28

Click here to load reader

DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN

PADA PEREMPUAN BERCERAI

Reny Dyah Pujiastuti 1

Sri Lestari 2

Moordiningsih 3

1.2.3 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract. This research aims to find out the psychological dynamics and the psychological factors of divorcement in divorced woman. The data was collected with interview and observation method of fivedivorced women in purposive sampling. The results of this study indicate that the psychological factors of divorcement are 1) from the previous process of marriage, which contaib wrong mate-selection, parents agreement, and forced marriage, (2)negative self concept t- as a weak woman, (3) the lack ability to communicate desires and feelings to husband, (4) the lack ability of recognizing problem and problem solving skill, (5) the loss of trust to the partner and (6) the desire of free from suffer and get a well-fare life. Women that involved in this research, experienced an otoritary parenting style with Javanese philosophy cultivation, that make them becoming ‘a weak woman’ self concept and tend to lay on their rights and desires in a weak bargaining position from others.

Keyword : divorce, psychological dynamics, and psychological factor of divorcement.

Abstraksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika psikologis terjadinya perceraian dan faktor-faktor psikologis perceraian pada perempuan bercerai. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi pada 5 perempuan bercerai yang ditentukan dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor psikologis penyebab perceraian adalah (1) awal perkawinan yang kurang baik yaitu salah memilih pasangan, restu orang tua, dan keterpaksaan perkawinan, (2) konsep diri negatif sebagai perempuan yang lemah, (3) kurangnya kemampuan mengkomunikasikan keinginan dan perasaan kepada orang suami, (4) kurangnya kemampuan dalam mengenali dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, (5) hilangnya rasa kepercayaan pada pasangan dan (6) keingian terbebas dari penderitaan dan mendapat ketenangan hidup. Perempuan yang terlibat dalam penelitian ini, mengalami pola asuh orang tua yang cenderung otoriter dengan adanya penanaman falsafah jawa sehingga menjadikan perempuan jawa memiliki konsep diri ‘perempuan lemah’ dan cenderung selalu memposisikan diri dalam posisi tawar yang lemah untuk mempertahankan hak dan keinginan diri.

Kata kunci : perceraian, dinamika psikologis, dan faktor psikologis perceraian

Perceraian terkadang dipandang

sebagai jalan keluar terbaik bagi

permasalahan rumah tangga. Namun

demikian, kelanggengan perkawinan

dalam keluarga yang bahagia dan

sejahtera tetap diharapkan sebagai

bentuk kehidupan yang akan dijalani

oleh para penerus dari manusia itu

sendiri. Segala apa yang terjadi dalam

kehidupan keluarga setiap individu akan

Page 2: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

tersimpan dalam memori dan

teraktualkan ke dalam perilaku

kesehariannya. Kehancuran keluarga

akan berdampak gangguan kepribadian

dan gangguan kejiwaan pada generasi

berikutnya (Gottman & Silver, 2001)

Sebuah penelitian yang di

lakukan Ono (2006) terhadap

meningkatnya angka perceraian di

Jepang menemukan bahwa salah satu

faktor penyebabnya adalah adanya

perbandingan terbalik antara stabilitas

perkawinan dan persamaan jender. Hal

ini berhubungan erat dengan adanya

emansipasi wanita yang berujung

adanya kemandirian ekonomi

perempuan yang menjadi penyebab

banyaknya perceraian (Naqiyah, 2005).

Sementara di Indonesia, pola

pikir perempuan (khususnya perempuan

Jawa) terhadap perkawinan dan

perceraian telah mengalami perubahan

besar. Falsafah hidup perempuan jawa

seperti “suwargo nunut, neraka katut”,

yang berarti istri harus tunduk patuh

pada suami, sekarang ini tidak lagi

menjadi prinsip utama berkeluarga.

Menjadi seorang janda sekarang ini jauh

berbeda nilainya dengan pada jaman

dahulu. Sekarang predikat ‘janda’ bukan

lagi aib yang tak tertolerir bagi

perempuan atau pun bagi keluarga besar

janda itu sendiri.

Angka perceraian di Indonesia

yang tercatat sah secara hukum cukup

tinggi yaitu hampir 10 % dari angka

perkawinan (Badan Pusat Statistik) dan

Media Indonesia Online (2006)

menyebutkan bahwa perceraian yang

terjadi di Indonesia, yang paling banyak

adalah gugatan cerai dari pihak istri.

Sebab-sebab perceraian

sangatlah beragam antara pasangan yang

satu dengan yang lainnya. Di beberapa

negara di dunia, faktor yang paling

sering menjadi penyebab terjadinya

perceraian adalah : kegagalan suami istri

dalam menjalankan kewajibannya,

lemahnya dasar keagamaan,

keikutcampuran pihak ketiga, perbedaan

Page 3: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

budaya, masalah seksual, masalah

keuangan, masalah karir, kurangnya

komitmen pada perkawinan, komunikasi

yang buruk, perubahan prioritas yang

dramatis, ketidaksetiaan, kegagalan

harapan, masalah kecanduan dan

penyalahgunaan obat-obatan, kekerasan

fisik, seksual dan emosional, serta

lemahnya kemampuan penyelesaian

konflik (www.divorceform.org, 2006)

Pada penelitian awal yang

penulis lakukan terhadap beberapa

pasangan yang bercerai dalam kurun

waktu 5 tahun pertama perkawinan,

diketahui bahwa perkawinan mereka

terkesan ‘dipaksakan’, sehingga

pasangan tersebut cenderung kurang

memiliki alasan yang kuat sebagai

pengikat. Diantaranya karena ingin

memenuhi kebutuhan biologisnya,

adanya kehamilan sebelum pernikahan,

dan karena merasa tidak nyaman dengan

pandangan lingkungan tentang

kedekatan dengan seorang lawan jenis

sebelum pernikahan.

Alasan gugatan perceraian dari

pihak istri yang dikabulkan di Kantor

Pengadilan Agama Surakarta pada tahun

2002, antara lain adalah sebagai berikut :

1) Suami tidak memberi nafkah baik

lahir maupun batin, 2) Suami tidak

bertanggung jawab, 3) Suami atau istri

pergi dari rumah tanpa ijin dan tidak ada

kabar, 4) Suami atau istri berselingkuh,

5) Suami sering mabok, 6) Suami sering

menyakiti secara lahir / ringan tangan, 7)

Suami sering pulang malam, 8) Suami

suka berkata kasar dan atau berkata

kotor, 9) Sering terjadi perbedaan

pendapat dan pertengkaran, 10) Suami

berjudi, 11) Suami tidak mau melayani

pasangannya, 12) Tidak ada komunikasi,

13) Suami tidak jujur kepada pasangan,

14) Istri tidak mau dimadu (tidak mau

suami ber-poligami), 15) Suami tidak

bekerja, dan 16) Istri tidak mencintai

suami (menikah karena dijodohkan)

Perceraian dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1999) diartikan

sebagai peristiwa pemutusan ikatan

Page 4: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

perkawinan secara hukum dan INPRES

No. 1 Th 1991 menjelaskan bahwa

perceraian adalah penyebab putusnya

perkawinan selain kematian dan putusan

pengadilan. Putusnya perkawinan yang

disebabkan karena perceraian dapat

terjadi karena talak atau berdasarkan

gugatan perceraian.

Harapan yang tidak sesuai

dengan kenyataan, kesenjangan

pemikiran dan mental, mengungkap aib

rumah tangga, adanya dorongan

keluarga dari kedua pihak, kurang

memperhatikan hakikat perkawinan,

perbedaan status sosial, dan

ketidakharmonisan rumah tangga dapat

menjadi penyebab terjadinya perceraian

(Al-Amili, 2001).

Ada empat keadaan psikologis

individu yang dapat menyebabkan

perceraian menurut Gerlach (2003) yaitu

luka psikologis dari masa lalu,

ketidaksadaran dan ketidakpedulian

terhadap hal yang tidak diketahui,

perasaan sedih yang dipendam serta

rancu dan kurang kuatnya alasan saat

menikah.

Wolcot dan Hughes (1999)

dalam hasil penelitiannya di Australia

diketahui bahwa penyebab utama

perceraian adalah adanya tindak

kekerasan dalam perkawinan serta pada

dimensi afeksi yaitu meliputi

permasalahan komunikasi,

ketidakcocokan, perubahan hasrat gaya

hidup, dan masalah ketidaksetiaan.

Dominasi dari permasalahan relasional

tersebut merupakan gambaran semakin

tingginya harapan terhadap self-

fulfillment dalam perkawinan dan

menurunnya tingkat toleransi terhadap

hubungan yang tidak memuaskan.

Di sisi lain, ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi keutuhan

perkawinan, yaitu usia dan kehamilan

pranikah, tingkat pendidikan,

pendapatan, jabatan, tingkat sosial dan

ekonomi, ras serta penularan dalam mata

rantai intergenerasi (Peck dan

Manocherian dalam Carter dan

Page 5: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

McGoldrick, 1989). Hampir sama,

Conger (1987) menyatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi

stabilitas perkawinan adalah usia saat

perkawinan, pencapaian pendidikan,

kehamilan pra perkawinan, perkenalan

pra perkawinan, pola berpacaran

sebelumnya, kepribadian dinamis,

motivasi perkawinan, status keluarga,

sikap orang tua pra perkawinan,

perkawinan pelarian, dasar ekonomi,

tempat tinggal, dan pandangan orang tua

pasca perkawinan.

Coleman dan Cressey (1987)

mengungkapkan, masalah-masalah yang

muncul dalam perkawinan antara lain :

1) kondisi ekonomi rumah tangga, 2)

kekerasan dalam rumah tangga, 3)

kehadiran dan pemeliharan serta

pendidikan anak, 4) istri yang bekerja,

5) intervensi dari keluarga baik pihak

suami maupun istri, 6)

ketidaksepahaman suami istri tentang

tugas-tugasnya sesuai peran masing-

masing, dan 7) ketidaksiapan suami istri

dengan perubahan peran dalam rumah

tangga.

Dana (2006) menyatakan,

konflik dapat diselesaikan dengan tiga

cara yaitu :

1. Dengan pertandingan kekuasaan,

yang berarti siapa yang kuat dia

yang menang.

2. Dengan pertandingan hak, yang

berarti adanya campur tangan pihak

ketiga sebagai otoritas untuk

mengadili hak siapa yang lebih sah.

3. Dengan rekonsiliasi kepentingan,

yang berujung pada pemenuhan

kepentingan masing – masing pihak

yang terlibat konflik.

Rekonsiliasi kepentingan adalah

cara paling tepat untuk menyelesaikan

konflik karena selain memenuhi

kepentingan masing – masing pihak juga

menjauhkan resiko adanya pembalasan

dendam. Lagi pula, perkawinan

seharusnya adalah tempat penyelesaian

konflik dengan cara rekonsiliasi

kepentingan.

Page 6: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

Dana (2006), menyatakan bahwa

konflik perkawinan yang dipandang

sebagai sebuah pertandingan menang –

kalah akan memunculkan usaha – usaha

untuk menjatuhkan atau mengalahkan

pasangan, dan bukan kerjasama untuk

saling memenuhi kebutuhan masing –

masing pasangan. Artinya adalah dalam

rumah tangga tersebut akan semakin

sering timbul perseteruan atau

perselisihan antara suami istri.

Keadaan rumah tangga yang

tidak menyenangkan serta perubahan

cara komunikasi antara suami istri yang

berlangsung terus menerus ke arah

negatif akan dapat menimbulkan rasa

tidak nyaman pada suami atau istri.

Adanya rasa tidak nyaman ini

merupakan pertanda bahaya bagi

perkawinan. Penyelesaian dari rasa tidak

nyaman ini adalah dengan mengakhiri

perkawinan (Gottman & Silver, 2001)

Berkaitan dengan penyelesaian

masalah, terapi perilaku yang

dikemukakan oleh Wolpe menyatakan

bahwa perilaku dapat diubah dan law of

effect –hukum akibat- dari Thorndike

juga menyatakan bahwa perilaku yang

diperkuat akan cenderung lebih sering

diulang lagi dan perilaku yang

diperlemah akan cenderung lebih jarang

diulang lagi (Durand dan Barlow, 2006).

Jamison (2001) menyatakan

bahwa perceraian akan berdampak bagi

anak dari pasangan bercerai yaitu

adanya perasaan menyalahkan diri

sendiri atas perceraian orang tuanya dan

merasa bertanggung jawab untuk

menyatukan kembali, rasa ketakutan

akan terabaikan, rasa sedih yang

terpendam karena kehilangan salah satu

dari orang tuanya, mudah cemas dan

menarik diri, atau menjadi agresif dan

nakal (tidak patuh). Semakin muda usia

anak pada saat perceraian orang tua

terjadi, maka semakin besar dampak

perceraian pada anak, karena anak

belum memiliki ketrampilan coping

yang diperlukan untuk menghadapi

perubahan-perubahan akibat perceraian.

Page 7: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

Dinamika adalah kata benda

yang berasal dari kata sifat dinamis yang

artinya penuh semangat dan gerak (laju)

sehingga mengalami perkembangan

yang pesat (Handayani dan Suryani).

Dengan demikian dinamika dapat

diartikan sebagai suatu pergerakan.

Sementara psikologis dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (1999) adalah

berkenaan dengan psikologi, bersifat

kejiwaan. Kata perceraian seperti yang

telah disampaikan di muka adalah

putusnya atau berakhirnya perkawinan

yang sah secara hukum.

Suryabrata (1993) menyatakan,

dalam psikologi, ada tiga aliran yang

menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi dinamika psikologis

individu yaitu :

a. Aliran nativisme, dengan tokoh

utama Schopenhauer. Berpendapat

bahwa dinamika psiklogis individu

ditentukan oleh sifat-sifat yang

sudah dibawa sejak lahir.

b. Aliran empirisme, dengan toko

utama John Locke. Berpendapat

bahwa dinamika psikologis individu

hanya tergantung faktor lingkungan

dan sifat-sifat bawaan tidak berperan

sama sekali.

c. Aliran konvergensi, dengan tokoh

utama W. Stern. Berpendapat

bahwa dinamika psikologis individu

merupakan perpaduan dari sifat-sifat

bawaan individu dan juga pengaruh

tempaan dari lingkungan yang

dialaminya.

Banyak permasalahan dalam

perkawinan yang dapat menyebabkan

retak dan hancurnya rumah tangga,

Namun ada pula pasangan yang

mempertahankan perkawinannya

meskipun mereka mengalami keadaan

yang sama.

Dari uraian-uraian tersebut,

timbul rumusan permasalahan sebagai

berikut : 1) Faktor-faktor psikologis

apakah yang dapat menyebabkan

perceraian, dan 2) Bagaimana dinamika

Page 8: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

psikologis terjadinya perceraian pada

perempuan yang bercerai.

METODE PENELITIAN

Responden Penelitian.

Penelitian menggunakan prosedur

pengambilan sampel dengan sengaja

(purposive sampling) dan tidak

menekankan pada keterwakilan jumlah

sampel tetapi lebih pada kedalaman dan

keterlengkapan informasi. Penelitian ini

melibatkan lima orang responden

dengan karakteristik spesifik,

perempuan yang bercerai.

Gejala Penelitian. Gejala yang

diperhatikan dalam penelitian ini adalah

dinamika psikologis terjadinya

perceraian pada perempuan yang

bercerai.

Alat Pengumpul Data. Data

dalam penelitian ini diperoleh dengan

wawancara dan observasi. Teknik umum

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara langsung, yaitu

peneliti langsung berhadapan dengan

subyek penelitian. Agar data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang

disampaikan oleh informan, maka

pembicaraan selama wawancara peneliti

menggunakan alat perekam. Metode

wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan

menggunakan petunjuk umum

wawancara, yaitu macam wawancara

yang mengharuskan pewawancara

membuat kerangka dan garis besar

pokok-pokok yang ditanyakan dalam

proses wawancara yang disebut dengan

petunjuk umum wawancara (Moelong,

2004) dengan petunjuk umum yang

bersifat fleksibel. Observasi dalam

penelitian ini dilaksanakan saat

berlangsungnya wawancara dan

dilakukan dengan cara mencatat ekspresi

atau gerakan nonverbal informan

sehingga memungkinkan peneliti untuk

melihat dan mengamati sendiri serta

untuk menjawab keragu-raguan peneliti

akan data yang diperoleh sebelumnya

(Moleong, 2004).

Page 9: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

Metode Analisis Data. Metode

analisis yang digunakan adalah metode

analisis kualitatif yang dilakukan

berdasarkan dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensitesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain. Adapun tahapan

analisis data kualitatif adalah (1)

Pemrosesan satuan yaitu pemrosesan

terhadap satuan informasi yang

berfungsi untuk menentukan atau

mendefinisikan kategori, (2)

Kategorisasi yaitu penyusunan kategori

(kelompok yang disusun atas dasar

pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria

tertentu), (3) Penafsiran data yaitu

pengubahan/ pentransformasian data

untuk mencapai teori substantif.

HASIL DAN BAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data,

maka hasil dari penelitian ini

menunjukkan adanya suatu pola

psikologis yang cenderung sama, terjadi

pada perempuan bercerai, yaitu tentang

dinamika psikologis terjadinya

perceraian dan faktor-faktor psikologis

penyebab perceraian.

Dinamika psikologis terjadinya

perceraian

Seperti yang telah disampaikan

di awal, dinamika psikologis terjadinya

perceraian adalah pergerakan kejiwaan

yang mempengaruhi terjadinya

perceraian. Bila merujuk pada teori

konvergensi, maka faktor-faktor yang

mempengaruhi dinamika psikologis

adalah faktor bawaan dan faktor

lingkungan

Meskipun memudar, kehidupan

perempuan Jawa masih bernuansakan

nilai-nilai atau falsafah hidup jawa

seperti ”mikul dhuwur mendhem jero”

yang berarti kewajiban anak adalah

patuh dan mengangkat derajat orang tua,

Page 10: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

”ojo sok gawe pepati” yang berarti jadi

orang jangan menyakiti orang lain

(meskipun pernah disakiti), ”wong

wadon iku suwargo nunut neraka katut

bojo” yang berarti istri wajib patuh

kepada suami, dan ”nrimo ing pandum”

yang berarti ikhlas dengan segala apa

yang didapat dan dialami.

Responden dalam penelitian ini

mengalami pola asuh orang tua yang

cenderung otoriter, yaitu wajib patuh

pada orang tua. Mereka kurang

mengenal dunia luar karena orang tua

dalam mendidik dengan membatasi

aktivitas anak, hanya belajar, istirahat

dan membantu orang tua jika ada waktu

luang. Demikian pula dalam pergaulan,

orang tua membatasinya sehingga

responden semakin kurang mengenal

dunia di luar keluarganya dan berprinsip

semua orang di dunia baik karena

berdasarkan pengalamannya semua

orang baik.

Perkawinan memiliki makna

yang sangat sakral bagi masyarakat jawa

yakni ”urip pisan kawin pisan” sehingga

alur atau proses menuju perkawinan pun

adalah suatu hal yang penting, dimulai

dari pemilihan pasangan yang harus

memenuhi kriteria 5B yaitu babad

(riwayat hidup), bebet (kepandaian, tata

krama), bibit (keturunan), bobot

(kemampuan-ekonomi), bubut

(pergaulan). Kemudian dilengkapi

dengan mempertimbangkan restu/

keridhaan orang tua dan saudara

terutama saudara tua. Perempuan

bercerai yang terlibat dalam penelitian

ini mengalami proses awal perkawinan

yang cenderung sulit, sehingga

perkawinan mereka telah berpotensi

bermasalah sejak awal perkawinan.

Dinamika psikologis terjadinya

perceraian berawal dari pola asuh orang

tua yang otoriter serta adanya

penanaman falsafah hidup yang ternyata

membentuk karakter pribadi yang

memiliki posisi tawar lemah, hanya bisa

nrimo terhadap perbuatan dan keputusan

orang lain. Responden

Page 11: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

mengaktualisasikan falsafah jawa dalam

perkawinannya dengan bersikap nrimo

( bersikap pasif, mengabaikan/

menganggap tidak ada masalah dan

diam memendam rasa ). Pada

kenyataannya sikap tersebut tidak

menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi justru semakin meningkatkan

intensitas dan frekuensinya sehingga

permasalahan-permasalahan perkawinan

yang tidak terselesaikan semakin

bertambah banyak.

Dampaknya adalah perempuan,

dalam hal ini istri, semakin merasa

terbebani dengan perkawinannya karena

adanya residu psikologis yang selalu

bertambah dari hari ke hari yang

mempengaruhi gaya bahasa saling

menyrang ketika berkomunikasi dengan

suami. Selanjutnya, dengan besarnya

beban psikologis, diikuti dengan gaya

komunikasi dengan suami yang tidak

menyenangkan, menimbulkan rasa tidak

nyaman dan tidak aman bagi perempuan

jika berada di sisi suami yang berujung

pada keinginan keluar dari penderitaan

batin yaitu dengan bercerai dari suami.

Anak yang semula dapat menjadi

peredam keinginan bercerai tidak dapat

lagi digunakan menjadi alasan bertahan

karena kenyataan yang dijalani adalah

suami kurang bahkan tidak bersikap

bertanggungjawab pada anak sehingga

ada atau tidak ayah bagi anak akan sama

saja.

Selain masalah anak, dukungan

dari orang tua juga mempengaruhi

kesiapan dan kemantapan perempuan

untuk bercerai dari suami dan semakin

yakin bahwa perceraian akan membawa

ketenangan dan ketentraman hidup.

Faktor-faktor psikologis penyebab

perceraian

Dari hasil analisis data diketahui

bahwa perkawinan yang berakhir

dengan perceraian memiliki proses awal

perkawinan yang berpotensi bermasalah

meliputi salah memilih pasangan,

keterpaksaan restu orang tua dan

keterpaksaan perempuan melakukan

Page 12: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

perkawinan. Faktor psikologis lain yang

menjadi penyebab perceraian adalah

sikap dan karakter pribadi perempuan

sebagai orang yang lemah yang hanya

bisa nrimo terhadap perlakuan dan

keputusan orang lain yang juga

dipengaruhi oleh minimnya ketrampilan

dalam mengenali dan menyelesaikan

permasalahan perkawinan yang

kemudian berdampak pada tidak

terselesaikannya permasalahan

perkawinan.

Tidak terselesaikannya

permasalahan tersebut menjadi residu

psikologis bagi perempuan berupa

kekecewaan dan kesedihan yang

dipendam dalam hati. Semakin hari

residu psikologis, semakin besar dan

menimbulkan rasa tidak nyaman dan

tidak aman di sisi suami yang mengikis

rasa cinta dan kasih sayang serta

menimbulkan perubahan gaya bahasa

menjadi saling menyerang sebagai

aktualisasi dari adanya kekecewaan dan

kesedihan yang terpendam.

Posisi tawar yang lemah

terhadap suami menjadikan perempuan

menggantungkan harapan bahwa suami

akan berubah menjadi lebih bertanggung

jawab baik kepada istri maupun

keluarga, namun kenyataannya adalah

suami semakin tidak bertanggung jawab.

Keadaan yang sama dari hari ke hari

semakin memudarkan kepercayaan

perempuan terhadap suami dan semakin

menimbulkan kekecewan terpendam

atas harapannya sehingga berujung pada

rasa menderita berada di sisi suami.

Perempuan cenderung

menjadikan kebahagiaan anak sebagai

alasan untuk bertahan dalam

perkawinan, namun suami tidak pula

bertanggung jawab kepada anak. Hal

tersebut semakin memudarkan

kepercayaan istri pada suami dan

menjadikan perempuan merasa sudah

tidak ada alasan untuk bertahan dan

semakin yakin bahwa perceraian adalah

jalan untuk keluar dari penderitaan yang

terbaik.

Page 13: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

Berdasar hasil penelitian yang

telah mengurai faktor-faktor psikologis,

dirasa perlu adanya penelitian lanjutan

dengan memperkaya responden dengan

responden sekunder, sehingga

memungkinan kemunculan data yang

mungkin hanya dapat muncul dalam

wawancara dengan responden sekunder.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan

dari penelitian pada perempuan yang

bercerai, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa dinamika psikologis

terjadinya perceraian diwarnai oleh

karakter responden yang terbentuk dari

pola asuhnya.

Responden dengan etnis jawa,

menggunakan falsafah jawa dalam

hidupnya dengan pemahaman yang tidak

menyeluruh, sehingga sikap nrimo yang

diharapkan akan meredam

permasalahan, justru hanya membentuk

residu masalah yang semakin

meningkatkan intensitas dan frekuensi

permasalahan.

Dampaknya adalah perempuan,

dalam hal ini istri, semakin merasa

terbebani dengan perkawinannya karena

kekecewaan dan kesedihan yang

dipendam sehingga mempengaruhi gaya

bahasa, menjadi saling menyerang

ketika berkomunikasi dengan suami. Hal

ini lebih menimbulkan rasa tidak

nyaman dan tidak aman bagi perempuan

jika berada di sisi suami yang berujung

pada keinginan keluar dari penderitaan

batin dengan bercerai dari suami.

Adapun faktor-faktor psikologis

penyebab perceraian diidentifikasi

sebagai berikut :

Page 14: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

a. Proses awal perkawinan yang

berpotensi bermasalah meliputi

salah memilih pasangan,

keterpaksaan restu orang tua dan

keterpaksan perkawinan

b. Konsep diri yang salah ( perempuan

= lemah)

c. Kurangnya kemampuan

mengkomunikasikan keinginan dan

perasaan kepada orang lain

d. Kurangnya kemampuan mengenali

masalah dan kurangnya

keterampilan dalam menghadapi

permasalahan perkawinan

e. Hilangnya kepercayaan terhadap

pasangan.

f. Keinginan terbebas dari penderitaan

dan mendapatkan ketenangan hidup.

SARAN

Berdasarkan data yang didapat,

maka disarankan :

a. Kepada perempuan yang belum dan

hendak menikah, sebaiknya

melakukan persiapan perkawinan

secara lebih matang, sehingga dapat

mengetahui kekurangan dan

kelebihan diri sendiri dan pasangan,

serta belajar untuk melakukan

komunikasi yang asertif bersama

calon pasangan, mengikuti pelatihan

pra perkawinan baik melalui

lembaga pemerintah maupun

lembaga swasta yang ada.

b. Kepada perempuan yang sudah

menikah, hendaknya dapat menjaga

keutuhan perkawinan dengan cara

memperkuat komitmen terhadap

pasangan, misalnya dengan berusaha

menciptakan momen yang jauh dari

luapan emosi dalam menghadapi

masalah, mengedepankan sikap

saling menghargai dan saling

menyayangi, dan melakukan usaha-

usaha penyelesaian masalah

misalnya dengan melakukan

konseling psikologi baik personal

maupun bersama-sama.

c. Kepada peneliti selanjutnya,

diharapkan bisa lebih

Page 15: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

menyempurnakan hasil penelitian

ini dengan melakukan trianggulasi

baik dalam sumber data atau metode

pengumpulan data. Dapat juga

dengan melihat dan mengupas lebih

mendalam serta menyeluruh tentang

psikologi dan perceraian dengan

subyek dan pola sudut pandang yang

berbeda. Misalnya dinamika

psikologis perceraian pada laki-laki

dan atau berpasangan, penyebab

perceraian pada usia perkawinan 0-5

tahun, dampak psikologis perceraian

bagi perempuan atau dampak

psikologis akibat perceraian.

DAFTAR RUJUKAN

Al-amili, Ali Husain Muhammad Makki. 2001. Perceraian Salah Siapa?: Bimbingan Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga (Terjemahan : Muhdhor Ahmad Asegaf & Hasan Shaleh). Jakarta. Lentera.

Bungin, Burhan, Prof.Dr.Drs.MSi.. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitataif : Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Coleman, James William & Cressey, Donald Ray. 1987. Social Problems 3rd Edition. New York. Harper & Row Publishers Inc.

Conger, John Janeway. 1987. Adolescence And Youth Psychological Development In A Changing World. New York. Harper And Row Publishers Inc.

Dana, Daniel.. 2006. Resolusi Konflik (Terjemahan : Yustine

Djajapurusa). Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer.

Durand, VM., & Barlow, DH.. 2006. Intisari Psikologi Abnormal Edisi 4 (Terjemahan : Drs. Helly PS, MA. & Dra. Sri Mulyani S.). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gerlach, Peter K., MSW.. 2003. Five Combined Reasons That Most U.S. Stepfamily Re/marriages Fail : Major Hazards To Avoid Together. Diperoleh dari http://sfhelp.org/5reasons.htm

______ . 2003. Perspective on the Meaning, Causes, and Effects of Divorce. Diperoleh dari http://sfhelp.org/meaning.htm

Gottman, John M. Ph.D, & Silver, Nan. 2001. Disayang Suami Sampai Mati : Tujuh Prinsip Melanggengkan Pernikahan Yang Dapat Dipelajari Suami dan Istri (Terjemahan Femmy Syahrani). Bandung. Kaifa.

Page 16: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN

Handayani, PT., & Suryani, PA.. Tanpa Tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis : Untuk SD, SLTP, SMU & Umum. Surabaya : Giri Utama.

Jamison, Lesley Foulkes, PhD. 2001. The Effects of Divorce on Children. Diperoleh dari http://CPANCF.com/effectdivorceonchildren.asp.htm

Kompilasi Hukum Islam Hokum Perkawinan Waris Perwakafan INPRES No 1 Tahun 1991 Berikut Penjelasan. Surabaya. Karya Anda.

Moleong, Lexy J, DR., M.A.. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Remadja Karya.

Peck, Judith Stern M.S.W. & Manocherian, Jennifer R M.S.. 1989. Carter, Betty M.S.W. & McGoldrick, Monica M.S.W. The Changing Family Life Cycle – A Framework For Family Therapy 2nd Edition. Toronto. Allyn And Bacon.

Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Suryabrata, Sumadi, BA. Drs. M.A.Eds. PhD.. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sutopo, HB.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press.

Tanpa Nama. 2006. What Are The Most Common Causes Of Divorce. Diperoleh dari :

http://www.divorceform.org/cau.htm

Undang – Undang Perkawinan Penjelasan Dan Pelaksanaannya UU No 1 Tahun 1974 Dan PP No 9 Tahun 1975. Surabaya. Karya Anda.

Wolcot, Ilene & Hughes, Jody. 1999. Towards Understanding The Reason for Divorce. Working Paper No. 20 June 1999. Australian Institute of Family Studies. Diperoleh dari http://aifs.gov.au/institute/pubs/pubsmenu.html

Page 17: DINAMIKA PSIKOLOGIS TERJADINYA PERCERAIAN PADA PEREMPUAN