104
Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenan dan karunia-Nya kita dapat menyelesaikan buku Tinjauan Laporan Bencana Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan. Kejadian bencana pada tahun 2006 sangat beragam dan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Akibat dari berbagai kejadian bencana tersebut adalah jatuhnya korban jiwa dan kerusakan materil yang sangat besar. Berbagai bencana yang terjadi sepanjang tahun 2006 dan upaya penanggulangannya dapat kita jadikan sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanggulangan bencana di setiap tahapannya baik pra bencana, saat bencana maupun pasca bencana untuk memotivasi kita dalam menghadapi tantangan di tahun-tahun berikutnya. Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, Juni 2007 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Dr. Rustam S. Pakaya, MPH

Dasar Permenkes RI No - pusatkrisis.kemkes.go.idpusatkrisis.kemkes.go.id/__pub/files233141. BUKU TINJAUAN TAHUN 2006.pdf · (8,91%) dan KLB (3,71%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada

  • Upload
    vocong

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenan dan karunia-Nya kita dapat menyelesaikan buku Tinjauan Laporan Bencana Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan. Kejadian bencana pada tahun 2006 sangat beragam dan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Akibat dari berbagai kejadian bencana tersebut adalah jatuhnya korban jiwa dan kerusakan materil yang sangat besar. Berbagai bencana yang terjadi sepanjang tahun 2006 dan upaya penanggulangannya dapat kita jadikan sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanggulangan bencana di setiap tahapannya baik pra bencana, saat bencana maupun pasca bencana untuk memotivasi kita dalam menghadapi tantangan di tahun-tahun berikutnya. Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, Juni 2007 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Dr. Rustam S. Pakaya, MPH

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................ 2

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK.......................... 4

BAB I PENDAHULUAN ................................. 7

BAB II KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA YANG TERJADI PADA TAHUN 2006 ....................................... 9

1. Frekuensi dan Jenis Kejadian Bencana yang Terjadi pada Tahun 2006 .............................. 9

2. Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 ........... 9

3. Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 .......... 12

4. Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah Korban Meninggal pada

Tahun 2006 .................................... 13 5. Jumlah Korban Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana ......................................... 15 6. Jumlah Korban Rawat Jalan

Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 .......... 16 7. Jumlah Korban Hilang

Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006 .......................... 18

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 3

8. Gambaran Pengungsi Berdasarkan Bencana pada Tahun 2006 .............. 20

9. Tujuh Jenis Kejadian Bencana yang Paling Sering Terjadi pada Tahun 2006 ....................................... 21

A. Banjir ........................................... 21 B. Longsor ....................................... 24 C. Banjir dan Longsor ...................... 26 D. Kecelakaan Transportasi ............. 28 E. Angin Puyuh/Puting Beliung ........ 30 F. KLB .............................................. 32 G. Banjir Bandang ........................... 34

10. Tiga Bencana Besar yang Terjadi pada

Tahun 2006 ..................................... 36 A. Gempa Bumi Tektonik Di Prov. DI

Yogyakarta Dan Jawa Tengah ... 36 B. Banjir Bandang Di Prov. Sulawesi

Selatan ....................................... 42 C. Gempa Bumi Dan Tsunami Di Prov.

Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta Dan Jawa Timur ..... 50

BAB III KESIMPULAN ....................................... 57 LAMPIRAN ........................................................... 61

Data Bencana Berdasarkan Provinsi Pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 4

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Jenis Kejadian Bencana di Indonesia pada Tahun 2006

Tabel 2. Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Tabel 3. Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Tabel 4. Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah Korban Meninggal pada Tahun 2006 Tabel 5. Jumlah Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Tabel 6. Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Tabel 7. Jumlah Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Tabel 8. Jumlah Pengungsi Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 GRAFIK

Grafik 1. Persentase Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana

pada Tahun 2006 Grafik 2. Persentase Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 3. Persentase Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 5

Grafik 4. Persentase Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 5. Persentase Jumlah Pengungsi Berdasarkan Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 6. Bencana Banjir pada Tahun 2006 Grafik 7. Korban Meninggal Akibat Banjir pada Tahun 2006 Grafik 8. Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Bencana Banjir pada Tahun 2006 Grafik 9. Banjir pada Tahun 2006 dan Provinsi Tempat Terjadinya Grafik 10. Bencana Longsor pada Tahun 2006 Grafik 11. Korban Meninggal Akibat Longsor pada Tahun 2006 Grafik 12. Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Longsor pada Tahun 2006 Grafik 13. Kejadian Longsor Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 14. Bencana Banjir dan Longsor pada Tahun 2006 Grafik 15. Korban Meninggal Akibat Banjir dan Longsor pada tahun 2006 Grafik 16. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat Banjir dan Longsor pada Tahun 2006 Grafik 17. Bencana Banjir dan Longsor Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 18. Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Grafik 19. Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 6

Grafik 20. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Grafik 21. Kecelakaan Transportasi Menurut Provinsi pada tahun 2006 Grafik 22. Bencana Angin Puyuh/Puting Beliung pada Tahun 2006 Grafik 23. Korban Meninggal Akibat Angin Puyuh/ Angin Puting Beliung pada Tahun 2006 Grafik 24. Korban Rawat alan dan Rawat Inap Akibat Angin Puyuh /Puting Beliung pada Tahun 2006. Grafik 25. Bencana Angin Puyuh/Puting Beliung Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 26. KLB pada Tahun 2006 Grafik 27. Korban Meninggal Akibat KLB pada Tahun 2006 Grafik 28. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat KLB pada Tahun 2006 Grafik 29. KLB Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 30. Bencana Banjir Bandang pada Tahun 2006 Grafik 31. Korban Meninggal Akibat Banjir Bandang pada Tahun 2006 Grafik 32. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat Banjir Bandang pada Tahun 2006 Garfik 33. Banjir Bandang Menurut Provinsi Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 7

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Posisi geografis negara kita yang berada di antara lempeng-lempeng litosfir (Eurasia/Asia Tenggara, Filipina, Pasifik dan Hindia-Australia) yang saling berinteraksi menjadikan Indonesia sebagai kawasan rawan gempa dan tsunami. Indonesia juga memiliki 129 gunung api aktif yang merentang sepanjang Aceh sampai Sulawesi Utara. Selain itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 5000 sungai besar sungai besar dan kecil yang 30% diantaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadi banjir, banjir bandang dan tanah longsor pada saat musim hujan. Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis, sepanjang tahun 2006 tercatat 162 kali kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan dan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Jenisnya pun beraneka ragam seperti banjir, longsor, gagal teknologi (kecelakaan transportasi), angin topan, gagal modernisasi (kecelakaan industri) sehingga semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan ”Supermarket Bencana”. Beberapa di antaranya merupakan bencana besar yang mengakibakan ratusan atau bahkan ribuan korban jiwa, yaitu kejadian gempa bumi dan tsunami di Prov. Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur serta gempa

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 8

bumi tektonik di Prov. DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Berbagai kejadian bencana tersebut merupakan pelajaran berharga bagi kita untuk ditelaah dari segi kejadian, dampak dan upaya penanggulangannya. Sehingga di masa mendatang kita bisa lebih membenahi serta meningkatkan upaya penanggulangan baik pada masa prabencana, saat bencana maupun pasca bencana. Dalam rangka peningkatan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana maka Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI menyusun suatu tinjauan kejadian bencana tahun 2006 yang berisi kumpulan data mengenai kejadian krisis kesehatan akibat bencana sepanjang tahun 2006. Di dalamnya meliputi frekuensi dan jenis kejadian bencana, jumlah korban bencana, tinjauan beberapa kejadian bencana dan ringkasan tiga bencana besar yang terjadi sepanjang tahun 2006. Buku ini diharapkan bermanfaat bagi petugas kesehatan baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah dalam mengambil kebijakan dan strategi penanggulangan bencana.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 9

BAB II KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA

YANG TERJADI PADA TAHUN 2006 1. Frekuensi dan Jenis Kejadian Bencana yang

Terjadi pada Tahun 2006

Selama satu tahun ini telah terjadi 162 kali bencana yang terdiri dari 17 jenis kejadian bencana. Banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi, dengan frekuensi yang cukup menonjol dibandingkan bencana lainnya (30,86%). Peringkat selanjutnya adalah longsor (15,43%). Sebagaimana yang tertera pada tabel 1.

2. Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada

Tahun 2006

Selama periode bulan Januari-Desember 2006, bencana terjadi di 27 provinsi dengan frekuensi yang bervariasi. Jawa Timur merupakan daerah yang paling banyak tertimpa bencana yaitu 15,57%, disusul oleh Jawa Tengah (14,97%) dan Jawa Barat (12,57%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 10

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 11

Tabel 2 Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi

pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 12

3. Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006

Angka kematian tertinggi didapat dari kejadian gempa bumi dengan jumlah yang cukup jauh melampaui kejadian lainnya yaitu hingga 75,36%. Peringkat kedua dan ketiga yaitu gempa bumi dan tsunami (8,91%) dan KLB (3,71%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :

Tabel 3 Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan

Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

No Jenis Kejadian Bencana Jumlah Total

Korban Meninggal

1 Gempa Bumi 5.788

2 Gempa bumi dan tsunami 684

3 KLB 285

4 Banjir Bandang 253

5 Longsor 185

6 Kecelakaan Transportasi 165

7 Banjir dan Tanah Longsor 143

8 Banjir 131

9 Kecelakaan Industri 18

10 Angin puting beliung 9

11 Gagal teknologi (Jembatan gantung putus)

7

12 Konflik sosial 6

13 Ledakan bom 3

14 Letusan (Status Awas) Gunung Api

2

Jumlah 7.679

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 13

Grafik 1 Persentase Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

4. Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah

Korban Meninggal pada Tahun 2006

Tabel berikut menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi merupakan bencana yang paling fatal di tahun ini dengan rasio antara frekuensi bencana dan korban meninggal yaitu 1 : 1.447. Gempa bumi yang disertai tsunami dan kesakitan dan kematian akibat perubahan cuaca menempati peringkat kedua dan ketiga. Sedangkan banjir yang merupakan bencana

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 14

yang paling sering terjadi selama tahun ini, jumlah korban meninggal relatif kecil yaitu 1 : 2,62. jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan banjir bandang yang mengakibatkan jumlah korban meninggal dalam satu kejadian adalah 1 : 31,63.

Tabel 4 Rasio Frekuensi Bencana

dengan Jumlah Korban Meninggal pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 15

5. Jumlah Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Bencana

Gempa bumi, selain memakan korban jiwa paling banyak, juga menyebabkan jumlah korban dirawat inap yang tertinggi dengan persentase sangat jauh melebihi bencana lainnya yaitu 86,89%. Sedangkan kejadian banjir, sekalipun angka mortalitasnya relatif rendah, namun menyebabkan jumlah korban rawat inap yang cukup banyak (5,86%). Lengkapnya pada tabel dan grafik berikut ini.

Tabel 5 Jumlah Korban Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 16

Grafik 2 Persentase Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

6. Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis

Bencana pada Tahun 2006

Korban rawat jalan paling banyak ditemukan pada bencana gempa bumi (64,37%) disusul oleh banjir (15,44%) serta kejadian banjir dan tanah longsor (7,50%).

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 17

Tabel 6

Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

No Jenis Kejadian Bencana Jumlah Total

Korban Rawat Jalan

1 Gempa Bumi 167.748

2 Banjir 40.246

3 Banjir dan Tanah Longsor 19.535

4 Gempa Bumi dan Tsunami 10.544

5 Letusan (Status Awas) G. Api

7.914

6 Kecelakaan Industri 6.077

7 Banjir Bandang 4.223

8 KLB 3.650

9 Longsor 472

10 Kecelakaan Transportasi 164

11 Konflik sosial 20

12 Angin puting beliung 9

13 Gelombang pasang 1

14 Ledakan bom 1

15 Petir 0

16 Kebakaran Hutan 0

17 Gagal Teknologi (Jembatan gantung putus)

0

Jumlah 260.604

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 18

Grafik 3

Persentase Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

7. Jumlah Korban Hilang Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006

Sebanyak 712 orang dinyatakan hilang akibat bencana pada tahun 2006. Korban hilang terbesar akibat kecelakaan transportasi. Lengkapnya pada tabel dan diagram berikut ini.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 19

Tabel 7 Jumlah Korban Hilang Berdasarkan

Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

No Jenis Kejadian Bencana Jumlah Total

1 Kecelakaan Transportasi 397

2 Banjir Bandang 148

3 Gempa bumi dan tsunami 82

4 Banjir 79

5 Banjir dan Tanah Longsor 4

6 Kecelakaan Industri 2

Jumlah 712

Grafik 4

Persentase Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 20

8. Gambaran Pengungsi Berdasarkan Bencana pada Tahun 2006

Jumlah pengungsi akibat bencana pada tahun 2006 sebanyak 2.485.953 jiwa. Sebagaimana tabel berikut ini. Sebagian besar akibat bencana gempa bumi.

Tabel 8 Jumlah Pengungsi Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 21

Grafik 5 Persentase Jumlah Pengungsi Berdasarkan

Kejadian Bencana pada Tahun 2006

9. Tujuh Jenis Kejadian Bencana yang Paling

Sering Terjadi pada Tahun 2006

Ada 7 jenis bencana yang paling sering terjadi pada 2006 ini, yaitu banjir, tanah longsor, kecelakaan transportasi, angin puting beliung, KLB, banjir yang disertai tanah longsor dan banjir bandang. Berikut ini akan dibahas seluruhnya secara lebih rinci. A. Banjir Bencana banjir mencapai puncaknya pada bulan Januari 2006, kemudian menurun hingga bulan April dan meningkat lagi dan kembali berfluktuasi.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 22

Korban meninggal tertinggi pada bulan Januari dan Desember. Bencana ini mengakibatkan banyaknya pasien yang dirawat jalan jauh melebihi dari rawat inap. Provinsi yang paling banyak mengalami banjir yaitu Jawa Timur, disusul Jawa Barat, Jawa Tengah, NAD, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Lengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 6 Frekuensi Kejadian Banjir pada Tahun 2006

Grafik 7 Jumlah Korban Meninggal Akibat Banjir

pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 23

Grafik 8 Jumlah Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan

Akibat Banjir pada Tahun 2006

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rawat Inap Rawat Jalan

Grafik 9 Frekuensi Banjir Berdasarkan Provinsi

pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 24

B. Longsor

Bencana longsor paling sering terjadi pada bulan Januari, sempat menurun pada bulan Februari dan meningkat kembali pada bulan Maret dan April. Dan pada bulan Mei-Juli, mengalami penurunan yang cukup tajam untuk kemudian kembali meningkat. Korban meninggal terbanyak pada bulan Januari dan Desember, sedangkan pada bulan-bulan lainnya relatif kecil. Angka pasien rawat jalan jauh melebihi rawat inap.

Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan provinsi yang paling sering tertimpa bencana tersebut. Salah satu bencana longsor yang terjadi pada tahun 2006 adalah sampah longsor yang terjadi di Kab. Bekasi Prov. Jawa Barat.

Grafik 10 Bencana Longsor yang Terjadi pada Tahun 2006

Grafik 11 Korban Meninggal Akibat Longsor pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 25

Grafik 12 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan

Akibat Longsor pada Tahun 2006

Grafik 13 Bencana Longsor Berdasarkan Provinsi

pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 26

C. Banjir dan Tanah Longsor Korban meninggal tertinggi pada bulan Januari, sejalan dengan frekuensinya yang memang paling tinggi di bulan tersebut. Sedangkan korban rawat jalan melesat tajam pada bulan Februari. Bencana banjir disertai tanah longsor hanya terjadi pada bulan Januari, Februari dan Desember, mengenai 4 provinsi yaitu Jawa Tengah, Sulawesi Utara, NAD dan Jawa Timur.

Grafik 14 Frekuensi Banjir dan Tanah Longsor

pada Tahun 2006

Grafik 15 Korban Meninggal Akibat Banjir dan Tanah Longsor

pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 27

Grafik 16 Jumlah Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan

Akibat Banjir dan Tanah Longsor pada Tahun 2006

Grafik 17

Bencana Banjir dan Tanah Longsor Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 28

D. Kecelakaan Transportasi Korban meninggal serta rawat inap terbanyak terjadi pada bulan Desember 2006. Sedangkan korban rawat jalan mencapai puncaknya pada bulan Juni dan Desember. Kejadian kecelakaan transportasi menimpa 9 provinsi. Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan provinsi yang paling sering mengalaminya.

Grafik 18 Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006

Grafik 19 Jumlah Korban Meninggal

Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 29

Grafik 20

Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006

Grafik 21

Kecelakaan Transportasi Berdasarkan Provinsi Pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 30

E. Angin Puting Beliung Angin puting beliung paling sering terjadi pada bulan Februari dan November. Korban meninggal dan rawat inap tertinggi terjadi pada bulan April. 8 provinsi yang tertimpa bencana tersebut dan provinsi yang paling sering mengalaminya adalah Prov. Jawa Timur.

Grafik 22

Bencana Angin Puting Beliung pada Tahun 2006

Grafik 23

Korban Meninggal Akibat Bencana Angin Puting Beliung pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 31

Grafik 24

Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Bencana Angin Puting Beliung pada Tahun 2006

Grafik 25 Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan Provinsi

pada Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 32

F. KLB

KLB paling sering terjadi pada bulan April. Korban meninggal dan rawat jalan tertinggi pun terjadi pada bulan tersebut. Provinsi Papua merupakan provinsi yang paling sering mengalami KLB.

Grafik 26 KLB yang Terjadi pada Tahun 2006

Grafik 27

Korban Meninggal Akibat KLB Tahun pada 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 33

Grafik 28

Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat KLB pada Tahun 2006

Grafik 29 Kejadian KLB Berdasarkan Provinsi Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 34

G. Banjir Bandang Frekuensi kejadian banjir bandang pada tahun ini tidak mengalami fluktuasi yang tinggi. Namun untuk korban meninggal dan rawat jalan mengalami peningkatan tajam pada bulan Juni. NAD dan Jawa Timur merupakan provinsi yang paling sering mengalaminya.

Grafik 30 Banjir Bandang pada Tahun 2006

Grafik 31

Korban Meninggal Akibat Banjir Bandang Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 35

Grafik 32 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat

Banjir Bandang pada Tahun 2006

Grafik 33 Banjir Bandang Berdasarkan Provinsi Tahun 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 36

10. Tiga Bencana Besar yang Terjadi pada Tahun 2006

Sepanjang tahun 2006 terdapat 3 jenis bencana besar yang menimbulkan dampak korban jiwa dan kerusakan yang cukup besar sehingga menarik perhatian seluruh dunia. Bencana tersebut yaitu gempa bumi yang menimpa Prov. DI Yogyakarta dan Jawa Tengah (27 Mei 2007), banjir bandang di Prov. Sulawesi Selatan (18 Juni) serta gempa bumi dan tsunami di sepanjang pesisir pantai Prov. Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur (17 Juli). Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai 3 kejadian tersebut.

A. Gempa Bumi Tektonik Di Prov. DI Yogyakarta Dan Jawa Tengah

a. Kronologis Kejadian

Pada hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05.53 WIB terjadi gempa bumi tektonik berkekuatan 5,9 SR. Pusat gempa pada 8.26 LS – 110.31 BT dengan kedalaman 33 KM dan berada di laut 37,2 Km Selatan Yogyakarta. Gempa ini dirasakan di Solo (III-IV MMI), Klaten (VI-VII MMI), Semarang (II-III MMI), Karangates (II-III MMI) dan Yogyakarta (V-VI MMI). Gempa susulan pertama terjadi pada pukul 8.07 WIB berkekuatan 5,2 SR. Pusat gempa pada 8.46 LS – 109.9 BT dengan kedalaman 33 KM dan berada di laut 80,5 Km Barat Daya Yogyakarta. Gempa susulan ini dirasakan di Yogyakarta (II-III MMI). Gempa susulan kedua terjadi pada pukul 10.10 WIB berkekuatan 497 SR. Pusat gempa pada 8.55 LS – 110.15 BT dengan kedalaman 33 KM dan

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 37

berada di laut 79 Km Barat Daya Yogyakarta. Gempa susulan ini dirasakan di Yogyakarta (II-III MMI) dan Klaten (II-III MMI). Gempa susulan terjadi pada pukul 11.21 WIB berkekuatan 4,7 SR. Pusat gempa pada 8.46 LS – 110.14 BT dengan kedalaman 33 Km dan berada di laut 79 Km Barat Daya Yogyakarta. Gempa susulan ini dirasakan di Klaten (II-III MMI) dan Yogyakarta (II-III MMI).

b. Teori Kejadian

Gempa bumi yang dahsyat ini disebabkan oleh gerakan Blok Sesar/Patahan yang dipicu oleh zona penunjaman lempeng tektonik di Laut Selatan Yogyakarta (Posisi Yogyakarta dan seluruh Pantai Selatan Jawa adalah pertemuan lempeng indo-australia dengan eurasia). Getaran/gelombang gempa akibat patahan merambat ke segala arah, termasuk ke Yogyakarta dan mengenai patahan opak yang memanjang dari Kretek sampai Prambanan menyebabkan bencana yang lebih besar karena batuan yang pernah patah di masa lalu masih bersifat labil. Dampak bencana terbesar berada di kiri-kanan Zona Sesar Opak, yaitu daerah : Kretek, Bambanglipuro, Jetis, Imogiri, Piyungan, Berbah, Kalasan, Prambanan, kemudian merambat ke Sesar Jiwo sehingga daerah yang parah di Klaten adalah Kecamatan Wedi, Gantiwarno, Bayat, dan Cawas (Berdasarkan informasi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia DIY/Jateng, LSM Harindjing Lestari AMC Malang-Jakarta dan PERHIMAGI-Yogyakarta).

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 38

Gambar 1. Penampang Palung Jawa dan Palung sebagai Sumber Gempa c. Permasalahan kesehatan

Gempa tersebut mengakibatkan korban jiwa sebanyak 5.778 orang, korban dirawat inap 26.480 orang, rawat jalan 166.054 orang dan pengungsi sebanyak 2.170.974 jiwa. Bencana tersebut juga menyebabkan rusaknya beberapa bangunan rumah dan sarana pelayanan umum termasuk 577 sarana kesehatan dengan rincian 3 Dinkes, 1 RS, 110 Puskesmas, 223 Pustu, 51 Polindes, 29 instansi Diknakes dan 160 rumah dinas.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 39

Permasalahan kesehatan lainnya yaitu adanya KLB tetanus serta gangguan kesehatan jiwa.

d. Upaya yang dilakukan

Berbagai upaya telah dilakukan oleh jajaran kesehatan untuk menanggulangi permasalahan kesehatan pasca gempa. Yaitu evakuasi korban, pelayanan kesehatan yang dilakukan di 120 RS, 18 RS Lapangan, 30 mobile clinics, 37 Puskesmas dan Poskes-poskes yang berada di Prov. DIY, Jateng dan DKI Jakarta, penanganan KLB tetanus, penanganan masalah kesehatan jiwa, vektor kontrol, imunisasi serta koordinasi lintas program dan lintas sektor serta NGO.

Pelayanan kesehatan di RS Lapangan dilakukan oleh beberapa institusi dan LSM baik dalam maupun luar negeri. Tercatat sebanyak 14 RS Lapangan di Kab. Bantul dan 1 di Kota Yogya Prov. DIY serta 2 di Kab. Klaten dan 1 di Kab. Boyolali Prov. Jawa Tengah. Mereka telah merawat 78.323 pasien (76.014 rawat jalan dan 2.309 rawat inap) dan berhasil mengoperasi 627 pasien. Beberapa RS Lapangan melakukan yankes keliling di mana kegiatannya meliputi pemeriksaan pasien serta imunisasi.

Departemen Kesehatan ikut berperan mendirikan sebuah RS Lapangan di Lapangan Dwi Windu Kabupaten Bantul, bekerja sama dengan PMI. RS Lapangan tersebut didirikan pada tanggal 29 Mei 2006 dan beroperasi sejak tanggal 31 Mei 2006 sampai tanggal 1 Juli 2006. RS Lapangan terdiri dari beberapa tenda pelayanan, yaitu 1 tenda UGD, 1 tenda Operasi kapasitas 2 meja operasi, 1

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 40

tenda Poli Umum, 1 tenda pemeriksaan X-Ray, 1 tenda farmasi, 6 tenda perawatan dengan kapasitas 60 tempat tidur, 3 tenda untuk tenaga kesehatan, 1 tenda logistik, dan 1 tenda sterilisasi. Untuk keperluan air bersih mendapat pasokan dari PDAM Kab. Bantul. Sedangkan untuk suplai listrik, terutama pada malam hari, mendapat bantuan dari PLN Kab. Bantul, dan pada siang hari disuplai dari Genset. Sarana pendukung lain yang tidak kalah penting adalah dapur umum yang disuplai penuh oleh PMI serta sarana sanitasi darurat dan laundry.

Tenaga Kesehatan yang bekerja di RS Lapangan Depkes – PMI berasal dari beberapa rumah sakit yang bekerja bergantian setiap 10 hari. Minggu pertama tenaga kesehatan yang bertugas berasal dari RSUP Dr. Soetomo Surabaya, RS PMI Bogor, Singapura Red Cross dan Hongkong Red Cross. Minggu kedua tenaga kesehatan yang bertugas berasal dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS PMI Bogor, Singapura Red Cross dan Hongkong Red Cross. Minggu ketiga tenaga kesehatan berasal dari RSU Dr. Karyadi Semarang dan RS PMI Bogor. Tenaga teknisi dan logistik yang mendukung operasional RS Lapangan berasal dari Pusat Sarana dan Prasarana Perlengkapan Kesehatan Depkes, RSCM, RS Kanker Dharmais, dan RS PMI Bogor.

Beberapa korban tidak dapat pergi berobat ke Rumah Sakit, Puskesmas dan Pos Kesehatan lainnya akibat kesulitan untuk menjangkau fasilitas kesehatan tersebut. Untuk mengantisipasi hal itu, Depkes mengirimkan 30 ambulans yang

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 41

dipergunakan sebagai Puskesmas Keliling (Pusling). Setiap ambulans membawa Tim yang terdiri dari 1 dokter, 2 perawat dan 1 sopir serta dilengkapi dengan 1 paket obat. Tenaga medis dan perawat yang ditugaskan berasal dari Dokter PTT BSB, Dokter Yanmed dan Poltekkes Depkes. Kegiatannya meliputi pelayanan kesehatan, evakuasi korban dan imunisasi.

Pusling tahap pertama terdiri dari 30 tim dan beroperasi di Prov. DIY serta Kab. Klaten sejak tanggal 30 Mei hingga 8 Juni. Pusling tahap kedua (14 tim) dan ketiga (10 tim) beroperasi hanya di wilayah Bantul saja pada tanggal 13-22 Juni dan 23 Juni-4 Juli. Setelah itu operasional Puskesmas Keliling (Mobile Clinic) diserahkan ke Dinkes Prov. DIY. Data pasien yang berobat di Pusling adalah 13.934 orang.

Koordinasi merupakan kata kunci dalam keberhasilan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain yang diakibatkan oleh bencana. Begitu banyak sumber daya yang dimobilisasi pasca gempa dan dengan mengkoordinasikan semua sumber daya tersebut maka akan diperoleh hasil yang efisien dan efektif.

Koordinasi lintas sektor dan lintas program dalam penanganan gempa dikoordinir oleh Bakornas PB melalui Bakornas AJU dan semua kegiatannya dipusatkan di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Rapat koordinasi dilakukan setiap hari selama periode tanggap darurat (27 Mei-30 Juni) dan dihadiri oleh berbagai institusi pemerintah serta LSM baik dalam maupun luar negeri. Institusi yang

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 42

hadir antara lain Satkorlak PB DIY dengan Dinas di lingkungan Pemda DIY, Satkorlak PB Jateng dengan Dinas di lingkungan Pemda Jateng, Depkes, Depsos, Deplu, Depdagri, Dephub, TNI, Polri, WHO, UNICEF, PMI, IFRC, MSF, IOM dll. Rapat membahas upaya yang telah dilakukan, rencana aksi dan masalah yang dihadapi dilapangan oleh semua peserta rapat yang hadir.

Tugas sektor kesehatan adalah pelayanan medis, evakuasi dan rujukan, immunisasi, surveilans, pencegahan KLB, mobilisasi tenaga kesehatan, distribusi logistik kesehatan, menyajikan data dan informasi penanganan kesehatan pasca gempa.

WHO mendukung tugas kesehatan yang dikategorikan dalam beberapa subgroup dalam Health Cluster, yaitu: Emergency Health Information and Supply Management, Immunization, Mental Health, Reproductive Health and MCH, Surveillance serta Hospital and Medical Services.

B. Banjir Bandang Di Prov. Sulawesi Selatan

a. Kronologis Kejadian Bencana banjir bandang dengan dampak yang luas terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan menerjang 4 kabupaten yaitu Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto. Kabupaten yang paling parah menderita kerusakan akibat bencana ini adalah Sinjai.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 43

Kronologis bencana dimulai pada hari Minggu tanggal 18 Juni 2006 di Kabupaten Sidrap, Kabupaten Luwu Utara (1 kecamatan, 3 desa) dan Kabupaten Bone (8 kecamatan, 12 desa). Pada hari Selasa tanggal 19 Juni 2006 banjir juga terjadi di Kabupaten Bantaeng (4 kecamatan, 11 desa) dan Kabupaten Sinjai (9 kecamatan, 41 desa). Puncaknya pada hari Rabu 20 Juni 2006 banjir juga melanda Kabupaten Bulukumba (7 kecamatan, 8 desa) dan Kabupaten Jeneponto (7 kecamatan, 27 desa).

b. Teori Kejadian

Hasil pemantauan Pusat Informasi Riset Bencana Alam pada tanggal 16, 17, 18 dan 20 Juni 2006 diketahui bahwa kondisi liputan awan di daerah timur dan tenggara Sulawesi Selatan pada umumnya sangat berawan. Pergerakan awan cenderung mengarah ke barat-barat laut sehingga menutup sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan dan puncaknya terjadi pada tanggal 20 Juni 2006. Kondisi curah hujan tanggal 18, 19 dan 20 Juni 2006 menunjukkan kecenderungan yang tinggi (= 100mm/hari). Jelasnya dapat dilihat pada gambar 2-4.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 44

Gambar 2 Kondisi curah hujan di Sulawesi Selatan dari Qmorph

tanggal 18 Juni 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 45

Gambar 3 Kondisi curah hujan di Sulawesi Selatan dari Qmorph

tanggal 19 Juni 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 46

Gambar 4 Pemantauan Curah Hujan dari Data Qmorph Tanggal

20 Juni 2006

Secara topografi wilayah Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto terletak pada lereng kaki Gunung Api Lompobattang. Daerah tersebut lebih rentan terhadap bencana banjir dan tanah longsor karena memperhatikan kondisi penggunaan lahan di lereng gunung api tersebut, sejak tahun 2002 telah mengindikasikan adanya lahan gundul. Selain lahan gundul juga terdapat lahan-lahan budidaya yang terletak pada lereng bagian atas. Kondisi demikian tentu saja akan menyebabkan lahan menjadi lebih rentan terhadap bahaya tanah longsor

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 47

pada bagian hulu dan juga bahaya banjir pada bagian hilir. Jelasnya dapat dilihat pada gambar 5-6.

Berdasarkan hasil analisa citra, dapat diketahui beberapa faktor penyebab banjir di Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto adalah: a. curah hujan yang relatif tinggi b. posisi topografis yang rawan bencana banjir c. kondisi penutup/penggunaan lahan yang telah

banyak menjadi lahan-lahan terbuka, terutama sekali pada hulu sungai (lereng Gunung api Lompobattang) dimana banyak dijumpai lahan kosong.

Gambar 5 Kondisi Morfologi dari Citra Landsat-7 ETM tahun

2002 dan DEM-SRTM tahun 2000

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 48

Gambar 6 Kondisi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat-7 ETM

tahun 2004-2005

c. Permasalahan kesehatan

Bencana ini mengakibatkan total 225 orang meninggal, 23 orang dirawat inap dan 2926 orang rawat jalan, 118 orang hilang dan 11.741 orang mengungsi. Di Kab. Sinjai yang paling parah tercatat 210 orang meninggal, 16 orang dirawat inap, 50 orang hilang dan 10.343 orang mengungsi. Selain itu terjadi kerusakan sarana kesehatan yaitu 2 RS, 1 Puskesmas, 7 Pustu, 5 Polindes dan 35 Posyandu.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 49

d. Upaya yang dilakukan

Untuk menanggulangi krisis kesehatan sebagai akibat bencana ini, telah dilakukan berbagai upaya, antara lain:

a. Melanjutkan evakuasi korban/pasien ke

pos kesehatan. b. Melaksanakan pelayanan kesehatan di pos

kesehatan sekitar lokasi pengungsian, Puskesmas dan Rumah sakit

c. Melakukan Rapid Need Assessment. d. Melakukan penyuluhan kesehatan

lingkungan. e. Melaksanakan kegiatan surveilans penyakit

untuk mencegah terjadinya KLB. f. Mendistribusikan obat-obatan, MP-ASI dan

masker ke Kab. Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng.

g. Melaksanakan pemantauan dan monitoring ke posko-posko bencana.

h. Dinkes Prov. Sulsel membentuk Tim Satgas yang terdiri dari unsur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSU Haji, RSU Labuang Baji), Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo, BSB/BSC, SAR Unhas, Dinkes Kota Makassar, Dinkes Prov. Sulsel dan BTKL Sulsel dengan jumlah petugas sebanyak 64 petugas terdiri dari 21 dokter (5 orang dokter spesialis terdiri dari bedah umum, anestesi, penyakit dalam dan anak serta 16 orang dokter umum) dan 43 orang perawat.

i. Bantuan Serum ATS 1.500 IU sebanyak 500 AMPL dan 100 vial ATS 20.000 IU dari

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 50

Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006.

j. Bantuan tempat penampungan air 1000 liter sebanyak 6 buah dari Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006

C. Gempa Bumi Dan Tsunami Di Prov. Jawa

Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta Dan Jawa Timur

a. Kronologis Kejadian

Pada tanggal 17 Juli 2006 telah terjadi gempa bumi tektonik di sebelah selatan pantai Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika atau PGN BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan pantai Pangandaran tersebut terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR), dengan pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang dari 33 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur. Pusat gempa berada di laut 286 km Selatan Bandung, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km.

Gempa bumi yang terjadi tersebut juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran, Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi. Bahkan, gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan Kebumen (Jawa Tengah), pantai

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 51

selatan Kab. Bantul (DI Yogyakarta) serta Kab. Tulung Agung (Jawa Timur).

Getaran gempa tidak begitu terasa oleh masyarakat sepanjang pantai. Namun, kepanikan terjadi ketika muncul gelombang pasang. Akibat air pasang ini, kurang lebih 500 meter dari bibir pantai Pangandaran terendam hingga ketinggian sekitar lima meter. Getaran gempa cukup dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalam rumah di sekitar pantai selatan Jawa Barat sampai Jawa Tengah. Sementara itu menurut catatan dilaporkan di beberapa kota di Jawa Barat, gempa cukup terasa di gedung berlantai tinggi.

b. Teori Kejadian

Tsunami pada dasarnya adalah bencana ikutan, yaitu bencana yang terjadi karena dipicu oleh bencana lainnya. Yang paling sering memicu terjadinya tsunami adalah gempa bumi. Hanya gempa bumi yang terjadi di bawah permukaan laut dengan pusat gempa berada pada kedalaman kurang dari 30 km dan dengan skala 6,5 Skala Richter atau lebihlah yang dapat memicu terjadinya tsunami. Semua persyaratan itu terpenuhi dalam kasus gempa yang memicu tsunami di pantai Selatan Jawa, Senin 17 Juli 2006. Tsunami Pangandaran terjadi di lepas pantai, dengan pusat gempa pada zona subduksi dipicu oleh pergerakan vertikal (dip-slip) kerak bumi yang terjadi di prisma akresi. Yang perlu dipahami masyarakat adalah merupakan suatu kewajaran bahwa gempa dan

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 52

tsunami sering terjadi di wilayah Indonesia baik dulu maupun di masa datang. Hal ini karena sebagian besar wilayah Indonesia terbentuk akibat tumbukan lempeng-lempeng dan berada di atas zona tumbukan itu. Adanya tumbukan ini mengakibatkan terjadinya retakan-retakan atau sesar di kerak bumi diatasnya. Lempeng-lempeng tersebut terus bergerak dan berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga terjadi akumulasi energi. Pada saat akumulasi energi tadi sudah maksimum maka energi tersebut akan dilepaskan (release) dalam bentuk pergeseran kerak bumi baik horizontal maupun vertikal. Maka terjadilah gempa. Jika pergeseran ini terjadi di bawah laut pergeseran kerak yang notabene merupakan deformasi kerak bumi akan mengakibatkan deformasi massa air laut sehingga terjadilah tsunami. (1) Jelasnya dapat dilihat pada gambar 7 dan 8.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 53

Gambar 7

Ketika kita menyatakan bahwa gempa dengan kekuatan lebih dari 6 skala richter yang terjadi di laut berpotensi menimbulkan tsunami, itu hanyalah baru sebagai hipotesis awal. Untuk mengetahui secara lebih baik lagi mekanisme gempa yang berpotensi kita harus banyak melakukan penelitian. Dari hasil penelitian yang ada sekarang ini muncul istilah tsunami earthquake atau slow earthquake. (2)

Tsunami earthquake mengambil istilah dari earthquake atau gempa yang menimbulkan tsunami, sementara slow earthquake mengambil istilah dari sifat karakteristik getaran gempa yang

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 54

lambat (slow shaking) yang dapat menimbulkan tsunami. Secara definisi detail bahwa yang dimaksud tsunami earthquake atau slow earthquake yaitu gempa yang cukup kuat (> 6 skala richter) dengan sifat getaran yang lambat (slow shaking) dan terjadi di laut, kemudian menimbulkan tsunami.(2)

Sifat slow shaking ini yang memberikan respon terhadap dinamika air yang lebih besar daripada fast shaking (getaran yang cepat). Respon besar inilah yang dapat membangkitkan gelombang tsunami. Getaran yang lambat ini salah satunya dapat disebabkan oleh tebalnya sedimen di sekitar pusat gempa di laut yang memberikan efek lubrikasi ketika gempa terjadi. Sifat getaran yang lambat ini dapat dicirikan dari rekaman long wavelength seismograf, orang merasakan getaran/goyangan yang lamban dan perbedaan ketinggian model tsunami dengan data fisis di lapangan. Gempa yang terjadi di Pangandaran tahun 2006 mungkin merupakan contoh lain dari slow earthquake (tsunami earthquake) apabila melihat data-data yang ada. Untuk memastikannya maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. (2)

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 55

Gambar 8

d. Permasalahan Kesehatan

Gempa yang diiringi tsunami ini telah menelan korban jiwa hingga mencapai 684 orang, 11.021 orang mengalami cedera dan 65 jiwa dinyatakan hilang. Ratusan rumah mulai dari sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, hancur. Demikian pula, hotel-hotel di sepanjang objek wisata pantai barat Pangandaran. Di Kabupaten Ciamis sebanyak 2 Puskesmas rusak ringan dan di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 3 unit Pustu rusak berat.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 56

e. Upaya yang dilakukan

Untuk mengatasi permasalah kesehatan yang ada, jajaran kesehatan telah melakukan berbagai upaya, antara lain : a. Evakuasi korban b. Mendirikan dan memberikan pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan di Poskes, Puskesmas dan RS.

c. Melakukan koordinasi dengan Satlak PBP Kab. Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap dan Kebumen.,

d. Mengirim 1.455 tenaga kesehatan (18 dr spesialis, 269 dr umum, 625 perawat dan 543 tenaga lainnya) serta 75 ambulans

e. Mengirimkan obat-obatan dan logistik yang telah dikirim oleh berbagai instansi ke lokasi bencana

f. Melakukan imunisasi TT, campak serta memberikan vit. A untuk balita di pengungsian. Cakupan imunisasi campak di Kab. Ciamis sebanyak 3.456 balita dan imunisasi TT sebanyak 6.754 penduduk usia 15–60 tahun dan pada relawan sebanyak 516 orang.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 57

BAB III

KESIMPULAN

1. Angka kejadian bencana yang mengakibatkan

krisis kesehatan di Indonesia pada tahun 2006 cukup tinggi dan beragam yaitu 162 kali bencana yang terdiri dari 17 jenis bencana.

2. Sebagian besar kejadian bencana (54,32%)

adalah akibat kondisi cuaca yang buruk yang bisa diperkirakan sebelumnya, yaitu banjir (30,86%), longsor (15,43%), angin puting beliung (7,41%), dan banjir yang disertai longsor (4,94%). Hal ini memperlihatkan besarnya pengaruh iklim dan cuaca terhadap kejadian bencana di Indonesia.

3. Bencana yang terjadi menimpa 27 provinsi dengan

frekuensi yang rata-rata sama. Ini menunjukkan bahwa hampir semua wilayah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling sering terjadi bencana yaitu 15,57% dari bencana keseluruhan, kemudian Jawa Tengah (14,97%), Jawa Barat (12,57%), Papua (5,99%), NAD (6,59%).

4. Jumlah korban meninggal tertinggi diakibatkan

oleh bencana gempa bumi dengan persentase hingga 75,37%. Diikuti gempa bumi dan tsunami (8,91%) dan banjir (3,71%). Besarnya jumlah korban meninggal akibat gempa bumi pada tahun ini dapat disebabkan antara lain oleh:

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 58

a. luasnya wilayah yang terkena dampak b. struktur bangunan yang tidak tahan gempa c. kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai

cara menghadapi gempa.

5. Gempa bumi merupakan bencana yang paling parah sepanjang tahun 2006 dilihat dari besarnya jumlah korban. Jumlah korban meninggal akibat bencana ini dalam satu kali kejadian adalah 1:1447. Disusul oleh bencana tsunami dengan perbandingan frekuensi kejadian dengan jumlah korban meninggal adalah 1:684. Sedangkan bencana banjir walaupun kerapkali terjadi, namun jumlah korban meninggal relatif lebih kecil dengan perbandingan frekuensi kejadian dengan jumlah korban meninggal yang diakibatkan adalah 1:2,62

6. Gempa bumi dan banjir merupakan bencana yang

cukup tinggi mengakibatkan korban luka dan sakit. Hal ini bisa dilihat dari tingginya angka korban rawat jalan serta korban rawat inap akibat kedua bencana tersebut yang menempati peringkat 2 besar dari seluruh bencana yang terjadi pada tahun 2006. Tingginya angka rawat inap dan rawat jalan pada kedua bencana ini dapat disebabkan oleh: a. lamanya pengungsi berada di tempat

penampungan. Pada bencana gempa, hal ini disebabkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi rumah yang rusak membutuhkan waktu cukup lama sehingga menahan pengungsi tetap berada di tempat penampungan. Sedangkan bencana banjir dapat terjadi selama berhari-hari.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 59

b. sarana sanitasi dan air bersih rusak dan tercemar.

7. Korban hilang akibat bencana pada tahun 2006

sebanyak 712 orang dan paling banyak disebabkan oleh kecelakaan transportasi. Kecelakaan transportasi yang paling banyak mengakibatkan hilangnya korban adalah kecelakaan transportasi laut. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pencarian korban yang tenggelam di laut baik oleh faktor teknis maupun faktor alam.

8. Pengungsi akibat bencana pada tahun 2006

sebanyak 2.485.953 jiwa. Angka pengungsi tertinggi akibat bencana gempa bumi.

9. Bencana banjir, longsor dan banjir yang disertai

tanah longsor paling sering terjadi pada bulan Januari 2006. Bencana angin puting beliung mencapai puncaknya pada bulan Februari 2006. Angka KLB tertinggi pada bulan April 2006. Sedangkan banjir bandang dan kecelakaan transportasi paling tinggi angka kejadiannya pada bulan April 2006. Keterkaitan jenis bencana banjir, banjir bandang dan angin puting beliung dengan waktu kejadian dihubungkan dengan siklus musim hujan dan pengaruh iklim global di Indonesia. Tingginya curah hujan adalah salah satu penyebab banjir di Indonesia, selain kerusakan lingkungan seperti bencana banjir yang terjadi di Prov. Sulawesi Selatan (Kab. Sinjai). Bencana longsor terjadi akibat pergeseran tanah yang labil karena kerusakan lingkungan dan dapat dipicu oleh curah hujan yang tinggi.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 60

10. Ada 3 bencana besar yang terjadi pada tahun

2006 yaitu : Gempa bumi tektonik di Prov. DIY dan Jateng (27/5), Banjir bandang di Prov. Sulsel (18-20/6) dan Gempa bumi yang diikuti tsunami di Pangandaran (17/7). Adapun indikatornya adalah: a. jumlah korban jiwa yang besar b. daerah yang terkena dampak sangat luas c. infrastruktur dan fasilitas umum mengalami

kerusakan yang cukup parah.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 61

LAMPIRAN

DATA BENCANA BERDASARKAN PROVINSI PADA TAHUN 2006

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 62

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 63

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 64

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 65

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 66

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 67

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 68

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 69

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 70

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 71

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 72

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 73

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 74

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 75

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 76

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 77

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 78

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 79

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 80

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 81

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 82

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 83

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 84

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 85

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 86

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 87

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 88

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 89

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 90

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 91

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 92

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 93

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 94

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 95

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 96

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 97

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 98

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 99

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 100

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 101

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 102

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 103

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 104

DAFTAR PUSTAKA 1. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen

Kesehatan RI. Data Bencana Tahun 2006. 2. Fakultas Keilmuan Geodesi Fakultas Teknik

Sipil dan Lingkungan ITB. Studi Mekanisme Gempa Bumi dan Tsunami Pangandaran Secara Geodetik. 2006

3. Yulianto, Eko, dr. Bercermin pada Tsunami Pangandaran. Pusat Penelitian Geoteknologi. LIPI. 2006

4. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan

Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN. Laporan Analisis Citra Satelit Penginderaan Jauh untuk Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. 2006.

5. IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia)

DIY/Jateng, LSM Harindjing Lestari AMC (Adventures & Mountain Climbers) Malang - Jakarta, PERHIMAGI - Yogyakarta. Tanya Jawab Gempa@Yogya-Jateng 27 Mei 2006. http://blognyayoga.wordpress.com/2006/06/ . 2006.

6. http://putrohari.tripod.com/Putrohari/