71

Diterbitkan sejak tahun 1970 - gkinurdin.comgkinurdin.com/wp-content/uploads/2020/10/Wasiat-Nov-Des-2020.pdf · seindah ini kecuali Kreisler sendiri.” Identitas sebagai ciri-ciri

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Diterbitkan sejak tahun 1970 ISSN 0853-0917

    WASIAT menggunakan kertas daur ulang agar lebih ramah lingkungan.

    Buku renungan WASIAT edisi November-Desember yang ada di tangan kita, mengingatkan bahwa ki ta te lah berada di pengujung tahun. Natal segera tiba. Natal bukanlah sekadar sebuah perayaan, melainkan momen yang mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk memberi terang di dalam gelap, m e m b e r i p e n g h a r a p a n d i dalam keputusasaan. Demikian Pdt. (Em.) Rasid Rachman membagikan renungan natalnya.

    Sebelumnya, Ibu Yessy Sutama, mengawali renungan November dengan mengajak kita menyadari bahwa setiap orang seharusnya hidup berintegritas, sehingga ia layak dipercaya. Sejalan dengan itu, Pdt. Novita Sutanto mengingatkan kita bahwa seorang pengikut Kristus pada dirinya harus ada dan tampak karakter seperti yang ada pada Yesus.

    Selamat membaca dan Selamat Hari Natal 25 Desember 2020!

    Penanggung Jawab: Pdt. Arliyanus Larosa

    Redaktur:Pdt. Mestika Hulu

    Penulis: Ibu Yessy Sutama

    Pdt. (Em.) Rasid RachmanPdt. Novita Sutanto

    Artistik: Victory Valentino J.W.

    Alamat: Graha Arteri Mas

    Kav. 19 - 20Jl. Panjang No. 68

    Kedoya - Jakarta 11520

    Telepon:+62 21 583 03398+62 21 583 03498

    Website: www.ykb-wasiat.org

    E-mail: [email protected]

    Pembayaran melalui: Bank Mandiri Jakarta - Kelapa Dua

    A/C No. 165 0000 558743a.n. Yayasan Komunikasi Bersama

    MarketingBCA Bidakara

    A/C No. 450 558 9999a.n. Yayasan Komunikasi Bersama

    Persembahan Kasih melalui:BCA Bidakara

    A/C 450 305 2990a.n. Yayasan Komunikasi Bersama

    Pengganti ongkos cetak dan biaya pengiriman:

    Rp. 70.000,-/tahunRp. 8.000,-/eksemplar

    Foto SampulGitar Dayakoleh Nanang

  • Minggu, 1 November 2020

    INTEGRITASMatius 23:1-12

    “Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka,

    karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.”(Mat. 23:3)

    Alkisah pada masa dinasti Han, hidup seorang gubernur provinsi yang sangat terkenal dengan keluhuran karakternya, Yang Zhen. Suatu hari, Wang Mi, seorang rekan politikus, mengunjunginya secara tiba-tiba dan mempersembahkan piala emas yang besar kepadanya. Yang Zhen pun menolaknya. Wang Mi bersikeras, “Saat ini, selain kita berdua, tidak ada orang lain sehingga tidak ada seorang pun yang akan tahu.” Yang Zhen menjawab, “Anda berkata bahwa tidak ada seorang pun yang akan tahu. Namun, itu tidak benar! Surga akan tahu, Anda dan saya juga akan tahu.” Mendengar jawaban Yang Zhen ini, Wang Mi merasa sangat malu dan bergegas pulang.

    Integritas —kesesuaian antara kata dan tindakan— adalah salah satu sifat yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang, khususnya pemimpin. Yesus mengecam para pemimpin agama pada zaman-Nya yang tidak memiliki integritas. Para pemimpin agama itu malah menjadi contoh negatif karena mereka hanya suka mengajarkan dan memperdebatkan hukum-hukum, tetapi tidak melakukannya. Dengan demikian, pengajaran mereka menjadi kosong dan tidak bermakna.

    Hidup berintegritas memang tidak mudah, apalagi melakukannya secara konsisten, baik saat terlihat orang lain maupun tidak. Kita perlu membangunnya dengan disiplin diri yang tinggi, mempertanggungjawabkan perkataan kita agar sejalan dengan perbuatan kita. Dengan demikian, kita bisa menjadi orang yang layak dipercaya oleh orang lain.

    REFLEKSI:Berkata-kata memang mudah, yang sulit adalah melakukannya.

    Yos. 3:7-17; Mzm. 107:1-7, 33-37; 1Tes. 2:9-13; Mat. 23:1-12

  • Senin, 2 November 2020

    INTEGRITAS DIUJI DALAM PENDERITAAN1 Tesalonika 2:13-20

    Sebab kamu, saudara-saudara, telah menjadi penurut jemaat-jemaatAllah di Yudea, jemaat-jemaat di dalam Kristus Yesus, karena kamu

    juga telah menderita dari teman-teman sebangsamu segalasesuatu yang mereka derita dari orang-orang Yahudi.

    (1Tes. 2:14)

    Pada 1521, Kaisar Charles V memanggil Martin Luther untuk mempertanggungjawabkan tulisannya di hadapan Diet of Worms. Bayang-bayang hukuman tampak jelas di hadapan Luther, jika ia tidak menarik pendapatnya. Meskipun demikian, dalam pidatonya, Luther menegaskan, “Kecuali jika saya diyakinkan oleh kesaksian Kitab Suci atau oleh penalaran yang jelas … Saya tidak dapat dan tidak akan menarik apa pun … Kiranya Tuhan menolong saya. Amin.” Dalam situasi yang mengancam dirinya, Luther berani mempertahankan integritasnya.

    Jemaat Tesalonika mengalami penganiayaan berat yang dilakukan oleh orang non-Kristen, sesama penduduk Tesalonika. Dalam situasi seperti itu, integritas penghayatan iman mereka kepada Kristus diuji. Namun, jemaat Tesalonika menghadapinya dengan penuh sukacita. Penganiayaan itu malah dianggap sebagai bagian yang diperlukan dalam kehidupan seorang Kristen. Bertahan dalam penderitaan bisa menjadi salah satu bukti dari iman yang sejati. Hal ini juga telah diteladankan oleh para rasul dan terlebih lagi oleh Yesus sendiri, yang masuk dalam kemuliaan melalui jalan penderitaan.

    Penghayatan jemaat Tesalonika tentang penderitaan, berbeda dengan kecenderungan sebagian orang yang berpikir bahwa dalam mengikut Kristus yang ada hanya kesuksesan, dan karena itu, mereka sangat menghindari penderitaan apa pun bentuk dan penyebabnya. Bagaimana dengan kita?

    REFLEKSI:Batu ujian integritas iman adalah penderitaan.

    Mzm. 128; Yos. 4:1-24; 1Tes. 2:13-20

  • Selasa, 3 November 2020

    NYANYIAN MALAMYosua 6:1-16, 20

    Berfirmanlah Tuhan kepada Yosua: “Ketahuilah, Aku serahkan ketanganmu Yerikho ini beserta rajanya dan pahlawan-pahlawannya

    yang gagah perkasa.” (Yos. 6:2)

    Pada masa peperangan yang dinamakan Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) di Eropa Tengah, Pendeta Paul Gerhardt dan keluarganya terpaksa melarikan diri. Suatu malam, saat mereka tanpa rumah dan ketakutan, istrinya menangis putus asa. Begitu juga perasaan Pendeta Gerhardt. Ia merasa berada dalam saat terkelam hidupnya. Namun kemudian, ia merasakan kehadiran Tuhan secara baru. Pengalaman itu dituangkan dalam tulisannya yang di kemudian hari menjadi himne yang menghibur banyak orang. “Serahkan pada Tuhan seluruh jalanmu/ kuatirmu semua ditanggung-Nya penuh/ sedangkan angin lalu dituntun tangan-Nya/ pun jalan di depanmu, Tuhan mengaturnya” (KJ 417).

    Dalam “malam kelam” hidup kita, memang tidak mudah untuk tetap beriman. Namun, kekuatan kita tidak bersumber dari diri kita sendiri, tetapi dari Allah. Kisah Yerikho memperlihatkan bahwa kota yang tampaknya mustahil untuk dikuasai, ternyata bisa dikalahkan oleh Yosua. Di tengah keraguan, Allah menepati janji-Nya untuk memberikan tanah kepada Israel. Bahkan, Ia sendiri hadir dan terlibat secara langsung untuk membela umat-Nya. Ia pun menyertai Yosua yang taat kepada-Nya.

    Situasi buruk memang sering membuat kita takut. Namun, perbuatan dan pemeliharaan Allah yang terjadi atas dunia ini menjadi jaminan bahwa kita tidak perlu dikuasai oleh ketakutan itu. Allah tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian.

    REFLEKSI:Seperti bintang yang lebih terlihat pada malam hari, kehadiran

    Tuhan makin terasa jelas saat hidup penuh kekelaman.

    Mzm. 128; Yos. 6:1-16, 20; Kis. 13:1-12

  • Rabu, 4 November 2020

    BERKAT KETAATANMazmur 128

    Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN,yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!

    (Mzm. 128:1)

    Setiap hari, seorang ibu membuat roti untuk keluarganya dan menyediakan sepotong untuk siapa pun yang lewat depan rumahnya. Setiap hari pula, seorang bungkuk mengambil roti itu dan tidak mengucapkan terima kasih. Sebaliknya, ia berucap, “Hal baik yang kamu lakukan akan tetap tinggal padamu. Hal jahat yang kamu lakukan akan datang menimpamu.” Ibu ini pun kesal dengan sikapnya itu. Suatu hari, putranya yang sudah lama mengembara di kota lain pulang dalam keadaan lemah. Saat bertemu ibunya, putra itu berkata, “Sungguh keajaiban aku bisa pulang. Saat aku dalam perjalanan dan hampir mati kelaparan, seorang bungkuk memberiku sepotong roti.” Mendengar ini, ibu itu pun teringat akan perkataan si bungkuk.

    Hikmat tradisional mengajarkan bahwa setiap orang mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatannya. Apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Namun, Mazmur secara khusus mengaitkannya dengan ketaatan kepada Tuhan. Hubungan kita dengan Tuhan itulah yang justru bisa mendatangkan berkat.

    Dalam pemahaman masyarakat Israel kuno, berkat memang lebih dianggap berupa materi atau fisik, seperti hasil tanah, kesejahteraan sosial ekonomis, dan banyaknya keturunan. Namun, kita juga bisa mengartikan berkat secara lebih luas. Bahkan, hubungan yang baik dengan Tuhan itu sendiri sudah merupakan suatu berkat. Berbahagialah setiap orang yang takut akan Tuhan!

    REFLEKSI:Kehadiran Tuhan adalah berkat terbesar bagi hidup kita.

    Mzm. 128; Yos. 10:12-14; Mat. 15:1-9

  • Kamis, 5 November 2020

    BERTAHAN DALAM PENDERITAAN Wahyu 8:6 —9:12

    Dan pada masa itu orang-orang akan mencari maut,tetapi mereka tidak akan menemukannya,

    dan mereka akan ingin mati, tetapi maut lari dari mereka. (Why. 9:6)

    Harold S. Kushner bergumul dengan kenyataan bahwa Aaron, putranya yang berumur 14 tahun, meninggal karena penyakit genetik progeria yang tidak tersembuhkan. Banyak pertanyaan berkecamuk di pikirannya. Jika memang alam semesta ini diciptakan dan diatur oleh Tuhan yang baik dan pengasih, mengapa masih ada penderitaan dan kejahatan di dalamnya? Mengapa orang baik pun tidak lepas dari rasa sakit dan terluka? Semua pergumulannya itu ditulis Kushner dalam buku When Bad Things Happen to Good People.

    Mungkin pergumulan Kushner juga kita alami. Kitab Wahyu pun menggambarkan penderitaan manusia, termasuk umat Allah. Begitu beratnya penderitaan itu sampai orang pun lebih memilih untuk mati daripada hidup. Namun, di sisi lain, semua penderitaan itu tampaknya berada dalam kendali Allah. Sebab, sebelum penderitaan itu datang, malaikatlah yang terlebih dahulu meniup sangkakala. Dalam tradisi Israel, bunyi sangkakala adalah tanda dimulainya peperangan. Selain itu, Allah tampaknya juga memberi batasan terhadap kuasa-kuasa jahat yang muncul untuk menghancurkan. Batasan-batasan itu terkait dengan rentang waktu, proses, dan objek penderitanya.

    Banyak hal tentang penderitaan yang tidak kita pahami dan membuat kita bertanya-tanya. Namun, keyakinan bahwa Tuhanlah Sang Pengendali segala sesuatu kiranya memampukan kita bertahan dalam penderitaan.

    REFLEKSI:Kesadaran akan keterbatasan kita memungkinkan kita menyadari

    ketidakterbatasan Tuhan.

    Mzm. 78:1-7; Yos. 5:10-12; Why. 8:6-9:12

  • Jumat, 6 November 2020

    IDENTITAS UMAT ALLAH Yosua 8:30-35

    Sesudah itu dibacakannyalah segala perkataan hukum Taurat,berkatnya dan kutuknya, sesuai dengan segala apa yang tertulis

    dalam kitab hukum. (Yos. 8:34)

    Saat di Amsterdam, violis terkenal Fritz Kreisler melihat toko musik yang memajang beberapa biola. Sekadar iseng, Kreisler masuk dan memperlihatkan biola Guarneri-nya kepada pemilik toko. Ia ingin mengetahui bagaimana sang pemilik toko menawar biolanya yang sangat berharga itu. Setelah melihat biola itu, sang pemilik toko pun pergi sebentar. Sesaat kemudian, ia kembali bersama petugas polisi dan berkata, “Tangkap pria ini. Dia telah mencuri biola Fritz Kreisler.” Sayangnya, Kreisler sedang tidak membawa kartu identitas dirinya. Untuk membuktikan diri, ia pun bermain biola. Pemilik toko mendengarkannya dan akhirnya berkata, “Tidak ada seorang pun yang bisa memainkan biola seindah ini kecuali Kreisler sendiri.”

    Identitas sebagai ciri-ciri yang melekat dalam diri kita akan membedakan kita dengan orang lain. Israel pun tidak bisa dilepaskan dari identitasnya sebagai umat Allah. Namun, identitas itu tidak hanya dicirikan dari hal-hal lahiriah, seperti tanah perjanjian, tetapi dari hubungan mereka dengan Allah. Yosua mengajak Israel untuk mengukuhkan identitas mereka itu dengan perilaku yang taat kepada hukum-hukum Allah.

    Sebagai umat Allah masa kini pun, kita mungkin sering mencirikan hidup kekristenan kita dengan simbol-simbol tertentu, entah itu gedung gereja atau bentuk ibadah. Namun, simbol-simbol fisik itu hanya bisa bermakna bila diiringi dengan perilaku ketaatan kita kepada Allah. Itulah yang akan mengukuhkan identitas kita sebagai umat Allah di tengah dunia ini.

    REFLEKSI:Identitas sejati umat Allah bukanlah secara fisik, melainkan spiritual.

    Mzm. 78:1-7; Yos. 8:30-35; Why. 9:13-21

  • Sabtu, 7 November 2020

    TANPA BATASANMatius 24:1-14

    “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadikesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.”

    (Mat. 24:14)

    Pada 1787, William Carey pernah mengajukan pertanyaan: “Apakah mengabarkan Injil ke seluruh dunia adalah tugas seorang Kristen?” Pada waktu itu, seorang rekannya menjawab, “Kalau Tuhan berkenan untuk menobatkan orang kafir, Dia akan melakukannya tanpa perlu bantuan Anda dan saya.” Tidak terpengaruh oleh jawaban ini, Carey tetap bersemangat untuk mengabarkan Injil ke India dan di kemudian hari ia dipandang sebagai Bapak Penginjilan Modern.

    Meskipun sering diperdebatkan, pengabaran Injil adalah hal penting dalam kekristenan. Matius sendiri mengaitkan penyebaran Injil sebagai salah satu tanda yang menunjuk tentang Akhir Zaman. Namun, hal itu bukan berarti bahwa kesudahan segala sesuatunya bergantung pada kecepatan kita menyebarkan Injil atau pun pada kesediaan orang lain untuk menerimanya. Bagaimana pun, hanya Tuhanlah yang mempunyai wewenang dan tahu kapan persisnya segala sesuatu akan berakhir.

    Sebagai umat Allah, kita mengemban tugas untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia, walaupun untuk itu kita harus menanggung banyak penderitaan. Sebagaimana ditegaskan Matius, Injil bukan hanya untuk bangsa Yahudi saja yang merasa sebagai umat pilihan Allah, melainkan juga untuk bangsa non-Yahudi. Setiap orang tanpa batasan geografis dan ras, layak untuk mendengar dan menerima Injil. Bangsa Yahudi maupun non-Yahudi sama-sama diberi kemurahan oleh Allah untuk menjadi umat-Nya.

    REFLEKSI:Injil adalah untuk semua orang dan melampaui batasan apa pun.

    Mzm. 78:1-7; Yos. 20:1-9; Mat. 24:1-14

  • Minggu, 8 November 2020

    BERJAGA-JAGA Matius 25:1-13

    “Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamutidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”

    (Mat. 25:13)

    FC Barcelona adalah salah satu klub sepak bola profesional yang sangat sukses, baik dari segi pendapatan, prestasi maupun penggemar. Barça memiliki manajemen tim yang baik dan sangat mendisiplin para pemainnya. Misalnya, pelatih Luis Enrique mendenda para pemainnya sebesar Rp3.300.000 jika mereka terlambat untuk berlatih dan Rp6.600.000 jika mereka terlambat untuk suatu pertandingan. Denda itu didobel saat kali kedua seorang pemain terlambat latihan, dan denda empat kali lipat saat kali kedua mereka terlambat dalam suatu pertandingan. Salah seorang pemainnya, Gerard Pique, bahkan pernah mendapat denda sekitar Rp102.500.000.

    Kesuksesan tim atau seseorang dalam berbagai aspek memang sangat bergantung pada disiplin yang tinggi. Begitu pun saat kita sebagai umat Allah yang berjaga-jaga dalam menantikan kedatangan Kristus. Berjaga-jaga sebagai suatu tindakan aktif dalam melakukan kehendak Allah memerlukan suatu kontinuitas disiplin yang tinggi.

    Perumpamaan Matius mengingatkan kita bahwa kelalaian dalam berjaga-jaga bisa berakibat fatal. Sungguh tragis jika kita yang sebelumnya adalah orang-orang yang diundang untuk ikut menyambut kedatangan-Nya, malah pada akhirnya justru tidak dikenal. Perasaan kedekatan hubungan dan merasa sudah diundang adalah godaan besar yang dapat membuat kita lengah. Karena itu, kita harus disiplin dalam berjaga-jaga secara aktif.

    REFLEKSI:Disiplin berjaga-jaga berarti juga selalu waspada

    terhadap perasaan diri kita sendiri.

    Yos. 24:1-3a, 14-25; Mzm. 78:1-7; 1Tes. 4:13-18; Mat. 25:1-13

  • Senin, 9 November 2020

    SERATUS PERSENYosua 24:25-33

    Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itudan membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka di Sikhem.

    (Yos. 24:25)

    Penyanyi tenor Luciano Pavarotti menceritakan bahwa ayahnya telah memperkenalkan keindahan nyanyian saat ia masih kecil. Sang ayah mendorongnya untuk bekerja keras melatih suaranya. Ia pun belajar kepada seorang guru tenor profesional. Namun, pada saat yang sama ia mendaftarkan diri ke sekolah guru. Ketika lulus, Pavarotti bertanya kepada ayahnya, “Haruskah aku menjadi seorang guru atau penyanyi?” Ayahnya pun menjawab, “Luciano, jika kamu mencoba duduk pada dua kursi, kamu akan jatuh di antara keduanya. Dalam kehidupan, kamu harus memilih satu kursi.”

    Hidup memang sering kali memaksa kita untuk memilih satu di antara banyak pilihan lainnya. Begitu pun dalam hal iman. Yosua mengajak umat untuk memilih Allah. Namun, tidak hanya sampai di situ, ia juga memperlihatkan bahwa setiap pilihan mengandung konsekuensi. Apabila umat memilih Allah, umat harus mau menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah yang telah dipilihnya itu. Lagi pula, Allah adalah Allah yang menuntut ketaatan mutlak, yang tidak akan menolerir ketidaksetiaan. Umat Allah harus selalu berkomitmen seratus persen dalam menyembah Allah.

    Sekadar menyatakan diri untuk mengikut Allah memang mudah. Siapa pun mungkin bisa melakukannya. Namun, apakah kita juga siap terhadap segala konsekuensi yang mungkin harus kita tanggung? Mengikut Allah membutuhkan seratus persen komitmen kita.

    REFLEKSI:Mengikut Tuhan menuntut kesediaan kita

    untuk menyerahkan diri sepenuhnya.

    Mzm. 78; Yos. 24:25-33; 1Kor. 14:20-25

  • Selasa, 10 November 2020

    CINTA TANPA SYARATMazmur 78

    Tetapi Ia bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak

    membangkitkan segenap amarah-Nya. (Mzm. 78:38)

    Novel Dostoyevsky Crime and Punishment mengisahkan tentang seorang pemuda miskin, Rodion Raskolnikov. Ia melakukan pembunuhan dan ia tersiksa oleh ketakutan akan akibat tindakan kriminalnya itu. Sonya, sang kekasih, meminta Raskolnikov untuk mengakui perbuatannya itu. Raskolnikov bersedia dan menjalani hukuman pembuangan di Siberia. Sonya pun membuktikan dirinya sebagai kekasih yang setia. Sonya tetap mengasihi Raskolnikov dan menemaninya selama masa pembuangan itu.

    Dalam mempertahankan dan membangun suatu hubungan, satu unsur yang memang harus ada adalah cinta. Cinta membuat seseorang mampu menerima orang yang dicintainya itu apa adanya, bahkan meskipun orang yang dicintai itu telah melakukan perbuatan yang melukai hati.

    Israel pun telah berulang kali melakukan perbuatan yang melukai hati Allah. Namun, Allah tetap menunjukkan kasih dan kesetiaan-Nya kepada bangsa itu. Hal itu dikisahkan dalam sejarah Israel yang diwariskan dari generasi ke generasi. Berulang kali Allah tetap menyelamatkan Israel, meskipun Israel justru sering berlaku tidak setia terhadap Allah. Hal itu menunjukkan cinta Allah yang begitu besar terhadap Israel. Cinta Allah tidak bergantung pada respons umat-Nya. Cinta Allah melampaui ketidaktaatan yang telah dilakukan oleh Israel. Cinta Allah adalah cinta yang tanpa syarat. Nah, bagaimana dengan cinta kita?

    REFLEKSI:Dalam cinta Tuhan, kita diterima apa adanya.

    Mzm. 78; Neh. 8:1-12; 1Tes. 3:6-13

  • Rabu, 11 November 2020

    PENGAMPUNAN YANG MEMBEBASKANYeremia 31:31-34

    “... mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku,demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampunikesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”

    (Yer. 31:34)

    Desmond Tutu adalah teolog Afrika Selatan dan aktivis penentang apartheid. Ia mengajak masyarakatnya untuk belajar mengampuni. Bagi Tutu, pengampunan adalah jalan yang bisa memulihkan seluruh bangsa setelah mengalami penderitaan akibat politik apartheid. Ia berkata, “Tidak ada masa depan tanpa pengampunan.” Hanya pengampunan yang bisa membebaskan diri kita dan orang lain. Kita semua melakukan kesalahan dan membutuhkan pengampunan. Tidak ada satu perbuatan pun yang tidak bisa diampuni; tidak ada seorang pun di luar penebusan.

    Bangsa Israel meyakini bahwa pembuangan yang mereka alami adalah hukuman Tuhan atas ketidaksetiaan mereka. Beban dosa dan kesalahan ini harus ditanggung dari generasi ke generasi berikutnya. Namun, Yeremia memberitakan bahwa Tuhan akan memperbarui mereka. Dalam pemulihan Tuhan itu, segala dosa dan kesalahan masa lalu sudah tidak lagi diperhitungkan karena sudah diampuni. Dengan pengampunan itu, generasi yang akan datang dapat memulai awal yang baru tanpa beban. Mereka tidak akan menanggung dosa nenek moyang mereka. Mereka bisa kembali hidup dalam damai. Pemulihan itu akan membawa mereka untuk mengenal Allah sepenuhnya.

    Suatu penerimaan yang tulus akan memulihkan dan membebaskan diri kita dari kesalahan dan dosa masa lalu. Namun, bersediakah kita untuk memohon pengampunan dan memberi ampunan demi terjadinya suatu pemulihan hubungan?

    REFLEKSI:Pengampunan adalah pembebasan.

    Mzm. 78; Yer. 31:31-34; Mat. 24:29-35

  • Kamis, 12 November 2020

    PENGHARAPANMazmur 123

    Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga.

    (Mzm. 123:1)

    Saat psikiater Yahudi, Viktor Frankl, ditahan oleh Nazi pada Perang Dunia II, ia kehilangan seluruh harta milik dan keluarganya. Ia menulis, “Aku harus mengalami dan mengatasi kehilangan spiritualitas kanak-kanakku. Sekarang tampaknya tidak ada satu pun dan seorang pun yang akan menyelamatkan aku! Aku bergumul dengan pertanyaan tentang apakah di tengah kondisi yang seperti ini kehidupanku sama sekali tidak bermakna.” Hasil pergumulannya itu dituangkannya dalam buku Man’s Search for Meaning.

    Tekanan atau penderitaan hidup yang berat memang sering kali membuat kita bertanya-tanya tentang makna hidup, bahkan juga tentang keberadaan dan kekuatan Allah. Mazmur 123 menggambarkan kondisi umat yang telah lama menderita. Begitu beratnya penderitaan mereka sehingga seakan-akan tidak ada satu pun yang bisa melepaskan mereka. Meskipun demikian, sang pemazmur yakin bahwa Allah adalah Raja Surga yang tidak ada tandingannya dan Ia mampu menyelamatkan mereka. Mungkin mereka harus menunggu lama dalam menantikan datangnya pertolongan, namun demikianlah pengharapan mereka diuji. Itu sebabnya sang pemazmur memusatkan diri hanya kepada Allah. Ia bahkan seolah membujuk Allah untuk segera mengintervensi penderitaan umat dan menyelamatkan mereka.

    Sebuah harapan dan keyakinan akan Allah memang bisa menjadi kekuatan yang besar dalam diri seseorang. Kiranya, harapan ini pula yang selalu kita hidupkan dalam diri kita.

    REFLEKSI:Pengharapan menjadikan hidup ini bermakna.

    Mzm. 123; Hak. 2:6-15; Why. 16:1-7

  • Jumat, 13 November 2020

    BARU INGAT SAAT SULIT Hakim-hakim 2:16-23

    ... sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karenaorang-orang yang mendesak dan menindas mereka.

    (Hak. 2:18)

    Tahukah Anda bahwa mungkin dibandingkan pendeta, sopir bus di kota Jakarta lebih berhasil dalam mengingatkan seseorang kepada Tuhan? Tentu saja, itu hanya humor. Namun, ada sebuah kebenaran di dalamnya, yaitu orang umumnya teringat kepada Tuhan ketika mereka sedang butuh saja. Begitu pun dengan bangsa Israel.

    Dalam kisah Yosua, bangsa-bangsa di sekitar Israel dengan kepercayaannya yang berbeda itu seolah-olah sengaja dibiarkan ada oleh Tuhan. Kehadiran mereka menjadi ujian dalam hubungan Israel dengan Tuhan. Di tengah banyaknya godaan kepercayaan lain, Israel harus membuktikan dirinya sebagai umat yang setia kepada Tuhan. Terbukti, Israel sering kali gagal dalam komitmennya dan mereka pun mengalami penindasan. Namun, tiap kali mereka tertindas, segera mereka berteriak kepada Tuhan. Tuhan pun melepaskan mereka dengan membangkitkan seorang hakim di antara mereka. Sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama, bahkan menjadi seperti siklus yang terus berulang. Begitu tidak ada lagi hakim di antara mereka, Israel kembali kepada pola hidupnya yang lama: meninggalkan Tuhan, ditindas, dan berteriak. Boleh dibilang, Israel baru berpaling kepada Tuhan saat mereka sulit.

    Kesulitan memang bisa membuat kita ingat akan Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Bukankah penyakit, kegagalan karier, atau keretakan rumah tangga bisa membuat kita makin tekun berdoa? Namun, apakah memang harus begitu?

    REFLEKSI:Pada saat seperti apa kita sungguh ingat akan Tuhan?

    Mzm. 123; Hak. 2:16-23; Why. 16:8-21

  • Sabtu, 14 November 2020

    SANG PENYELAMAT Hakim-hakim 5:1-12

    Hatiku tertuju kepada para panglima Israel, kepada merekayang menawarkan dirinya dengan sukarela di antara bangsa itu.

    Pujilah TUHAN! (Hak. 5:9)

    Pada 1947, Knut Haugland menjadi salah seorang awak ekspedisi rakit Kon-Tiki yang dipimpin oleh Thor Heyerdahl. Dalam perjalanan ekspedisi dari Peru ke Polinesia di Samudra Pasifik, ia melompat ke dalam lautan yang sedang bergelora demi menyelamatkan seorang rekannya, Herman Watzinger. Dengan sabuk penyelamat yang diikatkan ke rakit dan tali yang panjang, Haughland mengambil risiko menyelamatkan rekannya agar tidak tenggelam oleh ombak yang ganas.

    Demi menyelamatkan seseorang atau sesuatu, terkadang kita memang harus bekerja keras dan berani berkorban. Untuk membebaskan bangsa Israel pun, Tuhan memakai orang-orang tertentu. Ia memanggil mereka dan memberdayakan segala potensi yang mereka miliki demi karya penyelamatan-Nya. Hal ini digambarkan pula dalam puisi di Kitab Hakim-hakim ini. Israel diselamatkan dari musuh dengan keberanian dan talenta yang luar biasa dari orang-orang tertentu. Mereka menyerahkan dirinya secara rela demi keselamatan bangsa itu. Salah satunya adalah Debora. Meskipun Debora adalah seorang perempuan, ia sangat berperan dalam membalik keadaan Israel dan membawa bangsa itu mampu mengalahkan musuh mereka. Padahal, dalam sistem sosial Israel, perempuan dinilai lebih rendah dibandingkan laki-laki.

    Kita pun bisa dipakai Tuhan untuk ikut dalam karya penyelamatan-Nya bagi dunia ini, asalkan kita siap dan rela menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan.

    REFLEKSI:Tuhan memanggil kita untuk ikut terlibat dalam karya-Nya bagi dunia ini.

    Mzm. 123; Hak. 5:1-12; Mat. 12:43-45

  • Minggu, 15 November 2020

    DIKEMBANGKAN ATAU DIPENDAM?Matius 25:14–30

    “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu,hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil,

    aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkarayang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”

    (Mat. 25: 21)

    Untuk menambah penghasilannya, seorang guru SMA di Hampden, Maine, menulis cerpen setiap malam, bahkan di akhir pekan. Ia memang suka menulis, tetapi hampir semua karyanya ditolak penerbit. Suatu hari, istrinya menemukan draf novelnya di keranjang sampah. Istrinya memungutnya kembali dan mendorong suaminya untuk menyelesaikan novel itu. Dengan bersusah payah, novel pertamanya itu akhirnya selesai dan diberi judul Carrie. Pada 1973, penerbit membeli hak terbit novel itu seharga 400.000 dolar. Sejak itu, Stephen King menjadi penulis sepenuhnya. Sampai saat ini, King sudah menulis sekitar 200 cerpen dan 58 novel. Apa yang terjadi jika istrinya tidak memungut draf novel pertama King dan mendorongnya untuk menyelesaikannya?

    Dalam usaha apa pun, selalu ada risiko gagal. Bahkan, keberhasilan besar umumnya dicapai sesudah banyak kegagalan. Jadi, masalahnya bukan soal hasil, melainkan keinginan dan keberanian kita untuk berusaha terus-menerus pantang menyerah. Dalam perumpamaan Matius ini, ada tiga hamba yang dipercaya untuk mengembangkan apa yang sudah diberikan oleh sang tuan. Namun, hanya dua hamba yang berani mengambil risiko. Sedangkan, hamba yang ketiga lebih memilih untuk menyimpannya karena ia takut gagal.

    Tuhan telah memercayakan banyak hal kepada kita. Beranikah kita mengambil risiko untuk mengembangkannya sebagai pertanggungjawaban kita kepada Tuhan?

    REFLEKSI:Kesuksesan tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang kita hasilkan,

    tetapi dari kegigihan kita mencoba dan keberanian menanggung risiko.

    Hak. 4:1-7; Mzm. 123; 1Tes. 5:1-11; Mat. 25:14-30

  • Senin, 16 November 2020

    TAKEN FOR GRANTED?Roma 2:1-11

    Sebab Allah tidak memandang bulu. (Rm. 2:11)

    Saat berumur 14 tahun, Michelangelo datang berguru seni pahat kepada Bertoldo di Giovanni. Bertoldo segera menyadari bakat Michelangelo, tetapi ia tahu bahwa orang berbakat sering tergoda untuk mengandalkan bakatnya begitu saja dan tidak bekerja keras untuk mengembangkannya secara maksimal. Konon, pada suatu hari, saat Michelangelo membuat sebuah patung dengan kualitas rendah yang tidak sesuai dengan kemampuannya, Bertoldo segera mengambil palu dan menghancurkannya berkeping-keping. Ia pun berkata keras, “Michelangelo, bakat itu memang didapat dengan mudah, namun perlu pengabdian yang besar dalam mengembangkannya.”

    Orang Yahudi percaya bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan. Mereka beranggapan bahwa mereka tidak perlu berjuang karena tidak akan ada penghakiman Allah kepada mereka. Paulus membongkar kepercayaan diri yang palsu itu. Bagi Paulus, justru sebagai bangsa pilihan, bangsa Yahudi pun menempati urutan pertama dalam penghakiman. Allah tidak mempunyai favorit dan itu berarti tidak ada perbedaan antara Yahudi dan non-Yahudi. Oleh karena itu, bangsa Yahudi yang mendapat kepercayaan lebih justru mempunyai tanggung jawab yang lebih. Mereka harus lebih bekerja keras menunjukkan keterpilihan mereka itu dengan lebih baik.

    Itu juga berlaku bagi kita. Kita yang telah mendapat lebih juga akan dituntut tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan orang lain.

    REFLEKSI:Keterpilihan adalah awal, selanjutnya adalah pertanggungjawaban.

    Mzm. 83:2-5, 10-11, 18-19; Hak. 4:8-24; Rm. 2:1-11

  • Selasa, 17 November 2020

    TERLAHIR UNTUK DIUTUS Keluaran 2:1-10

    Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: “Tentulah ini bayi orang

    Ibrani.” (Kel. 2:6)

    Bhimrao Ramji Ambedkar lahir pada 14 April 1891 saat India dihantui oleh sistem kasta yang mengerikan. Ia dilahirkan dalam keluarga miskin yang termasuk kasta Dalit —kasta terendah, bahkan bisa dianggap “di luar kasta”— sehingga ia mengalami diskriminasi sosial ekonomi. Namun, Ambedkar berhasil menjadi seorang yang berpendidikan tinggi di bidang hukum dan memimpin gerakan sosial untuk menentang sistem kasta di India. Ia menjadi arsitek konstitusi India. Orang-orang berkasta rendah memandang Ambedkar sebagai pembebas dan salah satu pendiri sistem masyarakat India yang modern.

    Musa pun lahir di tengah situasi penindasan yang berbahaya. Bahkan bukan hanya dirinya yang terancam saat itu, melainkan juga bangsanya. Keluarganya berhasil menyembunyikannya selama tiga bulan, lalu menghanyutkannya di sungai Nil. Namun, putri Firaun —yang adalah musuh bangsanya— malah menyelamatkan dirinya. Keluputan atau keselamatan Musa dari berbagai bencana kematian itu bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja, melainkan bagian dari rencana keselamatan Allah terhadap Israel. Kelahirannya menjadi titik balik masa depan bangsanya. Hal itu terkait dengan tugas perutusan yang akan diembannya.

    Keberadaan diri kita di dunia pun bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri dan terjadi begitu saja, melainkan awal suatu tugas perutusan. Kita terhubung dengan rencana dan karya Tuhan bagi dunia ini.

    REFLEKSI:Setiap orang dilahirkan dengan suatu tugas khusus.

    Mzm. 83:2-5, 10-11, 18-19; Kel. 2:1-10; 1Tes. 5:12-18

  • Rabu, 18 November 2020

    BERANI DAN BIJAKSANAEster 7:1-10

    Maka jawab Ester, sang ratu: “Ya raja, jikalau hamba mendapatkasih raja dan jikalau baik pada pemandangan raja, karuniakanlah

    kiranya kepada hamba nyawa hamba atas permintaan hamba,dan bangsa hamba atas keinginan hamba.”

    (Est. 7:3)

    Pada 1982, beberapa orang di Chicago tewas sesudah meminum Extra Strength Tylenol yang sengaja dikontaminasi dengan sianida. Segera, James E. Burke, CEO Johnson & Johnson, mengeluarkan kebijakan agar perusahaan merespons dengan menyediakan layanan telepon pengaduan gratis, menghentikan seluruh iklan Tylenol, dan menarik kurang lebih 31 juta botol kapsul Tylenol dari toko-toko di Amerika. Kerugian Johnson & Johnson saat itu diperkirakan lebih dari 100 juta dolar. Namun, kebijakan Burke yang tepat dan bijaksana itu sangat dihargai oleh masyarakat dan Tylenol meraih pasarnya kembali. Pada 2003, majalah Fortune menyebut Burke adalah satu dari 10 CEO terbesar sepanjang sejarah.

    Sungguh tidak mudah mengambil keputusan yang cepat, tepat, dan bijaksana dalam situasi kritis. Ketika bangsa Yahudi terancam bahaya, Ester berada dalam posisi sangat sulit. Untuk menyelamatkan bangsa dan dirinya, ia harus menghadapi dua ancaman besar, yaitu Haman dan sang raja sendiri. Taruhannya adalah nyawanya dan nyawa bangsanya. Untuk itu, ia harus menyusun strategi dengan tepat dan bijaksana agar tujuannya tercapai. Kisah Ester memperlihatkan tindakan Ester yang berani dan strateginya yang luar biasa.

    Untuk bertindak dalam situasi krisis, kita memerlukan lebih dari sekadar keberanian. Kita memerlukan kebijaksanaan juga. Tanpa itu, tindakan kita hanya menjadi tindakan yang gegabah dan berisiko tinggi.

    REFLEKSI:Keberanian tanpa kebijaksanaan hanyalah sebuah tindakan yang nekad.

    Mzm. 83:2-5, 10-11, 18-19; Est. 7:1-10; Mat. 24:45-51

  • Kamis, 19 November 2020

    TIDAK PERNAH DITINGGALKAN Kejadian 48:15-22

    “… Allah itu, sebagai Allah yang telah menjadi gembalaku selamahidupku sampai sekarang, dan sebagai Malaikat yang telah

    melepaskan aku dari segala bahaya ….” (Kej. 48:15-16)

    Allen Francis Gardiner adalah seorang misionaris yang mengalami banyak penderitaan dalam perjalanan misinya ke Patagonia. Ia tidak mempunyai dana, mengalami permusuhan penduduk lokal, dan usaha misinya seolah tidak membuahkan hasil. Ia dan timnya ditemukan mati kelaparan di Tierra del Fuego. Namun, dalam jurnalnya, Gardiner tetap bersyukur karena anugerah dan pemeliharaan Allah yang selalu ia rasakan di sepanjang hidupnya. Ia menulis: “Ah! Aku bahagia siang dan malam, waktu demi waktu. ... jari-jariku sakit karena dingin ..., namun hatiku, hatiku hangat, hangat dengan pujian, ucapan syukur, dan kasih kepada Allah Bapaku, dan kasih kepada Allah Penebusku.”

    Saat mendekati ajal, Yakub pun merefleksikan kembali seluruh perjalanan hidupnya dan janji-janji Allah yang telah digenapi di sepanjang kehidupannya. Ia kembali dipertemukan dengan anaknya, Yusuf, dan mendapat kesempatan untuk melihat cucu-cucunya. Allah telah memimpin dirinya dari dulu hingga sekarang, bahkan melepaskannya dari segala bahaya. Yakub menyimpulkan bahwa Allah telah memberinya lebih daripada yang ia minta. Pemenuhan janji Allah kepada Yakub itu sekaligus menjadi jaminan bahwa Israel akan menjadi bangsa besar dan tidak akan ditinggalkan oleh Allah.

    Dalam hidup kita pun, ada banyak jejak pemeliharaan Allah. Pemeliharaan Allah yang sudah terjadi di masa lalu itu meyakinkan kita untuk terus melangkah ke masa depan.

    REFLEKSI:Tuhan selalu meninggalkan jejak pemeliharaannya dalam hidup kita.

    Hanya terkadang, kita kurang menyadarinya.

    Mzm. 100; Kej. 48:15-22; Why. 14:1-11

  • Jumat, 20 November 2020

    SIMBOL DI DAHI Wahyu 22:1-9

    … dan mereka akan melihat wajah-Nya,dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka.

    (Why. 22:4)

    Pianis Emil von Sauer, salah seorang murid Franz Liszt, datang ke Budapest dan meminta seorang remaja 16 tahun memainkan piano baginya. Setelah remaja itu selesai memainkan karya Bach, Beethoven, dan Schumann, von Sauer perlahan berdiri, merengkuh kepala remaja itu, dan mencium dahinya. “Anakku,” katanya, “Saat aku seusiamu aku menjadi murid Liszt. Setelah pelajaran pertamaku, ia menciumku di dahi dan berkata, ‘Jagalah baik-baik ciuman ini—itu datang dari Beethoven yang memberikannya kepadaku setelah mendengarkan aku main.’ Aku telah menunggu lama untuk meneruskan warisan suci ini, dan sekarang aku merasa kamu layak mendapatkannya.” Remaja bernama Andor Földes itu kemudian menjadi pianis Hungaria yang ternama. Ciuman di dahi itu tentunya adalah sebuah simbol: simbol pujian.

    Dalam menggambarkan hubungan Allah dengan umat-Nya pun, penulis Kitab Wahyu memakai simbol-simbol. Salah satunya adalah simbol nama Allah yang tertera pada dahi umat. Simbol itu menunjukkan kepemilikan dan kehadiran Allah. Kehadiran Allah kini bisa dirasakan sepenuhnya oleh umat.

    Tidak ada seorang pun dapat tetap hidup bila melihat Allah. Antara manusia dengan Allah ada jarak yang tidak terlampaui. Namun kini, bukan hanya jarak itu dilampaui, melainkan juga Allah mengizinkan umat untuk memerintah bersama-Nya selamanya. Saat kita menjadi milik Allah, kita pun akan merasakan kehadiran-Nya di dalam diri kita.

    REFLEKSI:Kala Tuhan menjadikan kita milik-Nya,

    Ia meniadakan jarak antara kita dan diri-Nya.

    Mzm. 100; Yes. 40:1-11; Why. 22:1-9

  • Sabtu, 21 November 2020

    SANG GEMBALA Yehezkiel 34:25-31

    “Kamu adalah domba-domba-Ku, domba gembalaan-Ku,dan Aku adalah Allahmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.”

    (Yeh. 34:31)

    Pada 16 Agustus 1967, dalam pidatonya yang berjudul Where Do We Go from Here? Martin Luther King, Jr. mengatakan, “Biarlah kita tidak menjadi puas sampai tiba saatnya ketika tidak seorang pun akan berteriak, ‘Kekuatan orang kulit putih!’ ketika tidak seorang pun akan berteriak ‘Kekuatan orang kulit hitam!’ tetapi setiap orang akan berbicara tentang kekuatan Allah dan kekuatan manusia.” Martin Luther King, Jr. memang membayangkan suatu dunia yang tidak lagi dikotak-kotakkan atas dasar warna kulit, suatu kehidupan yang tidak dikuasai oleh kekuatan rasial tertentu yang menindas kelompok manusia lainnya.

    Penulis Yehezkiel pun dalam penglihatannya menggambarkan adanya suasana atau kondisi yang berbeda ketika Allah memulihkan umat-Nya. Kehidupan umat akan penuh dengan damai sejahtera karena Allah sendirilah yang akan memimpin umat-Nya. Ia menjadi seperti gembala yang memimpin domba gembalaan-Nya dengan penuh kasih sayang. Ia melindungi yang lemah dan tidak membiarkan terjadinya penindasan dan penyalahgunaan kuasa. Allah sebagai gembala akan memenuhi kebutuhan umat dan menghalau ketakutan mereka.

    Gambaran itu memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial bisa tercipta bila Allah sendiri yang berperan di dalamnya. Dengan kepemimpinan Allah sebagai gembala, kita pun diundang untuk menjadi domba yang senantiasa menghidupi gaya hidup yang sesuai dengan kepemimpinan Allah itu.

    REFLEKSI:Pemerintahan Allah adalah dunia tanpa kotak diskriminatif.

    Mzm. 100; Yeh. 34:25-31; Mat. 12:46-50

  • Minggu, 22 November 2020

    RAJA GEMBALAMatius 25:31–46

    “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang

    paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”(Mat. 25:40)

    Putri Alice dari kerajaan Inggris, tampaknya berbeda dari putri kerajaan pada umumnya. Sejak kecil, ia sudah mempunyai ketertarikan yang besar akan kehidupan masyarakat di luar kerajaan. Ia sering memperhatikan pekerjaan para petani di sekitar wilayahnya. Ia sangat bersimpati terhadap penderitaan dan masalah orang lain. Itulah sebabnya, saat negaranya berada dalam peperangan, ia bekerja sama dengan Florence Nightingale dan mendedikasikan dirinya untuk merawat mereka yang terluka. Bahkan, ia mendirikan dan mengelola rumah sakit di Darmstadt pada 1869. Ia mengembangkan serikat pekerja yang khusus melatih dan mendidik para perempuan, khususnya untuk menjadi perawat. Putri Alice memang mempunyai kedudukan yang tinggi, tetapi ia tidak memosisikan dirinya terlalu tinggi sampai melupakan orang-orang di sekitarnya.

    Pada Minggu Kristus Raja ini, teks Matius juga memperlihatkan tema Kristus sebagai raja. Ia adalah Raja Gembala dengan pemerintahan-Nya yang universal dan tidak ada tandingannya. Meskipun demikian, Ia hadir di dunia ini tidak dengan menunjukkan kekuasaan-Nya, tetapi justru dengan menyamakan diri-Nya dengan mereka yang lemah dan terpinggirkan.

    Berpusat pada kepemimpinan Kristus yang seperti itu, kita pun bisa memahami esensi dari kemuridan. Menjadi murid Kristus berarti menghadirkan diri tidak dengan kekuasaan yang menindas, tetapi dengan pelayanan kepada mereka yang kecil dan tidak berdaya.

    REFLEKSI:Seperti Kristus, kemuliaan kita sebagai murid-Nya justru terletak dalam

    kehambaan kita.

    Yeh. 34:11-16, 20-24; Mzm. 100; Ef. 1:15-23; Mat. 25:31-46

  • Senin, 23 November 2020

    PEWARIS SALIB2 Timotius 2:8-13

    Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus

    dengan kemuliaan yang kekal. (2Tim. 2:10)

    Dalam salah satu cerita Jataka, ada kisah tentang seorang pertapa yang hidup di hutan. Pada suatu hari, ia bertemu dengan seekor harimau betina yang kelaparan dan kelelahan karena baru saja melahirkan anak-anaknya. Tanpa makanan yang bisa ditemukannya, harimau itu berniat untuk memakan anak-anaknya yang baru saja lahir demi menghilangkan rasa laparnya. Dengan penuh belas kasihan, sang pertapa mengambil keputusan untuk mengurbankan dirinya. Ia menyerahkan tubuhnya sendiri untuk menjadi makanan dan mencegah harimau tersebut memakan anak-anaknya sendiri.

    Berpihak dan berbelas kasih kepada sesama tidak mudah karena menuntut pengurbanan diri kita. Paulus pun mengalami penderitaan dan tujuan penderitaannya adalah untuk memampukan umat untuk mendapat keselamatan. Penderitaan adalah sesuatu yang memang harus kita alami seperti dikatakan Luther, “Ecclesia haeres crucis est,” gereja adalah pewaris dari salib. Melalui Surat Timotius ini, jemaat ingin dikuatkan agar memiliki keberanian, kesetiaan, dan kesediaan untuk menderita.

    Pengurbanan diri kita tidak akan sia-sia. Allah itu setia dalam memelihara dan mengasihi umat-Nya sehingga kita pun pasti akan mendapat hasil dari pengurbanan diri kita itu. Dengan demikian, kita tidak perlu takut untuk menderita dan mengurbankan diri pada saat situasi memang menuntut kita untuk itu.

    REFLEKSI:Tatkala ketakutan untuk berkurban menguasai kita,

    lihatlah salib Kristus.

    Mzm. 28; Bil. 27:15-23; 2Tim. 2:8-13

  • Selasa, 24 November 2020

    SANG MEMPELAIWahyu 19:1-9

    “Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia!Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba,

    dan pengantin-Nya telah siap sedia.” (Why. 19:7)

    Dalam novelnya, Gustave Flaubert mengangkat karakter Madame Bovary sebagai seorang perempuan yang mempunyai pandangan yang romantis tentang dunia. Ia haus akan kecantikan, kekayaan, gairah, dan kehidupan kelas atas. Begitu jauh perbedaan yang ada antara idealisme romantis itu dan kenyataan kehidupan pedesaannya. Meskipun suaminya adalah orang yang sangat mencintainya, namun ia malah merendahkan dan menghina suaminya tersebut, yang baginya selalu tampak bodoh dan membosankan. Hal itu membuatnya jatuh dalam perselingkuhan dan utang yang terus bertambah banyak, yang akhirnya membuatnya putus asa.

    Dalam hubungan suami istri, memang ada banyak faktor yang memungkinkan hubungan itu tetap sehat. Salah satunya adalah kesediaan untuk saling mengurbankan diri. Dalam banyak bagian Alkitab, hubungan Allah dengan umat sering memakai metafora pengantin atau suami istri. Begitu pun dengan bacaan Wahyu ini. Kristus adalah sang mempelai laki-laki dan umat adalah sang mempelai perempuan. Sebagai sang mempelai laki-laki, Kristus telah menyucikan umat dan membuat umat siap untuk menjadi mempelai-Nya melalui penderitaan dan kematian-Nya.

    Sebagai umat Tuhan saat ini, kita pun dalam masa penantian akan kedatangan sang mempelai laki-laki. Karena itulah, kita pun perlu menyiapkan diri kita agar layak menjadi mempelai dari Sang Anak Domba.

    REFLEKSI:Kristus mengurbankan diri agar kita bisa menjadi mempelai-Nya.

    Mzm. 28; Za. 11:4-17; Why. 19:1-9

  • Rabu, 25 November 2020

    SAHABAT PENGHIBURYeremia 31:10-14

    “Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan, akan menghibur mereka dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka.”

    (Yer. 31:13)

    Syair lagu “Yesus Kawan Yang Sejati” (KJ 453) ditulis oleh Joseph M. Scriven, seorang yang sangat akrab dengan penderitaan. Ia menulis puisi yang menjadi syair lagu itu dalam rangka menghibur ibunya yang sakit. Ibunya berada jauh di Irlandia, sedangkan ia sendiri di Kanada. Sebelumnya, ia pernah kehilangan tunangannya yang tewas tenggelam sehari sebelum pernikahan mereka. Ketika ia kembali bertunangan, ia pun harus kehilangan tunangannya untuk kedua kalinya karena sakit. Dalam penderitaan yang menekan, Joseph Scriven tetap merasa bahwa Tuhan hadir dan menemaninya.

    Begitu juga halnya dengan Yeremia yang menubuatkan pemulihan Israel. Tuhan berfirman bahwa Ia tidak pernah melupakan Israel. Tuhan akan menjadi Gembala Baik yang membimbing mereka kembali ke negeri mereka dan akan memberkati hasil tanah mereka. Ia mengingat penderitaan umat-Nya dan pasti akan memberikan pertolongan-Nya. Israel yang sebelumnya berkabung akan bersorak-sorai. Penghiburan Tuhan akan memampukan mereka kembali bersukacita. Mereka akan memainkan kembali alat-alat musik mereka dan mereka akan menari dengan penuh sukacita. Kebaikan Tuhan akan mengakhiri perkabungan mereka.

    Dalam hidup yang tidak selalu cerah, terkadang kita merasa begitu sendirian. Perasaan akan kesendirian ini bisa menambah penderitaan. Padahal, sesungguhnya, Allah selalu hadir dan tidak pernah melupakan kita.

    REFLEKSI:Penghiburan terbesar kita adalah bahwa Tuhan tidak

    pernah meninggalkan kita sendirian.

    Mzm. 28; Yer. 31:10-14; Yoh. 5:19-40

  • Kamis, 26 November 2020

    KITA PENYEBABNYAMazmur 80:2-8, 18-20

    Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar,maka kami akan selamat.

    (Mzm. 80:4)

    Mike Tyson adalah seorang petinju profesional yang sukses pada zamannya. Namun kemudian, ia dipenjara karena tuduhan perkosaan dan mempunyai masalah dengan kecanduan obat-obatan terlarang. Pada 2003, ia menyatakan diri telah bangkrut secara finansial dan harus membayar utang sangat besar. Dalam sebuah wawancara pada 2005, ia berkata, “Keseluruhan hidupku telah menjadi sampah—aku telah gagal. Aku hanya ingin melarikan diri, aku sungguh-sungguh malu dengan diriku sendiri dan dengan hidupku.”

    Keberhasilan dan kegagalan hidup memang silih berganti. Namun, sering kali kita sendirilah penyebab kegagalan hidup kita itu. Pemazmur pun menggambarkan keadaan umat yang sangat menyedihkan: umat yang telah kenyang menangis dan seolah-olah ditinggalkan Tuhan. Padahal, mereka dulu ibarat pohon anggur yang sangat dipelihara dan disayangi; pohon anggur yang berakar dalam dan bertumbuh lebat. Kini, pohon anggur itu rusak dan tidak dipedulikan lagi. Namun, semua itu terjadi karena memang Israel tidak taat kepada Tuhan dan membuat-Nya murka. Dalam situasi ini, pemazmur memohon agar Tuhan datang dan melihat. Pemazmur berharap Tuhan berbelas kasihan dan memberi Israel kesempatan kembali.

    Saat kita berada di titik terendah kehidupan, kita cenderung menyalahkan banyak hal, kecuali diri sendiri. Padahal, bisa jadi diri kita sendirilah penyebabnya. Karena itu, kita pun perlu berani terbuka dan mengevaluasi diri sendiri.

    REFLEKSI:Jalan keluar terbaik dari kegagalan adalah melihat ke dalam diri.

    Mazmur 80:2-8, 18-20; Za. 13:1-9; Why. 14:6-13

  • Jumat, 27 November 2020

    MENGUBAH DIRI 1 Tesalonika 4:1-18

    Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar,melainkan apa yang kudus.

    (1Tes. 4:7)

    Sastrawan Leo Tolstoy mengatakan, “Everybody thinks of changing humanity and nobody thinks of changing himself—setiap orang berpikir tentang mengubah kemanusiaan dan tidak seorang pun berpikir tentang mengubah dirinya sendiri.” Kita tentu menginginkan kehidupan dunia yang lebih baik. Namun, apakah yang kita lakukan untuk mewujudkannya? Kita mungkin sering mendeskripsikan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang lain di sekitar kita. Namun, kita segera kecewa karena mereka ternyata gagal dan kehidupan pun tidak berubah menjadi lebih baik. Kita lupa bahwa perubahan itu dimulai dari diri kita sendiri sebagaimana yang dikatakan Tolstoy.

    Penulis Tesalonika mengingatkan jemaat bahwa Kristus telah membebaskan mereka dari segala perbudakan dan memberikan hidup yang baru. Hidup yang baru adalah hidup yang menyenangkan Allah. Untuk itu, jemaat diminta memiliki karakter seperti yang diteladankan oleh Kristus sendiri. Hidup dengan nilai-nilai etis yang baru. Tuntutan itu bukan sekadar peraturan yang bersifat eksternal, yang terpaksa mereka jalani, melainkan bagian dari kehidupan baru diri mereka sendiri. Hal ini dimungkinkan karena Roh Kudus berdiam dalam diri setiap orang yang percaya kepada Kristus.

    Roh Kudus memampukan kita untuk mengubah diri kita menjadi seperti Kristus. Ketika diri kita sendiri telah mengalami pembaruan dan perubahan, barulah kita layak mengusahakan perubahan lingkungan di sekitar kita.

    REFLEKSI:Jangan berpikir untuk mengubah dunia sebelum

    kita mengubah diri kita terlebih dahulu.

    Mazmur 80:2-8, 18-20; Za. 14:1-9; 1Tes. 4:1-18

  • Sabtu, 28 November 2020

    MENENTANG PENGUASA Mikha 2:1-13

    “Janganlah ucapkan nubuat,” kata mereka itu, “orang tidak mengucapkan nubuat seperti itu! Noda tidak akan menimpa kita.”

    (Mi. 2:6)

    Apa yang Anda lakukan jika orang hendak memberi sumbangan uang yang sangat besar untuk gereja Anda, tetapi uang itu hasil dari tindakan kriminal? Giuseppe Puglisi menolaknya dengan tegas. Sebagai imam di Palermo, Italia, ia berani berhadapan dengan Mafia Sisilia yang terkenal kejam. Ia menantang mereka secara terbuka dan menolak sumbangan mereka baik untuk perayaan keagamaan maupun untuk perbaikan gereja. Ia berusaha mengubah mental jemaatnya yang mendiamkan saja aksi para mafia itu. Akhirnya Puglisi dibunuh oleh Mafia Sisilia pada ulang tahunnya yang ke-56. Menentang penguasa lalim memang penuh risiko. Mereka memiliki segala sesuatu dan bisa melakukan apa pun yang mereka mau. Mereka pasti tidak suka bila ada orang yang berani menentang mereka.

    Mikha pun menyatakan penghukuman Tuhan terhadap para penguasa tamak yang tidak segan-segan menyingkirkan orang lain demi mencapai tujuan mereka akan kekuasaan dan kekayaan. Hal itu menimbulkan kemarahan para penguasa kaya itu. Mereka menolak mendengarkan nubuatan Mikha, bahkan mereka berusaha menghentikannya.

    Menentang penguasa lalim memang tidak mudah. Setiap orang yang ingin menentang mereka harus berani menanggung risiko besar. Karena itu, tidak heran jika sebagian orang memilih untuk diam dan membiarkan saja tindakan kriminal mereka, apalagi jika mereka juga mendapat keuntungan dengan menjadi sekutunya. Bagaimana dengan kita?

    REFLEKSI:Diam tidak selalu berarti emas, tetapi bicara bisa berarti bencana.

    Mazmur 80:2-8, 18-20; Mi. 2:1-13; Mat. 24:15-31

  • Minggu, 29 November 2020

    PEMBERITAAN PALSUMarkus 13:24–37

    “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba.”

    (Mrk. 13:33)

    The Greatest Showman adalah sebuah film yang diinspirasikan dari kisah hidup Phineas Taylor Barnum yang mendirikan Barnum & Bailey Circus. Dalam kenyataannya, Barnum dianggap sebagai salah seorang pembuat hoaks yang berhasil meraup keuntungan finansial yang besar. Pada zaman internet ini, hoaks sebagai sebuah kebohongan yang sengaja dibuat untuk disamarkan sebagai kebenaran bisa sangat cepat sekali beredar. Sering kali kita menjadi bingung dan kadang terkecoh oleh berbagai hoaks.

    Pada Minggu pertama Adven ini, teks Markus berbicara tentang kedatangan Anak Manusia dan krisis yang terkait dengan peristiwa tersebut. Selain Tuhan, tidak seorang pun tahu dan bisa mengendalikan terjadinya peristiwa itu. Namun, banyak orang berspekulasi dan bahkan menyebarkannya sebagai suatu kebenaran. Hal ini bisa menyesatkan jemaat dan menjadi ancaman tersendiri. Markus mengingatkan jemaat untuk berhati-hati. Jemaat memang harus berjaga-jaga dan menanti kedatangan Yesus kembali. Namun, berjaga-jaga bukan hanya untuk mengantisipasi terjadinya peristiwa kedatangan itu, melainkan juga terhadap segala tanda atau pemberitaan palsu.

    Masa Adven selalu mengingatkan kita akan kesiapan kita menyambut kedatangan Anak Manusia sekaligus kesediaan kita untuk selalu berjaga-jaga. Persiapan apa yang sedang kita lakukan dalam menyambut kedatangan Sang Anak Manusia? Apa tindakan konkret kita dalam menghadapi hoaks?

    REFLEKSI:Kita tidak selalu dapat menghindar dari banyak pemberitaan palsu,

    tetapi kita dapat menyaring dan mengkritisinya.

    Yes. 64:1-9; Mazmur 80:2-8, 18-20; 1Kor. 1:3-9; Mrk. 13:24-37

  • Senin, 30 November 2020

    PESAN PENGHARAPANMikha 4:1-5

    Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung rumah TUHANakan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang

    tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana ....(Mi. 4:1)

    Nasrudin dijatuhi hukuman mati dengan tuduhan telah menghina sang raja. Ia memohon pengampunan dan meminta kesempatan satu tahun untuk mengajar kuda sang raja bernyanyi. Raja pun setuju. Nasrudin akan dibebaskan jika bisa melakukannya, dan sebaliknya. Hari berikutnya, teman-teman Nasrudin mengunjunginya di penjara dan mendapatinya tampak bahagia. “Bagaimana kamu bisa begitu bahagia?” tanya mereka heran. “Apakah kamu berpikir bahwa kamu betul-betul dapat mengajari kuda raja bernyanyi?” “Tentu saja tidak,” jawab Nasrudin, “namun sekarang aku punya kesempatan satu tahun dan banyak hal bisa terjadi dalam setahun. Mungkin saja Raja membebaskanku. Mungkin ia akan mati dalam peperangan atau penyakit. Mungkin kudanya akan mati. Atau mungkin juga kuda itu betul-betul bisa bernyanyi.”

    Hidup memang penuh dengan kemungkinan. Pikiran tentang berbagai kemungkinan akan apa yang terjadi bisa mencemaskan kita, namun sekaligus memberi kita harapan.

    Mikha menubuatkan masa depan kehidupan umat yang penuh damai. Setiap bangsa datang menyembah Tuhan. Namun, situasi yang indah ini belum terjadi pada masa Mikha. Malahan yang terjadi sebaliknya. Bangsa-bangsa saling berperang dan Yerusalem dibinasakan. Di tengah situasi seburuk itu, Mikha memberitakan pesan pengharapan agar umat mampu bertahan. Tanpa pengharapan hidup menjadi terlalu berat untuk ditanggung.

    REFLEKSI:Begitu banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam hidup.

    Karena itulah, kita mempunyai pengharapan.

    Mzm. 79; Mi. 4:1-5; Why. 15:1-8

  • Yessy Sutama

    TTL : Jakarta, 8 Desember 1979Pendidikan :2003 : S-1 Teologi, UKDW, YogyakartaPekerjaan :Sekarang : Karyawan Swasta

    TTL : Jakarta, 2 Juni 1964Pendidikan :1989 : S-1 STT Jakarta2000 : S-2 STT Jakarta2018 : S-3 STT JakartaPelayanan :1994 - 2019 : Pendeta GKI1994 - sekarang : Dosen Tak-Tetap STFT Jakarta

    Pdt. (Em.) Rasid Rachman

  • agaimana cara mengetahui apakah seseorang berkarakterKristiani? Karakter yang dimaksud di sini adalah tanda atau

    ciri khas yang diperlihatkan seseorang sebagai seorang Kristen,bukan sekadar sifat-sifat baik atau budi pekerti, seperti jujur, rendah hati, pengampun, melainkan ciri khas kekristenan. Sebagaimana sebutan “Kristen” diambil dari kata “pengikut Kristus,” maka ciri khas kekristenan diperoleh dari ajaran dan teladan Tuhan Yesus Kristus. Yohanes 13:34-35 berbunyi: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Kata ‘mengasihi’ dalam ayat-ayat tersebut adalah agape. Kasih yang memberi tanpa pamrih; kasih yang berinisiatif; kasih yang terus-menerus; kasih yang bersedia berkorban. Inilah ciri khas kekristenan: mengasihi sesama dengan kasih seperti yang Tuhan tunjukkan.

    Untuk mengetahui apakah seseorang adalah orang Kristen yang berkarakter, ukurannya bukanlah seberapa hafal ia dengan ayat-ayat Alkitab, meskipun itu ayat-ayat tentang kasih. Bukan pula tentang seringnya ia ke gereja, paham dogma dan ajaran gereja. Sering ke gereja, paham dogma, dan hafal ayat Alkitab adalah baik. Tetapi, ciri khas kekristenan bukan itu. Bukan pula dengan memakai atribut salib atau sering berkata “haleluya.” Bukan. Yohanes 13:14-15 mengatakan: “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan

    B

  • suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Berbuat seperti yang Tuhan buat, itulah cara menjadi seorang Kristen yang berkarakter. Orang Kristen yang berkarakter adalah orang yang berbuat seperti Sang Guru, dalam hal memandang dunia yang dikasihi oleh Allah; memperlakukan orang-orang yang ada di sekitar, bahkan orang yang jahat sekalipun; mensyukuri berkat yang telah diterima; bersedia untuk memberi yang terbaik; menghadapi pergumulan-pergumulan dengan iman dan pengharapan, semuanya mencerminkan tindakan Sang Guru. Berikut beberapa tips untuk menjadi seorang Kristen berkarakter:

    1. Kasih menjadi prinsip dasar.Orang Kristen berkarakter, ketika melihat suatu persoalan, akan berpikir: “Hal baik apa yang bisa kulakukan?” bukan “untungnya apa bagi saya?” Orang-orang yang hidup dalam kasih Tuhan menyadari bahwa dirinya telah memperoleh banyak dari Tuhan; Tuhan mengasihi dan peduli, serta memberkatinya dengan banyak hal. Maka dalam setiap kesempatan, ia rindu untuk berbuat kasih kepada orang lain, bukan mencari keuntungan. Ia akan tetap berbuat kasih, meskipun hal itu merugikan dirinya; ia menganggapnya sebagai cara mengasihi yang memerlukan pengorbanan.Namun, perbuatan kasihnya, bukanlah kasih sejenak atau yang sempit, melainkan kasih yang didasarkan pada pemahaman akan kasih Allah, murni dan sejati.

    2. Memproduksi kasih.Yakobus 1:22 menjadi pengingat bagi kita untuk menjadi pelaku firman. Sepanjang kehidupan kita menjadi seorang Kristen, tentu banyak ayat-ayat tentang kasih yang telah kita dengar atau baca. Kita mendengar dan membaca firman Tuhan tentang kasih dan melihat contoh-contohnya melalui buku renungan, khotbah minggu, persekutuan-persekutuan, sisipan berbentuk ayat Alkitab, siaran radio, renungan di Whatsapp, Facebook dan media sosial lainnya. Namun, orang Kristen yang berkarakter, bukan sekadar membaca, menonton dan menerima kata-kata dan ilustrasi tentang kasih, melainkan memproduksi tindakan

  • kasih sayang dalam hidupnya; aktif dalam mengasihi, bukan sekadar menjadi penerima atau penonton. Ketika menyaksikan sebuah video tentang kasih sayang dalam keluarga, misalnya, maka orang Kristen berkarakter akan tergerak untuk segera meneladani hal itu dalam hidupnya. Memproduksi kasih dapat kita lakukan secara langsung dengan berbuat baik kepada orang-orang di sekitar, khususnya keluarga. Dapat juga melalui media sosial, kita menyebarkan kasih sayang kepada orang-orang lain dengan mengirimkan doa dan kata-kata motivasi kepada orang-orang yang sedang bergumul; kita menghiasi media sosial kita dengan pesanpesan kasih sayang, dan bukan dengan hoax, berita yang menakutkan atau membuat marah orang lain.

    3. Jika menghitung kasih Tuhan, maka hitungannyaselalu lebih.Orang Kristen berkarakter adalah orang yang selalu merasakan kelebihan dalam hidupnya. Lebih bukan dari segi materi, melainkan hal-hal yang lebih mendasar, yaitu sukacita, syukur, berkat. Orang Kristen yang berkarakter akan menghitung berapa banyak kebaikan yang telah Tuhan berikan, berapa besar kasih sayang Tuhan bagi dirinya. Kemudian, kasih sayang itu akan disalurkan kepada orang lain. Ia akan mengasihi orang lain dengan cara terbaik, daripada menuntut orang lain untuk mengasihi dirinya. Ia tidak akan mudah kecewa ketika orang tidak memperhatikan atau peduli kepadanya. Ia akan dapat tetap bahagia ketika orang-orang melupakan jasa-jasanya. Sebab, orang Kristen berkarakter hidup dengan kasih yang meluap-luap untuk sesama.

    4. Siap dilihat dan dinilai oleh orang lain.Penilaian atau komentar orang lain, tak dapat kita hindari. Apa pun yang kita lakukan dalam hidup kita, orang akan komentari. Ada komentar yang positif, ada pula komentar yang negatif. Orang Kristen yang berkarakter adalah orang yang siap menghadapi tanggapan orang lain. Ia

  • tidak menjauhkan diri dari orang lain, tetapi hadir dalam pergaulan dan masyarakat, melakukan yang terbaik, memberikan teladan kasih sayang, serta siap dalam menghadapi berbagai komentar. Dalam hal ini, teladan diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri. Dalam mengajar, ada begitu banyak ancaman, kecaman, dan ujian yang Tuhan Yesus hadapi. Imam kepala, masyarakat yang tak menerima, murid yang pergi undur iman, tetapi itu semua tidak menyurutkan tekad Tuhan Yesus untuk melakukan misi keselamatan bagi dunia. 1 Petrus 3:17 berkata: “Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.” Jika kebaikan kita dinilai negatif oleh orang lain, maka jadikanlah pelajaran untuk melakukan kebaikan itu dengan cara yang lebih tepat, dan bukan berhenti untuk berbuat baik.

    5. Tetap mengasihi di saat sendirian.Seorang anak bercerita bahwa pagi-pagi ia suka mengintip ke kamar Oma. Saat mengintip, ia sering melihat Oma sedang membaca Alkitab. Cerita lain di sebuah gereja, setelah acara makan-makan selesai dan semua orang pulang, seorang ibu komisi tinggal untuk membantu membersihkan meja yang masih berantakan. Cerita lain lagi, seorang bapak diamdiam menaruh sembako di depan pintu rumah tetangganya yang berkekurangan. Ini adalah contoh-contoh sederhana berbuat kasih. Orang Kristen yang berkarakter akan tetap melakukan kasih, meskipun ia sendirian dan tak ada yang melihatnya, bahkan terkadang memilih melakukannya dalam diam. Karena, bukan pujian atau popularitas yang dicarinya, melainkan kerinduan untuk mengasihi dengan tulus di mana pun ia berada.

    Selamat mengasihi. Tuhan memberkati!

    Pdt. Novita Sutanto

  • Selasa, 1 Desember 2020

    “TAK-DAPAT-TIDAK, DAN HARUS” Mikha 4:6-13

    ... mereka itu tidak mengetahui rancangan TUHAN;mereka tidak mengerti keputusan-Nya ....

    (Mi. 4:12)

    Pada zaman nabi Mikha, sekitar abad ketujuh sebelum Masehi, kaki pincang menggambarkan keadaan remuk redam. Nabi menganalogikan kehancuran Yerusalem dan Yehuda seperti orang pincang, tak dapat bekerja segesit orang lain, penampilannya pun tak elok. Umat Allah itu, kini sungguh tak berguna dan tak elok penampilannya. Mereka juga terseok-seok di negeri asing, di negeri-negeri pembuangan.

    Di balik itu, menurut Mikha, ada rancangan Tuhan yang akan memulihkan mereka. TUHAN akan membuat Yehuda kuat kembali. Hanya, sekarang mereka belum mengetahuinya. Umat Allah harus melewati tahap kehancuran lebih dahulu, setelah itu Allah akan mengumpulkan mereka dari kehancuran. Seperti perempuan yang sakit, menggeliat, dan mengeluh waktu melahirkan, demikian umat-Nya harus melewati rasa sakit lebih dahulu sebelum menikmati kekuatan baru.

    Dalam hidup ini, ada proses “tak-dapat-tidak, dan harus.” Melahirkan adalah proses “tak-dapat-tidak, dan harus” itu. Umat Allah tak selalu dapat memahami seluruh rancangan-Nya. Ada kalanya umat-Nya harus melewati kekelaman atau kejatuhan terdalam, sebelum Tuhan menolong dan memulihkan. “Di sanalah engkau akan ditebus oleh TUHAN dari tangan musuhmu,” kata Mikha. Yehuda harus melalui proses mahal itu. Proses itu menguji kita untuk bertekun. Dengan bertekun, pemulihan yang diperoleh akan sangat berharga nilainya karena diperoleh dengan tak mudah.

    DOA:Pimpin kami dalam ketekunan melewati proses pengajaran-Mu,

    ya Tuhan. Amin.

    Mzm. 79; Mi. 4:6-13; Why. 18:1-10

  • Rabu, 2 Desember 2020

    KECIL DAN BESAR KEKUATANNYAMikha 5:1-5a

    ... hai yang terkecil ... dari padamu akan bangkit bagi-Kuseorang yang akan memerintah Israel ....

    (Mi. 5:1)

    Banyak hal menginformasikan bahwa kecil atau besar secara kuantitas adalah tidak sejajar dengan kecil atau besar secara kualitas. Komputer kecil, belum tentu berkapasitas lebih kecil daripada komputer besar. Orang besar tidak berarti lebih kuat staminanya daripada orang kecil. Kedua ukuran tersebut sangat berbeda. Hanya, kita sering dibuat terkecoh, sehingga ada slogan “kecil-kecil cabe rawit.”

    Bacaan hari ini dibuka dengan kalimat: “Engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda ....” Kalimat Nabi Mikha ini bersambung bahwa akan bangkit seorang yang akan memerintah Israel dari negeri terkecil itu. Pemimpin dari negeri terkecil itu bukan hanya memerintah dalam kondisi normal, tetapi juga dalam keadaan negeri terancam oleh kekuatan besar. Pemimpin itu bukan hanya mampu bertindak dan menggembalakan, tetapi juga mencukur negeri Asyur dengan pedang.

    Banyak orang menjadi rendah diri, minder, atau malu karena berkuantitas kecil. Firman Tuhan mengingatkan bahwa yang terkecil secara kuantitas dapat dipakai-Nya untuk menjadi besar dan damai sejahtera. Maka, terbukalah akan panggilan Tuhan, siapa pun dan bagaimana pun keberadaan kita. Kemiskinan bukan alasan untuk tak memberi; kekurangan kemampuan fisik bukan penghalang untuk berkarya besar; kurang kuasa tidak berarti tak berpengaruh; kurang pendidikan bukan keadaan untuk tak berguna di masyarakat.

    DOA:Berkatilah kami yang berusaha terbuka akankarunia-Mu bagi sesama yang kecil. Amin.

    Mzm. 79; Mi. 5:1-5a; Luk. 21:34-38

  • Kamis, 3 Desember 2020

    SAHABAT DALAM PELAYANAN 1 Tesalonika 1:2-10

    Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerjadi antara kamu oleh karena kamu.

    (1Tes. 1:5)

    Jemaat Kristen Tesalonika, bagi Rasul Paulus adalah sahabat. Mereka bukan hanya buah pelayanan Paulus, tetapi sudah menjadi sahabat. Tesalonika bukan hanya menjadi penurut Paulus dan Tuhan, tetapi juga teladan saksi iman. Tesalonika mempersaksikan iman yang dengan sukacita menerima firman di dalam penindasan berat. Hubungan batin yang erat itu menyebabkan Paulus mengakui bahwa ia selalu menyebut jemaat Tesalonika dalam doanya.

    Aktivitas bergereja sering hanya diisi dengan urusan pelayanan dan pelayan, murid dan pemuridan, ketaatan dan kesalehan, rekan sekerja dan pembimbing rohani. Apakah kita pernah memandang Pendeta sebagai teman atau sahabat, bukan hanya pelayan atau pejabat gereja? Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk melihat aktivitas dan kehidupan bergereja dengan sudut pandang berbeda. Sudut pandangnya tidak melulu pelayanan dan pelayan, atau umat dan pejabat gereja. Mereka dan kita adalah juga sahabat dan manusia.

    Sebagaimana kehidupan itu tidak monoton, kehidupan aktivitas gereja yang dinamis adalah penyemangat hidup beriman. Kita menyuruh karyawan, menuntut pekerjaan rekan, meminta perhatian pejabat gereja, mengharapkan pelayanan dari pelayan gereja, namun teman adalah setara. Memandang rekan sekerja, baik Pendeta, Penatua, karyawan gereja, maupun umat sebagai teman seperjalanan merupakan kesaksian iman dan kekuatan bagi pembangunan jemaat.

    DOA:Tuhan, hari ini saya belajar memandang rekan sekerja-Mu

    di gereja sebagai sahabat dalam perjalanan. Amin.

    Mzm. 85:2-3; 9-14; Hos. 6:1-6; 1Tes. 1:2-10

  • Jumat, 4 Desember 2020

    TERANIAYA, NAMUN TETAP BERSAKSIKisah Para Rasul 11:19-26

    Mereka tersebar ... namun mereka memberitakan Injil ....(Kis. 11:19)

    Antiokhia di Syria adalah kota penting dalam kekristenan awal. Pada sekitar tahun 30, Antiokhia menjadi salah satu kota pelarian para pengikut Kristus akibat penganiayaan. Lukas, penulis kitab Kisah Para Rasul, menginformasikan bahwa “di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Penyebutan Kristen itu dikaitkan dengan pemberitaan Injil para rasul tentang “Yesus adalah Tuhan“ di kota itu. Berdasarkan kisah pelarian dan kesaksian para murid, kita dapat menyimpulkan bahwa Antiokhia adalah salah satu “mata air” kekristenan sangat awal, di luar Palestina.

    Firman Tuhan hari ini menginformasikan dua hal tentang Kekristenan atau gereja, yaitu: teraniaya dan menjadi saksi. Sejak awal, kekristenan digambarkan bukan sebagai persekutuan yang tidur lelap. Kekristenan adalah agama yang tidak pernah diam, selalu bekerja, sibuk, dan berkejaran. Kita belajar dari warisan pendahulu gereja kita.

    Kala ada tentangan, gereja mencari solusi. Waktu gempa, gereja ikut dalam memberi pertolongan. Ketika damai, gereja membangun. Tak cukup biaya program, gereja berusaha dan mencari. Ketika banyak uang, gereja membantu dan menyalurkan bantuan. Ketika ramai, ikut memeriahkan. Ketika sunyi dan sepi, gereja berhening, merenung, dan berefleksi. Zaman sulit, gereja berhemat. Masa kejayaan, gereja tak terlena. Begitulah gereja bersaksi di tengah dunia.

    DOA:Tolonglah kami untuk terus bersaksi dengan giat bekerja. Amin.

    Mzm. 85:2-3; 9-14; Yer. 1:4-10; Kis. 11:19-26

  • Sabtu, 5 Desember 2020

    TAHIR DENGAN HATI BARU Yehezkiel 36:24-28

    “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru ....”(Yeh. 36:26)

    Murka Allah telah membuat umat Israel sebagai umat terbuang. Israel bukan lagi ahli waris perjanjian nenek moyang mereka. Mereka bukan hanya terbuang ke negeri asing, tetapi juga terbuang sebagai umat kudus. Mereka telah menjadi najis karena perselingkuhannya dengan allah-allah lain. Namun kini, Allah menghentikan murka-Nya atas Israel.

    Bacaan hari ini adalah tentang pemulihan atas Israel. Allah sendiri berinisiatif menjemput, mengumpulkan, dan membawa kembali ke tanah perjanjian. Tanah perjanjian hanya untuk umat kudus. Maka, Allah akan menahirkan umat Israel sebelum mereka kembali ke tanahnya. Mereka akan menjadi kudus dengan menaati segala ketetapan dan peraturan Allah. Hidup mereka pun kembali akan dijamin oleh Allah. Mereka tak akan kelaparan lagi. Pemulihan yang Allah lakukan atas Israel adalah secara total, menyeluruh.

    Seorang saleh bisa saja jatuh dan berbuat dosa. Tak ada jaminan bahwa orang yang saleh tidak jatuh sama sekali selama hidupnya, apalagi bukan orang yang saleh. Jatuh dan berbuat dosa cukup satu kali. Kalau berkali-kali, bukan jatuh namanya, melainkan hobi atau karakter. Tuhan memberikan kesempatan dengan menahirkan kecelaan kita dengan hati yang baru. Maka, menyesallah, berbaliklah, dan kenakanlah hati baru dengan menaati Allah sebagai umat pilihan-Nya.

    DOA:Tolonglah dan kuatkanlah saya yang hendak

    menjalani hidup taat kepada-Mu. Amin.

    Mzm. 85:2-3; 9-14; Yeh. 36:24-28; Mrk. 11:27-33

  • Minggu, 6 Desember 2020

    PEMBUKA JALAN ITU ADALAH SANG PERINTIS Markus 1:1-8

    “Sesudah aku, akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku ....”(Mrk. 1:7)

    Yohanes Pembaptis adalah tokoh yang tak dianggap penting dalam kekristenan. Perannya tak banyak ditulis dalam Injil-injil. Ia memang diperingati pada Minggu Adven Kedua ini, namun nama dan peran segera dilupakan setelah itu. Hanya penginjil Markus yang mengisahkan Yohanes pada pembuka tulisannya. Digambarkannya, Yohanes adalah pendahulu Yesus. Ia adalah seorang utusan untuk membuka jalan bagi seseorang yang jauh lebih besar daripada dirinya.

    Tugas Yohanes adalah mempersiapkan jalan lurus untuk Tuhan. Tugas itu disampaikan oleh Markus dalam ungkapan metafora. Artinya, Yohanes bertugas memperlancar kedatangan Juruselamat. Tugas itu tak mudah, karena “jalan-jalannya sangat tak lurus.“ Ada jalan, namun tak layak guna. Banyak orang hidup dalam dosa, yakni menentang Allah dengan mengabaikan dan melecehkan ajaran leluhur dan hukum Taurat. Markus menghubungkan “luruskan jalan“ dengan gaya hidup Yohanes: busana dan makanannya. Gaya hidup dan gerakan monastik yang serba teratur adalah untuk memurnikan ajaran leluhur.

    Ada kalanya, tugas orang Kristen adalah sebagai penyiap jalan. Tanpa karyawan dan orang yang membersihkan ruangan, ibadah tak berjalan baik. Tanpa kehangatan hidup bergereja, pelayanan menjadi tak membawa berkat. Tanpa saling memercayai, suasana rumah tangga tidak lagi nyaman dan hangat. Marilah kita merintis jalan bagi kehidupan.

    DOA:Pimpinlah kami menciptakan suasana baik untuk melancarkan kehidupan

    Kristen yang hangat. Amin.

    Yes. 40:1-11; Mzm. 85:2-3; 9-14; 2Pet. 3:8-15a; Mrk. 1:1-8

  • Senin, 7 Desember 2020

    MENJALANI HIDUP ADALAH PILIHANYesaya 26:7-15

    Dengan segenap jiwa aku merindukan Engkau pada waktu malam ....(Yes. 26:9)

    Nabi Yesaya, sebagaimana pemazmur (Mzm. 1), melihat manusia dalam dua kategori, yaitu: orang benar dan orang fasik. Orang benar adalah orang yang berjalan di jalan rintisan TUHAN, sehingga “jejaknya lurus.” Jejak lurus menggambarkan bekas yang dikerjakannya adalah baik, berbuah dan menjadi berkat. Mereka akan hidup bertambah dan negerinya diperluas.

    Sikap nabi berbeda terhadap orang fasik. Nabi Yesaya geram dan mengharapkan TUHAN menghukum orang fasik. Orang fasik, yakni mereka yang tidak memandang tangan TUHAN yang terangkat dan tidak takut hukum yang berlaku, tidak perlu dikasihani. Sikap mengasihani orang fasik hanya membuat mereka tidak belajar bagaimana berlaku benar.

    Jika, kata orang, hidup ini adalah kesempatan, maka kesempatannya adalah untuk memilih. Pada kita ada pilihan. Pilihannya adalah hidup sebagai orang benar atau orang fasik. Memilih “tuan-tuan lain yang berkuasa” atau memilih TUHAN yang memelihara. Orang benar, karena berjalan di jalan yang dirintis Allah, mereka akan hidup selamanya dengan damai sejahtera. Sedangkan orang fasik akan punah. Kesulitannya adalah pada memilih. Kita sering terjebak pada tawaran dan iming-iming. Seseorang harus teguh dalam menentukan pilihan, agar hidup tak sia-sia. Maka, baiklah kita melihat bahwa dia yang mencintai hidup akan memilih hidup sebagai orang benar.

    DOA:Tuntunlah saya untuk memilih jalan-Mu dengan

    takut pada hukum-Mu. Amin.

    Mzm. 27; Yes. 26:7-15; Kis. 2:37-42

  • Selasa, 8 Desember 2020

    MASIHKAH MENDUKAKAN TUHAN?Yesaya 4:2-6

    ... akan ada kemuliaan TUHAN sebagai tudung dansebagai pondok tempat bernaung ....

    (Yes. 4:5-6)

    Muncul pemulihan dari TUHAN setelah segala kepahitan. Demikian pula dengan perjalanan Yerusalem. TUHAN mengenal Yerusalem sejak tunas. TUHAN memelihara Yerusalem hingga tumbuh dan matang. Namun, setelah tumbuh dan berkembang, Yerusalem meninggalkan TUHAN. “Wanita Sion,“ kata nabi Yesaya menyebut Yerusalem (Yes. 3:16), telah menjadi genit. Maka TUHAN menghukum milik kepunyaan-Nya itu, namun TUHAN masih menyayangi Yerusalem.

    Sayangnya, Yerusalem tak mengindahkan TUHAN. Jauh sebelum masa pembuangan, sebagaimana firman Tuhan ini, ketika Yerusalem meninggalkan TUHAN, TUHAN telah memulihkannya. Bagaimana kita melihat Yerusalem? Bagaimana pula kita melihat kasih dan kesetiaan TUHAN kepada Yerusalem? Apakah kita seperti Yerusalem yang terus mendukakan Tuhan?

    Hendaklah kita jangan seperti Yerusalem. Yerusalem adalah contoh salah bagi kita. Yerusalem selalu membalas kasih sayang dan pengampunan Tuhan dengan terus mengulangi kesalahannya. Yerusalem tak melihat pengampunan Tuhan sebagai kesempatan berbuat setia. Maka, ketika Tuhan murka, penyesalan Yerusalem hanya berbuah hukuman ke negeri pembuangan. Tuhan panjang sabar. Namun, sekali Ia murka, maka penyesalan dan segala perbuatan baik kita tidak akan menghindarkan hukuman. Kita tak tahu sampai kapan kesabaran Tuhan habis. Maka, pakailah kesempatan hidup di dalam pertobatan secara baru ketika ada kesempatan.

    DOA:Pimpinlah saya menjadi baik setelah melihat

    kebaikan dan pengampunan-Mu. Amin.

    Mzm. 27; Yes. 4:2-6; Kis. 11:1-18

  • Rabu, 9 Desember 2020

    UTUSAN ALLAHLukas 1:5-17

    “... dengan demikian menyiapkan bagi Tuhansuatu umat yang layak bagi-Nya.”

    (Luk. 1:17)

    Yohanes Pembaptis, menurut Penginjil Lukas, adalah seorang nazir Allah. Sejak dalam kandungan ibunya, ia telah ditentukan untuk “membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar ....” Pokoknya, Yohanes “akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan.” Sebuah tugas besar.

    Untuk menunjang tugas itu, tetap sebagai nazir Allah, ibunda Yohanes dipesankan agar selama hidupnya, Yohanes harus mematuhi beberapa aturan. Aturan itu adalah tidak minum anggur dan minuman keras, dan besar di hadapan Tuhan. Jika kita perhatikan pola hidup Yohanes, maka “besar di hadapan Tuhan” bisa dalam arti seseorang yang menjalani hidup membiara. Intinya, Yohanes menjalani misi Allah dengan menaati aturan Tuhan.

    Seseorang yang menjalani misi Allah adalah seseorang yang bukan hanya patuh hanya pada Allah dan aturan-Nya. Ia adalah juga seseorang yang menyerahkan hasil usahanya hanya kepada Allah. Yohanes menyiapkan umat bagi Tuhan, bukan bagi kepuasan, kehormatan, atau keuntungan diri sendiri. Seorang misionaris atau utusan Allah adalah seseorang yang memulai, menjalani, dan mengakhiri kerjanya hanya untuk Allah. Tantangan setiap hamba Tuhan, baik Pendeta, Penatua, maupun umat adalah melupakan bahwa kita hanya alat di tangan Tuhan. Tuhanlah yang membuat rencana, menggerakkan, dan menerima hasilnya.

    DOA:Saya mengucap syukur, Engkau memakai hamba

    sebagai alat karya-Mu di dunia. Amin.

    Mzm. 27; Mal. 2:10-3:1; Luk. 1:5-17

  • Kamis, 10 Desember 2020

    NILAI PALING TINGGI Filipi 3:7-11

    ... aku telah melepaskan semuanya itu ...supaya aku memperoleh Kristus ....

    (Flp. 3:8)

    Masa lalu, baik sebagai kenangan, pengalaman, memori maupun sejarah adalah sebuah nilai khusus. Nilai cemerlang bisa menjadi kebanggaan bagi beberapa orang. Nilai buruk bisa memalukan. Namun, baik nilai cemerlang maupun buruk, masa lalu adalah berharga. Orang atau gereja dapat terus-menerus mengingat dan mengisahkan keunggulannya pada masa lalu. Atau sebaliknya, ada masa lalu yang terus-menerus ditutupi karena memalukan. Ini adalah tanda bahwa ia bukan hanya telah terbelenggu pada masa lalu, tetapi ia juga tidak menjalani kehidupan lebih cemerlang setelah masa lalu itu.

    Firman Tuhan hari ini menulis tentang masa kini dan masa depan yang lebih cemerlang daripada masa lalu. Masa kini dan masa depannya adalah Kristus sebagai nilai tertinggi. Ia mengganggap masa lalu, yang dulunya dianggap sebagai keuntungan, kini adalah rugi. Bahkan kebanggaannya di masa lalu dianggapnya sampah. Alasannya hanya satu. Baginya, mengenal Kristus adalah jauh lebih berharga daripada semua nilai yang pernah dimilikinya. Mengenal Kristus adalah menjadi serupa dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

    Adalah baik jika kita secara berkala menanyakan ulang nilai tertinggi dalam hidup. Apakah ada nilai yang lebih berharga daripada Kristus? Ada berapa nilai yang mulai kita lepaskan karena mengenal Kristus dan percaya pada-Nya? Apakah kita sudah menjadi serupa dengan Kristus?

    DOA:Pimpinlah saya dalam mengejar nilai tertinggi dalam hidup, yakni menjadi

    serupa dengan Kristus. Amin.

    Mzm. 126; Hab. 2:1-5; Flp. 3:7-11

  • Jumat, 11 Desember 2020

    SEMAKIN BERTUMBUH DALAM PENGERTIANFilipi 3:12-16

    ... baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai, kita lanjutkan .... (Flp. 3:16)

    Mengetahui bahwa Kristus adalah nilai tertinggi, sebagaimana firman yang kita renungkan kemarin, baik, penting. Namun, itu belum final. “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna,” kata penulis surat Filipi. Nilai tertinggi itu, bagi penulis Filipi adalah tujuan atau target yang harus dicapai. Siapa pun tak akan tiba di target itu jika hanya mengaguminya. Tak cukup hanya mengagumi atau memuja-muji Yesus dalam hidup beriman.

    Berpegang pada nilai tertinggi itu barulah tahap pertama bagi seorang beriman. Selanjutnya, seorang beriman dipanggil untuk melanjutkan ziarah rohaninya. Ada tingkat pengertian yang lebih tinggi setelah pengenalan akan Kristus. Ia harus mencapai itu. Ia harus berlari dan mengejarnya hingga mencapai tingkat lebih tinggi dan lebih tinggi lagi seumur hidupnya.

    Kehidupan beriman bukanlah hidup selesai. Ia tidak mandek di satu tempat. Hidup beriman selalu mendorong kita menuju tingkat yang lebih tinggi. Ia harus terus berkembang, semakin matang, dan dewasa. Mengagumi Yesus saja belum sempurna. Memperoleh panggilan sorgawi dalam Kristus itulah yang merupakan target hidup beriman. Seorang yang terus mengejar panggilan surga tak melulu memikirkan perkara duniawi, memuliakan perut, dan hawa nafsu yang membinasakan. Segala yang dilakukan tidak berorientasi hanya demi diri sendiri, melainkan hidupnya tertuju hanya kepada Kristus.

    DOA:Pimpinlah saya untuk terus mengembangkan diridalam tingkat beriman yang lebih tinggi. Amin.

    Mzm. 126; Hab. 3:2-6; Flp. 3:12-16

  • Sabtu, 12 Desember 2020

    TUHAN DI PIHAK ORANG BENARHabakuk 3:13-19

    ... dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan ....(Hab. 3:16)

    Perikop kitab Habakuk ini selalu melahirkan inspirasi baru. Meskipun saya sudah beberapa kali membaca perikop ini, ia selalu baru. Inspirasinya kali ini adalah Allah melindungi dan menolong umat yang diurapi-Nya. Umat Tuhan sering kali mengalami serangan, yang mungkin datang dari pihak luar. Nabi pernah bersaksi bahwa Allah berdiam diri saja ketika orang fasik menelan orang benar (Hab. 1:13).

    Di dunia ini selalu ada kebaikan dan kejahatan. Kejahatan muncul karena diungkapkan oleh orang-orang jahat. Kebaikan berkembang karena diusahakan oleh orang-orang baik. Ada kalanya, kejahatan terlihat lebih menonjol dan menguasai kebaikan. Namun, kebaikan selalu menular dan berkembang.

    Firman Tuhan hari ini menegaskan bahwa Allah tak berdiam diri selamanya. Allah terlihat membiarkan orang fasik menekan orang benar, namun itu hanya sesaat. Selanjutnya, Allah sendiri bertindak membela orang benar dengan menghancurkan orang fasik. Sikap benar akan hidup dan mengatasi kejahatan. Itulah hari kesusahan bagi orang fasik dan kejahatannya. Nabi Habakuk bersaksi bahwa ia dapat tenang menghadapi hari kesusahannya yang akan mendatangi orang fasik. Nabi Habakuk menyakini akan perlindungan dan keadilan Allah. Orang yang takut hanya pada Allah di dalam kebenaran akan menyaksikan hari kesusahan mendatangi orang fasik dan kejahatannya, sehingga ia dapat bersorak sukaria. Orang yang menaruh pengharapannya hanya pada Allah akan menantikan hari kesusahannya dengan tenang.

    DOA:Pimpinlah mereka yang mencintai kebaikan

    dan melakukannya dalam hidup. Amin.

    Mzm. 126; Hab. 3:13-19; Mat. 21:28-32

  • Minggu, 13 Desember 2020

    AKU BUKAN TERANG ITU Yohanes 1:6-8; 19-28

    ... ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.(Yoh. 1:8)

    Dalam keseharian, ada istilah penjilat. Istilah penjilat adalah kiasan, artinya adalah seseorang yang didorong oleh kondisinya untuk bicara atau berbuat secara berlebihan tentang kebaikan orang lain. Orang lain yang diceritakannya bisa orang besar atau berpengaruh. Namun biasanya, orang lain itu adalah orang yang darinya si penjilat memperoleh keuntungan. Penjilat biasanya didorong oleh kebutuhan atau ambisi untuk mencapai sesuatu. Oleh karena itu, ia harus melewati kebaikan seseorang yang berpengaruh. Maka, si penjilat, entah terpaksa atau tabiat, “menjilat“ seseorang. Ia mencari muka, agar orang yang dijilatnya itu memandangnya.

    Yohanes bukan penjilat. Ia adalah pemberita terang, namun bukan terang itu sendiri. Terang yang diberitakannya adalah Kristus yang akan datang. Meskipun ia lebih dahulu menjadi besar sebelum Yesus, namun ia tahu siapa dirinya. Ia hanya pendahulu, seorang saksi tentang Kristus.

    Godaan setiap orang yang besar adalah ingin menjadi lebih besar lagi. Itu baik. Namun, waspadalah supaya jangan melebihi Allah. Jangan bersaksi tentang diri sendiri, tetapi tentang Allah. Menjadi besar bagus, namun jangan kita lupa diri. Kita hanya utusan Allah yang mempersaksikan Kristus. Tidak lebih. Saat kita menjadi besar, dengan memiliki kekuasaan atau kekayaan, adalah saat Allah hendak memakai kita untuk menjadi saksi dan utusan-Nya di dunia.

    DOA:Kami berdoa bagi setiap orang berpengaruh untuk

    takut hanya kepada-Mu, ya Tuhan. Amin.

    Yes. 61:1-4, 8-11; Mzm. 126; 1Tes. 5:16-24; Yoh. 1:6-8, 19-28

  • Senin, 14 Desember 2020

    MENJADI SAKSI TUHAN, PENUH RESIKO 1 Raja-raja 18:1-18

    “... kamu telah meninggalkan perintah-perintahTUHAN dan engkau ini telah mengikuti para Baal.”

    (1Raj. 18:18)

    Nabi Natan pernah menegur Raja Daud karena kelakuannya. Demikian pula Nabi Elia. Ia juga pernah menegur Raja Ahab. TUHAN mendatangkan hukuman atas Israel dengan bencana kelaparan yang dahsyat. Pasalnya, Ahab dan kaum keluarganya meninggalkan perintah TUHAN dengan menyembah para Baal. Hal itu mendatangkan murka TUHAN. Bencana kelaparan atas seluruh Israel merupakan hukuman TUHAN yang harus ditanggung oleh Ahab.

    Sebagaimana bacaan hari ini, Elia diperintahkan TUHAN untuk menemui Ahab yang sedang marah kepada Elia. Demi perintah TUHAN, Elia berbicara kepada Ahab. Pesannya adalah pernyataan bahwa raja bersalah kepada TUHAN. Memang, TUHAN akan mendatangkan hujan atas Israel. Namun sebelumnya, Ahab dan Israel harus mengakui kuasa TUHAN melebihi para Baal.

    Kita adalah saksi Tuhan, namun sering tidak memberitakan kebenaran Tuhan, terutama kepada petinggi. Mungkin kita sungkan atau takut menyampaikan kebenaran kepada atasan di perusahaan, menyampaikan kritik kepada pemerintah, atau tergiur dengan hidup nyaman yang kita terima dan nikmati. Padahal, para petinggi bisa lupa diri. Banyak gereja dan orang Kristen mencari aman, atau malahan membenarkan kesalahan penguasa. Akibatnya sama, Tuhan murka dan menghukum kita. Kesusahan komunitas atau masyarakat, bisa jadi disebabkan oleh karena kesalahan kita yang hanya mencari aman.

    DOA:Kuatkanlah kami untuk berani mempersaksikan kebenaran-Mu kepada

    penguasa. Amin.

    Mzm. 125; 1Raj. 18:1-18; Ef. 6:10-17

  • Selasa, 15 Desember 2020

    KITA ADALAH AHLI WARIS KARYA ALLAHKisah Para Rasul 3:17 – 4:4

    Kamulah yang mewarisi nubuat-nubuat itudan mendapat bagian dalam perjanjian ....

    (Kis. 3:25)

    Warisan, bagi sebagian orang, adalah berkat. Namun, warisan adalah juga amanah. Dengan demikian, warisan bukan untuk dihabiskan, melainkan untuk dikembangkan. Orang yang telah berusaha keras semasa hidupnya tak ingin hasil usahanya lenyap begitu saja karena perilaku buruk ahli warisnya.

    Firman Tuhan menyatakan bahwa “kamulah yang mewarisi nubuat-nubuat itu“ sehingga kamu “mendapat bagian dalam perjanjian.“ Seorang ahli waris adalah juga bagian dari yang diwariskan. Maksudnya, ahli waris itu adalah kita. Kita mewarisi pengajaran dan pemberitaan para pendahulu saksi iman. Pengajaran itu adalah tentang Kristus. Sebagaimana setiap ahli waris, kita bukan hanya menikmati warisan pendahulu dengan berjalan di tempat. Kita juga wajib menjaga, memelihara dan mengembangkan warisan dari hari ke hari.

    Pemberitaan tentang hidup dan pengajaran Yesus tak pernah berhenti dan usang hingga dua ribu tahun ini. Pemberitaan tentang hidup dan pengajaran-Nya bahkan semakin berkembang. Dunia tidak pernah kehabisan ide dan pesan seputar Yesus. Setiap kali pesan itu digali dan direnungkan, dunia selalu mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah didengar. Laksana air segar bagi yang kehausan, setelah meninumnya, dunia akan terus ingin meneguk lagi air segar itu. Ada baiknya, kita selalu menjaga ajaran mulia itu melalui sikap dan gaya hidup sesehari.

    DOA:Arahkan kami untuk terus menjaga warisan imandengan mempersaksikannya dalam hidup. Amin.

    Mzm. 125; 2Raj. 2:9-22; Kis. 3:17-4:4

  • Rabu, 16 Desember 2020

    MENDERITA BERSAMA KRISTUSMarkus 9:9-13

    “... Anak Manusia, bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan?”(Mrk. 9:12)

    Bagian akhir dari kisah Yesus dimuliakan ini adalah tentang bagaimana sikap dan pergumulan pengikut Yesus. Penginjil Markus menceritakan bahwa para murid tidak mengerti akan pengajaran Yesus. Bahkan lebih dalam, mereka tidak mengerti bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan, bukan Elia atau nabi-n