22
Berikut ini penulis akan menampilkan kalkulasi sederhana koefisien drag pada bluff body sederhana yang dikenakan aliran udara pada suhu 298 K. Beberapa kajian mendetail mengenai koefisien drag dapat dibaca pada referensi [1] dan tidak akan dijelaskan di sini demi singkatnya penulisan.Secara umum, koefisien drag dapat dihitung berdasarkan persamaan seperti di bawah ini. persamaan 1 dengan kondisi aliran secara umum (merujuk terhadap simulasi yang akan dilakukan) seperti pada gambar 1, maka gaya drag perlu dihitung terlebih dahulu dengan mengintegrasikan nilai tekanan berdasarkan luasan tertentu di sebelah kiri dan kanan bluff body, berikut kiranya integrasi yang perlu dilakukan dengan dA adalah luas infinitesimal yang bergantung terhadap diskritisasi volume pada simulasi, dimana karena simulasi yang dilakukan adalah dua dimensi (sesuai dengan kriteria simulasi 2d pada program CFDSOF yang akan digunakan), maka

desain tdma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perkiraan

Citation preview

Berikut ini penulis akan menampilkan kalkulasi sederhana koefisien drag pada bluff body sederhana yang dikenakan

aliran udara pada suhu 298 K. Beberapa kajian mendetail mengenai koefisien drag dapat dibaca pada referensi [1]

dan tidak akan dijelaskan di sini demi singkatnya penulisan.Secara umum, koefisien drag dapat dihitung berdasarkan

persamaan seperti di bawah ini.

persamaan 1

dengan kondisi aliran secara umum (merujuk terhadap simulasi yang akan dilakukan) seperti pada gambar 1, maka

gaya drag perlu dihitung terlebih dahulu dengan mengintegrasikan nilai tekanan berdasarkan luasan tertentu di

sebelah kiri dan kanan bluff body, berikut kiranya integrasi yang perlu dilakukan

dengan dA adalah luas infinitesimal yang bergantung terhadap diskritisasi volume pada simulasi, dimana

karena simulasi yang dilakukan adalah dua dimensi (sesuai dengan kriteria simulasi

2d pada program CFDSOF yang akan digunakan), maka

Gambar 1. Kondisi aliran pada simulasi

Pada persamaan dA di atas, dy bergantung terhadap diskritisasi volume yang dilakukan pada simulasi. Berikut

contoh diskritisasi volume pada domain yang disiapkan untuk simulasi koefisien drag pada rasio bluff body sama

dengan 1.

Gambar 2. diskritisasi volume pada rasio bluff body sama dengan 1

Pertama – tama perlu dijelaskan sedikit mengenai definisi rasio bluff body yang akan digunakan pada tulisan ini

seperti yang dapat dijelaskan dari gambar berikut, adalah a/b.

Gambar 3. Definisi rasio bluff body pada tulisan ini

Pada simulasi yang akan dilakukan, digunakan diskritisasi volume dengan ukuran dx dan dy sebesar 0.01 m. Oleh

karena itu, persamaan integrasi dapat dibentuk seperti di bawah ini dengan dy sebesar 0.01 m, dengan juga

mengingat bahwa dz adalah sebesar 1 m.

Jadi, gaya drag dapat dihitung dengan terlebih dahulu mensimulasikan aliran pada CFDSOF. Setelah itu, nilai – nilai

tekanan pada sebelah kiri (region 1) dan kanan (region 2) bluff body diintegrasikan, seperti yang dapat diperhatikan

pada gambar 4.

Gambar 4. Region Bluff Body

Setelah memperoleh data – data tekanan dalam setiap arah y infinitesimal (dy), integrasi dilakukan secara numerik.

Dalam integrasi numerik, terdapat dua metode yang dapat digunakan yaitu metode trapezoidal dan Simpson.

Pembahasan mendetail mengenai metode ini dapat dilihat pada referensi [2]. Berikut persamaan berdasarkan

metode – metode numerik tersebut.

Gambar 5. Integrasi Trapezoidal

Gambar 6. Integrasi Simpson

Dalam tulisan ini, akan digunakan kombinasi kedua persamaan integrasi di atas, dengan penggunaan metode

trapezoidal pada dua data pertama dan Simpson pada data – data selanjutnya jika banyaknya data yang ingin

diintegrasikan berjumlah genap. Hal ini dikarenakan metode simpson memerlukan jumlah data yang ganjil. Tidak

digunakannya metode trapezoidal saja, karena menurut [2] metode Simpson memiliki keakuratan yang lebih tinggi

dikarenakan metode integrasinya yang diturunkan dari aproksimasi fungsi kuadrat pada setiap tiga data dari

sejumlah data yang ingin diintegrasikan.

Berikut domain – domain pada simulasi dengan rasio bluf body 1, 0.625, dan 1.6.

Gambar 7. Domain

pada rasio bluff body sebesar 1

 Gambar 8. Domain

pada rasio bluff body sebesar 0.625

Gambar 9. Domain pada rasio bluff body sebesar 1.6

Berdasarkan gambar 7 sampai gambar 9, aliran pada bluff body terdapat di antara dua plat yang berjarak 50 cm.

Jadi, dengan penetapan fluida udara yang mempunyai kerapatan sebesar 1.184 kg/m^3, viskositas dinamik sebesar

1.8 Ns/m^2, serta alokasi kecepatan sebesar 10 m/s dari inlet sebelah kiri (warna biru pada gambar 7 sampai

gambar 9), maka bilangan Reynold pada aliran yang disimulasikan sebesar 320000. Berdasarkan nilai bilangan

reynold, maka dapat diasumsikan, pada simulasi, aliran yang terjadi adalah aliran turbulen. Dengan demikian,

dimodelkan aliran turbulen k epsilon pada simulasi.

Berikut data tekanan dari hasil simulasi pada setiap rasio bluff body beserta nilai koefisien dragnya berdasarkan

kalkulasi dari persamaan 1, dimana integrasi tekanan pada region 1 dan 2 dilakukan dengan metode numerik seperti

yang telah dijelaskan. Setelah integrasi tekanan pada setiap region diperoleh, integrasi tekanan pada region 1 (gaya

drag pada region 1) dikurangi dengan integrasi tekanan pada region 2 (gaya drag pada reregion 2) sebelum

disubtitusi ke persamaan 1 untuk menghitung koefisien drag,

Tabel 1. Drag koefisien pada rasio bluff body sebesar 1

Tabel 2. Drag Coefficient pada rasio bluff body sebesar0.625

Tabel 3. Drag coefficient pada rasio bluff body sebesar 1.6

Dari hasil simulasi pada software CFDSOF dan kalkulasi yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sementara

(berdasarkan tabel 1 sampai tabel 3), bahwa semakin besar rasio bluff body, berdasarkan gambar 3, maka akan

semakin kecil pula koefisien dragnya.

[1] Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. Fluid Mechanics 4th Edition . John Wiley & Sons, Inc.

2002.

[2] V. Rajaraman. Computer Oriented Numerical Methods 3th Edition. Prentice – Hall of Indoa. 1996

2012

05/22CATEGORY

Computational Fluid Dynamic

Komputasi Teknik

TAGS

CFDSOF

Computational Fluid Dynamic

Integrasi Numerik

Koefisien Drag

Komputasi Teknik

Tinggalkan komentar

Solusi transien terhadap distribusi temperatur pada hukum fourier 1   dimensi

Berikut permasalahan yang trdapat pada referensi [1]. Pada tulisan kali ini, penulis ingin mencoba menyelesaikan

permasalahan ini dengan menggunakan software CFDSOF. Sepertiyang tertulis pada soal, penyelesaian yang

diinginkan adalah distribusi temperatur transien yang terdapat pada batang pada waktu 40 etik, 80 detik, dan 120

detik. Sedangkan kalkulasi ulang pada waktu 40 detik dengan menggunakan interval waktu yang seperti terdapat

pada gambar 2 serta perbandingannya dengan hasil analitis dari Ozisik (1985) seperti yang terdapat pada gambar 3,

akan ditulis pada kesempatan selanjutnya.

Gambar 1. Permasalahan seperti yang terdapat pada referensi [1]

Gambar 2. Interval waktu pada referensi [1]

Gambar 3. Solusi analitis oleh Ozisik (1985)

Seperti yang tertulis pada gambar 1, bahwa permasalahan dapat diselesaikan dengan pendekatan satu dimensi

pada persamaan konduksi panas (hukum fourier) seperti di bawah ini,

Maka untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan menggunakan software CFDSOF, cukup dengan mengatur

atau menetapkan domain perhitungan satu dimensi. Dapat diperhatikan pada gambar 1, bahwa distribusi temperatur

ingin diselesaikan pada geometri dengan panjang L = 2 cm. Pada penyelesaian dengan menggunakan software

CFDSOF ini, geometri yang ditetapkan agak berbeda, yaitu dengan panjang sebesar 50 cm dan tinggi sebesar 2 cm.

Diskritisasi volume (pembagian grid) yang dilakukan pada software dapaet diperhatikan pada gambar 4, dengan

pada arah x (panjang) terdapat 10 volume diskrit dan 3 volume diskrit pada arah y (tinggi). Dapat pula diperhatikan

pada gambar 5 pengaturan peran cell pada setiap diskritisasi volume yang sudah dilakukan, yaitu dengan warna

hijau yang berfungsi sebagai dinding (sel yang merepresentasikan volume yang di dalamnya terdapat aliran termal

dimana variabel temperatur menjadi solusi yang diinginkan) dan warna kuning yang merepresentasikan sel simetri

(lingkungan ambien).

Gambar 4. set – up geometri dan diskritisasi volume pada software CFDSOF

Gambar 5. Pengaturan diskrit volume

pada software CFDSOF

Seperti pada permasalahan utama (gambar 1) bahwa ujung barat dari geometri padat diinsulasi dengan temperatur

sebesar 473 K.  Kemudian secara tiba – tiba, ujung timur dari geometri diturunkan temperaturnya menjadi 273 K.

Dengan demikian, ditetapkan tiga geometri padat yang berberda pada set – up simulasi yaitu W1, W2, dan W3.

Dimana W1 adalah geometri padat yang merepresentasikan ujun barat geometri padat yang diinsulasi, W2 yang

merupakan geometri padat yang menjadi medium perpindahan panas antara ujung barat dan ujung timur geometri

padat, dan W3 yang adalah ujung timur dari geometri padat itu sendiri dengan.

Jadi, untuk set – up simulasi, W1 yang merupakan ujung barat geometri yang diinsulasi diberikan fluks panas

sebesar 0 kW/m^2, serta penetapan temperatur awal sebesar 473 K pada W2 dimana konduktivitas termalnya

sebesar 10 W/mK. Penetapan fluks panas pada W1, Temperatur awal W2, konduktivitas termal W2 dapat

diperhatikan pada gambar 6 – gambar 8.

Gambar 6. Penetapan fluks panas pada W1

Gambar 7. Penetapan temperatur awal sebesar 473 K pada W2

Gambar 8. Penetapan konduktivitas thermal pada W2

Setelah semua penetapan kondisi awal simulasi dilakukan dengan interval waktu sebesar 1 detik, iterasi dilakukan

untuk mengetahui distribusi temperatur pada detik ke 40, 80, dan 120. Berikut hasil iterasi yang menunjukkan

distribusi temperatur pada detik ke 40, 80, dan 120.

Gambar 9. Distribusi temperatur pada detik ke 40

Gambar 10. Distribusi temperatur pada detik ke 80

Gambar 11.

Distribusi temperatur pada detik ke 120

Dapat diperhatikan dari gambar 9 sampai gambar 11 bahwa akibat dari adanya punurunan temperatur secara

mendadak, temperatur W2 yang berada didekat ujung timur geometri padat menjadi menurun dikarenakan adanya

aliran termal yang menuju ujung timur dari geometri padat. Aliran ini terjadi berdasarkan kondisi termodinamika yang

selalu ingin untuk menetapkan dirinya untuk berada pada kondisi kesetimbangan. Dapat diperhatikan bahwa pada

120 s, kondisi geometri padat belum seutuhnya berada pada kondisi temperatur yang seragam. Lalu, pertanyaan

berikutnya yang mungkin akan sedikit membingungkan adalah, “apakah geometri padat sudah berada pada kondisi

kesetimbangan?”. Jawaban atas pertanyaan ini belum tentu “belum”. Penyelesaian analitis terhadap hukum

termodinamika kedua atau bahkan simulasi sampai waktu dimana kondisi temperatur tidak berubah lagi perlu

dilakuan perlu dilakukan. “Sama atau seragam belum tentu adil”.

Referensi:

[1] HK Versteeg. Malalasekera W. An Introduction to Computational Fluid Dynamic : Chapter 7. Longman Scientific

and Technical. 1995.

2012

05/22CATEGORY

Computational Fluid Dynamic

TAGS

CFDSOF

Computational Fluid Dynamic

Hukum Fourier

Tinggalkan komentar

Solusi Persamaan Diskrit

Persamaan – persamaan hasil diskritisasi volume untuk perhitungan numeric, seperti pada gambar 1, dapat

diselesaikan dengan berbagai metode. Metode – metode apapun yang digunakan, pada prinsipnya, dapat

menyelesaikan persamaan – persamaan ini untuk mencari solusi dari sistem persamaannya sendiri. Namun, untuk

perhitungan – perhitungan yang rumit dengan jumlah persamaan dan variable yang banyak, dimana computer

digunakan, algoritma kalkulasi yang efisien serta bersahabat dengan performa computer yang ekonomis perlu untuk

dipahami.

Secara umum, metode yang digunakan adalah metode langsung (Direct) dan tidak langsung (Indirect atau Iterative).

Yang dimaksud dengan metode langsung adalah suatu metode analitis yang digunakan langsung untuk mencari

solusi dari sistem persamaan, contohnya adalah metode aturan cramer dan eliminasi Gauss. Pada metode ini,

jumlah operasi perhitungan yang dilakukan dapat diketahui sebelumnya, yaitu, untuk menyelesaikan sebanyak N

persamaan dengan N variable yang tidak diketahui, diperlukan N3 operasi dimana sebanyak N2 koefisien harus

disimpan pada memori computer.

Gambar 1. Contoh sistem persamaan linear

Tentunya, hal ini menjadi suatu hambatan tersendiri jika kemampuan computer yang akan digunakan mempunyai

performa yang minim pada saat ingin dilakukan komputasi mengenai permasalahan, yang pada saat sudah

didiskritisasi, membentuk suatu sistem persamaan dengan jumlah persamaan dan jumlah variable yang banyak

sehingga akan diperlukan memori computer yang besar untuk menyimpan N2 koefisien.

Sedangkan metode tidak langsung atau iterative, merupakan metode yang berbasiskan terhadap aplikasi dari

langkah – langkah/algoritma sederhana yang diulang – ulang pada sistem persamaan tersebut hingga sistem

persamaan mencapai keadaan konvergen yang merepresentasikan solusi dari sistem persamaan tersebut. Pada

metode iterative, banyaknya langkah – langkah perhitungan yang dilakukan tidak dapat diprediksi, dimana tipikalnya

adalah sebanyak N perhitungan per satu kali iterasi. Kekurangan lainnya adalah, jika sistem persamaan tidak berada

pada kondisi yang kondusif, maka konvergensi dari suatu sistem persamaan tidak dapat terjamin. Satu – satunya

kelebihan dari penggunaan metode iterative adalah sedikitnya memori computer yang digunakan sebagai akibat dari

algoritma yang mendesain agar computer hanya menyimpan koefisien – koefisien yang tidak nol. Simulasi – simulasi

aliran fluida dapat memiliki jumlah persamaan dan variabel yang sangat banyak, mulai dari 1000 – 2 juta persamaan,

yang tentunya dari sistem persamaan tersebut akan terdapat koefisien – koefisien nol, yang jika tidak disimpan pada

memori computer, akan menghemat banyak ruang untuk performa computer.

Dikarenakan sistem persamaan Jacobi dan Gauss – Siedel yang lambat mencapai konvergensi pada saat sistem

persamaan yang ditinjau mempunyai jumlah persamaan dan variable yang banyak, maka metode ini tidak digunakan

pada prosedur kalkulasi CFD. Metode iterative selain Jacobi dan Gauss – Siedel, metode lain yang dapat digunakan

adalah kalkulasi dengan menggunakan algoritma matrix tri – diagonal (TDMA) yang diperkenalkan oleh Thomas

pada tahun 1949.

Tri – Diagonal Matrix Algorithm (TDMA)

TDMA merupakan metode kalkulasi iterative untuk komputasi CFD dua atau tiga dimensi dan merupakan algoritma

standar untuk kalkulasi solusi persamaan aliran pada koordinat cartesius. Dapat diperhatikan salah satu contoh

matriks tri – diagonal pada gambar 2.

Gambar 2. Contoh sistem persamaan yang membentuk matriks tri – diagonal

Pada gambar di atas, ϕ1 dan ϕn+1 adalah merupakan nilai batas yang diketahui. Bentuk umum dari setiap persamaan

adalah seperti berikut,

Persamaan – persamaan pada gambar 2 dapat di atur ulang seperti berikut,

Gambar 3.

Untuk mendapatkan solusi terhadap ϕ, langkah kalkulasi yang pertama dilakukan adalahforward elimination dengan

kemudian dilakukan back substitution untuk mendapatkan nilai – nilai ϕ. Inti dari forward elimination adalah mengatur

ulang persamaan – persamaan pada gambar di atas. Dapat diperhatikan urutannya seperti pada gambar 4 untuk

contoh forward elimination untuk ϕ3. Untuk langkah pertama, ϕ2 disubtitusi dari persamaan pertama seperti pada

gambar 3 di atas.

Gambar 4. Forward Elimination  pada ϕ3

Setelah langkah pada gambar 4 diteruskan sampai ϕn, langkah back substitution dilakukan untuk kalkulasi solusi

terhadap nilai – nilai ϕ. Dengan Back Substitution adalah langkah yang mencari solusi variable dari persamaan yang

terakhir, dengan kemudian mensubtitusi persamaan terakhir tersebut ke persamaan sebelumnya, langkah ini terus

dilakukan hingga nilai semua variable diperoleh.

Aplikasi TDMA

Pada kasus dua dimensi (lihat gambar 5), TDMA akan dilakukan dengan mengkalkulasi sistem persamaan pada satu

arah dengan kemudian berpindah ke garis lainnya. Untuk lebih jelasnya, misal akan dilakukan suatu kalkulasi pada

bidang dua dimensi seperti pada gambar 5, maka perlu dibuat sistem persamaan dari 1 sampai titik n. Setelah

kalkulasi dari titik satu sampai titik n selesai, kalkulasi berpindah ke samping dengan arah yang sama dengan

kalkulasi sebelumnya.

Gambar 5. Bidang dua dimensi

Misal, pada titik 2, persamaan yang terbentuk dapat berupa seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.

Untuk menyesuaikannya seperti persamaan pada gambar 2, maka persamaan di atas diatur seperti di bawah ini.

Gambar 7.

Dengan subskrip S, N, W, E, P adalah masing – masing koefisien dan variable sebelah selatan titik, koefisien dan

variable sebelah utara titik, koefisien dan variable sebelah barat titik, koefisien dan variable sebelah timur titik, dan

titik yang bersangkutan, serta b yang adalah suku sumber atau factor yang berkontribusi terhadap perubahan nilai –

nilai atau distribusi variable ϕ pada daerah komputasi. Karena perhitungan bergerak dari selatan ke utara, maka nilai

– nilai yang bersangkutan dengan titik sebelah barat dan sebelah timur titik yang bersangkutan dianggap diketahui

(biasanya diberikan nilai nol). Begitu terus perhitungan dilakukan hingga variable – variable ϕ di setiap titik pada

bidang diperoleh. Setelah itu, perhitungan dilakukan lagi (diulang/iterasi) hingga error terhadap solusi dari sistem

persamaan mencapai toleransi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan untuk kasus tiga dimensi, perhitungan pada dasarnya sama seperti pada kasus dua dimensi. Namun,

sebelum kalkulasi sistem persamaan diiterasi, pergerakan perhitungan bergerak ke atas/ bawah terlebih dahulu

untuk mendapatkan variable pada semua daerah komputasi. Berikut contoh gambar untuk memperjelas aplikasi

TDMA pada kasus tiga dimensi.

Gambar 8. Daerah komputasi tiga dimensi

Serta berikut contoh persamaan pada setiap titik di kasus komputasi tiga dimensi.

Untuk contoh kalkulasi pada model fisikanya, referensi versteeg [1] dapat menjadi bahan acuan. Sedangkan

beberapa contoh – contoh kalkulasi iterasi dapat diperhatikan padaMetoda Iterative Bisection dalam kalkulasi

solusi persamaan polynomial orde   tiga ,Kalkulasi ketinggian cairan pada tanki horizontal dengan

menggunakan Microsoft Visual   Basic . Serta berikut pembahasan  – pembahasan singkat mengenai kalkulasi

solusi sistem persamaan, Kalkulasi solusi persamaan aljabar   simultan , Metoda   Iterasi .

Referensi:

[1] HK Versteeg. Malalasekera W. An Introduction to Computational Fluid Dynamic : Chapter 7. Longman Scientific

and Technical. 1995.

2012

05/21CATEGORY

Computational Fluid Dynamic

Komputasi Teknik

TAGS

CFD

Computational Fluid Dynamic

Eliminasi Gauss

Gauss - Siedel

Jacobian

Komputasi Teknik

Metode Aturan Cramer

Metode Iterasi

persamaan diskrit

sistem persamaan linear

Tinggalkan komentar

Introduksi Computational Fluid   Dynamic

Beberapa aspek fisik dari bidang suatu aliran adalah merupakan pemahaman mengenai:

1. Konservasi Massa

2. Konservasi Momentum

3. Konservasi Energi

4. Fenomena Fisik lainnya (misal reaksi kimia pembakaran)

dan yang dimaksud dengan CFD adalah mengaplikasikan variabel – variabel pada persamaan – persamaan

konservasi di atas, yang biasanya dalam bentuk differensial parsial, dengan angka – angka pada bidang aliran

tertentu sehingga solusi – solusi seperti tekanan, temperatur, dan lain – lain, dapat diperoleh pada bidang yang

diinginkan dengan melalui berbagai metode numerik kalkulasi. Berikut contoh ilustrasinya.

Berikut contoh ilustrasi hasil simulasi CFD.