Upload
lethu
View
216
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
DETERMINAN ANGKA KEMISKINAN
DI KABUPATEN MAMASA
DETERMINANT NUMBER POORNESS IN SUB-PROVINCE OF MAMASA
¹Daud Tandi Arruan, ²Madris, ³Syaefullah Cangara
¹Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, Dan Informatika Kab. Mamasa ²Jurusan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
³Jurusan Sosiologi, Fakultas Sospol Universitas Hasanuddin
Alamat Koresponden: Jl. Dakota No.491 Mandai Maros Hp.085242078600 Email:
Abstrak Fenomena yang dialami di Kabupaten Mamasa yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang masih banyak. Namun keadaan yang sekarang ini menunjukkan bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi justru memberikan sinyal kedekatan dengan indikator-indikator kemiskinan yang meningkat. Dilihat dari dampak desentralisasi pun, perbaikan dan peluang ini belum dapat dinikmati oleh semua kalangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), inflasi dan investasi terhadap jumlah Angka Kemiskinan di Kabupaten Mamasa. Metodologi yang dilakukan adalah melakukan analisis data dari BPS Provinsi Sulawesi Barat dan BPS Kabupaten Mamasa dengan Metode Ordinary Least Square(OLS). Metode ini digunakan untuk melihat elastisitas Variabel Independen terhadap Variabel Dependen dalam penelitian ini melalui Analisis regresi, analisis korelasi (R) dan koefisien determinasi (R Square), uji signifikansi (t-test) dan uji signifikansi hubungan linier (F-test). Kemudian melakukan Interpretasi Model. Model yang digunakan dalam menganalisis determinasi angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa sangat baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Nilai koefisien determinasi yang bermakna bahwa semua variabel bebas (X) dapat menjelaskan model persamaan determinasi angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa (Y). Hasil analisis regreasi linier berganda, diperoleh nilai t hitung lebih kecil dari t tabel, oleh karena itu Ho diterima berarti koefisien regresinya secara individu (parsial) tidak berpengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa. Hasil uji signifikansi hubungan linier (F-test) menghasilkan F hitung lebih besar dari F tabel. Oleh karena itu H0 ditolak dan H1 diterima, artinya pada model regresi secara simultan (keseluruhan) terdapat hubungan linier antara peubah-peubah bebasnya dan secara serempak berpengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan. Jumlah penduduk dan Inflasi mempunyai pengaruh positif dan PDRB serta Investasi berpengaruh negatif terhadap angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa Kata Kunci : angka kemiskinan, jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto, inflasi, investasi. Abstract Phenomenon experienced in the Mamasa Regency the number and percentage of poor people is still a lot. But the current situation shows that the conditions for economic growth gave a signal closeness with poverty indicators on the rise. Judging from the impact of decentralization, improvements and opportunities can not be enjoyed by all people. The purpose of this study was to evaluate and analyze the effect of population, Gross Domestic Product (GDP), inflation and investment to total poverty rate in the Mamasa Regency. The methodology does is to analyze data from BPS and West Sulawesi BPS Mamasa the Ordinary Least Square method (OLS). This method is used to look at the elasticity of Independent Variables on Dependent Variables in this study through regression analysis, correlation analysis (R) and coefficient of determination (R Square), tests of significance (t-test) and test the significance of the linear relationship (F-test). Then do Interpretation Model. The model used in analyzing the poverty rate in the Mamasa Regency is good, because the model is free from violations of the classical assumptions. The coefficient of determination which means that all of the independent variable (X) can explain the poverty rate equation model determination in the Mamasa Regency (Y). Regreasi linear analysis results, obtained t value is smaller than t table, therefore H0 acceptable means individual regression coefficients (partial) had no significant effect on the poverty rate in the Mamasa Regency. Significance test results of the linear relationship (F-test) results calculated F is greater than F table. Therefore H0 is rejected and H1 is accepted, it means the simultaneous regression model (overall) there is a linear relationship between the independent variables and simultaneously a significant effect on the poverty rate. Population and inflation and GDP have a positive effect and negative effect on investment in poverty in the Mamasa Regency. Keywords: poverty, population, Gross Domestic Product, inflation, investment
PENDAHULUAN
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai
Nation State, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam
Negara, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan
membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak ada investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan
terhadap keluarga, menguatnya arus migrasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi
kemanusiaan, hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum, hak rakyat untuk memperoleh
rasa aman, hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan
papan) yang terjangkau, hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan, hak
rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan, hak rakyat untuk memperoleh akses
atas kebutuhan kesehatan, hak rakyat untuk memperoleh keadilan, hak rakyat untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan, hak rakyat untuk
berinovasi, hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan dan hak rakyat untuk
berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik, (Atmawikarta, S, 2007).
Salah satu akar permasalahan kemiskinan di Indonesia yakni tingginya disparitas antar daerah
akibat tidak meratanya dsistribusi pendapatan, sehingga kesenjangan antara masyarakat kaya dan
masyarakat miskin di Indonesia semakin melebar, (Firman, A. Dkk, 2005). Misalnya saja
tingkat kemiskinan anatara Nusa Tenggara Timur dan DKI Jakarta atau Bali, disparitas
pendapatan daerah sangat besar dan tidak berubah urutan tingkat kemiskinannya dari tahun
1999-2011.
Pemerintah sendiri selalu mencanangkan upaya penanggulangan kemiskinan dari tahun
ketahun, namun jumlah penduduk miskin Indonesia tidak juga mengalami penurunan yang
signifikan, walaupun data di BPS menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah penduduk
miskn, namun secara kualitatif belum menampakkan dampak perubahan yang nyata malahan
kondisinya semakin memprihatinkan tiap tahunnya, (Bappenas, 2004). Dengan terjadinya krisis
moneter pada tahun 1997 telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin kembali membengkak
dan kondisi tersebut diikuti pula dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam.
Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang telah diambil pemerintah berfokus pada: (1)
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui upaya padat karya, perdagangan
ekspor serta pengembangan UMKM, (2) peningkatan akses terhadap kebutuhan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan (KB, kesejahteraan ibu, infrastruktur dasar, pangan dan gizi), (3)
pemberdayaan masyarakat lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang
bertujuan untuk membuka kesempatan berpartisipasi bagi masyarakat miskin dalam proses
pembangunan dan meningkatkan peluang dan posisi tawar masyarakat miskin, serta (4)
perbaikan sistem bantuan dan jaminan sosial lewat Program Bantuan Langsung Tunai (BLT),
(PMD, 2006).
Fenomena yang dialami di Kabupaten Mamasa yaitu jumlah dan persentase penduduk
miskin yang masih banyak. Namun keadaan yang sekarang ini menunjukkan bahwa kondisi
pertumbuhan ekonomi justru memberikan sinyal kedekatan dengan indikator-indikator
kemiskinan yang meningkat. Dilihat dari dampak desentralisasi pun, perbaikan dan peluang ini
belum dapat dinikmati oleh semua kalangan. Bahkan data resmi kemiskinan menunjukkan
adanya stagnasi kemiskinan pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelum era desentralisasi.
Program penanggulangan kemiskinan pemerintah daerah memang terlihat di tingkat kampung,
tetapi program ini sering tidak memenuhi harapan pejabat pemerintah daerah dan warga karena
lemahnya implementasi dan mekanisme kontrol.
Penduduk miskin (di bawah garis kemiskinan) dinilai sangat menghambat kinerja
ekonomi suatu daerah sedangkan bila kinerja ekonomi mengalami tren yang positif, maka hasil
yang diharapkan adalah meningkatnya kesejahteraan kehidupan masyarakatnya dengan indikasi
berkurangnya angka kemiskinan di daerah tersebut, (Lubis, Z, 2006). Hal ini bisa ditinjau dari
berbagai segi, baik dari segi pendidikan, angkatan kerja, kesehatan. Untuk mengurangi tingkat
kemiskinan di Kabupaten Mamasa perlu diketahui sebenarnya faktor-faktor apa sajakah yang
berhubungan atau mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kemiskinan (jumlah penduduk
miskin) sehingga kedepannya dapat diformulasikan sebuah kebijakan publik yang efektif untuk
mengurangi tingkat kemiskinan di negara ini dan tidak hanya sekedar penurunan angka-angka
saja melainkan secara kualitatif juga. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui pegaruh
jumlah penduduk terhadap angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa.
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur variabel–variabel yang mempengaruhi jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Mamasa. Variabel – variabel yang akan diteliti terdiri atas
variabel terikat (dependent variable) yaitu angka kemiskinan dan variabel bebas (independent
variable) yaitu jumlah penduduk, PDRB, inflasi serta investasi.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
BPS Kabupaten Mamasa dan BPS Provinsi Sulawesi Barat yang meliputi data angka
kemiskinan, investasi, inflasi, PDRB serta jumlah penduduk. Data penelitian ini merupakan data
time series dari tahun 2002-2011.
Model Estimasi
Determinan angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa dalam kurun waktu 2002-2011
secara singkat dapat dijelaskan dengan fungsi sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, X4) ................................ (1)
Selanjutnya fungsi di atas dispesifikasi ke dalam model estimasi dengan menggunakan
model regresi linear berganda, (Nazir, M. 1998), yaitu :
Y = α0 + α1 X1 + α2 X2 + α3 X3 + α4 X4 . ........................(2)
Di mana :
Y : Angka Kemiskinan (persen)
X1 : Jumlah penduduk (jiwa)
X2 : PDRB menurut harga berlaku (Rp. Juta)
X3 : Inflasi (persen)
X4 : Investasi (Rp. Juta)
α0 : Konstanta
α1, α2, α3, α4 : Koefisien Regresi
Untuk menghitung nilai parameter (koefisien regresi), digunakan program komputer yang
dibuat khusus untuk membantu pengolahan data statistik, yaitu program SPSS.17. dengan tingkat
signifikansi pada level of confidence 95% atau α = 0.05.
Analisis Data
Analisis korelasi (R) dan Koefisien determinasi (R Square) Adalah untuk mengetahui
sejauh mana derajat hubungan antar variabel. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat
hubungan tersebut dinamakan koefisien korelasi R dan koefisien determinasi (R Square). Uji
signifikansi koefisien regresi (t-test) dilakukan terhadap variable-variabel yang diukur untuk
menentukan apakah terdapat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas. Uji t
dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel
tidak bebas. Selanjutnya hasil dari uji t ini dibandingkan terhadap daftar nilai t yang terdapat
dalam tabel distribusi t berdasarkan tingkat signifikansi yang dipilih. Model akan diterima bila
nilai mutlak t hasil hitungan > nilai t pada tabel.
Hipotesis :
H0 : α1, α 2,..., α n = 0 (koefisien regresi pada peubah bebas tidak signifikan)
H1 : α1, α 2,..., α n ≠ 0 ( koefisien regresi pada peubah bebas signifikan)
Pengambilan keputusan yaitu jika t hitung > t tabel maka H1 diterima (koeflsien regresi
signifikan), jika t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima (koefisien regresi tidak signifikan).
HASIL
Kabupaten Mamasa merupakan Kabupaten keempat yang terbesar jumlah penduduknya
di Sulawesi Barat setelah Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamuju dan Kabupaten
Majene. Menurut hasil pencacahan lengkap BPS Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 penduduk
Kabupaten Mamasa keadaan Desember 2011 berjumlah 142.416 jiwa dengan kepadatan
penduduk kabupaten Mamasa tahun 2011 adalah 47 jiwa per km2.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Mamasa setiap tahunnya tampak meningkat.
Pada tahun 2009, TPAK Mamasa sebesar 97,35 %, tahun 2010 naik menjadi 97,87 % kemudian
tahun 2011 kembali naik menjadi 98,26. Angkatan Kerja dilihat dari status pekerjaannya,
duapertiga (67 %) penduduk yang bekerja di Mamasa adalah pekerja di sektor Pertanian,
Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan. Penduduk yang bekerja di bidang Jasa
Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan mencapai sekitar 18 %, sedangkan penduduk yang
bekerja di sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi mencapai 8 %.
Pada table 1 terlihat Jumlah penduduk Kabupaten Mamasa yang merupakan angkatan
kerja pada 2008 adalah sebanyak 75.010 jiwa yang terdiri dari 73.024 jiwa terkategori
bekerja dan sebesar 1.583 jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran
terbuka).
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa angka Kemiskinan Kabupaten Mamasa Tahun
2002 – 2011 dimana angka kemiskinan paling besar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebanyak
41,79 %, sedangkan yang paling rendah terjadi pada tahun 2011 sebanyak 22,53 %. Secara
keseluruhan angka kemiskinan menunjukkan penurunan. Besarnya kemiskinan yang terjadi pada
tahun 2002 tersebut disebabkan adanya dampak dari bencana alam berupa tanah longsor dan juga
awal dari pemekaran wilayah sehingga perekonomian penduduk tidak terpantau yang
menyebabkan naiknya jumlah penduduk miskin.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Mamasa
tahun 2002 - 2011. Jumlah penduduk yang paling tinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar
142.416 jiwa. Secara visual perkembangan penduduk Kabupaten Mamasa dapat dideskripsikan
oleh Gambar 1 dan terlihat kecendrungan meningkatnya jumlah penduduk. Di mana kenaikan
tertinggi terjadi pada tahun 2011 karena meningkatnya angka kelahiran, indeks pembangunan
manusia, angka harapan hidup dan Urbanisasi di Kabupaten Mamasa.
Analisis Regresi Linier Berganda. hasil pemodelan angka kemiskinan di Kabupaten
Mamasa dengan model analisis dapat dilihat pada table 5, ini menunjukkan bahwa 82,5 %
pengaruh secara keseluruhan peubah bebas dapat dijelaskan melalui model persamaan angka
kemiskinan di Kabupaten Mamasa (Y) tersebut diatas, sisanya 17,5 % dipengaruhi oleh faktor
lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Uji signifikansi koefisien regresi (t-test)
Hipotesis : H0 : α1, α 2,..., α n = 0 (koefisien regresi pada peubah bebas tidak signifikan)
H1 : α1, α 2,..., α n ≠ 0 ( koefisien regresi pada peubah bebas signifikan).
Pengambilan keputusan yaitu jika t hitung > t tabel maka H1 diterima (koeflsien regresi
signifikan), jika t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima (koefisien regresi tidak signifikan).
Berdasarkan hasil analisis regreasi linier berganda dalam tabel koefisien, diperoleh nilai
(t hitung) untuk koefisien regresi dari peubah bebas :
X1 (jumlah penduduk) = 0.141
X2 (PDRB) = -0.096
X3 (inflasi) = 2.397
X4 (investasi) = -0.278
Sedangkan untuk t tabel diperoleh nilai t 5; 0,05 = (tabel statistik t pada lampiran 3 dengan
derjat bebas, v = n - (k+1) = 10 - (4+1) = 5 dengan probabilitas α = 5 % sehingga t (0,05) =
2,015.
Sehingga t hitung < (lebih kecil dari) t tabel, oleh karena itu Ho diterima dan H1
ditolak, berarti koefisien regresinya secara individu (parsial) tidak berpengaruh signifikan
terhadap angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa, kecuali X3 (inflasi) yang secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap
kemiskinan di Kabupaten Mamasa hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien yang positif sebesar
3,156E-5, artinya jika jumlah penduduk bertambah 1 jiwa maka akan meningkatkan kemiskinan
di Kabupaten Mamasa sebesar 3,156E-5 persen, ceteris paribus. Salah satu penghambat
pembangunan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang dan yang sekaligus
merupakan ciri negara-negara tersebut ialah adanya ledakan penduduk dan tanpa dibekali dengan
skill / keahlian. Telah kita ketahui bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan
standar hidup penduduk negara yang bersangkutan, yang biasa diukur dengan kenaikan
penghasilan riil perkapita.
Penghasilan riil per kapita adalah sama dengan pendapatan nasional riil atau output
secara keseluruhan yang dihasilkan selama satu tahun dibagi dengan jumlah penduduk
seluruhnya. Jadi standar hidup tidak dapat dinaikkan kecuali jika output meningkat dengan lebih
cepat daripada pertumbuhan jumlah penduduk.
Menurut Adam Smith yakni dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan
penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar
baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan
perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam
produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah,
melainkan sebagai unsur penting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
sehingga peningkatan jumlah penduduk sebagai pelaku kegiatan ekonomi mampu meningkatkan
kegiatan ekonomi di suatu wilayah sehingga PDRB Non Migas mengalami peningkatan,
(Kasryno, F, 1994).
Kemiskinan merupakan jumlah penduduk miskin dengan kriteria BPS di Kabupaten
Mamasa diukur dalam satuan jiwa. Kemiskinan adalah penduduk yang tidak mampu memiliki
atau memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat. Agar seseorang dapat hidup layak,
pemenuhan akan kebutuhan makanan saja tidak akan cukup, oleh karena itu perlu pula dipenuhi
kebutuhan dasar bukan makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka
barang dan jasa lainnya, (Hasan, F, 2006).
Faktor sosial ekonomi yaitu faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan
cenderung melekat pada dirinya, seperti: tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah,
tingkat kesehatan rendah dan produktivitas yang rendah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar
berhubungan dengan potensi alamiah, teknologi dan rendahnya aksesibilitas terhadap
kelembagaan yang ada. Oleh sebab itu diperlukan perhatian pemerintah khususnya pemerintah
pusat yang telah menyiapkan anggaran dana pengentasan kemiskinan yang bersumber dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga transfer daerah dll yang
rencananya, dari jumlah dana tersebut akan teralokasikan untuk berbagai program antara lain
untuk penyaluran beras masyarakat miskin (Raskin), pemberian beasiswa siswa miskin, dan
pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat mandiri (PNPM), (Hureirah, A, 2005).
Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah
rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Definisi menurut UNDP, adalah ketidakmampuan
untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya
partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indicator kemiskinan
Garis kemiskinan terdiri atas dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan bukan
makanan. Faktor-faktor determinan kemiskinan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu modal
sumber daya manusia (human capital), modal fisik produktif (physical productive capital), status
pekerjaan, dan karakteristik desa, (Kristiani 2006). Modal SDM dalam suatu rumah tangga
merupakan faktor yang akan mempangaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh
pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan adalah jumlah
tahun bersekolah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan jumlah anggota keluarga.
Secara umum semakin tinggi pendidikan anggota keluarga maka akan semakin tinggi
kemungkinan keluarga tersebut bekerja di sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi,
Sinaga, dkk. (2004).
Variabel modal fisik, yang antara lain luas lantai perkapita dan kepemilikan asset seperti
lahan, khususnya untuk pertanian. Kepemilikan lahan akan menjadi faktor yang penting
mengingat dengan tersedianya lahan produktif, rumah tangga dengan lapangan usaha pertanian
akan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Kepemilikan modal fisik ini dan
kemampuan memperoleh pendapatan sebagai tenaga kerja akan menjadi modal utama untuk
menghasilkan pendapatan keluarga. Anggota rumah tangga yang tidak memiliki modal fisik
terpaksa menerima pekerjaan dengan bayaran yang rendah dan tidak mempunyai alternatif untuk
berusaha sendiri. Komponen selanjutnya adalah status pekerjaan, di mana status pekerjaan
utama kepala keluarga jelas akan memberikan dampak bagi pola pendapatan rumah tangga.
(Wicaksana, S,A. 2007), mengkategorikan karakteristik penduduk miskin menurut komunitas,
wilayah, rumah tangga, dan individu. Pada faktor komunitas, infrastruktur merupakan
determinan utama kemiskinan. Keadaan infrastruktur sangat erat kaitannya dengan tingkat
kesejahtaraan masyarakat. Infrastruktur yang baik akan memudahkan masyarakat untuk
melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan, selain itu memudahkan investor
untuk melakukan investasi di daerah yang bersangkutan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya maka dapat diberikan kesimpulan bahwa Berdasarkan hasil analisis regreasi linier
berganda, diperoleh nilai t hitung < (lebih kecil dari) t tabel, oleh karena itu Ho diterima dan H1
ditolak, berarti koefisien regresinya secara individu (parsial) tidak berpengaruh signifikan
terhadap angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa, kecuali X3 (inflasi) yang secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan. Peningkatan jumlah penduduk perlu
dikendalikan dengan menjalankan kembali program KB, melaui penguatan tugas pokok dan
fungsi lembaga teknis yang menangani pengendalian angka pertumbuhan penduduk melalui
program Keluarga Berencana di setiap Pemerintah Daerah di seluruh Kabupaten Mamasa, juga
untuk menjaga kualitas sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Atmawikarta, S, (2007), Pemberdayaan untuk Tekan Kemiskinan, makalah pada Musyawarah Rencana Pembangunan Propinsi Tahun 2007 dengan Proyek Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Direktorat Kesehatan Bappenas, Jakarta.
Achmad Firman dan Linda Herlina (2005). Analisis Kemiskinan dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan pada Peternak Sapi Perah (Survey di Wilayah Kerja Koperasi Unit Desa Sinar Jaya Kabupaten Bandung). IPB Bandung.
Bappenas, (2004). Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, Jakarta.
Chambers, R, (1988). Pembangunan Desa; Mulai Dari Belakang” LP3ES, Jakarta.
Ditjen PMD Depdagri, (2006). Sejarah Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia, www.tkpkri.org
Djoko Sugeng Pudjianto, Kristiani (2006). Kemiskinan, Kondisi Geografis dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan Kejadian Kekurangan Energi Protein (KEP) pada Balita di Kabupaten Sragen.
Hasan, F, ( 2006). Penanggulangan Kemiskinan, Lokakarya Aplikasi Manual tentang Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran” (A Manual for Evaluating Targeted Poverty Alleviation Programmes), Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), www.ict4pr.org
Hureirah, A, (2005). Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNPAS-LSM Mata Air (Masyarakat Cinta Tanah Air), Bandung
Kasryno, F, (1994). Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Lubis, Z, (2006). Penanggulangan Kemiskinan, Waspada Online, Medan.
Nazir, M. (1998). Metodologi Penelitian Pembangunan Desa. Penerbit Bina Aksara, Jakarta.
Sunarwan Arif Wicaksana, ( 2007). Analisis Kesenjangan Kemiskinan Antar Propinsi di Indonesia Periode Tahun 2000-2004. Universitas Islam Indonesia.
Usman, Bonar M. Sinaga, dan Hermanto Siregar (2004). Determinan kemiskinan sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Sektor di Kabupaten Mamasa Tahun 2011
Lapangan usaha Vocation
Laki – laki Male
Perempuan Female
Jumlah Total
(1) (2) (3) (4)
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan 24933 10550 35483
Pertambangan dan Penggalian 22 0 22
Industri 515 328 843
Listrik, Gas Dan Air minum 0 0 0
Konstruksi 2098 0 2098
Perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi
Transportasi, Pergudangan dan komunikasi
2078
1063
2080 0
4158
1063
Lembaga keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan 267 105 372
Jasa Kemasyrakatan, Sosial, Dan Perorangan 6113 3393 9506
Jumlah 37089 16456 53545
Total
Sumber : BPS Kabupaten Mamasa 2012.
Tabel 2. Angka Kemiskinan Kabupaten Mamasa Periode 2002-2011.
Tahun Penduduk Miskin (Jiwa) Angka Kemiskinan (%)
2002 17780 41.79 2003 18916 35.79 2004 20918 31.86 2005 21446 26.36 2006 24152 23.98 2007 40802 32.79 2008 39923 31.86 2009 34510 27.36 2010 33592 23.98 2011 32086 22.53
Sumber: BPS Kabupaten Mamasa, 2012
Tabel 3. Perkembangan Penduduk Kabupaten Mamasa 2002-2011
Tahun Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%)
2002 42,547 ----
2003 52,853 24.22
2004 65,656 24.22
2005 81,358 23.92
2006 100,716 23.79
2007 124,433 23.55
2008 125,309 0.70
2009 126,134 0.66
2010 140,082 11.06
2011 142,416 1.67
Sumber: BPS Mamasa, 2012.
Gambar 1. Perkembangan Penduduk Mamasa Periode 2002 – 2011
020,00040,00060,000
80,000100,000120,000140,000
160,000
Jum
lah
Pend
uduk
(jiw
a)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Tabel 4 . Hasil evaluasi pengaruh jumlah penduduk, PDRB, inflasi dan investasi terhadap angka kemiskinan
VARIABEL
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
95,0% Confidence
Interval for B
B Std. Error Beta Lower Bound
Upper Bound
ANGKA KEMISKINAN 67.615 168.672 0.401 0.705 -365.970 501.201
JUMLAH PENDUDUK 3.156E-5 0.000 0.192 0.141 0.894 0.000 0.001
PDRB -5.201E-6 0.000 -0.288 -0.096 0.927 0.000 0.000
INFLASI 1.719 0.717 0.621 1.397 0.062 -0.124 3.563
INVESTASI -9.805E-5 0.000 -0.525 -0.278 0.792 -0.001 0.001
Sumber : Hasil analisis
Y = 67,615 + 3,156E-5X1 - 5,201E-6X2 + 1,719X3 – 9,805E-5X4