51
DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK KABUPATEN … · deskripsi cagar budaya tidak bergerak kabupaten dharmasraya provinsi sumatera barat balai pelestarian cagar budaya sumatera

  • Upload
    donhan

  • View
    236

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK

KABUPATEN DHARMASRAYA

PROVINSI SUMATERA BARAT

BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT

WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

1

HASIL

DAFTAR PEMUTAKHIRAN DATA CAGAR BUDAYA KAB. DHARMASRAYA

TAHUN 2018

2

DAFTAR ISI 1. Kompleks Candi Padang Roco ....................................................................................................... 3

2. Kompleks Candi Pulau Sawah I...................................................................................................... 7

3. Situs Amoghapasa Bukit Braholo ................................................................................................ 10

4. Rumah Gadang Kerajaan Siguntur .............................................................................................. 14

5. Masjid Tua Siguntur .................................................................................................................... 18

6. Makam Raja-Raja Siguntur .......................................................................................................... 22

7. Candi Awang Maombiak ............................................................................................................. 25

8. Rumah Gadang Kerajaan Pulau Punjung ..................................................................................... 28

9. Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambut .................................................................................... 32

10. Situs (Featur) Candi Padang Laweh ......................................................................................... 35

11. Rumah Gadang Kerajaan Padang Laweh ................................................................................. 38

12. Makam Kuna Kerajaan Padang Laweh .................................................................................... 42

13. Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar ....................................................................................... 45

14. Kompleks Candi Pulau Sawah II ............................................................................................... 48

3

1. Kompleks Candi Padang Roco

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 01/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Kompleks Candi Padang Roco

Alamat

Jalan Desa Sungai Lansat

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Sungai Lansat

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 15 km

Ibukota Prov. ± 215 km

Keletakan Geografis 112 mdpl

Aksesibilitas Situs Bangunan berada di daerah dengan bentang lahan datar. Areal sekitar lokasi merupakan kebun karet.Untuk mencapai lokasi dapat ditempuh dengan menaiki “Pompong” yakni sejenis transportasi lokal yang digunakan untuk menyeberangi Sungai Batanghari. Selanjutnya dilanjutkan dengan menggunaan kendaraan roda dua atau berjalan kaki.

Letak Astronomis 00°57′49.6″S 101°35′57″E [-0.9637778, 101.5991667]

Deskripsi Historis Kompleks Percandian Padang Roco merupakan salah satu bukti eksistesi Kerajaan Malayu yang berpusat di Dharmasraya (Kabupaten Dharmasraya), sebelum dipindahkan ke pedalaman Sumatera (Saruaso) Kab. Tanah Datar. Keberadaan Candi yang berlatar belakang Hindu/Budha ini berawal dari informasi hasil penelitian terhadap kepurbakalaan DAS Batanghari oleh Verkerk Pistorius pada tahun 1860-an. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Van Stein Callenfels yang hasilnya menguraikan tentang adanya temuan sisa bata di daerah Padang Roco. Dari hasil temuan tersebut pada tahun 1935, F.M. Schnitger melanjutkan penelitian tersebut. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Puslitarkenas, SPSP Sumbar Riau dan Balar Medan. Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, di kawasan Candi Padang Roco ditemukan adanya parit keliling candi serta temuan keramik dari berbagai masa. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, mengindikasikan bahwa Padang Roco diperkirakan sebagai salah satu pusat Kerajaan Malayu Dharmasraya. Pemugaran pada Kompleks Candi dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Sumbar Riau, sekarang bernama BPCB Prov. Sumbar, Riau dan Kepri mulai pada tahun 1995/1996 dan 1996/1997.

Deskripsi Arkeologis Kompleks Percandian Padang Roco terdiri dari 3 (tiga) buah bangunan yang berupa 1 (satu) candi induk dan 2 (dua) candi perwara. Selanjutnya disebut candi I (induk), candi II , dan candi III. Bangunan Candi I terdiri dari konstruksi susunan bata, berdenah

4

bujur sangkar berukuran 21 m x 21 m, dengan tinggi bangunan tersisa 0,9 m. Pintu masuk dan tangga, yang menjadi arah hadap candi terletak pada sisi barat, sehingga bangunan Candi I tersebut berorientasi ke barat daya-timur laut. Pintu masuk/tangga bangunan ini dibuat semacam penampil yang menjorok ke muka sekitar 2,5 m dengan lebar 3,8 m. Pintu masuk tersebut memiliki 5 (lima) buah anak tangga. Pada sisi kiri dan kanan tangga masuk terdapat pipi tangga dengan panjang 2 m dan lebar 0,74 m. Adapun struktur pondasi bangunan candi berupa campuran antara kerikil, kerakal dan batu pasir dengan ketebalan 0,8 m dari lapis bata terbawah. Bagian bangunan yang masih utuh sampai sekarang (asli) adalah bagian kaki candi yang terdiri dari 26 lapis bata di sisi timur laut dan 22 lapis bata di sisi barat laut. Hal ini menunjukan bahwa dinding bata sisi timur laut relatif masih utuh jika dibandingkan dengan struktur sisi lainnya. Candi II merupakan candi yang terbuat dari konstruksi susunan bata, berdenah bujur sangkar dengan ukuran 4,4 m x 4,4 m. Sedangkan tinggi bangunan yang masih tersisa adalah 1,28 m. Pintu masuk dan tangga yang menjadi orientasi arah hadap candi terletak pada sisi barat, sehingga menjadikan bangunan tersebut berorientasi ke barat daya-timur laut. Candi III merupakan bangunan berstruktur bata dengan denah bujur sangkar yang terdiri dari 3 (tiga) undukan. Undakan pertama terletak pada bagian paling atas dengan ukuran 2 m x 2 m dengan tinggi bangunan yang masih tersisa terletak di bagian selatan dan terdiri dari 7 lapis bata. Sedangkan Candi IV masih berupa reruntuhan di sudut belakang Candi II.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan ± 3.600 m²

Lahan ± 60 m x 60 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Kebun karet

Selatan Kebun karet

Barat Kebun karet

Timur Kebun karet

Fungsi awal dan fungsi sekarang Fungsi lama adalah tempat ibadah bagi umat Hindu/Budha. Sekarang dimanfaatkan guna kepentingan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan penelitian.

Pemilik BPCB Sumatera Barat/Pemkab Dharmasraya

Pengelola BPCB Sumatera Barat

Foto

5

Foto Bangunan

6

Foto Lingkungan

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

7

2. Kompleks Candi Pulau Sawah I

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 02/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Kompleks Candi Pulau Sawah I

Alamat

Jalan Jalan setapak

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Siguntur

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 10 km

Ibukota Prov. ± 210 km

Keletakan Geografis 93 mdpl Candi Pulau Sawah I

Aksesibilitas Situs Secara umum Cagar Budaya berada di bentang lahan datar dan berada di pinggir Sungai Batanghari. Sekitar areal situs ditanami pohon karet.Untuk mencapai lokasi terlebih dahulu harus menyeberangi Sungai Batanghari dengan menggunakan sampan. Selanjutnya dilanjutkan dengan berjalan kaki ± 400 m.

Letak Astronomis Candi Pulau Sawah I: 00°57′10.4″S 101°33′48″E[-0.9528889, 101.5633333 ]

Deskripsi Historis Candi-candi yang berlatar belakang Hindu/Budha di kawasan Candi Pulau Sawah ini merupakan bukti eksistensi Kerajaan Malayu Dharmasraya. Mengingat banyaknya temuan dan tinggalan pada kawasan ini, diasumsikan lokasi ini merupakan salah satu pusat Kerajaan Malayu Dharmasraya selain di Padang Roco. Pada kawasan ini ditemukan berbagai macam temuan baik berupa candi, arca, keramik maupun artefak lainnya. Pemugaran pada Candi Pulau Sawah I dan II dilakukan secara bersamaan pada tahun 2003 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Sumbar Riau.

Deskripsi Arkeologis Pada kawasan ini terdapat 9 buah gundukan (munggu) yang diperkirakan mengandung struktur bata.1Candi Pulau Sawah I berbentuk bujur sangkar bersegi berukuran 10,5 x 10,5 m. Dinding sisi utara membentuk penampil dua buah. Penampil dalam berukuran 5,2 x 0,8 m dan penampil luar berukuran 3,4 x 0,45 m, sedangkan dinding timur tidak berpenampil dengan panjang 3,9 m. Sisi luar dari struktur bata ini dikelilingi oleh struktur batu kali berukuran lebar antara 1–1,5 m yang disusun dengan cara direkat dengan tanah lempung. Bagian lantai susunan batunya masih relatif utuh dan merupakan susunan tertinggi sebanyak 37 lapis dihitung dari susuan lapis terbawah yang terdapat pada bagian tengah sisi utara. Adapun lantai pada sisi barat agaknya sudah banyak lapisan batanya yang

1 Sebagai catatan baru 2 munggu yang sudah dipugar (Candi Pulau Sawah I dan II) dan 1 buah candi

yang diekskavasi (Candi Pulau Sawah III).

8

hilang akibat digali oleh penduduk setempat. Lantai sisi timur seolah-olah disekat oleh susunan batu kali selebar 85 cm, panjang 163 cm, dan tinggi dari dasar 160 cm, serta tinggi dari lantai 20 cm. Lantai sebelah timur struktur batu kali ini membentuk lantai selasar berukuran lebar 93 cm kemudian berbelok ke barat membentuk lantai selasar selebar 115 cm untuk menuju ke lantai bawah sisi selatan yang tinggal 13 lapis bata. Salah satu hal yang menarik adalah adanya lubang persegi berukuran lebih kurang 2,25 x 2,25 m yang berada di bagian tengah lantai. Keempat sisi dinding bak persegi ini merupakan susunan bata yang sekaligus merupakan susunan bata yang membentuk lantai. Belum diketahui dengan pasti fungsi dari bak persegi ini.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan 7 m x 6 m (Candi Pulau Sawah I )

Lahan 60 m x 60 m (Candi Pulau Sawah I)

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Kebun karet

Selatan Kebun karet

Barat Kebun karet

Timur Kebun karet

Fungsi awal dan fungsi sekarang Fungsi lama adalah tempat ibadah bagi umat Hindu/Budha. Sekarang dimanfaatkan guna kepentingan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan penelitian.

Pemilik Tanah Kerajaan Siguntur/ BPCB Sumatera Barat

Pengelola BPCB Sumatera Barat

Foto

Foto Bangunan

9

Foto Lingkungan

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

10

3. Situs Amoghapasa Bukit Braholo

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 03/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Situs Amoghapasa Bukit Braholo

Alamat

Jalan Jalan Kampung Lubuk Bulang

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Lubuk Bulang

Desa/Kelurahan/Nagari Kenagarian Lubuk Selasih

Kecamatan Pulau Punjung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 15 km

Ibukota Prov. ± 215 km

Keletakan Geografis 121 mdpl

Aksesibilitas Situs Situs ini berada pada lahan yang merupakan daerah perbukitan yang terletak dipersimpangan antara anak sungai Batanghari dengan Sungai Pingian. Sekitar areal ini merupakan areal perkebunan karet (getah) masyarakat.Untuk menuju lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan dua. Namun untuk menuju ke lokasi harus terlebih dahulu melewatijalan tanah.

Letak Astronomis 00°56′43.9″S 101°32′43.0″E [-0.9455278, 101.5452778]

Deskripsi Historis Situs Bukit Braholo, Rambahan merupakan lokasi ditemukannyaArca Amogapasha yang dikirimkan oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari kepada kerajaan Melayu Dharmasraya. Arca Amoghapasa, hadiah dari raja Kertanegara pada tahun 1286, sebelas tahun sesudah keberangkatan tentara Singasari ke negeri Melayu, ditempatkan di Dharmmacraya. Arca tersebut diangkut dari Jawa ke Suwarnabhumi untuk dihadiahkan kepada Crimat Tribuwanaraja Mauliwarmmadewa.2 Secara umum, Arca Amoghapasa ditemukan di Bukit Braholo Rambahan, sedangkan lapiknya ditemukan di daerah Padang Roco, Sungai Lansat.3Pengiriman Arca Amoghapasa kemudian diperkirakan sebagai salah satu bentuk persahabatan/persekutuan antara Kerajaan Singasari dan Kerajaan Melayu Dharmasraya. Sekarang arca maupun lapiknya

2Prof. Dr. SlametMuljana. 2008. Sriwijaya. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Hal 68. 3Dalam hal terpisahnya antara Arca Amoghapasa yang ditemukan di Rambahan dengan alasnya yang

ditemukan di Sungai Lansat, Drs. Budi Istiawan dan Drs. Bambang Budi Utomo dalam Menguak Tabir Dharmasraya memberikan kemungkinan yang dapat dijelaskan. Dengan asumsi bahwa Arca Amoghapasa yang di bawa dari bhumijawa pada akhirnya diletakan di Dharmasraya (Sungai Lansek) pada masa Raja Tribhuwana. Pada masa Adityawarman, Arca Amoghapasa kemudian dipindahkan ke daerah yang tinggi di Hulu Sungai Batanghari, diantara 2 (dua) sungai yaitu Sungai Batanghari dan Sungai Pingian. Lokasi tersebut kemudian dikenal dengan Bukit Braholo. Pemindahan tersebut merupakan sikap penghormatan Adityawarman kepada Krtanegara (diwujudkan dalam bentuk arca Amoghapasa), sehingga arca ditempatkan di tempat tinggi dan berada di daerah hulu dari lokasi Dharmasraya (Sungai Lansek). Pemilihan di daerah hulu menyimbolkan pengakuan atas muasal/cikal bakal silsilah Adityawarman dari garis keturunan Krtanegara (dalam Prasasti Manjusri, Adityawarman menggangap dirinya sebagai bagian dari keluarga Rajapatni, anak Krtanegara. Dalam hal ini, secara geneologis, Adityawarman dapat dianggap sebagai cucu atau keturunan Krtanegara).

11

berada di Museum Nasional, Jakarta. Pada tanggal 22–28 Juli 2006 telah diadakan ekskavasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar. Hasil ekskavasi tersebut dapat menemukan sisa-sisa struktur bata yang diperkiraan membentuk konfigurasi bangunan bujur sangkar berukuran 9 m x 9 m.

Deskripsi Arkeologis Situs Amoghapasa Bukit Braholo berada di tepi sebelah Selatan Sungai Batang Lalo yang merupakan anak Sungai Batanghari. Sekarang lokasi situs bekas ditempatkannya arca Amoghapasa sudah berupa semak-semak dan dikelilingi hutan karet. Tinggalan yang masih terlihat berupa bekas tanggul kuno yang membatasi lokasi situs dengan tebing Sungai Batanglalo. Berdasarkan hasil ekskavasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar pada tanggal 22–28 Juli 2005ditemukan sisa-sisa struktur bata yang diperkiraan membentuk konfigurasi bangunan bujur sangkar berukuran 9 m x 9 m. Dan ditemukan beberapa pecahan keramik China, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit sekali. Selain itu juga ditemukan batu ornamental berbentuk roda dengan gambar kuda yang dibuat dengan cara dipahat.

Ukuran (luas) Situs

Bangunan ± 9 m x 9 m

Lahan Berdasarkan temuan tanggul artifisial yang membentuk empat persegi panjang dengan ukuran ± 73 m x 27 m.4

Batas-batas

Utara Kebun karet

Selatan Kebun karet

Barat Kebun karet

Timur Kebun karet

Fungsi lama dan sekarang Lama sebagai lokasi tempat Arca amogaphasa dan Fungsi sekarang sebagai dijadikan sebagai pusat penelitian dan berada diatas lahan perkebunan karet

Pemilik Tanah situs ini merupakan tanah ulayat Datuk Intan yang pengelolaan diserahkan kepada adiknya, Harun.5

Pengelola BPCB Sumatera Barat

Foto

4Lebih lengkap lihat Drs. Budi Istiawan dan Drs. Bambang Budi Utomo. Menguak Tabir Dharmasraya.

2011. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar. Hal 23. 5Ibid. Hal 22.

12

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

13

Denah Keletakan

Tangggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

14

4. Rumah Gadang Kerajaan Siguntur

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 04/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Rumah Gadang Kerajaan Siguntur

Alamat

Jalan Jalan Kampung Siguntur

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Siguntur

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 10 km

Ibukota Prov. ± 210 km

Keletakan Geografis 119 mdpl

Aksesibilitas Situs Bangunan berada di daerah padat pemukiman dengan bentang lahan datar. Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan dua. Lokasi berada lebih kurang 4 km dari simpang Sikabau (jalan lintas).

Letak Astronomis 00°57′16.3″S 101°34′01.1″E [-0.9545278, 101.5669722]

Deskripsi Historis Nama Siguntur mulai terdengar sekitar abad ke XV, atau beberapa abad setelah Kerajaan Malayu dipindahkan dari Dharmasraya ke dataran tinggi Saruaso. Masuknya pengaruh Islam menandai dimulainya babak baru dalam kehidupan kerajaan di tepi Sungai Batanghari.6 Kerajaan Siguntur merupakan salah satu kerajaan yang berada di bawah naungan Kerajaan Pagaruyung. Pada awal berdirinya, diperkirakan kerajaan ini berdiri setelah Islam mulai berkembang di Minangkabau.7 Salah satu bukti dapat dilihat dengan berdirinya sebuah masjid tua tidak jauh dari lokasi bangunan rumah gadang Kerajaan Siguntur. Adapun raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Siguntur ini adalah: 1. Sri Maharaja Diraja Muhammad Sah Bin Sora Tuanku Bagindo

Ratu I. 2. Sri Maharaja Diraja Sutan Abdul Jalil Bin Sutan Muhammad

Sah. 3. Sri Maharaja Diraja Sutan Abdul Kadir Ibnu Sutan Abdul Jalil

Tuanku Bagindo Ratu III. 4. Sri Maharaja Diraja Sutan Abdul Mahyudin Tuanku Bagindo

Ratu IV. 5. Sri Maharaja Diraja Abu Bakar Tuanku Bagindo Ratu V. 6. Sri Maharaja Diraja Abu Kasim Tuanku Bagindo Ratu VI.

6Harian Kompas.”Siguntur Wajah Kerajaan dipinggir Sungai Batanghari”. Diakses dari www. Melayu

Online.com. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013. 7Efrianto dan Ajisman. Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya. 2011. Padang. BPNST padang

Press. Hal 61.

15

7. Sri Maharaja Diraja Ali Akbar Tuanku Bagindo Ratu VII. 8. Sri Maharaja Diraja Hendri Tuanku Bagindo Ratu VIII.8 Pada awalnya Kerajaan Siguntur meliputi wilayah ninik mamak 9 dan ninik mamak 12. Wilayah ninik mamak 9 saat ini terdiri dari Jorong Taratak, Siluluk dan Siguntur 2, sedangkan wilayah ninik mamak 12 adalah Jorong Siguntur I. Pada awal abad ke 16 Kerajaan Pagaruyung menetapkan wilayah hiliran Sungai Batanghari dengan sebutan Kerajaan “Cati nan Tigo/Rajo nan Tigo Selo Batanghari” yaitu kerajaan yang terdiri dari Rajo Alam, Rajo Adat dan Rajo Ibadat. wilayah “Cati nan Tigo” memiliki wilayah mulai dari Paru Malintang Ilie (Kabupaten Sijunjung) sampai ke Tanjung Simalidu (Provinsi Jambi), dari Durian di Takuak Rajo Batang Siek (Kabupaten Solok Selatan) sampai Sialang Balanta Basi/Pucuak Ramau (Provinsi Riau).9 Secara umum bangunan ini sudah tidak asli lagi. Bangunan asli terbakar pada tahun 1974 dan menghanguskan sebagian peninggalan kerajaan seperti naskah dll.

Deskripsi Arkeologis Bangunan Rumah Gadang Kerajaan Siguntur merupakan bangunan baru yang di buat berbentuk sama dengan bangunan lama yang terbakar pada tahun 1974. Bangunan Rumah Gadang ini beraksitektural rumah panggung dengan gonjong empat serta surambi yang berada ditengah. Berdasarkan arsitekturnya, bangunan ini menganut kelarasan Bodi Chaniago.10 Orientasi (arah hadap) bangunan adalah Selatan. Tangga atau pintu masuk ke dalam bangunan terdapat di tengah yang terbuat dari bahan kayu. Sedangkan bangunan berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 16 m x 6 m.

Ukuran (Luas) Situs Bangunan ± 16 m x 6 m

Lahan ± 50 m x 50 m

Batas-batas

Utara Kebun/Jalan Jorong Siguntur

Selatan Rumah penduduk

Barat Rumah penduduk

Timur Jalan Jorong Siguntur

Fungsi lama dan sekarang Dahulu bangunan berfungsi sebagai rumah gadang kerajaan Siguntur.Fungsi sekarang sebagai digunakan sebagai tempat melangsungkan acara-acara adat.

Pemilik Tanah Kerajaan Siguntur

Pengelola Ahli Waris

Foto

8Ibid. Hal 62. 9Ibid. Hal 62-63 10Jumlah gonjong sebanyak empat buah adalah melambangkan kejadian bumi seperti air, tanah, api

dan angin. Letak tangga dibagian pangkal menandakan pemilik rumah berasal dari kelarasan Koto Piliang. Apabila tangga terletak dibagian tenah bangunan berarti pemilik rumah berasal dari kelarasan Bodi Chaniago. Dikutip dari Ir. Hasmurdi Hasan. 2004. Ragam Rumah Adat Minangkabau, falsafah, pembangunan dan kegunaan. Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan Indonesia. Hal 23.

16

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

17

Denah Keletakan

Tangggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

18

5. Masjid Tua Siguntur

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 05/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Masjid Tua Siguntur

Alamat

Jalan Jalan Jorong Siguntur

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Siguntur

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 10 km

Ibukota Prov. ± 210 km

Keletakan Geografis 116 mdpl

Aksesibilitas Situs Akses menuju objek mudah. Bangunan berada di tepi Sungai Batanghari. Lokasi bangunan berada pada bentang lahan datar. Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan dua. Lokasi berada lebih kurang 4 km dari simpang Sikabau (jalan lintas).

Letak Astronomis 00°57′17.4″S 101°33′59.4″E [-0.9548249, 101.566498]

Deskripsi Historis Bangunan Masjid Tua Siguntur ini diperkirakan telah berumur lebih dari 100 tahun. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa kerajaan Siguntur Islam. Kerajaan Siguntur dahulu adalah sebuah kerajaan Dharmasyraya di Swarnabhumi (Sumatera) yang berkedudukan di hulu Sungai Batanghari. Sebelum masuk Islam kerajaan kecil ini pernah bernaung di bawah beberapa kerajaan, seperti: Melayu, Sriwijaya, Majapahit, dan Singasari. Raja-raja yang pernah bertahta di kerajaan Siguntur pada masa pra Islam diantaranya adalah Sri Tribuwana Mauliwarmadewa (1250-1290), Sora (Lembu Sora) (1290-1300), Pramesora (Pramesywara) (1300-1343), Adityiawarman (kanakamedinindra) (1343-1347), Adikerma (putra Paramesora) (1347-1397), Guci Rajo Angek Garang (1397-1425), dan Tiang Panjang (1425-1560). Pada waktu Islam masuk (sekitar abad 14), raja Siguntur yang waktu itu dijabat oleh Pramesora memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Muhammad Syah bin Sora Iskandarsyah. Selanjutnya kerajaan Siguntur bernaung dibawah kerajaan Alam Minangkabau. Sebagai catatan, raja-raja yang bernah berkuasa di kerajaan Siguntur pada masa Islam adalah: Abdul Jalil Sutan Syah (1575-1650), Sultan Abdul Qadir (1650-1727), Sultan Amiruddin (1727-1864), Sultan Ali Akbar (1864-1914), Sultan Abu Bakar (1914-1968), Sultan Hendri (1968-sekarang).

Deskripsi Arkeologis Bangunan berdenah bujur sangkar dengan ukuran 13,2 m x 13,2 m dan tinggi 3,12 m (dari lantai sampai loteng) dengan atap bertumpang 3 (tiga). Atap masjid berbentuk tumpang yang melambangkan Bodi Caniago. Bangunan ditopang oleh 17 buah

19

dengan satu buah tiang soko guru yang berada tepat ditengah bangunan. Tiang ini memiliki diameter 40 cm dan tinggi 7,85 m. Sedangkan tiang lainnya berbentuk segi delapan dengan diameter rata-rata 25 cm dengan tinggi 5 m. Pintu masuk kompleks masjid berada di bagian timur terbuat dari besi. Bagian depan kompleks masjid dikelilingi pagar beton, sedangkan di bagian samping dan belakang dikelilingi pagar kawat duri. Masjid Siguntur berdenah persegi panjang berdinding batu kali disemen dengan bentuk atap susun tiga terbuat dari seng. Pintu masuk masjid juga berada di sebelah timur dan hanya ada satu pintu terbuat dari kayu. Pintu tersebut berdaun dua dan berbentuk jalusi. Lantai ruang utama yang pada awalnya memiliki kolong dan terbuat dari papan sekarang telah diurug dan menjadi semen. Pada dindingnya terpasang delapan buah jendela kayu berdaun dua. Pada sisi barat, terdapat mihrab yang berukuran 2,5 m x 3 m. Bangunan ini berbentuk pintu sebanyak 2 buah yang pada bagian atasnya membentuk setengah lingkaran. Sedangkan lantai bangunan ini berbahan ubin. Secara umum komponen bangunan terdiri dari: atap dari seng, tiang berbahan kayu, dan dinding coran semen. Ketebalan dinding bangunan ini dibagi 2: (1). Pada sisi bagian atas memiliki tebal 39 cm dan bagian bawah bangunan 52,5 cm.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan ± 13,2 m x 13,2 m

Lahan ± 20,44 m x 20 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Makam Raja-Raja Siguntur

Selatan Rumah Penduduk

Barat Sungai Batanghari

Timur Jalan Jorong Siguntur

Fungsi lama dan fungsi sekarang Tempat peribadatan

Pemilik Keluarga Kerajaan Siguntur

Pengelola BPCB Sumatera Barat, Ahli Waris Kerajaan Siguntur

Foto

Foto Bangunan

20

Foto Lingkungan

21

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

22

6. Makam Raja-Raja Siguntur

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 06/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Makam Raja-raja Siguntur

Alamat

Jalan Jalan Jorong Siguntur

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Siguntur

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 10 km

Ibukota Prov. ± 210 km

Keletakan Geografis 119 mdpl

Aksesibilitas Situs Akses menuju objek mudah. Kompleks makam ini terletak dipinggir Sungai Batanghari dengan bentang lahan datar. Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan dua.Lokasi berada lebih kurang 4 km dari simpang Sikabau (jalan lintas).

Letak Astronomis 00°57′16.4″S 101°33′59.7″E[-0.9545556, 101.5665833]

Deskripsi Historis Makam Raja-raja Siguntur merupakan salah satu bukti eksistensi Kerajaan Siguntur dari masa lalu. Areal ini digunakan sebagai lokasi pemakaman bagi Raja-raja Kerajaan Siguntur serta keluarga kerajaan.

Deskripsi Arkeologis Makam Raja-raja Siguntur terletak di sisi utara Masjid Tua Siguntur dan berada di pinggir Sungai Batanghari. Kompleks makam ini berada dalam areal 40 m x 24,5 m.Secara umum makam yang diperkirakan makam lama berjumlah 12 buah. Jirat-jirat makam pada lokasi terbuat dari bata berspesi dan batu yangdirekatkan dengan semen. Sebagian besar makam di lokasi ini tidak menggunakan nisan. Adapun makam yang memiliki nisan, terbuat dan batu kali nonartifisial. Hanya enam makam yang dapat diidentifikasi: Makam Sri Maharaja Dirana Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuanku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuanku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuanku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuanku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuanku Bagindo Ratu VI.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan -

Lahan ± 40 m x 24,5 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Masjid Tua Siguntur

Selatan Perkebunan/Semak belukar

Barat Sungai Batanghari

Timur Jalan Kampung Siguntur

Fungsi lama dan fungsi sekarang Pemakaman

Pemilik Keluarga Kerajaan Siguntur

Pengelola Ahli Waris Kerajaan Siguntur dan BPCB Sumatera Barat

23

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

24

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

25

7. Candi Awang Maombiak

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 07/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Situs Candi Awang Maombiak

Alamat

Jalan Jalan Setapak

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Kampung Baru

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 8 km

Ibukota Prov. ± 208 km

Keletakan Geografis 122 mdpl

Aksesibilitas Situs Lokasi berada di atas sebuah bukit. Sekitar lokasi merupakan kebun yang ditanami karet oleh masyarakat.Untuk menuju lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan dua. Kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh ± 1,5 km.

Letak Astronomis 00°58′03.1″S 101°32′54″E [-0.9675278, 101.5483333]

Deskripsi Historis Candi peninggalan Kerajaan Malayu Dharmasraya ini berlatar Hindu/Budha. Situs Candi Awang Maombiak ini sudah pernah diteliti oleh Puslitarkenas, Balar Sumatera Utara dan BPCB Sumatera Barat. Ekskavasi yang dilakukan pada lokasi terakhir dilakukan pada tahun 2015 oleh BPCB Sumatera Barat.

Deskripsi Arkeologis Bangunan yang tersisa pada Candi Bukik Awang Maombiak tinggal terdiri dari bagian kaki candi dan pondasi candi. Kaki candi terdiri dari 2 lapis bata yang langsung bersentuhan dengan tanah, sedangkan bagian atasnya berupa lapis lis (empat persegi panjang) yang terdiri dari 8 lapis bata. Sementara temuan profil candi lainnya tidak dapat dipastikan kedudukan dan posisinya. Struktur bangunan kaki candi terdiri dari kaki utama berukuran panjang 12 m dan lebar kurang lebih 4,5 m membujur arah barat–timur di sisi Selatan. Sementara untuk bangunan pengembangannya berasal dari lapis 7 ke atas melebar ke arah utara sepanjang kurang lebih 7,5 m dan panjang 12 m. Temuan makara mengindikasikan adanya tangga masuk candi. Dari hasil perbandingan dengan candi Padang Roco dapat diasumsikan bahwa tangga masuk candi kemungkinan berada di sisi Utara menghadap arah Sungai Batanghari.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan ±224 m2

Lahan ±896 m2

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Kebun karet

Selatan Kebun karet

Barat Kebun karet

Timur Kebun karet

Fungsi lama dan fungsi sekarang Dahulu tempat peribadatan Hindu/Budha dan sekarang sebagai tempat kajian/penelitian serta pariwisata

26

Pemilik Tanah Kerajaan Siguntur

Pengelola BPCB Sumatera Barat

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

27

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

28

8. Rumah Gadang Kerajaan Pulau Punjung

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 08/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Rumah Gadang Kerajaan Pulau Punjung

Alamat

Jalan Lubuk Bulang

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Padang Duri

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Pulau Punjung

Kecamatan Pulau Punjung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 1 km

Ibukota Prov. ± 200 km

Keletakan Geografis 121 mdpl

Aksesibilitas Situs Akses menuju objek muda. Bangunan terletak pinggir jalan, di areal dengan bentang lahan datar. Pada sisi Selatan bangunan (belakang) terdapat Sungai Batanghari.Untuk menuju lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua.

Letak Astronomis 00°57′44.6″S 101°30′30.3″E [-0.9623889, 101.5084167]

Deskripsi Historis Kerajaan Pulau Punjung merupakan salah satu kerajaan yang secara hierarki berada di bawah Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini eksis mulai dari akhir abad ke 17 sampai dengan sekarang. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Pulau Punjung: 1. Sutan Kimpalan (1682-1742) 2. Sultan Ruhum Timbalan (1742-1838) 3. Tuanku Badarus (1838-1916) 4. Bagindo Begap (1916-1967) 5. Bagindo Alimuddin (1967-1996) 6. Abdul Haris (1996-sampai sekarang)11 Wilayah kekuasaan Kerajaan Pulau Punjung ini meliputi daerah 4 koto yaitu: Pulau Punjung, Sungai Dareh, Sungai Kambuik, dan daerah taklukan Kerajaan Pagaruyung yang berada di sepanjang Sungai Batanghari (Koto Minangkabau). Sistem pemerintahan Kerajaan Pulau Punjung, menganut sistem kelarasan “Koto Piliang” yang mana raja langsung bertindak sebagai pemimpin tertinggi dalam strutur adat. Dalam menjalankan roda pemerintahannya raja dibantu oleh, penghulu-penghulu yang merupakan perpanjangan raja di daerah. Rumah Gadang Kerajaan Pulau Punjung yang sekarang ini didirikan pada tahun 1838.12 Sampai sekarang Rumah Gadang Kerajaan Pulau Punjung ini masih ditempati (hunian) oleh ahli waris Kerajaan Pulau Punjung.

Deskripsi Arkeologis Rumah Gadang Kerajaan Pulau Punjung ini berupa bangunan

11

Efrianto dan Ajisman. Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya. 2011. Padang. BPSNT Padang Press. Hal. 42. Berdasarkan ranji Kerajaan Pulau Punjung di Pulau Punjung.

29

rumah Gadang Minangkabau umumnya (bergonjong dua) dan bertipe rumah panggung. Orientasi bangunan menghadap arah Utara. Secara keseluruhan, bangunan ini terbagi dalam dua ruangan, yaitu ruangan luar dan ruangan dalam. Sedangkan dinding luar bangunan utama di bagian muka terdiri dari dua bagian, yaitu bagian bawah dan atas. Bagian bawah (lantai) merupakan bangunan yang terbuat dari dinding tembok. Bagian ini merupakan bagian tambahan yang dibuat lebih kemudian yang dahulu sebenarnya tidak ada. Adapun bagian atas, yang berada di atas dinding tembok, adalah berupa dinding kayu. Bagian dinding kayu ini juga bukan merupakan bangunan asli karena bangunan asliya berupa kayu berukir sebagaimana sering terdapat di atas rangkiang. Di bagian muka bangunan utama terdapat jendela berjumlah 6 buah, dengan ukuran bervariasi. Pintu utama berada di bagian tengah bangunan yang dihubungkan oleh bangunan tangga masuk dari lepa semen berjenjang sebanyak 6 buah dengan panjang 3,40 cm dan lebar 1,85 cm. Ruang dalam terdiri dari bagian lantai, dinding dalam, kamar, jendela dan tiang penyangga. Lantai terdiri dari lima tingkatan, tinggi dari dasar tanah masing-masing 60 cm, 180 cm, 220 cm, dan 228 cm. Lantai yang terdiri dari beberapa tingkatan tersebut menurut Tuanku Sati menunjukkan bahwa rumah gadang tersebut disesuaikan dengan keselarasan dari suku Koto Piliang. Pada lantai yang terendah setelah pintu masuk digunakan sebagai tempat duduk masyarakat biasa. Di lantai tengah di dekat bilik, digunakan sebagai tempat duduk pemuka masyarakat dan sanak famili, sedangkan di lantai teratas digunakan sebagai tempat duduk Tuanku Sati, para pembesar kerajaan, dan ninik-mamak pemangku adat. Denah bangunan utamanya berbentuk empat persegi panjang. Dinding bagian dalam seluruhnya terbuat dari kayu yang sebagian sudah diganti dengan yang baru. Kamar-kamar yang semula berjumlah 7 buah sekarang tinggal 5 buah. Seluruh jendelanya berjumlah 6 buah masing-masing 3 buah ada di tengah, 2 buah di sebelah kanan, dan 1 buah ada di sebelah kiri. Seluruh tiang berjumlah 30 buah yang terdiri dari tiang utama 12 buah berada di tengah-tengah bangunan, 6 buah tiang penyangga berada di bagian muka, dan 12 buah tiang penyangga bagian belakang bangunan. Sebagai tambahan pada sisi barat, terdapat subuah bangunan yang berfungsi sebagai rumah beduk (tabuah).

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan ± 17,3 m x 15,1 m

Lahan ± 80 m x 38 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Jalan Lubuk Bulang

Selatan Sungai Dareh

Barat Mushalla Baitul Makmur

Timur Perkebunan

Fungsi lama dan fungsi sekarang Dulu sebagai rumah gadang kerajaan pulau Punjung dan sekarang sebagai hunian/tempat tinggal oleh ahli waris

Pemilik Kerajaan Pulau punjung

Pengelola Ahli waris

30

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

31

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

32

9. Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambut

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 09/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambuik

Alamat

Jalan Sungai Kambut

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Koto Lamo, Sungai Kambut

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Sungai Kambut

Kecamatan Pulau Punjung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 1 km

Ibukota Prov. ± 200 km

Keletakan Geografis 131 mdpl

Aksesibilitas Situs Bangunan berada di areal perkampungan penduduk dengan bentang lahan datar. Untuk menuju lokasi dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat.

Letak Astronomis 00°57′36.2″S 101°29′36.1″E[-0.9600556, 101.4933611]

Deskripsi Historis Kerajaan Sungai Kambut merupakan salah satu kerajaan yang berada di bawah Kerajaan Pagaruyung. Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambut merupakan istana bagi Kerajaan Sungai Kambut. Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambut bertipe Kelarasan Koto Piliang karena pada bagian selatan terdapat “anjuang”.13 Pemugaran pada bangunan dilakukan oleh SPSP Sumbar Riau pada tahun 2009, dengan pekerjaan perbaikan/penggantian kasau, atap, jenjang (diganti dengan bahan kayu, sebelumnya tembok). Selain itu pada dinding depan bangunan ditambahkan ukiran. Sekarang rumah ini difungsikan pada saat-saat tertentu guna kepentingan acara-acara adat.

Deskripsi Arkeologis Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambut merupakan bangunan yang bertipe rumah panggung dengan bahan kayu dan atap seng. Tonggak atau tiang bangunan berjumlah 21 buah. bangunan berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 18,4 m x 5,83 m dengan orientasi arah utara. Pintu masuk dan jenjang terdapat pada barat rumah dengan bahan kayu. Pada halaman di sebelahbarat bangunan istana terdapat bangunan rangkiang yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil panen berupa padi. Rangkiang tersebut beratap gonjong dari seng dan ditopang dengan empat buah tiang penyangga. Pada bagian atas rangkiang terdapat komponen bangunan yang masih asli dengan hiasan ukiran motif suluran. Denah rangkiang berukuran 2 x 2 m. Jendela pada bangunan secara keseluruhan berjumlah 5 buah. Dua jendela di sisi kanan letaknya lebih tinggi 50 cm daripada 3 buah jendela yang ada di sebelah kiri bangunan. Pada awalnya Istana Sei Kambut mempunyai 6 buah kamar tetapi

13Anjuang adalah sebuah bangunanyang ditinggikan dari lantai utama bangunan dengan fungsi

sebagai singgasana raja. Bangunan ini biasanya diletakan pada bagian samping kiri-kanan bangunan.

33

sekarang kamar-kamar tersebut sudah tidak ada, hanya tinggal beberapa dinding penyekat dari triplek. Sebuah papan kayu yang masih asli terdapat pada lis plang bekas dinding penyekat kamar dengan hiasan ukiran suluran bercat kuning, hitam, dan hijau. Lantai terdiri dari 3 buah tingkatan, mengikuti keselarasan dari suku Koto Piliang. Lantai terdepan merupakan lantai terendah yang difungsikan sebagai tempat duduk masyarakat biasa. Lantai kedua tingginya 20 cm dari lantai pertama dan difungsikan sebagai tempat duduk sanak keluarga, yaitu 50 cm dari lantai kedua, berfungsi sebagai tempat duduk Puti Bulian dan para penghulu adat.Selain itu pada sisi timur bangunan, tepatnya di bawah “Anjuang” terdapat sebuah tabuh.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan ± 18,4 m x 5,83 m

Lahan ± 50 m x 23 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Jalan Sungai Kambut

Selatan Kebun Penduduk

Barat Rumah Penduduk a.n. Nursiah

Timur Rumah Penduduk a.n. Yasmiati

Fungsi lama dan fungsi sekarang Dulu sebagai rumah gadang kerajaan Sei.Kambut dan sekarang sudah tidak ditempati sebagai hunian hanya sewaktu-waktu dipakai untuk acara-acara adat

Pemilik Yeti Eflida Puti Bulian/Suku Melayu

Pengelola Ahli waris Kerajaan Sungai Kambut

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

34

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

35

10. Situs (Featur) Candi Padang Laweh

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 10/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Situs Candi Padang Laweh

Alamat

Jalan Jalan Desa Padang Laweh

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Padang Laweh

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Padang Laweh

Kecamatan Padang Laweh

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 40 km

Ibukota Prov. ± 240 km

Keletakan Geografis 104 mdpl

Aksesibilitas Situs Akses menuju lokasi mudah. Situs berada di bentang lahan datar. Situs berada dipinggir Sungai Batang Hari. Sekitar areal situs terdapat rumah hunian masyarakat. Untuk menuju lokasi dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat.

Letak Astronomis 01°00′28.8″S 101°43′18.3″E[-1.008, 101.72175]

Deskripsi Historis Belum diketahui secara pasti tentang latar belakang keberadaan Situs Candi Padang Laweh serta konteksnya dengan Kerajaan Padang Laweh. Masih perlu penelitian lebih lanjut terhadap situs tersebut. Namun berdasarkan hasil ekskavasi,pada area situs, yang juga diperkuat oleh informasi masyarakat dahulunya, ditemukan struktur bata yang diperkirakan sebagai candi. Diperkirakan situs ini merupakan tinggalan masa Hindu/Budha. Sekarang pada areal sekitar lokasi banyak ditemukan serakan bata candi pada permukaan tanah.

Deskripsi Arkeologis Situs (Featur) Candi Padang Laweh letaknya kurang lebih 100 m sisi Barat dari bangunan Rumah Gadang Kerajaan Padang Laweh. Situs berada di areal perkebunan penduduk yang ditanami pohon kelapa serta ditumbuhi semak belukar. Pada areal tersebut banyak ditemukan pecahan bata candi yang berserakan di antara semak-semak dan ilalang serta akar pohon di atas permukaan tanah. Lokasi ini mempunyai permukaan yang relatif tinggi dari permukaan tanah. Menurut penduduk setempat, dulunya pernah ditemukan struktur/susunan bata candi yang tampak di permukaan kurang lebih 30 cm terdiri dari beberapa lapis. Disebutkan juga bata candi tersebut mempunyai ukuran jauh lebih besar dari bata yang sekarang dengan ketebalan mencapai 8 cm, dengan perkiraan lebar panjang ± 20 x 26 cm.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan -

Lahan ± 50 m x 100 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Kebun penduduk/Jalan desa Padang Laweh

Selatan Kebun penduduk

Barat Rumah Penduduk/Jalan desa Padang Laweh

36

Timur Kebun penduduk

Fungsi lama dan fungsi sekarang Dahulu diduga sebagai tempat pemujaan dan sekarang dimanfaatkan sebagai tempat penelitian

Pemilik Tanah Kerajaan Padang Laweh

Pengelola BPCB Sumbar, Puslitarkenas, dan Balar medan

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

37

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

38

11. Rumah Gadang Kerajaan Padang Laweh

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 11/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Rumah Gadang Kerajaan Padang Laweh

Alamat

Jalan Jalan Kampung Padang Laweh

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Padang Laweh

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Padang Laweh

Kecamatan Padang Laweh

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 30 km

Ibukota Prov. ± 230 km

Keletakan Geografis 104 mdpl

Aksesibilitas Situs Akses menuju lokasi mudah. Bangunan berada di antara bangunan baru milik ahli waris kerajaan dengan bentang lahan datar. Pada sisi Barat terdapat Sungai Batanghari. Untuk menuju lokasi dapat dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat.

Letak Astronomis 01°00′27″S 101°43′18″E [-1.0075, 101.7216667]

Deskripsi Historis Kerajaan Padang Laweh merupakan salah satu kerajaan bawahan dari Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan Padang Laweh ini terletak di tepi Sungai Batanghari. Raja-raja yang memerintah di Padang Laweh merupakan keturunan langsung dari rombangan yang datang dari Pagaruyung. Adapun nama-nama raja yang memerintah di Kerajaan Padang Laweh dari awal sampai sekarang adalah: 1. Sutan Tuangku Alid Tuangku Bagindo Sutan Muhammad. 2. Sutan Abdul Kadir Bagindo Sutan Muhammad. 3. Sutan Muhammad Rasyid Bagindo Sutan Muhammad. 4. Sutan Aminullah Bagindo Sutan Muhammad. 5. Sutan Dahlan Ali Bagindo Sutan Muhammad. 6. Sutan Abdul Tholib Bagindo Sutan Muhammad. 7. Sutan Ashar Ali Bagindo Sutan Muhammad. 8. Sutan Tarmizi Bagindo Sutan Muhammad. 9. Sutan Ahmad Bagindo Sutan Muhammad. 10. Sutan Abdurrahman Bagindo Sutan Muhammad. 11. Sutan Ramli Bagindo Sutan Muhammad. 12. Sutan Alif Bagindo Sutan Muhammad.14 Kerajaan Padang Laweh memiliki wilayah yang cukup luas mulai dari daerah sekitar aliran Batanghari yaitu Padang laweh dan daerah Batu Rijal yang dikenal sebagai daerah induk/inti Padang Laweh. Mereka juga memiliki 4 lareh yaitu: 1. Lareh Batanghari 2. Lareh Piruko 3. Lareh Siat

14Efrianto dan Ajisman. 2011. Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya. Padang. BPSNT Padang Press. Hal 82-83.

39

4. Daerah Rantau. Tinggalan-tinggalan sebagai eksistensi Kerajaan ini pada masa lampau, sampai sekarang masih dapat ditemukan. Tinggalan-tinggalan tersebut berupa: 1. Perlengkapan rumah tangga, seperti: periuk, piring, tempayan

dan guci. 2. Perlengkapan adat dan musik, seperti: carano, gong dan

talempong. 3. Berbagai jenis persenjataan, seperti: pedang, tombak, keris

dan teropong. 4. Atribut raja, seperti: baju kebesaran dan saluak. 5. Manuskrip dan naskah kuno.15

Deskripsi Arkeologis Rumah Gadang Kerajaan Padang Laweh terbuat dari bahan kayu dengan atap seng berbentuk gonjong dua buah ditambah gonjong pada bangunan samping. Bangunan ini merupakan bangunan kecil yang telah menempel pada bangunan induk, bentuk bangunan dengan gonjongnya membujur arah depan belakang, sedangkan bangunan induknya melintang atau menyamping. Bangunan induknya berukuran panjang 9,25 m dan lebar 4,75 m. Adapun bangunan bilik samping berukuran 6,5 m x 1,8 m, dengan ketinggian panggung 50 cm, serta tiang penyangga 20 buah berbentuk persegi. Rumah Gadang peninggalan Kerajaan Padang Laweh ini bukan di lokasi yang sebenarnya.Tetapi karena sesuatu hal akhirnya dipindahkan ke lokasi yang sekarang ini. Demikian juga bahan dan bentuk rumah gadang yang sekarang tidak lagi sesuai aslinya. Penambahan lain pada bangunan adalah ukiran-ukiran dengan motif flora pada bagian depan bangunan. Kondisi sekarang bangunan berada di antara bangunan perumahan masyarakat pada sisi kiri dan kanan.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan ± 9,25 m x 4,75 m

Lahan ± 45 m x 60 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Rumah Penduduk

Selatan Bangunan/rumah milik ahli waris Kerajaan Padanglaweh

Barat Jalan Jorong Padang Laweh

Timur Kebun Sawit

Fungsi lama dan fungsi sekarang Dari awal berdirinya sampai dengan sekarang bangunan ini difungsikan sebagai rumah atau istana raja. Sekarang di dalambangunan tersimpan berbagai macam koleksi tinggalan Kerajaan Padang Laweh.

Pemilik Kerajaan Padang Laweh

Pengelola Ahli waris kerajaan Padang Laweh

Foto

15Lebih lengkap lihat Zulfian A, SE, dkk. 2009. Laporan Inventaris Tinggalan Kerajaan Padang Laweh.

Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar.

40

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

41

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

42

12. Makam Kuna Kerajaan Padang Laweh

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 12/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Makam Kuno Padang Laweh

Alamat

Jalan Jalan Desa Padang Laweh

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Padang Laweh

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Padang Laweh

Kecamatan Padang Laweh

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 50 km

Ibukota Prov. ± 250 km

Keletakan Geografis 104 mdpl

Aksesibilitas Situs Akses menuju lokasi mudah. Lokasi makam persis di pinggir jalan. Makam terletak dalam areal perkebunan sawit dengan bentang lahan datar.Untuk menuju lokasi dapat menggunakan kendaraan roda empat dan dua.

Letak Astronomis 01°00′15″S 101°43′15″E [-1.0041667, 101.7208333]

Deskripsi Historis Menurut informasi Sultan Alif, kedua tokoh yang dimakamkan tersebut merupakan raja yang pernah memerintah di Kerajaan Padang Lawas.Dua makam tersebut adalah Makam Tuanku Basusu Ampat dan Makam Tuanku Babulu Lidah.

Deskripsi Arkeologis Makam terletak di jalan kampung Padang Lawas yang areal sekitarnya merupakan perkebunan sawit. Pada lokasi ini terdapat dua buah makam dengan orientasi arah Utara-Selatan. Makam pada sisi Timur merupakan makam Tuanku Basusu Ampat, sedangkan makam Tuanku Babulu Lidah terdapat di sisi Barat. Jarak antar makam ini ±1,5 m. Makam pada sisi Timur memiliki jirat yang terbuat dari coran semen (baru) berukuran 1,2 m x 2,93 m, dengan nisan yang terbuat dari batu. Nisan ini berbentuk gada yang pada bagian atasnya memiliki ukiran bermotif flora (bunga taratai) dengan ukuran masing: nisan sisi Utara: tinggi 51 cm, diameter 62 cm dan nisan sisi Selatan: tinggi 30 cm, diameter 61 cm. Sedangkan makam pada sisi Barat memiliki jirat dari coran semen dengan ukuran 0,8 m x 2,90 m. Nisan terbuat dari batu alam nonartifisial dengan ukuran masing-masing, sisi Utara: tinggi 17 cm, diameter 65 cm dan sisi Selatan: tinggi 32 cm, diameter 64 cm. Tinggi jirat kedua makam tersebut dari permukaan tanah adalah 20 cm.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya

Bangunan 1. Makam sisi Timur: 1,2 m x 2,93 m 2. Makam sisi Barat: 0,8 m x 2,90 m

Lahan ± 5 m x 5 m

Batas-batas Cagar Budaya Utara Kebun sawit

Selatan Kebun sawit

43

Barat Kebun sawit/jalan kampung Padang Laweh

Timur Kebun sawit

Fungsi lama dan gungsi sekarang Pemakaman

Pemilik Kerajaan Padang Lawas

Pengelola Keturunan Kerajaan Padang Lawas

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

44

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

45

13. Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 13/BCB-TB/A/18/2007

Nama Objek Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar

Alamat

Jalan Jalan Desa Koto Besar

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Koto Besar

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Koto Besar

Kecamatan Koto Besar

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 230 km

Ibukota Prov. ± 30 km

Keletakan Geografis Situs berada di dekat pemukiman penduduk dengan bentangan lahan datar

Aksesibilitas Situs Untuk menuju lokasi dapat dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat.

Letak Astronomis S 01° 00’27,5’’ dan E 101° 43’18,0’’ dengan ketinggian 104 mdpl.

Deskripsi Historis Nama Koto Besar berasal dari ejaaan 'kuto besa', yang berarti kusta besar, merujuk penyakit yang diderita oleh Puti Reno Langguak.Berdirinya kerajaan Koto Besar didahului peristiwa sumpah terlarang. Ketika adik dari Raja Pagaruyung kala itu, Sutan Sari Alam Yang Dipertuan Jati, Puti Reno Langguak, mengalami penyakit kusta. Tak ingin menular ke anggota kerajaan lain, maka Puti Reno Langguak diasingkan ke tepian sungai Lubuak Tajunjuang, tak jauh dari istana Kerajaan Pagaruyung. Awal pengasingan, katanya, dia diperhatikan pihak kerajaan dengan membesuk setiap saat. Namun, lambat laun, intensitas kunjungan semakin menurun.Lama kelamaan, Puti semakin merasakan kurangnya simpati dari anggota keluarga. Pada akhirnya, Merasa tersisih Puti Reno Langguak meninggalkan tempat pengasingan dan berjalan kaki menelusuri nagari-nagari, dengan tujuan yang belum jelas.Kepergian Puti Reno Langguak didampingi langsung oleh empat penghulu internal Kerajaan Pagaruyung, yakni Datuak Rajo Lelo, Datuak Rajo Sailan, Datuak Sampono, dan Datuak Rajo Mangkuto Alam. Dalam perjalanannya, Puti banyak singgah di nagari-nagari yang dilewati. Setiap persinggahan, dia selalu ditanya dari mana asalnya oleh penduduk setempat.Puti mengatakan ia berasal dari keluarga Kerajaan Pagaruyung. Mendengar hal itu, banyak yang berempati, lalu mengikuti dia ke mana pun melangkah, Setelah cukup banyak pengikut, akhirnya rombongan Puti berhenti di sekitar Nagari Koto Besar sekarang. Di sana mereka manaruko (membuka kampung) untuk menjadikan permukiman tetap. Lambat laun mereka berkembang biak, dan seiring itu pula penyakit kusta Puti berangsur pulih. Lalu didirikanlah kerajaan di

46

Koto Besar. Setelah mendirikan kerajaan, Puti pun langsung memegang takhta. Tak hanya itu, kerajaan tersebut mendapat pengakuan dari kerajaan-kerajaan sekitar. Keberadaan kerajaan initercium bagi Pagaruyung. Mengetahui Puti telah sehat dan juga sudah mendirikan kerajaan mendatangi Koto Besar untuk mengajak Puti untuk pulang ke Pagaruyung.Namun Puti tidak mau pulang. Meski terus dibujuk, Puti tetap tak mau pulang. Lantaran habis kesabaran, tukas Dalpewan, Tuanku Sari Alam mengeluarkan sumpah, jika pihak Puti hingga keturunannya yang perempuan mengunjungi Pagaruyung, maka akan mengalami sakit perut yang berujung kematian. Mendapat sumpah itu, sambung Dalpewan, Puti membalas dengan isi sumpah yang nyaris sama. Dia membaca panji sumpah, kalau pihak Raja hingga keturunannya yang laki-laki mengunjungi Koto Besar juga akan mati dengan diawali sakit perut. Sumpah itu disaksikan oleh 4 datuak.Persumpahan tersebut, diaksikan urang tuo datuak 16 dari Kerajaan Koto Besar, nyata terbukti berlakunya

Deskripsi Arkeologis Rumah Tuo Koto Besar, yang juga disebut sebagai rumah gadang Koto Besar merupakan rumah adat Minangkabau dengan ciri khasnya berupa atap gonjong dan juga berpanggung. Atap rumah ini terbuat dari bahan seng bergonjong 4 (empat) dan bangunan rumahnya sendiri dari bahan kayu, dengan panggung berukuran tinggi kurang lebih 1,35 m dengan tiang berjumlah 15 buah berbentuk segi delapan. Bangunan rumah berbentuk empat persegi panjang dengan sebuah pintu dan empat buah jendela di bagian depan. Adapun sisi–sisi yang lain merupakan dinding tertutup. Pada bagian dalam ruangan merupakan ruangan yang terbuka tanpa ada penyekat dinding atau bilik. Dari segi sejarah disebutkan bahwa daerah ini pada masa-masa Kerajaan Pagaruyung awal masih merupakan hutan belantara dan belum ada manusia yang tinggal di situ. Kemudian salah seorang tokoh kerajaan Pagaruyung karena sesuatu hal meninggalkan kerajaan dan berkelana sampai ke daerah Koto Besar ini. Tokoh tersebut bernama Puti Langguk dan di daerah yang semula hutan itu didirikanlah sebuah rumah, dan Puti Langguklah yang pertama kali menempati rumah tersebut. Setelah itu lama kelamaan penduduk daerah ini semakin banyak dan pada akhirnya berdirilah Kerajaan Koto Besar. Rumah Tuo Koto Besar, di samping sebagai tempat tinggal juga digunakan sebagai tempat pertemuan dan musyawarah para ninik mamak dan para keturunan raja Koto Besar.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan 8 m x 12 m

Lahan 25 m x 30 m

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Rumah Penduduk

Selatan Rumah Penduduk

Barat Kebun/ladang penduduk

Timur Jalan Desa Koto Besar

Fungsi lama dan fungsi sekarang Dari awal berdirinya bangunan, tempat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan mufakat. Tradisi ini masih

47

dipertahankan sampai dengan sekarang

Pemilik Suku Caniago

Pengelola Kerajaan Koto Besar, BPCB Sumbar, dan Pemkab, Dharmasraya

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra

48

14. Kompleks Candi Pulau Sawah II

KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris 14/BCB-TB/A/18/2017

Nama Objek Kompleks Candi Pulau Sawah II

Alamat

Jalan Jalan setapak

Dusun/Kampung/Jorong Jorong Siguntur

Desa/Kelurahan/Nagari Nagari Siguntur

Kecamatan Sitiung

Kabupaten/Kota Dharmasraya

Provinsi Sumatera Barat

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab. ± 10 km

Ibukota Prov. ± 210 km

Keletakan Geografis 118 mdpl (Candi Pulau Sawah II)

Aksesibilitas Situs Secara umum Cagar Budaya berada di bentang lahan datar dan berada di pinggir Sungai Batanghari. Sekitar areal situs ditanami pohon karet.Untuk mencapai lokasi terlebih dahulu harus menyeberangi Sungai Batanghari dengan menggunakan sampan. Selanjutnya dilanjutkan dengan berjalan kaki ± 400 m.

Letak Astronomis Candi Pulau Sawah II: 00°57′09.6″S 101°33′35.6″E[-0.9526667, 101.5598889 ]

Deskripsi Historis Candi-candi yang berlatar belakang Hindu/Budha di kawasan Candi Pulau Sawah ini merupakan bukti eksistensi Kerajaan Malayu Dharmasraya. Mengingat banyaknya temuan dan tinggalan pada kawasan ini, diasumsikan lokasi ini merupakan salah satu pusat Kerajaan Malayu Dharmasraya selain di Padang Roco. Pada kawasan ini ditemukan berbagai macam temuan baik berupa candi, arca, keramik maupun artefak lainnya. Pemugaran pada Candi Pulau Sawah I dan II dilakukan secara bersamaan pada tahun 2003 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Sumbar Riau.

Deskripsi Arkeologis Pada kawasan ini terdapat 9 buah gundukan (munggu) yang diperkirakan mengandung struktur bata.16 Pada Candi Pulau Sawah II diperkirakan ada dua struktur bangunan yang ditunjukkan pada temuan beberapa struktur sudut bangunan. Sudut bagunan pertama yaitu berada pada sisi timurlaut dan sudut baratdaya. Dua sudut bangunan ini merupakan satu kesatuan dari bangunan pertama, sedangkan bangunan II berada di sebelah timurlaut bangunan I.

Ukuran (Luas) Cagar Budaya Bangunan 38,31 m x 38,31 m (Candi Pulau Sawah II)

Lahan 60 m x 55 m (Candi Pulau Sawah II)

Batas-batas Cagar Budaya

Utara Kebun karet

Selatan Kebun karet

Barat Kebun karet

16 Sebagai catatan baru 2 munggu yang sudah dipugar (Candi Pulau Sawah I dan II) dan 1 buah candi

yang diekskavasi (Candi Pulau Sawah III).

49

Timur Kebun karet

Fungsi awal dan fungsi sekarang Fungsi lama adalah tempat ibadah bagi umat Hindu/Budha. Sekarang dimanfaatkan guna kepentingan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan penelitian.

Pemilik Tanah Kerajaan Siguntur/ BPCB Sumatera Barat

Pengelola BPCB Sumatera Barat

Foto

Foto Bangunan

Foto Lingkungan

50

Denah Keletakan

Tanggal 28 Juli – 6 Agustus 2017

Pengentri Data Marjohan Syarif dan Dafriansyah Putra