51
Proposal Mini Penelitian Derajat Depresi pada Penderita Pasca Stroke di Poliklinik Stroke RSMH Palembang Oleh: Dr. Lidya Aprilina Pembimbing: Dr. Syafrudin Yunus, SpS(K) Dr. Abdullah Shahab, SpKJ Dr. Irfanuddin, SpKO, MpdKed

Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Embed Size (px)

DESCRIPTION

depresi dan stroke

Citation preview

Page 1: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Proposal Mini Penelitian

Derajat Depresipada Penderita Pasca Stroke

di Poliklinik Stroke RSMH Palembang

Oleh:Dr. Lidya Aprilina

Pembimbing:Dr. Syafrudin Yunus, SpS(K)Dr. Abdullah Shahab, SpKJ

Dr. Irfanuddin, SpKO, MpdKed

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAFFK UNSRI / RSMH PALEMBANG

2010Dipresentasikan Selasa, 2 Februari 2010 pk 11.00 WIB

Page 2: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga dan penyebab

utama disabilitas berat jangka panjang di Amerika Serikat (AHA, 2005), demikian

juga di Indonesia, menurut SKRT 1995, stroke merupakan salah satu penyebab

utama kematian dan kecacatan (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri

Perdossi, 1999).1,2 Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 5,4 juta penduduk

pernah mengalami stroke. Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 1996 adalah

35,6 per 100.000 penduduk (Lamsudin, 1998).3 Lebih dari setengah penderita

pasca stroke berisiko mengalami depresi dalam waktu 3 bulan setelah onset

stroke. (Angelelli et al., 2004).1

Depresi pasca stroke adalah gangguan depresi yang mengikuti serangan

stroke, biasanya muncul dua minggu setelah serangan, dapat berlangsung lebih

dari delapan bulan dan dapat menjadi kronis atau menahun. Pada penderita stroke

gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering ditemukan.

Gangguan depresi dapat menurunkan kualitas hidup penderita, mencetuskan,

memperlambat penyembuhan atau memperberat penyakit fisik. Selain itu depresi

dapat juga meningkatkan beban ekonomi dan ketergantungan pada keluarga.

Insiden depresi pasca stroke berkisar 11–68% dengan prevalensi paling tinggi

adalah 3 bulan setelah stroke (31%). Meski demikian depresi sering tidak

terdeteksi dan tidak mendapat pengobatan semestinya dalam praktik. Sebanyak

50–80% kasus depresi sering tidak terdiagnosis oleh dokter non-psikiater. Hal ini

mungkin disebabkan gejalanya disamarkan dengan hendaya fisik dan limitasi

aktivitas kehidupan sehari–hari (ADL) yang kerap menyertai setelah stroke.

Depresi pasca stroke berdampak pada prognosis yang buruk, karena pasien

terpajan resiko kematian yang lebih besar dan pemulihan fungsional yang kurang

baik. Hal ini dikarenakan salah satu gejala depresi yaitu berkurangnya minat,

sehingga pasien cenderung enggan untuk mengikuti program rehabilitasi,

2

Page 3: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

cenderung lebih lama tinggal di RS, serta cenderung mengalami komplikasi

seperti emboli paru, infeksi saluran kemih atau dekubitus. (Sasanto Wibisono,

2007).4,5

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mendeteksi dini

kejadian depresi pasca stroke sehingga dapat diterapi sedini mungkin dan semua

dampak negatif akibat depresi dapat dicegah. Selain itu untuk mendukung

tatalaksana secara komprehensif akan lebih baik bila mengetahui faktor-faktor

risiko terjadinya depresi pasca stroke sehingga kejadiannya dapat dicegah.

I.2 Identifikasi Masalah

Depresi pasca stroke dapat mencetuskan, memperlambat penyembuhan

atau memperberat keadaan fisik, meningkatkankan biaya perawatan atau beban

ekonomi dan keluarga. Depresi pasca stroke belum menjadi perhatian dalam

perawatan stroke sehingga seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu data-data

tentang kejadian gangguan depresi pada penderita pasca stroke di RSMH penting

untuk diketahui.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat depresi pada

penderita pasca stroke di poliklinik stroke RSMH Palembang periode 1 Februari

2010 sampai 30 April 2010 dengan meninjau juga segi usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, jenis stroke dan hemisfer yang terkena,

disabilitas pasca stroke, riwayat depresi sebelumnya.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Dalam bidang pelayanan

Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang gangguan depresi yang

terjadi pasca stroke untuk mendeteksi dini dan memberikan gambaran

mengenai beberapa variabel yang berhubungan dengan timbulnya depresi

pasca stroke

2. Dalam bidang pendidikan

3

Page 4: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk melatih kemampuan melakukan

sebuah penelitian yang benar dan bermanfaat.

3. Dalam bidang penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian

lebih lanjut.

4

Page 5: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi

Stroke adalah suatu sindroma klinis gangguan neurologis yang

menyebabkan gangguan cerebral blood flow sementara waktu, sehingga terjadi

kerusakan sel dan kematian.1 Menurut WHO Monica Project, stroke adalah

manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh

(global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau

berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada

gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).3,6

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, depresi pasca

stroke didefinisikan sebagai gangguan mood akibat kondisi medis umum (dalam

hal ini stroke) dengan spesifikasi gejala depresif, major depressive-like episodes,

gejala mania, atau gejala campuran.7,8

II.2 Epidemiologi

Depresi pasca stroke muncul umumnya dua minggu setelah onset stroke

dengan prevalensi bervariasi berdasarkan waktu dengan angka tertinggi pada 3-6

bulan setelah stroke dan nilai prevalensi pada satu tahun pasca stroke menurun

menjadi setengahnya.1,4,7 Sekitar 40%-50% pasien dapat menderita depresi dalam

beberapa bulan pertama setelah stroke.9 Robinson et al menyatakan secara alami

depresi mayor pasca stroke dengan remisi spontan umumnya 1 sampai 2 tahun

setelah stroke.7,10 Walaupun demikian, pada beberapa kasus depresi dapat menjadi

kronis dan menetap lebih dari 3 tahun pasca stroke. Sebaliknya, depresi minor

lebih bervariasi, dengan depresi jangka pendek dan jangka panjang yang dapat

terjadi. Insiden depresi pasca stroke bervariasi dari 5% sampai 63%. (Gotlieb,

Salagnik, Kipnis, & Brill, 2002, Abdul Gofir). Insiden MDD berkisar 6-35% dan

depresi minor berkisar 11-44%.6

5

Page 6: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

II.3 Patofisiologi

Penyebab pasti belum diketahui. Ada dugaan depresi pasca stroke

disebabkan oleh disfungsi biogenik amin. Badan sel serotoninergik dan

noradrenergik terletak di batang otak dan ia mengirim proyeksinya melalui bundel

forebrain media ke korteks frontal. Lesi yang mengganggu korteks prefrontal atau

ganglia basalis dapat merusak serabut-serabut ini. Ada dugaan depresi pasca

stroke disebabkan oleh deplesi serotonin dan norepinefrin akibat lesi frontal dan

ganglia basalis.11 Respons biokimia terhadap lesi iskemik bersifat lateralisasi. Lesi

hemisfer kiri menyebabkan penurunan biogenik amin tanpa adanya kompensasi

peninggian regulasi serotonin akibatnya gejala depresi dapat muncul. Sebaliknya

lesi hemisfer kanan menyebabkan peninggian regulasi serotonin (karena

mekanisme kompensasi yang bersifat protektif terhadap depresi.

TEORI PSIKOBIOLOGIK12

Teori psikoanalitik

Menurut Freud pasien depresi menderita kehilangan nyata atau imajiner atas

obyek cinta yang bersifat ambivalen. Pasien bereaksi dengan kemarahan yang

kemudian diarahkan kepada diri sendiri, dan ini menyebabkan penurunan harga

diri dan terjadi depresi.

Teori kognitif menyebutkan suatu "tritunggal kognitif" tentang distorsi persepsi

yaitu:

a. Interpretasi negatif seseorang tentang pengalaman hidupnya.

b. Menyebabkan devaluasi dirinya

c. Yang akhirnya menyebabkan depresi.

Teori biologik

Teori ini memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5-

HT) serta dopamin (D). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi

disebabkan oleh rendahnya kadar NE otak dan dopamin. Walaupun demikian,

pada beberapa pasien kadar MHPG (metabolit utama NE) tetap rendah. Hipotesis

indolamin menyatakan bahwa rendahnya 5-HT otak (atau metabolit utama, 5-

HIAA) dapat menyebabkan depresi. Mekanisme kerja antidepresan yang

6

Page 7: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

diketahui, mendukung teori ini trisiklik memblok ambilan NE dan 5-HT dan

menghambat oksidasi NE oleh monoamin oksidase inhibitor. Depresi juga

dihubungkan dengan ketidakseimbangan neurohormonal.

Teori neurofisiologik

Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme di lobus

frontal atau menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas fundamental

ritmik sirkadian pada pasien depresi.

II.4 Gambaran Klinik

Depresi merupakan terminologi psikiatri dan juga sebuah diagnosis.

Periode beperasaan sedih atau ”feeling blue”/merana, sama halnya perasaan

kehilangan dan , termasuk bagian dari keadaan manusia normal. Gejala depresi

dapat merupakan efek dari stress, seperti penyakit atau dirawat di rumah sakit.

Pasien dapat didiagnosis dengan depresi bila memenuhi kriteria kelainan depresi

mayor (major depressive disorder). Diagnosis terminologi depresi termasuk

kelainan atau episode depresi mayor, kelainan penyesuaian dengan mood depresi,

distimia atau kelainan distimik, kelainan mood akibat kondisi medis umum, dan

kelainan mood terinduksi substansi. Juga yang relevan dengan pembahasan

depresi post stroke adalah depresi minor dan sindroma subdepresi. Major

depressive disorder (MDD) ditegakkan dengan satu atau beberapa episode depresi

mayor yang berlangsung sedikitnya 2 minggu dengan gejala mood depresi atau

hilangnya minat atau kesenangan hampir sepanjang hari dan terjadi hampir setiap

hari. Juga disertai dengan setidaknya 4 dari 9 simptom depresi: mood depresi;

hilangnya minat dan kesenangan; perubahan nafsu makan dan berat badan;

insomnia atau hipersomnia; agitasi dan retardasi psikomotor; fatigue atau

hilangnya energi; perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan;

hilangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau membuat keputusan; dan pikiran

mengenai kematian yang berulang-ulang, niat untuk bunuh diri berulang,

percobaan bunuh diri, atau rencana khusus untuk bunuh diri. Episode ini juga

disertai dengan gangguan klinis signifikan pada kehidupan sosial, lingkungan

pekerjaan, atau bidang kehidupan penting lain.1

7

Page 8: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Depresi minor merupakan terminologi yang digunakan pada praktek klinik

di protap rumah sakit umum dan penelitian. Depresi minor termasuk dalam

termuat dalam edisi terbaru Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders (DSM) sebagai diagnosis penelitian, yang menandakan tidak adanya

bukti yang cukup atau kesepakatan ahli untuk memasukkannya sebagai diagnosis

resmi (APA,2000). Gangguan depresi minor merupakan satu atau lebih periode

simptom depresif berlangsung setidaknya 2 minggu dengan gejala-gejala yang

lebih sedikit dan gangguan yang lebih ringan dibanding MDD.1,12

Gejala klinis 8,12

Gambaran emosi

- Mud depresi, sedih atau murung

- Iritabilitas, anksietas

- Ikatan emosi berkurang

- Menarik diri dari hubungan interpersonal

- Preokupasi dengan kematian

- Ide-ide bunuh diri atau bunuh diri

Gambaran kognitif

- Mengeritik diri sendiri, perasaan tak berharga, rasa bersalah

- Pesimis, tak ada harapan, putus asa

- Bingung, konsentrasi buruk

- Tak pasti dan ragu-ragau

- Berbagai obsesi

- Keluhan somatik

- Gangguan memori

- Ide-ide mirip waham

Gambaran Vegetatif

- Lesu dan tak ada tenaga

- Tak bisa tidur atau banyak tidur

- Tak mau makan atau banyak makan

- Penurunan berat badan atau penambahan berat badan

- Libido terganggu

- Variasi diurnal

8

Page 9: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Psikomotor

- Retardasi psikomotor

- Agitasi psikomotor

TANDA-TANDA DEPRESI

- Tidak atau lambat bergerak

- Wajah sedih dan selalu berlinang air mata

- Kulit dan mulut kering

- Konstipasi

II. 5 Diagnosis

Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan klinis neurologis dan alat bantu diagnostik neuroradiologik.

Diagnosis pasti dengan pemeriksaan CT scan kepala dan MRI untuk menentukan

dengan tepat letak dan luas lesi, ada tidaknya perluasan ke ventrikel, edema

perifokal, deviasi midline serta untuk membedakan perdarahan dan iskemik.

Diagnosis depresi pasca stroke dapat ditegakkan berdasarkan kriteria

PPDGJ (1993) dan The Diagnostic and Statistical Manual For Mental Disorders,

4th ed. 10 ( DSM–IV) depresi pada umumnya ditandai oleh gejala–gejala:8,13

1. Kurang nafsu makan atau penurunan berat badan yang cukup berati

atau penambahan berat badan dan peningkatan nafsu makan yang

cukup berarti.

2. Gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia)

3. Agitasi atau sebaliknya, memperlambat psikomotor (gerak)

4. Hilang minat atau rasa senang dalam semua kegiatan yang biasa

dilakukan.

5. Berkurangnya energi, mudah lelah yang nyata oleh kerja sedikit saja

6. Hilang semangat dan kegairahan hidup serta berkurangnya aktivitas.

7. Perasaan tidak berharga atau bersalah yang tidak tepat/ sesuai.

8. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang, dan rasa rendah diri.

9. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

9

Page 10: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

10. Keluhan atau tanda–tanda berkurangnya kemampuan berpikir atau

konsentrasi, perlambanan proses pikir atau tidak mampu mengambil

keputusan.

11. Mudah tersinggung atau marah, rasa sedih, murung, hancur luluh,

putus asa, merasa tidak tertolong lagi.

Diagnosis depresi dapat ditegakkan jika memenuhi persyaratan sebagai

berikut: :

a. Kelompok A : Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari

mengalami suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat,

kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah dan berkurangnya aktivitas

b. Kelompok B : Keadaan tersebut diatas paling sedikit 2 minggu dan hampir

setiap hari dialami gejala – gejala sebagai berikut: konsentrasi dan perhatian

berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa

bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan

atau perbuatan membahayakan diri / bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan

berkurang. Berikutnya gejala lebih pendek dari dua minggu dapat dibenarkan jika

gejala tersebut luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Salah satu test penyaring yang dapat digunakan untuk membantu

mendeteksi depresi pasca stroke adalah Hamilton Depression Rating Scale

(HDRS) atau The Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD) dengan

sensitivitas sebesar 78,4% dan spesifisitas 81,3%. HDRS saat ini merupakan salah

satu test yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi depresi pada berbagai

lembaga penelitian. Keakuratan diagnosis HDRS dapat mencapai 87,1% pada

skor ≥17, oleh karena itu lebih baik dalam proses penegakkan diagnosis. HDRS

merupakan test yang dilakukan secara wawancara oleh observer sedangkan test-

test serupa menggunakan metode penilaian diri sendiri oleh pasien.14,15

10

Page 11: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

II.6 Tatalaksana

Semua pasien depresi mesti mendapatkan psikoterapi, beberapa

memerlukan tambahan terapi fisik (olahraga berupa lari dan renang). Psikoterapi

yang dapat dilakukan antara lain terapi kognitif, terapi prilaku, psikoterapi

suportif, psikoterapi psikodinamik, terapi kelompok, dan terapi perkawinan.

Terapi biologik juga dapat dilakukan antara lain dengan pemberian antidepresan,

terapi kejang listrik. Antidepresan yang bermanfaat dalam uji klinis adalah

nortriptyline (dosis sampai 100 mg/hari), citalopram (10-20 mg/hari), atau

fluoxetine (20 mg/hari).5,12 Terapi kejang listrik mungkin merupakan terapi pilihan

bila : obat tak berhasil, kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh

diri yang akut), pada beberapa depresi psikotik, pada pasien yang tak dapat

mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang berpenyakit jantung), dan lebih dari

90% pasien memberikan respons.

11

Page 12: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional bersifat deskriptif.

III.2 Populasi dan Sampel

Yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh penderita 2 minggu-

12 bulan pasca stroke yang berobat ke poliklinik stroke RSMH Palembang dalam

periode 1 Februari sampai 30 April 2010. Tidak ada pengambilan sampel pada

penelitian ini, semua penderita pasca stroke yang sesuai dengan kriteria inklusi

menjadi subjek penelitian ini.

III.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penderita yang kontrol ke

poliklinik stroke RSMH Palembang 2 minggu-12 bulan pasca serangan stroke

pertama yang telah ditegakkan diagnosis stroke berdasarkan pemeriksaan klinis

neurologis dan pemeriksaan CT scan kepala, serta telah memberikan persetujuan

untuk mengikuti penelitian ini.

Kriteria eksklusi meliputi: penderita yang telah didiagnosa dengan depresi

sebelum mengalami serangan stroke, penderita dengan afasia, dan penderita

dengan data-data tidak lengkap.

III.4 Batasan Operasional Penelitian.

Usia

Definisi : usia penderita saat dilakukan penelitian yang dinyatakan

dalam tahun

Alat ukur : kuesioner

Cara ukur : self assesment

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi < 40 tahun, 40-49 tahun, 50-59

tahun, 60-69 tahun, 70-79 tahun

12

Page 13: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Jenis kelamin

Definisi : jenis kelamin penderita

Alat ukur : kuesioner

Cara ukur : self assesment

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi wanita dan pria

Stroke

Definisi : gambaran klinik berupa gangguan fungsi serebral maupun

menyeluruh (global) yang timbul tiba-tiba dan berlangsung

lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa

ditemukan penyebab lain selain gangguan vaskuler (WHO,

1989).

Alat ukur : pemeriksaan klinis neurologis dan CT scan kepala

Cara ukur : adanya tanda defisit neurologis yang dikonfirmasi dengan

adanya gambaran hiperdense pada CT scan kepala untuk

stroke hemoragik dan gambaran hipodense untuk stroke

non hemoragik

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi stroke hemoragik dan stroke non

hemoragik

Tingkat pendidikan

Definisi : pendidikan terakhir penderita

Alat ukur : kuesioner

Cara ukur : self assesment

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi SD, SMP, SMA, PT

Status perkawinan

Definisi : status perkawinan penderita

Alat ukur : kuesioner

Cara ukur : self assesment

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi belum kawin, kawin, duda/janda

13

Page 14: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Pekerjaan

Definisi : pekerjaan penderita

Alat ukur : kuesioner

Cara ukur : self assesment

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi PNS, karyawan swasta, guru,

pensiunan PNS, petani, ibu RT, wiraswasta

Jenis stroke

Definisi : pembagian stroke berdasarkan gangguan pembuluh darah

otak

Alat ukur : pemeriksaan klinis neurologis atau CT scan kepala

Cara ukur : melalui anamnesis dan gejala klinis serta gambaran

hiperdense atau hipodense pada CT scan kepala

Hasil ukur : diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik (adanya

gambaran lesi hiperdens pada CT scan kepala tanpa

kontras) dan stroke non hemoragik (stroke dengan adanya

lesi hipodens pada CT scan kepala tanpa kontras)

Hemisfer yang terkena

Definisi : sisi hemisferium otak yang mengalami gangguan akibat

stroke baik perdarahan maupun sumbatan

Alat ukur : pemeriksaan kinis neurologis atau CT scan kepala

Cara ukur : anamnesis, sisi hemisferium yang berlawanan dengan sisi

tubuh yang terdapat defisit neurologis, sisi gambaran

hipodense dan hiperdense pada CT scan kepala

Hasil ukur : diklasifikasi menjadi hemisferium kanan dan hemisferium

kiri.

Disabilitas pasca stroke

Definisi : beratnya gejala sisa stroke pada penderita

Alat ukur : pemeriksaan klinis dan Barthel Index (BI)1

14

Page 15: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Cara ukur : sisa defisit neurologikus yang masih ada dan kesulitan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Hasil ukur : skor Barthel Index 0-100

Riwayat depresi sebelumnya

Definisi : apakah penderita pernah didiagnosis menderita depresi

sebelumnya

Alat ukur : kuesioner dan rekam medis

Cara ukur : wawancara keluarga dan self assesment, pernah berobat ke

SpKJ/psikiater, pernah mendapat obat-obat penenang atau

psikiatri

Hasil ukur : dikelompokkan menjadi ada, tidak ada

Depresi pasca stroke:

Definisi : gangguan emosi yang ditemukan pada penderita pasca

stroke dengan gejala berupa penurunan mud (mood),

gangguan kognitif, vegetatif, retardasi psikomotor

Alat ukur : kuesioner Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

Cara ukur : wawancara oleh observer

Hasil Ukur : skor HDRS, derajat depresi 0-9 = Normal, 10-13 = depresi

ringan, 14-17 depresi ringan – sedang, > 17 sedang – berat

III.5 Cara Kerja dan Pengolahan data.

Pengumpulan data dilakukan secara manual dengan menggunakan

formulir penelitian yang telah disediakan. Hasil akan ditampilkan dalam bentuk

narasi dan tabular. Data akan ditampilkan berupa segi usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, jenis stroke dan lokasi lesi, disabilitas

pasca stroke, riwayat depresi sebelumnya.

15

Page 16: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

III.6 Alur Penelitian

III. 7 Jadwal Penelitian

No. Uraian KegiatanBulan

1 2 3 4 5

1.Pembuatan

proposal penelitian

2.Pengambilan

sampel penelitian

3.Pengolahan dan

penyelesaian data

4.Presentasi hasil

penelitian

16

Penderita 2 minggu-12 bulan pasca stroke di Poliklinik Stroke RSMH Palembang

Kriteria Inklusi

Diterima Tidak Diterima

Penilaian variabel:Anamnesa

Pengisian KuesionerTest HDRS

Analisis data Hasil

Page 17: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel antara lain:

1. Tabel karakteristik umum.

2. Tabel nilai HDRS

3. Tabel nilai HDRS berdasarkan usia

4. Tabel nilai HDRS berdasarkan jenis kelamin

5. Tabel nilai HDRS berdasarkan status perkawinan

6. Tabel nilai HDRS berdasarkan tingkat pendidikan

7. Tabel nilai HDRS berdasarkan pekerjaan

8. Tabel nilai HDRS bedasarkan durasi pasca stroke

9. Tabel nilai HDRS berdasarkan jenis stroke

10. Tabel nilai HDRS berdasarkan hemisfer yang terkena

11. Tabel nilai HDRS berdasarkan skor Barthel Index

12. Tabel nilai HDRS berdasarkan riwayat depresi sebelumnya

17

Page 18: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB IV

HASIL

IV.1 Hasil Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah penderita stroke yang berobat di

poliklinik stroke Bagian Saraf RSMH pada periode 1 Februari sampai 30 April

2010. Berdasarkan kriteria inklusi penderita paska stroke pertama dan dalam

durasi waktu 2 minggu-12 bulan paska stroke maka didapatkan sampel penelitian

sebanyak 48 orang, terdiri dari 27 laki-laki dan 21 perempuan.

Tabel 1. Karakteristik Umum Sampel Penelitian

Karakteristik Sampel Jumlah (N) Persen (%)Jenis Kelamin

Laki-lakiPerempuan

2721

56,3%43,7%

Usia<4040-4950-5960-6970-79

1819155

0,21%16,7%39,6%31,2%10,4%

Status PerkawinanKawinJanda/Duda

444

91,7%8,3%

PendidikanSD/SRSMPSMAPT

1141320

23%8,3%27,1%41,6%

PekerjaanIbu RTPNSPensiun PNSguruKaryawan swastaWiraswastaPetani

12985941

25%18,8%16,7%10,4%18,8%8,3%2,1%

18

Page 19: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Kelompok sampel penelitian terbesar adalah berusia 50-59 tahun sebanyak

19 orang atau 39,6% dari seluruh sampel. Satu orang penderita berusia dibawah

40 tahun (28 tahun).

Sebagian besar sampel penelitian berstatus kawin dan terdapat 4 orang

yang berstatus janda/duda, baik karena bercerai maupun karena pasangan

meninggal. Dua puluh orang (41,6%) penderita menyelesaikan pendidikan

perguruan tinggi baik diploma maupun sarjana. Kelompok terbesar penderita

memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, PNS dan karyawan swasta.

Tabel 2. Nilai HDRS Sampel Penelitian

HDRS Jumlah (N) Persen (%)0-9 27 56,3%

10-13 5 10,4%14-17 5 10,4%>17 11 22,9%

Dari 48 sampel penelitian didapatkan 27 orang (56,3%) yang memiliki

nilai HDRS antara 0-9 yang berarti tidak mengalami depresi dan sisanya sebanyak

43,7% mengalami depresi pasca stroke dengan derajat ringan, ringan-sedang,

sedang-berat.

Tabel 3. Nilai HDRS Berdasarkan Usia

Nilai HDRS Usia Jumlah (N) Persen (%)0-9 <40

40-4950-5960-6970-79

-61371

-12,5%27,1%14,6%2,1%

10-13 <4040-4950-5960-6970-79

--122

--

2,1%4,2%4,2%

14-17 <4040-4950-5960-6970-79

-212-

-4,2%2,1%4,2%

->17 <40 1 2,1%

19

Page 20: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

40-4950-5960-6970-79

-532

-10,4%6,3%4,2%

Pada kelompok nilai HDRS 0-9 jumlah sampel penelitian yang dominan

berusia antara 50-59 tahun, sedangkan pada kelompok lain tidak ada kelompok

usia yang jumlahnya dominan.

Tabel 4. Nilai HDRS Berdasarkan Jenis Kelamin

HDRS Jenis Kelamin Jumlah (N) Persen (%)0-9 Laki-laki

Perempuan1710

35,4%20,8%

10-13 Laki-lakiPerempuan

41

8,3%2,1%

14-17 Laki-lakiPerempuan

23

4,2%6,3%

>17 Laki-lakiPerempuan

47

8,3%14,6%

Pada kelompok nilai HDRS 0-9 jumlah laki-laki lebih besar dibanding

perempuan, dan pada kelompok nilai HDRS > 17 jumlah perempuan lebih besar

dibanding laki-laki.

Tabel 5. Nilai HDRS Berdasarkan Status Perkawinan

HDRS Status Perkawinan Jumlah (N) Persen (%)0-9 Kawin

Duda/janda261

54,2%2,1%

10-13 KawinDuda/janda

5-

10,4%-

14-17 KawinDuda/janda

41

8,3%2,1%

>17 KawinDuda/janda

92

18,8%4,2%

Dari 4 orang sampel penelitian yang berstatus duda atau janda, 1 orang

terdapat dalam kelompok nilai HDRS 0-9, 1 orang terdapat dalam kelompok nilai

HDRS 14-17 dan 2 orang terdapat dalam kelompok nilai HDRS > 17.

20

Page 21: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Tabel 6. Nilai HDRS Berdasarkan Tingkat Pendidikan

HDRS Pendidikan Jumlah (N) Persen (%)0-9 SD

SMPSMAPT

51912

10,4%2,1%18,8%25%

10-13 SDSMPSMAPT

122-

2,1%4,2%4,2%

-14-17 SD

SMPSMAPT

-113

-2,1%2,1%6,3%

>17 SDSMPSMAPT

6113

12,5%2,1%2,1%6,3%

Sebagian besar sampel penelitian yang memiliki nilai HDRS 0-9

berpendidikan perguruan tinggi, dan pada kelompok nilai HDRS > 17 sebagian

besar sampel penelitian berpendidikan SD.

Tabel 7. Nilai HDRS Berdasarkan Pekerjaan

HDRS Pekerjaan Jumlah (N) Persen (%)0-9 Petani

Ibu RTPNS

Pensiunan PNSKaryawan swasta

WiraswastaGuru

-555435

-10,4%10,4%10,4%8,3%6,3%10,4%

10-13 PetaniIbu RT

PNSPensiun PNS

Karyawan swastaWiraswasta

Guru

-121-2-

-2,1%4,2%2,1%

-4,2%

-14-17 Petani

Ibu RTPNS

Pensiun PNS

-21-

-4,2%2,1%

-

21

Page 22: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Karyawan swastaWiraswasta

Guru

11-

2,1%2,1%

->17 Petani

Ibu RTPNS

Pensiun PNSKaryawan swasta

WiraswastaGuru

1432-21

2,1%8,3%6,3%4,2%

-4,2%2,1%

Pada tiap kelompok nilai HDRS jenis pekerjaan sampel penelitian cukup

merata, hanya 1 orang penderita yang bekerja sebagai petani dan termasuk dalam

kelompok HDRS bernilai > 17.

Tabel 8. Nilai HDRS Berdasarkan Durasi Pasca Stroke

HDRS Pasca Stroke Jumlah (N) Persen (%)0-9 12 minggu-3 bulan

4-6 bulan7-9 bulan

10-12 bulan

13833

27,1%16,7%6,3%6,3%

10-13 12 minggu-3 bulan4-6 bulan7-9 bulan

10-12 bulan

31-1

6,3%2,1%

-2,1%

14-17 12 minggu-3 bulan4-6 bulan7-9 bulan

10-12 bulan

41--

8,3%2,1%

--

>17 12 minggu-3 bulan4-6 bulan7-9 bulan

10-12 bulan

10-1-

20,8%-

2,1%-

Pada semua kelompok nilai HDRS, penderita dengan durasi pasca stroke

12 minggu-3 bulan memiliki jumlah terbesar. Khusus pada kelompok nilai HDRS

> 17, hanya 1 orang (2,1%) penderita yang memiliki durasi pasca stroke 7-9

bulan.

22

Page 23: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Tabel 9. Nilai HDRS Berdasarkan Tipe Stroke

HDRS Tipe Stroke Jumlah (N) Persen (%)0-9 NH

H234

47,9%8,3%

10-13 NHH

5-

10,4%-

14-17 NHH

41

8,3%2,1%

>17 NHH

101

20,8%2,1%

NH = Non HemoragikH = Hemoragik

Sebagian besar sampel penelitian mengalami stroke tipe non hemoragik

yaitu berjumlah 42 orang (8,5%). Dari 6 orang penderita yang mengalami stroke

hemoragik, 4 orang pada kelompok nilai HDRS 0-9 dan sisanya pada kelompok

lain.

Tabel 10. Nilai HDRS Berdasarkan Hemisfer yang TerlibatHDRS Hemisfer terlibat Jumlah (N) Persen (%)

0-9 KananKiri

1116

22,9%33,3%

10-13 KananKiri

23

4,2%6,3%

14-17 KananKiri

32

6,3%4,2%

>17 Kanankiri

56

10,4%12,5%

Jumlah penderita yang mengalami stroke pada hemisfer kanan dan kiri

hamoir sama pada tiap kelompok nilai HDRS, hanya pada kelompok nilai HDRS

0-9 jumlah penderita yang mengalami stroke melibatkan hemisfer kiri lebih

banyak dari hemisfer kanan yaitu sebesar 16 orang (33,3%).

23

Page 24: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Tabel 11. Nilai HDRS Berdasarkan Barthel Index HDRS Barthel Index Jumlah (N) Persen (%)

0-9 0-2526-5051-7576-100

1-125

2,1%-

2,1%52,1%

10-13 0-2526-5051-7576-100

1-22

2,1%-

4,2%4,2%

14-17 0-2526-5051-7576-100

-113

-2,1%2,1%6,3%

>17 0-2526-5051-7576-100

45-2

2,1%10,4%

-4,2%

Sebagian besar penderita memiliki Barthel Index 76-100 dengan jumlah

sebesar 32 orang penderita (66,7%) dan kelompok ini sebagian besar berada

dalam kelompok HDRS bernilai 0-9 sedangkan pada kelompok HDRS bernilai >

17 penderita dengan Barthel Index 76-100 berjumlah paling sedikit.

Tabel 12. Nilai HDRS Berdasarkan Riwayat Depresi Sebelumnya

HDRS Riwayat Depresi Jumlah (N) Persen (%)0-9 Ada

Tidak ada-

27-

56,3%10-13 Ada

Tidak ada-5

-10,4%

14-17 AdaTidak ada

14

2,1%4,2%

>17 AdaTidak ada

110

2,1%20,8%

Hanya terdapat 2 orang (4,2%) sampel penelitian yang memiliki riwayat

depresi sebelumnya. Kedua penderita ini telah terdiagnosis depresi oleh spesialis

jiwa sebelumnya dan 1 orang pernah mendapat terapi.

24

Page 25: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

IV. 2 Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan gambaran mengenai kejadian pasca stroke

pada penderita stroke yang kontrol di poliklinik stroke RSMH Palembang. Dari

beberapa penelitian didapatkan perkiraan insiden depresi pasca stroke berkisar

antara 5% (Aben et al., 2002) sampai 63% (Gottilieb, Salagnik, Kipnis, & Brill,

2002). Menurut Gonzales-Torrecillas et al.,(1995) insiden depresi ringan (minor)

diperkirakan sebesar 11% sampai 44% menurut Kauhanen et al. (1999,2000) dan

insiden depresi mayor berkisar antara 6% (Berg, Palomaki, Lehtihalmes,

Lonnqvist, & Kaste, 2001) sampai 35% (Weg & Kulk, 1999). Hasil insiden

derajat depresi pasca stroke yang didapat peneliti hampir sama dengan insiden

yang didapat dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu 43,7%, depresi derajat

ringan sebesar 10,4% dan depresi derajat sedang-berat 33,3%.

Pada beberapa penelitian dinyatakan bahwa usia tua berhubungan dengan

timbulnya depresi (Berg et al.,2001; Hayee et al., 2001; Kauhanen et al., 1999,

2000; Kotila et al., 1998, 1999) dengan perbandingan yang yang hampir sama

dengan penelitian yang menyebutkan usia lebih muda berhubungan dengan

timbulnya depresi pasca stroke (Carota et al., 2005; Eriksson et al., 2004; Paradiso

& Robinson, 1998; Robinson, Starr, et al., 1983, 1985). Pada penelitian ini,

kelompok usia mayoritas yang memiliki nilai HDRS 0-9 atau tidak mengalami

depresi adalah 50-59 tahun, demikian halnya dengan kelompok depresi sedang-

berat, kelompok usia 50-59 tahun juga merupakan jumlah terbesar. Hal ini

kemungkinan karena kelompok usia 50-59 tahun merupakan kelompok sampel

penelitian dengan jumlah terbanyak dan tidak dapat menunjukkan adanya

hubungan keterkaitan usia dengan timbulnya depresi pasca stroke.

Hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan sampel penelitian

berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang memiliki nilai HDRS 0-9 (normal)

dan 10-13 (depresi ringan) dan sampel penelitian berjenis kelamin perempuan

memiliki nilai HDRS yang lebih besar. Hal ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Aben et al., 2002, 2003; Angelleli et al., 2004; Eriksson et al.,

2004, yang menyatakan jenis kelamin perempuan sebagai faktor risiko timbulnya

depresi pasca stroke.

25

Page 26: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

Menurut Berg et al., 2001, tidak ada hubungan bermakna antara status

perkawinan dengan timbulnya depresi pasca stroke. Pada penelitian ini dari 48

sampel penelitian hanya 4 orang yang memiliki status duda/janda, 3 orang

mengalami depresi dan satu orang normal. Dari hasil penelitian ini tidak dapat

dinilai adakah hubungan antara status perkawinan dengan kejadian depresi pasca

stroke sebab jumlah sampel dengan status kawin dan duda/janda memiliki

perbandingan yang sangat berbeda.

Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua faktor yang membentuk status

sosioekonomi. Robinson et al (1998) menyatakan bahwa rendahnya status

sosioekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi derajat depresi pasca stroke.

Pada penelitian ini didapatkan ada kecenderungan kelompok yang tidak

mengalami depresi berpendidikan perguruan tinggi dan kelompok yang

mengalami depresi sedang-berat memiliki pendidikan yang lebih rendah (SD),

sedangkan pekerjaan sampel penelitian tidak menggambarkan adanya nilai yang

dominan pada tiap derajat depresi.

Sekitar 40%-50% pasien dapat menderita depresi dalam beberapa bulan

pertama setelah stroke (Robinson et al, 1983) dan mencapai insiden paling tinggi

pada tiga bulan pertama pasca stroke yaitu 31% (Wibisono, 2007). Hasil

penelitian ini menunjukkan jumlah terbanyak penderita yang masih kontrol ke

poliklinik adalah penderita dengan onset stroke dalam 3 bulan terakhir. Untuk

kelompok nilai HDRS >17 atau yang mengalami depresi sedang-berat tampak

jelas didominasi penderita yang memiliki durasi pasca stroke 2 minggu-3 bulan

yaitu sebesar 20,8%.

Menurut Fedoroff et al. (1991) tidak ada perbedaan bermakna antara

derajat depresi pada tipe stroke hemoragik dan non hemoragik. Pada penelitian ini

sebagian besar sampel mengalami stroke tipe non hemoragik dan pada kelompok

derajat depresi sedang-berat hampir semuanya merupakan stroke tipe non

hemoragik, tetapi hal ini mungkin merupakan suatu bias sebab sampel penelitian

dengan stroke tipe hemoragik dan hemoragik jumlahnya sangat berbeda.

Adanya keterkaitan antara beratnya derajat depresi dengan lesi hemisfer

kiri terutama lobus frontal dinyatakan oleh Kubos et al. (1984). Pada penelitian ini

26

Page 27: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

tidak didapatkan perbedaan derajat depresi pasca stroke dengan lesi pada kedua

hemisferium.

Sebanyak 25 orang (52,8%) sampel penelitian dengan Barthel Index 75-

100 memiliki nilai HDRS 0-9 atau tidak mengalami depresi. Barthel Index

merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk menilai disabilitas fisik

dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Mahoney dan Barthel, 1965), semakin

besar nilai Barthel Index semakin adekuat fungsi fisik dan aktivitas seseorang.

Jadi hasil penelitian ini menggambarkan penderita pasca stroke yang disabilitas

fisiknya lebih sedikit cenderung tidak mengalami depresi. Hal yang sama juga

didapatkan pada penelitian yang dilakukan Aben et al (2003) yang menyatakan

adanya hubungan signifikan antara disabilitas fisik dengan depresi pasca stroke.

Menurut Gillen et al (2001) terdapat hubungan antara riwayat depresi

sebelumnya dengan depresi pasca stroke dimana riwayat depresi sebelumnya

diartikan sebagai penderita yang pernah mendapatr terapi depresi yang

dikonfirmasi dengan pernyataan anggota keluarga penderita. Pada penelitian ini

hanya terdapat 2 orang penderita yang memiliki riwayat depresi sebelumnya dan

kedua penderita ini termasuk dalam kelompok yang mengalami depresi ringan-

sedang dan sedang-berat. Meskipun demikian hal ini tidak dapat digeneralisasikan

sebab jumlah penderita yang mengalami depresi sebelumnya terlalu sedikit.

27

Page 28: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Insiden depresi pasca stroke pada penderita yang kontrol di poliklinik

stroke RSMH Palembang cukup tinggi.

2. Pada penelitian ini, depresi derajat sedang-berat lebih banyak dialami

oleh penderita pasca stroke usia tua, perempuan, berstatus duda/janda,

berpendidikan rendah, disabilitas berat, 2 minggu-3 bulan pasca stroke

V.2 Saran

1. Untuk menentukan faktor risiko depresi pasca stroke diperlukan

penelitian dengan metode analitik dan jumlah sampel lebih besar.

28

Page 29: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

BAB VIJUSTIFIKASI ETIK

5.1 Rangkuman Karakteristik

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif analitik dengan pendekatan

cross-sectional untuk mengetahui gambaran derajat depresi pada penderita

stroke di poliklinik stroke RSMH Palembang. Depresi pasca stroke dapat

mencetuskan, memperlambat penyembuhan atau memperberat keadaan fisik

serta meningkatkan biaya perawatan atau beban ekonomi dan keluarga.

Depresi pasca stroke belum menjadi perhatian dalam perawatan stroke

sehingga seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu data-data tentang kejadian

gangguan depresi pada penderita pasca stroke di RSMH penting untuk

diketahui sehingga dapat dilakukan pendeteksian dini, memprediksi timbulnya

depresi untuk selanjutnya dapat dicegah dan diberikan terapi sejak awal.

5.2 Prosedur Kelayakan Etik

Penilitian ini dilakukan di Rumah Sakit Mohammad Husin Palembang

dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan wawancara sesuai

dengan formulir penelitian/HDRS.

5.3 Analisis Kelayakan Etik

Penelitian ini dilakukan berdasarkan telaah penelitian maupun kajian

pustaka sebelumnya mengenai kejadian depresi pasca stroke dan faktor- faktor

risikonya. Kiranya penelitian ini diharapkan telah mempunyai landasan ilmiah

yang kuat sehingga dapat memberikan hasil yang bermanfaat. Pada penelitian

ini penderita tidak dikenakan biaya atau beban selama penelitian.

5.4 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

mempunyai landasan yang kuat, bermanfaat dilaksanakan dengan cara yang

baik, tidak menempatkan penderita pada tempat yang tidak terhormat. Peneliti

mempunyai keyakinan bahwa penelitian ini layak etik untuk dilaksanakan.

29

Page 30: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

DAFTAR PUSTAKA

1. Johnson JL, Minarik PA, Bautista C, et al. (2006). Poststroke depression incidence and risk factors: an integrative literature review. Journal of Neuroscience Nursing, 38, 316-27.

2. American Heart Association . (2005). Heart disease and stroke statistics: 2005 update. Dallas. Author.

3. Lamsudin R.1997. Algoritma Stroke Gajah Mada (Tesis Doktor). Yogyakarta; UGM.

4. Wibisono, S. (2007). Depresi Pasca Stroke. Simposia – Vol.7 No.1, Available from URL : hppt://www.majalah-farmacia.com

5. Hankey GJ. Post stroke care (how should new problems be managed?). Stroke: your questions answered. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone;2007.p.315-8.

6. Gofir A. Manajemen stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press;2009.p165-73.

7. Post stroke depression. 2009. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Post_stroke_depression

8. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – DSM-IV. Washington DC: Am Psychiat. Press 1994

9. Robinson RG, Starr LB, Kubos KL. A two-year longitudinal study poststroke mood disorder: findings during the initial evaluation. Stroke 1983;14:736-41

10. Robinson RG, Bolduc PL, Price TR. Two-year longitudinal study of oststroke mood disorder: diagnosis at one and two years. Stroke 1987;18:837-4

11. Robinson RG, Strarr LB, Kubos KL. Mood disorders in stroke patients: importance of lesion location. Brain 1989;107: 81-93

12. Amir N. (2005). Diagnosis dan penatalaksanaan depresi paskastroke. Cermin Dunia Kedokteran, 149, 8-13.

13. Kapplan,HI., Sadick, BJ (1995), Comprehensive Textbook of Psychiatry,6th ed: USA : Lippincott.

14. Aben I, Lousberg R, Honig A. Validity of the beck depression inventory, hospital anxiety and depression scale, SCL-90, and hamilton depression rating scale as screening instruments for depression in stroke patients. Psychosomatics 2002; 43:386–393

15. Hamilton Rating Scale for Depression. 2009. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Hamilton_Rating_Scale_for_Depression

30

Page 31: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

LAMPIRAN

Formulir Pengisian Data Kuesioner dan HDRS

Tanggal pemeriksaan :..................................... Pemeriksa :...............................

Nama pasien :.....................................................(LK/PR) Umur ........... tahun

Pekerjaan :.........................................................Pendidikan terakhir ...............

Status perkawinan:...........................................Onset stroke:............................

Jenis Stroke : ................................................... Hemisfer yang terkena:..............

Riwayat depresi sebelumnya : ........................

Disabilitas pasca stroke : Skor Barthel Index: ................

Barthel Index

MAKAN0 = tidak mampu 5 = memerlukan bantuan dalam memotong, mengoles mentega, dll, atau

membutuhkan diet khusus 10 = mandiri ______

MANDI 0 = tergantung pada orang lain 5 = mandiri ______

MERAWAT DIRI 0 = memerlukan bantuan dalam merawat diri 5 = mandiri dalam merawat wajah/rambut/gigi/bercukur (peralatan tersedia) ______

BERPAKAIAN 0 = tergantung pada orang lain5 = memerlukan bantuan tetapi dapat mengerjakan sebagian dapat dikerjakan sendiri 10 = mandiri (termasuk memasang kancing, menarik retsleting, renda) ______

BAB0 = inkontinensia (memerlukan enema)5 = kadang-kadang secara spontan10 = normal ______

BAK0 = inkontinensia, menggunakan kateter dan tidak dapat berkemih sendiri 5 = kadang-kadang spontan10 = normal ______

PENGGUNAAN TOILET 0 = tergantung pada orang lain5 = memerlukan pertolongan, tetapi sebagian dapat dilakukan sendiri 10 = mandiri ______

31

Page 32: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

TRANSFER (dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya) 0 = tidak mampu, bila duduk tidak seimbang 5 = memerlukan banyak bantuan (satu atau dua orang , secara fisik), dapat duduk10 = memerlukan sedikit bantuan (secara verbal atau fisik) 15 = mandiri ______

MOBILITAS 0 = tidak dapat berpindah tempat atau < 50 yards ( 45 meter)5 = mandiri dengan kursi roda, berpindah > 50 yards (45 meter)10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yards (45 meter)15 = mandiri (tetapi masih menggunakan alat bantu, misalnya tongkat) > 50 yards

PENGGUNAAN TANGGA 0 = tidak mampu 5 = memerlukan bantuan (verbal, fisik, dengan alat bantu) 10 = mandiri ______

TOTAL (0–100): ______

Depresi Pasca Stroke

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)

1. MOOD DEPRESI (kesedihan, putus asa, tak berdaya, tak berharga) 0 |__| Tidak ada.1 |__| Perasaan ini hanya dinyatakan pada saat ditanya 2 |__| Perasaan ini dinyatakan spontan secara verbal 3 |__| Mengkomunikasikan perasaan tidak secara verbal, misalnya dengan

ekspresi wajah, postur, suara dan kecenderungan menitikkan air mata 4 |__| Perasaan ini secara dominan tampak pada pasien dari komunikasi

verbal dan non verbal.

2. PERASAAN BERSALAH 0 |__| Tidak ada.1 |__| perasaan menyalahkan diri sendiri, merasa mengecewakan orang lain .2 |__| Perasaan bersalah atau menyesali secara berlebihan kesalahan atau

dosa yang telah lalu 3 |__| Penyakit sekarang merupakan suatau hukuman. Delusi perasaan

bersalah. 4 |__| Mendengarkan suara-suara tuduhan dan/atau pengalaman halusinasi

visual berupa ancaman

3. BUNUH DIRI0 |__| Tidak ada.1 |__| Merasa hidup tidak berarti lagi 2 |__| Berharap ia sudah mati atau memiliki pikiran akan kemungkinan

dirinya mati 3 |__| Pikiran atau tingkah laku untuk bunuh diri

32

Page 33: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

4 |__| Percobaan bunuh diri 4. INSOMNIA: pada awal malam hari

0 |__| Tidak ada kesulitan tertidur 1 |__| Mengeluh kadang-kadang sulit tertidur, misalnya lebih dari setengah

jam 2 |__| Keluhan kesulitan tertidur pada malam hari

5. INSOMNIA: di tengah malam0 |__| Tidak ada kesulitan 1 |__| Pasien mengeluh merasa tidak dapat beristirahat dan terganggu

sepanjang malam 2 |__| terjaga sepanjang malam – terbangun dari tempat tidur (nilai 2)

6. INSOMNIA: pada dini hari 0 |__| Tidak ada kesulitan 1 |__| Terjaga di dini hari tetapi langsung tertidur kembali 2 |__| Tidak dapat kembali tertidur bila bangkit dari tempat tidur

7. PEKERJAAN DAN AKTIVITAS 0 |__| Tidak ada kesulitan 1 |__| Pikiran dan perasaan tidak mampu, kelelahan, atau kelemahan terkait

aktivitas, pekerjaan atau hobi. 2 |__| Hilangnya minat terhadap aktivitas, hobi atau pekerjaan 3 |__| Menurunnya waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas atau

menurunnya produktivitas. Beri skor 3 bila pasien tidak melakukan pekerjaan atau hobi selama minimal 3 jam/hari

4 |__| Berhenti bekerja karena penyakitnya. Beri skor 4 bila pasien tidak melakukan aktivitas selain rutinitas keseharian atau gagal melakukan kegiatan rutin tanpa dibantu.

8. RETARDASI (lambat dalam berpikir dan berbicara, terganggunya kemampuan berkonsentrasi, menurunnya aktivitas motorik) 0 |__| Berpikir dan berbicara normal 1 |__| Retardasi ringan selama wawancara 2 |__| Retardasi nyata selama wawancara 3 |__| Sulit diwawancara 4 |__| Stupor komplit

9. AGITASI0 |__| Tidak ada 1 |__| Melakukan suatu gerakan berulang-ulang 2 |__| Bermain dengan tangan, rambut, dll.3 |__| Selalu bergerak, tidak dapat duduk diam4 |__| Meremas-remas tangan, menggigit kuku, menarik rambut, menggigit

bibir

33

Page 34: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

10. ANSIETAS0 |__| Tidak ada 1 |__| Ketegangan subjektif dan iritablitas 2 |__| Mencemaskan hal-hal kecil 3 |__| Tingkah laku kecurigaan/tegang tampak dari wajah atau pembicaraan 4 |__| Ekspresi ketakutan tanpa bertanya

11. ANSIETAS SOMATIK, misalnya: gastro-intestinal – mulut kering, gangguan pencernaan, indigestion, diare, kram, kardiovaskular – palpitasi, sakit kepala, respirasi – hiperventilasi, menghela nafas, frekuensi BAK meningkat, keringat berlebih

0 |__| Tidak ada1 |__| Ringan2 |__| Sedang 3 |__| Berat4 |__| Tidak mampu

12. GEJALA GASTRO-INTESTINAL SOMATIK 0 |__| Tidak ada 1 |__| Hilangnya napsu makan tetapi makan tanpa bujukan orang lain. Perut

terasa kembung. 2 |__| Kesulitan makan tanpa bujukan orang lain. Meminta atau

membutuhkan laksansia atau obat untuk pencernaan atau gejala gastrointestinal

13. GEJALA SOMATIK UMUM GENERAL SOMATIC SYMPTOMS0 |__| Tidak ada 1 |__| Rasa berat pada ekstremitas, punggung atau kepala. Nyeri punggung,

nyeri otot. Hilangnya tenaga dan kelelahan. 2 |__| Setiap gejala somatik yang jelas diberi nilai 2

14. GEJALA GENITALIA (seperti hilangnya libido, gangguan menstruasi) 0 |__| Tidak ada 1 |__| Ringan2 |__| Berat

15. HIPOKONDRIASIS0 |__| Tidak ada 1 |__| memperhatikan tubuh secara berlebihan 2 |__| secara berlebihan mengkhawatirkan kesehatan3 |__| Keluhan yang sering timbul, mencari-cari pertolongan berobat4 |__| Delusi hipokondria

16. PENURUNAN BERAT BADAN (dinilai pada 1 ataupun b))a) Menurut pasien 0 |__| Tidak ada 1 |__| Kemungkinan turunnya berat badan berkaitan dengan penyakit

sekarang 2 |__| Penurunan berat badan signifikan

34

Page 35: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

3 |__| Tidak dinilai b) Menurut pengukuran per minggu 0 |__| berat badan turun kurang dari 1 lb(0,45 kg) dalam 1 minggu 1 |__| berat badan turun lebih dari 1 lb (0,45 kg) per minggu 2 |__| Berat badan turun lebih dari 2 lb (0,9 kg) per minggu 3 |__| Tidak dinilai

17. INSIGHT (PENILAIAN DIRI)0 |__| Menyadari mengalami depresi dan sakit 1 |__| Menyadari penyakit yang diderita tetapi menganggap hal itu

disebabkan gizi buruk, iklim, kerja berlebihan, virus, kurang istirahat, dll

2 |__| Menyangkal sedang sakit

Total SKOR : |__|__|

0-9 = Normal

10-13 = depresi ringan

14-17 = depresi ringan – sedang

> 17 = sedang – berat

35

Page 36: Derajat Depresi Pada Penderita Pasca Stroke

36