Author
dedek-sky
View
1.787
Download
7
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya berbagai penyakit akhir-akhir ini tentu saja membuat orang
semakin perihatin. Selain banyak orang yang memutuskan untuk memperoleh
pengobatan yang modern melalui dokter, namun tidak sedikit juga yang mencoba
pengobatan tradisional (Dalimartha, 2004). Pengobatan tradisional pada umumnya
dengan memanfaatkan tumbuhan, binatang maupun mineral yang ada di alam. Hal
ini dikarenakan indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang dapat
dimanfaatkan dalam semua aspek kehidupan manusia.
Pengobatan tradisional dengan menggunakan ramuan obat yang berasal
dari tumbuhan bukanlah pengobatan yang terbaru tetapi telah dilakukan nenek
moyang sejak zaman dahulu. Seiring dengan perkembangan zaman, pemakaian
obat tradisional di Indonesia kembali digunakan masyarakat sebagai salah satu
alternatif pengobatan, disamping obat-obat modern yang sudah banyak beredar di
pasaran (Prapanza dan Marianto, 2003). Hal ini dikarenakan obat tradisional
sangat murah, mudah didapat dan memiliki efek samping serta tingkat
toksisitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan obat-obatan kimia
(Muhusah, 2007). Kecenderungan kembali ke alam atau back to nature
membuktikan bahwa tanaman berkhasiat obat memang memiliki kandungan zat-
zat atau senyawa yang secara klinis terbukti bermanfaat dalam mengobati
berbagai jenis penyakit (Furnawanthi, 2003).
1
Diare merupakan salah satu jenis penyakit yang berbahaya karena dapat
mengakibatkan kematian, menurut survey Kesehatan Rumah Tangga Depatemen
Kesehatan RI tahun 2004, diare merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
kematian di Indonesia. Tingkat kematian diare adalah 23 per 100.000 penduduk
semua umur dan 75 per 100.000 penduduk usia balita (Departemen kesehatan,
2004). Diare umumnya sering terjadi pada bayi dan anak-anak, sampai saat ini
diare merupakan child killer pembunuh anak-anak peringkat pertama di Indonesia
(Widjaja, 2002).
Salah satu tanaman obat yang digunakan untuk obat tradisional adalah
pepaya. Pepaya tumbuh hampir diseluruh daerah di indonesia, tanaman pepaya
dikenal sebagai tanaman multiguna karena hampir seluruh bagian tanaman mulai
dari akar hingga daun bermanfaat bagi manusia maupun hewan. Tanaman pepaya
dapat dimanfaatkan sebagai makanan, minuman, obat, kecantikan maupun sebagai
pakan ternak.
Dalam pengobatan alternatif tanaman pepaya digunakan masyarakat untuk
mengobati diare. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan biji pepaya.
Untuk membuktikan sejauh mana khasiat tanaman pepaya dapat
mengobati diare, maka peneliti melakukan pengujian efek anti diare secara
mekanis dengan metode Magens dengan menggunakan hewan percobaan mencit
putih jantan. Parameter yang diamati adalah adanya pengurangan panjang lintas
norit pada usus setiap hewan percobaan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L).
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi tumbuhan papaya Carica papaya L adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivision : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cistales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L
2.1.2 Nama Daerah
Masyarakat Australia dan Inggris menyebutnya Paw paw. dan orang
Indonesia mengenalnya dengan nama, Pepaya (Sumatra), Gedang (Sunda), Betik,
Kates, Telo gantung (Jawa).
3
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
tropis. Pusat penyebaran tanaman pepaya ini diduga berada di daerah sekitar
Meksiko bagian selatan dan Nikaragua.
2.1.4 Deskripsi
Pepaya (Carica papaya) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan
basah. Pepaya menyerupai palma, bunganya berwarna putih dan buahnya yang
masak berwarna kuning kemerahan, rasanya seperti buah melon. Tinggi pohon
pepaya dapat mencapai 8 sampai 10 meter dengan akar yang kuat. Helaian
daunnya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut
dilipat menjadi dua bagian persis di tengah, akan nampak bahwa daun pepaya
tersebut simetris. Rongga dalam pada buah pepaya berbentuk bintang apabila
penampang buahnya dipoting melintang.
2.1.5 Kandungan Kimia
Daun pepaya mengandung berbagai macam zat, antara lain : alkaloida,
saponin, flavonoida, polifenol, zat papayotin, karpain, kautsyuk, karposit vita,
vitamin K, vitamin A, vitamin C, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi dan
carposide.
4
2.1.6 Khasiat dan Kegunaan
Batu ginjal, hipertensi, malaria, sakit keputihan, kekurangan ASI, diare,
reumatik, malnutrisi, gangguan saluran kencing, haid berlebihan, sakit perut saat
haid, disentri, jerawat.
2.2 Diare
Menurut Sudibyo (2006) diare adalah penyakit perut dengan gejala buang
air besar yang lebih dari 3-4 kali sehari dengan bentuk tinja encer atau lembek
bahkan adakalanya berupa air saja. Sesuai dengan definisi Hippocrates. Diare
merupakan buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (Meningkat) dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suhargono,1995). Penyakit diare
sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan kematian. Menurut
survei Kesehatan Rumah Tangga RI tahun 2004, Diare merupakan salah satu dari
sepuluh penyakit penyebab kematian di Indonesia. Tingkat kematian diare adalah
23 per 100.000 penduduk (Semua umur) dan 25 per 100.000 penduduk (Usia
balita) (Departemen kesehatan,2004).
Diare umumnya sering terjadi pada bayi dan anak-anak sampai saat ini
diare merupakan Child Killer (Pembunuh anak-anak) peringkat pertama di
indonesia (Widjaja,2002).
Diare dapat disebabkan masuknya bakteri atau virus yang menyebabkan
infeksi atau peradangan usus sehingga menyebabkan keluarnya cairan tubuh yang
berlebih,sehingga tubuh akan kehilangan cairan atau dehidrasi (Sudibyo,2006).
5
Tipe-tipe diare
Secara umum diare dibagi 2, yaitu :
1. Diare Akut
Diare tipe ini muncul mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa
jam sampai 7. Sering disertai dengan demam, sakit perut, muntah dan
badan lemas (Hogue,2000).
2. Diare Kronis
Diare tipe ini berlangsung lebih dari dua minggu. Diare kronis dapat
menjadi tanda penyakit atau penyakit fungsional. Penyebabnya bervariasi
dan tidak seluruhnya diketahui, misalnya pada malabsorbsi, insufiensi
pancreas, neuropati diabetic, hipertyroidisme, alergi makanan, iritasi usus,
dan lain – lain (Mansjoer,1999, dan Hogue,2000).
2.2.1 Etiologi Diare
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan diare, yaitu :
a. Diare yang disebabkan oleh infeksi
Bakteri, virus dan parasit adalah mikroorganisme penyebab infeksi yang
menimbulkan diare.
Ada 2 mekanisme terjadinya diare karena infeksi, yaitu :
1) Pengeluaran toksin oleh bakteri
Bakteri masuk kedalam tubuh melalui bersama makanan dan berkembang
biak di lumen usus. Kemudian bakteri mengeluarkan toksin yang
6
menimbulkan rangsangan pada sel epitel usus, sehingga terjadi
peningkatan aktivitas enzim adenil siklase. Akibat terjadi peningkatan
kadar cAMP didalam sel. Meningkatnya kadar cAMP menyebabkan air
dan elektrolit ke lumen usus semakin bertambah dan absorpsi dihambat.
Bakteri yang termasuk golongan ini adalah Vibrio cholerae, Enterotoksin
Escherichi coli, Clostridium perfringers dan Staphylococusaureus
(Mansjoer,A.,1999).
2) Invasi
Bakteri, virus dan parasit menginvasi mukosa usus dan menimbulkan
kerusakan sel-sel mukosa usus halus dan usus besar. Invasi bakteri diikuti
oleh terbentuknya mikroasbes dan ulkus, sehingga feses yang dikeluarkan
bercampur darah. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah Enteroinvasif
Escherichia coli, Salmonella paratyphi, Salmonella typhimurium,
Shingella dysentriae, Campylobacter jejuni, clostririum difficile, Yersinia
enterocolitica dan Vibrio parahaelyticus.
Invasi virus menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili usus.
Sel-sel vili usus yang berperan dalam absorpsi air dan elektrolit sementara diganti
oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan sekresi air dan
elektrolit kelumen usus semakin bertambah dan absorpsi semakin berkurang.
Kerusakan vili juga menghambat enzim disakaridase yang menyebabkan
berkurangnya absorpsi disakarida. Penyembuhan terjadi bila sel vili mengalami
regenerasi. Virus yang termasuk golongan ini adalah adenovirus, rotavirus, virus
Norwalk dan astrovirus (Hunter,1902 dan Mansjoer,1999).
7
Parasit menginvasi kolon dan menimbulkan mikroabses dan ulkus. Infeksi
terjadi bila strainnya sangat ganas. Ditemukan kista pada feses membuktikan
bahwa diare disebabkan oleh parasit.
b. Diare yang disebabkan oleh obat-obatan
Obat tertentu dapat menjadi penyebab diare. Pemakaian pencahar dapat
meningkatkan mortilitas usus dan mengakibatkan menurunnya absorpsi air dan
elektrolit serta memperpendek waktu transit. Beberapa pencahar meningkatkan
kadar cAMP dan mempengaruhi tekanan osmosa usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit kelumen usus semakin bertambah (Bowman, and Rand.,1980 dan
Ganiswara,1995). Pemberian magnesium trisilikat dalam dosis tinggi dan
magnesium hidroksida dalam jangka waktu lama menyababkan diare karena
magnesium yang tidak dapat diabsorpsi akan menarik air kelumen usus. Obat-
obatan lain yang dapat menyebabkan diare adalah reserpine, alkaloid ergot dan
turunannya, sitostatistika (Wagner,1988 dan Pusponegoro,1995).
c. Diare yang disebabkan oleh gangguan psikologis
Pada keadaan stress, takut dan terkejut bisa timbul diare karena
meningkatnya pelepasan asetilkolin yang menyebabkan meningkatnya mortilitas
usus (Mutschler,1991).
8
d. Diare yang disebabkan oleh penyakit lain
Penyakit radang saluran cerna lain juga bisa menyebabkan diare, dimana
diare bukanlah suatu penyakit, tapi hanya merupakan gejala dari penyakit. Cairan
dan elektrolit yang berlebihan memasuki kolon, sehingga sudah melampaui
kemampuan kolon mengabsorpsinya, atau asam empedu dan asam lemak juga
menyebabkan pengurangan absorpsi air dan elektrolit dikolon (Watts,1984).
Penyakit-penyakit dengan diare sebagai salah satu gejalanya adalah
Hischprung, infeksi saluran kemih, tumor, radang usus besar, neoplasia usus
besar, tirotoksitosis, gangguan saraf, sindrom karsinoid, insufisiensi pancreas,
diabetes, hipertiroidisme dan gangguan sistem imun (Watts,1984; Hogue,2000).
2.2.2 Fisiologi dan Patofisiologi Diare
Jumlah air dan elektrolit yang harus diabsorpsi pada orang normal setiap
hari adalah sekitar 9 liter cairan. Cairan sebanyak ini berasal dari makanan dan
minuman yang dikonsumsi sebanyak 2 liter, ditambah dengan sekresi getah
pencernaan sekitar 7 liter. Usus halus mengabsorbsi cairan ini sebanyak 8 liter dan
1 liter masuk ke kolon melalui katup ileosekalis kolon mengabsorbsi 0,9 liter
cairan ini dan sisanya di ekskresikan bersama fases (Guyton and Hall,1997:
Guyton 1997).
9
Gambar 1. Keseimbangan cairan disaluran cerna (Jafri and Pasricha,2000)
Absorpsi air dan elektrolit di usus halus dilakukan oleh sel vili, sedangkan
ekresi dilakukan oleh sel kripta. Absorpsi disebabkan oleh adanya perbedaan
osmolaritas yang terjadi apabila bahan terlarut (khususnya kalsium) diabsorpsi
secara aktif dan lumen usus oleh sel vili. Setelah diabsorpsi natrium dikeluarkan
dari sel epitel secara transpor aktif dengan bantuan enzim Na-K-ATPase kedalam
akstraseluller. Pengeluaran natrium ke cairan ekstraseluller meningkatkan
osmolaritasnya dan menyebabkan air dan elektrolit lain mengalir secara pasif dari
lumen usus kedalam sel. Hal ini mempertahankan keseimbangan osmotik antara
cairan intraluminer dan cairan ekstraseluller (Sernka and Jacob 1981;Guyton and
Hall, 1997).
10
Natrium memasuki sel epitel usus dengan beberapa cara. Bersamaan
dengan penyerapan ion klorida, diabsorpsi langsung sebagai glukosa atau asam
amino tertentu. Penambahan glukosa kedalam larutan elektrolit dapat
meningkatkan penyerapan natrium diusus halus sebanyak tiga kalinya. Hal ini
menjadi dasar pemberian larutan gula-garam untuk pertolongan pertama pada
penderita diare (Sernka and Jacob 1981;Guyton and Hall, 1997).
Gambar 2. mekanisme absorpsi air dan elektrolit dalam epitel usus halus
Absorpsi ion kalsium secara aktif dari duodenum diatur sesuai dengan
kebutuhan tubuh akan kalsium oleh hormon paratiroid yang disekresi oleh
kelenjar paratiroid. Hormon paratiroid mengaktifkan vitamin D didalam ginjal,
dan sebaliknya vitamin D teraktivasi , ini akan meningkatkan absorpsi kalsium.
11
Ion besi diabsorpsi secara aktif dari usus halus, absorpsinya sebanding dengan
kebutuhan tubuh akan besi, yaitu untuk pembentukan hemoglobin.
Kalsium, magnesium, fosfat, dan ion-ion lain dapat diabsorpsi secara aktif
melalui mukosa. Pada umumnya ion-ion monovalen diabsorpsi secara aktif
melalui mukosa serta diabsorpsi dengan mudah dalam jumlah besar. Sebaliknya,
ion-ion bivalen hanya diabsorpsi separuhnya. Absorpsi ion kalsium maksimum
hanya 1/50 dari besarnya ion natrium (Guyton and Hall,1997).
Sekresi air dan elektrolit biasanya terjadi didalam sel kripta epitel usus
halus. Natrium klorida diangkut dari cairan ekstra seluller dengan bantuan enzim
Na-K-ATPase. Pada saat bersamaan menyebabkan sekresi ion melintas sel kripta
secara pasif dari cairan ekstra seluller kedalam lumen usus melalui saluran intra
seluller (Sernka and Jacob 1981;Guyton and Hall, 1997).
Patofisiologi Diare
Ada empat mekanisme terjadinya diare, yaitu (Longe,1997)
a. Perubahan transpor ion
b. Meningkatnya motilitas usus
c. Meningkatnya tekanan osmosis usus
d. Inflamasi
a. Perubahan Transpor Ion
Salah satu penyebab perubahan transpor ion adalah toksin yang dikeluarkan
oleh bakteri. Toksin ini meningkatkan enzim adenil siklase didalam sel,
12
sehingga produksi cAMP juga meningkat. cAMP akan merangsang sekresi
cairan dan elektrolit didalam sel kripta serta manghambat absorpsinya.
Penyebab perubahan transpor ion lainnya adalah tumor pankreas, gula diet
tidak dapat diabsorpsi, laksatif dan hormon, misalnya sekretin. Diare dengan
mekanisme ini ditandai dengan ekresi feses cair yang lebih dari satu liter
perhari (Longe, 1997;Hogue, 2000).
b. Peningkatan motilitas usus
Peningkatan motilitas usus menyebabkan waktu transit diusus halus
diperpendek, sehingga kimus yang masih banyak mengandung cairan tidak
diperpendek, sehingga terjadi diare. Peningkatan motilitas usus disebabkan
oleh obat-obatan, makanan, infeksi dan gangguan psikologis. Contoh obat
yang menyebabkan peningkatan motilitas usus adalah Metoklorpramida dan
Bromoprida. Kedua obat ini menyebabkan peningkatan asetil kolin, sehingga
motilitas usus meningkat, akibatnya air dan elektrolit tidak sempat diserap
usus. Zat makanan yang terlalu pedas, asam, terlalu banyak lemak, serat dan
toksin dalam makanan mengiritasi mukosa usus dan menimbulkan gelombang
peristaltik yang sangat kuat. Gelombang ini mempercepat pengeluaran isi usus
kekolon (Watts, 1984;Mansjoer,1999).
c. Peningkatan tekanan osmosa usus
Makanan yang tidak diserap atau tidak dicerna, misalnya sornitol dan manitol
yang digunakan sebagai penganti gula bagi orang diet, permen dan permen
13
karet akan menumpuk dilumen usus. Hal ini menyebabkan tekanan osmosa
didalam lumen usus menjadi tinggi, sehingga terjadi peningkatan sekresi
cairan kedalam lumen usus. Peningkatan tekanan osmosa akan menyebabkan
peningkatan motilitas usus. Defisiensi enzim laktase, yaitu enzim yang dapat
merubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa juga menyebabkan diare.
Tingginya laktosa dapat menyebabkan meningkatnya tekanan osmosa usus.
Diare dengan mekanisme ini dapat disembuhkan tanpa pengobatan jika
penderita berhenti mengkonsumsi makanan penyebabnya (Watts,
1984;Mansjoer, 1999).
d. Inflamasi saluran pencernaan
Inflamasi pada permukaan dinding usus besar, ulserasi atau pembengkakkan,
pengeluaran protein, darah dan lendir. Hal ini menyebabkan massa dan cairan
feses bertambah. Buang air besar menjadi lebih sering karena rektum yang
mengalami inflamasi lebih sensitif terhadap regangan feses. Feses yang terlalu
cepat dikeluarkan konsistensinya cair karena cairannya tidak sempat diserap.
Penyakit hipertiroidisme, pengangkatan sebagian usus besar atau usus halus,
pemotongan nervus vagus pada terapi ulkus, operasi by pass pada usus halus
menjadi penyebab diare dengan mekanisme ini. Bisa juga karena infeksi oleh
mikroorganisme yang menginvasi permukaan usus (Mansjoer,1999).
14
2.2.3 Penatalaksanaan Diare
Untuk mengambil langkah-langkah dalam penanggulangan diare harus
diperhatikan faktor penyebabnya. Langkah awal dilakukan pemeriksaan fisik dan
di laboratorium sehingga bisa ditentukan penyebab diare dan obat apa yang akan
diberikan kepada penderita (Melinkop,1964).
Secara garis besar pengobatan diare dibagi dua, yaitu :
a. Pengobatan Supportif (Pendukung)
1. Melakukan tindakan rehidrasi
Tindakan ini merupakan prioritas utama mengatasi keadaan dehidrasi
dan kekurangan garam. Untuk tujuan ini WHO manganjurkan penggunaan
oralit, yaitu suatu larutan yang terdiri dari NaCL 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-
Bikarbonat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam satu liter air masak. Untuk penderita
diare berat dengan kehilangan berat badan yang banyak secara tiba-tiba
rehidrasi dilakukan dengan cara i.v.
2. Perbaikan Gizi
Karena hilangnya zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh akibat diare
perlu diperbaiki gizi penderita. Perbaikan gizi ini juga bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
15
b. Antidiare
1. Pengobatan Simtomatik (menghilangkan gejala yang ada)
a) Mempengaruhi motilitas usus
Zat-zat yang menurunkan motilitas usus adalah candu dan derivat-
derivatnya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loeperamid) dan
antikolinergik (atropin, ekstrak belladona)
(Tampubolon,1983;Wagner,1999).
b) Adstrigen
Adstrigen adalah senyawa yang dengan protein dalam larutan netral
atau asam lemak akan membentuk endapan yang tidak larut, kesat dan
jika diberikan pada mukosa akan menciutkan sel-sel mukosa. Zat ini
akan menyebabkan penciutan lapisan sel terluar saluran cerna. Juga
menghambat sekresi jaringan yang meradang (Mutschler, 1991).
c) Adsorben
Yang dimaksud dengan adsorben adalah zat inert (secara kimia) yang
mampu menyerap gas, zat-zat racun yang dihasilkan bakteri atau ada
kalanya zat yang berasal dari makanan. Adsorben ini mempunyai daya
serap tinggi disebabkan oleh butiran-butiran yang sangat halus.
Penyerapan non spesifik, sehingga tidak saja zat yang merugikan
diserap, tapi juga bahan yang di butuhkan oleh tubuh seperti makanan.
Adsorben yang sering digunakan misalnya pektin, kaolin, dan garam-
garam bismut (Wagner,1999;Vogel,2002).
16
2. Kausatif
Pengobatan secara kausatif dilakukan dengan menggunakan anti mikroba.
Senyawa alam yang telah terbukti aktif digunakan sebagai anti mikroba anti
diare adalah : minyak atsiri, berberin, 2 hidro emetin, iodine pektin, guajiverin
dan avicularin (Tampubolon,1983).
Loperamid HCL
Loperamid HCL adalah obat anti diare yang termasuk derivat opiat,
berefek langsung pada dinding usus dan menghambat gerak peristaltik. Efek
loperamid HCL lebih cepat dan kerjanya lebih lama dibandingkan Difenoksilat
atau Kodein.
.
Gambar 3. stuktur kimia Loperamid HCL
Mekanisme kerja
Ikatan loperamid HCL dengan reseptor opiat didinding usus
mengurangi gerakan peristaltik dan memperpanjang waktu tansit kimus.
17
Loperamid HCL juga menghambat sekresi air dan elektrolit diusus. Karena
afinitasnya yang tinggi di dinding usus dan di metabolisme secara presistemik,
maka hanya sedikit yang mencapai sirkulasi seitemik.
Pada pemberian oral Loperamid HCL diabsorpsi lebih dari 65% dan
35% diekresikan dalam bentuk yang tidak berubah bersama feses. Obat ini
dimetabolisme hati, mencapai puncak di plasma dalam waktu empat jam sesudah
makan obat. Lamanya kerja obat ini disebabkan oleh penghambatan motilitas
saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya
7-14 jam. Loperamid HCL memiliki kerja panjang dan pada dosis terapi tidak
berefek pada susunan syaraf pusat. Hal ini menyebabkan obat ini tidak pernah
disalah gunakan sebagai narkotika (Jafri and Pasricha, 2000; Departemen
kesehatan,1995).
2.4 Metoda-metoda Pengujian Antidiare
Ada 3 metoda yang biasa digunakan untuk pengujian antidiare, yaitu
(Vogel,2002) :
1. Metoda Margens (Pengamatan Lintasan Norit)
Sampel dan norit diberikan pada hewan uji yang telah dibuat diare.
Kemudian dalam rentang waktu tertentu hewan dikorbankan, diukur
panjang usus keseluruhan. Hitung persentase lintasan norit dengan cara
membandingkan panjang lintasan norit dengan panjang usus. Jika
persentase yang didapat lebih kecil dari kontrol bahwa dapat disimpulkan
bahwa sampel uji memiliki efek antidiare.
18
2. Metoda Pola Defekasi
Pada metoda ini diamati frekuensi buang air besar, konsistensi feses,
massa feses dan waktu terjadinya diare. Semuanya diamati dalam jangka
waktu tertentu. Jika frekuensi buang air besar lebih kecil, konsistensi feses
lebih padat, massa feses lebih banyak dan waktu terjadinya diare lebih
lama dibanding kontrol, maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang diuji
memiliki efek sabagai anti diare.
3. Secara in Vitro
Metoda ini digunakan untuk melihat apakah sampel uji dapat membunuh
mikroorganisme penyebab diare. Bisa dilakukan dengan metoda cakram
atau tabung. Sampel uji dioleskan pada media yang sudah ditanami
mikroba. Jika terlihat adanya hambatan pertumbuhan mikroba uji, maka
dapat disimpulkan bahwa sampel uji memiliki efek antidiare dengan cara
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba penyebab diare.
19
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2009, di
Laboratorium Farmakologi dan Kimia Bahan Alam Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
(STIFI) Bhakti Pertiwi Palembang
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Meja percobaan hewan, beker gelas, jarum suntik oral, pipet tetes,
kandang hewan pemeliharaan, sarung tangan, kertas grafik, timbangan elektrik,
timbangan hewan, gunting, pingset, spidol marker, seperangkat alat destilasi
vakum, tisu, dan seperangkat alat bedah.
3.2.2. Bahan
Daun pepaya, etanol 96%, tablet loperamid, norit, gom arab, tween 80,
larutan NaCl fisiologis, aquadest.
20
3.3. Metodologi Penelitian
3.3.1. Pengambilan Sampel
Pengambilan dan pengumpulan sampel dilaksanakan di Kabupaten Musi
Bayuasin (MUBA).
3.3.2. Klasifikasi Pepaya
Pepaya diklasifikasi dengan mencocokkan morfologi yang terdapat pada
literatur.
3.3.3. Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya
Daun pepaya yang telah di timbang sebanyak 1 kg dipotong kecil, lalu
dimaserasi dengan pelarut etanol didalam botol berwarna coklat, simpan ditempat
gelap sambil sesekali diaduk. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali selama 5 hari,
kemudian disaring sehingga didapat fitrat. Fitrat yang didapat dikentalkan dengan
destilasi vakum sehingga didapat ekstrak kental.
3.3.4 Persiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan yang sehat
usia 2,5 bulan dengan berat 20 – 25 gram. Mencit diaklimitasi selama dua minggu
mencit yang digunakan mencit jantan sehat, selama masa aklimitasi.
Diaklimatisasi yaitu diberi makan dan minum air secukupnya. Selama proses
aklimatisasi ini tidak boleh terjadi penurunan atau peningkatan berat badan tidak
melebihi 10% dan tidak menunjukkan kelainan yang berarti (normal). Pada
penelitian ini digunakan 25 ekor mencit.
21
3.3.5. Penentuan Dosis
Untuk penentuan dosis yang akan digunakan yaitu berdasarkan
penggunaan pada masyarakat (empiris), yang menggunakan 1 helai daun untuk 1
kali pemakaian, yang di konversikan untuk mencit. 1 helai daun pepaya yang
beratnya ± 105 gram. Persentase ekstrak pepaya yang didapat adalah 44,5g. Dosis
yang digunakan sebagai berikut :
Pada penelitian ini digunakan 5 dosis nyaitu :
1. 24 mg/20gBB
2. 12 mg/20gBB
3. 6 mg/20gBB
4. aquadest
5. Loperamid HCL 0,005 mg/20gBB(Faktor konversi mencit 0.0026 × Dosis
manusia)
3.3.6. Uji Efek Anti Diare
a. Penentuan waktu lintasan marker norit (Uji Pendahuluan)
Buat suspensi norit dengan mensuspensikan 5% norit dalam 20% gom.
Kepada 5 ekor mencit yang sudah dipuasakan selama 18 jam diberikan secara oral
0,2 ml/20grBB suspensi norit, kemudian mencit dikorbankan pada waktu-waktu
yang telah ditentukan yaitu 5menit, 10menit, 20menit, 30menit, dan 45menit,
masing-masingnya 1 ekor.
Keluarkan ususnya dan paparkan dimeja operasi.Ukur panjang usus yang
akan dilewati norit mulai dari pilorus sampai rektum. Waktu yang dipakai untuk
22
penentuan selanjutnya adalah waktu pada saat lintasan marker norit lebih dari
60% dan kurang dari 100%
b. Penentuan Efek Anti Diare
Hewan yang sudah dipuasakan 18 jam diberi secara oral ekstrak daun
pepaya dengan dosis yang telah ditentukan, lakukan pula terhadap kontrol dan
pembanding (Loperamid HCL 0,005mg/20gBB) setelah 30 menit berikan
suspensi norit (0,2 ml/20gBB) sebagai kontrol, lalu 20 menit berikutnya hewan
dikorbankan, keluarkan ususnya dan paparkan dimeja operasi.Ukur panjang usus
yang akan dilewati norit mulai dari pilorus sampai rectum dan panjang usus
seluruhnya. Amati perbedaan panjang lintasan norit masing-masing kelompoknya
dan hitung persentase lintasan norit dengan cara membandingkan panjang usus
yang dilalui norit dengan panjang usus keseluruhan.
3.3.7. Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data dikumpulkan dari hasil percobaan, kemudian data tersebut diolah
secara Statistik Analisa of Varian (ANOVA) dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey
HSD dan Person correlation.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Daun pepaya sebanyak 1 kg yang sudah dibersihkan dimaserasi dengan
pelarut etanol selama 3 x 5 hari, maka didapat ekstrak daun pepaya
sebanyak 44,5g. yang berwarna hijau, agak berminyak dan mempunyai
bau yang khas.
2. Pada uji pendahuluan diperoleh persentase lintasan norit sebagai berikut :
pada waktu menit ke-5 sebesar 25,4%, menit ke-10 sebesar 55,2%, menit
ke-20 sebesar 70,8%, dan menit ke-30 sebesar 84,5.
3. Dari pengujian aktivitas antidiare ekstrak daun pepaya diperoleh hasil rata-
rata persentase lintasan norit dengan dosis 24mg/20gBB = 42,92%, dosis
12mg/20gBB = 43,94%, dosis 6mg/20gBB = 57,18%. Sedangkan pada
Loperamid HCL sebagai standard diperoleh hasil rata-rata persentase
lintasan norit pada dosis 0,05ml/20gBB adalah 32,26% (lampiran 3).
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah daun pepaya segar yang
diperoleh dari Kabupaten Musi Bayuasin (MUBA). Berdasarkan penggunaan
empiris pada masyarakat daun pepaya digunakan untuk pengobatan diare.
Pada proses pembuatan ekstrak daun pepaya yang digunakan masih segar,
yang bertujuan untuk manghindari rusaknya kandungan zat akibat proses
enzimatis. Metoda ekstraksi yang dipilih adalah maserasi, alasanya karena
24
pelaksanaannya yang sederhana dan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
penguraian zat aktif yang terkandung dalam sampel oleh pengaruh suhu, karena
metoda ini tidak ada proses pemanasan (Voight.1994).
Pelarut yang digunakan untuk maserasi ini adalah etanol 96% yang
merupakan pelarut yang memenuhi syarat kefarmasian dalam pembuatan ekstrak
(FI ed III.1979; Voight.1994). Etanol mempunyai keuntungan, karena relatif
kurang berbahaya bagi peneliti dan hewan percobaan. Disamping itu pemilihan
etanol juga berdasarkan sifatnya yang universal yang dapat melarutkan hampir
semua zat, baik yang polar maupun non polar. Etanol juga mudah berpenetrasi ke
dalam sel daun dan dapat menghambat enzim yang terdapat pada daun, sehingga
stabilitas zat-zat terlarut dapat terjaga. Etanol yang digunakan adalah etanol 96%.
Sampel yang akan dimaserasi dirajang, yang bertujuan untuk memperluas
luas permukaan dan memperpendek jarak antar sel. Sehingga proses ekstraksi
dapat berjalan sempurna. Setelah proses maserasi dilakukan, maserat disaring dan
pelarutnya diuapkan. Proses penguapan dilakukan dengan destilasi vakum,
keuntungannya adalah untuk mengurangi tekanan udara pada permukaan (hampa
udara) sehingga tekanan uap pelarut menurun serta titik didih pelarut juga turun.
Selain itu, dapat mencegah terurai atau rusaknya kandungan kimia yang
diekstraksi karena pemanasan yang tinggi.
Hewan digunakan adalah mencit putih jantan yang sehat, Hal ini
dikarenakan untuk meminimalkan variasi biologi yang dapat mengurangi
ketepatan dalam menganalisa data.
25
Sebelum diberi perlakuan, mencit diaklimatisasi terlebih dahulu selama
10 hari untuk membiasakan hewan berada dalam lingkungan percobaan, dan
untuk menghindari hewan percobaan mengalami stres yang dapat mempengaruhi
pengamatan. Selama aklimatisasi berat badan hewan tidak boleh mengalami
perubahan lebih dari 10% dan selama pemeliharaan menunjukkan perilaku
normal.
Dosis yang digunakan pada penelitian ini, setelah dilakukan orientasi
adalah 24 mg/20gBB, 12 mg/20gBB dan 6 mg/20gBB. Ekstak daun pepaya
sifatnya sangat sukar larut dalam cairan pembawa maka ekstrak didispersikan
dengan Tween 80 agar dihasilkan campuran yang homogen. Variasi dosis yang
digunakan berdasarkan penggunaan pada masyarakat (empiris). Yang
dikonversikan terhadap mencit sebagai hewan penelitian.
Sebelum pemberian ekstrak hewan percobaan dipuasakan selama 18 jam,
yang bertujuan untuk mengosongkan usus hewan agar mempermudah absorpsi
ekstrak pada usus, serta mempermudah dalam pengukuran.
Pada pengujian ini terlihat adanya pengaruh ekstrak daun pepaya terhadap
mortilitas usus dengan memakai Imodium® yang mengandung Loperamid HCL
sebagai standard. Loperamid HCL bekerja memperlambat motilitas usus
(Departemen kesehatan,1986). Disamping itu loperamid HCL dapat diberikan
secara oral sama seperti pemberian suspensi ekstrak daun pepaya, ternyata bahan
standar tersebut dapat memperpendek lintasan khimus sehingga metoda ini tepat
untuk pengujian antidiare.
26
Pada uji statistik dengan menggunakan analisa varian satu arah terhadap
persentase lintasan norit setiap perlakuan dosis didapat perbedaan sangat nyata
(p<0,005) terhadap kontrol. Dari uji lanjut dengan Post Hoc Tukey dimana
pemberian ekstrak daun pepaya dengan masing-masing dosis memperlihatkan
efek yang berbeda nyata (p<0,005), kecuali pada pemberian ekstrak daun pepaya
pada dosis 12 mb/20gBB dengan 24 mg/20gBBtidak terlihat perbedaan nyata
(p>0,005). Kemudian dari uji lanjut dengan Person Correlation terlihat bahwa
peningkatan dosis menunjukan correlation negatif yang bermakna r = 0,899,
(p<0,005) terhadap persentase lintasan norit.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dosis yang memberikan efek
maksimal pada dosis 24mg/20gBB. Disini juga terlihat bahwa dengan
meningkatnya dosis, efek antidiare dari ekstrak daun pepaya juga semakin
meningkat. Berdasar penelitian ini dapat memperkuat penggunaan daun pepaya
untuk mengatasi diare oleh masyarakat.
Hal ini dikarenakan senyawa aktif yang diduga memiliki efek sebagai
adsrigen adalah politenol. Adsrigen bekerja dengan cara menciutkan usus
sehingga menurunkan kontraksi otot polos usus.. Akan tetapi efek spasmolitik ini
juga mungkin dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga
menggangu permeabilitas sel itu sendiri.
Dari perbedaan lintasan norit pada pemberian ekstrak daun pepaya yang di
berikan kepada hewan percobaan, terlihat bahwa ekstrak daun pepaya mempunyai
efek antidiare.
27
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pemberian ekstrak daun pepaya dengan dosis 24mg/20gBB, 12mg/20gBB,
6mg/20gBB, mempunyai efek antidiare. Yang berbeda nyata (signifikan
(p < 0,05))
2. Pemberian ekstrak daun pepaya dengan dosis 6 mg/20gBB, 12 mg/20gBB,
24 mg/20gBB memberikan correlation positif terhadap efek antidiare.
5.2 Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi dan
mengkarakterisasi senyawa antidiare, yang berasal dari daun pepaya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Darmilis,2007. Uji efek Antidiare dari Salak Pondoh (Sallaca Endulis Reinw
L)dan Salak Sidempuan(Sallaca Sumatrana (Becc)) terhadap
mencit putih jantan.Stifi, Palembang, Indonesia
Departemen Kesehatan RI. 2004. SKRT Diare. ( Http://www.depkes.go.id .,
Diakses 17 juni 2009).
Furnawantrhi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Agromedia Pustaka,
Jakarta,Indonesia, Hal : iii
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-9, diterjemahkan oleh
Irawati Setiawan, Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.
Muhlisah, F. 1997. Taman Obat Keluarga. Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia,
Hal : 1 – 3
Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat : “Farmakologi dan Toksikologi”. Edisi V
. Terjemahan oleh : Widianto, M. B., dan A.S Ranti. ITB, Bandung,
Indonesia Hal : 542-543
Prapanza, I., dan L.A. Marianto. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto : “Raja
Pahit Penakluk Aneka Penyakit”. Agromedia Pustaka, Jakarta, Jakarta,
Indonesia, Hal : iii
Sudibyo, R. B. 2006. Ramuan Tradisional ala Eyang Broto. Penebar Swadaya,
Jakarta, Indonesia, Hal : 38 – 39
29
Tjay, T.H. Dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya. Gramedia, Jakarta, Indonesia, Hal : 270 – 280
Vogel G.H., 2002, Drug Discovery and Evaluation, Pharmakological Assay,
Second Completely Revised, Up dated and Engliland Ed, Springer-verlag
Berlind Heidelberg New York
Wahyu,S.,2008. Uji Efek Antidiare dari perasan buah sawo (Acrhas Zapota Lank)
Pada Tikus Putih Jantan. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFI),
Palembang,Indonesia
Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan Pada Balita. Kawan Pustaka,
Jakarta, Indonesia, Hal : 1-13, 39-40
Thomas, A.N.S. 1989. ’’Tanaman Obat Tradisional 1”. Kanisius, Yogyakarta,
Indonesia, Hal : 84 – 91
30
Lampiran 1. Skema Penelitian
SAMPEL
Ekstrak Daun Pepaya
Dosis I Dosis II Dosis III
Tampa Ekstrak Daun Pepaya
Kontrol Loperamid
Data Lintasan Norit
Analisa Data
Hasil
31
Ekstrak Residu
Ekstrak Kental
Uji Aktivitas
Lampiran 2. Skema Kerja Ekstraksi Daun Pepaya (Carica papaya L)
Dirajang
Maserasi selama 3 x 5 hari
Destilasi vacum
32
Daun Pepaya1 kg
Lampiran 3. Perhitungan Dosis
Berat rata-rata daun pepaya 1 lembar = 105g
105 x 0,0026 (faktor konversi) = 0,273g
Jumlah ekstrak yang didapat adalah 44,5g
Persentase ekstrak yang didapat :
= 4,45%
Dosis yang digunakan adalah :
= 0,012g atau 12mg, untuk dosis normal.
Pada penelitian ini digunakan 5 dosis nyaitu :
1. 6mg/20gBB
2. 12mg/20gBB
3. 24mg/20gBB
33
Lampiran 4. Hasil Penelitian
Tabel I. Persentase lintasan norit hewan percobaan setelah pemberian ekstrak
daun pepaya
Dosis Pengula-ngan
U(cm) Lm(cm) I(%) Rata-rata± SD
Kontrol
1 30,6 28,6 93,46
94,55±0,8562 31 29,6 95,483 30,8 29,1 94,484 30 28,6 95,335 30,2 28,4 94,03
6mg/20gBB
1 30,4 18,9 62,17
57,18±3,2962 32,3 17,7 54,793 31,6 18,6 58,864 33,2 18,5 55,725 32,2 17,4 54,37
12mg/20gBB
1 33 14,4 43,64
43,94±1,3822 34,8 15,5 44,543 31 14,2 45,804 32,6 13,7 42,025 31,1 13,6 43,72
24mg/20gBB
1 30,8 12,4 40,26
42,92±2,6032 30,7 14,1 45,933 30,4 13,3 43,754 30,4 12,2 40,145 31 13,8 44,52
Loperamid HCL0,005mg/20gBB
1 30,4 12,4 40,78
32,26±5,0522 30,4 9,9 32,563 31 9,2 29,674 31,6 8,8 27,845 32,8 10,0 30,48
Keterangan :
U = panjang usus seluruhnya
Lm = panjang lintasan marker norit
I = x 100% Persentase lintasan marker norit
34
Lampiran 5. Persentase rata-rata lintasan norit hewan percobaan setelah
pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) dalam
beberapa dosis.
Tabel II. Persentase rata-rata lintasan norit hewan percobaan setelah pemberian
Ekstrak daun pepaya
Dosis Rata-rata lintasan norit (%)
Kontrol 94,55
24mg / 20gBB 42,92
12mg /20gBB 43,94
6mg /20gBB 57,18
Loperamid HCL 32,26
Gambar 4. Grafik hubungan antara dosis dengan persentase rata-rata lintasan norit
hewan percobaan setelah pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya
L)
Keterangan :
K = kontrol D1 = dosis 6mg/20gBB D3 = dosis 24mg/20gBB
P = pembanding D2 = 12mg/20gBB
35
Lampiran 6. Pengolahan data daun pepaya
Tabel III. Hasil Uji Statistik
1. Deskripsi
N Rata-rata
StdDevisiasi
StdError
minimum Maximum
Kontrol6mg/20gBB12mg/20gBB24mg/20gBBLoperamid 0.005mg/gBBTotal
55555
25
94.556057.182043.944042.920032.2660
54.1736
.85683.29631.38242.60355.0520
22.3037
.383181.4741.618241.16432.2593
4.4606
93.4654.3742.0240.1427.84
27.84
95.4862.1745.8045.9340.78
95.48
2. Analisa Varian
Lintasan
ANOVA
Persen_linNor
11755.099 4 2938.775 320.741 .000
183.249 20 9.162
11938.349 24
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
F hitung = 320,741
Sig < 0,005 maka Ho ditolak. Artinya kelima dosis mempunyai persentase
lintasan norit yang berbeda secara signifikan sehinggah dilanjutkan dengan
Uji Lanjutan Ducan, untuk melihat dosis mana yang memberikan lintasan norit
yang rendah.
36
Uji lanjut dengan Tukey HSD
3. AnalisaTukey
4. Uji lanjut Ducan
37
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Persen_linNor
Tukey HSD
37.37400* 1.91442 .000 31.6454 43.1026
50.61200* 1.91442 .000 44.8834 56.3406
51.63600* 1.91442 .000 45.9074 57.3646
62.29000* 1.91442 .000 56.5614 68.0186
-37.37400* 1.91442 .000 -43.1026 -31.6454
13.23800* 1.91442 .000 7.5094 18.9666
14.26200* 1.91442 .000 8.5334 19.9906
24.91600* 1.91442 .000 19.1874 30.6446
-50.61200* 1.91442 .000 -56.3406 -44.8834
-13.23800* 1.91442 .000 -18.9666 -7.5094
1.02400 1.91442 .983 -4.7046 6.7526
11.67800* 1.91442 .000 5.9494 17.4066
-51.63600* 1.91442 .000 -57.3646 -45.9074
-14.26200* 1.91442 .000 -19.9906 -8.5334
-1.02400 1.91442 .983 -6.7526 4.7046
10.65400* 1.91442 .000 4.9254 16.3826
-62.29000* 1.91442 .000 -68.0186 -56.5614
-24.91600* 1.91442 .000 -30.6446 -19.1874
-11.67800* 1.91442 .000 -17.4066 -5.9494
-10.65400* 1.91442 .000 -16.3826 -4.9254
(J) Dosis6 mg/20 gBB
12 mg/20 gBB
24 mg/20 g BB
Loperamida 0.005mg/20 g BB
Kontrol (air suling)
12 mg/20 gBB
24 mg/20 g BB
Loperamida 0.005mg/20 g BB
Kontrol (air suling)
6 mg/20 gBB
24 mg/20 g BB
Loperamida 0.005mg/20 g BB
Kontrol (air suling)
6 mg/20 gBB
12 mg/20 gBB
Loperamida 0.005mg/20 g BB
Kontrol (air suling)
6 mg/20 gBB
12 mg/20 gBB
24 mg/20 g BB
(I) DosisKontrol (air suling)
6 mg/20 gBB
12 mg/20 gBB
24 mg/20 g BB
Loperamida 0.005mg/20 g BB
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Uji Lanjut dengan Person Correlation
5. Correlations
Persen_linNor
Tukey HSDa
5 32.2660
5 42.9200
5 43.9440
5 57.1820
5 94.5560
1.000 .983 1.000 1.000
DosisLoperamida 0.005mg/20 g BB
24 mg/20 g BB
12 mg/20 gBB
6 mg/20 gBB
Kontrol (air suling)
Sig.
N 1 2 3 4
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
38
Correlations
1 -.894**
.000
20 20
-.894** 1
.000
20 20
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Dosis
Persen_linNor
DosisPersen_
linNor
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Lampiran 7. Pengerjaan Efek Antidiare dari ekstrak daun pepaya
Gambar 5. Foto daun pepaya.
39
Gambar 6.Foto pemberian ekstrak daun pepaya
Gambar 7.Foto Laparaktomi 1
40
Gambar 8. Foto Laparaktomi 2
Gambar 9. Foto Lintasan Norit pada Usus
41