54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gastroenteritis (diare) hingga kini merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di negara- negara berkembang. Diperkirakan 100 juta episode diare terjadi setiap tahun pada anak di bawah umur 5 tahun dan 80% kematian terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1 Di Indonesia, diperkirakan angka kesakitan berkisar antara 150 sampai 450 per 1000 penduduk per tahun. Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran pernafasan sebagai penyebab kematian. Dengan upaya yang sekarang dilakukan pemerintah, angka kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%. 1 Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar penyebab kunjungan Poliklinik Rumah 1

diare kronik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diare kronik pada anak

Citation preview

Page 1: diare kronik

BAB IPENDAHULUAN  

A. Latar Belakang

Penyakit gastroenteritis (diare) hingga kini merupakan salah satu penyebab utama

kematian dan kesakitan di negara-negara berkembang. Diperkirakan 100 juta episode diare

terjadi setiap tahun pada anak di bawah umur 5 tahun dan 80% kematian terjadi pada 2 tahun

pertama kehidupan.1

Di Indonesia, diperkirakan angka kesakitan berkisar antara 150 sampai 450 per 1000

penduduk per tahun. Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran

pernafasan sebagai penyebab kematian. Dengan upaya yang sekarang dilakukan pemerintah,

angka kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.1

Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama

dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar penyebab kunjungan Poliklinik Rumah

Sakit/Puskesmas/Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab

kunjungan ke sarana kesehatan tersebut.5

Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan

cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar

yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.

Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali, sedangkan bayi

berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila frekuensi lebih dari 3 kali.1,2

1

Page 2: diare kronik

Batasan dari diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan

konsistensi lebih encer atau cair dari biasanya, dapat atau tidak disertai dengan lendir atau

darah yang timbul mendadak dan berlangsung tidak lebih dari 2 minggu. Sedangkan diare

kronik adalah diare yang berlanjut sampai dengan 14 hari atau lebih. 2,3

Telah diketahui oleh kita bahwa dalam menghadapi seorang penderita diare akut

perlu difikirkan apakah penderita tersebut masuk di dalam kelompok klinis diare akut yang

mana dari ke-5 kelompok, yaitu : (1) diare akut (murni) , (2) diare akut + komplikasi, (3)

diare akut + penyakit penyerta (bronkopnemoni, sepsis, ensefalitis, malnutrisi energi protein

atau lainnya, (4) diare akut yang melanjut menjadi diare kronik atau fase akut dari diare

kronik, dan (5) diare pada penyakit bedah usus.4

Masalah diare kronik adalah lebih kompleks dibanding diare akut. Perlu diadakan

pendekatan masalah (anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan

penunjang) yang sangat teliti untuk mendapatkan diagnosis yang lebih tepat agar

pengobatannya dapat berhasil. Selanjutnya setiap faces, dilihat warna (kuning, hijau, putih

atau lainnya), penampakan (appearance) (berair, berlemak, berdarah) dan baunya (busuk,

asam atau lainnya).4

B. Tujuan

Penulisan Referat ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai diare kronik

serta penatalaksanaan yang baik dan benar sehingga segala komplikasi yang mungkin timbul

dapat diatasi.

2

Page 3: diare kronik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIARE KRONIK

1. DEFINISI

Menurut WHO, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dibagi atas:

- Diare kronik ( diare yang berkelanjutan) diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan

disebabkan oleh infeksi

- Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan tidak disebabkan oleh infeksi 5

2. ETIOLOGI

Faktor-faktor etiologi diare persisten menurut PRITECH/WHO adalah :

1. Infeksi

Kuman penyebab yang khusus

a. Kelompok yang lebih sering ditemukan pada diare kronik dari pada diare akut.

- Enteroadherent E. Coli

- Cryptosporidium

- Enteropathogenic E. Coli

b. Kelompok yang sering dijumpai dengan frekuensi sama antara diare kronik dan diare

akut.

- Shigella

- Nontyphoid Salmonella

3

Page 4: diare kronik

- Campylobacter jejuni

- Enterotoxigenic E. Coli

- Giardia lamblia

- Entamuba histolytica

- Clostridium lamblia

2. Faktor host

- Gizi buruk : Atrofi mukosa usus, regenerasi epitel usus berkurang, pembentukan

enzim serta penyerapannya terganggu

- Defisiensi zat imunologis

- Defisiensi enzim laktase

- Alergi makanan

3. Faktor-faktor lain

- Penanganan diare yang tidak cocok/efektif

- Penghentian ASI dan makanan

- Penggunaan obat-obat anti motilitas 5

Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme

yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak3. Infeksi baik itu oleh virus,

bakteri dan parasit merupakan penyebab diare tersering. Virus, terutama Rotavirus

merupakan penyebab utama (70-80 %) diare infeksi pada anak2.3.4.5,6, virus lainnya adalah

virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus dan Minirotavirus, sedangkan sekitar

10-20 % adalah bakteri. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah

4

Page 5: diare kronik

Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium defficile,

Clostridium perfringens,E.coli, Plesiomonas, Shigeloides, Salmonella spp,

Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica dan kurang dari 10%

adalah parasit. Parasit yang dapat menyebabkan penyakit adalah Balantidium coli,

Capillaria philippinensis, Cryptosporidium, Entamoeba Hystolitica, Giardia lamblia,

Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan

Trichuris trichiura. 3

3. FAKTOR RESIKO

1. Gizi kurang : Akan memperlambat regenerasi mukosa usus.

2. Tidak mendapat ASI dan pemberian susu formula dapat menimbulkan intoleransi

laktosa dan hipersensitif terhadap protein susu sapi.

3. Dilahirkan premature.

4. Umur kurang dari 18 bulan, umumnya usia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan oleh

antibodi ibu yang sudah menurun, kekebalan aktif bayi kurang, bayi mulai terpajan

pada lingkungan sekitar.

5. Imunitas kurang pada anak dengan gizi buruk, terinfeksi virus seperti campak atau

AIDS.

6. Riwayat diare sebelumnya.

7. Obat- obat yang diberikan termasuk antibiotik.

8. Adanya penyakit penyerta, dan anemia. 6

4. EPIDEMIOLOGI

Pada umumnya, diare pada sebagian besar kasus akan sembuh dalam satu minggu.

Walaupun demikian, pada sebagian kasus diare kronik, proses penyembuhan akan gagal

dan akan menetap lebih dari 2 minggu. Suatu badan peneliti epidemiologis menyimpulkan

bahwa kejadian diare kronik banyak terjadi di negara yang merupakan endemik penyakit

infeksi kronis seperti infeksi HIV, yang menyebabkan enteropati kronik 5

5

Page 6: diare kronik

Diare kronik merupakan penyebab penting kematian pada anak di negara

berkembang. Hal tersebut karena diare yang berhubungan dengan diare kronik

semakin meningkat pada pertengahan tahun 1980-an. Organisasi Kesehatan Dunia

mengakui bahwa usaha untuk mengendalikan diare persisten belumlah cukup.

Beberapa studi sejak itu telah dilakukan untuk dapat merumuskan strategi

penatalaksanaan dan pengendalian diare kronik. Sekitar 10 – 15 % episode diare

akut akan menjadi diare kronik yang sering menyebabkan status gizi memburuk

dan meningkatkan kematian.

Diare kronik menyebabkan 30 – 50 % dari semua kematian karena diare di negara

berkembang. Dari 8 studi komunitas di Asia dan Amerika Latin di dapati persentase diare

kronik antara 3 sampai 23% dari seluruh kasus diare. Pada 7 studi lainnya insiden diare

kronik sangat bervariasi. Di India insiden diare kronik per tahun sekitar 7 kasus tiap 100

anak yang berumur 4 tahun atau kurang dan 150 kasus di Brazil. Pada seluruh studi

insiden tertinggi pada anak dibawah 2 tahun. WHO dan UNICEF memperkirakan pada

tahun 1991 diare persisten terjadi 10% dari episode diare dengan kematian sebanyak 35%

pada anak di bawah 5 tahun 1,6. Studi di Banglades, India, Peru dan Brazil mendapatkan

kematian sekitar 45% atau 30-50% kematian dari diare persisten.

5. KLASIFIKASI

A. Watery stools atau tinja berair

1. Gastroenteropati alergi

- Alergi protein susu sapi (CMPA atau CMPSE)

- Alergi protein kedelai

2. a. Defisiensi disakaridase

- Defisiensi laktase – sering sekunder

- Defisiensi Sukrase – isomaltase

b. Malabsorpsi glukosa – galaktosa

3. Defek imun primer

4. Infeksi usus oleh virus, bakteri, dan parasit (Giardia)

5. CSBS (Contaminated small bowel syndrome)

- Obstruksi usus, blind loops, malrotasi, short bowel syndrome, dan sebagainya.

6

Page 7: diare kronik

- Penyakit Hirschsprung, enterokolitis

6. Persisten postenteriting diarrhea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat.

7. Diare sehubungan dengan penyakit endokrin

- Hyperparathyroidism

- Insufiensi adrenal

- Diabetes mellitus

8. Diare sehubungan dengan tumor

- Karsinoma medula tiroid

- Ganglioneuroma

- Zollinger - Ellison syndrome

9. Malabsorpsi asam empedu - cholerrhoic diarrhea

B. Fatty stools atau tinja berlemak

1. Insufisiensi pankreas, PEM, BBLR

- Hipoplasi (Schwachman syndrome)

- Cystic fibrosis, celiac disease

2. Limfangiektasi usus

3. Kolestasis

- Atresia biliaris ekstra atau intrahepatik

- Hepatitis neonatal

- Sirosis hepatis

4. Steatorea akibat obat (misal : neomycin, cholestyramine)

5. CSBS (Contaminated small bowel syndrome)

- Short bowel syndrome

C. Bloody stools atau tinja berdarah

1. Shigella, Salmonella, V. Campylobacter (disentri basil)

2. Disentri amuba

3. Inflammatory bowel disease

- Ulcerative colitis

- Crohn's disease

7

Page 8: diare kronik

4. Pseudomembran enterokolitis. 4

6. PATOFISIOLOGI

Mekanisme diare kronik bergantung kepada penyakit dasarnya. Sering yang

menyebabkan lebih dari satu macam sehingga efeknya merupakan kombinasi dari

penyebab-penyebab tersebut. Mekanisme patofisiologi diare kronik dapat sebagai :

a. Diare osmotik

b. Diare sekretorik

c. Bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak

d. Defek sistem pertukaran anion

e. Kerusakan mukosa

f. Motilitas dan transit abnormal

g. Sindrom diare intraktabel

h. Mekanisme-mekanisme lain 4

1. Diare osmotik

Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke

dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare. 4,7

8

Page 9: diare kronik

2. Diare sekretorik

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul

diare karena peningkatan isi lumen usus.

Pada sindrom Zollinger Ellison, hipergastrinemia menginduksi dengan jelas

sekresi lambung dan diare. 4

3. Bakteri tumbuh lampau, asam empedu dan asam lemak

Dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relatif steril. Bakteri tumbuh

lampau dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi usus. Jumlah

bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare nonspesifik yang persisten dan

dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme coliform biasanya

predominan, walaupun bakteri anaerob (seperti Bacteroides) mungkin meningkat

secara kuantitatif.

Dekonjugasi garam-garam empedu oleh bakteri mengakibatkan pembentukan

dihydroxy bile acids ataupun menurunnya garam-garam empedu terkonjugasi yang

menimbulkan gangguan absorpsi lemak. Lemak dalam diet dikonversi menjadi

9

Page 10: diare kronik

hydroxy fatty acids oleh flora kolon (dan mungkin oleh flora usus halus yang

abnormal). Kedua dihydroxy bile acids dan-hydroxy fatty acids merupakan well-

established colonic secretagogues dan menyebabkan diare.

Adanya asam-asam empedu bebas dalam lumen jejunum nampaknya

mempunyai efek negatif terhadap absorpsi monosakarida. Reseksi distal ileum

menyebabkan keluarnya asam-asam empedu dekonjugasi menuju kolon, dimana

dekonjugasi bakteri menginduksi pembentukan diarrheogenic dihydroxy bile acids

atau yang disebut juga oleh beberapa penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea.4

4. Tidak adanya mekanisme absorpsi ion secara aktif yang biasanya terdapat

dalam keadaan normal

Contoh klasik ialah penyakit congenital chloridorrhea. Pada penyakit ini,

penderita tidak mampu mengabsorpsi klorida secara aktif karena defek pada sistem

penukaran anion ileum. Hal ini mengakibatkan berkurangnya absorpsi cairan,

asidifikasi isi lumen usus dan konsentrasi klorida tinggi dalam cairan tidak

terabsorpsi yang tinggal dalam lumen ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja jauh

melebihi kombinasi konsentrasi natrium dan kalium. 4

5. Kerusakan mukosa

Berkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat

mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada celiac sprue

terdapat hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size mukosa

jejunum yang nyata. Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada kebanyakan

tipe enteritis karena infeksi, penyakit Crohn dan pada penyakit penyakit kolon seperti

kolitis ulseretiva, kolitis granulomatosa dan kolitis infeksiosa. 4

6. Motilitas usus yang abnormal

Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/atau absorpsi.

Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya stasis dan bakteri tumbuh lampau,

sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transit nutrisi yang cepat di usus

dan menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya

motilitas usus terdapat pada diabetes dan skleroderma. Motilitas usus yang bertambah

10

Page 11: diare kronik

berhubungan dengan isi usus yang meninggi (seperti pada diare osmotik), inflamasi

usus dan keadaan-keadaan terdapatnya circulating humoral agents (seperti

prostaglandin dan serotonin) yang meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrome

(sering pasca-bedah), terdapat daerah permukaan absorpsi yang inadekuat dikombinasi

dengan transit cepat yang akan mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada

transient hypergastrinemia juga dapat menghasilkan diare segera sesudah operasi.

Bayi dengan usus halus kurang dari 40 cm jarang dapat hidup, terutama bila valvula

ileosekal direseksi. 4

7. Sindrom diare kronik

Kebanyakan bayi dengan severe, protracted diarrhoea akan menunjukkan

perubahan mukosa usus halus berupa atrofi vilus, Kehilangan nutrien yang melanjut

dan masuknya kalori yang inadekuat mengakibatkan deplesi protein yang bermakna

dan malnutrisi. Pada terjadinya deplesi protein, regenerasi morfologik dan fungsional

usus halus akan terganggu, ini menimbulkan malabsorpsi yang menyeluruh dan diare

yang terus menerus, dan terjadilah lingkaran setan.

8. Mekanisme lain

Defisiensi seng (Zn) berhubungan dengan diare kronik seperti pada

akrodermatitis enteropatika. Mekanisme diare pada gastroenteropati alergik masih

perlu diselidiki, walaupun terdapat alasan untuk meduga bahwa mukosa rusak dan

fungsi terganggu. Hal ini sebaiknya dibahas tersendiri pada pembahasan alergi susu

sapi atau cow's milk protein sensitive enteropathy, CMPSE.

7. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran yang tampak pada dasarnya merupakan akibat dari diare itu sendiri (akut maupun

kronis) akan terjadi yakni :

a. Dehidrasi

b. Gangguan elektrolit dan asam basa

c. Gangguan gizi (oleh karena intake kurang namun output bertambah)

d. Hipoglikemi

11

Page 12: diare kronik

e. Gangguan sirkulasi darah 5,8,9

8. DIAGNOSIS

1. Riwayat penyakit

Penting untuk menilai anak dengan diare kronik. Perlu ditanyakan pada orang tua

penderita : saat mulainya diare serta adanya gejala ekstraintestinal seperti infeksi saluran

pernafasan bagian atas. Adanya gejala gejala lain utama yang dapat menduga diagnosis seperti

tinja yang abnormal dan failure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah

diberikan susu, buah buahan (defisiensi sukrase-isomaltase), hubungan dengan serangan sakit

perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon

syndrome). Tentang tinja hendaknya diperinci frekuensi, penampakan, konsistensi dan adanya

darah atau lendir. Khusus tentang bau dan floating, walaupun nilainya terbatas, perlu

ditanyakan. Riwayat diet yang terperinci sangat penting. Riwayat diare yang profus sesudah

pengobatan antibiotik memberi dugaan adanya enterokolitis pseudomembranosa.

2. Pemeriksaan fisik

Perlu dicatat pada standard anthropometric chart : tinggi, berat badan. lingkaran

kepala. Perhatian khusus perlu diberikan pada keadaan umum pasien, status hidrasi, gejala

kehilangan berat badan (wasting of buttocks and shoulder girdle, wrinkling of thighs),

pemeriksaan abdomen (distensi, nyeri, hepatosplenomegali, thickened bowel loops, bunyi

usus), ekskoriasi pantat, finger clubbing, edema perifer dan manifestasi kulit. Pemeriksaan

anorektal adalah penting pada anak dengan diare. Rectal toucher perlu dilakukan, bila terdapat

tinja berdarah.

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Tinja : Nampaknya, konsistensi dan lain-lain, pH dan clinitest setiap hari dengan cara

bedside diagnosis, pemeriksaan tinja untuk fat globules, leukosit dan reducing

substances, pewarnaan Gram, biakan dan pemeriksaan untuk telur cacing dan parasit

b. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, karoten, kalsium, magnesium, fosfatase lindi,

cholesterol, waktu protrombin, elektroforesis serum protein, imunoglobulin.

c. Kadar klorida keringat, foto toraks dan abdomen.

12

Page 13: diare kronik

d. Adanya reducing substances dalam tinja anak yang ber pH rendah disertai erithema

natum, menyarankan adanya malabsorpsi karbohidrat. Sukrosa bukan reducing

substance dan diperlukan acid hydrolisis sebelum ditambahkan tablet clinitest. Sering

terjadi defisiensi laktase sekunder yang mengikuti gastroenteritis. One hour xylose

absorption test dianjurkan. Pemberian formula bebas atau rendah laktosa akan mengatasi

masalahnya.

Walaupun lebih jarang, malabsorpsi monosakarida dapat terjadi pada diare yang

berat dan malnutrisi. Mengenai intoleransi karbohidrat primer (tidak biasa), yang paling

sering terlihat ialah difisiensi sukrase - isomaltase, sedang malabsorpsi glukosa -

galaktosa jarang dan alaktasia kongenital sangat jarang. Bila terdapat dugaan intoleransi

karbohidrat, seharusnya dilakukan pemeriksaan toleransi (laktosa, sukrosa dan glukosa)

untuk menetapkan diagnosis. Test breath hydrogen saat ini dimasukkan dalam evaluasi

malabsorpsi karbohidrat, tetapi digunakan secara terbatas.

Adanya leukosit cukup banyak dalam tinja bersama sama dengan lendir dan

bakteri menduga adanya Shigella, Salmonella, bentuk invasif Escherichia coli (EIEC)

atau enterokolitis pseudomembranosa. Pada penyakit tifoid, tinja mengandung sel-sel

mononuklear. Kolitis ulseratif selalu dihubungkan dengan banyak leukosit

polimorfonuklear (dan kadang kadang eosinofil), sedang pada disenteri amoeba tidak

atau sedikit mengandung leukosit, terkecuali bila terdapat infeksi bakteri sekunder.

Biakan tinja dilakukan untuk mendapatkan informasi akurat tentang flora usus

dan kontaminasi. Tidak cukup untuk hanya mengetahui bahwa tidak ada kuman patogen.

Pewarnaan Gram tinja segar memberikan informasi tambahan. Pemeriksaan yang

sederhana ini memungkinkan kita untuk mendiagnosis suatu overgrowth stafilokokus,

streptokok atau candida.

Pemeriksaan parasit harus dikerjakan dari tinja segar. Giardia lamblia (dan

kadang kadang cacing trichuris trichiura) ialah parasit yang dianggap menyebabkan

diare kronik. Adanya banyak butir lemak secara mikroskopik (kriteria Drumney)

menunjukkan kemungkinan adanya insufisiensi pankreas. Serum karoten 100 mg per dl

atau lebih menyingkirkan kemungkinan malabsorpsi lemak kronik, sedang, kurang dari

50 mg menyatakan adanya kemungkinan malabsorpsi lemak

13

Page 14: diare kronik

Pada pemeriksaan darah tepi bila ditemukan acanthocyte dan kadar kolesterol yang

rendah, memberi petunjuk adanya abetalipoproteinemia atau hipobetalipoproteinemeia.

Dalam hal ini, elektroforesis serum lipoproptein dianjurkan untuk membuat diagnosis. Pada

bayi dengan diare, lesi mukokutan dan alopesia serta kadar Zn serum rendah mendukung

diagnosis akrodermatitis enteropatika, penyakit ini memerlukan pengobatan dengan Zn.

Pada pasien yang tinjanya berdarah dianjurkan pemeriksaan kolonoskopi atau

sigmoidoskopi dengan atau tanpa biopsi rektum. Infeksi Salmonella dan Shigella, maupun

chronic inflammatory bowel disease, dapat menyebabkan tinja berdarah. Pada kolitis

alergik, kenaikan jumlah eosinofil mungkin terlihat di lamina propria. Anak dengan diare

profus selama atau sesudah pengobatan dengan antibiotik memerlukan kolonoskopi atau

sigmoidoskopi untuk menyingkirkan enterokolitis pseudomembranosa.

Walker-Smith (1978) menganjurkan suatu pendekatan diagnostik yang meliputi hal-hal

sebagai berikut :

1. menyingkirkan kelainan bedah

2. diagnosis penyebab medik

Dalam praktek, terdapat dua kelompok utama masalah medik, yaitu :

1. Intoleransi akut terhadap susu (CMPSE)

2. Suatu masalah yang lebih kronik dengan diare, menetap dan failure to thrive.

Jadi, pendekatan diagnostik meliputi juga pemeriksaan tinja yang dilakukan hati-

hati dengan tekanan pada adanya excess reducing substances maupun pemeriksaan parasit

(Giardia, Candida, Trichuris trichiura), bakteri dan virus. Pada masalah yang lebih kronik,

dilakukan biopsi usus halus (pada bayi : sedikitnya yang berat badannya 3,5 kg) untuk

mencari kemungkinan adanya enteropati.

Tindakan mengeliminasi diet yang diikuti dengan pemberian makanan yang

dicurigai merupakan peranan yang penting untuk membuat diagnosis. Memang sangat

sering diagnosis pada kelompok anak ini dilakukan secara retrospektif. Labenthal (1979)

mengemukakan bahwa biopsi usus halus pada intractable diarrhoea penting dan berguna

dan ditemukan 96% kasus-kasusnya menyebabkan atrofi mukosa.

Kerusakan usus halus akan mengakibatkan malabsorpsi lemak dan karbohidrat. Hal

ini akan digunakan oleh bakteri untuk membentuk asam-asam organik dan akan

meninggikan osmolalitas isi usus, kenaikan sekresi cairan dan menstimulasi motilitas. Di

14

Page 15: diare kronik

samping itu, proliferasi bakteri akan menimbulkan dekonjugasi asam empedu dan produksi

endotoksin yang menyebabkan melanjutnya sekresi air dan elektrolit.

B. FISIOLOGI CAIRAN TUBUH

Tubuh sebagian besar mengandung air dan elektrolit. Total cairan tubuh per kilogram

berat badan paling tinggi di bayi baru lahir yaitu 80 ml/kgBB pada bayi cukup bulan dan 90

ml/kgBB di bayi premature dan pada usia 1 jumlah total cairan tubuh menjadi 65 ml/kgBB.

Cairan tubuh terbagi menjadi larutan intraseluler (CIS) dan larutan ekstraseluler (CES)

jumlah CIS sebanyak 30%-40% dari berat badan. Pada keadaan hidrasi normal jumlah CES

pada anak adalah 20-25% yang terbagi dalam larutan plasma 5% berat badan, larutan

interstisiel 15% berat badan dan larutan transelluler 1-3% berat badan yang terdiri dari larutan

saluran gastrointestinal dan larutan serebrospinal, intraocular, pleural, peritoneal dan larutan

sinovial. Cairan dapat berpindah-pindah secara bebas sampai terjadi keseimbangan sehingga

konsentrasi zat-zat terlarut dalam nilai osomalaritas di kedua kompartemen utama

dipertahankan sama.

Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara progresif dengan

bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan pada

orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada yang gemuk (300-400 ml/kg BB).

Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmosalitas, distribusi

Natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmosalitas dikontrol oleh intake cairan dan

regulasi ekskresi air oleh ginjal.

Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu :

a. Elektrolit

Elektrolit adalah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu kation

dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen mempunyai

komposisi elektrolit tersendiri (tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial

hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.

Tabel 1. Komposisi Elektrolit dan Berbagai Cairan Tubuh (mEq)

Na K Mg Ca Cl HCO2 HPO2 SO4 ProteinPlasma darah 142 1 3 5 103 25 16

Cairan interstisial

145 1 2 3 115 30 1

15

Page 16: diare kronik

Cairan intraselular 10 160 35 2 8 160 140 55

b. Non elektrolit

Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel,

terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.

Tabel 2. Zat-zat yang menimbulkan Tekanan Osmotik di dalam Cairan

Ekstrasel dan Intrasel

Plasma(mOsmol/L H2O)

Interstisial(mOsmol/L H2O)

Intrasel(mOsmol/L H2O)

Na+

K+

Ca+

Mg++

Cl HCO3

HPO4, H2PO4

SO4

FosfokreatinKarnosinAsam aminoKreatinLaktatAdenosin tripospatHeksosa monopospatGlukosaProteinUreumTotal mOsmolKegiatan osmol yang dikoreksi (mOSmol)P Osmotik total pada t37°C (mmHg)

14452,51,51072720,5

20,21,2

5,61,24303,7282,6

5453

1374,72,41,4112,728,320,5

20,21,2

5,60,24302,2281,3

5430

101410314101114514891,553,7

44302,2281,3

5430

1. Komposisi cairan tubuh

Ada dua mekanisme utama yang mengatur cairan tubuh yaitu pengaturan osmoler dan

pengaturan volume non osmoler.

a. Pengaturan osmoler

1) Sistem osmoreseptor ADH

Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan

pelepasan impuls dari osmoreseptor di hipotalamus anterior yang merangsang

pituitari posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume CES juga

merangsang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH

16

Page 17: diare kronik

mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan tubulus kolektivus,

sehingga menaikkan volume CES. Peningkatan volumen CES akan memberikan

umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES

dipertahankan tetap.

2) Sistem renin aldosteron

Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin yang

berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzim

angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor

kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang

mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.

b. Pengaturan non osmoler

Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga

akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek

intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan

mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

2. Pertukaran larutan dalam kapiler dan jaringan interstisial

Pada orang dewasa, bayi dan anak kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah

sebagai berikut :2

a. Dewasa

1. Air 30-35 ml/kg

2. Setiap kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%

3. K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)

4. Na+ : 1,5 – 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)

b. Pada anak sesuai berat badan

1. 0-10 kg : 100 ml/kgBB

2. 10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg

3. < 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg

4. K+ : 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)

5. Na+: 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)

17

Page 18: diare kronik

DEHIDRASI

Pada saat diare maka terjadi peningkatan kehilangan air dan elektrolit (Natrium, Kalium,

Clorida dan bicarbonat) pada feses yang encer tersebut. Air dan elektrolit juga hilang melalui

muntah, keringat, urin dan pernapasan. Dehidrasi ini terjadi ketika kehilangan ini tidak diganti

secara adekuat. Derajat dehidrasi dinilai berdasarkan tanda dan gejala yang menandai banyaknya

cairan yang hilang. 5,8

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :

a. Kehilangan berat badan

- Dehidrasi ringan: bila terjadi penurunan berat badan 2 1/2 – 5 %

- Dehidrasi sedang : bila terjadi penurunan berat badan 5-10 %

- Dehidrasi berat : bila terjadi penurunan berat badan > 10 %

b. Skor Maurice King

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut Maurice King

Bagian tubuh yang diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan0 1 2

Keadaan Umum

Kekenyalan KulitMataUbun-ubun besarMulutDenyut Nadi/Mnt

Sehat

NormalNormalNormalNormal

Kuat ( < 120)

Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk.

Sedikit kurangSedikit cekungSedikit cekung

KeringSedang (120-140)

Mengigau, koma atau syok.Sangat kurangSangat cekungSangat cekung

Kering dan sianosis>140

Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya :

- Skor 0- 2 : dehidrasi ringan

- Skor 3- 6 : dehidrasi sedang

- Skor >7 : dehidrasi berat

c. Penilaian Dehidrasi menurut MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit ) 4,7

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut MTBS

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :- Letargis atau tidak sadar- Mata cekung- Tidak bisa minum atau malas minum- Cubitan perut kembalinya sangat lambat

DEHIDRASI BERAT

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :- Gelisah, rewel, mudah marah- Mata cekung- Haus, minum dengan lahap

DEHIDRASIRINGAN/SEDANG

18

Page 19: diare kronik

- Cubitan perut kembalinya lambatTidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang

TANPA DEHIDRASI

C. PENATALAKSANAAN DIARE KRONIK

1. Penatalaksanaan Umum , Resusitasi dan Stabilisasi

Penatalaksanaan diare kronik meliputi rehidrasi entera/parenteral, nutrisi dan

medikamentosa.

a. Terapi rehidrasi cairan

Menurut dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis

yaitu:

a. Pengobatan Cairan

Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus

diperhatikan jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan hal-hal sebagai berikut:

1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous

Water Losses) ditambah dengan,

2) banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal

Water Losses) ditambah dengan,

3) banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus

berlangsung CWL (Concomitant water losses).

Ada 2 jenis pengobatan cairan yaitu:

1. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) 12

Salah satu cara untuk mengatasi dehidrasi adalah dengan memberikan minuman

rehidrasi pada anak. Minuman rehidrasi dapat membantu mencegah atau mengatasi

dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara

19

Page 20: diare kronik

oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan

angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare. Oralit

merupakan cairan rehidrasi oral (CRO) yang mengandung elektrolit (Na, K, Cl,

HCO3) dan glukosa telah terbukti dapat mengganti cairan saluran secara efektif dan

memberikan dehidrasi. Saat ini telah banyak cairan rehidrasi oral di pasaran dengan

berbagai nama.

Pengamatan klinis merupakan langkah awal yang penting dalam serangkaian

penanganan diare pada anak, terutama dalam hal penentuan derajat dehidrasi. Kita

mengenal 3 status dehidrasi pada seorang anak yang mengalami diare, yaitu (1) tanpa

dehidrasi ; (2) dehidrasi ringan sedang ; (3) dehidrasi berat. Tetapi cairan yang

diberikan pun disesuaikan dengan derajat dehidrasi yang ada.

1. Diare Tanpa Dehidrasi 12

Pada keadaan tanpa dehidrasi, secara klinis anak masih terlihat aktif dan

buang air kecil masih berlangsung normal. Pada keadaan ini tidak perlu membatasi

pemberian makanan dan minuman termasuk susu formula. ASI diteruskan

pemberiannya.

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga

untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-

sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga

penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kg BB atau untuk anak usia

< 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-

300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB, atau dapat juga diberikan dapat

diberikan CRO sebanyak 5-10cc/kg BB setiap buang air besar dengan tinja cair

untuk mencegah dehidrasi. Pada bayi, oralit dapat diberikan dengan cara

berselang-selang dengan cairan yang tidak mengandung kadar Na seperti air putih

atau ASI.

Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok

dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh

dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas

dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit

kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.

20

Page 21: diare kronik

Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan

rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan.

Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta

rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang

(pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat

menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh

dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi

ringan-sedang.

Rehidrasi dengan menggunakan clear fluid (air putih, cairan rumah

tangga, sari buah, dsb) akan memberikan hasil tidak optimal. Karena, kandungan

natriumnya kurang. Sebaiknya, pemberian jus buah dan coal dapat memperbesar

keadaan diare, karena mengandung osmolaritas tinggi di samping kadar Na yang

rendah.

Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung

osmolalitas 333 mOsm/L, glukosa 20 g/L, kalori 85 cal/L. Elektrolit yang

dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, kalium 20 mEq/L, klorida 80 mEq/L,

bikarbonat 30 mEq/L.

2. Dehidrasi Ringan-Sedang

Pada keadaan dehidrasi ringan-sedang, anak terlihat gelisah, rewel, sangat

haus, dan buang air kecil mulai berkurang. Mata agak cekung, tidak ada air mata,

turgor (kekenyalan kulit) menurun, dan mulut kering. Rehidrasi dilaksanakan

dengan memberikan CRO sebanyak 75ml/kg BB yang diberikan dalam 3-4 jam.

Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana

kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit

yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,

meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan

dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml,

1-5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400ml.

Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya

diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-

tanda dehidrasi.

21

Page 22: diare kronik

Apabila telah tercapai rehidrasi dapat segera diberikan makan dan minum,

ASI diteruskan, pemberian CRO rumatan (5-10 ml/kg BB) setiap buang air besar

cair. Minuman, seperti cola, gingerale, apple juice, dan minuman olahraga sports

drink umumnya mengandung kadar Na yang rendah sehingga tidak dapat

mengganti kehilangan elektrolit yang telah terjadi.

Makanan tidak perlu dibatasi, karena meneruskan pemberian makanan (early

feeding) akan mempercepat penyembuhan. Bila disertai muntah, CRO dapat

diberikan secara bertahap; 1 atau 2 sendok teh setiap 1 atau 2 menit dengan

peningkatan jumlah sesuai dengan kemajuan daya terima anak. Tindakan ini perlu

di bawah pengawasan, sehingga dapat dilaksanakan dalam suatu ruang observasi

yang dikenal dengan Ruang Upaya Rehidrasi Oral atau Ruang Rawat Sehari.

Pada akhir jam ke 3-4, pasien dapat dipulangkan untuk mendapat terapi

rumatannya di rumah, atau tetap diobservasi untuk mendapat terapi lebih lanjut

bila dehidrasi masih berlangsung. Suatu hal yang paling penting sebelum

memulangkan pasien adalah orangtua harus paham betul dalam menyiapkan dan

memberikan CRO dengan benar. Seorang anak tidak boleh hanya diberikan CRO

saja selama lebih dari 24 jam. Early feeding harus segera diberikan. Makanan

sehari-hari dapat dicapai secara bertahap dalam 24 jam. Memuaskan anak yang

menderita diare hanya akan memperpanjang durasi diarenya. 4, 9, 11, 12

Ada beberapa cairan rehidrasi oral:

1. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,

yang dikenal dengan nama oralit.

Tabel 5. Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umur

Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umur Umur

Jumlah kebutuhan cairan

Bayi baru lahir 80-100 mL/kg/hari Bayi 120-130 mL/kg/hari 2 tahun 115-125 mL/kg/hari 6 tahun 90-100 mL/kg/hari 15 tahun 70-85 mL/kg/hari 18 tahun 40-50 mL/kg/hari

22

Page 23: diare kronik

2. Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di tabel

diatas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan

lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.

Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia

Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan

berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare

yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih

banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah

disebakan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebakan

kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare

mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih

rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga

kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan

oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya

lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini

juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi

pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.

Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF

untuk diare akut non-kolera pada anak.

Tabel 6. Komposisi Oralit Baru

Oralit Baru Osmolaritas Rendah

Mmol/liter

Natrium 75 Klorida 65 Glucose, anhydrous 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total Osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru adalah12:

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru

23

Page 24: diare kronik

b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk

persediaan 24 jam

c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:

1. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB

2. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB

d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa

larutan harus dibuang.

B. Cara Membuat Cairan Rehidrasi

1. Dibuat dengan bubuk sereal dan garam

Bahan yang terbaik adalah tepung beras. Namun anda bisa menggunakan jagung pipil

yang sudah dihaluskan, tepung terigu, sejenis gandum, atau kentang matang yang

dihaluskan.

Cara membuatnya:

- Masukkan ½ sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan matang,

- Juga masukan 8 sendok teh penuh bubuk sereal.

- Didihkan selama 5 sampai 7 menit sampai menjadi bubur encer. Cepat dinginkan

dan mulai berikan kepada anak diare.

Untuk diperhatikan, cicipi minuman ini setiap kali sebelum diberikan kepada penderita

untuk meyakinkan minuman tidak basi. Pada cuaca panas, minuman sereal seperti ini

bisa basi dalam beberapa jam saja.

2. Dibuat dengan gula dan garam

Anda dapat menggunakan gula kasar, gula coklat atau gula putih, atau sirop gula.

Cara membuatnya:

- Masukkan ½ sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan matang,

- Juga masukkan 8 sendok teh peras gula. Aduk rata.

Perhatian sebelum menambahkan gula, cicipi dulu dan pastikan minumannya tidak

seasin air mata Orang tua harus waspada dan mengetahui tanda-tanda jika diare si anak

memburuk. Bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan atau ke dokter jika kondisinya

tidak membaik dalam 3 hari atau buang air besar cair bertambah sering, muntah

berulang-ulang, makan atau minum sangat sedikit, terdapat demam dan tinja anak 

berdarah.

24

Page 25: diare kronik

2. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) 12

Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama

pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah cairan yang

keluar bersama tinja dan muntah dan perubahan tanda-tanda dehidrasi.

1) Dehidrasi Berat

Pada dehidrasi berat, selain tanda klinis pada dehidrasi ringan-sedang, juga

terlihat kesadaran anak menurun, lemas, malas minum, mata sangat cekung, mulut

sangat kering, pola napas yang sangat cepat dan dalam, denyut nadi cepat, dan

kekenyalan kulit sangat menurun. Pada keadaan ini, anak harus segera dirawat untuk

mendapat terapi rehidrasi parenteral (melalui infus).

Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit

sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama

pemberian cairan intravena (± 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik,

biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).

Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang

mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.

Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100

ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 5

jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan

2½ jam berikutnya 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak

membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak

lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu

pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa

dehidrasi.

Pemberian susu formula khusus pada bayi diare hanya pada kasus yang

terindikasi. Pemberian susu yang mengandung rendah atau bebas laktosa hanya

diberikan kepada anak yang secara klinis jelas memperlihatkan gejala intoleransi

laktosa (tidak dapat mencerna laktosa yang terdapat di dalam susu).

Sebagian besar diare pada anak terutama pada bayi disebabkan oleh virus,

oleh karena itu antibiotik pada bayi dengan diare hanya diberikan pada kasus tertentu

saja. Pemberian obat antidine yang banyak beredar saat ini meskipun dari beberapa

25

Page 26: diare kronik

laporan memperlihatkan hasil yang baik dalam hal lama dan frekuensi diare. Tetapi,

hal ini belum dimasukkan ke dalam rekomendasi penanganan diare pada anak. Secara

singkat, pemahaman gejala dehidrasi dan penanganan yang benar merupakan kunci

keberhasilan anak dengan terapi diare.

Tabel 7. Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit Dehidrasi

Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit Dehidrasi

Rehidrasi Waktu

Cairan Pencegahan Dehidrasi

Makan Minum

Tanpa dehidrasi - - 10-20 cc/kgBB / tiap BAB, Oralit

ASI diteruskan. Susu formula diteruskan dengan mengurangi makanan berserat, ekstra 1 porsi

Ringan-sedang 4 jam 75 cc (½ gelas) oralit/kgBB atau ad libitum sampai tanda-tanda dehidrasi hilang

Idem Dapat ditangguhkan sampai anak menjadi segar

Berat 4 jam IVFD RL 30cc/kg BB 7½ tetes/kgBB/menit, Oralit ad libitum segera setelah anak bisa minum

Idem Idem

Monitoring dilakukan tiap 1 jamSetelah Rehidrasi Idem

penderita tanpa dehidrasi

Tabel 8. Kebutuhan elektrolit menurut Ament ME, 1993Elektrolit Dosis anak (mEq/kg/24 jam) Dosis bayi (mEq/kg/24 jam)

Na 3 – 4 2 – 8 K 2 – 3 2 – 6Cl 2 – 4 0 – 6Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3

Fosfat 2 1 – 1,5Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5

a. Hipernatremia

(Na>155 mEq/L), koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian

dekstrosa 5% + 1/2 salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari

karena bias menyebabkan edem otak.

b. Hiponatremia

26

Page 27: diare kronik

(Na < 130 mEq/L), koreksi kadar Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan

rehidrasi yaitu dengan memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan memakai

rumus :

Kadar Na koreksi (mEq/L)= 125 - kadar Na serum x 0,6 x BB diberikan dalam 24 jam

c. Hiperkalemia

(K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glikonas 10 % 0,5 -1

ml/KgBB IV perlahan-lahan dalam 5 – 10 menit, sambil memantau detak jantung.

d. Hipokalemia

(K< 3,5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K.

- Jika kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan 75 mEq/KgBB per oral per hari dibagi 3 dosis

- Jika kadar K < 2,5 mEq/L : berikan secara drip intravena dengan dosis :

a. 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam

pertama

b. 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam

berikutnya.

2. Pemberian Nutrisi

1. Nutrisi enteral

Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima untuk

mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran

pencernaan yang masih berfungsi jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau

nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube.

Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3

macam diet :

a. Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai untuk

pasien dengan fungsi usus yang normal.

b. Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan dipakai

untuk pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal.

c. Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang

untuk pemakaian pada elsefolapati hepatic dan pasien dengan perubahan kadar asam

amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism).

Kandungan formula yang ditetapkan meliputi :

27

Page 28: diare kronik

a) Karbohidrat

Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi

monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim 

oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase (glukosa

a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang

mengenai mukosa usus halus. Laktase merupakan enzim yang paling peka dan paling

akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.

b) Lemak

Lemak merupakan nutrient yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak

pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan

pemasukan kalori.

c) Protein

Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh. protein

hidrolisat, asam amino atau gabungan.

d) Vitamin dan mineral

Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kendatipun dan pemasukan

kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak. atau terjadi interaksi

obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus.

Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung

glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain

triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l dan bersifat hipoalergik

(Pregestimil) atau yang mengandung short chain peptide (Pepti Yunior).

Menaikkan konsentrasi formula dilakukan perlahan-lahan. mula-mula dianjurkan

konsentrasi 1/3 IV. selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral: 1/3 IV. dan bila keadaan

sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil dalam konsentrasi

penuh.

Pemberian melalui pipa nasagastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu

atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran

gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan

kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.

Komplikasi nutrisi enteral:

28

Page 29: diare kronik

- Hidrasi berlebih

- Hiperglikemia

- Azotemia (konsumsi protein berlebih)

- Hipervitaminosis K

- Dehidrasi sekunder karena diare

- Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare)

- Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energi tidak cukup.

- Aspirasi

- Defisiensi nutris sekunder karena kesalahan formula

2. Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh

melalui jalur intravena. Nutrient khusus terdiri atas air, dekstrosa. asam amino, emulsi

lemak. mineral,  vitamin. trace elemen.  Jalur ini jangan digunakan apabila penderita

masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih

dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral atau gastrostorni. Pada umumnya

tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari

Kebutuhan pada nutrisi parenteral

a.   Kalori

Tabel 9. Kebutuhan kalori per berat badan

Umur Perkiraan kebutuhan kalori per hari (kkal/kg)Neonatus

Berat badan lahir rendah 150Berat badan lahir normal 100-200

Anak 0 – 10 kg 10011 – 20 kg 1000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg > 10 kg

> 20 kg 1500 kkal/kg + 20 kkal/kg untuk setiap kg > 20 kg

Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per

setiap setiap kenaikan 1°C di atas 37°C) gagal jantung (15 - 20 %), pembedahan besar (20 -

30% kombosio sampai 100%), dan sepsis berat (25%).

b.   Cairan

Tabel 10. Kebutuhan cairan sesuai umur

Berat badan Kebutuhan cairan (ml/kg)< 10 kg 100

10 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg>20 kg 1500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg

c.   Karbohidrat

29

Page 30: diare kronik

- Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4

kka1/gram dalam bentuk monohidrat

- Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10 - l2,5%

- Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh

dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.

d.   Asam amino 

Tabel 11. Kebutuhan asam amino menurut usia

Umur Kebutuhan (gr protein/kg/hari) Mulai pemberianBayi prematur 2,5 – 3 0,5 gram protein/kg/hari dinaikkan 0,5

gram protein/kg/hariBayi 0 – 1 tahun 2,5 – 3 1 gram protein/kg/hari dinaikkan 0,5

gram protein/kg/hariAnak 2 – 13 tahun 1,5 – 2Remaja – dewasa 1 – 1,5

 e.    Lemak

- Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial

untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.

- Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2

kka1/ml)

- Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk

menghindari terjaadinya defisiensi asam lemak. yang dapat dicapai dengan

penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari

- Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan tanda

kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut

berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.

3. Medikamentosa

a. Obat anti diare

Tidak perlu diberikan obat anti diare seperti kaolin, pektin, difenoksilat (Lomotil). Tidak

satu pun daripada obat-obat ini memberi efek positif pada patofisiologi. Penelitian baru-

baru ini memberi petunjuk bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus justru

akan memperpanjang lamanya enteritis karena infeksi.

b. Obat anti mikroba

Pengobatan antibiotik pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan hal ini akan mengubah

flora usus dan menimbulkan keadaan diare menjadi lebih buruk. Untuk membersihkan isi

usus anak dengan infeksi usus karena bakteri, fungsi peristaltik ternyata lebih efektif

30

Page 31: diare kronik

walaupun pada anak lebih besar antibiotik sebaiknya tidak diberikan, namun pada

neonatus, anak yang sakit serius (sepsis atau lainnya), anak dengan defisiensi imunologi

dan anak dengan protracted diarrhoea yang sangat berat, dianjurkan tetap diberikan.

Metronidazole merupakan obat yang efektif dan aman untuk Giardia lamblia .

c. Kortikosteroid

Anak dengan kolitis ulserativa, paling tidak pada serangan pertama memberi respons baik

hanya terhadap enema steroid, beberapa anak mendapat kombinasi steroid rektal dan

sistemik.

d. Imunosupresif

Obat imunosupresif (azathioprine) digunakan pada penyakit Crohn dan ini pun hanya

diberikan bila pengobatan konvensional tidak mungkin. Efek samping segera yang

terbanyak ialah penekanan sumsum tulang, karena itu pada pasien perlu dilakukan

pemeriksaan darah secara teratur.

e. Kolestiramin

Penggunaan kolestiramin pada diare kronik, terutama untuk malabsorpsi asam empedu

(pada reseksi akhir ileum) dan pada infeksi usus karena bakteri (untuk mengikat

endotoksin) sangat bermanfaat.

f. Operasi

Bila diare kronik terjadi pada kasus-kasus bedah seperti misalnya penyakit Hirschsprung,

enterokolitis nekrotik, maka sering terdapat indikasi untuk melakukan operasi. Tindakan

ini hendaknya dilakukan setelah keadaan umum pasien membaik. 4

D. KOMPLIKASI

a. Dehidrasi

b. Renjatan hipovolemi

c. Kejang

d. Bakterimia

e. KEP

f. Hipoglikemia

g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus 10

E. PENCEGAHAN

- Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang.

31

Page 32: diare kronik

- Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan

kebersihan dari makanan yang kita makan.

- Penggunaan jamban yang benar.

- Imunisasi campak

- Hindari penggunaan antibiotik dan antidiare pada anak dengan diare akut.

- Berikanlah terapi nutrisi yang adekuat pada setiap anak dengan diare akut untuk

mencegah terjadinya gangguan gizi untuk memutus lingkaran setan diare-malnutrisi-

diare.

- Galakkan penggunaan ASI.1,2,5

F. EDUKASI

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut (orofecal) antara lain melalui

makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.

Beberapa perilaku khusus dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan

resiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain adalah :

1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.

Resiko untuk menderita diare berat beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak diberi

ASI daripada yang diberi ASI penuh. Resiko kematian karena diare juga lebih besar.

2. Menggunakan botol susu

Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kumsn yang berasal dari tinja dan

sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih, akan

terjadi kontaminasi kuman, dan bila tidak segera diminum, kuman akan tumbuh.

32

Page 33: diare kronik

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

Bila makanan dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, keadaan ini

memudahkan terjadinya pencemaran, misalnya kontak dengan permukaan alat-alat yang

terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat

berkembang biak

4. Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja.

Air mungkin terpapar di sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di

rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup, atau apabila tangan

tecemar kuman mengenai air sewaktu mengambilnya dari tempat penyimpanan

5. Tidak mencuci tangan sesudah BAB, atau sebelum memasak makanan.

6.Membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar

Sering dianggap bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung

virus ataupun bakteri dalam jumlah besar. Tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi

pada manusia.6

33

Page 34: diare kronik

BAB III

KESIMPULAN

1. Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di negara

berkembang.

2. Diperkirakan 100 juta episode diare terjadi setiap tahun pada anak di bawah umur 5 tahun

dan 80% kematian terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.1

3. Diare kronik adalah diare akut yang berlanjut sampai dengan 14 hari atau lebih.

4. Sekitar 10 – 15 % episode diare akut akan menjadi diare kronik yang sering

menyebabkan status gizi memburuk dan meningkatkan kematian.

5. Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran pernafasan sebagai

penyebab kematian

6. Etiologi diare kronik terdiri dari faktor infeksi, faktor penderita , faktor-faktor lain

7. Diare kronik diklasifikasikan menjadi watery stools atau tinja berair, fatty stools atau

tinja berlemak, bloody stools atau tinja berdarah

8. Patofisiologi diare kronik bergantung pada penyakit dasarnya, antara lain terdiri atas

diare osmotic, diare sekretorik, bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu,

malabsorbsi lemak, defek sistem pertukaran anion, kerusakan mukosa, motilitas dan

transit abnormal, sindrom diare intraktabel dan mekanisme-mekanisme lain

9. Diagnosis diare kronik ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang

10. Manifestasi diare kronik dapat berupa dehidrasi, gangguan elektrolit dan asam basa,

gangguan gizi, hipoglikemi, gangguan sirkulasi darah

11. Penatalaksanaan diare kronik meliputi rehidrasi enteral / parenteral, nutrisi dan

medikamentosa.

12. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah KEP dan failure to thrive, yang akan

memudahkan terjadinya infeksi sekunder.

34

Page 35: diare kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunato. Gastroenterologi. Dalam : Hasan R, Alatas H. Editor. Buku Kuliah Kesehatan

Anak Jilid I. FK UI, Jakarta 1991: 283-294

2. WHO. Reading in Diarrhoe. Medical Education Project, 1998

3. Guandalini, Stefano. Diarrhea Dalam : emedicine. Online 2013. Available From

http://www.emedicine.com

4. Suharyono. Diare Kronik dalam Gastroenterologi Anak Praktis.Balai Penerbit FKUI,

Jakarta 1988.

5. Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF Ilmu

Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah – Denpasar. Penerbit Sagung Seto. Edisi

pertama. Jakarta. 2005. Hal 1-24

6. Firmansyah. Agus, dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Badan

Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Jakarta. 2007

7. Boyle J Timothy. Diare Kronik. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Editor

bahasa Indonesia : Wahab AS. Nelson ilmu kesehatan anak vol 1. Edisi ke-15 Cetakan I.

Jakarta: EGC, 2000

8. Ditjen PPM.Diare pada anak. Buku ajar Diare. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999.

9. Staf Pengajar IKA FKUI. Gastroenterologi. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.

Jilid 1. Jakarta : FKUI, 1998

10. Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid I,

Gaya baru, Jakarta, 1999, hal 448-468.

11. Pusponegoro, H.D,dkk.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Ikatan Dokter Anak

Indonesia, Diare Akut, edisi I, Penerbit Badan Penerbit IDAI, 2005. 49:52.

12. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,

Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.

Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.

35

Page 36: diare kronik

36