Upload
nguyennhi
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I
DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH
DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR
TAHUN AJARAN 2010/2011
Skripsi
Oleh :
Ika Restiana Setyo Rini
K 5106021
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I
DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH
DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
Ika Restiana Setyo Rini
K 5106021
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Ika Restiana Setyo Rini. PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWERHAND DAN TRAILING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAKTUNANETRA KELAS I DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGANSEKOLAH DI SDLAB N CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN AJARAN2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari, 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemandirianberorientasi dan mobilitas dalam belajar mengenal lingkungan sekolah melaluipenggunaan teknik upper hand, lower hand dan trailing pada anak tunanetra kelasISDLB N Cangakan Karanganyar Tahun Ajaran 2010/ 2011.
Penelitian ini berbentuk Classroom Action Research/Penelitian TindakanKelas merupakan pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan,yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.Penelitian ini berupa kolaborasi atau kerjasama antara peneliti, guru, dan siswa.Sumber data penelitian ini adalah peristiwa proses pembelajaran orientasi danmobilitas yang berlangsung di kelas dengan informan (guru dan siswa), sertadokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi,wawancara dan analisis dokumen. Untuk menguji validitas data penulismenggunakan triangulasi teknik dan review informan. Teknis analisis yangdigunakan adalah dengan analisis kritis dan analisis deskriptif komparatif. Datakualitatif dianalisis dengan teknik analisis kritis sedangkan data yang berupa tesdiklasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara deskriptifkomparatif, yakni membandingkan nilai tes antar siklus dengan indikatorpencapaian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaanteknik upper hand, lower hand dan trailing dalam pembelajaran Orientasi danMobilitas dapat meningkatkan kemandirian dalam belajar mengenal lingkungansekolah pada anak tunanetra kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar tahun ajaran2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Ika Restiana Setyo Rini. THE USE UPPER HAND, LOWER HAND ANDTRAILING TECHNIQUES FOR IMPROVING THE FIRST GRADER OFBLIND CHILDREN’S INDEPENDENCY IN LEARNIG TO ACQUAINT THESCHOOL ENVIRONMENT IN SDLB N CANGAKAN KARANGANYAR INTHE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis: Teacher Training and EducationFaculty. Surakarta Sebelas Maret University, January,2011.
The objective of research is to improve the orienting independency andmobility in learning to acquaint the school environtment using upper hand, lowerhand and trailing in the First Grader of Blind Children in SDLB N CangakanKaranganyar in the School Year of 2010/2011.
This study belongs to a Clasroom Action Research involving anobservation on the learning activity in the form of an action generated andoccurring deliberately in a class collectively. This research is a collaboration orcooperation between the researcher, teacher, and student. The data source ofresearch was the event of orientation and mobility learning process proceeding inthe classroom with the informants (teacher and student), aswell as document.Techniques of collecting data used were observation, interview,and descriptivecomparative analyses. The qualitative data was analyzed using critical analyzeddescriptively and comparatively, by comparing the inter-cycles test values and theindicator of achievement.
Considering the result of research, it can be concluded that the use ofupper hand, lower hand and trailing techniques can improve the first grader ofblind children’s independency in learning to acquaint the school environment inSDLB N Cangakan Karanganyar in the school year of 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Encourage him, but don’t rush him. Help him, but don’t hinder him (Berilah
dorongan, tetapi jangan memaksa. Bantulah, tetapi jangan menghalangi
perkembangan kemandiriannya.
(Elizabeth.G.Hainstock 1971 dalam Anak yangBermain, Anak yang Cerdas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan
Kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta, Suparti dan Mukidi
atas pancaran doa dan kasih sayangnya.
2. Adik-adikku, Gandis Putri Mahanani atas
segala bantuan serta motivasi dalam
menyelesaikan skripsi, dan Bagas Ahimsa
yang selalu memberikan semangat.
3. Bapak dan Ibu Dosen PLB yang telah
banyak memberikan ilmu.
4. Almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, motivasi dan bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis
ucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, yang telah
memberikan izin dalam melakukan penelitian;
2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Bapak Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Si yang telah memberikan
izin dalam melakukan penelitian;
3. Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Bapak Drs. Amir Fuady, M.Hum yang telah memberikan izin
dalam melakukan penelitian;
4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd;
5. Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs.
Abdul Salim Choiri, M.Kes;
6. Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Bapak Drs. Maryadi, M.Ag dan sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi;
7. Bapak Priyono, S. Pd, M. Si selaku Pembimbing Akademis dan juga Pembimbing
II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
8. Bapak Darya Sunaryo, S. Pd, selaku Kepala Sekolah SDLB N Cangakan
Karanganyar yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Bapak Sihna, selaku guru kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar,yang telah
banyak membantu, memberikan masukan serta kerjasama dalam bentuk
kolaborasi dengan penulis dalam penelitian;
10. Seluruh bapak dan ibu guru SDLB N Cangakan Karanganyar yang telah ikut
memberikan semangat dan bantuan selama pelaksanaan penelitian;
11. Siswa kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar yang telah membantu pelaksanaan
penelitian;
12. Sahabat-sahabatku (Mbak Anita, Mbak Heni, Mbak Nurul, Drajat, Mbak Tias,
mas Vian), terimakasih banyak untuk persaudaraan yang indah ini, terimakasih
untuk semua nasehat-nasehat,dukungan dan semangatnya aku banyak belajar dari
kalian semua;
13. Teman-teman PLB 2006 (Ajeng, Mbak Eva, Hastati, Selvy Dwi, Susi, Aman,
Mbak Nita, Basten, Drajat, Endah, Fitri, Hamid, Helga, Ika T, Inay, Lativa,
Nita S, Nurul, Reni P,Rika, Natan, Selviana, Reni Retno, Ifah,Dian, Wahyu,
Pras, Anita C, Sasi, Titus, Tunang,Yonas, Heni) atas semangat dan dukungan;
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN........................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK............................................................................... v
HALAMAN MOTTO................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................. 5
C. Perumusan Masalah .............................................................. 6
D. Tujuan Penelitian .................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 8
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 8
1. Kajian Tentang Orientasi dan Mobilitas......................................... 8
Pengertian Orientasi dan Mobilitas ................................................ 8
a. Prinsip-Prinsip Dasar Orientasi dan Mobilitas......................... 9
b. Tujuan Orientasi dan Mobilitas................................................ 10
d.Teknik-Teknik dalam Orientasi dan Mobilitas......................... 11
2. Kajian Tentang Kemandirian……………....................................... 28
a. Pengertian kemandirian............................................................. 28
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian.................. 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
c. Pendidikan dan latihan bagi Kemandirian Tunanetra .......... 29
3. Kajian Tentang Tunanetra......................................................... 31
a. Pengertian Anak Tunanetra………….................................. 31
b. Faktor-Faktor Penyebab Ketunanetraan .............................. 32
c. Karakteristik Anak Tunanetra.............................................. 34
d. Klasifikasi Tunanetra............................................................ 35
e. Dampak Ketunanetraan………............................................ 37
4. Kajian Tentang Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah........... 38
a. Pengertian Belajar……….................................................... 38
b. Ciri-Ciri Belajar.................................................................... 39
c. Kajian Tentang Mengenal Lingkungan Sekolah................... 40
C. Kerangka Berfikir............................................................................ 42
D. Hipotesis Tindakan......................................................................... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................. 44
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 44
B. Pendekatan penelitian ................................................................. 45
C. Subjek Penelitian.......................................................................... 46
D. Sumber Data Penelitian................................................................. 46
E. Teknik-Teknik Pengumpulan Data................................................. 47
F. Uji Validitas Data........................................................................... 56
G. Teknik Analisis Data...................................................................... 57
H. Indikator Ketercapaian.................................................................... 58
I. Prosedur Penelitian.......................................................................... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………. 61
A. Deskripsi Kondisi Awal………………………………………… 61
B. Deskripsi Hasil Penelitian………………………………………. 63
1. Siklus Pertama……………………………………………….. 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Perencanaan Tindakan ……………………………………. 63
b. Tindakan I............................................................................ 65
c. Pengamatan.......................................................................... 68
d. Refleksi ............................................................................... 71
2. Siklus Kedua .............................................................................. 72
a. Perencanaan Tindakan II ......................................... 72
b. Tindakan II.............................................................. 74
c. Pengamatan............................................................. 74
d. Refleksi................................................................... 77
C. Pembahasan Hasil Penelitian............................................................ 78
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN...................................... 87
A. Simpulan ............................................................................... 87
B. Saran ..................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 : Hasil Observasi Awal Kemandirian Siswa Dalam Mengenal
Lingkungan Sekolah .................................................................. 4
Tabel 2.1 : Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan Hasil
Tes Snellen ................................................................................ 12
Tabel 3.1 : Rincian Waktu dan Jenis kegiatan Penelitian ............................. 44
Tabel 3.2 : Format (Pedoman) Observasi untuk Kemampuan Guru
Dalam Mengelola kelas ............................................................. 51
Tabel 3.3 : Format (Pedoman) Observasi untuk Kemampuan Guru
dalam Menjelaskan .................................................................... 51
Tabel 3.4 : Format (Pedoman) Observasi Keaktifan Siswa .......................... 52
Tabel3.5 : Format (Pedoman) Observasi Hasil Belajar Siswa
dalam Pembelajaran Orientasi dan mobilitas.............................. 53
Tabel 3.6 : Pedoman wawancara Untuk Orangtua Siswa ............................. 55
Tabel 3.7 : Pedoman Wawancara Untuk Guru Kelas ................................... 56
Tabel 3.8 : Indikator Ketercapaian............................................................... 58
Tabel 4.1 : Kemampuan Awal Orientasi dan Mobilitas Siswa
Kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar
Tahun ajaran 2010/2011 ............................................................ 61
Tabel 4.2 : Hasil Observasi Kondisi Awal Keaktifan Siswa......................... 62
Tabel 4.3 : Hasil Pengamatan Kemandirian Orientasi dan
Mobilitas Menggunakan teknik Upper hand,
Lower hand dan
Trailing...................................................................................... 69
Tabel 4.4 : Hasil Keaktifan Siswa Siklus 1 .................................................. 70
Tabel 4.5 : Hasil Tes Pengamatan Kemandirian Orientasi dan
Mobilitas Menggunakan Teknik Upper hand,
Lower hand dan Trailing Siklus 2 ............................................. 76
Tabel 4.6 : Hasil Observasi Keaktifan Siswa siklus 2 .................................. 77
4
36
44
51
51
52
53
55
56
58
61
62
75
69
70
7677
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 4.7 : Hasil tes Pengamatan Kemandirian Orientasi dan
mobilitas menggunakan teknik Upper hand,
Lower hand dan Trailing Tiap siklus......................................... 80
Tabel 4.8 : Peningkatan Keaktifan Siswa Kelas I SDLB N
Cangakan karanganyar Tahun ajaran 2010/2011
tiap siklus .................................................................................. 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Teknik Memegang Pendamping Awas ................................... 12
Gambar 2.2 : Memegang Pendamping Awas............................................... 13
Gambar 2.3 : Memegang Pendamping Awas untuk Anak Kecil................... 13
Gambar 2.4 : Teknik Upper Hand ............................................................... 18
Gambar 2.5 : Teknik Lower Hand............................................................... 20
Gambar 2.6 : Teknik Trailing ..................................................................... 22
Gambar 2.7 : Teknik Transfering Open Doorway........................................ 24
Gambar 2.8 : Kerangka Berfikir.................................................................. 43
Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas....................................... 46
Gambar 3.2 : Triangulasi Teknik................................................................. 57
Gambar 4.1 : Tabulasi nilai kemandirian siswa dalam belajar
Mengenal Lingkungan Sekolah dengan
Menggunakan Teknik Upper hand,
Lower hand dan trailing ......................................................... 81
Gambar 4.2 : Tabulasi nilai Keaktifan siswa ............................................... 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa Dalam
Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah Dengan
Teknik Upper hand, Lower hand dan Trailing ....................... 92
Lampiran 2 : Lembar Pengamtan Keaktifan Siswa Dalam
Proses Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas ........................ 93
Lampiran 3 : Hasil Pengamatan Kondisi Awal Kemandirian Siswa
dalam Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah
Dengan Teknik Upper hand, Lower hand dan
Trailing pada Siklus 1 ........................................................... 94
Lampiran 4 : Hasil Pengamatan Kondisi Awal keaktifan siswa
dalam Proses Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas
Pada Siklus 1 ........................................................................ 96
Lampiran 5 : Hasil Pengamatan kemandirian Siswa Dalam
Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah
Dengan Teknik Upper hand, Lower hand dan
Trailing pada siklus 1............................................................. 98
Lampiran 6 : Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Dalam Proses
Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas Pada siklus 1 .............. 100
Lampiran 7 : Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Dalam Proses
Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas Pada siklus 2 .............. 102
Lampiran 8 : Hasil Pengamatan Kektifan Siswa dalam Proses
Pembelajaran orientasi dan Mobilitas Pada siklus 2 .............. 104
Lampiran 9 : Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan .... 106
Lampiran 10 : Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan
Pada Siklus 1 ........................................................................ 107
Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan
Pada Siklus 2............................................................................. 108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Lampiran 11 : Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam
Mengelola Kelas .................................................................... 109
Lampiran 12 : Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas
Pada Siklus 1 ......................................................................... 110
Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas
Pada Siklus 2 ........................................................................... 111
Lampiran 13 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1 ....................... 112
Lampiran 14 : Rencana Pelaksanaan pembelajaran Siklus 2 ....................... 119
Lampiran 15 : Foto Kegiatan Siklus 1 ........................................................ 126
Lampiran 16 : Foto Kegiatan Silus 2 .......................................................... 130
Lampiran 17 : Surat Ijin Penyusunan Skripsi ................................................. 138
Lampiran 18 : Surat Keterangan Pelaksanaan Research ................................ 140
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indera penglihatan adalah salah satu sumber informasi yang vital bagi
manusia. Tidak berlebihan apabila dikemukakan bahwa sebagian besar informasi
yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera penglihatan, sedangkan selebihnya
berasal dari panca indera yang lain. Sebagai konsekuensinya, bila seseorang
mengalami gangguan indera penglihatan, maka kemampuan aktivitas yang
bersangkutan akan terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang
dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Oleh sebab itu, apabila tidak
mendapat penanganan atau rehabilitasi khusus, hal ini akan mengakibatkan timbulnya
berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi, atau
hilangnya makna hidup dan sebagainya.
Anak tunanetra sebagai salah satu anak berkebutuhan khusus memiliki
berbagai kebutuhan yang khusus pula. Kebutuhan dasar bagi anak tunanetra adalah
kemampuan untuk bergerak dan berorientasi baik dirumah maupun di sekolah. Tanpa
kemampuan tersebut anak tunanetra akan merasakan kesulitan untuk memperoleh
pengalaman dalam lingkungan sekitar. Seperti telah diketahui bahwa kebutuhan
bergerak dan berorientasi bagi setiap manusia sudah dimulai sejak kecil, terutama
sejak mereka dapat berjalan. Bahkan bayi yang berumur beberapa minggu
saja sudah berusaha mengadakan orientasi seperti ketika mendengarkan suara ibunya,
ia akan berusaha mencari arah suara tersebut berasal. Usaha untuk mengenal sumber
suara ini merupakan salah satu bagian dari prinsip orientasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Jay Gense dan Marilyn Gense dalam Importance of Orientation AndMobility Skills for Students who are Deaf-Blind 2004(http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.) mengungkapkan alasan seorang anak deaf-blind mengalami hambatanmotivasi untuk bergerak :
A child who is deafblind must learn to understand his or her environment withminimal or distorted visual and auditory information. Limited sight and/orhearing may inhibit natural curiosity and the motivation to move about. Somemay feel insecure or frightened when moving about in an environment they canneither see nor hear clearly. Others may run on the track team or use motorizedwheelchairs. Some communicate with speech or sign language, while othersmay not have had enough experiences in the environment to understand evenbasic concepts about that environment or about objects found in it. It isessential that children who are deaf-blind receive learning opportunities andinstruction that facilitate purposeful movement.
Seorang anak yang deafblind harus belajar untuk memahami lingkungan-
nya secara minimal atau dengan informasi visual dan pendengaran yang terdistorsi.
Keterbatasan melihat dan/atau mendengar dapat menghambat rasa ingin tahu alami
dan motivasi untuk bergerak. Beberapa orang mungkin merasa tidak aman atau
ketakutan ketika bergerak dalam suatu lingkungan dimana mereka tidak dapat melihat
atau mendengar dengan jelas. Orang lain mungkin berlari dengan tim atau
menggunakan kursi roda bermotor. Beberapa berbicara atau berkomunikasi dengan
bahasa isyarat, sementara yang lain mungkin tidak punya cukup pengalaman di
lingkungan bahkan untuk memahami konsep dasar tentang lingkungan atau tentang
obyek yang ditemukan di dalamnya.
Demikian pula halnya dengan tunanetra, baik inisiatif sendiri maupun
bantuan dari orang lain, mereka harus belajar bergerak,beorientasi sesuai dengan
kondisi dan kemampuan yang mereka miliki. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan
bila kita melihat seorang tunanetra sanggup bergerak dan berorientasi dengan cekatan
walaupun tidak seperti anak-anak yang berpenglihatan normal, hal ini dikarenakan
adanya kesempatan pembelajaran yang memfasilitasi tujuan gerak mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Selama periode awal setelah kehilangan penglihatan, meskipun orang-orang
disekitarnya akan selalu mencoba untuk memberikan perhatian dan membantu, akan
datang saatnya bagi para tunanetra untuk mandiri ketika ia berada dalam kondisi
sendiri. Tunanetra harus belajar menghadapi sendiri apapun yang terjadi di
sekitarnya. Disamping itu, ketika seseorang memiliki aktivitas yang terkonsentrasi di
suatu ruangan pada saat-saat awal kehilangan penglihatan, mereka diharapkan secara
bertahap dapat bergerak keluar dari ruangannya, misalnya ke kamar mandi, ke
dapur,ke ruang makan dan seterusnya. Mereka harus belajar untuk mampu melakukan
perjalanan secara mandiri dan aman secara perlahan-lahan.
Untuk dapat melakukan hal itu, dapat dimulai dengan ruangan yang familiar
bagi tunanetra. Seorang tunanetra harus mengingat rute yang akan dilalui dengan
jelas termasuk titik permulaan dan tujuan yang akan dituju. Tunanetra juga harus
belajar melakukan perjalanan dengan berusaha mengenali lingkungan di sekitarnya
dengan cara menyentuh, mendengar, mencium untuk membantu menggantikan
informasi yang tidak diperoleh karena indera penglihatannya yang tidak berfungsi.
Menentukan arah langkah juga merupakan hal yang penting, karena berdasarkan hal
itu mereka dapat berjalan secara aman di sepanjang dinding, furniture atau benda lain
yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Mengingat arah yang benar ketika berjalan,
bersikap waspada terhadap barang-barang yang ada di sekitarnya akan mengurangi
rintangan yang akan dilaluinya.
Agar aktivitas bermobilitas penyandang tunanetra dapat berjalan dengan
baik dan aman,pemberian pelatihan teknik-teknik untuk berjalan mandiri
(Independent Travel) sangat diperlukan. Teknik independent travel ini dapat
membantu para tunanetra untuk bisa lebih mandiri dalam hal berorientasi dan
bermobilitas, karena teknik ini tidak memerlukan alat bantu dan bisa dilakukan
sendiri oleh para tunanetra. Teknik independent travel meliputi upper hand, lower
hand, trailing dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Akan tetapi ada berbagai faktor yang mempengaruhi diri anak tunanetra
untuk mandiri khususnya dalam hal berorientasi. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu faktor yang berasal dari dalam individu dan
faktor yang berasal dari luar individu. Faktor dari dalam diri individu dapat berupa
penyimpangan atau kelainan pada diri anak seperti takut, merasa tergantung pada
orang lain dan sebagainya. Sedangkan faktor dari luar dapat disebabkan oleh
lingkungan yang kurang mendukung seperti lingkungan keluarga atau masyarakat
yang terus memanjakan anak tunanetra sehingga mereka enggan mencoba untuk
mandiri. Apapun faktor yang terjadi hal ini akan menghambat proses belajar bagi
anak tunanetra.
Masalah kemandirian dalam orientasi dan mobilitas juga dialami oleh siswa
tunanetra kelas I di SDLB N Cangakan Karanganyar. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil observasi awal yang dilakukan peneliti berkaitan dengan kemampuan siswa
untuk berorientasi dan bermobilitas dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel.1.1 Hasil Observasi Awal Kemandirian Siswa dalam Mengenal Lingkungan
Sekolah
No. Nama Siswa Nilai
1 R K 24
2 U 26
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh nilai 25
yang berarti kurang dari indikator ketuntasan yang seharusnya mencapai nilai 45-60.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa kemandirian siswa tunanetra di SDLB N
Cangakan Karanganyar masih kurang baik atau bisa dikatakan masih belum mandiri.
Berpijak pada masalah diatas dapat di katakan bahwa pengajaran teknik
Independent Travel memiliki andil yang sangat besar untuk membantu meningkatkan
kemandirian tunanetra khususnya dalam hal berorientasi dan bermobilitas.
Berdasarkan uraian tersebut penulis dalam penelitian ini mengambil judul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
:“Penggunaan Teknik Upper Hand,Lower hand,dan Trailling Untuk Meningkatkan
Kemandirian Anak Tunanetra Kelas I Dalam Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah
di SDLB N Cangakan Karanganyar”
B. Pembatasan Masalah
Kualitas penelitian terletak pada kedalaman pemecahan masalah. Agar
masalah yang muncul dapat dijawab dan dikaji secara mendalam,maka diperlukan
adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah disini adalah sebagai
berikut :
1. Teknik Independent Travel dengan cara melakukan teknik perlindungan tubuh
bagian atas (upper hand), melakukan teknik perlindungan bagian bawah (lower
hand), dan juga dengan melakukan teknik meraba (trailing) untuk
meningkatkan kemandirian anak tunanetra dalam berorientasi dan bermobilitas.
2. Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kecacatan atau kelainan
penglihatan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat memfungsikan
matanya secara normal.
3. Kemandirian dalam berorientasi dan bermobilitas yang dimaksud peneliti
dalam penelitian ini adalah kemandirian anak tunanetra Kelas I di SDLB N
Cangakan Karanganyar dalam belajar mengenal lingkungan sekolah yang masih
mengalami hambatan.
4. Subjek penelitian : Siswa tunanetra Kelas I di SDLB N Cangakan Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang penulis
angkat dan mempermudah pembahasan agar lebih terarah dan mendalam sesuai
sasaran yang telah ditentukan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah teknik Upper hand, Lower hand, dan Trailling dapat meningkatkan
kemandirian berorientasi dan bermobilitas bagi anak tunanetra Kelas I di SDLB N
Cangakan Karanganyar dalam mengenal lingkungan sekolah?
D. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pastilah ada tujuan yang hendak dicapai peneliti.
Tujuan tersebut akan dapat mengarahkan peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Adapun tujuan yang hendak dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah :
Untuk meningkatkan kemandirian berorientasi dan bermobilitas anak
tunanetra dalam belajar mengenal lingkungan sekolah pada siswa tunanetra Kelas I di
SDLB N Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2010/2011 melalui teknik upper
hand, lower hand dan trailling.
E. Manfaat Penelitian
Selain mempunyai tujuan, penelitian ini juga memiliki manfaat sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Menelaah konsep yang berkaitan dengan teknik Independent Travel
(teknik upper hand, lower hand, dan trailing).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Menemukan jawaban secara teoritis tentang efektifitas teknik upper hand,
lower hand, dan trailing bagi anak tunantra Kelas I di SDLB N Cangakan
Karanganyar.
2. Manfaat Praktis
a.Dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai kemampuan
Orientasi dan Mobilitas anak tunanetra.
b.Secara khusus kita dapat melihat kemampuan anak tunanetra dalam
menggunakan teknik independent travel (upper hand, lower hand, dan
trailing).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Tentang Orientasi dan Mobilitas
a. Pengertian Orientasi dan Mobilitas
Orientasi dan Mobilitas merupakan sebuah program yang integral
dalam pendidikan dan rehabilitasi bagi tunaetra, sehingga dapat dikatakan
bahwa pendidikan dan rehabilitasi tanpa program orientasi dan mobilitas di
dalamnya maka program tersebut bukanlah program pendidikan dan latihan bagi
tunanetra. Berikut akan diulas beberapa pengertian dari Orientasi dan Mobilitas.
Dalam usaha meningkatkan keberhasilan belajar anak-anak tunanetradisekolah luar biasa, disekolah terpadu, maupun disekolah dasarterpadu diperlukan faktor-faktor pendukung antara lain sarana danprasarana yang memadai, serta kebutuhan-kebutuhan dasar (basicneeds) dari anak-anak tunanetra. Salah satu kebutuhan dasar tersebutadalah kemampuan bergerak dan berorientasi”. Sebagaimana kitaketahui bersama bahwa latihan bergerak dan berorientasi begi setiapmanusia sudah dimulai sejak kecil, terutama sejak ia bisa berjalan.Makin meningkat usia seseorang makin bertambah pula kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka ia harus makin mampu bergerak danberorientasi. Achmad Ali (1984:7).
Batasan singkat tentang pengertian Orientasi dan Mobilitas bagi
tunanetra adalah:
1. Orientasi yaitu proses penggunaan indera-indera yang masih berfungsi di
dalam menetapkan posisi diri serta hubungan hubungan dengan semua
objek penting yang ada di dalam lingkungannya.
2. Adalah penghimpunan serta pengorganisasian informasi mengenai
lingkungannya dan hubungan dirinya dengan semua itu.
Adapun mobilitas adalah kemampuan atau kesanggupan untuk
bergerak dari suatu tempat ke tempat lain. Jadi Orientasi dan Mobilitas adalah
kesanggupan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan
dengan tepat, cepat dan aman (Marika Soebrata,1995:5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Menurut D. Jay Gense Marilyn Gense, dalam Importance ofOrientation And Mobility Skills for Students who are Deaf-Blind 2004(http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.) “Orientation skills allow us to know where we are, where weare going, and how to think about and plan strategies for getting to adestination. Mobility involves the actual movement from place to place”.
Maksudnya adalah Orientasi merupakan keterampilan yang
memungkinkan kita untuk mengetahui dimana kita berada, kemana kita akan
pergi, dan bagaimana memikirkan rencana dan strategi untuk dapat mencapai
tujuan yang diinginkan. Sedangkan mobilitas melibatkan gerakan yang
sebenarnya dai satu tempat ke tempat yang lain.
Djadja Rahardja (2004:2) mengungkapkan Orientasi adalah proses
penggunaan indera-indera yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri
dan hubungannya dengan objek-objek yang ada dalam lingkungannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orientasi dan mobilitas adalah
pengajaran konsep,keterampilan dan teknik yang diperlukan bagi orang yang
mengalami gangguan penglihatan atau tunaentra untuk bisa memahami dimana
dia berada, kemana dia mau pergi dan yang pasti bisa memiliki rencana atau
strategi untuk bisa mencapai tujuan dengan aman, efisien dan percaya diri melalui
lingkungan apapun dan di bawah semua kondisi lingkungan dan situasi.
b. Prinsip-prinsip Dasar Orientasi dan Mobilitas
Karena anak tunanetra memiliki kekurangan dalam hal penglihatan,
maka ia harus belajar memanfaatkan inderanya yang masih normal untuk
mengambil alih fungsi matanya untuk mencapai tujuannya. Misalnya dengan
melalui indera pendengaran, bagaimana ia memanfaatkan suara atau sound
clue untuk berorientasi. Sehingga ia bisa menerka atau melokalisir dimana
sumber suara tersebut. Melalui indera penciuman ia bisa membedakan jenis
benda yang ada di sekitarnya, serta letak dari benda tadi, dengan membedakan
ketajaman daya rangsang yang ditimbulkan sumber bau tadi. Dengan perasaan
yang peka ia bisa membada-bedakan permukaan lantai atau tanah yang ia
injak. Sehingga ia akan mengetahui dimana ia berada dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Bila kemampuan berorientasi telah dimiliki, dan ia bisa mengetahui
posisi dirinya, maka kemampuan selanjutnya yang harus ia miliki yaitu
bagaimana menuju/memperoleh sesuatu yang diingininya. Ini memerlukan
kemampuan bergerak yang baik. Hal ini perlu didukung oleh sikap tubuh
(posture) yang baik, gaya langkah (gait) yang baik, serta keseimbangan
(balance) dan sebagainya.
Djadja Rahardja (2004:3) mengungkapkan kemampuan orientasi
seseorang, banyak berhubungan erat dengan kesiapan mental dan fisiknya.
Tingkat kemampuan mental seorang tunanetra akan berakibat pada proses
kognitifnya. Orientasi merupakan proses berfikir dan mengolah informasi yang
mengandung tiga pertanyaan pokok/prinsip, yaitu:
1.Where am I (dimana saya?)
2.Where is my objective (dimana tujuan saya?)
3.How do I get there (bagaimana untuk sampai ke tujuan tersebut?)
c. Tujuan Orientasi dan Mobilitas
Dalam orientasi dan mobilitas yang merupakan suatu bentuk layanan
bagi tunanetra juga perlu untuk ditetapkan tujuan untuk dapat mengontrol,
mengarahkan dan melihat tingkat ketercapaian proses yang dilakukan siswa
terhadap pendidikan dan pelatihan orientasi dan mobilitas. Berikut adalah
tujuan dari orientasi dan mobilitas:
Menurut Irham Hosni(tt:59) ada beberapa tujuan Orientasi dan
Mobilitas, antara lain :
1. Bergerak dan bepergian dengan selamat
Artinya Orientasi dan Mobilitas memberikan keterampilan bagaimana
tunanetra dapat mengatasi rintangan dan bahaya. Tunanetra mampu
menjadikan rintangan dan bahaya yang dihadapi tersebut menjadi sesuatu
yang dapat membantu dirinya menuju tujuan.
2. Bergerak dan bepergian secara mandiri
Artinya keterampilan Orientasi dan Mobilitas memberikan pengetahuan
dan keterampilan pada tunanetra dalam bergerak dan bepergian tidak
banyak tergantung dan meminta bantuan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
3. Bergerak dan bepergian dengan efektif
Artinya tunanetra dalam bergerak dan bepergian tidak mendasarkan pada
coba-coba tetapi gerakannya terarah kepada tujuan yang akan dicapai. Ia
akan menggunakan jarak dan waktu yang paling pendek dan sedikit
dalam bergerak.
4. Bergerak dan bepergian dengan baik
Artinya orang tunanetra dalam melakukan bepergian dan bergerak
mengandung unsur artistik. Artinya dalam membawa dirinya,posturnya
kelihatan luwes tanpa ada kekakuan, badan tegap, tidak bungkuk,
langkahnya tidak diseret dan sebagainya. Bepergian yang baik juga
menyangkut kostum atau pakaian yang dikenakan. Tunanetra harus
mengerti bentuk warna, bahan yang sesuai dengan dirinya, lingkungan
dan situasinya.
Sedangkan menurut Djaja Rahardja dalam (2004:7) Tujuan akhir
dari orientasi dan mobilitas adalah agar tunanetra dapat memasuki setiap
lingkungan, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal dengan
aman, efisien, luwes dan mandiri dengan menggabungkan kedua
keterampilan orientasi dan mobilitas yang dimiliki.
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan
orientasi dan mobilitas adalah agar seorang tunanetra dapat memasuki dan
melalui setiap lingkungan yang mana terdapat halangan dan rintangan
bagi tunaentra di dalamnya dengan aman dan selamat tanpa harus
mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan seperti jatuh ataupun
terbentur. Selain itu diharapkan juga dengan adanya pelatihan orientasi
dan mobilitas bagi tunanetra dia tidak akan melakukan gerakan yang
berlebihan atau dengan kata lain tunanetra bisa lebih efisien dalam
melakukan gerakan. Dan yang paling penting dari tujuan orientasi dan
mobilitas adalah agar tunanetra dapat mandiri dan tidak terus bergantung
pada orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
d. Teknik-teknik dalam Orientasi dan Mobilitas
Di dalam melakukan Orientasi dan Mobilitas tunanetra menggunakan
teknik. Teknik merupakan sesuatu yang dapat mempermudah. Dengan
demikian teknik Orientasi dan Mobilitas merupakan suatu cara yang
digunakan tunanetra untuk mempermudah dirinya dalam melakukan
perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam hal ini dikenal ada dua
cara,yaitu teknik yang menggunakan alat bantu manusia disebut “pendamping
awas”dan teknik tanpa menggunakan alat bantu disebut perjalanan mandiri
(Independent Travel).
1) Teknik Pendamping Awas
Teknik dasar dalam pendamping awas, menurut Achmad Ali (1984:22-
32) antara lain :
a) Membuat kontakUntuk membuat kontak dengan seorang tunanetra
(mengajak siswa), pendamping menyentuhkan punggung tanganyakepada siswa atau siswa mengajak kepada pendamping baik dengansentuhan tangan atau dengan lisan.
b) Memegang pendamping awasSiswa memegang dengan “erat” lengan pendamping di atas
sikut. Ibu jari siswa berada di sebelah luar lengan pendamping danjari-jari yang lain di sebelah dalam. Lengan siswa lentur pada sikut,sedangkan lengan atas siswa tetap rapat pada badannya.
Gambar.2.1.Teknik Memegang Pendamping Awas(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Gambar.2.2. Memegang Pendamping Awas(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
Gambar .2. 3. Memegang Pendamping Awas untuk Anak Kecil(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
c) Posisi dengan pendampingSiswa harus berposisi setengah langkah dibelakang
pendamping dan berada di samping pendamping, dengan bahu lurussejajar di belakang bahu pendamping.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
d) Melewati jalan sempitPendamping menarik lengan yang dipegang siswa ke
belakang dan ke sebelah dalam.1. Siswa memberi respon dengan meluruskan tangannya,
sehingga posisi dadan siswa berada tepat di belakangpendamping dengan jarak satu langkah penuh.
2. Apabila pendamping kembali pada posisi yang normal, yaitumengembalikan lengannya seperti biasa, maka siswakembali pada posisi semula.
e) Tekik melewati pintu tertutupUntuk melewati pintu tertutup dengan tipe pintu yang
bervariasi, mempunyai cara tersendiri seperti pintu yang :1. Membuka menjauh dari kita ke sebelah kanan2. Membuka ke arah kita ke sebelah kanan3. Membuka menjau dari kita ke sebelah kiri4. Membuka ke arah kita ke sebelah kiri
Bagi siswa baru, proses ini sangat kompleks, akan tetapi
yang harus diperhatikan dalam hal melewati pintu dan membuka
serta menutupnya. Ada 2 kemungkinan dalam melewati pintu
tertutup hubungannya dengan posisi dan kedudukan siswa dengan
pendampingnya:
(1) Siswa berada di samping pendamping dan searah dengan
membukanya.
(2) Siswa berada di samping pendamping tidak searah dengan
arah membukanya pintu (siswa berada di kanan pintu
membuka ke kiri atau sebaliknya).
f) Menaiki dan menuruni tangga(1) cara menaiki tangga
(a) Pendamping mendekati pinggiran tangga dan berhentiketika ia sampai pada pinggiran tangga.
(b) Pendamping melangkah naik, siswa maju setengahlangkah untuk menemukan tangga dan kemudianmelangkah naik.
(c) Berat badan siswa harus bertumpu pada ujung kaki.(d) Siswa tetap berada satu tangga di belakang pendamping
selama menaiki tangga tersebut.(e) Setelah sampai di tempat datar, pendamping mengambil
mengambil berada langkah ke depan kemudian berhentisebentar menerangkan pada siswa bahwa sudah sampai dipuncak tangga, hal ini menjaga agar jangan terjadi salahlangkah dari siswa tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
(2) cara menuruni tangga(a) Pendamping mendekati tangga dan berhenti ketika
kakinya sampai pada sisi tangga, siswa tetap beradasetengah langkah di belakang pendamping.
(b) Sewaktu penamping bergerak menuruni tangga siswatetap berada setengah langkah di belakang pendampingsampai ia merasakan gerakan turun dari lenganpendamping sambil merasakan tepi tangga itu.
(c) Siswa tetap berada satu tangga di belakang pendampingsewaktu mereka dalam proses berjalan turun tangga.
(d) Siswa harus menjaga posisi tegak, dengan titik pusatberat badan jatuh di tumitnya, ini terutama untuk menjagakeseimbangan badannya.
g) Teknik dudukHal yang penting mengenai duduk adalah meyakinkan
bentuk ukuran dan kondisi kursi, apakah kursi itu kosong, cukupkuat, ada benda di atasnya atau tidak dan sebagainya. Ada tiga carauntuk melakukan teknik duduk, yaitu dari depan kursi, daribelakang kursi, dan duduk di kursi yang bermeja.
h) Teknik masuk mobilcaranya :(1) setelah sampai di depan pintu mobil, pendamping menjelaskan
bagaimana posisi pintu, membukanya pintu ke sebelah kiri atauke kanan.
(2) tangan siswa ditunjukkan ke pegangan pintu mobil danmemegangnya, setelah itu barulah pintu dibuka.
(3) setelah pintu terbuka, langsung meraba tempat duduk.(4) setelah itu barulah masuk dengan tidak melepaskan kontak
tangan dengan tempat duduk tersebut.i) Memindahkan pegangan tangan
Bila siswa merasa lelah berpegangan atau oleh karenakehendak dari pendamping, posisi pegangan dapat dipindah.Caranya :(1) tangan siswa yang bebas memegang lengan pendamping.(2) tangan yang pertama kali memegang dilepaskan sambil
menggeser posisi badan, dan tangan pertama siswa memeganglengan yang bebas dari pendamping.
(3) tangan pemegang yang kedua dipindahkan ke lenganpendamping yang dipegang pertama.
(4) setelah itu tangan siswa yang pertama dilepaskan hingga tanganpemegang yang kedua berada atau memegang tanganpendamping kedua.
j) Teknik berbalik arahTeknik ini dilakukan bila menemui jalan buntu baik
kehendak siswa ataupun pendamping. Caranya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
(1) pendamping berhenti sebentar,kemudian berputar 45o dariposisi semula, dan diikuti oleh siswa sehingga posisi keduanyaberhadapan.
(2) tangan siswa yang bebas memegang tangan pendamping yangbebas.
(3) sambil pendamping berjalan ke arah yang berlawanan denganarah semula, siswa melepaskan tangan yang pertama kalimemegang tangan pendamping
(4) setelah itu berjalan seperti biasa.k) Teknik menerima dan menolak ajakan untuk mendampingi
2) Teknik Independent Travel (Berjalan Mandiri)
a) Pengenalan Ruang dan Objek
Seseorang tunanetra yang kehilangan penglihatan pertama-
tama harus belajar berjalan mandiri, misalnya dimulai dari sekitar
tempat tidurnya, kemudian di seluruh ruangan dan di luar ruangan. Ia
dapat berkeliling dengan menggunakan peta mental yang dibentuknya
berdasarkan informasi yang di berikan kepadanya atau diperoleh
melalui eksplorasi yang dilakukannya sendiri. Tujuannya untuk
menentukan atau menetapkan titik tolak atau vocal point. Titik tolak
yang dianggap paling tepat (urgent) dalam sebuah ruangan adalah
pintu (hal ini di karenakan pintu tidak akan berubah tempa). Dalam
tahap pengenalan ruang yang dilakukan anak sebaiknya dibantu dulu
oleh seorang pendamping awas dalam hal menjelaskan landmark atau
ciri medan. Landmark yang harus diberitahukan oleh pendamping
awas kepada seorang tunanetra meliputi setiap benda, suara, bau, suhu,
atau peyunjuk taktual yang sudah dikenal, mudah ditemukan,
menetap,dan telah diketahui sebelumnya, serta memiliki lokasi yang
permanen di suatu lingkungan.
b) Teknik-Teknik Independent Travel
(1) Squaring Off
Berfungsi untuk mendapatkan informasi tentang benda-
benda di sekitarnya. Sikap berdiri lurus (sesempurna mungkin),
menggerakkan tangan ke samping menjauhi tubuh hingga bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
belakang tangan menyentuh tembok atau daun pintu. Kemudian
pembimbing harus menerangkan ruangan sebagai berikut :
(a) Jenis ruangan secara berurutan dan terangkan land mark
yang ada di setiap ruangan dengan mengacu pada vocal
point (pintu).
(b) Landmark adalah segala sesuatu yang bisa dijadikan tanda
atau patokan yang bersifat permanen.
(2) Upper Hand dan Fore Arm (tangan menyilang badan sejajar
pundak)
Teknik ini memberikan perlindungan pada bagian dada
dan kepala tunanetra dari benturan-benturan benda atau dari
rintangan-rintangan yang ada di depannya. Teknik ini
sebagaimana tenik lainnya hanya dapat berfungsi efektif
ditempat yang sudah dikenal. Jika diperlukan teknik ini dapat
dikombinasikan dengan teknik berjalan lainnya.
Menurut Irham Hosni (tt:217) Pelaksanaan teknik
Upper hand adalah sebagai berikut :
Tangan kanan atau tangan kiri di angkat ke depan setinggi bahumenyilang badan, siku membentuk sudut 120o dan telapaktangan menghadap ke depan, dengan ujung jari berlawanandengan bahu dan melindungi seluruh lebar bahu. Sikap kepalatetap tegak, tidak menunduk.
Menurut Marika Subroto dan Maryadi (1987:34)Upper hand fore Arm dapat dilakukan dengan cara sebagaiberikut:Tangan kanan atau tangan kiri diangkat ke depan setinggi bahuatau dada menyilang badan, sikut membentuk sudut kira-kira 120derajat telapak tangan menghadap ke depan ujung-ujung jariberlawanan dengan bahu dan gerakannya bervariasi vertikal (keatas dan ke bawah).
Sedangkan menurut Helen Keller Internasionalbekerja sama dengan Depdikbud (1986:27). Tata cara melakukanteknik Upper hand fore arm adalah sebagai berikut:
1. Tangan kanan atau kiri diangkat kedepan setinggi bahu,menyilang tubuh.
2. Siku membentuk sudut kira-kira 120 derajat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3. Telapak tangan menghadap ke depan dan ujung-ujungjari berlawanan dengan bahu.
4. Ingatlah agar selalu menjaga siku membentuk sudut120 derajat. Kalau tungkai menekuk kurang dari itumaka siku akan menonjol dan apabila membentur suatubenda, sikulah yang akan kena terlebih dahulu dan tentusaja sakit.
Gambar.2.4. Teknik Upper Hand(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan cara
melakukan teknik Upper hand dan fore arm adalah tangan kanan
atau tangan kiri diangkat ke depan badan menyilang setinggi
kepala atau bahu. Posisi tangan yang diangkat haruslah
membentuk sudut 120 derajat dengan telapak tangan menghadap
ke depan, dan tetap dijaga agar siku membentuk sudut 120
derajat, bila siku menekkuk dan membentuk sudut kurang dari
itu siku akan menonjol dan mudah terbentur benda. Variasi
gerakan dari tangan yang diangkat adalah vertikal atau bergerak
ke atas dan ke bawah hal ini untuk melindungi kepala dan bahu
atau anggota tubuh bagian atas dari benturan benda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
(3) Lower Hand dan Fore Arm (tangan menyilang badan ke arah
depan bawah)
Teknik ini memberikan perlindungan pada badan bagian
bawah terutama bagian perut dan selangkangan dari
kemungkinan benturan dengan objek atau rintangan dan
halangan yang berada di depannya dan berukuran setinggi perut.
Teknik ini juga hanya dapat berfungsi dengan baik jika
tunanetra berada di lingkungan yang sudah dikenal,dengan
demikian posisi rintangan, halangan dan objek sudah diketahui
oleh tunanetra. Pada tempat yang belum dikenal tunanetra,
teknik ini juga dapat digunakan akan tetapi kurang efektif dan
hanya bersifat untung-untungan.
Menurut Irham Hosni (tt:218) pelaksanaan tekniklengan dan tangan menyilang ke bawah adalah sebagai berikut:
1) Lengan kanan atau kiri diluruskan ke bawah.2) Sentuhkan telapak tangan ke paha yang berlawanan dengan
tangan. Misalnya tangan kanan menyentuh paha kiri atausebalikya.
3) Angkat tangan tersebut dari paha (menjauhi paha) kuranglebih 10-15 centimeter.
4) Ujung jari sampai pada pergelangan tangan harus dalamposisi rilek atau lentur (tidak tegang).
5) Telapak tangan menghadap ke badan.
Menurut Helen Keller Internasional bekerja samadengan Depdikbud (1986:27) teknik Lower hand dan fore armdapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Tangan kanan atau tangan kiri disilangkan di depantubuh mengarah ke bawah (selangkangan) dengantelapak tangan menghadap ke badan serta jari-jarimenghadap ke bawah.
2. Jarak tangan yang disilangkan kira-kira 20 derajatdengan paha.
Sedangkan menurut Marika Subroto dan Mariyadi(1987: 35) teknik Lower hand dan fore arm dapat dilakukandengan cara sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Tangan kanan atau tangan kiri disilangkan di muka badanbagian bawah (selangkangan) dengan telapak tangan menghadapke badan, dan dengan variasi gerakan vertikal.
Gambar.2.5. Teknik Lower Hand(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
teknik Lower hand dan fore arm dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Tangan kanan atau tangan kiri disilangkan secara diagonal
atau menyilang ke depan badan sejajar dengan paha dengan
telapak tangan menghadap ke badan. Tangan yang disilangkan
diangkat hingga membentuk jarak kurang lebih 10-15 cm dari
paha. Sudut antara paha dan tang yang menyilang kira-kira
sebesar 45 derajat. Variasi dari gerakan tangan yang menyilang
adalah gerak vertikal dari perut hingga kaki. Gerakan ini
dilakukan untuk melindungi anggota tubuh bagian bawah dari
benturan dengan sebuah benda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(4) Trailling (teknik merambat/menelusuri)
Teknik merambat/menelusuri ini digunakan oleh
tunanetra jika ia akan berjalan dan terdapat media atau sarana
yang dapat ditelusuri,misalnya:dinding,meja dan objek-objek
lain.
Tujuan penggunaan teknik merambat/menelusuri adalah
untuk mendapatkan garis lurus atau garis pengarah di dalam
menuju sasaran atau tempat yang akan dituju.
Cara dari pelaksanaan teknik merambat/menelusuri ini
adalah sebagai berikut :
Lengan kanan atau kiri diluruskan mendekati tembokdan jari-jari dibengkokkan lemas dan jari kelingkingserta jari manis menempel pada tembok atau dinding.Sudut lengan dan badan kurang lebih 60o dan jarakbadan dengan objek kurang lebih 10 centimeter (IrhamHosni,tt: 220).
Menurut Helen Keller Internasional bekerjasamadengan Depdikbud (1986:26) cara melakukan teknik Trailingadalah sebagai berikut:
1. Tunanetra berdiri disebelah benda yang akan diikutisecara paralel.
2. Dengan tangan kanan atau tangan kiri yangdirentangkan sedemikian rupa sehingga tangan ituberada dimukanya, kemudian punggung jari tanganmenyentuh benda yang akan diikutinya.
3. Jari-jari agak sedikit ditekuk. Adalah penting untukmenyentuh obyek yang diikuti dengan punggung jarikarena bagian ini sangat halus dan terasa sakit apabilamembentur sesuatu.
4. Pada saat tunanera berjalan maju dia harus berhati-hati agar supaya tungkai dan jari-jarinya tidak terlalurapat dengan badan. Apabila terlalu rapat makatunanetra tidak sempat berhenti kalau terbentur padasesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar.2.6. Teknik Trailling(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan teknik
Trailing dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Siswa
tunanetra berdiri didekat benda yang akan diikuti secara paralel.
Jarak siswa dari benda yang akan diikuti kurang lebih 10
centimeter. Kemudian tangan kanan atau tangan kiri diregangkan
atau di angkat ke samping kira-kira setinggi paha atau pinggang
dengan punggung jari menempel pada benda yang akan diikuti.
Punggung jari meraba lurus benda yang akan diikuti dengan
lembut atau tidak dengan tekanan penuh pada ujung jari. Jari
yang digunakan untuk menyentuh benda adalah jari manis dan
jari kelingking.
Trailling juga dapat mengajarkan siswa untuk
menjaga keselarasan seperti menjaga jarak antara tangan yang
meraba benda dengan tubuh agar tidak terlalu dekat, hal ini
dikarenakan bila jarak tangan dan tubuh terlalu dekat maka saat
ada benturan di depannya ia akan terlambat untuk menghindar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
mundur. Didalam melakukan teknik trailing arah gerakan
dilakukan searah jarum jam.
Teknik-teknik diatas dapat dikombinasikan antara satu
dengan yang lainnya, sehingga bisa di dapat teknik-teknik yang
lain dalam teknik Independent Travel. Teknik-teknik tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Transfering Open Doorway (melalui pintu terbuka)
Teknik berjalan melalui pintu terbuka, agar
berjalan tetap pada arah yang benar dan kepala terlindung
dari kemungkinan terbentur pada daun pintu.
Caranya adalah salah satu lengan tetap melakukan
cara berjalan dengan trailling sedangkan tangan yang
lainnya bisa menggunakan teknik upper hand dan fore
arm.(Marika Soebrata,1995:30).
Selain itu Marika Subroto dan Maryadi (1987:35)
juga berpendapat sama tentang cara pelaksanaan teknik
transfering open doorway yaitu dengan cara sebagai
berikut salah satu tangan tetap melakukan tetap melakukan
cara berjalan dengan trailing, sedangkan tangan yang
lainnya melakukan cara upper hand dan fore arm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar.2.7. Teknik Transfering Open Doorway(D. Jay Gense, Ed.S. dan Marilyn Gense, MA
http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html.)
Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan
bahwa cara melakukan teknik transfering open doorway
adalah sebagai berikut salah satu tangan melakukan teknik
upper han dan fore arm dengan cara tangan diangkat
menyilang badan sejajar dengan bahu atau kepala sambil
bergerak secara vertikal ke atas dan ke bawah untuk
melindungi anggota tubuh bagian atas, sedangkan tangan
yang lain melakukan teknik trailing dengan meraba benda
yang akan digunakan sebagai pedoman agar bisa berjalan
lurus tanpa merasa khawatir bila nanti kepala atau bahunya
akan terbentur oleh benda yang menghalangi. Teknik
semacam ini dapat digunakan oleh seorang tunanetra untuk
memperoleh informasi tentang keadaan lingkungan
sekaligus merasa aman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Direction Taking (menggunakan garis pengarah)
Teknik ini digunakan untuk menuju suatu sasaran
dengan memanfaatkan atau menggunakan garis pengarah
yang ada, misalnya sisi pinggir meja, sisi pinggir tempat
tidur dan sebagainya.
Agar sampai di tempat tujuan dengan tepat,
sedangkan cara yang digunakan disesuaikan dengan
keadaan, bisa dengan trailling, upper hand/lower hand dan
fore arm, atau bahkan dengan cara mengkombinasikan
cara-cara tersebut.
Cara melakukan direction taking adalah dengan
berdiri sejajar dengan garis pengarah yang menuju ke
tempat yang akan kita tuju, kemudian dengan trailling dan
upper hand/lower hand berjalan sepanjang garis pengarah
yang menuju tempat yang dimaksud (Marika Soebrata,
1995:30).
Cara yang hampir sama juga di terangkan oleh
Marika Subroto dan Maryadi (1987:36) yakni sebagai
berikut: Kita merapat ke dinding, sehingga kaki dan
lengannya menyentuh dinding. Untuk mengetahui
posisinya, tangan yang dekat ke dinding dapat diayun
kedepan dan kebelakang. Kemudian kita dapat menjauh
dari dinding dan terus berjalan menuju ke tempat tujuan
sepanjang garis pengarah.
Sedangkan menurut Helen Keller Internasional
bekerja sama dengan Depdikbud (1986:29) cara melakukan
direction taking adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
a. Tunanetra berdiri di depan obyek sedemikian rupa,
sehingga bagian belakang kakinya atau pundaknya
menyentuh objek dengan rata.
b. Tunanetra sekarang dapat berjalan maju ke depan
dalam satu garis lurus.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan
cara melakukan direction taking adalah sebagai berikut:
tunanetra berdiri di depan obyek dan merapatkan kaki
bagian belakang atau pundak pada obyek hingga
tunanetra yakin posisinya sudah tegak lurus dengan
objek. Kemudian jika tunanetra sudah yakin dengan
posisinya dia dapat berjalan lurus kedepan untuk
mencapai tujuan yang akan dicapainya. Dan bila
tunanetra ingin merasa aman maka dia bisa
menggunakan teknik seperti upper hand dan fore arm,
lower hand dan fore arm ataupun trailling bersamaan
dengan teknik direction taking ini.
3) Search Patterns (pengenalan ruangan)
(a) parimeter method (mengelilingi ruangan)
Untuk mengetahui berapa kira-kira luas sebuah
ruangan, caranya adalah pertama kita tentukan dulu
titik tolak, misalnya: pintu, sehingga setiap gerakan
bertitik tolak pada pintu. Dan selanjutnya dengan
trailling kita mengelilingi ruangan mengikuti arah
jarum jam sampai kembali lagi ke vokal poin (Marika
Soebrata,1995:31).
(b) grid system (menjelajahi ruangan)
Tujuannya agar dapat mengetahui keadaan ruangan
tersebut secara menyeluruh. Caranya adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1. Kita berjalan dari sudut menyilang ke sudut yang
lain.
2. Berjalan menyebrang dari dinding yang satu ke
dinding yang lain, sehingga seluruh ruangan bisa
di jelajahi. Teknik berjalan bisa menggunakan
upper hand/lower hand atau dengan
mengkombinaska keduanya.
3. Bila ruangan yang kita jelajahi itu luas, maka bisa
kita lakukan sebagian-sebagian (Marika Subroto
dan Maryadi,1987:36)
4) Dropped Obyek (mengambil benda jatuh).
Sebelum melakukan pencarían benda yang jatuh,
tunanetra harus mendengarkan terlebih dahulu suara benda
yang jatuh tersebut sampai suara terakhir. Setelah itu
tunanetra menghadapkan badannya ke arah suara terakhir
dari benda jatuh tersebut. Tunanetra harus melangkahkan
kaki mendekati suara terahir dari benda yang jatuh,dan
berjongkok untuk memulai mencari benda yang jatuh.
Dalam teknik mencari hendaknya tangan meraba
permukaan lantai yang dimulai dari dekat kaki sampai
melebar ke sekitar kaki. Apabila belum ketemu hendaknya
tunanetra melangkah satu langkah ke depan dan mulai
mencari kembali. Untuk menghindari benturan kepala
dengan objek sewaktu jongkok, maka ada dua cara dalam
berjongkok, yaitu :
a) Pertama dengan jalan membungkukkan badan ke
arah benda dengan sikap tangan upper hand
(melindungi bagian atas tubuh) yang di sesuaikan
dengan keadaan, sedangkan tangan yang lain
meraba-raba ke tempat benda yang jatuh tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b) cara yang lain dengan jongkok, kepala dan badan
tegak lurus dengan salah satu tangan melakukan
teknik upper hand atau perlindungan tubuh bagian
atas dan tangan yang lain meraba untuk mencari
benda yang jatuh (Helen Keller Internasional
bekerjasama dengan Depdikbud,1986:28).
2. Kajian Tentang Kemandirian
a. Pengertian Kemandirian
Pengertian kemandirian menurut Dimyati dan Moedjiono (2002 : 10),
“mandiri berarti berdiri sendiri atas modal kepercayaan pada diri sendiri dan
bukan atas dasar modal yang telah ditemukan dengan tidak terlalu
menggantungkan pada pihak lain tetapi lebih tergantung pada diri sendiri”.
Selanjutnya Hadari Nawawi (1991:57) memberikan pengertian
“kemandirian adalah kemampuan mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia
untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tipe berdasarkan situasi
dan kondisi yang di hadapi oleh seorang individu”.
Di dalam Kamus Besar Indonesia Depdikbud balai Pustaka
(Poerwodarminto,1995:625) “mandiri di artikan keadaan dapat berdiri sendiri,
tidak tergantung pada orang lain sejak kecil ia sudah terbiasa sehingga dari
ketergantungan pada orang lain. Kemandirian adalah hal atas keadaan dapat
berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah upaya yang dilakukan individu agar dapat berdiri sendiri
dengan modal kepercayaan pada diri sendiri dan bukan atas dasar modal yang
telah ditentukan oleh orang lain sehingga tidak bergantung pada orang lain
akan tetapi lebih tergantung pada kemampuan diri sendiri.
Sedangkan dalam hal berorientasi dan bermobilitas kemandirian yang
dimaksud adalah keadaan dimana seorang individu dapat melakukan teknik-
teknik orientasi dan mobilitas khususnya teknik-teknik dasar seperti teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Independent Travel yang meliputi teknik upper hand, lower hand dan trailing
tanpa harus sering tergantung kepada orang lain.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian
Tingkat kemandirian yang dimilki oleh setiap orang mungkin
bebeda-beda untuk setiap orangnya. Perbedaan-perbedaan tersebut pasti
disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu. Berikut adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi kemandirian seseorang.
Menurut Abdul Gafur (2003:32) bahwa faktor yang mempengaruhi
kemandirian di bagi menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari dalam individu
dan faktor yang berasal dari luar individu.
1) Faktor dari dalam individuFaktor dari alam individu terdiri dari kondisi individu tersebut berupakondisi fisik dan psikis.a) Kondisi Fisik
Kondisi fisik yaitu kondisi jasmaniah dari individu.b) Kondisi Psikis
Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan dari individu. Kondisikejiwaan yang mempengaruhi kemandirian adalah intelegensi,motivasi dan sikap.
2) Faktor dari luar individuFaktor dari luar individu meliputi faktor sosial dan non sosial yaitu :a) Faktor sosial
Faktor sosial adalah faktor yang berasal dari manusia. Yang berartiada hubungan secara langsung dengan manusia, misalnya seoranganak berada dalam asuhan pendidik atau keluarga yang otoriter.
b) Faktor non sosialYaitu selain adanya hubungan secara langsung dengan manusia ataufaktor-faktor-faktor dari situasi dan kondisi di lingkungan anak.Yang dimaksud adalah misalnya situasi politik, ekonomi dankebudayaan.
c. Pendidikan dan latihan yang tepat sebagai kunci keberhasilan
kemandirian individu tunanetra.
Didi Tarsidi dalam blognya ggal 20 juli 2007 mengemukakan “The real
problema of blindness is not the lack of eyesight. The real problema is the
misundestanding and lack of information which exist. If a blind person has
proper training and opportunity, blindness is only a physical nuisance”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Teks diatas menyuratkan bahwa masalah sesungguhnya yang
diakibatkan oleh ketunanetraan itu bukanlah hilangnya penglihatan itu sendiri,
melainkan kesalahfahaman dan kurangnya informasi mengenai ketunanetraan.
Jika seorang tunanetra memperoleh pendidikan dan latihan yang tepat serta diberi
kesempatan, ketunanetraan tidak lebih dari sekedar gangguan fisik. Hal ini
menyiratkan bahwa dengan pendidikan dan latihan yang tepat serta kesamaan
kesempatan, orang tunanetra pada umumnya akan dapat melakukan pekerjaan
pada umumnya di tempat kerja pada umumnya, dan akan dapat melakukannya
sebaik tetangganya yang awas.
Omvig (1999) mengemukakan tiga “resep” dasar yang dibutuhkan oleh
setiap orang tunanetra agar dapat mencapai tujuan kemandirian sejati dan
swasembada, seperti halnya yang dikutip oleh Didi Tarsidi dalam blognya. Dan
Didi Tarsidi menambahkan resep yang ke empat. Dan karena keempat resep ini
dibutuhkan oleh setiap orang tunanetra untuk dapat benar-benar mandiri, maka
sekolah pusat rehabilitasi bagi tunanetra harus berusaha memasukkan keempat
resep ini sebagai bagian yang integral dari program pendidikan/latihannya.
Keempat resep tersebut adalah :
1) Orang tunanetra harus menyadari, baik secara intelektual maupun emosional,
bahwa dia benar-benar dapat mabdiri dan swasembada.
2) Teknik Alternatif
Sering kali, untuk dapat melakukan kegiatan kehidupannya sehari-hari
secara mandiri, orang tunanetra harus menggunakan teknik alternatif, yaitu
teknik yang memanfaatkan indera-indera lain untuk menggantikan fungsi
indera penglihatan.
3) Mengatasi Sikap Negatif Masyarakat mengenai Ketunanetraan
Karena kurangnya informasi yang tepat mengenai ketunanetraan dan
karena mispersepsi masyarakat umum tentang orang tunanetra, maka sikap
negatif terhadap ketunanetraan sering ditunjukkan masyarakat umum,
sehingga komentar yang tidak tepat atau perlakuan yang ganjil akan dialami
oleh orang tunanetra setiap hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Bila siswa/klien telah memperoleh pengetahuan tentang sikap
masyarakat mengenai ketunanetraan, dan bila mereka sudah mulai mampu
memiliki pemahaman emosional bahwa kemandirian swasembada benar-
benar memungkinkan untuk dicapainya, maka akan semakin mudah baginya
untuk mengatasi masalah ini. Lambat laun mereka akan belajar untuk
menghadapi perlakuan masyarakat yang ganjil itu dengan senyuman, dan
bahkan dengan percakapan yang bersahabat dan konstruktif bagi kedua belah
pihak.
4) Penampilan Sosial
Penampilan sosial seseorang sangat menentukan apakah dia dapat
diterima dengan baik di dalam lingkungan sosialnya. Yang dimaksud dengan
penampilan sosial di sini adalah cara orang berperilaku, yang dapat dilihat
dari gerakan fisiknya, tutur katanya, caranya berpakaian, dan caranya
melakukan interaksi sosial secara keseluruhan. Banyak perilaku yang
ditampilkan oleh individu itu dipelajari atau dimodifikasinya dengan
memperhatikan dan meniru model melakukan tindakan-tindakannya.
Jadi, deskripsi verbal dari model mengenai suatu perilaku,yang
disertai bimbingan fisik, merupakan cara terbaik untuk memberikan persepsi
tentang perilaku kepada anak tunanetra agar dia dapat menirunya, perolehan
perilaku fisik oleh individu tunanetra itu harus lebih banyak dilakukan dalam
setting pembelajaran. Harus termasuk ke dalam proses pembelajaran
perilaku ini adalah penghilangan perilaku kebiasaan yang berupa gerakan
fisik yang tidak normal (seperti bergoyang-goyang atau menusuk-nusuk
mata), yang dikenal dengan istilah blindism atau stereotypic behavior, yang
sering dapat diamati pada individu tunanetra tertentu.
3. Kajian Tentang Tunanetra
a. Pengertian Anak Tuna Netra
Menentukan pengertian tentang tunanetra sering menjadi masalah
yang komplek, karena pada kenyataanya bahwa sebagian orang akan cenderung
untuk berfikir bahwa semua orang yang tunanetra sama sekali tidak mempunyai
penglihatan. Namun pada faktanya tidak demikian. Ada beberapa yang masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
memiliki sedikit sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca
atau menulis huruf sebagaimana anak normal. Untuk memperjelas tentang batasan
pengertian tunanetra, penulis uraikan beberapa pengertian tunanetra sebagai
berikut:
Dalam bidang pendidikan luar biasa dikenal istilah Tunanetra yangmana Menurut Puwaka Hadi (2007:8) istilah tunanetra secara harafiah berasaldari dua kata,yaitu: a. Tuna (tuno:Jawa) yang berarti rugi yang kemudiandiidentikkan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki danb. Netra (netro:Jawa) yang berarti mata. Namun demikian, kata tunanetraadalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang berarti adanya kerugianyang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata, baik anatomismaupun fisiologis.
Menurut Pertuni dalam situs http://kontunet.blogspot.com pengertiantunanetra bahwa,“tunanetra ialah mereka yang berindera penglihatan lemahpada kedua matanya sedemikian rupa sehingga tidak memiliki kemampuanmembaca tulisan atau huruf cetak ukuran normal (ukuran huruf ketik pika)pada keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata, sampaidengan mereka buta total”.
Sedangkan T.Sutjihati Somantri (2006:65) mengemukakan bahwa,
“pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya
(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam
kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas”.
Dari Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan tunanetra tidak
hanya seorang individu yang mengalami kebutaan akan tetapi juga individu
yang mengalami gangguan melihat, baik yang sebagian ataupun yang total
sehingga mengalami hambatan dalam proses belajar yang mereka lakukan.
b. Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan
Setiap orang yang mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan yang tidak normal bila dibandingkan dengan teman sebaya
dapat dipastikan ada faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Faktor-faktor
tersebut secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Heather Mason dalam Purwaka hadi(2007:12) menyebutkan penyebabtunanetra adalah:1. Faktor genetik atau herediter: beberapa kelainan penglihatan bisa didapat
akibat diturunkan dari orangtua misalnya buta warna, albinism, retinitispigmentosa.
2. Perkawinan sedarah: banyak ditemukan ketunanetraan pada anak hasilperkawinan dekat,misalnya keluarga dekat (incest). Pola ini menyebebkansecara genetis rentan untuk menurunkan sifat, termasuk penyakit ataukelainan.
3. Proses kelahiran: mengalami trauma pada saat proses kelahiran, lahirpremature, berat lahir kurang dari 1300 gram, kekurangan oksigen akibatlamanya proses kelahiran, anak dilahirkan dengan menggunakan alatbantu.
4. Penyakit anak-anak yang akut sehingga berkomplikasi pada organ mata,infeksi virus yang menyerang syaraf dan anatomi mata, tumor otak yangmenyerang pusat syaraf organ penglihatan.
5. Kecelakaan: tabrakan yang mengenai mata, benturan, terjatuh, dan traumalian yang scera landsung atau tidak langsung mengenai organ mata;tersetrum aliran listrik, kena zat kimia, terkena cahaya tajam.
6. Perlakuan kontinyu dengan obat-obatan: beberapa obat untukpenyembuhan suatu penyakit tetrtentu ada yang berefek negatif terhadapkesehatan mata, demikian juga penggunaan obat yang overdosis sangatberbahaya terhadap organ-organ lunak seperti mata.
7. Infeksi oleh binatang juga dapat merusak organ-organ selaput mata yangtipis, bahkan dapat menyebabkan penyakit bergulma atau borok.
8. Beberapa kondisi kota dengan suhu panas, menyebabkan udara mudahbergerak dan dan membawa bibit penyakit kering yang masuk ke mata,pada daerah kering bisa ditemukan penyakit trachoma.
Berhubungan dengan uraian diatas C Mpyet dan AW Solomondalam Br J Ophthalmol. Br J Ophthalmol. 2005 April; 89(4):417-419mengungkapkan hal sebagai berikut “ Cataract was the commonest cause ofblindness. Other major causes were non-trachomatous corneal opacity andtrachoma. Blindness and low vision are highly prevalent among leprosypatients in this setting. Blindness and low vision are highly prevalent amongleprosy patients in this setting.
.Maksudnya adalah Katarak merupakan penyebab paling umum
kebutaan. Penyebab utama lainnya adalah opasitas kornea non-trachomatous
dan trachoma. Kebutaan dan low vision sangat lazim di antara pasien kusta
dalam pengaturan ini. Hanya sepertiga dari beban patologi mata berhubungan
dengan efek langsung dari kusta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Ketunanetraan juga dapat disebabkan oleh penyakit akut antara lain
sebagai berikut:
1. Diabetes Melitus
2. Hipertensi
3. Opthalmopati Endokrin
4. Infeksi Sistemik
5. Kekurangan Vitamin A
6. Trauma
a. Trauma tumpul
b. Trauma tajam
c. Trauma kimia
d. Trauma sinar
e. Trauma listrik
f. Adanya benda asing yang masuk ke dalam mata,termasuk didalamnya
debu, bakteri penyakit, sengatan binatang.
c. Karakteristik Anak Tunanetra
Tingkah laku anak tunanetra sering menunjukkan perbedaan dengan
anak awas, hal ini tentunya disebabkan oleh ketidakmampuannya menerima
rangsang akibat dari ketidakfungsian indera penglihatannya. Dengan hanya
melihat tingkah laku anak tunanetra sudah terlihat jelas perbedaan yang
mencolok antara anak tunanetra dengan anak awas.
Jamila K. A Muhammad (2008:80-81), gejala yang biasa terjadi pada
anak-anak yang mungkin mengalami masalah penglihatan dapat dilihat
dengan tiga aspek, yaitu:
1) Pertanda fisik:
a) Bola mata selalu berputar-putar
b) Mata selalu bergerak-gerak
c) Tidak merepon terhadap cahaya yang terang
d) Terdapat bintik-bintik putih pada pupil
e) Bagian tepi mata berwarna merah
f) Mata selalu berair
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
g) Mata terlalu sensitif terhadap cahaya
2) Tingkah laku:
a) Selalu memajukan kepalanya ke depan, misalnya untuk melihat papan
tulis atau objek tertentu
b) Selalu memicingkan kepala
c) Sering mengedipkan mata
d) Sering mengusap-usap mata
e) Sering menutup sebelah matanya
f) Sering menabrak benda
g) Sering salah dalam mengenali huruf
h) Selalu menonton televisi atau membaca buku dengan jarak yang
sangat dekat
i) Sering memegangi kepala dengan cara yang aneh
j) Sering mengeluarkan air mata
k) Memegang buku atau bacaan yang terlalu dekat dengan wajahnya
l) Sering mencari-cari baris kalimat yang dibaca
m) Sering mencontek pekerjaan teman
n) Sering tidak membuat tugas yang diberikan
o) Selalu menghindar untuk membuat setiap tugas yang diberikan
3) Keluhan:
a) Selalu mengeluh sakit kepala, mual, dan pening
b) Penglihatan kabur
c) Penglihatan berbayang-bayang
d) Penglihatan kabur setelah melakukan pekerjaan dengan konsentrasi
tinggi
e) Sensitive terhadap cahaya
f) Mata selalu gatal
d. Klasifikasi Tunanetra
Untuk dapat memberikan pendidikan dan pelayanan yang sesuai bagi
seorang tunanetra, tunanetra harus di kelompokkan atau dibagi kedalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
beberapa kelompok, karena dengan berada dalam suatu kelompok dengan
gejala yang sama tunanetra akan lebih mudah untuk di beri pendidikan dan
juga layanan yang sesuai. Berikut adalah beberapa pengklasifisian tunanetra:
Berdasarkan klasifkasi dari WHO, menurut Hosni dalam Yosfan
Azwandi(2007:110) berdasarkan hasil pengukuran tes Snellen ketajaman
seseorang dihubungkan dihubungkan dengan tingkat efisiensi yang tersisa,
yang mana dapat dilukiskan dalam tabel berikut.
Tabel. 2.1. Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan Hasil Tes Snellen
NO Ketajaman Tingkat Efisiensi Keterangan
1 20/20 f Efisiensi = 100 % Kategori Normal
2 20/35 f Efisiensi = 87,5 %
3 20/70 f Efisiensi = 64,5 % Low Vision
(Keterbatasan
Penglihatan)
4 20/100 f Efisiensi = 48,9 %
5 20/200 f Efisiensi = 20,0 %
6 >20/200 f Efisiensi = >20,0 % Keterbatasan Berat
7 0 f Efisiensi = 0 % Buta Total
Berdasarkan saat terjadinya kebutaan dalam Anastasia Widdjajantin danImanuel Hitipeuw(tt:7),Tunanetra dapat diklsifikaskan menjadi:
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir2. Tunanetra Batita3. Tunanetra Balita4. Tunanetra Pada Usia Sekolah5. Tunanetra Remaja6. Tunanetra Dewasa
Berdasarkan tingkan kelemahan visual dalam Anastasia Widdjajantindan Imanuel Hitipeuw(tt:9), tunanetra dapat di klasifikaskan menjadi:
1. Tidak ada kelemahan visual (normal)2. Kelemahan visual ringan3. Kelemahan visual sedang4. Kelemahan visual parah5. Kelemahan visual sangat parah6. Kelemahan Visual yang mendekati buta total7. Kelemahan visual total
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Meninjau dari pendapat tentang tingkat ketunanetraan di atas, penulis
membuat kesimpulan, bahwa katunanetraan memang dapat diklasifikasikan
berdasarkan taraf kehilangan penglihatan dan waktu terjadinya ketunanetraan.
Dasar klasifikasi ini adalah yang paling berguna dalam pemberian tindak
lanjut dalam pemberian layanan maupun pendidikan bagi anak tunanetra.
Dengan mengetahui tingkat kehilangan penglihatan anak, maka baik orangtua
maupun guru di sekolah dapat menyesuaikan segala bentuk cara untuk
mengajarkan kemampuan-kemampuan aktivitas sehari-hari termasuk juga
dalam mengajarkan kemampuan orientasi dan mobilitas kepada anak dengan
lebih efektif.
e. Dampak Ketunanetraan
Ketunanetraan dapat terjadi sejak lahir (prenatal), pada saat proses
kelahiran (natal), maupun setelah lahir (post natal). Akibat dari ketunanetraan
bisa menyebabkan penyandang kurang atau kehilangan kemampuan.
Purwaka Hadi menyatakan ada beberapa dampak yang akan muncul
akibat dari ketunaan yang dimiliki oleh seorang inidividu, yang antara lain:
a) Dampak personal atau individu
Yaitu dampak ketunanetraan yang langsung dialami oleh
penderitanya. Tingkatan-tingkatan reaksi tersebut sangat
bervariasi, misalnya: tidak dapat melihat dengan baik, muncul
hambatan-hambatan dala hidupnya, memnculkan reaksi emotional
pada penyandangnya, terpengaruhnya perkembangan pdibadi
individu.
b) Dampak pada perkembangan sosial dan emosional
Tunanetra walaupun mengalami kekurangan pada masalah
penglihatan, namun tetap mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dengan mewujudkan dalam peran sosial (social
role) di lingkungan masyarakatnya. Akibat terjadinya kecacatan
atau kelainan penglihatan dalam lingkup kehidupan yang
luas,biasanya akan menimbulkan pandangan atau reaksi yang
beragam pada masyarakat, baik yang bersifat negatif seperti masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
bodoh(Apriori), menganggap tunanetra selalu bergantug pada
oranglain, dan sebagainya ataupun yang bersifat positif.
c) Dampak pada perkembangan bahasa dan komunikasi
Dampak ketunanetraan seseorang dapat berpengaruh pada
perkembangan bahasa. Hal ini dikarenakan seorang tunanetra
mengalami hambatan dalam mengamati kejadian visual dan juga
bila memiliki konsekuensi kehilangan pendengaran, maka ia akan
kesulitan untuk berkomunikasi, sebab perbendaharaan kata dan
bahasa yang dimiliki sangatlah terbatas.
d) Dampak pada perkembangan kognitif
Dampak ketunanetraan pada perkembangan kognitif adalah
ketunanetraan dapat menimbulkan masalah atau gangguan dalam
hal tingkat dan macam pengalaman yang dimiliki, dalam hal
kecakapan atau kesanggupan untuk berbuat, dan dalam hal
berinteraksi dengan lingkungannya.
e) Dampak pada perkembangan gerak serta orientasi dan mobilitas
Individu yang mengalami ketunanetraan baik ringan maupun berat
yang memiliki berbagai tingkat ketakutan akan tidak mendapatkan
kesempatan yang baik untuk belajar bergerak, karena hal ini
terjadi tunanetra tidak memperoleh pengalaman untuk membuat
peta atau konsep mental tentang lingkungannya sehingga
tunanetra seringkali terlambat dalam perkembangan gerak
motoriknya.
4. Kajian Tentang Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan tugas utama dari seorang pelajar. Belajar
merupakan kegiatan pikiran seseorang yang yang dilakukan untuk
memperoleh pengetahuan. Belajar merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
individu, bahkan ada yang menyebutkan bahwa sebagian terbesar
perkembangan individu berlangsung melalui proses belajar, untuk memahami
pengertian dari belajar berikut penulis uraikan beberapa pengertian dari
belajar.
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih,
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
(Departemen Pendidikan Nasional, 2007:17)
Menurut James O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri, 1999)
“Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman”.
Sedangkan Mahfud Shalahuddin (1990 : 29) dalam buku: PengantarPsikologi Pendidikan, mendefinisikan bahwa: “Belajar adalah suatu prosesperubahan tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus melaluiprosedur latihan. Perubahan itu sendiri berangsur-angsur dimulai dari sesuatuyang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dandipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalaniproses belajar itu.”
Dari beberapa pengertian belajar diatas penulis dapat menyimpulkan
belajar adalah suatu proses yang harus dilakukan secara berulang-ulang dan
menggunakan usaha dan hasil dari belajar itu mengakibatkan suatu perubahan
dari orang tersebut dan performence atau penampilan orang tersebut lebih
meningkat dari sebelumnya. Perubahan itu tidak hanya mengenai sejumlah
pengalaman, pengetahuan, melainkan juga membentuk kecakapan, kebiasaan,
sikap, pengertian, minat, penyesuaian diri.
b. Ciri-ciri Belajar
Belajar sebagai sebuah proses memiliki ciri-ciri yang dapat
menyatakan jika seseorang sudah melakukan proses belajar. Ciri-ciri belajar
dalam http://joegolan.wordpress.com/ 2009/04/13/ pengertian_belajar adalah
sebagai berikut:
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku
bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun
nilai dan sikap (afektif).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau
dapat disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha.
Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-
obatan.
Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki
keinginan untuk belajar:
1. Adanya dorongan rasa ingin tahu
2. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
sebagai tuntutan zaman dan lingkungan sekitarnya.
3. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa “segala aktivitas
manusia didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan
biologis sampai aktualisasi diri”.
4. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.
5. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.
7. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
8. Untuk mengisi waktu luang.
c. Kajian tentang Mengenal Lingkungan Sekolah
Meskipun lingkungan tidak bertanggungjawab terhadap kedewasaan
anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya
yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam
lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada
dasarnya lingkungan mencakup lingkungan fisik, lingkungan budaya,
liangkungan sosial.
Dalam meningkatkan kemandirian orientasi dan mobilitas anak
tunanetra dalam mengenal lingkungan sekolah, maka seorang anak tunanetra
dituntut untuk mengenal terlebih dahulu seperti apa lingkungan sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Untuk membantu pemahaman berikut penulis uraikan sedikit tentang pengertian
mengenal lingkungan sekolah.
“Mengenal berdasar dari kata kenal yang artinya 1. tahu atau teringat
kembali,2. tahu,3. pernah tahu,4. mengerti. Sedangkan mengenal adalah
mengetahui atau kenal akan atau tahu akan sesuatu dengan dengan mengetahui
cirri-ciri yang ada”. (Poerwodarminto dalam Kamus Bahasa Indonesia edisi ke
tiga 2007:541).
Menurut Semiawan “lingkungan adalah segala sesuatu di luar diri
individu (eksternal) dan merupakan sumber informasi yang diperolehnya melalui
panca inderanya. Salah satu lingkungan yang terbukti sangat berperan dalam
pembentukan kepribadian murid adalah sekolah” (Semiawan,1999: 127).
Menurut Soedijarto (2000: 46),“sekolah sebagai pusat pembelajaran
yang bermakna dan sebagai proses sosialisasi dan pembudayaan kemampuan,
nilai, sikap, watak, dan perilaku hanya dapat terjadi dengan kondisi infrastruktur,
tenaga kependidikan, sistem kurikulum, dan lingkungan yang sesuai”.
Pendapat lain dari Semiawan (1999: 22) menyatakan “sekolah sebagai
sarana pendidikan berfungsi juga sebagai lembaga untuk menyeleksi dan
memilih manusia yang berbakat,terampil dan mampu, sehingga masyarakat
berkembang ke arah kondisi yang bermanfaat (meritocracy), dan dapat
memenuhi kondisi masyarakat yang dipersiapkan untuk masa depan”.
Dari berbagai pendapat dan teori di atas, disimpulkan lingkungan
sekolah adalah suatu tempat dengan iklim yang dikondisikan untuk belajar dan
mempersiapkan murid memenuhi perannya di masa sekarang dan masa
mendatang.
Jadi mengenal lingkungan sekolah merupakan sebuah proses yang
dilakukan oleh siswa dalam rangka lebih mengetahui lingkungan sekolah yang
terdiri dari lingkungan biotik maupun abiotik.
B. Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Anak tunanetra memiliki berbagai keterbatasan dalam segala kehidupannya.
Keterbatasan tersebut antara lain dalam bidang akademik, sosial, dan dalam bidang
komunikasi ataupun juga dalam bidang komunikasi.
Dengan andanya segala keterbatasan tersebut berakibat anak tunanetra
mengalami kesulitan untuk hidup mandiri. Kemandirian merupakan bagian terpenting
dalam kehidupan manusia. Dengan adanya kemandirian, manusia tidak harus terus
bergantung pada orang lain dalam hidupnya. Kemandirian yang menjadi masalah bagi
anak tunanetra tidak hanya kemandirian dalam hal aktivitas sehari-hari, akan tetapi
anak tunanetra juga harus dididik dan diajari kemandirian dalam hal bermobilitas
sehingga diharapkan anak tunanetra tidak akan terus tergantung pada orang lian untuk
bermobilitas.
Untuk membimbing kemandirian anak tunanetra dalam hal bermobilitas
salah satu pembelajaran yang dapat diberikan adalah pengajaran teknik-teknik
Orientasi dan Mobilitas yang berupa teknik-teknik Independent Ttravel (berjalan
Mandiri). Pembelajaran teknik-teknik Independent Travel dalam Orientasi dan
Mobilitas merupakan salah satu pembinaan yang pokok bagi tunanetra. Dengan
pembelajaran teknik-teknik Orientasi dan Mobilitas tersebut diharapkan anak
tunanetra dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat mandiri dalam
hidupnya.
Bertolak dari uraian di atas, dapat dibuat bagan sebagai berikut:
Kemampuan awal anak Tuna Netra kurang dapat mandiri sebelumditerapkan teknik Upper hand,Lower hand dan Trailling
Guru memberikan pembelajaran teknik upperhand, Lower hand danTrailling pada Anak Tuna netra
Guru memberikan pembelajaran teknik Upper hand,Lower hand danTrailling pada Anak Tuna netra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Skema 2.8. Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis merupakan tafsiran sementara yang masih perlu diuji
kebenarannya, mengenai bukti-bukti secara ilmiah. Hipotesis tindakan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Teknik Upper hand, Lower hand, dan
Trailling dapat meningkatkan kemandirian dalam mengenal lingkungan sekolah pada
siswa Tunanetra Kelas I SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran
2010/2011.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SDLB N Cangakan Karanganyar yang
beralamat di Komplek Perkantoran Kabupaten Karanganyar. Sekolah ini dibangun
di atas area seluas 6.000 m2. Sekolah ini memiliki ruang kelas yang digunakan
untuk proses belajar mengajar, yang terdiri dari kelas tingkat paud, dan tingkat
sekolah dasar yang meliputi dari kelas I, kelas II, kelas III, kelas IV, kelas V, dan
kelas VI. Penelitian ini akan dilakukan di tingkat kelas I.
2. Waktu Penelitian
Rencananya tahap persiapan hingga tahap pelepasan membutuhkan
waktu kurang lebih lima bulan, tehitung sejak Juli 2010. Berikut rincian jadwal
kegiatan penelitian :
Tabel.3.1. Tabel Jadwal Kegiatan
NO KEGIATAN BULAN
JULI AGUST SEPT OKT NOV
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1 Penyusunan
Proposal
2 Perijinan
3 Penyusunan
Instrumen
4 Pelaksanaan
Penelitian
5 Analisis
Data
6 Penyusunan
Laporan
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Penelitian
Tindakan Kelas (classroom action research). Menurut Suharsimi Arikunto
(2008:2) pengertian PTK yaitu:
1) Penelitian – menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek denganmenggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh dataatau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yangmenarik minat dan penting bagi peneliti.
2) Tindakan – menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukandengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian sikluskegiatan untuk siswa.
3) Kelas – dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapidalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenaldalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilahkelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerimapelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata ini, segera dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Pada hakikatnya penelitian tindakan kelas merupakan suatu siklus yang
terdiri adanya masalah, rencana tindakan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Hal
ini disebabkan masalah yang dihadapi tidak langsung dapat diselesaikan dalam
suatu tindakan, sehingga perlu adanya tindakan perbaikan lanjutan terhadap
masalah yang belum terselesaikan. Dengan demikian pelaksanaan tindakan kelas
cenderung dilakukan lebih dari satu kali.
Prosedur penelitian tindakan kelas mencakup langkah-langkah:(1)
persiapan,(2) studi/survey awal,(3) pelaksanaan siklus,dan(4) penyusunan laporan.
Prosedur penelitian tindakan kelas secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Skema 3.1. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
(Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2006: 74)
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa Kelas I di SDLB N Cangakan Karanganyar
sejumlah 2 siswa yang terdiri dari 2 orang siswi. Selain siswi, subjek penelitian ini
adalah guru kelas dan orangtua siswa.
D. Sumber Data Penelitian
Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang kemandirian
siswa dalam melakukan kegiatan sehari-hari khususnya dalam mengenal
lingkungan sekolah. Data penelitian itu dikumpulkan dari berbagai sumber yang
meliputi:
Permasalahan
Permasalahanbaru hasilrefleksi
Apabilapermasalahan
belumterselesaikan
Perencanaantindakan I
Perencanaantindakan II
Refleksi I
Refleksi II
Dilanjutkan kesiklus berikutnya
Pelaksanaantindakan I
Pengamatan/mengumpulkan data
I
pelaksanaantindakan II
Pengamatan/mengumpulkan
data II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
1. Informan.
Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas dan orangtua siswa.
2. Dokumen.Dokumen atau arsip, yang antara lain berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, hasil pengamatan kegiatan siswa, foto kegiatan
orientasi dan mobilitas, dan hasil wawancara yang dilakukan dengan
siswa, guru kelas ataupun orangtua siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
observasi, wawancara dan tes yang masing-masing secara singkat diuraikan
berikut ini:
1. Observasi
a. Pengertian Observasi
Observasi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
memperoleh data. Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2008:203)
mengemukakan bahwa “Observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan
dan ingatan”.
Sugiyono (2008:203) mengemukakan bahwa, “Observasi sebagaiteknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkandengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalauwawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, makaobservasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yanglain”.
Suharsimi Arikunto (2003: 51) menjelaskan bahwa: Observasi atau
yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera.
Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pengecap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
b. Macam-Macam Observasi
Ada tiga jenis teknik pokok dalam observasi yang masing-masing
umumnya cocok untuk keadaan-keadaan tertentu ( Tarmudi juli 2007
dalam http://mastarmudi.blogspot.com/2010/07/pengertian-
observasi.html) yaitu:
1. Observasi Partisipan
Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang
rnengadakan observasi (observer) turut ambil bagian dalam
perikehidupan observer. Jenis teknik observasi partisipan umumnya
digunakan orang untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Untuk
menyelidiki satuan-satuan sosial yang besar seperti masyarakat suku
bangsa karena pengamatan partisipatif memungkinkankan peneliti
dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan observer,
sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci dan detail
terhadap hal-hal yang akan diteliti.
Dalam observasi partisipan, observer berperan ganda yaitu sebagai
pengamat sekaligus menjadi bagian dan yang diamati. Sedangkan
dalam observasi nonpartisipan, observer hanya memerankan diri
sebagai pengamat. Perhatian peneliti terfokus pada bagaimana
mengamati, merekam, memotret, mempelajari, dan mencatat tingkah
laku atau fenomena yang diteliti. Observasi nonpartisipan dapat
bersifat tertutup, dalam arti tidak diketahui oleh subjek yang diteliti,
ataupun terbuka yakni diketahui oleh subjek yang diteliti.
2. Observasi Sistematik
Observasi sistematik biasa disebut juga observasi berkerangka atau
structured observation. Ciri pokok dari observasi ini adalah kerangka
yang memuat faktor-faktor yang telah di atur kategorisasinya lebih
dulu dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori
itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
3. Observasi Eksperimental
Observasi dapat dilakukan dalam lingkup alamiah/natural ataupun
dalam lingkup experimental. Dalam observasi alamiah observer
rnengamati kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan perilaku-
perilaku observee dalam lingkup natural, yaitu kejadian, peristiwa, atau
perilaku murni tanpa adanya usaha untuk mengontrol.
Observasi eksperimental dipandang sebagai cara penyelidikan yang
relatif murni, untuk menyeidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu
terhadap tingkah laku manusia. Sebab faktor-faktor lain yang
mempengaruhi tingkah laku observee telah dikontrol secermat-
cermatnya, sehingga tinggal satu-dua faktor untuk diamati bagaimana
pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu terhadap tingkah laku.
Ciri-ciri penting dan observasi eksperimental adalah sebagai
berikut:
1. Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat
seseragam mungkin untuk semua observee.
2. Situasi dibuat sedemikian rupa, untuk memungkinkan variasi
timbulnya tingkah laku yang akan diamati oleh observee.
3. Situasi dibuat sedemikian rupa, sehingga observee tidak tahu
maksud yang sebenannya dan observasi.
4. Observer, atau alat pencatat, membuat catatan-catatan dengan teliti
mengenai cara-cara observee mengadakan aksi reaksi, bukan hanya
jumlah aksi reaksi semata.
c. Observasi yang digunakan
Pengamatan yang peneliti lakukan adalah pengamatan berperan serta
secara pasif. Pengamatan itu dilakukan terhadap guru ketika melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas maupun kinerja siswa selama proses
belajar mengajar berlangsung. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan
belajar mengajar metode Orientasi dan Mobilitas pada siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengambil tempat satu
ruangan dengan siswa. Dalam posisi itu, peneliti dapat secara lebih leluasa
melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar mengajar siswa dan guru
di kelas. Pengumpulan data ini dilakukan dengan format observasi yang
telah disusun sebelumnya, observasi dilakukan kepada guru dan siswa.
Skala yang dipakai untuk lembar observasi ini adalah skala penilaian.
Menurut Nana Sudjana (2007:77), “Skala penilaian merupakan alat untuk
mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seesorang melalui
pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinum atau suatu kategori
yang bermakna nilai”. “Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk
mengukur proses mengajar guru, proses belajar siswa, atau hasil belajar
dalam bentuk perilaku seperti keterampilan, hubungan sosial siswa, dan
cara memecahkan masalah” (Nana Sudjana, 2007:79).
Pengamatan terhadap guru difokuskan pada kegiatan guru dalam
mengajarkan teknik upper hand, lower hand dan trailling pada siswa.
Pengamatan terhadap kinerja guru, juga diarahkan pada kegiatan guru
dalam menjelaskan teori sebelum memberikan praktek, memotivasi siswa,
mengajukan pertanyaan dan menanggapi jawaban siswa, memberikan
umpan balik, dan melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
Sementara itu, pengamatan pada siswa difokuskan pada hasil belajar
siswa, keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, keaktifan siswa dalam
bertanya, dan sebagainya.
Dalam pedoman atau format observasi untuk kemampuan guru
dalam mengelola kelas, aspek yang akan diamati ada 7 (tujuh) aspek yang
dapat digambarkan pada tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 3.2. Format (Pedoman) Observasi untuk Kemampauan Guru dalam
Mengelola Kelas
NO Aspek Yang Diamati Nomor ItemKriteria penilaian
1 2 3 4
1 Bersikap tanggap 1, 2, dan 3
2 Membagi perhatian 4 dan 5
3Memusatkan perhatian
kelompok
6, 7, dan 8
4 Petunjuk yang jelas 9 dan 10
5 Memberikan teguran 11, 12, 13, 14, dan 15
6 Memberikan penguatan 16, 17, dan 18
7 Menuntut tanggung jawab 19 dan 20
Dengan menggunakan 4 skala penilaian sebagai berikut;1: tidak
pernah, 2: pernah, 3: kadang-kadang dan 4: sering. Dimana pedoman
penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut: Total nilai 60-80 = baik,
40-59 = cukup, dan kurang dari 40 = kurang.
Dalam pedoman atau format observasi untuk kemampuan guru
dalam menjelaskan ada 5 aspek yang akan diamati, yang dapat digambarkan
pada tabel berikut :
Tabel.3.3. Format (pedoman) Observasi Untuk Kemampuan Guru Dalam
Menjelaskan
NO Aspek Yang Diamati Nomor ItemKriteria Penilaian
1 2 3 4
1 Kejelasan 1 dan 2
2 Penggunaan contoh/ilustrasi 3, 4 dan 5
3 Pengorgasasian 6 dan 7
4 Penekanan pada yang penting 8, 9 dan 10
5 Balikan 11 dan 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dengan skala penilaian sebagai berikut: 1: tidak pernah, 2: pernah, 3:
kadang-kadang dan 4: sering. Adapun pedoman penilaian yang digunakan adalah
sebagai berikut: total nilai 45-60 = baik, 31-44 = cukup, dan kurang dari 30 =
kurang.
Tabel.3.4. Format (Pedoman) Observasi Keaktifan Siswa
NO Aspek Yang Diamati Nomor ItemKriteria penilaian
1 2 3 4
1Siswa memperhatikan guru dari
awal pelajaran dibuka
1
2 Siswa tidak sibuk dengan hal lain 2
3Siswa menanyakan hal-hal yang
dianggap sulit dari penjelasan guru
3
4Siswa mampu menjawab pertanyaan
guru secara lisan
4
5Siswa terlihat aktif berdiskusi
dengan teman
5
6Siswa dapat menceritakan
pengalamannya dalam berorientasi
6
7
Siswa mau mencoba latihan dengan
teknik Upper hand, Lower hand dan
trailing
7
8Siswa mau membantu teman yang
belum bisa
8
9Siswa mau mencatat penjelasan dari
guru
9
10Siswa memberikan masukan kepada
guru
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Dengan skala penilaian sebagai berikut: 1: tidak pernah, 2: pernah, 3:
kadang-kadang dan 4: sering. Adapun pedoman penilaian yang digunakan
adalah sebagai berikut: total nilai 31-40 = baik, 20-30 = cukup dan kurang
dari 20 = kurang.
Tabel.3.5. Format (Pedoman) Observasi Hasil Belajar Siswa
NO Aspek Yang Diamati Nomor ItemKriteria penilaian
1 2 3 4
1 Siswa mampu masuk ke dalam kelas 1
2 Siswa mampu keluar kelas 2
3Siswa mampu mencari tempat
duduknya sendiri di dalam kelas
3
4Siswa mampu mencari tempat duduk
guru di dalam kelas
4
5Siswa mampu mencari tempat duduk
teman dalam kelas
5
6Siswa mampu mencari tempat alat-alat
belajar di dalam kelas
6
7 Siswa mampu pergi ke toilet 7
8 Siswa mampu pergi ke dapur 8
9Siswa mampu pergi ke kantor/ruang
guru
9
10 Siswa mampu pergi ke kelas lain 10
11Siswa mampu pergi ke mushola/tempat
ibadah
11
12 Siswa mampu pergi ke perpustakaan 12
13 Siswa mampu pergi ke ruang olahraga 13
14Siswa mampu pergi ke lapangan
tempat upacara bendera
14
15 Siswa mampu pergi ke kantin sekolah 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Dengan skala penilaian yang digunakan sebagai berikut: 1: tidak
bisa, 2: bisa dengan bantuan penuh, 3: bisa dengan bantuan tidak penuh, dan
4: bisa mandiri. Adapun pedoman penilaian yang digunakan adalah sebagai
berikut: total nilai 45-60 = baik, 31-40 = cukup dan kurang dari 30 = kurang.
2. Wawancara
a. Pengertian Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada siswa yang menjadi
subyek penelitian, orang tua, teman dekat siswa dan guru yang mengajar di
kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar . Suharsimi Arikunto (2002: 132)
menjelaskan bahwa “wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (interviewee).” Wawancara digunakan oleh peneliti untuk
mengetahui sebab-sebab mengapa siswa mengalami kesulitan dalam
melakukan orientasi dan mobilitas dengan teknik Upper hand, Lower hand
dan Trailing.
b. Jenis-jenis wawancara
Dalam proses pengumpulan data teknik wawancara ada beberapa jenis,
(Andai Yani 2008 dalam http://id.shvoong.com/humanities/theory-
criticism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara/)antara lain:
1) Wawancara berstruktur adalah wawancara secara terencana yangberpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkansebelumnya.
2) Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang tidak berpedomanpada daftar pertanyaan
c. Teknik wawancara yang digunakan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancra
terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan
sebelumnya. Wawancara dilakukan setelah dan atas dasar hasil
pengamatan di kelas maupun kajian dokumen. Wawancara dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
antara peneliti dan guru, siswa, dan orangtua siswa. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan peningkatan kemandirian siswa terkait dengan sebelum
dan sesudah diajarkannya teknik Upper hand, Lower hand dan Trailling
pada siswa.
Dari wawancara serta kegiatan pengamatan dan kajian dokumen yang
telah dilakukan, kemudian diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang
ada berkenaan dengan pengajaran teknik Upper hand, Lower Hand dan
Trailling dan faktor-faktor penghambatnya.
Adapun garis besar pedoman wawancara yang akan digunakan
adalah sebagai berikut, seperti yang tergambar dalam tabel berikut:
Tabel.3.6. Pedoman Wawancara Untuk Orangtua Siswa
NO Pertanyaan1 Bagaimana riwayat kehamilan Ibu ?
2 Bagaimana riwayat kesehatan anak anda?
3 Sejak kapan anda mengetahui anak anda teridentifikasi tunanetra?
4 Setelah mengetahui kondisi anak anda, apa pelatihan pertama yang andaajarkan pada anak anda?
5 Apakah yang anda ajarkan dirumah sudah sesuai dengan yang diajarkan disekolah?
6 Seperti apa kebiasaan anak anda jika berada dirumah ?
7 Seperti apa kemandirian anak anda jika dirumah ?
8 Dalam melakukan aktivitas berorientasi dan bermobilitas di rumah,masihkah anak anda di bantu?
9 Sejauh mana kemampuan Oreintasi dan Mobilitas yang dikuasai anakanda?
10 Apakah dalam berotientasi dan bermobilitas dirumah anak andamenggunakan teknik-teknik yang dijarkan di sekolah ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel.3.7. Pedoman Wawancara untuk Guru Kelas
NO Pertanyaan1 Seperti apa kemampuan awal Siswa anda ?
2 Seberapa mandiri siswa anda dalam hal orientasi dan Mobilitas ?
3 Teknik-teknik Orientasi dan Mobilitas apa saja yang anda ajarkan padasiswa anda?
4 Apakah ada kendala/kesulitan dalam mengajarkan teknik-teknik Oerientasidan Mobilitas tersebut pada siswa anda?
5 Teknik-teknik Orientasi dan mobilitas apa saja yang sudah dikuasai siswaanda ?
6 Apakah siswa anda menggunakan teknik-teknik yang anda diajarkan dalamberorientasi dan bermobilitas di sekolah ?
3. Analisis Dokumen
Data berupa hasil observasi diklasifisikan sebagai data kuantitatif.
Data tersebut dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan skor
kemandirian atarsiklus. Yang dianalisis adalah skor kemandirian siswa
sebelum menggunakan teknik Upper hand, Lower hand dan Trailling; dan
skor kemandirian siswa setelah menggunakan teknik Upper hand, Lower
hand dan Trailling; sebanyak dua siklus. Kemudian, data yang berupa skor
kemandirian antarsiklus tersebut dibandingkan hingga hasilnya dapat
mencapai batas ketercapaian atau indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan.
F. Uji Validitas Data
Data diuji validitasnya dengan menggunakan beberapa teknik triangulasi,
yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Triangulasi sumber
mencakup data-data tentang kesulitan-kesulitan guru dalam mengajarkan materi
Orientasi dan Mobilitas (Teknik upper hand, lower hand dan trailing) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
kesulitan-kesulitan dalam menumbuhkan kemandirian siswa dalam pembelajaran
Orientasi dan Mobilitas di kelas, serta kesulitan-kesulitan yang dialami siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Triangulasi metode mencakup data tentang tingkat kemandirian siswa
selama mengikuti proses pembelajaran dan hasil belajar siswa untuk mata
pelajaran orientasi dan mobilitas. Selain itu data juga diperoleh melalui observasi
(pengamatan) langsung terhadap sikap siswa selama proses pembelajaran. Dan
juga diperoleh dari hasil analisis dokumen berupa cacatan kemampuan orientasi
dan mobilitas siswa.
Skema 3.2. Triangulasi teknik
(Sugiyono, 2008 : 331)
G. Teknik Analisis Data
Setelah data-data yang diperlukan diperoleh, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis data. Sarwiji Suwandi (2008 : 70) mengemukakan bahwa ,”
Teknik Analisis data yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah
berhasil dikumpulkan antara lain dengan teknik deskriftif komparatif (Statistic
Deskriptif Komparatif) dan teknik analisis kritis”.
Teknik statistik deskriptif komparatif untuk menganalisis data kuatitatif,
misalnya hasil tes siswa tiap siklus kemudian dilakukan perbandingan. Statistik
deskriptif dapat digunakan untuk mengolah karakteristik data yang berkaitan
dengan menjumlah, merata-rata, mencari titik tengah, mencari persentase, dan
menyajikan data yang menarik, mudah dibaca, dan diikuti alur berfikirnya (grafik,
tabel, chart).
Observasipartisipatif
Wawancaramendalam
Dokumentasi
Sumberdata sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Teknik Analisis kritis digunakan untuk menganalisis data kualitatif, misal
dari hasil wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Teknik analisis kritis
mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja siswa
dan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan kriteria normatif yang
dihasilkan dari kegiatan teoritis maupun dari kegiatan yang ada.
H. Indikator Ketercapaian
Pada siklus terakhir sekurang-kurangnya siswa Kelas I di SDLB N
Cangakan Karanganyar tahun ajaran 2009 / 2010 dapat mencapai :
Tabel.3.8. Tabel Indikator Ketercapaian
Variabel Indikator Keterangan
Ketuntasan belajar siswa
dalam pembelajaran
teknik upper hand, lower
hand, dan trailling
Semua siswa
mendapatkan nlai
dengan kriteria
baik.
Skor 45-60
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan suatu rangkaian tahap-tahap penelitian
dari awal sampai akhir. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
meningkatkan kemandirian anak tunanetra dalam mengenal lingkungan sekolah
di SDLB N Cangakan Karanganyar dengan menerapkan teknik-teknik Orientasi
dan Mobilitas seperti Upper hand, Lower hand, dan Trailling. Penelitian ini
merupakan proses pengkajian sistem berdaur sebagaimana kerangka berpikir yang
dikembangkan oleh Suharsimi Arikunto (2006:92). Prosedur ini mencakup tahap-
tahap : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan
(observing), (4) refleksi (reflecting).
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti berkunjung ke SDLB N Cangakan
Karangayar dan menemui kepala sekolah. Peneliti meminta ijin kepada
kepala sekolah untuk mengadakan penelitian di sekolah yang beliau ampu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Peneliti meminta ijin dengan disertai surat ijin penelitian/ research dari
Dekan FKIP UNS dilampiri proposal penelitian. Pada tahap ini peneliti juga
menemui guru kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar untuk
mempersiapkan kegiatan survei awal.
2. Studi/Survei Awal
Pada tahap ini peneliti melakukan survei awal pada siswa kelas I
untuk mengenal kemampuan siswa dalam proses pembelajaran teknik upper
hand, lower hand dan trailling. Survei ini dilakukan dengan mengamati
proses pembelajaran teknik upper hand, lower hand dan trailling dan
memeriksa hasil tes sebelum dilakukan tindakan.
3. Pelaksanaan Siklus
Pelaksanaan penelitian ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam
bentuk siklus, yang setiap siklus mencakup empat kegiatan, yaitu a)
perencanaan, b) pelaksanaan, c) observasi , dan d) analisis dan refleksi.
Adapun secara rinci empat tahap pelaksanaan diuraikan sebagai berikut:
a) Perencanaan meliputi kegiatan meninjau silabus dan membuat
rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk mengajarkan teknik
upper hand,lower hand dan trailling. Selain itu peneliti juga
menyiapkan berbagai sarana yang diperlukan selama pembelajaran
berlangsung.
b) Pelaksanaan, dilakukan dengan menerapkan teknik upper hand, lower
hand dan trailling dalam pelajaran orientasi dan mobilitas yang telah
disepakati antara peneliti dengan guru. Peneliti melaksanakan rencana
pelaksanan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya dengan
sistematis.
Adapun skenario pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1) Peneliti mengajarkan teori dari teknik-teknik upper hand, lower
hand dan trailling pada siswa.
2) Peneliti mengajarkan cara-cara melakukan teknik upper hand,
lower hand dan trailling dengan perlahan-lahan kepada siswa.
3) Siswa memprhatikan penjelasan guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4) Peneliti meminta siswa untuk mencoba mempraktikkan teknik
upper hand, lower hand dan trailling yang telah diajarkan
sebelumnya di dalam ruang kelas, mulai dari mencari tempat
duduk sampai mengitari ruang kelas secara bersama-sama dan
kemudian siswa diminta untuk melakukan praktek secara
individual.
5) Peneliti meminta siswa untuk mempraktekkan teknik-teknik
yang sudah diajarkan untuk mengenali lingkungan di luar ruang
kelas secara bersama-sama dan kemundian secara individual.
c) Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran
(aktivitas guru dan siswa). Kegiatan ini diarahkan pada pokok-pokok
penting yang telah ditetapkan pada pedoman observasi. Selain itu,
peneliti juga melakukan wawancara dengan guru dan siswa agar data
lebih lengkap dan akurat.
d) Analisis dan refleksi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan cara
menganalisis hasil observasi, hasil tes, serta hasil wawancara. Dengan
demikian, analisis dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran
yang dilakukan.
4. Tahap Pengamatan
Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan pada proses
pembelajaran di setiap siklus yang diterapkan oleh guru. Peneliti mengamati
guru dan siswa saat pembelajaran teknik upper hand,lower hand dan
trailling berlangsung.
5. Tahap Pelaporan
Pada tahap ini peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang
telah dilakukan selama penelitan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 61
BAB IV
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
A.Deskripsi Kondisi Awal
Kondisi awal siswa diperoleh pada saat peneliti melakukan kegiatan
survey awal, yang dilakukan untuk mengetahui keadan nyata yang ada di
lapangan. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari jum’at tanggal 5 Nopember
2010.
Kondisi awal siswa kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar yang
akan dideskripsikan adalah pada kemampuan melakukan orientasi dan
mobilitas secara mandiri dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand
dan trailing pada Kompetensi Dasar menjawab pertanyaan tentang isi cerita.
Dari hasil wawancara, observasi, dan analisis dokumen yang berupa nilai
praktek harian orientasi dan mobilitas dalam aspek kemandirian dengan
menggunakan teknik-teknik antara lain upper hand, lower hand dan trailing,
terlihat bahwa siswa kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar belum cukup
mampu untuk menggunakan teknik-teknik upper hand, lower hand dan
trailing untuk berorientasi dan bermobilitas secara mandiri.
Hasil pretes yang diperoleh peneliti pada saat observasi awal adalah
sebagai berikut:
Tabel. 4.1 Kemampuan Awal Orientasi dan Mobilitas Siswa Kelas I
SDLB N Cangakan Karanganyar Tahun Ajaran 2010 / 2011 Semester Ganjil.
No. Nama Siswa Nilai
1 R K 24
2 U 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Dari tabel 4.1 tersebut, terlihat bahwa kedua siswa mendapat nilai 24
atau 40% dan 26 atau 43,3% dengan rata-rata hasil 25 atau 41.66%. Bila
dianalisis dengan meninjau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah
ditetapkan untuk Orientasi dan Mobilitas berdasarkan data observasi yaitu ≥
45, belum ada dari siswa tersebut yang mencapai ketuntasan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa dalam melakukan teknik-teknik
orientasi dan mobilitas yang meliputi teknik upper hand, lower hand dan
trailing 41,66%.
Observasi awal penelitian ini selain meninjau nilai siswa, peneliti juga
melakukan observasi terhadap keaktifan siswa. Dalam tahap observasi ini,
peneliti menggunakan sistem observasi non partisipan. Peneliti tidak terlibat
secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar serta mengusahakan sebisa
mungkin untuk tidak mempengaruhi proses alami dari kegiatan belajar
mengajar pada hari itu. Adapun hasil observasi terhadap keaktifan siswa
seperti tertuang dalam tabel berikut:
Tabel.4.2 Hasil Observasi Kondisi Awal Keaktifan Siswa
Dari hasil observasi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran
Orientasi dan Mobilitas pada tanggal 5 Nopember 2010, kedua siswa
memperoleh hasil 19 atau 47,5% dan 21 atau 52,5% dan menunjukkan rata-
rata keaktifan siswa adalah 20 atau 50%. Adapun aspek observasi terhadap
keaktifan siswa tersebut, secara garis besar mencakup perhatian terhadap
Nama Kondisi
awal
Kategori
RK 19 Kurang
aktif
U 21 Cukup aktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penjelasan dan perintah guru serta keberanian untuk mencoba menggunakan
teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang diajarkan.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Proses penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-
masing silkus terdiri atas 4 tahapan, yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan
tindakan; (3) pengamatan/Observasi; (4) analisis dan refleksi.
1. Siklus 1
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 12
Nopember 2010. Peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas terkait
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan di kelas Guru tersebut. Diskusi ini merupakan tindak lanjut dari
diskusi sebelumnya yang dilakukan peneliti dengan guru kelas saat peneliti
dalam masa melakukan penelitian awal di sekolah yang sama.
Peneliti dan guru kelas mendiskusikan rancangan tindakan yang
akan dilakukan dalam proses penelitian. Dari hasil identifikasi dan
penetapan masalah, peneliti kemudian mengajukan solusi alternatif untuk
meningkatkan kemandirian anak tunanetra dalam hal berorientasi dan
bermobilitas khususnya dalam belajar mengenal lingkungan sekolah.
Tahap perencanaan tindakan I meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Peneliti dan guru menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
untuk proses mengajar Orientasi dan Mobilitas.
2) Peneliti mempersiapkan butir-butir penilian yang telah disepakati
bersama dengan guru yang akan digunakan dalam menilai kemampuan
Orientasi dan Mobilitas siswa.
3) Peneliti memberikan deskripsi tentang teknik-teknik Orientasi dan
Mobilitas yang akan diberikan kepada siswa agar bisa terjalin sebuah
kesamaan presepsi yang akan membantu kerjasama antara peneliti dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
guru. Kemudian menyepakati skenario pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada tahap tindakan I.
a) Langkah-langkah (skenario) pada pertemuan pertama:
(1) Peneliti menjelaskan tentang teknik-teknik Orientasi dan
Mobilitas (meliputi teknik upper hand dan trailling) yang akan
diajarkan kepada siswa.
(2) Siswa memperhatikan penjelasan tentang teknik-teknik
orientasi dan Mobilitas yang diajarkan oleh peneliti.
(3) Peneliti mengulang penjelasan tentang teknik-teknik orientasi
dan mobilitas sekali lagi. Pada tahap ini, terjadi komunikasi
antara peneliti dengan siswa. Peneliti bertanya kepada siswa
apakah ada hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa, dan
peneliti akan menjelaskannya lagi.
(4) Peneliti memberikan pertanyaan lisan kepada siswa. Pertanyaan
lisan ini dilakukan peneliti untuk mengetahui secara cepat
bagaimana pemahaman siswa pasca memperoleh tindakan.
Dengan pertanyaan lisan diharapkan akan memperkecil
kemungkinan siswa bertanya kepada teman dalam menjawab
pertanyaan.
(5) Peneliti meminta siswa untuk mencoba mempraktekkan teknik-
teknik yang telah diajarkan bersama-sama dengan peneliti.
(6) Peneliti memberikan pengarahan yang benar terhadap cara
penggunaan teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang telah
diajarkan sebelumnya oleh peneliti.
b) Langkah-langkah (skenario) pertemuan kedua:
(1) Peneliti menjelaskan sekali lagi tentang teknik-teknik orientasi
dan mobilitas yang berupa teknik upper hand dan trailling yang
telah diajarkan sebelumnya.
(2) Siswa memperhatikan penjelasan ulang dari peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
(3) Peneliti mengajarkan teknik orientasi dan mobilitas yang lain
yang merupakan teknik perlindungan bawah (lower hand) dan
trailing.
(4) Peneliti meminta siswa untuk mencoba mempraktekkan teknik-
teknik yang telah dipelajari sebelumnya yang meliputi teknik
lower hand dan trailing secara bergantian dengan pengamatan dari
peneliti dan guru.
(5) Peneliti dan guru mengamati siswa-siswa yang melakukan
praktek dan membenarkan jika ditemukan kesalahan posisi
maupun gerakan yang dilakukan siswa.
c) Langkah-langkah (skenario) pertemuan ketiga
(1) Peneliti mengulang penjelasan tentang teknik-teknik orientasi
yang diajarkan pada siswa sebelumnya yang meliputi teknik
upper hand, lower hand dan trailing.
(2) Peneliti meminta siswa untuk mencoba menggunakan teknik
upper hand, lower hand an trailing secara bergantian.
(3) Peneliti dan guru mengawasi kegiatan siswa dan
membenarkan jika ditemukan kesalahan atau kekeliruan dalam
gerakan yang dilakukan siswa.
d) Langkah-langkah (skenario) pertemuan keempat
(1) Peneliti meminta siswa untuk melakukan teknik-teknik
orientasi yang telah diajarkan sebelumnya yang meliputi
teknik upper hand, lower hand dan trailing.
(2) Peneliti dan guru melakukan pengamatan atau observasi
dengan menggunakan lembar observasi pada siklus I.
b. Tindakan
Siklus I terdiri dari empat pertemuan, yaitu pada hari senin, 15
Nopember 2010; Selasa, 16 Nopember 2010; Kamis, 18 Nopember 2010
dan Jum’at, 19 nopember 2010. Dalam tahap ini dilakukan tindakan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
1) Pertemuan pertama
Pelaksanaan pertemuan pertama adalah pada Senin tanggal 15
Nopember 2010. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pelaksanakan pembelajaran orientasi dan mobilitas dengan menggunakan
teknik upper hand dan trailling. Peneliti berkolaborasi dengan guru,
sehingga antara peneliti dan guru memiliki tugas masing-masing.
Peneliti melaksanakan pembelajaran orientasi dan mobilitas dengan
menggunakan teknik upper hand dan trailing di kelas. Peneliti juga
melakukan observasi terhadap keaktifan siswa saat pembelajaran
berlangsung. Guru berperan dalam melakukan observasi terhadap
kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola kelas.
Pada tahap pertama peneliti menayangkan tentang kemampuan
orientasi dan mobilitas siswa.Kemudian peneliti mengajarkan materi
tentang teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang meliputi teknik upper
hand dan trailing pada siswa dan siswa memperhatikan apa yang
diajarkan peneliti. Peneliti juga mengajarkan contoh gerakan yang
terdapat dalam teknik-teknik upper hand dan trailing.
Peneliti meminta siswa untuk mencoba mempraktekkan teknik-
teknik orientasi dan mobilitas yang meliputi teknik upper hand dan
trailing yang telah diajarkan oleh peneliti. Peneliti bersama dengan guru
kelas melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa, dan memberikan
pengarahan dan perbaikan jika ditemukan kesalahan atau kekeliruan
dalam gerakan-gerakan yang dilakukan oleh siswa.
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16
Nopember 2010. Pertemuan ini merupakan lanjutan dari pertemuan
pertama. Fokus dalam pertemuan ini adalah latihan penggunaan teknik
upper hand dan trailing yang telah diajarkan pada pertemuan pertama dan
ditambah dengan teknik orientasi dan mobilitas yang baru yaitu teknik
lower hand dan trailing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sesuai dengan RPP yang telah dibuat, awalnya peneliti
menerangkan kembali tentang teknik upper hand dan trailing yang telah
diterangkan sebelumnya. Siswa mendengarkan dan mempraktekkan
teknik-teknik tersebut secara bergantian. Kemudian peneliti menerangkan
materi tambahan yaitu teknik lower hand dan trailing. Peneliti juga
mengajarkan contoh gerakan teknik lower hand dan trailing. Siswa
memperhatikan dan mencatat materi yang diajarkan oleh peneliti.
Selanjutnya peneliti menjelaskan kembali tentang materi teknik
lower hand dan trailing yang baru saja diajarkan. Peneliti memulai untuk
memberikan pertanyaan lisan sederhana untuk mengetahui seberapa
tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan oleh peneliti.
Kemudian peneliti meminta siswa untuk mempraktekkan teknik lower
hand dan trailing secara bergantian. Peneliti dan guru mengamati dengan
seksama dan melakukan pembenaran dan perbaikan apabila ditemukan
kekeliruan yang dilakukan siswa dalam praktek menggunakan teknik.
Siswa memperhatikan penjelasan dari peneliti di saat peneliti
membenarkan kekeliruan yang dilakukan siswa. Peneliti mengulang
kembali teknik-teknik yang telah diajarkan yaitu upper hand, lower hand
dan trailing.
3) Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga pada silkus 1 dilakukan pada Kamis tanggal 18
Nopember 2010. Pada tahap ini peneliti memfokuskan pada latihan
penggunaan teknik upper hand, lower hand dan trailing. Peneliti
meminta siswa mencoba menggunakan teknik tersebut secara bergantian.
Pada pertemuan ketiga ini peneliti bersama dengan guru juga
mengoreksi gerakan-gerakan yang keliru atau yang kurang tepat yang
dilakukan oleh siswa.
4) Pertemuan keempat
Pertemuan keempat pada siklus 1 dilakukan pada tanggal 19
Nopember 2010. Pada pertemuan ini peneliti memfokuskan untuk
melakukan observasi dan pengamatan terhadap kemandirian siswa dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
menggunakan teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang meliputi teknik
upper hand, lower hand dan trailing dalam belejer mengenal lingkungan
sekolah.
Peneliti meminta siswa melakukan teknik-teknik orientasi dan mobilitas
yang meliputi teknik upper hand, lower hand dan trailing secara
bergantian. Peneliti melakukan penilaian terhadap kegiatan siswa
berdasarkan pedoman observasi yang telah disetujui bersama antara
peneliti dan guru sebelumnya. Peneliti mencatat hasil pengamatan pada
siklus 1.
c. Pengamatan
Tahap pengamatan siklus I dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan yaitu pada tanggal 15 s/d 19 Nopember 2010. Pada
saat pembelajaran Orientasi dan Mobilitas berlangsung peneliti sebagai
partisipan aktif. Mengamati kegiatan belajar mengajar dari awal sampai
akhir dan mencatat hasil siklus I di dalam kelas. Dikatakan partisipasi
aktif, karena peneliti terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh
anak dalam kegiatan belajar mengajar sebagai guru. Pertemuan pertama
dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 Nopember 2010, pertemuan
kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Nopember 2010,
pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Kamis 18 nopember 2010
sedangkan pertemuan keempat dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19
Nopember 2010 dan dengan waktu pembelajaran selama 2x35 menit.
Peneliti mengawali pembelajaran dengan melakukan apersepsi terhadap
siswa, mengabsen siswa, dan memberikan pertanyaan pancingan yang
mengarah ke pelajaran.
Peneliti berkolaborasi dengan guru, sehingga antara peneliti dan
guru memiliki tugas masing-masing. Peneliti melaksanakan pembelajaran
orientasi dan mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand, lower
hand dan trailing. Peneliti juga melakukan observasi terhadap keaktifan
siswa saat pembelajaran berlangsung. Guru berperan dalam melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
observasi terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola
kelas.
Dari hasil pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran Orientasi
dan Mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand dan
trailing pada siklus 1, hasil yang dapat diungkap adalah hasil kemandiriran
siswa dan juga keaktifan siswa dalam proses pembelajaran orientasi dan
mobilitas.
Dari tes yang mengungkap kemandirian orientasi dan mobilitas
menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing, hasilnya
tertuang dalam table 4.3 berikut:
Tabel. 4.3 Hasil Pengamatan Kemandirian Orientasi dan Mobilitas
Menggunakan Teknik Upper hand, Lower hand dan Trailing Siklus 1
Pada tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa kedua siswa berada
dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai 34,5 atau 57,5%. Jika
meninjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), belum ada siswa
yang mencapai nilai ≥ 45. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
pelaksanaan tindakan siklus 1 ini, sudah terjadi peningkatan
kemandirian siswa dari kondisi awal yaitu sebesar 15,85%, tetapi
masih belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal.
Nama Hasil pengamatan
kemandirian siswa
Kategori Kriteria
Ketuntasan
Minimal (KKM)
RK 32 Cukup Belum Tuntas
U 37 Cukup Belum Tuntas
Rata-rata ketuntasan 57,5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Berdasarkan observasi peneliti pada pelaksanaan tindakan siklus
1, dengan pengamatan terhadap keaktifan siswa saat pembelajaran
orientasi dan Mobilitas melalui lembar observasi diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel. 4.4 Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus 1
Pada tabel 4.4 di atas, menunjukkan bahwa kedua siswa berada
pada kategori cukup aktif dengan rata-rata nilai yang di peroleh 22
atau 55%. Sehingga dapat dilihat mulai ada peningkatan keaktifan
pada pelaksanaan tindakan pada siklus 1 ini jika dibandingkan dengan
kondisi awal yang baru mencapai angka rata-rata 20 atau 50%. Jadi
ada peningkatan sebesar 5% jika dibandingkan dari kondisi awal.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses belajar
mengajar Orientasi dan Mobilitas tindakan 1, diperoleh hasil sebagai
berikut:
a) Kedua siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung
termasuk dalam kategori cukup aktif.
b) Peneliti sebagai guru dalam kemampuan menjelaskan mendapat
kategori baik dengan skor 38 dari skor maksimal 48.
c) Peneliti sebagai guru dalam kemampuan mengelola kelas
mendapat kategori baik dengan skor 76 dari skor maksimal 80.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kemandirian siswa
dalam menggunakan teknik upper hand, lower hnd dan trailing pada
siklus 1, belum ada siswa yang dapat mencapai ketuntasan minimal.
Nama Hasil
Pengamatan
Keaktifan
Kategori
RK 20 Cukup aktif
U 23 Cukup aktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Jadi, jika ditinjau dari indikator ketercapaian yang telah ditentukan
yaitu kedua siswa memperoleh nilai ≥ 45 dan kedua siswa termasuk
dalam kategori aktif dalam pembelajaran, dengan kata lain indikator
ketercapaian belum bisa dicapai pada silkus 1, sehingga akan diadakan
siklus 2.
d. Refleksi
Pada tahap refleksi ini diawali dengan poses analisis terlebih
dahulu, peneliti bersama dengan guru kelas mengadakan diskusi terkait
pelaksanaan tindakan 1. Analisis yang dimaksud adalah terhadap hasil
observasi, serta hasil pekerjaan siswa. Secara umum terdapat beberapa
kelemahan yang terjadi saat proses belajar mengajar yaitu:
1) Peneliti dalam menjelaskan kurang begitu percaya diri dan masih
sedikit ragu, sehingga ditakutkan penerimaan siswa terhadap
materi yang diajarkan tidak maksimal.
2) Teknik-teknik yang diajarkan masih bersifat baru bagi siswa
sehingga siswa masih sedikit kesulitan dalam hal pemahaman
materi, dan proses pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup
lama.
3) Siswa sangat jarang menerapkan teknik-teknik yang diajarkan pada
kegiatan sehai-hari,sehingga menyebabkan siswa terlihat sedikit
kaku dan takut untuk mencoba menggunakan teknik-teknik yang
diajarkan.
Bertolak dari hasil analisis tersebut, maka guru dan peneliti
merumuskan refleksi sebagai berikut:
1) Agar siswa lebih antusias, aktif dan sungguh-sungguh dalam
mengikuti pembelajaran, sebaiknya dalam menyampaikan meteri
tentang teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang meliputi teknik
upper hand, lower hand dan trailing jangan menggunakan kalimat
yang terlalu panjang, supaya tujuan dari pembelajaran itu sendiri
dapat tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2) Membantu siswa dalam pemahaman materi dengan menggunakan
porsi pratek atau latihan yang lebih banyak atau dengan
memberikan materi di tengah-tengah praktek, sehingga membantu
siswa lebih mudah memahami karena teori langsung diterapkan
dalam kegiatan.
3) Membantu siswa untuk terbiasa menggunakan teknik-teknik yang
diajarkan dalam kegiatan sehari-hari dan meyakinkan siswa dengan
menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing akan
menambah keamanan diri bagi siswa sehingga siswa tidak perlu
merasa takut dalam menggunakan teknik upper hand, lower hand
dan trailing setiap hari.
2. Siklus 2
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan ini dimulai pada hari Sabtu, 20 Nopember
2010. Perencanan ini berdasar pada refleksi dari siklus 1, sehingga
diharapkan segala kekurangan yang terjadi pada siklus 1 dapat dihindari
dalam pelaksanaan siklus 2 ini dan indikator ketercapaian akan
terpenuhi. Adapun kegiatan perencanaan adalah mencakup langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Peneliti dan guru menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) untuk proses mengajar Orientasi dan Mobilitas.
2) Peneliti mempersiapkan butir-butir penilaian yang telah disepakati
bersama dengan guru yang akan digunakan dalam menilai
kemampuan Orientasi dan Mobilitas siswa.
3) Peneliti memberikan deskripsi tentang teknik-teknik Orientasi dan
Mobilitas yang akan diberikan kepada siswa agar bisa terjalin
sebuah kesamaan presepsi yang akan membantu kerjasama antara
peneliti dan guru. Kemudian menyepakati skenario pembelajaran
yang akan dilaksanakan pada tahap tindakan 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
a. Langkah-langkah (skenario) pada pertemuan pertama:
(1) Peneliti menjelaskan kembali tentang teknik-teknik Orientasi
dan Mobilitas (meliputi teknik upper hand, lower hand dan
trailling) yang akan diajarkan kepada siswa.
(2) Siswa memperhatikan penjelasan tentang teknik-teknik
orientasi dan Mobilitas yang diajarkan oleh peneliti.
(3) Peneliti memberikan contoh dari gerakan-gerakan upper hand,
lower hand dan trailing.
(4) Peneliti meminta siswa untuk mencoba mempraktekkan
teknik-teknik yang telah diajarkan bersama-sama dengan
peneliti.
(5) Peneliti memberikan pengarahan yang benar terhadap cara
penggunaan teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang telah
diajarkan sebelumnya oleh peneliti.
b. Langkah-langkah (skenario) pertemuan kedua:
(1) Peneliti meminta siswa untuk mencoba menggunakan teknik-
teknik yang sudah diajarkan di lingkungan sekitar sekolah
seperti ruang guru/ kantor, perpustakaan, dapur, kamar mandi,
mushola dan tempat-tempat lain yang berada di lingkungan
sekolah.
(2) Siswa melaksanakan perintah guru.
(3) Peneliti melakukan perbaikan dan pembenaran jika peneliti dan
guru masih menemukan kekeliruan yang dilakukan oleh siswa
pada saat praktek melakukan gerakan-gerakan teknik upper
hand, lower hand dan trailing.
c. Langkah-langkah (skenario) pertemuan ketiga:
(1) Peneliti melakukan pengamatan atau observasi terhadap
kemandirian siswa dalam melakukan orientasi dan mobilitas
dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand dan
trailing dan juga keaktifan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
(2) Peneliti mencacat hasil pengamatan dan melakukan analisis dan
juga refleksi terhadap hasil yang telah diperoleh.
b. Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus 2 adalah pada hari Selasa tanggal 23
Nopember 2010 untuk pertemuan pertama, pertemuan kedua dilaksanakan
pada hari Rabu tanggal 24 Nopember 2010 dan untuk pertemuan terakhir
di siklus kedua dilaksanakan pada hai Kamis tanggal 25 Nopember 2010.
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelaksanakan
pembelajaran orientasi dan mobilitas dengan menggunakan teknik upper
hand, lower hand dan trailing dalam belajar mengenal lingkungan sekolah.
Peneliti berkolaborasi dengan guru, sehingga antara peneliti dan guru
memiliki tugas masing-masing.
Peneliti melaksanakan pembelajaran orientasi dan mobilitas dengan
menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing dikelas. Peneliti
juga melakukan observasi terhadap keaktifan siswa saat pembelajaran
berlangsung. Guru berperan dalam melakukan observasi terhadap
kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola kelas.
Pada tahap pertama peneliti mengajarkan teknik-teknik orientasi
dan mobilitas yang terdiri dari teknik upper hand, lower hand dan trailing.
Pada langkah berikutnya peneliti memperbanyak waktu untuk latihan atau
praktek menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing dan
sesekali diselingi dengan materi yang terkait dengan teknik yang
diajarkan. Kemudian peneliti meminta siswa untuk mempraktekkan
teknik yang diajarkan secara individu dan bergantian, sementara peneliti
dan guru melakukan pengamatan terhadap hasil belajar siswa.
c. Pengamatan
Tahap pengamatan siklus 2 dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan yaitu pada tanggal 23 sampai dengan 25 Nopember
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
2010. Pada saat pembelajaran Orientasi dan Mobilitas berlangsung peneliti
sebagai partisipan aktif. Mengamati kegiatan belajar mengajar dari awal
sampai akhir dan mencatat hasil siklus 2 di dalam kelas. Dikatakan
partisipasi aktif, karena peneliti terlibat langsung dalam kegiatan yang
dilakukan oleh anak dalam kegiatan belajar mengajar sebagai guru.
Pertemuan siklus 2 ini dilaksanakan pada hari Selasa,Rabu dan
Kamis tanggal 22-24 Nopember 2010 dan berlangsung selama 2x35 menit.
Peneliti mengawali pembelajaran dengan melakukan apersepsi terhadap
siswa, mengabsen siswa, dan memberikan pertanyaan pancingan yang
mengarah ke pelajaran.
Peneliti berkolaborasi dengan guru, sehingga antara peneliti dan
guru memiliki tugas masing-masing. Peneliti melaksanakan pembelajaran
orientasi dan mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand, lower
hand dan trailing dalam belajar mengenal lingkungan sekolah di dalam
kelas. Peneliti juga melakukan observasi terhadap keaktifan siswa saat
pembelajaran berlangsung. Guru berperan dalam melakukan observasi
terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola kelas.
Dari hasil pengamatan pada siklus 2 tentang kemandirian
berorientsi dan mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand,lower
hand dan trailing dalam belajar mengenal lingkungan sekolah, hasilnya
tertuang dalam tabel 4.5 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tabel. 4.5 Hasil Tes Pengamatan Kemandirian Orientasi dan Mobilitas
Menggunakan Teknik Upper hand,Lower hand dan Trailing Siklus 2
Pada tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa kedua siswa berada
dalam kategori baik dalam hal kemandirian berorientasi dan mobilitas
dengan menggunakan teknik upper hand,lower hand dan trailing dalam
belajar mengenal lingkungan sekolah dengan rata-rata nilai 51 atau
85%. Jika meninjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), kedua
siswa telah mencapai nilai ≥ 45, yang berarti kedua siswa telah berhasil
mencapai indikator keetuntasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
pelaksanaan tindakan siklus 2 ini, terjadi peningkatan kemandirian
siswa dalam berorientasi dan mobilitas menggunakan teknik upper
hand,lower hand dan trailing dari siklus 1 yaitu sebesar 27.5%.
Sedangkan hasil pengamatan terhadap keaktifan siswa dalam
pembelajaran orientasi dan mobilitas pada siklus 2 diperoleh hasil
sebagai berikut :
Nama Hasil
Pengamatan
Kemandirian
siswa
Kategori Kriteria
Ketuntasan
Minimal
(KKM)
RK 50 Baik Tuntas
U 52 Baik Tuntas
Rata-rata ketuntasan 85%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel. 4.6. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus 2
Pada tabel 4.6 di atas, menunjukkan bahwa kedua siswa sudah
berada dalam kategori aktif dengan perolehan nilai rata-rata 31,5 atau
78,75%. Terlihat lagi adanya peningkatan keaktifan pada pelaksanaan
tindakan pada siklus 2 ini jika dibandingkan dengan siklus 1. Jadi pada
siklus 2 ini terjadi peningkatan keaktifan siswa sebesar 23,75%
dibandingkan dari siklus 1.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses belajar mengajar
Orientasi dan Mobilitas pada tindakan 2, diperoleh hasil sebagai berikut:
a) Kedua siswa sudah berada dalam kategori aktif.
b) Kedua siswa telah berhasil mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
c) Peneliti sebagai guru dalam kemampuan menjelaskan mendapat
kategori baik dengan skor 46 dari skor maksimal 48.
d) Peneliti sebagai guru dalam kemampuan mengelola kelas mendapat
kategori baik dengan skor 79 dari skor maksimal 80.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kemandirian berorientasi dan
mobilitas menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing kedua
siswa sudah dapat mencapai indicator ketercapaian dengan rata-rata
ketercapian 51 atau 85%.
d. Refleksi
Pada tahap refleksi ini, peneliti bersama dengan guru kelas
mengadakan diskusi terkait pelaksanaan tindakan 2 untuk melakukan
proses analisis. Analisis yang dimaksud adalah terhadap hasil observasi,
Nama Hasil pengamatan
keaktifan siswa
Kategori
RK 31 Aktif
U 32 Aktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
serta hasil pekerjaan siswa. Menurut pendapat guru, kekurangan pada 1
siklus sebelumnya sudah tidak terjadi pada siklus ke 2. Terbukti juga
dengan adanya peningkatan pada semua aspek penilaian.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan dalam skripsi ini meliputi penjabaran mengenai
peningkatan kemandirian dan keaktifan siswa dalam pembelajaran
Orientasi dan Mobilitas pada siswa kelas I di SDLB N Cangakan
Karanganyar tahun ajaran 2010/2011. Melalui penguraian lebih lanjut
berdasarkan data hasil penelitian yang dikuatkan dengan teori yang
relevan. Berdasarkan hasil pengamatan tindakan siklus 1 dan 2 dapat
dinyatakan bahwa terjadi peningkatan pembelajaran (baik proses maupun
hasil) dalam pembelajaran Orientasi dan Mobilitas dengan menggunakan
teknik upper hand, lower hand dan trailing.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap
siklus dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu: (1) perencanaan; (2)
pelaksanaan; (3) pengamatan dan (4) analisis.
Sebelum melakukan siklus 1, peneliti melakukan survei awal untuk
mengetahui kondisi yang ada di lapangan. Berdasarkan hasil survei,
peneliti menemukan bahwa pembelajaran Orientasi dan Mobilitas di kelas
I belum begitu berhasil. Selanjutnya peneliti menyusun rencana untuk
melakukan siklus 1 dan setelah siklus 1 dilakukan dan ditemukan
kekurangan-kekurangan maka diadakan siklus 2 yang mana merupakan
pemantapan dari siklus 1 agar tujuan yang diinginkan bias tercapai.
Dalam pencapaian tujuan penelitian ada berbagai indikator yang
digunakan sebagai acuan dalam menentukan tercapai atau tidaknya tujuan
pembelajaran, indikator yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
1. Untuk menilai kemandirian siswa dalam melakukan orientasi dan
mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand dan
trailing adalah nilai yang di capai siswa ≥ 45 diantara 3 kategori
yaitu: nilai < 30 = kurang, nilai 31-44 = cukup, dan nilai 45-60 baik,
dengan menggunakan empat kategori penilaian yaitu: (1) tidak mampu
melakukan; (2) mampu melakukan dengan bantuan penuh; (3) mampu
melakukan dengan bantuan tidak penuh dan (4) mampu melakukan
secara mendiri.
2. Untuk menilai keaktifan siswa selama proses pembelajaran orientasi
dan mobilitas adalah siswa bisa mencapai nilai ≥ 30 diantara 3
kategori yaitu: nilai < 20 = kurang, nilai 20-30 = cukup dan nilai 31-40
= baik, dengan menggunakan 4 kriteria penilaian sebagai berikut: (1)
tidak pernah; (2) kadang-kadang ; (3) jarang dan (4) sering.
Berdasarkan indikator diatas hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemandirian melakukan orientasi dan mobilitas di kelas I saat
pembelajaran orientasi dan mobilitas mengalami peingkatan setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik upper hand, lower
hand dan trailing.
Penyajian data hasil penelitian akan lebih jelas peningkatannya bila
menampilkan hasil tes dan observasi pada tiap siklusnya baik dalam bentuk tabel
maupun grafik . Peningkatan kemandirian siswa dalam melakukan orientasi dan
mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing pada
tiap siklusnya dapat dilihat pada tabel 4.7 dan disajikan dalam bentuk grafik 4.1
berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel .4.7. Hasil Tes Pengamatan Kemandirian Orientasi dan Mobilitas
Menggunakan Teknik Upper hand,Lower hand dan Trailing Tiap Siklus
Data pada tabel 4.7 di atas merupakan rekapitulasi hasil pengamatan
kemandirian berorientasi dan bermobilitas dengan teknik upper hand, lower
hand dan trailing dimulai dari kemampuan awal siswa, siklus 1 dan siklus 2.
Pada tabel tersebut terlihat adanya peningkatan sejak diadakan siklus 1 dan
siklus 2. Dari daftar nilai guru yang digunakan sebagai acuan dalam
penentuan kemampuan awal, terlihat bahwa dari semua siswa belum ada yang
mencapai ketuntasan atau ketuntasan baru mencapai 41,66%. Pada hasil tes
siklus 1, persentase tuntas mencapai 57,5%, atau terjadi peningkatan sebesar
15,84% bila dibandingkan dengan kemampuan awal. Pada hasil tes siklus 2,
persentase tuntas sebesar 85%, atau terjadi peningkatan sebesar 27,5% bila
dibandingkan dengan hasil tes siklus 1.
Grafik 4.1 berikut juga akan menggambarkan adanya peningkatan
nilai kemandirian siswa dalam berorientasi dan mobilitas dengan menggunakan
teknik upper hand, lower hand dan trailing dalam belajar mengenal lingkungan
sekolah pada siswa kelas I sebagai berikut :
Nama Kemampuan
awal
Siklus
1
Siklus
2
Keterangan
RK 24 32 50 Meningkat
U 26 37 52 Meningkat
%
Tuntas
41,66% 57,5% 85% Meningkat
% Peningkatan 15,84% 27,5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Grafik .4.1. Tabulasi Nilai Kemandirian Siswa dalam Belajar Mengenal
Lingkungan Sekolah dengan Menggunakan Teknik Upper Hand, Lower Hand dan
Trailing
Grafik 4.1 di atas merupakan bentuk penyajian lain dari tabel 4.7.
Hanya saja dengan grafik, diharapkan peningkatan hasil pengamtatan tentang
kemandirian siswa dapat terlihat secara jelas. Pada hasil pengamatan
kemampuan awal, persentase tuntas mencapai 41,66%. Pada hasil tes siklus 1,
persentase tuntas sebesar 57,5%. Pada hasil tes siklus 2, persentase tuntas
adalah sebesar 85%.
Peningkatan keaktifan siswa saat pembelajaran Orientasi dan
Mobilitas dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing
dapat dilihat pada tabel 4.8 dan disajikan dalam bentuk grafik 4.2 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel.4.8. Peningkatan Keaktifan Siswa Kelas I SDLB N Cangakan
Karanganyar Tahun Ajaran 2009/2010 Tiap Siklus
Data pada tabel 4.8 di atas merupakan rekapitulasi observasi keaktifan
siswa saat pembelajaran Orientasi dan Mobilitas, dimulai dari kemampuan
awal siswa, siklus 1 dan siklus 2. Pada tabel tersebut terlihat adanya
peningkatan sejak diadakan siklus 1 dan siklus 2 . Pada hasil observasi kondisi
awal, persentase keaktifan adalah sebesar 50%. Pada hasil observasi siklus 1,
persentase keaktifan mencapai 55%, atau terjadi peningkatan 5% bila
dibandingkan dengan kondisi awal. Pada hasil observasi siklus 2, persentase
keaktifan sebesar 78,75%, atau terjadi peningkatan 25% bila dibandingkan
dengan hasil observasi siklus 1. Bila membandingkan hasil observasi siklus 2
dengan kemampuan awal, maka peningkatan hasil adalah sebesar 28,75%.
Grafik 4.2 berikut juga akan menggambarkan adanya peningkatan
keaktifan siswa dalam pengamatan kemandirian siswa dalam belajar mengenal
lingkungan sekolah dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand dan
trailing:
Nama Kondisi
Awal
Siklus
1
Siklus
2
Keterangan
RK 19 20 31 Meningkat
U 21 23 32 Meningkat
% Aktif 50% 55% 78,75% Meningkat
% Peningkatan 5% 25%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
kemampuan…
siklus 1
siklus 2
0
5
10
15
20
25
30
35
RK U
1921
2023
31 32
nilai per siklus
siklus
kemampuan awal
siklus 1
siklus 2
Grafik 2. Tabulasi Keaktifan Siswa
Grafik 4.2 di atas merupakan bentuk penyajian lain dari tabel 4.8.
Hanya saja dengan grafik, diharapkan peningkatan hasil observasi dapat
terlihat secara jelas. Pada kondisi awal, tercatat persentase siswa yang aktif
sebesar 50%. Pada hasil observasi siklus 1, persentase keaktifan mencapai
53,75%. Pada hasil observasi siklus 2, persentase keaktifan sebesar 78,75%.
Bila ditinjau dari hasil observasi terhadap kemampuan peneliti
sebagai guru dalam kemampuan menjelaskan dalam siklus 1 mendapat
kategori baik dengan skor 38 dari skor maksimal 48. Peneliti sebagai guru
dalam kemampuan mengelola kelas pada siklus 1 mendapat kategori baik
dengan skor 76 dari skor maksimal 80. Pada siklus 2 peneliti sebagai guru
dalam kemampuan menjelaskan mendapat kategori baik dengan skor 46 dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
skor maksimal 48. Peneliti sebagai guru dalam kemampuan mengelola kelas
mendapat kategori baik dengan skor 79 dari skor maksimal 80.
Dari table dan grafik di atas, merupakan bukti konkret adanya
peningkatan kemandirian siswa kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar
dalam belajar mengenal lingkungan sekolah dengan menggunakan teknik
upper hand, lower hand dan trailing. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran Orientasi dan Mobilitas ada beberapa unsur penting.
Seperti yang diungkapkan oleh Irham Hosni (tt:53) bahwa “Dalam layanan
Orientasi dan Mobilitas ada 4 (empat) unsur penting yaitu tujuan, materi
program, system penyampaian dan anak tunanetra”.
Beberapa unsur tersebut telah berhasil penulis terapkan dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini tujuan pembelajran Orientasi dan
Mobilitas yang ditetapkan oleh peneliti adalah untuk meningkatkan
kemandirian siswa kelas I dalam belajar mengenal lingkungan sekolah.
Materi program yang peneliti gunakan, mengacu pada apa yang
dikemukakan oleh Bimo Walgito (1986:124) bahwa bahan atau materi yang
dipelajari anak sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar. Anak
yang mempelajari pelajaran yang tidak sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki akan mengakibatkan anak mengalami kesulitan belajar sehingga hasil
belajar yang dicapai rendah. Oleh karena itu peneliti menggunankan materi
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa yaitu teknik
Independent Travel yang meliputi teknik upper hand, lower hand dan trailing.
Sedangkan sistem penyampaian yang digunakan peneliti adalah
dengan cara memberikan banyak contoh gerakan teknik-teknik upper hand,
lower hand dan trailing. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Irham
Hosni (tt:86) bahwa dalam proses mengajar siswa tunanetra guru bias
menggunakan cara demonstrasi bagaimana penggunaan teknik-teknik dan
keterampilan yang akan digunakan, atau dengan memberikan petunjuk fisik
kepada siswa dengan cara memberikan petunjuk langsung pada siswa
tunanetra. Peneliti atau instruktur menyentuh langsung fisik siswa dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
mencontohkannya secara langsung pada siswa tunanera. Sehingga proses
pembelajaran Orientasi dan Mobilitas di kelas I ini bisa berjalan efektif.
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas, terlihat bahwa nilai
pengamatan kemandirian siswa dalam berorientasi dan mobilitas dengan
menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing dari kondisi awal,
kemudian dalam pelaksanaan tiap-tiap siklus mangalami peningkatan. Begitu
pula dengan keaktifan siswa, terlihat pula adanya peningkatan dari kondisi
awal sampai pelaksanaan siklus 2. Peran guru dalam keterampilan mengelola
kelas dan menjelaskan juga sangat membantu tercapainya peningkatan
kemampuan membaca pemahaman siswa. Dari beberapa pernyataan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa, “ Penggunaan teknik upper hand, lower hand dan
trailing dalam orientasi dan mobilitas dapat meningkatkan kemandirian siswa
kelas I dalam belajar mengenal lingkungan sekolah di SDLB N Cangakan
Karanganyar tahun ajaran 2010/2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan siswa kelas I saat
pembelajaran Orientasi dan Mobilitas mengalami peningkatan setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik upper hand, lower hand
dan trailling.
3. Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Peningkatan Kemandirian Berorientasi
dan Bermobilitas dengan Menggunakan Teknik Upper hand, Lower hand dan
Trailing
Dalam proses belajar mengajar sering terjadi kendala yang dapat
menghambat berjalannya proses dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Kendala ini bisa bersumber dari guru, siswa, maupun faktor-faktor lain yang
tentu saja berbeda antara sekolah satu dengan sekolah yang lain. Adapun
kendala yang dihadapi peneliti dalam peningkatan kemandirian siswa dalam
berorientasi dan bermobilitas denga menggunakan teknik upper hand, lower
hand dan trailing di kelas I SDLB N Cangakan Karanganyar antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
a. Faktor lingkungan kelas yang cukup ramai karena SDLB N Cangakan
Karanganyar merupakan sekolah dengan banyak kelas dari berbagai
tingkat kelainan siswa, hal ini dapat mengganggu saat siswa dari kelas
yang dipegang peneliti akan melakukan praktek menggunakan teknik-
teknik orientasi dan mobilitas.
b. Guru dan siswa belum terbiasa menggunakan dan menerapkan teknik-
teknik dasar Orientasi dan mobilitas (khususnya teknik upper hand,lower
hand dan traiing) di dalam kegiatan sehari-hari,sehingga disaat praktek
masih terlihat sedikit kaku. Jadi dalam pelaksanaannya, peneliti harus
memberikan pengarahan dan penyamaan konsep dan presepsi terlebih
dahulu kepada guru tentang penggunaan teknik tersebut agar menjadi
alternatif pemecahan masalah yaitu kurangnya kemandirian siswa dalam
melakukan orientasi dan mobilitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 87
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa,
penggunaan teknik upper hand, lower hand dan trailing dalam pembelajaran
Orientasi dan Mobilitas dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar
mengenal lingkungan sekolah pada siswa tunanetra kelas I SDLB N Cangakan
Karanganyar tahun ajaran 2010/2011.
B. Saran
Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti dapat mengajukan
saran-saran sebagai berikut :
1. Saran kepada Kepala Sekolah:
Dalam upaya pengembangan kemandirian siswa tunanetra khususnya
dalam hal orientasi dan mobilitas, hendaknya diadakan fasilitas-fasilitas
yang bersifat penunjang dan dapat membantu siswa untuk belajar mandiri.
2. Saran kepada Guru:
a. Guru dalam mengajar orientasi dan mobilitas sebaiknya lebih berusaha
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menarik
sehingga siswa merasa nyaman dan aktif dalam mengikuti pembelajaran.
b. Untuk lebih mengefektifkan pembelajaran Orientasi dan Mobilitas, guru
hendaknya bisa mengajarkan dan membiasakan siswa untuk menerapkan
teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang benar pada aktifitas sehari-hari.
c. Guru sebaiknya senantiasa berupaya mengoptimalkan kemandirian siswa
dalam menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing dengan
tidak terlalu sering memberikan bantuan kepada siswa pada saat
melakukan latihan orientasi dan mobilitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
3. Saran kepada siswa:
a. Siswa yang belum optimal kemandiriannya dalam melakukan orientasi
dan mobilitas perlu meningkatkan latihan-latihan dengan menggunakan
teknik upper hand, lower hand dan trailing untuk meningkatkan
kemandirian berorientasi dan bermomilitasnya.
b. Siswa yang sudah cukup mandiri perlu mempertahankan kemampuannya
dalam menggunakan teknik upper hand, lower hand dan trailing agar
kemampuannya bisa lebih bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
c. Siswa sebaiknya tidak takut dalam mencoba atau mempraktekkan teknik-
teknik orientasi dan mobilitas yang sudah diajarkan dalam kegitan sehari-
hari, karena rasa takut akan mencegah seorang tunanetra untuk belajar
mandiri.
4. Saran kepada Peneliti selanjutnya:
Diharapkan ada penelitian lanjutan yang membahas tentang teknik-teknik
Orientasi dan Mobilitas yang lebih mendalam yang berkaitan dengan
kemandirian tunanetra dalam melakukan orientasi dan mobilitas di sekolah-
sekolah yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gafur. 2003. Kecakapan Hidup (Life skill).Kajian Tentang rasional Cakupan,dan Strategi Pembelajarannya Makalah. Yogyakarta: FIS UNY
Achmad Ali. 1984.Pedoman Pelaksanaan Orientasi dan Mobilitas. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan
Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipeuw. Tt. Orthopedagogik Tunanetra I.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Andaiyani . 2008. Pengertian wawancara dan Teknik Wawancara dalamhttp://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara/. Diakses tanggal 27 September 2010 15:48
Azhar Arsyad. 2005. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Bimo Walgito.1986. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.Yogyakarta.UniversitasGajah Mada
C.Mpyet and Solomon. 2005. Prevalence and causes of blindness and low vision inleprosy villages of north eastern Nigeria. Br J Ophthalmol. Br J Ophthalmol.2005 April; 89(4):417-419. www.ophthalmol-jurnal.com Diakses 23 Agustus2010 17:00
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986. Kamus Bahasa Indonesia. BalaiPustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. BalaiPustaka
Didi Tarsidi. 20 juli 2007. Kemandirian Tunanetra. http://d-tarsidi.blogspot.com/2007/07/kemandiriantunanetra.html.Diakses 22 Maret2009
Dimyati dan Moedjiono. 2002. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rineka cipta
Djaja Raharja. 2004. Orientasi dan Mobilitas Sebagai Salah Satu KeterampilanKompensatoris Bagi Tunanetra. Departemen Pendidikan Nasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Djamarah Syaiful Bahri. 1999. Pengantar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Gense,D Jay and Gense Marilyn. Importance of orientation And Mobility Skill ForStudent Who Are Deaf-blind.http//www.perkins.org./resources/scouf/Orientasion_And_Mobility/Multiple.disabilities.html. diakses tanggal 23 Agustus 2010 16:50
Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM
Helen Keller Internasional bekerja sama dengan Departemen Pendidikan danKebudayaan. 1986. Pendidikan Non Formal bagi Tunanetra. Dewan NasionalIndonesia untuk Kesejahteraan Sosial.
http :// www.joegolan.wordpress.com/2009/04/13/pengertianbelajar diakses tanggal13 April 2009 ,16:54
Irham Hosni. Buku Ajar orientasi dan Mobilitas. Tt. Departemen Pendidikan danKebudayan
Jamila K. A Muhammad. 2008. Special Aducation for Special Children. Jakarta:Hikmah
Mahfud Shalahuddin.1990. Pengantar Psikologi Pendidikan. Jakarta. BumiAksara.dalam http://spesialis-torch.com/content/view/120/29/ diakses tanggal 28Mei 2009; 17:53
Marika Soebrata.1995. Orientasi dan Mobilitas. Departemen pendidikan danKebudayaan: UNS
Marika Subroto dan Maryadi. 1987. Orientasi dan Mobilitas. Departemen Pendidikandan Kebudayaan Republik Indonesia
Mas Tarmudi.2008. Pengertian Observasi.dalam http://mastarmudi.blogspot.com/2010/07/pengertian-observasi.html diakses tanggal 1Juli 2010
Nana Sudjana.2007. Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Pertuni.2009. Pengertian Tunanetra.dalam http://kontunet.blogspot.com. Diaksestanggal 22 Maret 2009; 18:49
Poerwodarminto.1995. Kamus Umum Bahasa indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Purwaka Hadi.2007. Komunikasi Aktif bagi Tunanetra. Jakarta : Depdiknas DirjenDikti
Sarwiji Suwandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan kayaIlmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Semiawan,C.1999. Lingkungan Belajar yang Mengundang suatu Pendekatanbermakna dalam Meningkatkan perkembangan Anak retardasi mental.Disertasi.Jakarta;Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan.(http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/308/jiptummpp-gdl-jou-2009-drveragint-15373-Hal.17-3-5D.pdf. diakses tanggal 22 Maret 2009: 09:18)
Soedijarto.2000. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan KehidupanBangsa dan membangun Peradaban negara-bangsa (sebuah usaha memahamimakna UUD 1945). Jakarta
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
________________. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
________________. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik (edisirevisi VI). Jakarta: PT Asdi Mahasatya
________________. 2008. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan, Jakarta: RinekaCipta
Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Dirjen DIKTI
Yosfan Azwandi. 2007. Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional