Demensia Alzheimer.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Demensia Alzheimer, Bukan Sekedar Demensia Biasa

Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita demensia di Asia Pasifik meningkat lebih dari dua kali lipat dan dikhawatirkan jumlah tersebut akan terus meningkat. Saat ini dalam sehari terjadi satu kasus demensia baru tiap tujuh detik. Sementara itu jumlah penderita demensia di dunia diperkirakan mencapai 80 juta pada tahun 2040. Peningkatan rata-rata di negara berkembang diperkirakan akan menjadi empat kali lebih tinggi dibandingkan negara maju. Sehingga tak keliru bila demensia kerap disebut sebagai The Disease of the Century atau penyakit abad ini.

Demensia atau pikun merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual secara progresif oleh karena merosotnya fungsi kognitif sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari. Demensia dapat disebabkan oleh pelbagai hal antara lain penyakit jantung, paru, ginjal, gangguan darah, infeksi, gangguan nutrisi, berbagai keadaan keracunan serta kelainan otak primer seperti stroke, infeksi dan proses degenerasi. Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling besar dalam kelompok lanjut usia.

Demensia Alzheimer

Salah satu bentuk demensia akibat degenerasi otak yang sering ditemukan pada pasien lanjut usia yakni demensia alzheimer. Penyebab demensia alzheimer tak lain adalah penyakit alzheimer. Demensia alzheimer dikategorikan sebagai penyakit degeneratif otak yang progresif yang mematikan sel-sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.

Demensia alzheimer adalah pembunuh otak karena penyakit ini mematikan fungsi sel-sel otak, tegasdr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI) pada diskusi di Jakarta (6/8) dalam rangka menyongsong Hari Alzheimer Sedunia yang diperingati setiap tanggal 21 September. Tema Hari Alzheimer Sedunia tahun ini adalah No Time To Lose, yang artinya tidak ada waktu yang terbuang percuma bagi kaum lanjut usia.

Gejala dini demensia alzheimer antara lain gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan; kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan dan berbahasa; gangguan pengenalan waktu dan tempat; kesulitan mengambil keputusan yang tepat; kesulitan berpikir abstrak; salah meletakkan barang; perubahan mood dan tingkah laku; perubahan kepribadian serta kehilangan inisiatif.

Namun sayangnya, gejala dini demensia alzheimer sering terabaikan dan hanya dianggap sebagai gejala lanjut yang wajar seiring pertambahan usia atau terjadi salah diagnosis. Pasien juga seringkali kurang menaruh perhatian pada gejala yang timbul serta menyangkal kondisinya sendiri. Padahal, kegagalan mendiagnosis dini demensia alzheimer dapat mengakibatkan penanganan yang tidak tepat dan memberikan beban tambahan berupa beban ekonomi, sosial, dan emosi pada penderita dan keluarga.

Perubahan Perilaku dan Psikologik

Penderita demensia dapat mengalami berbagai bentuk perubahan perilaku dan psikologik yang dikenal sebagaiBehavioral and Psychological Symptoms of Dementia(BPSD). BPSD seringkali terlambat dikenali atau bahkan salah diagnosis sebagai depresi ataulate onset schizophrenia. Kejadian BPSD pada demensia alzheimer mencapai 80 persen. Perubahan perilaku dan psikologik tersebut menjadi beban psikososial dan ekonomi yang berat bagi keluarga yang merawat pasien demensia alzheimer, kata psikiater dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM,dr. Suryo Dharmono, SpKJ (K).

Gangguan perilaku yang sering ditemukan pada pasien demensia alzheimer antara lain berupa perilaku agresif (galak, kasar, menyerang secara fisik);wandering(keluyuran tanpa tujuan, hilang dari rumah, tersesat); gelisah mondar-mandir; senang menimbun barang; sering berteriak tengah malam, tidak mau ditinggal sendirian; implusif, tidak bisa mengontrol perilakunya, kekanak-kanakan; cenderung mengulang pertanyaan; serta kehilangan sopan santun.

Sementara gangguan psikologik yang sering ditemukan pada demensia alzheimer antara lain berupa depresi (menarik diri, menolak makan, menangis, merasa terbuang, putus asa dan keinginan bunuh diri); ansietas/agitasi (penderita selalu ketakutan akan ditinggal oleh keluarganya); halusinasi/delusi (seringkali berupa halusinasi penglihatan); misidentifikasi (salah mengenali orang atau bahkan tidak mengenal bayangan dirinya di cermin; serta waham (kecemburuan yang tidak masuk akal, kecurigaan dan ketakutan yang berlebihan).

Depresi merupakan masalah psikologik yang sering dijumpai pada pasien demensia. Pasien demensia alzheimer dengan depresi memperlihatkan ganguan fungsional yang lebih berat dibanding pasien demensia alzheimer tanpa depresi.

Penanganan Demensia

Tujuan utama penanganan demensia adalah agar penderita dapat mengoptimalkan kemampuan yang masih ada dan memperbaiki kualitas hidupnya. Segala upaya yang dilakukan tak lain untuk menunda progresi kemunduran daya ingat. Penanganan demensia dapat dilakukan baik melalui pendekatan non-farmakologis (psikososial) maupun dengan terapi farmakologis.

Pendekatan non-farmakologis merupakan pendekatan lini pertama pada BPSD ringan sampai sedang. Dalam pendekatan non-farmakologis, diperlukan intervensi lingkungan, perilaku, dan keluarga. Selain itu untuk menunda kemunduran kognitif, penderita demensia harus menjalankan pola perilaku sehat dan stimulasi otak sedini mungkin.

Sementara terapi farmakologis dilakukan setelah pendekatan non-farmakologis tidak memberikan hasil optimal. Umumnya terapi farmakologis diberikan sesuai target gejala yang menjadi sasaran obat, yakni antipsikotik, antidepresan, antiansietas,mood stabilizer, dan hipnotik sedatif. Penanganan demensia menurut panduan dariAmerican Academy of Neurology(AAN) menggunakan obat asetilkolinesterase inhibitor, vitamin, dan antioksidan.

Salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam penanganan demensia alzheimer adalah keperawatan. Masalah keperawatan pada pasien demensia alzheimer meliputi perubahan proses berpikir (waham curiga); perilaku kekerasan; risiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan; gangguan komunikasi; defisit perawatan diri; kehilangan motivasi dan minat; isolasi sosial (menarik diri); perubahan sensori perseptual, halusinasi; cemas; serta depresi.

Merawat penderita demensia alzheimer tidak mudah, tapi bisa dilakukan, ujarIbnu Abas, S.Kepselaku Wakil Kepala Pelayanan Medis, Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti. Pemahaman yang cukup tentang demensia alzheimer, kesiapan mental, dan motivasi untuk berbagi merupakan modal utama dalam memberikan asuhan. Kasih sayang dan perhatian merupakan pintu masuk untuk memberikan asuhan yang utuh dan menyeluruh sehingga penderita demensia alzheimer merasa aman dan nyaman.

Tindakan keperawatan pada pasien demensia alzheimer sebaiknya dilakukan dengan membina hubungan saling percaya, menciptakan lingkungan yang terapeutik (tenang, tidak bising, sejuk, aman, warna dinding kamar teduh), reorientasi WTO (waktu, tempat, orang), memberi perhatian cukup termasuk kebutuhan dasar, konsisten, menepati janji, empati dan jujur, melakukan kontak dengan pasien dengan singkat tapi sering.

Kenali 10 Gejala Demensia Alzheimer1. Gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan.

2. Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan.

3. Kesulitan berbicara-bahasa.

4. Gangguan pengenalan waktu dan tempat.

5. Kesulitan mengambil keputusan yang tepat.

6. Kesulitan berpikir abstrak.

7. Salah meletakkan barang.

8. Perubahan mood (alam perasaan) dan tingkah laku.

9. Perubahan kepribadian.

10. Kehilangan inisiatif.

Definisi Demensia Alzheimer

Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan oleh Alois Alzheimer yang merupakan seorang ahli psikiatri dan neuropatologi pada tahun 1906. Penyakit ini ditemukan oleh Alzheimer pada saat mengobservasi seorang wanita yang berumur 51 tahun. Wanita tersebut mengalami gangguan intelektual dan memori yang menyebabkannya tidak mengetahui cara untuk kembali ke rumahnya, padahal ia tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi, dan reflek. Setelah diautopsi, ternyata bagian otak wanita tersebut mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak yang mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary. Penyebab utama dari penderita demensia adalah penyakit Alzheimer (Dr. Iskandar Japardi).

Definisi Demensia menurut Whitbourne (2003, dalam e-psikologi oleh Veronica Adesia, S.Psi) adalah suatu penyakit penurunan fungsi kognitif/ gangguan intelektual/ daya ingat yang semakin lama semakin memburuk (progresif) dan tidak dapat diubah (irreversible). Sedangkan menurut John W. Santrock (dalam Life-Span Development Jilid II Edisi ke-5), Alzheimer adalah suatu gangguan otak yang progresif dan tidak dapat dibalik, yang dicirikan dengan kemorosotan secara perlahan dari ingatan, penalaran, bahasa, dan tentunya fungsi fisik. Oleh karena itu demensia Alzheimer adalah demensia yang disebabkan oleh Alzheimer, yang berarti demensia yang disertai oleh perubahan patologis di otak penderitanya dengan waktu penyebaran sekitar 5 sampai 20 tahun yang diakhiri dengan kematian (dalam e-psikologi oleh Veronica Adesia, S.Psi).

Kelompok Usia Penderita Demensia Alzheimer Dalam ETHICAL DIGEST: Alzheimer (Edisi 45 tahun V, November 2007), kelompok usia penderita dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu:- Early onset. Penderita Alzheimer (selanjutnya akan disebut sebagai penderita) pada kelompok early onset adalah penderita yang berusia dibawah 60 tahun (umumnya disebabkan faktor genetik). Individu dengan salah seorang keluarga dekat yang mengalami penyakit ini memiliki resiko 2x lipat.- Late onset. Kelompok penderita late onset ini adalah para penderita yang berusia diatas 60 tahun. Menurut John W. Santrock dalam Life-Span Development jilid II (2002), usia 60 ke atas berada pada tahap perkembangan dewasa akhir.

Gejala Alzheimer

Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2001), membuat 10 gejala penyakit Alzheimer Demensia yang sering muncul. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hilang ingatan. Pada awalnya penderita akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang dimulai dengan sulit mengingat informasi baru dan mudah melupakan informasi yang baru saja didapat. Semakin lama individu menderita Alzheimer, penurunan fungsi kognitif ini akan semakin parah. Pada gejala ini biasanya juga disertai dengan gejala agnosia (Etical Digest, November 2007, No. 46), yaitu: kesulitan mengenali orang-orang yang disayanginya, seperti keluarga dan teman.

2. Apraxia. Hal ini ditandai dengan penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.

3. Gangguan bahasa. Pada awalnya penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan/ atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penerita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".

4. Disfungsi visuo-spatial yang ditandai dengan disorientasi waktu dan tempat. Penderita dapat tersesat di jalan dekat rumahnya sendiri, lupa di mana ia berada, bagaimana ia sampai ke tempat tersebut, dan tidak tahu bagaimana caranya kembali ke rumah.

5. Disfugsi eksekutif. Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin.

6. Bermasalah dengan pemikiran abstrak. Menyeimbangkan buku cek dapat menjadi begitu sulit ketika tugas tersebut lebih rumit dari biasanya. Namun demikian, pada penderita, mereka akan benar-benar lupa berapa jumlah/ angkanya, dan apa yang harus mereka lakukan terhadap angka-angka tersebut.

7. Salah menempatkan segala sesuatu. Penderita akan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang tidak sewajarnya, contoh: meletakkan gosokan di dalam freezer atau meletakkan jam tangan di dalam mangkuk gula.

8. Perubahan moody atau tingkah laku. Setiap orang dapat menjadi sedih atau moody dari waktu ke waktu, tetapi penderita menampilkan mood yang berubah-ubah dari tenang menjadi ketakutan kemudian menjadi marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.

9. Perubahan kepribadian. Merupakan bentuk lanjutan dari perubahan moody, ditandai dengan gejala psikitrik dan perilaku. Penderita dapat sangat berubah, menjadi benar-benar kacau, penuh kecurigaan, cemas, ketakutan atau menjadi bergantung pada anggota keluarga. Menurut Ethical Digest (November 2007, No. 46), untuk gejala psikitrik, sekitar 50% penderita mengalami depresi. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri individu).

10. Kehilangan inisiatif/ apatis. Penderita jadi pasif, duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur lebih dari biasanya atau tidak ingin melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.

Selain 10 gejala tersebut, juga terdapat penanda neuropatologis demensia Alzheimer, yaitu neurotic plaque dan neurofibrillary tangles. Neurotic plaque pada penderita memiliki 2 jenis plaque amyloid, yaitu diffuse plaques dan plaque burn-out. Sedangkan neurofibrillary tangles adalah kumpulan filamen abnormal dalam sel syaraf di otak, dimana filamen ini terhubung dengan protein tau dan merupakan tanda tipikal dari penyakit Alzheimer. Gangguan patologis lainnya yang umum terlihat pada otak penderita adalah neuropil threads, granulovascuolar degeneration, dan amyloid angiopathy (ETHICAL DIGEST: Alzheimer, Edisi 45 tahun V, November 2007).

Berdasarkan National Alzheimer's Association (2003), gejala-gejala Alzheimer di atas dapat dibagi menjadi 3 tahap, sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu:

Gejala ringan, umum terdapat pada penderita early onset, yaitu: sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari(, disorientasi (tersesat di daerah yang dikenalnya dengan baik), bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin, mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian. Gejala menengah, yaitu: kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari (makan, mandi), cemas, curiga, agitasi, mengalami gangguan tidur, keluyuran, agnosia.( Gejala akut, umum pada penderita late onset, yaitu: kehilangan kemampuan berbicara, hilangnya nafsu makan, menurunnya berat badan, tidak mampu mengontrol otot spinchtes, sangat tergantung pada caregiver/ pengasuh.(

Penyebab Penyakit Alzheimer (ETHICAL DIGEST: Alzheimer, Edisi 45 tahun V, November 2007) Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti yang sejalan, yaitu:

Usia( Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting seseorang menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini dapat diderita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh individu yang berusia 40 tahun keatas (Dr. Iskandar Japardi, 2002).

Genetik( Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia. Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya disebabkan oleh faktor turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin kurang dari 5% dari semua kasus Alzheimer. Sebagian besar penderita Downs Syndrome memiliki tanda-tanda neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun.

Jenis kelamin( Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan karena usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan pria (Dr. Iskandar Japardi, 2002).

Pendidikan( Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi klinis. Hal ini disebabkan karena edukasi berhubungan erat dengan intelegensi, oleh karena itu ada juga penderita dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa kemampuan linguistik seseorang lebih baik dalam hal menjadi prediktor daripada edukasi.

Trauma kepala( Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles (Dr. Iskandar Japardi, 2002).

Perbedaan Alzheimer dan Penyakit Ingatan Lainnya Ada beberapa penyakit ingatan yang memiliki gejala yang mirip dengan Alzheimer, yaitu pikun, amnesia, dan delirium. Oleh karena itu sebelumnya perlu mengetahui dan menguasai masing-masing penyakit ingatan tersebut termasuk Alzheimer, karena untuk dapat mengatakan seseorang menderita penyakit Alzheimer, maka seseorang tersebut harus mengalami semua tanda-tanda dari penyakit tersebut, bukan hanya sekadar mirip. Pikun adalah penurunan ingatan yang terjadi secara alami akibat bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena regenerasi sel-sel neuron semakin melambat sehingga fungsi otak tidak dapat seefisien otak pada individu dewasa yang lebih muda. Perbedaan antara penyakit Demensia Alzheimer, amnesia, dan delirium dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Perbedaan Gejala-Gejala Demensia Alzheimer dengan Penyakit Memory Lainnya

- Demensia Alzheimer1. Penyebab: lupa fisiologis (saraf otak)

2. Akibat: gangguan memori/ ingatan

3. Terjadinya: berlangsung bertahap dan bersifat progresif

4. Sifat penyakit: permanen

5. Kemungkinan untuk sembuh: belum dapat disembuhkan

- Amnesia1. Penyebab: psikologis

2.Akibat: gangguan memori/ ingatan

3.Terjadinya: tiba-tiba, tidak bertahap, berlangsung secara drastis

4.Sifat penyakit: semi permanen

5.Kemungkinan untuk sembuh: dapat disembuhkan

- Delirium1. Penyebab: psikologis

2. Akibat: gangguan kesadaran dan gangguan kognitif

3. Terjadinya: berlangsung secara short time

4. Sifat penyakit: fluktuatif

5. Kemungkinan untuk sembuh: dapat disembuhkan

Sumber: American Psychiatric Association, 1995

Namun perlu diperhatikan dengan cermat, bahwa kognitif fisik, dan kecemasan/ ketakutan tidak selalu menyebabkan amnesia ataupun delirium. Oleh karena itu, untuk mengatakan bahwa seseorang menderita Alzheimer/ amnesia/ delirium perlu memiliki dasar pemahaman yang kuat mengenai penyakit tersebut dan harus disertai dengan pemeriksaan-pemeriksaan medis yang dibutuhkan.

Daftar Pustaka dan Rujukan:

Sarafino, Edward P. 1990. Health Psychology. Biopsychosocial Interaction. New York: John Willey and Sons Ltd.

Adesia, Veronica, 2007. Alzheimer. Anda Yakin Anda Tahu Alzheimer?. (http://www.e-psikologi.com/epsi/default.asp, diakses Maret 2008).

2007. Ethical Digest. Alzheimer, hlm. 29-31.

W, Doug Russell L.C.S., dkk. 2007. Alzheimers Caregivers Support. Support For Caregivers Of People With Alzheimers Or Other Dementias. (http://www.helpguide.org/elder/alzheimers_disease_dementia_support_caregiver.htm, diakses Maret 2008).

Kunjtoro, H. Zainuddin Sri. 2002. Gangguan Psikologis dan Perilaku Pada Demensia. (http://www.e-psikologi.com/epsi/default.asp, diakses Maret 2008).

Rubianto, L.Y.H. 2000. Memperbaiki Kualitas Hidup Penderita Alzheimer. (http://64.203.71.11/kompas-cetak/0307/01/opini/401780.htm, diakses Maret 2008).

http://www.helpguide.org/life/prevent_memory_loss.htm

http://www.mayoclinic.com/health/comments/AZ00065_comments#post

Japardi, Dr. Iskandar. 2002. Penyakit Alzheimer. (http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi38.pdf, diakses Maret 2008)

Apa itu Demensia?

Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Ianya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.

Symptoms of Dementia

Setiap orang akan mengalami demensia dalam cara yang tersendiri. Gejala-gejala termasuklah:

Terlupa tarikh-tarikh

Selalu tersalah simpan barang-barang

Mengulangi soalan

Kerap lupa untuk tutup dapur gas atau paip air

Susah memikirkan perkataan-perkataan yang sesuai bila menerangkan sesuatu

Sukar melakukan kerja-kerja yang sebelum ini dianggap rutin biasa

Sesat dalam persekitaran yang dikenali dahulunya

Menghadapi masalah memandu

Menghadapi masalah membuat keputusan kewangan

Perubahan angin (perasaan) termasuk keresahan dan kemurungan

Perubahan personaliti seperti peradaban yang kurang sesuai dalam situasi-situasi sosialPada peringkat awal, adalah sukar untuk memastikan sama ada terdapat sesuatu yang tidak kena. Adalah satu kebiasaan bagi orang-orang yang terjejas oleh penyakit Alzheimer (salah satu daripada sebab-sebab demensia) untuk menafikan yang mereka sedang menghadapi masalah. Ahli-ahli keluarga mungkin akan mengesyaki ada sesuatu yang tidak kena. Adalah penting untuk mendapatkan bantuan secepat yang mungkin kerana perubatan boleh membawa kesan yang lebih baik sekiranya dapat dilaksanakan pada peringkat awal.

Pada peringkat pertengahan, penyeliaan ke atas aktiviti harian yang tertentu diperlukan. Perubahan angin personaliti mungkin akan menjadi lebih ketara dan bermasalah. Sebagai contohn, mereka mungkin akan menjadi lebih resah di tengah malam atau akan merayau-rayau dan sesat. Atau mereka akan kehilangan rasa malu mereka, akan berani menanggalkan pakaian di khalayak ramai atau cuba menjalin hubungan seks sumbang.

Pada peringkat yang lanjut, penyakit ini disusuli dengan kemerosotan kognitif yang teruk. Orang yang terjejas akan menjadi acuh tak acuh, keliru dan tidak dapat mengemudi diri dalam rumah sendiri. Orang tersebut juga akan susah mengawal hawa nafsu dan kehilangan pertuturan yang boleh difahami. Akhirnya pada peringkat lanjut ini, mereka yang terjejas tidak dapat menjaga diri sendiri dan akan perlu bantuan dalam semua aspek aktiviti harian.

Apakah sebab-sebab Demensia?

Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkangejala-gejala demensia. Kesemuanya menyebabkan kematian sel otak. Terdapat banyak faktor yang mungkin menyebabkan kesan terhadap risiko pembentukan demensia. Ini termasuk faktor umur, gen, alkohol dan kecederaan di kepala. Dua jenis sebab utama yang menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.

Artikel Iptek

Demensia pada Usia Muda dan ProduktifOleh Dwi Nurviyandari Kusuma Wati

Sudah menjadi pendapat umum bahwa demensia hanya terjadi pada lanjut usia (Lansia), namun kenyataannya demensia dapat terjadi pada siapa saja dan pada berbagai tingkat usia.

Menjadi pikun dan renta bisa dikatakan sebagai bagian dari proses penuaan yang menjadi siklus hidup setiap manusia. Fenomena pikun dan renta yang dialami oleh orang lanjut usia menjadi hal yang dimaklumi dan biasa bagi kita semua. Walaupun dapat kita temui Lansia yang tidak mengalami gangguan memori,fenomena pikun ini sangat luas terjadi pada Lansia.

Fenomena pikun pada usia muda dan produktif merupakan hal yang sangat menakutkan bagi kita semua.Proses ini berawal dari hal-hal kecil yang terlupakan darijadwal harian yang berantakan, kondisi fisik yang menurun sampai akhirnya tidak sanggup lagi bekerja dan harus menghabiskan waktu dirumah.

Pengertian

Makna inti dari demensiapada usia muda (young onset dementia) dan demensiapada usia produktif (working onset dementia) adalah timbulnya gejala demensia berupa penurunan kognitif dan memori pada orang dengan usia dibawah 65 tahun.

Pemerintah Inggris menyatakan bahwa saat ini di Inggris terdapat kurang lebih 18.000 penderita demensia dengan usia di bawah 65 tahun. Data menunjukan adanya peningkatan angka demensia pada usia muda. Ditemukan kasus demensia pada usia 30-an, 40-an, dan 50 tahun bahkan beberapa pada usia di bawah 10 tahun.

Satu pertiga dari total penyebab demensia ini adalah penyakit Alzheimer. Penyebab lain di antaranya adalah penyakit vaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Pick's, sindrom korsakoff (karena konsumsi alkohol yang berlebihan), penyakit Huntington, dan penyakit multiple sclerosis. Pada anak-anak demensia terjadi karena penyakit genetik yang salah satu gejala utamanya adalah kerusakan kognitif, contohnya sindrom down.

Karakteristik Penderita

Berikut ini adalah karakteristik khusus dari penderita demensia pada usia muda dan produktif. Pada umumnya mereka masih aktif bekerja saat diagnosis dinyatakan dan masihmemiliki tanggung jawab atas anak dan keluarga. Secara fisik mereka adalah orang yang fit dan aktif. Jarangnya kasus demensia pada tingkat usia ini membuat mereka tidak bisa menerima mengapa demensia harus mereka derita.

Renta bukanlah karakteristik penderita demensia pada usia muda, justru kebalikannya, pada beberapa orang, demensia terjadi saat mereka merasa pada puncak kehidupannya. Pada saat itu pekerjaan dan penghasilan mereka sangat besar dibandingkan tahapan usia sebelumnya. Di kantor mereka berada pada posisi middle bahkan top manager yang dipandang oleh semua orang. Di lingkungan keluarga pun mereka menjadi figur yang dibanggakan oleh istri dan anak-anaknya. Karakteristik inilah yang menjadikan demensia pada usia muda dan produktif menjadi lebih berat dan membutuhkan perawatan yang lebih kompleks.

Tanda dan Gejala

Menurunnya daya ingat adalah tanda penting dari demensia. Pada kondisi normal kita terkadang lupa meletakkan kunci ataupun kacamata, namun segera dapat kita temukan kembali tanpa respon yang berlebihan. Pada penderita demensia, kasus "lupa" ini menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. Ketika seorang demensia kehilangan kunci, kacamata atau dompet maka respon yang muncul dapat berupa panik berlebihan, menyalahkan orang lain telah mengambilnya atau memindahkan barang tersebut. Ketika benda-benda yang dicari dapat ditemukan, mungkin saja respon yang muncul berikutnya adalah mereka tidak mengerti apa kegunaan kunci, kacamata dan dompet itu, mereka kadang terlupa untuk apa mereka memerlukan benda-benda itu.

Penderita demensia pada usia muda yang masih aktif bekerja seringkali melakukan kesalahan dalam jadwal kerja. Sekalipun tertulis dalam agenda, mereka dapat saja tidak hadir pada sebuah meeting karena terlupa akan jadwal tersebut. Hal ini sangat mempengaruhi performance kerja, dan bahan pembicaraan teman sekantor.

Gangguan orientasi waktu dan tempat seringkali dialami oleh penderita demensia. Penderita demensia pada usia muda merasa mereka masih mampu melakukan segala hal, didukung fisik yang kuat, mereka sering kali tidak menghiraukan gejala demensia ini. Mengemudi mobil adalah sebuah kebiasaan yang telah mereka lakukan selama bertahun-tahun, mereka tidak pernah mengalami kecelakaan ataupun hal-hal lain yang membahayakan. Ketika demensia terjadi mereka dapat dengan tiba-tiba terlupa kemana mereka akan pergi dan sedang berada dimana saat itu, terkadang mereka tersesat di jalan yang setiap harinya mereka lalui. Hal ini tentu sangat berbahaya mengingat mereka sedang mengemudi mobil di jalan raya yang ramai.

Ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali juga adalah tanda dari demensia. Penurunan kemampuan berbahasa ini sangat berpengaruh pada pekerjaan yang banyak menuntut komunikasi dengan orang lain, salah paham sering kali terjadi akibat penggunaan kata yang kurang tepat.

Ekspresi yang berlebihan juga ditunjukkan oleh orang dengan demensia. Mereka akan menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, begitu pula akan marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain. Penderitapun kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul seperti: rasa takut dan gugup yang tidak jelas penyebabnya.

Demikian berat apa yang dialami oleh penderita demensia, terutama pada usia yang masih muda dan produktif untuk bekerja. Perjalanan penyakit ini sangatlah lambat dan kadang tidak dirasakan baik oleh penderita maupun orang-orang di sekitarnya. Dampak demensia tidak hanya akan mengenai pada penderita seorang saja, melainkan keluarga dan orang-orang terdekat juga akan merasakannya. Kenalilah tanda dan gejala demensia sejak awal dan jangan ragu untuk melakukan pemeriksaan ke Rumah Sakit (RS). Serangkaian test akan dilakukan untuk mendiagnosa anda.

Berat sekali menerima kenyataan bahwa kita atau orang yang kita kenal dan sayangi terkena penyakit ini. Namun menyerah begitu saja bukan pula menjadi sebuah solusi. Sedari dini mengetahui penyakit dan melakukan perawatan yang tepat dapat memperlambat proses kerusakan otak yang dialami oleh penderita demensia.

Berbagai hal masih dapat disiasati agar kehidupan sosial para penderita demensia ini tidak berhenti seiring dengan vonis demensia yang diderita. Dimulai dengan membuat catatan detail aktivitas sehari-hari, meletakkan barang selalu pada tempatnya, memberikan petunjuk penggunaan pada setiap barang dan menggunakan tanda pengenal ketika akan pergi jauh tanpa teman. Hal-hal yang telah disebutkan tadi dapat dilakukan dengan dukungan penuh dari seluruh keluarga. Pengertian harus diberikan sejak awal kepada keluarga terutama anak-anak, sehingga kebersamaan dalam menghadapai kenyataan demensia akan lebih ringan bagi penderita.

Keluarga sebagai support terpenting bagi penderita demensia akan dapat lebih berempati dengan mempelajari lebih dalam tentang demensia. Berusaha untuk selalu tetap tenang dan sabar dalam menghadapi penderita, mencurahkan kasih sayang dan berusaha memahami apa yang dirasakan penderita dapat sangat membantu dalam perawatan penderita demensia. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita. Bantu mereka dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun akan mengalami penurunan. Jelaskan kondisi penderita pada setiap tamu atau teman yang datang agar mereka dapat ikut mendukung perawatan penderita.

Pencegahan

Sampai dengan saat ini demensia belum dapat disembuhkan, pengobatan dan perawatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi tanda dan gejala serta mengoptimalkan kemampuan yang masih dimiliki, hal ini diharapakan dapat menurunkan laju kerusakan otak yang dialami penderita demensia.

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah dengan menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak. Secara teknis dua hal diatas dapat kita lakukan dengan mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alcohol dan zat adiktif yang berlebihan kedalam system tubuh kita.

Mengoptimalkan fungsi otak dengan membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif salah satunya dapat dengan memperdalam ilmu agama. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

Pengertian DemensiaDemensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

Gejala DemensiaHal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adannya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998)

Peran KeluargaKeluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.

Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.

Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.

Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.

Tingkah Laku LansiaPada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.

Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.

Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya. KesimpulanDemensia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari penderitanya. Kondisi penderita demensia secara perlahan mengalami kemunduran yang tidak dapat dihindarkan. Memahami kondisi penderita dan merawat dengan sabar adalah peran penting keluarga yang salah satu anggotanya menderita demensia.

Demensia, Bila Lupa Menjadi Hal Yang Biasa

Menjadi pikun dan renta adalah hal pertama yang kita bayangkan saat kita memasuki lanjut usia. Penurunan daya ingat yang dialami oleh orang lanjut usia menjadi hal yang dimaklumi dan biasa bagi kita semua. Namun sudah tidak biasa lagi bila penurunan daya ingatnya bersifat progresif.

Pengertian Demensia

Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

Sepertiga dari total penyebab demensia ini adalah penyakit Alzheimer. Penyebab lain di antaranya adalah penyakit vaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Pick's, sindrom korsakoff (karena konsumsi alkohol yang berlebihan), penyakit Huntington, dan penyakit multiple sclerosis..

Demensia biasanya terjadi secara perlahan dan menyerang usia di atas 60 tahun, namun bisa saja terjadi pada usia muda dan produktif, jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak.

Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi.

Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil, tetapi penderita demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.

Tanda dan Gejala Demensia1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, "lupa" menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada

3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali

4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.

5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

Pencegahan & Perawatan Demensia Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,seperti :

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan

2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.

3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif

Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.

Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi

4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

Kenalilah tanda dan gejala demensia sejak dini! Segera periksakan ke dokter untuk segera ditangani. Dampak demensia tidak hanya terhadap penderita seorang saja, melainkan keluarga dan orang-orang terdekat juga.

Dukungan keluarga penting bagi penderita demensia. Berikut dukungan yang bisa Anda berikan untuk membantu penderita Demensia:

1. Pelajari lebih dalam tentang demensia.

2. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam menghadapi penderita.

3. Berusaha memahami apa yang dirasakan penderita.

4. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita.

5. Bantu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun akan mengalami penurunan. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

6. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.

7. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.

8. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat membantu.

Mengenal Penyakit Demensia (2)

Oct 30, 2008 at 08:46 AM

Mudah Lupa, Harus Diwaspadai

Oleh : Dr Nora Sondakh, MAMENYERANG USIA MANULA: Bertambahnya usia, makin besar peluang menderita penyakit Demensia.

PENINGKATAN angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang. Dan menurut Dr Nora Sondakh, MA, lebih dari 50 % kasus demensia tergolong pada demensia tipe Alzheimer (AD). Setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia Alzheimer berlipat dua setiap kenaikan 5 tahun usia.

Dengan meningkatnya usia harapan hidup suatu populasi diperkirakan akan meningkat pula prevalensi demensia, ujar Dr Nora sambil menambahkan kalau di seluruh dunia, diperkirakan lebih dari 30 juta penduduk menderita demensia dengan berbagai sebab. Di Indonesia sendiri, menurut data profil kesehatan yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan tahun 1998, terdapat 7,2 % populasi usia lanjut 60 tahun ke atas, memang belum ada data pasti tentang prevalensi kasus demensia, imbuhnya lagi.

GEJALA KLINIS DEMENSIA/PIKUNTipe demensia ini sendiri ada 2 yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini menurut Dr Nora Sondakh, disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.

Demensia Alzheimer ini terbagi atas 3 stadium, ujar Dr Nora, seraya menjelaskan kalau stadium I, berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami, ujar Sondakh, sambil meyakinkan kalau ini tidak mengganggu aktivitas rutin dalam keluarga. Sedangkan stadium II, dijelaskan oleh Dr Nora, berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%, tutur Sondakh. Dan untuk Stadium III, menurut Dr Nora, stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain dna kematian terjadi akibat infeksi atau trauma, jelas Dr Nora panjang lebar.Untuk gejala klinisdemensia tipe Vaskuler, menurut Dr Nora, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia, ujarnya. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler, jelas Sondakh lagi.Berikut rincian penyebab Demensia oleh Dr Nora Sondakh, MA :

A. Kelainan sebagai penyebab Demensia :1. penyakit degenaratif2. penyakit serebrovaskuler3. keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO4. trauma otak5. infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)6. Hidrosefaulus normotensif7. Tumor primer atau metastasis8. Autoimun, vaskulitis9. Multiple sclerosis10. Toksik11. kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple diseaseB. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensia1. Gangguan psiatrik : Depresi Anxietas Psikosis 2. Obat-obatan : Psikofarmaka Antiaritmia Antihipertensi

Antikonvulsan Digitalis3. Gangguan nutrisi : Defisiensi B6 (Pelagra) Defisiensi B12 Defisiensi asam folat Marchiava-bignami disease4. Gangguan metabolisme : Hiper/hipotiroidi Hiperkalsemia Hiper/hiponatremia Hiopoglikemi Hiperlipidemia Hipercapnia Gagal ginjal Sindromk Cushing Addisons disesse Hippotituitaria Efek remote penyakit kanker

demensia adalah sindrom klinik penurunan fungsi intelektual akibat penyakit di otak. Sindrom ini ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor yang menyebabkan penderita tak mampu mengikuti aktifitas sosial dan mengurus diri sendiri.Gangguan kognitif pada demensia menyebabkan perubahan tingkah laku yang sederhana pada demensia tingkat ringan, sampai perubahan tingkah laku yang sangat mengganggu dan melelahkan fisik dan psikis bagi yang merawat.

Pada negara-negara maju terjadi perubahan dramatik demografi penduduknya, yaitu meningkatnya populasi usia lanjut. Populasi usia diatas 65 tahun di Amerika Serikat diduga meningkat dari 33,5 juta pada tahun 1995 menjadi 39,4 juta pada tahun 2010 dan diperkirakan menjadi lebih dari 69 juta pada tahun 2030. Dengan peningkatan ini muncul masalah-masalah penyakit pada usia lanjut.

Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta).

Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi .

Kira-kira 5 % usia lanjut 65 - 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 15% atau sekitar 3 4 juta orang.

Pada tahun terkini banyak hasil penelitian dan penemuan dibidang genetika, patofisiologi dan riwayat alamiah dari penyakit ini.

Demensia adalah sindrom gangguan daya ingat disertai dua atau lebih domain kognitif lainnya (atensi, fungsi bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, emosi) yang sudah mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari dan tidak disebabkan oleh gangguan pada fisik.

Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 60 % dan 30 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.

Demensia Alzheimer berlangsung progresif, gangguan yang tidak dapat membaik yang menyerang otak dan akibatnya kehilangan daya ingat, kebingungan, gangguan penilaian dan perubahan kepribadian.

Penyakit ini adalah penyebab yang paling umum dari gangguan intelektua

60 % MCI akan ber lanjut setelah 3-4 tahun menjadi demensia. Gangguan kognitif ringan merupakan kontinuum dari demensia Alzheimer.

Kriteria MCI antara lain adanya keluhan gangguan memori, aktifitas hidup sehari-hari normal, fungsi kognitif umum normal, tidak ada demensia serta penurunan fungsi memori tidak normal sesuai usia dan pendidikan.

Adapun gejala dari Demensia Alzheimer adalah kehilangan daya ingat secara perlahan-lahan dan progresif, kesulitan dalam mengikuti perintah dan melakukan kegiatan sehari-hari, gangguan penilaian, penalaran, konsentrasi dan orientasi, kebingungan dan kegelisahan, perubahan kepribadian an kehilangan kemampuan untuk mengurus diri sendiri.

Faktor resiko Demensia Alzheimer (DA) terjadi pada usia lanjut, wanita, trauma kapitis berat, pendidikan rendah dan menyangkut faktor genetik kasusnya 1- 5%.

Sementara, pembahasan mengenai Demensia Vaskuler disampaikan Dr. Hartono Prabowo, Sp.S dari RS Honoris dan RS Usada Insani, Tangerang serta Staf Pengajar FK UPH dan FK Untar dengan judul malakah "Management of Vascular Dementia."

Menurut pria kelahiran Pekalongan, Agutus 1957 ini, demensia vaskuler diartikan sebagai demensia yang disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler (iskemik / perdarahan), anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognitip ringan sampai berat dan meliputi semua domain, tidak harus gangguan gangguan memori yang menonjol.

Secara klinis, kemungkinan diagnosa demensia vaskuler (probable, possible atau definit demensia vaskuler) ditegakkan apabila didapatkan penderita dengan demensia yang berkaitan dengan latar belakang CVD (riwayat CVD, klinis adanya deficit neurologis dan diperkuat dengan pencitraan otak). Oleh karenanya demensia vaskuler sering disebut sebagai demensa pasca stroke atau demensia multi-infark.

Sekitar 70% penderita stroke mengalami gangguan kognitif (ringan berat) dan sekitar 25-30% diantaranya berkembang menjadi demensia. Stroke kemungkinan secara langsung menyebabkan demensia atau stroke merupakan factor presipitasi proses degeneratip pada demensia seperti pada demensia Alzheimer.

Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak ke 2 setelah demensia Alzheimer, dengan angka kejadian demensia vaskuler tidak berbeda jauh dengan angka kejadian demensia Alzheimer.

Jellinger,dkk (2002) mengutarakan bahwa angka kejadian demensia vaskuler sekitar 47% dari populasi demensia secara keseluruhan (demensia Alzheimer 48% dan demensia oleh sebab lain 5%).

Erkinjutti (2004) melaporkan kejadian demensia vaskuler pada populasi usia lebih dari 65 tahun sekitar 1,2 4,2% dan pada kelompok usia diatas 65 tahun menunjukkan peningkatan angka kejadian dari 0,7% dalam kelompok usia 65 69 tahun hingga mencapai 8,1% pada kelompok usia diatas 90 tahun. Angka kejadian demensia vaskuler ini kemungkinan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kejadian CVD.

Demensia vaskuler dan demensia Alzheimer merupakan penyebab utama demensia, bahkan diantara keduanya sering terjadi bersamaan 6. Erkinjutti (2005) melaporkan hasil penelitian patologi melalui proses otopsi, pada 50% penderita demensia Alzheimer terlihat adanya CVD dan pada 80% penderita demensia vaskuler didapatkan kelainan sesuai dengan Alzheimer.

Gejala klinis demensia vaskuler bervariasi, tergantung pada lokasi lesi kelainan vaskuler pada otak. Gangguan memori tidak selalu menonjol dan terjadi secara bertahap dan relatip dalam masa yang lebih singkat dibandingkan dengan proses terjadinya demensia Alzheimer. Onset gejala demensia vaskuler dapat bersifat gradual ataupun dramatik yang secara garis besar dapat berupa gangguan kognitip (gangguan konsentrasi, memori, disorientasi), gangguan komunikasi (afasia, apraksia, agnosia), gangguan kemampuan eksekusi atau pengambilan keputusan, dan gangguan fisik (paresis, gangguan kontrol kandung kencing) dan lain-lain.

Diagnosa demensia vaskuler ditegakkan dengan sarana yang tidak berbeda dengan sarana diagnosa demensia Alzheimer 1,2,7,8. Sebagai test penyaring (setelah pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis) dilakukan pemeriksaan MMSE (sensitivity 71% to 92% dan specificity 56% to 96%7), CDT (Clock Drawing Test), Activity Daily Living (ADL) dan

Instrumental Activity Daily Living (IADL), Disability Assessment fo Dementia (DAD), Ischemic Hachinski Score (IHS) yang dapat membedakan demensia vaskuler dengan demensia Alzheimer, dan jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan neuropsikiatri. Adanya riwayat CVD (stroke) dan adanya kelainan neurologis yang diperkuat adanya kelainan pada pencitraan otak (Brain CT-scan / MRI) memastikan adanya demensia vaskuler.

Secara klinis demensia vaskuler dibedakan dalam demensia vaskuler pasca stroke (infark / perdarahan), demensia vaskuler subkortikal, dan demensia vaskuler tipe campuran (Alzheimer dan vaskuler), yang dikaitkan dengan penurunan neurotransmitter kolinergik (Acethylcoline). Dengan dasar hal tersebut maka beberapa preparat Acethylcoline Esterase Inhibitor (Donepezil, Rivastigmin, Galantamine) dapat digunakan dalam penatalaksanaan penderita demensia vaskuler dan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Meskipun demikian, hingga kini belum ada preparat yang diakui Badan Pengawasan Obat AS ( FDA ) sebagai bahan untuk pengobatan demensia vaskuler.

Guna memaksimalkan fungsi kognisi yang masih ada, terapi non-farmakologik harus diprogramkan, baik program yang ditujukan kepada penderita, maupun pengasuh (caregiver), keluarga maupun lingkungannya.

Peran keluarga dan caregiver sangat menentukan keberhasilan program penanganan penderita demensia, baik demensia Alzheimer, demensia vaskuler ataupun demensia tipe lain. Terhadap penderita dapat dibuat program agar penderita menjalani perilaku hidup sehat, terapi rehabilitasi termasuk stimulasi kognitip, olah raga, edukasi, konseling, terapi musik serta terapi wicara dan okupasi, disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Terhadap lingkungan antara lain dengan menyediakan fasilitas bagi penderita untuk melakukan akitivitas yang dibutuhkan, tata ruang yang memadai, penyediaan fasilitas perawatan dan lain-lain.

Pengarahan kepada pengasuh (caregiver) adalah suatu hal yang tidak dapat diabaikan, oleh karena pengasuhlah yang sangat berperan dalam keberhasilan pelaksanaan program-program yang direncanakan baik terhadap penderita maupun lingkungan.