36

Click here to load reader

Dasar Analisis Berkala

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Metode Peramalan

Citation preview

Page 1: Dasar Analisis Berkala

MAKALAH

METODE PERAMALAN

“Dasar - Dasar Analisis Deret Berkala (Time Series)”

oleh

Kelompok 6

Anggota : Kurnia Millati Akhyar (1307469)

Fitri Anggrainy (1307483)

PRODI STATISTIKA

Page 2: Dasar Analisis Berkala

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2015

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Analisis deret berkala dikenalkan pertama kali pada Tahun 1970 oleh E. P Box

dan Gwilym M Jenskin melalui bukunya Time Series Analysist : Forecasting and

Control. Deret berkala merupakan salah satu metode peramalan, karena memiliki

karateristik data yang analisisnya bersifat deret waktu. Deret berkala atau runtut

waktu adalah serangkaian pengamatan terhadap peristiwa, kejadian atau variabel

yang diambil dari waktu ke waktu, dicatat secara teliti menurut urutan waktu

terjadinya, kemudian disusun sebagai data statistik. Periode waktu dari deret berkala

dapat berupa tahunan, mingguan , bulanan, semester, kuartal dan lain-lain. Jenis pola

data sangat penting untuk diketahui karena akan berpengaruh terhadap hasil ramalan.

Identifikasi pola terhadap data deret waktu juga berfungsi untuk menentukan metode

yang akan digunakan untuk menganalisis data tersebut.

Dari suatu runtut waktu akan dapat diketahui pola perkembangan suatu

peristiwa, kejadian atau variabel. Jika perkembangan suatu peristiwa mengikuti suatu

pola yang teratur, maka berdasarkan pola perkembangan tersebut akan dapat

diramalkan peristiwa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.

Jika nilai variabel atau besarnya gejala (peristiwa) dalam runtut waktu

(serangkaian waktu) diberi simbol Y1, Y2, ..Yn dan waktu-waktu pencatatan nilai

variabel (peristiwa) diberi simbol X1, X2, ..Xn maka rutut waktu dari nilai variabel Y

Page 3: Dasar Analisis Berkala

dapat ditunjukan oleh persamaan Y = f (X) yaitu besarnya nilai variabel Y tergantung

pada waktu terjadinya peristiwa itu.

Analisa Deret Berkala juga dapat diartikan sebagai sebuah metoda kuantitatif

yang dapat kita gunakan untuk menentukan pola dari data yang terkumpul beberapa

waktu dimasa lalu. Analisis data berkala memungkinkan kita untuk mengetahui

perkembangan suatu atau beberapa kejadian serta pengaruhnya atau hubungannya

terhadap kejadian lain. Dengan data berkala kita dapat membuat ramalan berdasarkan

garis regresi atau garis trend. Data berkala terdiri dari komponen-komponen,

sehingga dengan analisis data berkala kita dapat mengetahui masing-masing

komponen atau bahkan menghilangkan satu atau beberapa komponen. Karena ada

pengaruh dari komponen, data berkala selalu mengalami perubahan-perubahan,

sehingga apabila dibuat grafik akan menunjukkan adanya fluktuasi.

Analisa deret berkala digunakan untuk menemukan pola perubahan dalam

bentuk informasi statistic sampai melewati jarak waktu yang ada. Sedangkan manfaat

dari analisis data berkala adalah untuk mengetahui perkembangan suatu /beberapa

kejadian serta pengaruh atau hubungannya terhadap kejadian lain dan juga untuk

mengetahui kondisi masa mendatang atau meramalkan.

Data deret waktu dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya: bencana alam,

selera konsumen, manusia, musim, kebiasaan dan lain sebagainya. Karena

banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi, maka analisa sangat berat dan praktis

tidak mungkin untuk menjelaskan pengaruh setiap faktor satu demi satu.

ARIMA merupakan suatu metode analisis runtun waktu (time series). Metode ini

diterapkan untuk peramalan, yang biasa disebut sebagai Metode Box–Jenkins. Model

ARIMA dapat digunakan untuk analisis deret waktu dan peramalan data. Pada model

ARIMA diperlukan penetapan karateristik data deret berkala seperti stasioner,

musiman dan sebagainya, yang memerlukan pendekatan yang sistematis, dan

akhirnya akan menolong untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai

model-model dasar. Model ARIMA merupakan bagian dari untuk menentukan

Page 4: Dasar Analisis Berkala

pemodelan fungsi transfer. Agar metode ini dapat digunakan harus dilakukan

analisis runtun waktu historis, ketepatan metode harus diukur dan kesemuanya

harus diterapkan untuk tujuan peramalan.

Beberapa Istilah yang ditemui dalam analisis deret berkala, yaitu :

1. Stasioneritas

Stasioneritas dalam time series adalah tidak adanya pertumbuhan atau

penurunan data, dengan kata lain data tetap konstan sepanjang waktu

pengamatan. Menurut Santoso (2009: 38), stasioneritas adalah keadaan rata-

ratanya tidak berubah seiring dengan berubahnya waktu, dengan kata lain, data

berada di sekitar nilai rata-rata dan variansi yang konstan.

Makridakis (1999: 351) menyatakan bahwa bentuk visual dari plot time

series sering meyakinkan peramal bahwa data tersebut stasioner atau

nonstasioner, demikian pula plot autokorelasi dapat dengan mudah

memperlihatkan ketidak stasioneritas data. Kebanyakan data dalam time series

tidak stasioner, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian mengenai stasioneritas

pada data time series. Pengujian ini dapat dilakukan dengan menggamati plot

time series. Jika plot time series cenderung konstan tidak tedapat pertumbuhan

atau penurunan disimpulkan bahwa data sudah stasioner.

2. Differencing (pembedaan)

Pembedaan adalah usaha untuk menstabilkan nilai tengah dari deret berkala.

Proses pembedaan bisa dilakukan beberapa kali yang biasanya disebut dengan

Page 5: Dasar Analisis Berkala

pembedaan order ke-d, sehingga bila melakukan pembedaan satu kali maka

disebut difference order-1, bila dilakukan pembedaan dua kali maka difference

order- 2 dan seterusnya. Namun pembedaan yang biasa dilakukan paling tinggi

adalah sampai dengan orde- 2 saja, karena bila dilakukan pembedaan lebih dari

order - 2 maka deret berkala akan semakin mendekati linier, sehingga sifat - sifat

deret berkala akan hilang. Tujuan menghitung pembedaan adalah untuk

mencapai stasioneritas.

2. Model Autoregressive orde p atau AR (p)

Yaitu suatu model yang menjelaskan pergerakan suatu variabel melalui

variabel itu sendiri di masa lalu. Model autoregressive orde ke-p dapat ditulis

sebagai berikut: ARIMA (p,0,0)

3. Model Moving Average orde q atau MA (q)

Yaitu suatu model yang melihat pergerakan variabelnya melalui residualnya

di masa lalu. Model Moving Average orde-q dapat ditulis ARIMA (0,0,q) atau

MA (q).

4. Model Autoregressive Moving Average atau ARMA (p, q)

Model ARMA merupakan gabungan antara model AR (p) dan model MA (q).

5. Model Autoregressive Integrated Moving Average atau ARIMA (p, d, q)

Dalam praktek, banyak data yang tidak stasioner. Jika data itu melalui

proses pembedaan sebanyak d kali menjadi stasioner, maka data itu dikatakan

nonstasioner homogen tingkat d. Proses pembedaan disini bertujuan untuk

mencapai kestasioneran.

Page 6: Dasar Analisis Berkala

B. Model - Model Deret Berkala

1) Autoregressive Model (AR)

Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p (AR(p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

Dimana : Suatu konstanta

parameter autogresif ke-p

nilai kesalahan pada t

2) Moving Average Model (MA)

Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q)

dinyatakan sebagai berikut:

Dimana = suatu konstanta

sampai = parameter parameter moving average

= nilai kesalahan pada saat t-k

3) Model Campuran

a. Proses ARMA

Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni, misal

ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:

Atau

Page 7: Dasar Analisis Berkala

AR(1) MA(1)

b. Proses ARIMA

Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut:

AR(1) MA(1)

4) Model acak : ARIMA ( 0,0,0 )

Arima berasal dari “autogressive integrated moving average” (model

rata-rata bergerak terpadu autogresif). Tiga angka setelah ARIMA

menunjukkan derajat proses Ar, derajat pembedaan dan derajat proses MA.

Pengertian ini akan menjadi jelas setelah model-model tersebut

dipasangkan. Box dan Jenkins (1976) adalah orang yang memperkenalkan

ARIMA.

ARIMA ( 0,0,0 )

Y₁ = µ + еt

Model ini diklasifikasi sebagai ARIMA ( 0,0,0 ) karena tidak terdapat

aspek AR ( Y₁ tidak tergantung pada Yt₁ ) tidak terdapat pebedaan, dan tidak

dijumpai adanya proses MA ( Y₁ tidak tergantung pada е₁ )

5) Model acakm yang tidak Stasioner : ARIMA ( 0,1,0 )

ARIMA ( 0,1,0 )

Page 8: Dasar Analisis Berkala

Yt = Yt₁ + еt

Yt - Yt₁ = еt

Untuk memudahkan biasanya ( Yt - Yt₁ ) ini ditetapkan sebagai Wt,

yaitu deret pembedaan pertama, sehingga kita dapat berbicara mengenai Wt,

sebagai deret yang stasioner, sedangkaYt adalah non-stasioner ini dapat

digambarkan secara praktis (non statistic) sbb :

a. Apabila suatu data deret berkala diplot dan kemudian tidak terbukti

adanya perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu maka kita

katakan bahwa deret data tersebut stasioner p;ada nilai tengahnya

(mean).

b. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan

varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dapat kita katakana

deret dat tersebut adalah stasioner ıpada variansinya

c. Gambar ini memperlihatkan deret data, model ARIMa ( 0,1,0 )

dimana nilai tengahnya ‘menyimpang’ (dengan beberapa pola trend-

cycle) dari waktu ke waktu. Deret berkala inin tidak memiliki nilai

tengah yang stasioer.

d. Gambar ini memperlihatkan deret berkala yang nilai tengah dan

ragamnay tidak stasioner. Nilai tengahnya menyimpang 9 berubah

setiap waktu 0 dan ragam 9atau standar deviasinya ) tidak konstan

setiap waktu.

6) Model Autoregresif Stasioner berorde satu : ARIMA ( 1,0,0 )

ARIMA ( 1,0,0 ) ini merupakan bentuk dasar model AR (1). Nilai

pengamatan Yt bergantung pada Yt1, sedangkan nilai daari koefisien

autoregresif ı mempunyai nilai terbatas antara -1 dan +1.

ARIMA (1,0,0)

Yt = t Yt₁ + µ + еt

7) Model Rata Rata bergerak stationer berorde satu : ARIMA ( 0,0,1 )

Page 9: Dasar Analisis Berkala

Nilai pengamatan Yt bergantung pada nilai kesalahan еt dan juga

kesalahan sebelumnya еt₁ dengan koefisien θ₁.

Tanda minus pada koefisien ini menunjukan deskripsi umum model-

model ARIMA .

a. ARIMA (0,0,0)

a) Tidak ada aspek AR

b) Tidak ada pembedaan

c) Tidak ada aspek MA

b. ARIMA (0,1,0)

a) Tidak ada aspek AR

b) Memerlukan pembedaan pertama (first difference) untuk

menghilangkan ketidaksioneran pada nilai tengahnya.

c) Tidak ada aspek MA

c. ARIMA (0,0,1)

a) Tidak ada aspek AR

b) Terdapat penyimpangan dari nilai tengah dan perubahan

ragam yang lebig sukar ditangani

c) Tidak ada aspek MA

ARIMA (0,0,1)

Yt = µ + еt – θt еtı

8) Model Campuran Sederhana

Unsur dasar AR dan MA dapat dikombinasikan untuk menghasilkan

berbagai macam model campuran.

ARIMA ( 1,0,1 )

Yt = ₁ Yt ₁ + µ’+ еt – θı et-1

AR(1) konstan MA (1)

Disini Yt tergantung pada satu nilai sebelumnya yaitu YtI dan satu nilai

galat sebelumnya etı. deret data tersebut diasumsikan stasioner pada nilai

tengah dan ragamnya.

Page 10: Dasar Analisis Berkala

9) Kombinasi-kombinasi yang berorde lebih tinggi : ARIMA ( p,d,q )

Tampak jelas bahwa variasi model ARIMA tidak terbatas jumlahnya.

Model umum yang mencakup seluruh kasus yang disebutkan diatas dan

masih banyak lagi yang lain, dikenal sebagai ARIMA ( p,d,q ):

AR : p = orde dari proses autoregresif

I : d = tingkat pebedaan

MA : q = orde dari proses moving averae

Dalam praktek jarang diperluikan pemakaian nilai p,q atau q selain dari

0, 1 atau 2. Mungkin ini suatui hal yang luar biasa dimana kisaran (range)

yang kecil darinilai-nilai p,d,q dapat mencakup suatu kisaran yang luas dari

situasi-situasi peramalan praktis.

C. Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala

Pada bagian ini kita akan memusatkan pada analisis tertentu yang dapat

diterapkan untuk analisis deret berkala secara empiris guna menetapkan sifat-sifat

statistikanya dan dengan demikian dapat kita peroleh pengertian tentang jenis model

formal yang tepat.

1. Plot Data

Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala

adalah membuat plot data tersebut secara grafis. Untuk mempermudah hal

ini dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer yang tersedia.

2. Koefisien Autokorelasi

Statistika kunci di dalam analisis deret berkala adalah koefisien

autokorelasi (korelasi deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan

selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih. Menurut Pindyck dan Rubinfield

(1981) secara matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan

dengan rumus seperti pada persamaan sebagai berikut:

Page 11: Dasar Analisis Berkala

Apabila k r merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi

dengan lagnya dinamakan fungsi autokorelasi (Autocorrelation function)

sering disebut ACF dan dinotasikan oleh:

Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (Partial

Autocorrelation Function) sering disebut PACF. Seperti halnya autokorelasi

yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan

autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya,

dan disebut dengan fungsi autokorelasi parsial (PACF). Gambar dari ACF

dan PACF dinamakan kolerogram dan dapat digunakan untuk menelaah

signifikansi autokorelasi dan kestasioneran data.

3. Distribusi sampling autokorelasi

Tercapainya keberhasilan analisis deret berkala sangat bergantung pada

keberhasilan menginterpretasikan hasil analisis autokorelasi dan

kemampuan membedakan pola dan kerandoman data. Koefisien autokorelasi

dari data random mendekati distribusi sampling yang mendekati kurva

normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar 1/ n . Dengan

demikian suatu deret data dapat disimpulkan bersifat random apabila

koefisien korelasi yang dihitung berada didalam batas tersebut. Sedangkan

Page 12: Dasar Analisis Berkala

uji Box-Pierce Pormanteau untuk sekumpulan nilai-nilai rk didasarkan pada

nilai-nilai statistik Q.

Seperti yang diperlihatkan oleh Anderson (1942), Bartlett (1946),

Quenouille (1949) suatu deret berkala dikatakan bersifat acak apabila

koefisien korelasi yang dihitung berada di dalam batas:

Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisisien autokorelasi berdasarkan

sampel harus terletak di dalam daerah nilai tengah ditambah atau dikurangi

1,96 kali galat standart.

4. Periodogram dan Analisis Spektral

Salah satu cara untuk menganalisis data deret berkala adalah dengan

menguraikan data tersebut ke dalam himpunan gelombang sinus (siklus)

pada frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini merupakan prosedur yang sangat

terkenal pada masa sebelum adanya komputer tetapi prosedur masih sangat

berguna untuk menetapkan kerandoman dan musiman (seasonality) di dalam

suatu deret berkala, dan untuk mengenali adanya autokorelasi positif dan

negatif.

5. Koefisien Autokorelasi Parsial

Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan

(association) antara t X dan t k X , pengaruh dari time-lag 1,2,3,.. dan

seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satusatunya tujuan di dalam

Page 13: Dasar Analisis Berkala

analisis deret berkala adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA

yang tepat untuk peramalan.

D. Aplikasi Analisis Deret Berkala

1 Aplikasi Analisis Deret Berkala

Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu

menentukan model yang tepat. Autokorelasi dapat digunakan untuk menetapkan

apakah terdapat suatu pola dalam suatu kumpulan data dan apabila tidak terdapat

kumpulan data tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa kumpulan data tersebut adalah

random. Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu

menetapkan adanya suatu pola. Apabila suatu model peramalan telah dipilih, maka

autokorelasi kesalahan nilai sisa dapat dihitung untuk menetapkan apakah data

tersebut random.

2. Pengujian Stasioner Data Deret Berkala

Plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran.

Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time lag

kedua atau ketiga sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut

bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik,

maka autokorelasi data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah

diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time lag.

Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi

parsial.

Data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang bersifat

stasioner yaitu data yang rata-rata dan variansinya relatif konstan dari satu periode ke

periode selanjutnya, demikian juga halnya dengan analisis dengan model Fungsi

transfer. Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda secara

signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, nilai-nilai

Page 14: Dasar Analisis Berkala

tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu sedangkan autokorelasi-

autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis

lengkung ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga.

Jadi bila autokorelasi pada periode satu, dua, maupun periode ketiga tergolong

signifikan sedangkan autokorelasi-autokorelasi pada periode lainnya tergolong tidak

signifikan, maka datanya bersifat stasioner. Menurut Box-Jenkins data deret waktu

yang tidak stasioner dapat ditransformasikan menjadi deret data yang stasioner

dengan melakukan proses pembedaan (differencing) pada data aktual. Pembedaan

ordo pertama dari data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut:

Secara umum proses pembedaan(differencing) ordo ke – d dapat ditulis sebagai

berikut:

3. Menghilangkan Ketidak Stasioneran Data Deret Berkala

Jika proses pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala

didasarkan pada nilai tengah konstan dan varians konstan, maka apabila sebuah

deret sudah stasioner, maka sifat statistiknya bebas dari periode selama

pengamatan. Jadi, stasioner adalah fluktuasi data berada di sekitar nilai rata-rata

yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varian dari fluktuasi tersebut

serta tetap konstan setiap waktu. Dalam metode deret berkala (time series)

pengujian kestasioneran data sangat diperlukan karena apabila data tersebut

sudah stasioner, maka dapat digunakan untuk melakukan peramalan di masa

yang akan datang. Ada beberapa hal yang yang diperlukan untuk melihat suatu

data telah stasioner antara lain sebagai berikut:

Page 15: Dasar Analisis Berkala

a. Apabila suatu deret berkala diplot, dan kemudian tidak terbukti adanya

perubahan nilai tengah dari waktu kewaktu, maka dikatakan bahwa

deret tersebut stasioner pada nilai tengahnya.

b. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang

jelas dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala

tersebut adalah stasioner pada variasinya.

c. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai

tengah atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu,

maka dikatakan bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah

yang tidak stasioner atau mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner.

d. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada

nilai tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu,

maka dikatakan bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan

variasi yang tidak stasioner. Untuk melakukan peramalan dengan

metode deret berkala Box-Jenkins, maka dipilih deret berkala yang

stasioner baik nilai tengahnya maupun variasinya, sehingga untuk deret

berkala yang tidak stasioner baik nilai tengah maupun variasinya perlu

dilakukan suatu proses untuk mendapatkan keadaan stasioner. Proses

untuk mendapatkan keadaan stasioner nilai tengah adalah dengan

melakukan pembedaan, sedangkan untuk mendapatkan keadaan

stasioner varians perlu dilakukan transformasi. Ke dua hal tersebut biasa

dilakukan salah satu saja atau ke dua-duanya, tergantung dari keadaan

stasioner dari deret data deret berkala yang akan dipilih untuk

peramalan.

4. Mengenali Adanya Faktor Musiman dalam Suatu Deret Berkala

Musiman didefinisikan sebagai pola yang berulang-ulang dalam selang

waktu yang tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas

adalah tinggi untuk musim dingin dan rendah pada musim panas yang

Page 16: Dasar Analisis Berkala

memperlihatkan suatu pola musim 12 bulan. Untuk data stasioner, faktor

musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi

pada dua atau tiga time lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang

berbeda nyata dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Adanya

faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di dalam grafik autokorelasi

namun hal ini tidaklah selalu mudah dikombinasikan dengan pola lain

seperti trend. Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas adanya

ketidak stasioneran data (adanya trend). Sebagai pedoman data tersebut

harus ditransformasikan ke bentuk yang stasioner sebelum ditentukan

adanya faktor musiman.

Contoh kasus penerapan analisis deret berkala dengan menggunakan model ARIMA :

Data nilai ekspor komoditi di propinsi Sumatra utara periode 2005 sampai dengan 2012

NO BULANNilai Ekspor Komoditi (ton)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Januari 625570 641535 538281 629613 585842 454044 611370 10186062 Februari 692868 606586 555719 741002 469298 558330 497083 6310973 Maret 692961 612706 627341 778312 761209 508188 489056 7420034 April 543663 736091 653219 441717 624332 693121 609754 6051085 Mei 672481 605266 675481 745387 774566 647774 686888 5471556 Juni 552298 765425 566837 731816 483157 501197 725621 6574037 Juli 782167 952847 579756 536506 612279 734939 596728 8014758 Agustus 346835 826097 656695 309879 815697 961792 903992 786581

Page 17: Dasar Analisis Berkala

9 September 1100035 733527 734725 898237 6495772 712470 690765 77633510 Oktober 762081 765961 735227 664678 589033 890979 618725 68597411 November 596764 678852 739266 819326 536034 738558 97092112 Desember 807083 779931 779325 824419 1311758 590711 760100

 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatra Utara

Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat plot time series untuk data nilai ekspor

komoditi yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Page 18: Dasar Analisis Berkala

90817263544536271891

1400000

1200000

1000000

800000

600000

400000

200000

Index

exp

ort

Time Series Plot of export

Dari plot data pada grafik diatas dapat dilihat bahwa data sudah stasioner. Setelah

memplot data, selanjutnya dilakukan perhitungan autokorelasi dan autokorelasi parsial

seperti pada grafik di bawah ini

Page 19: Dasar Analisis Berkala

9080706050403020101

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1,0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for export(with 5% significance limits for the autocorrelations)

(a) Gambar Autokorelasi

Page 20: Dasar Analisis Berkala

9080706050403020101

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1,0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for dIFFERENCE(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

b) Gambar Autokorelasi Parsial

Untuk melihat apakah data sudah stasioner atau tidak, dapat dilihat dari nilai

koefisien autokorelasi yang berbeda nyata dari nol yaitu nilai koefisien autokorelasi

berada dalam interval batas penerimaan. Maka dari seluruh nilai koefisien autokorelasi

harus berada dalam interval:

Page 21: Dasar Analisis Berkala

Terlihat bahwa data sudah stasioner, hanya 1 data nilai koefisien autokorelasi yang

tidak berada dalam interval batas penerimaan yaitu: lag-6 dengan nilai koefisien (−0, 228)

dan hanya 1 nilai koefisien autokorelasi parsial yang tidak berada dalam batas

Page 22: Dasar Analisis Berkala

penerimaan yakni lag-6 dengan nilai koefisien (−0, 266). Oleh karena itu tidak perlu

dilakukan differencing.

Dalam menentukan model ARIMA(p,d,q), nilai−nilai autokorelasi dan autokorelasi

parsial yang melebihi confidence limit bisa dijadikan panduan. Di sini nilai autokorelasi

lag-6 berbeda secara signifikan sehingga ordo AR(1), untuk nilai koefisien autokorelasi

parsial yang melebihi confidence limit yaitu pada lag-6 sehingga ordo MA(1) Dengan

pertimbangan tersebut dipilih model sementara yaitu ARIMA(1, 0, 1).

Selanjutnya dilakukan pencarian nilai−nilai parameter seperti pada Tabel 2 berikut

ini :

Page 23: Dasar Analisis Berkala

Nilai-nilai parameter yang diperoleh yakni dengan nilaiˆφ1=1, 0000,ˆθ1 = 1,

0158. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi terhadap nilai-nilai parameter model

ARIMA(1, 0, 1) yang lain pada Tabel 3 dibawah ini

Page 24: Dasar Analisis Berkala

Dari tabel 3 diperoleh model dengan nilai parameter sebagai berikut:

Yt = µ0 + 1, 0000Yt − 6 + et − 1, 0158et – 6

Page 25: Dasar Analisis Berkala

Sebelum model sementara digunakan untuk peramalan selanjutnya perlu

dilakukan pemeriksaan ketepatan model dengan melihat kondisi nilai residual dan

kecukupan model untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai.

Nilai residual data nilai ekspor komoditi diperlihatkan dalam bentukhistogram

seperti pada Gambar 3

Page 26: Dasar Analisis Berkala

Histogram Nilai Residual Peramalan Nilai Ekspor

Page 27: Dasar Analisis Berkala

Diperoleh nilai-nilai koefisien autokorelasi residualnya untuk melihat tidak

adanya nilai-nilai autokorelasi yang signifikan seperti pada Gambar 4.

Autokorelasi Nilai Residu

Page 28: Dasar Analisis Berkala

Dari Gambar dapat dilihat nilai-nilai autokorelasi residual dengan selang

kepercayaan 95% berada pada interval. Dengan demikian nilai rk residual yang diperoleh

tidak ada yang berbeda secara signifikan sehingga memberi keyakinan bahwa residual

tersebut adalah acak.

Untuk menentukan kecukupan model harus memenuhi dua asumsi yaitu residual

bersifat White Noise dan berdistribusi normal. Pengujian asumsi residual bersifat White

Noise dapat dilakukan menggunakan uji statistik Portmanteau. Pada pembahasan ini yang

akan di lakukan memperlihatkan model sudah berdistribusi normal. Dengan

menggunakan Minitab diperoleh plot probabilitas dari residual

Dengan menggunakan Minitab diperoleh plot probabilitas dari residual model

ARIMA(1, 0, 1) seperti pada hasil output dibawah ini :

Page 29: Dasar Analisis Berkala

Plot Nilai Residual

Uji statistik Q Box-Pierce dilakukan untuk menunjukkan bahwa fungsi

autokorelasi residualnya bersifat White Noise atau tidak berbeda dari nol. Hasil

Page 30: Dasar Analisis Berkala

perhitungan statistik Q Box-Pierce dilakukan menggunakan Minitab. Hasil perhitungan

seperti pada Tabel 4

Page 31: Dasar Analisis Berkala

Berdasarkan nilai Q yang didasari pada lag 12, 24, 36, dan 48 residual

autokorelasinya adalah 10,0, 20,5, 40,7 dan 51,4 dan tabel χ2 untuk derajat kebebasan

χ20,05(10) = 18, 307, χ20,05(22) = 33, 924, χ20,05(34) = 48, 602, dan χ2 0,05 (46) =

61, 656. Diperoleh bahwa Q < χ2 yang berarti kumpulan nilai rk tidak berbeda secara

signifikan dari nol atau White Noise, sehingga model memadai.

Dengan menggunakan Minitab dapat diperoleh ramalan untuk 24 periode ke

depan dengan taraf kepercayaan 95%. Interval ramalan dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 32: Dasar Analisis Berkala

KESIMPULAN :

Berdasarkan hasil analisa di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:

Page 33: Dasar Analisis Berkala

Model peramalan yang digunakan untuk meramalkan nilai ekspor komoditi di

Propinsi Sumatera Utara untuk 24 periode ke depan adalah model ARIMA (1,0,1) dengan

persamaan

Yt = µ0 + 1, 0000Yt − 6 + et − 1, 0158e t − 6

Daftar Pustaka

Makridakis, S., Wheelwright, S.C., & McGee, V.E. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan Jilid 1 Edisi Kedua. Terjemahan Ir. Untung S. Andriyanto dan Ir. Abdul Basith. Jakarta: Erlangga.

Santoso, S. 2009. Bussiness Forecasting Metode Peramalan Bisnis Masa Kini dengan Minitab dan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.