Upload
lelien
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGUNGKAPAN SOSIAL
DAN LINGKUNGAN: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK NEGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
WAHYU BUDI UTAMA
NIM. F0306085
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
"Setiap permulaan memang sulit. Dengan memulai, setengah pekerjaan sudah selesai, kata pepatah.”
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
"Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan." (Bumi Manusia, 1980)
-Pramoedya Ananta Toer- "Kelahiran suatu pikiran sering menyamai kelahiran seorang anak. Ia didahului dengan penderitaan-penderitaan pembawaan kelahirannya." (Naar de 'Republiek Indonesia', 1925) ”Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putra tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah.” (Massa Actie, 1926) “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri.” (Madilog, 1943)
-Tan Malaka- “It is true: we love life not because we are used to living, but because we are used to loving.” (Thus Spoke Zarathustra, 1885) “Only sick music makes money today.” (Der Fall Wagner) ♫ ♫ ♫ -Friedrich Nietzsche-
”Dream, dare and deliver. Take every chances, it’s worth a try. If you aim high, u’ll got high.”
-Kamilia Alfi Naily-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
I dedicate this research for
”My Mom”
"Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu
dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat, dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian
badannya karena melahirkan kehidupan.” -Pramoedya Ananta Toer-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Peran Corporate Governance dalam Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”, sebagai tugas akhir guna
memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku
pembimbing skripsi atas semua kritik, teguran, saran, nasihat, dan
perhatiannya dalam mencapai hasil yang terbaik.
4. Ibu Dra. Setianingtyas H, MM, Ak., selaku pembimbing akademik yang
memberikan nasihat dan dukungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Para dosen yang telah membagi ilmunya yang bermanfaat. Kepada Ibu
Yasmin Umar, Bapak Imam Mahdi, Bapak Agung Prabowo, dan semua dosen
yang telah memberi saya nilai 4 (A).
6. Ibu, almarhum Bapak, dan kakak-kakakku dan keponakanku. Ibu yang selalu
memberikan kasih sayang yang tak pernah putus atau berkurang sedikit pun.
Ibu yang selalu jadi tempat bermanja dan bercerita. Ibu yang selalu lebih
memikirkan kepentinganku daripada dirinya sendiri. Almarhum Bapak yang
selalu saya banggakan karena kejujurannya yang luar biasa, semoga
almarhum mendapatkan nikmat surga (amīn) dan berbahagialah Bapakku,
karena hidup lebih pendek tidaklah berarti selalu buruk. Mbak End semoga
mendapatkan jalan terbaik atas segala masalahnya (amīn). Mas Jon sebagai
kakakku yang paling perhatian dengan kuliahku, terima kasih atas printernya
yang sangat (sangat) berguna. Mbak Ning yang paling baby face, tetaplah
berjiwa muda. Mbak Epi yang ada di Jakarta, “Pokok é om wahyu meh
ngenteni gawean nang omahmu lho, mbak!” Semua keponakanku yang ada 8
orang, Om Wahyu janji kalau lebaran nanti, kalian dapat angpao (kalau sudah
bekerja, hehehe).
7. Kamilia Alfi Naily, yang selalu menjadi yang terbaik untuk aku dan untuk
hubungan kita, saat susah apalagi saat senang. J L J
♫♫♫ “You’re a part time lover and a full time friend. The monkey on your back is the latest trend. I don’t see what anyone can see in anyone else…but you.”(Moldy Peaches-Anyone Else but You) ♫♫♫
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Keluarga Besar Boyolali dan Banyumas, pakdhe-budhe, paklik-bulik, sepupu,
keponakan yang selalu dikangeni. Pakdhe-Budhe Tarmo, Pakdhe-Budhe
Yanto, Mas-Mbak Basuki, Om O’o, dan Paklik-Bulik Hela.
9. Haryo Purnomo Sidhi dan Ardyan Mohammad Erlangga, beruntunglah kalian
karena masih hidup dan dapat berbuat kemungkaran di dunia ini.
10. The Trio Autis Gang (I, Rojak ‘n Ujo). Sungguh teramat menyesal masa muda
di kampus dihabiskan dengan bergaul bersama kalian.
11. Yudha, Arif, Riza, Bimo, Jalu, Willy, Onggo, Afit, Davit, Dadang, Adri,
Yoga, Irfan, Irwan, Galih, Wisnu, Agung, Adit, Mimbi, Fajar, Dian, Dedy,
Vadil, Yono, Hendy, Udin, dan semua member Kelas C. Tetap kompak!
12. Anjuras Purwadika, Almateus Adam Arseto, Raditya Kuntoro, Bayu
Nugroho, Iksan Setiawan, dan semua sahabat yang sering aku buat repot.
13. Teman-teman yang sudah membantuku saat kuliah, ujian kompre, dan skripsi.
Ian (kosnya), Boy (SPSS-nya), Reisya (kompre), Warih (printer dan
komputer), Deny (buku), dan semua teman lainnya yang sudah membantuku.
14. Anak-anak kos tempatku maen: Miko, Bagas, Dodi, Kipli, Ulin, Yono, Wastu,
dan semuanya yang ada di kos. Work hard!
15. Anak-anak kantin: Wisnu, Jagad, Andre, Gery, Wawan, Anto, Sayid, Albert,
Putra, dan lainnya. Ayo cepat lulus! Semangat!
16. The Djs’s Troopers (Anne-Erna-Fira-Umi), terima kasih sudah melewati
tahap skripsi bersama-sama dan terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya, semoga kita cepat lulus (amīn).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17. Barjos, Bryan, Ika, Kris, Latipe, Hanny, Mora, Aulia, PJ, Cahyo, Destia,
Dewi, Dhina, Dika, Dyah, Tata, Mur, Ery, Melati, Famera, Fela, Finik,
Hakim, Harmini, Irham, Kurnia, L. Yeni, Monik, Yach, Natali, Nicky, Alfin,
Putri, Ragil, Ayu, Ratih, Ratri, Ririn, Kiky, Rofi, Sekar, Tantri, Toni, Darmo,
Trias, Vidya, Windy, Wida, Yusuf, Manda, Lita, Gani, Tita, Hanung, Loggar,
Nova, Rena, Rina, Supri, Unggul, dan semua angkatan 2006 yang pernah
bersama saat kuliah. Work hard!
18. Semua mahasiswa selain angkatan 2006 yang pernah satu kelas saat kuliah.
19. Macanan Tanon: Begog, Mogol, Gaweng, Colox, Casey, Heru, Mathintha,
Prokol, Wardi, Arfan, Firman, Pakdhe, Supri, Senja, Mamin, Jangkung,
Didik, Rudy, Rus, Anik, Ari, Iyem, Lody, dan semua warga kampung.
20. Pak Man, Pak Pur, Pak Timin, Pak Taufik, dan semua karyawan yang sering
saya butuhkan di kampus. Semoga sehat selalu (amīn).
Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan karya ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima kasih.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI …………………………………………………………...
ABSTRACT ………………………………………………………........
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………...................
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………….............
HALAMAN MOTTO ……………………………………………..........
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………….........
KATA PENGANTAR …………………………………………….........
DAFTAR ISI ………………………………………………………........
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...........
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….........
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………............
A. Latar Belakang ...............………………………………........
B. Rumusan Masalah ……………………………………….......
C. Tujuan Penelitian ………………………………………….....
D. Manfaat Penelitian ……………………………………….......
E. Sistematika Laporan …………………………………............
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
ii
iii
iv v
vi
vii
viii
xii
xv
xvi
xvii 1 1
10
10
10
11
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Tinjauan Pustaka…………………………..............................
1. Laporan Tahunan dan Pengungkapan …..........................
2. Pengungkapan Sosial dan Lingkungan ...………......…....
3. Sustainability Reporting Guidelines .................................
4. Corporate Governance …….………………….……........
B. Kaitan Corporate Governance dengan Pengungkapan Sosial
dan Lingkungan .......................................................................
C. Skema Konsep Penelitian ........................................................
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis................
BAB III. METODE PENELITIAN …………………………...................
A. Desain Penelitian......................................................................
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel...............
C. Data dan Metode Pengumpulan Data ......................................
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ......................
E. Teknik Analisis Data ...............................................................
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………......................
A. Deskriptif Data........................................................................
1. Seleksi Sampel...................................................................
2. Statistik Deskriptif ............................................................
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan .....................................
1. Analisis Regresi Berganda ................................................
13
13
15
23
25
30
33
34
39
39
39
40
41
45
50
50
50
51
63
63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. T-test ……………………………………………………..
BAB V. PENUTUP ..................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................
B. Saran ......................................................................................
C. Keterbatasan .........................................................................
D. Rekomendasi .........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
75
78
79
81
81
82
83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1
2.2
2.3
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
Perbandingan PKBL dengan CSR ........................................
Indikator GRI (2006) dan Regulasi Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan di Indonesia ..………………………………
Daftar Aspek Kinerja Sosial dan Lingkungan ......................
Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian .......…....................
Statistik Deskriptif Social and Environmental Disclosure .....
Statistik Deskriptif Variabel Independen ...............................
Statistik Deskriptif Pengalaman Komisaris Utama ................
Hasil Regresi Berganda ..........................................................
Group Statistik ..................................................................
Hasil Independent Sample Test ..........................................
19
20
25
50
51
59
62
64
76
76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Skema Konsep Penelitian ............................................
Grafik Pengungkapan Lingkungan ...............................
Grafik Pengungkapan Tanggung Jawab Produk .............
Grafik Pengungkapan Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang
Layak ...............................................................................
Grafik Pengungkapan Hak Azasi Manusia ....................
Grafik Pengungkapan Masyarakat ................................
33
53
55
56
57
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Item Pengungkapan Sosial dan Lingkungan GRI (2006)
Lampiran II Daftar Perusahaan Sampel dengan Skor Pengungkapan
Lampiran III Statistik Deskriptif
Lampiran IV Uji Asumsi Klasik
Lampiran V Analisis Regresi Berganda
Lampiran VI Uji Beda-t (t-test)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA
MILIK NEGARA
Wahyu B. Utama F0306085
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran corporate governance dalam pengungkapan sosial dan lingkungan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan untuk menganalisis perbedaan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Corporate governance direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi anggota komite audit independen. Penelitian ini juga menggunakan profitabilitas sebagai variabel kontrol.
Pengukuran pengungkapan sosial dan lingkungan menggunakan item yang terdapat dalam Sustainability Reporting Guidelines dari Global Reporting Initiative (2006). Berdasarkan teknik purposive sampling, sampel yang digunakan sebanyak 56 laporan tahunan BUMN tahun 2007-2009.
Rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 42,11% dan terdapat perbedaan signifikan dalam pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing di BEI. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi dalam pengungkapan sosial dan lingkungan adalah proporsi komisaris independen. Variabel jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen tidak mempengaruhi pengungkapan sosial dan lingkungan. Kata kunci: corporate governance, pengungkapan sosial dan lingkungan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Global Reporting Initiative (GRI)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA
MILIK NEGARA
Wahyu B. Utama F0306085
ABSTRACT
The purposes of this study are to examine the effect of corporate governance to social and environmental disclosure of Indonesian State-Owned Enterprises (SOEs) and to examine the degree of social and environmental disclosure between listed public entities and non-listed public entities. Corporate governance are identified as the the proportion of independent commissioners, the number of board meetings, experience of president commissioner and the proportion of independent audit committee members. This study also uses profitability as control variable.
The level of social and environmental disclosure is measured based on identified items of Sustainability Reporting Guidelines from Global Reporting Initiative (2006). Under purposive sampling, secondary data of 56 annual reports year 2007-2009 of SOEs in Indonesia.
The average level of social and environmental disclosure is at 42,11% and there is significant gap of the level of social and environmental disclosure between listed public entities and non-listed public entities. In accordance to the purpose of the study, the result of multiple regression shows that corporate governance affects the level of social and environmental disclosure through the variable proportion of independent commissioners. Other variables, the number of board meetings, the proportion of independent audit committee members and the experience of president commissioner are not good predictors for level of social and environmental disclosure. Keywords: corporate governance, social and environmental disclosure, Indonesian State-Owned Enterprises, Global Reporting Initiative (GRI)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama ini menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika dari
penulisan penelitian ini.
A. Latar Belakang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran corporate governance dalam
pengungkapan sosial dan lingkungan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Corporate governance
direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan
komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi anggota komite audit
independen. Penelitian ini juga menganalisis perbedaan tingkat pengungkapan sosial
dan lingkungan pada BUMN yang listing dan non-listing di BEI.
Selama lebih dari 30 tahun, pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan
menjadi isu yang menarik bagi para peneliti (Hackston dan Milne, 1996; Hossain,
Islam, dan Andrew, 2006). Perhatian atas isu tentang polusi, penyusutan sumber daya
alam, limbah pabrik, mutu serta keamanan produk, dan hak serta status karyawan
mengalami peningkatan (Gray, Owen, dan Maunders, 1987).
Di Indonesia, masyarakat semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial
terhadap dunia usaha semenjak keruntuhan rezim Orde Baru (Daniri, 2008).
Masyarakat menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
semakin bertanggungjawab dengan tidak hanya mencari keuntungan semata,
melainkan mereka pun diminta untuk memberikan kontribusi positif melalui
tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah basis teori tentang perlunya
sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat di sekitar
perusahaan (Daniri, 2008). Menurut Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2007 Pasal
1 Ayat 3 menyebutkan:
“Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Sejalan dengan bunyi UU di atas, tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
satu bentuk tindakan yang berangkat dari komitmen dan pertimbangan etis
perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi yang bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya serta sekaligus
peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas
(Febriyanti, 2010).
Skandal perusahaan besar seperti Ahold, Worldcom, Enron, dan Parmalat
memicu pengembangan konsep tentang corporate governance sebagai isu yang
penting dalam menjalankan bisnis perusahaan (Kolk dan Pinkse, 2008).
Perkembangan yang terus-menerus atas corporate governance tersebut
mempengaruhi pula terhadap konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan. Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) menyatakan bahwa konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
corporate governance dan tanggung jawab sosial dapat dilakukan bersama-sama di
dalam perusahaan. Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008: 5) menyatakan,
“…improving the expenditure of CSR to a higher level compared with maximizing the values of the company. They do those things because they want to obtain the benefit of CSR. Good rating of CSR can improve the company’s reputation, so that it can satisfy the employees, community, environment, and care about the society.”
Berdasarkan hal tersebut, keputusan manajemen perusahaan dapat berpengaruh
terhadap stakeholders, seperti karyawan, pelanggan, dan komunitas di sekitar
perusahaan berdiri. Untuk mengimbangi praktik tanggung jawab sosial tersebut,
dibutuhkan praktik corporate governance yang sehat.
Di Indonesia, adanya catatan buruk tentang BUMN antara lain disebabkan oleh
penerapan kaidah tata kelola perusahaan yang tidak baik (Bappenas, 2008). Berita
tentang 50 BUMN1 yang berperingkat buruk dalam PROPER (Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan) yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup,
menunjukkan bahwa kinerja lingkungan BUMN masih rendah (Kompas, 2009).
Buruknya kondisi BUMN mengindikasikan prinsip tata kelola perusahaan belum
diimplementasikan dengan baik. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, salah satu
sasaran dalam peningkatan pengelolaan BUMN adalah dengan meningkatkan
pelaksanaan tata kelola yang benar pada BUMN (Cahyaningrum, 2009).
Berkaitan dengan pengungkapan sosial dan lingkungan, Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL) adalah bentuk tanggung jawab sosial (Corporate
1 10 BUMN berperingkat hitam, 9 BUMN berperingkat merah minus, dan 31 BUMN berperingkat merah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Social Responsibility) milik BUMN (Suharto, 2008). BUMN mempunyai peran untuk
memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah,
koperasi, dan masyarakat. Peraturan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan
untuk BUMN yang lebih terperinci adalah UU No. 19 Tahun 2003. UU ini kemudian
dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri (Permen) Negara BUMN No. Per-
05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan
dan pengungkapan praktik sosial dan lingkungan. Pengungkapan sosial dan
lingkungan dalam laporan tahunan menjadi penting karena dapat mengurangi asimetri
informasi yang menyebabkan kerugian bagi stakeholders. BUMN memiliki
stakeholders yang lebih banyak daripada perusahaan yang bukan BUMN, seperti
pengusaha kecil dan menengah, koperasi, dan masyarakat. Kualitas laporan
perusahaan dan pengungkapannya menjadi penting dan berarti bagi manajemen
sebagai sarana untuk mengkomunikasikan kemampuan corporate governance dan
kinerja perusahaan kepada stakeholders (Healy dan Palepu, 2001). Komunikasi
menjadi penting karena dapat meminimalisasi dan mengantisipasi benturan
kepentingan antara BUMN dengan stakeholders (Cahyaningrum, 2009).
Schuster dan O’Connel (2006) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis
pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar
yang ada. Pertama, pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah
pengungkapan informasi yang diharuskan untuk disampaikan oleh peraturan yang
berlaku. Kedua, pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
yang melebihi dari apa yang diwajibkan oleh standar, seperti pengungkapan sosial
dan lingkungan.
Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan umumnya masih bersifat
sukarela di Amerika Serikat dan sebagian besar negara Eropa, namun Perancis dan
Spanyol telah mewajibkan perusahaan untuk menerbitkan laporan praktik sosial dan
lingkungan (Tschopp, 2005). Di Indonesia, regulasi mengenai praktik sosial dan
lingkungan BUMN diatur di UU No. 19 Tahun 2003 dan pelaporan PKBL diatur di
dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007. Pasal 9 ayat 1 dan
ayat 2 Permen BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari
penyisihan laba bersih perusahaan sebesar dua (2) persen yang dapat digunakan untuk
Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan (PKBL). Pasal 22 ayat 1 menyebutkan,
“Direksi BUMN Pembina wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL kepada Menteri/Pemegang Saham dengan tembusan kepada Komisaris/Dewan Pengawas, sebagai berikut :
a. Laporan Triwulanan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan;
b. Laporan Tahunan termasuk laporan keuangan (audited) paling lambat 5 (lima) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.”
Pasal tersebut menjelaskan bahwa BUMN wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan PKBL kepada menteri dan pemegang saham. Dengan kata lain,
pengungkapan PKBL yang dianggap sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial oleh
BUMN di Indonesia merupakan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) bagi
BUMN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Ketentuan mengenai peraturan pengungkapan sosial dan lingkungan oleh
perusahaan di Indonesia diperkuat dengan berlakunya Undang-undang No. 40 Tahun
2007 Pasal 66 (2) yang mengatur bahwa laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial
dan lingkungan harus termuat di dalam laporan tahunan perseroan terbatas (PT) yang
bidang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
Haniffa dan Cooke (2005) mengungkapkan terdapat hubungan positif antara
corporate governance yang direpresentasikan dewan komisaris yang didominasi oleh
pribumi dan executive directors dengan pengungkapan sosial dan lingkungan
perusahaan. Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menguji hubungan antara
karakteristik corporate governance terhadap tingkat pengungkapan sosial dan
lingkungan perusahaan publik di Malaysia. Hasil penelitian menemukan bahwa
keberadaan komite audit berhubungan positif dengan pengungkapan sosial dan
lingkungan perusahaan. Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) meneliti pengaruh
corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan
publik di Indonesia dan menghasilkan bukti bahwa proporsi komisaris independen
berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
Penelitian terkait kinerja tanggung jawab sosial pada BUMN dan perusahaan publik
dilakukan oleh Fauzi, Rahman, Hussain, dan Priyanto (2008). Penelitian tersebut
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kinerja sosial dan lingkungan dengan
kinerja keuangan perusahaan. Di Indonesia, penelitian terkait pengaruh corporate
governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan pada BUMN belum
pernah dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance dalam
pengungkapan sosial dan lingkungan pada Badan Usaha Milik Negara. Corporate
governance direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat
dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit
independen. Variabel tersebut dipilih karena merupakan elemen penting dalam
terlaksananya corporate governance yang baik.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun 2001 menyatakan
bahwa corporate governance bertujuan menciptakan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan. Menurut Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia
(2006), terdapat lima prinsip dasar dalam penerapan corporate governance. yaitu
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas
(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Peran
penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada dewan komisaris
yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja BUMN serta sebagai penasihat
direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate covernance
yang baik (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Variabel proporsi komisaris independen sering digunakan untuk menguji
pengaruh corporate governace terhadap tingkat pengungkapan karena keefektifan
peran pengawasan oleh dewan komisaris didukung oleh keberadaan komisaris
independen dalam proporsi dewan komisaris (Permatasari, 2009). Penelitian
Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008) menyatakan bahwa proporsi komisaris
independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
perusahaan. Tugas dewan komisaris dalam memonitor kinerja manajemen dapat
dilihat dari jumlah rapat dewan komisaris, semakin banyak jumlah rapat dewan
komisaris, semakin meningkatkan kinerja perusahaan (Karamanou dan Vafeas, 2005).
Variabel pengalaman komisaris utama digunakan dalam penelitian ini karena
pengalaman komisaris utama dapat berpengaruh atas peningkatan nilai perusahaan
dan kinerja perusahaan (Artha, 2010). Komisaris utama yang memiliki pengalaman
kerja, dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugasnya (Martoyo, 2002).
Seorang komisaris utama lebih baik jika mempunyai pengalaman kerja, sehingga
dapat meningkatkan nilai perusahaan, seperti melakukan peningkatan kualitas dalam
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya, berdasarkan Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. Kep-103/MBU/2002, dapat
membentuk komite audit untuk membantu melaksanakan tugas dewan komisaris dan
bekerja secara kolektif. Komite audit adalah salah satu komponen yang mendukung
terlaksananya corporate governance yang baik di perusahaan (FCGI, 2001). Sejalan
dengan hal tersebut, Ho dan Wong (2001) menyatakan bahwa dengan adanya komite
audit, perusahaan dapat lebih meningkatkan kualitas pelaporannya, sehingga
pengungkapan dalam laporan tahunan dapat diperluas sesuai dengan aktivitas
perusahaan sesungguhnya. Semakin independen komite audit, diharapkan dapat
memperbaiki internal control sehingga meningkatkan kualitas pengungkapan sosial
dan lingkungan perusahaan (Said, Zainuddin, dan Haron, 2009). Hasil penelitian
Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menyatakan bahwa semakin besar proporsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
anggota independen dalam komite audit, semakin tinggi tingkat pengungkapan sosial
dan lingkungan.
Penelitian ini penting dilakukan karena beberapa hal, pertama karena BUMN
mempunyai tujuan untuk turut aktif dalam memberikan bimbingan dan bantuan
kepada masyarakat dan lingkungan sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial.
Alasan kedua adalah karena BUMN memiliki bidang usaha yang luas, menyerap
tenaga kerja yang banyak, dan memiliki aset yang besar sehingga keberhasilan
pengelolaan BUMN berarti bagi negara. Penelitian ini pun melihat bahwa
pengembangan tata kelola BUMN belum menyentuh kepada substansi governance
dalam struktur dan mekanismenya, sehingga permasalahan BUMN belum
terselesaikan, misalnya tidak efisien, berdaya saing rendah, dan belum professional
(Syakhroza, 2005). Penelitian ini pun bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing
maupun yang non-listing di BEI. Alasan yang terakhir adalah penelitian mengenai
peran corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan di BUMN
yang listing dan non-listing di BEI belum pernah dilakukan di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti melakukan penelitian2 dengan judul
“Peran Corporate Governance dalam Pengungkapan Sosial dan Lingkungan:
Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”.
2 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), pengaruh merupakan daya yang timbul dari seseorang, sedangkan peran merupakan sesuatu yang diharapkan dimiliki seseorang. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kata peran digunakan untuk merepresentasikan kata pengaruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, sehingga yang menjadi
pokok permasalahan adalah:
1. Apakah corporate governance mempengaruhi pengungkapan sosial dan
lingkungan?
2. Apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara
perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah implementasi corporate governance berpengaruh
terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan
antara perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek
Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap berbagai
pihak di bawah ini:
1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi
khususnya mengenai penerapan corporate governance terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Bagi investor, dapat membantu memberikan gambaran mengenai
pengungkapan sosial dan lingkungan BUMN dengan melihat penerapan
corporate governance sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang
tepat.
3. Bagi perusahaan, dapat membantu memberikan gambaran tentang kinerja
sosial dan lingkungan BUMN, dalam hal ini penerapan corporate governance,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
keputusan di masa mendatang dan memberikan wacana tentang pentingnya
pengungkapan sosial dalam laporan tahunan untuk mencapai competitive
advantage di dunia bisnis.
4. Bagi akademisi, bisa dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya
disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur
terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen
dengan variabel dependen; kerangka konseptual;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pengembangan hipotesis.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan
teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan
data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode
analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian
hipotesis.
BAB IV : Analisis Data
Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian
hipotesis dan pembahasan hasil analisis.
BAB V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti
berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai
keterbatasan penelitian, dan memberikan saran bagi pihak yang
terkait, serta rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setelah membahas pendahuluan di Bab I. Pada Bab II ini menjelaskan
mengenai tinjauan pustaka, kaitan corporate governance dengan pengungkapan sosial
dan lingkungan perusahaan, kerangka konseptual, dan pengembangan hipotesis dalam
penelitian ini.
A. Telaah Literatur
Tinjauan pustaka ini menjelaskan literatur yang mendasari komponen maupun
variabel penelitian.
1. Laporan Tahunan dan Pengungkapan
Laporan tahunan digunakan oleh perusahaan dalam menyampaikan informasi
financial maupun non-financial seperti pengungkapan sosial dan lingkungan kepada
stakeholders (Barako, 2007). Laporan tahunan tersebut dapat meyakinkan
stakeholders bahwa pengelolaan perusahaan dikontrol dengan baik oleh pihak
manajemen (Jaswadi dan Purnomo, 2006).
Definisi mengenai pengungkapan menurut Na’im dan Rakhman (2002) adalah
pengungkapan dalam arti sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi
(the release of information). Informasi yang dikeluarkan perusahaan yaitu informasi
financial dan non-financial perusahaan, pengungkapan non-financial antara lain
adalah pengungkapan tentang praktik sosial dan lingkungan perusahaan yang dapat
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dibuat dalam laporan tahunan maupun laporan pengungkapan yang terpisah (Guthrie
dan Matthews, 1990). Hal tersebut sejalan dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf Kesembilan yang menyatakan:
”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Barako (2007) menyatakan bahwa laporan tahunan menjadi topik yang menarik
karena praktik pengungkapan termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan di
dalam laporan tahunan berhubungan dengan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan
stakeholders.
Laporan tahunan berhubungan dengan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan
stakeholders karena tujuan laporan tahunan antara lain adalah memberikan informasi
yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi dan kredit, menjelaskan
sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahannya
(Jaswadi dan Purnomo, 2006).
Schuster dan O’Connel (2006) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis
pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar.
Pertama, pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan
informasi yang diharuskan untuk disampaikan oleh peraturan yang berlaku. Kedua,
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang melebihi
dari apa yang diwajibkan oleh standar, seperti pengungkapan tanggung jawab sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
perusahaan dalam praktik sosial dan lingkungan. Madhani (2007) menyatakan bahwa
manfaat pengungkapan sukarela yang paling utama adalah dalam peningkatan
kredibilitas perusahaan. Pada saat perusahaan mempunyai kredibilitas, pemegang
pemegang saham dapat mendukung kebijakannya, bahkan saat kebijakan tersebut
menyebabkan berkurangnya laba perusahaan dalam jangka pendek.
Pengungkapan sosial dan lingkungan, sebagai salah satu bentuk pengungkapan
yang dapat membuat perusahaan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
perusahaan terkait dengan kinerja sosial dan lingkungan. Self-assesment melalui
pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan alat pembelajaran organisasi yang
dapat menyebabkan perubahan dinamis yang pada akhirnya diharapkan mampu
meningkatkan kinerja perusahaan (Utama, 2007).
2. Pengungkapan Sosial dan Lingkungan
Keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan dapat digunakan untuk
memperoleh value added bagi perusahaan, meningkatkan kredibilitas perusahaan,
serta mampu meraih kepercayaan stakeholders (Rahayu, 2008; Madhani, 2007).
Keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan berhubungan dengan kredibilitas
perusahaan dan kepercayaan stakeholders karena tujuan pengungkapan tersebut
adalah untuk membantu stakeholders dalam memperoleh gambaran umum serta dapat
mengevaluasi kinerja perusahaan terkait dengan ekonomi, lingkungan hidup, dan
sosial (Utama, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Mathews (1997:483) mendefinisikan pengungkapan sosial dan lingkungan
sebagai berikut:
“Voluntary disclosures of information, both qualitative and quantitative made by organizations to inform or influence a range of audiences. The quantitative disclosures may be in financial or non-financial terms.”
Berdasarkan definisi tersebut, pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan
pengungkapan informasi sukarela, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang
dibuat oleh organisasi untuk menginformasikan aktivitasnya (Nurdin dan Cahyandito,
2006). Global Reporting Initiative (2006) pun menyebutkan bahwa sebaiknya laporan
tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak hanya mengungkapkan praktik sosial dan
lingkungan perusahaan secara kualitatif tetapi juga berusaha mengkuantifikasi secara
keseluruhan atas dampak sosial dan lingkungan atas kegiatan perusahaan. Implikasi
dari pernyataan tersebut adalah bahwa sistem akuntansi perusahaan sebaiknya tidak
hanya mencatat pendapatan dan biaya perusahaan semata, tetapi juga mengestimasi
manfaat sosial (social benefit) dan biaya sosial (social cost) dari berbagai kegiatan
perusahaan, termasuk yang terkait dengan praktik sosial dan lingkungan perusahaan
(Utama, 2007).
Chambers (2008) mengidentifikasi pengungkapan sosial dan lingkungan
meliputi keterlibatan komunitas dan lingkungan, proses produksi dan hubungan yang
bertanggungjawab sosial terhadap karyawan. Pengungkapan sosial dan lingkungan
perusahaan dapat dijelaskan sebagai bagian dari informasi financial dan non-financial
yang berhubungan dengan interaksi perusahaan dengan lingkungan, yang dituangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
ke dalam laporan tahunan atau di dalam laporan sosial dan lingkungan yang terpisah
(Hackston dan Milne, 1996).
Menurut Gray, Owen, dan Adams (1996), pengungkapan sosial dan lingkungan
perusahaan dapat diungkapkan melalui bermacam-macam media (laporan tahunan,
iklan, booklets, brosur, dan press releases), namun laporan tahunan tetap menjadi
yang sering digunakan dalam penelitian untuk menganalisis pengungkapan sosial dan
lingkungan seperti yang disebutkan oleh Kuasirikun (2004:635):
“…annual reports remain the most extensively used document in the analysis of corporate social reporting due (arguably) to their credibility, usefulness to various stakeholders, regularity, accessibility and completeness in terms of the company’s communication on social issues.”
Pengungkapan (disclosure) sosial dan lingkungan merupakan sebuah wujud
dari pertanggungjawaban sosial perusahaan (Hadi, 2006), sedangkan definisikan
pertanggungjawaban sosial atau corporate social responsibility (CSR) itu sendiri
menurut Robins (2005) adalah:
“CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and stakeholder relations on a voluntary basis; it is about managing companies in a socially responsible manner.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial adalah
konsep yang tindakan etis perusahaan yang mengintegrasi perhatian sosial dan
lingkungan secara sukarela ke dalam operasi bisnis perusahaan dan memperhatikan
kepentingan stakeholders dengan harapan memberikan manfaat atau kesejahteraan
bagi masyarakat (Said, Zainuddin, dan Haron, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai peraturan yang mewajibkan
tanggung jawab sosial yang berbentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) yang diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 19 Tahun 2003, dimana
pasal 2 ayat 1 huruf e, menyebutkan bahwa:
“Salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.”
Pasal 88 ayat 1 menyebutkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba
bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil atau koperasi serta pembinaan
masyarakat sekitar BUMN. UU tersebut mewajibkan semua BUMN untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial dalam bentuk PKBL.
Peraturan Menteri (Permen) Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 merupakan
peraturan praktik sosial dan lingkungan yang lebih terperinci dan merupakan
penjabaran dari UU No. 19 Tahun 2003, karena mengatur besaran dana (pasal 9),
tatacara pelaksanaan praktik sosial dan lingkungan BUMN, dan laporan pelaksanaan
PKBL (Pasal 21).
Melalui UU No. 19 Tahun 2003 dan Permen Negara BUMN No. Per-
05/MBU/2007, mewajibkan BUMN untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) serta
mewajibkan menyampaikan laporan praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan
tersebut.
Di berbagai perdebatan tentang Ke-CSR-an PKBL yang dilakukan oleh
BUMN, Lingkar Studi CSR (2007) menganggap bahwa PKBL bukanlah CSR, karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
CSR haruslah berada di luar regulasi. Menurut pandangan Suharto (2008), kalau CSR
bersifat wajib, singkatannya harus diubah menjadi Corporate Social Obligation
(CSO), karena kata “responsibility” merupakan tindakan yang bersifat sukarela.
Dahlsrud (2006) menyatakan bahwa berbagai definisi CSR secara konsisten
menunjukkan unsur sukarela (voluntary), yang berarti sebuah perusahaan
menjalankan terlebih dahulu seluruh ketentuan dalam peraturan legal, kemudian
menambahkan dengan hal yang melampaui apa yang diatur (beyond compliance).
Tabel 2.1 Perbandingan PKBL dengan CSR
PKBL CSR
Sifat Wajib Sukarela Sasaran Pemangku kepentingan eksternal
saja: pengusaha kecil (dalam Kemitraan) dan masyarakat setempat (dalam Bina Lingkungan)
Pemangku kepentingan internal (pemegang saham, karyawan dan keluarganya, dan lain-lain); eksternal (masyarakat, media massa, pemerintah, organisasi masyarakat, dan lain-lain)
Sumber dana After profit Before profit Pelaksanaan Tidak diwajibkan melakukan
minimalisasi dampak negatif terlebih dahulu
Mengupayakan terlebih dahulu minimalisasi dampak negatif, kemudian baru melakukan maksimalisasi dampak positif
Sumber: Lingkar Studi CSR (2007)
Berdasarkan Tabel 2.1 terdapat perbedaan yang membuktikan bahwa PKBL
milik BUMN masih belum bisa dianggap sebagai CSR yang sesungguhnya. PKBL
tidak mewajibkan perusahaan untuk terlebih dahulu meminimumkan dampak
negatifnya, PKBL tidak mengurus para pemangku kepentingan internalnya, PKBL
tidak mengandung voluntarisme untuk melampaui regulasi, dan PKBL juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
merupakan pengeluaran yang disandarkan atas keuntungan dan bukan dipandang
sebagai investasi oleh perusahaan (Lingkar Studi CSR, 2007).
Tabel 2.2 Indikator GRI (2006) dan Regulasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
di Indonesia Indikator GRI Regulasi di Indonesia
Indikator Lingkungan 1. UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 2. UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air 3. UU RI No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara 4. UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
5. PP RI No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
6. PP RI No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
Indikator Sosial Aspek Tanggung Jawab Produk
UU RI No. 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen
Aspek Praktik Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak
UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Aspek Hak Asasi Manusia 1. UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
2. UU RI No. 11 Tahun 2005 tentang Kovenan ECOSOC
Aspek Masyarakat UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sumber: GRI (2006) dan www.csrindonesia.com (2010).
Di Indonesia, ketentuan mengenai kewajiban praktik tanggung jawab sosial dan
lingkungan dapat ditemukan dalam Undang-undang (UU) maupun Peraturan
Pemerintah (PP) yang kemudian dalam penelitian ini dibandingkan dengan indikator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sosial dan lingkungan dari GRI (2006). Perbandingan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Berdasarkan Tabel 2.2, aspek sosial dan lingkungan dari GRI sejalan dengan
peraturan di Indonesia, yaitu:
1. Aspek lingkungan 2. Aspek sosial: tanggung jawab produk, praktik tenaga kerja dan
pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, dan masyarakat.
Aspek sosial dan lingkungan yang dipakai mengacu pada Sustainability
Reporting Guidelines tahun 2006 (G3) yang dikeluarkan oleh Global Reporting
Initiative (GRI). Guidelines dari GRI dipilih karena semakin banyak perusahaan di
dunia yang menggunakan GRI (Ballou, Heitger, dan Landes, 2006) dan per 15
Desember 2010 jumlahnya mencapai hampir 2537 perusahaan di lebih dari 60 negara
(GRI Report List, 2010). Di Indonesia terdapat enam BUMN yang sudah menerapkan
G3, yaitu PT Antam Tbk, PT TB Bukit Asam Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT PGN Tbk,
PT Telkom Tbk, dan PT Timah Tbk. Pemilihan tahun sampel (tahun 2007-2009)
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengungkapan sosial dan
lingkungan pada BUMN sejak dikeluarkannya edisi terbaru guidelines untuk
sustainability reporting dari GRI pada tahun 2006.
Peraturan Menteri Negara BUMN No. Kep-5/MBU/2007 merupakan landasan
utama yang mengatur pelaksanaan pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan bagi BUMN di Indonesia. Kementerian Negara BUMN merupakan
lembaga yang bertugas mengatur dan mengawasi BUMN di Indonesia, oleh karena
itu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara BUMN harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dipatuhi dan dilaksanakan oleh BUMN di Indonesia. Bagi BUMN yang berbentuk PT
harus mematuhi dan melaksanakan UU RI No. 40 Tahun 2007 yang mengatur
kewajiban perseroan untuk melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan. Terdapat
pula Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. Kep-13BL/2006 yang mengatur
kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi BUMN yang sudah go public di Bursa
Efek Indonesia. Peraturan tersebut memuat ketentuan mengenai pengungkapan
praktik dan biaya yang dikeluarkan perusahaan yang berkaitan dengan tanggung
jawab sosial dan lingkungan perusahaan di dalam laporan tahunan.
Di Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) belum mewajibkan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan hidup (Suhardjanto, 2008).
SAK merupakan standar yang mengatur pelaporan keuangan, namun belum ada
standar yang mengatur pelaporan yang sifatnya non-keuangan (Hasyir, 2009). Tidak
adanya standar mengenai item kinerja apa saja yang digunakan sebagai dasar
pengukuran tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dikarenakan
belum adanya regulasi yang baku mengenai aspek sosial dan lingkungan apa saja
yang harus diungkapkan oleh perusahaan di Indonesia (Utama, 2007).
Dalam peraturan yang ada tidak dijelaskan secara spesifik mengenai item apa
saja yang harus diungkapkan. Hal tersebut menjadikan penafsiran yang berbeda antar
satu BUMN dengan BUMN lainnya mengenai item apa saja yang harus diungkapkan
dalam laporan tahunan. Berdasarkan hal tersebut, item pengungkapan sosial dan
lingkungan dalam penelitian ini menggunakan item Sustainability Reporting
Guidelines dari GRI yang dikeluarkan pada tahun 2006.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Supaya pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan mencukupi
kebutuhan informasi para stakeholders dan sesuai dengan peraturan yang ada,
diperlukan adanya perbaikan praktik corporate governance. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Cooper dan Owen (2007) yang menyatakan bahwa pengungkapan
saja tidaklah cukup untuk tercapainya akuntabilitas, pengungkapan tersebut perlu
didukung oleh governance yang dapat mendorong perusahaan untuk melaksanakan
dan melaporkan praktik sosial dan lingkungan perusahaan secara obyektif.
3. Sustainability Reporting Guidelines
Penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan saat ini
berkembang pesat di Indonesia adalah sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek
lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai
bagian dari pengelolaan risiko usaha menuju sustainability (keberlanjutan) dari
kegiatan usahanya (Daniri, 2007). Sejalan dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat dan perusahaan atas pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan, kebutuhan terhadap standar pelaporan yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam membuat laporan pun meningkat, namun hingga kini belum ada
kesepakatan standar mana yang dapat diberlakukan secara global sehingga terdapat
variasi dalam pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Utama, 2007).
Beberapa item pelaporan sosial dan lingkungan yang dikembangkan oleh
peneliti sebelumnya antara lain adalah Guidelines Reporting Initiative (GRI) yang
digunakan oleh Bhattacharyya (2008) di India dan Suhardjanto, Tower, dan Brown
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(2008) di Indonesia. Domini Social Index dan Jantzi Sosial Index digunakan di dalam
penelitian Fauzi, Mahoney, dan Rahman (2007).
GRI memfokuskan pengungkapan pada kinerja ekonomi, sosial, dan
lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan pemanfaatan
sustainability reporting (Utama, 2007). Standar pengungkapan dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu strategi, profil pendekatan manajemen, dan indikator kinerja. Indikator
kinerja dibagi menjadi tiga komponen, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial
yang mencakup hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan dan lingkungan kerja,
tanggung jawab produk, dan hubungan dengan masyarakat.
Di dalam penelitian ini, indikator kinerja yang digunakan adalah dua dari tiga
komponen G3, yaitu kinerja sosial dan kinerja lingkungan hidup. Dua indikator
kinerja tersebut dipakai karena penelitian ini menganalisis pengungkapan sosial dan
lingkungan pada BUMN. Global Reporting Initiative (2006) merekomendasikan
beberapa aspek lingkungan dan sosial yang selayaknya diungkapkan dalam laporan
tahunan, yaitu terdapat sembilan aspek lingkungan dan 22 aspek sosial. 31 aspek
tersebut yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat pengungkapan sosial dan
lingkungan dalam laporan tahunan BUMN. Aspek indikator kinerja sosial dan
lingkungan yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tabel 2.3 Daftar Aspek Kinerja Sosial dan Lingkungan
Global Reporting Initiative 2006
Aspek Indikator Kinerja Lingkungan 6- Pekerjaan
1- Material 7- Tenaga kerja atau Hubungan Manajemen
2- Energi 8- Kesehatan dan Keselamatan Jabatan
3- Air 9- Pelatihan dan Pendidikan
4- Keanekaragaman Hayati 10- Keberagaman dan Kesempatan Setara
5- Emisi, Efluen dan Limbah 11- (Praktik) Investasi dan Pengadaan
6- Produk dan Jasa 12- Non-diskriminasi
7- Kepatuhan 13- Kebebasan Berserikat dan Perjanjian Bersama
8- Pengangkutan atau Transportasi 14- Pekerja Anak
9- Menyeluruh 15- Kerja Paksa dan Kerja Wajib
16- Praktek Pengamanan
Aspek Indikator Kinerja Sosial 17- Hak Penduduk Asli
1- Kesehatan dan Keamanan Pelanggan 18- Komunitas
2- Pemasangan Label bagi Produk dan Jasa 19- Korupsi
3- Komunikasi Pemasaran 20- Kebijakan Publik
4- Keleluasaan Pribadi (privacy) Pelanggan 21- Kelakuan Tidak Bersaing
5- Kepatuhan Penggunaan Produk dan Jasa 22- Kepatuhan Hukum dan Peraturan
4. Corporate Governance
Salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan berbagai
negara Asia pada tahun 1997 adalah buruknya pelaksanaan corporate governance di
hampir semua perusahaan yang ada saat itu, baik state-owned enterprises maupun
perusahaan swasta (Baird, 2000). Buruknya pelaksanaan corporate governance,
mengakibatkan penurunan tingkat kepercayaan investor, sehingga investor lebih
memilih untuk menanamkan modalnya di negara yang mempunyai aplikasi corporate
governance yang lebih baik (Maksum, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
FCGI (2001) menyatakan bahwa corporate governance adalah seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan,
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang saham intern dan eksteren
lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka.
Forum for Corporate Governace in Indonesia (2000: 1) mendefinisikan
corporate governance sebagai:
"Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan."
Tujuan corporate governance pada intinya adalah menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam praktiknya corporate governance
berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi,
hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan
beberapa versi yang menyangkut prinsip corporate governance, namun pada
dasarnya mempunyai banyak kesamaan (Arifin, 2005).
Menurut Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (2006), terdapat
lima prinsip dasar dalam penerapan corporate governance. Prinsip tersebut
digunakan untuk mengukur seberapa jauh corporate governance diterapkan di dalam
perusahaan. Penjelasan kelima prinsip dasar menurut KNKG (2006) adalah:
a. Transparansi (transparency). Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan
kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor
tergantung atas kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas,
akurat, tepat waktu, dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang
sama. Dengan kata lain prinsip transparansi ini menghendaki adanya
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki
perusahaan.
b. Akuntabilitas (accountability). Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan
adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan
yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan
komisaris, direksi independen, dan komite audit. Praktik-praktik yang
diharapkan muncul dalam menerapkan akuntabilitas diantaranya
pemberdayaan dewan komisaris untuk melakukan monitoring, evaluasi, dan
pengendalian terhadap manajemen guna memberikan jaminan perlindungan
kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran
direksi.
c. Responsibilitas (responsibility). Responsibilitas diartikan sebagai tanggung
jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan
dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan
sosial. Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk
mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang
saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
d. Independensi (Independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas
corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness). Prinsip kewajaran menekankan pada
adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham
minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta
investor lainnya.
Li dan Qi (2008) menyatakan bahwa corporate governance dapat memberikan
jaminan kualitas terhadap informasi akuntansi yang diungkapkan. Corporate
governance yang baik dapat menguatkan kontrol internal perusahaan dan dapat
mengurangi perilaku oportunis manajemen dan mengurangi asimetri informasi.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa
manajer mampu memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak
berkeinginan mencuri, menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek yang
tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang ditanamkan oleh investor dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Shleifer dan
Vishny, 1997).
FCGI (2001) menjelaskan bahwa di Indonesia yang sebagian besar hukumnya
berasal dari Belanda, civil law menjadikan setiap PT memiliki dua dewan (two tiers
system), yaitu dewan komisaris dan dewan direksi sehingga terdapat pembagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
wewenang pengelolaan (dewan direksi) dan pengawasan (dewan komisaris)
perusahaan (Maksum, 2005).
Definisi dewan komisaris menurut UUPT No. 40 tahun 2007 adalah organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Peran penting dalam
melaksanakan corporate governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi
sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta sebagai penasihat direksi dalam
memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate covernance yang baik
(KNKG, 2006). Dewan komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris
non-independen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari
pihak terafiliasi (KNKG, 2006).
Peraturan Menteri BUMN No. 5 tahun 2006 pasal 3 yang mengatur tugas
komite audit mengenai perannya dalam membantu komisaris untuk memastikan
efektivitas sistem pengendalian internal. Komite audit juga membantu untuk
memastikan akuntansi keuangan dan sistem pengendali bekerja dengan baik sehingga
pembentukan komite audit dimaksudkan untuk menyediakan sebuah kemudahan
untuk auditor eksternal perusahaan untuk mengkomunikasikan hasil audit mereka
(Nasir dan Abdullah, 2005). Ho dan Wong (2001) menyatakan bahwa komite audit
independen berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Kaitan Corporate Governance dengan Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan
Salah satu tujuan perusahaan mengeluarkan pelaporan praktik sosial dan
lingkungan adalah untuk mendapatkan citra positif dari masyarakat, sehingga
perusahaan dimungkinkan hanya mengungkapkan informasi yang positif mengenai
perusahaan (Hartanti, 2003). Tujuan demi citra positif semata dapat mengakibatkan
berkurangnya kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan karena laporan tersebut
tidak menggambarkan kegiatan perusahaan yang sebenarnya (Utama, 2007). Menurut
Said, Zainuddin, dan Haron (2009), diperlukan mekanisme corporate governance
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan
lingkungan perusahaan. Prinsip responsibilitas menyatakan bahwa perusahaan harus
mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan (KNKG, 2006), sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang. Hal tersebut sejalan dengan teori
stakeholders dimana tujuan perusahaan tidak hanya untuk memaksimumkan
kekayaan pemegang saham, namun juga memikirkan kepentingan pemangku
kepentingan yang lain (Gray, Owen, dan Adams, 1996). Prinsip transparansi pun
dapat meningkatkan kualitas pengungkapan karena keterbukaan dalam
mengemukakan informasi yang material dan relevan mengenai perusahaan, dapat
menyebabkan laporan praktik sosial dan lingkungan mudah dipahami oleh semua
pemangku kepentingan (Utama, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Corporate governance yang dijalankan dengan benar dapat berpengaruh
terhadap pelaporan perusahaan (Eng dan Mak, 2003), termasuk pengungkapan sosial
dan lingkungan sehingga diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi antara
perusahaan dan stakeholders. Ettredge, Johnstone, Stone, dan Wang (2010)
menemukan bukti bahwa kualitas corporate governance memiliki hubungan positif
dengan kepatuhan pengungkapan.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), dewan komisaris
bertugas mengawasi tindakan direksi dan memberikan nasehat kepada direksi dan
memantau efektifitas praktik corporate governance yang diterapkan perusahaan.
Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan efektifitas
corporate governance karena komisaris independen dituntut untuk lebih
mengutamakan kepentingan seluruh stakeholders (Utama, 2007). Ettredge,
Johnstone, Stone, dan Wang (2010) menyatakan bahwa komisaris independen
berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan. Menurut Keputusan
Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, dewan komisaris wajib
menyelenggarakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan.
Dalam keadaan perusahaan yang membutuhkan kontrol yang ketat, dewan komisaris
seharusnya meningkatkan frekuensi rapatnya (Khanchel, 2007). Peningkatan
frekuensi rapat dewan komisaris dapat membenahi kinerja perusahaan yang buruk
dengan lebih cepat (Vafeas, 1999). Berdasarkan hal tersebut, semakin banyak rapat
yang dilakukan oleh dewan komisaris, semakin mendorong perbaikan kualitas
pengungkapan perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Variabel lain yang dapat digunakan untuk menguji pengaruh corporate
governance terhadap pengungkapan adalah pengalaman komisaris utama karena
dengan pandangan dan pengalaman yang luas, seperti memiliki pemahaman di bidang
sosial, budaya, dan lingkungan, komisaris utama dapat mengembangkan
pengungkapan tanggung jawab sosial di perusahaannya (Utama, 2007). Diharapkan
dengan pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan komisaris utama dapat
meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
Menurut Keputusan Menteri (Kepmen) BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002,
komite audit adalah komite yang bekerja secara kolektif dengan dewan komisaris dan
berfungsi membantu komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit bertugas
untuk memastikan bahwa terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap
informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala,
forecast, dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang
saham. Dalam pasal 4 ayat 1 Kepmen BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002, komite
audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga anggota, terdiri satu anggota dewan
komisaris dan dua orang ahli yang bukan pegawai BUMN yang bersangkutan. Salah
satu dari anggota tersebut merupakan anggota dewan komisaris yang sekaligus
merangkap sebagai ketua. Anggota independen komite audit tidak terafiliasi dengan
perusahaan dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari (FCGI, 2001) sehingga
kemandiriannya dalam membantu dewan komisaris dapat dipercaya. Keberadaan
anggota komite audit independen, mempunyai pengaruh yang sama seperti komisaris
independen dalam mendorong peningkatan kualitas pengungkapan (Cheng dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Courtenay, 2006). Keberadaan anggota independen komite audit dapat
mempengaruhi secara positif terhadap kualitas pengungkapan yang dilakukan oleh
perusahaan (Ho dan Wong, 2001).
Di dalam penelitian Ho dan Wong (2001) menjelaskan bahwa corporate
governance diperkenalkan untuk memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai
dengan tujuan perusahaan. Praktik yang baik atas corporate governance dapat
meningkatkan kualitas pengungkapan di laporan tahunan (Ho dan Wong, 2001).
C. Skema Konsep Penelitian
Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan masing-masing variabel:
Variabel Dependen Variabel Independen
H1 (+) 1. Proporsi komisaris independen (X1)
Pengungkapan H2 (+) 2. Frekuensi rapat Step Sosial dan dewan komisaris (X2)
I Lingkungan H3 3. Pengalaman komisaris(Y) utama (X3)
H4 (+) 4. Proporsi komite audit independen (X4)
Variabel Kontrol
Profitabilitas
T-test
Pengungkapan BUMN listing di BEI
Step Sosial danII Lingkungan
(Y) BUMN non-listing di BEI
Gambar 2.1 Skema Konsep Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui bahwa model penelitian ini terdiri
dari dua tahap. Tahap pertama adalah model regresi untuk menjelaskan pengaruh
corporate governance yang direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen,
jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite
audit independen ditambah satu variabel kontrol yaitu profitabilitas. Tahap kedua
adalah uji beda t (t-test) untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak
berhubungan memiliki nilai rerata yang berbeda. Sampel yang diuji beda t adalah
skor pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan non-listing
di Bursa Efek Indonesia (BEI).
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji implementasi corporate
governance (proporsi dewan komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris,
pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit independen). Berikut ini
merupakan pengembangan hipotesis yang dilakukan:
1. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap tingkat pengungkapan sosial
dan lingkungan
Keberadaaan komisaris independen dalam dewan komisaris dapat
meningkatkan kontrol terhadap aktivitas manajemen (Permatasari, 2009). Komisaris
yang berasal dari luar perusahaan dapat meningkatkan keefektifan dewan komisaris
dalam melakukan fungsi utamanya, yaitu mengawasi pengelolaan perusahaan oleh
manajemen (Fama dan Jansen, 1983).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Hasil penelitian yang dilakukan di Hong Kong oleh Ho dan Wong (2001)
menemukan bukti bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap
tingkat keluasan pengungkapan termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Di
Indonesia, penelitian dilakukan oleh Andayani, Atmini, dan Mwangi (2008)
menemukan bukti bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan dengan semakin besarnya proporsi
komisaris independen, semakin meningkatkan keluasan pengungkapan sosial dan
lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis:
H1: Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan
2. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan sosial
dan lingkungan
Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan
pertemuan rutin melalui rapat dewan komisaris. Menurut Keputusan Menteri BUMN
No. Kep-117/M-MBU/2002, dewan komisaris wajib menyelenggarakan rapat secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Andersson dan Daoud (2005) menemukan bahwa jumlah rapat dewan komisaris
berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan. Penelitian yang dilakukan oleh
Brick dan Chidambaran (2007) menemukan bukti bahwa semakin tinggi frekuensi
rapat yang diselenggarakan dewan komisaris, semakin meningkatkan kinerja
perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Xie, Davidson III, dan Dalt (2001) berpendapat bahwa semakin sering dewan
komisaris mengadakan rapat, fungsi pengawasan terhadap manajemen menjadi
semakin efektif dan dapat mengurangi asimetri informasi. Vafeas (2003) dan Brick
dan Chidambaran (2007); menyatakan bahwa semakin banyak frekuensi rapat yang
diselenggarakan dewan komisaris, semakin meningkatkan kinerja perusahaan dan
pengungkapan, termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan dengan
semakin tingginya jumlah rapat dewan komisaris, semakin meningkatkan keluasan
pengungkapan sosial dan lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
dikembangkan hipotesis:
H2: Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan
3. Pengaruh pengalaman komisaris utama
Martoyo (2002) menyatakan bahwa pengalaman adalah faktor yang
dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja selain kemampuan intelegensi yang menjadi
dasar pertimbangan. Seorang komisaris yang pernah memiliki pengalaman kerja
cenderung memiliki kinerja yang lebih baik (Chemmanur dan Paeglis, 2004).
Pengalaman komisaris utama dapat mempengaruhi keputusan dan masukan yang
diberikan kepada dewan direksi, walaupun tidak ada keharusan bagi komisaris utama
untuk memiliki pengalaman kerja di bidang sosial, lingkungan, dan budaya, namun
lebih baik jika komisaris utama mempunyai pengalaman sosial, budaya, dan
lingkungan. Pengalaman komisaris utama diperlukan karena tugas komisaris utama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
adalah sebagai primus inter pares yang mengkoordinasikan kegiatan dewan
komisaris (KNKG, 2006).
Penelitian Chemmanur dan Paeglis (2004); Reeb dan Zhao (2009);
Chemmanur, Paeglis, dan Simonyan (2009); Artha (2010) menyatakan bahwa
pengalaman dewan komisaris merupakan faktor yang menentukan dalam peningkatan
nilai perusahaan dan kualitas pengungkapan perusahaan. Diharapkan komisaris utama
yang mempunyai pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan, memiliki kemampuan
untuk meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan. Berdasarkan uraian
tersebut, dapat dikembangkan hipotesis:
H3: Pengalaman komisaris utama berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan
4. Pengaruh proporsi komite audit independen terhadap pengungkapan sosial dan
lingkungan
Menurut FGCI (2001), komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu
dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan
pengawasan secara menyeluruh. Komite audit menjadi perhatian pemegang saham
karena perannya dalam memonitor praktik pelaporan keuangan (Karamanou dan
Vafeas, 2005). Nasir dan Abdullah (2005) menyatakan bahwa keberadaan komite
audit yang semakin besar membantu menjamin kualitas pengungkapan dan sistem
pengendalian internal dapat berjalan dengan baik.
Ho dan Wong (2001); Nasution dan Setiawan (2007) ; Li, Pike, dan Haniffa
(2008) menyatakan bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tingkat pengungkapan, termasuk pengungkapan sosial dan lingkungan. Diharapkan
semakin tinggi proporsi anggota komite audit independen, semakin luas
mengungkapkan informasi praktik sosial dan lingkungan perusahaan. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis:
H4: Proporsi komite audit independen berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
METODE PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II, pada
Bab III menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi, sampel, dan teknik
pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data, definisi operasional dan
pengukuran variabel, dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang
bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh
corporate governance yang direpresentasikan dalam proporsi komisaris independen,
jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite
audit independen terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Menurut Sekaran
(2006), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu,
memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel atau lebih.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh BUMN yang listing dan non-
listing di BEI pada tahun 2007-2009. Tahun 2007-2009 dipilih karena tahun tersebut
dipilih karena Global Reporting Initiative (GRI) pada tahun 2006 mengeluarkan
standar terbaru tentang pelaporan praktik dan pelaporan sosial dan lingkungan, yaitu
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Sustainability Reporting Guidelines (G3). Pada tahun 2007 terdapat 18 BUMN, 2008
terdapat 19 BUMN, dan 2009 terdapat 19 BUMN.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, di
mana perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang menerbitkan laporan
tahunan di website BUMN dan/atau di website BEI pada tahun 2007-2009 dan
mempunyai data yang lengkap. Jumlah sampel yang dapat digunakan adalah 56
BUMN. Ukuran sampel sudah memenuhi kriteria penelitian karena ukuran sampel
yang tepat untuk kebanyakan penelitian adalah lebih dari 30 dan kurang dari 500
(Sekaran, 2006).
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder
yang diambil dari laporan tahunan BUMN yang listing dan non-listing di BEI pada
tahun 2007-2009. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi
(Zeghal dan Ahmed, 1999), selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah
stakeholders sebagai sumber utama informasi yang pasti (Deegan dan Gordon, 1996).
Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari jurnal, situs BUMN, situs
www.idx.co.id dan dari situs masing-masing perusahaan sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berikut ini dijelaskan mengenai definisi variabel penelitian dan pengukurannya.
1. Variabel Independen
Variabel independen direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen,
jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite
audit independen.
a. Proporsi komisaris independen
Komisaris independen adalah komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafliasi adalah pihak yang mempunyai
hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota
direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG,
2006). Proporsi komisaris independen diukur dengan persentase anggota dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan
komisaris perusahaan (Suhardjanto dan Afni, 2009). Indikator yang digunakan
sesuai dengan penelitian Eng dan Mak (2005), Haniffa dan Cooke (2005), dan
Suhardjanto dan Afni (2009), yaitu:
b. Jumlah rapat dewan komisaris
Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan antara
dewan komisaris dalam suatu perusahaan (Suhardjanto, 2010). Semakin sering
dewan komisaris mengadakan rapat, semakin efektif pengawasan terhadap kinerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
manajemen (Xie, Davidson III, dan Dalt, 2001). Indikator yang digunakan sesuai
dengan penelitian Ettredge, Johnstone, Stone dan Wang (2010) yaitu jumlah rapat
yang dilakukan dewan komisaris dalam waktu satu tahun.
c. Pengalaman komisaris utama
Komisaris utama yang memiliki pengalaman kerja, seperti di bidang sosial,
budaya, dan lingkungan cenderung memiliki kualitas dan reputasi kerja yang lebih
baik (Artha, 2010). Pengalaman direpresentasikan dengan penghargaan yang
diterima, keikutsertaan dalam organisasi, atau jabatan pekerjaan yang berhubungan
dengan sosial, budaya, dan lingkungan (Reeb dan Zhao, 2009). Indikator yang
digunakan sesuai dengan Chemmanur dan Paeglis (2004), yaitu komisaris utama
yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan diberi kode 1, dan
selain berlatar pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan diberi kode 0.
d. Proporsi komite audit independen
Anggota komite audit independen adalah anggota komite audit yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (Suhardjanto, 2010). Indikator yang digunakan sesuai
dengan penelitian Suhardjanto dan Afni (2010) dan Suhardjanto (2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan sosial dan
lingkungan. Pengukuran pengungkapan sosial dan lingkungan menggunakan
sustainability reporting dari Guidelines Reporting Initiative (GRI) tahun 2006.
Pengungkapan sosial dan lingkungan di dalam penelitian ini menggunakan item
yang terdapat pada indikator kinerja lingkungan dan sosial yang terdapat di dalam
GRI tahun 2006. Terdapat sembilan aspek pengungkapan lingkungan dan 22 aspek
pengungkapan sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan disclosure scoring atau
yang disebut dichotomous, yaitu jika sebuah perusahaan mengungkapkan item yang
terdapat dalam daftar, diberi nilai 1 (satu), dan 0 (nol) jika tidak mengungkapkan
(Cooke, 1989). Skor total pengungkapan sesuai dengan yang digunakan oleh Hossain,
Islam, dan Andrew (2006).
Dimana: STP = skor total pengungkapan untuk perusahaan i di = 1 jika item diungkapkan, 0 jika tidak diungkapkan n = jumlah item pengungkapan yang diungkapkan oleh perusahaan
Indeks pengungkapan sosial dan lingkungan setiap perusahaan diukur dengan
rumus:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Skor pengungkapan maksimum (SPM) adalah skor pengungkapan total yang
bisa dicapai oleh sebuah perusahaan. SPM untuk pengungkapan sosial dan
lingkungan adalah 31. Social and Environmental Disclosure Score (SEDS) adalah
skor pengungkapan sosial dan lingkungan untuk perusahaan i, yang merupakan
ukuran tingkat keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan
perusahaan. Social and Environmental Disclosure Score (SEDS) maksimum adalah
100%.
3. Variabel kontrol
Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol hubungan
kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih lengkap dan
lebih baik (Hartono, 2004). Dalam penelitian ini terdapat satu variabel kontrol yang
digunakan yaitu profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Wallace, Naser, dan
Mora (1994) menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang
tinggi dapat meningkatkan keluasan pengungkapan informasi di dalam laporan
tahunan perusahaan.
Dalam penelitian Kusumawati (2006) dinyatakan bahwa return on equity
(ROE) adalah representasi yang cocok untuk mengukur tingkat profitabilitas
perusahaan. Alasannya adalah ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dari ekuitas pemegang saham. Indikator profitabilitas sesuai
dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan
pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program
SPSS release 16.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat
dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. Statistik
deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan
perilaku data sampel tersebut (Ghozali, 2006).
2. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien
determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik dikatakan
signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho
ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006). Persamaan regresi berganda untuk
pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah:
SEDS = β0 + β1PROKI + β2RPTDK + β3EXPKU + β4PROKAI +
β5PROFIT + ε
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Keterangan Persamaan Regresi Berganda Simbol Keterangan
SEDS Social and Environmental Disclosure Score PROKI Proporsi Komisaris Independen RPTDK Jumlah Rapat Dewan Komisaris EXPKU Pengalaman Komisaris Utama PROKAI Proporsi Anggota Komite Audit Independen PROFIT Profitabilitas β Koefisien Regresi ε Tingkat kesalahan
a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel
independen mampu menerangkan variabel dependen. Untuk jumlah variabel
independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang
disesuaikan yaitu adjusted R2 (Ghozali, 2006). Besarnya koefisien determinasi
adalah 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Semakin mendekati nol, semakin kecil pula
pengaruh semua variabel independen (X) terhadap nilai variabel dependen (dengan
kata lain semakin kecil kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai
variabel dependen).
b. Nilai F
Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2006).
Dengan pengujian ini dapat diketahui apakah proporsi komisaris independen,
jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi anggota
komite audit independen berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan
sosial dan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Nilai t
Dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai t dalam penelitian ini
menggunakan tingkat signifikansi 5%. Variabel independen (proporsi komisaris
independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan
proporsi komite audit independen) dikatakan berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (pengungkapan sosial dan lingkungan) apabila nilai signifikan
(p-Value) dibawah 5%. Dengan demikian, H1, H2, H3, atau H4 diterima apabila
nilai signifikan (p-Value) dibawah 5%.
d. T-test
T-test digunakan untuk menguji rata-rata atau pengaruh perlakuan dari suatu
percobaan yang menggunakan 1 faktor, dimana 1 faktor tersebut memiliki 2 level
(Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini t-test digunakan untuk mengetahui
perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan
non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik
untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan
penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003).
1. Uji Normalitas
Untuk menguji data yang berdistribusi normal dapat digunakan alat uji
normalitas, yaitu One Sample Kolmogorov-Smirnov (Ghozali, 2006 Hasil
pengujian data dilakukan dengan menguji Kolmogorov-Sminorv. Kriteria
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
pengujian apabila ρ-value > 5% berarti data berdistribusi secara normal,
sedangkan apabila ρ-value < 5% data tidak berdistribusi normal.
2. Uji Multikolineritas
Multikolienaritas merupakan suatu kondisi dimana satu atau lebih variabel
independen terdapat korelasi dengan variabel lainnya. Uji multikolinieritas
bertujuan untuk menguji apakah masalah yang sering muncul dalam analisis
regresi terjadi, yaitu dimana terdapat korelasi yang tinggi antar dua atau lebih
variabel independen (Ghozali, 2006). Menurut Ghozali (2006), salah satu cara
untuk mendeteksi multikolinieritas pada suatu model regresi dengan melihat nilai
tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor), yaitu :
i. Jika nilai tolerance > 0,100 dan VIF < 10, dapat diartikan bahwa tidak
terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut.
ii. Jika nilai tolerance < 0,100 dan VIF > 10, dapat diartikan bahwa terjadi
gangguan multikolinearitas pada penelitian tersebut.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi
antar masing-masing anggota dari serangkaian pengamatan tersusun dalam
rangkaian waktu dan dalam rangkaian ruang (cross section). Untuk mengetahui
dan menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa
digunakan cara pengujian dengan run test. Run test digunakan untuk menguji
apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi, jika antar residual tidak
terdapat korelasi dapat dikatakan bahwa residual adalah random. Run test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak
(Ghozali, 2006).
H0 : residual (res_1) random (acak)
HA : residual (res_1) tidak random
4. Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas berarti terdapat varian yang tidak sama dalam kesalahan
pengganggu. Untuk menentukan tidak terjadi heteroskedastisitas dengan grafik
scatterplot, titik yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik diatas maupun
dibawah angka 0 pada sumbu Y (Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang deskripsi data, pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil pengujian yang dilakukan selama penelitian. Model analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan
pengujian hipotesis.
A. Deskriptif Data
Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif.
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan tahun 2007
hingga 2009. Data ini diperoleh dari situs www.bumn.go.id, www.idx.co.id, dan dari
situs masing-masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari tahun 2007 hingga 2009, dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
Tahun Populasi Sampel
Digunakan 2007 115 18 2008 115 19 2009 114 19 Total 344 56
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Populasi dalam penelitian ini adalah BUMN selama tahun 2007-2009 yang
berjumlah 344 perusahaan. Pada Tabel 4.1 dijelaskan bahwa pada tahun 2007
terdapat 18 BUMN, pada tahun 2008 terdapat 19 BUMN dan 19 BUMN pada tahun
2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa
kriteria tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III (hal. 40). Berdasarkan teknik
pengambilan sampel tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 56 perusahaan.
2. Statistik Deskriptif
Pada Tabel 4.2 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel
dependen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai
minimum, maksimum, rerata (mean), dan standar deviasi yang dihitung dengan
menggunakan alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut
ditampilkan pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Social and Environmental Disclosure
N Min (%) Max (%) Mean (%) Std. Deviation (%)
SEDS 56 9,700 93,500 42,109 15,941
Statistik deskriptif pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan pada 56 perusahaan sebesar 42,109% atau rata-
rata baru dapat memenuhi 13 aspek sosial dan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada laporan tahunan perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BUMN masih belum memenuhi separuh dari skor total pengungkapan sosial dan
lingkungan pada penelitian ini dan memenuhi 31 aspek pengungkapan sosial dan
lingkungan. Dari 56 perusahaan sampel, 19 perusahaan yang skor pengungkapan
diatas rerata dan 37 perusahaan lainnya di bawah rerata.
Struktur governance yang direpresentasikan oleh RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham), dewan komisaris, dan dewan direksi yang mempunyai tujuan
hanya untuk memaksimumkan laba, menyebabkan kegiatan sosial dan lingkungan
beserta pengungkapannya menjadi sulit berkembang, (Utama, 2007). Kurangnya
pengungkapan sosial dan lingkungan oleh BUMN dapat dimaklumi dengan masih
terjadinya kasus korupsi di dalam BUMN, seperti yang diberitakan bahwa PT Pupuk
Sriwidjaja terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan mark up
pengadaaan barang (www.situshukum.com, 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa
perusahaan tidak mengungkapkan aspek korupsi dalam indikator masyarakat (GRI,
2006). Kasus lain yang terjadi pada BUMN adalah kasus perampasan tanah garapan
petani yang dilakukan PT Perkebunan Nasional VIII (www.pedulirakyat-online.com,
2010). Berdasarkan kasus yang terjadi, BUMN dipersepsikan oleh publik sebagai
perusahaan yang tidak menghormati hak penduduk asli dan penuh dengan korupsi
dan kolusi (Cahyaningrum, 2009). Belum lama ini BUMN memberitakan bahwa
terjadi pergantian dewan komisaris dan dewan pengawas di 12 BUMN pada tahun
2011 (www.bumn.go.id, 2010). Pergantian dewan komisaris BUMN tersebut menjadi
bukti sebagai salah satu usaha pemerintah untuk memperbaiki lemahnya penerapan
prinsip corporate governance. Rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sebesar 42,109% menunjukkan prinsip corporate governance oleh BUMN belum
diterapkan dengan baik.
Nilai minimum pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini adalah
9,700% yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset (2007) yang hanya mengungkapkan tiga
(3) aspek sosial dan lingkungan saja, yaitu aspek biodiversity, overall, dan komunitas.
Nilai maksimum pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini
adalah sebesar 93,500% yaitu oleh PT Telkom Indonesia Tbk (2009). Hal ini
dikarenakan PT Telkom Indonesia Tbk mengikuti Sustainabilty Reporting Guidelines
dari GRI dengan baik dalam mengungkapkan praktik sosial dan lingkungan.
Skor pengungkapan sosial dan lingkungan dalam penelitian ini diperoleh
dengan membagi skor total pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan jumlah
total pengungkapan. Berdasarkan Sustainability Reporting Guidelines dari GRI,
terdapat 31 aspek sosial dan lingkungan yang dapat diungkapkan.
Gambar 4.1
Grafik Pengungkapan Lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Gambar 4.1 menunjukkan grafik mengenai pengungkapan aspek lingkungan
yang dilakukan oleh BUMN selama tahun 2007, 2008, dan 2009. Dari gambar
tersebut dapat diketahui bahwa aspek biodiversity (keanekaragaman hayati)
merupakan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun
berturut-turut. Rerata tingkat pengungkapan aspek biodiversity berada pada tingkat
87,329% setiap tahunnya. Salah satu contoh BUMN yang memperhatikan isu
perlindungan lingkungan hidup adalah PT Telkom Tbk (2007). PT Telkom Tbk
(2007) dalam laporan tahunannya menyatakan,
“TELKOM menjadi perusahaan yang dipercaya untuk mendukung bidang TI dalam acara konferensi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007. TELKOM adalah perusahaan telekomunikasi yang dipilih PBB setelah mengalahkan dua perusahaan telekomunikasi lainnya, yaitu Indosat dan XL. UNFCCC adalah salah satu badan milik PBB di bidang penanganan perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya, terutama menyangkut pergantian iklim yang menyebabkan pemanasan bumi yang menjadi masalah internasional. Dengan keikutsertaan TELKOM sebagai perusahaan yang mendukung acara konferensi tersebut, TELKOM telah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu pemanasan global” (Laporan Tahunan PT Telkom Tbk, 2007: 21).
Pada tahun 2009 pemerintah mengeluarkan UU yang mengatur tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu UU RI No. 32 Tahun 2009.
Hal tersebut membuktikan bahwa dengan adanya UU tersebut dan
diselenggarakannya konferensi Global Warming and Climate Change membuktikan
bahwa Indonesia adalah negara yang memperhatikan isu lingkungan hidup
(Suhardjanto dan Permatasari, 2010). Tingkat pengungkapan yang paling rendah
adalah aspek transportasi dengan rerata tingkat pengungkapan sekitar 5,361% setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tahunnya. Selama tiga tahun berturut-turut, tingkat pengungkapan aspek transportasi
selalu menjadi yang terendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena aspek transportasi
belum menjadi topik atau isu menarik bagi perusahaan (Suhardjanto dan Permatasari,
2010) Regulasi di Indonesia belum ada yang mengatur aspek transportasi.
Perundangan yang terbaru tentang perlindungan lingkungan hidup, yaitu UU RI No.
32 Tahun 2009 tidak menyebutkan peraturan yang mengatur aspek transportasi.
Gambar 4.2
Grafik Pengungkapan Tanggung Jawab Produk
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa aspek pemasangan label bagi produk dan jasa
merupakan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan selama tiga tahun
berturut-turut. Rerata tingkat pengungkapan aspek pemasangan label bagi produk dan
jasa berkisar pada tingkat 87,524% setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan
bahwa UU RI No.8 Tahun 1999 pasal 7 (b) telah dipatuhi, yaitu pasal yang mengatur
tentang kewajiban pelaku usaha, dimana pelaku usaha wajib memberikan informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
memberi penjelasan tentang penggunaan dan pemeliharaan. Tingkat pengungkapan
yang paling rendah adalah aspek privasi pelanggan atau konsumen dengan rerata
tingkat pengungkapan sekitar 10,624% setiap tahunnya. Selama tiga tahun berturut-
turut, tingkat pengungkapan aspek privasi pelanggan atau konsumen selalu menjadi
yang terendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena di dalam UU RI No.8 Tahun
1999 tidak terdapat peraturan yang mengatur tentang aspek privasi pelanggan.
Gambar 4.3
Grafik Pengungkapan Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak
Gambar 4.3 menunjukkan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN
selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek pelatihan dan pendidikan. Rerata tingkat
pengungkapan aspek pelatihan dan pendidikan berkisar pada tingkat 98,148% setiap
tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa UU RI No. 13 Tahun 2003 telah dipatuhi
oleh BUMN, terutama pada Bab V yang mengatur tentang pelatihan kerja. Pasal 9
dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa tujuan pelatihan kerja adalah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna
meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.
Gambar 4.4
Grafik Pengungkapan Hak Azasi Manusia
Gambar 4.4 menunjukkan grafik mengenai pengungkapan aspek hak asasi
manusia yang dilakukan oleh BUMN selama tahun 2007, 2008, dan 2009. Aspek
yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah
aspek kebebasan berserikat dan perjanjian bersama. Rerata tingkat pengungkapan
aspek kebebasan berserikat dan perjanjian bersama berkisar pada tingkat 55,263%
setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi karena terdapat beberapa peraturan dan
perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang aspek kebebasan berserikat,
antara lain UU RI No. 39 Tahun 1999. Dalam pasal 39 berbunyi,
“Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 4.5
Grafik Pengungkapan Masyarakat
Gambar 4.5 menunjukkan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN
selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek komunitas. Rerata tingkat
pengungkapan aspek komunitas berkisar pada tingkat 98,246% setiap tahunnya. Hal
tersebut membuktikan bahwa tingginya kepatuhan BUMN atas Peraturan Menteri
Negara BUMN No. Kep-5/MBU/2007, dalam peraturan tersebut berisi tata cara
pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dan jumlah laba BUMN yang
harus disisihkan. Tingginya angka pengungkapan tesebut menunjukkan bahwa
BUMN konsisten dengan tujuannya untuk memberikan bimbingan dan bantuan
terhadap masyarakat, hal tersebut sesuai dengan peraturan tentang tujuan BUMN
dalam UU RI No. 19 Tahun 2003.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PROKI (%) 56 0,000 71,400 29,080 22,844
RPTDK (kali/tahun) 56 3,000 51,000 17,020 9,044
PROKAI (%) 56 0,333 1,000 82,361 17,813
PROFIT (%) 56 4,000 58,600 21,016 13,227
Valid N (listwise) 56
Rerata proporsi dewan komisaris independen adalah 29,080%. Proporsi ini
sudah baik karena berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-
MBU/2002 yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen adalah
20% dari total anggota dewan komisaris. Komisaris independen mempunyai peranan
penting dalam pengungkapan informasi sosial dan lingkungan pada laporan tahunan.
Ada 19 perusahaan yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen
kurang dari 20%, sebagai contohnya adalah PT Bank Tabungan Negara (2007), dalam
laporan tahunannya, PT BTN mengungkapkan,
“Ketiga orang komisaris bank belum ada yang secara eksplisit diangkat sebagai komisaris independen, meskipun masing-masing individu sudah memenuhi persyaratan sebagai komisaris independen dan pelaksanaan tugas para komisaris sudah dilakukan secara independen.” (Laporan Tahunan PT BTN, 2007:51)
Proporsi dewan komisaris independen kurang dari 20% yang berjumlah 19
sampel mengindikasikan bahwa masih terdapat perusahaan yang belum menerapkan
corporate governance dengan baik karena tidak mematuhi keputusan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dikeluarkan oleh Kementerian BUMN yang terkait dengan proporsi dewan komisaris
independen.
Rerata proporsi komisaris independen sebesar 29,080% dapat diartikan bahwa
perusahaan menerapkan corporate governance dengan baik karena semakin besarnya
proporsi dewan komisaris independen dapat mendorong diterapkannya prinsip tata
kelola perusahaan (corporate governance) di dalam perusahaan melalui tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif serta lebih
memberikan nilai tambah bagi perusahaan (KNKG, 2006).
Agar proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris berjalan efektif,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, rapat
komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan. Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata jumlah rapat dewan
komisaris sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebanyak 17 kali
(17,020) dalam setahun, namun terdapat pula 15 perusahaan yang mengungkapkan
bahwa jumlah rapat dewan komisaris perusahaan masih dibawah ketentuan yang ada,
perusahaan tersebut antara lain adalah PT Jamsotek (2009), PT Wijaya Karya Tbk
(2008), PT Asuransi Jasa Indonesia (2007), dan PT Garuda Indonesia (2009), dimana
nilai minimum diperoleh PT Jamsotek (2009) yang hanya mengadakan pertemuan
dewan komisaris sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa
masih kurangnya kesadaran BUMN di Indonesia terhadap ketentuan yang berlaku.
Menurut McMullen (1996), keberadaan anggota komite audit yang independen
dapat meningkatkan transparasi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
rerata proporsi komite audit independen perusahaan BUMN adalah 82,361%.
Tingginya rerata proporsi komite audit independen mengindikasikan bahwa kualitas
kontrol oleh komite audit terhadap aktivitas perusahaan semakin baik (Forker, 1992).
Rerata profitabilitas sampel pada penelitian ini sebesar 21,016%. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan untuk menghasilkan
laba bagi pemegang saham sebesar 21,016%. Profitabilitas tertinggi sebesar 58,600%
diperoleh PT Antam Tbk (2007), sedangkan untuk profitabilitas terendah didapat oleh
PT Perusahaan Pengelola Aset (2009) sebesar 4,000%.
Jaswadi dan Purnomo (2006) mengungkapkan bahwa tingkat profitabilitas
perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan
pengungkapan baik yang wajib maupun sukarela. Berdasarkan hal tersebut, semakin
tinggi tingkat profitabilitasnya, semakin lengkap perusahaan mengungkapkan
informasi. Di dalam penelitian ini, tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
perusahaan dengan tingkat profitabilitas tertinggi, yaitu PT Antam Tbk (2007) lebih
banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan dengan profitabilitas
terendah, yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset (2009).
Dalam penelitian ini, terdapat satu variabel independen yang merupakan
variabel dummy, yaitu pengalaman komisaris utama sehingga tidak ikut
diperhitungkan dalam statistik deskriptif. Perbandingan jumlah pengalaman komisaris
utama sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Pengalaman Komisaris Utama
Tahun Sosial, Budaya, dan Lingkungan
Non-Sosial, Budaya, dan Lingkungan
2007 4 14 2008 5 14 2009 4 15 Total 13 43
Pada Tabel 4.4 di atas dapat dilihat mengenai statistik pengalaman komisaris
utama. Pada tahun 2007 terdapat empat (4) komisaris utama yang memiliki
pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 14 komisaris utama lainnya tidak
memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. Pada tahun 2008 terdapat 5
(lima) komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan
dan 14 komisaris utama lainnya tidak memiliki pengalaman sosial, budaya, dan
lingkungan. Pada tahun 2009 terdapat 4 komisaris utama yang memiliki pengalaman
sosial, budaya, dan lingkungan dan 15 komisaris utama lainnya tidak memiliki
pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan.
O’Neal dan Thomas (1996) menyatakan bahwa strategi dalam memilih anggota
dewan komisaris seharusnya mempertimbangkan kompetensi, termasuk pengalaman
komisaris karena komisaris tersebut berpotensi untuk meningkatkan kinerja dewan
komisaris. Pengalaman komisaris utama turut menentukan keputusan perusahaan
untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Tidak ada keharusan bagi
komisaris utama untuk memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan, tetapi
lebih baik jika komisaris utama memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
karena komisaris utama memiliki kemampuan untuk meningkatkan pengungkapan
sosial dan lingkungan.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 42,109%; rerata proporsi
komisaris independen sebesar 29,080%; rerata jumlah rapat dewan komisaris
sebanyak 17 kali per tahun; rerata proporsi komite audit independen sebesar 82,361;
dan rerata profitabilitas sebesar 21,016%.
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pengujian analisis regresi berganda. Selain itu, penelitian ini menambahkan t-test
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan lingkungan
antara BUMN yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia.
Sebagai prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk
memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran
koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik terdiri dari
beberapa macam pengujian, meliputi: Normalitas, Multikolinieritas, Autokorelasi,
dan Heteroskedastisitas. Penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik. Hasil pengujian
asumsi klasik tersebut dapat dilihat pada Lampiran IV.
1. Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah yaitu menguji apakah corporate governance berpengaruh terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Pengujian regresi berganda ini
dilakukan dengan metode enter. Metode enter adalah salah satu metode pengolahan
data dengan cara memasukkan semua prediktor ke dalam analisis sekaligus
(Widhiarso, 2010).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate
governance yang direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah
rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama, dan komite audit independen,
terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan dengan profitabilitas perusahaan
sebagai variabel kontrol.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate
governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.5 Hasil Regresi Berganda
Variabel Koefisien t p-value (constant) 0,141 1,323 0,192 PROKI 0,231 2,100 0,041* RPTDK 0,000 -0,090 0,929 EXPKU -0,029 -0,643 0,523 PROKAI 0,149 1,083 0,284 PROFIT 0,475 3,521 0,001* R Square 0,376
Adjusted R Square 0,313
F 6,022 Sig 0,000
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel
independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel
independen, R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel
independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang
disesuaikan yaitu Adjusted R2 (Ghozali, 2006).
Dari Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,376
dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,313. Berdasarkan nilai Adjusted (R2)
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 31,300% variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen dan variabel kontrol dan sisanya sebanyak
68,700% dijelaskan oleh faktor lain.
Nilai F hitung sebesar 6,022 dengan probabilitas 0,000 (ρ-value < 5%). Nilai F
lebih besar dari 4,000 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 5%, maka model regresi
ini menunjukkan good overall model fit sehingga model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi pengungkapan sosial dan lingkungan atau dapat dikatakan bahwa
proporsi komisaris independen, pengalaman komisaris utama, jumlah rapat dewan
komisaris, komite audit independen, dan profitabilitas perusahaan secara bersama-
sama berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan (Ghozali, 2006).
Berdasarkan pengujian hipotesis yang dilakukan, hasilnya menunjukkan bahwa
proporsi komisaris independen (variabel independen) dan profitabilitas (variabel
kontrol) berpengaruh positif signifikan (p-value < 5%) terhadap pengungkapan sosial
dan lingkungan, sedangkan jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
utama, dan proporsi komite audit independen tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan.
Proporsi komisaris independen3 berpengaruh positif signifikan (p-value sebesar
0,041) terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Hal ini mengindikasikan
bahwa peran dan tanggung jawab dijalankan dengan baik oleh anggota komisaris
independen. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Andayani, Atmini,
dan Mwangi (2008), bahwa keberadaan anggota komisaris independen berpengaruh
positif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Konsisten pula dengan
penelitian Suhardjanto dan Choiriyah (2010), bahwa proporsi komisaris berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan.
Di Indonesia, jumlah komisaris independen diatur oleh Keputusan Menteri
BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002, yaitu minimal 20% jumlah dari dewan
komisaris. Pihak independen diharapkan memiliki pandangan segar dan tidak
memiliki hubungan historis dengan perusahaan sehingga kemungkinan kolusi dengan
manajemen dapat diperkecil sehingga independensinya dapat dipercaya.
Pada penelitian ini, rerata proporsi komisaris independen di Indonesia (sebesar
31,700%) sudah di atas persyaratan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah
(minimal 20%), menunjukkan bahwa penetapan komisaris independen dalam
perusahaan bukan hanya sekedar untuk memenuhi regulasi dari pemerintah saja.
Tingginya rerata proporsi komisaris independen mengindikasikan bahwa kualitas
3 Berdasarkan hasil t-test (t = 3,492 dan ρ-value = 0,001), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki proporsi komisaris independen di atas rerata (29,080%) dengan yang memiliki di bawah rerata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
kontrol oleh komisaris terhadap aktivitas perusahaan semakin baik sehingga semakin
besar proporsi komisaris independen dalam perusahaan semakin baik pula kinerja
sosial dan lingkungan perusahaan.
Keberhasilan komisaris independen tidak hanya dikarenakan oleh
independensinya saja, tetapi dikarenakan pula oleh manfaat yang dibawa oleh
komisaris independen, seperti yang diungkapkan oleh Mace (1971) dalam Nasir dan
Abdullah (2005:7),
“These outside directors bring to the board their expertise, vast experience, contact and prestige. However, non-executive directors’ are also argued to play limited roles as advisors rather than active decision makers.”
Peran terbatas yang dimiliki oleh komisaris independen sebagai penasihat
manajemen dijalankan secara efektif. Tidak hanya bertugas melakukan pengawasan
dan menjadi penasihat manajemen, komisaris independen pun berperan dalam
mewakili kepentingan pemegang saham minoritas. Keberadaannya dimaksudkan
untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan
menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan
termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya. Sejalan
dengan keterangan tersebut, Healy dan Palepu (2001) mengungkapkan bahwa dewan
komisaris dibentuk agar dapat mengurangi asimetri informasi antara stakeholders
dengan manajemen.
Penelitian Webb (2004) menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai
tingkat tanggung jawab sosial yang tinggi mempunyai komisaris independen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
lebih banyak daripada perusahaan yang tingkat tanggung jawab sosialnya rendah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komisaris independen
mempunyai dorongan untuk melindungi kepentingan pemegang saham secara baik
(Said, Zainuddin, dan Haron, 2009). Said, Zainuddin, dan Haron (2009) menyatakan
bahwa bahwa komisaris independen memainkan sebuah peran yang penting untuk
meningkatkan image baik perusahaan dan bertugas memonitoring untuk meyakinkan
bahwa perusahaan dijalankan oleh manajemen dengan baik. Di sisi lain, konsekuensi
adanya pengungkapan sosial dan lingkungan tidak dapat membuat image perusahaan
menjadi buruk.
Anggraini (2006) menerangkan hubungan antara pengungkapan sosial dan
lingkungan dengan mekanisme corporate governance, yaitu tuntutan terhadap
perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan dan memiliki tata kelola
perusahaan yang baik dapat menekan perusahaan untuk memberikan informasi
mengenai aktivitas sosialnya. Mekanisme corporate governance seperti struktur
kepemilikan dan proporsi dewan komisaris independen adalah mekanisme yang dapat
memberikan arahan dan kontrol terhadap perusahan dalam pelaksanaan dan
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
Dewan komisaris dipandang oleh banyak pihak sebagai alat untuk memonitor
kinerja manajemen. Dewan komisaris yang melakukan pertemuan secara rutin
memungkinkan untuk membahas mengenai praktik corporate governance,
permasalahan yang dihadapi perusahaan dan bersama-sama mencari penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
terbaik untuk perusahaan serta memungkinkan untuk mengevaluasi pengungkapan
sosial dan lingkungan perusahaan.
Koefisien positif yang dimiliki proporsi komisaris independen menunjukkan
hubungan positif antara proporsi komisaris independen terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Xiao, Yang, dan Chow (2004); Xiao dan Yuan (2007);
Suhardjanto dan Choiriyah (2010) yang menemukan bahwa proporsi komisaris
independen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan
perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hipotesis pertama dalam penelitian ini, sehingga
hipotesis pertama dinyatakan diterima.
Variabel yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan
adalah jumlah rapat dewan komisaris4. Rapat tersebut merupakan media komunikasi
dan koordinasi diantara anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya
sebagai pengawas kinerja manajemen. Jumlah rapat dewan komisaris memiliki ρ-
value sebesar 92,900% jauh di atas 5% menunjukkan bahwa jumlah rapat dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan.
Koefisien positif sebesar 0,000 menunjukkan apabila variabel lain tetap (tidak
berubah), peningkatan proporsi komisaris independen sebesar 1 satuan tidak dapat
meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan, karena koefisiennya sebesar
0,000%.
4 Berdasarkan hasil t-test (t = 1,143 dan ρ-value = 0,258), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan tidak berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki jumlah rapat dewan komisaris di atas rerata (17) dengan yang memiliki di bawah rerata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tingginya rerata jumlah pertemuan dewan komisaris di perusahaan BUMN
sebesar 17 kali dalam setahun dimungkinkan hanya untuk mematuhi peraturan yaitu
minimal satu kali dalam sebulan. Cety dan Suhardjanto (2008) menyatakan bahwa
peraturan yang ada di Indonesia masih dijalankan sebagai formalitas dan demi
menjaga image perusahaan. Tingginya frekuensi dewan komisaris melakukan rapat
tidak menjadikan fungsi pengawasan dewan komisaris perusahaan semakin baik dan
efektif, sehingga tidak menjamin perusahaan memiliki pengungkapan sosial dan
lingkungan yang baik. Kondisi ini seperti yang terjadi pada PT Bank BTN (2007),
dimana dalam setahun frekuensi pertemuan komisaris sebanyak 35 kali, tetapi
memiliki pengungkapan sosial lingkungan yang kurang baik dimana dalam
persentase pengungkapan hanya 25,806% dan di bawah rerata pengungkapan
perusahaan BUMN sebesar 42,109%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Vafeas (2003); Brick dan Chidambaran (2007) yang menyatakan
bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
perusahaan. Suhardjanto dan Permatasari (2010) menyatakan bahwa jumlah rapat
dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan. Hasil ini
tidak sejalan dengan hipotesis kedua dalam penelitian ini, sehingga hipotesis
dinyatakan ditolak.
Variabel lain yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan
lingkungan adalah pengalaman komisaris utama. Variabel pengalaman komisaris
utama harus dilihat secara hati-hati dalam menginterpretasikan karena variabel ini
merupakan variabel dummy. Arah positif dan negatif tergantung dari cara pemberian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
kodenya seperti sudah disebutkan dalam Bab III (hal. 41). Pengalaman komisaris
utama mempunyai nilai ρ-value sebesar 52,300% pada tingkat signifikansi 5%
menunjukkan bahwa pengalaman komisaris utama tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan.
Komisaris utama harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman (Purwati,
2006). Tidak berpengaruhnya pengalaman komisaris utama terhadap tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan dimungkinkan karena komisaris utama tidak
memiliki kompetensi yang cukup. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian ini,
dimana 13 komisaris utama yang memiliki pengalaman di bidang sosial, lingkungan,
dan budaya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan pengalaman
yang dimiliki. Komisaris utama tersebut tidak memiliki pendidikan yang
mengajarkan tentang ilmu sosial, lingkungan, dan budaya, seperti mata ajaran
humaniora yang relevan dengan praktik dan pengungkapan sosial dan lingkungan
perusahaan (Utama, 2007). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Chemmanur dan Paeglis (2004) dan Artha (2010). Hasil ini tidak sejalan dengan
hipotesis ketiga dalam penelitian ini, sehingga hipotesis dinyatakan ditolak.
Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi kinerja manajemen, sehingga
keberadaan komite audit dapat meringankan tugas tersebut. Komite audit memiliki
pihak eksternal yang independen untuk meningkatkan kualitas kontrol perusahaan
(Forker, 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Proporsi komite audit independen5 memiliki ρ-value 28,400% jauh di atas 5%
menunjukkan bahwa variabel proporsi komite audit independen tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan informasi sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil ini
konsisten dengan penelitian Abdullah dan Nasir (2004); Nasir dan Abdullah (2005);
Suhardjanto (2010); Suhardjanto dan Permatasari (2010), karena seharusnya
keberadaan komite audit independen mendukung prinsip responsibilitas dalam
penerapan corporate governance, yang menekan perusahaan untuk memberikan
informasi lebih baik terutama keterbukaan dan penyajian yang jujur dalam laporan
tahunan (FCGI, 2002).
Menurut Keputusan Menteri BUMN No. Kep-103/MBU/2002, komite audit
bertugas untuk menelaah informasi keuangan termasuk laporan keuangan, ditambah
dengan tugas lain. Berdasarkan hasil penelitian ini, dimungkinkan komite audit tidak
melakukan review laporan tahunan atau laporan perusahaan yang terkait dengan
pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Sommer (1991) menyatakan bahwa
banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti review
laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak mempertanyakan secara kritis dan
menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab
oleh manajemen. Penyebabnya diduga karena tidak memiliki kompetensi serta
independensi yang memadai dan belum memahami peran pokoknya (Manao, 1997).
Faktor tersebut dapat menyebabkan kurangnya pemahaman komite audit independen
5 Berdasarkan hasil t-test (t = 2,407 dan ρ-value = 0,020), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki proporsi komite independen di atas rerata (82,361%) dengan yang memiliki di bawah rerata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
terhadap tugasnya dalam mengawasi manajemen dan merendahkan kualitas informasi
perusahaan karena banyaknya kesempatan untuk memanipulasi dan mempermainkan
data (Cety dan Suhardjanto, 2010). Mintara (2008) menyatakan bahwa proses
penunjukkan anggota komite audit independen masih belum jelas dan terbuka,
sehingga independensinya masih patut diragukan. Berdasarkan keterangan tersebut,
dimungkinkan terjadi kekurang hati-hatian dalam proses pemilihan komite audit
karena kurang mempertimbangkan intergritas serta kompetensi yang dimiliki. Hal ini
dapat memberikan dampak negatif atas kualitas informasi yang diberikan perusahaan
karena independensi komite audit belum memadai. Koefisien proporsi komite audit
independen positif yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan
yang positif antara proporsi komite audit independen dengan tingkat pengungkapan
sosial dan lingkungan. Koefisien proporsi komite audit independen pada tabel 4.5
menunjukkan nilai positif sebesar 0,149. Apabila variabel lainnya tetap (tidak
berubah), proporsi komite audit independen dapat meningkatkan pengungkapan
sosial dan lingkungan sebesar 14,900% satuan bila faktor proporsi komite audit
independen naik sebesar 1 (satu) satuan.
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel kontrol yang turut diujikan, yaitu
profitabilitas (ROE).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Variabel profitabilitas6 berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan
sosial dan lingkungan perusahaan. Profitabilitas memiliki ρ-value = 0,005 yang lebih
kecil daripada tingkat signifikasi 5%. Koefisien profitabilitas pada Tabel 4.5
menunjukkan nilai yang positif sebesar 0,427. Apabila variabel lainnya tetap (tidak
berubah), profitabilitas dapat meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan
sebesar 42,700% satuan bila faktor profitabilitas (ROE) naik sebesar 1 (satu) satuan.
Rerata profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Return on Equity (ROE)
sebesar 20,743% dimana perusahaan dengan profitabilitas yang besar memiliki
dorongan untuk berinvestasi pada peningkatan kinerja lingkungan dan sosial sehingga
dapat memotivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan demi menjaga reputasi
perusahaan. Sembiring (2003) mengungkapkan bahwa manajemen yang sadar dan
memperhatikan masalah sosial pun dapat mengembangkan kemampuan yang
diperlukan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Nurkhin (2009) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai peranan penting
dalam memberikan keyakinan bagi perusahaan untuk mengungkapkan tanggung
jawab sosial guna memperoleh legitimasi dan nilai positif dari masyarakat
(stakeholders). Alasan lain dinyatakan oleh Jaswadi dan Purnomo (2006), yaitu
perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi mengungkapkan informasi yang
lebih lengkap dalam laporan tahunannya, hal tersebut dilakukan supaya dapat
6 Berdasarkan hasil t-test (t = 2,541 dan ρ-value = 0,014), menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara BUMN yang memiliki profitabilitas di atas rerata (21,106%) dengan yang memiliki profitabilitas di bawah rerata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
meyakinkan investor dan mengharapkan peningkatan kompensasi terhadap
manajemen perusahaan.
Pengaruh positif signifikan variabel profitabilitas terhadap pengungkapan sosial
dan lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat
profitabilitas tinggi dapat mengungkapkan secara lebih informasi sosial dan
lingkungan yang dilakukan. Hal ini mungkin dikarenakan persepsi atau anggapan
bahwa aktivitas sosial dan lingkungan bukanlah aktivitas yang merugikan dan tidak
bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan. Praktik sosial dan lingkungan
dianggap sebagai langkah strategis jangka panjang yang dapat memberikan efek
positif bagi perusahaan (Nurkhin, 2009).
Hasil ini konsisten dengan penemuan penelitian sebelumnya seperti Haniffa
dan Cooke (2005), Hossain, Islam, dan Andrew (2006), dan Suhardjanto dan Miranti
(2009). Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, semakin tinggi tingkat
pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan bahwa profitabilitas yang tinggi suatu perusahan dapat mempengaruhi
perusahaan tersebut untuk lebih banyak meningkatkan pengungkapan sosial dan
lingkungan.
2. T–test
T–test digunakan untuk menguji rata-rata atau pengaruh perlakuan dari suatu
percobaan yang menggunakan 1 (satu) faktor, dimana 1 (satu) faktor tersebut
mempunyai 2 (dua) level. Dalam penelitian ini, t-test dilakukan terhadap variabel
pengungkapan sosial dan lingkungan. T–test digunakan untuk menguji apakah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
pengungkapan sosial dan lingkungan antara perusahaan BUMN yang listing dan non-
listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai perbedaan signifikan. Dikarenakan
sampel tidak berhubungan atau berasal dari populasi yang berbeda, sehingga t-test
menggunakan independent sample test (Ghozali, 2006).
Tabel 4.6 Group Statistik
Perusahaan Mean (%) Std. Deviasi (%)
SEDS 28 Listing 49,875 16,337 28 Non-Listing 34,343 11,211
Dari Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa rerata pengungkapan sosial dan
lingkungan perusahaan BUMN yang terdaftar (listing) di BEI sebesar 49,875% dan
selisihnya lebih tinggi 15,532% dibandingkan dengan BUMN non-listing yang
memiliki rerata pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 34,343%.
Tabel 4.7 Hasil Independent Sample Test
Levene's Test T - test Equality Equality of Variance of Means F Sig. t Sig (2tailed)
SEDS Equal variance assumed 1,720 0,195 4,148 0,000 Equal variance non assumed 4,148 0,000
Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa F hitung levene test untuk pengungkapan
sosial dan lingkungan sebesar 1,720 dengan probabilitas 19,500% (probabilitas > 5%)
dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok populasi tersebut mempunyai variance
yang sama. Analisi uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance
assumed. Dari nilai t sebesar 4,148 dan probabilitas 0,000%, hasil ini menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan berbeda secara signifikan antara
perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di BEI.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengungkapan sosial dan
lingkungan antara perusahaan BUMN yang listing dan non-listing di BEI, dimana
perusahaan yang listing cenderung lebih luas dalam mengungkapkan praktik sosial
dan lingkungan dibandingkan dengan perusahaan yang non-listing di BEI. Hal ini
dikarenakan perusahaan listing mempunyai lebih banyak pemegang saham dan
stakeholders daripada BUMN yang non-listing, sehingga dapat menimbulkan
banyaknya tuntutan atas keluasan pengungkapan informasi dari pemegang saham dan
stakeholders lain (Jaswadi dan Purnomo, 2006). Hal tersebut sejalan dengan Marwata
(2001) yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan publik, semakin banyak
pula informasi yang diungkapkan dalam pelaporan perusahaan. Pemilik saham selain
dari pihak pemerintah berperan untuk mengawasi manajemen agar bertindak dengan
benar, karena kesejahteraan pemegang saham tersebut tergantung kepada kinerja
keuangan perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan banyaknya kepemilikan
publik dapat memunculkan agency cost, yang dapat dikurangi dengan
mengungkapkan lebih banyak informasi di dalam pelaporan perusahaan (Xiao dan
Yuan, 2007).
Tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan yang rendah dari BUMN non-
listing membuktikan bahwa tujuan utamanya bukan hanya untuk memaksimalkan
keuntungan, namun perusahaan tersebut yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah
mempunyai tujuan lain, yaitu antara lain untuk pemerataan kesejahteraan dan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
perusahaan pengemban misi sosial (Xu dan Wang, 1999). BUMN non-listing yang
mempunyai tujuan sebagai pengemban misi sosial dan pelaksana pelayanan publik,
meningkatkan nilai bagi pemegang saham bukanlah menjadi prioritas utama (Xiao
dan Yuan, 2007). Selama tahun 1998-2002 dilaporkan bahwa empat BUMN
mengalami kerugian dengan nilai yang fantastik yaitu Rp 17,090 triliun (Harian
Umum Suara Merdeka, 2003). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Cahyaningrum
(2009) bahwa kerugian sebesar itu timbul karena BUMN tersebut tidak menerapkan
kaidah corporate governance secara benar. Dengan lemahnya penerapan corporate
governance, dimungkinkan belum terjaminnya penerapan prinsip transparansi dalam
pengungkapan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB V
PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada Bab IV, pada Bab V dibahas
mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan rekomendasi untuk
peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan menguji peran corporate governance (proporsi
komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, pengalaman komisaris utama,
dan proporsi komite audit independen) dalam pengungkapan sosial dan lingkungan
pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan profitabilitas sebagai variabel
kontrol. Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan:
1. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan
corporate governance mempengaruhi tingkat pengungkapan sosial dan
lingkungan. Variabel independen (corporate governance) yang
mempengaruhi tingkat tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan adalah
proporsi komisaris independen. Semakin besar proporsi komisaris independen
yang dimiliki perusahaan, semakin memberikan pengawasan yang lebih
optimal terhadap proses pelaksanaan corporate governance karena proporsi
komisaris independen yang besar dapat memberikan kontrol dan pengawasan
terhadap manajemen dalam operasional perusahaan, termasuk dalam
79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
pelaksanaan dan pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial. Komisaris
independen memberikan tekanan kepada manajemen untuk melaksanakan
aktivitas dan pengungkapan sosial dan lingkungan dengan baik (Nurkhin,
2009). Kinerja anggota independen dapat dipercaya dalam melakukan
pengawasan, karena tidak mempunyai afiliasi dengan perusahaan dan komite
lainnya (McMullen, 1996). Variabel lainnya yaitu jumlah rapat dewan
komisaris, pengalaman komisaris utama, dan proporsi komite audit
independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan.
2. Tingkat pengungkapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam
mengungkapkan informasi mengenai praktik sosial dan lingkungan tergolong
rendah mengingat dari 56 perusahaan sampel, diketahui bahwa rerata tingkat
pengungkapan sosial dan lingkungan BUMN sebesar 42,109%. Aspek
komunitas dari indikator masyarakat menjadi aspek yang paling banyak
diungkapkan oleh BUMN. Rendahnya tingkat pengungkapan sosial dan
lingkungan menunjukkan kurang baiknya penerapan prinsip corporate
governance oleh BUMN di Indonesia.
3. Hasil t–test menunjukkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan
berbeda secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan
tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan antara BUMN yang listing dan
non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Diharapkan dewan komisaris sebagai komponen penting yang mendukung
terlaksananya corporate governance dapat lebih efektif dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya, sehingga dapat meningkatkan pengungkapan
sosial dan lingkungan di BUMN.
2. Pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN diharapkan secara aktif
mendorong BUMN agar meningkatkan kualitas pengungkapan sosial dan
lingkungan.
3. Perlu diadakan sosialisasi mengenai pengungkapan sosial dan lingkungan di
Badan Usaha Milik Negara, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
keluasan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
C. Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pemberian skor total pengungkapan
yang hanya mengacu pada jumlah aspek sosial dan lingkungan dalam GRI (2006),
yaitu sebanyak 31 aspek pengungkapan yang bersifat umum dengan tidak
menggunakan 40 item pengungkapan sosial dan 30 item pengungkapan lingkungan
yang lebih spesifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
D. Rekomendasi
Adapun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya yang meneliti mengenai
pengungkapan sosial dan lingkungan, antara lain:
1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan item pengungkapan yang lebih
spesifik untuk masing-masing aspek sosial dan lingkungan.
2. Untuk penelitian selanjutnya bisa membandingkan tingkat pengungkapan sosial
dan lingkungan di Indonesia dengan negara lain (studi komparatif).