50
DAYA HASIL GALUR HARAPAN TOMAT (Solanum lycopersicon L.) DI DATARAN RENDAH LENI HIKMAH APRIYANTI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

DAYA HASIL GALUR HARAPAN TOMAT Solanum lycopersicon L.) … · disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan

  • Upload
    others

  • View
    34

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DAYA HASIL GALUR HARAPAN TOMAT

(Solanum lycopersicon L.) DI DATARAN RENDAH

LENI HIKMAH APRIYANTI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil Galur

Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Leni Hikmah Apriyanti

NIM A24090168

ABSTRAK

LENI HIKMAH APRIYANTI. Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum

lycopersicon L.) di Dataran Rendah. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR.

Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi daya hasil galur harapan tomat

(Solanum lycopersicon L.) di dataran rendah. Percobaan ini dilaksanakan di

Kebun Percobaan PKHT Tajur, Bogor pada bulan Januari-April 2013. Percobaan

menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak, satu faktor dan tiga ulangan.

Faktor tersebut adalah genotipe tomat yang terdiri atas genotipe IPB T3-8-3, IPB

T8-5, IPB T30-4-3, IPB T33-1-3, IPB T34-7-10, IPB T43-6-8, IPB T53-3-1, IPB

T57-3, IPB T60-2-2, IPB T64-2-3, IPB T65-6, IPB T78-10, serta tiga varietas

komersial (Intan, Ratna dan Karina) sebagai pembanding. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap keseluruhan karakter.

Genotipe IPB T65-6 dan IPB T64-2-3 memiliki panjang buah, diameter buah,

tebal daging buah, kandungan zat terlarut, kandungan vitamin C, serta bobot per

buah yang sama baiknya dengan varietas pembanding. Umur panen IPB T65-6

lebih genjah daripada varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 yang ditanam di

dataran rendah Bogor mempunyai daya hasil yang sama tingginya dibandingkan

dengan Ratna dan Karina sebagai varietas pembanding. Heritabilitas (tinggi) pada

semua karakter yang diamati menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan

dalam menentukan fenotipe tanaman. Keseluruhan genotipe mempunyai

hubungan kekerabatan yang dekat dicirikan dengan terbentuknya tujuh kluster

pada jarak kemiripan 89 %. Faktor komponen hasil nyata berkorelasi positif

dengan produktivitas. Semua genotipe beradaptasi cukup baik di dataran rendah

Bogor.

Kata kunci: dataran rendah, galur, Solanum lycopersicon L., uji daya hasil,

varietas komersil

ABSTRACT

LENI HIKMAH APRIYANTI. Yield Evaluation for Tomato’s Lines (Solanum

lycopersicon L.) at Lowland. Supervised by MUHAMAD SYUKUR.

The objective of this experiment was to evaluate yield for tomato’s lines

(Solanum lycopersicon L.) at lowland. The experiment was conducted at PKHT

Experimental Field, Tajur, Bogor in January-April 2013. Experiments used

randomized completely block design, single factor and three replications. The

factor was genotype that consisted of IPB T3-8-3, IPB T8-5, IPB T30-4-3, IPB

T33-1-3, IPB T34-7-10, IPB T43-6-8, IPB T53-3-1, IPB T57-3, IPB T60-2-2, IPB

T64-2-3, IPB T65-6, IPB T78-10 genotypes, and three comercial varieties (Intan,

Ratna dan Karina) as controls. The results showed that the genotypes significantly

affect the overall character. IPB T65-6 and IPB T64-2-3 were genotypes that

showed no different performance for fruit width, fruit length, fruit weight, fruit

flesh density, total dissolved solid, and vitamin C content compared with

comercial varieties as controls. Days of harvesting of IPB T65-6 was earlier than

comercial varieties. Agronomically, IPB T65-6 genotype which planted in

lowland at Bogor had same yield compared with Ratna and Karina as control.

Heritability (high) observed among all characters indicated that genetic factors

give more contribute in determining the phenotypic variability of plant. All

genotypes had close relationship, shown by the form of seven clusters with 89 %

similarity. Factor of yield component was positively correlated with productivity.

All genotypes were well adapted in lowland at Bogor.

Key words: comercial varieties, line, lowland, Solanum lycopersicon L., yield

evaluation

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DAYA HASIL GALUR HARAPAN TOMAT

(Solanum lycopersicon L.) DI DATARAN RENDAH

LENI HIKMAH APRIYANTI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Judul Skripsi: Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah

Nama : Leni Hikmah Apriyanti NIM : A24090168

Disetujui oleh

amad Syukur, SP MSi Pembimbing

Tanggal Lulus : 2 1OCT 2013

Judul Skripsi : Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di

Dataran Rendah

Nama : Leni Hikmah Apriyanti

NIM : A24090168

Disetujui oleh

Dr Muhamad Syukur, SP MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Tema penelitian

yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2013 ini adalah pemuliaan

tomat unggul dataran rendah, dengan judul Daya Hasil Galur Harapan Tomat

(Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Kementerian Riset dan Teknologi

selaku penyandang dana penelitian melalui program Hibah Insentif Riset (SINas)

tahun 2013 serta kepada Dr Muhamad Syukur, SP MSi selaku pembimbing

skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas koreksi dan saran yang

diberikan oleh Dr Ir Anas D. Susila, MS serta Anggi Nindita, SP MSi selaku

dosen penguji. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ibram, Bapak

Awang, Bapak Agus, Bapak Yusuf, Ibu Yuyun, Peserta magang dari SMK Karya

Nyata (Mody, Siti Mutamimah, Sri Wahyuni), serta semua teknisi lapangan di

Kebun Percobaan PKHT-IPB, Tajur, yang telah memberi bantuan selama

penelitian. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Pusat Kajian Hortikultura

Tropika selaku penyedia sarana laboratorium, serta kepada Ibu Pipit selaku

laboran yang telah membantu selama analisis pasca panen. Disamping itu penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada Arya Widura Ritonga, SP MSi , Abdul

Hakim, SP, Ruri Anggun Nastiti, SPt, serta Syaidatul Rosidah, SP yang telah

memberi saran selama penelitian dan penyusunan naskah tugas akhir. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada Ibu serta keluarga, seluruh dosen

Departemen Agronomi dan Hortikultura, kakak-kakak asisten Laboratorium

Genetika dan Pemuliaan Tanaman, serta teman-teman Socrates 46 atas dukungan,

saran, bantuan dan doanya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

Leni Hikmah Apriyanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR TABEL DALAM LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Asal Usul dan Botani Tomat 2

Syarat Tumbuh Tanaman Tomat 3

Pemuliaan Tomat 4

Uji Daya Hasil 4

Tomat Dataran Rendah 4

METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan dan Alat 5

Pelaksanaan 5

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum 11

Kondisi Iklim dan Kejadian Penyakit 12

Analisis Ragam 15

Karakter Vegetatif dan Generatif 16

Karakter Pasca Panen 17

Karakter Komponen Hasil 19

Hasil dan Produktivitas 21

Korelasi 22

Heritabilitas Arti Luas 24

Analisis Kluster 25

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 31

RIWAYAT HIDUP 35

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan suhu yang berbeda pada berbagai tahap pertumbuhan tomat 3

2 Kisaran, F-hitung, dan koefisien keragaman (KK) karakter kuantitatif 15

genotipe tomat 15

3 Nilai tengah karakter vegetatif dan generatif 15 genotipe tomat 17

4 Nilai tengah karakter pasca panen 15 genotipe tomat 18

5 Nilai tengah karakter komponen hasil 15 genotipe tomat 20

6 Nilai tengah karakter hasil dan produktivitas 15 genotipe tomat 21

7 Koefisien korelasi antar beberapa karakter pengamatan pada 15 genotipe

tomat 23

8 Nilai duga heritabilitas pada 12 genotipe tomat dan varietas pembanding 25

DAFTAR GAMBAR

1 Karakter bentuk daun pada tanaman tomat 7

2 Berbagai tipe tandan buah pada tanaman tomat 8

3 Karakter jumlah rongga buah pada tomat 8

4 Karakter bentuk biji buah pada tomat 9

5 Bentuk buah pada tomat 9

6 Tingkat depresi buah pada ujung tangkai buah tomat 10

7 Karakter bentuk ujung buah pada tomat 10

8 Kondisi pembibitan tomat 11

9 Serangan hama pasca transplanting 12

10 Jenis hama yang menyerang tanaman tomat 13

11 Gejala penyakit pada tanaman tomat 13

12 Gejala penyakit akibat clavibacter 14

13 Produktivitas 15 genotipe tomat di dataran rendah 22

14 Dendogram hubungan kekerabatan 15 genotipe tomat berdasarkan data

pengukuran morfologi tanaman dan buah 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim 31

2 Deskripsi genotipe 31

3 Data persentase kejadian penyakit 33

4 Data pengamatan kualitatif 34

DAFTAR TABEL DALAM LAMPIRAN

1 Data iklim stasiun Katulampa, Bogor 31

2 Deskripsi genotipe kluster I 31

3 Deskripsi genotipe kluster II 31

4 Deskripsi genotipe kluster III 32

5 Deskripsi genotipe kluster IV 32

6 Deskripsi genotipe kluster V 32

7 Deskripsi genotipe kluster VI 32

8 Deskripsi genotipe kluster VII 33

9 Persentase kejadian penyakit pada populasi tanaman tomat 33

10 Karakter kualitatif I 15 genotipe tomat 34

11 Karakter kualitatif II 15 genotipe tomat 34

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat (Solanum lycopersicon L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

unggulan di Indonesia. Menurut Maboko (2006) kandungan gizi yang tinggi

menjadikan tomat sebagai sayuran yang populer dan banyak dibudidayakan di

dunia. Tomat mempunyai prospek pasar yang cerah mengingat luasnya potensi

lahan yang dapat ditanami oleh tanaman yang kaya akan vitamin dan mineral ini.

Daya adaptasi tomat juga cukup luas, meliputi dataran tinggi maupun dataran

rendah di Indonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) (2012)

komoditas ini dibudidayakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan

sentra produksi yang berbeda-beda. Daerah sentra produksi tomat yang utama

meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, serta Sulawesi Selatan dengan luas areal panen

berturut-turut yaitu 10 897 ha, 4 491 ha, dan 4 561 ha.

Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi

tinggi. Tomat dibudidayakan di dataran tinggi pada umumnya. Purwati et al.

(2001) melaporkan bahwa 60 % tomat ditanam di dataran tinggi dan sisanya

40 % di dataran rendah. Kusandriyani et al. (2005) menyatakan bahwa tomat

lebih banyak diproduksi di dataran tinggi, karena varietas tomat untuk dataran

rendah masih terbatas. Nicola et al. (2009) menambahkan bahwa tomat memang

membutuhkan iklim yang dingin dan kering agar kualitas dan produksinya tinggi.

Sebaliknya, menurut Sutapraja (2008) areal dataran tinggi tersebut sangat

terbatas karena adanya persaingan dengan komoditas strategis lainnya juga

adanya alih fungsi lahan, sehingga perlu perluasan areal penanaman tomat ke

dataran yang lebih rendah. Mengacu pada data BPS (2012) luas panen tomat

tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut yaitu 61 154 ha, 57 302 ha, dan 56 042

ha. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa trend areal luas panen tomat

mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dirjen Hortikultura

(2013) produksi tomat Indonesia mencapai 887 556 ton tahun 2012 tetapi masih

mengimpor sebanyak 9 857 ton.

Rata-rata hasil tomat di dataran rendah pada umumnya rendah, karena

terbatasnya varietas unggul di tingkat petani sehingga banyak petani menanam

varietas lokal dengan mutu benih yang rendah (Purwati et al. 2001). Perakitan

varietas unggul tomat yang toleran di dataran rendah (< 400 m dpl) perlu

dilakukan untuk meningkatkan produksi serta memperluas areal pertanaman di

Indonesia. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan tomat dataran

rendah adalah cekaman lingkungan, khususnya cekaman suhu tinggi dan

penyakit. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil tomat di

dataran rendah penting dilakukan untuk mengembangkan varietas tomat yang

toleran dataran rendah di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil galur harapan tomat

(Solanum lycopersicon L.) di dataran rendah.

2

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu terdapat minimal satu

galur harapan tomat yang memiliki daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas

pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Botani Tomat

Tomat (S. lycopersicon L.) telah banyak mengalami perubahan status

taksonomi sejak awal abad ke-18. Miller pada tahun 1768 dengan menggunakan

System Binomial Linneus, mempublikasikan beberapa spesies tomat dalam

genus Lycopersicon. Namun, saat ini berdasarkan fakta hasil studi phylogenetic

menggunakan sekuens DNA dan secara lebih dalam lagi menggunakan studi

tentang morfologi dan distribusi geografi, disepakati bahwa tomat termasuk

dalam genus Solanum baik oleh ahli taksonomi maupun pemulia tanaman

(Peralta et al. 2006). Menurut Peterson et al. (1996) tomat termasuk tanaman

diploid dengan jumlah kromosom 2n=2x=24 dan ukuran genom 950 Mbp.

Menurut Jones (2007), tomat berasal dari Peru dan Kepulauan Galapagos

tetapi pertama kali didomestifikasi di Meksiko. Peralta et al. (2006) menyatakan

bahwa tomat telah diintroduksi ke Eropa dari Amerika dan menjadi dikenal oleh

kalangan ahli botani sekitar pertengahan abad ke-16. Menurut Wijonarko (1990)

tomat telah dijumpai di dataran tinggi Indonesia pada tahun 1811. Saat ini, tomat

telah tersebar baik di dataran tinggi maupun dataran rendah di Indonesia.

Tomat tergolong tanaman perdu yang berbatang lunak, mudah patah dan

berambut halus (Aguswardhono 1999). Perakaran tanaman tomat berupa akar

tunggang yang panjang. Kedalaman perakaran tomat umumnya 30-40 cm, tetapi

dapat pula mencapai 50-70 cm (Saragih 2008). Tipe pertumbuhan tanaman tomat

terbagi menjadi tiga yaitu determinate, indeterminate, dan semideterminate

(Naika et al. 2005). Tanaman tomat dengan tipe determinate pertumbuhan

vegetatifnya akan berhenti setelah keluarnya tandan bunga. Tanaman tomat tipe

indeterminate mampu untuk tumbuh terus dan tandan bunga akan terbentuk pada

tiap ruas. Tipe semideterminate mempunyai sifat di antara kedua tipe tersebut.

Menurut Naika et al. (2005) bunga tomat termasuk jenis bunga sempurna

dengan diameter 1.5-2 cm. Bunga dapat tumbuh berlawanan maupun tumbuh di

antara daun. Kedudukan kantong sari terkadang sama tingginya dengan kepala

putiknya (stigma), tetapi terkadang posisi kepala putik lebih tinggi dibanding

kantung sarinya. Menurut Yana (2002) penyerbukan pada tomat terjadi selama 4-

7 hari. Viabilitas sel telur dan tepung sari ditentukan oleh suhu, kelembaban, dan

intensitas cahaya.

Menurut Wijonarko (1990), umumnya pembuahan pada tanaman tomat

terjadi 98 jam setelah penyerbukan. Agurwardhono (1999) menambahkan bahwa

buah tomat akan masak setelah 45-50 hari setelah pembuahan. Waktu panen

untuk setiap varietas berbeda-beda, berkisar umur 2.5-3 bulan. Ciri buah tomat

yang telah siap dipanen berwarna hijau, oranye atau merah dengan bentuk buah

3

tidak terlalu keras lagi. Pemetikan dilakukan 10-15 kali per musim tanam dengan

selang 2-3 hari sekali.

Syarat Tumbuh Tanaman Tomat

Iklim

Tomat secara umum membutuhkan suhu yang relatif dingin, dan kering

untuk hasil yang tinggi dan kualitas yang baik. Walaupun demikian, tomat

mampu beradaptasi di berbagai kondisi iklim. Menurut Maskar dan Gafur (2006)

suhu optimum untuk pematangan buah tomat dan perkembangan warna berkisar

20-24 oC. Menurut Naika et al. (2005) di dataran rendah tropis, suhu minimum

saat malam hari sangat penting, suhu di bawah 21 oC dapat menyebabkan aborsi

pada buah. Namun, pada suhu di bawah 10 oC dan di atas 38

oC menyebabkan

jaringan tanaman tomat akan mengalami kerusakan. Tabel 1 menunjukkan

variasi suhu yang dibutuhkan tomat pada berbagai tingkat pertumbuhan.

Tabel 1 Kebutuhan suhu yang berbeda pada berbagai tahap pertumbuhan tomata

Tahapan Suhu (oC)

Minimum Optimum Maksimum

Perkecambahan benih 11 16-29 34

Pertumbuhan Bibit 18 21-24 32

Pembentukan Buah 18 20-24 30

Pembentukan Warna Buah 10 20-24 30

aSumber: Naika et al. (2005)

Menurut Yana (2002) pada suhu 15 oC, pembentukan dan fungsi tepung

sari terhambat. Periode pembentukan buah yang paling peka terhadap suhu

adalah sekitar 5-10 hari sebelum antesis dan 2-3 hari setelah penyerbukan.

Pembungaan akan sangat baik pada suhu siang antara 21-30 oC dan suhu malam

antara 15-21 oC. Tanaman ini memerlukan sinar matahari minimal 8 jam hari

-1.

Air dan Kelembaban

Air memiliki peranan yang sangat penting pada pertumbuhan tomat. Stres

air dan kekeringan dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian

pucuk dan gugur bunga, juga menyebabkan buah tidak terbentuk sempurna.

Adapun bila hujan turun lebat dan kelembaban tinggi, organisme pengganggu

tanaman (OPT) akan meningkat pesat dan buah mudah mengalami kebusukan.

Tanaman ini memerlukan curah hujan berkisar 750-1250 mm tahun-1

atau 100-

200 mm bulan-1

(Maskar dan Gafur 2006).

Tanah

Tomat tumbuh baik di tanah mineral yang gembur, berdrainase baik, kaya

bahan organik, memiliki WHC (Water holding capacity) dan aerasi yang baik

(Naika et al. 2005). Menurut Maskar dan Gafur (2006) pH tanah yang baik untuk

pertumbuhan tomat yaitu antara 6-7.

4

Pemuliaan Tomat

Tujuan utama program pemuliaan tanaman adalah meningkatkan hasil serta

memperbaiki kualitas tanaman budidaya melalui rekombinasi gen. Menurut

Purwati (2009) pemuliaan tanaman merupakan suatu aktifitas yang bertujuan

memperbaiki atau meningkatkan potensi genetik tanaman, sehingga diperoleh

varietas baru yang sifatnya lebih baik daripada kedua tetuanya. Menurut Makmur

(1992) dalam kegiatan pemuliaan tanaman diperlukan adanya keragaman genetik,

konsepsi dan tujuan atau sasaran yang jelas serta mekanisme penyebaran

hasilnya pada masyarakat.

Perbaikan genetik dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu

penggabungan sifat-sifat baik yang berasal dari dua atau lebih tetua yang

kemudian diikuti seleksi, seleksi terhadap sifat-sifat baik yang tersedia dalam

populasi alam yang heterogen serta manipulasi atau perubahan susunan genom

dan secara poliploidi atau mutasi (Purwanti 2009). Tomat termasuk tanaman

yang menyerbuk sendiri, namun dapat dengan mudah disilangkan dengan spesies

dari kerabat liarnya (Passam et al. 2007).

Uji Daya Hasil

Sebelum suatu varietas dilepas, calon varietas atau galur harapan harus

diuji melalui proses uji daya hasil pendahuluan dan uji daya hasil lanjutan.

Seleksi terhadap galur-galur unggul homozigot yang telah dihasilkan dilakukan

selama kedua proses tersebut berlangsung. Kriteria penilaian berdasarkan sifat

yang memiliki arti ekonomi, seperti daya atau komponen hasil tanaman (Kasno

1992). Uji daya hasil bertujuan untuk menguji potensi dan memilih galur-galur

harapan yang berpeluang untuk dijadikan varietas unggul. Menurut Baihaki et al.

(1976) dalam pengujian perlu diperhatikan besarnya interaksi antara genotipe

dengan lingkungannya untuk menghindari kehilangan genotipe-genotipe unggul

dalam pelaksanaan seleksi.

Tomat Dataran Rendah

Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) hingga tahun 1999 telah

melepas lima varietas tomat dataran rendah yaitu Intan, Ratna, Berlian, Zamrud

dan Opal (Setiawati et al. 2007). Kelima varietas unggul nasional tersebut telah

banyak dibudidayakan oleh petani. Varietas tomat hibrida yang berproduksi

tinggi di dataran rendah diantaranya permata F1, Mitra F1, Tymoti, Destyne dan

Arthaloka (Hidayati dan Darmawan 2012). Sejak tahun 1984-2011 jumlah

varietas tomat yang telah dilepas yaitu 119 buah (Direktorat Perbenihan

Hortikultura 2012). Varietas tomat yang telah dilepas tersebut tidak semuanya

dapat berproduksi tinggi di dataran rendah, sebagiannya juga merupakan varietas

hibrida. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang hortikultura, menetapkan

tidak ada lagi pelepasan varietas tetapi varietas yang diedarkan wajib didaftarkan.

Sejak diterbitkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/ Permentan/ OT.140/ 7

/2011 tentang pendaftaran varietas diperoleh data bahwa dari 119 varietas tomat

5

yang telah dilepas, hingga Maret 2013 hanya terdapat sebanyak 56 varietas yang

telah didaftarkan (Pusat Perlindungan Varietas Tanaman 2013).

METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura

Tropika (PKHT), Tajur, Bogor dengan ketinggian 361 meter di atas permukaan

air laut mulai bulan Januari hingga April 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 15 genotipe tomat terdiri atas 12 genotipe uji

dan 3 varietas pembanding. Genotipe yang diuji adalah IPB T3-8-3, IPB T8-5,

IPB T30-4-3, IPB T33-1-3, IPB T34-7-10, IPB T43-6-8, IPB T53-3-1, IPB T57-

3, IPB T60-2-2, IPB T64-2-3, IPB T65-6, IPB T78-10, varietas pembandingnya

yaitu Intan, Ratna dan Karina. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk

kandang sapi, NPK serta kapur pertanian. Jenis pestisida yang diberikan yaitu

fungisida sistemik dengan bahan aktif dazomet 98 % serta propineb 70 %,

insektisida dengan kandungan bahan aktif deltamethrin 25 g l-1

serta prefonofos

500 g l-1

, akarisida dengan kandungan bahan aktif dikofol 191 g l-1

, serta

bakterisida sistemik dengan bahan aktif streptomycin sulfat 20 %. Bahan dan alat

lain yang digunakan pada penelitian ini yaitu plastik mulsa hitam perak, tray

semai, ajir, label, sprayer, penggaris, timbangan analitik, larutan NaOH 0.1 N,

larutan iodine 0.01 N, indikator phenoftalien (PP), indikator amilum, blender,

labu takar, aquades, saringan, pipet, labu erlenmeyer, biuret, hand penetrometer,

hand refraktometer, jangka sorong dan peralatan budidaya pertanian.

Pelaksanaan

Penyemaian

Benih tomat disemaikan dahulu pada tray semai yang berisi media tanam.

Benih tomat dimasukkan dua butir per sel tray. Pada umur kurang lebih 4 MSS

bibit dipindahkan ke lapang.

Pengolahan Lahan

Lahan yang digunakan digemburkan kemudian dibuat petak-petak dengan

ukuran 1.5 m x 5 m dengan jarak antar petak 30 cm dan tinggi petak 20 cm. Jarak

tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm (double row). Pupuk dasar yang

diaplikasikan meliputi pupuk kandang sapi 20 ton ha-1

, NPK 4 ton ha-1

, serta

kapur pertanian 2 ton ha-1

diberikan pada 5 hari sebelum tanam. Fungisida

diberikan dengan dosis 20 g m-2

pada tanah sebelum ditutup mulsa. Setelah itu

bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak.

6

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah bibit tomat ditanam antara

lain: penyiraman, pengajiran, pemupukan, perempelan tunas air, penyiangan

gulma, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengajiran dilakukan

untuk menopang tanaman saat berbuah lebat. Pengajiran dilakukan saat tanam.

Ajir terbuat dari bambu dengan panjang 120 cm, ditancapkan 5 cm dari pohon,

ditanam dalam tanah sedalam 20-30 cm dengan posisi miring keluar. Pengikatan

tanaman pada ajir dilakukan pada saat tanam dengan tali rafia. Penyiangan

dilakukan secara manual dua minggu sekali atau sesuai pertumbuhan gulma.

Perempelan tunas air dilakukan dua minggu sekali. Pemupukan dilakukan

setiap seminggu sekali, berupa larutan NPK 16-16-16 10 g l-1

, dosis 250 ml

tanaman-1

. Pupuk daun diberikan saat pertumbuhan vegetatif dengan konsentrasi

2 g l-1

. Aplikasi pupuk daun bersamaan dengan penyemprotan pestisida sebanyak

2 g l-1

.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan bila tanaman telah berumur 80-90 HST atau sudah

50 % matang penuh dengan kriteria buah telah mengalami perubahan warna.

Pemanenan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat kematangan buah pada

tanaman.

Analisis Pasca Panen

Kegiatan analisis pasca panen meliputi mengukur kandungan asam

tertitrasi total dan kandungan vitamin C. Asam Tertitrasi Total (ATT) dapat

digunakan sebagai parameter dalam mengukur kandungan asam atau pH yang

terdapat di dalam buah. Kandungan ATT dan Vitamin C diukur dengan

menghancurkan daging buah secara keseluruhan yang kemudian diambil

sebanyak 25 g, kemudian buah yang telah dihancurkan tersebut disaring dengan

diberi aquades hingga 100 ml dalam labu takar. Kemudian untuk mengukur

kandungan ATT setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan

ditambahkan indikator phenolftalein dua tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH

0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Kandungan vitamin C

diukur dengan titrasi menggunakan iodine dan menggunakan 1-2 tetes indikator

amilum. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan diberi 1-2 tetes

indikator larutan amilum, kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan

sampai terbentuk warna biru tua yang stabil. Kandungan ATT dan Vitamin C

dapat dihitung menggunakan rumus (Sugistiawati 2013):

Keterangan : 1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat

Fp : faktor pengenceran ( )

7

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh dari setiap satuan

percobaan. Peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai permukaan

daun tertinggi dengan tanpa meluruskan tanaman saat mulai panen

pertama.

2. Bentuk penampang batang.

3. Lama pengisian buah (hari) dihitung dengan membuat selisih umur panen

dengan umur berbunga.

4. Warna batang (pewarnaan anthocyanin pada ruas tiga teratas): (1) tidak

ada atau sangat lemah, (3) lemah, (5) sedang, (7) kuat, (9) sangat kuat.

5. Bentuk daun (Gambar 1): (1) tipe 1, (2) tipe 2, (3) tipe 3, (4) tipe 4, (5)

tipe 5, dan (6) tipe 6.

Gambar 1 Karakter bentuk daun pada tanaman tomat (IPGRI 2012).

6. Tipe tandan buah (Gambar 2): (1) uniparous, (2) biparous, (3) triparous.

8

(1) (2) (3)

Gambar 2 Berbagai tipe tandan buah pada tanaman tomat (UPOV 2011).

7. Ukuran daun. Daun yang diamati adalah daun yang berada pada sepertiga

bagian tengah, saat fase vegetatif.

a. Panjang daun (cm)

b. Lebar daun (cm)

c. Panjang tangkai daun (cm)

8. Umur mulai berbunga (HST), diamati ketika 50 % populasi tanaman

berbunga.

9. Umur mulai panen (HST), diamati ketika 50 % populasi tanaman dapat

dipanen.

10. Ukuran buah. Pengamatan dilakukan terhadap 10 buah per ulangan. Buah

yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga.

a. Panjang buah (cm), diukur pada pangkal buah hingga ujung buah.

b. Diameter buah (cm), diukur pada bagian buah terbesar.

11. Jumlah rongga buah, diamati pada buah yang dipotong melintang

(Gambar 3). Pengamatan dilakukan terhadap 10 buah per ulangan. Buah

yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga: (1) dua, (2)

dua dan tiga, (3) tiga dan empat, (4) lima atau enam, (5) lebih dari enam.

Gambar 3 Karakter jumlah rongga buah pada tomat (UPOV 2011).

12. Tebal daging buah (mm). Pengamatan dilakukan terhadap 10 buah per

ulangan. Buah yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga.

9

13. Padatan terlarut total, diukur menggunakan hand refractometer terhadap

10 buah per ulangan. Buah yang digunakan adalah buah pada panen

kedua atau ketiga.

14. Bentuk biji (Gambar 4): (1) globular, (2) ovate, (3) triangular with

pointed base.

(1) (2) (3)

Gambar 4 Karakter bentuk biji buah pada tomat

15. Warna biji: (1) kuning terang, (2) kuning gelap, (3) abu-abu, (4) coklat,

(5) coklat gelap.

16. Bobot per buah per tanaman contoh (g). Buah yang digunakan adalah

buah pada panen kedua atau ketiga.

17. Jumlah buah per tanaman.

18. Bobot buah per tanaman. Panen dilakukan seminggu dua kali hingga 8

minggu.

19. Intensitas warna hijau daun: (3) terang, (5) sedang, (7) gelap.

20. Warna bunga: (1) kuning, (2) orange.

21. Bentuk buah dalam penampang membujur (Gambar 5): (1) flattened, (2)

oblate, (3) circular, (4) oblong, (5) cylindric, (6) elliptic, (7) cordate, (8)

ovate, (9) obovate, (10) pyriform, (11) obcordate.

Gambar 5 Bentuk buah pada tomat (UPOV 2011).

22. Depresi buah pada ujung tangkai buah (Gambar 6): (1) tidak ada atau

sangat lemah, (3) lemah, (5) sedang, (7) kuat.

10

Gambar 6 Tingkat depresi buah pada ujung tangkai buah tomat (UPOV 2011).

23. Bentuk ujung buah (Gambar 7): (1) melekuk, (2) melekuk agak datar, (3)

datar, (4) datar meruncing, (5) meruncing.

Gambar 7 Karakter bentuk ujung buah pada tomat (UPOV 2011).

24. Warna buah masak: (1) kuning, (2) oranye, (3) merah muda, (4) merah.

25. Kekerasan buah, diukur menggunakan hand penetrometer terhadap 10

buah per ulangan. Setiap buah ditusuk pada tiga titik yaitu pangkal, ujung

dan tengah.

26. Asam tertitrasi total, diukur terhadap 10 buah per ulangan.

27. Analisis kandungan vitamin C diukur terhadap 10 buah per ulangan.

28. Jumlah buah per tandan, diamati menggunakan satu tandan per tanaman

sebanyak 10 tanaman contoh.

29. Jumlah tandan per tanaman, diamati pada 10 tanaman contoh.

30. Kejadian penyakit, diamati saat tanaman mulai tumbuh hingga tanaman

mati. Rumus menghitung kejadian penyakit:

Kejadian penyakit = x 100 %

31. Produktivitas dihitung dengan cara:

Produktivitas = bobot buah per tanaman x % tanaman hidup x (populasi

per ha –20 %).

Analisis Data

Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)

faktor tunggal yaitu genotipe yang diulang tiga kali, sehingga terdapat 45 satuan

percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Tanaman contoh

yang digunakan sebanyak 10 tanaman tiap satuan percobaan. Model aditif linier

percobaan adalah:

11

Yij = μ + τi + βj + εij

Yij = Respon pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = Rataan umum

τi = Pengaruh genotipe ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j

(i = 1, 2, 3,...,14; j=1, 2, 3)

Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Jika terdapat

pengaruh yang nyata dalam perlakuan maka dilakukan uji nilai tengah

menggunakan uji selang berganda Duncan pada taraf 5 %, analisis kluster dengan

menggunakan dendrogram serta analisis korelasi. Pengujian selang berganda

Duncan menggunakan fasilitas SAS. Analisis kluster dilakukan dengan

melakukan skoring semua data hasil pengamatan, baik karakter kuantitatif dan

kualitatif. Analisis kluster diuji menggunakan program SPSS. Analisis korelasi

dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar variabel yang diamati. Pengujian

analisis korelasi menggunakan SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan PKHT-IPB Tajur yang

memiliki ketinggian 361 meter di atas permukaan laut (mdpl). Penelitian dimulai

pada bulan Januari-April 2013. Tanah pada lokasi penelitian memiliki nilai pH

berkisar 5.0. Pengapuran dilakukan pada saat pengolahan lahan untuk

meningkatkan pH tanah agar sesuai untuk pertumbuhan tomat.

(a) (b) (c)

Gambar 8 Kondisi pembibitan tomat. Rak penyemaian dan pembibitan (a), bibit

tomat 3 MSS (b), dan hama keong di pembibitan (c)

Penyemaian benih dilakukan pada tray semai yang ditempatkan di rak

persemaian (Gambar 8). Pemeliharaan selama di persemaian meliputi

penyiraman bibit, pemupukan serta pengendalian hama. Penyiraman bibit

dilakukan sehari sekali saat umur bibit 0-2 minggu setelah semai (MSS),

sedangkan saat umur bibit mencapai 3-4 MSS penyiraman dilakukan dua kali

12

sehari. Hal ini dilakukan karena bibit yang berumur lebih dari 3 MSS

membutuhkan air yang lebih banyak. Pemupukan pada bibit dilakukan hanya

sekali saat bibit berumur 3 MSS untuk menghindari kurangnya suplai hara pada

media. Pemupukan menggunakan setengah dosis (1 g l-1

) NPK. Pengendalian

hama yang dilakukan meliputi penyemprotan insektisida (setengah dosis) saat

bibit berumur 3 MSS karena adanya serangan belalang di persemaian.

Pengendalian hama secara manual juga dilakukan seperti pembuangan keong

yang ada di pembibitan. Daya tumbuh rata-rata tanaman tomat untuk setiap

genotipe berkisar 84-88 %. Bibit tomat dipindah tanam saat berumur 4 MSS.

Penanaman dilakukan pagi hari untuk mengurangi stres lingkungan pasca pindah

tanam.

Kondisi Iklim dan Kejadian Penyakit

Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

2013 curah hujan (CH) rata-rata pada bulan Januari-April 2013 berkisar 322-562

mm bulan-1

. Kelembapan dan suhu rata-ratanya berturut-turut 84-88 % dan 25.1-

26.4 oC. Naika et al. (2005) menyampaikan bahwa suhu optimum untuk

pertumbuhan tomat di lapang 20-24 o

C. Maskar dan Gafur (2006) juga

menambahkan bahwa CH yang baik untuk tomat 100-200 mm bulan-1

.

Berdasarkan kesesuaian data iklim tersebut, terlihat bahwa tomat yang ditanam

di dataran rendah Bogor pertumbuhannya kurang optimal karena syarat kondisi

iklim tidak terpenuhi dengan baik. Daya adaptasi keseluruhan genotipe dapat

tergolong baik di dataran rendah Bogor. Meskipun lingkungan tumbuhnya

kurang optimal tetapi hingga akhir panen selesai persentase rata-rata tanaman

yang hidup mencapai 95 %. Purwati et al. (2001) menambahkan bahwa rata-rata

produktivitas tomat lokal yang ditanam petani di dataran rendah umumnya 6 ton

ha-1

. Pada penelitian ini produktivitas genotipe yang ditanam berada pada kisaran

12-33 ton ha-1

.

(a) (b)

Gambar 9 Serangan hama pasca transplanting. Hama keong yang

menyerang pasca transplanting (a) dan gejala bibit muda

yang diserang keong hingga patah dan rebah (b)

Kondisi lahan yang lembab dengan curah hujan dan suhu yang tinggi

berpotensi mengundang hama dan penyakit. Pada minggu pertama hingga kedua

penanaman, terlihat gejala putusnya pangkal batang hingga tanaman menjadi

rebah. Hal ini diduga akibat serangan keong yang memakan batang tanaman

muda (Gambar 9). Tanaman yang mati akibat serangan hama hingga minggu

13

kedua penanaman disulam sedangkan tanaman yang mati setelah dua minggu

penanaman tidak disulam.

Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan hama utama yang

menyerang saat fase vegetatif awal. Selain keong, hama lain yang menyerang

pada fase vegetatif awal yaitu belalang (Valanga nigricornis). Hama yang

menyerang saat fase generatif yaitu ulat buah (Helicoverpa armigera) dan ulat

grayak (Spodoptera litura) (Gambar 10). Serangan hama tersebut tidak begitu

besar dalam populasi sehingga masih dapat dikendalikan. Kerusakan yang

ditimbulkan hanya mengurangi kualitas buah yang dihasilkan.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 10 Jenis hama yang menyerang tanaman tomat. Hama yang menyerang

saat fase generatif, ulat buah (a), dan ulat grayak (b). Hama yang

menyerang saat fase vegetatif, keong (c), dan belalang (d)

Beberapa penyakit utama yang ditemukan pada pertanaman tomat yaitu

layu bakteri akibat clavibacter (Clavibacter michiganensis) , keriting daun akibat

tungau (Tertranycus sp.), Blossom end rot, dan busuk buah oleh Rhizoctonia

solani (Gambar 11). Gejala penyakit layu bakteri dan infeksi tungau mulai

terlihat saat fase generatif awal (pembungaan). Gejala penyakit fisiologis yaitu

Blossom end rot, dan busuk buah mulai terlihat saat fase generatif akhir

(pembuahan).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 11 Gejala penyakit pada tanaman tomat. Keriting daun akibat tungau (a),

layu bakteri akibat clavibacter (b), blossom end rot (c), dan busuk

buah (d)

Penyakit keriting daun karena serangan tungau pada fase vegetatif awal

menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar pada hampir semua genotipe

tomat di ulangan satu. Persentase kejadian penyakit akibat tungau 7-60 %.

Jumlah tanaman yang terserang tungau terus bertambah hingga fase panen.

Kehilangan yang cukup besar terjadi pada tanaman tomat yang diserang saat fase

14

vegetatif awal. Serangan tungau yang terparah terjadi di ulangan satu dimana

lokasi bedeng pertanaman tomat dekat dengan bedeng terong yang memang

sudah ditanam terlebih dahulu dan sudah terserang tungau. Pada pertanaman

tomat ulangan satu, produksi yang dihasilkan jauh berbeda bila dibandingkan

produksi tanaman pada ulangan dua maupun tiga. Bila pada ulangan dua maupun

ulangan tiga produksi rata-rata pertanaman tomat mampu mencapai 1.5 kg, maka

produksi pertanaman tomat pada ulangan satu paling banyak hanya mencapai 0.5

kg dengan kualitas buah yang jauh di bawah ulangan dua maupun tiga. Genotipe

yang cukup rentan terhadap serangan tungau yaitu genotipe Ratna dan yang

cukup tahan yaitu genotipe IPB T8-5.

Serangan tungau ditandai dengan terjadinya keriting pada daun muda,

tanaman yang diserang saat fase vegetatif awal dapat menjadi kerdil dan tidak

dapat bertambah tinggi lagi batangnya. Pada beberapa tanaman yang telah

terserang tungau, ada yang benar-benar tidak dapat menghasilkan buah sama

sekali. Penyebaran tungau sangat cepat sekalipun aplikasi akarisida dilakukan

setiap minggu.

Penyakit lain yang ditemukan pada tanaman tomat yaitu layu bakteri yang

disebabkan karena clavibacter (Gambar 12). Persentasi kejadian penyakit akibat

clavibacter berkisar 0-15 %. Genotipe yang cukup rentan pada penyakit ini yaitu

IPB T43-6-8. Clavibacter merupakan layu bakteri yang masih tergolong langka

di Indonesia. Inang utama clavibakter memang tanaman tomat. Penyakit ini

diduga berasal dari Amerika Utara dan telah ditemukan di Jawa dan Sumatera

pada tahun 2008 (Zainal et al. 2008). Penyakit ini diduga merupakan penyakit

yang terbawa benih. Penyebaran penyakit ini sangat cepat melalui percikan air

hujan. Penyakit ini memiliki sedikit perbedaan dengan layu bakteri pada

umumnya. Gejala awalnya ditandai dengan menggulung dan menguningnya anak

daun pada daun bagian bawah. Munculnya bercak kecoklatan seperti memar

pada batang ataupun tangkai daun. Saat batang dipotong dan cairan pada batang

dilihat menggunakan mikroskop, akan terlihat koloni bakteri berwarna bening

dalam jumlah yang banyak bergerak aktif. Serangan clavibacter tidak terjadi

pada semua genotipe dalam populasi juga tidak mengurangi hasil secara ekonomi.

(a) (b)

Gambar 12 Gejala penyakit akibat clavibacter. Gejala memar kecoklatan pada

tanaman yang terkena clavibacter (a), daun bagian bawah

mengkeriting layu kecoklatan (b)

Penyakit lain yang ditemukan pada pertanaman tomat yaitu blossom end

rot dan busuk buah. Akan tetapi keduanya tidak menyebabkan kehilangan yang

15

cukup berarti. Penyakit kelainan fisiologis seperti blossom end rot diduga terjadi

karena kekurangan unsur Ca.

Analisis Ragam

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap

karakter yang diamati. Genotipe berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap

semua karakter kuantitatif kecuali pada karakter bobot buah pertanaman dan

produktivitas. Genotipe berpengaruh nyata pada taraf 5 % terhadap karakter

bobot buah pertanaman dan produktivitas (Tabel 2).

Tabel 2 Kisaran, F-hitung, dan koefisien keragaman (KK) karakter kuantitatif 15

genotipe tomat

Karakter Kisaran Fhitunga KK (%)

Tinggi tanaman (cm) 76.9-113.5 4.53** 10.67

Panjang daun (cm) 23-39.2 11.88** 8.25

Lebar daun (cm) 24.6-37.7 6.40** 9.88

Panjang buah (mm) 20.9-53.9 12.00** 8.62

Diameter buah (mm) 23.6-51.8 16.13** 8.89

Tebal daging buah (mm) 2.3-4.9 6.18** 13.98

Padatan terlarut total (Obrix) 3.1-5 4.02** 11.71

Bobot per buah (gram) 12.6-67 14.28** 22.31

Kekerasan buah (kg cm-2

) 0.29-0.62 3.19** 26.81

Vitamin C (mg 100g-1

) 34-76 9.52** 13.33

Asam tertitrasi total (mg 100g-1

) 50-133 2.96** 20.24

Panjang tangkai daun (cm) 4.64-7.39 4.86** 7.40

Jumlah buah per tandan 3.6-8.4 3.00** 13.47

Jumlah tandan per tanaman 8.9-46.6 6.57** 21.15

Jumlah buah per tanaman 25-95 5.62** 31.94

Umur berbunga (HST) 16-28 8.27** 8.60

Umur panen (HST) 48-66 20.01** 3.88

Lama pengisian buah (hari) 26-38.7 6.38** 7.13

Bobot buah per tanaman (kg)b 0.6-1.7 2.94* 23.17

Produktivitas (ton ha-1

)b 12.3-33.9 2.54* 26.56

a ** berbeda nyata pada taraf 1 %, * berbeda nyata pada taraf 5 %,

b data diolah dengan dua

ulangan

Hasil rekapitulasi sidik ragam juga memperlihatkan nilai koefisien

keragaman (KK) pada peubah yang diamati. Menurut Gomez dan Gomez (1995)

nilai KK menggambarkan keadaan percobaan, semakin rendah nilai KK

akurasinya semakin tinggi. Menurut Steel and Torrie (1989) untuk dapat

menentukan standar nilai KK tergolong tinggi atau rendah diperlukan pengalaman

dengan data serupa. Nilai KK terendah (3.88 %) ditunjukkan oleh peubah umur

panen sedangkan nilai KK tertinggi (31.94 %) ditunjukkan oleh peubah jumlah

buah per tanaman. Khasanah (2013) menyatakan adanya variasi nilai KK

16

menunjukkan bahwa lingkungan memberi pengaruh berbeda terhadap peubah

yang diamati.

Karakter Vegetatif dan Generatif

Genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3 serta Ratna memiliki nilai tengah yang

tinggi dari semua genotipe yang diuji untuk karakter tinggi tanaman (Tabel 3).

Karakter tinggi tanaman penting diperhatikan karena berhubungan dengan

penyebaran penyakit maupun tingkat kerebahan saat fase generatif. Berdasarkan

pengamatan di lapang pada genotipe yang tingginya kurang dari 80 cm dengan

panjang daun lebih dari 30 cm, penyebaran penyakit (khususnya karena bakteri)

melalui percikan air hujan lebih mudah terjadi. Hal ini diduga karena daun pada

genotipe tersebut menyentuh permukaan tanah. Sebaliknya, genotipe yang

tingginya lebih dari 100 cm umumnya lebih mudah rebah saat fase pengisian

buah sehingga menyulitkan pemeliharaan. Batang tomat yang patah terutama saat

fase berbuah cukup merugikan karena menyulitkan panen, merusak kualitas buah

(buah berjatuhan) membuat iklim mikro di sekitarnya menjadi lebih lembab,

sehingga potensi terjadinya infeksi penyakit besar. Tomat termasuk tanaman

yang perakarannya dangkal (Saragih 2008) dan buahnya berat, sehingga apabila

posturnya tinggi dan tidak disokong dengan baik, tajuknya tidak akan mampu

berdiri tegak, akibatnya batang akan mudah patah dan rebah. Menurut Soedomo

(2012) genotipe yang tinggi cocok dibudidayakan di daerah tinggi kering agar

mampu menunjukkan keragaan yang optimal.

Genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T57-3 dan Ratna memiliki panjang

daun terpanjang dibandingkan dengan seluruh genotipe yang diamati (Tabel 3).

Panjang daun terpendek dimiliki oleh genotipe IPB T3-8-3, IPB T30-4-3, IPB

T33-1-3 serta IPB T53-3-1. Tabel 3 menunjukkan bahwa genotipe IPB T65-6

IPB T57-3, IPB T60-2-2, IPB T78-10, Intan dan Ratna memiliki lebar daun yang

tidak berbeda nyata. Keenam genotipe tersebut memiliki lebar daun terlebar

dibandingkan semua genotipe uji. Genotipe IPB T78-10, IPB T64-2-3, dan IPB

T43-7-10 memiliki panjang tangkai daun yang terpanjang sedangkan genotipe

Intan, Karina, Ratna, IPB T57-3, serta IPB T33-1-3 memiliki tangkai daun yang

terpendek.

Umur tomat yang genjah merupakan salah satu kriteria penting yang

diinginkan petani. Salah satu indikator yang cukup baik untuk memprediksi umur

panen yaitu umur berbunga. Umumnya tanaman yang umur berbunganya genjah

cenderung memiliki umur panen yang genjah. Genotipe yang memiliki umur

berbunga tergenjah yaitu IPB T30-4-3, IPB T53-3-1, serta IPB T33-1-3.

Genotipe IPB T34-7-10, IPB T57-3, IPB T64-2-3, IPB T78-10, serta Ratna

merupakan genotipe yang umur berbunganya tergolong dalam. Umur panen

diduga tidak hanya ditentukan oleh umur berbunga tetapi juga ditentukan oleh

kecepatan pengisian buah. Selisih antara umur panen dan umur berbunga

merupakan masa pengisian buah. Berdasarkan selisih tersebut dapat dihitung

rata-rata lamanya masa pengisian buah. Rata-rata waktu pengisian buah pada ke-

15 genotipe tersebut yaitu 33.4 hari. Genotipe IPB T8-5 merupakan genotipe

yang memiliki masa pengisian buah terpendek yaitu 26 hari sedangkan Ratna

merupakan genotipe yang memiliki masa pengisian buah terlama yaitu 39 hari.

Kecepatan pengisian buah diduga berhubungan erat dengan tingkat kekerasan

17

buah. Genotipe IPB T8-5 memiliki nilai kekerasan buah terendah diduga karena

cepatnya masa pengisian buah yang kurang didukung oleh banyaknya akumulasi

fotosintat dalam buah. Sebaliknya, Ratna memiliki nilai kekerasan yang cukup

baik karena mungkin didukung oleh lamanya masa akumulasi fotosintat.

Tabel 3 Nilai tengah karakter vegetatif dan generatif 15 genotipe tomata

a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang

berganda Duncan pada taraf uji 5 %

Umur panen umumnya dipengaruhi juga oleh lingkungan. Tanaman tomat

yang ditanam di dataran tinggi cenderung umur panennya lebih dalam daripada

tanaman tomat yang ditanam di dataran rendah. Tabel 3 memperlihatkan bahwa

genotipe Ratna dan IPB T78-10 merupakan genotipe yang umur panennya dalam

dibandingkan semua genotipe yang diamati. Genotipe uji yang umur panennya

paling genjah yaitu genotipe IPB T53-3-1, IPB T30-4-3, IPB T3-8-3 serta IPB

T8-5.

Karakter Pasca Panen

Padatan Terlarut Total (PTT) dan Asam tertitrasi total (ATT) memiliki

keterkaitan hubungan dalam penentuan rasa yang terkandung dalam tomat. Rasio

gula/asam atau keseimbangan antara rasa manis dan asam yang berbeda-beda

pada tomat dapat menciptakan paduan rasa yang unik, jika semakin tinggi nilai

rasio PTT/ATT maka buah menunjukkan rasa semakin manis. Genotipe IPB

T53-3-1, IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T3-8-3, IPB T30-4-3 serta Ratna

18

memiliki kandungan PTT yang terbaik di antara semua genotipe yang diamati

(Tabel 4). Kandungan PTT pada penelitian ini berkisar 3-5 obrix. Menurut

Wijayani (2005) kandungan gula total pada buah tomat sangat dipengaruhi sifat

genetik tanaman. Kandungan nitrogen yang cukup juga dapat meningkatkan

terjadinya hidrolisa tepung menjadi gula. Menurut Prihadi (1993) tomat yang

mengandung PTT yang tinggi, baik digunakan untuk tomat olahan karena

menghasilkan produk yang lebih tinggi per bobot buah.

Tabel 4 Nilai tengah karakter pasca panen 15 genotipe tomata

Genotipe Padatan

terlarut total

(Obrix)

Kekerasan

buah

(kg cm-2

)

Asam

tertitrasi total

(mg 100g-1

)

Vitamin C

(mg 100g-1

)

IPB T3-8-3 4.7ab 0.62a 99ab 34e

IPB T8-5 3.6cdef 0.29e 69bcd 50cd

IPB T30-4-3 5.0a 0.60ab 118a 49cd

IPB T33-1-3 3.3ef 0.34de 91abc 45de

IPB T34-7-10 3.8cdef 0.53abcd 85bcd 76a

IPB T43-6-8 3.5def 0.33de 75bcd 53cd

IPB T53-3-1 4.3abcd 0.57abc 93abc 34e

IPB T57-3 4.0bcde 0.53abcd 84bcd 49cd

IPB T60-2-2 3.6cdef 0.43abcde 92abc 61bc

IPB T64-2-3 4.2abcd 0.37cde 62cd 71ab

IPB T65-6 4.3abcd 0.31de 66cd 71ab

IPB T78-10 3.5def 0.59abc 57d 54cd

Intan 3.1f 0.31de 85bcd 50cd

Ratna 4.4abc 0.40abcde 66cd 70ab

Karina 4.0bcde 0.38bcde 73bcd 71ab

a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda

Duncan pada taraf uji 5 %

Nilai kekerasan buah diperoleh dari pengukuran dengan alat hand

penetrometer, nilai kekerasan yang semakin tinggi menunjukkan buah semakin

keras. Menurut Pratiwi (2012) tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit

luar, kandungan total zat padat dan kandungan pati yang terdapat pada bahan.

Genotipe IPB T3-8-3, IPB T53-3-1, IPB T34-7-10, IPB T57-3, IPB T30-4-3, IPB

T60-2-2, IPB T78-10, Ratna, serta Karina memiliki tingkat kekerasan buah

terbaik. Karakter kekerasan buah penting menjadi pertimbangan jika buah

tersebut perlu untuk ditransport jarak jauh. Menurut Wijayani (2005) kekerasan

buah tomat sangat terkait erat dengan kadar air yang dikandung buah tersebut.

Apabila kadar airnya tinggi maka buah tersebut akan lembek atau berkurang

kekerasannya, sebaliknya apabila kadar airnya sedikit maka buah akan

menunjukkan kekerasan yang lebih tinggi apabila diukur dengan alat hand

penetrometer buah 1 kg. Buah yang memiliki tingkat kekerasan yang tinggi akan

lebih aman terhadap kerusakan selama perjalanan.

Asam Tertitrasi Total berkaitan dengan kandungan vitamin C yang ada di

dalam buah. Kandungan ATT pada keseluruhan genotipe berkisar 57-118 (mg

100g-1

). IPB T30-4-3, IPB T3-8-3, IPB T33-1-3, dan IPB T53-3-1 memiliki

19

kandungan ATT tertinggi dibandingkan keseluruhan genotipe. Menurut Lee dan

Kader (2000) kandungan vitamin C dalam buah-buahan dan sayuran dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan genotipe, iklim sebelum

panen, metode kematangan dan pemanenan serta prosedur penanganan

pascapanen. Kandungan vitamin C tertinggi dimiliki oleh genotipe IPB T34-7-10,

IPB T65-6, IPB T64-2-3, Ratna serta Karina. Kandungan vitamin C pada

genotipe tomat yang diuji berkisar 34-76 mg 100g-1

. Variasi kandungan vitamin

C ini menunjukkan adanya perbedaan respon pada tiap genotipe. Tingginya

Vitamin C pada tomat berkaitan erat dengan sifat genetik dan juga fungsi unsur

nitrogen bagi proses metabolisme tanaman (Wijayani 2005). Kondisi nitrogen

rendah menyebabkan protein yang terbentuk berkurang dan sebaliknya apabila

kandungan nitrogen dalam jaringan tanaman meningkat maka kandungan protein

yang sekaligus juga kandungan vitamin C akan meningkat.

Karakter Komponen Hasil

Komponen hasil merupakan karakter agronomi yang sangat penting pada

bidang pemuliaan. Komponen hasil merupakan karakter kuantitatif yang bersifat

sangat kompleks, dipengaruhi oleh lingkungan dan dikendalikan oleh banyak gen,

setiap gen memiliki pengaruh yang kecil (Syukur et al. 2012). Gen-gen tersebut

memiliki interaksi yang sangat spesifik, sehingga pemuliaan yang mengarah pada

peningkatan hasil cukup sulit dilakukan (Murti et al. 2000; Zdravkovic 2011).

Genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T78-10 memiliki panjang buah

yang sama panjangnya dengan varietas pembanding Intan dan Ratna. Genotipe

Karina memiliki karakter panjang buah yang tidak berbeda nyata dengan dengan

genotipe IPB T43-6-8, IPB T34-7-10, IPB T57-3, IPB T60-2-2, serta IPB T8-5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T8-5 dan

Intan memiliki diameter buah terlebar dibandingkan semua genotipe yang

diamati. Genotipe IPB T43-6-8, IPB T57-3, IPB T60-2-2 memiliki nilai diameter

buah yang tidak berbeda dengan genotipe Ratna dan Karina.

Bobot per buah genotipe IPB T43-6-8, IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T8-5,

IPB T78-10 sama dengan bobot per buah pada genotipe Intan dan Ratna.

Genotipe Karina memiliki bobot per buah yang tidak berbeda dengan IPB T60-2-

2, IPB T57-3, dan IPB T34-7-10. Menurut Setiawati et al. (2007), Intan

merupakan tomat dengan karakter bobot buahnya berkisar 50-75 g, sedangkan

Ratna bobot per buahnya 35-45 g. Bobot per buah genotipe Ratna mencapai 58.1

g (Tabel 5). Bobot per buah pada Ratna jauh lebih besar dari deskripsi varietas.

Bobot per buah IPB T30-4-3, IPB T60-2-2 dan IPB T64- 2-3 pada penelitian ini

berturut-turut yaitu 18.1 g, 31.4 g, serta 57.2 g. Khasanah (2013) melaporkan

bobot per buah pada ketiga genotipe tersebut yang ditanam di Tajur tahun 2012

yaitu berturut-turut 11.5 g, 23.9 g, serta 40 g. Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan bobot per buah pada genotipe yang sama. Perbedaan ini diduga

disebabkan karena faktor cuaca seperti curah hujan, hari hujan, suhu,

kelembaban relatif maupun intensitas cahaya. Menurut Faruq et al. (2012)

lingkungan dapat mempengaruhi perubahan ukuran buah maupun bobotnya

menjadi lebih kecil dari normal maupun menjadi lebih besar dengan nutrisi yang

cukup. Soedomo (2012) menyatakan bahwa produktivitas bobot secara umum

dapat dikaitkan dengan indeks luas daun. Indeks luas daun yang lebih luas

20

diasumsikan dapat menghasilkan fotosintat yang lebih banyak. Zdravkovic

(2011) menambahkan bahwa bobot per buah dan jumlah buah per tanaman

merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen dan sangat

tergantung pada lingkungan.

Tabel 5 Nilai tengah karakter komponen hasil 15 genotipe tomata

a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda

Duncan pada taraf 5 %

Tabel 5 menunjukkan karakter tebal daging buah pada genotipe IPB T53-3-

1, IPB T33-1-3 serta IPB T30-4-3 memiliki nilai yang terkecil dibandingkan

semua genotipe yang diamati. Menurut Suryadi et al. (2004) daging buah pada

tomat dapat dikategorikan tebal apabila telah mencapai 4 mm. Karakter jumlah

buah per tandan dan jumlah tandan pertanaman merupakan komponen yang

mempengaruhi jumlah buah keseluruhan. Jumlah buah per tandan pada

keseluruhan genotipe yang diamati berada pada rentang 4-7 buah per tandan.

Genotipe IPB T53-3-1 mempunyai jumlah tandan terbanyak sedangkan genotipe

IPB T78-10 mempunyai jumlah tandan yang paling sedikit diantara semua

genotipe yang diamati. Tabel 5 memperlihatkan bahwa genotipe IPB T53-3-1,

IPB T30-4-3, IPB T3-8-3 dan IPB T33-1-3 nyata memiliki jumlah buah

terbanyak dibandingkan genotipe lain maupun varietas pembanding. Kedua

genotipe tersebut memang memiliki buah yang berukuran kecil. Jumlah buah

pada genotipe lainnya tidak berbeda nyata satu sama lain.

21

Hasil dan Produktivitas

Komponen hasil merupakan komponen agronomi yang penting dalam

pemuliaan. Menurut (Zdravkovic 2011) produktivitas tinggi merupakan salah

satu tujuan utama pemuliaan tanaman. Tabel 6 memperlihatkan nilai bobot buah

per tanaman dan produktivitas berturut-turut 0.6-1.7 kg dan 12.3-33.9 ton ha-1

.

Genotipe IPB T65-6, IPB T34-710, IPB T43-6-8, IPB T57-3, dan IPB T64-2-3

memiliki nilai tengah karakter bobot buah per tanaman dan produktivitas yang

tidak berbeda nyata dengan Ratna maupun Karina. Hal ini berarti bobot buah per

tanaman dan produktivitas yang dihasilkan genotipe tomat tersebut sama baiknya

dengan Ratna maupun Karina sebagai varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6

mempunyai bobot buah per tanaman dan produktivitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan Intan. Hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa

Genotipe IPB T65-6, IPB T34-710, IPB T43-6-8, IPB T57-3, dan IPB T64-2-3

memiliki daya hasil yang sebanding dengan Ratna dan Karina. Hal ini berarti

bahwa dengan dilepasnya galur tersebut diharapkan dapat memberikan pilihan

yang lebih baik bagi petani. Dengan banyaknya galur baru yang mempunyai daya

hasil yang sebanding maupun lebih tinggi dari varietas komersial tentu

diharapkan akan dapat mempermudah petani untuk membudidayakan tanaman

tomat di dataran rendah.

Tabel 6 Nilai tengah karakter hasil dan produktivitas 15 genotipe tomata

Genotipe Bobot buah per tanaman (g) Produktivitas (ton ha-1

)

IPB T3-8-3 1006.7bcde 19.47bcd

IPB T8-5 697.5de 12.35d

IPB T30-4-3 1053.6bcde 19.53bcd

IPB T33-1-3 627.9e 12.26d

IPB T34-7-10 1130.5abcde 19.82bcd

IPB T43-6-8 1153.5abcde 19.02bcd

IPB T53-3-1 740.7de 14.80cd

IPB T57-3 1402.3abc 26.63abc

IPB T60-2-2 1037.2bcde 18.04bcd

IPB T64-2-3 1293.9abcd 24.31abcd

IPB T65-6 1468.6ab 29.37ab

IPB T78-10 965.8bcde 19.32bcd

Intan 823.8cde 15.15cd

Ratna 1729.8a 33.87a

Karina 1287.6abcd 23.87abcd

a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda

Duncan taraf 5 %

Berdasarkan panduan deskripsi varietas yang dikemukakan oleh Setiawati

et al. (2007) potensi hasil untuk Intan mencapai 25 ton ha-1

sedangkan untuk

Ratna 20 ton ha-1

. Gambar 13 memperlihatkan bahwa produktivitas Intan pada

penelitian ini dibawah potensi hasil, sedangkan produktivitas Ratna mampu

melebihi potensi hasil. Tingginya produktivitas Ratna diduga karena terjadinya

pembesaran ukuran buah dan bobot per buahnya melebihi rentang yang ada pada

22

deskripsi varietas. Setiap genotipe akan memberi respon yang berbeda meski

ditanam pada lingkungan yang diusahakan homogen. Hal ini sesuai dengan yang

dinyatakan oleh Purwati (2009) bahwa interaksi genotipe dengan lingkungan

sangat dipengaruhi oleh variasi lingkungan baik iklim, tanah, maupun fluktuasi

cuaca, meliputi jumlah dan distribusi curah hujan (CH) serta temperatur, adanya

perbedaan hasil antar genotipe juga terjadi karena tanggap tanaman terhadap

variasi lingkungan beragam dari tanaman yang satu dengan yang lain. Dengan

demikian karakter yang terdapat pada mahluk hidup akan terus menerus

memberikan tanggap dan penyesuaian terhadap lingkungannya.

Gambar 13 Produktivitas 15 genotipe tomat di dataran rendah. T3 (IPB T3-8-3),

T8 (IPB T8-5), T30 (IPB T30-4-3), T33 (IPB T33-1-3), T34 (IPB

T34-7-10), T43 (IPB T43-6-8), T53 (IPB T53-3-1), T57 (IPB T57-3),

T60 (IPB T60-2-2), T64 (IPB T64-2-3), T65 (IPB T65-6), T78 (IPB

T78-10), I (Intan), R (Ratna) dan K (Karina). Produktivitas = bobot

buah per tanaman x % tanaman hidup x (populasi per ha –20 %).

Genotipe yang diuji hampir semuanya memiliki nilai produktivitas yang

sama tingginya bila dibandingkan dengan Intan maupun Karina sebagai varietas

pembanding (Gambar 13). Genotipe yang pada Tabel 5 menunjukkan keragaan

agronomi yang baik, yaitu memiliki jumlah buah yang tinggi ternyata tidak

memiliki produktivitas yang tinggi (Gambar 13). Jumlah buah tidak selalu

menjamin tingginya bobot buah per tanaman karena adanya perbedaan ukuran

maupun bobot per buah juga adanya fruitset (Zdravkovic 2011; Faruq 2012).

Korelasi

Korelasi antar sifat tanaman biasanya diukur dengan koefisien korelasi.

Korelasi antar sifat tanaman penting dalam pemuliaan tanaman karena koefisien

korelasi merupakan nilai dari hubungan antara dua sifat atau lebih, baik dari

genetik maupun non genetik (Asmara et al. 2011). Berdasarkan hasil analisis

korelasi (Tabel 7) karakter tinggi tanaman berkorelasi nyata pada taraf 1 %

sebesar 0.6 terhadap karakter produktivitas.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

T3 T8 T30 T33 T34 T43 T53 T57 T60 T64 T65 T78 I R K

Produktivitas

Produktivitas(ton/ha)

23

Berdasarkan analisis korelasi (Tabel 7) panjang daun nyata mempengaruhi

karakter bobot per buah pada tomat sebesar 0.6 pada taraf 1 %. Tabel 3

memperlihatkan bahwa genotipe yang memiliki panjang daun yang panjang

memiliki kecenderungan menghasilkan bobot per buah yang lebih besar

dibanding genotipe yang panjang daunnya kecil. Karakter panjang daun juga

berkorelasi negatif sebesar 0.6 dengan karakter jumlah buah per tanaman. Hal ini

berarti genotipe tomat yang memiliki panjang daun yang pendek cenderung

memiliki buah yang lebih banyak dibanding genotipe berdaun panjang.

Tabel 7 Koefisien korelasi antar beberapa karakter pengamatan pada 15 genotipe

tomata

a ** berbeda nyata pada taraf 1 %; * berbeda nyata pada taraf 5 %; tn tidak berbeda nyata pada

taraf uji 5 %; TT: tinggi tanaman; PD: panjang daun; LD: Lebar daun; PB: panjang buah; DB:

diameter buah; TDB: tebal daging buah; PTT: padatan terlarut total; BPB: bobot per buah; KB:

kekerasan buah; Vit C; JB: jumlah buah; UP: umur panen; P: produktivitas.

Analisis korelasi memperlihatkan bahwa karakter lebar daun pada tomat

memiliki koefisien korelasi yang positif sebesar 0.6 mempengaruhi bobot per

buah, juga memiliki koefisien korelasi negatif 0.5 terhadap karakter jumlah buah

per tanaman. Karakter lebar daun juga berkorelasi positif sebesar 0.9 dengan

karakter panjang daun. Hal ini berarti semakin panjang daun maka lebar daun

akan semakin lebar. Baik karakter panjang daun maupun lebar daun sama-sama

memiliki korelasi positif dengan karakter umur panen (Tabel 7). Tanaman tomat

yang daunnya berukuran kecil cenderung memiliki umur lebih genjah dibanding

tanaman yang daunnya berukuran lebih besar.

Umur panen berkorelasi positif dengan ukuran buah (Tabel 7), buah yang

ukurannya lebih kecil cenderung lebih cepat panen dibandingkan buah berukuran

besar. Analisis korelasi juga menunjukkan bahwa karakter panjang buah

24

berkorelasi positif sebesar 0.7 dengan tinggi tanaman, 0.6 dengan ukuran daun,

0.7 dengan tebal daging buah, 0.5 dengan umur panen dan 0.9 dengan bobot per

buah, juga berkorelasi negatif sebesar 0.6 dengan jumlah buah per tanaman. Hal

ini berarti semakin tinggi suatu tanaman, maka potensi buah yang dihasilkan

berukuran besar juga semakin tinggi. Buah yang memiliki panjang buah lebih

panjang juga cenderung memiliki diameter buah yang lebih lebar. Ukuran daun

yang semakin besar juga mempengaruhi semakin besarnya ukuran buah.

Buah yang panjang cenderung memiliki ketebalan daging buah yang lebih

tebal. Genotipe IPB T78-10 dan Ratna merupakan tomat yang panjang buahnya

mencapai lebih dari 50 mm (Tabel 5) dengan tebal daging buah mencapai lebih

dari 4.5 mm (Tabel 5). Buah-buah berukuran besar juga umumnya memiliki

waktu panen yang kurang genjah dibanding buah tomat berukuran kecil.

Genotipe yang berbuah besar juga biasanya memiliki jumlah buah yang sedikit,

karena aliran fotosintat difokuskan pada pembesaran ukuran buah.

Karakter diameter buah memiliki nilai korelasi positif 0.9 terhadap karakter

bobot per buah dan 0.40 terhadap karakter produktivitas (Tabel 7). Diameter

buah diduga merupakan salah satu komponen hasil yang penting dalam proses

seleksi untuk menghasilkan tomat yang produktivitasnya tinggi. Seperti halnya

panjang buah, diameter buah juga mempengaruhi ketebalan daging buah seperti

yang diperlihatkan pada nilai koefisien korelasi (Tabel 7).

Hasil analisis korelasi menunjukkan karakter tebal daging buah memiliki

korelasi dengan semua karakter yang diamati kecuali pada karakter kandungan

PTT (Tabel 7). Karakter tebal daging buah merupakan salah satu komponen hasil

yang penting karena memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.7 dengan

karakter bobot per buah. Karakter bobot per buah juga sangat dipengaruhi oleh

karakter panjang buah dan diameter buah dengan koefisien korelasi yang positif

yaitu sebesar 0.9 (Tabel 7). Karakter kekerasan buah nyata berkorelasi negatif

dengan karakter ketebalan daging buah (Tabel 7). Menurut Prihadi (1993) tidak

terdapat hubungan yang jelas antara kekerasan dan tebal daging buah, buah tebal

tidak menjamin keras. Kekerasan dipengaruhi oleh kondisi kulit epidermis yang

tidak sama tingkat keliatannya pada masing-masing genotipe.

Heritabilitas Arti Luas

Keragaman yang diamati pada suatu karakter harus dapat dibedakan karena

faktor lingkungan atau faktor genetik. Heritabilitas merupakan suatu parameter

untuk mengukur besarnya keragaman fenotipe yang dapat diwariskan antar

kerabat (Syukur et al. 2012). Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas

arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas merupakan rasio

ragam genotipe dengan ragam fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit

merupakan rasio antara ragam aditif dengan ragam fenotipe.

Tabel 8 menunjukkan nilai heritabilitas berbagai karakter yang diamati.

Nilai heritabilitas tertinggi yaitu 95 % pada karakter umur panen, sedangkan

yang terendah yaitu 66.17 % pada karakter asam tertitrasi total. Nilai heritabilitas

menunjukan faktor lingkungan, genetik atau interaksi dari kedua faktor tersebut

yang berpengaruh terhadap suatu variabel (Asmara et al. 2011). Menurut Syukur

et al. (2012) nilai heritabilitas dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu

rendah (<20 %), sedang (20-50 %) dan tinggi (>50 %). Nilai heritabilitas pada

25

Tabel 8 tersebut memperlihatkan bahwa semua karakter heritabilitasnya masuk

ke dalam kategori tinggi. Tingginya nilai heritabilitas pada semua karakter

menunjukkan bahwa lingkungan berpengaruh sedikit terhadap keragaan tanaman

di lapang. Rendahnya pengaruh lingkungan dapat disebabkan karena semua

genotipe ditanam di satu lokasi yang sama (homogen). Heritabilitas yang tinggi

pada karakter komponen hasil dan hasil juga menunjukkan dimungkinkannya

seleksi langsung pada generasi ini.

Tabel 8 Nilai duga heritabilitas pada 12 genotipe tomat dan varietas pembandinga

Karakter σ2

g σ2

p h2

bs (%)

Kekerasan buah 0.01 0.01 68.68

Padatan terlarut total 0.24 0.3 75.15

Panjang tangkai daun 0.25 0.32 79.44

Jumlah buah per tandan 0.41 0.62 66.65

Tebal daging buah 0.49 0.6 83.81

Umur berbunga 9 9.99 87.90 Lama pengisian buah 10 12.2 84.30

Lebar daun 16 18.7 84.36

Panjang daun 24 26.4 91.58

Umur panen 29 30.9 95.00

Produktivitas 23 32.78 69.79

Jumlah tandan per tanaman 43 50.78 84.77

Panjang buah 49 53.9 91.66

Diameter buah 62 66.3 93.79

Tinggi tanaman 108 138 77.90

Vitamin C 161 179.8 89.50

Asam tertitrasi total 177 267.88 66.17

Bobot per buah 355 381.4 92.99

Jumlah buah per tanaman 441 537 82.20

Bobot buah per tanaman 62333 83787 74.40

a σ

2g = ragam genotipe, σ

2p = ragam fenotipe, h

2bs = heritabilitas arti luas (σ

2g/σ

2p)

Analisis Kluster

Kekerabatan antar genotipe dapat dilihat berdasarkan pengamatan karakter

tanaman yang kemudian diberi skor untuk dianalisis. Kedekatan kekerabatan

dianalisis menggunakan dendrogram. Kesamaan karakter yang dimiliki oleh

beberapa genotipe tomat yang diuji dapat menunjukkan kedekatan dalam

hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh genotipe-genotipe tersebut (Gambar

14).

Hasil analisis kluster menunjukkan bahwa pada tingkat kemiripan 89 %

terbentuk VII kluster. Kluster I terdiri atas genotipe IPB T43-6-8 yang dicirikan

oleh bentuk buah agak lonjong dengan bobot per buah yang lebih kecil dibanding

genotipe pada kluster II. Genotipe pada kluster II terdiri atas Ratna dan IPB T78-

10. Genotipe yang tergabung dalam kluster II dicirikan dengan karakter bentuk

buah yang lonjong, bobot per buah yang besar serta umur panen yang lebih

dalam dibandingkan dengan kluster yang lainnya. Kluster III terdiri atas satu

26

genotipe yaitu IPB T8-5, yang memiliki ciri umur panen tergolong genjah

dengan bentuk buah bulat dan bobot buahnya sedikit dibawah genotipe pada

kluster V. Kluster IV terdiri atas genotipe IPB T34-7-1, Karina, IPB T57-3, dan

IPB T60-2-2. Kluster IV dicirikan dengan bentuk buah bulat dan berukuran

sedang. Kluster V terdiri atas tiga genotipe yaitu Intan, IPB T65-6 serta IPB T64-

2-3. Ciri khusus genotipe pada kluster V yaitu bentuk buah bulat, berukuran

besar serta memiliki bobot buah yang lebih besar dibandingkan genotipe pada

kluster lainnya. Kluster VI terdiri atas dua genotipe yaitu IPB T3-8-3 dan IPB

T30-4-3. Genotipe pada kluster VI memiliki ciri umur panen genjah, bentuk buah

bulat dengan ukuran buah lebih besar dari genotipe pada kluster VII tetapi

tergolong kecil bila dibandingkan dengan genotipe pada kluster lainnya. Kluster

VII terdiri atas genotipe IPB T33-1-3 dan IPB T53-3-1. Genotipe pada kluster

VII memiliki ciri bentuk buah kecil, umur panen genjah, warna daun keperakan,

jumlah buah pertanaman paling banyak serta memiliki tinggi tanaman yang

tergolong paling rendah bila dibandingkan genotipe pada kluster lainnya.

Tingkat Ketidakmiripan (%)

C A S E 0 5 10 15 20 25

Label Num +---------+---------+---------+---------+---------+

T3313 1 ─┬─────────────────────┐

T5331 12 ─┘ ├─────────────────────────┐

T383 5 ───────────┬───────────┘ │

T3043 8 ───────────┘ │

T6423 6 ─────┬───────┐ │

T656 7 ─────┘ ├───────────┐ │

INTAN 13 ─────────────┘ │ │

T3471 3 ─────┬─┐ ├─────────────────┐ │

KARIN 14 ─────┘ ├───┐ │ │ │

T573 2 ───────┘ ├─────────┐ │ │ │

T6022 9 ───────────┘ ├───┘ ├─────┘

T85 10 ─────────────────────┘ │

T7810 4 ───────────────────┬─────┐ │

RATNA 15 ───────────────────┘ ├─────────────────┘

T4368 11 ─────────────────────────┘

Gambar 14 Dendogram hubungan kekerabatan 15 genotipe tomat

berdasarkan data morfologi tanaman dan buah.

Pengklusteran individu berdasarkan karakter morfologi telah membawa

banyak manfaat dalam kegiatan pemuliaan tanaman, khususnya dalam melihat

variasi plasma nutfah dan hubungan antar genotipe atau aksesi dari koleksi

plasma nutfah (Tresniawati dan Randriani 2008). Hubungan kekerabatan seperti

yang telah diuraikan tersebut merupakan hubungan kekerabatan berdasarkan

karakter fenotipe sehingga besar kemungkinan faktor lingkungan ikut berperan.

6

7

5

1

2

3

4

27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Genotipe berpengaruh nyata terhadap keseluruhan karakter yang diamati.

Genotipe IPB T65-6 dan IPB T64-2-3 memiliki panjang buah, diameter buah,

tebal daging buah, kandungan zat terlarut, kandungan vitamin C, serta bobot per

buah yang sama baiknya dengan varietas pembanding. Umur panen IPB T65-6

lebih genjah daripada varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 yang ditanam di

dataran rendah Bogor mempunyai daya hasil yang sama tingginya dengan Ratna

dan Karina sebagai varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 mempunyai daya

hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Intan. Semua genotipe yang di

uji mempunyai daya hasil yang sama tingginya secara statistik bila dibandingkan

dengan varietas pembanding Intan.

Heritabilitas (tinggi) pada karakter yang diamati menunjukkan bahwa

faktor genetik lebih berperan dalam menentukan fenotipe tanaman. Keseluruhan

genotipe mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dicirikan dengan

terbentuknya tujuh kluster pada jarak ketidakmiripan 11 %. Faktor komponen

hasil nyata berkorelasi positif dengan produktivitas. Semua genotipe beradaptasi

cukup baik di dataran rendah Bogor.

Saran

Perlu dilakukan uji multilokasi pada galur harapan tersebut untuk

mengetahui kestabilannya, terutama yang berkaitan dengan daya hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Aguswardhono JS. 1999. Penilaian beberapa nomor seleksi tomat (Lycopersicon

esculentum Mill.) terhadap daya hasil dan ketahanan penyakit layu

bakteri di kebun percobaan IPB, Tajur. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Asmara PES, Ambarwati E, Purwantoro A. 2011 Mei. Uji daya hasil tomat

(Lycopersicon esculentum Mill.). Mediagama, siap terbit.

Baihaki A, Stucker RE, Lambert JW. 1976. Association of genotype x

environment interactions with performance level of soybean line in

preliminary yield ests. Crop Sci. J. 16:718-721.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi sayuran nasional.[internet].

[diunduh 2013 Juli 19]. Tersedia pada: http// bps.go.id/ tab_sub/

view.php? kat=3& tabel=1& daftar=1&id-subyek=55&notab.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data Iklim.

Bogor (ID):BMKG Pr.

[DPH] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2012. Daftar Varietas Hortikultura.

Jakarta (ID): DPH Pr.

28

[Dirjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. Volume produksi, impor, dan

ekspor sayuran.[internet].[diunduh 2013 September 08]. Tersedia pada:

http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=art

icle&id=337:volume-impor-a-ekspor-sayuran-th-2012&catid=57:ekspor-

impor&Itemid=686.

Faruq G, Zakaria HP, Arash N. 2012. Heat tolerance in tomato. Life Sci. J.

9(4):1936-1950.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian.

Syamsudin E, Baharsyah JS, penerjemah. Jakarta (ID):UI Pr. Terjemahan

dari: Statistical prosedures for agricultural research.

Hidayati N, Dermawan R. 2012. Tomat Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

[IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 2012. Descriptors for

Tomato (Lycopersicon spp). Roma (Italia):IPGRI Pr.

Jones JB. 2007. Tomato Plant Culture In The Field, Greenhouse, and Home

Garden. New York (USA): CRC Press.

Kasno A. 1992. Pemuliaan tanaman kacang-kacangan. Di dalam: Kasno A, M

Dahlan, Hasnam, editor. Pemuliaan Tanaman Menunjang

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Simposium Pemuliaan

Tanaman I; 1991 Agustus 27-28; Malang, Indonesia. Malang (ID):

PPTI. hlm 39-69.

Khasanah U. 2013. Evaluasi karakter dan daya hasil beberapa genotipe tomat

(Lycopersicon esculentum Mill.) di kebun percobaan IPB Tajur, Bogor.

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kusandryani Y, Luthfy, Gunawan. 2005. Karakterisasi dan deskripsi plasma

nutfah tomat. Bul. Plasma Nutfah 11(2):55-59.

Lee SK, Kader AA. 2000. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin

C content of horticultural crops. Postharvbio Tech. 20(2000):207–220.

Maboko MM. 2006. Growth, Yield and Quality of Tomatoes (Lycopersicon

esculentum Mill.) and Lettuce (Lactuca sativa L.) as Affected by Gel-

Polymer Soil Amendment and Irrigation Management. [Dissertation].

Pretoria (South Africa). University of Pretoria

Makmur A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): PT. Rineka

Cipta.

Maskar, Gafur S. 2006. Budidaya Tomat. [internet]. [diunduh 20 Maret 2012].

Tersedia pada:http: // pfi3pdata. litbang. deptan. go. id/ dokumen/ one/

34/ file/ 06-budidaya-tomat.pdf.

Murti RH, Ambarwati E, Supriyanta. 2000. Genetika sifat komponen hasil

tanaman tomat. Mediagama 2(2): 58-64.

Naika S, J. van Lidt de Jeude, M. de Goffau, M. Hilmi, B. van Dam. 2005.

Cultivation of Tomato. Wageningen: Didigrafi.

Nicola S, Tibaldi G, Fontana E. 2009. Tomato production systems and their

application to the tropics. Acta Horticulturae 821: 27-33

Passam HC, Karapanos IC, Bebeli, PJ and Savvas. D 2007. A review of recent

research on tomato nutrition, breeding and post-harvest technology with

reference to fruit quality. J of Plant Science and Biotechnology 1(1):1-

21.

Peralta IE, Knapp S, and Spooner DM . 2006. Report of the tomato genetics

cooperative. TGC REPORT 56:1-12.

29

Peterson DG, Price HJ, Johnston JS, and Stack SM. 1996. DNA content of

heterochromatin and euchromatin in tomato (Lycopersicon esculentum)

pachytene chromosomes. Genome 39:77-82.

Pratiwi GC. 2012. Kajian penggunaan kemasan karton dan peti kayu terhadap

mutu buah tomat dalam transportasi darat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Prihadi T. 1993. Uji daya hasil dan penilaian kualitas tomat didataran rendah.

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purwati E, Jaya B, HP Anggoro, Sahat S. 2001. Tiga varietas unggul baru tomat

dataran rendah. J. Hort 2(1): 71-75.

Purwati E. 2009. Daya hasil tomat hibrida (F1) di dataran medium. J. Hort

19(2):125-130.

[PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2013. Daftar pendaftaran varietas

hasil pemuliaan tahun 2006 - maret 2013. [diunduh 2013 September 11].

Tersedia pada: http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/files/vhp-2013.pdf.

Saragih WC. 2008. Respon pertumbuhan dan produksi tomat (Solanum

licopersicum Mill.) terhadap pemberian pupuk phospat dan berbagai

bahan organik. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Setiawati W, Murtiningsih R, Handayani T, Sopha GA. 2007. Katalog Teknologi

Inovatif Sayuran. Bandung (ID): DIPA Balitsa.

Soedomo PRd. 2012. Uji daya hasil lanjutan tomat hibrida di dataran tinggi Jawa

Timur. J. Hort. 22(1):8-13.

Sugistiawati. 2013. Studi penggunaan oksiadator etilen dalam penyimpanan

pascapanen pisang raja bulu (Musa sp. AAB Group).[skripsi]. Bogor

(ID). Institut Pertanian Bogor.

Suryadi, Luthfy, Yenni K, Gunawan. 2004. Karakterisasi koleksi plasma nutfah

tomat lokal dan introduksi. Bul. Plasma Nutfah. 10(2):72-76.

Sutapradja H. 2008. Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat kultivar intan dan

mutiara pada berbagai jenis tanah. J. Hort.18(2):160-164.

Syukur M, Sujiprihati S, Yuniarti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta

(ID). Penebar swadaya.

Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan prosedur statistika. Sumantri B,

penerjemah. Jakarta (ID):PT Gramedia. Terjemahan dari: Principles and

prosedures of statistics.

Tresniawati C, Randriani E. 2008. Uji kekerabatan koleksi plasma nutfah

makadamia (Macadamia integrifolia Maiden & Brtche) di kebun

percobaan Manoko, Lembang, Jawa Barat. Bul. RISTRI 1(1):25-31.

[UPOV] International Union For The Protection Of New Varieties Of Plants.

2011. Tomato Guidelines For The Conduct Of Tests For Distinctness,

Uniformity and Stability. Geneva (Swiss):UPOV Pr.

Wijayani A, Widodo W. 2005. Usaha meningkatkan beberapa varietas tomat

dengan sistem budidaya hidroponik. JIPI 12(1):77-83.

Wijonarko. 1990. Pengetahuan Praktis Tomat. Jakarta (ID): CV Yasaguna.

Yana. 2002. Pengaruh aplikasi CaCl2, MgCl2, dan SrCl2 prapanen terhadap

kualitas dan daya simpan buah tomat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

30

Zainal A, Anwar A, Khairul U, Sudarsono. 2008. Distribution of Clavibacter

michiganensis subsp. Michiganensis in various tomato production

centers in Sumatra and Java. Microbiology 2(2):63-68.

Zdrakovic J, Pavlovic N, Girek Z, Brdr-Jokanovik M, Savic D, Zdrakovic M,

Cvikic D. 2011. Generation mean analysis of yield components and yield

in tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Pak. J. Bot 43(3):1575-1580.

31

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data iklim

Lokasi : Stasiun Katulampa Bogor

Lintang : 06o36’2.2” LS

Bujur : 106 o48’20.7” BT

Elevasi : 361 m (dpl)

Tabel Lampiran 1 Data iklim stasiun Katulampa, Bogora

Bulan Curah hujan

(mm bulan-1

)

Suhu

(oC)

Kelembaban

(%)

Januari 2013 562 25.1 88

Februari 2013 344 25.8 85

Maret 2013 348 26.2 84

April 2013 322 26.4 85

aSumber: BMKG Bogor 2013

Lampiran 2 Deskripsi genotipe

Tabel Lampiran 2 Deskripsi genotipe kluster I

Karakteristik IPB T43-6-8

Tinggi tanaman (cm) 94.73

Bobot per buah (g) 52

Ukuran buah (mm) 46 x 44

Bentuk buah Elliptic

Jumlah buah per tandan 6

Jumlah tandan per tanaman 22

Umur panen (HST) 56

Tabel Lampiran 3 Deskripsi genotipe kluster II

Karakteristik Ratna IPB T78-10

Tinggi tanaman (cm) 113.45 89.82

Bobot per buah (g) 58 52

Ukuran buah (mm) 54 x 42 53 x 42

Bentuk buah Cyllindric Cordate

Jumlah buah per tandan 6 6

Jumlah tandan per tanaman 17 12

Umur panen (HST) 66 58

32

Tabel Lampiran 4 Deskripsi genotipe kluster III

Karakteristik IPB T8-5

Tinggi tanaman (cm) 81.13

Bobot per buah (g) 56

Ukuran buah (mm) 47 x 46

Bentuk buah Oblate

Jumlah buah per tandan 5

Jumlah tandan per tanaman 18

Umur panen (HST) 48

Tabel Lampiran 5 Deskripsi genotipe kluster IV

Karakteristik IPB T60-2-2 Karina IPB T34-7-10 IPB T57-3

Tinggi tanaman (cm) 81.3 78.2 95.97 76.92

Bobot per buah (g) 32 43 30 27

Ukuran buah (mm) 38 x 40 42 x 41 40 x 38 40 x 40

Bentuk buah Circular Oblate Oblate Oblate

Jumlah buah per tandan 7 6 7 6

Jumlah tandan per tanaman 19 21 25 24

Umur panen (HST) 54 60 59 58

Tabel Lampiran 6 Deskripsi genotipe kluster V

Karakteristik Intan IPB T65-6 IPB T64-2-3

Tinggi tanaman (cm) 91.55 105.7 108.25

Bobot per buah (g) 67 67 57

Ukuran buah (mm) 49 x 52 49 x 48 48 x 47

Bentuk buah Oblate Oblate Oblate

Jumlah buah per tandan 5 4 6

Jumlah tandan per tanaman 16 20 17

Umur panen (HST) 58 52 56

Tabel Lampiran 7 Deskripsi genotipe kluster VI

Karakteristik IPB T3-8-3 IPB T30-4-3

Tinggi tanaman (cm) 83 78.7

Bobot per buah (g) 20 18

Ukuran buah (mm) 34 x 28 36 x 33

Bentuk buah Circular Oblate

Jumlah buah per tandan 7 6

Jumlah tandan per tanaman 28 27

Umur panen (HST) 50 48

33

Tabel Lampiran 8 Deskripsi genotipe kluster VII

Karakteristik IPB T53-3-1 IPB T33-1-3

Tinggi tanaman (cm) 82.27 81.94

Bobot per buah (g) 12.6 13.3

Ukuran buah (mm) 31 x 24 33 x 28

Bentuk buah Circular Circular

Jumlah buah per tandan 6 6

Jumlah tandan per tanaman 41 32

Umur panen (HST) 49 52

Lampiran 3 Kejadian penyakit

Tabel Lampiran 9 Persentase kejadian penyakit pada populasi tanaman tomat

Genotipe Clavibacter (%) Tungau(%)

IPB T78-10 0 26.7

IPB T65-6 0 21.7

IPB T53-3-1 0 16.7

IPB T3-8-3 1.7 38.3

IPB T57-3 3.3 45.0

IPB T64-2-3 3.3 41.7

RATNA 3.3 60

IPB T33-1-3 5 30

IPB T30-4-3 5 40

KARINA 5 43.3

INTAN 6.7 11.7

IPB T8-5 8.3 6.67

IPB T60-2-2 10 41.7

IPB T34-7-10 11.7 43.3

IPB T43-6-8 15 16.7

34

Lampiran 4 Pengamatan kualitatif

Tabel Lampiran 10 Karakter kualitatif I 15 genotipe tomat

Tabel Lampiran 11 Karakter kualitatif II 15 genotipe tomat

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 12 bulan April tahun 1990 dan

diberi nama Leni Hikmah Apriyanti. Penulis merupakan anak terakhir dari

bapak Muhammad Ali (Alm) dan Ibu Safa’ah. Penulis menyelesaikan sekolah

menengah pertama di SMP Negeri 13 Cirebon pada tahun 2002-2005 kemudian

sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Cirebon pada tahun 2005-2008 dan

diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2009 departemen Agronomi

dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di Institut

Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA

Cirebon) tahun 2010-2011. Penulis merupakan penerima beasiswa peningkatan

prestasi akademik (PPA) tahun 2009-2013, dan penerima Anugerah Jurnalistik

dan Penulis Muda Pertanian 2012 melalui penulisan artikel pertanian kategori

mahasiswa yang diadakan oleh Kementerian Pertanian tahun 2012.