Upload
drpdrfat
View
348
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
depresi dan stroke
Citation preview
Proposal Mini Penelitian
Derajat Depresipada Penderita Pasca Stroke
di Poliklinik Stroke RSMH Palembang
Oleh:Dr. Lidya Aprilina
Pembimbing:Dr. Syafrudin Yunus, SpS(K)Dr. Abdullah Shahab, SpKJ
Dr. Irfanuddin, SpKO, MpdKed
BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAFFK UNSRI / RSMH PALEMBANG
2010Dipresentasikan Selasa, 2 Februari 2010 pk 11.00 WIB
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga dan penyebab
utama disabilitas berat jangka panjang di Amerika Serikat (AHA, 2005), demikian
juga di Indonesia, menurut SKRT 1995, stroke merupakan salah satu penyebab
utama kematian dan kecacatan (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri
Perdossi, 1999).1,2 Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 5,4 juta penduduk
pernah mengalami stroke. Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 1996 adalah
35,6 per 100.000 penduduk (Lamsudin, 1998).3 Lebih dari setengah penderita
pasca stroke berisiko mengalami depresi dalam waktu 3 bulan setelah onset
stroke. (Angelelli et al., 2004).1
Depresi pasca stroke adalah gangguan depresi yang mengikuti serangan
stroke, biasanya muncul dua minggu setelah serangan, dapat berlangsung lebih
dari delapan bulan dan dapat menjadi kronis atau menahun. Pada penderita stroke
gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering ditemukan.
Gangguan depresi dapat menurunkan kualitas hidup penderita, mencetuskan,
memperlambat penyembuhan atau memperberat penyakit fisik. Selain itu depresi
dapat juga meningkatkan beban ekonomi dan ketergantungan pada keluarga.
Insiden depresi pasca stroke berkisar 11–68% dengan prevalensi paling tinggi
adalah 3 bulan setelah stroke (31%). Meski demikian depresi sering tidak
terdeteksi dan tidak mendapat pengobatan semestinya dalam praktik. Sebanyak
50–80% kasus depresi sering tidak terdiagnosis oleh dokter non-psikiater. Hal ini
mungkin disebabkan gejalanya disamarkan dengan hendaya fisik dan limitasi
aktivitas kehidupan sehari–hari (ADL) yang kerap menyertai setelah stroke.
Depresi pasca stroke berdampak pada prognosis yang buruk, karena pasien
terpajan resiko kematian yang lebih besar dan pemulihan fungsional yang kurang
baik. Hal ini dikarenakan salah satu gejala depresi yaitu berkurangnya minat,
sehingga pasien cenderung enggan untuk mengikuti program rehabilitasi,
2
cenderung lebih lama tinggal di RS, serta cenderung mengalami komplikasi
seperti emboli paru, infeksi saluran kemih atau dekubitus. (Sasanto Wibisono,
2007).4,5
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mendeteksi dini
kejadian depresi pasca stroke sehingga dapat diterapi sedini mungkin dan semua
dampak negatif akibat depresi dapat dicegah. Selain itu untuk mendukung
tatalaksana secara komprehensif akan lebih baik bila mengetahui faktor-faktor
risiko terjadinya depresi pasca stroke sehingga kejadiannya dapat dicegah.
I.2 Identifikasi Masalah
Depresi pasca stroke dapat mencetuskan, memperlambat penyembuhan
atau memperberat keadaan fisik, meningkatkankan biaya perawatan atau beban
ekonomi dan keluarga. Depresi pasca stroke belum menjadi perhatian dalam
perawatan stroke sehingga seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu data-data
tentang kejadian gangguan depresi pada penderita pasca stroke di RSMH penting
untuk diketahui.
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat depresi pada
penderita pasca stroke di poliklinik stroke RSMH Palembang periode 1 Februari
2010 sampai 30 April 2010 dengan meninjau juga segi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, jenis stroke dan hemisfer yang terkena,
disabilitas pasca stroke, riwayat depresi sebelumnya.
I.4 Manfaat Penelitian
1. Dalam bidang pelayanan
Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang gangguan depresi yang
terjadi pasca stroke untuk mendeteksi dini dan memberikan gambaran
mengenai beberapa variabel yang berhubungan dengan timbulnya depresi
pasca stroke
2. Dalam bidang pendidikan
3
Penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk melatih kemampuan melakukan
sebuah penelitian yang benar dan bermanfaat.
3. Dalam bidang penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian
lebih lanjut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi
Stroke adalah suatu sindroma klinis gangguan neurologis yang
menyebabkan gangguan cerebral blood flow sementara waktu, sehingga terjadi
kerusakan sel dan kematian.1 Menurut WHO Monica Project, stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh
(global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada
gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).3,6
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, depresi pasca
stroke didefinisikan sebagai gangguan mood akibat kondisi medis umum (dalam
hal ini stroke) dengan spesifikasi gejala depresif, major depressive-like episodes,
gejala mania, atau gejala campuran.7,8
II.2 Epidemiologi
Depresi pasca stroke muncul umumnya dua minggu setelah onset stroke
dengan prevalensi bervariasi berdasarkan waktu dengan angka tertinggi pada 3-6
bulan setelah stroke dan nilai prevalensi pada satu tahun pasca stroke menurun
menjadi setengahnya.1,4,7 Sekitar 40%-50% pasien dapat menderita depresi dalam
beberapa bulan pertama setelah stroke.9 Robinson et al menyatakan secara alami
depresi mayor pasca stroke dengan remisi spontan umumnya 1 sampai 2 tahun
setelah stroke.7,10 Walaupun demikian, pada beberapa kasus depresi dapat menjadi
kronis dan menetap lebih dari 3 tahun pasca stroke. Sebaliknya, depresi minor
lebih bervariasi, dengan depresi jangka pendek dan jangka panjang yang dapat
terjadi. Insiden depresi pasca stroke bervariasi dari 5% sampai 63%. (Gotlieb,
Salagnik, Kipnis, & Brill, 2002, Abdul Gofir). Insiden MDD berkisar 6-35% dan
depresi minor berkisar 11-44%.6
5
II.3 Patofisiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Ada dugaan depresi pasca stroke
disebabkan oleh disfungsi biogenik amin. Badan sel serotoninergik dan
noradrenergik terletak di batang otak dan ia mengirim proyeksinya melalui bundel
forebrain media ke korteks frontal. Lesi yang mengganggu korteks prefrontal atau
ganglia basalis dapat merusak serabut-serabut ini. Ada dugaan depresi pasca
stroke disebabkan oleh deplesi serotonin dan norepinefrin akibat lesi frontal dan
ganglia basalis.11 Respons biokimia terhadap lesi iskemik bersifat lateralisasi. Lesi
hemisfer kiri menyebabkan penurunan biogenik amin tanpa adanya kompensasi
peninggian regulasi serotonin akibatnya gejala depresi dapat muncul. Sebaliknya
lesi hemisfer kanan menyebabkan peninggian regulasi serotonin (karena
mekanisme kompensasi yang bersifat protektif terhadap depresi.
TEORI PSIKOBIOLOGIK12
Teori psikoanalitik
Menurut Freud pasien depresi menderita kehilangan nyata atau imajiner atas
obyek cinta yang bersifat ambivalen. Pasien bereaksi dengan kemarahan yang
kemudian diarahkan kepada diri sendiri, dan ini menyebabkan penurunan harga
diri dan terjadi depresi.
Teori kognitif menyebutkan suatu "tritunggal kognitif" tentang distorsi persepsi
yaitu:
a. Interpretasi negatif seseorang tentang pengalaman hidupnya.
b. Menyebabkan devaluasi dirinya
c. Yang akhirnya menyebabkan depresi.
Teori biologik
Teori ini memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5-
HT) serta dopamin (D). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi
disebabkan oleh rendahnya kadar NE otak dan dopamin. Walaupun demikian,
pada beberapa pasien kadar MHPG (metabolit utama NE) tetap rendah. Hipotesis
indolamin menyatakan bahwa rendahnya 5-HT otak (atau metabolit utama, 5-
HIAA) dapat menyebabkan depresi. Mekanisme kerja antidepresan yang
6
diketahui, mendukung teori ini trisiklik memblok ambilan NE dan 5-HT dan
menghambat oksidasi NE oleh monoamin oksidase inhibitor. Depresi juga
dihubungkan dengan ketidakseimbangan neurohormonal.
Teori neurofisiologik
Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme di lobus
frontal atau menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas fundamental
ritmik sirkadian pada pasien depresi.
II.4 Gambaran Klinik
Depresi merupakan terminologi psikiatri dan juga sebuah diagnosis.
Periode beperasaan sedih atau ”feeling blue”/merana, sama halnya perasaan
kehilangan dan , termasuk bagian dari keadaan manusia normal. Gejala depresi
dapat merupakan efek dari stress, seperti penyakit atau dirawat di rumah sakit.
Pasien dapat didiagnosis dengan depresi bila memenuhi kriteria kelainan depresi
mayor (major depressive disorder). Diagnosis terminologi depresi termasuk
kelainan atau episode depresi mayor, kelainan penyesuaian dengan mood depresi,
distimia atau kelainan distimik, kelainan mood akibat kondisi medis umum, dan
kelainan mood terinduksi substansi. Juga yang relevan dengan pembahasan
depresi post stroke adalah depresi minor dan sindroma subdepresi. Major
depressive disorder (MDD) ditegakkan dengan satu atau beberapa episode depresi
mayor yang berlangsung sedikitnya 2 minggu dengan gejala mood depresi atau
hilangnya minat atau kesenangan hampir sepanjang hari dan terjadi hampir setiap
hari. Juga disertai dengan setidaknya 4 dari 9 simptom depresi: mood depresi;
hilangnya minat dan kesenangan; perubahan nafsu makan dan berat badan;
insomnia atau hipersomnia; agitasi dan retardasi psikomotor; fatigue atau
hilangnya energi; perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan;
hilangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau membuat keputusan; dan pikiran
mengenai kematian yang berulang-ulang, niat untuk bunuh diri berulang,
percobaan bunuh diri, atau rencana khusus untuk bunuh diri. Episode ini juga
disertai dengan gangguan klinis signifikan pada kehidupan sosial, lingkungan
pekerjaan, atau bidang kehidupan penting lain.1
7
Depresi minor merupakan terminologi yang digunakan pada praktek klinik
di protap rumah sakit umum dan penelitian. Depresi minor termasuk dalam
termuat dalam edisi terbaru Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) sebagai diagnosis penelitian, yang menandakan tidak adanya
bukti yang cukup atau kesepakatan ahli untuk memasukkannya sebagai diagnosis
resmi (APA,2000). Gangguan depresi minor merupakan satu atau lebih periode
simptom depresif berlangsung setidaknya 2 minggu dengan gejala-gejala yang
lebih sedikit dan gangguan yang lebih ringan dibanding MDD.1,12
Gejala klinis 8,12
Gambaran emosi
- Mud depresi, sedih atau murung
- Iritabilitas, anksietas
- Ikatan emosi berkurang
- Menarik diri dari hubungan interpersonal
- Preokupasi dengan kematian
- Ide-ide bunuh diri atau bunuh diri
Gambaran kognitif
- Mengeritik diri sendiri, perasaan tak berharga, rasa bersalah
- Pesimis, tak ada harapan, putus asa
- Bingung, konsentrasi buruk
- Tak pasti dan ragu-ragau
- Berbagai obsesi
- Keluhan somatik
- Gangguan memori
- Ide-ide mirip waham
Gambaran Vegetatif
- Lesu dan tak ada tenaga
- Tak bisa tidur atau banyak tidur
- Tak mau makan atau banyak makan
- Penurunan berat badan atau penambahan berat badan
- Libido terganggu
- Variasi diurnal
8
Psikomotor
- Retardasi psikomotor
- Agitasi psikomotor
TANDA-TANDA DEPRESI
- Tidak atau lambat bergerak
- Wajah sedih dan selalu berlinang air mata
- Kulit dan mulut kering
- Konstipasi
II. 5 Diagnosis
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis neurologis dan alat bantu diagnostik neuroradiologik.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan CT scan kepala dan MRI untuk menentukan
dengan tepat letak dan luas lesi, ada tidaknya perluasan ke ventrikel, edema
perifokal, deviasi midline serta untuk membedakan perdarahan dan iskemik.
Diagnosis depresi pasca stroke dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
PPDGJ (1993) dan The Diagnostic and Statistical Manual For Mental Disorders,
4th ed. 10 ( DSM–IV) depresi pada umumnya ditandai oleh gejala–gejala:8,13
1. Kurang nafsu makan atau penurunan berat badan yang cukup berati
atau penambahan berat badan dan peningkatan nafsu makan yang
cukup berarti.
2. Gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia)
3. Agitasi atau sebaliknya, memperlambat psikomotor (gerak)
4. Hilang minat atau rasa senang dalam semua kegiatan yang biasa
dilakukan.
5. Berkurangnya energi, mudah lelah yang nyata oleh kerja sedikit saja
6. Hilang semangat dan kegairahan hidup serta berkurangnya aktivitas.
7. Perasaan tidak berharga atau bersalah yang tidak tepat/ sesuai.
8. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang, dan rasa rendah diri.
9. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
9
10. Keluhan atau tanda–tanda berkurangnya kemampuan berpikir atau
konsentrasi, perlambanan proses pikir atau tidak mampu mengambil
keputusan.
11. Mudah tersinggung atau marah, rasa sedih, murung, hancur luluh,
putus asa, merasa tidak tertolong lagi.
Diagnosis depresi dapat ditegakkan jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut: :
a. Kelompok A : Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari
mengalami suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat,
kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan berkurangnya aktivitas
b. Kelompok B : Keadaan tersebut diatas paling sedikit 2 minggu dan hampir
setiap hari dialami gejala – gejala sebagai berikut: konsentrasi dan perhatian
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa
bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan
atau perbuatan membahayakan diri / bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan
berkurang. Berikutnya gejala lebih pendek dari dua minggu dapat dibenarkan jika
gejala tersebut luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Salah satu test penyaring yang dapat digunakan untuk membantu
mendeteksi depresi pasca stroke adalah Hamilton Depression Rating Scale
(HDRS) atau The Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD) dengan
sensitivitas sebesar 78,4% dan spesifisitas 81,3%. HDRS saat ini merupakan salah
satu test yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi depresi pada berbagai
lembaga penelitian. Keakuratan diagnosis HDRS dapat mencapai 87,1% pada
skor ≥17, oleh karena itu lebih baik dalam proses penegakkan diagnosis. HDRS
merupakan test yang dilakukan secara wawancara oleh observer sedangkan test-
test serupa menggunakan metode penilaian diri sendiri oleh pasien.14,15
10
II.6 Tatalaksana
Semua pasien depresi mesti mendapatkan psikoterapi, beberapa
memerlukan tambahan terapi fisik (olahraga berupa lari dan renang). Psikoterapi
yang dapat dilakukan antara lain terapi kognitif, terapi prilaku, psikoterapi
suportif, psikoterapi psikodinamik, terapi kelompok, dan terapi perkawinan.
Terapi biologik juga dapat dilakukan antara lain dengan pemberian antidepresan,
terapi kejang listrik. Antidepresan yang bermanfaat dalam uji klinis adalah
nortriptyline (dosis sampai 100 mg/hari), citalopram (10-20 mg/hari), atau
fluoxetine (20 mg/hari).5,12 Terapi kejang listrik mungkin merupakan terapi pilihan
bila : obat tak berhasil, kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh
diri yang akut), pada beberapa depresi psikotik, pada pasien yang tak dapat
mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang berpenyakit jantung), dan lebih dari
90% pasien memberikan respons.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional bersifat deskriptif.
III.2 Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh penderita 2 minggu-
12 bulan pasca stroke yang berobat ke poliklinik stroke RSMH Palembang dalam
periode 1 Februari sampai 30 April 2010. Tidak ada pengambilan sampel pada
penelitian ini, semua penderita pasca stroke yang sesuai dengan kriteria inklusi
menjadi subjek penelitian ini.
III.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penderita yang kontrol ke
poliklinik stroke RSMH Palembang 2 minggu-12 bulan pasca serangan stroke
pertama yang telah ditegakkan diagnosis stroke berdasarkan pemeriksaan klinis
neurologis dan pemeriksaan CT scan kepala, serta telah memberikan persetujuan
untuk mengikuti penelitian ini.
Kriteria eksklusi meliputi: penderita yang telah didiagnosa dengan depresi
sebelum mengalami serangan stroke, penderita dengan afasia, dan penderita
dengan data-data tidak lengkap.
III.4 Batasan Operasional Penelitian.
Usia
Definisi : usia penderita saat dilakukan penelitian yang dinyatakan
dalam tahun
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : self assesment
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi < 40 tahun, 40-49 tahun, 50-59
tahun, 60-69 tahun, 70-79 tahun
12
Jenis kelamin
Definisi : jenis kelamin penderita
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : self assesment
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi wanita dan pria
Stroke
Definisi : gambaran klinik berupa gangguan fungsi serebral maupun
menyeluruh (global) yang timbul tiba-tiba dan berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukan penyebab lain selain gangguan vaskuler (WHO,
1989).
Alat ukur : pemeriksaan klinis neurologis dan CT scan kepala
Cara ukur : adanya tanda defisit neurologis yang dikonfirmasi dengan
adanya gambaran hiperdense pada CT scan kepala untuk
stroke hemoragik dan gambaran hipodense untuk stroke
non hemoragik
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik
Tingkat pendidikan
Definisi : pendidikan terakhir penderita
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : self assesment
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi SD, SMP, SMA, PT
Status perkawinan
Definisi : status perkawinan penderita
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : self assesment
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi belum kawin, kawin, duda/janda
13
Pekerjaan
Definisi : pekerjaan penderita
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : self assesment
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi PNS, karyawan swasta, guru,
pensiunan PNS, petani, ibu RT, wiraswasta
Jenis stroke
Definisi : pembagian stroke berdasarkan gangguan pembuluh darah
otak
Alat ukur : pemeriksaan klinis neurologis atau CT scan kepala
Cara ukur : melalui anamnesis dan gejala klinis serta gambaran
hiperdense atau hipodense pada CT scan kepala
Hasil ukur : diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik (adanya
gambaran lesi hiperdens pada CT scan kepala tanpa
kontras) dan stroke non hemoragik (stroke dengan adanya
lesi hipodens pada CT scan kepala tanpa kontras)
Hemisfer yang terkena
Definisi : sisi hemisferium otak yang mengalami gangguan akibat
stroke baik perdarahan maupun sumbatan
Alat ukur : pemeriksaan kinis neurologis atau CT scan kepala
Cara ukur : anamnesis, sisi hemisferium yang berlawanan dengan sisi
tubuh yang terdapat defisit neurologis, sisi gambaran
hipodense dan hiperdense pada CT scan kepala
Hasil ukur : diklasifikasi menjadi hemisferium kanan dan hemisferium
kiri.
Disabilitas pasca stroke
Definisi : beratnya gejala sisa stroke pada penderita
Alat ukur : pemeriksaan klinis dan Barthel Index (BI)1
14
Cara ukur : sisa defisit neurologikus yang masih ada dan kesulitan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Hasil ukur : skor Barthel Index 0-100
Riwayat depresi sebelumnya
Definisi : apakah penderita pernah didiagnosis menderita depresi
sebelumnya
Alat ukur : kuesioner dan rekam medis
Cara ukur : wawancara keluarga dan self assesment, pernah berobat ke
SpKJ/psikiater, pernah mendapat obat-obat penenang atau
psikiatri
Hasil ukur : dikelompokkan menjadi ada, tidak ada
Depresi pasca stroke:
Definisi : gangguan emosi yang ditemukan pada penderita pasca
stroke dengan gejala berupa penurunan mud (mood),
gangguan kognitif, vegetatif, retardasi psikomotor
Alat ukur : kuesioner Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)
Cara ukur : wawancara oleh observer
Hasil Ukur : skor HDRS, derajat depresi 0-9 = Normal, 10-13 = depresi
ringan, 14-17 depresi ringan – sedang, > 17 sedang – berat
III.5 Cara Kerja dan Pengolahan data.
Pengumpulan data dilakukan secara manual dengan menggunakan
formulir penelitian yang telah disediakan. Hasil akan ditampilkan dalam bentuk
narasi dan tabular. Data akan ditampilkan berupa segi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, jenis stroke dan lokasi lesi, disabilitas
pasca stroke, riwayat depresi sebelumnya.
15
III.6 Alur Penelitian
III. 7 Jadwal Penelitian
No. Uraian KegiatanBulan
1 2 3 4 5
1.Pembuatan
proposal penelitian
2.Pengambilan
sampel penelitian
3.Pengolahan dan
penyelesaian data
4.Presentasi hasil
penelitian
16
Penderita 2 minggu-12 bulan pasca stroke di Poliklinik Stroke RSMH Palembang
Kriteria Inklusi
Diterima Tidak Diterima
Penilaian variabel:Anamnesa
Pengisian KuesionerTest HDRS
Analisis data Hasil
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel antara lain:
1. Tabel karakteristik umum.
2. Tabel nilai HDRS
3. Tabel nilai HDRS berdasarkan usia
4. Tabel nilai HDRS berdasarkan jenis kelamin
5. Tabel nilai HDRS berdasarkan status perkawinan
6. Tabel nilai HDRS berdasarkan tingkat pendidikan
7. Tabel nilai HDRS berdasarkan pekerjaan
8. Tabel nilai HDRS bedasarkan durasi pasca stroke
9. Tabel nilai HDRS berdasarkan jenis stroke
10. Tabel nilai HDRS berdasarkan hemisfer yang terkena
11. Tabel nilai HDRS berdasarkan skor Barthel Index
12. Tabel nilai HDRS berdasarkan riwayat depresi sebelumnya
17
BAB IV
HASIL
IV.1 Hasil Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah penderita stroke yang berobat di
poliklinik stroke Bagian Saraf RSMH pada periode 1 Februari sampai 30 April
2010. Berdasarkan kriteria inklusi penderita paska stroke pertama dan dalam
durasi waktu 2 minggu-12 bulan paska stroke maka didapatkan sampel penelitian
sebanyak 48 orang, terdiri dari 27 laki-laki dan 21 perempuan.
Tabel 1. Karakteristik Umum Sampel Penelitian
Karakteristik Sampel Jumlah (N) Persen (%)Jenis Kelamin
Laki-lakiPerempuan
2721
56,3%43,7%
Usia<4040-4950-5960-6970-79
1819155
0,21%16,7%39,6%31,2%10,4%
Status PerkawinanKawinJanda/Duda
444
91,7%8,3%
PendidikanSD/SRSMPSMAPT
1141320
23%8,3%27,1%41,6%
PekerjaanIbu RTPNSPensiun PNSguruKaryawan swastaWiraswastaPetani
12985941
25%18,8%16,7%10,4%18,8%8,3%2,1%
18
Kelompok sampel penelitian terbesar adalah berusia 50-59 tahun sebanyak
19 orang atau 39,6% dari seluruh sampel. Satu orang penderita berusia dibawah
40 tahun (28 tahun).
Sebagian besar sampel penelitian berstatus kawin dan terdapat 4 orang
yang berstatus janda/duda, baik karena bercerai maupun karena pasangan
meninggal. Dua puluh orang (41,6%) penderita menyelesaikan pendidikan
perguruan tinggi baik diploma maupun sarjana. Kelompok terbesar penderita
memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, PNS dan karyawan swasta.
Tabel 2. Nilai HDRS Sampel Penelitian
HDRS Jumlah (N) Persen (%)0-9 27 56,3%
10-13 5 10,4%14-17 5 10,4%>17 11 22,9%
Dari 48 sampel penelitian didapatkan 27 orang (56,3%) yang memiliki
nilai HDRS antara 0-9 yang berarti tidak mengalami depresi dan sisanya sebanyak
43,7% mengalami depresi pasca stroke dengan derajat ringan, ringan-sedang,
sedang-berat.
Tabel 3. Nilai HDRS Berdasarkan Usia
Nilai HDRS Usia Jumlah (N) Persen (%)0-9 <40
40-4950-5960-6970-79
-61371
-12,5%27,1%14,6%2,1%
10-13 <4040-4950-5960-6970-79
--122
--
2,1%4,2%4,2%
14-17 <4040-4950-5960-6970-79
-212-
-4,2%2,1%4,2%
->17 <40 1 2,1%
19
40-4950-5960-6970-79
-532
-10,4%6,3%4,2%
Pada kelompok nilai HDRS 0-9 jumlah sampel penelitian yang dominan
berusia antara 50-59 tahun, sedangkan pada kelompok lain tidak ada kelompok
usia yang jumlahnya dominan.
Tabel 4. Nilai HDRS Berdasarkan Jenis Kelamin
HDRS Jenis Kelamin Jumlah (N) Persen (%)0-9 Laki-laki
Perempuan1710
35,4%20,8%
10-13 Laki-lakiPerempuan
41
8,3%2,1%
14-17 Laki-lakiPerempuan
23
4,2%6,3%
>17 Laki-lakiPerempuan
47
8,3%14,6%
Pada kelompok nilai HDRS 0-9 jumlah laki-laki lebih besar dibanding
perempuan, dan pada kelompok nilai HDRS > 17 jumlah perempuan lebih besar
dibanding laki-laki.
Tabel 5. Nilai HDRS Berdasarkan Status Perkawinan
HDRS Status Perkawinan Jumlah (N) Persen (%)0-9 Kawin
Duda/janda261
54,2%2,1%
10-13 KawinDuda/janda
5-
10,4%-
14-17 KawinDuda/janda
41
8,3%2,1%
>17 KawinDuda/janda
92
18,8%4,2%
Dari 4 orang sampel penelitian yang berstatus duda atau janda, 1 orang
terdapat dalam kelompok nilai HDRS 0-9, 1 orang terdapat dalam kelompok nilai
HDRS 14-17 dan 2 orang terdapat dalam kelompok nilai HDRS > 17.
20
Tabel 6. Nilai HDRS Berdasarkan Tingkat Pendidikan
HDRS Pendidikan Jumlah (N) Persen (%)0-9 SD
SMPSMAPT
51912
10,4%2,1%18,8%25%
10-13 SDSMPSMAPT
122-
2,1%4,2%4,2%
-14-17 SD
SMPSMAPT
-113
-2,1%2,1%6,3%
>17 SDSMPSMAPT
6113
12,5%2,1%2,1%6,3%
Sebagian besar sampel penelitian yang memiliki nilai HDRS 0-9
berpendidikan perguruan tinggi, dan pada kelompok nilai HDRS > 17 sebagian
besar sampel penelitian berpendidikan SD.
Tabel 7. Nilai HDRS Berdasarkan Pekerjaan
HDRS Pekerjaan Jumlah (N) Persen (%)0-9 Petani
Ibu RTPNS
Pensiunan PNSKaryawan swasta
WiraswastaGuru
-555435
-10,4%10,4%10,4%8,3%6,3%10,4%
10-13 PetaniIbu RT
PNSPensiun PNS
Karyawan swastaWiraswasta
Guru
-121-2-
-2,1%4,2%2,1%
-4,2%
-14-17 Petani
Ibu RTPNS
Pensiun PNS
-21-
-4,2%2,1%
-
21
Karyawan swastaWiraswasta
Guru
11-
2,1%2,1%
->17 Petani
Ibu RTPNS
Pensiun PNSKaryawan swasta
WiraswastaGuru
1432-21
2,1%8,3%6,3%4,2%
-4,2%2,1%
Pada tiap kelompok nilai HDRS jenis pekerjaan sampel penelitian cukup
merata, hanya 1 orang penderita yang bekerja sebagai petani dan termasuk dalam
kelompok HDRS bernilai > 17.
Tabel 8. Nilai HDRS Berdasarkan Durasi Pasca Stroke
HDRS Pasca Stroke Jumlah (N) Persen (%)0-9 12 minggu-3 bulan
4-6 bulan7-9 bulan
10-12 bulan
13833
27,1%16,7%6,3%6,3%
10-13 12 minggu-3 bulan4-6 bulan7-9 bulan
10-12 bulan
31-1
6,3%2,1%
-2,1%
14-17 12 minggu-3 bulan4-6 bulan7-9 bulan
10-12 bulan
41--
8,3%2,1%
--
>17 12 minggu-3 bulan4-6 bulan7-9 bulan
10-12 bulan
10-1-
20,8%-
2,1%-
Pada semua kelompok nilai HDRS, penderita dengan durasi pasca stroke
12 minggu-3 bulan memiliki jumlah terbesar. Khusus pada kelompok nilai HDRS
> 17, hanya 1 orang (2,1%) penderita yang memiliki durasi pasca stroke 7-9
bulan.
22
Tabel 9. Nilai HDRS Berdasarkan Tipe Stroke
HDRS Tipe Stroke Jumlah (N) Persen (%)0-9 NH
H234
47,9%8,3%
10-13 NHH
5-
10,4%-
14-17 NHH
41
8,3%2,1%
>17 NHH
101
20,8%2,1%
NH = Non HemoragikH = Hemoragik
Sebagian besar sampel penelitian mengalami stroke tipe non hemoragik
yaitu berjumlah 42 orang (8,5%). Dari 6 orang penderita yang mengalami stroke
hemoragik, 4 orang pada kelompok nilai HDRS 0-9 dan sisanya pada kelompok
lain.
Tabel 10. Nilai HDRS Berdasarkan Hemisfer yang TerlibatHDRS Hemisfer terlibat Jumlah (N) Persen (%)
0-9 KananKiri
1116
22,9%33,3%
10-13 KananKiri
23
4,2%6,3%
14-17 KananKiri
32
6,3%4,2%
>17 Kanankiri
56
10,4%12,5%
Jumlah penderita yang mengalami stroke pada hemisfer kanan dan kiri
hamoir sama pada tiap kelompok nilai HDRS, hanya pada kelompok nilai HDRS
0-9 jumlah penderita yang mengalami stroke melibatkan hemisfer kiri lebih
banyak dari hemisfer kanan yaitu sebesar 16 orang (33,3%).
23
Tabel 11. Nilai HDRS Berdasarkan Barthel Index HDRS Barthel Index Jumlah (N) Persen (%)
0-9 0-2526-5051-7576-100
1-125
2,1%-
2,1%52,1%
10-13 0-2526-5051-7576-100
1-22
2,1%-
4,2%4,2%
14-17 0-2526-5051-7576-100
-113
-2,1%2,1%6,3%
>17 0-2526-5051-7576-100
45-2
2,1%10,4%
-4,2%
Sebagian besar penderita memiliki Barthel Index 76-100 dengan jumlah
sebesar 32 orang penderita (66,7%) dan kelompok ini sebagian besar berada
dalam kelompok HDRS bernilai 0-9 sedangkan pada kelompok HDRS bernilai >
17 penderita dengan Barthel Index 76-100 berjumlah paling sedikit.
Tabel 12. Nilai HDRS Berdasarkan Riwayat Depresi Sebelumnya
HDRS Riwayat Depresi Jumlah (N) Persen (%)0-9 Ada
Tidak ada-
27-
56,3%10-13 Ada
Tidak ada-5
-10,4%
14-17 AdaTidak ada
14
2,1%4,2%
>17 AdaTidak ada
110
2,1%20,8%
Hanya terdapat 2 orang (4,2%) sampel penelitian yang memiliki riwayat
depresi sebelumnya. Kedua penderita ini telah terdiagnosis depresi oleh spesialis
jiwa sebelumnya dan 1 orang pernah mendapat terapi.
24
IV. 2 Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan gambaran mengenai kejadian pasca stroke
pada penderita stroke yang kontrol di poliklinik stroke RSMH Palembang. Dari
beberapa penelitian didapatkan perkiraan insiden depresi pasca stroke berkisar
antara 5% (Aben et al., 2002) sampai 63% (Gottilieb, Salagnik, Kipnis, & Brill,
2002). Menurut Gonzales-Torrecillas et al.,(1995) insiden depresi ringan (minor)
diperkirakan sebesar 11% sampai 44% menurut Kauhanen et al. (1999,2000) dan
insiden depresi mayor berkisar antara 6% (Berg, Palomaki, Lehtihalmes,
Lonnqvist, & Kaste, 2001) sampai 35% (Weg & Kulk, 1999). Hasil insiden
derajat depresi pasca stroke yang didapat peneliti hampir sama dengan insiden
yang didapat dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu 43,7%, depresi derajat
ringan sebesar 10,4% dan depresi derajat sedang-berat 33,3%.
Pada beberapa penelitian dinyatakan bahwa usia tua berhubungan dengan
timbulnya depresi (Berg et al.,2001; Hayee et al., 2001; Kauhanen et al., 1999,
2000; Kotila et al., 1998, 1999) dengan perbandingan yang yang hampir sama
dengan penelitian yang menyebutkan usia lebih muda berhubungan dengan
timbulnya depresi pasca stroke (Carota et al., 2005; Eriksson et al., 2004; Paradiso
& Robinson, 1998; Robinson, Starr, et al., 1983, 1985). Pada penelitian ini,
kelompok usia mayoritas yang memiliki nilai HDRS 0-9 atau tidak mengalami
depresi adalah 50-59 tahun, demikian halnya dengan kelompok depresi sedang-
berat, kelompok usia 50-59 tahun juga merupakan jumlah terbesar. Hal ini
kemungkinan karena kelompok usia 50-59 tahun merupakan kelompok sampel
penelitian dengan jumlah terbanyak dan tidak dapat menunjukkan adanya
hubungan keterkaitan usia dengan timbulnya depresi pasca stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan sampel penelitian
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang memiliki nilai HDRS 0-9 (normal)
dan 10-13 (depresi ringan) dan sampel penelitian berjenis kelamin perempuan
memiliki nilai HDRS yang lebih besar. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aben et al., 2002, 2003; Angelleli et al., 2004; Eriksson et al.,
2004, yang menyatakan jenis kelamin perempuan sebagai faktor risiko timbulnya
depresi pasca stroke.
25
Menurut Berg et al., 2001, tidak ada hubungan bermakna antara status
perkawinan dengan timbulnya depresi pasca stroke. Pada penelitian ini dari 48
sampel penelitian hanya 4 orang yang memiliki status duda/janda, 3 orang
mengalami depresi dan satu orang normal. Dari hasil penelitian ini tidak dapat
dinilai adakah hubungan antara status perkawinan dengan kejadian depresi pasca
stroke sebab jumlah sampel dengan status kawin dan duda/janda memiliki
perbandingan yang sangat berbeda.
Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua faktor yang membentuk status
sosioekonomi. Robinson et al (1998) menyatakan bahwa rendahnya status
sosioekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi derajat depresi pasca stroke.
Pada penelitian ini didapatkan ada kecenderungan kelompok yang tidak
mengalami depresi berpendidikan perguruan tinggi dan kelompok yang
mengalami depresi sedang-berat memiliki pendidikan yang lebih rendah (SD),
sedangkan pekerjaan sampel penelitian tidak menggambarkan adanya nilai yang
dominan pada tiap derajat depresi.
Sekitar 40%-50% pasien dapat menderita depresi dalam beberapa bulan
pertama setelah stroke (Robinson et al, 1983) dan mencapai insiden paling tinggi
pada tiga bulan pertama pasca stroke yaitu 31% (Wibisono, 2007). Hasil
penelitian ini menunjukkan jumlah terbanyak penderita yang masih kontrol ke
poliklinik adalah penderita dengan onset stroke dalam 3 bulan terakhir. Untuk
kelompok nilai HDRS >17 atau yang mengalami depresi sedang-berat tampak
jelas didominasi penderita yang memiliki durasi pasca stroke 2 minggu-3 bulan
yaitu sebesar 20,8%.
Menurut Fedoroff et al. (1991) tidak ada perbedaan bermakna antara
derajat depresi pada tipe stroke hemoragik dan non hemoragik. Pada penelitian ini
sebagian besar sampel mengalami stroke tipe non hemoragik dan pada kelompok
derajat depresi sedang-berat hampir semuanya merupakan stroke tipe non
hemoragik, tetapi hal ini mungkin merupakan suatu bias sebab sampel penelitian
dengan stroke tipe hemoragik dan hemoragik jumlahnya sangat berbeda.
Adanya keterkaitan antara beratnya derajat depresi dengan lesi hemisfer
kiri terutama lobus frontal dinyatakan oleh Kubos et al. (1984). Pada penelitian ini
26
tidak didapatkan perbedaan derajat depresi pasca stroke dengan lesi pada kedua
hemisferium.
Sebanyak 25 orang (52,8%) sampel penelitian dengan Barthel Index 75-
100 memiliki nilai HDRS 0-9 atau tidak mengalami depresi. Barthel Index
merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk menilai disabilitas fisik
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Mahoney dan Barthel, 1965), semakin
besar nilai Barthel Index semakin adekuat fungsi fisik dan aktivitas seseorang.
Jadi hasil penelitian ini menggambarkan penderita pasca stroke yang disabilitas
fisiknya lebih sedikit cenderung tidak mengalami depresi. Hal yang sama juga
didapatkan pada penelitian yang dilakukan Aben et al (2003) yang menyatakan
adanya hubungan signifikan antara disabilitas fisik dengan depresi pasca stroke.
Menurut Gillen et al (2001) terdapat hubungan antara riwayat depresi
sebelumnya dengan depresi pasca stroke dimana riwayat depresi sebelumnya
diartikan sebagai penderita yang pernah mendapatr terapi depresi yang
dikonfirmasi dengan pernyataan anggota keluarga penderita. Pada penelitian ini
hanya terdapat 2 orang penderita yang memiliki riwayat depresi sebelumnya dan
kedua penderita ini termasuk dalam kelompok yang mengalami depresi ringan-
sedang dan sedang-berat. Meskipun demikian hal ini tidak dapat digeneralisasikan
sebab jumlah penderita yang mengalami depresi sebelumnya terlalu sedikit.
27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Insiden depresi pasca stroke pada penderita yang kontrol di poliklinik
stroke RSMH Palembang cukup tinggi.
2. Pada penelitian ini, depresi derajat sedang-berat lebih banyak dialami
oleh penderita pasca stroke usia tua, perempuan, berstatus duda/janda,
berpendidikan rendah, disabilitas berat, 2 minggu-3 bulan pasca stroke
V.2 Saran
1. Untuk menentukan faktor risiko depresi pasca stroke diperlukan
penelitian dengan metode analitik dan jumlah sampel lebih besar.
28
BAB VIJUSTIFIKASI ETIK
5.1 Rangkuman Karakteristik
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif analitik dengan pendekatan
cross-sectional untuk mengetahui gambaran derajat depresi pada penderita
stroke di poliklinik stroke RSMH Palembang. Depresi pasca stroke dapat
mencetuskan, memperlambat penyembuhan atau memperberat keadaan fisik
serta meningkatkan biaya perawatan atau beban ekonomi dan keluarga.
Depresi pasca stroke belum menjadi perhatian dalam perawatan stroke
sehingga seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu data-data tentang kejadian
gangguan depresi pada penderita pasca stroke di RSMH penting untuk
diketahui sehingga dapat dilakukan pendeteksian dini, memprediksi timbulnya
depresi untuk selanjutnya dapat dicegah dan diberikan terapi sejak awal.
5.2 Prosedur Kelayakan Etik
Penilitian ini dilakukan di Rumah Sakit Mohammad Husin Palembang
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan wawancara sesuai
dengan formulir penelitian/HDRS.
5.3 Analisis Kelayakan Etik
Penelitian ini dilakukan berdasarkan telaah penelitian maupun kajian
pustaka sebelumnya mengenai kejadian depresi pasca stroke dan faktor- faktor
risikonya. Kiranya penelitian ini diharapkan telah mempunyai landasan ilmiah
yang kuat sehingga dapat memberikan hasil yang bermanfaat. Pada penelitian
ini penderita tidak dikenakan biaya atau beban selama penelitian.
5.4 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
mempunyai landasan yang kuat, bermanfaat dilaksanakan dengan cara yang
baik, tidak menempatkan penderita pada tempat yang tidak terhormat. Peneliti
mempunyai keyakinan bahwa penelitian ini layak etik untuk dilaksanakan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Johnson JL, Minarik PA, Bautista C, et al. (2006). Poststroke depression incidence and risk factors: an integrative literature review. Journal of Neuroscience Nursing, 38, 316-27.
2. American Heart Association . (2005). Heart disease and stroke statistics: 2005 update. Dallas. Author.
3. Lamsudin R.1997. Algoritma Stroke Gajah Mada (Tesis Doktor). Yogyakarta; UGM.
4. Wibisono, S. (2007). Depresi Pasca Stroke. Simposia – Vol.7 No.1, Available from URL : hppt://www.majalah-farmacia.com
5. Hankey GJ. Post stroke care (how should new problems be managed?). Stroke: your questions answered. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone;2007.p.315-8.
6. Gofir A. Manajemen stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press;2009.p165-73.
7. Post stroke depression. 2009. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Post_stroke_depression
8. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – DSM-IV. Washington DC: Am Psychiat. Press 1994
9. Robinson RG, Starr LB, Kubos KL. A two-year longitudinal study poststroke mood disorder: findings during the initial evaluation. Stroke 1983;14:736-41
10. Robinson RG, Bolduc PL, Price TR. Two-year longitudinal study of oststroke mood disorder: diagnosis at one and two years. Stroke 1987;18:837-4
11. Robinson RG, Strarr LB, Kubos KL. Mood disorders in stroke patients: importance of lesion location. Brain 1989;107: 81-93
12. Amir N. (2005). Diagnosis dan penatalaksanaan depresi paskastroke. Cermin Dunia Kedokteran, 149, 8-13.
13. Kapplan,HI., Sadick, BJ (1995), Comprehensive Textbook of Psychiatry,6th ed: USA : Lippincott.
14. Aben I, Lousberg R, Honig A. Validity of the beck depression inventory, hospital anxiety and depression scale, SCL-90, and hamilton depression rating scale as screening instruments for depression in stroke patients. Psychosomatics 2002; 43:386–393
15. Hamilton Rating Scale for Depression. 2009. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Hamilton_Rating_Scale_for_Depression
30
LAMPIRAN
Formulir Pengisian Data Kuesioner dan HDRS
Tanggal pemeriksaan :..................................... Pemeriksa :...............................
Nama pasien :.....................................................(LK/PR) Umur ........... tahun
Pekerjaan :.........................................................Pendidikan terakhir ...............
Status perkawinan:...........................................Onset stroke:............................
Jenis Stroke : ................................................... Hemisfer yang terkena:..............
Riwayat depresi sebelumnya : ........................
Disabilitas pasca stroke : Skor Barthel Index: ................
Barthel Index
MAKAN0 = tidak mampu 5 = memerlukan bantuan dalam memotong, mengoles mentega, dll, atau
membutuhkan diet khusus 10 = mandiri ______
MANDI 0 = tergantung pada orang lain 5 = mandiri ______
MERAWAT DIRI 0 = memerlukan bantuan dalam merawat diri 5 = mandiri dalam merawat wajah/rambut/gigi/bercukur (peralatan tersedia) ______
BERPAKAIAN 0 = tergantung pada orang lain5 = memerlukan bantuan tetapi dapat mengerjakan sebagian dapat dikerjakan sendiri 10 = mandiri (termasuk memasang kancing, menarik retsleting, renda) ______
BAB0 = inkontinensia (memerlukan enema)5 = kadang-kadang secara spontan10 = normal ______
BAK0 = inkontinensia, menggunakan kateter dan tidak dapat berkemih sendiri 5 = kadang-kadang spontan10 = normal ______
PENGGUNAAN TOILET 0 = tergantung pada orang lain5 = memerlukan pertolongan, tetapi sebagian dapat dilakukan sendiri 10 = mandiri ______
31
TRANSFER (dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya) 0 = tidak mampu, bila duduk tidak seimbang 5 = memerlukan banyak bantuan (satu atau dua orang , secara fisik), dapat duduk10 = memerlukan sedikit bantuan (secara verbal atau fisik) 15 = mandiri ______
MOBILITAS 0 = tidak dapat berpindah tempat atau < 50 yards ( 45 meter)5 = mandiri dengan kursi roda, berpindah > 50 yards (45 meter)10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yards (45 meter)15 = mandiri (tetapi masih menggunakan alat bantu, misalnya tongkat) > 50 yards
PENGGUNAAN TANGGA 0 = tidak mampu 5 = memerlukan bantuan (verbal, fisik, dengan alat bantu) 10 = mandiri ______
TOTAL (0–100): ______
Depresi Pasca Stroke
HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)
1. MOOD DEPRESI (kesedihan, putus asa, tak berdaya, tak berharga) 0 |__| Tidak ada.1 |__| Perasaan ini hanya dinyatakan pada saat ditanya 2 |__| Perasaan ini dinyatakan spontan secara verbal 3 |__| Mengkomunikasikan perasaan tidak secara verbal, misalnya dengan
ekspresi wajah, postur, suara dan kecenderungan menitikkan air mata 4 |__| Perasaan ini secara dominan tampak pada pasien dari komunikasi
verbal dan non verbal.
2. PERASAAN BERSALAH 0 |__| Tidak ada.1 |__| perasaan menyalahkan diri sendiri, merasa mengecewakan orang lain .2 |__| Perasaan bersalah atau menyesali secara berlebihan kesalahan atau
dosa yang telah lalu 3 |__| Penyakit sekarang merupakan suatau hukuman. Delusi perasaan
bersalah. 4 |__| Mendengarkan suara-suara tuduhan dan/atau pengalaman halusinasi
visual berupa ancaman
3. BUNUH DIRI0 |__| Tidak ada.1 |__| Merasa hidup tidak berarti lagi 2 |__| Berharap ia sudah mati atau memiliki pikiran akan kemungkinan
dirinya mati 3 |__| Pikiran atau tingkah laku untuk bunuh diri
32
4 |__| Percobaan bunuh diri 4. INSOMNIA: pada awal malam hari
0 |__| Tidak ada kesulitan tertidur 1 |__| Mengeluh kadang-kadang sulit tertidur, misalnya lebih dari setengah
jam 2 |__| Keluhan kesulitan tertidur pada malam hari
5. INSOMNIA: di tengah malam0 |__| Tidak ada kesulitan 1 |__| Pasien mengeluh merasa tidak dapat beristirahat dan terganggu
sepanjang malam 2 |__| terjaga sepanjang malam – terbangun dari tempat tidur (nilai 2)
6. INSOMNIA: pada dini hari 0 |__| Tidak ada kesulitan 1 |__| Terjaga di dini hari tetapi langsung tertidur kembali 2 |__| Tidak dapat kembali tertidur bila bangkit dari tempat tidur
7. PEKERJAAN DAN AKTIVITAS 0 |__| Tidak ada kesulitan 1 |__| Pikiran dan perasaan tidak mampu, kelelahan, atau kelemahan terkait
aktivitas, pekerjaan atau hobi. 2 |__| Hilangnya minat terhadap aktivitas, hobi atau pekerjaan 3 |__| Menurunnya waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas atau
menurunnya produktivitas. Beri skor 3 bila pasien tidak melakukan pekerjaan atau hobi selama minimal 3 jam/hari
4 |__| Berhenti bekerja karena penyakitnya. Beri skor 4 bila pasien tidak melakukan aktivitas selain rutinitas keseharian atau gagal melakukan kegiatan rutin tanpa dibantu.
8. RETARDASI (lambat dalam berpikir dan berbicara, terganggunya kemampuan berkonsentrasi, menurunnya aktivitas motorik) 0 |__| Berpikir dan berbicara normal 1 |__| Retardasi ringan selama wawancara 2 |__| Retardasi nyata selama wawancara 3 |__| Sulit diwawancara 4 |__| Stupor komplit
9. AGITASI0 |__| Tidak ada 1 |__| Melakukan suatu gerakan berulang-ulang 2 |__| Bermain dengan tangan, rambut, dll.3 |__| Selalu bergerak, tidak dapat duduk diam4 |__| Meremas-remas tangan, menggigit kuku, menarik rambut, menggigit
bibir
33
10. ANSIETAS0 |__| Tidak ada 1 |__| Ketegangan subjektif dan iritablitas 2 |__| Mencemaskan hal-hal kecil 3 |__| Tingkah laku kecurigaan/tegang tampak dari wajah atau pembicaraan 4 |__| Ekspresi ketakutan tanpa bertanya
11. ANSIETAS SOMATIK, misalnya: gastro-intestinal – mulut kering, gangguan pencernaan, indigestion, diare, kram, kardiovaskular – palpitasi, sakit kepala, respirasi – hiperventilasi, menghela nafas, frekuensi BAK meningkat, keringat berlebih
0 |__| Tidak ada1 |__| Ringan2 |__| Sedang 3 |__| Berat4 |__| Tidak mampu
12. GEJALA GASTRO-INTESTINAL SOMATIK 0 |__| Tidak ada 1 |__| Hilangnya napsu makan tetapi makan tanpa bujukan orang lain. Perut
terasa kembung. 2 |__| Kesulitan makan tanpa bujukan orang lain. Meminta atau
membutuhkan laksansia atau obat untuk pencernaan atau gejala gastrointestinal
13. GEJALA SOMATIK UMUM GENERAL SOMATIC SYMPTOMS0 |__| Tidak ada 1 |__| Rasa berat pada ekstremitas, punggung atau kepala. Nyeri punggung,
nyeri otot. Hilangnya tenaga dan kelelahan. 2 |__| Setiap gejala somatik yang jelas diberi nilai 2
14. GEJALA GENITALIA (seperti hilangnya libido, gangguan menstruasi) 0 |__| Tidak ada 1 |__| Ringan2 |__| Berat
15. HIPOKONDRIASIS0 |__| Tidak ada 1 |__| memperhatikan tubuh secara berlebihan 2 |__| secara berlebihan mengkhawatirkan kesehatan3 |__| Keluhan yang sering timbul, mencari-cari pertolongan berobat4 |__| Delusi hipokondria
16. PENURUNAN BERAT BADAN (dinilai pada 1 ataupun b))a) Menurut pasien 0 |__| Tidak ada 1 |__| Kemungkinan turunnya berat badan berkaitan dengan penyakit
sekarang 2 |__| Penurunan berat badan signifikan
34
3 |__| Tidak dinilai b) Menurut pengukuran per minggu 0 |__| berat badan turun kurang dari 1 lb(0,45 kg) dalam 1 minggu 1 |__| berat badan turun lebih dari 1 lb (0,45 kg) per minggu 2 |__| Berat badan turun lebih dari 2 lb (0,9 kg) per minggu 3 |__| Tidak dinilai
17. INSIGHT (PENILAIAN DIRI)0 |__| Menyadari mengalami depresi dan sakit 1 |__| Menyadari penyakit yang diderita tetapi menganggap hal itu
disebabkan gizi buruk, iklim, kerja berlebihan, virus, kurang istirahat, dll
2 |__| Menyangkal sedang sakit
Total SKOR : |__|__|
0-9 = Normal
10-13 = depresi ringan
14-17 = depresi ringan – sedang
> 17 = sedang – berat
35
36