80

Click here to load reader

dasar2 ilmu sastra

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hanya sebuah tulisan rintisan khusus untuk pelajar sastra tingkat mula.

Citation preview

Page 1: dasar2 ilmu sastra

MENGENAL DASAR-DASAR ILMU SASTRA

Penulis:

Wawan Setiawan

Kata Pengantar

Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Oleh karena itu, mempelajari sastra

merupakan bentuk penghargaan terhadap kebudayaan itu sendiri. Namun sastra seringkali

menjadi begitu asing bagi kita. Hal itu terutama disebabkan ketidaktahuan kita terhadap apa

sebenarnya sastra.

Buku ini mengajak kita sedikit mengetahui sastra yang paling mendasar. Pertanyaan

sederhana yang berusaha diurai-jawab pada buku ini adalah apakah sastra itu, apa saja

bentuk-bentuk sastra, dan bagaimana sastra pada masa lalu serta masa kini.

Secara garis besar buku ini membahas tiga jenis atau genre sastra yang utama, yaitu

puisi, prosa, dan drama. Selain itu, buku ini juga mencoba menguraikan perbedaan antara

sastra tulis yang biasa kita baca saat ini dan sastra lisan yang sebenarnya masih sering kita

saksikan dan kita dengar.

Penyusun sadar betul akan keterbatasan dan kekurangan penulisan buku ini. Oleh karena

itu kritik dan saran sangat diharapkan. Adapun sedikit materi yang terkandung di dalam buku

ini semoga menjadi manfaat bagi pembelajaran sastra.

Februari 2010,

Penyusun

Page 2: dasar2 ilmu sastra

BAB 1

PENGERTIAN SASTRA

A. Apa itu Sastra?

Sejak dulu definisi sastra selalu menjadi perbincangan yang hamper tidak

berkesudahan. Para ahli sastra sendiri tidak memberikan batasan yang jelas mengenai definisi

sastra. Namun demikian, berdasarkan fakta-fakta dan kecenderungan yang ada selama ini,

dapatlah dirangkum beberapa pengertian tentang apa itu sastra.

Secara sempit, sastra dapat diartikan sebagai seni yang berbentu karya tulis. Secara

harfiah, kata tersebut berasal dari kata bahasa latin (littera yang kemudian diserap pula

menjadi literature, yang artinya sesuatu yang tertulis). Pengertian ini jelas membatasi bahwa

sastra adalah karya seni yang berbentuk tulisan.

Pengertian tersebut agaknya terlalu sempit, apalagi jika kita mengingat keragaman

bangsa Indonesia yang sangat kuat dan kaya akan ragam tradisi lisan. Di antara tradisi lisan

itu, terutama ada bentuk-bentuk puisi rakyat, mantra, pantun, dongeng, mitos dan legenda

dapat pula dikategorikan sebagai sastra. Sebagai perluasanatas definisi sastra sebagai karya

seni yang tertulis muncullah istilah sastra lisan yang seakan-akan menjadi dunia sastra yang

terpisah dari budaya literer atau tertulis.

Istilah Bahasa Jerman “Wort kunst” dapat pula menjadi alternative dalam

mendefinisikan sastra. Secara harfiah, kata tersebut dapat diartikan sebagai karya seni yang

menggunakan kata-kata atau bahasa. Dengan demikian, pengertian ini dapat mencakup karya-

karya yang selama ini dianggap sastra, baik yang tertulis, maupun yang lisan/dilisankan atau

dituturkan.

Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana kita membedakan mana-

mana saja karya yang termasuk sastra dan mana-mana saja karya yang bukan

sastra/nonsastra. Untuk menjawab pertanyaan ini tidak hanya diperlukan dugaan-dugaan yang

tepat, akan tetapi diperlukan juga pengalaman dan penghayatan yang memadai terhadap

bentuk-bentuk karya yang kita temukan. Sebagai contoh sederhana adalah bagaimana kita

bisamembedakan buku novel dengan buku pelajaran sejarah atau geografi? Meskipun kita

mengetahui dengan jelas perbedaan kedua “karya” tersebut, namun terkadang kita sulit

memaparkan berbedaan di antara keduanya. Kita sering kesulitan menjelaskan perbedaan di

antara keduanya terutama jika lagi-lagi tersandung dengan batasan atau definisi.

Page 3: dasar2 ilmu sastra

Sebagai sedikit pemarkahan saja, sastra sering juga diartikan sebagai karya rekaan.

Artinya sastra adalah karya yang dihasilkan dengan sebuah perenungan/kontemplasi dan

diolah dengan diksi, ragam bahasa tertentu sehingga menimbulkan nilai rasa dan

subjektivitas. Supaya lebih jelas, perhatikan dua ragam teks di bawah ini.

Teks 1

Puncak Banjir Jakarta Bulan Januari 2010

Kamis, 19 November 2009 | 07:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia memprediksi

bencana banjir di Jakarta akan datang lebih cepat, yaitu Januari 2010. Dengan kondisi Proyek

Banjir Kanal Timur yang belum selesai, buruknya saluran drainase, masalah kerusakan di 13

aliran sungai, dan musim hujan yang mencapai puncaknya pada bulan itu, banjir diperkirakan

lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

”Banjir diperkirakan makin besar karena berbarengan dengan datangnya banjir air

pasang laut atau rob. Banjir terus terjadi karena negara salah urus dalam mengelola sumber

daya dan penataan ruang,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Ubaidillah, Rabu (18/11).

Walhi secara spesifik mengkritik kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di bawah

kepemimpinan Fauzi Bowo, tidak juga ada kebijakan yang mampu mempercepat akselerasi

program penanggulangan banjir.

Banjir kian menghantui warga Jakarta, setelah Fauzi Bowo sendiri, Selasa,

mengingatkan warga yang tinggal di dekat Kali Pesanggrahan agar waspada.

Dengan banyak fakta yang mengkhawatirkan itu, Walhi mendesak pemerintah

bertindak cepat dan tepat. Walhi juga meminta masyarakat Jakarta kembali bersiap

menghadapi banjir.

Secara terpisah, Pemerintah Kota Jakarta Timur mengimbau pelaksana Proyek BKT

menjaga kebersihan jalan yang dilewati truk-truk proyek yang mengangkut tanah galian.

”Saya sudah menerima banyak keluhan warga tentang tanah yang berceceran di jalan itu,”

ujarnya. (NEL/WIN)

Page 4: dasar2 ilmu sastra

Teks 2

Banjir, Tangis Kotaku

Banjir lagi kotaku

Keriput kulitmu dihempas batu-batu

Disumbat serakahnya pembangunan

Meluap lagi lautku

Tak tertahan mengoyak pilar-pilar gedung tinggi

Mengeruk jalan-jalan penghidupan

Luber lagi sungaiku

Melibas gubuk-buguk liar

Merampas waktu bermain anak-anak jalanan

Bersiaplah rakyatku! Bersiaplah rakyatku!

Teriak para penguasa

Sedang banjir tak kunjung surut

Bersedia rakyatku! Bersedia rakyatku!

Teriak lagi para penguasa

Sedang sungai masih tersumbat

Setelah membaca kedua teks tersebut, cobalah membuat jawaban sendiri atas pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini.

1. Apakah ada perbedaan teks 1 dengan teks 2?

2. Apa sajakah perbedaaan teks 1 dengan teks 2?

Menjawab pertanyaan nomor satu tentu saja mudah. Hanya ada dua kemungkinan jawaban,

yaitu ya, atau tidak. Tetapi kita dituntut untuk menjelaskan jawaban untuk pertanyaan yang

kedua.

Page 5: dasar2 ilmu sastra

Untuk menjawab pertanyaan yang kedua itu ada beberapa sudut pandang yang bias

kita amati, di antaranya sebagai berikut.

Ragam bahasanya,

Bentuk penulisannya,

Alur penyajiannya,

Nilai rasanya,

Pesan yang disampaikannya, dan

Tipografi penulisannya.

Nah, sekarang kamu dapat menyimpulkan sendiri perbedaan teks 1 dengan teks 2.

Jadi, cobalah simpulkan sendiri mana teks yang merupakan teks sastra, dan mana yang

bukan. Selanjutnya, simpulkan juga apa saja ciri-ciri atau karakterisitik dari teks sastra.

B. Sejak Kapan Sastra Ada?

Sejak kapan sastra itu ada? Mengingat bahan-bahan sastra adalah bahasa, maka pertanyaan

tersebut dapat dijawab dengan sederhana; “sastra itu ada sejak manusia mengenal dan

menggunakan bahasa”. Namun, dalam sejarah, kita sering kali dihadapkan pada pemisahan

antara karya yang biasa-biasa saja dan mudah dilupakan orang dan karya besar yang

fenomenal. Dalam kaitannya dengan sejarah sastra, maka karya yang fenomenal inilah yang

sering menjadi patokan dan menjadi catatan sejarah sastra.

Salah satu karya sastra yang dikenal adalah Epos Gilgames dari bangsa Sumeria,

Homer (dalam Iliad dan Odyssey), dan epos India Ramayana dan Mahabharata, yang

berkaitan dengan tema-tema kepahlawanan, persahabatan, kehilangan, dan pencarian hidup

yang kekal. Periode sejarah yang berbeda telah menekankan berbagai karakteristik sastra.

Karya sastra pada awalnya memiliki muatan ajaran, sejarah, dan pendidikan dan dibuat

dengan tujuan didaktik. Pada perkembangan selanjutnya, sastra dianggap lebih bermuatan

simbolis atau psikologis yang membentuk wawasan dalam penggambaran dan pengembangan

karakter.

Page 6: dasar2 ilmu sastra

BAB II

PUISI

A. Apa Itu Puisi?

Puisi adalah karya yang sejak dulu telah benar-benar dianggap sebagai karya sastra yang

sejati. Dibandingkan dengan prosa dan drama, puisi telah lebih dulu ada dan dianggap karya

sastra sesungguhnya. Sebagai pendahuluan, bacalah teks berjudul puisi di bawah ini.

PuisiKarya Dodong Djiwapradja : 1968

Kun fayakunsaat penciptaan kedua adalah puisitertimba dari kehidupan yang kau tangisi

bumi yang kau diami, laut yang kau layari adalah puisi

udara yang kauhirupi, air yang kautegukiadalah puisi

kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduliadalah puisi

gubuk yang kauratapi, gedung yang kautinggaliadalah puisi

katakanlah: sajak

puisi adalah manisanyang terbuat dari butir-butir kepahitan

puisi adalah gedung yang megahyang terbuat dari butir hati yang gelisah.

(Laut Biru Langit Biru: 1977)

Dilihat dari sifatnya, puisi merupakan karya rekaan yang bersifat monolog. Artinya,

dalam puisi pada umumnya tidak ada bentuk-bentuk narasi seperti dialog antar tokoh,

pemaparan panjang seperti deskripsi dan narasi. Sementara itu, jika dilihat dari bentuknya,

puisi juga dapat dibedakan dengan karya lain terutama prosa. prosa biasanya dibangun oleh

paragraf-paragraf dan ujaran tokoh sedangkan puisi berbentuk bait-bait atau ayat.

Page 7: dasar2 ilmu sastra

Puisi sangat mengandalkan pencitraan, pilihan kata yang tepat, dan metafora. Puisi

pada umumnya mengungkap suatu ide atau gagasan umum dan luas dengan ungkapan yang

singkat dan simbolik. Di sisi lain, prosa biasanya mengungkapkan sebuah ide yang spesifik

dengan uraian yang panjang.

Ada kalanya puisi diubah bentuknya menjadi prosa. Pengubahan puisi menjadi prosa

sering disebut parafrase. Jadi,mengubah bentuk puisi ke dalam paragraf disebut juga

memparafrasekan puisi. Perhatikan contoh berikut.

teks 1: puisi

Situ GintungAyat Rohaedi (1967)

Di danau inianak-anak alambeterjunan dan berkejaransepuas hati

di danau inigerak-gerak alamberkejarandan bersahutanseindah puisi

di danau inigema suara alambersahutandan bersalamandalam hatiku

(Laut Biru Langit Biru: 1977)

Perhatikan perbedaan puisi pada teks 1 dengan bentuk prosanya sebagai sebgau parafrase pada teks 2 berikut ini.Tek 2: Parafrase

Situ GintungDi danau ini, anak-anak yang tinggal di sekitarnya sering bermain, bekejaran di

pinggir danau. Kadang-kadang mereka terjun ke danau dan berenang bersama-sama. Mereka merasa puas hati saat bermain di sana.

Page 8: dasar2 ilmu sastra

Di sekitar danau yang indah itu angin bertiup sepoi-sepoi. Pohon-pohon bergerak dan daunnya bergerisik seindah puisi.

Keindahan alam di sekitar Situ Gintung ini selalu kuingat di dalam hati.

B. Jenis-Jenis Puisi

Menurut zamannya dan karakteristiknya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.

1. Puisi Lama

Ciri-ciri puisi lama:

Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.

Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.

Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata

maupun rima.

Yang termasuk puisi lama adalah:

a. Mantra

Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Mantra tidak

memiliki pola yang tetap, tetapi jika dilihat dari penggunaan bahasanya, mantra

sangat unik karena sering membawa simbol-simbol, ucapan dalam keagamaan dan

ditujukan untuk tujuan tertentu.

Ccontoh mantra:

Pengasihan

Assalammu’alaikum putri satulung besar

Yang beralun berilir simayang

Mari kecil, kemari

Aku menyanggul rambutmu

Aku membawa sadap gading

Akan membasuh mukamu

b. Pantun

Pantun adalah puisi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris,

tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata,

Page 9: dasar2 ilmu sastra

2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.

Contoh pantun:

1) pantun anak,

Lurus jalan ke Payakumbuh,

Kayu jati bertimbal jalan

Di mana hati tak kan rusuh,

Ibu mati bapak berjalan

2) muda-mudi,

Burung merbuk membuat sarang,

Anak enggang meniti di paya;

Tembaga buruk di mata orang,

Intan berkarang di hati saya.

3) agama/nasihat,

Letak bunga di atas dulang,

Sisipkan daun hiasan tepinya;

Banyak berdoa selepas sembahyang,

Mohon diampun dosa di dunia.

4) teka-teki, jenaka.

Orang Rengat menanam betik,

Betik disiram air berlinang;

Hilang semangat penghulu itik,

Melihat ayam lomba berenang

c. Karmina

Karmina disebt juga pantun kilat. Bentuknya seperti pantun tetapi pendek. Karmina

hanya terdiri atas dua baris, baris pertama merupakan sampiran, dan baris kedua

merupakan isi.

Contoh karmina:

Dahulu parang, sekarang besi

Dahulu sayang sekarang benci

Page 10: dasar2 ilmu sastra

d. Gurindam

Guurindam adalah puisi yang terdiri ata 2 baris dalamsatu bait. Gurindam bersajak a-a

dan berisi nasihat.

Contoh gurindam:

Kurang pikir kurang siasat

Tentu dirimu akan tersesat

Barang siapa tinggalkan sembahyang

Bagai rumah tiada bertiang

Jika suami tiada berhati lurus

Istri pun kelak menjadi kurus

e. Syair

Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-

a-a-a, berisi nasihat atau cerita. Syair tidak sama dengan pantun karena semua baris

dalam syair adalah isi karena syair tidak memiliki sampiran.

Contoh syair:

Pada zaman dahulu kala

Tersebutlah sebuah cerita

Sebuah negeri yang aman sentosa

Dipimpin sang raja nan bijaksana

f. Talibun

Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.

Ciri-ciri talibun adalah sebagai berikut.

Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan

seterusnya.

Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.

Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.

Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.

Jika terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d.

Contoh talibun

Page 11: dasar2 ilmu sastra

Kalau anak pergi ke pekan

Yu beli belanak pun beli sampiran

Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan

Ibu cari sanak pun cari isi

Induk semang cari dahulu

2. Puisi Baru

Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku

kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:

a. Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.

Balada Terbunuhnya Atmo Karpo

WS. Rendra

Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi

bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya

di pucuk-pucuk para

mengepit kuat-kuat lutut penungang perampok

yang diburu

surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang

Segenap warga desa mengepung hutan tu

dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo

mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang

berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.

Satu demi satu yang maju tersadap darahnya

penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka

- Nyawamu baran pasar, hai orang-orang bebal!

Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa

Page 12: dasar2 ilmu sastra

Majulah Joko Pandan! Di mana ia?

Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang

Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang

- Joko Pandan! Di mana ia?

Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Bedah perutnya tapi masih setan ia!

menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala

- Joko Pandan! Di mana ia?

Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan

segala menyibak bagi derapnya kuda hitam

ridla dada bagi derunya dendam yang tiba

Pada langkah pertama keduanya sama baja

Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo

Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka

pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang

Ia telah membunuh bapanya.

b. Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.

Himne Guru

Page 13: dasar2 ilmu sastra

Sartono

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

S’bagai prasasti trima kasihku tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa

Tanpa tanda jasa

c. Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.

ODA BAGI SEORANG SUPIR TRUK

Sebuah truk lamaDengan supir bersahajaTelah beruban dan agak bungkukDi atas stimya tertidurDi tepi jalan yang sepiDi suatu senja musim ini

Dalam tidumya ia bermimpiJalanan telah rata. DitempuhnyaDengan sebuah truk baruDengan klakson yang bisa berlaguDan di sepanjang jalananBeribu anak-anak demonstranTersenyum padanya, mengelu-elukan“Hiduplah bapak supir yang tuaYang dulu berjuang bersama kamiSelama demonstrasi!”

Di tepi sebuah jalan di ibukotaKetika udara panas, di suatu senjaSeorang supir lusuh dengan truk yang tuaDuduk sendiri terkantuk-kantuk Semakin letih, semakin bungkuk.

Page 14: dasar2 ilmu sastra

(Taufik Ismail: 1966)

d. Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.

Perempuan Yang Mengagumi Angin

Tiw_

Saat kau merindukan angin

Mungkin dia telah melupakan wajahmu

Tapi tunggulah dia di pagi hari

Saat kau terbangun dari mimpi

Hanya ada dia di sisimu

Membisikan lirik-lirik puisi

Seakan kau terlahir kembali

Di dunia yang berbeda

Dan jika kau cepat-cepat membuka mata

Dia segera dapat kaulihat

berjalan menuju cahaya

lalu membukakan jendela kamarmu

ditunjukkannya luas dunia

dihidangkannya sepotong pagi

untukmu yang telah lama tidur sendiri

Lekas berjalan menuju cahaya

Dan kau bisa merengkuhnya

Peluk dan jangan kau lepas

Jika kau mau memilikinya

Dan dia akan menyibak daun-daun

Yang lekat di rambutmu

(W.Setiawan: 2009)

e. Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.

Kepergianmu

Page 15: dasar2 ilmu sastra

Karya Ida at DeKalb

Air matamu mengiris hatiku halus

kuusapkan telapak tanganku ke wajahmu yang pucat

terlihat ketakutan kehilangan akan nafasmu

nafasmu yang mengalir dalam nafasku

Kubelai rambutmu dengan kelembutan angin malam

terasa getaran menyatu diujung jari-jari

tak kuasa menahan gejolak kasih

limpahan nuansa kejora malam yang tak bertepi

Tak akan kutinggalkan hatimu yang manangis pilu

telah terpatri janji pada kedalaman nurani

akan ikut menyatu kegalauan kasih dalam derita

meski kekuatan malam hendak meragas

http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Puisi

f. Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

KALIAN CETAK KAMI JADI BANGSA PENGEMIS,

LALU KALIAN PAKSA KAMI

MASUK MASA PENJAJAHAN BARU,

Kata Si Toni

Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri

Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan

Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami

Sejak lahir sampai dewasa ini

Jadi sangat tepergantung pada budaya

Meminjam uang ke mancanegara

Sudah satu keturunan jangka waktunya

Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula

Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni

Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi

Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini

Page 16: dasar2 ilmu sastra

Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi

Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia

Kita gadaikan sikap bersahaja kita

Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta

Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka

Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita

Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia

Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama

Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia

Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi

Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri

Sambil kepala kita dimakan begini

Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti

Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi

Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni

Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama

Menggigit dan mengunyah teratur berirama

Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi

Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini

Bagai ikan kekurangan air dan zat asam

Beratus juta kita menggelepar menggelinjang

Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang

Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya

Meminjam kepeng ke mancanegara

Dari membuat peniti dua senti

Sampai membangun kilang gas bumi

Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi

Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi

Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri

Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis

Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis

Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa

Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa

Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya

Page 17: dasar2 ilmu sastra

Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami

Kalian lah yang membuat kami jadi begini

Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi

Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini

(Taufik Ismail: 1998)

C. Unsur-Unsur Intrinsik Puisi

1. Tema ide atau gagasan yang menduduki tempat utama di dalam puisi.

2. Rasa : arti emosional (sedih, atau merasa heran dsb).

3. Nada : Intonasi puisi (suara keras atau lembut) ; penyair dapat menggurui, mencaci,

merayu, merengek, menyindir, mengajak dsb terhadap pembaca atau pendengar.

4. Amanat

5. Diksi

6. Imajinasi

a. Imajeri pandang

b. Imajeri dengar

c. Imajeri rasa

d. Imajeri kecap

7. Kata-kata kongkret

8. Gaya bahasa

9. Ritme

10. Rima

Page 18: dasar2 ilmu sastra

BAB III

PROSA

1. Apa itu Prosa?

Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Prosa adalah

suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang

dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Jenis

tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya,

prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai

jenis media lainnya.

Prosa biasanya dibagi menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif, prosa

eksposisi, dan prosa argumentatif. Dalam kaitannya dengan karya sastra, prosa yang lebih

tepat adalah prosa naratif. Prosa naratif yang umum kita temui adalah cerpen dan novel.

Dilihat dari beberapa aspek seperti unsure-unsur dan bentuknya, cerpen dan novel memiliki

kesamaan. Namun deikian kita juga dapat membedakan cerpen dan novel tersebut dari

intensitas dan hal-hal lainnya. Tabel berikut ini menjelaskan perbedaan antara cerpen dan

novel.

No Unsur Cerpen Novel

1 Alur Sederhana Kompleks

2 Konflik Tidak selalu terjadi konflik

batin, dan tidak selalu

mengubah nasib tokoh

Terjadinya konflik batin

hingga menimbulkan

perubahan nasib

3 Panjang cerita Menceritakan kehidupan

tokoh yang dianggap penting

Menceritakan sebagian besar

kehidupan tokoh

4 Tokoh Lebih Sedikit Lebih banyak, kompleks

5 Penokohan Karakter tokoh tidak

mendetail.

Karakter tokoh disampaikan

secara mendetail.

6 Alur Lebih sederhana, lebih sedikit Lebih panjang dan rumit,

terjadi beberapa insiden yang

mempengaruhi jalan cerita

7 Ketebalan teks Biasanya 2-30 halaman Kurang lebih 80-900 halaman

8 Waktu pembacaan 5-30 menit, biasanya dapat Minimal 30 menit sampai

Page 19: dasar2 ilmu sastra

diselesaikan dibaca dengan

sekali duduk saja.

berhari-hari pada pembacaan

kontinyu

2. Unsur-Unsur Intrinsik Prosa

Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya prosa adalah unsur-unsur

pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya itu sendiri. Untuk karya

sastra dalam bentuk prosa, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh,

4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.

a. Tema

Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Tema

adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang

menjadi pokok masalah dalam cerita.

Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar

pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau

ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik

yang lain.

Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara

implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).

Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat

pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.

Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan.

Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita.

Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.

b. Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui

karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara

memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada

tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan

Page 20: dasar2 ilmu sastra

penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan

dengan gagasan utama cerita.

c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu

mampu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan adalah cara menampilkan tokoh atau

pelaku dalam cerita (Aminuddin, 1995:79). Mengenai penokohan, menurut Wellek dan

Warren (diterjemahkan oleh Melani Budianta, 1990: 288), ada penokohan statis dan ada

penokohan dinamis atau penokohan berkembang.

Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh

sentral atau sering disebut juga tokoh utama adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa

dalam cerita. Sedangkan tokoh bawahan atau disebut juga tikoh pembantu atau figuran

memiliki porsi pencreitaan yang lebih sedikit.

Tokoh juga dapat dibedakan berdasarkan karakter atau pennokohannya dalam cerita.

Berdasarkan karakternya, tokoh dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau

menyampaikan nilai-nilai positif.

Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan

dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode

penyajian watak tokoh, yaitu:

Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara

memaparkan watak tokoh secara langsung.

Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui

pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat

pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.

Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh,

yaitu:

Page 21: dasar2 ilmu sastra

Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia

bersikap dalam situasi kritis.

Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh

tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.

Melalui penggambaran fisik tokoh.

Melalui pikiran-pikirannya

Melalui penerangan langsung

d. Alur (Plot)

Alur atau plot merupakan urutan yang temporal dan logis sebagai implikasi atau biasa

disebut kausalitas (Todorov, 1985: 41). Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113),

alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan

secara sebab-akibat. Peristiwa yang satu menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain.

Sedangkan pengaluran merupakan kegiatan pengembangan alur supaya indah dan menarik.

Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:

Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment),

dan 3) gawatan (rising action).

Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6)

klimaks.

Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).

e. Latar (setting)

Latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial

tempat peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 216).

Oleh karena itu, unsur latar terdiri atas unsur tempat atau lokasi, waktu, dan latar sosial.

Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi.

Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Page 22: dasar2 ilmu sastra

Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial

masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa

mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara

berpikir dan bersikap, serta status sosial.

f. Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan

menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang

yang bisa dipakai:

1) Sudut pandang orang pertama (first person point of view)

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’,

narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang

berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau

tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya

terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan

merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.

2) Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)

Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah

seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan

menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita,

khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi

dipergunakan kata ganti.

g. Gaya bahasa

Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya

menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh

diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk

gaya bahasa.

Page 23: dasar2 ilmu sastra

Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya

seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya,

karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera

pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.

Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris,

simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana

yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.

3. Analisis Unsur Intrinsik Prosa (Cerpen)

Sebenarnya, menganalisis Unsur intrinsic prosa, baik cerpen maupun novel pada prinsipnya

sama saja. Yang membedakannya adalah tingkat kerumitan ataupin kompleksitasnya.

Menganalisis Novel tentu lebih rumit daripada menganalisis cerpen. Oleh karena itu, dalam

analisis karya sastra berbentuk prosa berikut ini disajikan sebuah cerpen saja. Bacalah contoh

di bawah ini.

MAKAM DI BAWAH KEMBANG KERTAS

Oleh: W.Setiawan

Dulu, aku sering bermain ke bukit di balakang rumah, menyusuri deretan

pohon cemara, menghirup uap embun yang menggeliat dari pucuk-pucuk daunan teh.

Dari puncak bukit itu dapat kulihat lekuk-lekuk lembah dan punggung perbukitan

memantulkan hijau perkebunan teh. Aku juga suka mengamati lekuk-lekuk pokok teh

yang entah berapa puluh atau ratus tahun usianya. Kakekku pernah bercerita, pokok-

pokok teh itu telah ada sejak zaman Belanda. Memang, tanah kelahiranku dulunya

afdelling sebuah perkebunan yang mutunya bagus.

Kakek juga pernah bercerita tentang segala hal peninggalan Belanda yang

dulunya ada di sini. Di tegalan yang kini ditanami singkong dan ubi oleh orang-orang

dulunya lapangan tenis, pilar-pilar yang berserakan itu adalah bekas gedung seorang

Belanda petinggi perkebunan, dan di atas tanah berbatu yang tak jelas milik siapa itu

dulunya berderet gedung-gedung yang isinya nona-nona berambut pirang. Ceritanya,

di halaman gedung itu biasa berlalu-lalang binatang hutan seperti rusa, menjangan

Page 24: dasar2 ilmu sastra

dan kelinci. Tuan-tuan Belanda itu memberi mereka makan setiap hari. Singkatnya,

tanah ini dulu begitu asri, indah, dan damai.

Tapi itu semua dulu, zaman Belanda. Sekarang suasananya telah berganti

menjadi wajah perkampungan yang tak teratur. Tidak ada lagi pohon cemara yang

berderet di pinggir jalan. Perkebunan pun tampak kusam, banyak pokok teh yang

sengaja ditebang untuk kayu bakar, tanahnya ditanami palawija. Demikian juga

gedung-gedung yang megah berdiri, kini tinggal tanah berpasir dan batu dengan

beberapa sisa pilar yang berserakan. Apalagi binatang-binatang yang dulu sering

berlalu-lalang di halaman, kini entah di mana, karena di hutan pun tak mudah

ditemui. Perkebunan telah bangkrut sejak enam tahun lalu. Sejak itu masyarakat

mengambil alih perkebunan yang terlantar. Sementara gedung-gedung yang berdiri

kokoh itu akhirnya rubuh setelah bagian demi bagian dipreteli oleh warga.

Sebenarnya masih ada dua sisa kejayaan perkebunan Belanda yang masih

berdiri. Satu jembatan di pinggir desa, dan satunya lagi sebentuk makam yang

dinaungi pohon kembang kertas merah muda. Bila gedung-gedung dirubuhkan

dengan alasan dianggap menjadi rumah hantu karena terpencil dan tidak berpenghuni,

maka jembatan itu sengaja dibiarkan karena memang masih dibutuhkan untuk

transportasi warga. Sedangkan makam di bawah kembang kertas itu tidak pernah

diganggu karena dianggap terlalu angker sehingga tidak ada warga yang berani

mengganggu.

Tentang makam itu kakek juga pernah bercerita. Katanya yang dikuburkan di

sana sebenarnya adalah dua orang gadis Belanda yang meningal sekitar tahun 20-an.

Di atasnya dipajang dua patung anak perempuan dari marmer kira-kira setinggi 50

cm. Kemudian di sisinya ditanamkan sebatang kembang kertas yang kini sulur-

sulurnya telah menjalar ke segala arah. Jadilah makam itu teduh dan lembab,

sehingga makam jadi berlumut, tidak bertuan, dan tidak terawat.

***

Tidak biasa orang itu bertandang ke rumah kakek. Bewok namanya. Ia

dikenal sebagai orang pintar. Selain tubuhnya yang tinggi besar, ia juga tampak seram

dengan kumis dan jenggot tebal serta jambang yang dibiarkan berjuntai di pipinya.

Selain penampilannya yang sesuai dengan namanya, ia juga dianggap memiliki

kekuatan supranatural, yaitu bisa berkomunikasi dengan mahluk gaib. Sebagian orang

memercayai kekuatan yang dimilikinya, namun banyak pula yang menganggapnya

sebagai pembohong belaka.

Page 25: dasar2 ilmu sastra

“Ada apa Jang? tak biasanya Ujang Bewok datang ke sini.” Tanya kakek

setelah beberapa saat berbasa-basi.

“Begini Kek, saya ingin tahu cerita tentang makam di kembang kertas itu,

Kek. Singkatnya, saya mau membandingkan temuan saya tentang makam itu denga

Kakek yang tahu sejarah zaman dulu.” Katanya.

“Ah, saya tidak tahu apa-apa, lagi pula sudah tua begini mah sudah banyak

lupa. Memangnya, Ujang Bewok teh punya temuan apa?” Kakek merendah.

“Begini, saya sudah tiga kali didatangi penunggu makam itu dalam mimpi.

Terakhir dia menunjukkan pada saya bahwa di sana dikuburkan harta. Harta karun,

Kek. yang saya lihat adalah sebuah peti yang penuh dengan perhiasan dan uang emas.

Nah, saya ke sini untuk meyakinkan, apakah benar dulu di sana ada peti yang

dikuburkan?” Bewok menjelaskan.

“Setahu kakek tidak ada apa-apa. Hanya dua mayat gadis kembar yang

dimakamkan di sana. Kakek yakin, karena kakek ikut menggali tanah dan

memakamkannya.” Kakek meyakinkan.

“Mengenai patungnya? Itu marmer, bukan?” Bewok semakin mendesak

dengan pertanyaan.

“Itu juga kakek kurang tahu, kakek tidak bisa membedakan yang mana

marmer, dan mana batu biasa, memangnya kenapa juga dengan patung itu?” Kakek

mulai curiga.

“Tidak, Kek. Tidak ada apa-apa.”

Begitulah pertemuan Kakek dengan Bewok. Aku mendengarkan dengan

seksama obrolan mereka. Sebenarnya, aku curiga ada rencana yang disembunyikan

oleh Bewok tentang makam itu. Namun setelah kecurigaan itu kuungkapkan pada

kakek, ia justru menasehatiku, “tak baik berprasangka buruk pada orang lain”,

katanya.

***

Malam itu sepi, benar-benar sepi. Tak ada riuh orang lewat meronda. Ronda

hanya ada setelah ada beberapa kali rumah warga dibobol maling. Tak ada juga suara

orang yang mengaji di surau, pengajian hanya ada malam Jum’at. Tak ada suara

anak-anak muda bermain gitar dalam tongkrongan di warung Bi Yati. Warung itu

Page 26: dasar2 ilmu sastra

sudah tutup sejak dua bulan yang lalu. Tak ada modal. Sedangkan warga yang lain

mungkin sudah terlelap dalam kelelahan setelah seharian kerja di ladang orang. Ya,

mereka bekerja untuk orang lain, pendatang yang punya modal. Sementara orang desa

yang asli sejak dulu hanya menjadi kuli. Bedanya, zaman belanda mereka bekerja

dengan menghasilkan sedikit gaji bulanan dan rumah bedeng. Gaji itu mereka

gunakan untuk makan sehari-hari, dan kalau sedikit menabung dapat beli baju

setahun sekali. Di bedeng mereka sekeluarga lengkap berteduh sepanjang usia.

Sementara sekarang mereka mendapat sedikit upah yang tak pasti. Rumah mereka

pun tak jauh beda dengan bedeng zaman perkebunan. Di rumahnya sekarang mereka

berteduh, namun tidak utuh. Anak-anak mereka pergi ke kota. Anak-anak perempuan

menjadi pembantu rumah tangga, dan anak-anak laki-lakinya menjadi kuli bangunan.

Jadi, apa yang beda?

Dalam lindap sunyi tengah malam aku masih terjaga. Pikiranku gelisah tak

menentu, mata terpejam tapi hati benakku terus meracau tentang sesuatu yang tak

jelas apa isinya. Tapi aku terlalu malas untuk mengenyahkan badan dari tempat tidur,

lagipula malam terlalu sunyi untuk dinikmati. Tiba-tiba kudengar lamat-lamat suara

mobil yang lewat. Rumahku hanya sekira 40 meter dari jalan desa yang tak beraspal

itu, jadi meski ada mobil yang berjalan pelan, aku masih bisa mendengarnya. Siapa

malam-malam begini lewat desaku? Tapi pikirku hanya sampai di situ. Tak ada

prasangka apa-apa. Lagipula terlalu banyak kemungkinan positif tentang mobil yang

lewat di malam hari. Ah sudahlah. Yang pasti perjuanganku untuk memetik bunga

tidur hampir kesampaian. Kantuk sudah datang.

Berkas-berkas sinar matahari baru muncul di balik perbukitan. Awan putih

masih menguning pada pagi yang ranum. Masih sedikit malas aku terbangun, buka

jendela, lemparkan selimut ke sudut kasur, lalu aku beranjak ke pancuran di belakang

rumah. Empang belakang rumah tampak menguapkan udara dingin. Aku ragu-ragu

menyentuh air yang jatuh dari sebatang bambu tua. Namun sebelum tanganku

menyentuh dinginnya air, aku dikejutkan oleh suara derap langkah yang tergesa.

Beberapa orang desa setengah berlari menuju sesuatu.

“Wooi, ada apa? Kenapa terburu-buru seperti itu?” aku berteriak pada

Usman, Amran, Agus dan Dade yang kulihat ikut dalam derap mereka.

”Ada mobil terperosok di jembatan tua?” Amran yang menjawab.

Kuurungkan niatku mencuci muka. Aku langsung mengikuti mereka menuju

jembatan tua peninggalan Belanda di batas desa. Riuh sekali orang-orang

Page 27: dasar2 ilmu sastra

mengerubungi jembatan itu. Aku menyelusup kerumunan untuk memastikan apa

yang terjadi. Astaga, jembatan itu rubuh, tembok tuanya bergelimpangan di atas kali.

Namun bukan itu yang membuatku merasa ngeri, sebuah colt bak terbuka tersungkur

ke dasar kali. Darah mulai mengering pada kaca dan pintu mobil. Bewok dan seorang

anak buahnya, Agun mati tak berdaya dengan nafasnya yang begitu berat. Selain

mereka tampak seseorang yang tak kukenal juga tak bergerak di belakang kemudi.

Tampaknya yang satu ini orang kota, pakaiannya terlihat mahal dan perlente, meski

kini dipenuhi bercak darah. Mereka semua luka-luka sangat parah.

Colt itu mengangkut beberapa barang. Di bak belakangnya ada sebatang

tunggul pohon dengan akarnya. Tak jelas pohon apa, sudah tak ada daunnya, tapi

tunggul itu unik bentuknya seperti batang bonsai yang besar. Selain tunggul itu,

tersungkur sebuah karung yang tampaknya berisi benda padat. Seseorang

membukanya perlahan-lahan. Pecahan batuan berwarna putih kecoklatan sedikit

gemerincing saat karung itu digerakkan. “patung euy! Ini, kepalanya ada dua” kata

lelaki yang membuka karung sambil mengangkat dua kepala patung perempuan.

Segera aku teringat pada makam di bawah kembang kertas. Pikiranku juga

terkait dengan pembicaraan Bewok dengan Kakek waktu itu. Jangan-jangan? Ah, aku

tak menunggu waktu lagi, aku berlari menuju makam kembang kertas, dari tempat itu

sekitar dua ratus meter jauhnya. Dalam nafas yang masih terengah-engah, aku

mendapati rimbun ranting kembang kertas sudah layu menindih makam. Bunga dan

guguran daunnya berserakan di atas rumput dan tanah merah. Aku singkapkan ranting

dan dedaunan itu. Di bawahnya kulihat makam telah hancur. Bekas temboknya

bergelimpangan, kedua patungnya hilang, tanahnya berlobang bekas galian.

Melihat kehancuran itu aku hanya termenung. Hanya inikah yang bisa

dilakukan orang untuk desanya? Memperkaya diri, mencari keuntungan pribadi tanpa

peduli pada kerusakan yang diakibatkan oleh usaha serakahnya itu.

***

Setelah membaca sebuah cerpen di atas, Apakah kamu dapat mengapresiasi atau menjelaskan unsure-unsur intrinsiknya? Jika belum, coba baca sekali lagi dengan sedikit penghayatan. Setelah itu, Perhatikanlah uraian di bawah ini.

Unsur-unsur intrinsik cerpen Makam di Bawah Kembang Kertas:

a. Tema

Page 28: dasar2 ilmu sastra

Cerpen Makam di Bawah Kembang Kertas berfokus kepada masalah sosial dan kemanusiaan. Cerpen ini menitikberatkan pembahasannya kepada sikap sosial seorang tokoh terhadap situasi kerusakan, baik lingkungan maupun moral beberapa orang di desanya. Dari sisi kemanusiaan, Cerpen ini menyiratkan pembahasan tentang keserakahan seseorang yang berakibat celaka pada dirinya sendiri.

b. Amanat

Amanat cerpen ini adalah:

1) Kita harus melestarikan lingkungan kita, menjaganya dari tangan-tangan yang suka membuat kerusakan

2) Kita tidak boleh bersifat serakah, mengorbankan sesuatu yang menjadi milik masyarakat untuk kepentingan sendiri.

3) Kita harus menghargai sejarah, termasuk sejarah lokal yang ada di sekitar desa kita.

c. Tokoh dan Penokohan

No. Nama Tokoh Karakter1 Aku (Pencerita) Tidak dijelaskan secara lugas, namun tokoh ini

memiliki kepedulian terhadap sejarah dan kelestarian lingkungan desanya.

2. Kakek Orang tua yang bijaksana, mengetahui dan terlibat langsung pada peristiwa sejarah masa lalu

3. Bewok Orang pintar, perpenampilan seram berkumis dan berjenggot, serakah, suka mencari-cari harta karun

4. Usman, Amran, Agus dan Dade Sahabat-sahabat tokoh aku, tidak diceritakan peran dan karakteristiknya.

d. Alur (Plot)

Cerita ini sejatinya bermula sejak kematian dua putri Belanda di sebuah desa pada zaman penjajahan. Berpuluh-puluh tahun kemudian, ada seorang warga desa yang mengira ada harta yang dipendam bersama pemakaman putri Belanda tersebut. Kemudian dengan sepengatahuan tokoh “Aku Bewok, yang mencari harta karun menanyakan harta tersebut kepada kakek.

Meskipun tidak mendapatkan keterangan yang memuaskan dari kakek, bewok tetap saja membongkar makam putrid belanda dan mencuri patung marmernya. Namun di perjalanan melarikan barang tersebut, Bewok dan beberapa kawannya mengalami kecelakaan karena jembatan tua yang juga peninggalan Belanda yang mereka lewati ambruk.

Atas kejadian tersebut, tokoh aku semakin sadar, bahwa keserakahan hanya mengakibatkan malapetaka.

Page 29: dasar2 ilmu sastra

e. Latar (setting)

Latar tempat cerpen Makam di Bawah Kembang kertas adalah sebuah desa yang memiliki sejarah yang cukup panjang. Desa tersebut pernah menjadi pusat perkebunan Belanda, sampai sekarang perkebunannya pun masih tersisa meskipun kebanyakan bangunan telah rusak.

Rangkaian peristiwa yang terjadi tidak dijelaskan secara spesifik yang meliputi tanggal, bulan dan tahun. Akan tetapi, dapat dipastikan bahwa cerita berlangsung di masa kini, jauh setelah Indonesia merdeka.

Latar sosial yang paling menonjol adalah kemasyarakatan desa di daerah perkebunan peninggalan Belanda. Latar sosial pada cerpen tersebut dengan jelas diuraikan pada sebuah paragraph dalam kutipan berikut.

….Ya, mereka bekerja untuk orang lain, pendatang yang punya modal. Sementara orang desa yang asli sejak dulu hanya menjadi kuli. Bedanya, zaman belanda mereka bekerja dengan menghasilkan sedikit gaji bulanan dan rumah bedeng. Gaji itu mereka gunakan untuk makan sehari-hari, dan kalau sedikit menabung dapat beli baju setahun sekali. Di bedeng mereka sekeluarga lengkap berteduh sepanjang usia. Sementara sekarang mereka mendapat sedikit upah yang tak pasti. Rumah mereka pun tak jauh beda dengan bedeng zaman perkebunan. Di rumahnya sekarang mereka berteduh, namun tidak utuh. Anak-anak mereka pergi ke kota. Anak-anak perempuan menjadi pembantu rumah tangga, dan anak-anak laki-lakinya menjadi kuli bangunan. Jadi, apa yang beda?

f. Sudut pandang (point of view)

Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama. Orang pertama dalam cerpen ini berfungsi sebagai tokoh utama sekaligus narrator cerita.

g. Gaya bahasa

Pengarang menggunakan bahasa yang formal, Bahasanya relatif sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Namun demikian unsure lokal Sunda juga tampak pada penggunaan beberapa istilah, mislanya penggunaan sapaan “Jang” atau Ujang” terhadap lelaki yang lebih muda dari pembicara, dan kata “Euy” yang juga lekat dengan tuturan orang Sunda.

Page 30: dasar2 ilmu sastra

BAB IV

DRAMA

A. Apa Itu Drama?

Drama adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh

aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi", "perbuatan". Drama bisa

diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga

terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.

Di Indonesia, pertunjukan sejenis drama mempunyai istilah yang bermacam-macam.

Seperti: Wayang orang, ketoprak, ludruk (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), lenong (Betawi),

randai (minang), reog (Jawa Barat), rangda (Bali) dan sebagainya.

Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-cerita

prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan, drama adalah

kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian dituturkan/diperankan. Drama

dipertontonkan guna mencapai estetik implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan,

kemudian diceritakan melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung.

Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan

drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai

teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Drama Teater

naskah Pertunjukan

penokohan tokoh/ actor

teks Interteks/Pementasan dari teks

Penulis sutradara

Dari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih berupa

naskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan dilakonkan.

Secara sederhana, drama dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Pembagian secara

umum di bawah ini ditinjau dari cerita dan gaya berceritanya.

Page 31: dasar2 ilmu sastra

Tragedi, yaitu drama yang melukiskan kisah duka atau kejadian pahit, sedih yang

amat dalam. Tujuan naskah ini biasanya agar penonton dapat memandang hidup

dan kehidupan secara optimis.

Komedi, yaitu drama ringan, biasanya bercerita tentang yang lucu-lucu.

Tujuannya lebih kepada menghibur penonton.

Melodrama (tragikomedi), yaitu drama yang berupa gabungan dari tragedi dan

komedi. Dalam naskah ini ada cerita serius, ada juga hanya cerita ringan dan lucu.

Dagelan (farce), yaitu jenis drama murahan atau dikatakan juga dengan komedi

picisan. Biasanya naskah ini diiringi musik riang.

Opera atau operet, yaitu dialog diiringi dengan musik yang di dalamnya juga

dimasukkan nyanyian/lagu.

B. Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik Drama

Unsur intrinsik atau disebut juga unsur dalam adalah unsur yang tidak tampak. Ini yang kita

sebut di atas tadi sebagai kajian interteks. Dalam intrinsik ada:

1. tema; yaitu ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuah cerita. Tema sering pula

dikatakan dengan nada dasar drama. Sebuah tema tidak terlepas dari manusia dan

kehidupan, misalkan cinta, maut, dan sebagainya. Jika ada yang menyebutkan

temanya romantis, itu adalah bias pengertian. Romantis bukan tema, tetapi gaya yang

digunakan oleh penulis. Dalam kasus dimaksud sebenarnya temanya adalah cinta/

percintaan. Jalan ceritanya yang dibuat menjadi romantis. Ini hanya perkara gaya/style

(di lain waktu akan kita bicarakan masalah gaya atau style penulis tersebut).

2. alur/ plot; yaitu jalan cerita. Dalam alur sebuah naskah drama bukan permasalahan

maju-mundurnya sebuah cerita seperti yang dimaksudkan dalam karangan prosa,

tetapi alur yang membimbing cerita dari awal hingga tuntas. Dimulai dengan

pemaparan (perkenalan awal tokoh dan penokohan), adanya masalah (konflik),

konflikasi (masalah baru), krisis (pertentangan mencapai titik puncak–klimak s.d.

antiklimaks), resolusi (pemecahan masalah), dan ditutup dengan ending (keputusan).

Ada pula yang menggambarkan alur dalam sebah naskah drama itu pemaparan—

masalah—pemecahan masalah/resolusi—keputusan.

3. penokohan; karakter yang dibentuk oleh setiap dialog tokoh.

4. latar/ setting; yaitu tempat kejadian. Latar atau setting berbicara masalah tempat,

suasana, dan waktu.

Page 32: dasar2 ilmu sastra

5. amanat; yaitu pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita. Jika tema

bersifat lugas, objektif, dan khusus, amanat lebih umum, kias, dan subjektif.

Sementara itu, unsur-unsur ekstrinsik atau unsure luar adalah unsur yang tampak, seperti

adanya dialog/ percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah

dipentaskan. Dalam hal inilah muncul unsur-unsur yang harus diperhatikan seperti:

Sutradara,

Kostum,

Panggung,

Properti,

Tata lampu/pencahayaan

Tata suara/sound sistem,

Tata wajah/make up

Dan organisasi pementasan.

C. Contoh Drama

Bentuk-bentuk penulisan drama sudah mengalami banyak perkembangan. Mulai dari konsep

dialog yang terformat rata kiri, kemudian titik dua dan diikuti obrolan, ada juga bentuk

modern yang lebih bebas. Salah satu bentuk naskah drama yang cukup unik disajikan di

bawah ini. Perhatikanlah penulisan serta bagian-bagian naskah drama di bawah ini.

LENA TAK PULANG

Karya : Muram Batubara

SATU

LAMPU MENYALA.

DALAM SEBUAH RUMAH. SOFA BESAR MENGHADAP TV. MEJA MAKAN.

KULKAS. PINTU KAMAR MANDI. PINTU DAPUR. PINTU KAMAR TIDUR. PINTU

KELUAR MASUK RUMAH. PAK LENA DUDUK MEMANDANG TV. BU LENA

KELUAR DARI KAMAR MANDI.

Bu Lena

Lena sudah pulang, Pak?

Page 33: dasar2 ilmu sastra

Pak Lena

Belum

Bu Lena

(Duduk di kursi meja makan) Bagaimana ini? Sudah tiga hari ia tidak pulang.

Pak Lena

Nanti juga pulang

Bu Lena

Sudah tiga hari

Pak Lena

Nanti juga pulang

Bu Lena

Ya, tapi belum juga pulang, padahal sudah tiga hari. Dia itu kan perempuan.

Pak Lena

(Tetap memandang tv) Anak kita

Bu Lena

Iya, anak kita, tapi ia perempuan dan belum pulang tiga hari.

Pak Lena

Nanti juga pulang sendiri ketika bekalnya lari telah habis.

Bu Lena

Tidak segampang itu, Pak, ia itu perempuan!

Pak Lena

Jika memang ia perempuan, ia akan pulang.

Bu Lena

Tapi belum…(Menghentikan kalimat, memperhatikan pintu keluar rumah)

Ada yang datang, sepertinya itu Lena, anak kita, pulang juga ia setelah tiga hari tidak pulang.

Pak Lena

Bukan, pasti temannya datang mencari.

Bu Lena

Pasti Lena

Pak Lena

Berani taruhan

Bu Lena

Taruhan apa?

Page 34: dasar2 ilmu sastra

Pak Lena

Jika bukan Lena, lebaran tahun ini kita pulang ke rumah orang tuaku.

Bu Lena

Tapi tahun kemarin sudah

Pak Lena

Itu karena kau kalah taruhan

Bu Lena

Ya tidak bisa, bayangkan dalam lima tahun ini kita tidak pernah pulang ke rumah orang

tuaku.

Pak Lena

Berani taruhan tidak?

Bu Lena

(Bingung) Ehm…

Pak Lena

Dengar langkah itu sudah semakin dekat.

Bu Lena

Baik

TERDENGAR KETUKAN PINTU. BU LENA MEMBUKA PINTU. KECEWA.

Tamu I

Permisi Tante, Lenanya ada?

Bu Lena

Oh tidak ada, dia belum pulang.

Tamu I

Belum pulang? Pergi ke mana ya Tante?

Bu Lena

Tante juga tidak tahu tuh, kamu tahu tidak?

Tamu I

Ya, kalau tahu saya tidak datang Tante.

Bu Lena

Iya juga ya. Hm, kamu teman sekolahnya ya?

Tamu I

Bukan Tante, saya teman…

Page 35: dasar2 ilmu sastra

Pak Lena

(Memotong) Suruh duduk dulu, hanya tukang pos yang diterima di depan pintu.

Tamu I

Terima kasih Om, saya harus kembali pulang.

Pak Lena

Kenapa buru-buru?

Tamu I

Ada yang harus buru-buru saya lakukan

Bu Lena

Jika buru-buru, kenapa mencari Lena?

Tamu I

Ya itu dia, Tante. Karena Lenalah saya harus buru-buru?

Pak Lena

Masuk dulu jangan buru-buru

Bu Lena

Iya masuk dulu

Tamu I

Maaf tidak bisa, saya permisi dulu.

BU LENA MENUTUP PINTU. DUDUK DI RUANG TV.

Pak Lena

Siapa namanya?

Bu Lena

Siapa?

Pak Lena

Yang tadi?

Bu Lena

Teman Lena

Pak Lena

Iya, teman Lena tadi namanya siapa?

Bu Lena

Berarti tahun ini kita pulang ke rumah orang tuamu lagi?

Pak Lena

Page 36: dasar2 ilmu sastra

Jelas! Siapa nama teman Lena tadi!

Bu Lena

Sudahlah ke rumah orang tuaku saja. Kasihan ibu sudah semakin tua, dia ingin melihat kita

sekeluarga kan?

Pak Lena

Tidak bisa! Kesepakatan telah tercipta, tidak bisa dirubah. Jika terus dirubah, bagaimana

menjalankan kesepakatan itu dan untuk apa membuat kesepakatan jika tidak ada kepastian

untuk dilakukan. Siapa nama teman Lena tadi?

Bu Lena

Nggak tahu.

Pak Lena

Loh

Bu Lena

Kok loh

Pak Lena

Ya, loh, bagaimana mungkin kamu tidak menanyakannya?

Bu Lena

Kenapa bukan kamu?

Pak Lena

Aku kan sedang nonton tv dan aku tidak sedang berhadapan langsung dengannya.

TERDENGAR KETUKAN PINTU.

Pak Lena

Ada yang ketuk pintu, bukahlah.

Bu Lena

Bagaimana jika Lena?

Pak Lena

Ya tetap dibuka pintu kan?

TERDENGAR KETUKAN PINTU.

Bu Lena

Page 37: dasar2 ilmu sastra

Bukan itu, jika bukan Lena, perjanjian tadi batal.

TERDENGAR KETUKAN PINTU.

Pak Lena

Bukalah pintu itu, kasihan tamunya.

Bu Lena

Buat satu kesepakatan baru dulu.

TERDENGAR KETUKAN PINTU.

Bu Lena

(Teriak ke arah pintu) sebentar ya, lagi menunggu kesepakan nih, sabar ya.

Pak Lena

Ya sudah, buka sana.

Bu Lena

Kesepakatan?

Pak Lena

Yah!

PINTU TERBUKA. BU LENA PUAS. PERBINCANGAN DI DEPAN PINTU MASUK

RUMAH.

Tamu II

Kesepakatan apa Tante?

Bu Lena

Ah, tidak. Kamu siapa dan ada apa?

Tamu II

Saya temannya Lena, Tante, kebetulan saya sedang main di daerah sini.

Bu Lena

Terus

Tamu II

Page 38: dasar2 ilmu sastra

Ya, terus saya mampir. Karena kebetulan saya sedang main di daerah sini, jadi saya mampir

ke sini, Tante.

Bu Lena

Terus

Tamu II

Ya, karena itu Tante, hm, Lenanya ada?

Bu Lena

Jadi karena kebetulan main di daerah sini, kamu mampir dan mencari Lena?

Tamu II

Benar itu Tante.

Bu Lena

Karena kebetulan?

Tamu II

Sebenarnya tidak Tante.

Bu Lena

Yang benar yang mana?

Tamu II

Saya memang mencari Lena, Tante.

Bu Lena

Karena main di daerah sini?

Tamu II

Tidak Tante, saya memang sengaja kemari untuk mencari Lena. Sumpah, Tante.

Pak Lena

(Memotong) Suruh duduk dulu, hanya tukang pos yang diterima di depan pintu.

TAMU II MASUK DAN DUDUK DI RUANG TV. BU LENA MASUK DAPUR.

Tamu II

Nonton berita ya, Om?

Pak Lena

Tidak, cuma sedang melihat tanggapan wakil rakyat tentang bencana yang tidak

berkesudahan.

Tamu II

Page 39: dasar2 ilmu sastra

Itukan berita namanya, Om.

Pak Lena

Itu bukan berita, itu opini. Opini itu pendapat, kebenarannya masih belum bisa diandalkan.

Namanya berita harus mengutamakan kebenaran, kenyataan.

Tamu II

Tapi itukan acara berita, Om.

Pak Lena

Memang, beritanya, wakil rakyat sedang memberikan opini.

Tamu II

Berarti sedang nonton berita, Om.

Pak Lena

Tidak, saya sedang melihat opini. Ingat, opini!

Tamu II

Bedanya apa, Om?

Pak Lena

Opini itu tidak murni kenyataan, namanya juga pendapat, sedang berita itu nyata, kenyataan

tadi. Begini, kucing ditabrak mobil, itu berita.

Tamu II

Kalau opini?

Pak Lena

Mengapa kucing itu mau ditabrak?

Tamu II

Mungkin saja ia tidak melihat mobil yang laju, tiba-tiba saja ia sudah bersimbah darah.

Pak Lena

Itu dia opini.

Tamu II

Opini?

Pak Lena

Ya, opini kamu. Lihat omongan wakil rakyat itu, semuanya serba mungkin kan?

Tamu II

Jadi yang serba mungkin itu bukan berita?

Pak Lena

Mungkin kok berita. Mungkin itu kan belum jelas sedang berita adalah yang jelas dan pasti.

Page 40: dasar2 ilmu sastra

Tamu II

Tapi apa yang pasti di jaman sekarang, Om?

Pak Lena

Ya, opini.

BU LENA KELUAR DAPUR MEMBAWA TEH DALAM GELAS MENUJU KULKAS.

MEMBUKANYA.

Tamu II

Tidak usah yang dingin, Tante, lagi batuk.

Bu Lena

Mau puding?

Tamu II

Boleh, Tante.

Bu Lena

Tapi dingin?

Tamu II

Tidak apa-apa, Tante, kan cuma puding.

BU LENA KE RUANG TV DAN MELETAKKAN SAJIAN KEMUDIAN KEMBALI

MENUJU DAPUR.

Pak Lena

Kamu temannya Lena?

Tamu II

Benar itu, Om.

Pak Lena

Teman dari mana?

Tamu II

Ya teman saja, Om, tidak dari mana-mana.

Pak Lena

Yang dari sekolahan, les biola, les balet, renang, atau malah dari kelas mengaji?

Tamu II

Untuk yang terakhir tampaknya bukan, Om.

Pak Lena

Page 41: dasar2 ilmu sastra

Mengapa? Apa karena sudah pintar mengaji?

Tamu II

Tidak Om, saya non muslim.

Pak Lena

Oh begitu, terus dari mana?

Tamu II

Saya teman Lena dari tempat nongkrong, Om.

Pak Lena

Seingat saya Lena tidak mengambil les nongkrong.

Tamu II

Om, lucu juga. Tempat nongkrong itu tempat kita kumpul-kumpul, ya, istilah kerennya

berbincang atau berdiskusi.

Pak Lena

Oh begitu, tapi yang nongkrong itu kan tentunya berasal dari tempat tertentu. Nah, kamu itu

selain teman nongkrong Lena, teman di mana?

Tamu II

Ya tidak ada, Om. Saya cuma teman Lena di tempat nongkrong.

Pak Lena

Terlalu tipis, pertemanan itu belum begitu kuat. Hm, lalu maksud kamu mencari Lena?

Tamu II

Ya itu dia Om, saya ingin tahu tentang apa yang terjadi dengan Lena. Sudah tiga hari ia tidak

muncul, Om.

Pak Lena

Memangnya kenapa kalau ia tidak muncul dalam tiga hari?

Tamu II

Ya itu dia, Om.

Pak Lena

Apa?

Tamu II

Ehm, dia bawa sesuatu yang penting, Om. Sesuatu yang sangat saya banggakan.

Pak Lena

Oh begitu. Penting sekali?

Tamu II

Sangat penting malah, Om.

Page 42: dasar2 ilmu sastra

Pak Lena

Lena mengambilnya dari kamu?

Tamu II

Begitulah Om, saya malah tidak tahu bagaimana bersikap jika tidak ada kabar dari Lena.

Pak Lena

Banyakkah?

Tamu II

Ya kalau besar itu dianggap banyak, ya, banyak Om.

Pak Lena

Begini saja, kamu pulang dulu, besok kamu kembali lagi. Yang kamu punya itu pasti akan

kembali.

Tamu II

Tapi Lenanya bagaimana Om?

Pak Lena

Itu urusan saya.

Tamu II

Kalau memang begitu, tentunya dengan ada kepastian dari Om, saya menjadi yakin untuk

datang besok.

Pak Lena

Ya, ya, pulanglah.

TAMU II PERGI, BU LENA MASUK.

Pak Lena

Anakmu membawa lari uang temannya?

Bu Lena

Bagaimana bisa?

Pak Lena

Temannya yang datang tadi, yang terlalu banyak bicara itu, melaporkan apa yang telah

dilakukan anakmu.

Bu Lena

Anak kita

Pak Lena

Page 43: dasar2 ilmu sastra

Ya, anak kita. Pencuri.

Bu Lena

Belum tentu benar, jangan terlalu banyak percaya dengan orang yang terlalu banyak bicara.

Pak Lena

Tapi bagaimana bisa kita percaya dengan orang yang sedikit bicara, dari mana kita tahu isi

kepalanya jika tidak dikeluarkannya.

Bu Lena

Terlalu banyak bicara malah menghilangkan kata-kata kunci, kata yang seharusnya bisa

menjadi andalan.

Pak Lena

Tanpa bicara, kata kunci itu malah tidak keluar, bagaimana bisa ia tampak?

Bu Lena

Tetapi mengapa kau begitu percaya dengan anak ingusan yang terlalu banyak bicara itu?

Pak Lena

Karena tampaknya benar, sudah tiga hari Lena pun tidak muncul di tempat biasa mereka

bertemu.

Bu Lena

Bagaimana jika benar?

Pak Lena

Kita harus menggantinya, tidak bisa tidak, Lena kan anak kita.

Bu Lena

Jika tidak benar?

Pak Lena

Mau taruhan?

LAMPU PADAM

BAB V

SASTRA LISAN

Page 44: dasar2 ilmu sastra

A. Apa Itu Sastra Lisan?

Sastra lisan atau dalam bahasa Inggris oral literature diartikan sebagai unwritten literature,

yaitu bentuk-bentuk sastra yang hidup dan tersebar secara tidak tertulis (Finnegan, 1992: 9;

Rusyana, 1978:1; Teeuw, 1984: 279). Banyak ahli sastra yang menghindari penggunaan kata

literature yang dalam bahasa Indonesia diartikan sastra. Kata literature mengacu pada

literary/literacy yang selalu berarti tertulis. Jadi istilah oral literature atau sastra lisan

dianggap rancu karena sekaligus memuat dua unsur yang bertentangan, yaitu lisan dan

tertulis.

Sebenarnya kerancuan tersebut tidak perlu terjadi bila sastra atau literature

diterjemahkan secara luas. Maksudnya, sastra tidak selalu berarti tertulis atau dengan kata

lain, sastra tidak identik dengan bahasa tulis. Lagipula, dalam perkembangannya, istilah

literature sendiri pada saat ini tidak selalu mengacu kepada karya-karya sastra tertulis

(Teeuw, 1988: 38). Sedangkan menurut Finnegan, sastra lisan akan dapat diterima dan

berguna tergantung kapada materi yang dianalisis serta permasalahan yang diajukan dalam

analisis (Finnegan, 1992: 9).

Sebagai akibat dari anggapan kerancuan istilah, sastra lisan sering dipertukarkan

dengan istilah tradisi lisan. Tradisi merupakan budaya yang berguna, cara untuk melakukan

suatu hal, unik, berproses dalam hal pekerjaan, ide, atau nilai, dan kadang-kadang

berkonotasi kuno serta muncul secara alami. Jadi, tradisi lisan adalah tradisi yang bersifat

verbal atau tidak tertulis, milik masyarakat (folk), dan memiliki nilai (Finnegan, 1992: 7).

Sementara itu, Danandjaya justru menyamakan tradisi lisan dengan folklor lisan (Danandjaya

dalam Pudentia, 1998: 54). Memang ada karakteristik yang menyamakan sastra lisan dengan

tradisi lisan atau folklor lisan yaitu bahwa penyebaran dan pewarisannya terjadi secara lisan.

Untuk lebih jelasnya, Hutomo (1991: 11) memberikan cakupan tradisi lisan sebagai berikut:

kesusastraan lisan,

teknologi tradisional,

pengetahuan folk di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan,

unsur-unsur religi dan kepercayaan folk di luar batas formal agama-agama besar,

kesenian folk di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan, dan

hukum adat.

Page 45: dasar2 ilmu sastra

Dari uraian di atas, jelas bahwa sastra lisan merupakan salah satu bagian dari tradisi lisan

ataupun folklor lisan. jadi, sastra lisan adalah sastra yang mencakup ekspresi sastra suatu

kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (Hutomo, 1991: 60).

Adapun sastra lisan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu sastra lisan

murni dan sastra lisan yang setengah lisan. Sastra lisan murni merupakan ragam sastra lisan

yang penyampaiannya benar-benar secara lisan tanpa alat bantu lain. Sastra lisan murni pada

umumnya berbentuk prosa rakyat, prosa liris dan bentuk-bentuk puisi rakyat. Sedangkan

sastra lisan yang setengah lisan merupakan sastra lisan yang disampaikan dengan bantuan

tingkah laku serta bentuk-bentuk seni yang lain. Sastra lisan jenis ini misalnya drama

panggung dan drama arena, serta sastra lisan murni yang disampaikan dengan alat musik.

Seperti kita ketahui, carita pantun (Sunda), kaba (Minangkabau), dan kentrung (Jawa)

biasanya dipertunjukkan dengan alat musik tradisional (Hutomo, 1991: 62-64).

Sastra lisan biasanya bersifat lokal, artinya sastra lisan tersebut hanya tumbuh dan

berkembang di sebagian wilayah budaya saja. Oleh karena itu, sastra lisan di Indonesia sering

juga disebut sebagai sastra Nusantara.

B. Jenis-Jenis Sastra Lisan

Seperti halnya satra tertulis, sastra lisan juga dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian.

Berdasarkan sifatnya, sastra lisan dapat dibagi menjadi sastra lisan yang berbentuk puisi,

prosa, dan seni pertunjukkan.

1. Sastra lisan yang berbentuk puisi (puisi lama)

Salah satu jenis sastra lisan berbentuk puisi yang paling umum adalah pantun. Jenis-jenis

pantun ini banyak ragamnya dan hampir ada hampir di semua kebudayaan, misalnya Sunda,

Minangkabau, Melayu, Batak, dan Betawi. Pantun tidak hanya berbentuk empat bait dengan

berdiri sendiri, tetapi juga pantun yang berbentuk panjang dan menuturkan sebuah kisah yang

sangat panjang. Perhatikan salah satu contoh pantun di bawah ini.

LANTUN MAHAKAM

Orang kaya banyak berharta

Ke Sumatra setiap tahun

Bismillah saya membuka kata

Page 46: dasar2 ilmu sastra

Berseni sastra membuat pantun

Daun ilalang pucuknya mati

Buah pisang berwarna hitam

Pantun dikarang penghibur hati

Turut kembangkan budaya Etam

Daun ilalang taruh di topi

Daun Kurma ditambah lagi

Pantun kukarang di malam sepi

Kala purnama telah meninggi

Ambil paku di Kota Raja

Di Kota Raja mendapat intan

Wahai saudaraku di mana saja

Pantun kukarang untuk kalian

2. Sastra lisan yang berbentuk prosa

Sastra lisan yang berbentuk prosa atau cerita narasi banyak ragamnya. namun dari beberapa

bentuk yang ada tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok besar menjadi mite

(mitos), legenda, dongeng, dan fabel.

a. Mite

Mite adalah prosa naratif yang dalam masyarakat pemiliknya diyakini sebagai kejadian

yang sungguh-sungguh terjadi di masa lampau, dianggap memiliki kekuatan untuk menjawab

ketidaktahuan, keragu-raguan, atau ketidakpercayaan, sering diasosiasikan dengan

kepercayaan dan ritual, mite biasanya dianggap suci, tokohnya bukan manusia, melainkan

binatang, dewa, atau pahlawan kebudayaan yang terjadi di dunia yang belum seperti yang

kita kenal sekarang (Sutarto,1997: 12-13).

Dalam khazanah sastra nusantara, Yus Rusyana menjelaskan bahwa mite

menggambarkan peristiwa yang dibayangkan pada masa lalu yang sudah tidak diketahui lagi

kapan terjadinya, ditokohi oleh manusia atas atau manusia suci yang mempunyai kekuatan

Page 47: dasar2 ilmu sastra

supranatural, atau manusia yang berasal dari atau yang mempunyai hubungan dengan dunia

atas, yaitu kedewaan atau kayangan. Mite dapat diklasifikasikan menjadi mite penciptaan dan

mite yang menceritakan asal-usul terbentuknya sesuatu (Rusyana, 2000: 5-7).

Contoh cerita mite

Kisah Kanjeng Ratu Kidul (sebuah versi: Dewi Srengenge)

Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena

kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi

Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai

seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap

mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan

mendapatkan putra dari perkawinan tersebut. Maka, bahagialah sang raja.

Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar

keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan

meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak.

"Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar

pada putriku", kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun

tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun

demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.

Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya

untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya.

"Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau

berhasil, maka aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan

sebelumnya." Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh

Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari

tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis

dan tak tahu harus berbuat apa.

Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang

banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit

putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya.

Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk

mengusir puterinya. "Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri," kata

Page 48: dasar2 ilmu sastra

Dewi Mutiara. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh

negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya

ke luar dari negeri itu.

Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia

hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak

menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan

mendampinginya dalam menanggung penderitaan..

Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera

Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera

lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba,

ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap

dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi

lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa untuk

memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Roro

Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.

b. Legenda

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai

suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Berbeda dengan mite, legenda bersifat

sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di

dunia yang seperti kita kenal sekarang (Danandjaya, 2002: 66).

Dalam khasanah sastra Nusantara, legenda pun dapat diklasifikasikan sebagai 1)

legenda penyebaran agama Islam, dan 2) legenda pembangun masyarakat dan budaya.

Kelompok legenda penyebar agama Islam mengandung unsur penyebaran agama Islam di

tempat tertentu di Indonesia oleh para pelaku yang memerankan tokoh ulama. Sementara itu,

tokoh legenda pembangun masyarakat dan budaya misalnya melakukan berbagai kegiatan

kemasyarakatan dan kebudayaan seperti membangun rumah, melakukan upacara tertentu,

membuat senjata, menjadi raja dan sebagainya (Rusyana, 2000: 41-42).

Legenda merupakan jenis prosa rakyat yang paling mempunyai nilai sejarah, terutama

sebagai sumber penyusunan sejarah lokal desa-desa di Indonesia dari masa yang belum

Page 49: dasar2 ilmu sastra

begitu lampau. Namun demikian, untuk menggunakannya sebagai sumber sejarah, legenda

harus dibersihkan dari unsur-unsur folklor yang pralogis dan memiliki formula sastra lisan,

serta perlu juga mempelajari sejarah penyatuan desa-desa tersebut dan bentuk-bentuk folklor

lain yang ada di masyarakat (Danandjaya dalam Sutrisno, 1991: 472-474).

Contoh legenda:

Asal Mula Nama Kota Banyuwangi

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah

kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut

mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden

Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat

berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap,

Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden

Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera

mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.

“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak

buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos

semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia

tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,”

Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia

meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan

kedatangan seorang gadis cantik jelita.

“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan

setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang

memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?”

sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden

Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya

Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena

menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam

mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden

Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu,

Page 50: dasar2 ilmu sastra

Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama

kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana.

“Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah

mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak

kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak

adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh

ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena

telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak

kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat

memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus

kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.

Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang,

dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang

berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan

seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang.

Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata

lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang

diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai

tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki

berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang

mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di

istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala

yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di

hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau

membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden

Banterang kepada istrinya. ” Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden

Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh

Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden

Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan

membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih

dahulu ingin mencelakakan istrinya.

Page 51: dasar2 ilmu sastra

Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba

di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki

compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang

pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan

suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat

kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh

hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan

dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati

demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk

menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama

Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.

“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi

Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan

menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan

harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk,

berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu

mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di

pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.

Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar

sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku

tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia

meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi.

Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi

nama kota Banyuwangi.

(dari: http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara)

c. Dongeng

Dongeng adalah prosa naratif yang bersifat fiksi, tidak dipercayai sebagai dogma atau

sejarah, mungkin terjadi ataupun tidak, tidak dianggap serius, dapat terjadi di mana saja dan

kapan saja, dan biasanya merupakan pengalaman perjalanan binatang, kadang-kadang peri,

atau tokoh manusia (Bascom dalam Finnegan, 1992: 148-149). Dongeng juga merupakan

Page 52: dasar2 ilmu sastra

cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan,

walaupun ada juga yang melukiskan kebenaran, pelajaran (moral) atau bahkan sindiran

(Danandjaya, 2002: 83).

Contoh dongeng:

TIMUN MAS

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah

desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai

seorang anak pun.

Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera

diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka.

Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji

mentimun.

“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata

Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17

tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat

merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka

merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan

kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak,

mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya

mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik.

Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.

Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua

orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada

ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih

janji untuk mengambil Timun Mas.

Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain.

Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku,

Page 53: dasar2 ilmu sastra

ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu

melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun

segera melarikan diri.

Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau

anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak

sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani

itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas

segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke

arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang

dengan susah payah.

Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya.

Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam

cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri

yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas

berlari menyelamatkan diri.

Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka

Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun

ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan

kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena

terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan

tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-

lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan

senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah

danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya

hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa

panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya.

Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka

Page 54: dasar2 ilmu sastra

menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka

gembira.

Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat

hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.

(Diceritakan kembali oleh Renny Yanuar: http://dongeng.org)

d. Fabel

fabel adalah dongeng atau cerita fiki yang tokoh-tokohnya adalah binatang yang dapat

berbicaradan bertingkah laku seperti manusia. Fabel biasanya ditujukan bagi anak-anak

supaya dapat memperoleh pesanmoral dari cerita tersebut.

Contoh fabel:

Pada jaman dahulu di sebuah hutan di kepulauan Aru, hiduplah sekelompok rusa.

Mereka sangat bangga akan kemampuan larinya. Pekerjaan mereka selain merumput,

adalah menantang binatang lainnya untuk adu lari. Apabila mereka itu dapat

mengalahkannya, rusa itu akan mengambil tempat tinggal mereka.

Ditepian hutan tersebut terdapatlah sebuah pantai yang sangat indah. Disana

hiduplah siput laut yang bernama Kulomang. Siput laut terkenal sebagai binatang yang

cerdik dan sangat setia kawan. Pada suatu hari, si Rusa mendatangi si Kulomang.

Ditantangnya siput laut itu untuk adu lari hingga sampai di tanjung ke sebelas.

Taruhannya adalah pantai tempat tinggal sang siput laut.

Dalam hatinya si Rusa itu merasa yakin akan dapat mengalahkan si Kulomang.

Bukan saja jalannya sangat lambat, si Kulomang juga memanggul cangkang. Cangkang

itu biasanya lebih besar dari badannya. Ukuran yang demikian itu disebabkan oleh

karena cangkang itu adalah rumah dari siput laut. Rumah itu berguna untuk menahan

agar tidak hanyut di waktu air pasang. Dan ia berguna untuk melindungi siput laut dari

terik matahari.

Pada hari yang ditentukan si Rusa sudah mengundang kawan-kawannya untuk

menyaksikan pertandingan itu. Sedangkan si Kulomang sudah menyiapkan sepuluh

teman-temannya. Setiap ekor dari temannya ditempatkan mulai dari tanjung ke dua

Page 55: dasar2 ilmu sastra

hingga tanjung ke sebelas. Dia sendiri akan berada ditempat mulainya pertandingan.

Diperintahkannya agar teman-temanya menjawab setiap pertanyaan si Rusa.

Begitu pertandingan dimulai, si Rusa langsung berlari secepat-cepatnya

mendahului si Kulomang. Selang beberapa jam si rusa sudah sampai di tanjung kedua.

Nafasnya terengah-engah. Dalam hati ia yakin bahwa si Kulomang mungkin hanya

mencapai jarak beberapa meter saja. Dengan sombongnya ia berteriak-teriak,

“Kulomang, sekarang kau ada di mana?” Temannya si Kulomang pun menjawab, “aku

ada tepat di belakangmu.” Betapa terkejutnya si Rusa, ia tidak jadi beristirahat

melainkan lari tunggang langgang.

Hal yang sama terjadi berulang kali hingga ke tanjung ke sepuluh. Memasuki

tanjung ke sebelas, si Rusa sudah kehabisan napas. Ia jatuh tersungkur dan mati.

Dengan demikian si Kulomang dapat bukan saja mengalahkan tetapi juga memperdayai

si Rusa yang congkak itu.

(Aneke Sumarauw, “Si Rusa dan Si Kulomang,” Cerita Rakyat dari Maluku)

3. Sastra Lisan yang Berbentuk Pertunjukan

Sastra lisan yang berbentuk pertunjukkan sangat beragam. Setiap daerah sepertinya

mempunyai bentuk sastra pertunjukkan ini. Berikut adalah jenis-jenis sastra lisan yang

berbentuk pertunjukkan.

Berbagai jenis wayang (wayang golek, wayang orang, wayang kulit, dsb)

kentrung, ludruk, lenong, dan sejenisnya

calung, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Page 56: dasar2 ilmu sastra

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo

Danandjaya, James. 2002. Folklor Indonesia ilmu gosip dongeng dan lain-lain. Jakarta:

Pustaka Utama Garafiti

Danandjaya, James. “Pendekatan Folklor dalam Penelitian Bahan-bahan Tradisi Lisan”

dalam Pudentia. Ed. 1998. Metodologi Kajian Sastra Lisan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Finnegan, Ruth. 1992. Oral Tradition and The Verbal Art. A Guide ro Research and

Practices. London: Routledge.

Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yagyakarta: Gadjah Mada University

Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Rusyana, Yus. 1981. Cerita Rakyat Nusantara Kumpulan Makalah tentang Cerita Rakyat.

Bandung: Fakultas keguruan sastra dan seni IKIP Bandung

________ dkk. 2000. Prosa Tradisional: Pengertian, Klasifikasi dan Teks. Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Teeuw, A. 1988. Sastra Dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra (diterjemahkan oleh Okke K.S Zaimar, dkk). Jakarta:

Djambatan

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani

Budianta). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama