Upload
ikmal-wahab
View
35
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Asma
Citation preview
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial Pada Anak
Mohamed Ikmal Bin A. Wahab
102013517
FK UKRIDA,
Jl. Tanjung Duren Raya No.4, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11470, Indonesia.
Pendahuluan
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan
peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas
dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi,
menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel
secara spontan maupun dengan pengobatan. Asma merupakan penyakit familier, diturunkan
secara poligenik dan multifaktorial. Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus
histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin E (IgE). Serangan
asma dapat berupa sesak nafas ekspiratori yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi
(wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi
mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.1 Gejala ini sering memburuk
selama tidur. Serangan asma adalah suatu perburukan akut dari gejala tersebut dan pada kasus
berat, serangan bisa mengancam jiwa sebab onset sering tiba-tiba dan tanpa peringatan.2
Definisi Asma
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang
dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis
adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada
ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.1,-3
Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat patogenesisnya
tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala
episodic berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada
malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan.1
Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obatobat anti inflamasi berguna untuk
mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid merupakan obat anti
inflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini dapat
diberikan secara oral, inhalasi maupun sistemik.5
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ibunya ke poliklinik RS karena sering batuk
sejak 3 bulan yang lalu. Batuk terutama terjadi pada malam hari dan tidak disertai demam.
Anak telah sering dibawah berobat ke puskesmas namun tidak banyak mengalami perubahan.
Seminggu terakhir, batuk pilek yang dialami anak semakin sering.
Anamnesis
Anamnesis pada penyakit asma meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Faktor –
faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.3
Keluhan utama ketika datang ke dokter: wheezing (ketika serangan) dan atau batuk kronik
berulang (BKB). BKB dapat merupakan manifestasi awal dari perjalanan asma. Ada
beberapa hal yang berkaitan dengan asma bronkial:
• Dilihat apakah pasien tampak sakit ringan atau berat?
• Apakah sebelumnya memiliki kelainan pernapasan? Asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)? TB atau terpajan TB? Apakah ada wheezing?
• Apakah pernah masuk rumah sakit karena sesak napas?
• Obat apa yang sudah di konsumsi? Apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat?
• Adakah alergi obat/antigen lingkungan?
• Pernahkah pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain?
• Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga?
• Apakah pasien memelihara hewan, termasuk burung?
Pemeriksaan Fisik
Sesak Napas (Dispnea)
Merupakan keluhan subjektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman gangguan/kesulitan
lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas.Serangan sesak napas
akut yang berat merupakan kedaruratan medis karena keadaanini menunjukkan adanya
tension pneumothorax, asma, atau gagal jantung kiri akut.3-6
1. Inspeksi
Ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-vena superfisial
akibat bendungan vena dan sebagainya.
Menentukan jenis napas seperti torakal (tumor abdomen, peritonitis),abdominal
(PPOK lanjut) dan kombinasi seperti torako abdominal pada wanita sehat dan pria
sehat abdominal torakal. Perhatikan pasien apakah menggunakan otot-otot bantu
pernapasan, kalau ada biasanya pada pasien RBC paru lanjut atau PPOK. Lihat
apakah ada paru yang tertinggal? Kalau ada berarti ada gangguan di daerah paru yang
tertinggal.
Warna tubuh, lihat adakah perubahan warna kulit seperti sianosis.
Bentuk toraks antara lain; pectus excavatum (dada dan tulang sternum cekung ke
dalam), pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan),barrel chest
(diameter anteroposterior membesar) sedangkan posterior perhatikan apakah
berbentuk kifosis atau skoliosis.
Pola pernapasan pasien; normal (iramanya teratur silih berganti inspirasi atau
ekspirasi) dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal),hiperventilasi
(napas cepat dan dalam), bradipnea (napas lambat) dansebagainya.
2. Palpasi
Palpasi statis
Dilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening (tempat predileksi tumbuh tumor), posisi
mediastinum(menentukan trakea dan denyut apeks berada dalam posisi normal), dan palpasi
dengan jari kedaerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan padadinding
dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Pada pneumotorak ada
pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebut saat di palpasi.
Palpasi dinamis yaitu :
Pemeriksaan ekspansi paru yang normal adalah kedua sisi dada harus sama-
sama terangkat dan mengembang selama inspirasi maksimal.
Pemeriksaan vokal fremitus, meletakkan kedua telapak tangan pada
permukaan dinding dada lalu minta pasien menyebutkan 77 atau 99 dan
rasakan getarannya. Dilaporkan sebagai normal, melemah (hidrotorak,
atelektasis) dan mengeras (pneumonia, TBC aktif).
3. Perkusi
Melakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyiketukan yaitu:
sonor(paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bulayang besar), redup
(pneumonia, efusi pleura sedang), pekak(tumor paru,efusipleura masif) dan timpani
(lambung). Pengetukan bergantian secara zig-zag(kanan-kiri).
4. Auskultasi
Bunyi pernapasan terdengar pada hampir seluruh lapangan paru. Bunyi pernapasan terdiri
dari fase inspirasi diikuti dengan fase ekspirasi. Ada 4 macam bunyi pernapasan abnormal,
yaitu:
a. Bunyi pernapasan trakeal, adalah bunyi yang sangat kasar, keras dan dengan nada
tinggi yang terdengar pada bagian trakea ekstratoraks.
b. Bunyi pernapasan bronkial, adalah bunyi yang keras, dengan tinggi nada tinggi,
seperti udara mengalir melalui pipa. Komponen ekspirasinya lebih keras dan lebih lama
ketimbang komponen inspirasi.
c. Bunyi pernapasan bronkovesikuler, adalah campuran bunyi bronkial dan bunyi
vesikuler. Komponen inspirasi dan ekspirasinya sama panjang.
d. Bunyi pernapasan vesikuler, adalah bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang
terdengar diatas kebanyakan lapangan paru. Komponen inspirasinya jauh lebih panjang
ketimbang komponen ekspirasi, yang jauh lebih lemah dan seringkali tidak terdengar.5-7
Tabel 1.Gejala-gejala kunci pada diagnosis asma.1-5
Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometer. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan
pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding
PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi
saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan
dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak
dapat melakukan pemeriksaan FEV1.6
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit.Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji
alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi
dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat
dilakukan (pada dermographism).
5. Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri
bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas
dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinophil dalam sputum, dan kadar
oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi
menunjukkan hubungan antara jumlah eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP)
dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat
menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.7
Diagnosis Banding
Bronkitis Akut
Penyakit ini merupakan suatu penyakit radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakea
dan laring, sehingga sering disebut sebagia laringo trachea bronchitis . Radang ini dapat
timbul sebagai kelainan jalan nafas atau sebagai bagian dari penyakit sistemik seperti morbili,
pertussis, difteri, dan tifus abdominal. Penyakit ini biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas. Infeksi bakteri sekunder dengan Streptococcus pneumoniae, Moraxella
catarrhalis dan H. influenza dapat terjadi. Khasnya, pasien datang dengan batuk kering, tidak
produktif dan timbulnya relatif bertahap, mulai 3-4 hari sesudah munculnya rhinitis.
Ketidakenakan substernal bawah atau nyeri dengan dada terasa panas dan pemeriksaan
dengan auskultasi sering terdengan ronki yang positif.Biasanya pada penyakit ini tidak ada
terapi yang spesifik, pasien dalam beberapa minggu akan sembuh sendiri.7-9
Bronkiolitis
Penyakit yang merupakan reaksi inflamasi bronkus kecil dan bronkiolus, dimana sering
terjadi pada anak-anak sebagai akibat dari infeksi virus namun tidak jarang juga bisa terjadi
pada orang dewasa. Penyakit ini tidak hanya disebabkan oleh infeksi melainkan juga dapat
disebabkan oleh inhalasi gas toksik, karbon, asam klorida, gas klorin, ammonia, dan sulfur
klorida. Sedangkan bila infeksi sering kali disebabkan oleh adenovirus, rhinovirus, virus
parainfluenza dan Mycoplasma pneumonia.8
Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi atau yang disebut juga hay fever disebabkan oleh alergi terhadap unsur seperti
debu, kelupasan kulit hewan tertentu, dan serbuk sari. Sedangkan rhinitis nonalergi tidak
disebabkan oleh alergi tapi kondisi seperti infeksi virus dan bakteri.
Rhinitis memiliki gejala yang mirip seperti pilek dan biasanya akan muncul sesaat
setelah terpapar alergen. Gejala rhinitis yang biasanya muncul adalah:
Bersin-bersin.
Hidung tersumbat atau berair.
Berkurangnya sensitifitas indera penciuman.
Rasa tidak nyaman atau iritasi ringan di dalam dan area sekitar hidung.
Diagnosis Kerja
Asma bronkial
Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan mendadak dyspnea,
batuk, serta mengi(bunyi patologis). Serangan asma ini dapat berlangsung singkat dan ringan
atau berat dan berlangsung selama berhari-hari. Penyakit ini dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok besar, yaitu asma alergik dan non alergik.
Asma alergik adalah suatu penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eczema. Pasien yang
berusia muda umumnya cenderung memiliki komponen alergi yang kuat yang biasanya
didasari dengan adanya riwayat atopik pada keluarga. Diferensiasi sel-T pada pasien penyakit
ini memacu produksi berlebihan dari sel tipe TH2 serta IgE dan respon imun yang didominasi
eosinofil.Sedangkan asma non alergik tidak memperlihatkan riwayat alergi. Pasien yang
berusia tua umunya cenderung menderita penyakit ini atau memiliki etiologi campuran.
Biasanya adanya infeksi saluran nafas yang mencetus aktifnya peran IgE. Asma alergik
merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan, biasanya dicetus oleh debu serbuk
sari dan makanan. Sedangkan asma non alergik biasanya ini biasanya suatu penyakit
berkelanjutan atau sekunder karena pernah diderita saat masih berusia muda dan mengalami
relaps atau lebih dipengaruhi oleh genetik.9
Etiologi
Biasanya penyebab dari penyakit ini adalah adanya penyempitan pada daerah bronkial
sehingga penyumbatan aliran udara saat seseorang melakukan ekpirasi oleh faktor-faktor
pencetus tertentu antara lain.
• Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.
• Iritan seperti asap, bau-bauan, polutan.
• Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
• Perubahan cuaca yang ekstrim.
• Kegiatan jasmani yang berlebihan.
• Lingkungan kerja.
• Obat-obatan, misalnya OAINS.
• Emosi.10
Epidemiologi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien,
status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan
prevalensi anak laki berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula
yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda
antara satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5-7%.9
Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi
IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil
dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi
saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang
terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja
langsung pada otot polos bronkus.
Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama 16- 24
jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel
T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis
asma.1,3-6 Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast
dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen
masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi
tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut
dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen
vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,
neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.1,3-6 Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,
besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan
untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.11
Gejala Klinis
Pada penyakit ini sering kali timbul dyspnea, ortopnea, batuk yang tersering pada malam hari
disertai sputum kental dan lengket, mengi, sesak dada, penurunan bising nafas, hiperonans,
hipoksia, takikardi, sulit saat bernafas, kelainan kulit, retraksi interkostal, dan biasanya
disertai dehidrasi.Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan ataupun dengan
pengobatan. Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita
yang hanya batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja.Beratnya derajat serangan asma
dibagi dalam serangan derajat ringan, sedang dan berat berdasarkan persentase APE. Nilai
dugaan sesuai kriteria yaitu serangan derajat ringan bila APE > 60% nilai dugaan. Serangan
asma ringan antara lain;
• Sesak nafas waktu berjalan,bisa berbaring
• Berbicara dalam kalimat penuh
• Frekuensi nafas meningkat
• Pemakaian alat bantu nafas biasanya ada
• Mengi lemah sampai sedang
• Nadi <100x/menit
• Pulsus paradoksus tidak ada
• APE sesudah terapi awal >0%
• P O2 normal
• P CO2<45 mmHg
• Saturasi O2 (udara biasa) >95%
Tabel 2. Klasifikasi Derajat asma.6
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.10
Tujuan penatalaksanaan asma:
• Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
• Mencegah eksaserbasi akut
• Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
• Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
• Menghindari efek samping obat
• Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
• Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.12
Non-medikamentosa
• Penyuluhan
• Menghindari faktor pencetus
• Pengendali emosi
• Pemakaian oksigen
Medika Mentosa
Target pengobatan pada penyakit ini biasanya meliputi beberapa hal, antara lain menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran nafas
dengan memberikan bronkodilator inhalasi kerja cepat dan mengurangi inflamasi saluran
pernafasan serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid.
Ada dua macam obat anti asma : terapi simtomatik menggunakan relievers, yaitu
bronkodilator (agonis β, teofilin) dan disease-modifying therapy atau controller yang
menggunakan obat antiinflamasi (kortikosteroid, kromolin, antileukotrein). Saat terjadi
serangan asma, obat yang digunakan adalah relievers dibantu dengan controller. Setelah
serangan dapat diatasi dan periode asimtomatik telah tercapai, obat yang digunakan hanya
controller atau bahkan tanpa obat lagi, tetapi penderita dibekali peak flow meter untuk
memantau arus puncak.10
Tabel 3. Obat-obat yang dipakai untuk Asma pada Anak.9-10
Nama Obat Nama Dagang Dosis
Obat simpatomimetik:
Terbutaline
Orciprenalin
(metaproterenol)
Salbutamol (albuterol)
Adrenalin
Bricasma
Alupent
Ventolin
Oral : 0,075 mg/kg BB tiap 6 jam.
Subkutan : 0,005 mg/kb BB
Aerosol : 1-2 semprotan (250-500 µ
gr) tiap 4-6 jam.
Larutan respirator : 0,02-0,03 ml/kg
BB tiap 4-6 jam.
Oral : 0,3 mg/kg BB tiap 6 jam.
Larutan respirator (2%) : 0,01-0,02
ml/kg BB tiap 4-6 jam.
Oral : 0,15 mg/kg BB tiap 6 jam.
Aerosol: 2 semprotan (200 µ gr) tiap
4-6 jam.
Larutan respirator : 0,02-0,03 ml/kg
BB tiap 4-6 jam.
Subkutan: larutan 1:1000, 0,01 ml/kg
BB/kali, max 0,5 ml.
Methylxantine:
Aminophyline
Theophyllin ‘standard’
IV: 5 mg/kg BB tiap 6 jam atau 5 jam
mg/kg BB permulaan dan 0,9 mg/kg
BB per jam dalam infus.
Oral : 5-6 mg/kg BB tiap 6 jam max
200 mg.
Steroid:
Beclomethasone Aldecin Aerosol : 2-4 semprotan (100-200 µ
gr) 3-4 kali sehari.
Puyer kering (rotacaps) 100-200 mg 3-
4 kali sehari.
Budesonid Pulmicort Aerosol : 2-4 semprotan (100-200 µ
gr) 3-4 kali sehari.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditimbulkan oleh penyakit ini adalah;
• Kelelahan dan dehidrasi, merupakan kurangnya cairan dalam tubuh yang dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran.
• lnfeksi jalan napas, merupakan suatu gejala yang ditandai dengan adanya
penyumbatan pada saluran nafas oleh bakteri, virus, dan sebagainya.
• Cor pulmonale merupakan hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi
pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak
berhubungan dengan kelainan jantung kiri.
• Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial
normal O2 dan atau CO2 didalam darah.
• Pneumotoraks (jarang), merupakan penumpukan dari udara yang bebas dalam dada
diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis, dan yang terakhir adalah PPOK, yang
merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas dan biasanya disebabkan infeksi saluran
nafas serta bronkospasme.11-12
Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak
hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah
menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21
tahun. 20% asma episodik sudah tidak timbul pada masa akil-baliq, 60% tetap sebagai asma
episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma
kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik
sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma episodik
jarang. Secara keseluruhan dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai dengan
umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.1
Edukasi
Pasien biasanya diminta untuk menghindari faktor alergen dan polusi udara. Kemudian
memakan makanan cukup kalori, cairan, dan elektrolit, serta istirahat yang cukup.
Kesimpulan
Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan mengi,
sesak napas, sputum kental, dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Penyakit ini sangat mudah
terjadi pada semua usia, terlebih lagi karena adanya kontak langsung dengan faktor pencetus yang
mempermudah timbulnya suatu reaksi inflamasi.
Daftar Pustaka
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Jakarta:
Infomedika; 2007. h. 1203-1228.
2. Saranani R. Asma bronkial.. Edisi Februari 2014. Diunduh dari
www.academia.edu/5106624/asma_bronkial. 06 Juli 2014.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 83-8.
4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.266-77.
5. Kowalaks JP, Welsh W. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;
2009.h.651-745.
6. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2013. h.
776-7.
7. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika; 2007. h. 142-4.
8. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. BS Dasar patologis penyakit.Edisi ke-7. Jakarta: EGC;2006. h.
435-7.
9. Sudoyo, AW dkk. Buku ajar llmu penyakit dalam. Jakarta: Penerbit: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006.h.245-50.
10. Isselbacher,dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume ke-4. Jakarta:
EGC;2000. h.1577-82.
11. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.111-2.
12. Diagnosis dan penatalaksanaan pada asma bronkial. Edisi Maret 2012. Diunduh dari
http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaktsanaan-pada-
penyakit-asma-bronkial.html. 06 Juli 2014.