32
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit akut ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang disebarkan melalui tinja, muntahan dan urin orang yang terinfeksi. Kuman terbawa secara pasif oleh lalat dan mengkontaminasi makanan. Insiden demam tifoid di Indonesia termasuk tinggi yaitu berkisar 352 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun atau 600.000 – 1.500.000 kasus per tahun. Angka kematian diperkirakan 2,5% - 6% atau 50.000 orang per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur tetapi kebanyakan pada anak-anak umur 5-9 tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2 : 1. Salmonella typhimurium merupakan mikroorganisme fakultatif intraseluler yang dapat hidup bahkan berkembangbiak dalam makrofag, tahan terhadap enzim-enzim lysisim, mempunyai kemampuan untuk mencegah dan menghambat fusi phagosome – lysosome,

demam tifoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dt

Citation preview

13

BAB IPENDAHULUAN

I.1Latar BelakangDemam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit akut ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang disebarkan melalui tinja, muntahan dan urin orang yang terinfeksi. Kuman terbawa secara pasif oleh lalat dan mengkontaminasi makanan. Insiden demam tifoid di Indonesia termasuk tinggi yaitu berkisar 352 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun atau 600.000 1.500.000 kasus per tahun. Angka kematian diperkirakan 2,5% - 6% atau 50.000 orang per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur tetapi kebanyakan pada anak-anak umur 5-9 tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2 : 1.Salmonella typhimurium merupakan mikroorganisme fakultatif intraseluler yang dapat hidup bahkan berkembangbiak dalam makrofag, tahan terhadap enzim-enzim lysisim, mempunyai kemampuan untuk mencegah dan menghambat fusi phagosome lysosome, sehingga sulit untuk dibunuh, maka salah satu cara untuk membunuh kuman ini adalah dengan memacu fungsi makrofag untuk killing melalui respiratory burst, baik dengan proses oksidatif maupun non oksidatif sehingga diproduksi radikal bebas dan nitric oxide (NO). NO merupakan antimikroba yang sangat penting terhadap salmonella. Infeksi Salmonella typhimurim pada mencit serupa dengan demam tifoid pada manusia sehingga pada penelitian eksperimental digunakan Salmonella typhimurium.Makrofag termasuk sistem imun seluler yang berperan pada endositosis partikel lipoprotein, makrofag juga mampu mengikat berbagai mikroba. Makrofag dapat menghancurkan antigen dalam fagolisosom dan juga melepaskan berbagai enzim dan isi granula ke luar sel, bersama-sama dengan sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF) yang dapat membunuh organisme patogen. Salah satu mekanisme adalah meningkatnya aktifitas IL-12 dan proliferasi limfosit. Proliferasi limfosit akan mempengaruhi sel CD4+, kemudian menyebabkan sel Thl teraktifasi. Sel Thl yang teraktifasi akan mempengaruhi spesific macrophage arming factor (SMAF) yaitu molekul termasuk IFN- yang dapat mengaktifkan makrofag. Aktifitas makrofag dapat dilihat dengan meningkatnya proses fagositosis dan meningkatnya kadar NO makrofag. Interferon gamma berperan secara simultan dalam meningkatkan aktifitas anti bakteri dengan meningkatkan produksi NO untuk mengeliminasi mikroba tersebut.

I.2TujuanTujuan Umum : Untuk mengetahui tentang demam tifoidTujuan Khusus : untuk mengetahui lebih mendalam lagi tentang demam tifoid mulai definisi hingga komplikasi.

I.3ManfaatMenambah wawasan dan keilmuan untuk penulis serta membantu pembaca khususnya teman-teman mahasiswa fakultas kedokteran lainnya untuk memahami tentang penyakit demam tifoid

BAB IIPEMBAHASAN

II.1DefinisiDemam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan.Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran cerna dengan gejala demam >7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran.Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus, dan Peyers patch. Beberapa terminologi lain erat kaitannnya adalah demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratiroid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan spesies Salmonella enteriditis sedangkan demam enteric dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella enteriditis yaitu bioserotipe paratyphi A, B (S. Schotsmuelleri), atau C (S. Hirschfeldii).Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype paratyphi A, B, atau C(demam paratifoid).II.2Epidemiologia. Distribusi dan frekuensi1) OrangDemam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %.Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.

2) TempatDemam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.4 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.

b. Faktor yang mempengaruhi1) Faktor HostManusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control, mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).

2) Faktor AgentDemam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi.Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.

3) Faktor EnvironmentDemam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4) .

II.3EtiologiDemam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella.

Gambar 1. Bakteri Salmonella TyphiCiri ciri :1. Bakteri bentuk batang2. Gram negatif, 3. Tidak membentuk spora, 4. Motil berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar),5. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu,6. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60C) selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.d. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Sumber penularanPenularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.Gambar 2. Penularan Demam Tifoid

Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :a. Penderita Demam Tifoid Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.

b. Karier Demam Tifoid. Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan.

Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.a. Healthy carrier (inapparent)Adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.

b. Incubatory carrier (masa tunas) Adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) Adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.

d. Chronis carrier (menahun) Merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

II.4PatogenesisS. Typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak payeri di ileum terminalis yang hipertrofi.Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) kurang baik , maka kuman akan menembus sel-sel epitel. Dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan di fagosit terutama oleh sel-sel fagosit. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plak peyeri ileum distal dan ke kelenjar getah bening mesenterika.1 Di dalam makrofag ini kuman masuk ke dalam sirkulasi darah( mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik). Dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. 1 Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak diluar sel dan masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. 1Didalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik.1Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.1S. Typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang.9

II.5PatofisiologiPenularan penyakit Demam Tifoid adalah secara "faeco - oral" dan banyak terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman salmonella typhi masuk tubuh melalui mulut bersama dengan makanan/minuman yang tercemar.Sesudah melawati asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman berkembang biak dan masuk ke peredaran darah kembali (bakteriemi kedua) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak Payeri.Proses utama adalah di ileum terminalis. Bila berat, seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi perferasi atau perdarahan. Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. Zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap/bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap (carrier).

II.6Gejala KlinisGejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan yaitu:a. DemamPada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur - angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.b. Gangguan pada saluram pencernaanPada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecan-pecah (ragaden). Lidah ditutupi seiaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar di sertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.c. Gangguan kesadaranUmumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.Relaps yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan, seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya hasil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersama dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.

II.7Pemeriksaan Penunjanga. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis : sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

b. Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

c. Kimia KlinikEnzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.

d. Imunologi1) WidalPemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kumanSamonella typhi / paratyphi(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagaiFebrile agglutinin.Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontrak sebelumnya.

2) Tes TubexTes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.

3) Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgMPemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

4) Mikrobiologi : Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalamspuitsehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/carrier digunakan urin dan tinja.

5) Biologi molecular : PCR (Polymerase Chain Reaction)Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

II.8Dasar DiagnosisSalmonella harus selalu dipikirkan sebagai penyebab potensial gastroenteritis.Demam, tanda-tanda disentri, defisiensi imun, baru imigrasi dari daerah endemik, atau kaitan dengan sumber wabah yang umum harus meningkatkan kecurigaan.Tinja harus selalu dibiak. Bila tidak diperoleh tinja segar, dapat dibiak apusan rektum, walaupun kemungkinan menemukan organisme lebih rendah. Kompetisi bakteri dan sedikitnya inokulum mungkin memerlukan pembiakan lebih dari satu spesimen untuk menemukan Salmonella.Gastroenteritis dengan demam, terutama pada anak berusia di bawah 2 tahun, biasanya merupakan indikasi untuk melakukan biakan darah. Untuk demam enterik yang dicurigai, rangkaian biakan darah harus dilakukan bila biakan pertama negatif karena adanya serangan intermitten bakteremia rendah inokulum. Lebih dari 90 % pasien demam tifoid yang tidak diobati mempunyai biakan darah dan sumsum tulang positif selama minggu pertama sakit. Hasilnya menurun seiring waktu dengan peningkatan positif biakan tinja dan urin secara bersamaan.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastroentestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasiS. typhidari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinana mengisolasiS. typhidari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di Indonesia, pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji Widalslide aglutinationmenunjukkan nilai ramal positif 96 %. Artinya apabila hasil tes positif, 96 % kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidk menyingkirkan. Banyak senter berpendapat apabila titer O aglutinin sekali diperiksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau.Diagnosa demam tifoid ditegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinik dan laboratorium(jumlah lekosit menurun dan titer widal yang meningkat) . Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannyabakteripada salah satu biakan. Adapun beberapa kriteria diagnosis demam tifoid adalah sebagai berikut :Tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari.2. Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,hilang nafsu makan dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, kesadaran berkabut, bradikardia relatif.

II.9Penatalaksanaan1. Non farmakoterapi Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya. Diet dan terapi penunjangDiet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama. Penderita diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi. Perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. 2. Farmakoterapi Kloramfenikol dan tiamfenikolDosis kloramfenikol yang diberikan 4 x 500 mg perhari PO atau IV. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan IM tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dosis tiamfenikol sama dengan dosis kloramfenikol 4 x 500 mg per hari. Kotrimoksazol dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet diberikan selama 2 mingu. Sefalosporin generasi ketiga, yang terbukti efektif adalah seftriakson dosis yang dianjurkan antara 3 4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama 3 5 hari. Golongan fluorokuinolon. Obat yang dapat dipakai siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 5 hari. Kombinasi obat antimikrobaKombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja Antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Kortikosteroid diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septic dengan dosis 2 x 5 mg.

II.10PrognosisPrognosis demam tifoid baik jika tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan.Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

II.11KomplikasiKomplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :1. Komplikasi intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstraintetstinal Komplikasi kardiovaskular Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. Komplikasi darah Anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik. Komplikasi paru Penuomonia, empiema dan peluritis. Komplikasi hepar dan kandung kemih Hepatitis dan kolelitiasis. Komplikasi ginjal Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. Komplikasi tulang Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. Komplikasi neuropsikiatrik Delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna.

BAB IIIKESIMPULAN

Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan dapat tertular melalui muntahan, feses, urin, makanan dan minuman. Demam tifoid memiliki gejala demam yang berlangsung selama 3 minggu, bersifat remiten dan suhu tidak seberapa tinggi dan biasanya di pagi hari menurun, pada sore hingga malam meningkat. Ada pula gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran serta bintik merah pada punggung. Pemeriksaan yang khas untuk demam tifoid adalah uji tes widal, elisa, kultur bakteri, PCR. Yang ditemukan pada pemeriksaan darah biasanya menunjukkan leukositopenia, LED meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Syahrurahman. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara. 2008. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid I. Penerbit Media Aesculapius. FK-UI. 2001.

Ditjen P2M & PL. Depkes RI, 2005. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid Bagi Tenaga Kesehatan. JakartaLubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid Penderita Yang Dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Tesis program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya.Price, AS & Wilson, LM. 2005. Patofisiologi volume 1 edisi 6. EGC : Jakarta.Simanjuntak, CH. 2000. Demam tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Peneliti. Cermin Dunia Kedokteran No.83Sudoyo A.W., Setiyohadi B, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam edisi IV jilid III. FKUI. Jakarta.WHO, 2004. Thypoid Fever. www.WHO.Int