Upload
fcsari
View
422
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas AkhirKuliah : Pariwisata dan Budaya LokalOleh : FC SARIProgdi Destinasi PariwisataFTI UKSW
Citation preview
TUGAS AKHIR
(Pariwisata dan Budaya Lokal)
Dieng Culture Festival
Sebuah Komodifikasi Budaya Untuk Pariwisata
FC Sari - 732013610
DESTINASI PARIWISATA
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
2014
Dieng Culture Festival
Sebuah Komodifikasi Budaya Untuk Pariwisata
I. Pendahuluan
Akhir akhir ini muncul kekhawatiran akan nasib budaya tradisional
sebagai akibat dari pengembangan pariwisata sebagai suatu Industri.
Pengaruh pengaruh yang merugikan itu antara lain terjadinya pengikisan
dan penodaan terhadap budaya tradisional yang berbentuk seni tradisional,
kearifan lokal ataupun kegiatan keagamaan.
Yang lebih berbahaya jika dilihat dari kebudayaan sekarang ini
adalah terjadinya komersialisasi seni budaya dalam kepariwisataan. Tidak
bisa dipungkiri bahwa pariwisata dapat menaikan taraf perekonomian rakyat,
namun disisi lain komersialisasi seni budaya ini juga akan berdampak negatif
pada masyarakat dan budaya itu sendiri.
II. Pembahasan
A. Dieng Culture Festival
Dieng Culture Festival (DCF) adalah sebuah event yang acara
puncaknya adalah ruwatan pemotongan rambut anak gimbal. DCF
merupakan gagasan dari Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa yang
menggabungkan konsep budaya dengan wahana wisata alam, dengan misi
pemberdayaan ekonomi masyarakat Dieng. Diselenggarakan pertama kali
pada tahun 2010 atas kerjasama dari Equator Sinergi Indonesia, Pokdarwis
Dieng Pandawa dan Dieng Ecotourism. Sebelum DCF sudah ada acara
serupa yakni Pekan Budaya Dieng yang diadakan oleh masyarakat dan
pemuda Dieng Kulon. Ketika memasuki tahun ke-3 Pekan Budaya,
masyarakat berinisiatif membuat kelompok sadar wisata dan merubah nama
event menjadi Dieng Culture Festival.
Pokdarwis Dieng Pandawa adalah komunitas atau kelompok sadar
wisata yang mengelola desa wisata Dieng Kulon yang beranggotakan semua
pelaku wisata termasuk diantaranya dari Homestay, Kerajinan, Tour Guide,
Agrowisata, Seni dan Budaya yang berada di wilayah Dieng. Tujuan dari
Pokdarwis Dieng Pandawa dalam mengembangkan pariwisata Dieng adalah
untuk tercapainya masyarakat yang sadar wisata dan masyarakat yang
mandiri. Selain DCF, Pokdarwis Dieng Pandawa juga aktif dalam kegiatan
pengenalan kepada masyarakat tentang pentingnya pariwisata dalam
berbagai sudut pandang, salah satunya dalam segi ekonomi.
Seperti yang telah disebutkan diawal, bahwa DCF memiliki acara
ruwatan pemotongan rambut gimbal sebagai puncak acara. Ruwatan adalah
upacara penyucian yang sudah menjadi adat di Jawa. Upacara ruwatan ini
dilakukan untuk membuang sial, mala petaka dan atau mara bahaya.
Sementara itu, anak berambut gimbal/gembel merupakan fenomena unik.
Fenomena anak gimbal ini terjadi di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng,
anak anak asli Dieng tersebut berusia 40 hari sampai 6 tahun yang
memiliki rambut gimbal secara alami dan tidak diduga dan bukan diciptakan.
Rambut gimbal anak Dieng dipercaya sebagai titipan penguasa alam
ghaib dan baru bisa dipotong setelah ada permintaan dari anak bersangkutan.
Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak kurang dan tidak dilebihkan.
Sebelum acara pemotongan rambut, akan dilakukan ritual doa dibeberapa
tempat, diantaranya adalah Candi Dwarawati, Komplek Candi Arjuna,
Sendang Maerokoco, Candi Gatotkaca, Telaga Balaikambang, Candi Bima,
Kawah Sikidang, Gua di Telaga Warna, Kali Pepek dan tempat pemakaman
Dieng. Keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran.
Selama berkeliling desa anak anak rambut gimbal ini dikawal para
sesepuh, tokoh masyarakat, kelompok paguyuban seni tradisional, serta
masyarakat.
Selain pemotongan rambut anak gimbal, DCF memiliki beragam
acara pendukung, diantaranya adalah Jazz Atas Awan yang sekarang juga
menjadi agenda event nasional, ada juga Festival Film Dieng, Festival
Lampion, Minum Purwaceng Bersama, Camping DCF, Sendra Tari Rambut
Gimbal, Jalan Sehat dan Reboisasi, serta Expo, dll.
Selama 4 periode DCF telah berhasil menyedot perhatian wisatawan,
baik domestik maupun mancanegara. Karena Dieng Culture Festival selalu
menyuguhkan perpaduan seni tradisi, kekayaan indie dan kontemporer
menjadi kemasan yang sangat menarik, dan selain itu ada selalu yang baru
pada setiap tahunnya.
Sesuai dengan Analisis potensi Kawasan Wisata Dieng oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan
pendekatan 4A, yang salah satunya adalah Atraksi atau daya tarik wisata
yang merupakan faktor penarik utama dalam kegiatan pariwisata, dimana
Atraksi tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu : (1) Atraksi Alam, (2)
Atraksi Budaya, dan (3) Atraksi Buatan.
Kawasan Wisata Dieng memiliki kekayaan budaya yang unik dan
dari segi jumlahnya cukup banyak sehingga dapat digunakan untuk menjadi
suatu daya tarik pariwisata. Namun hal ini masih kurang dimanfaatkan
secara baik, karena masih kurangnya informasi informasi / publikasi
mengenai waktu diadakannya acara acara budaya tersebut sehingga turis
tidak bisa ikut menikmati acara acara budaya tersebut. Selain itu, tidak
adanya informasi yang cukup akurat mengenai cerita dari adat istiadat dan
peninggalan bersejarah tersebut mengakibatkan tidak adanya story making
(pembuatan cerita cerita, mitos, atau sejarah) dan story telling (proses
penceritaan cerita cerita, mitos atau sejarah) yang dapat dijadikan sebagai
tambahan aktivitas bagi wisatawan ketika mendengarkan cerita dan makna
dari adat istiadat dan peninggalan bersejarah tersebut.1 Disini menguatkan
adanya DCF dijadikan alat untuk mengkomunikasikan ke masyarakat luas
khasanah budaya dan adat istiadat yang dimiliki Dieng, sehingga manfaat
pariwisata yang salah satunya adalah menambah wawasan / pengetahuan ini
juga sampai ke wisatawan dengan baik.
Festival Budaya di Dataran Tinggi Dieng diharapkan dapat menjadi
magnet baru wisata di Jawa Tengah pada umumnya dan Dieng pada
khususnya, dengan mengenalkan potensi wisata dan juga seni budaya yang
dimiliki kepada semua lapisan masyarakat baik di dalam negeri maupun
1 Grand Design Kawasan Wisata DIENG, Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah 2006
mancanegara. Selain itu, DCF diandalkan sebagai sektor baru untuk
peningkatan taraf ekonomi rakyat.
B. Komodifikasi Budaya Untuk Pariwisata
Aktivitas pembangunan ekonomi telah memodifikasi sumber daya
dan mengubah struktur dan pola konsumsinya, termasuk didalamnya oleh
sektor pariwisata (Pitana dan Diarta, 2009). Tidak dapat dipungkiri bahwa
berjalanannya industri pariwisata sangat bergantung pada sumber daya yang
ada. Dalam konteks pariwisata, sumber daya diartikan sebagai segala sesuatu
yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam mendukung pariwisata.
Sumber daya yang terkait dengan pengembangan pariwisata termasuk berupa
Sumber Daya Alam, Sumber Daya Budaya, Sumber Daya Minat Khusus,
serta Sumber Daya Manusia.
Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis kepariwisataan yang
dikembangkan bertumpu pada kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud
adalah kebudayaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila.2
Pariwisata budaya sebagai suatu kebijaksanaan pengembangan
kepariwisataan di Indonesia memiliki unsur unsur budaya yang penting
dalam usahanya menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia, diantaranya
adalah :
1. Untuk mempromosikan kepariwisataan secara umum baik dalam
maupun luar negeri
2 Pengembangan Pariwisata Indonesia yang menggunakan konsep pariwisata budaya
dirumuskan dalam Undang Undang Pariwisata Nomor 09 Tahun 1994
2. Produk seni budaya akan menyiapkan lapangan kerja dan
peningkatan penghasilan masyarakat
3. Penampilan seni dan budaya disamping menarik perhatian
wisatawan juga meningkatkan pemberdayaan seni dan budaya
4. Penampilan seni budaya dapat meningkatkan pemeliharaan dan
manajemen museum, galeri dan monumen monumen seni
budaya lainnya.
5. Dana yang dihasilkan dengan penjualan produk seni dan budaya
bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat
6. Sentuhan dengan seni budaya lain meningkatkan harkat,
kehormatan dan pemahaman tentang arti kemanusiaan.
Pembangunan kepariwisataan Indonesia diarahkan untuk (1)
pelestarian seni dan budaya, (2) penanaman rasa cinta tanah air dan jati
diring bangsa, (3) peningkatan devisa, (4) penciptaan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, dan (5) memperkenalkan adat istiadat dan budaya
Indonesia dalam rangka menjalin hubungan antarbangsa.3
Kebudayaan mengandung pengertian akan segala hasil olah pikir
dan olah krida manusia, yang secara normatif dimiliki bersama oleh sebuah
sosial yang disebut masyarakat (Yoeti, 2006) Kebudayaan memberikan
daya tarik yang tak terbatas dalam setiap aspek kehidupan, tetapi ketika
budaya bertemu dengan pariwisata yang menjadikan kebudayaan itu sebagai
produk dari pariwisata maka akan terjadi komodifikasi, yaitu berubahnya
suatu hal biasa menjadi sebuah komoditas. Komodifikasi akan memberikan
dampak baik positif ataupun negatif.
3 Misi Pariwisata yang ditetapkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN, 1998-2003)
Agar suatu kebudayaan dapat lestari, yaitu selalu ada eksistensinya,
maka upaya upaya yang perlu dijamin kelangsungannya meliputi: (1)
Perlindungan, meliputi upaya upaya untuk menjaga agar hasil hasil
budaya tidak hilang atau rusak; (2) Pengembangan, meliputi pengolahan
yang menghasilkan peningkatan mutu dan atau perluasan khazanah; (3)
Pemanfaatan, meliputi upaya upaya untuk menggunakan hasil hasil
budaya untuk berbagai keperluan, seperti untuk menekankan citra identitas
suatu bangsa, untuk pendidikan kesadaran budaya, untuk dijadikan muatan
industri budaya, dan untuk dijadikan daya tarik wisata.
C. Dampak Positif dan Negatif Dieng Culture Festival
Dieng Culture Festival yang merupakan sebuah komodifikasi budaya
untuk pariwisata telah menimbulkan dampak, baik positif dan negatif bagi
masyarakat dan budaya itu sendiri.
1. Dampak Negatif
a. Kehilangan Kesakralan
Upacara ruwatan anak gimbal telah kehilangan kesakralan,
karena ruwatan yang semula dilakukan secara kecil kecilan
kini berubah menjadi acara besar. Sebelumnya ritual ini hanya
melibatkan keluarga dan perangkat desa saja, namun kini
banyak pihak yang terlibat, seperti pemerintah daerah,
wisatawan dan pihak media yang telah mengakibatkan
keramaian.
b. Perubahan Tata Pelaksanaan
Tata cara pelaksanaan upacara ruwatan anak gimbal ini juga
mengalami pergeseran. Dahulu upacara ini diadakan secara
sederhana yang hanya melibatkan keluarga dan kerabat dekat,
namun setelah komodifikasi ini tata cara pelaksanaan diubah
menjadi format festival tahunan.
c. Pergeseran Makna
Pergeseran makna ini terlihat dari upacara yang mulanya
dilakukan untuk mencari kesehatan dan keselamatan hidup si
anak gimbal yang diruwat namun kini berubah untuk motivasi
mencari keuntungan melalui pariwisata. Pergeseran makna
acara ruwatan ini menjadi money oriented bisa dilihat dari
tarif masuk yang ada untuk melihat ruwatan yang dilakukan
di plataran Candi Arjuna. Ruwatan yang dulunya juga
berfungsi sebagai acara temu keluarga dan tetangga, namun
kini ada ticket yang harus dibayar untuk menyaksikan ritual
ini.
2. Dampak Positif
a. Naiknya Taraf Perekonomian
Dieng Culture Festival terbukti membantu kenaikan taraf
perekonomian rakyat melalui pariwisata. (Ape Aprilia) DCF
tidak hanya bertujuan mengenalkan potensi wisata dan seni
budaya kepada masyarakat luas sebagai sebuah destinasi
wisata, namun juga untuk memperbaiki perekonomian
masyarakat yang pada waktu itu mulai melemah karena
eksploitasi tanah besar besaran oleh pertanian. Ternyata
pariwisata tampil sebagai penopang selain sektor Pertanian.
b. Pelestarian Budaya
Dieng Culture Festival merupakan bentuk upaya pelestarian
budaya ruwatan. Ruwatan banyak dilakukan di Jawa Tengah
dan Yogyakarta, namun ruwatan anak rambut gimbal yang
Dieng miliki ini memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh
daerah lain. DCF memperkuat alasan untuk terus
dilaksanakannya ritual ruwatan ini di Dieng.
c. Promosi Pariwisata Daerah
Pemerintah daerah Dieng secara kreatif telah memberikan
format Festival pada upacara ruwatan anak gimbal, promosi
besar besaran pun dilakukan demi menunjang kesuksesan
acara ini. Dengan keunikan yang dimiliki oleh upacara
pemotongan rambut gimbal ini, serta acara acara pendukung
yang dimiliki DCF mampu menarik perhatian masyarakat
luas, baik lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke
Dieng dan menyaksikan DCF. Jadi komodifikasi yang terjadi
juga ikut membesarkan nama Dieng di kancah pariwisata
nasional maupun internasional.
III. Penutup
Kebudayaan adalah hal yang memberikan daya tarik tak terbatas
dalam setiap aspek kehidupan. Tetapi ketika budaya bertemu dengan
pariwisata yang menjadikan kebudayaan itu sebagai produk, maka tidak bisa
dipungkiri bahwa akan terjadi komodifikasi, yang merubah budaya menjadi
sebuah komoditas. Di satu sisi Dieng Culture Festival bisa mendongkrak
nama dan perekonomian Dieng, tetapi disisi lain dilihat dari sudut pandang
tradisi dan kebudayaan seperti kehilangan makna dan tradisi.
Kebudayaan dan pariwisata memang bisa menghasilkan keuntungan,
tetapi harus tetap berpegang teguh pada makna dan kesakralan. Tradisi ini
berlanjut karena warga dengan kearifan lokalnya yang percaya akan makna
tradisi itu. Kesejahteraan masyarakat dan kearifan lokalnya sudah sebaiknya
menjadi pertimbangan utama semua pihak ketika akan menetapkan kebijakan
pariwisata. Sebab kebudayaan itu ada karena masyarakat, berawal dari
masyarakat, dan didayagunakan untuk masyarakat.
Daftar Pustaka
Pitana, I. G. and Diarta, I. K. S., 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.
Yogyakarta: ANDI
Yoeti, Oka A., 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta:
PT Pradnya Paramita
Baskoro, Mas Agung W. Y., 2012. Ruwatan Anak Gembel Gimbal Dieng:
Sebuah Komodifikasi Budaya Untuk Pariwisata. Universitas Gajah Mada
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, 2006. Grand Design Kawasan
Wisata Dieng. Semarang: Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Aprilia, A., [email protected], 2014. Seputar Dieng Culture Festival.
[email] Message to Fitri Ciptosari ([email protected]). Sent
Thursday 20 March 2014: 05:34. Available at:
https://mail.google.com/mail/u/0/#search/apeaprilia%40gmail.com/144d
ec73cd2c1391 [Accessed 5 April 2014]