Upload
phungkhanh
View
237
Download
0
Embed Size (px)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan, masyarakat, dan bangsa merupakan rangkaian yang tak
terpisahkan dalam menghadapi tantangan perkembangan jaman. Pendidikan yang
maju akan mewujudkan masyarakat yang maju. Masyarakat yang maju akan
mewujudkan bangsa yang maju pula. Bangsa yang maju hanya dapat diwujudkan
oleh masyarakat yang memiliki sumber daya manusia yang mendukung
keterlaksanaan pengembangan dan pemajuan bangsa. Pendidikan yang berfokus
pada pengembangan life skill untuk pelayanan masyarakat merupakan kunci untuk
menjawab tantangan perkembangan dan kemajuan jaman. Hal ini juga didukung
oleh Kemendiknas (2010) yang mendefinisikan pendidikan sebagai suatu usaha
sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik dan
mempersiapkan generasi muda untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik di masa depan.
Pemerintah juga telah mencanangkan tujuan pendidikan nasional untuk
mewujudkan suatu bangsa yang maju. Tujuan dari pendidikan nasional yaitu
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional dapat tercapai dengan adanya partisipasi aktif antara
sekolah, guru dan juga siswa. Ketercapaian tujuan pendidikan nasional
bergantung pada keberhasilan proses belajar mengajar antara guru dan siswa.
Peran guru dalam hal ini adalah membelajarkan sedangkan peran siswa adalah
belajar.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa yang disebabkan oleh
perubahan konsepsi dan kebiasaan berpikir siswa. Perubahan tingkah laku hasil
dari kegiatan belajar disebut hasil belajar. Tingkah laku hasil belajar (behavior)
dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional. Kata kerja operasional
merupakan kata kerja yang harus dapat dilakukan oleh siswa (workable), dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
diamati (observable) oleh guru atau penilai dan harus dapat diukur (observable)
tingkat keberhasilannya. Rustaman (2005) merumuskan kata kerja operasional
berdasarkan Taksonomi Bloom menjadi tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Sejalan dengan hal tersebut, Biologi dalam hakikatnya
sebagai sains menuntut peserta didik untuk tidak hanya mengembangkan aspek
kognitif (produk) saja, tetapi juga harus mengembangkan aspek-aspek yang lain
yaitu aspek psikomotorik (proses), dan juga afektif (sikap).
Perkembangan jaman menuntut peningkatan pola pikir siswa. Siswa
dipersiapkan untuk memahami hakikat biologi sebagai sains yang meliputi proses,
produk dan sikap. Siswa diharapkan memiliki bekal pengetahuan konsep dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi atau untuk diterapkan sebagai life skill dalam kehidupan (Sudargo, 2010).
Kenyataan di pembelajaran umunya menunjukkan pencapaian hasil belajar yang
kurang optimal. Salah satu dampaknya adalah kurangnya kontribusi siswa dalam
masyarakat dan lingkungan. Pembelajaran sains yang telah dilakukan cenderung
kurang memberi wawasan berpikir terhadap lingkungan (Wulan, 2007). Salah satu
penyebab kurang optimalnya pencapaian hasil belajar yang berakibat pada
rendahnya kontribusi pembelajaran sains terhadap kebutuhan masyarakat dan
lingkungan adalah penggunaan strategi pembelajaran yang belum tepat sasaran.
Berdasarkan pemikiran tersebut, strategi pembelajaran yang tepat perlu
diterapkan dalam proses pembelajaran agar dapat mencetak siswa yang tidak
hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga dapat menguasai keterampilan serta
sikap untuk mengatasi atau mengurangi persoalan di masyarakat yang terjadi
sehari-hari di sekitar peserta didik untuk keberlangsungan dan dan keunggulan
bangsa di masa mendatang. Strategi pembelajaran yang diterapkan juga harus
dapat meningkatkan hasil belajar untuk menunjang peningkatan kontribusi
pembelajaran sains terhadap kebutuhan masyarakat, kualitas warga negara dan
lingkungan.
Salah satu strategi yang tepat sasaran dalam meningkatkan hasil belajar
untuk menunjang peningkatan kontribusi pembelajaran sains terhadap kebutuhan
masyarakat, kualitas warga negara dan lingkungan adalah Service Learning.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Service Learning (SL) merupakan strategi pembelajaran yang mengintegrasi
antara pengetahuan akademik dengan penyediaan kebutuhan masyarakat
khususnya dalam hal pemecahan masalah yang ada (Billig, 2009). Pendapat
tersebut didukung oleh Youth Service America (2011) yang memaparkan bahwa
SL merupakan strategi pembelajaran yang mengintegrasikan antara pendidikan
akademik dengan pelayanan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan,
keterlibatan dalam kewarganegaraan serta hubungan dengan masyarakat. SL
diharapkan selain meningkatkan pengetahuan siswa tapi juga dapat membangun
kesadaran siswa terhadap lingkungan masyarakat, serta meningkatan kontribusi
siswa terhadap kebutuhan masyarakat, kualitas warga negara dan lingkungan.
Thompson melakukan penelititan terhadap efek pada siswa yang
berpartisipasi dalam penerapan SL dengan siswa yang memiliki kelas yang relatif
sama tanpa penerapan SL. Hasil yang didapatkan bahwa siswa yang mengambil
kelas dengan penerapan SL lebih cenderung menghormati keragaman, mampu
mengatur waktu dan bertanggung jawab, memiliki keterampilan karir,
kemampuan berpikir kritis, dan cita-cita demokrasi serta kewarganegaraan yang
baik daripada yang siswa yang menghadiri kelas tanpa penerapan SL (Manolis,
2011).
Manfaat SL di antaranya dapat meningkatkan kemampuan akademik
(kognitif), sikap individu (afektif), dan keterampilan siswa dalam masyarakat
(psikomotorik) (Bringle, 2010). Berdasarkan uraian tersebut maka SL tidak hanya
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam produk saja, tapi juga dapat
meningkatkan keterampilan serta sikap peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
hasil belajar siswa dalam pembelajaran Biologi melalui penerapan strategi Service
Learning. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kontribusi SL terhadap pembelajaran, maka penelitian ini berjudul Pengaruh
Penerapan Service Learning terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Pelajaran 2011/ 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan
di atas serta untuk memperjelas masalah maka disusun sebuah rumusan masalah
yaitu apakah penerapan Service Learning berpengaruh terhadap hasil belajar
biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh Service Learning
terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun
pelajaran 2011/2012.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memperkuat teori yang sudah ada dalam dunia pendidikan mengenai
penggunaan strategi pembelajaran Service Learning dalam peningkatan
hasil belajar siswa.
b. Memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dalam pengajaran biologi
terutama dalam hal penerapan strategi pembelajaran yang inovatif.
c. Meningkatkan kepedulian siswa pada lingkungan masyarakat melalui
Service Learning.
d. Meningkatkan kesadaran siswa sebagai warga negara yang baik melalui
Service Learning.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, sebagai masukan dalam rangka pemilihan strategi pembelajaran
biologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
b. Memberikan solusi terhadap kendala pelaksanaan pembelajaran biologi
khususnya terkait dengan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
c. Bagi siswa, meningkatkan hasil belajar (ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotor) siswa dalam pembelajaran biologi.
d. Bagi peneliti lain di bidang pendidikan, agar dapat melakukan penelitian
sejenis tentang hasil belajar biologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Hasil Belajar Biologi
a. Belajar
Belajar merupakan pilar terbentuknya pendidikan, tanpa belajar
pendidikan tidak akan terlaksana dengan baik. Terdapat beberapa
pemaparan tentang definisi belajar. Menurut Slameto (2003), belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sejalan
dengan hal tersebut, menurut Aunurrahman (2009) belajar merupakan suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku
yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.
Menurut Wenno (2008), belajar merupakan proses penambahan
pengetahuan yang dapat menginterpretasikan fakta-fakta yang ada ke dalam
konteks kehidupan pribadi. Belajar dalam sains memiliki dua konteks.
Konteks belajar pertama mendefinisikan belajar sebagai suatu keterampilan
yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui
informasi. Konteks yang kedua mendefinisikan belajar sebagai kontrol
siswa dalam menggunakan model-model keterampilan yang dipakai sebagai
cara dalam meningkatkan prestisnya.
Berdasarkan beberapa pemaparan tentang definisi belajar di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar individu
untuk memperoleh perubahan tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud
merupakan hasil dari penambahan pengetahuan.
Seseorang dikatakan belajar bilamana mengalami tiga ciri umum
belajar. Aunurrahman (2009) memaparkan tiga ciri umum belajar. Pertama,
belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau
disengaja. Kedua, belajar merupakan interaksi individu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
lingkungannya. Ketiga, hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah
laku. Tiga ciri umum belajar yang telah dipaparkan tersebut mengakibatkan
terjadi perubahan, dari sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi
mengetahui.
Pelaksanaan proses belajar dalam konteks ini sains, biologi
khususnya, memiliki prinsip-prinsip yang menyertainya. Wenno (2008)
memaparkan prinsip belajar sains ada tiga, yaitu cara berbuat
(psikomotorik), cara berpikir (kognitif) dan cara bersikap (afektif). Ketiga
prinsip tersebut akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam tentang alam sekitarnya. Prinsip belajar tersebut mendudukkan
siswa sebagai pusat perhatian dalam interaksi aktif dengan teman (tutor
age), lingkungan (environment), dan sumber belajar yang lain. Hal ini dapat
dipahami bahwa prinsip belajar sains merupakan dasar dalam melaksanakan
proses belajar sains khususnya biologi yang tidak dapat ditinggalkan.
Biologi merupakan bagian dari sains yang tidak dapat terpisahkan.
Belajar sains dari aspek biologi menyangkut struktur dan fungsi dalam
sistem kehidupan, reproduksi dan penurunan sifat, regulasi dan tingkah
laku, populasi dan ekosistem, serta keragaman dan adaptasi organisme.
Biologi dalam pembelajarannya perlu didesain berdasarkan situasi dunia
nyata dan memotifasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Wenno,
2008). Hal ini dilakukan agar apa yang dipelajari di kelas benar-benar dapat
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa belajar biologi
merupakan suatu usaha sadar individu untuk memperoleh perubahan
tingkah laku, dimana perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil dari
penambahan pengetahuan yang didesain berdasarkan apa yang ada pada diri
dan lingkungan sekitar dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Belajar biologi memiliki dua komponen yang menyertainya,
yaitu proses belajar biologi dan hasil belajar biologi. Setiap proses belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
biologi yang dilakukan akan diiringi dengan munculnya hasil belajar biologi
yang menyertainya.
b. Hasil Belajar Biologi
Belajar dan hasil belajar merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Suatu proses belajar akan menghasilkan suatu hasil belajar.
Terdapat beberapa definisi dari hasil belajar. Menurut Aunurrahman (2009),
hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku hasil dari
suatu proses belajar. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai berbagai
perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran
bersifat non-fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan
(Widoyoko, 2009).
Sudjana (2010) memaparkan bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar tidak terlepas dari proses belajar. Hasil
belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar. Hal ini berarti
optimalnya hasil belajar siswa bergantung pada proses belajar siswa dan
proses mengajar guru.
Berdasarkan beberapa definisi hasil belajar yang telah dipaparkan di
atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan
tingkah laku hasil dari suatu proses pengalaman belajar yang mencakup
perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan. Hasil belajar ditandai
dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak semua perubahan tingkah laku
merupakan hasil belajar. Perubahan tingkah laku dalam hal ini merupakan
sesuatu perubahan yang dapat diamati, tetapi juga tidak selalu perubahan
tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar tersebut dapat diamati.
Menurut Aunurrahman (2009) perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar yang mudah untuk diamati kebanyakan berkenaan dengan perubahan
dimensi psikomotorik, tetapi perubahan tingkah laku hasil belajar juga
menyentuh perubahan pada aspek afektif dan kemampuan berpikir atau
aspek kognitif. Jadi, dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
belajar menyangkut tiga ranah perubahan tingkah laku, yaitu ranah
psikomotorik, afektif dan kognitif. Penggolongan atau tingkatan hasil
belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan, yaitu ranah kognitif yang
mencakup enam jenis atau tingkatan perilaku, ranah afektif yang mencakup
lima jenis perilaku, dan ranah psikomotor yang terdiri dari tujuh perilaku
atau kemampuan psikomotorik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2010) yang membagi hasil
belajar menjadi tiga ranah, yakni keterampilan dan kebiasaan (psikomotor)
yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak, pengetahuan dan pengertian (kognitif) yang berkenaan dengan
hasil belajar intelektual, dan sikap (afektif) yang berkenaan dengan hasil
belajar sikap siswa dalam pembelajaran.
Wenno (2008) memaparkan pembelajaran sains memiliki tiga
dimensi sasaran, yaitu dimensi proses, produk dan sikap yang satu sama lain
tidak dapat dipisahkan dan diabaikan dalam proses belajar menmgajar sains.
Target pembelajaran sains selain mengembangkan aspek kognitif juga
meningkatkan keterampilan proses, sikap, kreativitas dan kemampuan
aplikasi konsep.
Hasil belajar yang telah dikemukakan tidak berdiri sendiri, tetapi
selalu berhubungan antara satu dengan yang lain. Menurut Sudjana (2010),
seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu
telah berubah pula sikap dan perilakunya. Ketiga hasil belajar penting
diketahui guru dalamk rangka merumuskan tujuan pengajaran dan
menyusun alat-alat penilaian.
Paparan tentang hasil belajar diatas sejalan dengan hakikat
pembelajaran biologi sebagai sains yaitu pembelajaran yang menerapkan
pencapaian hasil belajar tidak hanya mencakup aspek pengetahuan
(kognitif) saja tapi juga aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif)
yang saling berintegrasi satu dengan yang lain. Jadi, dapat dipahami bahwa
hasil belajar biologi mencakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
c. Ranah dalam Hasil Belajar
Hasil belajar meliputi tiga ranah perubahan tingkah laku, yaitu ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Sudjana (2010) juga memaparkan bahwa
klasifikasi Benyamin Bloom tentang hasil belajar digunakan dalam
perumusan tujuan pendidikan sistem pendidikan nasional yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotor. Yulaelawati (2004) juga menyebutkan bahwa
Taksonomi Bloom menggolongkan tiga kategori hasil belajar yang
berkaitan dan saling melengkapi. Ketiga kategori tersebut adalah ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Anurrahman (2009) juga memaparkan
terdapat tiga perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yaitu keterampilan
(psikomotorik), sikap (afektif) dan juga kemampuan berpikir (kognitif).
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat mengingat
sampai ke tingkat paling tinggi yaitu mencipta. Hal tersebut didukung
oleh Yamin (2008), definisi tersebut didasarkan pada tujuan kognitif
yang berorientasi kepada kemampuan berpikir, mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur
yang sebelumnya dipelajari. Sudjana (2010) juga memaparkan bahwa
ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Yamin (2008)
juga menambahkan bahwa kemampuan yang berkaitan dengan
pengetahuan (mengingat), memahami dan menerapkan hanya
membutuhkan proses berfikir rendah (lower level of thinking process),
sedangkan menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan membutuhkan
proses berfikir tingkat tinggi (higher level of thinking process).
Anderson (2010) melakukan revisi pada taksonomi Bloom
tingkatan pada ranah kognitif (cognitive). Ranah kognitif (C) menurut
Anderson terdiri dari enam tingkatan. Tingkatan yang pertama (C1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
adalah mengingat, peserta didik diharapkan dapat menjelaskan jawaban
faktual, menguji ingatan dan pengenalan. Tingkatan kedua (C2) adalah
memahami, peserta didik diharapkan mampu menerjemahkan,
menjabarkan, menafsirkan, menyederhanakan, dan membuat
perhitungan. Tingkatan ketiga (C3) adalah menerapkan, peserta didik
diharapkan mampu memahami kapan menerapkan, mengapa menerapkan
dan mengenali pola penerapan ke dalam situasi yang baru, tidak biasa,
dan agak berbeda atai berlainan. Tingkatan keempat (C4) adalah
menganalisis, peserta didik diharapkan mampu memecahkan ke dalam
bagian, bentuk, dan pola. Tingkatan kelima (C5) adalah menilai, peserta
didik diharapkan mampu menilai berdasarkan kriteria dan menyatakan
alasannya. Tingkatan yang keenam (C6) adalah menciptakan, peserta
didik diharapkan mampu menggabungkan unsur-unsur ke dalam bentuk
atau pola yang sebelumnya kurang jelas. Tingkatan ranah kognitif dari
dasar sampai ke tingkatan tertinggi dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Tingkatan ranah kognitif
Keenam jenis perilaku ini bersifat hirarkis, artinya perilaku
tersebut menggambarkan tingkatan kemampuan yang dimiliki seseorang.
Perilaku terendah sebaiknya dimiliki terlebih dahulu sebelum
mempelajarai atau memiliki perilaku yang lebih tinggi (Aunurrahman,
2009).
.
Mengevaluasi
Menganalisis (Analyze)
Menerapkan (Apply)
Memahami (Understand)
Mengingat (Remember)
Mencipta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2) Ranah Afektif
Taksonomi Krathwohl mengurutkan ranah afektif (Affective) ke
dalam lima tingkatan berdasarkan penghayatan. Tingkatan yang pertama
(A1) adalah peneriman, merupakan pemilikan kemampuan untuk
membedakan dan menerima perbedaan. Tingkatan kedua (A2) adalah
penanggapan, merupakan suatu komitmen untuk berperan serta
berdasarkan penerimaan. Tingkatan ketiga (A3) adalah perhitungan atau
penilaian, merupakan keinginan untuk diterima, diperhitungkan, dan
dinilai orang. Tingkatan keempat (A4) adalah pengaturan atau
pengelolaan, merupakan kemampua mengatur dan mengelola sesuatu
secara harmonis dan konsistenberdasarkan pemilikan filosofi yang
dihayati. Tingkatan kelima (A5) adalah bermuatan nilai, merupakan
perilaku seimbang, harmonis, dan bertanggung jawab dengan standar
nilai tinggi (Yulaelawati, 2004). Tingkatan ranah afektif dari dasar
sampai ke tingkatan tertinggi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Tingkatan ranah afektif
Kelima perubahan tingkah laku hasil belajar aspek afektif di atas
bermula dari kemampuan-kemampuan yang lebih rendah pada kondisi
.
Organisasi (Organizing)
Valuing
Responding
Receiving atau Afending
Internal- isasi nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pra-belajar, meningkat pada kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi.
Proses ini merupakan suatu proses yang dinamis, dimana siswa melalui
keaktifannya dapat terus-menerus mengembangkan kemampuan dan
kepekaannyaa untuk mencapai tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi
melalui proses belajar yang dilakukan (Aunurrahman, 2009).
3) Ranah Psikomotor
Sudjana (2010) mengelola taksonomi ranah psikomotor
(psycomotor) menurut derajat koordinasi Anita Harrow. Ranah
psikomotor memiliki enam tingkatan. Tingkatan pertama adalah gerakan
refleks, merupakan keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.
Tingkatan kedua adalah gerakan dasar. Tingkatan ketiga adalah gerakan
tanggap (perceptual), merupakan penafsiran terhadap segala rangsangan
dari lingkungan dan termasuk didalamnya membedakan visual, auditif,
motoris, dan lain-lain. Tingkatan keempat adalah kemampuan fisik,
merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan. Tingkatan kelima adalah gerakan-gerakan Skill, mulai dari
keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
Tingkatan keenam adalah komunikasi tidak berwacana (komunikasi non-
decursive), merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh, seperti
gerakan ekspresif dan interpretative.
Ketercapaian hasil belajar biologi pada ranah psikomotor berupa
keterampilan dan kemampuan bertindak siswa mulai dari tingkatan dasar
hingga kompleks. Tingkatan ranah psikomotor dari dasar sampai ke
tingkatan tertinggi dapat dilihat pada Gambar 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Gambar 2.3. Ranah taksonomi psikomotor
Keenam tingkatan perubahan tingkah laku hasil belajar aspek
psikomotorik di atas bergerak dari bawah ke atas, artinya siswa
mengembangkan kemampuan atau keterampilan motoriknya untuk
mencapai tingkatan-tingkatan kemampuan atau keterampilan motorik
yang lebih tinggi melalui proses belajar atau latihan yang dilakukan
(Aunurrrahman, 2009).
Aunurrahman (2009) menambahkan bahwa ketiga ranah yang
dikemukakan dia ats bukan merupakan bagian-bagian yang terpisah, akan
tetapi merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Sudjana (2010) juga
memaparkan masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang
saling berkaitan. Jadi, dapat dipahami dari kedua paparan tersebut bahwa
ketiga ranah hasil belajar tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling
berkaitan antara satu dengan yang lain yang dapat meningkatkan kualitas
individu setelah melakukan suatu proses belajar.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Slameto (2003)
menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menjadi
Gerakan-Gerakan Skill
Kemampuan Fisik
Gerakan Tanggap (Perceptual)
Gerakan Dasar
Gerakan Refleks
non- decursive Communicaぼon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang
ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern terdiri dari
kesehatan, psikologi dan kelelahan. Sedangkan faktor eksternal merupakan
faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal dibagi menjadi tiga, yaitu
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor dari sekolah
disini adalah strategi mengajar guru dan strategi belajar siswa. Strategi
mengajar guru harus diusahakan tepat, efisien dan efektif sehingga dapat
memunculkan cara yang belajar siswa yang tepat dan efektif untuk
perolehan hasil belajar yang maksimal.
2. Strategi Service Learning
a. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran akan menunjang peningkatan hasil belajar.
Rustaman (2005) menyatakan bahwa guru memerlukan strategi ketika
membuat persiapan pembelajaran untuk memilih dan menetapkan bentuk
pengalaman belajar siswa agar didapatkan hasil belajar yang maksimal.
Terdapat beberapa definisi tentang strategi pembelajaran. Menurut Wenno
(2008), strategi pembelajaran merupakan strategi yang dipelajari dan
dimodifikasi dalam berbagai bentuk teknik atau merode pembelajaran
sehingga membuat suasana pembelajaran yang humanistik sesuai dengan
karakteristik siswa. Strategi pembelajaran secara singkat merupakan teknik
yang digunakan dalam melaksanakan/praktek pembelajaran di kelas.
Menurut Rustaman (2005) memaparkan strategi pembelajaran merupakan
suatu rencana kegiatan pembelajaran yang dirancang secara seksama sesuai
dengan tuntutan kurikulum sekolah untuk mencapai hasil belajar siswa yang
optimal, dengan memilih pendekatan, metode, media, dan keterampilan.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa strategi
pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang dirancang untuk mencapai hasil belajar siswa
yang optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Service Learning
Service Learning merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
diterapkan dengan tujuan menanggulangi masalah ketidakpuasan
pemerintah dan sekolah terhadap input peserta didik dalam meningkatkan
kualitas masyarakat. Terdapat beberapa definisi tentang Service Leraning.
Menurut Billig (2009), Service Learning (SL) merupakan strategi
pembelajaran yang mengintegrasi antara pengetahuan akademik dengan
penyediaan kebutuhan masyarakat khususnya dalam hal pemecahan masalah
yang ada. Pendapat tersebut didukung oleh Youth Service America (2011)
yang memaparkan bahwa SL merupakan strategi pembelajaran yang
mengintegrasikan antara pendidikan akademik dengan pelayanan
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan dalam
kewarganegaraan serta hubungan dengan masyarakat.
Sejalan dengan pemaparan tersebut, Meyers (2009) menjelaskan
bahwa SL merupakan strategi pembelajaran yang kuat untuk mengajar dan
mendorong peserta didik untuk mengintegrasikan teori dan praktek dalam
penerapan serta pelayanan kepada masyarakat. Bilig (2009) juga
memaparkan SL merupakan strategi pembelajaran di mana siswa
mempelajari pentingnya penyediaan pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakat. Hal ini didukung oleh Olim (2010) memaparkan SL merupakan
suatu bentuk strategi pembelajaran berdasar pengalaman di mana semua
pihak yang terlibat, yaitu guru, murid dan semua pendukung lainnya
bekerjasama dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Strategi
ini perlu didukung oleh kemampuan dan pengetahuan untuk
mengaplikasikan hasil belajar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Melalui pembelajaran seperti ini akan dipenuhi manfaat harfiah belajar
berbasis layanan masyarakat.
Berdasarkan beberapa paparan tentang definisi SL di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa SL merupakan strategi pembelajaran yang
mngintegrasikan teori dan praktik dalam penerapan pelayanan kebutuhan
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kewarganegaraan serta hubungan dengan masyarakat. SL diharapkan selain
meningkatkan pengetahuan siswa tapi juga dapat membangun kesadaran
siswa terhadap lingkungan masyarakat, serta meningkatan kontribusi siswa
terhadap kebutuhan masyarakat, kualitas warga negara dan lingkungan.
c. Penerapan Service Learning dalam Pembelajaran
Penerepan strategi pembelajaran Service Learning ditempuh melalui
lima tahapan IPARD. YSA (2011) menjelaskan bahwa IPARD di sini
merupakan kepanjangan dari Investigation (Investigasi), Preparation and
Planning (Persiapan dan Perencanaan), Action (Tindakan), Reflection
(Refleksi), dan Demonstration (Demonstrasi). Hal yang serupa juga
dipaparkan oleh Billig (2005) ciri dari terlaksananya SL adalah siswa yang
dapat melaksanakan investigasi, perencanaan, refleksi dan demonstrasi.
1) Investigasi (Investigation)
Investigasi merupakan tahapan pertama dalam SL. Tahap
investigasi meminta siswa untuk mengidentifikasi kebutuhan
kepentingan masyarakat dan memulai penelitian. Proses ini sering
disebut analisis sosial, dengan cara menilai kebutuhan dengan merancang
survey, melakukan wawancara, menggunakan media yang bervariasi
termasuk buku dan internet, menggambarkan pengalaman pribadi dan
melalui observasi. Siswa kemudian mendokumentasikan cakupan dan
sifat masalah dan menetapkannya sebagai data dasar untuk memantau
kemajuan. Masyarakat sebagai mitra diidentifikasi. Penyelidikan pribadi
yang dilakukan siswa juga memiliki nilai besar yang selama wawancara
siswa satu sama lain saling mengidentifikasi serta mengonsolidasikan
minat, keterampilan, dan bakat masing-masing (YSA, 2011).
Langkah dalam tahapan investigasi bisa dilakukan dengan
menerapkan dasar investigasi SL, yaitu a) alasan kenapa pelayanan
dibutuhkan, b) alasan kenapa masalah yang dibahas penting untuk
masyarakat, c) apa yang harus dilakukan kemudian, d) apa tujuan dari
pelaksanaan pelayanan, e) bagaimana cara berkontribusi terhadap
masyarakat dan apa visi ke depan (YSA, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2) Persiapan dan Perencanaan (Prepare and Planning)
Tahap selanjutnya dari SL adalah persiapan dan perencanaan.
Pada tahap ini siswa diminta untuk merancang cara dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat atau sumbangan dalam untuk memperbaiki situasi.
Perencanaan meliputi mengembangkan visi umum untuk kesuksesan,
memutuskan apa yang akan terjadi dan siapa yang akan melakukan setiap
bagian dari pekerjaan, merancang jadwal kegiatan, daftar material dan
biaya, dan mengawasi sarana dan prasarana dan melihat kemajuan yang
akan dicapai. Menjelaskan peran dan tanggung jawab adalah kata kunci
(YSA, 2011).
3) Tindakan (Action)
Tahapan selanjutnya dalam SL adalah tindakan (Action). Tahapan
ini meminta siswa mengoordinasi seluruh pihak yang terlibat utnuk
melaksanakan rencana dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
atau berkontribusi pada kepentingan umum. Tindakan yang paling umum
dilakukan adalah seperti pelayanan langsung, pelayanan tidak langsung,
advokasi, penelitian, atau merupakan gabungan dari pendekatan layanan
tadi (YSA, 2011).
4) Refleksi (Reflection)
Tahapan berikutnya dalam SL adalah refleksi (reflection). Pada
tahapan sebelumnya, siswa memperoleh pembelajaran dalam bentuk
pengalaman yang mereka peroleh, pengetahuan, dan keterampilan yang
berhubungan dengan kehidupan sendiri dan komunitas masyarakat
sekitar mereka. Melalui kegiatan yang beragam ini mereka memikirkan
kebutuhan, tindakan, dampak, memikirkan tentang apa yang berhasil dan
tidak berhasil, dan peran mereka dalam semua kegiatan ini. Tahapan
refleksi ini meliputi baik respon analitis maupun sikap yang harus
ditunjukkan. Refleksi akhir berupa tindakan atau cara lain untuk
mengukur hasil kegiatan (YSA, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
5) Demonstrasi/menikmati hasil (Demonstration)
Pada tahapan demonstrasi, siswa menunjukkan kepada orang lain
dari pengaruh dan prestasi yang dapat dicapai. Mereka menampilkan apa
dan bagaimana hasil belajar yang telah dicapai dan keterampilan
diperoleh dan pengetahuan yang dapat diperoleh. Dalam konteks
demonstrasi, bersama dengan mitra mereka, siswa juga dapat
merencanakan dan melaksanakan bentuk syukuran dari apa yang telah
mereka capai dan melihat dampak dari pembelajaran yang dilakukan
(YSA, 2011).
Kelima tahapan di atas dilakukan secara menyeluruh untuk
menerapan SL dalam pembelajaran. Tahapan satu dengan yang lain
saling berintegrasi dan saling mempengaruhi. Kesuksesan pencapaian
hasil belajar dapat diperoleh jika kelima tahapan terlaksana dengan baik
sesuai dengan tujuan kurikulum.
d. Keunggulan dan Manfaat Service Learning
Manolis (2011) juga menyebutkan ada tiga keuntungan utama dari
strategi SL, yaitu keefektifan pembelajaran, keefektifan pelayanan, dan
keefektifan integrasi antara sekolah dengan masyarakat. Manolis juga
menyebutkan bahwa SL dapat membantu siswa dalam membangun
technical skills dan soft skill, seperti kerjasama kelompok efektif,
kemampuan interpersonal, kemampuan berkomunikasi dan sensitivitas
terhadap keragaman. Luna (2010) memaparkan bahwa SL memberikan
manfaat pada siswa yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan kebiasaan.
Olim (2010) juga memaparkan bahwa SL dianggap memiliki nilai
keunggulan dibanding lainnya, yaitu 1) setiap siswa didorong untuk
mencintai belajar dan sebelumnya tidak memperoleh kesempatan untuk itu,
2) semua siswa merasa benar-benar bahwa yang dipelajari memiliki dengan
komunitas sekolah serta dunia di sekitar mereka, 3) semua siswa memahami
kesesuaian antara pikiran dengan tindakan, 4) setiap siswa memiliki
kesempatan untuk meraih cita-cita dan pendidikan bukan hanya tujuan akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
tetapi perjalanan seumur hidup, 5) kecakapan diukur langsung dari kinerja
dan kemampuan siswa secara langsung, 6) setiap siswa menemukan
kemampuan untuk memimpin dan mengarahkan dirinya sendiri, 7) setiap
siswa memupuk kebermaknaan untuk kesejahteraan orang lain, 8) kerja tim
adalah sumber kesuksesan dan kepemimpinan adalah katalis yang mampu
menarik pihak lain kearah kebaikan, 9) semua siswa memiliki kepercayaan
diri dalam mengekspresikan ide-ide dan pendapat, 10) memberikan
pengenalan pada masyarakat bahwa sekolah tempat siswa belajar adalah
sekolah yang peduli lingkungan, aman, dan nyaman, 11) keluarga adalah
mitra dalam pendidikan anak-anak mereka, 12) masyarakat memiliki
kebanggaan akan sekolah, 13) lulusan siswa siap untuk mencapai tujuan dan
mengejar impian mereka.
Olim (2010) juga menyatakan melalui penerapan SL secara langsung
dapat dilihat perubahan pada diri siswa mengenai 1) peningkatan harga diri
dan merasakan sebagai bagian dari masyarakat, 2) meningkatkan
kemampuan dalam melakukan kerjasama, 3) memberikan peluang bagi
siswa untuk merefleksikan diri sesuai dengan tuntutan modal dan nilai
kemasyarakatan, serta 4) memberikan peluang bagi siswa untuk
berpartisipasi langsung pada pembuatan keputusan.
3. Hasil Penelitian Relevan
Penelitian terhadap SL telah banyak dilakukan terutama di luar negeri,
khususnya Amerika. Tapi belum banyak ditemukan penelitian tentang SL di
Indonesia. Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan dengan
pengaruh SL terhadap hasil belajar siswa.
Hasil penelitian Manolis (2011) menunjukkan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, mengembangkan pengalaman siswa dalam belajar,
merespon keinginan dari stakeholders, beberapa sekolah juga berusaha untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam program pelayanan masyarakat. Jika
diperkuat dengan penelitian lebih lanjut, penelitian ini menyatakan bahwa
beberapa isu yang penting bagi perubahan sikap siswa serta ketertarikan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
untuk berpartisipasi meningkatkan keterlibatannya dalam pelayanan
masyarakat.
Penelitian Clayton (2010) juga menunjukkan bahwa pengembangan
pembelajaran dengan penerapan SL yang berorientasi pada kebutuhan
masyarakat merupakan kunci perubahan instusional yang dapat memberi
dorongan positif pada penyelesaian masalah yang ada di masyarakat. Hasil
penelitian ini memaparkan bahwa SL dapat mempengaruhi sikap siswa
terhadap kebutuhan masyarakat dan negara.
Hasil penelitian Donisen (2010) menunjukkan bahwa SL dapat
meningkatkan kualitas akademik (kognitif) dan perkembangan keterampilan
(psikomotorik) pada siswa. SL juga dapat meningkatkan profesionalisme kerja
siswa dan meningkatkan keaktifan sebagai warga negara serta meningkatkan
respon terhadap masyarakat.
Hasil penelitian Guthrie (2010) memaparkan bahwa SL dapat
digunakan untuk pengembangan sikap siswa terhadap masalah keadilan hukum
dan respon terhadap masyarakat. Penelitian ini juga memaparkan bahwa
kebijakan hukum, respon terhadap masyarakat, dan kepemimpinan saling
mempengaruhi terhadap pelaksanaan SL.
Beberapa penelitian tersebut mengindikasikan bahwa SL dapat
meningkatkan hasil belajar siswa yang mencakup aspek pengetahuan akademik
(kognitif), sikap siswa (afektif) dan keterampilan yang dimiliki siswa
(psikomotorik).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian seperti pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Kerangka pemikiran
Faktor yang mempengaruhi belajar
Pelaksanaan pada pembelajaran konvensional
Pembelajaran di kelas umumnya belum mengaktifkan peran aktif siswa.
Pembelajaran masih berorientasi pada pencapaian ranah kognitif.
Pembelajaran kurang mampu berkontribusi dalam penyelesaian masalah di masyarakat dan lingkungan.
Keadaan siswa
Siswa kurang berperan aktif dalam pembelajaran.
Siswa kurang meningkatkan keterampilan dan sikap.
Siswa kurang berkontribusi dalam kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
PENERAPAN STRATEGI SERVICE LEARNING
Faktor internal Faktor eksternal
Hasil belajar biologi yang dicapai siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik kurang optimal.
Pengaruh
Hasil belajar biologi siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat mengalami peningkatan menjadi lebih baik dan optimal
Prosedur
Penerapan tahapan IPARD (Investigation, Preparation and Planning, Action, Reflection, and Demonstration) secara menyeluruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
B. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis
penelitiannya adalah ada pengaruh penerapan Service Learning terhadap hasil
belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran
2011/2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Boyolali yang
beralamat di Jln. Kates Nomor 8, Boyolali.
2. Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2011/2012 dan dibagi menjadi tiga tahap, tahap pertama persiapan kemudian
tahap kedua pelaksanaan dan tahap pengolahan data dan penyusunan laporan.
Ketiga tahap tersebut disusun pada Gambar 3.1.
Tahap Kegiatan penelitian
Bulan ke (dalam tahun 2011-2012) 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06
Persiapan
1. Permohonan pembimbing
2. Survei sekolah 3. Konsultasi
judul
4. Konsultasi draf proposal
5. Konsultasi instrumen dan seminar proposal
Pelaksanaan
1. Ijin penelitian dan melengkapi instrumen
2. Try out instrumen penelitian
3. Pelaksanaan penelitian dan konsultasi bab I, II, dan III
Pengolahan data dan penyusunan laporan
Pengolahan data hasil penelitian dan penyusunan laporan
Gambar 3.1. Waktu Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
B. Rancangan Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang akan dipelajari, maka penelitian ini
menggunakan metode eksperimen semu (Quasi exsperimental research). Metode
ini digunakan karena banyak dari subjek penelitian yang tidak dapat dikontrol
atau dikendalikan (Darmadi, 2011). Tujuan penelitian eksperimen semu adalah
mencari hubungan sebab-akibat dengan memberi perlakuan-perlakuan tertentu
pada dua kelompok eksperimen.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Posttest Only Control
Design dimana dalam desain kelompok atau kelas dipilih secara random (R)
sebanyak dua kelas. Kelas pertama yang terpilih adalah sebagai kelas kontrol
sedangkan kelas kedua adalah kelas eksperimen. Kemudian kelas eksperimen
diberi treatment atau perlakuan baru berupa penerapan strategi pembelajaran
Service Learning dan untuk kelas kontrol tidak diberikan treatment atau tetap
menggunakan strategi pembelajaran ekspositori (ceramah, tanya jawab, evaluasi).
Selanjutnya kedua kelompok tersebut diberi posttest (Sugiyono, 2011). Data
primer yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penerapan SL terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Boyolali. Desain penelitian tersebut dapat digambarkan pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian Posttest Only Control Design
Kelompok Treatment Posttest
Kontrol (R) X1 O1 Eksperimen (R) X2 O2
Keterangan: X : Perlakuan yang diberikan kepada kelompok kontrol dengan strategi
pembelajaran ekspositori (ceramah, tanya jawab, evaluasi). X2 : Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen dengan strategi
pembelajaran Service Learning. O2 : Tes akhir yang diberikan kepada kelompok kontrol. O2 : Tes akhir yang diberikan kepada kelompok eksperimen. (R) : Random assigment (pemilihan kelompok secara random)
Keterkaitan antara variabel bebas yang berupa penerapan strategi
pembelajaran Service Learning dan penerapan strategi pembelajaran ekspositori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
terhadap variabel terikat yang berupa hasil belajar pada ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik tertuang dalam paradigma penelitian. Skema paradigma penelitian
bisa dilihat pada Gambar 3.2.
Keterangan : X = Strategi pembelajaran X1 = Strategi pembelajaran ekspositori X2 = Strategi Service Learning Y = Hasil belajar biologi siswa Y1 = Hasil belajar biologi siswa ranah kognitif Y2 = Hasil belajar biologi siswa ranah afektif Y3 = Hasil belajar biologi siswa ranah psikomotor X1Y1 = Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan strategi
pembelajaran ekspositori pada ranah kognitif. X1Y2 = Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan strategi
pembelajaran ekspositori pada ranah afektif. X1Y3 = Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan strategi
pembelajaran ekspositori pada ranah psikomotor. X2Y1 = Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan strategi Service
Learning pada ranah kognitif. X2Y2 = Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan strategi Service
Learning pada ranah afektif. X2Y3 = Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggunakan strategi Service
Learning pada ranah psikomotorik.
Gambar 3.2. Skema Paradigma Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dijadikan objek
penelitian (Darmadi, 2011). Sugiyono (2011) menambahkan bahwa sampel
yang diambil dari populasi tersebut harus bersifat representatif agar penarikan
kesimpulan dapat diberlakukan untuk populasi. Sampel dalam penelitian ini
terdiri dari dua kelompok atau kelas yang ada di kelas XI IPA SMA Negeri 1
Boyolali yaitu XI IPA 4 sebagai kelompok kontrol yang didalamnya terapat 32
siswa dan XI IPA 6 sebagai kelompok eksperimen yang didalamnya terdapat
32 siswa.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random
sampling dimana sampel yang dipilih secara random bukan secara individual,
tetapi kelompok-kelompok yang anggotanya memiliki karakteristik sama
(Darmadi, 2011). Teknik tersebut memandang populasi sebagai kelompok-
kelompok sampel dimana kelompok tersebut terdapat di kelas XI IPA. Kelompok
sampel atau kelas diambil secara acak untuk dipilih dua kelas yang digunakan
sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen, sehingga dalam sampel ini unit
analisisnya bukan individu tetapi kelompok atau kelas yang terdiri atas sejumlah
individu (Sudjana dan Ibrahim, 2010). Sebelum pengambilan sampel dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah sampel memiliki
karakteristik yang sama dalam rata-rata nilai hasil belajar. Pengujian dilakukan
dengan cara menguji data sekunder berupa dokumen hasil belajar biologi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Penelitian ini mengambil kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol dan XI
IPA 6 sebagai kelas eksperimen. Perbandingan hasil belajar kedua kelas secara
lebih teliti dapat diketahui melalui uji t. Syarat dari uji t adalah data berdistribusi
normal dan homogen. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov
( dan menggunakan bantuan program SPSS 16. H0 menyatakan bahwa
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1 menyatakan bahwa
sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Keputusan uji
dinyatakan bahwa Ho diterima jika Dhitung < Dtabel dan Sig. > 0.050. Hasil
pengolahan data sekunder menunjukan bahwa tiap kelompok dalam populasi
kelompok XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali memiliki nilai Dhitung < Dtabel dan Sig. >
0.050 pada setiap kelompok sehingga menunjukan distribusi yang normal untuk
nilai hasil belajar siswa. Hasil uji normalitas untuk kelas kontrol dan eksperimen
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Dokumen Hasil Belajar
Ranah Kelas Kolmogorov-Smirnova Hasil
DK_S N Sig. Dtabel Keterangan Keputusan Hasil belajar
XI IPA 4 (Kontrol) 0,127 32 0,679 0,230
Dhitung<Dtabel Sig. > 0,050 normal.
XI IPA 6 (Eksperimen)
0,208 32 0,125 0,230 Dhitung<Dtabel Sig. > 0,050
normal.
Pengolahan data tersebut menunjukan bahwa nilai Dhitung<Dtabel pada setiap
kelas kontrol dan eksperimen, sehingga H0 diterima dan dapat dinyatakan bahwa
data dokumen tersebut berdistribusi normal. Data kemudian diuji kembali
yang menggunakan bantuan
program SPSS 16 untuk mengatahui apakah populasi bersifat homogen. H0
dinyatakan bahwa tiap kelas memiliki variansi yang sama (homogen). H1
dinyatakan bahwa tiap kelas tidak memiliki variansi yang sama. Keputusan uji
dinyatakan jika F < Ftabel( ,df1,df2) dan Sig. > 0,050 (Pramesti, 2011) maka Ho
diterima. Hasil uji homogenitas disajikan pada Tabel 3.3 dan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4 (halaman 273).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tabel 3.3. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Dokumen Hasil Belajar
Variabel df1 df2 Statistic (F) F(0.05;1,62) Sig. Keterangan Keputusan
Hasil Belajar
1 62 1,487 4,00 0,227 Flavene< F (0.05;1,62)
Sig.>0,05 H0 diterima
F < Ftabel( ,df1,df2) untuk data
hasil belajar sehingga kedua kelas memiliki varians yang tidak berbeda nyata atau
bersifat homogen. Data dinyatakan homogen maka dilanjutkan uji-t untuk
mengetahui keseimbangan kedua kelas dengan H0 dinyatakan bahwa tiap kelas
memiliki mean yang tidak berbeda nyata. H1 dinyatakan bahwa tiap kelas
memiliki mean yang berbeda nyata.
Tabel 3.4. Rangkuman Hasil Uji t Dokumen Hasil Belajar
Variabel Uji t t tabel Hasil
T df Sig. Keterangan Keputusan Hasil belajar 1,404 62 0,165 1,999 thitung < ttabel
sig.>0,05 H0 diterima
Hasil uji t dapat dilihat pada Tabel 3.4. Hasil uji t menunjukan thitung < ttabel untuk
semua ranah hasil belajar sehingga H0 diterima. Hal ini menunjukan bahwa antara
kelas kontrol dan eksperimen memiliki kemampuan yang sama.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang menjadi sumber objek pengamatan dan
sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Dalam penelitian
ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat, yaitu:
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Service Learning.
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar biologi siswa
kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 yang
meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
a. Metode tes
Metode tes merupakan prosedur sistematik dimana individual yang
di tes dihadapkan pada suatu set stimuli jawaban yang dapat ditunjukkan
dalam angka. Pertanyaan dalam tes dapat berupa tes tertulis maupun lisan.
Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes pencapaian (tes
prestasi) yang digunakan untuk mengukur hasil belajar pada ranah kognitif
yaitu menyangkut penguasaan dan kemampuan para peserta didik setelah
melalui proses belajar mengajar dalam selang waktu tertentu (Darmadi,
2011). Tes berupa tes objektif yaitu bentuk pilihan ganda.
b. Metode Nontes
1) Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan dengan mengumpukan data,
mengambil catatan-catatan dan menelaah dokumen yang ada yang
dimiliki kaitan dengan objek penelitian (Riduwan, 2004). Metode
dokumentasi pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data
sekunder berupa nilai ujian semester ganjil siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 yang digunakan untuk
mengetahui keseimbangan hasil belajar biologi yang meliputi ranah
kognitif, psikomotor, dan afektif pada kelas kontrol dan kelas
perlakuan.
2) Teknik pengamatan (observasi)
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu dalam suatu proses
kegiatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses
belajar, misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, partisipasi
siswa dalam proses pembelajaran, penggunaan alat peraga pada waktu
mengajar serta keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(Sudjana, 2010). Teknik observasi ini digunakan untuk mengukur
hasil belajar ranah psikomotorik, ranah afektif dan mengontrol
keterlaksanaan sintaks strategi SL. Penilaian dilakukan oleh observer,
guru, dan peneliti dengan melakukan checklist pada lembar
observasi. Lembar observasi menggunakan skala penilaian (rating
scale) yang memiliki skala 1, 2, 3, dan 4 (Cartono, 2006).
3) Teknik Angket
Angket merupakan cara pengumpulan data dengan
menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan
dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal
mengisi atau menandainya dengan mudah dan cepat. Angket
digunakan untuk mengambil data hasil belajar siswa ditinjau dari ranah
afektif. Pengukuran hasil belajar ranah afektif menggunakan angket
dalam bentuk checklist yaitu bentuk angket dimana pengisi angket
tinggal memberi tanda check
Skor penilaian angket menggunakan skala Likert (Sudjana, 2010:81)
yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Skor Penilaian Berdasarkan Skala Likert
Skor untuk aspek yang dinilai Nilai
(+) (-) Sangat Setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
SS S N TS STS
5 4 3 2 1
1 2 3 4 5
3. Teknik Penyusunan Instrumen
a. Penyusunan Instrumen Ranah Kognitif
Menurut Widoyoko (2009) pengukuran ranah kognitif dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik tes. Beberapa langkah dapat
dilakukan untuk menyusun instrumen ranah kognitif. Langkah pertama
adalah pemilihan materi berdasarkan kurikulum sesuai dengan
Kompetensi Dasar. Langkah kedua adalah penyusunan indikator dan
tujuan pembelajaran ranah kognitif agar instrumen menjadi lebih spesifik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dan terarah. Langkah ketiga adalah pembuatan alat ukur sesuai indikator
yang dilanjutkan dengan pembuatan kisi-kisi soal sesuai dengan indikator
yang diharapkan. Soal-soal yang disusun menyangkut soal-soal yang
mencakup 6 tingkatan kemampuan kognitif yang menurut Anderson dan
Krathwohl (2010) yaitu C1 (mengingat), C2 (mengerti), C3
(mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (menilai), C6 (mencipta).
Langkah selanjutnya adalah memnyusun item soal ranah kognitif.
Instrumen ini kemudian diuji kesahihan itemnya dengan uji validitas dan
reliabilitas. Item diuji lagi dengan uji tingkat kesukaran item dan uji daya
pembeda item soal. Instrumen yang telah melalui semua tes tersebut
kemudian siap digunakan sebagai postes.
b. Penyusunan Instrumen Ranah Afektif
Pengukuran ranah afektif menggunakan angket dan lembar
observasi dengan melakukan pengamatan langsung terhadap sikap siswa
selama berlangsungnya proses pembelajaran. Penilaian dilakukan oleh
siswa dengan memberikan checklist pada angket. Angket dibuat
menggunakan skala Likert dengan lima respon yang menunjukkan
tingkatan tertentu sebagai alat ukurnya (Arikunto, 2010). Ranah afektif
menurut Sudjana (2010) meliputi lima jenjang kemampuan yaitu receiving
(penerimaan), responding (menanggapi), valuing (menilai), organization
(mengorganisasi), dan characterization by a value (karakterisasi atau
internalisasi suatu nilai).
Beberapa langkah telah dilakukan untuk menyusun instrumen
ranah afektif. Langkah pertama adalah pemilihan materi berdasarkan
kurikulum sesuai dengan Kompetensi Dasar. Langkah kedua adalah
penyusunan indikator dan tujuan pembelajaran ranah afektif agar
instrumen menjadi lebih spesifik dan terarah. Langkah ketiga adalah
pembuatan alat ukur sesuai indikator yang dilanjutkan dengan pembuatan
kisi-kisi soal sesuai dengan indikator yang diharapkan. Langkah
selanjutnya adalah menyusun item pernyataan angket afektif. Instrumen
ini kemudian diuji kesahihan itemnya dengan uji validitas dan reliabilitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba tes. Hasil dari uji coba
tersebut kemudian dianalisis butir soalnya mencakup validitas dan
reliabilitasnya. Jika item pernyataan angket tidak valid maka butir
pernyataan yang tidak valid di perbaiki melalui keputusan ahli, kemudian
di lakukan tes ulang (retest) untuk butir pernyataan yang tidak valid.
Instrumen yang telah melalui semua tes tersebut kemudian siap digunakan
sebagai postes.
c. Penyusunan Instrumen Ranah Psikomotorik
Pengukuran ranah psikomotor menggunakan lembar observasi
dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi terhadap
keterampilan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan oleh observer, guru, dan peneliti dengan melakukan
checklist ( pada lembar observasi. Lembar observasi menggunakan skala
penilaian (rating scale) yang memiliki skala 1, 2, 3, dan 4 (Cartono, 2006).
Ranah psikomotorik meliputi gerakan refleks, gerakan dasar
(fundamental), gerakan tanggap (perceptual), kemampuan fisik, gerakan
terampil, dan komunikasi tidak berwacana (Yulaelawati, 2004). Penilaian
ranah psikomotor meliputi penilaian keterampilan yang harus dikuasai
siswa selama pembelajaran berlangsung.
Beberapa langkah telah dilakukan untuk menyusun instrumen
ranah psikomotorik. Langkah pertama adalah pemilihan materi
berdasarkan kurikulum sesuai dengan Kompetensi Dasar. Langkah kedua
adalah penyusunan indikator dan tujuan pembelajaran ranah psikomotorik
agar instrumen menjadi lebih spesifik dan terarah. Langkah ketiga adalah
pembuatan alat ukur sesuai indikator yang dilanjutkan dengan pembuatan
kisi-kisi soal sesuai dengan indikator yang diharapkan. Selanjutnya
instrumen diuji kesahihan itemnya dengan uji validitas dan reliabilitas oleh
pakar. Instrumen yang telah melalui semua tes tersebut kemudian siap
digunakan sebagai penilaian penampilan atau penilaian hasil belajar ranah
psikomotorik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
E. Validasi Instrumen Penelitian
Penilaian ranah kognitif menggunakan bentuk tes obyektif. Instrumen
penilaian ranah afektif yang digunakan berupa angket dan lembar observasi serta
instrumen penilaian ranah psikomotor berupa lembar observasi untuk mendapat
data diri siswa. Instrumen yang akan digunakan untuk mengambil data harus diuji
cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat kualitas soal. Pengujian
kelayakan instrumen dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Uji validitas
Validitas merupakan mutu penting dari setiap tes. Validitas
merupakan ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam melakukan
fungsi ukurnya (Darmadi, 2011). Valid berarti instrumen tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas yang
digunakan meliputi uji validitas isi dan validitas konstruk. Uji validitas
instrumen tes, lembar observasi dan angket dilakukan dengan cara
mencocokkan antara isi instrumen dengan indikator pembelajaran dan materi
pelajaran yang diajarkan (Sudjana, 2010). Hal tersebut dilakukan agar tes dan
angket yang digunakan dapat mengukur kemampuan siswa sesuai dengan
tujuan akhir pembelajaran, yaitu mampu mengukur hasil belajar siswa baik
pada ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Uji validitas konstruk
instrumen dilakukan dengan menguji kesesuaian instrumen dengan aspek dari
variabel yang diukur. Instrumen yang telah disusun dikonsultasikan dengan
ahli (Sugiyono, 2011).
Setelah dilakukan pengujian validitas isi dan konstruk oleh ahli, maka
diteruskan dengan uji coba instrumen. Uji coba (try out) dilakukan pada
sampel dari populasi penelitian. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa jumlah
anggota sampel yang digunakan sekitar 30 orang. Uji coba instrumen dalam
penelitian ini digunakan untuk mengukur validitas instrumen yang berbentuk
tes hasil belajar pada ranah kognitif dan afektif, sedangkan pengujian validitas
untuk ranah psikomotorik cukup sampai validitas isi dan konstrak. Validitas
butir soal dan butir angket dihitung dengan menggunakan rumus koefisien
Product moment dari Karl Pearson menurut Arikunto (2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
rXY =}}{{ 2222 YYNXXN
YXXYN
Keterangan : rXY : koefisien korelasi antara x dan y N : cacah subyek yang dikenai tes (instrumen) X : skor untuk butir ke-i Y : skor total (dari subyek try out)
Nilai rXY kemudian digunakan dalam perhitungan pada uji-t. Uji-t
digunakan karena responden yang digunakan dalam pengujian instrumen
merupakan sampel, sehingga diperlukan generalisasi ke dalam populasi agar
dapat dianggap mewakili seluruh karakteristik yang ada dalam populasi
(Muhidin dan Abdurahman, 2009). Uji-t dilakukan dengan rumus Riduwan
(2004) yaitu:
thitung =2
XY
XY
r1
2r N
Keterangan : t : nilai t menurut perhitungan uji t rXY : koefisien korelasi antara x dan y N : cacah subyek yang dikenai tes (instrumen)
Langkah selanjutnya adalah melihat distribusi (Tabel t) untuk taraf
signifikansi = 0,05 dan derajad kebebasannya (dk= N-2). Perbandingan
tersebut menghasilkan keputusan uji yaitu jika jika thitung < ttabel maka item soal
tidak valid, sedangkan jika thitung > ttabel maka item soal dapat dinyatakan
sebagai soal yang valid. Hasil try out pertama uji validitas tes kognitif dan
angket afektif secara lengkap disajikan pada Tabel 3.6 dan selengkapnya pada
Lampiran 2 (halaman 182).
Tabel 3.6. Rangkuman Hasil Try Out Uji Validitas Instrumen Penelitian Jumlah Item Keputusan Uji Validitas
Valid Invalid Kognitif 50 20 30 Afektif 50 42 8
Berdasarkan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan uji
validitas soal kognitif menunjukkan bahwa dari 50 item soal yang diberikan
terdapat 20 item yang valid dan 30 item invalid. Uji validitas angket afektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
menunjukkan bahwa dari 50 item soal yang diberikan terdapat 42 item yang
valid dan 8 item invalid. Soal-soal invalid kemudian di tes ulang (retest) dan
diberi tambahan soal sebagai cadangan sebanyak 20 soal setelah melalui
peninjauan ulang dari ahli. Hasil dari tes ulang menunjukan bahwa 30 item
soal tes kognitif dan 8 item angket afektif valid. Hasil retest selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2 (halaman 190).
2. Uji Reliabilitas
Reliabel artinya dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf
reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap
walaupun diteskan berulang-ulang (Arikunto, 2010). Riduwan (2004)
menyatakan bahwa reliabilitas instrumen tes yang memberikan jawaban yang
benar bernilai 1 dan jawaban salah bernilai 0 dapat diukur menggunakan
rumus Kuder Richardson (KR-20) sebagai berikut:
2
2
11 1 S
pqS
k
kr
Reliabilitas item angket dihitung dengan menggunakan rumus Alpha
(Riduwan, 2004), yaitu:
t
t11 S
S1
1kk
r
Keterangan: r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan k = Banyaknya item S = Standar deviasi dari tes p = Proporsi siswa yang menjawab item dengan benar q = Proporsi siswa yang menjawab item dengan salah (1 p)
= Jumlah hasil perkalian antara p dan q t = Jumlah varians skor tiap-tiap item
St = Varians total
Jika harga r11 < rtabel, maka korelasi tidak signifikan sehingga item
pertanyaan dikatakan tidak reliabel, dan sebaliknya jika r11 > rtabel maka item
pertanyaan dinyatakan reliabel. Indeks korelasi yang digunakan sebagai
acuan tingkat reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 3.7. Skala Penilaian Reliabilitas Butir Soal atau Item. No Skala r11 Keterangan 1 2 3 4 5
Antara 0,80 sampai dengan 1,00 Antara 0,60 sampai dengan 0,799 Antara 0,40 sampai dengan 0,599 Antara 0,20 sampai dengan 0,399 Antara 0,00 sampai dengan 0,199
Sangat Tinggi (ST) Tinggi (T) Cukup (C) Rendah (R) Sangat Rendah (SR)
Hasil try out uji reliabilitas soal tes kognitif dan angket afektif
disajikan pada Tabel 3.8 dan selengkapnya pada Lampiran 2 (halaman 193).
Tabel 3.8. Rangkuman Hasil Try Out Uji Reliabilitas. Instrumen Penelitian Jumlah Item Keputusan Uji
Reliabilitas Kriteria
Reliabilitas Kognitif 50 0,453 Cukup Afektif 50 0,898 Sangat Tinggi
Berdasarkan Tabel 3.8 menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas tes
kognitif menggunakan rumus Kuder-Richardson (K-R 20) diperoleh r11 = 0,453
yang berarti bahwa koefisien reliabilitas soal tes kognitif memiliki kriteria cukup.
Hasil uji reliabilitas angket afektif berdasarkan Tabel 3.8 yang menggunakan
rumus Alpha menunjukan r11 = 0,898 yang berarti bahwa koefisien reliabilitas
angket afektif memiliki kriteria sangat tinggi. Berdasarkan hasil uji reliabilitas
dapat diketahui bahwa instrumen penelitian baik tes kognitif maupun angket
afektif reliabel atau memiliki ketetapan yang tinggi untuk digunakan.
3. Analisis Butir soal
a. Uji Taraf Kesukaran Soal
Arikunto (2010) menyatakan bahwa soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang
menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal dinyatakan dalam Indeks
Kesukaran (P). Indeks Kesukaran (P) diperoleh dengan rumus sebagai
berikut :
sJ
B P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan : P : Indeks Kesukaran
B : Jumlah jawaban yang benar yang diperoleh siswa dari suatu item JS : Jumlah selurus siswa peserta tes
Indeks kesukaran diklasifikasikan oleh Arikunto (2010: 210)
menjadi tiga tingkatan yang dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Skala Penilaian Indeks Kesukaran Butir Soal atau Item
No Skala P Kategori Soal 1 2 3
Antara 0,10 sampai dengan 0,30 Antara 0,30 sampai dengan 0,70 Antara 0,70 sampai dengan 1,00
Sukar Sedang Mudah
Hasil try out uji taraf kesukaran tes kognitif disajikan pada Tabel
3.10 dan selengkapnya pada Lampiran 2 (halaman 182).
Tabel 3.10. Rangkuman Hasil Try Out Uji Taraf Kesukaran.
Tabel 3.10 menunjukkan bahwa hasil uji taraf kesukaran pada hasil
try out pertama diperoleh 20 soal yang valid dan mempunyai indeks
kesukaran yang mudah sebanyak 6 soal, sedang 7 soal, dan sukar
sebanyak 7 soal. Try out kedua dilakukan sebagai tes ulang soal-soal yang
tidak valid dari try out pertama dan didapatkan 30 soal valid dengan
indeks kesukaran sebanyak 14 soal mudah, 13 soal sedang, dan 3 soal
sukar. Berdasar atas data tersebut maka instrumen penelitian berupa tes
kognitif secara umum memiliki 50 soal dengan kriteria 20 soal mudah, 20
soal sedang, dan 10 soal sukar
b. Daya Pembeda Soal
Soal yang baik memiliki kemampuan untuk membedakan antara
siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
(berkemampuan rendah). Perbedaan jawaban benar dari siswa yang
berkemampuan rendah dengan siswa berkemampuan tinggi disebut Indeks
Jenis Tes Kognitif Jumlah
Soal Valid Kriteria Mudah Sedang Sukar
Hasil Try Out Pertama 20 6 7 7 Hasil Retes 30 14 13 3 Instrumen Penilaian Tes Kognitif 50 20 20 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Diskriminasi (D). D diperoleh dengan rumus (Arikunto, 2010) sebagai
berikut:
D = B
B
A
A
J
B
J
B= PA - PB
Keterangan : J : Jumlah peserta tes JA : Jumlah peserta kelompok atas JB : Jumlah peserta kelompok bawah BA : Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar BB : Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Penilaian daya pembeda butir soal menurut Arikunto (2010) dapat
dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Skala Penilaian Daya Pembeda Butir Soal.
No Nilai D Keterangan 1 2 3 4 5
Antara 0.00 sampai dengan 0.20 Antara 0.20 sampai dengan 0.40 Antara 0.40 sampai dengan 0.70 Antara 0.70 sampai dengan 1.00 Negatif
jelek (poor) cukup (satisfactory) baik (good) baik sekali (excellent) sangat jelek dan butir soal dibuang
Hasil try out uji daya beda butir soal tes kognitif disajikan pada
Tabel 3.12 dan selengkapnya pada Lampiran 2 (halaman 182).
Tabel 3.12. Rangkuman Hasil Try out Uji Daya Beda.
Jenis Tes Kognitif Jumlah Soal
Valid
Kriteria
Negatif Jelek Cukup Baik Baik sekali
Hasil Try Out Pertama 20 0 5 10 5 0
Hasil Retes 30 0 11 10 9 0
Instrumen Tes Kognitif 50 0 16 20 14 0
Try out menghasilkan 20 soal valid dari 50 butir soal yang
disediakan dan Tabel 3.12 menunjukkan bahwa hasil uji daya beda pada
20 butir soal valid tersebut mempunyai indeks deskriminasi baik sebanyak
5 butir soal, cukup sebanyak 10 butir soal, dan jelek sebanyak 5 butir soal.
Try out pertama ini berarti menyisakan 30 butir soal yang tidak valid.
Butir soal yang tidak valid yang memiliki indeks diskrimitif negatif atau
jelek tersebut diperbaiki dengan peninjauan ulang dari ahli. Tiga puluh
butir soal kemudian di retest dan menghasilkan butir soal dengan indeks
deskriminasi baik sebanyak 9 butir soal, cukup sebanyak 10 butir soal, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
jelek sebanyak 11 butir soal. Berdasar pada data tersebut dapat diketahui
bahwa instrumen penilaian hasil belajar kognitif memiliki 50 butir soal
dengan indeks deskriminasi baik sebanyak 14 butir soal, cukup sebanyak
20 butir soal, dan jelek sebanyak 16 butir soal dalam penelitian.
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis kuantitatif hipotesis dapat menggunakan statistik parametris
dan statistik nonparametris. Syarat untuk statistik parametris salah satunya
adalah berdistribusi normal (Sugiyono, 2011). Berdasarkan pernyataan
tersebut maka sebelum menguji hipotesis, harus dilakukan uji prasyarat untuk
menentukan statistik uji hipotesis yang akan kita gunakan. Umumnya uji
prasyarat yang digunakan untuk uji komparasi dua sampel adalah uji
normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari populasi yang terdistribusi
normal atau tidak Budiyono (2009). Uji normalitas data hasil belajar pada
ranah kognitif, psikomotorik dan afektif untuk kelas kontrol dan kelas
eksperimen dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-smirnov
0,050 dan dibantu program SPSS 16. H0 dinyatakan bahwa berdistribusi
normal. H1 dinyatakan bahwa data tidak berdistribusi normal. Jika nilai
sig. sig > 0,050) dan Dhitung<Dtabel
maka H0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa data terdistribusi
normal (Muhidin dan Abdurahman, 2009).
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah variansi
antar kelompok dari data yang diperoleh antar kelompok yang diuji
berbeda atau tidak (Budiyono, 2009). Homogenitas data hasil belajar pada
ranah kognitif, psikomotorik dan afektif menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov dengan dan dibantu program SPSS 16. H0 dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bahwa tiap kelas memiliki variansi yang sama (Homogen). H1 dinyatakan
bahwa tiap kelas tidak memiliki variansi yang sama. Keputusan untuk uji
ini adalah jika nilai sig. dari uji normalitas lebih besar da sig. dan
Fhitung<Ftabel maka H0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa data
homogen (Muhidin dan Abdurahman, 2009). Data yang diharapkan adalah
data dengan variansinya homogen.
2. Uji Hipotesis
Hipotesis nihil/nul (Ho) dalam penelitian ini menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan antara penerapan strategi Service Learning (SL) dengan strategi
pembelajaran menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab
terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali
tahun pelajaran 2011/2012, sedangkan H1 menyebutkan bahwa ada perbedaan
antara penerapan strategi SL dengan strategi pembelajaran menggunakan
metode ceramah, diskusi dan tanya jawab terhadap hasil belajar biologi siswa
kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012.
Uji hipotesis yang digunakan adalah uji hipotesis komparatif dua
sampel yang independen dengan uji-t yang dibantu dengan program SPSS16.
Uji hipotesis ini adalah uji generalisasi rata-rata data dua sampel yang tidak
berkorelasi berupa perbandingan keadaan variabel dari dua sampel yang
independen atau perbandingan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
yang dipilih secara acak (Sugiyono, 2011).
Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis
adalah tingkat signifikasi ( ): 0,05. H0 ditolak jika signifikasi probabilitas
(sig) < dan thitung>ttabel. Hal ini berarti jika signifikasi probabilitas
(sig) < 0,050 maka hipotesis nihil (H0) ditolak dan sebaliknya jika signifikasi
probabilitas (sig) > 0,050 maka hipotesis nihil diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data hasil dari penelitian ini berupa hasil belajar yang mencakup ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik siswa pada materi Sistem Reproduksi. Data
hasil belajar ranah psikomotorik yang melalui lembar observasi, ranah afektif
melalui angket, sedangkan ranah kognitif diperoleh dari nilai tes tertulis. Data-
data tersebut diambil dari dua kelas sebagai 1 kelas kontrol dan 1 kelas
eksperimen dengan jumlah sampel 64 siswa dari kelas XI IPA 4 dan XI IPA 6
SMA N 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012. Kelas XI IPA 4 sebagai kelompok
kontrol menggunakan metode pembelajaran ceramah disertai diskusi dan tanya
jawab dengan jumlah siswa 32 orang. Kelas XI IPA 6 sebagai kelompok
eksperimen menggunakan strategi Service Learning (SL) dengan jumlah siswa 32
orang.
Berikut adalah data penelitian hasil belajar biologi siswa:
1. Hasil Belajar Biologi Ranah Kognitif
Data penelitian hasil belajar biologi ranah kognitif pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
3 (halaman 211) dan terangkum pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Nilai Hasil Belajar Kognitif
Hasil Statistik Kelompok Kontrol (Konvensional)
Kelompok Eksperimen (SL)
Rata-rata 86,625 91,250 Standar deviasi 5,552 6,217 Variansi 30,823 39,157
Minimum 74,000 80,000 Maksimum 94,000 98,000 Median 90,000 93,000 N 32 32
Tabel 4.1 menunjukan bahwa rata-rata nilai kognitif siswa pada
kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Variansi pada
kelompok eksperimen juga lebih tinggi daripada kelompok kontrol artinya
tingkat keragaman dari nilai rata-rata pada kelompok eksperimen lebih besar.
Keragaman tersebut dapat dilihat juga dari rentang nilai maksimum dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
minimum pada kelompok eksperimen yang lebih besar dibandingkan
kelompok kontrol. Median atau nilai tengah pada kelas eksperimen juga lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada kelompok kontrol dan
ekperimen juga dapat dilihat dari nilai hasil belajar kognitif siswa pada setiap
tingkatan mulai dari C1 hingga C6. Data hasil belajar kognitif siswa dari
setiap tingkatan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Belajar Kognitif Setiap Tingkatan
No Tingkatan Perolehan Nilai
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen 1 Mengingat (C1) 91,11 91,35 2 Memahami (C2) 95,00 98,75 3 Mengaplikasikan (C3) 80,31 90,31 4 Menganalisis (C4) 78,91 79,69 5 Mengevaluasi (C5) 89,84 94,53 6 Mencipta (C6) 80,00 97,50
Data hasil belajar kognitif setiap tingkatan pada Tabel 4.2
menunjukkan bahwa nilai setiap tingkatan ranah kognitif pada kelas kontrol
dan eksperimen terdapat perbedaan. Semua tingkatan hasil belajar kognitif
pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Nilai
kognitif tertinggi kelompok eksperimen diperoleh pada tingkatan C2
(memahami) dan terendah pada tingkatan C4 (menganalisis). Nilai kognitif
tertinggi kelompok kontrol diperoleh pada tingkatan C2 dan terendah pada
tingkatan C4.
2. Hasil Belajar Biologi Ranah Psikomotor
Data penelitian hasil belajar biologi ranah psikomotor pada kelompok
kontrol kelas dan kelompok eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3 (halaman 228) dan terangkum pada Tabel 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 4.3. Deskripsi Data Nilai Hasil Belajar Psikomotor
Hasil Statistik Kelompok Kontrol
(Konvensional) Kelompok Eksperimen
(SL) Rata-rata 44,73 93,945 Standar deviasi 2,462 3,707 Variansi 6,576 13,00
Minimum 37,50 87,50 Maksimum 46,875 100,00 Median 45,313 93,80 N 32 32
Tabel 4.3 menunjukan bahwa rata-rata nilai psikomotor siswa pada
kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Standar
deviasi dan variansi pada kelompok kontrol lebih tinggi daripada kelompok
eksperimen, artinya tingkat keragaman pada kelompok kontrol lebih besar.
Perbedaan hasil belajar psikomotor siswa pada kelompok kontrol dan
ekperimen juga dapat dilihat dari nilai hasil belajar psikomotor siswa pada
setiap tingkatan mulai dari P1 hingga P6. Data hasil belajar kognitif siswa dari
setiap tingkatan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Belajar Psikomotorik Setiap Tingkatan
No Tingkatan Perolehan Nilai
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen 1 Gerak Refleks (P1) 25,00 100,00 2 Gerak Dasar (P2) 48,44 97,66 3 Gerak Tanggap (P3) 82,81 96,09 4 Kegiatan Fisik (P4) 64,84 89,84 5 Gerakan Skill (P5) 25,00 86,72 6 Gerakan Ekspresif (P6) 25,00 89,84
Data hasil belajar kognitif setiap tingkatan pada Tabel 4.4
menunjukkan bahwa nilai setiap tingkatan ranah psikomotorik pada kelas
kontrol dan eksperimen terdapat perbedaan. Semua tingkatan hasil belajar
psikomotorik pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok
kontrol. Nilai psikomotor tertinggi kelompok eksperimen diperoleh pada
tingkatan P1 (Gerak Refleks) dan terendah pada tingkatan P5 (Gerakan Skill).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Nilai psikomotor tertinggi kelompok kontrol diperoleh pada tingkatan P3 dan
terendah pada tingkatan P1, P5, dan P6.
3. Hasil Belajar Biologi Ranah Afektif
Data penelitian hasil belajar biologi ranah afektif pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
3 (halaman 234) dan terangkum pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Deskripsi Data Nilai Hasil Belajar Ranah Afektif
Hasil Statistik Kelompok Kontrol (Konvensional)
Kelompok Eksperimen (SL)
Rata-rata 74,452 77,944 Standar deviasi 5,054 5,167 Variansi 25,599 26,071 Minimum 61,600 65,200 Maksimum 81,600 82,800 Median 70,600 75,400 N 32 32
Tabel 4.5 menunjukan bahwa rata-rata nilai afektif (Angket) siswa
pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Standar
deviasi dan variansi pada kelompok kontrol lebih tinggi daripada kelompok
eksperimen, artinya tingkat keragaman pada kelompok kontrol lebih besar.
Keragaman tersebut dapat dilihat juga dari rentang nilai maksimum dan
minimum pada kelompok kontrol yang lebih besar dibandingkan kelompok
eksperimen.
Perbedaan hasil belajar afektif siswa pada kelompok kontrol dan
ekperimen juga dapat dilihat dari nilai hasil belajar afektif siswa pada setiap
tingkatan mulai dari A1 hingga A5. Data hasil belajar afektif siswa dari setiap
tingkatan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Belajar Afektif Setiap Tingkatan
No Tingkatan Perolehan Nilai
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen 1 Penerimaan (A1) 73,75 77,69 2 Penanggapan (A2) 68,61 72,29 3 Penilaian (A3) 72,81 74,06 4 Pengorganisasian (A4) 73,13 75,18 5 Bermuatan nilai (A5) 69,72 72,43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Data hasil belajar afektif setiap tingkatan pada Tabel 4.6 menunjukkan
bahwa nilai setiap tingkatan ranah afektif pada kelas kontrol dan eksperimen
terdapat perbedaan. Semua tingkatan hasil belajar afektif pada kelompok
eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Nilai afektif tertinggi
kelompok eksperimen diperoleh pada tingkatan A1 (penerimaan) dan terendah
pada tingkatan A2 (penanggapan). Nilai afektif tertinggi kelompok kontrol
diperoleh pada tingkatan A1 dan terendah pada tingkatan A2.
Berdasarkan data pada Tabel 4.1, Tabel 4.3, dan Tabel 4.5 dapat dibuat
diagram batang perbandingan hasil belajar biologi kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen seperti pada Gambar 4.1.
RANAH HASIL BELAJAR
HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARISTRATEGI PEMBELAJARAN
EKSPERIMEN
KONTROL
91,25086,625
93,945
44,73
77,94474,452
Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen.
Gambar 4.1 menunjukan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol baik dari aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor. Hal tersebut juga didukung oleh data pada Tabel 4.2, Tabel
4.4, dan Tabel 4.6 sebagian besar nilai rata-rata pada tingkatan hasil belajar baik
kognitif, psikomotorik maupun afektif kelompok eksperimen juga terlihat lebih
tinggi daripada kelompok kontrol walaupun ada beberapa tingkatan yang nilainya
lebih tinggi kelompok kontrol daripada eksperimen. Keadaan tersebut
menunjukan bahwa penerapan strategi pembelajaran Service Leraning mampu
meningkatkan hasil belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Salah satu syarat uji-t adalah data berdistribusi normal. Data yang
berdistribusi normal atau tidak dapat diuji dengan uji normalitas. H0
dinyatakan bahwa berdistribusi normal. H1 dinyatakan bahwa data tidak
berdistribusi normal. Uji normalitas data hasil belajar pada ranah kognitif,
psikomotorik dan afektif untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan
menggunakan uji Kolmogorov- 0 dan dibantu program
SPSS 16. Keputusan uji dinyatakan bahwa Ho diterima jika Dhitung<Dtabel dan
Sig. > 0.050. Jika H0 diterima maka dapat dikatakan bahwa data terdistribusi
normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar
Ranah Hasil belajar Kelas N DK-S Dtabel Sig
Hasil Keterangan Keputusan
Kognitif Kontrol 32 0.197 0,230 0,166
Dhitung<Dtabel Sig.>0,050
Normal
Eksperimen 32 0,215 0,230 0,104
Dhitung<Dtabel
Sig.>0,050 Normal
Psikomotorik Kontrol 32 0,299 0,230 0,070
Dhitung<Dtabel Sig.>0,050
Normal
Eksperimen 32 0,201 0,230 0,150
Dhitung<Dtabel
Sig.>0,050 Normal
Afektif Kontrol 32 0,134 0,230 0,617
Dhitung<Dtabel Sig.>0,050
Normal
Eksperimen 32 0,131 0,230 0,638
Dhitung<Dtabel
Sig.>0,050 Normal
Hasil uji normalitas hasil belajar pada Tabel 4.7 menunjukan bahwa
nilai Sig.> 0,050 dan nilai Dhitung<Dtabel pada kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen, sehingga H0 diterima dan dapat dinyatakan bahwa nilai
hasil belajar baik pada ranah pada ranah kognitif, psikomotorik maupun afektif
berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2. Uji Homogenitas
Syarat lain dari uji-t adalah data yang digunakan adalah data yang
homogen. Homogen berarti bahwa data antar kelompok eksperimen dan
kontrol mempunyai variansi yang sama atau homogen. Homogenitas data hasil
belajar pada ranah kognitif, psikomotorik dan afektif menggunakan uji
50 dan dibantu program SPSS 16. H0 dinyatakan
bahwa tiap kelas memiliki variansi yang sama (Homogen). H1 dinyatakan
bahwa tiap kelas tidak memiliki variansi yang sama. Keputusan untuk uji ini
adalah jika nilai Sig. dari uji homogenitas lebih besa Sig.> dan nilai
F < F maka H0 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa data
homogen (Pramesti, 2011). Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar
Pengolahan data pada Tabel 4.8 tersebut menunjukan bahwa nilai
Sig.>0,050 dan nilai F < Ftabel(0,5;1,62), sehingga H0 diterima. Hal ini
menunjukan bahwa nilai hasil belajar pada kelompok kontrol dan eksperimen
memiliki variansi yang sama atau tidak berbeda nyata baik pada ranah kognitif,
psikomotorik maupun afektif, sehingga nilai hasil belajar dapat dinyatakan
bersifat homogen.
Ranah Le
Statistik (F) df1 df2
Sig. F(0,05;1,62) Keterangan Keputusan
Kognitif 1,143 1 62 0,289 4,00 Fhitung<Ftabel Sig >0,050
Homogen
Psikomotorik
3,404 1 62 0,070 4,00 Fhitung<Ftabel Sig >0,050
Homogen
Afektif 0,129 1 62 0,721 4,00 Fhitung<Ftabel Sig >0,050
Homogen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
C. Hasil Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji-t.
Data hasil belajar biologi pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pada
penelitian dinyatakan normal dan homogen, sehingga prasyarat uji-t telah
terpenuhi. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis
adalah H0 ditolak jika signifikasi probabilitas (Sig.) < dan thitung > t( ,df).
Hal ini berlaku pula sebaliknya yaitu jika signifikasi probabilitas (Sig.)
(0,050) dan thitung < t( ,df), maka H0 diterima (Budiono, 2009; Pramesti, 2011).
Hipotesis nihil (Ho) dalam penelitian ini menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan antara penerapan strategi Service Learning (SL) dengan strategi
pembelajaran konvensional menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya
jawab terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali
tahun pelajaran 2011/2012, sedangkan H1 menyebutkan bahwa ada perbedaan
antara penerapan strategi Service Learning dengan strategi pembelajaran
konvensional menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab terhadap
hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran
2011/2012.
Perbedaan yang ditunjukan antara penerapan strategi SL dengan strategi
pembelajaran konvensional menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya
jawab dianggap sebagai sebuah pengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas XI
IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012. Hasil belajar biologi
tersebut meliputi hasil belajar biologi pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
1. Hasil Belajar Biologi Ranah Kognitif
Hipotesis untuk pengujian pengaruh strategi SL terhadap hasil belajar
biologi siswa pada ranah kognitif dinyatakan dengan H0 yang menunjukkan
bahwa perolehan nilai kognitif rata-rata antara kelompok kontrol dengan
kelompok eksperimen tidak berbeda nyata dan H1 yang menunjukkan bahwa
perolehan rata-rata nilai kognitif antara kelompok kontrol dengan kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
eksperimen berbeda nyata. Hasil dari uji hipotesis tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Pengaruh SL Terhadap Hasil Belajar Kognitif Hasil Belajar t df Sig t(0.5,62) Keterangan Keputusan Uji
Kognitif 3,139 62 0,003 1,999 thitung > t ,df) sig < 0,050
H0 ditolak
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai Sig. < 0,050 dan nilai thitung > t( ,df)
sehingga H0 ditolak, hal ini berarti perolehan rata-rata nilai kognitif antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen berbeda nyata. Rata-rata
nilai kognitif siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada siswa
kelompok kontrol. Berdasar pada perbedaan nilai rata-rata tersebut dapat
diketahui bahwa strategi SL berpengaruh positif terhadap hasil belajar biologi
siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 pada
ranah kognitif.
2. Hasil Belajar Biologi Ranah Psikomotorik
Hipotesis untuk pengujian pengaruh strategi SL terhadap hasil belajar
biologi siswa pada ranah psikomotorik dinyatakan dengan H0 yang
menunjukkan bahwa perolehan rata-rata nilai psikomotorik antara kelompok
kontrol dengan kelompok eksperimen tidak berbeda nyata dan H1 yang
menunjukkan bahwa perolehan rata-rata nilai psikomotorik antara kelompok
kontrol dengan kelompok eksperimen berbeda nyata. Hasil dari uji pengaruh
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Uji Pengaruh SL Terhadap Hasil Belajar Psikomotorik
Hasil Belajar t df Sig t(0.5,62) Keterangan Keputusan Uji Psikomotorik 61,415 62 0,000 1,999 thitung > t ,df)
sig < 0,050 H0 ditolak
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai Sig. < 0,050 dan nilai thitung >
t( ,df) sehingga H0 ditolak, hal ini berarti perolehan rata-rata nilai afektif antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen berbeda nyata. Rata-rata nilai
afektif siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelompok
kontrol. Berdasar pada perbedaan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui
bahwa strategi SL berpengaruh positif terhadap hasil belajar biologi siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 pada ranah
psikomotorik.
3. Hasil Belajar Biologi Ranah Afektif
Hipotesis untuk pengujian pengaruh strategi SL terhadap hasil belajar
biologi siswa pada ranah afektif dinyatakan dengan H0 yang menunjukkan
bahwa perolehan rata-rata nilai afektif antara kelompok kontrol dengan
kelompok eksperimen tidak berbeda nyata dan H1 yang menunjukkan bahwa
perolehan rata-rata nilai afektif antara kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen berbeda nyata. Hasil dari uji pengaruh tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Pengaruh SL Terhadap Hasil Belajar Afektif Hasil Belajar t df Sig t(0.5,62) Keterangan Keputusan Uji
Afektif 2,568 62 0,013 1,999 thitung > t ,df) sig < 0,050
sig < 0,050 H0 ditolak
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai Sig. < 0,050 dan nilai thitung >
t( ,df) sehingga H0 ditolak, hal ini berarti perolehan rata-rata nilai psikomotorik
antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen berbeda nyata. Rata-
rata nilai psikomotorik siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada
siswa kelompok kontrol. Berdasar pada perbedaan nilai rata-rata tersebut
dapat diketahui bahwa strategi SL berpengaruh positif terhadap hasil belajar
biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2011/2012
pada ranah psikomotorik.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa strategi Service Learning (SL)
berpengaruh terhadap hasil belajar biologi ranah kognitif, ranah psikomotor dan
ranah afektif. Pernyataan tersebut juga didukung secara diskriptif yaitu data nilai
rata-rata, nilai minimal, nilai maksimal dan nilai tiap tingkatan hasil belajar siswa
di kelompok eksperimen yang menggunakan SL dalam pembelajaran lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan strategi pembelajaran
konvensional dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Peningkatan nilai hasil belajar yang terjadi disebabkan karena strategi SL
pada materi Sistem Reproduksi memberikan beberapa hal baru yang tidak terdapat
pada strategi pembelajaran konvensional yang selama ini dilakukan. Beberapa hal
baru dalam SL yang tidak terdapat dalam pembelajaran konvensional terangkum
dalam langkah-langkah IPARD yang meliputi Investigation (investigasi), Prepare
and Planning (persiapan dan perencanaan), Action (tindakan), Reflection
(refleksi), dan Demonstration (demonstrasi). Langkah-langkah IPARD pada
pembelajaran yang berbasis pada usaha pelayanan masyarakat merupakan ciri
khas yang terdapat pada SL (YSA, 2011). Manolis (2011) juga menambahkan
bahwa pembelajaran SL dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam program
pelayanan masyarakat sehingga mampu memaksimalkan kemampuan yang
dimiliki siswa.
Penerapan strategi SL pada kelompok eksperimen dikontrol melalui
lembar observasi, sehingga dapat diketahui tingkat keterlaksanaan strategi SL.
Hasilnya menunjukkan bahwa lengkah-langkah IPARD pada strategi SL
seluruhnya telah terlaksana (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman
251). Hal tersebut menunjukan bahwa guru melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang telah dirancang pada strategi
SL. Keterlaksanaan aktivitas siswa yang direncanakan juga turut mendukung
kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh langkah rancangan pembelajaran pada
strategi SL terlaksana dengan baik. Keterlaksanaan langkah IPARD yang
diimplementasikan dalam pembelajaran diyakini mampu meningkatkan hasil
belajar biologi baik pada ranah kognitif, afektif, dan psikmotorik. Selanjutnya,
akan dibahas pengaruh strategi SL terhadap hasil belajar yang meliputi tiga ranah
hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
1. Hasil Belajar Ranah Kognitif
Hasil belajar kognitif merupakan pengetahuan siswa yang didapatkan
setelah mengikuti proses belajar. Hasil belajar kognitif dapat diasumsikan
sebagai tingkat pemahaman atau penguasaan siswa terhadap konsep yang telah
dipelajari. Pemahaman siswa tercermin pada hasil tes kognitif yang
dilaksanakan setelah pembelajaran berlangsung. Hasil belajar kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
diperoleh dengan memberikan soal kepada siswa sebanyak 50 soal pilihan
ganda dari jenjang C1 sampai C6. Soal tersebut disesuaikan dengan
Kompetensi Dasar (KD) dan indikator yang telah ditentukan.
Berdasarkan Tabel 4.9 hasil uji hipotesis diketahui bahwa strategi SL
berpengaruh positif untuk meningkatkan hasil belajar ranah kognitif sebesar
3,319. Tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata tes kognitif siswa di kelas
eksperimen yang menggunakan strategi SL dalam pembelajaran lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah,
diskusi dan tanya jawab yaitu 91,250 untuk kelas eksperimen dan 86,625
untuk kelas kontrol. Berdasarkan tingkatan pada ranah kognitif juga dapat
dianalisis skor perolehan siswa kelompok kontrol dan eksperimen dari C1
sampai C6. Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa hasil perolehan nilai siswa
pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol pada
semua tingkatan.
Perbedaan hasil belajar kognitif pada seluruh tingkatan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol disebabkan karena strategi SL yang diterapkan
di kelas eksperimen dengan materi pelajaran Sistem Reproduksi memberikan
kesempatan untuk mengembangkan dan memaksimalkan kemampuan berpikir
siswa untuk dapat melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Setiap langkah
dalam pembelajaran SL menuntut siswa untuk tidak hanya menguasai
pengetahuan tentang materi yang dipelajari saja tetapi juga menuntut siswa
untuk memberikan pelayanan tentang masalah yang ada di lingkungan tempat
siswa berdomisili yang berhubungan dengan materi yang dipelajari.
Strategi SL mampu melatih kemampuan kognitif siswa dalam hal
penguasaan materi, penyelesaian masalah dan penyampaian solusi dengan
langkah-langkah dalam pembelajaran SL. Langkah-langkah dalam
pembelajaran SL adalah IPARD (Investigation, Planning and Prepare, Action,
Reflection, Demonstration) (YSA, 2011). Investigation merupakan langkah
pertama pada pembelajaran SL. Langkah investigasi dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa pada tingkatan menganalisis (C4) dan menilai
(C5). Pada tahap ini siswa dituntut untuk menganalisis permasalahan yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
di masyarakat atau menggunakan kemampuan berpikir tingkatan menganalisis
(C4). Peningkatan kemampuan berpikir C4 (menganalisis) dapat dilihat dari
perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (79,69) yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol (78,91). Tahap investigasi
berikutanya adalah menilai permasalahan yang penting dan berkaitan dengan
materi pelajaran yang dibahas atau menggunakan kemampuan berpikir
tingkatan menilai (C5). Peningkatan kemampuan berpikir C5 (menilai) dapat
dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (94,53) yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol (89,84).
Langkah kedua dalam pembelajaran Sl adalah Prepare and Planning.
Langkah persiapan dan perencanaan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa pada tingkatan memahami (C2) dan mencipta (C6). Pada tahap ini siswa
dituntut untuk memahami materi yang akan disampaikan pada masyarakat
pada tahap Action atau menggunakan kemampuan berpikir tingkatan
memahami (C2). Peningkatan kemampuan berpikir C2 dapat dilihat dari
perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (98,75) yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol (95,00). Tahap persiapan dan
perencanaan berikutnya adalah membuat atau menciptakan perencanaan
pelayanan masyarakat yang akan dilaksanakan atau menggunakan kemampuan
berpikir tingkatan mencipta (C6). Peningkatan kemampuan berpikir C6 dapat
dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (97,50) yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol (80,00).
Langkah ketiga dalam pembelajaran SL adalah Action. Langkah
Action dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada tingkatan
mengingat (C1) , memahami (C2) dan mengaplikasikan (C3). Pada tahap ini
siswa dituntut untuk mengingat dan memahami materi yang akan disampaikan
pada masyarakat atau menggunakan kemampuan berpikir tingkatan
mengingat(C3) dan memahami (C2). Peningkatan kemampuan berpikir C1
dapat dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (91,35)
yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol (91,11). Tahap
persiapan dan perencanaan berikutnya adalah mengaplikasikan C1 dan C2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
dalam suatu tindakan dalam pembelajaran adalah pelayanan terhadap
masyarakat atau menggunakan kemampuan berpikir tingkatan
mengaplikasikan (C3). Peningkatan kemampuan berpikir C3 dapat dilihat dari
perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen 90,31) yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol (80,31).
Langkah keempat dalam pembelajaran SL adalah Reflection. Langkah
refleksi dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada tingkatan
menilai (C5). Pada tahap ini siswa dituntut untuk menilai dan mengevaluasi
hasil pelayanan masyarakat yang telah dilakukan atau menggunakan
kemampuan berpikir tingkatan menilai (C5). Peningkatan kemampuan
berpikir C5 dapat dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa kelompok
eksperimen (94,53) yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol
(89,84).
Langkah terakhir dalam pembelajaran SL adalah Demonstration.
Langkah demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada
tingkatan menilai (C5) dan mencipta (C6). Pada tahap ini siswa dituntut untuk
menyampaikan hasil evaluasi kegiatan pelayanan masyarakat yang telah
dilaksanakan. Peningkatan kemampuan berpikir C5 dapat dilihat dari
perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (94,53) yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol (89,84). Tahap demonstrasi
berikutnya adalah membuat demonstrasi hasil pelayanan masyarakat yang
telah dilaksanakan. Peningkatan kemampuan berpikir C6 dapat dilihat dari
perbedaan hasil belajar siswa kelompok eksperimen (97,50) yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol (80,00).
Nilai kognitif tertinggi terdapat pada tingkatan C2 disebabkan karena
tingkatan C2 merupakan tingkatan berpikir paling rendah setelah C1.
Tingkatan C2 dapat secara maksimal berkembang karena dalam pelaksanaan
pembelajaran siswa dituntut untuk dapat memahami materi yang dibahas
terutama di kelompok eksperimen pada tahap Action. Pembelajaran di
kelompok eksperimen pada tahap Action menuntut siswa memahami dan
menguasai materi yang dibahas untuk dapat disampaikan dan diwujudkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pada kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Tingkatan berpikir C2
(memahami) lebih meningkat daripada C1 (mengingat) karena terdapat cukup
banyak istilah-istilah yang perlu diingat atau dihafalkan yang terdapat pada
materi pokok bahasan Sistem Reproduksi sehingga menyebabkan kurang
maksimalnya penguasaan tingkatan C1 pada siswa.
Nilai kognitif terendah terdapat pada tingkatan C4 (menganalisis) baik
untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Kurang maksimalnya
tingkatan berpikir menganalisis terdapat pada langkah Investigation dalam
pembelajaran SL di kelompok eksperimen. Tingkatan berpikir menganalisis
(C4) kurang berkembang dibandingkan tingkatan yang lain karena pada
tingkatan ini siswa dituntut untuk menganalisis permasalahan yang ada di
masyarakat. Permasalahan yang ada di masyarakat begitu luas dan bervariasi
sehingga menyulitkan siswa dalam membatasi masalah dan merumuskan
masalah yang ada.
Langkah-langkah IPARD yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan
hasil belajar ranah kognitif siswa baik secara keseluruhan maupun tiap
tingkatan sehingga siswa dapat menguasai materi yang telah mereka pelajari
dan terapkan. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa strategi SL memberikan
pengaruh positif terhadap hasil belajar biologi ranah kognitif. Hal tersebut
sejalan dengan hasil penelitian dari Donisen (2010) yang menyatakan bahwa
penerapan SL dapat meningkatkan kualitas akademik (kognitif) siswa.
2. Hasil Belajar Ranah Psikomotorik
Hasil belajar ranah psikomotor berkenaan dengan keterampilan atau
kemampuan bertindak setelah siswa menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar psikomotor ditunjukkan dengan keterampilan manual yang
terlihat pada siswa dalam kegiatan fisik. Penilaian hasil belajar ranah
psikomotorik diperoleh melalui lembar observasi.
Berdasarkan Tabel 4.10 hasil uji hipotesis diketahui bahwa strategi SL
berpengaruh positif untuk meningkatkan hasil belajar ranah psikomotorik
sebesar 61,415 untuk nilai thitung nya. Peningkatan hasl belajar dapat dilihat
pula pada Tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata psikomotorik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
siswa di kelas eksperimen yang menggunakan strategi SL dalam pembelajaran
lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode
ceramah, diskusi dan tanya jawab yaitu 93,945 untuk kelas eksperimen dan
44,73 untuk kelas kontrol. Berdasarkan tingkatan pada ranah kognitif juga
dapat dianalisis skor perolehan siswa kelompok kontrol dan eksperimen dari
P1 sampai P6. Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa hasil perolehan nilai
siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol
pada semua tingkatan. Hal ini disebabkan karena strategi SL yang diterapkan
di kelas eksperimen dengan materi pelajaran sistem reproduksi memberikan
kesempatan siswa untuk aktif secara fisik.
Pembelajaran SL melatih keterampilan psikomotorik melalui langkah-
langkah IPARD. Langkah Investigation terdapat beberapa keterampilan-
keterampilan. Keterampilan pertama yang terdapat pada langkah Investigation
yaitu ketrampilan melaksanakan investigasi yang dapat meningkatkan hasil
belajar psikomotorik tingkat P5 (Gerakan-Gerakan Skill) dilihat dari
perbedaan hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen (86,72) lebih
tinggi daripada kelas kontrol (25,00). Keterampilan ketiga yang terdapat pada
langkah Investigation yaitu ketrampilan mengoreksi jawaban teman pada
lembar pemahaman materi awal yang dapat meningkatkan hasil belajar
psikomotorik tingkat P2 (Gerakan Dasar) dilihat dari perbedaan hasil belajar
psikomotorik pada kelas eksperimen (97,66) lebih tinggi daripada kelas
kontrol (48,44). Keterampilan ketiga yang terdapat pada langkah Investigation
yaitu ketrampilan menghitung prosentase tingkat pemahaman awal yang dapat
meningkatkan hasil belajar psikomotorik tingkat P1 (Gerak Refleks) dilihat
dari perbedaan hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen (100,00)
lebih tinggi daripada kelas kontrol (25,00). Keterampilan keempat yang
terdapat pada langkah Investigation yaitu ketrampilan merumuskan
pembatasan masalah yang dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik
tingkat P3 (Gerakan tanggap) dilihat dari perbedaan hasil belajar psikomotorik
pada kelas eksperimen (96,09) lebih tinggi daripada kelas kontrol (82,81).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Keterampilan-keterampilan yang terdapat pada langkah Planning and
Prepare yaitu keterampilan merancang perencanaan dan persiapan pelayanan
penyuluhan yang dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik tingkat P2
(Gerakan Dasar) dilihat dari perbedaan hasil belajar psikomotorik pada kelas
eksperimen (97,66) lebih tinggi daripada kelas kontrol (48,44) dan
keterampilan membuat media pelayanan yang dapat meningkatkan hasil
belajar psikomotorik tingkat P4 (Kegiatan Fisik) dilihat dari perbedaan hasil
belajar psikomotorik pada kelas eksperimen (89,84) lebih tinggi daripada
kelas kontrol (64,84). Keterampilan yang terdapat pada langkah Action yaitu
ketrampilan menyampaikan hasil diskusi dalam hal ini adalah materi
pelayanan yang dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik tingkat P3
(Gerakan Tanggap) dilihat dari perbedaan hasil belajar psikomotorik pada
kelas eksperimen (96,09) lebih tinggi daripada kelas kontrol (82,81).
Keterampilan-keterampilan yang terdapat pada langkah Reflection yaitu
keterampilan mengoreksi jawaban teman pada lembar pemahaman materi
yang dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik tingkat P2 (Gerakan
Dasar) dilihat dari perbedaan hasil belajar psikomotorik pada kelas
eksperimen (97,66) lebih tinggi daripada kelas kontrol (48,44), keterampilan
menghitung prosentase tingkat pemahaman akhir yang dapat meningkatkan
hasil belajar psikomotorik tingkat P1 (Gerakan Refleks) dilihat dari perbedaan
hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen (100) lebih tinggi daripada
kelas kontrol (25,00), dan keterampilan menyimpulkan hasil pelayanan yang
dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik tingkat P3 (GerakanTanggap)
dilihat dari perbedaan hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen
(96,09) lebih tinggi daripada kelas kontrol (82,81). Keterampilan-keterampilan
yang terdapat pada langkah Demonstration yaitu keterampilan membuat
produk pelayanan masyarakat yang dapat meningkatkan hasil belajar
psikomotorik tingkat P6 (Komunikasi tidak berwacana) dilihat dari perbedaan
hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen (89,84) lebih tinggi daripada
kelas kontrol (25,00) dan keterampilan mendemonstrasikan hasil pelayanan
yang dapat meningkatkan hasil belajar psikomotorik tingkat P2 (Gerakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Dasar) dilihat dari perbedaan hasil belajar psikomotorik pada kelas
eksperimen (97,66) lebih tinggi daripada kelas kontrol (48,44).
Nilai hasil belajar psikomotorik siswa terdapat tingkatan yang
memiliki nilai psikomotor tertinggi dan terendah. Nilai psikomotor tertinggi
kelompok eksperimen diperoleh pada tingkatan P1 (Gerak Refleks) karena P1
merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi
stimulus jadi kemampuan motorik yang digunakan cenderung mudah untuk
dilakukan (Yulaelawati, 2004). Nilai psikomotor yang terendah terdapat pada
tingkatan P5 (Gerakan Skill) karena pada tingkatan P5 diperlukan
keterampilan yang kompleks dalam pelaksanaannya (Sudjana, 2010).
Setiap langkah pada pembelajaran SL menjadikan siswa aktif dan
kreatif dalam pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa strategi SL
memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar biologi ranah
psikomotorik. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari Donisen (2010)
yang menyatakan bahwa penerapan SL berpengaruh terhadap keterampilan
siswa secara positif.
3. Hasil Belajar Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai nilai, interes, apresiasi
(penghargaan) dan penyesuaian perasaan social. Indikator afektif dalam
pembelajaran IPA merupakan sikap yang diharapkan saat dan setelah siswa
melakukan proses pembelajaran yang berkaitan dengan sikap ilmiah. Sikap
ilmiah tersebut antara lain jujur, teliti, disiplin, terbuka, objektif, dan tanggung
jawab. Rustaman (2005) menyatakan dalam pembelajaran sains tidak hanya
menghasilkan produk dan proses, tetapi juga sikap. Pada penelitian ini hasil
belajar afektif diperoleh dengan angket.
Berdasarkan Tabel 4.11 hasil uji hipotesis diketahui bahwa strategi SL
berpengaruh positif untuk meningkatkan hasil belajar ranah afektif sebesar
2,568 untuk nilai thitung nya. Peningkatan hasil belajar afektif juga dapat
dilihat pada Tabel 4.5 yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata afektif siswa di
kelas eksperimen yang menggunakan strategi SL dalam pembelajaran lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
ceramah, diskusi dan tanya jawab yaitu 77,944 untuk kelas eksperimen dan
74,452 untuk kelas kontrol. Berdasarkan tingkatan pada ranah kognitif juga
dapat dianalisis skor perolehan siswa kelompok kontrol dan eksperimen dari
A1 sampai A5. Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa hasil perolehan nilai
siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol
pada semua tingkatan. Hal ini disebabkan karena strategi SL yang diterapkan
di kelas eksperimen dengan materi pelajaran Sistem Reproduksi memberikan
kesempatan siswa untuk meningkatkan karakter dan keterampilan sosial siswa
di kelas dan juga di masyarakat.
Peningkatan karakter dan keterampilan sosial siswa diperoleh melalui
proses IPARD yang dilakukan selama proses pembelajaran. Langkah
Investigation menuntut siswa untuk dapat menghargai pendapat dan mereima
sara dari orang lain sehingga dapat meningkatkan sikap siswa dalam hal
penerimaan (A1) dilihat dari perbedaan hasil belajar afektif pada kelas
eksperimen (77,69) lebih tinggi daripada kelas kontrol (73,75). Langkah
Planning and prepare menuntut kerjasama siswa dalam kelompok untuk
menanggapi secara aktif masalah yang telah diinvestiasi serta bersama teman
satu kelompok memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan sikap
siswa dalam hal penanggapan (A2) dan penilaian (A3) dilihat dari perbedaan
hasil belajar afektif pada kelas eksperimen (72,29 untuk A2 dan 74,06 untuk
A3) lebih tinggi daripada kelas kontrol (74,06 untuk A2 dan 72,81 untuk A3).
Langkah Action menuntut siswa untuk aktif dalam melakukan pelayanan
dalam hal mempertahankan pendapat dan memadukan pendapat pada saat
diskusi sehingga dapat meningkatkan sikap siswa dalam hal pengorganisasian
(A4) dilihat dari perbedaan hasil belajar afektif pada kelas eksperimen (75,18)
lebih tinggi daripada kelas kontrol (73,13). Langkah Reflection menuntut
siswa untuk menghargai pendapat orang lain, teliti dan jujur saat menghitung
prosentase tingkat pemahaman yang dapat sehingga dapat meningkatkan sikap
siswa dalah hal bermuatan nilai (A5) dilihat dari perbedaan hasil belajar
psikomotorik pada kelas eksperimen (72,43) lebih tinggi daripada kelas
kontrol (69,72). Langkah Demonstration menuntut siswa untuk bertanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
jawab atas pelayanan masyarakat yang telah dilaksanakan dan
mendemonstrasikannya di depan kelas sehingga dapat meningkatkan sikap
siswa dalam hal penanggapan (A2) dilihat dari perbedaan hasil belajar
psikomotorik pada kelas eksperimen (72,29) lebih tinggi daripada kelas
kontrol (68,61).
Nilai afektif tertinggi kelompok eksperimen diperoleh pada tingkatan
A1 (penerimaan) karena pada pembelajaran SL siswa harus dapat menerima
perbedaan yang terdapat di masyarakat untuk dapat melakukan investigasi.
Nilai afektif terendah pada tingkatan A2 (penanggapan) karena dalam
pembelajaran terdapat berbagai permasalahan yang diterima yang memerlukan
tanggapan yang tepat sehingga memerlukan sikap penanggapan yang tinggi
dalam menanggapi berbagai masalah di masyarakat sedangkan kapasitas siswa
masih belum mencukupi untuk menanggapi semua permasalahan yang ada di
masyarakat diantaranya terdapat kendala koordinasi kelompok dan tenggang
waktu pelaksanaan.
Berdasarkan pernyataan di atas terlihat bahwa seluruh kegiatan dalam
pembelajaran SL baik pada Investigation, Planning and prepare, Action,
Reflection, dan Demonstration mampu meningkatkan karakter dan
keterampilan sosial siswa. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa strategi SL
memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar biologi ranah afektif. Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari Clayton (2010) dan Guthrie
(2010) yang menyatakan bahwa penerapan SL dapat mempengaruhi sikap
siswa secara positif.
Berdasarkan paparan di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar siswa yang menerapkan strategi pembelajaran SL dengan siswa yang
menerapkan pembelejaran ceramah bervariasi. SL dapat meningkatkan hasil
belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif yang
didapatkan dari kegiatan pelayanan masyarakat yang telah dilakukan menurut
tahapan-tahapan IPARD yang terdapat pada strategi pembelajaran SL sehingga
siswa dapat berpartisipasi secara aktif dsalam masyarakat. Hasil tersebut didukung
oleh hasil penelitian dari Bringle (2010) yang menunjukkan bahwa SL dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
meningkatkan kemampuan akademik (kognitif), sikap individu (afektif), dan
keterampilan siswa dalam masyarakat (psikomotorik). Peningkatan hasil belajar
tersebut dalam SL dapat diaplikasikan secara maksimal untuk peningkatan
kemampuan dan keterampilan siswa dalam melakukan pelayanan terhadap
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik menjadi pelaku peningkatan
kualitas dalam masyarakat. Peserta didik menjadi kreatif untuk menciptakan
produk pelayanan masyarakat yang dapat dilihat pada Lampiran 6 (halaman 284)
dan terdapat respon dari masyarakat melalui lembar pesan dan kesan yang dapat
dilihat pada Lampiran 6 (halaman 283). Hal ini didukung oleh Donnison (2010)
yang menunjukkan bahwa pembelajaran pelayanan atau SL dapat meningkatkan
pengalaman akademik, individu dan profesionalisme yang berdampak pada
peningkatan partisipasi siswa dalam hubungan dengan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh strategi pembelajaran
Service Learning terhadap hasil belajar biologi dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran Service Learning berpengaruh nyata terhadap hasil belajar biologi
ranah kognitif, psikomotor dan afektif
B. Implikasi
1. Implikasi Teoretis
Hasil penelitian secara teoretis dapat digunakan sebagai bahan kajian dan
referensi pada penelitian sejenis mengenai strategi pembelajaran Service Learning
dan hasil belajar biologi
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi guru
dalam memberikan pembelajaran biologi yaitu dengan menerapkan pembelajaran
dengan kegiatan pelayanan masyarakat secara aktif sehingga dapat
mengeksplorasi kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak siswa dan
meningkatkan hasil belajar biologi ranah kognitif, psikomotor dan afektif siswa.
C. Saran
1. Guru
a. Guru mata pelajaran biologi diharapkan mampu menerapkan strategi
pembelajaran Service Learning agar siswa berlatih mengembangkan
kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak untuk mengaplikasikannya
dalam program pelayanan masyarakat sehingga target hasil belajar biologi
dapat tercapai dan siswa mampu memaknai materi pelajaran biologi.
b. Guru mata pelajaran biologi diharapkan lebih banyak menerapkan strategi
pembelajaran melalui kegiatan siswa yang dapat meningkatkan partisipasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
aktif siswa dalam masyarakat sehingga dapat mempersiapkan individu yang
bermanfaat untuk masyarakat.
2. Peneliti
Penelitian ini sangat terbatas pada kemampuan peneliti, maka perlu
diadakan penelitian yang lebih lanjut mengenai penerapan strategi
pembelajaran Service Learning dan Hasil Belajar Biologi yang lebih luas dan
mendalam.