39
DINAMIKA COPING PADA PENDERITA SIROSIS HATI DALAM MENGHADAPI PENYAKITNYA OLEH FENTY RATIKASARI 802007062 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

DINAMIKA COPING PADA PENDERITA SIROSIS HATI DALAM

MENGHADAPI PENYAKITNYA

OLEH

FENTY RATIKASARI

802007062

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif
Page 3: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif
Page 4: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fenty Ratikasari

Nim : 802007062

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW

hak bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya

berjudul:

DINAMIKA COPING PADA PENDERITA SIROSIS HATI DALAM

MENGHADAPI PENYAKITNYA

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih

media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data , merawat dan

mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 19 Juni 2015

Yang menyatakan,

Fenty Ratikasari

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi. Rudangta A.S., M.Psi.

Page 5: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fenty Ratikasari

Nim : 802007062

Program Studi : Psikologi

Falkultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

DINAMIKA COPING PADA PENDERITA SIROSIS HATI DALAM

MENGHADAPI PENYAKITNYA

Yang dibimbing oleh :

1. Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

2. Rudangta A.S., M.Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau

gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk

rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya

saya sendiri tanpa meberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 19 Juni 2015

Yang memberi pernyataan

Fenty Ratikasari

Page 6: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

LEMBAR PENGESAHAN

DINAMIKA COPING PADA PENDERITA SIROSIS HATI DALAM

MENGHADAPI PENYAKITNYA

Oleh

Fenty Ratikasari

802007062

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal : 29 Juni 2015

Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ratriana Y.E. Kusumiati., M.Si., Psi. Rudangta A.S., M.Psi.

Diketahui Oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 7: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

DINAMIKA COPING PADA PENDERITA SIROSIS HATI DALAM

MENGHADAPI PENYAKITNYA

Fenty Ratikasari

Ratriana Y.E. Kusumiati

Rudangta Arianti Sembiring

Progam Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 8: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

i

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran strategi coping yang

digunakan oleh seorang penderita sirosis hati dalam menghadapi penyakit yang diderita

dan segala macam masalah dalam hidupnya. Penelitian ini merupakan rancangan studi

kasus untuk melihat suatu keseluruhan yang mencakup hubungan-hubungan atau proses.

Temuan penelitian ini menunjukkan individu melakukan coping sepanjang hidupnya

untuk meredakan tekanan-tekanan dalam dirinya, dan setiap strategi yang digunakan

mempunyai dampak tersendiri bagi kesehatannya. Individu menunjukkan kondisi

kesehatan yang membaik setelah ia mampu menerima setiap peristiwa yang terjadi

dalam hidupnya. Dengan demikian, seorang penderita sirosis hati diharapkan mampu

melakukan coping yang efektif dan sesuai bagi dirinya untuk menghadapi kondisi

penyakit dan segala macam peristiwa dalam hidupnya.

Kata kunci : coping, sirosis hati

Page 9: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

ii

ABSTRACT

The purpose of this study was to find the image of coping strategies used by a cirrhotic

liver many patients in the face of events in his life that. This research is a case study

design to see a whole includes relations or process. The research indicated that the

individual doing her coping with the pressures, to calm her and every strategy has an

impact that is used for his health. Improving the health condition of a person who is

able to accept any after the incident happened in their lives. Thus, a cirrhosis is capable

of coping with effective and suitable for themselves to deal with this disease and all

kinds of conditions for life.

Keywords : coping, liver cirrhosis.

Page 10: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

1

PENDAHULUAN

Terminal illness adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan

penyakit yang aktif, ganas, dan tidak dapat disembuhkan. Penyakit tersebut biasanya

bersifat progresif dan pada akhirnya akan mengakhiri hidup penderita. Sirosis hati

merupakan salah satu penyakit yang dapat dikatakan sebagai terminal illness. Sirosis

hati banyak ditemui di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang

berkembang. Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosistik hepatik yang berlangsung progesif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Jaringan penunjang retikulin

kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodulus

parenkim hati (Nurdjanah, 2006).

Sirosis secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum

adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan

gejala-gejala klinis yang jelas. Secara konvensional sirosis hati diklasifikasikan sebagai

sirosis makronodular, yaitu besar nodul lebih dari 3 mm, mikronodular, yaitu besar

nodul kurang dari 3 mm, campuran makronodular dan mikronodular. Penyebab sirosis

hati antara lain adalah karena adanya penyakit infeksi seperti bruselosis, ekinokokus,

skistosomiasis, toksoplasmosis, hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,

siomegalovirus). Penyakit keturunan metabolik seperti sindrom fanconi, galaktosemia,

penyakit gauncher, penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fruktosa

herediter, tirosinemia herediter, dan penyakit Wilson. Sirosis hati juga dapat

disebabkan oleh obat dan toksin antara lain alkohol, amidoran, arsenik, obstruksi bilier,

penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis

Page 11: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

2

primer. Ada juga penyebab lain atau tidak terbukti, seperti penyakit usus inflamasi

kronik, fibrisis kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis (Nurdjanah, 2006).

Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera

makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki – laki

dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan

seksualitas. Pada sirosis lanjut (dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama

bila timbul kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Dapat juga disertai adanya gangguan

pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air

kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/malena, serta perubahan mental

meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Nurdjanah,

2006).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2008), sirosis hati menimbulkan

berbagai dampak psikologis dan kognitif pada penderitanya, antara lain merasa bahwa

hidupnya dibatasi dan bergantung pada obat-obatan, serta merasa rendah diri karena

merasa tidak dapat melakukan pekerjaannya akibat dari penyakit yang dideritanya.

Dalam penelitian tersebut juga diungkapkan bahwa dukungan sosial dari keluarga

terdekatnya dapat mengurangi dampak emosi yang bersifat negatif. Pasangan hidup

adalah orang yang paling memungkinkan memberikan dukungan yang besar bagi

seorang penderita sirosis hati. Sebuah pernikahan yang harmonis tentunya diharapkan

untuk menunjang kesehatan seorang penderita sirosis hati. Namun demikian, masalah

dapat saja timbul dalam sebuah hubungan pernikahan. Salah satu masalah yang

seringkali terjadi dalam hubungan pernikahan adalah hadirnya orang ketiga, atau dapat

disebut dengan perselingkuhan.

Page 12: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

3

Perselingkuhan adalah suatu hubungan pribadi di luar nikah, yang di dalamnya

terdapat unsur relasi yang pribadi dan melibatkan sekurang-kurangnya satu individu,

baik yang berstatus sudah menikah dan yang satunya belum atau tidak menikah, atau

keduanya sudah menikah. Perselingkuhan bisa terjadi karena dua pihak saling tertarik

kepada orang lain (Satiadarma, 2001). Pasangan pelaku perselingkuhan sering kali

merasakan sakit hati yang sangat mendalam karena merasa dikhianati, ditinggalkan,

atau dicampakkan oleh pasangan yang melakukan perselingkuhan. Sakit hati yang

dirasakan ini muncul akibat adanya cedera yang dialami pada kesatuan lembaga

perkawinannya atau pada keasatuan hubungan interpersonal yang selama ini

diyakininya sebagai selubung rasa aman di dalam kehidupannya (Hedva, dalam

Satiadarma, 2001)

Selain perselingkuhan, masalah lain yang dapat timbul dalam sebuah pernikahan

adalah kematian pasangan hidup. Kematian orang yang dicintai merupakan sebuah

pukulan, hal yang terasa menyakitkan, dan nampak mustahil untuk diterima. Dukacita

merupakan respons adaptif dari kehilangan. Rasa dukacita adalah sebuah stressor.

Dalam sebuah studi ditemukan bahwa stress dari rasa duka cita membuat orang lebih

banyak mengeluarkan air mata, yang kemudian akan meningkatkan resiko dari

gangguan kardiovaskuler, infeksi, dan gangguan inflamasi. Selanjutnya, terbukti bahwa

stress berhubungan dengan hormon-hormon yang menjadi lebih aktif. Hall dan Irwin

(dalam Kastenbaum, 2007) melaporkan bahwa tingkat tertinggi dari kortisol, epinefrin,

dan norepinefrin menandakan bahwa orang yang sedang berduka cita mengalami

sebuah ketidakstabilan sistem fisiologis yang menempatkan kesehatan dan

kelangsungan hidup mereka dalam resiko yang tinggi. Kebingungan dan keputusasaan

sering kali berlanjut sebagai dampak dari kehilangan pasangan hidup. Akan selalu

Page 13: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

4

terdapat periode kesedihan di dalamnya, terutama untuk wanita. Kesedihan memberikan

pengaruh terhadap kondisi fisik seseorang. Gejala -gejala pada gangguan fisik tersebut

dapat terjadi dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan. Rasa sakit dan nyeri,

kehilangan nafsu makan, kehilangan stamina, sakit kepala, pusing, dan menstruasi yang

tidak teratur banyak dilaporkan (Kastenbaum, 2007).

Seperti yang telah dipaparkan di atas, perselingkuhan dan kematian pasangan hidup

merupakan masalah serius yang menimbulkan berbagai macam tekanan dan gangguan

psikologis maupun kesehatan bagi orang yang mengalaminya. Bagi seorang penderita

sirosis, mengalami kejadian tersebut tentu saja akan berpengaruh pada kesehatan dan

menempatkan kelangsungan hidupnya pada resiko yang tinggi. Untuk dapat mengatasi

masalah tersebut, seorang penderita sirosis diharapkan mampu melakukan coping yang

efektif untuk mengurangi tekanan yang terjadi dalam hidupnya. Menurut Lazarus dan

Folkman (1986) coping sendiri dibedakan menjadi dua macam strategi, yaitu problem

focused coping dan emotional focused coping. Problem-focused coping adalah usaha

mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan

lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Sedangkan emotion-

focused coping adalah usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respons emosional

dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu

kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Individu cenderung untuk

menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang

menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung

menggunakan emotion-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang

menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus & Folkman, 1986).

Page 14: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

5

Carver, dkk (1998) merumuskan dimensi-dimensi untuk setiap tipe strategi coping

sebagai berikut, problem-focused coping meliputi active coping (coping aktif) adalah

suatu proses pengambilan langkah aktif untuk mencoba menghilangkan atau

mengelabui penyebab stress atau memperbaiki akibatnya dengan cara langsung.

Planning (merencanakan) adalah suatu usaha untuk menghilangkan sumber stress

dengan cara memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi sumber stress tersebut, antara

lain dengan membuat strategi untuk bertindak dan langkah yang perlu diambil untuk

mengatasi masalah. Suppression of competing activities (penekanan pada aktivitas

bersaing) yaitu usaha untuk membatasi ruang gerak atau aktivitas dirinya yang tidak

berhubungan dengan masalah untuk berkonsentrasi penuh pada tantangan maupun

ancaman yang sedang dialaminya. Restrain coping (coping menahan) yaitu latihan

mengontrol diri atau mengendalikan tindakan langsung sampai ada kesempatan yang

tepat untuk bertindak. Seeking support for instrumental reason (mencari dukunagn

sosial untuk alasan instrumental) yaitu usaha individu untuk mencari informasi atau

pendapat orang lain mengenai apa yang harus dilakukan. Folkman, dkk (dalam

Chamberlain dan Lyons, 2006) mengemukakan bahwa bentuk strategi coping yang

berorientasi pada problem-focused coping meliputi cautiousness (kehati-hatian),

instrumental actions (tindakan instrumental), dan negosiation (negosiasi).

Sedangkan emotional-focused coping mempunyai beberapa dimensi antara lain,

seeking social support emotional reason atau mencari dukungan sosial emosional, yaitu

mencari dukungan sosial melalui dukungan moral, simpati, atau pengertian. Positive

reinterpretation atau menilai kembali keadaan secara positif, denial (pengingkaran)

yaitu suatu respons atau tanggapan individu yang berbentuk penolakan terhadap sumber

stress atau berusaha untuk bertindak seolah-olah stressor tidak nyata. Acceptance

Page 15: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

6

(penerimaan), yaitu tanggapan individu terhadap situasi penuh tekanan dengan pasrah

menerima kondisi tersebut sebagai sesuatu yang harus dijalani. Turning to religion

(kembali pada agama), yaitu sikap individu dalam menenangkan dan menyelesaikan

masalah dengan kembali pada agama yang dianggap dapat memberikan dukungan

secara emosioanal. Folkman (dalam Chamberlain dan Lyons, 2006) menjabarkan aspek-

aspek perilaku yang dikategorikan sebagai strategi emotional-focused coping antara lain

avoidance (pelarian diri), yaitu usaha individu untuk menghindari atau melarikan diri

dari situasi sress yang dihadapinya. Selain avoidance, perilaku lain yang dikategorikan

dalam emotional-focused coping adalah minimalization, self blame (menyalahkan diri

sendiri), seeking meaning, dan support mobilization. Tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini yaitu mendeskripsikan gambaran dinamika copying dalam menghadapi

penyakit pada setiap peristiwa hidup yang signifikan yang dialami oleh seorang

penderita sirosis hati.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus yang

merupakan desain penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu

organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu (Rahardjo,

2010). Pengambilan data menggunakan wawancara dan observasi. Selanjutnya, peneliti

juga melakukan triangulasi data dengan keponakan dan kakak yang memiliki hubungan

paling dekat dengan partisipan (Moleong, 2010). Triangulasi dilakukan sebanyak dua

kali di rumah saudara partisipan setelah wawancara yang pertama dan kedua.

Page 16: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

7

Partisipan

Partisipan adalah seorang perempuan penderita sirosis hati berusia 40 tahun.

Partisipan dinyatakan menderita sirosis hati sejak tahun 1999. Hasil pemeriksaan

fisiologis hati terakhir menunjukkan fungsi hati partisipan tersisa kurang dari 50%.

Partisipan menderita penyakit liver non hepatitis sejak berusia tujuh tahun karena

adanya luka akibat benturan saat ia terjatuh. Karena penyakitnya, sejak kecil partisipan

terbiasa dibatasi aktivitasnya dan hanya diperbolehkan untuk bermain di dalam rumah.

Karena hal tersebut lah partisipan mengaku dirinya menjadi orang yang tidak mudah

dekat dengan orang lain dan memiliki hobi membaca dan menulis untuk menceritakan

isi hatinya.

Partisipan menikah dan mempunyai dua orang anak. Hubungan partisipan

dengan suami awalnya dirasakan sebagai hubungan yang harmonis dan sangat jarang

menemui masalah. Dukungan dari anak dan suami partisipan dirasakan partisipan

sebagai hal yang paling menumbuhkan semangat hidupnya. Namun, pada pernikahan

tahun ke-14, partisipan harus tinggal terpisah dengan suami karena tuntutan pekerjaan.

Tidak berapa lama setelah tinggal terpisah, partisipan menemukan suaminya memiliki

hubungan dengan perempuan lain. Hal tersebut merupakan peristiwa yang sangat

memukul bagi diri partisipan, merasa sakit hati dan harus berpura-pura tidak

mengetahui perselingkuhan suami demi menjaga perasaan anak-anaknya membuat

kesehatan partisipan memburuk dan penyakitnya menjadi sering kambuh. Keadaaan

ekonomi juga berubah karena suami partisipan sering kali terlambat mengirimkan uang

bulanan.

Perselingkuhan suami partisipan akhirnya berakhir sepuluh bulan kemudian.

Suami partisipan kemudian meminta maaf kepada partisipan dan anak-anaknya, serta

Page 17: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

8

kembali menjadi suami yang memperhatikan partisipan seperti sebelumnya. Namun,

setelah hubungan suami partisipan dengan pasangan selingkuhnya berakhir, partisipan

mulai menerima teror dari wanita tersebut. Kesehatan suami pertisipan juga mulai

memburuk, dan dinyatakan menderita leukemia oleh dokter. Pertisipan merasa penyakit

suaminya bukanlah hal yang wajar karena ia tinggal di daerah yang masih sangat kental

dengan hal-hal klenik. Partisipan dan suami kemudian memutuskan untuk kembali ke

kampung halamannya dan melakukan pengobatan di kota tersebut. Tetapi suami

partisipan meninggal tidak lama setelahnya, sebelum hasil pemeriksaan sumsum tulang

belakangnya keluar.

Anak sulung partisipan mulai menunjukkan perubahan sikap setelah kematian

ayahnya. Ia terlihat menolak lingkungan barunya dan sulit untuk diajak berkomunikasi.

Hal tersebut diakui partisipan menjadi sumber stress terbesar pada dirinya. Keadaan

ekomoni yang berubah, partisipan yang tidak mempunyai pekerjaan, dan lingkungan

yang baru juga menimbulkan berbagai masalah dalam diri partisipan. Untuk mengatasi

berbagai masalah dalam hidupnya tersebut, partisipan banyak melakukan coping dan

penyesuaian diri. Dengan banyaknya masalah yang berhasil ia selesaikan, partisipan

merasakan kondisi kesehatannya membaik dari hari ke hari.

Peneliti melakukan pengambilan data sebanyak dua kali yang dilakukan di

rumah partisipan wawancara pertama dilakukan pada tanggal 23 Juli 2014 pukul 21.15-

22.45. Selanjutnya, wawancara kedua dilakukan pada 29 November 2014 pukul 22.00-

23.45 WIB. Kedua wawancara dilakukan pada malam hari atas permintaan partisipan

agar suasana rumahnya tenang dan partisipan juga sudah selesai melakukan

pekerjaannya.

Page 18: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

9

Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan pengetikan transkrip wawancara dengan

mendengarkan hasil rekaman sembari mengetik kata perkata. Peneliti juga mengetik

hasil observasi lapangan yang didapatkan pada saat pengambilan data berlangsung.

Selanjutnya, proses pengodean pada transkrip untuk memudahkan proses analisis data.

Proses selanjutnya ialah penentuan tema serta makna di balik setiap kalimat yang

diungkapkan partisipan penelitian baik secara verbal maupun non verbal. Tema dan

makna tersebut peneliti tambahkan pada bagian kiri transkrip. Kemudian berdasarkan

tema dan makna yang peneliti mengelompokkannya menjadi beberapa kategorisasi tema

(Moleong, 2010).

HASIL

Hasil analisis memunculkan kategorisasi tema sebagai berikut : gambaran strategi

coping pada awal menderita penyakit sirosis, gambaran strategi coping saat pada saat

terjadi perselingkuhan oleh suami, gambaran strategi coping saat suami menderita

penyakit terminal, gambaran strategi coping setelah kematian suami.

Gambaran strategi coping pada awal menderita penyakit sirosis

Partisipan merasa tidak bisa berpikir saat pertama kali menerima diagnosis

sirosis, ia merasa tidak percaya dan berusaha untuk melakukan pemeriksaan ulang.

”Aku nggak langsung percaya kalau aku sakit sirosis, setengahnya yakin kalau

ada kesalahan diagnosis.”

Partisipan kemudian berusaha mencari informasi terkait dengan penyakitnya,

dalam hal ini pasien mengarahkan diri untuk menggunakan Seeking support for

instrumental reason (mencari dukungan untuk alasan instrumental) yaitu usaha individu

untuk mencari informasi atau pendapat orang lain mengenai apa yang harus dilakukan.

Page 19: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

10

“Aneh ya mbak, yakin nggak sakit, tapi tetap berusaha cari tahu detilnya

penyakit ini. Tante cari buku, artikel, waktu itu internet masih belum mudah

diakses kayak sekarang.”

Namun semakin banyak mencari informasi tentang penyakitnya, partisipan

merasa semakin takut.

“Semakin tante cari tahu, jadi tumbuh rasa takut.”

Partisipan kemudian berhenti dan menghindari mencari informasi tentang

penyakitnya (avoidance) sebagai strategi coping untuk mengatasi rasa takut karena

penyakitnya.

”Tante banyak membaca, membaca eee tapi begitu divonis sirosis, tante jadi

ketakutan, untuk sesedikit mungkin menghindari karena merasa itu akan

menambah ketakutannya tante. Karena tante merasa aku akan mati bukan oleh

penyakitku, tapi oleh ketakutanku.”

Partisipan juga menghindari (avoidance) melakukan hal-hal yang akan

membuatnya down dan menyebabkan penyakitnya kambuh.

“Biasanya untuk hal-hal yang…eee…terutama untuk yang melayat segala

macem tante hampir tidak pernah lakukan, karena justru akan membuat tante

semakin down dan biasanya kalau sudah drop itu akan bleeding, hampir selalu

bleeding, dan kemudian beberapa hari akan tidak bisa bangun.”

Hal ini nampaknya tidak efektif untuk dilakukan, karena dengan menghindari

mencari informasi tentang penyakitnya tidak membuat kondisi penyakit partisipan

menjadi lebih baik, dan partisipan juga tetap menyimpan rasa takut dalam dirinya. Hal

pertama yang dipikirkan oleh partisipan setelah menerima diagnosis sirosis hati adalah

bagaimana jika dirinya mati sementara anaknya masih kecil.

”Kan terutama tentang kematian ya, karena anak masih kecil, waktu itu anak

baru satu, begitu didiagnosa kena penyakit mematikan pastilah yang dipikirkan

tentang kematian. Karena kan tidak ada rasa sakit sebetulnya, jadi tidak merasa

sakit sakit secara fisik, sakit, sakit, nyeri atau apa. Jadi ketakutan itu bagaimana

jika aku mati”

Partisipan juga khawatir dengan kondisi anaknya, dan memikirkan apakah

anaknya juga menderita penyakit yang sama.

Page 20: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

11

“Yang tante pikirkan cuma anak, anak, dan anak. Tante mungkin merasa karena

seumur hidup tante sakit, rasanya sudah tidak ada artinya apakah tante itu

sakit, atau parah, apakah lebih parah dari sebelumnya atau tidak. Tapi

bagaimana dengan anak tante apakah dia sakit juga seperti tante atau tidak.”

Pada awal masa sakitnya partisipan mengaku menjadi lebih mudah tersinggung

dan banyak merasakan emosi negatif, partisipan juga merasa menjadi orang yang tidak

berguna dan merasa suatu hari suaminya akan meninggalkannya.

“Saat itu tante menjadi mudah tersinggung, marah, takut, dan awal-awal tahu

penyakit itu ya banyak pengaruh yang negatif, terutama ke suami tante, menjadi

semakin sering merasa tidak berguna, merasa suatu saat dia akan

meninggalkan tante, karena mungkin siapa yang akan tahan dengan orang yang

sakit, begitulah.”

Partisipan juga mengaku menyesal telah menjalani pemeriksaan, karena setelah

mengetahui bahwa dirinya sakit, partisipan menjadi merasa lebih sakit. Dan setiap kali

penyakitnya kambuh, partisipan menjadi tidak mampu melakukan apa-apa.

“Jujur sebenernya tante menyesal sempat melakukan biopsy, karena merasa

setelah tante tahu bahwa tante sakit sirosis itu jauh lebih membuat tante sakit.

Kalau kambuh itu semakin terasa sangat merasa tidak punya kemampuan

melakukan sesuatu. Dulu sebelum tante tahu bahwa tante sirosis, kambuh itu

biasa, tante tetep melakukan kegiatan biasa, tapi sejak sirosis, dinyatakan

sirosis tante menjadi terasa semakin sakit, semakin tidak berdaya.”

Setiap kali penyakitnya kambuh, partisipan akan mengalami perdarahan dan

harus beristirahat total saat kondisinya menurun. Ia juga harus menjalani transfusi darah

jika perdarahannya terlalu banyak.

”Muntah darah, muntah darah, dan biasanya kalau sudah muntah darah

diawali dengan bengkak di perut, kemudian kaki, itu biasanya kalau tante

memaksakan untuk tidak bedrest biasanya tante muntah darah. Itu yang

menyebabkan tante harus transfusi karena muntah darahnya terlalu banyak.

Tapi tidak terlalu sering yang seperti itu. Kalau dibarengi dengan menstruasi

biasanya, karena menstruasi tante menjadi tidak berhenti, terlalu banyak, jadi

dibarengi dengan transfusi.”

Namun, dukungan yang kuat dari suami dan umur anak partisipan yang masih

kecil membuat partisipan merasa harus tetap hidup.

Page 21: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

12

“Apalagi anak tante waktu itu baru berumur sekitar tiga empat tahun, jadi aku

harus sembuh itu pasti ada. Terutama suami tante orang yang sangat gigih, kuat

sekali merasa sakit ini bukan berarti apa-apa untuk kita.”

Partisipan mulai meyakini dirinya positif menderita sirosis hati setelah muncul

gejala-gejala yang mirip dengan sirosis.

“Setelah beberapa bulan tante kan semakin sering muntah darah, menstruasi

mulai nggak teratur, mulai bener-bener nggak teratur. Sebenernya seumur

hidup tante nggak pernah teratur menstruasi ya, tapi akhir-akhir itu bener-

bener sulit sekali. Dan itulah tante mulai…jangan-jangan benar.”

Partisipan akhirnya menerima diagnosis tersebut setalah melakukan biopsy yang

ke dua.

“Jadi benar-benar ketika awalnya masih dugaan sirosis eee tante ketakutan dan

segala macem, tapi begitu tante sudah biopsy dua kali, sudah…sudah…hasil

biopsy yang pertama ditegaskan kembali bahwa itu sirosis, tante udah mulai

siap.”

Setelah partisipan dapat menerima jika dirinya menderita sirosis hati, partisipan

mulai berusaha memperoleh dukungan sosial emosional (Seeking support for emotional

reason) dengan mengikuti klub sesama penderita penyakit liver. Dalam klub tersebut

partisipan juga banyak mendapatkan saran tentang apa yang harus dilakukan demi

memperbaiki kesehatannya. Dengan adanya dukungan dari teman-teman yang memiliki

masalah yang sama, partisipan merasa lebih mampu bertahan.

“Kalau…eee…awalnya tante hanya bergatung pada pengobatan medis saja,

bener-bener apa yang diberikan oleh dokter saja, sampai kemudian beberapa

teman yang…bukan sirosis, tapi mereka kanker hati mengatakan jangan terlalu

bergantung sama obat, gitu.. tante sempat ikut klub seperti itu selama hampir

tiga tahun ternyata ya setidaknya mungkin sakit ini tidak berkurang, tapi juga

tidak berkembang menjadi lebih sakit lagi. Ternyata eee…benar bahwa ketika

kita tentram kita akan merasa punya teman, punya banyak teman yang senasib,

kita akan lebih mampu bertahan.”

Langkah ini terlihat efektif untuk dilakukan oleh partisipan, dukungan dari

teman-teman sesama penderita penyakit tersebut membuat partisipan merasa dirinya

tidak sendirian menghadapi penyakitnya, dan membuat ia merasa lebih mampu

menghadapi penyakitnya.

Gambaran strategi coping pada saat terjadi perselingkuhan oleh suami.

Page 22: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

13

Pada pernikahan tahun ke 14, partisipan menemukan suaminya yang tinggal di

luar kota berselingkuh dengan wanita lain. Partisipan bersikap seolah-olah tidak tahu

tentang perselingkuhan suaminya demi menjaga perasaan anak-anaknya.

“Pada saat…eee… perkawinan tante waktu itu ke..ke 14, itu ada peristiwa yang

mungkin sangat memukul tante, karena kami harus tinggal terpisah kota karena

pekerjaan suami tante yang menuntut seperti itu, ternyata suami tante

berselingkuh dan tante harus menahan pura-pura tidak tahu. Berat sekali

rasanya, karena ini tentang anak-anak.”

Kesehatan partisipan memburuk saat ia mengetahui suaminya berselingkuh,

pada saat itu hanya anak partisipan yang mengurusnya hingga sekolahnya terganggu.

“Buruk sekali! Saat itulah saat terburuk dalam hidup tante karena hidup tidak

berdampingan dengan suami, mengetahui suami di sana dengan orang lain,

saat itu tante sering sekali muntah darah, sampai anak tante yang paling besar

itu sekolahnya sempet terganggu karna tante sering telpon, pulang nak mama

muntah darah, di sekolah itu dia sering pulang untuk mengurus tante.”

Yang dikhawatirkan oleh partisipan jika sampai berpisah dengan suaminya

adalah siapa yang akan mengurus anak-anaknya jika dirinya meninggal.

“Yang tante khawatirkan ketika tante misalnya harus berpisah mungkin tante,

kalau misalnya dalam kondisi tante masih hidup gitu mungkin tidak ada apa-

apa. Tapi kalau misalnya tante tidak ada yang tante takutkan siapa yang akan

mengurus anak-anak yang sudah sangat terbiasa hanya dengan tante? Mereka

tidak pernah mau diurus sama siapapun, gitu. Jadi yang tante takutkan bukan

bagaimana tante mengurus anak-anak saat tante ada, tante takutkan kalau

misalnya tante tidak ada bagaimana dengan mereka? Gitu.”

Partisipan mengaku perasannya yang tidak menentu membuat berat badannya

turun drastis dan mengalami perdarahan yang tidak henti-henti.

”Ya itu perasaan yang makin, semakin tertekannya tante, buruk semakin

buruknya perasaan tante, sakit tante itu semakin terasa semakin menggerogoti

menggerogoti tante. Dan tante waktu itu “kalau aku berpisah bagaimana

dengan anakku? Bagaimana jika aku tidak ada anakku bagaimana” sampai

dengan ke tahapan itu waktu itu. Dan ternyata perasaan yang sangat tidak

menentu itu membuat tante bener-bener eee sakitnya tu bener-bener semakin eee

berat badan tante turun drastis sekali, pendarahan yang tidak berhenti-

berhenti.”

Page 23: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

14

Pada proses triangulasi, keponakan partisipan mengatakan bahwa kondisi

partisipan saat itu terlihat lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, saat

partisipan tidak pernah menceritakan perihal perselingkuhan suaminya kepada keluarga.

Saat itu suami partisipan juga sering kali terlambat mengirimkan uang bulanan

untuk partisipan dan anak-anaknya. Partisipan mengatasi rasa stress yang timbul karena

hal tersebut dengan melarikan diri (avoidance) pada hal-hal yang menyenangkan, yaitu

membelanjakan habis uangnya. Ia juga melanggar pantangan makan untuk

membuktikan bahwa dirinya kuat.

“Tante seperti perempuan umumnya tante itu suka belanja gitu. Duit udah

nggak ada sekalian diabisin aja gitu, jadi kalau tante stress sekali misalnya kok

bulan ini nggak dikirimin lagi gitu kan, ada berapa sih sisanya? Udah habisin

aja lah, gitu. Tante biasanya belanja kacau gitu, belanja yang tidak…tante kan

orangnya sangat cermat ya, kalau belanja itu selalu membawa catatan, dan

hanya yang tertulis di catatan itu yang tante belanjakan. Tapi kalau pikiran

tante sedang kacau, tante akan belanja apa saja tanpa ini berguna atau tidak

gitu, pokoknya belanja, belanja, belanja gitu. Hehe karena itu tidak mengatasi

apa-apa sebenernya, tapi itu cara tante, kadang-kadang tante menerjang

makanan yang tidak boleh dimakan gitu, seperti itu. Tante beli apa yang

mengandung banyak kacang, itu tante makan yang banyak gitu, seperti apa ya,

eee…seperti “aku ni hebat kok, cuma makanan aja nggak akan bikin aku

kenapa-kenapa”, gitu.”

Dengan membelanjakan habis uangnya, partisipan merasa bisa melakukan hal

apa saja yang ingin dilakukannya, sama seperti yang dilakukan suaminya, tetapi

kemudian ia menyesal telah melakukan hal tersebut, dan berpikir bagaimana jika nanti

uangnya habis dan kiriman tidak datang.

”Ada seperti dendam yang tersalurkan gitu mbak, ada seperti perasaan eee

suka-suka aku gitu kan ya. Aku sudah diperlakukan seperti ini, tapi ya sama aja,

setelah itu berlalu ada penyesalan yang besar sekali gitu, kenapa hal yang

sangat buruk ini aku lakukan? Kenapa ego ego yang besar ini yang aku biarkan

mendominasi gitu, lebih ke bagaimana dengan besok? Bagaimana dengan nanti

kalau kiriman semakin tidak datang? Selalu ada perasaan seperti itu dan tante

eee merasa terlalu apa ya, terlalu merendahkan diri kalau minta, gitu. Dan ada

kekacauan pikiran, terus besok bagaimana?”

Page 24: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

15

Selain rasa menyesal karena membelanjakan habis uangnya, pada saat-saat

tertentu, melanggar pantangan makan dapat membuat kondisi partisipan memburuk

hingga muntah darah, namun partisipan berpikir pengaruh hal tersebut terhadap

kesehatannya tidak sebesar pengaruh yang ditimbulkan oleh pikiran negatifnya.

”Eee ada saat-saat tertentu yang membuat bener-bener tante sampai muntah

darah gitu mbak, seperti misalnya tante makan kacang, apa gitu kan langsung

drop. Tapi kalau tante pikir sepertinya makanan itu tidak sebesar pengaruhnya

daripada pikiran tante gitu, tidak sebesar pengaruh seperti kalau tante sedang

down, sedang sedih, tante sedang bingung, sedang kecewa itu akan tante akan

lebih sering bleeding kalau tante mengalami hal-hal yang buruk daripada

karena makanan.”

Hal tersebut menunjukkan bahwa avoidance yang dilakukan partisipan tidak

efektif digunakan sebagai strategi coping, karena hanya bersifat sementara meredakan

tekanan dan menimbulkan masalah yang lebih besar setelahnya.

Karena partisipan merasa apa yang ia lakukan tidak banyak membantu

menyelesaikan masalahnya, partisipan kemudian mulai menggunakan active coping,

yaitu mengambil tindakan langsung untuk mengatasi stress karena masalah

keuangannya.

“Tante hidup di kota yang memerlukan biaya besar, sudah terbiasa dengan

hidup yang serba mudah, kemuadian tante…sampai tante mulai mencari-cari

pekerjaan gitu. Mulai membantu-bantu teman membuat sistem di kasir-kasir

supermarket.

Partisipan kemudian berusaha mencari tahu apa kesalahannya hingga suaminya

berselingkuh, dan berpikir mungkin suaminya berselingkuh karena dirinya sakit.

Partisipan juga berpikir alasan suaminya berselingkuh adalah karena menginginkan

pasangan yang tidak sakit, dan mempersiapkan pengganti dirinya jika ia meninggal

nanti.

“Tante biasanya lebih banyak menggali eee aku kenapa? Apa karena aku sakit

dia seperti ini? Atau apa? Aku salah apa?”

Page 25: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

16

“Eee terutama karena tante merasa tante ini sakit gitu ya, kemungkinan besar

suami tante pengen punya pasangan yang normal, dalam tanda kutip tidak

membebani terlalu banyak, mungkin dia mempersiapkan suatu saat tante tidak

ada, mungkin dia bersiap-siap untuk ada pendamping lain yang mungkin jauh

lebih baik dalam kesehatan, atau apa pun, ada perasan seperti itu.”

Pada akhirnya partisipan berpikir bahwa ia harus menerima perselingkuhan

suaminya agar kondisi kesehatannya tidak semakin memburuk. Setelah ia dapat

menerima perselingkuhan suaminya, kesehatannya membaik, ia juga dapat beraktifitas

kembali.

“Itu karena sudah sampai pada perasaan ikhlas, mungkin belum ikhlas

sebetulnya ya, tapi eee lebih ke menerima, awalnya tante kondisinya itu kan

sempat sangat apa ya, sakitnya tu bener-bener cukup berat, karena dalam

berapa bulan tante bisa turun berat badan sampai 20 kg lebih. Itu kondisi tante

merasa ya sudah mungkin harus seperti itu, tidak, mungkin tidak membaik gitu,

tapi mungkin tidak lagi menjadi semakin buruk gitu, sepertinya penyakitnya

tante masih bisa, masih bisa beraktifitas lebih baik gitu. Biasanya waktu dalam

kondisi yang sangat tertekan gitu untuk mengantar anak tante yang masih TK

itu tante nggak kuat gitu. Tante jalan itu sudah sangat kelelahan gitu, tapi ketika

tante dalam tahap ya sudahlah mungkin harus seperti ini tante kembali bisa

beraktifitas yang ringan-ringan seperi sehari-hari gitu.”

Acceptance dan active coping ini terlihat efektif untuk dilakukan oleh partisipan,

masalah keuangan partisipan mulai teratasi dengan tindakan langsung yang diambil oleh

partisipan. Penerimaan partisipan pada perselingkuhan suaminya karena ia merasa

bahwa suaminya berselingkuh karena diri partisipan yang sakit juga membuat kesehatan

partisipan semakin membaik.

Gambaran strategi coping pada saat suami menderita penyakit terminal.

Suami partisipan mengakhiri hubungannya dengan wanita lain tersebut sepuluh

bulan setelah menjalin hubungan. Namun kemudian partisipan menerima banyak teror

dari mantan pasangan selingkuh suaminya, dan kesehatan suaminya mulai memburuk.

“Iya. Tepat setahun setelah mereka berhubungan mbak, dari… sebenernya

belum setahun ya, dari september ke juli, sepuluh bulan ya mbak ya, itu semua

bener-bener berakhir dan aa…saat itulah tante bener-bener diteror apapun,

dengan cara apapun, mulai dari tante pernah mengantarkan anak sekolah mau

ditabrak, kejadian itu dalam tiga hari berturut-turut tante mau ditabrak. Ketika

Page 26: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

17

mau keluar dari kompleks, itu tante mau..tante kan jalan kaki nganter anak, itu

mau ditabrak, tiga kali. Teror sms yang terus menerus setiap hari, teror-teror

mengerikan yang berupa seperti meletakkan apa, barang apa, seperti misalnya

bangkai tikus di depan rumah, di depan pintu segala macam itu terus-terusan.

Dan buruknya mbak, saat itulah suami tante mulai drop secara kesehatan.

Kesehatannya memburuk, dia lemah sekali.”

Partisipan mengaku telah memaafkan peselingkuhan suaminya, dan merasa

penyakit suaminya bukanlah penyakit yang wajar.

“Kalau masalah perselingkuhan tante benar-benar sudah, tante benar-benar

sudah ikhlas, bener-bener memaafkan, tidak ada lagi bekas di hati gitu waktu

itu kan.”

“Tante merasa kita tinggal di suatu daerah yang..maaf, klenik gitu. Daerah

yang sangat-sangat…kita di suku Dayak. Perempuan itu bersuku Dayak, yang

mereka terkenal dengan magic yang luar biasa, dan tante..penyakit suami tante

juga bukan penyakit yang wajar, karena Hbnya sampai 3,8, ketika ditransfusi 9

bag, dalam tiga hari Hbnya turun lagi menjadi 3,2. Itu bukan penyakit wajar

sepertinya.”

Dokter menyatakan suami partisipan menderita leukemia, dan harus menjalani

biopsy sumsum tulang untuk memastikan tipenya.

“Makanya dokter bilang ini keganasan yang luar biasa, tidak pernah ditemukan

dalam orang leukemia mana pun, tipe melanosit atau apa, tidak ada. Akhirnya

satu-satunya jalan harus BMT.”

Saat suami sakit, partisipan mengaku kesehatannya justru lebih baik dari

biasanya. Partisipan merasa tidak lagi memiliki tempat untuk bergantung, sehingga ia

tidak pernah mengalami perdarahan.

“Tapi luar biasa, ketika suami tante mulai sakit tante justru menjadi orang yang

jauh lebih sehat dari biasanya. Tante…mungkin ee.. “Aku tidak punya tempat

bergantung!” Seperti itu, itu membuat tante tidak pernah bleeding.”

Partisipan memutuskan untuk berhenti berobat dan tidak lagi mempedulikan

kesehatannya, yang dipikirkan saat itu hanyalah suaminya harus tetap hidup.

“Tante yang bergantung sama obat selama hampir sepuluh…dua belas tahun!

Bergantung sama obat dua belas tahun tante tidak berobat lagi, tante sudah

tidak peduli dengan kesehatan tante waktu itu, yang tante pikirkan suami tante

harus hidup! Karena dalam mindset kita berdua dulu kan “aku akan titipkan

Page 27: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

18

anak aku sama kamu”, tante selalu bilang gitukan sama suami tante ya, “aku

tidak akan berumur panjang, anak-anak aku akan aku titipkan, tolong jaga dia

baik-baik”.”

Partisipan mengambil strategi minimalization atau tidak memikirkan masalah

kesehatannya dan berfokus pada kesehatan suaminya. Partisipan juga mengambil

tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung dan menyusun

rencana yang diperlukan demi kesembuhan suaminya (instrumental action).

“Waktu itu kan tante tidak berpikir suami tante meninggal, tidak seperti itu, kita

sempet membuat rencana lain bahwa suami tante harus berhenti bekerja dan

tante yang akan menggantikan posisi dia sebagai pencari nafkah, awalnya

seperti itu. Kita akan pindah ke kota yang lebih kecil, ya mungkin di sana tante

akan berusaha mencari uang gitu, awalnya rencananya seperti itu.”

Tindakan yang diambil partisipan ini nampaknya efektif untuk mengatasi

tekanan dalam diri partisipan, dan berdampak baik pula bagi kesehatannya.

Gambaran strategi coping setelah kematian suami.

Suami partisipan kemudian meninggal setelah menjalani biopsy sumsum tulang.

Partisipan mengaku merasa sangat berat kehilangan suaminya, tetapi ia harus tegar dan

terlihat kuat di depan anaknya. Ia juga mengaku hatinya sangat hancur dan harus

menjadi orang yang super untuk menutupi perasannya.

“Hal terbesar dalam hidup itu kehilangan ya mbak. Itu sungguh…berat sekali

kehilangan gitu. Tante harus, harus tegar, harus terlihat kuat di depan anak tante. Tapi

padahal di dalam hati tante kan hancur sekali gitu, jadi aku harus menjadi seorang

yang super untuk menutupi hatiku yang sebetulnya sudah hancur, gitu.”

Kesehatan partisipan kemudian sempat menurun setelah suaminya meninggal,

tetapi tidak seburuk dibandingkan saat suaminya berselingkuh. Partisipan mengaku

dirinya lebih kuat bertahan karena merasa tidak lagi mempunyai tempat untuk

bergantung.

Kalau masa itu jelas kesehatan tante berada dalam kondisi yang buruk gitu, tapi

tidak seburuk ketika suami sedang berselingkuh. Fase terburuk tante adalah

ketika suami berselingkuh. Tapi ketika suami tante sudah meninggal justru

mungkin karena perasaan “aku tidak ada lagi tempat bergantung” itu membuat

Page 28: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

19

tante lebih…lebih kuat bertahan. Tapi kalau dibandingkan dengan kondisi kita

msih sangat harmonis, ini juga buruk gitu! Saat ini juga, saat…saat itu ini

termasuk yang buruk, meskipun tidak seburuk waktu suami tante berselingkuh,

gitu.”

Partisipan merasa kematian suaminya adalah hal yang terbaik, namun ia juga

merasa kepergian suaminya adalah hal yang tidak adil, karena ia harus memikirkan

segala sesuatunya sendirian.

“Ada hal yang berlawanan bahwa yang terbaik buat dia adalah pergi gitu,

meninggal gitu. Tapi ada ego lain yang mengatakan “ini tidak adil, kenapa aku

harus memikirkan segalanya sendirian?” ini bukan…ini bukan tentang materi

ya mbak, tapi justru seandainya masih ada ayahnya, mungkin ketika anak-anak

menjadi nakal, menjadi apa, tante tidak akan bingung menghadapinya harus

seperti apa.

Partisipan juga merasa sangat marah setiap ada orang yang menasehatinya agar

tetap kuat karena orang tersebut belum pernah merasakan apa yang ia rasakan.

“Tante akan marah sama orang yang mengatakan “tabahlah, yang kuat ya..”,

tante selalu marah, gitu. “Kamu belum pernah menjadi aku, bagaimana kamu

bisa menasehati aku?”

Setelah suami meninggal, partisipan dan anak-anaknya pindah ke kota kecil dan

tinggal bersama kakaknya. Anak sulung partisipan mulai memperlihatkan perubahan

sikap dan sulit untuk diajak berkomunikasi. Pertisipan mengaku kesulitan menghadapi

perubahan sikap anaknya, hal tersebut menimbulkan kekhawatiran pada diri partisipan,

dan ia merasa sumber stress terbesarnya saat itu justru datang dari anaknya tersebut.

“Dia sepertinya menolak, menolak terutama lingkungannya. Dia tidak suka

berganti lingkungan yang seperti ini. Entah mungkin juga secara materi kita

juga sangat berubah total ya, mungkin. Tante sulit sekali menghadapi, bahkan

kekhawatiran terbesar tante tu justru sama dia gitu.”

Kepindahan partisipan ke tempat yang baru juga menimbulkan kekhawatiran

pada diri partisipan akan pandangan orang-orang di sekitarnya tehadap diri dan status

barunya sebagai janda.

“Ini sulit sebetulnya mbak ya, karena tante bukan orang yang bisa bergaul

dengan cepat dengan lingkungan baru gitu. Terus status tante juga yang

Page 29: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

20

membatasi tante untuk lebih…di sini maaf kalau yang namanya single parent itu

cenderung mungkin orang lebih memandang lebih…kurang apa ya, kurang

respect gitu, sepertinya seperti…terutama ketika kita terkadang tante kan ada

ikut temen audit ya, pulang agak larut atau apa, dengan taksi atau apa, itu

sempet tante merasa “aku harus bagaimana?”, takut atau apa gitu.”

Partisipan menggunakan strategi negosiasi (negotiation) untuk mengatasi

masalahnya karena anaknya. Partisipan mengajak anaknya berkomunikasi dan mencari

jalan keluar bersama. Partisipan juga mengambil tindakan instrumental dengan

berpindah dari rumah saudaranya dan mengontrak rumah sendiri.

“Eee…si kakak ini sempat meminta tante untuk “Ma, aku mau tinggal sendiri”

gitu, mau tinggal kita bertiga saja, gitu kan. Akhirnya dengan bagaimanapun

caranya tante mengontrak rumah, di situ mulai dia, mulai…mungkin

mulai…karena dia usianya juga udah mulai agak lebih besar, dia mulai

lebih…lebih…tidak, tidak terlalu tertutup gitu.”

Coping yang dilakukan oleh partisipan menunjukkan hasil yang positif dengan

perubahan sikap anaknya yang menjadi lebih baik dan mengurangi sumber stress pada

diri partisipan.

Partisipan juga berusaha melakukan penyesuaikan diri dengan lingkungan

barunya, berusaha untuk dekat dan mengenali masyarakat sekitarnya. Penyesuaian diri

yang dilakukan partisipan tersebut terlihat efektif, karena dengan mengenal masyarakat

sekitranya, partisispan tidak lagi khawatir akan pandangan masyarakat tentang dirinya.

“Meskipun tante tidak mudah bergaul tapi nyatanya tante punya kebiasaan

yang lebih memperhatikan ini ketika bertemu tante berusaha berusaha, bukan

berusaha untuk akrab tapi berusaha mengerti, berusaha dekat, ternyata mereka

bukan orang yang, biarpun di lingkungan kampung tapi bukan yang orang yang

memandang aneh segala sesuatu gitu.”

Dalam kondisi apapun, partisipan masih tetap berdialog dengan suaminya untuk

mengatasi kerinduannya. Partisipan merasa harus berkomunikasi dengan suaminya

untuk menguatkan dirinya.

“Dalam kondisi kambuh, dalam kondisi apa… tante masih, sampai dengan hari

ini tante masih berdialog dalam tanda kutip, ketika berdialog dengan suami

tante gitu.”

Page 30: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

21

“Tante selalu… masih sampai dengan hari ini tu tante bisa dibilang masih…

ada kakak tante mengatakan mewek, kayak orang gila. Tante katakan “aku

bukan gila, aku bukan ngomong sendiri, aku bener-bener butuh ini untuk

menguatkan aku.”

Anak partisipan mengakui jika partisipan memang selalu memeluk foto

suaminya sebelum tidur. Partisipan juga kadang-kadang masih mengenakan baju

suaminya saat tidur.

Partisipan merasa suaminya masih berada di sekitarnya, ia tidak merasa

berbicara sendiri, dan merasa sepertinya suaminya menjawab apa yang ia katakan.

“Iya…tante merasa… tante tidak pernah merasa suami tante itu hilang, dia

pasti ada di sekitar sini, dia pasti mendampingi aku. Makanya tante berbicara

seperti dijawab gitu, bukan bericara…tante tidak melakukan bicara sendiri gitu.

Sepertinya dia selalu menjawab apa yang tante katakan, selalu menyambut apa

yang tante ceritakan seperti dulu gitu.”

Pada akhirnya partisipan pun menyerahkan kepada Tuhan (turning to religion)

atas apa yang terjadi pada hidupnya. Ia menghibur diri dengan berpikir Tuhan

memilihnya untuk menjalani kehidupan yang sekarang karena dirinya lah yang paling

kuat.

“Jadi sepertinya aku sudah dipersiapkan Tuhan untuk jadi aku yang sekarang,

gitu. “Aku yang dipilih karena aku yang paling kuat”. Tante selalu bisa dibilang

menghibur diri seperti itu, tante merasa berprestasi menjadi seperti ini. Tante

menjadi merasa lebih unggul dipilih Tuhan menjadi seperti ini.”

Partisipan mengambil hikmah (seeking meaning) atas kematian suaminya, ia

merasa kematian suaminya tersebutlah yang menyembuhkannya.

“Ternyata kehilangan ini bisa dibilang menyembuhkan tante. Menyembuhkan

penyakit yang mengerikan.”

Turning to religion dan seeking meaning yang dilakukan oleh partisipan tersebut

terlihat efektif untuk mengurangi tekanan pada diri partisipan, dengan menyerahkan

segala sesuatu yang dialaminya kepada Tuhan, partisipan percaya bahwa dirinya kuat

dan mampu melewati setiap masalah dalam hidupnya.

Page 31: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

22

Namun partisipan juga tetap menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan

masalah pada dirinya. Partisipan melakukan avoidance dengan tidak melakukan

pemeriksaan tes fungsi hati yang tersisa karena ia tidak ingin mengetahui kondisi

sirosisnya yang sebenarnya. Partisipan melakukan hal tersebut karena jika ia

mengetahui kondisi penyakitnya yang sebenarnya, hal tersebut justru akan

membunuhnya.

“Eee jujur tante ada perasaan tidak mau lagi tahu tentang berapa persen

penyakit ini menggerogoti tante, tante tidak ingin tahu lagi tentang itu. Karena

ada kekhawatiran kalau tante tahu justru pengetahuan itu yang akan membunuh

tante, gitu. Jadi sempat dua kali tante berpikir apakah mau biopsy lagi? Tapi

biopsy itu, biopsy itu tidak akan menolong apa-apa, hanya akan me mengetahui

penyakit ini seperti apa, penyakit itu dalam kondisi mana. Ya masih ada

kemungkinan akan berkembang baik, akan menjadi lebih baik dari sebelumnya

tinggal mungkin 11 sampai 12% mungkin akan meningkat gitu. Ada

kemungkinan seperti itu menurut dokter, tapi itu juga tidak akan berarti apa-

apa gitu. Takutnya justru akan menjadi semakin buruk, dan itu akan membunuh

tante gitu.”

Saat ini, partisipan bekerja lebih keras dan melakukan aktivitas fisik lebih berat

dari sebelumnya namun kondisi sirosisnya tidak memburuk. Partisipan mengaku

kondisi kesehatannya membaik dan kembali menjadi seperti awal-awal saat ia

menderita sirosis.

“Sampai sekarang tante juga bekerja, bisa dibilang lebih, jauh lebih keras

daripada sebelum-sebelumnya gitu. Secara fisik tante beraktifitas jauh, sangat-

sangat jauh lebih keras, tapi Alhamdulillah nggak ada yang…ya mungkin

sebetulnya kekuatan pikiran tante mengatakan “aku harus hidup untuk mereka

berdua”, yang kedua kan masih kecil ya, si kecil ini membutuhkan banyak

perhatian karena dia manja, dia orang yang sangat dekat dengan tante, sangat

dekat dengan tante, jadi mungkin tante sekarang bisa dibilang kondisi tante,

kesehatan tante selama lima belas tahun terakhir, inilah kondisi tante yang

terbaik.”

Page 32: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

23

PEMBAHASAN

Partisipan mampu bertahan dari penyakitnya hingga saat ini dan melewati

berbagai masalah dalam hidupnya tidak terlepas dari coping yang terus menerus ia

lakukan sepanjang hidupnya. Dari pemaparan sebelumnya dapat dikatakan jika

partisipan menggunakan kedua strategi coping sesuai dengan kemampuan dan masalah

yang ia hadapi. Strategi coping partisipan mengalami perubahan setiap kali terjadi

peristiwa signifikan dalam hidupnya.

Pada awal mendapatkan diagnosis dirosis hati, partisipan menolak untuk

mempercayai apa yang dokter katakan, ia merasa dokter bisa saja melakukan kesalahan

dan berusaha untuk melakukan pemeriksaan ulang. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Kubler-Ross (2005) bahwa pada awal menderita penyakit terminal,

seseorang akan melakukan penyangkalan sebelum akhirnya ia dapat menerima penyakit

tersebut. Partisipan melakukan penyangkalan (denial) untuk mengatasi rasa takut akan

kondisi penyakitnya, hal tersebut ia lakukan dengan cara menghindari (avoidance)

membaca buku yang memberikan informasi terkait kesehatannya, ia juga menghindari

hal-hal yang membuatnya merasa down dan berpikir tentang kematian, salah satunya

dengan tidak pernah pergi melayat. Namun kemudian partisipan berpikir bahwa

penyakitnya harus dihadapi, ia pun kemudian mencari dukungan sosial emosional

(seeking social support for emotional reason), baik dari keluarga maupun dari rekan

sesama penderita penyakit terminal. Partisipan juga mulai mengumpulkan informasi

tentang penyakitnya, meminta saran tentang apa saja yang harus ia lakukan untuk

menghadapi panyakitnya (seeking support for instrument reason). Partisipan juga

mengikuti saran dokter dengan menghindari hal-hal yang dapat memperparah

kondisinya, yaitu dengan membatasi kegiatan yang menguras energinya, rutin menjalani

Page 33: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

24

pengobatan, dan mentaati diet yang disarankan oleh dokter. Dukungan dari suami dan

anak partisipan pun mampu memberikan semangat hidup pada diri partisipan, dan

menimbulkan keyakinan pada dirinya jika ia dapat sembuh

Partisipan kemudian mulai melanggar aturan diet yang ditetapkan dokter saat

menghadapi perselingkuhan suaminya. Selain memakan apa saja yang seharusnya tidak

boleh ia konsumsi, partisipan juga melarikan diri (avoidance) pada hal menyenangkan

lainnya seperti membelanjakan habis uang yang ia punya saat kiriman dari suaminya

tidak kunjung datang. Dengan membelanjakan habis uangnya, partisipan merasa bisa

melakukan apa saja yang diinginkannya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain,

sama seperti suaminya yang berselingkuh tanpa mempertimbangkan bagaimana

perasaannya. Melanggar pantangan makan ia lakukan untuk membuktikan bahwa

dirinya kuat dan tidak akan mati hanya karena makanan. Lazarus dan Folkman (1986)

menyebut hal ini sebagai pelarian diri (escapism avoidance). Namun kedua hal tersebut

nampaknya tidak efektif karena tidak menyelesaikan masalah, hanya bersifat sementara

dalam mengatasi tekanan, dan sering menimbulkan masalah kesehatan lain yang lebih

serius. Rasa bersalah dan menyesal karena membelanjakan habis uang yang seharusnya

menjadi hak anak-anaknya muncul pada diri partisipan.

Partisipan kemudian mulai mencari strategi yang lebih efektif untuk

menghilangkan sumber stressnya, ia mulai mencari alternatif tindakan yang bisa ia

lakukan untuk mengatasi masalah keuangannya, dalam hal ini partisipan mulai kembali

menggunakan problem-focused coping yaitu active coping dengan cara mencari

pekerjaan untuk mengatasi masalah keuangannya.

Strategi-strategi tersebut rupanya belum sepenuhnya dapat mengatasi tekanan

pada diri partisipan, kesehatannya masih tetap memburuk. Partisipan kemudian mulai

Page 34: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

25

berpikir apa yang menyebabkan suaminya berselingkuh, ia berpikir mungkin suaminya

melakukan hal tersebut karena ia sakit. Menyadari hal tersebut, partisipan kemudian

beruaha untuk menerima saja apa yang suaminya lakukan. Setelah partisipan dapat

menerima perselingkuhan suaminya, ia merasa kesehatannya mulai membaik dan dapat

melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa

penerimaan (acceptance) efektif untuk mengurangi tekanan pada dirinya.

Setelah perselingkuhan tersebut berakhir, kesehatan suami partisipan mulai

menurun. Dokter menyatakan suaminya menderita leukemia, partisipan menyadari

penyakit tersebut lebih berbahaya dari sirosis yang ia derita. Tidak seperti waktu dirinya

menerima diagnosis sirosis hati, kali ini partisipan tidak menghindari untuk memperoleh

informasi terkait penyakit suaminya. Partisipan melakukan banyak coping aktif,

mengusahakan kesembuhan suami, mencari banyak informasi tentang penyakit dan

berbagai alternatif pengobatan suaminya. Partisipan juga melakukan planning

(perencanaan) dan instrumental action (melakukan tindakan instrumental) tentang hal-

hal apa saja yang mungkin dilakukan untuk mengusahakan kesembuhan suaminya,

seperti pindah ke kota yang lebih kecil dan bertukar posisi dengan suami sebagai

pencari nafkah. Strategi ini nampak efektif untuk dilakukan, partisipan juga melakukan

minimalization dengan tidak dulu memikirkan tentang kesehatannya, ia berfokus pada

kesembuhan suaminya, hal tersebut membuat kesehatan partisipan juga ikut membaik,

ia merasa harus tetap hidup karena saat itu ia merasa tidak memiliki tempat untuk

bergantung.

Setelah suaminya meninggal, partisipan tetap menghadirkan suaminya dalam

kehidupan sehari-hari. Partisipan tetap melakukan komunikasi dengan suaminya dengan

jalan berbicara pada foto suaminya setiap sebelum tidur atau menuliskan isi hatinya

Page 35: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

26

untuk seolah-olah dibaca bersama suaminya. Teori duka cita yang diungkapkan oleh

Bolwby (dalam Jeffreys, 2005) menyebut hal ini termasuk dalam fase kerinduan dan

mencari (yearning and searching). Selama fase ini individu yang berduka mencoba

memulihkan keadaan seseorang yang menjadi objek kehilangan. Ini merupakan

“attachment behavior”. Orang yang berkabung mengalami hasutan dan distres seperti,

memanggil nama dari orang (almarhum) yang dicintai, menggunakan pakaian yang

merupakan milik almarhum, dan merenungkan tentang apa yang telah hilang dari

kehidupan pribadinya. Partisipan juga menghindari datang ke makam suaminya karena

hal tersebut membuat ia merasa apa yang dialaminya adalah hal yang tidak adil. Hal ini

menunjukkan partisipan kembali menggunakan avoidance untuk mengatasi tekanan

yang sebenarnya ada dalam dirinya. Kedua orang terdekat partisipan juga menyatakan

hal yang sama pada proses triangulasi. Keponakan partisipan menceritakan partisipan

selalu menolak setiap kali keluarga mengajaknya untuk mengunjungi makam.

Namun, selain melakukan avoidance, partisipan juga tetap menggunakan

problem-focused coping untuk mengatasi tekanan yang timbul karena kematian

suaminya. Masalah yang timbul dari kematian suaminya antara lain perubahan sikap

anaknya, berpindah ke lingkungan yang baru dan masalah ekonomi yang sangat jauh

berubah. Partisipan menghilangkan tekanan yang timbul karena masalah keuangannya

dengan melakukan tindakan langsung (active coping) yaitu dengan berusaha mencari

pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mengatasi masalah dengan

anaknya, partisipan berkomunikasi dan melibatkan anaknya untuk mencari jalan keluar

(negotiation). Partisipan mengambil penyelesaian (instrumental action) dengan

berpindah rumah sesuai dengan keinginan anaknya. Ia juga berusaha menyesuaikan diri

dengan lingkungannya dan berusaha mengenal orang-orang sekitarnya hingga

Page 36: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

27

kekhawatirannya tentang pandangan orang sekitar terhadap status barunya sebagai

seorang janda tidak lagi ada. Partisipan terlihat menggunakan strategi problem-focused

coping seperti active coping, instrumental action, dan negosiation saat ia merasa

mampu dan mempunyai tenaga untuk melakukan sesuatu yang berguna. Penemuan ini

sesuai dengan pernyataan lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) bahwa Individu

cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi

dapat diubah. Merasa tidak lagi memiliki tempat untuk bergantung adalah salah satu

faktor yang membuat partisipan mampu melakukan tindakan-tindakan yang dulu tidak

dapat dilakukaannya.

Selain semua usaha tersebut, partisipan juga menyerahkan apa yang terjadi pada

hidupnya kepada Tuhan (turning to religion). Ia berpikir bahwa Tuhan tidak akan

memberikan cobaan di luar kemampuannya. Partisipan belajar untuk menerima saja

semua yang terjadi pada hidupnya, seperti menderita penyakit sejak masih kecil, dan

harus kehilangan suami di usia yang masih muda. Partisipan merasa kondisi

kesehatannya saat ini membaik karena ia menerima segala sesuatu yang terjadi pada

dirinya. Partisipan mengaku merasa menjadi orang yang hebat dan kuat karena dipilih

Tuhan untuk menjalani kehidupannya yang sekarang. Dalam hal ini, partisipan

menggunakan emotional-focused coping yaitu penerimaan (acceptance). Cara ini

nampaknya efektif untuk mengatasi tekanan-tekanan pada diri partisipan.

Kondisi kesehatan partisipan yang sebenarnya tetap menjadi masalah dalam diri

partisipan saat ini, namun partisipan kembali lagi melakukan penyangkalan (denial)

yang ditunjukkan dengan menolak melakukan pemeriksaan fungsi hati untuk

mengetahui berapa prosentase dari organ hatinya yang masih berfungsi normal.

Page 37: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

28

Partisipan kembali menolak untuk mengetahui kondisi kesehatannya yang sebenarnya

karena merasa dirinya akan ketakutan dan hal tersebut justru akan membunuhnya.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa strategi coping yang dilakukan

oleh partisipan sepanjang hidupnya mempunyai dampak dan efektivitas yang berbeda-

beda. Seiring berjalannya waktu, partisipan menunjukkan penggunaan coping yang

positif untuk mengatasi segala tekanan dalam hidupnya. Partisipan akan melakukan

tindakan langsung yang ia rasa dapat ia lakukan untuk mengatasi masalahnya. Partisipan

juga tetap menggunakan emotional-focused coping untuk meredakan tekanan karena

masalah yang tidak dapat ia atasi. Partisipan merasa kondisi kesehatannya akan semakin

memburuk jika ia memikirkan segala sesuatu terlalu dalam. Partisipan kemudian belajar

untuk menerima saja apapun yang terjadi dalam hidupnya dan menyerahkan semuanya

kepada Tuhan. Hal tersebut dirasakan efektif untuk mengatasi tekanannya.

Meskipun demikian, partisipan tetap melakukan penyangkalan (denial) dan

avoidance dalam beberapa hal. Menghindari datang ke makam suami, dan menolak

untuk melakukan pemerikasaan fungsi hati menjadi salah satu hal yang dilakukan

partisipan sebagai bentuk coping. Dengan tidak melakukan pemeriksaan fungsi hati,

maka partisipan tidak akan mengetahui kondisi sebenarnya dari penyakitnya saat ini,

dan tidak dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap resiko penyakit yang lebih

buruk. Menghindari datang ke makam suami menunjukkan sebenarnya partisipan masih

mengalami duka cita yang mendalam atas kematian suaminya.

Melalui penelitian ini, bagi penderita sirosis diharapkan untuk lebih aktif

menggunakan tindakan-tindakan instrumental dan aktif yang terlihat efektif untuk

Page 38: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

29

mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Untuk meredakan tekanan psikologis

karena keadaan yang tidak dapat diubah, penderita sirosis hati diharapkan mampu

menerapkan problem-focused coping seperti menilai kembali keadaan secara positif

(positive reinterpretation), juga menyerahkan kembali segala sesuatu yang terjadi

kepada Tuhan (turning to religion), dan akhirnya dapat menerima (acceptance) apa

yang terjadi pada dirinya.

Selain itu, dukungan dari orang terdekat dan masyarakat nampaknya juga

mempunyai pengaruh yang besar untuk memberikan semangat hidup bagi penderita

sirosis, karenanya diharapkan pada masyarakat dapat memberikan dukungan moral

kepada penderita sirosis dalam menghadapi penyakit dan segala masalah dalam

hidupnya. Sebagai orang yang memiliki riwayat penyakit terminal, seseorang

seharusnya lebih sadar akan pentingnya mengetahui kondisi penyakit yang sebenarnya

agar dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap resiko penyakit yang terburuk.

Dalam hal ini, seorang penderita sirosis diharapkan untuk tidak menghindari

pemeriksaan dan tindakan medis yang diperlukan demi kesehatannya. Selanjutnya,

mengingat masih adanya kekurangan pada penelitian ini, para peneliti selanjutnya

diharapkan dapat mengkaji lebih lanjut mengenai coping yang efektif pada seorang

penderita penyakit terminal dengan kasus yang serupa, dengan menambahkan jumlah

partisipan agar diperoleh keragaman data yang lebih luas.

Page 39: Dinamika Coping pada Penderita Sirosis Hati dalam ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8542/2/T1_802007062_Full...MENGHADAPI PENYAKITNYA . Dengan hak bebas . royalty non-eksklusif

30

Daftar Pustaka

Carver, C. S., Scheier, M. F., Weintraub, J. K. (1989). Assesing coping strategies: A

theoritically based approach. Journal of Personality and Social Psychology, 56,

(2) ,pp. 267-283.

Chamberlain, K., Lyons, A. (2006). Health psychology. Chambridge: Chambridge

University Press.

Jeffreys, J. S. (2005). Helping grieving people: When tears aren’t enough. New York:

Brunner-Routlegde.

Kastenbaum, R. J. (2007). Death, society, and human experience (9th

ed.). USA:

Pearson.

Kubler-Ross, E. (2005). Encountering death and dying. USA: Chelsea House Publisher

Lazarus, S., & Folkman, R.S. (1986). Stress, appraisal, and coping. New York:

Springer

Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nurdjanah, S. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Jakarta: FKUI

Pamungkas, I. (2008). Dukungan sosial serta dampak-dampak psikologis dan sosial

yang dialami oleh penderita sirosis. Skripsi yang tidak diterbitkan. Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Rahardjo, M. (2010). Jenis dan metode penelitian kualitatif. Diakses Juli 21, 2012, dari

http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/215-jenis-dan-metode-penelitian-

kualitatif.html

Sarafino, E. P. (2006). Health psychology: Biopsychology interactions. Fifth Edition.

US: John Wiley & Sons.

Satiadarma, M. P. (2001) Menyikapi perselingkuhan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.