Dimensi Islam Iman Dan Ihsan

Embed Size (px)

Citation preview

3

BAB 2 PEMBAHASAN1. Dimensi Islam, Iman dan Ihsan

A.Dimensi Islam Dimensi-dimensi islam yang di maksud pada bagian ini adalah sisi keislaman seseorang, yaitu iman, islam, dan ihsan . Nurcholish menyebutnya sebagai trilogy ajaran Ilahi. Dimensi-dimensi Islam berawal dari sebuah hadis yang diriwayatka oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim yang dimuat dalam masing-masing kitab sahinya yang menceritakan dialog antara Nabi Muhammad Saw dan Malaikat Jibril tentang trilogy.1 Ajaran Ilahi: Nabi Muhammad Saw keluar dan (berada di sekitar sahabat) seseorang menghadap beliau dan bertanya: Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam. Lalu Rasulullah Saw menjawab, Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya2 Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun.1 2

Madjid

Mubarak, Jaih, Metodologi study islam, (Jakarta: Erlangga ,1999)

4 Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.3 Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang iman. Rasulullah saw. menjawab: Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang baik dan yang buruk. 4Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkaraperkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalanamalan hati, akan tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Taala, Dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian. (Al Maidah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan iman.5 Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang Ihsan itu. Rasulullah saw. menjawab: Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.6 Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna.3 4

l-Imam Muhyiddin dkk, Taliq Syarah Arbain, , (Kairo, Mesir :Dar Al-Aqidah,) hlm. 14 Mubarak, Loc.Cit, 5 I -Imam Muhyiddin dkk, Op,Cit., h.17 6 Mubarak, Jaih, Metodologi study islam, (Jakarta: Erlangga ,1999),

5 Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.7 Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin. Hadis di atas memberikan ide kepada umat Islam Sunni tentang rukun iman yang enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Menghadir dalam hidup. Sebenarnya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat di pisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak abash tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpah tindih antara tiga istilah tersebut dalam iman terdapat islam dan ihsan; dalam Islam terdapat iman dan ihsan; dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam: dari sisi itulah. Nurcholish Madjid (1994: 463) melihat iman, Islam, dan ihsan sebagai trilogy Ilahi. Ibnu tamiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam , iman, dan ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan) ; orang mulai dengan Islam kemudian berkembang kearah iman, dan memuncak dalam ihsan. Rujukan Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat alFathir [35] ayat 32; kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka yang ada yang menganiaya diri mereka sendiri; dan di antara mereka ada yang pertengahan; dan di antara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah.. Di dalam al-Quran dan Terjemahannya yang diterbitkan departemen Agama di jelaskan sebagai berikut; pertama, orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri (fa minhun zhalim li nafsih) adalah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya; kedua, orang-orang pertengahan(muqtashid) adalah orang orang7

l-Imam Muhyiddin dkk, Taliq Syarah Arbain, , (Kairo, Mesir :Dar Al-Aqidah,) hlm.21

6 yang antara kebaikan dan kejahatannya berbanding; dan ketiga, orang-orang yang lebih dulu berbuat kebaikan(sabiq bi al-khairat) adalah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan jarang melakukan kesalahan. Dengan penjelasan yang agak berbeda , Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai berikut; pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih melakukan perbuatan-perbuatan zalim, adalah orang yang baru ber-Islam, suatu tingkat permulaan dalam kebenaran; kedua, orang yang menerima warisan kitab suci itu dapat berkembang menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu orang yang telah terbebas dari perbuatan zalim namun perbuatan kebijakannya sedang- sedang saja; dan ketiga, perjalanan mukmin itu ( yang telah terbebas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebijakannya sehingga ia menjadi pelomba (sabiq) perbuatan kebajikan; maka ia mencapai derajat ihsan. Oarng yang telah mencapai tingkat ihsan, kata Ibnu Taimiah, akan masuk surga tanpa mengalami azab.(Nurcholish Madjid dalam Budhy Munawar-Rachman. Imam al-Syaharastani dalam kitabnya, al-Milal wa al-Nihal, menjelaskan bahwa Islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh kerena itu, baik mukmin maupun munsfik adalah Muslim. Sedangkan iman adalah pembenaran terhadap Allah, para utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan menerima qadla dan qadar. Integarsi antara Islam dan iman adalah kesempurnaan (al-kamal). Atas dasar penjelasan itu, al-Syahrastani juga menunjukan bahwa islam adalah mabda (pemula); iman adalah menengah (wasath); dan ihsan adalah kesempurnaan( alkamal). Meskipun tidak dapat dikatan sepenuhnya benar, umat Islam telah memakai suatu kerangka pemikiran tentang trilogi ajaran Ilahi di atas ke dalam tiga bidang pemikiran Islam: pertama, iman dan berbagai hal yang berhubungan dengannya diletakkan dalam satu bidang pemikiran, yaitu teologi ( ilmu kalam); kedua, persoalan Islam dijelaskan dalam bidang syariat (fikih); dan tiga, ihsan dipandang sebagai agar tumbuhnya tasawuf. Oleh karena itu, pembahasan berikutnya berkenan dengan aliran-aliran pemikiran Islam yang terbagi dalam tiga bidang: kalam, fikih dan tasawuf.8 Dan di akhir pembahasan ini kita akan mencoba melihat relevansi nilai-nilai keagamaan dari iman, Islam dan ihsan itu bagi hidup modern, dengan mengikuti8

7 pembahasan oleh seorang ahli psikologi yang sekaligus seorang pemeluk Islam yang percaya pada agamanya dan mampu menerangkan bentuk-bentuk pengalaman keagamaan Islam. a. Islam Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang mencipta, memberi hukum, mengatur alam semesta ini. Sebagai konsekuensinya maka hanya Allah pulalah yang satu-satunya yang wajib disembah. Atas dasar itulah sehingga Rasulullah saw. dalam hadis di atas menjadikan tauhid (penyembahan hanya kepada Allah semata) sebagai pilar utama dalam keislaman seorang, selanjutnya disusul dengan kewajiban-kewajiban yang lain, yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan, berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam hadis lain ditambahkan satu kewajiban lagi, yakni menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, sebagaimana dinyatakan dalam hadis berikut: .) .) Artinya: Abdullah ibn Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Hanzhalah ibn Abi Sufyan telah memberitakan kepada kami, dari Ikrimah ibn Khalid, dari ibn Umar r.a berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: Islam didirikan atas lima perkara, yakni bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah swt, dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji (ke Baitullah), dan berpuasa dibulan Ramadhan. (H.R. Al-Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas, ditemukan rumusan yang selanjutnya dikenal dengan rukun Islam, yaitu: Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan dan Haji.

8 Sebagai agama, hanya Islam-lah yang mendapat pengakuan dan diterima di sisi Allah swt. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 19: Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Dan Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 85: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Pernyataan al-Quran di atas mengisyaratkan bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw. bukan untuk merombak seluruh ajaran yang dibawa oleh para nabi yang datang sebelumnya. Kedatangan beliau hanya melanjutkan missi yang dibawa oleh Nabi-nabi sebelumnya dan menyempurnakannya. Oleh sebab itu, inti ajaran, isi dan tujuan agama-agama samawi sebelum Nabi Muhammad bersifat tidak berubahubah, namun teknis dan pelaksanaannya dapat berubah dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam QS. asy-Syura (42): 13: Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orangorang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Berdasarkan ayat di atas, syariat Islam pada prinsipnya merupakan ajaran yang dibawa oleh seluruh Rasul Allah, dan Rasulullah saw. diutuslah meletakkan batu terakhir kesempurnaannya, yang diproklamirkan pada tanggal 9 Zulhijjah, saat Nabi saw. melaksanakan haji wada tiga bulan sebelum wafat dengan turunnya firman Allah dalam QS. al-Maidah (5): 3: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama

9 bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Seseorang yang menyandang predikat muslim, harus patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah, hidupnya serasi dengan alam dengan seluruh mahluk, bahkan hidup serasi dengan diri sendiri (dengan fitrah kesucian).Islam sebagai agama mengatur tata cara mengabdi kepada Allah swt. menurut cara yang diridhai-Nya. Ibadah dalam Islam antara lain bertujuan untuk merekatkan dan mendekatkan hubungan antara makhluk dengan al-Khalik, supaya manusia senantiasa mendapat karunia dan ridha-Nya. Dalam hubungan dengan sesama manusia, Islam pun mengatur sikap hidup dan tingkah laku yang baik, dalam lingkungan yang kecil maupun dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas. Dalam Islam, telah diatur pula hubungan dengan anggota masyarakat yang berbeda agama, bahkan yang tidak beragama sekalipun. Semuanya bertujuan agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis antar sesama manusia. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan alam dan hewan. Manusia haruslah memperlakukan hewan secara wajar. Begitu pula dalam pengeksploitasi alam ia harus mengaturnya sedemikian rupa sehingga tidak merusak lingkungan dan tercipta lingkungan yang asri dan memberikan kebahagiaan serta kesejahteraan bagi manusia. Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa Islam mengatur segala aspek kehidupan, baik yang berkenaan dengan aqidah (kepercayaan), syariah (ibadah dan muamalah), akhlak (baik kepada al-Khalik maupun kepada makhluk).9 Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang Ilmu Fiqh. Ada dua sisi yang kita dapat gunakan untuk memahami pengertian agama islam, yatu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Dari segi kebahasan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Senada dengan pendapat diatas, sumber lain9

Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Quran, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husain dkk., Konsep-konsep Etika Religius dalam Quran, (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 120.

10 mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat dan sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat, sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk , patuh, dan taat. Dari pengertian itu, kata islam dekat dengan arti kata agama yang berarti mengusai, menundukkan, patuh, hutang,balasan dan kebiasaan.Rasulullah saw banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), salamat unnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata. Ada indikasi bahwa Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam lingkaran ajaran Ilahi. Sebuah Ayat Suci melukiskan bagaimana orang-orang Arab Badui mengakui telah beriman tapi Nabi diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru ber-Islam, sebab iman belum masuk ke dalam hati mereka (QS. al-Hujarat:14). Jadi, iman lebih mendalam daripada Islam, sebab dalam konteks firman itu, kaum Arab Badui tersebut barulah tunduk kepada Nabi secara lahiriah, dan itulah makna kebahasaan perkataan "Islam", yaitu "tunduk" atau "menyerah." Tentang hadits yang terkenal yang menggambarkan pengertian masing-masing Islam, iman dan ihsan, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa agama memang terdiri dari tiga unsur: Islam, iman dan ihsan, yang dalam ketiga unsur itu terselip makna kejenjangan: orang mulai dengan Islam, berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan. Selanjutnya, penjelasan yang sangat penting tentang makna "al-Islam" ini juga diberikan oleh Ibn Taimiyah. Ia mengatakanbahwa "al-Islam" mengandung dua makna adalah: pertama, ialah sikap tunduk dan patuh, jadi tidak sombong; kedua, ketulusan dalam sikap tunduk kepada satu pemilik atau penguasa. Jadi orang yang tulus itu tidak musyrik, dan ia adalah seorang hamba yang berserah diri hanya kepada Allah.Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa ramadlan dan menunaikan haji ke Baitullah.Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah penghambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridla dan taat, dan tidak menggangu orang lain, baik dengan

11 lisan maupun tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain. Ketaatan seseorang dengan hal tersebut merupakan gambaran yang nyata tentang Islam. Hal tersebut mustahil dapat terwujud dengan pembenaran dalam hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut dengan Islam.

b. Iman Menurut bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iman adalah kepercayaan yang berkenaan dengan agama; keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, Nabi, kitab, yang tidak akan bertentangan dengan ilmu dapat pula berarti ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin.10Jadi makna iman secara umum mengandung pengertian pembenaran hati yang dapat menggerakkan anggota badan memenuhi segala konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh hati.11 Sedang iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah pendapat Imam Al-Baghawi r.a., beliau berkata :Para sahabat, Tabiin, dan para ulama sunnah mereka bersepakat bahwa amal shalih adalah bagian dari iman. Mereka berkata bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.

Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam r.a. berkata:

10 11

Murata, Sachiko, Trilogi islam ,( Islam, iman, dan Ihsan), (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1997) Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-Asqalaniy al-Syafii, Fath al-Bariy, juz I, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqiy dan Muhib al-Din al-Khathib, (Beirut: Dar al-Marifat, 1379 H.), h. 48.

12

Pandangan ahlus sunnah yang kami ketahui adalah apa yang disampaikan oleh para ulama kita yang kami sebutkan di kitab-kitab kami, yakni bahwa iman itu meliputi kumpulan niat (keyakinan), ucapan , dan amal perbuatan. dimensi Iman memiliki enam penyangga(rukun) yang harus diyakini, yaitu: Allah, Malikatmalaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari Akhir dan Taqdir.12 Keimanan dipandang sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati secara yakin dan tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam bentuk perbuatan sehari-hari, serta keimanan tersebut berpengaruh terhadap pandangan hidup dan cita-cita seseorang. Meskipun keimanan merupakan perbuatan hati, tetapi pantulan dari keimanan tersebut melahirkan perbuatan-perbuatan nyata yang menjadi tuntutan keimanan tersebut. Oleh sebab itu, al-Quran menjelaskan kewajiban-kewajiban, sikap-sikap, dan tingkah laku seorang yang harus terwujud dalam diri setiap orang beriman dalam kehidupannya. Konsep seperti itu misalnya ditemukan dalam firman Allah dalam QS. al-Muminun (23): 1-6 sebagai berikut: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orangorang yang khusyu dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Dengan demikian, iman saja tidaklah cukup, tetapi harus disertai berbagai amal saleh sebagai perwujudan dari keyakinan tersebut. Sekedar kepercayaan menyangkut sesuatu, belum dapat dinamai iman, karena iman menghasilkan ketenangan. Karena itu pula iman berbeda dengan ilmu, karena ilmu tidak jarang menghasilkan keresahan dalam hati pemiliknya, berbeda dengan iman.

12

Murata, Sachiko, Trilogi islam ,( Islam, iman, dan Ihsan), (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1997)

13 Meskipun ilmu diibaratkan dengan air telaga, tetapi tidak jarang ia keruh. Tetapi iman ketika diibaratkan dengan air bah dengan gemuruhnya, tetapi ia selalu jernih sehingga menghasilkan ketenangan.13 Dimensi Iman dibahas secara mendalam dalam buku-buku (disiplin) ilmu Tauhid dan ilmu Kalam. Pengertian iman secara umum, yaitu sikap percaya, dalam hal ini khususnya percaya pada masing-masing rukun iman yang enam (menurut akidah Sunni). Karena percaya pada masing-masing rukun iman itu memang mendasari tindakan seorang maka sudah tentu pengertian iman yang umum dikenal itu adalah wajar dan benar. Namun, dalam dimensinya yang lebih mendalam, iman tidak cukup hanya dengan sikap batin yang percaya atau mempercayai sesuatu belaka, tapi menuntut perwujudan lahiriah atau eksternalisasinya dalam tindakan-tindakan. Dalam pengertian inilah kita memahami sabda Nabi bahwa iman mempunyai lebih dari tujuh puluh tingkat, yang paling tinggi ialah ucapan Tiada Tuhan selain Allah dan yang paling rendah menyingkirkan bahaya di jalanan.Keterpaduan antara iman dan perbuatan yang baik juga dicerminkan dengan jelas dalam sabda Nabi bahwa orang yang berzina, tidaklah beriman ketika ia berzina, dan orang yang meminum arak tidaklah beriman ketika ia meminum arak, dan orang yang mencuri tidaklah beriman ketika ia mencuri, dan seseorang tidak akan membuat teriakan menakutkan yang mengejutkan perhatian orang banyak jika memang ia beriman.Berdasarkan itu, maka sesunggahnya makna iman dapat berarti sejajar dengan kebaikan atau perbuatan baik. Ini dikuatkan oleh adanya riwayat tentang orang yang bertanya kepada Nabi tentang iman, namun turun wahyu jawaban tentang kebajikan (al-birr), yaitu: Oleh karena itu perkataan iman yang digunakan dalam Kitab Suci dan sunnah Nabi sering memiliki makna yang sama dengan perkataan kebajikan (al-birr), taqwa, dan kepatuhan (al-din) pada Tuhan (al-din). Dalam bahasa Inggris, pada umumnya kita tidak bisa membedakan antara istilah faith dan belief namun, Wilfred,13

Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Quran, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husain dkk., dengan judul Konsep-konsep Etika Religius dalam Quran, (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 226.

14 Cantwell Smith menggarisbawahi bahwasanya istilah faith sekalipun tanpa mempertimbangkan konteks bahasa Arab perlu dibedakan dengan istilah belief. Ketika kita mengatakan people believe in something yang dimaksudkan adalah bahwasanya mereka memiliki keyakinan bahwa sesuatu tersebut benar, namun kita sering menjumpai bahwasanya mereka salah dan bertentangan dengan bukti yang meyakinkan. Dalam bahasa Islam, istilah Iman tidak mengandung konotasi negatif seperti itu. Iman melibatkan keyakinan akan sebuah kebenaran sejati, bukan kebenaran prasangka. Selanjutnya istilah faith berarti bahwasanya masyarakat memiliki keyakinan tersebut, maka mereka mengikat diri mereka untuk bertindak berdasarkan kebenaran yang mereka ketahui. Nabi Muhammad mendefenisikan kata iman dengan sabdanya, iman adalah sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan aktivitas anggota badan. Jadi, iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan. 14 Dengan demikian, iman saja tidaklah cukup, tetapi harus disertai berbagai amal saleh sebagai perwujudan dari keyakinan tersebut. Sekedar kepercayaan menyangkut sesuatu, belum dapat dinamai iman, karena iman menghasilkan ketenangan. Karena itu pula iman berbeda dengan ilmu, karena ilmu tidak jarang menghasilkan keresahan dalam hati pemiliknya, berbeda dengan iman. Meskipun ilmu diibaratkan dengan air telaga, tetapi tidak jarang ia keruh. Tetapi iman ketika diibaratkan dengan air bah dengan gemuruhnya, tetapi ia selalu jernih sehingga menghasilkan ketenangan. Disamping itu, iman dapat diibaratkan sebagai makanan rohani. Jiwa yang kosong dari iman akan lemah dan hampa sebagaimana jasad yang tidak diberi makan. Dengan demikian, iman merupakan inti kehidupan batin dan sekaligus menjadi penyelamat dari siksa abadi di akhirat kelak.15

c. Ihsan (kebajikan) Ihsan secara bahasa berasal dari akar kata kerja ahsana-yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk mashdarnya adalah ihsan yang artinya kebaikan. Mengenai hal ini, Allah swt. berfirman dalam QS. an-Nahl (16): 90:14 15

Murata, Sachiko, Trilogi islam ,( Islam, iman, dan Ihsan), (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1997) Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Quran, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husain dkk, Loc.cit.. h.120

15 Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. yang disebutkan di atas. Rasulullah saw. menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt. memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam al-Qur`an. Adapun pengertian ihsan secara khusus yang disebutkan dalam hadis di atas, yaitu "menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak mampu melihatnya, ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat." Pernyataan menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya",

mengandung arti bahwa dalam menyembah kepada-Nya, kita harus bersungguhsungguh, serius dan penuh keikhlasan serta melebihi sikap seorang rakyat jelata ketika menghadap Raja. Dalam hati harus ditumbuhkan keyakinan bahwa Allah seakan-akan berada di hadapannya, dan Dia melihat dirinya. Sedangkan pernyataan "jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu," maksudnya kita harus merasa bahwa Allah selamanya hadir dan menyaksikan segala perbuatannya. Menurut Ibnu Hajar, ihsan berarti berusaha menjaga tata krama dan sopan santun dalam beramal, seakan-akan kamu melihat-Nya seperti Dia melihat kamu.

16 Hal itu harus dilakukan bukan karena kamu melihat-Nya, tetapi karena Dia selamanya melihat kamu. Maka beribadahlah dengan baik meskipun kamu tidak dapat melihat-Nya.16 Ihsan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh Allah swt. karena orang yang berlaku ihsan dapat dipastikanj akan ikhlas dalam beramal, sedangkan ikhlas merupakan inti diterimanya suatu amal ibadah. Ihsan meliputi tiga aspek fundamental, yaitu ibadah, muamalah, dan akhlak. 1) Ibadah Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi.

16

Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Quran, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husain dkk, Loc.cit.120

17 Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya. 2) Muamalah Ihsan sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah beribadah kepada Allah dengan sikap seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Sedangkan ihsan dari segi muamalah, yang termasuk di dalamnya adalah: Pertama, Ihsan kepada kedua orang tua Allah swt. menjelaskan hal ini dalam QS. al-Isra (): 23-24: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.17 Kedua, Ihsan kepada kerabat karib Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah swt. menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman dalam QS. Muhammad (47): 22: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?

17

Muhammad bin Ismailm al-Shananiy, Subul al-Salam, Juz IV, (Cet. IV; Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1379 H.), h. 164.

18 Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silaturahmi.18 Ketiga, Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi, dan Ibnu Hibban bahwa Rasulullah saw bersabda: Dari Sahl, Rasulullah saw. bersabda: aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini(seraya menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan keduanya). Keempat, Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat. Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh dari rumah. Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, mahad, dan sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya:19 Dari Abu Syuraih bahwa Nabi saw. bersabda: demi Allah, tidak beriman, demi Allah, tidak beriman. Para sahabat bertanya, siapakah yang tidak beriman, ya Rasulullah? Beliau menjawab, seseorang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

18

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz V, (Cet. III; Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987), h. 2032 19 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, op.cit., h. 2240

19 Kelima, Ihsan kepada ibnu sabil dan pelayan Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini:20 : Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda: Barangsiapa beriman kepada dan hari akhiratnya maka janganlah menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata benar atau diam. (HR. Jamaah, kecuali Nasai) Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan. Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pridainya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai. Keenam, Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia. Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana disebutkan di atas bahwa: Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh,20

Ibid., h. 2273.

20 mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka. Ketujuh, Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam. 3) Akhlak. Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihatNya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya. Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorangyang diperoleh dari hasil maksimal ibadahnya, maka kita ia akan menemukannya dengan dalam sesama muamalah manusia, kehidupannya. Bagaimana bermuamalah

lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.

21 KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan Islam. Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Dimensi-dimensi islam yang di maksud pada bagian ini adalah sisi keislaman seseorang, yaitu iman, islam, dan ihsan . Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam menyusun materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan , dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang dimensidimensi islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kepada dosen pembimbing penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Metro, 5 November 2011 tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah MSI(Metedologi Studi Islam) yang membahas tentang Dimensi aliran pemikiran

Penyusun

22

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Apa yang diyakini oleh seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai ajaran, agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (masuk akal), bisa juga dengan perasaan (rasa kebenaran). Kerinduan manusia terhadap kebenaran ilahiyah bagaikan api yang selalu menuju keatas. Seberapa tinggi api menggapai ketingian dan seberapa lama api itu bertahan menyala bergantung pada bahan bakar yang tersedia pada setiap orang. Ada orang yang tak pernah berhenti mencari kebenaran, ada juga yang tak tahan lama, ada orang yang kemampuannya menggapai kebenaran sangat dalam (atau tinggi), tetapi ada yang hanya bisa mencapai permukaan saja. B. Rumusan Masalah 1.Apa yang dimaksud dengan Islam, Iman dan Ihsan Itu? 2.Apa kaitan antara Islam Iman dan Ihsan itu?

23

C. Tujuan 1. Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya , Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang baik dan yang buruk, sedangkan apa itu yang di maksud dengan ihsan adalah Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. 2. Kaitan antara Islam Iman dan Ihsan itu sendiri sangat erat kaitannya ketiga hal itu hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat di pisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak abash tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpah tindih antara tiga istilah tersebut dalam iman terdapat islam dan ihsan; dalam Islam terdapat iman dan ihsan; dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam