14
Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun Hiperrealitas pada Tayangan Televisi (Studi Kasus: Desain Set Ini Talk Show NET. TV) Dina Andriani dan Herlily 1. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia 2. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Tayangan televisi merupakan sebuah bentuk hiburan yang ditonton setiap harinya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun sesungguhnya tayangan televisi merupakan bagian dari hiperrealitas, sebuah lapisan kehidupan dimana batas antara kenyataan dan kepalsuan menjadi kabur. Sadar atau tidak sadar, tayangan televisi menjadi produk yang terus dikonsumsi oleh masyarakat sehingga produksi tayangan televisi pun semakin berkembang. Dengan tuntutan tersebut, tayangan televisi dibuat dengan berbagai metode untuk menghasilkan tontonan yang menarik. Arsitektur memiliki peran dalam produksi tayangan televisi. Melalui desain set, arsitektur disimulasikan sehingga dapat membangun dan memperkuat tayangan televisi yang diproduksi. Set Design as Architectural Simulation to build Hyperreality in Television Shows (Case Study: Ini Talk Show NET. TV Set Design) Abstract Television show is a form of entertainment watched everyday by most Indonesians. However, television shows actually belong to hyperreality, a layer where the border between reality and artificiality is blurred. Conciously or not, television show becomes a product that keeps being consumed by people, thus developing the production of television shows. With that kind of demand, television shows must be produced in various methods to have interesting results. Architecture plays a role in television production. Through set design, architecture is simulated so it can build and strengthen television products. Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun Hiperrealitas

pada Tayangan Televisi (Studi Kasus: Desain Set Ini Talk Show NET. TV)

Dina Andriani dan Herlily

1. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

2. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Tayangan televisi merupakan sebuah bentuk hiburan yang ditonton setiap harinya oleh

sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun sesungguhnya tayangan televisi merupakan

bagian dari hiperrealitas, sebuah lapisan kehidupan dimana batas antara kenyataan dan

kepalsuan menjadi kabur. Sadar atau tidak sadar, tayangan televisi menjadi produk yang terus

dikonsumsi oleh masyarakat sehingga produksi tayangan televisi pun semakin berkembang.

Dengan tuntutan tersebut, tayangan televisi dibuat dengan berbagai metode untuk

menghasilkan tontonan yang menarik. Arsitektur memiliki peran dalam produksi tayangan

televisi. Melalui desain set, arsitektur disimulasikan sehingga dapat membangun dan

memperkuat tayangan televisi yang diproduksi.

Set Design as Architectural Simulation to build Hyperreality in Television Shows (Case

Study: Ini Talk Show NET. TV Set Design)

Abstract

Television show is a form of entertainment watched everyday by most Indonesians. However,

television shows actually belong to hyperreality, a layer where the border between reality and

artificiality is blurred. Conciously or not, television show becomes a product that keeps being

consumed by people, thus developing the production of television shows. With that kind of

demand, television shows must be produced in various methods to have interesting results.

Architecture plays a role in television production. Through set design, architecture is

simulated so it can build and strengthen television products.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 2: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

1. Pendahuluan

Arsitektur merupakan ilmu yang mempelajari ruang aktivitas manusia. Kebutuhan

manusia akan tempat bernaung dan berlindung dari gejala-gejala alam seperti perubahan

cuaca dan iklim serta kehidupan satwa liar menjadi alasan utama terbangunnya berbagai

macam gedung dan bangunan lainnya. Namun sekarang kebutuhan akan ruang yang spesifik

tidak lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Arsitektur sekarang dapat

digunakan sebagai alat untuk membangun sebuah lapisan realita yang dapat dikomersilkan.

Dalam konteks ini, arsitektur yang dimaksud merupakan arsitektur yang hiperrealistis.

Produk tayangan televisi yang disajikan di layar kaca setiap harinya tentu erat

kaitannya dengan hiperrealitas. Berbagai macam tayangan disiarkan melalui pancaran

frekuensi UHF maupun satelit sehingga dapat ditonton oleh puluhan juta konsumen televisi di

Indonesia. Tayangan televisi merupakan sebuah entitas yang kuat dalam lapisan hiperrealitas,

yang diwujudkan dengan melakukan berbagai macam simulasi. Pada proses simulasi tersebut,

arsitektur memiliki peran penting dalam mewujudkan hiperrealitas dalam televisi. Sebagai

cara untuk memenuhi kebutuhan manusia, arsitektur digunakan untuk menyediakan ruang

aktivitas dalam proses produksi tayangan televisi. Namun sebagai sebuah simulasi, arsitektur

dapat dibentuk dan ditampilkan untuk menjadikan tayangan televisi semakin meyakinkan bagi

penonton yang menyaksikannya.

2. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan meliputi:

1. Studi Kepustakaan

Mempelajari berbagai macam teori yang dibutuhkan melalui literatur.

2. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan menyimak berbagai tontonan yang disiarkan di

televisi dan diunggah di media internet. Program yang dipilih merupakan program

yang menggunakan desain set dan secara umum menerima animo besar dari

penonton dalam 10 tahun terakhir.

3. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan mendatangi langsung sebuah studio televisi

yang menggunakan desain set pada produksi tayangannya. Dengan pengamatan

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 3: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

secara langsung diharapkan dapat menghasilkan observasi yang lebih maksimal

dan mendetail.

3. Tinjauan Teoritis

Wurtzel dan Rosenbaum (1995) menyebutkan bahwa desain set, bersama dengan

pencahayaan, kostum, tata rias dan sebagainya kerap disebut sebagai “plastik”. Hal ini

mengindikasikan bahwa desain set hanya dianggap sebagai elemen tambahan pada produksi.

Padahal, desain set mempertemukan ilmu arsitektur, desain, dan tata kamera untuk

menghasilkan tayangan dengan kualitas visual tertentu yang ingin direpresentasikan oleh para

pembuatnya. Millerson & Owens (2009) menyebutkan bahwa desain set menyediakan

lingkungan yang sesuai untuk proses produksi dan membuat suasana spesifik terhadap

program yang dibuat.

Wurtzel dan Rosenbaum (1995) menyebutkan ada 4 fungsi dari desain set. Yang

pertama, desain set menyediakan latar dan lingkungan fisik bagi tayangan dan pengisi acara.

Desain set menjadi ruang berkegiatan bagi para pengisi acara dan pembuatnya. Selanjutnya

desain set berfungsi untuk memberi identitas waktu dan tempat serta mood pada suatu

tayangan. Tanpa adanya desain set penonton akan kesulitan memaknai waktu dan tempat,

yang dapat berujung ke tidak sampainya ide acara ke penonton. Kemudian desain set memberi

suatu gaya (style) tertentu yang menyatukan berbagai elemen visual. Style yang digunakan

umumnya ada tiga, style netral, style realis atau representasional (dibuat mirip dengan tempat

yang sudah ada), dan style ekspresionis atau abstrak. Fungsi yang terakhir yaitu desain set

berfungsi sebagai elemen produksi yang efektif yang menyempurnakan keseluruhan acara.

Dengan adanya desain set, tayangan televisi terlihat semakin lengkap dan menarik. Dari

fungsi-fungsi tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun desain set terkesan tidak penting,

ia memiliki peranan besar bagi kualitas visual dari sebuah acara.

Teori simulasi dan simulacra dipopulerkan oleh sosiolog berkebangsaan Prancis, Jean

Baudrillard (1981). Untuk membahas simulasi, ia membandingkannya dengan kepura-puraan,

dalam hal ini ia sebut dengan istilah to dissimulate. Dissimulate mengindikasikan bahwa

seseorang berpura-pura tidak memiliki sesuatu yang sebenarnya ia miliki. Simulasi

mengindikasikan bahwa seseorang berlaku seakan-akan ia memiliki sesuatu yang tidak ia

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 4: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

miliki. Sepintas terdengar mirip, namun keduanya merupakan hal yang jauh berbeda. Simulasi

mengimplikasikan kehadiran, dan dissimulate mengimplikasikan ketidakhadiran.

Simulasi berbeda dengan representasi. Representasi berakar dari prinsip kesetaraan

antara simbol dengan kenyataan. Representasi berusaha untuk memahami simulasi dengan

menafsirkannya sebagai representasi yang palsu, sedangkan simulasi menyelubungi

keseluruhan representasi sebagai simulacra. Simulacra dapat disimpulkan sebagai produk dari

proses simulasi.

Berikut merupakan fase-fase simulacra yang dijabarkan oleh Baudrillard.

1. Sesuatu menjadi cerminan atas kenyataan

2. Sesuatu menutupi dan mengubah kenyataan

3. Sesuatu menutupi atas ketidakberadaan kenyataan

4. Sesuatu tidak memiliki hubungan apapun dengan kenyataan, kemudian sesuatu

tersebut menjadi simulacra

Di dalam buku Simulacra and Simulation, Baudrillard (1981) juga membahas

mengenai hiperrealitas. Ia mengambil contoh dari cerita seorang penulis berkebangsaan

Argentina, Jorge Luis Borges, mengenai sebuah kekaisaran yang memiliki seorang pembuat

peta. Ia membuat peta akan area kekaisaran tersebut secara detail. Ketika kekaisaran tersebut

runtuh dan area kekaisaran tersebut berubah menjadi area lain, peta tersebut kemudian tidak

lagi merepresentasikan apa-apa. Peta tersebut kemudian menjadi suatu entitas lain, sebuah

hiperrealitas. Baudrillard menjelaskan bahwa hiperrealitas merupakan sebuah generasi dengan

model yang nyata tanpa asal muasal atau realitas. Baudrillard menganggap bahwa dunia yang

kita tinggali saat ini merupakan dunia hiperrealitas, dunia yang sudah disimulasikan dan tidak

lagi nyata. Peta tersebut kemudian ia hubungkan dengan fase kedua simulacra.

Umberto Eco (1990) melihat Disneyland sebagai tempat yang dipenuhi hal-hal yang

direproduksi, dalam hal ini terkesan bahwa Eco percaya bahwa Disneyland penuh dengan

kepalsuan. Jalanan utama (Main Street), bangunan-bangunan, binatang, tanaman, dan

dekorasinya merupakan kopian yang dibuat serealistis mungkin. Ketika kepalsuan itu kita

abaikan, maka kita baru bisa menikmati Disneyland secara realistis. Disneyland mencoba

membangkitkan bahwa cerita fantasi yang kita baca dan tonton semasa kanak-kanak menjadi

sesuatu yang dapat kita alami secara langsung, dan diwujudkan dalam bentuk yang cukup

mendetail. Memasuki Disneyland akan membuat kita merasa di dalam dunia lain yang terasa

nyata, sehingga imajinasi kita akan cerita-cerita masa kecil akan terpuaskan.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 5: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Gambar 1. Kastil Disneyland dan Gambar 2. Jalanan Utama Disneyland

Dari pendapat tokoh-tokoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hiperrealitas

merupakan suatu lapisan kenyataan yang dikonstruksi dari berbagai bentuk reproduksi, atau

simulasi dalam istilah Baudrillard. Manusia membuat duplikasi dan reproduksi akan suatu hal

dengan berbagai alasan. Apapun alasannya, duplikasi, reproduksi, maupun simulasi yang kita

buat telah terjadi berulang-ulang kali sehingga keaslian telah hilang dan tergantikan. Saat ini

kita tengah hidup dalam berbagai bentuk simulacra yang telah membangun hiperrealitas,

sebuah lapisan yang saat ini kita hidup di tengahnya. Simulasi pada Arsitektur

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 6: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

IKEA merupakan perusahaan multinasional yang menjual berbagai macam furnitur,

perlengkapan, dan aksesoris rumah tangga. Pada toko-toko furnitur yang kerap ditemui di

pinggir jalan, produk yang dipajang biasanya hanya diletakkan berdempetan demi

penghematan ruang. Namun pada toko IKEA, penempatan furnitur diatur sedemikian rupa

sehingga membentuk suasana ruang yang homey dan memiliki kualitas yang menarik

pengunjung. Furnitur yang dipajang tersebut bukan merupakan simulacra, mereka tetap

merupakan produk-produk yang dijual. Namun pengaturan furnitur tersebut, jika mengacu

pada teori Baudrillard, merupakan simulacra fase kedua, yakni sesuatu yang menutupi

kenyataan. Pengaturan yang menarik membuat pengunjung lupa bahwa furnitur tersebut

merupakan produk yang dijual oleh IKEA. Pengunjung seperti “dirayu” untuk membeli

produk IKEA demi mendapatkan sensasi ruang yang menyenangkan seperti yang mereka

rasakan saat melewati ruang display di toko tersebut. Sensasi dan suasana yang tercipta

menjadi elemen yang hiperrealistis karena dapat mengaburkan fakta bahwa sesungguhnya

pengaturan tersebut hanyalah strategi marketing belaka.

Gambar 3. Display Toko Furnitur biasa dan Gambar 4. Display Toko IKEA

Penjelasan mengenai display pada toko IKEA tersebut merupakan salah satu contoh

bagaimana ilmu arsitektur dapat diaplikasikan untuk membuat suatu simulasi. Ternyata

arsitektur tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan ruang pada manusia tetapi dapat

juga menjadi sebuah simulacra untuk berbagai alasan. Masih banyak contoh yang dapat

diambil untuk menggambarkan simulasi pada arsitektur, namun display pada toko IKEA ini

yang paling mudah untuk dijelaskan dan dimengerti.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 7: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Hiperrealitas dalam Televisi

Dalam tulisannya yang berjudul The Gulf War Did Not Take Place (1995), Baudrillard

membahas peran televisi dalam Perang Teluk. Baudrillard berpendapat bahwa Perang Teluk

sebenarnya tidak terjadi. Perang Teluk hanyalah sekedar tontonan yang dilebih-lebihkan

untuk meramaikan media. Baudrillard mengatakan bahwa kita semua adalah sandera racun

media, yang dibuat percaya bahwa perang tersebut benar-benar terjadi. Bukan berarti Perang

Teluk tidak terjadi sama sekali, namun Perang Teluk diliput dan ditayangkan secara

berlebihan. Layar televisi kita pada saat itu dibombardir dengan berbagai liputan mengenai

Perang Teluk. Baudrillard menyebutkan bahwa media mempromosikan perang, dan perang

mempromosikan media. Hal ini menunjukkan bahwa media dan perang sama-sama

diuntungkan. Penonton disuguhkan dengan berbagai liputan perang tersebut sehingga

kemudian menerima kesan bahwa Perang Teluk merupakan perang yang besar, padahal

menurut Baudrillard yang terjadi hanyalah beberapa pertempuran saja. Hal ini menunjukkan

bahwa televisi telah membantu mengkonstruksi informasi yang tidak sepenuhnya nyata.

Pendapat lain datang dari seorang ahli teori Marxisme berkebangsaan Prancis yang

bernama Guy Debord. Dalam tulisannya yang berjudul The Society of Spectacle (1994),

Debord membuat kritikan terhadap masyarakat tontontan. Dalam tesis nomor 24, ia

mendeskripsikan tontonan yang ia maksud adalah media massa. Menurut Debord, media

massa merupakan sebuah badan yang hadir ditengah masyarakat yang bersifat tidak netral.

Media massa hanya akan mengikuti kebutuhan atas dinamika internal yang terjadi. Meskipun

media massa telah menyediakan komunikasi yang “instan”, hal tersebut ia anggap diakibatkan

karena komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi satu arah saja. Hal tersebut kemudian

mengarah kepada terjadinya monopoli dalam media massa.

Televisi merupakan salah satu bentuk dari media massa. Televisi yang dianggap

menjadi sumber informasi dapat menjadi tidak netral akibat kepentingan pihak internal. Apa

yang masyarakat tonton dengan harapan menerima informasi sesuai dengan yang sebenarnya

terjadi dapat menjadi bias akibat sudut pandang dan cara menyampaikan informasi tersebut.

Hal ini menunjukkan betapa hiperrealistis informasi yang kita peroleh dari televisi.

Komunikasi yang terjadi pada televisi juga memang terjadi satu arah. Meskipun terdapat

beberapa program yang menghadirkan penonton baik secara langsung maupun dengan

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 8: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

berbagai media, hal tersebut hanya menjadi sedikit representasi dari banyaknya massa

penonton televisi. Komunikasi dalam televisi pun juga hiperrealistis mengingat seakan-akan

benar terjadi komunikasi dua arah antara setiap penonton yang berada di rumah.

Meskipun begitu, sadar maupun tak sadar, penonton Indonesia masih saja meluangkan

waktu untuk menonton hiperrealitas yang terkonstruksi dalam televisi. Ini tidak terjadi pada

satu atau dua orang, tapi sebagian besar masyarakat Indonesia. Orang-orang berbondong-

bondong menyaksikan sesuatu yang ditawarkan sebagai “kenyataan yang lebih nyata” yang

padahal direkayasa sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kenyataan kemudian

dikonstruksi, dan bukan direkam. Hal ini ditakutkan dapat membuat masyarakat semakin

sukar untuk menentukan batas antara kebenaran yang nyata dengan suatu cerita yang dibuat-

buat.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Studi kasus yang diambil adalah desain set pada program Ini Talk Show yang

ditayangkan dan diproduksi oleh NET. TV. Ini Talk Show adalah program talk show yang

dikemas dengan suasana santai, membahas isu-isu hangat yang ada di masyarakat dengan cara

sederhana. Di program ini juga akan memperlihatkan suasana rumah dan karakter-karakter

yang ada di rumah tersebut. Dengan peran Sule sebagai Host, Andre Taulany sebagai

Consultant-Host, didukung oleh Yurike sebagai Mama Sule, Sas Widjanarko sebagai Om

Sule, Maya Septha sebagai Asisten Rumah Tangga, dan Haji Bolot sebagai Pak RT

(Netmedia, n.d.). Selain itu program Ini Talk Show juga didukung oleh Parto, Yujeng, serta

Nunung.

Alasan saya memilih set Ini Talk Show sebagai studi kasus saya yang pertama karena

program ini mencampurkan adegan fiktif seperti adegan maling yang dideskripsikan

sebelumnya, dengan wawancara talk show seperti yang umumnya dilakukan. Hal tersebut

mengaburkan batas antara konten acara yang sebenarnya dengan adegan-adegan yang bersifat

gimmick, sehingga program ini terasa hiperrealistis. Yang kedua karena set yang digunakan

memiliki sifat naratif yang mencerminkan karakter-karakter dalam acara. Set tersebut sejalan

dengan konsep acara yang melakukan talk show seperti seorang pemiliki rumah yang sedang

menerima tamu. Sifat naratif tersebut membuat set program Ini Talk Show menjadi menarik.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 9: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Gambar 5. Layout set Ini Talk Show dan Gambar 6. Set Ini Talk Show

Seperti yang telah dideskripsikan sebelumnya, Ini Talk Show memperlihatkan suasana

interior rumah tinggal. Dalam foto tersebut dapat dilihat bahwa set didesain untuk terlihat

seperti suasana rumah di malam hari. Ruang-ruang yang kerap ada pada tipikal rumah tinggal

terlihat pada set Ini Talk Show. Di pojok sebelah kiri kita dapat melihat terdapat dapur yang

lengkap dengan kitchen set serta berbagai perabotannya. Di area tengah bagian belakang

terdapat ruang keluarga dengan televisi, sofa, dan area kerja di belakangnya. Di pojok sebelah

kanan kita dapat melihat pintu masuk dan halaman rumah, serta apa yang terlihat sebagai

sebuah perapian dengan sebuah foto Sule berukuran besar di atasnya. Di tengah panggung

kita dapat melihat ruang tamu yang dijadikan sebagai area talkshow atau tempat di mana

wawancara dilakukan.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 10: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Gambar 7. Area Dapur pada Set Ini Talk Show dan Gambar 8. Pintu Masuk

Set Ini Talk Show

Pada set, area-area yang diadakan berfungsi untuk mengakomodasi berbagai adegan

yang mengisi program di sela-sela wawancara. Keberadaan set dapur pada program Ini Talk

Show diperlukan mengingat acara tersebut memiliki karakter asisten rumah tangga bernama

Maya yang kerap berakting seolah-olah menyiapkan minuman dan cemilan bagi para bintang

tamu yang diundang. Gambar di atas menunjukkan bahwa kitchen set yang dibuat serta

properti yang diletakkan memberi kesan bahwa ini merupakan dapur yang benar-benar

digunakan untuk beraktifitas. Hal yang membuat set ini terlihat artifisial adalah kebersihan

meja konter yang terlihat jarang digunakan serta ketidakhadiran berbagai perlengkapan dapur

seperti kompor, kulkas, bak pencuci piring dan lain sebagainya yang keberadaannya vital

terhadap kegunaan dapur yang asli digunakan. Yang selanjutnya dapat diperhatikan ialah

pintu rumah pada set. “Pintu” rumah ini digunakan sebagai main entrance oleh para bintang

tamu untuk masuk ke tengah-tengah studio. Namun dibalik pintu tersebut terdapat sebuah

backdrop yang menggambarkan suasana perumahan di malam hari. Di belakang pintu tersebut

juga dipasang karpet rumput sintetis untuk mensimulasikan halaman rumput pada rumah

tinggal. Tampilan suasana outdoor yang gelap merupakan simulasi identitas waktu yang

korelatif terhadap jam tayang Ini Talk Show yaitu pukul 19.30 WIB.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 11: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Gambar 9. Perapian palsu pada set Ini Talk Show dan Gambar 10. Area Ruang

Keluarga pada set

Selain bagian-bagian pada set yang sengaja dibuat untuk mengakomodasi adegan,

terdapat berbagai area dan elemen keruangan yang hanya bersifat dekoratif. Pada area ruang

keluarga terdapat sofa dan televisi yang khas ada di tipikal rumah tinggal masyarakat

Indonesia. Ruang ini terlihat cukup kecil untuk mengakomodasi “keluarga” Ini Talk Show

yang terdiri dari banyak karakter. Televisi yang dipajang memutar video berisi iklan-iklan

program NET. TV tanpa henti selama studio Ini Talk Show digunakan. Area ini terlihat jarang

digunakan oleh karakter pengisi acara bahkan untuk berakting gimmick komedi. Kemudian, di

sisi sebelah kanan terdapat sesuatu yang terlihat seperti sebuah perapian dengan berbagai

pajangan serta di atasnya tergantung foto Sule yang berukuran besar. Bagian-bagian pada set

tersebut dirasa tidak memiliki fungsi lain selain pelengkap dan penguat karakter cerita pada

acara, karena ruang keluarga jarang digunakan pada adegan-adegan pengisi, perapian tersebut

bahkan tidak memiliki lubang sehingga tidak bisa menyala, serta foto Sule yang dipajang

memperlihatkan tampilannya dalam karakter host yang ia perankan dan bukan sebagai dirinya

sendiri.

Desain set program Ini Talk Show yang berbentuk seperti rumah terdiri dari bagian-

bagian yang cukup detail. Area-area pada rumah, furnitur, perabotan, pajangan, dan material

yang disimulasikan saling mendukung satu sama lain untuk mewujudkan tampilan set yang

lengkap dan menyeluruh. Merujuk pada teori Baudrillard, set program Ini Talk Show baik

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 12: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

sebagian maupun keseluruhan dapat disimpulkan sebagai simulacra pada fase ketiga, bahkan

mengarah ke fase keempat. Suasana rumah yang dihasilkan membuat acara Ini Talk Show

semakin hiperrealistis, mengingat elemen-elemen palsu (jendela, buku-buku pada rak, kitchen

set tanpa perlengkapan, wallpaper) bercampur dengan elemen-elemen asli (furnitur seperti

sofa, kursi, meja yang benar-benar digunakan) sehingga sulit untuk dibedakan. Simulasi

kualitas homey pada set juga mendukung berjalannya plot acara yang bersifat naratif

mengingat jumlah adegan-adegan komedi yang menjadi pengisi di antara wawancara dengan

bintang tamu. Desain set Ini Talk Show merupakan contoh simulasi arsitektural yang berhasil

membangun hiperrealitas pada tayangannya.

Desain set sebagai suatu bidang yang terpisah merupakan sebuah simulacra fase ke

empat yang berarti ia merupakan sesuatu yang saat ini sudah dianggap nyata dengan

sendirinya. Namun desain set sebagai elemen pendukung produksi televisi merupakan

simulacra fase ke tiga yang berarti ia menutupi ketidakberadaan akan sebuah tempat yang

nyata. Ketidakberadaan tempat, bersama dengan ketidakberadaan elemen-elemen yang nyata

lainnya pada tayangan televisi membuktikan betapa hiperrealistis tayangan televisi secara

keseluruhan. Hiperrealitas ini menjadi sesuatu yang sangat digemari masyarakat dan

dikonsumsi setiap harinya oleh puluhan juta orang di Indonesia.

5. Kesimpulan

Tayangan televisi merupakan sebuah produk yang bersifat hiperrealistis. Genre

program apapun yang ditonton oleh masyarakat, baik program berita, liputan, dan dokumenter

yang bersifat faktual dan ilmiah, kemudian program drama, sinetron, dan film yang bersifat

fiktif dan telah direkayasa, serta program-program yang mencampurkan elemen faktual dan

fiktif di dalamnya semua berada dalam lapisan hiperrealitas. Merujuk kepada teori produksi

televisi oleh Wurtzel dan Rosenbaum (1995) serta Millerson dan Owens (2009), program

televisi diproduksi dengan berbagai macam upaya untuk menghasilkan tayangan yang

meyakinkan untuk ditonton. Millerson dan Owens sendiri mengakui bahwa kamera dan

mikrofon yang digunakan untuk merekam tayangan dapat mentransformasikan kenyataan.

Elemen-elemen pendukung, dalam konteks penulisan skripsi ini desain set, juga ikut

mengambil peran dalam merekayasa tampilan dalam tayangan televisi.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 13: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

Hiperrealitas secara sederhana merupakan lapisan tempat batas antara kenyataan dan

kepalsuan menjadi kabur. Pada tayangan televisi, kenyataan yang disajikan, misalnya berupa

informasi dan berita, diolah dengan berbagai macam rekayasa sesuai dengan arahan sutradara.

Dalam tayangan Ini Talk Show, interview yang dilakukan merupakan elemen yang nyata.

Namun adegan-adegan komedi yang diselipkan merupakan hal yang dibuat-buat demi

menghibur penonton. Sule dan Andre yang menyapa penonton menyadarkan kita bahwa ini

merupakan acara talkshow, namun adegan yang memberikan kesan bahwa Sule dan Andre

berada di rumah dan berinteraksi dengan karakter-karakter keluarganya membuat kita merasa

tayangan tersebut juga bersifat dramatis. Hal tersebut memperkuat lapisan hiperrealitas dalam

tayangan Ini Talkshow.

Hiperrealitas juga diperkuat dengan adanya simulasi. Sesuai dengan pemaparan

Baudrillard (1981), simulasi merupakan upaya mengadakan sesuatu yang tidak nyata.

Sesuatu yang disimulasikan dapat menjadi simulacra melalui replikasi dan duplikasi yang

terjadi dan mengalami pergeseran. Simulasi dan simulacra dapat ditemui di sekitar kita,

dalam bentuk karya seni, teknologi, sistem, termasuk juga arsitektur. Simulasi dalam

arsitektur dapat dilakukan untuk menghadirkan elemen tertentu dalam bentuk keruangan, juga

sebaliknya untuk menghadirkan elemen keruangan yang utuh dalam bentuk yang lain.

Pada tayangan Ini Talk Show, desain set menjadi simulasi untuk menghadirkan

elemen keruangan dalam program televisi. Tayangan tersebut ingin menghadirkan suasana

rumah dalam tampilannya sehingga dibuatlah sebuah desain set yang menyerupai keadaan

interior sebuah rumah. Dalam kasus Ini Talk Show, rumah tersebut bersifat tidak nyata,

namun disimulasikan pada tayangan sehingga terasa nyata. Ketika tayangan tersebut berakhir,

maka keberadaan rumah tersebut pun hilang.

Desain set menjadi sebuah simulasi arsitektural dengan menghadirkan ruang dengan

fungsi tertentu tanpa memfungsikan ruang tersebut sebagaimana yang dimaksudkan. Hal

tersebut menjadikan ruang memiliki bentuk yang terjadi untuk mengakomodasi aktivitas

tertentu namun hanya digunakan untuk menghadirkan identitas keruangan serta suasana

tertentu pada tayangan televisi. Seperti pada studi kasus Ini Talk Show, desain set secara

umum telah berhasil membangun hiperrealitas pada tayangan televisi yang ia dukung.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016

Page 14: Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun

6. Daftar Pustaka

Baudrillard, J. (1981). Simulacra and Simulation (S. Glaser, Trans.). Michigan: University of

Michigan Press.

Baudrillard, J. (1995). The Gulf War Did Not Take Place (P. Patton, Trans.). Indianapolis:

Indiana University Press.

Debord, G. (1994). The Society of The Spectacle (D. Nicholson-Smith, Trans.). New York:

Zone Books.

Eco, U. (1990). Travels in Hyperreality (W. Weaver, Trans.). New York: Harcourt Brace &

Company.

Millerson, G. & Owens, J. (2009). Television Production (14th ed.). Oxford: Focal Press.

Netmedia (n.d.). About The Show. Ini Talk Show. December 11, 2015.

http://www.netmedia.co.id/program/107/Ini-Talk-Show

Wicaksono, E. (Producer). (2015, December 8). Ini Talk Show [Television broadcast].

Jakarta: NET. TV.

Wurtzel, A. & Rosenbaum, J. (1995). Television Production (4th ed.). New York: McGraw-

Hill.

Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016