phrases karyaBJWhiting(1977) . DiIn- donesia, terdapat Kumpulan Periba- hasa Indonesia dari Aceh sampai Pa- pua karya Santoso IB (2009). Menurut para ahli linguistik, peri- bahasa menyatukan pelbagai karak- teristik lexeme,kalimat,kumpulanfra- se,sandingkata (collocation) ,teks,dan kutipan. Peribahasa mengungkap- kan prosodi, paralelisme, sintaks, lek- sis, dan tamsil yang memikat. Karena imajinatif, peribahasa menyediakan bukti stereotip dan metafora kultural nan standar. Pelbagai kekayaan ini- lah yang membuat peribahasa men- jadibermaknadidalamujipsikoliguis- tik. Variasi peribahasa antarbudaya di mancanegara menjadi isu dan disku- Peribahasa adalah roh dari budaya bangsa. Bagian kearifan lokal yang berpotensi mendunia. Rumusan “peribahasa adalah kali- mat pendek dari kebijaksanaan” ber- dasarkanfaktabahwaperibahasadapat terdiri dari elemen deskriptif tunggal, seperti: cinta itu buta. Contoh lainnya, “waktu adalah uang” yang dahulunya diucapkan tokoh Yunani kuno, eo- phrastus ( 372-287 SM). Prosodi dan keteraturan pola membuat peribaha- sa lebih mudah diingat dan dikena- li di dalam konteks. Misalnya, tungke- tungkeessomappunnaimenni,tungke- tungkearennungmappannaiassusang. Maknanya, tiap-tiap siang memiliki malam, tiap-tiap kegembiraan memi- liki kesusahan. Peribahasa terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, peribahasa yang mengekspresikan kebenaran secara umum. Misalnya, jeneka cinik ia tonja nanaik ia tonja nanaung, menggam- barkan pasang-surut kehidupan ma- nusia. Kedua, peribahasa yang meng- gunakanobservasispesifikdaripenga- laman keseharian untuk melukiskan hal yang umum. Contohnya, aju malu- ruemi riala parewa bola. Secara harfi- ah berarti, “hanya kayu yang lurus yang dijadikan ramuan rumah” , maknanya hanya orang yang lurus (jujur-ama- nah)yangpantasdijadikanpemimpin. Rumahdiibaratkantempatberlindung. Pemimpin diharapkan dapat menga- yomi rakyat. Ketiga, peribahasa yang terdiri dari perkataan/ujaran dari area- area khusus yang bersumberkan kea- rifan tradisional dan cerita rakyat. Um- pamanya, taro ada taro gau, bermak- naharmonisasiperkataandenganper- buatan.Seringkaliperibahasaklasikini memerkayalogat-dialekbahasadaerah di percakapan keseharian. Tantangan Mendalami peribahasa memiliki berjuta tantangan sekaligus keunikan tersendiri. Pertama, untuk memaha- mi peribahasa, diperlukan pengeta- huan yang luas tentang bahasa daerah, linguistik, filologi, semiotik, semantik, hingga neurolinguistik. Pusat di otak yang terkait dengan memori bahasa dan berbicara adalah area Brocka dan Wernicke.Sehinggadiperlukanketeku- nandanwaktuyanglamajikainginme- mahami peribahasa. Kedua,peribahasamemilikibanyak “sahabat” ,yakni:idiom,pepatah,aforis- ma, kata bersayap, metafora, kolokasi, bidal, ungkapan, perumpamaan. Hal ini yang membuat peribahasa sering tertukar atau bercampur-aduk dengan yang lainnya. Hal ini semakin mem- perkuat hipotesis Archer Taylor yang mengatakan peribahasa itu sulit untuk dipahami (Lim Kim Hui, 2003). Ketiga, dalam konteks sosiolinguis- tik,peribahasaharuslahterkaitdengan beberapakomunitasbahasa,kelompok sosial tertentu, sehingga dapat dialek- tisnamunpragmatis.Kontekspragma- tis ini sering diabaikan generasi muda, karena era globalisasi lebih menuntut keterampilan berbahasa asing daripa- da berbahasa daerah. Ranjau kapita- lisme dan materialisme juga perlu di- waspadai oleh para pembelajar pemu- la peribahasa. Keempat, peribahasa telah dikaji oleh pelbagai ahli multidisipliner de- ngan beranekaragam metode dan tu- juan yang multiperspektif, menghasil- kanterminologidanpemahamanyang juga bervariasi, terkadang tumpang- tindih, terkadang komplementer. Hal ini dapat menimbulkan ambiguitas di dalam proses pembelajaran peribaha- sa. Akibatnya, multitafsir peribahasa merupakan hal yang niscaya. Implementasi nilai peribahasa di dalam kehidupan bermasyarakat, ber- bangsa, dan bernegara mampu men- jadikan Indonesia sebagai negara yang bermartabat, berjati diri, dan diperhi- tungkan di dalam kancah pergaulan internasional. Mempelajari dan memahami peri- bahasa lokal merupakan upaya untuk menggali mutiara kebudayaan yang terkubur di samudera kehidupan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidakmelupakanakarkebudayaannya, salah satunya peribahasa. (*) si yang menarik. Disiplin ilmu yang khusus mengkaji seluk-beluk periba- hasa beserta dinamikanya dinama- kan paremiologi. Menurut Mieder (1996), periba- hasa mengandung kebijaksanaan, hikmah, kebenaran, nilai-nilai mo- ral, dan pandangan tradisional. Sing- katnya, peribahasa ujaran tradisio- nal yang mengajarkan nilai-nilai mo- ral. Di sini penulis mencotohkan ha- nya peribahasa Bugis dan Makassar, sebagai representasi peribahasa lo- kal namun kaya akan nilai-nilai mo- ral nan universal. Ada pelbagai persyaratan untuk dapat disebut peribahasa, yakni: beri- si didaktik, memiliki diksi pasti atau redaksi bahasa yang tetap, ada yang puitis, metaforis, kalimatnya lengkap. Yang disebut terakhir ini adalah syarat mutlak peribahasa. Misalnya, appa- sadia memammoko bokong mange ri anja. Maknanya, persiapkanlah bekal untuk akhirat. MOHAMMAD MUTTAQIN AZIKIN Peneliti pada Ma’REFAT INSTITUTE (Makassar Research for Advance Transformation) Sulsel dan Lembaga Inisiasi Lingkungan & Masyarakat (LINGKAR) OLEH

Dito Anurogo - Paremiologi - Harian Fajar - 18 Agustus 2016.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

desain: syaiful

tajuk

SpektrumSaharuddin daming

Nasionalisme dalam Ancaman

Meski kemerdekaan kita telah berusia 71 tahun, bentuk peringatan hari bersejarah tersebut selama ini sering terjebak dalam ritus seremonial belaka, tanpa mak-

na reaktualisasi dan eskavasi semangat nasionalisme dan pe-ngorbanan para kesuma bangsa.

Anehnya karena dalam menyambut peringatan HUT ke-merdekaan tersebut, anak negeri melakukan euforia dengan beragam cara seperti: lomba tarik tambang, panjat pinang, sepak bola pria berbusana daster, makan kerupuk dan lainnya. Kita sulit menalarkan korelasi aktivitas seperti itu dengan sema-ngat nasionalisme yang semakin tergerus hegemoni globalisasi. Tengoklah wajah modernisasi pembangunan infrastruktur kita, sebahagian besar jika bukan seluruhnya cenderung berorien-tasi nilai-nilai asing. Mulai gaya arsitektur hingga merek bah-kan nama sekalipun, sangat senang menggunakan label asing .

Dunia penyiaran seperti radio swasta niaga sejak dulu hingga sekarang lebih dari 90 persen gandrung memutar musik Barat. Akibatnya, musik Indonesia apalagi lagu daerah kini men-jadi hambar dan asing di negeri sendiri. Ironisnya lagi karena pemerintah yang harusnya menggalakkan semangat nasiona-lisme yang nyaris mati, justru lebih mempromosikan bahasa asing, khususnya Inggris sebagai materi absolute dalam berbagai rangkaian tes rekruitmen maupun untuk peningkatan karier.

Parahnya lagi karena ada banyak WNI yang sangat mende-wakan luar negeri bercurah hujan emas. Sehingga berbon-dong-bondong memilih menjadi TKI dan TKW meski sudah banyak yang menjadi korban pemerkosaan, penipuan hingga menjemput maut di tiang gantungan. Sejumlah tokoh dan in-telektual kita yang sukses meraih keuntungan bisnis atau ilmu di negeri asing, tega mengkhianati bangsanya dengan mengga-daikan status WNI demi memperoleh kewarganegaraan yang mereka banggakan.

Saat studi dan bekerja di USA ± 20 tahun, Archandra Tahar terbujuk menjadi warga negara Paman Sam. Anehnya karena ketika diajak Presiden Jokowi duduk di kabinet kerja dengan ja-batan menteri ESDM, Ia tidak gentle menolak tawaran bahwa ia bukan WNI. Namun ketika hal tersebut terlontar ke publik , Ia mati-matian mengaku sebagai WNI meski dalam Pasal 22 ayat 2 huruf A, UU No 39 Tahun 2008 mengatur bahwa seorang menteri, harus WNI. Dalam Pasal 23 huruf A dan H UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, menegaskan apabila Ia memperoleh status WNA atau mempunyai paspor dari negara asing, maka Ia kehilangan WNI secara otomatis.

Lebih heboh lagi pada Gloria Natapradja Hamel, yang stres karena dipecat sebagai anggota Paskibraka Nasional lanta-ran diketahui berkewarganegaraan Prancis. Kontrasnya kare-na ibunya: Ira Natapradja, berjuang mati-matian meyakin- kan Gloria sang anak lebih cinta Indonesia. Padahal saat Gloria lahir hingga 15 tahun, ibunya lebih bangga atas paspor Pran-cis yang dimilikinya. Andai tak ada peristiwa pemecatan Glo-ria dari Paskibraka karena bukan WNI, maka Ibunya pasti tak pernah risau akan WNA yang disandang putrinya. Itulah na-sib semangat kemerdekaan di kekinian yang hidup jika men-guntungkan dan mati jika tak berlaba. (*)

opiniKAMIS, 18 AGUSTUS 2016

08Terus Berjuang Mewujudkan

Kemerdekaan Ekonomi

Jika merdeka dipahami bebas dari berbagai belenggu tanpa ada ketergantungan pada pihak tertentu, sejatinya Indone-sia belum benar-benar merdeka di bidang ekonomi. Belum

ada kebebasan penuh saat seantero negeri merayakan HUT Ke-merdekaan ke-71 RI, Rabu, 17 Agustus kemarin.

Harus diakui, kemerdekaan Indonesia selama 71 tahun be-lum mampu mewujudkan masyarakat sejahtera sepenuhnya. Salah satu syarat negara maju adalah penghasilan masyara-katnya setahun adalah USD12 ribu. Indonesia jelas masih jauh dari angka tersebut.

Angka kemiskinan kita juga masih sangat tinggi. Di awal ta-hun ini, Badan Pusat Statistik mencatat terjadi kenaikan jum-lah penduduk miskin menjadi 28,51 juta orang. Terus merang-kak naik seiring lesunya ekonomi.

Di usia yang sudah sangat matang sebagai sebuah bang-sa, seharusnya kita sudah lepas dari jebakan kelas menengah dan menuju negara maju. Sayangnya, sejajar dengan negara maju lainnya masih menjadi impian setiap kali tahun kalen-der berganti.

Faktanya memang berkata demikian. Ketergatungan pada bahan mentah dari sumber daya alam masih begitu besar. Kekuatan ekonomi kita masih terlalu mengandalkan “pembe-rian” Tuhan tersebut. Kita belum sepenuhnya menjadi negara industri, sebuah konsep tak terbantahkan untuk sebuah neg-ara maju saat ini.

Di tahun yang ke-71 ini, sudah saatnya Indonesia berge-rak lebih cepat di bidang ekonomi. Tak hanya itu. Berbagai ke-bijakan yang diambil pemerintah juga harus lebih sistematis dan terencana. Indonesia harus mengarah pada pembangu-nan negara industri.

Memang, butuh kepastian kebijakan pemerintah agar kondi-si industri dalam negeri tidak goyah. Berbagai perubahan ke-bijakan, harus diakui kerap menjadi blunder yang membunuh investasi di dalam negeri.

Menjadi negara industri tak selalu berarti meninggalkan semua potensi yang sudah miliki. Justru harus ada nilai tam-bah jika dibandingkan negara yang tak memiliki sumber daya alam memadai.

Keanekaragaman sumber daya alam dan maritim yang ada di Indonesia, tetap menjadi kekuatan utama. Jika dikelola de-ngan industri besar dalam negeri, akan memberikan keuntu-ngan berlipat.

Roda ekonomi akan semakin cepat, dan Indonesia pun bisa dengan bangga menyebut dirinya negara maju setiap kali per-ayaan HUT Kemerdekaan. Semoga. (*)

Pemimpin Umum: H.M. agus salim alwi HamuPemimpin Redaksi / Penanggung Jawab: usliminWakil Pemimpin Redaksi / Penanggung Jawab Harian: fadil sunarya, arsyad HakimKoordinator Kompartemen: aswad syam, HarifuddinManajer Online: Rasid alfariziManajer Readership dan Litbang: dian HendiyantoSekretaris Redaksi: agita larasatiDewan Redaksi: H.M. alwi Hamu, H. syamsu nur, sukriansyah s. latief, nur alim djalil, Muhammad yusuf aR, faisal syam, ike Rahmawati, Suwardi Thahir, Ishak Ngeljaratan, Aidir Amin Daud, MS Kartono, Zulkifli Gani Ottoh, Silahuddin Genda, Fachruddin Palapa, Buyung Maksum, akbar Hamdan, sunarti sain, Mahdar Tayyong, Mustafa Kufung, a. anita amier, syaikhan azzuhri Rumra. Staf Redaksi: Alief Sappewali, Anggi S. Ugart, Amrullah B. Gani, Dian Muhtadiah, Eka Nugraha, Hamsah, Hasbi Zainuddin, Imam Dzulkifli, Kasman, Muh. ilham, yukemi Koto. Reporter: amiruddin, M nasrun nur, nurlina arsyad, syarifa aida. Fotografer: Muhammad idham ama, Tawakkal, Jumain sulaiman, nurhadi sasu. Wartawan Daerah: Muh iksan (Gowa), Mustaqim Musma (Bantaeng-Bulukumba-Selayar), asri samad (Bone-Sinjai), asriadi (Soppeng), irwan Kahir (Wajo), M Haris syah (Parepare-Pinrang), edy arsyad (Maros), syahrul fahmi (Pangkep-Barru), edy Basri (Sidrap-Enrekang), Frederich Suselisu (Toraja-Toraja Utara), syahruddin syah (Luwu Utara-Luwu Timur-Palopo-Luwu), Muh ilham Wasi (Sulbar). Kepala Maintenance: asri amir, Staf Fajar Online: Dwiyani Prihatin, Yulhaidir Ibrahim, Zainuddin Saleha. Manajer Desain dan Pracetak: Julian Angga Dwiputra. Koordinator Pracetak: Budi Kurniawan. Biro Jakarta: Muhammad arman. Redaksi ( 0411) 441441 e-mail: [email protected], [email protected]: PT. FAJAR GRAFIKA-Jl.Urip Sumoharjo No.20 Makassar. Perwakilan Jakarta: Muh Ilham - JL. Kebayoran Lama Pal VII No 17. Telp: (021) 5322632-Fax (021) 5322629. Perwakilan Surabaya: Moh Ali Imam Hawi, Gedung Bumi Mandiri Tower 1 lt.5 ruang 501. Jl. Basuki Rahmat No.129/137 Telp: (031) 5465239. Fax. (031) 5323674. Perwakilan Sulbar: Sauki, JL . RE Martadinata Ruko TO Tambayoka KAV 7 No. 7 Mamuju, 082187116208. Harga Langganan : Rp100.000 / bulan, eceran dalam kota 5.000 / eksamplar. Daerah lain disesuaikan ongkos kirim. Tarif Iklan: Umum (Black White/BW): Rp 55.000,-/mm kolom (Rp75.000 -/mm kolom: per 1 Januari 2016), Warna (Full Colour/FC): Rp70.000,-/mm kolom (Rp85.000 -/mm kolom: per 1 Januari 2016).

Penerbit: PT. Media Fajar Koran, SIUPP :No. 085/SK/Menpen /SIUPP/A.7/1986 Tgl.Maret 1986Direktur Utama: H.M. agus salim alwi HamuDirektur: faisal syamWakil Direktur: ardhi syamsu, Ruslan Ramli, uslimin, ihsan djirong, Zoel dirga dinhiPembina: dahlan iskan, Chairman: HM alwi Hamu, Komisaris Utama: H. syamsu nur, Wakil Komisaris Utama: Ratna dewi, Komisaris: dorothea Samola, Zulkifli Gani Ottoh, S.Sinansari Ecip, H. sahel abdullah.BPP Fajar Group: sukriansyah s. latief (Ketua), Hendri nazaruddin ( Wakil Ketua), sri suhartini (sekretaris), Mufti Hendrawan,(anggota), idris (auditor).Ombudsman: Suwardi Thahir, Ridwan J.Silamma, SH,Naziruddin Pasigai, Munjin S.Asy’ari , Irwan Zainuddin.Manajer Iklan Umum: syaifuddin, Manajer Sirkulasi: Ramah Praeska; Manajer Promosi: M yunus, Manajer Legal dan HRD; ike Rahmawati, Manajer SDM: Basri, Manajer Desain dan Pracetak: Julian Angga Dwiputra, Manajer PR: fitriany solong.Alamat Redaksi / Tata Usaha:Jl Urip Sumoharjo No 20 Makassar- telp (0411) 441441 (hunting), (0411) 440234, Sirkulasi: (0411) 440222 Fax.Tata Usaha (0411) 441224-Fax. Redaksi (0411) 441225. Kantor Perwakilan Iklan dan Sirkulasi: asri Haryadi (Makassar Barat-Utara), Jl. Botolempangan No. 3 Makassar telp 081241129293; Sumarlin (Makassar Selatan) Jl Dangko No 8 Makassar; telp (0411) 5349777, HP: 081355444414; Andi Rahman Pagunai (Makassar Timur) Ruko Pasar Grosir Daya Blok I3/No. 6 Makassar Telp: (011) 5329555, HP: 08114110011; Muh Idris (Makassar Pusat) Jl Urip Sumoharjo No.20 Makassar, telp (0411) 5349333; HP: 082349302086; Haris (Bandara) Gedung Terminal Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, HP: 085399364915. Biro Daerah: M Haris syah (Parepare) Jl. Andi Cammi No. 45, telp (0421) 22528-25217 HP: 08114485114; Syamsuddin ( Bone) Jl Langsat No 25 Bone, (0481) 22483, HP: 08124126286; Asri (Palopo) Jl Jend.Sudirman No 94B telp (0471) 21190, HP: 085255890876; Sirajuddin (Sengkang) Jl KH As’ad No 45 telp (0485) 323111, HP: 085394184939; Andi Fajar (Sidrap) Jl Jend Sudirman No 100 Sidrap, HP: 085342526443, suhardi (Bulukumba) Jl Bakti Adiguna No.99 Kab Bulukumba, Hp: 081241049323; Fadly (Maros) Jl Poros Maros-Makassar Km 3, telp (0411) 5349444, HP: 081242085677; Rudi Hermansyah (Sinjai) Jl Persatuan Raya No 156 Sinjai, telp (0482) 23566, HP: 085242986032; Erwin (Gowa) Jl Sultan Hasanuddin No 100 A Sungguminasa, telp (0411) 2100888, HP: 081525849517; sauki sH (Mamuju) Komp. To Tambayako Kav.7 Jl Re Martadinata Simboro Sulbar, HP: 082187116208. Bank: Bank Muamalat cabang Makassar 801-0101-046 BNI Cabang Mattoanging 411-441-4448 BCA Pettarani Makassar 390-0132-777 Bank Mandiri Cabang Pettarani Makassar 152-001-374-0291 Bank Sulselbar 130-003-0003-00697.

dalam melaksanakan tu-gas jurnalistik, wartawan Harian fajar dibekali tanda pengenal dan tidak diper-kenankan menerima mau-pun meminta imbalan dari siapapun, dalam bentuk apapun, serta dengan ala-san apapun.Semua penulis Opini/Artikel serta Kolom Lepas hendak-nya mencantumkan No-mor Rekening dan NPWP. naskah yang di kirim ke redaksi menjadi milik harian Fajar, karena itu naskah yang sama tidak boleh dikir-im ke media lain. semua isi artikel/tulisan yang ber-asal dari luar, sepenuhnya tanggung jawab penulis bersangkutan.

g

g

ketentuan naskah opini

1. Opini yang dikirim ke Harian Fajar, tidak boleh dikirim ke media lain.2. Setiap opini yang dikirim ke Harian Fajar, wajib menyertakan foto terbaru (tidak boleh hitam putih), nomor telepon yang bisa dihubungi, sekaligus nomor rekening penulis.3. Opini dikirim ke: opiniharianfajar@ gmail.com dan [email protected]

Memaknai (Lagi) Kemerdekaan

Semangat patriotisme dan nasi-onalisme cukup terlihat, meski-pun mayoritasnya masih se-batas simbolik. Karena itulah

kita perlu memaknai kemerdekaan ini, dalam tataran yang lebih substansial. Lewat tulisan sederhana ini, penulis in-gin merefleksikan makna kemerdeka- an paling tidak dalam dua hal, yaitu:

Pertama, para Founding Fathers negara kita sadar betul kemerdekaan yang telah diraih Bangsa Indonesia adalah anugerah dari Tuhan. Sebab itu-lah, mereka menegaskan dalam Mu-kaddimah UUD 1945 dengan kalimat, “Atas berkat rahmat Allah swt….” Hal ini menunjukkan para pahlawan, pejuang kemerdekaan, serta pendiri negara ini memiliki kesadaran teologis yang tinggi, dengan menempatkan aspek ketuha- nan sebagai faktor utama yang sangat me-nentukan dalam meraih kemerdekaan.

Segenap rakyat Indonesia telah merayakan HUT Proklamasi Kemerdekaan yang ke-71. Sebuah usia yang tidak lagi muda. Berbagai acara dan kegiatan

dilakukan lapisan masyarakat dalam memeriahkan hajatan Hari Kemerdekaan tersebut.

Dito anurogoDokter Digital Pembelajar Paremiologi dan S2 IKD

Biomedis FK UGM Yogyakarta

oLeh

lakukan oleh para pahlawan kita. Mereka dengan latar belakang yang berbeda ber-juang merebut kemerdekaan tanpa ba-tas agama, suku, maupun daerah. Oleh karena itu, kita semua harus berkomit-men menjaga keutuhan NKRI. Untuk itu, seluruh anasir yang bermaksud merongrong dan mencabik-cabik per-satuan dan kesatuan bangsa Indonesia harus dilawan. Kelompok-kelompok radikal dan intoleran tidak boleh dibi-arkan berkembang, jika tidak ingin me-nyimpang “bom waktu” terjadinya per-pecahan antaranak bangsa. Demiki-an halnya mereka yang mengklaim diri sebagai pejuang HAM, pejuang kem-anusiaan tetapi didanai dan bekerja atas nama negara-negara donor/asing, dalam melakukan pengkhianatan seca- ra terselubung terhadap bangsanya sendiri.

Kemerdekaan yang diperoleh oleh NKRI memang sangat kental dengan perpaduan antara nilai-nilai spirituali-tas, religiusitas, dengan nilai kejuangan dan patriotisme. Karenanya, sebagai rasa syukur atas karunia Tuhan serta jerih payah, pengorbanan para pejuang dan pahlawan kemerdekaan, sudah semes-tinya pemimpin di negeri ini pada ber-bagai levelnya, menjadikan nilai-nilai Ilahiah/ketuhanan dan kejuangan se-bagai inspirasi dalam menata negeri dan daerahnya masing-masing. Rasu-lullah saw saja sebagai utusan Tuhan, manusia sempurna (Insan Kamil) yang juga merupakan pemimpin teladan se-jagat raya, tidak pernah melepaskan diri dari tuntunan Ilahiah dalam menjalan-kan tugasnya serta menata pemerinta-hannya kala itu. Lisan suci beliau me-ngajarkan kepada kita selalu terpaut dengan Sang Maha Pencipta, “Allahum-ma la takilni ila nafsi tharfata ‘ainin wa ashlih li sya’ni kullahu”, Ya Allah jangan sekejap pun Engkau biarkan aku men-gurusi masalahku sendiri dan sukses-kanlah urusanku seluruhnya. Sayyidi-na Ali bin Abi Thalib mencontohkan-nya saat mengingatkan Malik Asytar An-Nakha’iy menjelang pengangkatannya menjadi Gubernur Mesir. Berikut cup-

likan dari pesannya yang panjang: “In-safkanlah hatimu agar selalu memper-lakukan semua rakyatmu dengan kasih sayang, cinta dan kelembutan hati. Me-reka sesungguhnya hanya satu di anta-ra dua: saudaramu dalam agama atau makhluk Tuhan seperti dirimu sendiri. Dan jangan menganggap dirimu sebagai seorang diktator yang harus ditaati se- gala perintahnya. Sebab, yang demikian itu adalah penyebab rusaknya jiwa, me-lemahnya agama dan hilangnya kekua-saan. Awas! Jangan coba-coba berpacu dengan Allah dalam keagungan-Nya, atau ingin menyerupai-Nya dalam kekuasaan-Nya. Sebab, Allah swt akan merendahkan siapa saja yang meng-agungkan dirinya dan menghinakan sia-pa saja yang membanggakannya. Jadi-kanlah kesukaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat ba- nyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elite. Adapun kemarahan kaum elite dapat diabaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak.”

Pada akhirnya, kemerdekaan tidak hanya membutuhkan sekadar keme-riahan dan kenangan indah, tetapi ke-merdekaan membutuhkan dukungan, semangat, pikiran, kemampuan maksi-mal, keikhlasan, dan pengorbanan untuk mewujudkan realitas-realitas baru yang bisa membuat bangsa Indonesia mera-sakan kesejahteraan dan kebahagiaan la-hir-batin, baldatun thayyibatun wa Rab-bun ghafur. Wallahu a’lam bisshawab. (*)

Oleh karenanya, sebagai wujud rasa syukur akan anugerah dan rahmat Tu-han tersebut, maka sebagai sebuah bangsa, kita harus bersungguh-sungguh merawat dan menjaga kemerdekaan ini. Indonesia harus melepaskan diri dari keterjajahan bangsa lain, baik secara ekonomi, politik ataupun pada aspek yang lainnya. Agar kita betul-betul me-miliki kedaulatan dan memiliki harga diri. Indonesia sebagai bangsa yang be-sar dan dikarunia Tuhan sumber daya alam yang melimpah, mesti menseja-jarkan diri dan tidak minder terhadap negara-negara besar lainnya.

Dalam hal ini, sekali-kali mungkin ada baiknya mendengarkan Soekarno. Dalam Amanat Proklamasi-nya, Soekar-no mengimbau, “…Betapa perlunya kita harus berani memerangi diri kita sendi-ri. Semula kita mencita-citakan, bahwa di alam kebebasan dan kemerdekaan, kita dapat mengembangkan segala daya cipta kita untuk membangun sehebat-hebatnya: …membangun satu indus-tri modern yang sanggup memperting-gi taraf hidup rakyat kita, membangun satu pertanian modern guna memper-tinggi hasil bumi, membangun satu ke-budayaan nasional yang menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia. Tetapi puluhan tahun kemudian, kita menga-lami… bukan industrialisasi yang tepat, tetapi industrialisasi tambal sulam; me-ngalami bukan membumbung tingginya kebudayaan nasional yang patut dibang-gakan tetapi gila-gilanya rock and roll,… mengalami bukan daya cipta sastra In-donesia yang bernilai, tetapi banjirnya literatur komik.”

Kedua, bahwa persatuan dan kesa-tuan bangsa adalah hal fundamental, sekaligus buah dari perjuangan yang di-

Paremiologi, Peribahasa Pencerah Peradaban

Seremoni dan hiruk-pikuk ke-merdekaan ibarat ritual yang menggurita. Pesta pora ber-langsung berkesinambungan,

namun hampa makna. Padahal Indo-nesia memiliki berjuta warga dengan beribu bahasa. Seni berkomunikasi lisan baik melalui mendongeng, ber-balas pantun, berpidato, melantunkan tembang macapat begitu membuda-ya. Ironisnya, ada bagian bahasa yang seringkali dilupakan generasi muda. Apalagi kalau bukan peribahasa?

Indonesia kaya akan peribaha-sa lokal. Dari 41 daerah di Indone-sia, tercatat 1.308 peribahasa (Anuro-go, 2010). Jumlah ini diprediksi ber-potensi bertambah, mengingat be-lum semua terdokumentasikan de-ngan rapi. Sebagai perbandingan, A Collection of Chinese Proverbs, yang disusun William Scarborough tahun 1875 memuat 2.720 peribahasa. Ka-mus peribahasa lainnya yang cukup lengkap adalah Dictionary of the Pro- verbs karya MP Tilley di Inggris Abad ke-16 dan ke-17 (1950), dan Early American Proverbs and Proverbial Phrases karya BJ Whiting (1977). Di In-donesia, terdapat Kumpulan Periba-hasa Indonesia dari Aceh sampai Pa-pua karya Santoso IB (2009).

Menurut para ahli linguistik, peri-bahasa menyatukan pelbagai karak-teristik lexeme, kalimat, kumpulan fra-se, sanding kata (collocation), teks, dan kutipan. Peribahasa mengungkap-kan prosodi, paralelisme, sintaks, lek-sis, dan tamsil yang memikat. Karena imajinatif, peribahasa menyediakan bukti stereotip dan metafora kultural nan standar. Pelbagai kekayaan ini-lah yang membuat peribahasa men-jadi bermakna di dalam uji psikoliguis-tik. Variasi peribahasa antarbudaya di mancanegara menjadi isu dan disku-

Peribahasa adalah roh dari budaya bangsa. Bagian kearifan lokal yang berpotensi mendunia.

Rumusan “peribahasa adalah kali-mat pendek dari kebijaksanaan” ber-dasarkan fakta bahwa peribahasa dapat terdiri dari elemen deskriptif tunggal, seperti: cinta itu buta. Contoh lainnya, “waktu adalah uang” yang dahulunya diucapkan tokoh Yunani kuno, Theo-phrastus ( 372-287 SM). Prosodi dan keteraturan pola membuat peribaha-sa lebih mudah diingat dan dikena-li di dalam konteks. Misalnya, tungke-tungke esso mappunnai menni, tungke-tungke arennung mappannai assusang. Maknanya, tiap-tiap siang memiliki malam, tiap-tiap kegembiraan memi-liki kesusahan.

Peribahasa terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, peribahasa yang mengekspresikan kebenaran secara umum. Misalnya, jeneka cinik ia tonja nanaik ia tonja nanaung, menggam-barkan pasang-surut kehidupan ma-nusia. Kedua, peribahasa yang meng-gunakan observasi spesifik dari penga-laman keseharian untuk melukiskan hal yang umum. Contohnya, aju malu- ruemi riala parewa bola. Secara harfi-ah berarti, “hanya kayu yang lurus yang dijadikan ramuan rumah”, maknanya hanya orang yang lurus (jujur-ama-nah) yang pantas dijadikan pemimpin. Rumah diibaratkan tempat berlindung. Pemimpin diharapkan dapat menga-yomi rakyat. Ketiga, peribahasa yang terdiri dari perkataan/ujaran dari area-area khusus yang bersumberkan kea- rifan tradisional dan cerita rakyat. Um-pamanya, taro ada taro gau, bermak-na harmonisasi perkataan dengan per-buatan. Seringkali peribahasa klasik ini memerkaya logat-dialek bahasa daerah di percakapan keseharian.

TantanganMendalami peribahasa memiliki

berjuta tantangan sekaligus keunikan tersendiri. Pertama, untuk memaha-mi peribahasa, diperlukan pengeta-huan yang luas tentang bahasa daerah, linguistik, filologi, semiotik, semantik, hingga neurolinguistik. Pusat di otak yang terkait dengan memori bahasa

dan berbicara adalah area Brocka dan Wernicke. Sehingga diperlukan keteku-nan dan waktu yang lama jika ingin me-mahami peribahasa.

Kedua, peribahasa memiliki banyak “sahabat”, yakni: idiom, pepatah, aforis-ma, kata bersayap, metafora, kolokasi, bidal, ungkapan, perumpamaan. Hal ini yang membuat peribahasa sering tertukar atau bercampur-aduk dengan yang lainnya. Hal ini semakin mem-perkuat hipotesis Archer Taylor yang mengatakan peribahasa itu sulit untuk dipahami (Lim Kim Hui, 2003).

Ketiga, dalam konteks sosiolinguis-tik, peribahasa haruslah terkait dengan beberapa komunitas bahasa, kelompok sosial tertentu, sehingga dapat dialek-tis namun pragmatis. Konteks pragma-tis ini sering diabaikan generasi muda, karena era globalisasi lebih menuntut keterampilan berbahasa asing daripa-da berbahasa daerah. Ranjau kapita-lisme dan materialisme juga perlu di-waspadai oleh para pembelajar pemu-la peribahasa.

Keempat, peribahasa telah dikaji oleh pelbagai ahli multidisipliner de-ngan beranekaragam metode dan tu-juan yang multiperspektif, menghasil-kan terminologi dan pemahaman yang juga bervariasi, terkadang tumpang-tindih, terkadang komplementer. Hal ini dapat menimbulkan ambiguitas di dalam proses pembelajaran peribaha-sa. Akibatnya, multitafsir peribahasa merupakan hal yang niscaya.

Implementasi nilai peribahasa di dalam kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan bernegara mampu men-jadikan Indonesia sebagai negara yang bermartabat, berjati diri, dan diperhi-tungkan di dalam kancah pergaulan internasional.

Mempelajari dan memahami peri-bahasa lokal merupakan upaya untuk menggali mutiara kebudayaan yang terkubur di samudera kehidupan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan akar kebudayaannya, salah satunya peribahasa. (*)

si yang menarik. Disiplin ilmu yang khusus mengkaji seluk-beluk periba- hasa beserta dinamikanya dinama-kan paremiologi.

Menurut Mieder (1996), periba-hasa mengandung kebijaksanaan, hikmah, kebenaran, nilai-nilai mo-ral, dan pandangan tradisional. Sing-katnya, peribahasa ujaran tradisio- nal yang mengajarkan nilai-nilai mo-ral. Di sini penulis mencotohkan ha-nya peribahasa Bugis dan Makassar, sebagai representasi peribahasa lo-kal namun kaya akan nilai-nilai mo-ral nan universal.

Ada pelbagai persyaratan untuk dapat disebut peribahasa, yakni: beri-si didaktik, memiliki diksi pasti atau redaksi bahasa yang tetap, ada yang puitis, metaforis, kalimatnya lengkap. Yang disebut terakhir ini adalah syarat mutlak peribahasa. Misalnya, appa-sadia memammoko bokong mange ri anja. Maknanya, persiapkanlah bekal untuk akhirat.

MohaMMaD Muttaqin azikinPeneliti pada Ma’REFAT INSTITUTE

(Makassar Research for Advance Transformation) Sulsel dan Lembaga Inisiasi

Lingkungan & Masyarakat (LINGKAR)

oLeh