Upload
adhyatma-prihatmojo
View
128
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
diare kronik pada anak
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis (diare) hingga kini merupakan salah satu penyebab utama
kematian dan kesakitan di negara-negara berkembang. Diperkirakan 100 juta episode diare
terjadi setiap tahun pada anak di bawah umur 5 tahun dan 80% kematian terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan.1
Di Indonesia, diperkirakan angka kesakitan berkisar antara 150 sampai 450 per 1000
penduduk per tahun. Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran
pernafasan sebagai penyebab kematian. Dengan upaya yang sekarang dilakukan pemerintah,
angka kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.1
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama
dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar penyebab kunjungan Poliklinik Rumah
Sakit/Puskesmas/Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab
kunjungan ke sarana kesehatan tersebut.5
Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan
cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali, sedangkan bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila frekuensi lebih dari 3 kali.1,2
1
Batasan dari diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi lebih encer atau cair dari biasanya, dapat atau tidak disertai dengan lendir atau
darah yang timbul mendadak dan berlangsung tidak lebih dari 2 minggu. Sedangkan diare
kronik adalah diare yang berlanjut sampai dengan 14 hari atau lebih. 2,3
Telah diketahui oleh kita bahwa dalam menghadapi seorang penderita diare akut
perlu difikirkan apakah penderita tersebut masuk di dalam kelompok klinis diare akut yang
mana dari ke-5 kelompok, yaitu : (1) diare akut (murni) , (2) diare akut + komplikasi, (3)
diare akut + penyakit penyerta (bronkopnemoni, sepsis, ensefalitis, malnutrisi energi protein
atau lainnya, (4) diare akut yang melanjut menjadi diare kronik atau fase akut dari diare
kronik, dan (5) diare pada penyakit bedah usus.4
Masalah diare kronik adalah lebih kompleks dibanding diare akut. Perlu diadakan
pendekatan masalah (anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang) yang sangat teliti untuk mendapatkan diagnosis yang lebih tepat agar
pengobatannya dapat berhasil. Selanjutnya setiap faces, dilihat warna (kuning, hijau, putih
atau lainnya), penampakan (appearance) (berair, berlemak, berdarah) dan baunya (busuk,
asam atau lainnya).4
B. Tujuan
Penulisan Referat ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai diare kronik
serta penatalaksanaan yang baik dan benar sehingga segala komplikasi yang mungkin timbul
dapat diatasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE KRONIK
1. DEFINISI
Menurut WHO, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dibagi atas:
- Diare kronik ( diare yang berkelanjutan) diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan
disebabkan oleh infeksi
- Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan tidak disebabkan oleh infeksi 5
2. ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologi diare persisten menurut PRITECH/WHO adalah :
1. Infeksi
Kuman penyebab yang khusus
a. Kelompok yang lebih sering ditemukan pada diare kronik dari pada diare akut.
- Enteroadherent E. Coli
- Cryptosporidium
- Enteropathogenic E. Coli
b. Kelompok yang sering dijumpai dengan frekuensi sama antara diare kronik dan diare
akut.
- Shigella
- Nontyphoid Salmonella
3
- Campylobacter jejuni
- Enterotoxigenic E. Coli
- Giardia lamblia
- Entamuba histolytica
- Clostridium lamblia
2. Faktor host
- Gizi buruk : Atrofi mukosa usus, regenerasi epitel usus berkurang, pembentukan
enzim serta penyerapannya terganggu
- Defisiensi zat imunologis
- Defisiensi enzim laktase
- Alergi makanan
3. Faktor-faktor lain
- Penanganan diare yang tidak cocok/efektif
- Penghentian ASI dan makanan
- Penggunaan obat-obat anti motilitas 5
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak3. Infeksi baik itu oleh virus,
bakteri dan parasit merupakan penyebab diare tersering. Virus, terutama Rotavirus
merupakan penyebab utama (70-80 %) diare infeksi pada anak2.3.4.5,6, virus lainnya adalah
virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus dan Minirotavirus, sedangkan sekitar
10-20 % adalah bakteri. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah
4
Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium defficile,
Clostridium perfringens,E.coli, Plesiomonas, Shigeloides, Salmonella spp,
Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica dan kurang dari 10%
adalah parasit. Parasit yang dapat menyebabkan penyakit adalah Balantidium coli,
Capillaria philippinensis, Cryptosporidium, Entamoeba Hystolitica, Giardia lamblia,
Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan
Trichuris trichiura. 3
3. FAKTOR RESIKO
1. Gizi kurang : Akan memperlambat regenerasi mukosa usus.
2. Tidak mendapat ASI dan pemberian susu formula dapat menimbulkan intoleransi
laktosa dan hipersensitif terhadap protein susu sapi.
3. Dilahirkan premature.
4. Umur kurang dari 18 bulan, umumnya usia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan oleh
antibodi ibu yang sudah menurun, kekebalan aktif bayi kurang, bayi mulai terpajan
pada lingkungan sekitar.
5. Imunitas kurang pada anak dengan gizi buruk, terinfeksi virus seperti campak atau
AIDS.
6. Riwayat diare sebelumnya.
7. Obat- obat yang diberikan termasuk antibiotik.
8. Adanya penyakit penyerta, dan anemia. 6
4. EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya, diare pada sebagian besar kasus akan sembuh dalam satu minggu.
Walaupun demikian, pada sebagian kasus diare kronik, proses penyembuhan akan gagal
dan akan menetap lebih dari 2 minggu. Suatu badan peneliti epidemiologis menyimpulkan
bahwa kejadian diare kronik banyak terjadi di negara yang merupakan endemik penyakit
infeksi kronis seperti infeksi HIV, yang menyebabkan enteropati kronik 5
5
Diare kronik merupakan penyebab penting kematian pada anak di negara
berkembang. Hal tersebut karena diare yang berhubungan dengan diare kronik
semakin meningkat pada pertengahan tahun 1980-an. Organisasi Kesehatan Dunia
mengakui bahwa usaha untuk mengendalikan diare persisten belumlah cukup.
Beberapa studi sejak itu telah dilakukan untuk dapat merumuskan strategi
penatalaksanaan dan pengendalian diare kronik. Sekitar 10 – 15 % episode diare
akut akan menjadi diare kronik yang sering menyebabkan status gizi memburuk
dan meningkatkan kematian.
Diare kronik menyebabkan 30 – 50 % dari semua kematian karena diare di negara
berkembang. Dari 8 studi komunitas di Asia dan Amerika Latin di dapati persentase diare
kronik antara 3 sampai 23% dari seluruh kasus diare. Pada 7 studi lainnya insiden diare
kronik sangat bervariasi. Di India insiden diare kronik per tahun sekitar 7 kasus tiap 100
anak yang berumur 4 tahun atau kurang dan 150 kasus di Brazil. Pada seluruh studi
insiden tertinggi pada anak dibawah 2 tahun. WHO dan UNICEF memperkirakan pada
tahun 1991 diare persisten terjadi 10% dari episode diare dengan kematian sebanyak 35%
pada anak di bawah 5 tahun 1,6. Studi di Banglades, India, Peru dan Brazil mendapatkan
kematian sekitar 45% atau 30-50% kematian dari diare persisten.
5. KLASIFIKASI
A. Watery stools atau tinja berair
1. Gastroenteropati alergi
- Alergi protein susu sapi (CMPA atau CMPSE)
- Alergi protein kedelai
2. a. Defisiensi disakaridase
- Defisiensi laktase – sering sekunder
- Defisiensi Sukrase – isomaltase
b. Malabsorpsi glukosa – galaktosa
3. Defek imun primer
4. Infeksi usus oleh virus, bakteri, dan parasit (Giardia)
5. CSBS (Contaminated small bowel syndrome)
- Obstruksi usus, blind loops, malrotasi, short bowel syndrome, dan sebagainya.
6
- Penyakit Hirschsprung, enterokolitis
6. Persisten postenteriting diarrhea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat.
7. Diare sehubungan dengan penyakit endokrin
- Hyperparathyroidism
- Insufiensi adrenal
- Diabetes mellitus
8. Diare sehubungan dengan tumor
- Karsinoma medula tiroid
- Ganglioneuroma
- Zollinger - Ellison syndrome
9. Malabsorpsi asam empedu - cholerrhoic diarrhea
B. Fatty stools atau tinja berlemak
1. Insufisiensi pankreas, PEM, BBLR
- Hipoplasi (Schwachman syndrome)
- Cystic fibrosis, celiac disease
2. Limfangiektasi usus
3. Kolestasis
- Atresia biliaris ekstra atau intrahepatik
- Hepatitis neonatal
- Sirosis hepatis
4. Steatorea akibat obat (misal : neomycin, cholestyramine)
5. CSBS (Contaminated small bowel syndrome)
- Short bowel syndrome
C. Bloody stools atau tinja berdarah
1. Shigella, Salmonella, V. Campylobacter (disentri basil)
2. Disentri amuba
3. Inflammatory bowel disease
- Ulcerative colitis
- Crohn's disease
7
4. Pseudomembran enterokolitis. 4
6. PATOFISIOLOGI
Mekanisme diare kronik bergantung kepada penyakit dasarnya. Sering yang
menyebabkan lebih dari satu macam sehingga efeknya merupakan kombinasi dari
penyebab-penyebab tersebut. Mekanisme patofisiologi diare kronik dapat sebagai :
a. Diare osmotik
b. Diare sekretorik
c. Bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
d. Defek sistem pertukaran anion
e. Kerusakan mukosa
f. Motilitas dan transit abnormal
g. Sindrom diare intraktabel
h. Mekanisme-mekanisme lain 4
1. Diare osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. 4,7
8
2. Diare sekretorik
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare karena peningkatan isi lumen usus.
Pada sindrom Zollinger Ellison, hipergastrinemia menginduksi dengan jelas
sekresi lambung dan diare. 4
3. Bakteri tumbuh lampau, asam empedu dan asam lemak
Dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relatif steril. Bakteri tumbuh
lampau dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi usus. Jumlah
bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare nonspesifik yang persisten dan
dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme coliform biasanya
predominan, walaupun bakteri anaerob (seperti Bacteroides) mungkin meningkat
secara kuantitatif.
Dekonjugasi garam-garam empedu oleh bakteri mengakibatkan pembentukan
dihydroxy bile acids ataupun menurunnya garam-garam empedu terkonjugasi yang
menimbulkan gangguan absorpsi lemak. Lemak dalam diet dikonversi menjadi
9
hydroxy fatty acids oleh flora kolon (dan mungkin oleh flora usus halus yang
abnormal). Kedua dihydroxy bile acids dan-hydroxy fatty acids merupakan well-
established colonic secretagogues dan menyebabkan diare.
Adanya asam-asam empedu bebas dalam lumen jejunum nampaknya
mempunyai efek negatif terhadap absorpsi monosakarida. Reseksi distal ileum
menyebabkan keluarnya asam-asam empedu dekonjugasi menuju kolon, dimana
dekonjugasi bakteri menginduksi pembentukan diarrheogenic dihydroxy bile acids
atau yang disebut juga oleh beberapa penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea.4
4. Tidak adanya mekanisme absorpsi ion secara aktif yang biasanya terdapat
dalam keadaan normal
Contoh klasik ialah penyakit congenital chloridorrhea. Pada penyakit ini,
penderita tidak mampu mengabsorpsi klorida secara aktif karena defek pada sistem
penukaran anion ileum. Hal ini mengakibatkan berkurangnya absorpsi cairan,
asidifikasi isi lumen usus dan konsentrasi klorida tinggi dalam cairan tidak
terabsorpsi yang tinggal dalam lumen ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja jauh
melebihi kombinasi konsentrasi natrium dan kalium. 4
5. Kerusakan mukosa
Berkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat
mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada celiac sprue
terdapat hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size mukosa
jejunum yang nyata. Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada kebanyakan
tipe enteritis karena infeksi, penyakit Crohn dan pada penyakit penyakit kolon seperti
kolitis ulseretiva, kolitis granulomatosa dan kolitis infeksiosa. 4
6. Motilitas usus yang abnormal
Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/atau absorpsi.
Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya stasis dan bakteri tumbuh lampau,
sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transit nutrisi yang cepat di usus
dan menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya
motilitas usus terdapat pada diabetes dan skleroderma. Motilitas usus yang bertambah
10
berhubungan dengan isi usus yang meninggi (seperti pada diare osmotik), inflamasi
usus dan keadaan-keadaan terdapatnya circulating humoral agents (seperti
prostaglandin dan serotonin) yang meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrome
(sering pasca-bedah), terdapat daerah permukaan absorpsi yang inadekuat dikombinasi
dengan transit cepat yang akan mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada
transient hypergastrinemia juga dapat menghasilkan diare segera sesudah operasi.
Bayi dengan usus halus kurang dari 40 cm jarang dapat hidup, terutama bila valvula
ileosekal direseksi. 4
7. Sindrom diare kronik
Kebanyakan bayi dengan severe, protracted diarrhoea akan menunjukkan
perubahan mukosa usus halus berupa atrofi vilus, Kehilangan nutrien yang melanjut
dan masuknya kalori yang inadekuat mengakibatkan deplesi protein yang bermakna
dan malnutrisi. Pada terjadinya deplesi protein, regenerasi morfologik dan fungsional
usus halus akan terganggu, ini menimbulkan malabsorpsi yang menyeluruh dan diare
yang terus menerus, dan terjadilah lingkaran setan.
8. Mekanisme lain
Defisiensi seng (Zn) berhubungan dengan diare kronik seperti pada
akrodermatitis enteropatika. Mekanisme diare pada gastroenteropati alergik masih
perlu diselidiki, walaupun terdapat alasan untuk meduga bahwa mukosa rusak dan
fungsi terganggu. Hal ini sebaiknya dibahas tersendiri pada pembahasan alergi susu
sapi atau cow's milk protein sensitive enteropathy, CMPSE.
7. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran yang tampak pada dasarnya merupakan akibat dari diare itu sendiri (akut maupun
kronis) akan terjadi yakni :
a. Dehidrasi
b. Gangguan elektrolit dan asam basa
c. Gangguan gizi (oleh karena intake kurang namun output bertambah)
d. Hipoglikemi
11
e. Gangguan sirkulasi darah 5,8,9
8. DIAGNOSIS
1. Riwayat penyakit
Penting untuk menilai anak dengan diare kronik. Perlu ditanyakan pada orang tua
penderita : saat mulainya diare serta adanya gejala ekstraintestinal seperti infeksi saluran
pernafasan bagian atas. Adanya gejala gejala lain utama yang dapat menduga diagnosis seperti
tinja yang abnormal dan failure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah
diberikan susu, buah buahan (defisiensi sukrase-isomaltase), hubungan dengan serangan sakit
perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon
syndrome). Tentang tinja hendaknya diperinci frekuensi, penampakan, konsistensi dan adanya
darah atau lendir. Khusus tentang bau dan floating, walaupun nilainya terbatas, perlu
ditanyakan. Riwayat diet yang terperinci sangat penting. Riwayat diare yang profus sesudah
pengobatan antibiotik memberi dugaan adanya enterokolitis pseudomembranosa.
2. Pemeriksaan fisik
Perlu dicatat pada standard anthropometric chart : tinggi, berat badan. lingkaran
kepala. Perhatian khusus perlu diberikan pada keadaan umum pasien, status hidrasi, gejala
kehilangan berat badan (wasting of buttocks and shoulder girdle, wrinkling of thighs),
pemeriksaan abdomen (distensi, nyeri, hepatosplenomegali, thickened bowel loops, bunyi
usus), ekskoriasi pantat, finger clubbing, edema perifer dan manifestasi kulit. Pemeriksaan
anorektal adalah penting pada anak dengan diare. Rectal toucher perlu dilakukan, bila terdapat
tinja berdarah.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Tinja : Nampaknya, konsistensi dan lain-lain, pH dan clinitest setiap hari dengan cara
bedside diagnosis, pemeriksaan tinja untuk fat globules, leukosit dan reducing
substances, pewarnaan Gram, biakan dan pemeriksaan untuk telur cacing dan parasit
b. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, karoten, kalsium, magnesium, fosfatase lindi,
cholesterol, waktu protrombin, elektroforesis serum protein, imunoglobulin.
c. Kadar klorida keringat, foto toraks dan abdomen.
12
d. Adanya reducing substances dalam tinja anak yang ber pH rendah disertai erithema
natum, menyarankan adanya malabsorpsi karbohidrat. Sukrosa bukan reducing
substance dan diperlukan acid hydrolisis sebelum ditambahkan tablet clinitest. Sering
terjadi defisiensi laktase sekunder yang mengikuti gastroenteritis. One hour xylose
absorption test dianjurkan. Pemberian formula bebas atau rendah laktosa akan mengatasi
masalahnya.
Walaupun lebih jarang, malabsorpsi monosakarida dapat terjadi pada diare yang
berat dan malnutrisi. Mengenai intoleransi karbohidrat primer (tidak biasa), yang paling
sering terlihat ialah difisiensi sukrase - isomaltase, sedang malabsorpsi glukosa -
galaktosa jarang dan alaktasia kongenital sangat jarang. Bila terdapat dugaan intoleransi
karbohidrat, seharusnya dilakukan pemeriksaan toleransi (laktosa, sukrosa dan glukosa)
untuk menetapkan diagnosis. Test breath hydrogen saat ini dimasukkan dalam evaluasi
malabsorpsi karbohidrat, tetapi digunakan secara terbatas.
Adanya leukosit cukup banyak dalam tinja bersama sama dengan lendir dan
bakteri menduga adanya Shigella, Salmonella, bentuk invasif Escherichia coli (EIEC)
atau enterokolitis pseudomembranosa. Pada penyakit tifoid, tinja mengandung sel-sel
mononuklear. Kolitis ulseratif selalu dihubungkan dengan banyak leukosit
polimorfonuklear (dan kadang kadang eosinofil), sedang pada disenteri amoeba tidak
atau sedikit mengandung leukosit, terkecuali bila terdapat infeksi bakteri sekunder.
Biakan tinja dilakukan untuk mendapatkan informasi akurat tentang flora usus
dan kontaminasi. Tidak cukup untuk hanya mengetahui bahwa tidak ada kuman patogen.
Pewarnaan Gram tinja segar memberikan informasi tambahan. Pemeriksaan yang
sederhana ini memungkinkan kita untuk mendiagnosis suatu overgrowth stafilokokus,
streptokok atau candida.
Pemeriksaan parasit harus dikerjakan dari tinja segar. Giardia lamblia (dan
kadang kadang cacing trichuris trichiura) ialah parasit yang dianggap menyebabkan
diare kronik. Adanya banyak butir lemak secara mikroskopik (kriteria Drumney)
menunjukkan kemungkinan adanya insufisiensi pankreas. Serum karoten 100 mg per dl
atau lebih menyingkirkan kemungkinan malabsorpsi lemak kronik, sedang, kurang dari
50 mg menyatakan adanya kemungkinan malabsorpsi lemak
13
Pada pemeriksaan darah tepi bila ditemukan acanthocyte dan kadar kolesterol yang
rendah, memberi petunjuk adanya abetalipoproteinemia atau hipobetalipoproteinemeia.
Dalam hal ini, elektroforesis serum lipoproptein dianjurkan untuk membuat diagnosis. Pada
bayi dengan diare, lesi mukokutan dan alopesia serta kadar Zn serum rendah mendukung
diagnosis akrodermatitis enteropatika, penyakit ini memerlukan pengobatan dengan Zn.
Pada pasien yang tinjanya berdarah dianjurkan pemeriksaan kolonoskopi atau
sigmoidoskopi dengan atau tanpa biopsi rektum. Infeksi Salmonella dan Shigella, maupun
chronic inflammatory bowel disease, dapat menyebabkan tinja berdarah. Pada kolitis
alergik, kenaikan jumlah eosinofil mungkin terlihat di lamina propria. Anak dengan diare
profus selama atau sesudah pengobatan dengan antibiotik memerlukan kolonoskopi atau
sigmoidoskopi untuk menyingkirkan enterokolitis pseudomembranosa.
Walker-Smith (1978) menganjurkan suatu pendekatan diagnostik yang meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1. menyingkirkan kelainan bedah
2. diagnosis penyebab medik
Dalam praktek, terdapat dua kelompok utama masalah medik, yaitu :
1. Intoleransi akut terhadap susu (CMPSE)
2. Suatu masalah yang lebih kronik dengan diare, menetap dan failure to thrive.
Jadi, pendekatan diagnostik meliputi juga pemeriksaan tinja yang dilakukan hati-
hati dengan tekanan pada adanya excess reducing substances maupun pemeriksaan parasit
(Giardia, Candida, Trichuris trichiura), bakteri dan virus. Pada masalah yang lebih kronik,
dilakukan biopsi usus halus (pada bayi : sedikitnya yang berat badannya 3,5 kg) untuk
mencari kemungkinan adanya enteropati.
Tindakan mengeliminasi diet yang diikuti dengan pemberian makanan yang
dicurigai merupakan peranan yang penting untuk membuat diagnosis. Memang sangat
sering diagnosis pada kelompok anak ini dilakukan secara retrospektif. Labenthal (1979)
mengemukakan bahwa biopsi usus halus pada intractable diarrhoea penting dan berguna
dan ditemukan 96% kasus-kasusnya menyebabkan atrofi mukosa.
Kerusakan usus halus akan mengakibatkan malabsorpsi lemak dan karbohidrat. Hal
ini akan digunakan oleh bakteri untuk membentuk asam-asam organik dan akan
meninggikan osmolalitas isi usus, kenaikan sekresi cairan dan menstimulasi motilitas. Di
14
samping itu, proliferasi bakteri akan menimbulkan dekonjugasi asam empedu dan produksi
endotoksin yang menyebabkan melanjutnya sekresi air dan elektrolit.
B. FISIOLOGI CAIRAN TUBUH
Tubuh sebagian besar mengandung air dan elektrolit. Total cairan tubuh per kilogram
berat badan paling tinggi di bayi baru lahir yaitu 80 ml/kgBB pada bayi cukup bulan dan 90
ml/kgBB di bayi premature dan pada usia 1 jumlah total cairan tubuh menjadi 65 ml/kgBB.
Cairan tubuh terbagi menjadi larutan intraseluler (CIS) dan larutan ekstraseluler (CES)
jumlah CIS sebanyak 30%-40% dari berat badan. Pada keadaan hidrasi normal jumlah CES
pada anak adalah 20-25% yang terbagi dalam larutan plasma 5% berat badan, larutan
interstisiel 15% berat badan dan larutan transelluler 1-3% berat badan yang terdiri dari larutan
saluran gastrointestinal dan larutan serebrospinal, intraocular, pleural, peritoneal dan larutan
sinovial. Cairan dapat berpindah-pindah secara bebas sampai terjadi keseimbangan sehingga
konsentrasi zat-zat terlarut dalam nilai osomalaritas di kedua kompartemen utama
dipertahankan sama.
Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara progresif dengan
bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan pada
orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada yang gemuk (300-400 ml/kg BB).
Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmosalitas, distribusi
Natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmosalitas dikontrol oleh intake cairan dan
regulasi ekskresi air oleh ginjal.
Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu :
a. Elektrolit
Elektrolit adalah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu kation
dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen mempunyai
komposisi elektrolit tersendiri (tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial
hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.
Tabel 1. Komposisi Elektrolit dan Berbagai Cairan Tubuh (mEq)
Na K Mg Ca Cl HCO2 HPO2 SO4 ProteinPlasma darah 142 1 3 5 103 25 16
Cairan interstisial
145 1 2 3 115 30 1
15
Cairan intraselular 10 160 35 2 8 160 140 55
b. Non elektrolit
Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel,
terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.
Tabel 2. Zat-zat yang menimbulkan Tekanan Osmotik di dalam Cairan
Ekstrasel dan Intrasel
Plasma(mOsmol/L H2O)
Interstisial(mOsmol/L H2O)
Intrasel(mOsmol/L H2O)
Na+
K+
Ca+
Mg++
Cl HCO3
HPO4, H2PO4
SO4
FosfokreatinKarnosinAsam aminoKreatinLaktatAdenosin tripospatHeksosa monopospatGlukosaProteinUreumTotal mOsmolKegiatan osmol yang dikoreksi (mOSmol)P Osmotik total pada t37°C (mmHg)
14452,51,51072720,5
20,21,2
5,61,24303,7282,6
5453
1374,72,41,4112,728,320,5
20,21,2
5,60,24302,2281,3
5430
101410314101114514891,553,7
44302,2281,3
5430
1. Komposisi cairan tubuh
Ada dua mekanisme utama yang mengatur cairan tubuh yaitu pengaturan osmoler dan
pengaturan volume non osmoler.
a. Pengaturan osmoler
1) Sistem osmoreseptor ADH
Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan
pelepasan impuls dari osmoreseptor di hipotalamus anterior yang merangsang
pituitari posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume CES juga
merangsang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH
16
mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan tubulus kolektivus,
sehingga menaikkan volume CES. Peningkatan volumen CES akan memberikan
umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES
dipertahankan tetap.
2) Sistem renin aldosteron
Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin yang
berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzim
angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor
kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang
mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
b. Pengaturan non osmoler
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga
akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek
intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan
mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.
2. Pertukaran larutan dalam kapiler dan jaringan interstisial
Pada orang dewasa, bayi dan anak kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah
sebagai berikut :2
a. Dewasa
1. Air 30-35 ml/kg
2. Setiap kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%
3. K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)
4. Na+ : 1,5 – 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)
b. Pada anak sesuai berat badan
1. 0-10 kg : 100 ml/kgBB
2. 10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg
3. < 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg
4. K+ : 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)
5. Na+: 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)
17
DEHIDRASI
Pada saat diare maka terjadi peningkatan kehilangan air dan elektrolit (Natrium, Kalium,
Clorida dan bicarbonat) pada feses yang encer tersebut. Air dan elektrolit juga hilang melalui
muntah, keringat, urin dan pernapasan. Dehidrasi ini terjadi ketika kehilangan ini tidak diganti
secara adekuat. Derajat dehidrasi dinilai berdasarkan tanda dan gejala yang menandai banyaknya
cairan yang hilang. 5,8
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :
a. Kehilangan berat badan
- Dehidrasi ringan: bila terjadi penurunan berat badan 2 1/2 – 5 %
- Dehidrasi sedang : bila terjadi penurunan berat badan 5-10 %
- Dehidrasi berat : bila terjadi penurunan berat badan > 10 %
b. Skor Maurice King
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut Maurice King
Bagian tubuh yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan0 1 2
Keadaan Umum
Kekenyalan KulitMataUbun-ubun besarMulutDenyut Nadi/Mnt
Sehat
NormalNormalNormalNormal
Kuat ( < 120)
Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk.
Sedikit kurangSedikit cekungSedikit cekung
KeringSedang (120-140)
Mengigau, koma atau syok.Sangat kurangSangat cekungSangat cekung
Kering dan sianosis>140
Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya :
- Skor 0- 2 : dehidrasi ringan
- Skor 3- 6 : dehidrasi sedang
- Skor >7 : dehidrasi berat
c. Penilaian Dehidrasi menurut MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit ) 4,7
Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut MTBS
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :- Letargis atau tidak sadar- Mata cekung- Tidak bisa minum atau malas minum- Cubitan perut kembalinya sangat lambat
DEHIDRASI BERAT
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :- Gelisah, rewel, mudah marah- Mata cekung- Haus, minum dengan lahap
DEHIDRASIRINGAN/SEDANG
18
- Cubitan perut kembalinya lambatTidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang
TANPA DEHIDRASI
C. PENATALAKSANAAN DIARE KRONIK
1. Penatalaksanaan Umum , Resusitasi dan Stabilisasi
Penatalaksanaan diare kronik meliputi rehidrasi entera/parenteral, nutrisi dan
medikamentosa.
a. Terapi rehidrasi cairan
Menurut dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis
yaitu:
a. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan hal-hal sebagai berikut:
1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous
Water Losses) ditambah dengan,
2) banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal
Water Losses) ditambah dengan,
3) banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses).
Ada 2 jenis pengobatan cairan yaitu:
1. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) 12
Salah satu cara untuk mengatasi dehidrasi adalah dengan memberikan minuman
rehidrasi pada anak. Minuman rehidrasi dapat membantu mencegah atau mengatasi
dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara
19
oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan
angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare. Oralit
merupakan cairan rehidrasi oral (CRO) yang mengandung elektrolit (Na, K, Cl,
HCO3) dan glukosa telah terbukti dapat mengganti cairan saluran secara efektif dan
memberikan dehidrasi. Saat ini telah banyak cairan rehidrasi oral di pasaran dengan
berbagai nama.
Pengamatan klinis merupakan langkah awal yang penting dalam serangkaian
penanganan diare pada anak, terutama dalam hal penentuan derajat dehidrasi. Kita
mengenal 3 status dehidrasi pada seorang anak yang mengalami diare, yaitu (1) tanpa
dehidrasi ; (2) dehidrasi ringan sedang ; (3) dehidrasi berat. Tetapi cairan yang
diberikan pun disesuaikan dengan derajat dehidrasi yang ada.
1. Diare Tanpa Dehidrasi 12
Pada keadaan tanpa dehidrasi, secara klinis anak masih terlihat aktif dan
buang air kecil masih berlangsung normal. Pada keadaan ini tidak perlu membatasi
pemberian makanan dan minuman termasuk susu formula. ASI diteruskan
pemberiannya.
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-
sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kg BB atau untuk anak usia
< 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-
300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB, atau dapat juga diberikan dapat
diberikan CRO sebanyak 5-10cc/kg BB setiap buang air besar dengan tinja cair
untuk mencegah dehidrasi. Pada bayi, oralit dapat diberikan dengan cara
berselang-selang dengan cairan yang tidak mengandung kadar Na seperti air putih
atau ASI.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
20
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan
rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta
rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang
(pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat
menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh
dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi
ringan-sedang.
Rehidrasi dengan menggunakan clear fluid (air putih, cairan rumah
tangga, sari buah, dsb) akan memberikan hasil tidak optimal. Karena, kandungan
natriumnya kurang. Sebaiknya, pemberian jus buah dan coal dapat memperbesar
keadaan diare, karena mengandung osmolaritas tinggi di samping kadar Na yang
rendah.
Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung
osmolalitas 333 mOsm/L, glukosa 20 g/L, kalori 85 cal/L. Elektrolit yang
dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, kalium 20 mEq/L, klorida 80 mEq/L,
bikarbonat 30 mEq/L.
2. Dehidrasi Ringan-Sedang
Pada keadaan dehidrasi ringan-sedang, anak terlihat gelisah, rewel, sangat
haus, dan buang air kecil mulai berkurang. Mata agak cekung, tidak ada air mata,
turgor (kekenyalan kulit) menurun, dan mulut kering. Rehidrasi dilaksanakan
dengan memberikan CRO sebanyak 75ml/kg BB yang diberikan dalam 3-4 jam.
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,
meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan
dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml,
1-5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400ml.
Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya
diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-
tanda dehidrasi.
21
Apabila telah tercapai rehidrasi dapat segera diberikan makan dan minum,
ASI diteruskan, pemberian CRO rumatan (5-10 ml/kg BB) setiap buang air besar
cair. Minuman, seperti cola, gingerale, apple juice, dan minuman olahraga sports
drink umumnya mengandung kadar Na yang rendah sehingga tidak dapat
mengganti kehilangan elektrolit yang telah terjadi.
Makanan tidak perlu dibatasi, karena meneruskan pemberian makanan (early
feeding) akan mempercepat penyembuhan. Bila disertai muntah, CRO dapat
diberikan secara bertahap; 1 atau 2 sendok teh setiap 1 atau 2 menit dengan
peningkatan jumlah sesuai dengan kemajuan daya terima anak. Tindakan ini perlu
di bawah pengawasan, sehingga dapat dilaksanakan dalam suatu ruang observasi
yang dikenal dengan Ruang Upaya Rehidrasi Oral atau Ruang Rawat Sehari.
Pada akhir jam ke 3-4, pasien dapat dipulangkan untuk mendapat terapi
rumatannya di rumah, atau tetap diobservasi untuk mendapat terapi lebih lanjut
bila dehidrasi masih berlangsung. Suatu hal yang paling penting sebelum
memulangkan pasien adalah orangtua harus paham betul dalam menyiapkan dan
memberikan CRO dengan benar. Seorang anak tidak boleh hanya diberikan CRO
saja selama lebih dari 24 jam. Early feeding harus segera diberikan. Makanan
sehari-hari dapat dicapai secara bertahap dalam 24 jam. Memuaskan anak yang
menderita diare hanya akan memperpanjang durasi diarenya. 4, 9, 11, 12
Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
1. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,
yang dikenal dengan nama oralit.
Tabel 5. Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umur
Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umur Umur
Jumlah kebutuhan cairan
Bayi baru lahir 80-100 mL/kg/hari Bayi 120-130 mL/kg/hari 2 tahun 115-125 mL/kg/hari 6 tahun 90-100 mL/kg/hari 15 tahun 70-85 mL/kg/hari 18 tahun 40-50 mL/kg/hari
22
2. Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di tabel
diatas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan
lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia
Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare
yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih
banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah
disebakan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebakan
kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare
mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih
rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga
kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan
oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
Tabel 6. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Mmol/liter
Natrium 75 Klorida 65 Glucose, anhydrous 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total Osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru adalah12:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
23
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk
persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
1. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
2. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
B. Cara Membuat Cairan Rehidrasi
1. Dibuat dengan bubuk sereal dan garam
Bahan yang terbaik adalah tepung beras. Namun anda bisa menggunakan jagung pipil
yang sudah dihaluskan, tepung terigu, sejenis gandum, atau kentang matang yang
dihaluskan.
Cara membuatnya:
- Masukkan ½ sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan matang,
- Juga masukan 8 sendok teh penuh bubuk sereal.
- Didihkan selama 5 sampai 7 menit sampai menjadi bubur encer. Cepat dinginkan
dan mulai berikan kepada anak diare.
Untuk diperhatikan, cicipi minuman ini setiap kali sebelum diberikan kepada penderita
untuk meyakinkan minuman tidak basi. Pada cuaca panas, minuman sereal seperti ini
bisa basi dalam beberapa jam saja.
2. Dibuat dengan gula dan garam
Anda dapat menggunakan gula kasar, gula coklat atau gula putih, atau sirop gula.
Cara membuatnya:
- Masukkan ½ sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan matang,
- Juga masukkan 8 sendok teh peras gula. Aduk rata.
Perhatian sebelum menambahkan gula, cicipi dulu dan pastikan minumannya tidak
seasin air mata Orang tua harus waspada dan mengetahui tanda-tanda jika diare si anak
memburuk. Bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan atau ke dokter jika kondisinya
tidak membaik dalam 3 hari atau buang air besar cair bertambah sering, muntah
berulang-ulang, makan atau minum sangat sedikit, terdapat demam dan tinja anak
berdarah.
24
2. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) 12
Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah cairan yang
keluar bersama tinja dan muntah dan perubahan tanda-tanda dehidrasi.
1) Dehidrasi Berat
Pada dehidrasi berat, selain tanda klinis pada dehidrasi ringan-sedang, juga
terlihat kesadaran anak menurun, lemas, malas minum, mata sangat cekung, mulut
sangat kering, pola napas yang sangat cepat dan dalam, denyut nadi cepat, dan
kekenyalan kulit sangat menurun. Pada keadaan ini, anak harus segera dirawat untuk
mendapat terapi rehidrasi parenteral (melalui infus).
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama
pemberian cairan intravena (± 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik,
biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).
Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 5
jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan
2½ jam berikutnya 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak
membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak
lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu
pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa
dehidrasi.
Pemberian susu formula khusus pada bayi diare hanya pada kasus yang
terindikasi. Pemberian susu yang mengandung rendah atau bebas laktosa hanya
diberikan kepada anak yang secara klinis jelas memperlihatkan gejala intoleransi
laktosa (tidak dapat mencerna laktosa yang terdapat di dalam susu).
Sebagian besar diare pada anak terutama pada bayi disebabkan oleh virus,
oleh karena itu antibiotik pada bayi dengan diare hanya diberikan pada kasus tertentu
saja. Pemberian obat antidine yang banyak beredar saat ini meskipun dari beberapa
25
laporan memperlihatkan hasil yang baik dalam hal lama dan frekuensi diare. Tetapi,
hal ini belum dimasukkan ke dalam rekomendasi penanganan diare pada anak. Secara
singkat, pemahaman gejala dehidrasi dan penanganan yang benar merupakan kunci
keberhasilan anak dengan terapi diare.
Tabel 7. Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit Dehidrasi
Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit Dehidrasi
Rehidrasi Waktu
Cairan Pencegahan Dehidrasi
Makan Minum
Tanpa dehidrasi - - 10-20 cc/kgBB / tiap BAB, Oralit
ASI diteruskan. Susu formula diteruskan dengan mengurangi makanan berserat, ekstra 1 porsi
Ringan-sedang 4 jam 75 cc (½ gelas) oralit/kgBB atau ad libitum sampai tanda-tanda dehidrasi hilang
Idem Dapat ditangguhkan sampai anak menjadi segar
Berat 4 jam IVFD RL 30cc/kg BB 7½ tetes/kgBB/menit, Oralit ad libitum segera setelah anak bisa minum
Idem Idem
Monitoring dilakukan tiap 1 jamSetelah Rehidrasi Idem
penderita tanpa dehidrasi
Tabel 8. Kebutuhan elektrolit menurut Ament ME, 1993Elektrolit Dosis anak (mEq/kg/24 jam) Dosis bayi (mEq/kg/24 jam)
Na 3 – 4 2 – 8 K 2 – 3 2 – 6Cl 2 – 4 0 – 6Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3
Fosfat 2 1 – 1,5Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5
a. Hipernatremia
(Na>155 mEq/L), koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian
dekstrosa 5% + 1/2 salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari
karena bias menyebabkan edem otak.
b. Hiponatremia
26
(Na < 130 mEq/L), koreksi kadar Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu dengan memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan memakai
rumus :
Kadar Na koreksi (mEq/L)= 125 - kadar Na serum x 0,6 x BB diberikan dalam 24 jam
c. Hiperkalemia
(K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glikonas 10 % 0,5 -1
ml/KgBB IV perlahan-lahan dalam 5 – 10 menit, sambil memantau detak jantung.
d. Hipokalemia
(K< 3,5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K.
- Jika kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan 75 mEq/KgBB per oral per hari dibagi 3 dosis
- Jika kadar K < 2,5 mEq/L : berikan secara drip intravena dengan dosis :
a. 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam
pertama
b. 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam
berikutnya.
2. Pemberian Nutrisi
1. Nutrisi enteral
Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima untuk
mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran
pencernaan yang masih berfungsi jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau
nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube.
Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3
macam diet :
a. Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai untuk
pasien dengan fungsi usus yang normal.
b. Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan dipakai
untuk pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal.
c. Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang
untuk pemakaian pada elsefolapati hepatic dan pasien dengan perubahan kadar asam
amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism).
Kandungan formula yang ditetapkan meliputi :
27
a) Karbohidrat
Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi
monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim
oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase (glukosa
a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang
mengenai mukosa usus halus. Laktase merupakan enzim yang paling peka dan paling
akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.
b) Lemak
Lemak merupakan nutrient yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak
pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan
pemasukan kalori.
c) Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh. protein
hidrolisat, asam amino atau gabungan.
d) Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kendatipun dan pemasukan
kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak. atau terjadi interaksi
obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus.
Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung
glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain
triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l dan bersifat hipoalergik
(Pregestimil) atau yang mengandung short chain peptide (Pepti Yunior).
Menaikkan konsentrasi formula dilakukan perlahan-lahan. mula-mula dianjurkan
konsentrasi 1/3 IV. selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral: 1/3 IV. dan bila keadaan
sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil dalam konsentrasi
penuh.
Pemberian melalui pipa nasagastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu
atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran
gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan
kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.
Komplikasi nutrisi enteral:
28
- Hidrasi berlebih
- Hiperglikemia
- Azotemia (konsumsi protein berlebih)
- Hipervitaminosis K
- Dehidrasi sekunder karena diare
- Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare)
- Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energi tidak cukup.
- Aspirasi
- Defisiensi nutris sekunder karena kesalahan formula
2. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
melalui jalur intravena. Nutrient khusus terdiri atas air, dekstrosa. asam amino, emulsi
lemak. mineral, vitamin. trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila penderita
masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih
dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral atau gastrostorni. Pada umumnya
tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari
Kebutuhan pada nutrisi parenteral
a. Kalori
Tabel 9. Kebutuhan kalori per berat badan
Umur Perkiraan kebutuhan kalori per hari (kkal/kg)Neonatus
Berat badan lahir rendah 150Berat badan lahir normal 100-200
Anak 0 – 10 kg 10011 – 20 kg 1000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg > 10 kg
> 20 kg 1500 kkal/kg + 20 kkal/kg untuk setiap kg > 20 kg
Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per
setiap setiap kenaikan 1°C di atas 37°C) gagal jantung (15 - 20 %), pembedahan besar (20 -
30% kombosio sampai 100%), dan sepsis berat (25%).
b. Cairan
Tabel 10. Kebutuhan cairan sesuai umur
Berat badan Kebutuhan cairan (ml/kg)< 10 kg 100
10 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg>20 kg 1500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg
c. Karbohidrat
29
- Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4
kka1/gram dalam bentuk monohidrat
- Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10 - l2,5%
- Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh
dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.
d. Asam amino
Tabel 11. Kebutuhan asam amino menurut usia
Umur Kebutuhan (gr protein/kg/hari) Mulai pemberianBayi prematur 2,5 – 3 0,5 gram protein/kg/hari dinaikkan 0,5
gram protein/kg/hariBayi 0 – 1 tahun 2,5 – 3 1 gram protein/kg/hari dinaikkan 0,5
gram protein/kg/hariAnak 2 – 13 tahun 1,5 – 2Remaja – dewasa 1 – 1,5
e. Lemak
- Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial
untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.
- Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2
kka1/ml)
- Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk
menghindari terjaadinya defisiensi asam lemak. yang dapat dicapai dengan
penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari
- Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan tanda
kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut
berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.
3. Medikamentosa
a. Obat anti diare
Tidak perlu diberikan obat anti diare seperti kaolin, pektin, difenoksilat (Lomotil). Tidak
satu pun daripada obat-obat ini memberi efek positif pada patofisiologi. Penelitian baru-
baru ini memberi petunjuk bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus justru
akan memperpanjang lamanya enteritis karena infeksi.
b. Obat anti mikroba
Pengobatan antibiotik pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan hal ini akan mengubah
flora usus dan menimbulkan keadaan diare menjadi lebih buruk. Untuk membersihkan isi
usus anak dengan infeksi usus karena bakteri, fungsi peristaltik ternyata lebih efektif
30
walaupun pada anak lebih besar antibiotik sebaiknya tidak diberikan, namun pada
neonatus, anak yang sakit serius (sepsis atau lainnya), anak dengan defisiensi imunologi
dan anak dengan protracted diarrhoea yang sangat berat, dianjurkan tetap diberikan.
Metronidazole merupakan obat yang efektif dan aman untuk Giardia lamblia .
c. Kortikosteroid
Anak dengan kolitis ulserativa, paling tidak pada serangan pertama memberi respons baik
hanya terhadap enema steroid, beberapa anak mendapat kombinasi steroid rektal dan
sistemik.
d. Imunosupresif
Obat imunosupresif (azathioprine) digunakan pada penyakit Crohn dan ini pun hanya
diberikan bila pengobatan konvensional tidak mungkin. Efek samping segera yang
terbanyak ialah penekanan sumsum tulang, karena itu pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan darah secara teratur.
e. Kolestiramin
Penggunaan kolestiramin pada diare kronik, terutama untuk malabsorpsi asam empedu
(pada reseksi akhir ileum) dan pada infeksi usus karena bakteri (untuk mengikat
endotoksin) sangat bermanfaat.
f. Operasi
Bila diare kronik terjadi pada kasus-kasus bedah seperti misalnya penyakit Hirschsprung,
enterokolitis nekrotik, maka sering terdapat indikasi untuk melakukan operasi. Tindakan
ini hendaknya dilakukan setelah keadaan umum pasien membaik. 4
D. KOMPLIKASI
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemi
c. Kejang
d. Bakterimia
e. KEP
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus 10
E. PENCEGAHAN
- Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang.
31
- Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
kebersihan dari makanan yang kita makan.
- Penggunaan jamban yang benar.
- Imunisasi campak
- Hindari penggunaan antibiotik dan antidiare pada anak dengan diare akut.
- Berikanlah terapi nutrisi yang adekuat pada setiap anak dengan diare akut untuk
mencegah terjadinya gangguan gizi untuk memutus lingkaran setan diare-malnutrisi-
diare.
- Galakkan penggunaan ASI.1,2,5
F. EDUKASI
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut (orofecal) antara lain melalui
makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku khusus dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan
resiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain adalah :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.
Resiko untuk menderita diare berat beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak diberi
ASI daripada yang diberi ASI penuh. Resiko kematian karena diare juga lebih besar.
2. Menggunakan botol susu
Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kumsn yang berasal dari tinja dan
sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih, akan
terjadi kontaminasi kuman, dan bila tidak segera diminum, kuman akan tumbuh.
32
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
Bila makanan dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, keadaan ini
memudahkan terjadinya pencemaran, misalnya kontak dengan permukaan alat-alat yang
terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat
berkembang biak
4. Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja.
Air mungkin terpapar di sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di
rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup, atau apabila tangan
tecemar kuman mengenai air sewaktu mengambilnya dari tempat penyimpanan
5. Tidak mencuci tangan sesudah BAB, atau sebelum memasak makanan.
6.Membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar
Sering dianggap bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung
virus ataupun bakteri dalam jumlah besar. Tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi
pada manusia.6
33
BAB III
KESIMPULAN
1. Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di negara
berkembang.
2. Diperkirakan 100 juta episode diare terjadi setiap tahun pada anak di bawah umur 5 tahun
dan 80% kematian terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.1
3. Diare kronik adalah diare akut yang berlanjut sampai dengan 14 hari atau lebih.
4. Sekitar 10 – 15 % episode diare akut akan menjadi diare kronik yang sering
menyebabkan status gizi memburuk dan meningkatkan kematian.
5. Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran pernafasan sebagai
penyebab kematian
6. Etiologi diare kronik terdiri dari faktor infeksi, faktor penderita , faktor-faktor lain
7. Diare kronik diklasifikasikan menjadi watery stools atau tinja berair, fatty stools atau
tinja berlemak, bloody stools atau tinja berdarah
8. Patofisiologi diare kronik bergantung pada penyakit dasarnya, antara lain terdiri atas
diare osmotic, diare sekretorik, bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak, defek sistem pertukaran anion, kerusakan mukosa, motilitas dan
transit abnormal, sindrom diare intraktabel dan mekanisme-mekanisme lain
9. Diagnosis diare kronik ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
10. Manifestasi diare kronik dapat berupa dehidrasi, gangguan elektrolit dan asam basa,
gangguan gizi, hipoglikemi, gangguan sirkulasi darah
11. Penatalaksanaan diare kronik meliputi rehidrasi enteral / parenteral, nutrisi dan
medikamentosa.
12. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah KEP dan failure to thrive, yang akan
memudahkan terjadinya infeksi sekunder.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sunato. Gastroenterologi. Dalam : Hasan R, Alatas H. Editor. Buku Kuliah Kesehatan
Anak Jilid I. FK UI, Jakarta 1991: 283-294
2. WHO. Reading in Diarrhoe. Medical Education Project, 1998
3. Guandalini, Stefano. Diarrhea Dalam : emedicine. Online 2013. Available From
http://www.emedicine.com
4. Suharyono. Diare Kronik dalam Gastroenterologi Anak Praktis.Balai Penerbit FKUI,
Jakarta 1988.
5. Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah – Denpasar. Penerbit Sagung Seto. Edisi
pertama. Jakarta. 2005. Hal 1-24
6. Firmansyah. Agus, dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Jakarta. 2007
7. Boyle J Timothy. Diare Kronik. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Editor
bahasa Indonesia : Wahab AS. Nelson ilmu kesehatan anak vol 1. Edisi ke-15 Cetakan I.
Jakarta: EGC, 2000
8. Ditjen PPM.Diare pada anak. Buku ajar Diare. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999.
9. Staf Pengajar IKA FKUI. Gastroenterologi. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jilid 1. Jakarta : FKUI, 1998
10. Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid I,
Gaya baru, Jakarta, 1999, hal 448-468.
11. Pusponegoro, H.D,dkk.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Diare Akut, edisi I, Penerbit Badan Penerbit IDAI, 2005. 49:52.
12. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.
35
36