Upload
phunganh
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DETEKSI POLA PATAHAN DI DESA RENOKENONGO PORONG SIDOARJO
DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER
Oleh :
*Galik Panggah Waluyo
Dr. Widya Utama, DEA
Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya
Jl. Arief Rahman Hakim Sukolilo Surabaya 60111
*E-mail: [email protected]
Abstrak
Semburan lumpur Porong Sidoarjo telah menyebabkan terjadi patahan. Patahan ini
terjadi akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan. Akibat dari terjadinya patahan ini adalah rusaknya sarana dan prasana yang di lewatinya.
Keberadaan patahan ini dapat didetaksi dengan menggunakan metode geolistrik ( tahanan
jenis 2D) konfigurasi Wenner, dengan memanfaatkan perbedaan tahanan jenis target terhadap tahanan jenis batuan sekitarnya.
Konfigurasi dilakukan sebanyak tiga lintasan. Lintasan pertama dibentangkan
sepanjang 200 meter dan arah E98°S, lintasan kedua sepanjang 120 meter dengan arah N5°E dan lintasan ketiga sepanjang 150 meter dan arah E90°S. Dari penampang resistivitas
yang dihasilkan, diperoleh pendugaan posisi patahan/retakan. Untuk lintasan 1 posisi
patahan/retakan berada pada titik 43 m; 57 m; 77 m; 98 m; 110 m; 125 m; 136 m. Pada
lintasan 2 posisi patahan berada pada titik 50 m dan 100 m.
Kata kunci : Geolistrik, Patahan, Konfigurasi Wenner
Pendahuluan
Erupsi lumpur panas telah terjadi
di Porong, Kabupaten Sidoarjo. Erupsi
dimulai oleh semburan kecil gas putih-kelabu dan diiringi dengan air lumpur.
Hasil erupsi tersebut telah menggenangi
daerah seluas kurang lebih 600 ha dan menenggelamkan sarana dan prasarana
kehidupan masyarakat sekitar seperti yang
terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Luberan Lumpur Hasil Erupsi
Lumpur Panas Sidoarjo. Penimbunan massa yang demikian
luar biasa telah menimbulkan ketidak-
stabilan bentuk muka bumi di daerah Porong. Hal ini merupakan ancaman
utama terhadap semua aspek kehidupan
masyarakat di sekitar semburan lumpur
Sidoarjo. Sardjono (2007) dalam
penelitiannya mengatakan bahwa,
semburan lumpur panas yang terjadi di sekitar sumur eksplorasi BJP-1 keluar dari
suatu bidang lemah yang dalam hal ini
adalah patahan/sesar Watukosek, sedangkan patahan dangkal yang bersifat
konsentris disekitar sumur BJP-1
disebabkan oleh adanya amblesan akibat
perubahan Struktur elstisitas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan
bawah permukaan. Patahan tersebut
tampak jelas di desa Renokenongo dan telah merusak beberapa sarana dan
prasarana masyarakat seperti rel kereta api
dan halaman masjid seperti terlihat pada Gambar 2.
112 º45’00”BT
07º30’30”LS
07º33’00”LS
112 º42’00”BT
U
B T
S
2
Gambar 1.2 Kerusakan yang Ditimbulkan
oleh Patahan di Desa Renokenongo.
Gambar 2. Halaman Masjid dan Rel
Kereta Api yang melengkung akibat
aktivitas Patahan.
Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mendeteksi patahan adalah metode geolistrik. Metode
geolistrik merupakan salah satu metode
geofisika untuk mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan cara
mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam
hal ini meliputi pengukuran potensial,
pengukuran arus baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi.
Konduktivitas Listrik Batuan Pada bagian batuan, atom-atom
terikat secara ionik atau kovalen. Karena
adanya ikatan ini maka batuan mempunyai sifat menghantarkan arus listrik. Menurut
Hendrajaya dan Arif (1990), aliran arus
listrik di dalam batuan/mineral dapat
digolongkan menjadi 3 macam yaitu: a. Konduksi elektronik
Konduksi ini adalah tipe normal dari
aliran arus listrik dalam batuan/mineral. Hal ini terjadi jika
batuan/mineral tersebut mempunyai
banyak elektron bebas. Akibatnya arus
listrik mudah mengalir pada batuan ini.
Sebagai contoh, batuan yang banyak mengandung logam.
b. Konduksi elektrolitik
Konduksi jenis ini banyak terjadi pada
batuan/mineral yang bersifat porus dan dalam pori-pori tersebut terisi oleh
larutan elektrolit. Dalam hal ini arus
listrik mengalir akibat dibawa oleh ion-ion larutan elektrolit. Konduksi dengan
cara ini lebih lambat dari pada
konduksi elektronik. c. Konduksi dielektrik
Konduksi ini terjadi pada batuan yang
bersifat dielektrik, artinya batuan
tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak ada sama sekali.
Tetapi karena adanya pengaruh medan
listrik dari luar, maka elektron-elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah
dan berkumpul terpisah dengan intinya
sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini sangat bergantung pada konstanta
dielektrik batuan yang bersangkutan.
Potensial dalam Medium Homogen Apabila suatu medium homogen
dialiri arus listrik dengan rapat arus J
dan kuat medan listrik E , maka menurut hukum Ohm:
1J E
(2.1)
dengan E dalam Volt/meter, adalah
resistivitas medium. Diketahui bahwa
medan listrik E merupakan gradien dari potensial skalar.
E V
(2.2)
dengan memasukkan persamaan (2.2) ke
dalam persamaan (2.1) diperoleh:
1J V
(2.3)
dengan mengingat syarat batas, bahwa
arus yang memasuki suatu luasan tertentu
sama dengan arus yang meninggalkannya, kecuali di tempat sumber arus dan lubuk
arus, maka:
. 0J
3
1. . 0J V
(2.4)
2 0V (2.5)
Elektroda Arus Tunggal pada
Permukaan Medium Homogen Isotrop
Bila arus I dialirkan melalui sebuah elektroda arus C pada permukaan
medium homogen isotrop, seperti pada
Gambar 3. Maka potensial di suatu titik yang berjarak r dari sumber dapat dicari
melalui persamaan (2.5) dengan
menggunakan koordinat bola yaitu:
2
2
2 2 2 2 2
1 1 1sin 0
sin sin
V V Vr
r r r r r
(2.6)
Gambar 3. Medan Potensial dan Arah
Arus dari Sumber Titik di Permukaan(Telford,1976)
Karena aliran arus listrik simetri terhadap
θ dan φ maka diperoleh:
2
2
10
Vr
r r r
(2.7)
atau 2
2
20
d V dV
dr r dr (2.8)
Penyelesaian persamaan (2.8) sebagai
persamaan orde 2, dengan mengalikan r2
kemudian mengintegralkan dapat
diperoleh:
2
dV B
dr r (2.9)
Integrasi dari persamaan (2.9):
2
1dV B dr
r (2.10)
dan diperoleh:
BV C
r (2.11)
Syarat batas, bila r →∞, maka V = 0 dan C = 0, dengan B dan C adalah konstanta.
Arus mengalir keluar melalui setengah
luasan bola secara radial, sehingga jumlah arus yang melintasi permukaan bola
diberikan persamaan:
2
A dV A BI
dr r
2
2
12
BI r
r
2B
I
(2.12)
dari persamaan (2.12) diperoleh
persamaan:
2
IB
(2.13)
dengan A adalah luasan setengan bola =
2 r dan adalah resistivitas medium.
Sehingga persamaan (2.11) menjadi:
2
IV
r
2.14)
Dalam permasalahan titik arus di
permukaan bumi dari persamaan (2.14)
diperoleh rumus matematika harga
resistivitasnya adalah:
2 rV
I
(2.15)
Untuk medium homogen isotrop.
Elektroda Arus Ganda dengan Polaritas
Berlawanan pada Permukaan Medium
Homogen Isotrop
Bentuk permukaan ekipotensial dan arah aliran arus listrik yang terjadi
akibat adanya dua buah sumber arus yang
saling berlawanan polaritasnya (besar
sama yaitu I) dapat dilihat pada Gambar 4.
C
4
Gambar 4. Distribusi Potensial dan Aliran
Arus oleh Sumber Arus Ganda di Permukaan.
Pada metode geolistrik, arus listrik dimasukkan melalui elektroda C1 dan C2.
Sedangkan beda potensial diukur pada
elektroda potensial P1 dan P2 yang terletak di antara C1 dan C2 seperti yang terlihat
pada Gambar 5.
C1 P1 P2 C2
,,
Gambar 5. Susunan Elektroda Ganda di Permukaan Homogen
(Telford, 1976).
Dari Gambar 5. diperoleh
persamaan untuk elektroda arus ganda
pada permukaan medium.
1
1 2
1 1
2P
IV
r r
2
3 4
1 1
2P
IV
r r
(2.16)
sehingga beda potensialnya adalah
1 2P PV V V
1 2 3 4
1 1 1 1
2
IV
r r r r
(2.17)
atau
dapat ditulis menjadi:
VK
I
(2.18)
Sementara itu harga K ditunjukkan dalam
persamaan sebagai berikut: 1
1 2 3 4
1 1 1 12K
r r r r
(2.19)
K adalah faktor geometri yang besarnya tergantung dari susunan elektroda yang
digunakan sebagai koreksi dalam
pengolahan data.
Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam
bumi dan bagaimana cara mendeteksinya
di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial,
pengukuran arus baik secara alamiah
maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi.
Metode Geolistrik Tahanan Jenis.
Berdasarkan pada tujuan
penyelidikan, metode geolistrik tahanan jenis dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu:
a. Metode Tahanan Jenis Mapping Metode tahanan jenis mapping
merupakan metode tahanan jenis yang
bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas bawah permukaan secara
lateral.
b. Metode Tahanan Jenis Sounding
Metode tahanan jenis sounding bertujuan untuk mempelajari variasi
resistivitas batuan di bawah permukaan
bumi terhadap kedalaman.
Konfigurasi Elektroda Wenner Konfigurasi Wenner merupakan
salah satu konfigurasi yang sering
digunakan dalam eksplorasi geolistrik
dengan susunan jarak antar elektroda sama panjang seperti yang terlihat pada Gambar
6.
Power I
V
r1 r2
r3
r4
5
………………………… . C1 P1 P2 C2
Gambar 6. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner (Hendrajaya dan Arif,
1990).
Dalam hal ini elektroda-elektroda, baik arus maupun potensial diletakkan
secara simetris terhadap titik sounding.
Jarak antar elektroda arus tiga kali jarak
antar elektroda potensial. Jadi, jika jarak masing-masing potensial terhadap titik
souding adalah a/2 maka jarak masing-
masing elektroda arus terhadap titik sounding adalah 3a/2.
Pada tahanan jenis mapping, jarak
spasi elektroda tersebut tidak berubah-ubah untuk setiap titik sounding yang
diamati (besarnya a tetap). Sedangkan
pada tahanan jenis sounding, jarak spasi
elektroda tersebut diperbesar secara gradual, mulai dari harga “a” kecil, untuk
suatu titik sounding. Model pengukuran 2-
D dengan metode Wenner terlihat pada Gambar 7.
Gambar7. Model Pengukuran 2D dengan
Konfigurasi Wenner. (Loke, 1999).
Batas pembesaran spasi elektroda
ini tergantung pada kemampuan alat yang
dipakai. Semakin sensitif dan besar arus yang dapat dihasilkan alat tersebut, maka
semakin besar pula jarak spasi yang dapat
diukur, sehingga semakin dalam pula
lapisan yang terdeteksi. Adanya sifat bahwa pembesaran
jarak elektroda arus diikuti pula oleh
pembesaran jarak elektroda potensial
menyebabkan jenis konfigurasi Wenner dapat mendeteksi ketidak-homogenan
lokal dari lokasi yang diamati.
Dalam prosedur Wenner pada tahanan jenis mapping, empat elektroda
konfigurasi (C2P2P1C1) dengan spasi yang
sama dipindahkan secara keseluruhan dengan jarak yang tetap sepanjang garis
pengukuran. Pemilihan spasi terutama
tergantung pada kedalaman lapisan yang
akan dipetakan (Sharma, 1997). Konfigurasi Wenner mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Menurut
Burger (2006), kelebihan konfigurasi Wenner adalah dengan lebar spasi
elektroda potensial yang besar maka tidak
memerlukan peralatan yang sensitif. Sedangkan kekurangannya adalah semua
elektroda harus dipindahkan untuk setiap
pembacaan data resistivitas. Hal ini untuk
mendapatkan sensitifitas yang lebih tinggi untuk daerah lokal dan variasi lateral dekat
permukaan.
Kedalaman investigasi yang dicapai oleh konfigurasi Wenner dengan
menggunakan penetrasi kedalaman adalah:
Ze = 0,519 × “a”
Sedangkan faktor geometri Wenner sebesar:
1
1 1 1 12
2 2K
a a a a
(2.20)
2K a (2.21)
Dari hambatan jenis yang terbaca dalam
konfigurasi Wenner dapat dinyatakan
dalam rumus: 2aw
Va
I
(2.22)
Pengertian Patahan/Sesar
Menurut Hendrajaya dan Simpen
(1993), bahwa sesar adalah struktur geologi yang terbentuk karena terdapatnya
dislokasi atau patahan yang memotong
bidang-bidang perlapisan antar batuan. Pada umumnya bidang sesar terisi oleh
fluida atau mineral yang relatif lebih
kondusif dari batuan sekitarnya. Hal ini akan mengakibatkan penurunan
I
V
a a a
6
resistivitas. Jadi pada sesar/patahan akan
mempunyai resistivitas yang relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, dilakukan sebanyak tiga buah lintasan. Lintasan 1
sepanjang 200 meter dengan titik awal
(titik 0 meter) berada pada koordinat 112°43’03,2” BT dan 07°31’53,6” LS
yang membentang ke arah E 98° S di bahu
jalan, lintasan 2 sepanjang 120 meter dengan titik awal (titik 0 meter) berada
pada koordinat 112°43’10,2” BT dan
07°31’53,5” LS yang membentang ke arah
N 5° E di bahu jalan dan lintasan 3 sepanjang 150 meter dengan titik awal
(titik 0 meter) berada pada koordinat
112°43’39,3” BT dan 07°31’52,2” LS yang membentang ke arah E 90° S di bahu
jalan. Pada konfigurasi ini, spasi terkecil
antar elektroda yang digunakan adalah 5 meter.
Gambar 9. Posisi Lintasan Pengukuran
yang Dilakukan di Desa Renokenongo.
Tinjauan Geologi Daerah Penelitian
Secara umum daerah
Renokenongo termasuk pada morfologi kabupaten Sidoarjo yang berupa dataran
rendah, dengan topografi yang seragam
dan tanahnya merupakan endapan alluvial dan batuan sedimen yang merupakan
batuan induk seperti yang terlihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Peta Geologi Kecamatan
Porong.
Sedangkan geologi struktur yang terdapat pada kabupaten Sidoarjo adalah
pemunculan batuan Kuarter bawah yang
cenderung berumur tersier, seperti yang tampak pada lapisan lempung pasiran di
sekitar Driyorejo. Dengan adanya
pemunculan batuan tersier di permukaan menunjukkan bahwa daerah kabupaten
Sidoarjo pernah terganggu oleh tektonik
yang berupa pengangkatan di bagian utara
Mojokerto, lebih jelas dapat dilihat pelipatan yang bergelombang dari lapisan
batuan sedimen tersier yang
penyebarannya menerus hingga daerah Surabaya, lipatan-lipatan tersebut
membentuk struktur antiklin dan sinklin.
Sedangkan di bagian selatan ke arah
wilayah kabupaten Pasuruan secara tiba-tiba berubah menjadi daerah perbukitan
yang terdiri dari batuan vulkanik muda
dan batuan sedimen bersifat lempungan berumur kuarter.
Dalam tatanan geologi Jawa
Timur, lumpur Porong terdapat di "Cekungan pengendapan Porong" (Porong
Sub-Basin) yang terletak diantara sesar-
sesar (patahan) yang sebagian masih aktif,
merupakan bagian dari Cekungan Sentral (Central Deep) yang mempunyai tatanan
geologi dan struktur yang kompleks.
Menurut van Bemmelen (1949), data geologi menunjukkan bahwa baik
stratigrafi maupun tektonika Zona
Kendeng bagian timur yang berada diutara sub-cekungan Porong, masih berada dalam
keadaan berevolusi (proses tektonik masih
berlangsung) dibandingkan dengan di
bagian tengah dan barat. Menurut Duyfjes (1938), juga
memperlihatkan bahwa antiklin Gujangan
U S
112º43’00”BT
07º31’30”LS
07º32’30”LS
112º44’00”BT
112º43’00”BT
: Lintasan
: Patahan
: Tanggul
Sumur BJP-1
Lintasan 1
Lintasan 2
Lintasan 3
7
dekat Surabaya dan Pulungan di sebelah
selatannya, dipotong oleh sesar transversi, dengan bagian timurnya yang turun. Sesar
tersebut merupakan tanda peralihan antara
bagian ujung dari zona Kendeng (yang
telah terlipat lemah) yang menunjam di Delta Porong dengan Selat Madura yang
masih menurun dan diisi oleh sedimen
yang belum terlipat. Keadaan tersebut menunjang bahwa proses gerak-gerak
tektonik di wilayah cekungan Porong
masih berlangsung.
Akuisisi Data Lapangan
Proses pengambilan data pada
metode geolistrik mempunyai beberapa tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanaan
tersebut adalah:
Tahap I: Penentuan titik sounding pada peta lapangan.
Pada umumnya, sebelum melakukan
pengukuran geolistrik di lapangan, peta lapangan yang akan disurvei perlu
dipelajari terlebih dahulu untuk
menentukan posisi yang tepat bagi titik-
titik sounding. Tahap II: Penempatan titik
sounding di lapangan.
Pada tahap ini, titik-titik sounding yang telah ditentukan pada peta lapangan di cari
posisinya secara tepat di lapangan.
Berdasarkan referensi-referensi yang
didapat di lapangan, misalnya letak bangunan, pohon, sungai dan lain-lain
dengan bantuan kompas. Letak titik-titik
tersebut mestinya akan dapat ditentukan dengan tepat dan lurus.
Tahap III: Pengambilan data.
Pada titik sounding, ditentukan bentangan elektroda berupa garis lurus dengan titik
sounding merupakan titik tengah. Arah
bentangan yang dipilih adalah arah
bentangan yang lurus. Kemudian dibentangkan (tali yang sudah diberi jarak
tertentu) sesuai dengan arah tersebut.
Sementara itu, diatur peralatan pengukuran (resistivitymeter, 2 gulung kabel arus, 2
gulung kabel potensial, elektroda dan
lainnya) sedemikian rupa sehingga mempermudah pelaksanaan pengukuran
nantinya. Pertama diukur posisi awal
dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System) untuk menentukan posisi terhadap garis lintang dan garis
bujur, kemudian dilakukan pengukuran
geolistrik. Disamping seorang operator dan
pencatat data, pada pelaksanaan
pengukuran diperlukan paling sedikit 4
orang pembantu, yaitu masing-masing bertugas untuk memindahkan salah satu
dari ke-empat elektroda ( 2 elektroda arus
dan 2 elektroda potensial). Akuisisi data dilakukan pada
tanggal 12 Mei 2008 dan 17-18 Mei 2008.
Akuisisi data di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik
tahanan jenis. Konfigurasi elektroda yang
digunakan adalah konfigurasi Wenner.
Pengolahan Data
Setelah dilakukan akuisisi data di
lapangan maka didapatkan hasil data tentang resistivitas dari tiap-tiap titik,
kemudian data tersebut dikalikan dengan
faktor geometri untuk mendapatkan harga resistivitas semu (ρaw) yang akan
digunakan dalam membuat kontur dengan
menghubungkan tiap-tiap nilai ρaw
tersebut. Dalam tahap pengolahan data ini
dilakukan dengan komputer dengan
menggunakan perangkat lunak Res2DInv. Perangkat lunak ini mengolah data yang
didapatkan dari akuisisi lapangan.
Pemodelan 2-D dilakukan dengan
menggunakan program inversi. Program inversi ini menggambarkan dan membagi
keadaan bawah permukaan dalam bentuk
penampang 2-D. Program inversi ini juga menentukan harga resistivitas semu
terukur dan terhitung. Metode inversi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil (least square).
Analisa Data
Pada penelitian ini telah dilakukan pengambilan data geolistrik dengan
konfigurasi Wenner. Data-data geolistrik
tersebut kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Res2dinv
untuk mendapatkan tampilan 2 dimensi
kontur resistivitas dari struktur lapisan tanah bawah permukaan. Tampilan 2
dimensi yang dihasilkan dari perangkat
lunak Res2dinv tersebut terdiri dari tiga
kontur isoresistivitas pada penampang kedalaman semu (pseudodepth section).
Penampang yang pertama menunjukkan
8
kontur resistivitas semu pengukuran
(measured apparent resistivity), yaitu data resistivitas semu yang diperoleh dari
pengukuran di lapangan (akusisi data).
Penampang yang kedua menunjukkan
kontur resistivitas semu dari hasil perhitungan (calculated apparent
resistivity). Dan penampang yang ketiga
adalah kontur resistivitas sebenarnya yang diperoleh setelah melalui proses
pemodelan inversi (inverse model
resistivity section) (Telford, 1976).
Lintasan 1
Akuisisi data resistivitas bumi
pada survei lintasan 1 ini dilakukan dengan mengambil lintasan sepanjang 200
meter dengan titik awal (titik 0 meter)
berada pada koordinat 112°43’03,2” BT dan 07°31’53,6” LS yang membentang
pada arah E 98° S di bahu jalan dengan
variasi jarak antar elektroda berturut-turut 5 meter, 10 meter, dan 15 meter.
Dari hasil pengukuran diperoleh
harga resistivitasnya berkisar antara 0,198
– 76,2 Ωm. Pengolahan data dengan menggunakan Res2DInv untuk lintasan 1
diperoleh penampang harga resistivitas
semu seperti pada Gambar 11.
Gambar 11. Penampang Harga Resistivitas
Semu dari Hasil Inversi
Lintasan 1 .
Dari Gambar 11. terlihat beberapa bidang lemah yang ditunjukkan dengan warna
biru dan hijau dengan harga resistivitas
antara 0,198 – 5,84 Ωm yang memotong
perlapisan antar batuan yang memiliki nilai resistivitas yang lebih tinggi. Bidang-
bidang ini diperkirakan merupakan
patahan.
Lintasan 2
Untuk akuisisi data resistivitas
bumi pada survei lintasan 2 dilakukan dengan mengambil lintasan sepanjang 120
meter dengan titik awal (titik 0 meter)
berada pada koordinat 112°43’10,2” BT dan 07°31’53,5” LS yang membentang ke
arah N 5° E di bahu jalan dengan variasi
jarak antar elektroda berturut-turut 5
meter, 10 meter, 15 meter dan 20 meter. Dari hasil pengukuran diperoleh
harga resistivitasnya berkisar antara 0,164
– 62,9 Ωm. Pengolahan data dengan menggunakan Res2DInv untuk lintasan 2
diperoleh penampang harga resistivitas
semu seperti pada Gambar 12.
Gambar 12. Penampang Harga Resistivitas
Semu dari Hasil Inversi Lintasan 2.
Dari Gambar 12. terlihat beberapa bidang lemah yang ditunjukkan dengan
warna kuning dengan harga resistivitas
antara 9,88 – 14,00 Ωm yang memotong
perlapisan antar batuan yang memiliki nilai resistivitas yang lebih tinggi. Bidang-
bidang ini diperkirakan merupakan
patahan.
Lintasan 3 Untuk akuisisi data resistivitas
bumi pada survei lintasan 3 dilakukan dengan mengambil lintasan sepanjang 150
9
meter dengan titik awal (titik 0 meter)
berada pada koordinat 112°43’39,3” BT dan 07°31’52,2” LS yang membentang ke
arah E 90° S di bahu jalan dengan variasi
jarak antar elektroda berturut-turut 5
meter, 10 meter, 15 meter, dan 20 meter.
Dari hasil pengukuran
diperoleh harga resistivitasnya berkisar
antara 1,28 – 10,1 Ωm. Pengolahan
data dengan menggunakan Res2DInv
untuk lintasan 3 diperoleh penampang
harga resistivitas semu seperti pada
Gambar 13.
Gambar 13. Penampang Harga Resistivitas
Semu dari Hasil Inversi
Lintasan 3.
Dari Gambar 13. di atas tidak
ditemukan terobosan – terobosan bidang lemah dengan harga resistivitas yang
rendah terhadap perlapisan antar batuan
yang memiliki harga resistivitas yang lebih
tinggi. Jadi pada lintasan 3 tidak ditemukan suatu patahan.
Pembahasan
Terjadinya pergerakan tanah, baik
dalam arah horizontal maupun vertikal, di kawasan semburan lumpur Sidoarjo adalah
sesuatu hal yang wajar. Pergerakan tanah
di kawasan Porong Sidoarjo ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor secara bersama-sama yaitu:
1. Proses relaksasi tanah (ground
relaxation) akibat keluarnya
lumpur ke permukaan tanah dalam
volume yang sangat besar, 2. Beban dari lumpur,
3. Pemampatan tanah karena adanya
pekerjaan dan aktivitas di
permukaan tanah, seperti pembuatan tanggul, kendaraan-
kendaraan berat yang berlalu
lalang, 4. Aktifnya kembali struktur geologi,
seperti sesar Watukosek yang
melalui kawasan lumpur tersebut. Dari hasil survei GPS teramati
adanya pergerakan tanah, baik secara
horizontal maupun vertikal. Kecepatan
horizontal 0,5 - 2 cm per hari dan komponen vertikal 1 - 4 cm per hari.
Pergerakan dalam arah vertikal, meskipun
didominasi oleh subsidensi tanah, kadang juga dapat berupa penaikan muka tanah.
Karena semburan masih terus
berlangsung maka proses amblesan masih akan terus berlangsung dan akan meluas.
Seperti adonan roti yang ditarik ke bawah
di bagian tengahnya maka di sekelilingnya
akan terjadi retak melingkar dan menjari. Tanda-tanda amblesan antara lain terjadi
retakan memanjang baik di tanah, atau
pada bangunan; pintu-pintu dan jendela-jendela rumah tidak bisa dibuka atau tidak
normal; adanya kawasan yang tergenang
padahal sebelumnya belum pernah
tegenang; dan munculnya semburan baru. Pendugaan dengan metode
geolistrik dapat digunakan untuk
menentukan posisi bidang patahan. Harga resistivitas tanah/batuan pada patahan
pada umumnya lebih rendah dari
tanah/batuan sekitarnya. Hal ini dikarenakan pada patahan/retakan terisi
oleh fluida atau mineral yang relatif lebih
kondusif dari batuan sekitarnya. Bidang
patahan bisa memiliki harga resistivitas yang tinggi melebihi harga resistivitas
tanah/batuan yang ada disekitarnya jika
pada patahan tersebut tidak terisi apa-apa (hanya berisi udara). Hal ini dikarenakan
udara merupakan isolator sehingga arus
listrik sangat sulit untuk melewatinya. Kondisi di lapangan
memperlihatkan bahwa patahan-patahan
yang terlihat di permukaan semua terisi
oleh fluida atau materi lainnya. Oleh sebab itu bidang patahan yang terdeteksi adalah
bidang yang memiliki resistivitas rendah
10
yang menerobos atau memotong bidang-
bidang perlapisan antar batuan.
Lintasan 1
Gambaran pendugaan posisi
patahan dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software Res2DInv untuk
lintasan 1 di tunjukkan seperti Gambar 14.
di bawah ini
Gambar 14. Pendugaan Posisi Patahan untuk Lintasan 1.
Berdasarkan Gambar 14. dapat
dilihat adanya bidang-bidang lemah dengan harga resistivitas rendah yang
berkisar antara 0,198 – 5,84 Ωm. Bidang
ini memotong perlapisan batuan yang ada disekitarnya dengan harga resistivitas yang
lebih tinggi. Jadi pada lintasan tersebut
telah terjadi dislokasi atau patahan di
beberapa titik yaitu pada titik 57 m dan 136 m. Karena lokasi lintasan-1 berada
tepat di samping tanggul penampungan
lumpur Porong, maka hal ini membuktikan bahwa pada lintasan tersebut banyak
terjadi patahan dangkal disebabkan oleh
adanya amblesan akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena
keluarnya massa batuan bawah
permukaan.
Lintasan 2 Sedangkan gambaran pendugaan
bidang patahan dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software Res2DInv
untuk lintasan 2 ditunjukkan seperti
Gambar 15. dibawah ini.
Gambar 15. Pendugaan Posisi Patahan
untuk Lintasan 2.
Berdasarkan Gambar 15. dapat
dilihat adanya bidang-bidang lemah
dengan harga resistivitas rendah yang berkisar antara 9,88 – 14,00 Ωm untuk.
Bidang ini memotong perlapisan batuan
yang ada disekitarnya dengan harga resistivitas yang lebih tinggi. Jadi pada
lintasan tersebut telah terjadi dislokasi atau
patahan di beberapa titik yaitu pada titik;
50 m; 100 m. Untuk lintasan-1, patahan berada
pada titik 57 m; 136 m. Sedangkan untuk
lintasan 2, patahan berada pada titik; 50 m; 100 m. Posisi patahan ini relatif sesuai
dengan posisi patahan/retakan yang
terlihat permukaan lokasi penelitian. Untuk lintasan 1 berada pada titik 43 m;
77 m; 98 m; 110 m; 125 m; 136 m.
Sedangkan untuk lintasan 2 berada pada
titik 50 m, 100 m.
Lintasan 3
Pada lintasan 3tidak menunjukan adanya patahan. Harga resistivitasnya
hampir sama yaitu antara 1,28 – 1,31 Ωm.
Kesimpulan
Penelitian metode geolistrik
dengan konfigurasi Wenner 2-Dimensi
untuk mendeteksi patahan/rekahan di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Bidang patahan/retakan untuk
lintasan 1 berada pada titik 43 m ; 57
Patahan
Patahan
11
m; 77 m; 98 m; 110 m; 125 m; 136
m. 2. Bidang patahan/retakan untuk
lintasan 2 berada pada titik 50 m dan
100 m .
3. Adanya amblesan akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena
keluarnya massa batuan bawah
permukaan di sekitar sumur eksplorasi BJP-1 telah menyebabkan
patahan dangkal/retakan di desa
Renokenongo dan semakin mendekati tanggul maka patahan/retakan
semakin banyak.
Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka penulis menyarankan:
1. Perlu dilakukan penelitian dengan
metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan perbandingan untuk
memperoleh hasil yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian yang
berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang
berasosiasi dengan penambahan
target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah
permukaan lebih luas.
3. Pengukuran patahan di daerah sekitar
lumpur panas Sidoarjo sebaiknya dilakukan secara periodik. Hal ini
dilakukan guna mengetahui pola dan
tingkat penyebaran patahan di daerah tersebut.
Referensi
Burger,H.Robert. (2006), Applied
Geophysics: Exploring the
Shallow Subsurfac, New York, WW Norton.
Hendrajaya, Lilik dan Arif, Idham.
(1990), Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi: Metoda
Eksplorasi, Bandung:
Laboratorium Fisika Bumi, ITB.
Hendrajaya, L dan Simpen. I, Nengah.
(1993), “Respon Teoritik Elsktromagnet VLF Model sesar
dan Penerapannya pada Data
Elektromagnet VLF dari Daerah
Panasbumi Muaralaboh Sumatra Utar”, Simposium Fisika
Nasional XIV, Jurusan Fisika-
FMIPA USU, Medan. Internet Geophysical Services. (2000),
D.C. Resistivity, Entry from
Northwest Geophysical Associates, Inc. [email protected].
Loke, MH. (1999), Electrical Imaging
Surveys for Environmental and
Engineering Studies. Moro, Marco., Amicucci, Laura., Cinti,
Francesca R.,Doumaz,Fawzi.,
Montone, Paola., Pierdominici, Simona., Saroli, Michele.,
Stramondo, Salvatore. (2002),
Surface Evidence of Active Tectonics Along the Pergola-
Melandro Fault: a Critical Issue
for the Seismogenic Potential of
the Southern Apennines, Italy, Istituto Nazionale di Geofisica e
Vulcanologia, Rome.
Reynolds, John M. (1997), An Introduction to Applied and
Environmental Geophysics. John
Wiley & Sons.
Sardjono, Seno Pudji. (2007), Jurnal Fisika dan Aplikasinya: Analisis
Data Gaya Berat dan VLF untuk
Penentuan Bidang Patahan Penyebab Semburan Lumpur di
Sumur Eksplorasi BJP-1
Porong. Surabaya: ITS Sharma, Prem.V. (1997), Environmental
an Engineering Geophysics.
Cambridge University Press.
Telford, W.M . (1976), Applied Geophysics. Cambridge
University Prees, London.
Ward, Stanley H. (1992), Geotechnical and Environmental Geophysics.
13
C1 a P1 a P2 a C2 r1
r2
r3
r4
1
1 2 3 4
1 1 1 12
V
r r r r I
1
1 1 1 12
2 2
V
a a a a I
1
2 1 1 22
2 2 2 2
V
a a a a I
11 1
22 2
V
a a I
12
22
V
a I
2V
aI
VK
I
Dengan 2K a
Gambar 1. Patahan di lintasan 1 titik ke 43 m
patahan
14
Gambar 2. Patahan di lintasan 1 titik ke 77 m
Gambar 3. Patahan di lintasan 1 titik ke 98 m
Gambar 4. Patahan di lintasan 1 titik ke 110 m
patahan
patahan
patahan
patahan