64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah tekstil yang dihasilkan industri pencelupan sangat berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah tekstil tersebut mengandung bahan-bahan pencemar yang sangat kompleks dan intensitas warnanya tinggi. Nilai biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) untuk limbah tekstil berkisar antara 80-6.000 mg/L dan 150- 12.000 mg/L (Azbar et al., 2004). Nilai tersebut melebihi ambang batas baku mutu limbah cair industri tekstil jika ditinjau dari KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995. Keberadaan limbah tekstil dalam perairan dapat mengganggu penetrasi sinar matahari, akibatnya kehidupan organisme dalam perairan akan terganggu dan sekaligus dapat mengancam kelastarian ekosistem akuatik. Teknologi pengolahan limbah tekstil biasanya dilakukan secara kimia dan fisika. Pengolahan limbah tekstil secara kimia dan fisika cukup efektif untuk menghilangkan warna, akan tetapi ada beberapa kekurangannya yaitu biaya mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak sedikit dan menimbulkan lumpur yang banyak. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengolahan limbah yang lebih ramah lingkungan. Saat ini teknologi pengolahan limbah tekstil yang berkembang adalah pengolahan limbah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi molekul zat warna tekstil yang memiliki struktur kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Manurung dkk, 2004). 1

DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

  • Upload
    vankiet

  • View
    224

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah tekstil yang dihasilkan industri pencelupan sangat berpotensi

mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah tekstil tersebut

mengandung bahan-bahan pencemar yang sangat kompleks dan intensitas

warnanya tinggi. Nilai biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen

demand (COD) untuk limbah tekstil berkisar antara 80-6.000 mg/L dan 150-

12.000 mg/L (Azbar et al., 2004). Nilai tersebut melebihi ambang batas baku

mutu limbah cair industri tekstil jika ditinjau dari KepMen LH No.

51/MENLH/10/1995. Keberadaan limbah tekstil dalam perairan dapat

mengganggu penetrasi sinar matahari, akibatnya kehidupan organisme dalam

perairan akan terganggu dan sekaligus dapat mengancam kelastarian ekosistem

akuatik.

Teknologi pengolahan limbah tekstil biasanya dilakukan secara kimia dan

fisika. Pengolahan limbah tekstil secara kimia dan fisika cukup efektif untuk

menghilangkan warna, akan tetapi ada beberapa kekurangannya yaitu biaya

mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak sedikit dan menimbulkan lumpur yang

banyak. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengolahan limbah yang lebih

ramah lingkungan. Saat ini teknologi pengolahan limbah tekstil yang berkembang

adalah pengolahan limbah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan

mikroorganisme untuk mendegradasi molekul zat warna tekstil yang memiliki

struktur kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Manurung dkk, 2004).

1

Page 2: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

2

Keunggulan menggunakan mikroorganisme dibandingkan dengan cara kimia dan

fisika adalah murah dan juga ramah lingkungan. Mikroorganisme yang sering

digunakan untuk merombak zat warna tekstil adalah jamur, contohnya adalah

jamur pendegradasi kayu (Zhao, 2004).

Jamur pendegradasi kayu mempunyai kemampuan mendegradasi

komponen-komponen kayu, yaitu lignin dan selulosa. Kelompok jamur

pendegradasi kayu yang dilaporkan mampu mendegradasi lignin adalah jamur

lapuk putih (white-rot fungi) (Paul, 1992). Selain bermanfaat untuk mendegradasi

senyawa lignin, jamur lapuk putih juga bermanfaat untuk mendegradasi zat warna

tekstil (Zhao, 2004). Salah satu jenis jamur lapuk putih adalah jamur

Daedaleopsis eff. confragosa. Sampai saat ini belum ada informasi tentang

kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi limbah zat

warna tekstil. Tetapi dari data kualitatif hasil uji pendahuluan, jamur ini terbukti

dapat digunakan dalam proses biodegradasi limbah zat warna tekstil. Berdasarkan

hasil kajian Dayaram dan Dasgupta (2007), diketahui bahwa jamur Polyporus

rubidus merupakan salah satu jenis jamur lapuk putih yang dilaporkan mampu

mengdegradasi limbah tekstil dengan efektif karena enzim laccase yang

dihasilkan oleh jamur tersebut.

Kemampuan jamur lapuk putih dalam mendegradasi limbah tekstil

berkaitan erat dengan enzim lignolitik ekstraseluler yang dihasilkan jamur

tersebut, yaitu enzim lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan

laccase (Hakala, 2007). Enzim lignolitik dapat merombak senyawa aromatik,

polimer sintetik, dan zat warna melalui reaksi redoks, dimana enzim lignolitik

Page 3: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

3

akan mengoksidasi secara sempurna senyawa-senyawa karbon menjadi CO2 dan

H2O (Siswanto et al., 2007).

Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur lapuk putih dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti pH, konsentrasi jamur, lama inkubasi dan suhu. Pada kondisi

pH optimum, jamur akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan enzim yang

optimal, sehingga proses degradasi limbah akan berlangsung dengan cepat (Ali

dan Muhammad, 2008). Begitu juga penambahan konsentrasi jamur yang sesuai

dapat mempengaruhi kerja jamur dalam proses degradasi limbah tekstil. Lama

inkubasi juga mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil karena pengaruh

lama waktu kontak jamur dengan limbah tekstil, sehingga untuk memperoleh

efisiensi degradasi limbah tekstil yang besar oleh jamur Daedaleopsis eff.

confragosa maka perlu ditentukan terlebih dahulu kondisi optimumnya.

Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah industri,

Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan KepMen LH No.

51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri. Perundang-undangan

tersebut mewajibkan setiap usaha atau kegiatan melakukan pengolahan limbah

sampai memenuhi persyaratan baku mutu air limbah sebelum dibuang ke

lingkungan. Untuk mengetahui apakah hasil degradasi limbah tekstil oleh jamur

Daedaleopsis eff. confragosa telah memenuhi persyaratan baku mutu tersebut,

maka dilakukan pengujian yang meliputi uji BOD5, COD, TSS, pH, dan warna.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini akan dikaji kondisi

optimum degradasi limbah tekstil oleh jamur Daedaleopsis eff. confragosa serta

Page 4: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

4

kualitas hasil degradasi limbah tekstil yang meliputi COD, BOD5, TSS, pH, dan

warna.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah kondisi optimum (pH, konsentrasi jamur, dan lama inkubasi)

degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa?

(2) Bagaimanakah kualitas hasil degradasi limbah pencelupan tekstil dengan

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa jika dilihat dari parameter

COD, BOD5, TSS, pH, dan warna?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi limbah

pencelupan industri tekstil.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Untuk menentukan kondisi optimum (pH, konsentrasi jamur, dan lama

inkubasi) dari degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa.

Page 5: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

5

(2) Untuk menentukan kualitas hasil degradasi limbah pencelupan tekstil dengan

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dilihat dari parameter

COD, BOD5, TSS, pH, dan warna.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat secara teori atau akademik dalam penelitian ini adalah

memberikan informasi mengenai kondisi optimum degradasi limbah tekstil

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dan sekaligus mengetahui

kualitas hasil degradasi dilihat dari parameter COD, BOD5, TSS, pH, dan warna

serta sebagai kajian dalam penelitian lebih lanjut.

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:

(1) Memberikan informasi tentang penggunaan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa untuk mendegradasi limbah pencelupan tekstil.

(2) Memberikan informasi ilmiah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

aktivitas jamur dalam mendegradsi limbah zat warna tekstil.

(3) Memberikan sumbangan ilmiah terhadap bidang bioteknologi pengendalian

limbah cair industri tekstil.

Page 6: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Warna Tekstil

Limbah tekstil mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila di buang ke

lingkungan, terutama daerah perairan. Sebagian besar bahan yang terdapat dalam

limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna sintetik

merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan mengandung dua

gugus yaitu kromofor dan auksokrom. Kromofor berfungsi sebagai penerima

elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur

kelarutan dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-),

gugus karbonil (-C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2). Sedangkan

beberapa gugus auksokrom yang penting adalah –NH2, -COOH, -SO3H dan -OH

(Ramachandran et al., 2009). Saat ini, terdapat bermacam-macam jenis zat warna

sintetik yang penggunaannya disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup,

ketahanan warna yang dikehendaki, faktor-faktor teknis dan ekonomis lainnya.

Penggolongan zat warna tekstil berdasarkan cara pencelupannya disajikan pada

Tabel 2.1.

6

Page 7: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

7

Tabel 2.1 Penggolongan Zat Warna Menurut Sifat dan Cara Pencelupannya

No Golongan Zat Warna Sifat

1. Zat warna direct Mempunyai daya ikat dengan serat selulosa, pencelupan dilakukan secara langsung dalam larutan dengan zat-zat tambahan yang sesuai.

2. Zat warna mordant Mempunyai daya ikat yang lemah dengan serat. Pada proses pencelupan biasanya dilakukan dengan penambahan krom pada zat warna sehingga membentuk kompleks logam.

3. Zat warna reactive Mempunyai gugus reaktif yang dapat membentuk ikatan kovalen kuat dengan serat selulosa, protein, poliamida dan polyester, dilakukan pada suhu rendah dan tinggi.

4. Zat warna penguat Mempunyai daya ikat yang kuat dengan serat selulosa, warna terbentuk dalam serat setelah ditambahkan garam penguatnya.

5. Zat warna asam Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat protein dan poliamida. Pencelupan dilakukan pada kondisi asam dan secara langsung ditambahkan pada serat

6. Zat warna basa Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat protein. Pencelupan dilakukan pada kondisi basa dan secara langsung ditambahkan pada serat.

7. Zat warna belerang Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat selulosa. Pada gugus sampingnya mengandung belerang yang mampu berikatan kuat dengan serat.

(Sumber: Zille, 2005)

2.2 Proses Pencelupan Tekstil dan Karakteristik Limbah

Kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil tergantung pada proses

yang dilakukan yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan pencelupan.

Pemintalan benang adalah proses pembuatan benang dari serat dari kapas, serat

poliester atau bahan lainnya. Penenunan adalah penyusunan benang menjadi kain.

Page 8: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

8

Kain hasil penenunan selanjutnya mengalami proses pencelupan untuk

meningkatkan nilai komersial kain.

Gambar 2.1 Proses pencelupan kain dan karakteristik limbah tekstil

(Sumber: Ramachandran, 2009)

Proses pencelupan kain pada dasarnya meliputi penghilangan kanji

(desizing), pelepasan wax (scouring), pengelantangan (bleaching), mercerizing

dan pencelupan (dyeing). Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan

seperti pati dan polivinil alkohol. Proses desizing dapat menggunakan asam atau

enzim. Scouring merupakan penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat

pada kain melalui proses saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen

Kain

Desizing

Scouring

Bleaching

Bahan organik pH rendah

pH tinggi, detergendan bahan organik

Bahan organik

Mercerizing

Dyeing

Proses akhir

Kain jadi

pH tinggi

Zat warna, bahan organik dan panas

Bahan organik

Air,asam dan enzim

NaOH/Na2CO3

NaOCl/CaOCl2

NaOH

Zat warna

Silikon dan fungisida

Page 9: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

9

ditambahkan selama proses scouring untuk mengendapkan kalsium, magnesium

maupun besi yang terdapat pada kain. Bleaching merupakan penghilangan zat

warna alami pada kain yang tidak diinginkan. Mercerising adalah pengolahan

kain menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain yang lembut

(Sunarto, 2008). Secara garis besar tahapan dalam produksi tekstil disajikan pada

Gambar 2.1.

Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat

hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses

pembuatan tekstil. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil

disajikan seperti pada Tabel 2.2. di bawah ini.

Tabel 2.2 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil

Parameter SatuanKadar Maksimum menurut

KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995

Biochemical oxygen demand (BOD) mg/L 60,0

Chemical oxygen demand (COD) mg/L 150,0

Total suspended solid (TSS) mg/L 50,0

pH - 6,0-9,0

Warna Pt-Co -

(Sumber : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995)

2.3 Pengolahan Limbah Tekstil Secara Fisika dan Kimia

Pengolahan limbah tekstil dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan

biologi. Proses fisika yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah proses

penyaringan dan adsorpsi. Penyaringan merupakan proses pemisahan padat-cair

Page 10: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

10

melalui suatu alat penyaring, sedangkan proses adsorpsi dilakukan dengan

penambahan adsorben seperti zeolit, karbon aktif, serbuk gergaji. Pengolahan

limbah cair dengan cara adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran

partikel, pH dan lama waktu kontak antara adsorben dengan bahan pencemar

(Mattioli et al., 2002)

Pengolahan limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan

partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, dan

zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu (Manurung dkk.,

2004). Salah satu contoh pengolahan limbah secara kimia adalah koagulasi.

Prinsip koagulasi adalah penambahan koagulan seperti MgSO4 atau Al2(SO4)3

pada limbah sehingga terjadi interaksi antara bahan pencemar dengan koagulan

membentuk endapan.

2.4 Pengolahan Limbah Tekstil Secara Biologi

Pengkajian biodegradasi zat warna tekstil secara biologi lebih banyak

diarahkan dengan menggunakan bakteri dan jamur. Beberapa bakteri pada kondisi

anaerob dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo di antaranya

Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Sebaliknya, ada

beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna azo pada

kondisi aerob diantaranya adalah Plesiomonas sp. dan Vibrio sp. (Sastrawidana,

2009). Pada kondisi anaerob degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri

lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aerob, namun kelemahannya yaitu

menghasilkan amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat

Page 11: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

11

warna azo itu sendiri (Van der Zee, 2002). Hasil uji toksisitas menunjukkan

degradasi limbah tekstil pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan

limbah awal (Sastrawidana, 2009).

Jamur yang dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo

merupakan jenis jamur pendegradasi kayu diantaranya adalah Phanerocheate

chrysosporuim (Sharma et al., 2009), Trametes versicolor (Benito et al., 1997),

Fusarium solani (Abedin, 2009), Irpex lacteus (Tavcar et al., 2006), dan

Polyporus rubidus (Dayaram dan Dasgupta, 2008). Jamur pendegradasi kayu

memiliki kelebihan dibandingkan bakteri dalam merombak zat warna yaitu

produk yang dihasilkan memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada produk

yang dihasilkan dari proses biodegradasi menggunakan bakteri (Hakala, 2007).

2.5 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa.

Jamur pendegradasi kayu diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu

jamur lapuk putih (white-rot fungi), brown-rot fungi dan soft-rot fungi. White-

rot fungi dan brown-rot fungi termasuk ke dalam Basidiomycetes, sedangkan soft-

rot fungi termasuk Ascomycetes. Jamur lapuk putih memecah komponen kayu

baik lignin maupun selulosa dengan penampakan kayu menjadi lebih putih dan

kadang-kadang bergaris hitam. Brown-rot fungi memecah komponen kayu

terutama selulosa untuk dijadikan sumber nutrisi. Soft-rot fungi pada umumnya

melapukkan kayu yang mempunyai permukaan lembut. Diantara ketiga jenis

jamur tersebut, jamur lapuk putih paling potensial digunakan dalam biodegradasi

senyawa organik (Hakala, 2007).

Page 12: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

12

Jamur lapuk putih dapat digunakan untuk biodegradasi senyawa organik

karena jamur ini memproduksi enzim lignolitik ekstraseluler. Enzim lignolitik

berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa, dan hemiselulosa.

Berdasarkan beberapa kajian yang telah dilakukan ditemukan bahwa enzim

lignolitik dapat mendegradasi senyawa aromatik polisiklik dan senyawa fenolik

(Christian dkk, 2005). Salah satu jenis jamur lapuk putih yang mampu

menghasilkan enzim lignolitik adalah jamur Daedaleopsis eff. Confragosa.

Jamur Daedaleopsis eff. confragosa termasuk salah satu kelompok jamur

kayu famili Polyporacaae, ordo Polyparales, kelas Basidiomycetes. Famili

Polyporaceae pada umumnya memiliki tubuh buah berupa kipas dan agak keras.

Jamur ini tidak bisa dimakan karena rasanya pahit dan struktur kulit luarnya

berkayu. Tubuh buahnya biasanya melebar berwarna coklat, putih, atau kuning,

batang tidak jelas, tudung melebar atau bulat. Jamur ini tumbuh liar, biasanya

menempel pada batang kayu yang mati atau lapuk dan jarang ditemukan pada

permukaan tanah. Jamur Daedaleopsis eff. confragosa ditunjukkan pada

Gambar 2.2.

Page 13: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

Gambar 2.2 Jamur

Berdasarkan laporan Dayaram dan Dasgupta (2008), salah satu jenis jamur

lapuk putih yaitu Polyporus rubidus

yaitu reactive blue, remazol black, reactive orange dan congo red

konsentrasi 100 mg/L, jamur

warna reactive blue dalam lama

dihasilkan oleh jamur Polyporus rubidus

industri tekstil.

2.6 Enzim Lignolitik dari

Jamur lapuk putih mampu menghasilkan enzim lignolitik ekstraseluler

yaitu laccase, mangan peroksidase

berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga

enzim ini bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan

menghasilkan produk dengan berat moleku

tidak semua jamur lapuk putih menghasilkan ketiga jenis enzim sekaligus. Spesies

Klasifikasi Ilmiah

Divisio : Basidiumycota

Kelas : Basidiomycetes

Ordo : Polyparales

Famili : Polyporaceae

Genus : Daedaleopsis

Spesies :Daedaleopsis eff.

confragosa

Gambar 2.2 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Berdasarkan laporan Dayaram dan Dasgupta (2008), salah satu jenis jamur

Polyporus rubidus mampu mendegradasi zat warna sintetik,

reactive blue, remazol black, reactive orange dan congo red

konsentrasi 100 mg/L, jamur Polyporus rubidus dapat mendegradasi 90% zat

dalam lama inkubasi 5 hari. Dan enzim laccase

Polyporus rubidus juga mampu mengdegradasi limbah cair

dari Jamur Lapuk Putih

Jamur lapuk putih mampu menghasilkan enzim lignolitik ekstraseluler

laccase, mangan peroksidase (MnP) dan lignin peroksidase (LiP) yang

berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga

enzim ini bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan

menghasilkan produk dengan berat molekul rendah (Akhtar et al., 1997). Namun

tidak semua jamur lapuk putih menghasilkan ketiga jenis enzim sekaligus. Spesies

: Basidiumycota

Basidiomycetes

: Polyparales

: Polyporaceae

Daedaleopsis

Daedaleopsis eff.

confragosa

13

Berdasarkan laporan Dayaram dan Dasgupta (2008), salah satu jenis jamur

mampu mendegradasi zat warna sintetik,

reactive blue, remazol black, reactive orange dan congo red. Pada

dapat mendegradasi 90% zat

laccase yang

juga mampu mengdegradasi limbah cair

Jamur lapuk putih mampu menghasilkan enzim lignolitik ekstraseluler

(LiP) yang

berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga

enzim ini bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan

, 1997). Namun

tidak semua jamur lapuk putih menghasilkan ketiga jenis enzim sekaligus. Spesies

Page 14: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

14

jamur T. versicolor dan P. chrysosporium hanya menghasilkan enzim LiP dan

MnP sedangkan C. subvermispora hanya menghasilkan enzim MnP dan laccase

serta jamur Phlebia ochraceofulva hanya menghasilkan enzim LiP dan laccase

(Srivivasan et al., 1995).

LiP merupakan enzim lignolitik yang mampu mengoksidasi inti aromatik

(fenolik dan nonfenolik) melalui pelepasan satu elektron menghasilkan radikal

kation dan fenoksi (Akhtar et al., 1997). LiP adalah enzim peroksidase

ekstraseluler yang mempunyai potensial redoks yang besar dan pH optimum yang

rendah. (MnP) merupakan heme peroksidase ekstraseluler yang membutuhkan

Mn2+ sebagai substrat pereduksinya. MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+,

yang kemudian mengoksidasi struktur fenolik menjadi radikal fenoksil. MnP

merupakan salah satu peroksida pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh

beberapa jamur lapuk putih (Hofrichter, 2002). Laccase mereduksi O2 menjadi

H2O dalam substrat fenolik melalui reaksi satu elektron membentuk radikal bebas.

Dengan adanya mediator seperti 2,2-azinobis(3-ethylbenzthiazoline-6-sulphonate

(ABTS) atau hydroxybenzo triazole (HBT), laccase mampu mengoksidasi

senyawa non fenolik tertentu. Laccase dihasilkan oleh sebagian besar jamur lapuk

putih (Hatakka, 1994). Enzim lignolitik ekstraseluler yang dihasilkan jamur lapuk

putih memiliki spesifikasi substrat yang rendah sehingga mampu mendegradasi

berbagai jenis organopolutan yang memiliki struktur yang mirip dengan lignin

(Swamy dan Ramsay, 1999).

Page 15: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

15

2.7 Mekanisme Degradasi Lignin oleh Enzim Mangan Peroksidase (MnP)

Lignin merupakan senyawa polimer aromatik yang sulit didegradasi dan

hanya sedikit organisme yang mampu mendegradasi lignin. Lignin sulit

didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen. Jamur P.

Chrysosporium mampu mendegradasi lignin dan berbagai polutan aromatik.

Jamur ini menghasilkan enzim lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase

(MnP) yang mempunyai peranan penting dalam proses degradasi lignin. Enzim

LiP mampu memecah unit nonfenolik yang menyusun struktur lignin, sedangkan

enzim MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan dalam pemutusan

unit fenolik lignin. Reaksi degradasi lignin oleh enzim MnP disajikan pada

Gambar 2.3.

Keterangan : R merupakan struktur lignin (Lapiran 7)

Gambar 2.3 Mekanisme degradasi lignin oleh enzim MnP

(Sumber: Hofrichter, 2002)

OH

Lignin

H3CO OCH3

MnP/Mn3+

O

Lignin

H3CO OCH3

Mesomerisasi

O

Lignin

H3CO OCH3

O2

Radikal fenoksilRadikal berpusat

karbon

Lignin

H3CO

HO O

O

OCH3

spontan

Lignin

H3CO

HO O

O

OCH3

MnP/Mn3+

CO2O

OCH3

H3CO

Lignin

[MnP/Mn3+; O2]

CO2 + Asam organik

R R R

R R R

Page 16: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

16

Reaksi enzim MnP dengan cincin fenolik diawali dengan pelepasan

sebuah elektron dan membentuk radikal fenoksil. Radikal fenoksil selanjutnya

mengalami mesomeri kemudian bereaksi dengan O2 radikal membentuk eter

peroksida. Eter peroksida selanjutnya mengalami pemecahan cincin secara

spontan membentuk senyawa alifatik. Sistem enzim MnP membelah gugus ini

menjadi CO2 dan radikal alifatik. Radikal alifatik kemudian bereaksi kembali

dengan enzim MnP menghasilkan lebih banyak CO2 dan asam organik

(Hofrichter, 2002).

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Degradasi Limbah Tekstil Secara Biologi

Aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi limbah zat warna

dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan yang meliputi pH, konsentrasi jamur,

dan lama inkubasi.

1. Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil

oleh jamur dan kerja enzim. Pada pH optimum, jamur akan tumbuh dengan baik

sehingga enzim yang dihasilkan optimal, sehingga proses degradasi limbah tekstil

berlangsung dengan baik (Ali dan Muhammad, 2008). Penelitian yang dilakukan

oleh Praveen dkk (2009), menemukan bahwa degradasi zat warna Azo orange II

memberikan efisiensi 86,34; 69,56; dan 51,42% berturut-turut pada pH 5, 6,

dan 7.

Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimiawi

sebagai katalis suatu reaksi. Perubahan pH berpengaruh terhadap efektivitas sisi

Page 17: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

17

aktif enzim dalam bentuk kompleks enzim substrat. Kondisi pH yang optimum

akan mendukung enzim dalam melakukan katalisa suatu reaksi dengan baik. Jika

pH meningkat atau menurun melebihi kondisi pH optimum maka aktivitas

katalitik enzim akan menurun. HeFang dkk (2004), melaporkan bahwa pH sangat

mempengaruhi efisiensi degradasi zat warna azo Direct fast scarlet 4SB. Pada pH

3, 4, 7, 8, dan 10 memberikan efisiensi berturut-turut sebesar 73, 83, 95, 90 dan

76%.

2. Konsentrasi Jamur

Konsentrasi penambahan jamur mempengaruhi proses degradasi limbah

tekstil. Pada penambahan konsentrasi jamur yang sesuai, maka jamur dapat

bekerja secara efektif untuk mendegradasi limbah tekstil. Dengan jumlah

konsentrasi jamur yang sesuai dengan kandungan limbah yang ada, maka jamur

dapat tumbuh dengan baik, dimana jamur akan memanfaatkan limbah yang ada

sebagai sumber makanan berikutnya pengganti media yang telah ditambahkan.

Sebaliknya bila jumlah konsentrasi jamur yang ditambahkan tidak sesuai

dari kandungan limbah yang ada dalam suatu sistemnya, maka pertumbuhan

jamur akan terhambat akibat adanya kompetisi dari jamur tersebut dalam

mendapat makanan.

3. Lama Inkubasi

Waktu kontak adalah waktu yang diperlukan oleh jamur atau enzim untuk

merombak zat warna tekstil (John, 2001). Waktu kontak dikaitkan dengan tahapan

atau fase pertumbuhan jamur mempunyai masa pertumbuhan yang berbeda-beda.

Page 18: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

18

Fase pertumbuhan tersebut berpengaruh terhadap enzim yang dihasilkan oleh

jamur untuk merombak zat warna tekstil (Puspitasari dan Mohammad, 2009).

Pada awalnya jamur mengalami fase adaptasi, dimana pada fase ini jamur

menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Lamanya fase adaptasi ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah medium atau lingkungan

pertumbuhan serta jumlah inokulum yang ditambahkan. Setelah melewati fase

adaptasi, jamur memasuki fase pertumbuhan. Pada fase ini jamur tumbuh dengan

cepat sampai pertumbuhan optimumnya. Kecepatan pertumbuhan jamur sangat

dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya, seperti pH dan kandungan nutrien.

Pada fase ini jamur membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase lainnya.

Fase terakhir jamur adalah fase kematian diamana pada fase ini populasi

jamur mulai mengalami kematian karena beberapa sebab, seperti nutrien dalam

medium sudah habis dan menumpuknya sisa metabolisme jamur (Hamdiyati,

2003). Vaithanomsat dkk (2009), melaporkan bahwa degradasi zat warna Reactive

black 5 pada konsentrasi 50 mg/L menggunakan jamur Detronia sp. yang

diinkubasi selama 3 hari memberikan efisiensi sebesar 90%. Setelah diinkubasi

selama 5 hari, efisiensi degradasi naik menjadi 97,5%.

Page 19: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

19

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Limbah cair yang dihasilkan industri tekstil jika di buang ke daerah

perairan akan menyebabkan terganggunya ekosistem akuatik. Oleh sebab itu perlu

diterapkan teknologi pengolahan limbah yang baik. Teknologi pengolahan limbah

secara kimia dan fisika cukup efektif untuk menghilangkan warna, akan tetapi ada

beberapa kekurangan yaitu biaya mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak

sedikit dan menimbulkan lumpur yang banyak. Saat ini teknologi pengolahan

limbah tekstil yang berkembang adalah pengolahan limbah secara biologi, yaitu

dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi molekul zat warna

tekstil yang memiliki struktur kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih

sederhana (Manurung dkk, 2004). Mikroorganisme yang sering digunakan untuk

mendegradasi zat warna tekstil adalah jamur, contohnya adalah jamur

pendegradasi kayu (Zhao, 2004).

Jamur pendegradasi kayu mempunyai kemampuan mendegradasi

komponen-komponen kayu, yaitu lignin dan selulosa. Kelompok jamur

pendegradasi kayu yang dilaporkan mampu mendegradasi lignin adalah jamur

lapuk putih (white-rot fungi) (Paul, 1992). Selain bermanfaat untuk mendegradasi

senyawa lignin, jamur lapuk putih juga bermanfaat untuk mendegradasi zat warna

tekstil (Zhao, 2004). Salah satu jenis jamur lapuk putih adalah jamur

Daedaleopsis eff. confragosa. Jamur ini terbukti dapat mendegradasi limbah zat

warna tekstil, karena dari data kualitatif hasil uji pendahuluan, jamur ini dapat

19

Page 20: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

20

digunakan dalam proses biodegradasi limbah zat warna tekstil. Berdasarkan hasil

kajian Dayaram dan Dasgupta (2007), yang menyatakan bahwa jamur Polyporus

rubidus yang merupakan salah satu jenis jamur lapuk putih mampu

mengdegradasi limbah tekstil dengan efektif karena enzim laccase yang

dihasilkan oleh jamur tersebut.

Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur pendegradasi kayu

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, konsentrasi jamur, dan lama

inkubasi. Pada kondisi pH optimum, jamur akan tumbuh dengan baik dan

menghasilkan enzim yang optimal, sehingga proses degradasi limbah tekstil akan

berlangsung dengan cepat (Ali dan Muhammad, 2008). Begitu juga pada

penambahan konsentrasi jamur yang sesuai, maka dapat mempengaruhi kerja

jamur dalam proses degradasi limbah tekstil. Lama inkubasi juga mempengaruhi

proses degradasi limbah tekstil karena pengaruh waktu kontak jamur dengan

limbah tekstil yang akan dirombak. Jadi untuk memperoleh efisiensi degradasi

limbah tekstil yang besar oleh jamur Daedaleopsis eff. confragosa maka perlu

ditentukan terlebih dahulu kondisi optimumnya.

Di dalam penelitian ini dilakukan variasi pH yang digunakan yaitu 4, 6, 8,

dan 10. Variasi konsentrasi jamur yaitu 3%, 6%, dan 9% serta variasi waktu

inkubasi selama 0 hari, 3 hari, 6 hari, 9 hari, dan 12 hari. Setelah memperoleh

kondisi optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa kemudian dilakukan pengujian yang meliputi uji BOD5, COD, TSS,

pH, dan warna untuk mengetahui hasil degradasi limbah tekstil oleh jamur

Daedaleopsis eff. confragosa apakah sesuai dengan KepMen LH No.

Page 21: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

21

51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri. Perundang-undangan

tersebut mewajibkan setiap usaha atau kegiatan melakukan pengolahan limbah

sampai memenuhi persyaratan baku mutu air limbah sebelum dibuang ke

lingkungan.

Page 22: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

22

3.2 Kerangka Konsep

Limbah Pencelupan Tekstil

Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Kondisi degradasi limbah tekstil

Variasi lama inkubasi- 0 hari- 3 hari- 6 hari- 9 hari- 12 hari

Variasi penambahan suspensi jamur- 3%- 6%- 9%

Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

pada kondisi optimum

Analisis warna, pH, COD,BOD5 dan TSS

KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995

Teknik pengolahan limbah secara biologi

Biaya mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak sedikit danmenimbulkan lumpur yang banyak

Teknik Pengolahan Limbah Secara Kimia dan Fisika

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variasi pH yang digunakan

- 4- 6- 8- 10

Page 23: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

23

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini untuk kualitas hasil degradasi

limbah pencelupan tekstil dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa adalah sebagai berikut: Kualitas limbah pencelupan tekstil hasil

perlakuan dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa apakah

memenuhi standar baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri tekstil menurut

KepMen LH No.51/MENLH/10/1995 dilihat dari parameter COD, BOD5, TSS,

pH, dan warna.

Page 24: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

24

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam True Experiment. Penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 3 yang terdiri

atas 2 faktor. Faktor I adalah pH yang terdiri dari 4 level dan faktor II adalah

konsentrasi penambahan suspensi jamur yang terdiri dari 3 level, dimana setiap

perlakukan diulang sebanyak 3 kali.

Faktor I : pH (P) Faktor II : Penambahan Suspensi jamur (S)P1 : pH 4 S1 : Konsentrasi jamur 3 mL/100 mL media Czaspek cair (3%)P2 : pH 6 S2 : Konsentrasi jamur 6 mL/100 mL media Czaspek cair(6%)P3 : pH 8 S3 : Konsentrasi jamur 9 mL/100 mL media Czaspek cair (9%)P4 : pH 10

Tabel 4.1 Kombinasi Perlakuan Faktor I dan Faktor II

S P

S1 S2 S3

P1 P1S1 P1S2 P1S3

P2 P2S1 P2S2 P2S3

P3 P3S1 P3S2 P3S3

P4 P4S1 P4S2 P4S3

Keterangan:

P1 S1 : pH 4 dengan konsentrasi jamur 3%

P2 S1: pH 6 dengan konsentrasi jamur 3%

P3 S1: pH 8 dengan konsentrasi jamur 3%

P4 S1: pH 10 dengan konsentrasi jamur 3%

P1 S2: pH 4 dengan konsentrasi jamur 6%

P2 S2: pH 6 dengan konsentrasi jamur 6%

P3 S2: pH 8 dengan konsentrasi jamur 6%

P4 S2: pH 10 dengan konsentrasi jamur 6%

P1 S3: pH 4 dengan konsentrasi jamur 9%

P2 S3: pH 6 dengan konsentrasi jamur 9%

P3 S3: pH 8 dengan konsentrasi jamur 9%

P4 S3: pH 10 dengan konsentrasi jamur 9%

Setelah mendapatkan pH dan konsentrasi optimal, kemudian hasil tersebut

digunakan untuk menentukan lama inkubasi terbaik dalam proses degradasi

24

Page 25: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

25

limbah tekstil. Variasi lama inkubasi yang digunakan adalah 0, 3, 6, 9, dan 12 hari

dengan pengulangan sebanyak 3 kali.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lab Marine Pasca Sarjana Program Studi Kimia

Terapan, serta UPT Balai Laboratorium Kesehatan. Pelaksanaan penelitian ini

dilakukan dari bulan September 2012 sampai dengan bulan April 2013

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji kondisi optimum degradasi limbah tekstil, yaitu

pH, konsentrasi jamur, dan lama inkubasi optimum dimana hasil sebelum dan

sesudah proses degradasi limbah tekstil dikaji berdasarkan parameter pH, warna,

COD, BOD5, dan TSS menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa.

Sedangkan faktor lainnya yang mungkin berpengaruh terhadap degradasi limbah

tekstil menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.

4.4 Penentuan Sumber Data

Subjek penelitian ini adalah jamur Daedaleopsis eff. confragosa yang

dikondisikan pada pH, penambahan konsentrasi jamur, dan lama inkubasi

optimum, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah limbah pencelupan tekstil.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diukur atau diamati dalam penelitian ini adalah kondisi

optimum degradasi limbah tekstil, kualitas hasil degradasi limbah tekstil dilihat

Page 26: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

26

dari parameter pH, warna, COD, BOD5, dan TSS limbah pencelupan tekstil

sebelum dan sesudah menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa.

4.6 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah

pencelupan tekstil yang diambil dari industri rumah tangga di kota Negara, jamur

Daedaleopsis eff. confragosa yang diperoleh di kota Negara, kentang, dektrosa,

agar, sukrosa, NaNO3, KCl, MgSO4.7 H2O, FeSO4. 7 H2O, KH2PO4, CaCl2, buffer

fosfat (pH 4, 6, 8, dan 10), HCl, NaOH, kloramfenikol, aluminium foil, aquades.

Sebelum digunakan, seluruh peralatan dan media tumbuh disterilisasi dengan cara

di autoklaf pada suhu 120ºC selama 15 menit.

4.7 Instrumen Penelitian

Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu

Erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur, gelas ukur, neraca analitik, spatula, batang

pengaduk, pipet tetes, corong, pipet ukur dan filler, kaca arloji, pembakar spiritus,

cawan petri, tabung reaksi, pH-meter, autoklaf.

4.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap persiapan dan

pelaksanaan. Pada tahap persiapan dilakukan dengan menyiapkan alat dan bahan,

serta peremajaan jamur pada media PDA dan Czaspek cair. Kemudian dilanjutkan ke

tahap pelaksanaan yaitu penentuan kondisi optimum degradasi limbah tekstil

Page 27: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

27

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa serta pengujian kualitas hasil

degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa.

4.8.1 Peremajaan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Jamur diremajakan pada media PDA dengan mengikuti metode yang

dilakukan Ali and Muhammad (2008). Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

dihancurkan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air steril sambil

dikocok. Selanjutnya, 1 mL cairan yang mengandung spora dimasukkan ke dalam

cawan petri yang berisi media PDA dan diinkubasi selama 7 hari hingga tumbuh

benang-benang berwarna putih pada permukaan PDA. 1 liter media PDA tersebut

terdiri dari 200 gram kentang, 20 gram dektrosa, dan 20 gram agar serta 1 tablet

kloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Miselium jamur selanjutnya

ditransfer ke dalam media Czapek cair. Miselium jamur Daedaleopsis eff.

confragosa dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer ukuran 500 mL yang telah

berisi 250 mL media Czapek cair. Campuran tersebut diinkubasi selama 7 hari.

Dalam 1 liter media Czapek cair mengandung 15,0 g Sukrosa; 3,0 g NaNO3; 0,5 g

KCl; 0,5 g MgSO4 7H2O; 0,01 g FeSO4 7 H2O; dan 1,0 g KH2PO4.

4.8.2 Penentuan Kondisi Optimum (pH dan konsentrasi jamur) DegradasiLimbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Penentuan kondisi optimum degradasi limbah testil (pH dan konsentrasi

jamur) serta efisiensi degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis

eff. confragosa dilakukan dengan cara memvariasikan pH dan konsentrasi jamur

mengikuti metode Ali dan Muhammad (2008) yang termodifikasi. Media Czapex

Page 28: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

28

cair yang telah ditambahkan suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa dengan

konsentrasi per 50 mL media Czapex cair sebanyak 3 mL, 6 mL, dan 9 mL.

Selanjutnya Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi selama 3 hari. Setelah 3 hari,

sebanyak 50 mL limbah tekstil dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut.

Campuran dikondisikan pada pH 4 dengan cara menambahkan larutan HCl

sedangkan untuk pH di atas 7 ditambahkan NaOH. Untuk mempertahankan pH

ditambahkan buffer pH 4 ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Selanjutnya

Erlenmeyer ditutup kembali dan diinkubasi selama 7 hari. Setelah diinkubasi,

cairan disaring kemudian diuji kualitas COD. Dengan cara yang sama dilakukan

degradasi limbah tekstil pada perlakuan pH 6, 8, dan 10. Untuk setiap perlakuan

dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Kontrol dibuat dengan cara yang sama

tetapi tanpa menggunakan suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Efisiensi

degradasi limbah warna tekstil diperoleh dengan menggunakan rumus berikut:

%100xCODKadar

CODKadarCODKadarEfisiensi

awal

akhirawal

4.8.3 Penentuan Lama Inkubasi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Campuran media Czapex cair dan suspensi jamur Daedaleopsis eff.

confragosa terbaik yang diperoleh kemudian diinkubasi selama 3 hari. Setelah 3

hari, sebanyak 50 mL limbah tekstil dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut.

Campuran dikondisikan pada pH optimum dengan cara menambahkan HCl

ataupun NaOH. Untuk mempertahankan pH ditambahkan buffer pada pH

optimum ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Selanjutnya Erlenmeyer ditutup dan

Page 29: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

29

diinkubasi pada variasi waktu yaitu 0, 3, 6, 9, dan 12 hari. Setelah diinkubasi,

cairan disaring kemudian diuji kualitas COD. Untuk setiap perlakuan dilakukan

pengulangan sebanyak 3 kali. Kontrol dibuat dengan cara yang sama tetapi tanpa

menggunakan suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Setelah mendapatkan

kondisi optimum degradasi limbah tekstil (pH, konsentrasi jamur dan lama

inkubasi), kemudian limbah hasil degradasi diuji kualitasnya meliputi BOD5,

COD, TSS, pH dan warna.

a. Uji kualitas limbah sebelum dan setelah didegradasi

Uji kualitas limbah sebelum dan sesudah didegradasi bertujuan untuk

menentukan efisiensi pengolahan limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa serta kelayakan air limbah hasil pengolahan untuk

dibuang ke lingkungan. Parameter kualitas limbah yang diuji dan metode

pengukurannya disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Paremeter Kualitas Air Limbah yang Diukur dan Metode Pengukurannya

No Parameter Satuan Metode Pengukuran1 pH - pH meter2 Warna TCU Pengamatan visual3 TSS mg/L Gravimetri4 BOD5 mg/L Titrasi5 COD mg/L Titrasi

Pengujian parameter pH, warna, TSS, BOD5 dan COD limbah tekstil dan

hasil degradasi menggunakan standar operasional prosedur UPT Balai

Laboratorium Kesehatan. Prosedur penelitian ini secara ringkas dapat

digambarkan seperti pada Gambar 4.1

Page 30: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

30

Tahap Persiapan

Penyiapan alat dan bahan Peremajaan jamur pada PDA dan Czaspek cair

Tahap Pelaksanaan

Tahap 1. Penentuan Kondisi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Suspensi jamurDaedaleopsis eff.

confragosa

Digunakan untuk mendegradasi limbah tekstil

Variasi pH dan konsentrasi jamur

Variasi lama inkubasiKondisi optimum

Tahap 2. Uji Kualitas Limbah Pencelupan Tekstil Sebelum dan Sesudah Degradasi Menggunakan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Sampel limbah dari industri pencelupan tekstil

Didegradasi menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Analisis warna, pH, COD, BOD5 dan TSSKepMen LH No.

51/MENLH/10/1995

Gambar 4.1 Prosedur Penelitian

Page 31: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

31

4.9 Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif yaitu

berupa angka atau data efisiensi degradasi limbah tekstil. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) dua jalur untuk

mengetahui perbedaan antara perlakuan dan signifikansi perlakuan terhadap hasil

degradasi yang dibantu dengan software pengolah data Costat. Bila hasil yang

diperoleh berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda

dari Duncan (Duncan Multiple Range Test /DMRT).

Page 32: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

5.1 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur pendegradasi

kayu yang diambil dari

Kabupaten Jembrana, dimana jamur ini tumbuh

mati. Berdasarkan hasil

Jurusan Biologi, FMIPA

Daedaleopsis eff. confragosa

kipas dan agak keras, seperti disajikan pada Gambar 5

5.2 Peremajaan Jamur Czapex Cair

Peremajaan jamur

menumbuhkan jamur ke dalam media PDA selama 7 hari inkubasi. Kemudian

miselium jamur yang tumbuh pada media PDA ditransfer secara aseptik ke dalam

Klasifikasi Ilmiah

Divisio : Basidiumycota

Kelas : Basidiomycetes

Ordo : Polyparales

Famili : Polyporaceae

Genus : Daedaleopsis

Spesies :Daedaleopsis eff.

confragosa

BAB VHASIL PENELITIAN

Daedaleopsis eff. confragosa

Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur pendegradasi

area perkebunan di daerah Negara, Kecamatan Jembrana,

Kabupaten Jembrana, dimana jamur ini tumbuh pada batang pohon yang sudah

hasil identifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan,

Jurusan Biologi, FMIPA, UNUD, jamur yang digunakan adalah jamur

Daedaleopsis eff. confragosa. Jamur ini mempunyai ciri-ciri tubuh buah

seperti disajikan pada Gambar 5.1.

Peremajaan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Media PDA dan

Peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dilakukan dengan cara

menumbuhkan jamur ke dalam media PDA selama 7 hari inkubasi. Kemudian

miselium jamur yang tumbuh pada media PDA ditransfer secara aseptik ke dalam

Gambar 5.1 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

: Basidiumycota

Basidiomycetes

: Polyparales

: Polyporaceae

Daedaleopsis

Daedaleopsis eff.

confragosa

32

32

Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur pendegradasi

di daerah Negara, Kecamatan Jembrana,

pada batang pohon yang sudah

Taksonomi Tumbuhan,

adalah jamur

tubuh buah berupa

pada Media PDA dan

dilakukan dengan cara

menumbuhkan jamur ke dalam media PDA selama 7 hari inkubasi. Kemudian

miselium jamur yang tumbuh pada media PDA ditransfer secara aseptik ke dalam

Daedaleopsis eff. confragosa

Page 33: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

33

media Czapex cair. Peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada media

PDA dan Czapex cair disajikan pada Gambar 5.2.

Dari Gambar 5.2 terlihat adanya miselium jamur Daedaleopsis eff.

confragosa yang diindikasikan dengan terbentuknya benang-benang berwarna

putih pada media PDA dan Czapex cair setelah diinkubasi selama 7 hari. Media

PDA maupun Czapex cair yang awalnya keruh berubah menjadi berwarna kuning.

Menurut Lankinen (2004), warna kuning yang ditimbulkan selama proses

peremajaan jamur pada media PDA atau Czapex cair disebabkan karena ekskresi

enzim lignolitik oleh jamur tersebut.

5.3 Analisis Karakteristik Awal Sampel Limbah

Limbah yang dianalisis merupakan limbah industri tesktil rumah tangga

yang didapatkan di daerah Negara, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana.

Limbah ini diambil dari bak-bak penampungan, dimana limbah tesktil tersebut

belum mendapatkan perlakuan pengolahan. Uji karakteristik awal limbah

dilakukan dengan menganalisis beberapa parameter yang menjadi bahasan

(a) (b)

Gambar 5.2 Penampakan visual peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa setelah 7 hari inkubasi pada media (a) PDA dan (b) Czapex cair

Page 34: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

34

penelitian ini yaitu warna, COD, BOD5, TSS, serta pH. Berdasarkan hasil uji

karakteristik awal sampel limbah diketahui bahwa parameter COD, BOD5, TSS,

serta pH berada di atas baku mutu yang ditetapkan KepMen LH

No.51/MENLH/10/1995. Karakteristik Limbah Awal dan Baku Mutu Limbah

Cair Industri Tekstil disajikan pada Tabel 5.1.

Parameter SatuanKaranteristik Limbah Awal

Kadar MaksimumDitinjau dari KepMen LH

No.51/MENLH/10/1995

Warna Pt-Co 217,49 -

pH - 10,60* 6,0-9,0

COD mg/L 215,56* 150

BOD5 mg/L 102,78* 60

TSS mg/L 115,12* 50

Keterangan : Tanda bintang (*) = di atas baku mutu

5.4 Penentuan Kadar COD Awal pada masing-masing Konsentrasi Penambahan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Penentuan kadar COD awal pada masing-masing konsentrasi penambahan

jamur bertujuan untuk mengetahui kadar COD sebelum degradasi. Hasil yang

diperoleh adalah kadar COD pada konsentrasi 3, 6, dan 9% yang disajikan pada

Gambar 5.3

Tabel 5.1. Karakteristik Limbah Awal dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995

Page 35: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

35

Berdasarkan Gambar 5.3 memperlihatkan kadar COD awal pada masing-

masing penambahan konsentrasi jamur Daedaleopsis eff. confragosa dengan

konsentrasi 3, 6, dan 9% berturut-turut sebesar 211,49; 206,46; dan 201,63 mg/L

5.5 Penentuan Kondisi Optimum (pH dan konsentrasi jamur) Degradasi Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Degradasi limbah tekstil pada variasi pH dan konsentrasi jamur bertujuan

untuk mengetahui kondisi optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa. Hasil yang diperoleh adalah penurunan kadar COD

serta efisiensi penurunan kadar COD limbah tekstil setelah 7 hari inkubasi

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa yang disajikan pada Tabel 5.2

dan Tabel 5.3.

211,49

206,46

201,67

196

198

200

202

204

206

208

210

212

214

3 6 9

CO

D (

mg/

L)

Konsentrasi Jamur (%)

Gambar 5.3 Grafik kadar COD awal pada variasi konsentrasi jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Page 36: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

36

KonsentrasipH

rata-rata 4 6 8 10

3% 43,53±0,73 52,93±0,71 57,75±0,55 78,19±0,84 58,10a

6% 37,87±0,56 48,39±0,21 51,25±0,52 73,24±0,56 52,69b

9% 45,29±0,49 54,21±0,72 66,36±0,33 78,95±0,39 61,20c

rata-rata 42,23A 51,84B 58,45C 76,79D

Keterangan : 1. Nila dengan huruf (a, b, c) yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata

(P<0,05) .2. Nila dengan huruf kapital (A, B, C, D) yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda

nyata (P<0,05).

Tabel 5.2 memperlihatkan rata-rata kadar COD pada variasi pH

mengalami peningkatan. Pada pH 4, 6, 8, dan 10 rata-rata kadar COD berturut-

turut adalah 42,23; 51,84; 58,45; 76,79 mg/L, dimana kadar COD pada masing-

masing pH menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Hasil optimim

diperoleh pada pH 4 dengan rata-rata kadar COD sebesar 42,23 mg/L. Walaupun

demikian pada pH 6 – 8 menunjukan nilai COD sebesar 51,84 – 58,45. Ini

menunjukan bahwa pada pH tersebut nilai COD-nya masih jauh di bawah baku

mutu limbah cair berdasarkan Kepmen LH Nomor: 51/Men.LH/10/1995. Pada

variasi konsentrasi penambahan jamur yaitu konsentrasi 3, 6, dan 9% berturut-

turut kadar COD adalah 58,10; 52,69; 61,20 mg/L. Kadar COD pada variasi

konsentrasi penambahan jamur juga menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05). Kadar COD terkecil berada pada konsentrasi penambahan jamur 6%

dengan rata-rata kadar COD sebesar 52,69 mg/L, sehingga kondisi optimum

degradasi limbah tekstil terjadi pada pH 4 dan konsentrasi 6% dengan kadar COD

sebesar 37,87±0,56 mg/L.

Tabel 5.2. Kadar COD Limbah Tekstil pada Variasi pH dan Konsentrasi Jamur Setelah 7 Hari Inkubasi

Page 37: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

37

Konsentrasi JamurpH

Rata-rata 4 6 8 10

3% 79,40% 74,96% 72,67% 63,00% 72,51%a1)

6% 81,66% 76,56% 75,18% 64,52% 74,48%b

9% 77,54% 73,12% 67,10% 60,85% 69,65%c

Rata-rata 79,54%A2) 74,88%B 71,65%C 62,79%D

Keterangan : 1. Nila dengan huruf (a, b, c) yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata

(P<0,05) .2. Nila dengan huruf kapital (A, B, C, D) yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda

nyata (P<0,05).

Tabel 5.3 memperlihatkan rata-rata efisiensi penurunan kadar COD pada

variasi pH mengalami penurunan. Pada pH 4, 6, 8, dan 10 rata-rata efisiensi

penurunan kadar COD berturut-turut adalah 79,54; 74,88; 71,65; dan 62,79%.

Efisiensi penurunan kadar COD pada masing-masing pH menunjukkan perbedaan

yang nyata (P<0,05), dimana efisiensi penurunan kadar COD terbesar dengan

rata-rata 79,54% terjadi pada pH 4. Pada variasi konsentrasi penambahan jamur

yaitu konsentrasi 3, 6, dan 9% berturut-turut efisiensi penurunan kadar COD

adalah 72,51; 74,48; 69,65%. Efisiensi penurunan kadar COD pada variasi

konsentrasi penambahan jamur juga menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05). Efisiensi penurunan kadar COD terbesar berada pada konsentrasi

penambahan jamur 6% dengan rata-rata sebesar 74,48%, sehingga kondisi

optimum degradasi limbah tekstil terjadi pada pH 4 dan konsentrasi 6% dengan

efisiensi penurunan kadar COD sebesar 81,66%.

Tabel 5.3. Efisiensi Penurunan Kadar COD Limbah Tekstil pada Variasi pHdan Konsentrasi Jamur Setelah 7 Hari Inkubasi

Page 38: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

5.6 Penentuan Lama InkubasiJamur Daedaleopsis eff. confragosa

Degradasi limbah tekstil pada variasi

mengetahui waktu optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa

variasi lama inkubasi menggunakan jamur

pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa kadar COD dalam limbah mengalami

penurunan seiring dengan semakin lamanya masa inkubasi

persamaan Y = 160,98 e

lama inkubasi (hari). Model tersebut menggambarkan bahwa penurunan kadar

COD tidak linier tetapi berbentuk exponensial. Nilai

konstanta laju penurunan kadar COD. Ini artinya bahwa secara rata

Gambar 5.4 Grafik penurunan kadar CODinkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6%(persamaan regresi diperoleh menggunakan program

Lama Inkubasi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh Daedaleopsis eff. confragosa

Degradasi limbah tekstil pada variasi lama inkubasi bertujuan untuk

mengetahui waktu optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa. Grafik penurunan kadar COD limbah tekstil pada

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

menunjukkan bahwa kadar COD dalam limbah mengalami

seiring dengan semakin lamanya masa inkubasi mengikuti model

persamaan Y = 160,98 e-0,16X dimana Y adalah kadar COD (mg/L) dan X adalah

lama inkubasi (hari). Model tersebut menggambarkan bahwa penurunan kadar

COD tidak linier tetapi berbentuk exponensial. Nilai –0,16 menunjukkan

laju penurunan kadar COD. Ini artinya bahwa secara rata-rata

Grafik penurunan kadar COD limbah tekstil pada variasiinkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6%(persamaan regresi diperoleh menggunakan program Costat

Y = 160,98 e- 0,16X

R2 = 0,87

38

Limbah Tekstil oleh

inkubasi bertujuan untuk

mengetahui waktu optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur

limbah tekstil pada

Daedaleopsis eff. confragosa disajikan

menunjukkan bahwa kadar COD dalam limbah mengalami

mengikuti model

dimana Y adalah kadar COD (mg/L) dan X adalah

lama inkubasi (hari). Model tersebut menggambarkan bahwa penurunan kadar

0,16 menunjukkan

rata konstanta

limbah tekstil pada variasi lama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6%

Costat)

Page 39: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

laju penurunan COD akibat degradasi oleh jamur

adalah 0,16 mg/L setiap hari. Model persamaan ini dapat dipakai untuk menduga

kadar COD pada selang waktu inkubasi yang berbeda

COD dari hari ke-0 sampai hari ke

dari hari ke-9 ke hari ke

penurunan kadar COD pada variasi waktu inkubasi

terjadi peningkatan efisiensi seiring den

5.5). Hubungan antara efisiensi (Y) dengan lama inkubasi (X) mengikuti model

persamaan Y = 8,53 + 33,42 ln (X)

Gambar 5.5 menunjukkan bahwa dari hari ke

menunjukkan efisiensi penurunan kadar COD dalam limbah y

Gambar 5.5 Grafik efisiensi penurunan kadar CODlama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6% (persamaan regresi diperoleh menggunakan program Costat)

laju penurunan COD akibat degradasi oleh jamur Daedaleopsis eff. confragosa

setiap hari. Model persamaan ini dapat dipakai untuk menduga

kadar COD pada selang waktu inkubasi yang berbeda-beda. Penurunan kadar

0 sampai hari ke- 9 sangat nyata (P<0,05) sedangkan penurunan

9 ke hari ke-12 tidak nyata (P>0,05). Kalau dihitung efisiensi

penurunan kadar COD pada variasi waktu inkubasi berbeda menunjukan bahwa

terjadi peningkatan efisiensi seiring dengan peningkatan lama inkubasi (

). Hubungan antara efisiensi (Y) dengan lama inkubasi (X) mengikuti model

persamaan Y = 8,53 + 33,42 ln (X)

menunjukkan bahwa dari hari ke-0 sampai hari ke

menunjukkan efisiensi penurunan kadar COD dalam limbah yang signifikan,

Grafik efisiensi penurunan kadar COD limbah tekstil padalama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6% (persamaan regresi diperoleh menggunakan program

Y = 8,53+33,42.In(X)R2 = 0,92

39

Daedaleopsis eff. confragosa

setiap hari. Model persamaan ini dapat dipakai untuk menduga

beda. Penurunan kadar

9 sangat nyata (P<0,05) sedangkan penurunan

Kalau dihitung efisiensi

berbeda menunjukan bahwa

gan peningkatan lama inkubasi (Gambar

). Hubungan antara efisiensi (Y) dengan lama inkubasi (X) mengikuti model

0 sampai hari ke-9

ang signifikan,

limbah tekstil pada variasilama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6% (persamaan regresi diperoleh menggunakan program

Page 40: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

40

Tetapi apabila dilanjutkan sampai hari ke-12 maka efisiensi degradasi limbah

tidak berubah secara signifikan dibandingkan hari ke-9. Kondisi optimum

degradasi limbah tekstil terjadi pada hari ke-9 dengan efisiensi penurunan COD

sebesar 85,13%.

5.7 Uji Kualitas Limbah pada Kondisi Optimum dari Hari ke-0 sampai Hari ke-9

Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa pada kondisi optimum diindikasikan dengan terjadinya perubahan

warna limbah tekstil yang awalnya berwarna hitam menjadi bening. Hasil

degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

disajikan pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Penampakan visual degradasi limbah tekstil pada kondisi optimum menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Page 41: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

41

Hasil penentuan karakteristik limbah pencelupan tekstil pada hari ke-0

menunjukkan bahwa semua parameter kualitas limbah yang diukur berada di atas

baku mutu yang dipersyaratkan dalam KepMen LH No.51/MENLH/10/1995.

Sedangkan karakteristik hasil perombakan limbah yaitu pada hari ke-9

menunjukkan bahwa nilai parameter COD, BOD5, dan TSS yang diukur berada di

bawah baku mutu, sedangkan untuk parameter pH masih berada di atas baku

mutu. Karakteristik limbah tekstil dari hari ke-0 sampai hari ke-9 disajikan pada

Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Kandungan COD, BOD5, TSS, Warna dan pH Limbah Pencelupan Tekstil dari hari ke-0 sampai hari ke-9 pada Kondisi Optimum (pH 4, Konsentrasi Jamur 6% dan Lama Inkubasi 9 Hari)

Parameter Satuan Baku Mutu

Hari ke-0

Hari ke-9

Penurunan Efisiensi Efektivitas

COD mg/L 150 206,46 30,61±0,19 175,85 85,17% 79,59%BOD5 mg/L 60 98,67 25,56±0,15 73,11 74,09% 57,39%TSS mg/L 50 86,45 25,75±0,56 60,70 70,21% 48,49%

Warna Pt-Co - 167,89 31,82±0,62 136,07 81,05% -pH - 6,0-9,0 4,00 4,30±0,15 - 0,30 -7,5% -

Table 5.4 memperlihatkan karakteristik limbah pencelupan tekstil pada

hari ke-0, dimana semua parameter yang diukur berada di atas baku mutu yang

dipersyaratkan dalam KepMen LH No.51/MENLH/10/1995, sedangkan setelah

proses degradasi yaitu pada hari ke-9 menunjukkan nilai parameter COD, BOD5,

dan TSS yang diukur berada di bawah baku mutu, kecuali parameter pH yang

tidak sesuai dengan baku mutu menurut KepMen LH No.51/MENLH/10/1995.

Pada hari ke-0 kadar COD sebesar 206,46 mg/L dan setelah hari ke-9 kadar COD

turun menjadi 30,61 mg/L dengan efisiensi sebesar 85,17%. Begitu juga pada

parameter BOD5, TSS, dan warna pada hari ke-0 menunjukkan nilai masing-

Page 42: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

42

masing adalah 98,67 mg/L, 86,45 mg/L, dan 167,89 Pt-Co dan setelah hari ke-9

masing-masing nilai parameter untuk BOD5, TSS, dan warna turun menjadi 25,56

mg/L, 25,75 mg/L, dan 31,82 Pt-Co dengan efisiensi berturut-turut adalah 74,09;

70,21; 81,05%. Parameter yang terakhir adalah pH, dimana pada hari ke-0

menunjukkan pH 4,00 dan setelah perlakuan yaitu pada hari ke-9, pH naik

menjadi 4,30 dengan efisiensi -7,5%.

Dilihat dari efektivitasnya, degradasi limbah tekstil menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa berlangsung cukup baik yaitu dengan nilai COD,

BOD5, dan TSS sebesar 79,59; 57,39; dan 48,49%.

Page 43: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

43

BAB VIPEMBAHASAN

6.1 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Jamur pendegradasi kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Jamur tersebut diambil dari area perkebunan

di daerah Negara, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana dan telah

diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi, FMIPA,

UNUD. Jamur Daedaleopsis eff. confragosa termasuk dalam famili Polyporaceae,

ordo Polyparales, kelas Basidiomycetes. Adapun ciri-ciri dari jamur Daedaleopsis

eff. confragosa yaitu memiliki tubuh buah berupa kipas, agak keras dan biasanya

hidup menempel pada batang kayu yang mati atau lapuk.

Peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dilakukan dengan cara

menumbuhkan jamur pada media PDA selama 7 hari inkubasi yang bertujuan

untuk memperoleh miselium jamur. PDA terbuat dari kentang, dekstrosa, dan

agar. Kentang merupakan sumber karbohidrat yang mengandung vitamin dan

mineral yang cukup tinggi. Fungsi kentang dalam penyusunan PDA adalah

mensuplai karbohidrat yang diperlukan oleh jamur dalam pertumbuhannya.

Dekstrosa berfungsi sebagai sumber energi yang berperan dalam pertumbuhan

spora jamur, sedangkan agar berfungsi untuk mengentalkan media sehingga

mempermudah dalam menumbuhkan jamur (Kusnadi dkk, 2003). Miselium jamur

yang tumbuh pada PDA kemudian ditransfer secara aseptik ke dalam media

Czapex cair dan diinkubasi selama 7 hari. Hal ini dilakukan untuk memperoleh

suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Media PDA maupun media Czapex

43

Page 44: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

44

cair mengalami perubahan dari keruh menjadi berwarna kuning, seperti

ditunjukan pada Gambar 5.2. Warna kuning yang ditimbulkan selama proses

peremajaan jamur disebabkan karena ekskresi enzim lignolitik oleh jamur tersebut

(Lankinen, 2004).

6.2 Penentuan Kondisi Optimum (pH dan konsentrasi jamur) Degradasi Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi

limbah tekstil dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada kondisi lingkungan yang

optimum, jamur akan tumbuh dengan baik sehingga enzim yang dihasilkan

semakin banyak. Semakin banyak enzim yang dihasilkan akan memberikan

efisiensi degradasi yang baik (Ali dan Muhamad, 2008). Faktor lingkungan yang

mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil dengan menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa adalah derajat keasaman (pH) dan konsentrasi jamur

yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi optimum limbah

tekstil terjadi pada pH 4 dan penambahan jamur pada konsentrasi 6% dengan

kadar COD sebesar 37,87 mg/L atau dengan efisiensi penurunan COD sebesar

81,66%. Walaupun demikian pada pH 6 – 8 nilai COD sebesar 51,84 – 58,45

mg/L dengan efisiensi 74,88% – 71,65%. Ini menunjukkan bahwa pada pH

tersebut nilai COD-nya sudah jauh di bawah baku mutu limbah cair berdasarkan

Kepmen LH Nomor: 51/MENLH/10/1995 yaitu sebesar 150 mg/L.

Derajat keasaman (pH) mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa

efisiensi degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

Page 45: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

45

confragosa dipengaruhi oleh pH lingkungan. Efisiensi penurunan COD optimum

yang diinkubasi selama 7 hari terjadi pada pH 4 dengan rata-rata sebesar 79,54%,

sedangkan pada pH 6, 8, dan 10 efisiensi rata-rata penurunan COD adalah 74,88;

71,65; dan 62,79%. Hasil penelitian ini sesuai dengan simpulan Ermasari (2010)

yang menyatakan bahwa perombakan limbah tekstil menggunakan jamur sangat

dipengaruhi oleh pH lingkungan. Hasil kajian Ermasari (2010), tentang

perombakan limbah pencelupan tekstil oleh jamur Polyporus sp. menunjukkan

bahwa efisiensi penurunan COD tertinggi terjadi pada pH 4 dengan efisiensi

penurunan COD sebesar 88,96%.

Perbedaan efisiensi penurunan COD limbah tekstil pada variasi pH

disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim. Pada

umumnya, jamur dapat tumbuh dengan baik pada pH asam. Rentang pH

pertumbuhan jamur berkisar antara 4-6 (Kusnadi dkk., 2003). Pada pH di bawah 3

atau pH di atas 6 maka pertumbuhan jamur menjadi tidak optimal sehingga

pertumbuhan jamur menjadi terganggu. Terganggunya pertumbuhan jamur

menyebabkan enzim yang dihasilkan kurang optimal sehingga proses degradasi

limbah tekstil menjadi terhambat. Disamping pertumbuhan jamur, aktivitas enzim

lignolitik untuk mendegradasi limbah tekstil juga dipengaruhi oleh kondisi pH.

Enzim lignolitik merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas

biokimiawi sebagai katalis suatu reaksi dan sangat rentan terhadap kondisi pH.

Adanya perubahan pH akan mengakibatkan aktivitas enzim mengalami

perubahan. Pada pH optimum aktivitas enzim akan optimal sehingga memberikan

nilai efisiensi degradasi yang besar (Dayaram and Dasgupta, 2008). Dalam

Page 46: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

46

penelitian ini, degradasi optimum limbah tekstil terjadi pada pH 4. Hal ini

menandakan bahwa enzim lignolitik yang dihasilkan oleh jamur Daedaleopsis eff.

confragosa bekerja dengan optimum pada pH 4. Temuan ini sejalan dengan kajian

Hofrichter (2002) yang menyatakan bahwa enzim lignolitik bekerja secara

optimum pada pH 3-4. Hasil penelitian ini juga diperkuat simpulan Sharma et al.,

(2008) yang melaporkan bahwa efisiensi perombakan zat warna orange III oleh

enzim lignolitik meningkat pada pH 3-4.

Degradasi limbah tekstil oleh jamur dipengaruhi oleh konsentrasi jamur

yang ditambahkan pada limbah. Berdasarkan Tabel 5.2 diperolah pola efisiensi

penurunan COD meningkat dengan naiknya konsentrasi jamur dari 3% sampai 6%

kemudian menurun pada konsentrasi 9%. Rata-rata efisiensi penuruan COD pada

konsentrasi jamur 3, 6, dan 9% secara berturut-turut adalah 72,51; 74,48; dan

69,65%. Konsentrasi optimum degradasi limbah tekstil selama 7 hari inkubasi

terjadi pada konsentrasi 6% dengan rata-rata efisiensi sebesar 74,48%. Perbedaan

efisiensi pada variasi konsentrasi jamur berhubungan dengan jumlah jamur yang

ditambahkan pada limbah tekstil.

Pada penambahan jamur yang sesuai, maka jamur akan tumbuh dengan

baik, karena makanan atau nutrisi yang ada dalam lingkungannya sudah sesuai

dengan jumlah jamur yang tumbuh pada lingkungan tersebut. Pada konsentrasi

jamur 3% jumlah jamur lebih sedikit dari pada nutrisi yang ada dalam lingkungan.

Hal ini mengakibatkan efisiensi penurunan COD kurang optimal. Sedangkan pada

konsentrasi jamur 6%, efisiensi penurunan COD menunjukkan nilai yang paling

optimum, karena jamur memperoleh nutrisi atau makanan yang cukup, sehingga

Page 47: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

47

jamur dapat tumbuh dengan baik. Sebaliknya pada penambahan jamur 9%,

menunjukkan nilai efisiensi penurunan COD yang paling rendah, karena jumlah

jamur yang ditambahkan tidak sesuai dengan nutrisi yang ada di lingkungan.

Jamur yang ada dalam lingkungan banyak, sedangkan ketersediaan nutrisi pada

lingkungan tidak mencukupi, hal ini mengakibatkan pertumbuhan jamur menjadi

terhambat dan akhirnya mati.

6.3 Penentuan Lama Inkubasi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi

limbah tekstil dipengaruhi oleh lama inkubasi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penurunan COD pada hari ke-3, ke-6, dan ke-9 mengalami perubahan yang

signifikan, sedangkan pada hari ke-12 penurunannya tidak signifikan. Pada hari

ke-3 terjadi penurunan konsentrasi COD dari 206,46 mg/L menjadi 121,14 mg/L

(41,31%), pada hari ke-6 konsentrasinya turun menjadi 51,79 mg/L (74,92%),

pada hari ke-9 konsentrasi COD turun menjadi 30,70 (85,17%), sedangkan pada

hari ke-12 konsentrasi COD turun menjadi 29,33 (85,79%). Penurunan pada hari

ke-12 menunjukkan hasil yang tidak signifikan dibandingkan dengan hari ke-9.

Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

berlangsung optimum pada lama inkubasi 9 hari dengan kadar COD sebesar 30,70

mg/L atau dengan efisiensi penurunan COD sebesar 85,17%. Namun dari model

persamaan Y = 160,98 e-0,16X menunjukkan bahwa pada hari ke-1 niai penurunan

kadar COD berada di bawah baku mutu limbah industri tekstil menurut KepMen

LH No.51/MENLH/10/1995 yaitu sebesar 137,18 mg/L (33,55%). Ini

Page 48: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

48

menunjukkan bahwa jamur Daedaleopsis eff. confragosa mampu merombak

limbah tekstil dengan baik, walupun belum mencapai proses degradasi

optimumnya.

Perbedaan penurunan COD limbah tekstil pada variasi lama inkubasi

menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa disebabkan karena adanya

beberapa fase dalam pertumbuhan jamur. Pada tahap awal jamur melakukan fase

adaptasi, dimana pada tahap ini jamur menyesuaikan diri dengan kondisi

lingkungan, sehingga pertumbuhannya kurang optimal. Hal ini ditandai dengan

penurunan COD yang rendah sampai hari ke-3. Selanjutnya jamur mengalami fase

pertumbuhan eksponensial. Pada fase ini jamur mengalami pertumbuhan yang

sangat cepat hingga mencapai pertumbuhan optimumnya yaitu pada hari ke-9.

Kemudian pada hari ke-12 terjadi penurunan COD yang tidak signifikan karena

jamur berada pada fase stasioner ataupun fase kematian. Pada fase kematian

jumlah jamur yang mati lebih banyak daripada jamur yang mengalami

pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena kandungan nutrien yang sudah habis dan

mulai terjadi penumpukan racun akibat dari sisa metabolisme jamur (Hamdiyati,

2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ali dan Muhammad (2008)

yang menyatakan bahwa perombakan zat warna acid violet 19 menggunakan

jamur Alternaria solani meningkat seiring dengan meningkatnya waktu kontak

yaitu dari hari ke-1 sampai hari ke-4 hari dengan efisiensi sebesar 88,60%.

Page 49: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

49

6.4 Uji Kualitas Limbah pada Kondisi Optimum dari Hari ke-0 sampai Hari ke-9

Karakteristik limbah pencelupan tekstil sebelum didegradasi menggunakan

jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada hari ke-0 menunjukkan bahwa semua

parameter kualitas limbah yang diukur berada di atas baku mutu persyaratan

KepMen LH No.51/MENLH/10/1995. Jika limbah tersebut dibuang langsung ke

lingkungan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Air limbah pencelupan

tekstil yang digunakan mempunyai konsentrasi warna sebesar 167,89 Pt-Co.

Setelah dilakukan degradasi menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa

selama 9 hari, terjadi penurunan konsentrasi warna menjadi 31,82 Pt-Co atau

efisiensi penurunan warna sebesar 81,05%. Penurunan warna pada limbah tekstil

disebabkan oleh enzim lignolitik yang dihasilkan oleh jamur Daedaleopsis eff.

confragosa. Enzim ligninolitik bersifat nonspesifik yang artinya disamping

mendegradasi lignin, hemiselulosa dan lignin juga mampu mendegradasi

senyawa-senyawa kimia yang mempunyai struktur aromatik seperti fenol dan zat

warna tekstil (Christian et al., 2005). Pada awalnya, degradasi zat warna yang

terkandung dalam limbah tekstil oleh enzim ligninolitik diawali dengan oksidasi

enzim ligninolitik oleh oksigen dan selanjutnya enzim ligninolitik dalam keadaan

teroksidasi akan mengoksidasi zat warna tekstil menjadi produk lebih sederhana

yang tak berwarna. Warna tidak tercantum sebagai salah satu parameter syarat

baku mutu ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995. Secara langsung,

warna tidak berbahaya bagi kesehatan, akan tetapi secara tidak langsung

berdampak negatif terhadap ekosistem air. Air yang berwarna menghambat

Page 50: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

50

penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga dapat mengganggu aktivitas

fotosintesis.

Air limbah tekstil yang dihasilkan dari proses pencelupan tekstil memiliki

keasaman (pH) yang tinggi yaitu 10,60. Tingginya pH limbah disebabkan oleh

pemakaian NaOH, Na2CO3 atau detergen dalam proses pencelupan tekstil.

Sebelum diolah, air limbah tersebut dikondisikan pada pH 4 untuk

mengoptimalkan aktivitas jamur dalam melakukan degradasi. Setelah dilakukan

pengolahan dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa selama 9

hari inkubasi, pH air limbah menjadi 4,30. Kondisi pH air limbah hasil

pengolahan jika ditinjau berdasarkan KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995

belum memenuhi persyaratan baku mutu limbah industri tekstil untuk dibuang ke

lingkungan. Baku mutu pH menurut KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995

berkisar antara 6,0-9,0. Namun dari hasil penelitian yaitu pada pH 6 – 8

menunjukan nilai COD sebesar 51,84 – 58,45 dengan efisiensi 74,88% – 71,65%.

Ini menunjukan bahwa pada pH tersebut nilai COD-nya sudah jauh di bawah baku

mutu limbah cair industri tekstil.

Total padatan tersuspensi atau total suspended solid (TSS) dari air limbah

pencelupan tekstil sebesar 86,45 mg/L. Dampak negatif bagi perairan yang

mempunyai nilai TSS yang tinggi adalah dapat menghambat sinar matahari yang

masuk ke badan air. Setelah perombakan selama 9 hari inkubasi, nilai TSS turun

menjadi 25,75 mg/L atau efisiensi sebesar 70,21%. Nilai TSS jika ditinjau dari

KepMen LH no. 51/MENLH/10/1995 telah memenuhi syarat karena ambang

batas TSS yang dipersyaratkan adalah sebesar 50 mg/L. Hasil penelitian ini

Page 51: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

51

sejalan dengan penelitian Sastrawidana (2012) yang melaporkan bahwa efisiensi

penurunan TSS dengan menggunakan jamur Polyporus sp. teramobil pada serbuk

gergaji kayu menunjukkan nilai sebesar 85,78%.

Air limbah pencelupan tekstil yang digunakan mempunyai nilai BOD5 dan

COD masing-masing sebesar 98,67 mg/L dan 206,46 mg/L. Penyusun utama

bahan organik biasanya berupa polisakarida (karbohidrat), polipeptida, dan lemak.

Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa selama 9 hari, nilai BOD5 turun dari 98,67 mg/L menjadi 25,56 mg/L

atau efisiensi sebesar 74,09%. Nilai COD turun dari 206,46 mg/L menjadi 30,61

mg/L atau efisiensi sebesar 85,17%. Nilai BOD5 dan COD setelah perombakan

telah memenuhi syarat karena ambang batas BOD5 dan COD yang dipersyaratkan

berturut-turut adalah 60 dan 150 mg/L.

Degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis

eff. confragosa pada pH 4 selama 9 hari inkubasi memberikan efisiensi degradasi

warna dan COD berturut-turut adalah 81,05% dan 85,17%. Cing et al. (2003)

melaporkan bahwa degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Phanerochaete

chrysosporium teramobil memberikan efisiensi degradasi warna dan COD

berturut-turut adalah 95 dan 97% selang 1 hari inkubasi. Perbedaaan efisiensi

degradasi disebabkan karena perbedaan komposisi limbah tekstil serta metode

pengolahan limbah yang digunakan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Dayaram dan Dasgupta (2007), yang melaporkan bahwa degradasi

limbah tekstil yang diambil dari 4 pabrik yang berbeda dengan menggunakan

jamur yang sama memberikan efisiensi degradasi yang berbeda-beda.

Page 52: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

52

Faktor lain yang mempengaruhi degradasi limbah tekstil adalah jenis

jamur yang digunakan. Casieri et al. (2007) melaporkan bahwa degradasi zat

warna reactive red, reactive blue dan remazol brilian blue menggunakan 2 jenis

jamur memberikan hasil yang berbeda. Jamur jenis Trametes pubescens mampu

mendegradasi ketiga zat warna tersebut dengan baik selama 2 hari inkubasi,

sedangkan jamur Pleurotus ostreatus memberikan hasil degradasi yang kurang

optimal dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih dari 2 hari.

Page 53: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

53

BAB VIISIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Kondisi optimum degradasi limbah tekstil dengan menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa berlangsung pada pH 4, konsentrasi jamur 6%,

dan lama inkubasi 9 hari.

2. Degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.

confragosa selama 9 hari mampu menurunkan warna, TSS, COD dan BOD5

masing-masing menjadi 31,83 Pt-Co (81,05%); 25,75 mg/L (70,21%);

30,61 mg/L (85,17%); dan 25,56 mg/L (74,09%). Nilai COD, BOD5, dan TSS

telah memenuhi persyaratan baku mutu KepMen LH No.

51/MENLH/10/1995, sedangkan nilai pH 4,30 belum memenuhi persyaratan

baku mutu KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disampaikan

saran-saran sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan eksplorasi jamur dari sumber-sumber lain sehingga

memperkaya khasanah pemanfaatan sumber daya hayati untuk pengolahan

limbah tekstil.

2. Degradasi limbah pencelupan tekstil dengan menggunakan jamur

Daedaleopsis eff. confragosa pada kondisi optimum memberikan efisiensi

53

Page 54: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

54

perombakan yang cukup tinggi, namun lama inkubasi yang diperlukan masih

terlalu lama sehingga perlu dikembangkan studi yang lebih mendalam

terhadap aplikasi pengolahan limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis

eff. confragosa dengan lama inkubasi yang lebih singkat.

3. Degradasi limbah tekstil dapat dilakukan pada pH 6 – 8 karena pada pH

tersebut kualitas kadar COD limbah tekstil hasil degradasi menggunakan

jamur Daedaleopsis eff. confragosa sudah di bawah baku mutu limbah

industri tekstil, sehingga aman untuk di buang ke lingkungan.

Page 55: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

55

DAFTAR PUSTAKA

Ali, P., and Muhammad, S.K. “Biodecolorization of Acid Violet 19 by Alternaria solani”. African Journal of Biotechnology, Volume 7 (hlm. 831-833).

Azbar, N., Yonar, T., and Kestioglu, K. 2004. “Comparison of Various Advanced Oxidation Processes And Chemical Treatment Methods for COD andColour Removal From Polyester and Acetate Fiber Dying Effluent”. Chemosphere, Volume 55 (hlm. 81-86).

Casieri, L., G.C. Varese, A. Anastasi, V. Prigione, and K. Svobodava. 2007. “Decolorization dan Detoxication of Reactive Industrial Dyes by Immobilized Fungi Trametes pubescens and Pleurotus ostreatus”. Folia Microbiol, Volume 51, Edisi 1 (hlm 44-52).

Christian V., Rshrivastava, Sukla, D., Modi, M.A., & Vyas, B.R.M. 2005. “Degradation of Xenobiotic Compounds by Lignin-degradibg White-rot fungi: Enzymology and Mechanism Involved”. Indian Journal of Experimental Biology. Volume 43 (hlm. 301-312).

Cing, S., D. Asma, E. Epohan, O. Ilida. 2002. “Decolorization of Textile Dyeing Wastewater by Phanarochaete chrysosporium”. Folia Microbiol, Volume 47, Edisi 5 (hlm. 639-642).

Coleman, R.N., and Qureshi, A.A. 1985. “Microtox and Spirilium Pollutants Tes for Assessing Toxicity of Environmental Samples”. Bull Environ Contam Toxicol, Volume 35 (hlm 443-451).

Dayaram, Poonam and Debjani Dasgupta. 2008. “Decolorisation of synthetic dyes and textile wastewater using Polyporus rubidus”. J. Environ. Bio, Volume 29 (hlm. 831-836).

Ghazali, R. and Salmiah, A. 2004. “Biodegradability and Ecotoxicity Of Plam Stearin-Based Methyl Ester Sulphonates”. Journal Of Oil Plam Research, Volume 16, Edisi 1 (hlm 39-44).

Hakala, T.K. 2007. Caracterization 0f The Lignin-Modifying Enzymes of The Selective White-Rot Fungus Physisporinus Rivulosus. Disertasi. Department of Applied Chemistry and Microbiology. University of Helsinki.

Hamdayati, Y. 2003. “Pertumbuhan dan Perkembangan Mikroorganisme II”. Tersedia pada http://www.wikipedia.com (diakses tanggal 23 Mei 2010).

Hattaka A. 1994. “Lignin Modifying Enzyme From Selected White-Rot Fungi: Production And Role In Lignin Degdradation”. FEMS Microbial, Volume 13 (hlm 125-135).

Page 56: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

56

HeFang., HuWenrong, and LiYuezhong. 2004. “Biodegradation Mechanisms and Kinetic of Azo Dye by Microbial Consortium”. Chemosphere, Volume 57 (hlm 293-301).

Hofrichter M. 2002. “Lignin Conversion by Manganese Peroxidase (MnP)”. Enzyme Microbiol. Technol, Volume 30 (hlm. 454-466).

John, T.N., Robert, C.H., Clifford, W.R. 2001. Biological Treatment of aSynthetic Dye Water and an Industrial Textile Wastewater Containing Azo Dye Compounds. Thesis_(tidak diterbitkan) Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg Virginia.

Kumar , A. and Prasad, R. 2006. “Biofilms [review]”. JK. SCi, Volume 8, Edisi 1 (hal 14-17)

Kusnadi dkk, 2003. Mikrobiologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi UPI Bandung.

Lankinen, P. 2004. Ligninolytic Enzymes of The Basidiomycetous Fungi AgaricusBisporus and Phlebia Radiate on Lignocelluloses-Containing Media. Disertasi. Department of Applied Chemistry and Microbiology, Viiki Biocenter. University of Helsinksi Firlandian.

Manurung, R., Rosdanelli, dan Irvan, 2004. H. “Perombakan Zat Warna Azo Reaktif secara Anaerob-Aerob”. Tersedia pada http://www.library.usu.ac.id/ download/ft/tkimia-renita 2.pdf (Diakses tgl 24 Nopember 2009).

Mattioli, D., Malpei, F., Bortone, G., and Rozzi, A. 2002. “Water Minization and Reuse In Textile Industry: Analysis, Technologies And Implementation”. IWA Publishing, Cornwall, UK.

Osma, J.F. 2007. Banana Skin a Novel Material For a Low-Cost Production of Laccase. Tesis. Universitas Rovira I Virgili.

Paul, E.A. 1992. Organic Matter Decompositionn. Encyclopedia of Microbiology, Vol.3. Academic Press. Inc.

Puspitasari, N., Mohammad, S. 2009. “Pengaruh Jenis Vitamin B Dan Sumber Nitrogen Dalam Peningkatan Kandungan Protein Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi”. Makalah disajikan dalam Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, Semarang 2009.

Praveen, S., Lakhvinder, S., Neeraj, D. 2009. “Biodegradation of Orange II Dye by Phanerochaete chrysosporium in Simulated Wastewater”. Journal of Scientific & Industrial Research, Volume 68 (hlm. 157-161).

Rahmacandran, Ganesan, P., Hariharan, S. 2010. “Decolorization of Textile Effluent-An Overview”. EI (I) Journal, Volume 90.

Sastrawidana, I D. K., Maryam, S., Sukarta, I. N. 2012. Perombakan Air Limbah Tekstil Menggunakan Jamur Pendegradasi Kayu Jenis Polyporus Sp

Page 57: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

57

Teramobil Pada Serbuk Gergaji Kayu. Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 2, hlm. 382 - 389

Sastrawidana, I D. K. 2009. Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System Kombinasi Anaerob-Aerob. Disertasi Doktor Ilmu Lingkungan (Spesialisasi Pencemaran Lingkungan). IPB: Bogor.

Sharma, D.K., Saini, H.S., Singh, M., Chimini, S.S., and Chadha, B.S. 2004. “Isolation and Characterization of Microorganisms Capable of Decolorizing Various Triphenylmethane Dyes”. Basic Microbiol,Volume 44 (hlm. 59-65).

Siswanto, Suharyanto, dan Fitria, R. 2007. “Produksi dan Karakteristik Lakase Omphilina sp.”. Menara Perkebunan, Volume 75 (hal 107-110)

Srivivasan, C., D’sauza, T.M., Boominantan, K., and Reddy, C.A. 1995. “Demonstration of Laccase in the White Rot Basidiomycete Phanerochaete chrysosporium BKM-F1767”. Appl. Environ. Microbiol, Volume 61 (hlm 4274-4277).

Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan dan Pencapan Jilid I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Swamy, J., and Ramsay, J. A. 1999. “The Evaluation of White Rot Fungi in the Decoloration of Textile Dyes”. New York, Volume 24 (hlm. 130–137).

Tavcar, M., Svobadora, K., Kupleks, J., Novonty, C. 2006. “Biodegradation of Organic Azo Dye RO16 in Various Type Of Reactor with Immobilized Irpex lacteus”. Acta Chim, (hlm 338-343)

Vaithanomsat, P., Apiwatanapiwat, W., Petchoy, O., and Chedchant, J. 2010. “Production of ligninolytic Enzymes by White-Rot Fungus Detronia sp. and Their Application for Reactive Dye Removal”. International Journal of Chemical Engineering. Volume 2010 (hlm. 50–56)

Van der Zee. 2002. Anaerobic Azo Dye Reduction. Thesis_(tidak diterbitkan). Wageningen University. Netherlands.

Zhao, 2004. Analysis Of Fungal Degradation Products Of Azo Dyes. Disertasi Doktor Philosophy. Georgia.

Zille, A. 2005. Laccase Reaction for Textile Apllication. Disertasi.Textile Department Universidade do Minho.

Page 58: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

58

Lampiran 1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil

Page 59: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

59

Lampiran 2. Karakteristik Limbah Awal dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995

Parameter Satuan Karanteristik Limbah AwalKadar Maksimum

Ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995

Warna Pt-Co 217,49 -

pH - 10,60* 6,0-9,0

COD mg/L 215,56* 150

BOD5 mg/L 102,78* 60

TSS mg/L 115,12* 50

Keterangan : Tanda bintang (*) = di atas baku mutu

Page 60: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

60

Lampiran 3. Data Hasil Perombakan Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Variasi pH dan Konsentras Penambahan Jamur

No. Variasi pH-Konsentrasi

Jamur

Konsentrasi COD Awal (mg/L)

Konsentrasi COD Setelah Degradasi (mg/L) Efisiensi (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata1. 4-3% 211,34 43,44 42,85 44,30 43,53±0,73 79,402. 6-3% 211,34 52,76 52,31 53,71 52,93±0,71 74,963. 8-3% 211,34 57,26 57,65 58,35 57,75±0,55 72,674. 10-3% 211,34 78,31 78,96 77,30 78,19±0,84 63,005. 4-6% 206,46 37,25 38,40 37,95 37,87±0,58 81,666. 6-6% 206,46 48,47 48,15 48,55 48,39±0,21 76,567. 8-6% 206,46 50,76 51,79 51,21 51,25±0,52 75,188. 10-6% 206,46 72,64 73,35 73,74 73,24±0,56 64,529. 4-9% 201,67 44,96 45,85 45,05 45,29±0,49 77,54

10. 6-9% 201,67 53,40 54,78 54,45 54,21±0,72 73,1211. 8-9% 201,67 66,05 66,71 66,31 66,36±0,33 67,1012. 10-9% 201,67 78,91 79,35 78,58 78,95±0,39 60,85

Page 61: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

61

Lampiran 4. Data Hasil Perombakan Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Variasi Lama Inkubasi pada kondisi optimu (pH 4 dan konsentrasi jamur 6%)

No. Variasi Waktu(Hari)

Konsentrasi Setelah Perombakan (mg/L) Efisiensi (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata1. 3 121,78 120,56 121,09 121,14±0,61 41,322. 6 51,15 52,89 51,33 51,79±0,96 74,923. 9 30,09 31,82 30,19 30,70±0,97 85,134. 12 30,38 29,14 28,48 29,33±0,96 85,79

Lampiran 5. Kandungan COD, BOD5, TSS, Warna dan pH Limbah Pencelupan Tekstil dari hari ke-0 sampai hari ke-9 pada Kondisi Optimum (pH 4, Konsentrasi Jamur 6% dan Lama Inkubasi 9 Hari)

Parameter Satuan Hari ke-0 Hari ke-9 Penurunan Efisiensi

COD mg/L 206,46 30,61±0,19 175,85 85,17%BOD5 mg/L 98,67 25,56±0,15 73,11 74,09%TSS mg/L 86,45 25,75±0,56 60,70 70,21%

Warna Pt-Co 167,89 31,82±0,62 136,07 81,05%pH - 4,00 4,30±0,15 - -

Page 62: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

62

Lampiran 6. Perhitungan Mencari Efisiensi Perombakan

a. Untuk mencari efisiensi perombakan mengunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa, maka digunakanlah rumus di bawah ini:

%100xCODKadar

CODKadarCODKadarEfisiensi

awal

akhirawal

b. Perhitungan

%100xCODKadar

CODKadarCODKadarEfisiensi

awal

akhirawal

%10034,211

53,4334,211xEfisiensi

%40,79Efisiensi

(Untuk mencari efisiensi data selanjutnya menggunakan cara yang sama)

Page 63: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

63

Lampiran 7. Struktur lignin

Page 64: DEGRADATION OF TEXTILE DYEING WASTE USING WHITE ROT

Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan

Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Pertumbuhan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Media PDA (

Dextrosa Agar

Pertumbuhan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

pada Media Czampek cair

. Dokumentasi Kegiatan

Daedaleopsis eff. confragosa Media PDA (Potato Dextrosa Agar

Daedaleopsis eff. pada Media PDA (Potato

Dextrosa Agar)

Media Czampek cair

Pertumbuhan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa

Czampek cair

Limbah Awal Industri Tekstil

Hasil Perombakan Limbah menggunakan jamur Daedaleopsis

eff. confragosa

64

Potato Dextrosa Agar)

Czampek cair

Limbah Awal Industri Tekstil

Hasil Perombakan Limbah Daedaleopsis

eff. confragosa