Upload
vanthu
View
233
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
DAMPAK VOLATILITAS NILAI TUKAR TERHADAP
INFLASI SEKTORAL: PENERAPAN MODEL
OVERSHOOTING DORNBUSCH DI LIMA NEGARA ASIA
MUHAMMAD REZZA NOVIANDI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Volatilitas
Nilai Tukar Terhadap Inflasi Sektoral: Penerapan Model Overshooting Dornbusch
Di Lima Negara Asia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Muhammad Rezza Noviandi
NIM H14090039
ABSTRAK MUHAMMAD REZZA NOVIANDI. Dampak Volatilitas Nilai Tukar Terhadap
Inflasi Sektoral: Penerapan Model Overshooting Dornbusch Di Lima Negara
Asia. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI.
Karya ilmiah ini menguji penerapan teori overshooting Dornbusch di lima
negara Asia, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan China.
Teori exchange rate overshooting Dornbusch, peningkatan jumlah uang beredar
(money supply) dalam jangka pendek akan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi
melebihi nilai depresiasi jangka panjangnya. Implikasi dari kondisi tersebut
adalah dalam usahanya untuk menuju keseimbangan ekonomi, kecepatan
penyesuaian harga barang dan jasa akan menjadi lebih lambat dibandingkan
dengan kecepatan penyesuaian yang terjadi pada nilai tukar. Dalam hasil
penelitian ini dapat dijelaskan bahwa negara Indonesia, dan Singapura mengalami
fenomena overshooting. China, Korea Selatan dan Malaysia tidak mengalami
fenomena tersebut, dikarenakan sistem kurs yang dianut negara tersebut.
Volatilitas nilai tukar juga dapat memengaruhi inflasi sektoral, negara yang
mengalami fenomena overshooting inflasi sektoral adalah negara Indonesia,
Singapura, dan Malaysia.
Kata kunci: inflasi sektoral, money supply, dan overshooting
ABSTRACT
MUHAMMAD REZZA NOVIANDI. Impact of Exchange Rate Volatility
Against Sectoral Inflation: Application of Dornbusch Overshooting Model in Five
Countries Asia. Supervised by NOER AZAM ACHSANI.
This paper is to examine the application of the theory of Dornbusch
overshooting in five countries Asia, Indonesia, Malaysia, Singapore, South Korea,
and China. Theory of exchange rate overshooting Dornbusch, an increase in the
money supply in the short term will cause the exchange rate to depreciate more
than the value of long-term depreciation. The implication of these conditions is in
his attempt to get to the economic balance, speed of adjustment of prices of goods
and services will be slower than the speed of adjustment that occurs in the
exchange rate. In the results of this study can be explained that Indonesia, and
Singapore has experienced the phenomenon of overshooting. China, South Korea
and Malaysia did not has experience this phenomenon, due to the exchange rate
regime adopted by the State. Volatility of exchange rate can affect sectoral
inflation, phenomenon overshooting exchange rate be held in Indonesia,
Singapura and Malaysia.
Keywords: money supply, overshooting, and sectoral inflation
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DAMPAK VOLATILITAS NILAI TUKAR TERHADAP
INFLASI SEKTORAL: PENERAPAN MODEL
OVERSHOOTING DORNBUSCH DI LIMA NEGARA ASIA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
MUHAMMAD REZZA NOVIANDI
Judul Skripsi : Dampak Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Inflasi Sektoral:
Penerapan Model Overshooting Dornbusch Di Lima Negara Asia
Nama : Muhammad Rezza Noviandi
NIM : H14090039
Disetujui oleh
Prof. Noer Azam Achsani, Ph.D
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Dedi Budiman Hakim
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
volatilitas nilai tukar, dengan judul Dampak Volatilitas Nilai Tukar Terhadap
Inflasi Sektoral: Penerapan Model Overshooting Dornbusch Di Lima Negara
Asia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Noer Azam Achsani selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan dalam
penulisan karya ilmiah ini. Untuk Ibu Widyastutik dan Bapak Salahudin Al Ayubi
sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran perbaikan untuk
penulisan karya ilmiah ini. Untuk Sri Retno W N, SE, dan Ade holis, SE, juga
Dian V Panjaitan, S.Si yang telah mengajarkan dan mengarahkan dalam
menggunakan model ekonometrika untuk penulisan karya ilmiah ini. Disamping
itu, penulis sampaikan penghargaan kepada Ecthink, instansi yang telah
membantu dalam pengumpulan data penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Muhammad Rezza Noviandi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 7
METODE 7
Kerangka Pemikiran 7
Jenis dan Sumber Data 8
Metode Penelitian 8
Prosedur Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 60
DAFTAR TABEL
1 Sistem kurs ASEAN+3 (tahun 2007) 2 2 Mundel fleming model ringkasan dampak kebijakan 2 3 Hasil uji stationeritas ADF 14
4 Hasil uji penentuan lag optimal 14
5 Hasil uji stabilitas VAR 15
6 Hasil uji kointegrasi 15
7 Hasil uji Vector Eror Correction Model (VECM) 16
8 Hasil uji VECM sektor food 22 9 Hasil uji VECM sektor transportation 22
10 Hasil uji VECM sektor housing 22
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi nilai tukar tahun 2008-2009 4 2 Hubungan exchange rate, inflation dan money supply 8 3 Fluktuasi nilai tukar tahun 2005-2012 11 4 Kondisi commodity price index tahun 2005-2012 12 5 Hasil impulse response function 18 6 Forecast error variance decomposition 20
DAFTAR LAMPIRAN
7 Lampiran 1. Uji Stationeritas negara Indonesia variabel LER, LM2,
LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport 26
8 Lampiran 2. Uji Stationeritas negara China variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport 27
9 Lampiran 3. Uji Stationeritas negara Korea variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport 29
10 Lampiran 4. Uji Stationeritas negara Singapura variabel LER, LM2,
LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport 30
11 Lampiran 5. Uji Stationeritas negara Malaysia variabel LER, LM2,
LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport 32
12 Lampiran 6. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT Negara Indonesia 33
13 Lampiran 7. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT Negara China 38
14 Lampiran 8. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT Negara Korea 43
15 Lampiran 9. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT Negara Singapura 48
16 Lampiran 10. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD,
LCPI_HOUSING, LCPI_TRANSPORT Negara Malaysia 54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nilai tukar merupakan alat untuk kebijakan ekonomi suatu negara. Nilai
tukar juga sebagai indikator ekonomi yang dibutuhkan sebagai daya saing
ekonomi internasional karena mempunyai pengaruh pada pembangunan ekonomi,
perdagangan luar negeri dan neraca modal yang didalamnya terdiri dari investasi
portofolio dan investasi langsung luar negeri. Fluktuasi nilai tukar berpengaruh
pada nilai mata uang dalam negeri akibat masuknya mata uang luar negeri, selain
itu fluktuasi ini juga berdampak kepada nilai mata uang luar negeri dengan
memengaruhi volume dan nilai perdagangan pada masa yang akan datang.
Pada awalnya ada dua jenis rezim yang dipakai oleh suatu Negara dalam
menjaga stabilitas perekonomian, yakni rezim kurs mengambang bebas (floating
exchange rate) dan rezim kurs tetap (fixed exchange rate). Kurs mengambang
bebas, kurs ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk
menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Sistem kurs
mengambang bebas membolehkan kebijakan moneter digunakan untuk tujuan
lain. Sistem kurs tetap, bank sentral mengumumkan nilai kurs dan siap untuk
membeli dan menjual mata uang domestik untuk mempertahankan kurs sesuai
dengan tingkat yang diumumkan. Kurs tetap mengarahkan kebijakan moneter
suatu Negara untuk satu tujuan, yaitu mempertahankan kurs pada tingkat yang
telah diumumkan. Esensi dari sistem kurs tetap adalah komitmen bank sentral
untuk membiarkan jumlah uang beredar menyesuaikan pada level berapapun akan
menjamin kurs ekuilibrium sama dengan kurs yang diumumkan. Selain itu bank
sentral siap membeli atau menjual mata uang asing pada kurs tetap, jumlah uang
beredar menyesuaikan secara otomatis pada tingkat yang diperlukan.
Ada banyak faktor yang memengaruhi perubahan sistem nilai tukar,
termasuk ekonomi, politik dan aspek psikologi serta faktor interaksi lainnya.
Penentuan rezim nilai tukar merupakan hal penting bagi perekonomian suatu
negara karena merupakan alat yang dapat digunakan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan mengisolasi perekonomian negara dari volatilitas
perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar yang ditetapkan suatu
negara mempunyai beberapa fungsi utama. Pertama, berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran dengan tujuan akhir menjaga
cadangan devisa suatu negara. Kedua, menjaga stabilitas pasar domestik. Ketiga,
sebagai instrument moneter khususnya bagi negara yang menetapkan suku bunga
dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Keempat, sebagai
nominal anchor dalam pengendalian depresiasi nilai tukar maupun dengan
mem”peg”kan nilai tukar suatu negara terhadap mata uang asing.
Perkembangan rezim nilai mengalami perubahan seperti adanya rezim nilai
tukar tertambat (pegged exchange rate) dengan menambatkan nilai mata uangnya
dengan suatu nilai mata uang lain yang biasanya merupakan mata uang Negara
mitra dagang utama.
2
Berikut tabel tentang sistem kurs negara ASEAN+3.
Tabel 1. Sistem kurs ASEAN+3 (Tahun 2007)
Penetapan rezim nilai tukar memiliki kaitan dengan semua kebijakan dalam
menstabilkan perekonomian, yakni kebijakan fiskal, moneter dan kebijakan
perdagangan. Dalam model mundel fleming menunjukkan bahwa dampak dari
sebagian besar kebijakan ekonomi terhadap perekonomian terbuka kecil
tergantung pada apakah kurs mengambang atau tetap yang dianut oleh suatu
Negara.
Tabel 2. Mundel fleming model ringkasan dampak kebijakan
Rezim kurs
Mengambang Tetap
Berdampak pada :
Kebijakan Y Er Nx Y Er Nx
Ekspansi fiskal 0 0 0
Ekspansi moneter 0 0 0
Hambatan impor 0 0 0 Keterangan : tabel ini menunjukan arah dari pengaruh berbagai kebijkan ekonomi terhadap
pendapatan Y, kurs Er, neraca perdagangan Nx. Tanda “ ” menunjukan bahwa
variabel meningkat dan sebaliknya. Tanda “0” menunjukan tidak ada dampak yang
terjadi.
Model Mundel Fleming menunjukkan bahwa kekuatan kebijkan moneter
dan fiskal untuk memengaruhi pendapatan agregat tergantung pada rezim kurs.
Rezim kurs mengambang, hanya kebijakan moneter yang bisa memengaruhi
pendapatan. Dampak kebijakan fiscal expansionary yang biasa dapat dikurangi
3
oleh adanya kenaikan nilai mata uang dan penurunan ekspor netto. Sistem kurs
tetap, hanya kebijakan fiskal yang memengaruhi pendapatan. Potensi kebijakan
moneter normal akan hilang karena jumlah uang beredar dimaksudkan untuk
mempertahankan kurs pada tingkat yang diumumkan.
Gejolak krisis keuangan global telah mengubah tatanan perekonomian
dunia. Krisis global pada tahun 2007 yang berawal di Amerika Serikat, mulai
semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang
pada tahun 2008. Berbagai kebijakan agresif untuk memulihkan perekonomian
telah dilakukan. Di Indonesia, imbas krisis global mulai terasa terutama
menjelang akhir 2008. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6% sampai
dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat
pada triwulan IV-2008. Tekanan perlambatan ekonomi dunia dan gejolak pasar
keuangan global tercermin pada memburuknya neraca perdagangan Indonesia
(NPI) terutama mulai semester II-2008. Secara tahunan, NPI mencatat defisit 2,2
miliar dolar AS, setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
pemerintah. Indeks harga komoditas ekspor Indonesia di akhir Juni 2008
meningkat 30% dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2007.
Dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah
yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat,
terutama sejak Oktober 2008. Sejak triwulan III-2008, dampak krisis pasar
keuangan global semakin kuat diiringi dengan jatuhnya berbagai lembaga
keuangan besar di Amerika Serikat serta proses deleveraging di pasar keuangan
global. Meningkatnya risiko global memicu pelepasan investasi portofolio asing
di pasar keuangan domestik.
Di pihak lain neraca transaksi berjalan mulai tertekan akibat jatuhnya harga
komoditas dan menurunnya kegiatan ekonomi mitra dagang. Perkembangan
tersebut menyebabkan rupiah tertekan hingga sempat mencapai Rp12.150 per
dollar AS di November 2008 disertai menurunnya volatilitas yang mencapai
4,67%. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5,4% dari Rp9.140
(2007) menjadi Rp9.666 (2008). Krisis tahun 2008 ini juga memengaruhi
perekonomian negara-negara ASEAN selain Indonesia.
Selama krisis 2008, nilai tukar di negara China, Indonesia, Singapura, Korea
Selatan dan Malaysia memiliki volatilitas yang berbeda. Pada awal tahun 2008,
setiap negara ditandai dengan penurunan nilai tukar (depresiasi). Hal ini karena
adanya krisis Amerika Serikat tahun 2007 yang baru dirasakan pada tahun 2008.
Namun demikian, statistik menunjukkan bahwa dampak krisis pada tahun 2008 di
negara-negara Asia Tenggara tidak seburuk pada tahun 1997. Selain itu, negara-
negara ini berhasil pulih dengan cepat.
4
Gambar 1. Kondisi nilai tukar tahun 2008-2009
China Indonesia
Korea Selatan Malaysia
Singapura
Fluktuasi nilai tukar dapat diterangkan oleh teori exchange rate
overshooting Dornbusch dimana peningkatan jumlah uang beredar dalam jangka
pendek akan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi melebihi nilai depresiasi
jangka panjangnya. Dalam modelnya, nilai tukar diperlakukan sebagai jump
variable sedangkan harga dan output diperlakukan sebagai sluggish variable.
Implikasi dari kondisi tersebut adalah dalam usahanya untuk menuju
keseimbangan ekonomi, kecepatan penyesuaian harga barang dan jasa akan
menjadi lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan penyesuaian yang terjadi
pada nilai tukar.
Banyak penelitian yang mengaplikasikan teori dalam pengembangan model
overshooting Dornbusch untuk menjelaskan volatilitas perubahan harga komoditi.
Hasil penelitian Sayed H Saghaian, Muhammad F Hasan dan Michael R Reed
dalam Overshooting of Agricultural Price in Four Asian Economics selama
periode Juli 1985-Januari 1997 menunjukkan bahwa terjadi overshooting harga
pertanian dalam long run equilibrium di negara Korea, Thailand dan Filipina.
Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa kebijakan moneter memengaruhi
sektor pertanian dan industri di keempat Asia Timur, yakni Korea, Thailand,
Filipina dan Indonesia, perubahan jumlah uang beredar jelas memengaruhi harga
5
relatif di keseimbangan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Vector Eror Corection Model.
Penelitian Chien Chung Nieh dan Yu Shan Wang dalam ARDL Approach to
The Exchange Rate Overshooting in Taiwan selama 1986-2003 untuk menguji
model overshooting Dornbusch. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan
keseimbangan jangka panjang antara nilai tukar dengan fundamental
makroekonomi, namun dalam keseimbangan jangka pendek mendukung
fenomena overshooting dari depresiasi nilai tukar yang diterangkan oleh
Dorbusch. Penelitian ini menggunakan ARDL model.
Penelitian David W McCausland dalam Exchange Rate Hysteresis The
Effects of Overshooting and Short Termism untuk melihat pengaruh fenomena
overshooting dalam perdagangan dan daya saing. Hasil penelitian menunujukkan
bahwa overshooting dan short termism memperbesar guncangan dalam
perdagangan dan daya saing.
Penelitian Wenwen Tu dan Junwen Feng dalam jurnal International Journal
of Economics and Finance dengan judul An Overview Study on Durnbusch
Overshooting Hypothesis menjelaskan review tentang kelebihan dan kelemahan
model ekonomi internasional Dornbusch yaitu teori overshooting exchange rate.
Sesuai dengan penelitian Wenwen Tu, model overshooting exchange rate adalah
sebuah konsep framework yang luar biasa untuk mencerminkan hubungan antara
kebijakan makro ekonomi internasional dengan nilai tukar. Juga model
overshooting exchange rate bukan merupakan karakter intrinsik dari pasar foreign
exchange rate, hal ini tergantung pada asumsi yang berlaku. Jika elastisitas bunga
dari permintaan uang infinity, maka penyesuaian nilai tukar jangka pendek sama
dengan penyesuaian jangka panjang. Wenwen Tu juga menjelaskan bahwa model
teori overshooting exchange rate telah terbukti.
Penelitian yang dilakukan oleh Gregorius Irwan Suryanto dalam tesis yang
berjudul Analisis Perilaku Nilai Tukar Di Indonesia: Penerapan Model Dornbusch
Overshooting. Dalam penelitian dilakukan untuk melihat fenomena overshooting
exchange rate di Indonesia pada tahun 1997-2002. Dan hasil penelitian inibahwa
peningkatan jumlah uang beredar dalam jangka pendek akan menyebabkan nilai
tukar terdepresiasi dan nilai depresiasi rupiah jangka pendek akan melebihi nilai
depresiasi rupiah jangka panjang.
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka kaitan antara inflasi dan nilai tukar
menjadi hal menarik untuk diteliti. Inflasi menjadi penting dalam daya saing
perdagangan melalui perbandingan harga relatif antar negara. Sehingga para
pengambil kebijakan mengarahkan nilai tukar dalam penentuan inflasi suatu
negara.
Sebuah ekspansi moneter akan menurunkan tingkat suku bunga dan
mengarahkan pada pengantisipasian dari depresiasi nilai tukar dalam jangka
panjang. Selain itu tingkat suku bunga juga akan menurunkan nilai asset domestik
dan menyebabkan capital outflow sehingga spot exchange rate mengalami
depresiasi. Dornbusch mengatakan, nilai depresiasi jangka pendek ini akan
melebihi nilai depresiasi jangka panjangnya. Sehingga hal ini mengakibatkan
harga komoditi mengalami perlambatan dalam penyesuaian harga keseimbangan
pasar dalam jangka panjang. Perlambatan penyesuaian harga dalam keseimbangan
jangka panjang dapat mengakibatkan inflasi.
6
Perumusan Masalah
Model exchange rate overshooting Dornbusch menjelaskan bahwa
peningkatan jumlah uang beredar dalam jangka pendek akan menyebabkan nilai
tukar terdepresiasi melebihi nilai depresiasi jangka panjangnya. Dalam modelnya,
nilai tukar diperlakukan sebagai jump variable sedangkan harga dan output
diperlakukan sebagai sluggish variable. Implikasi dari kondisi tersebut adalah
dalam usahanya untuk menuju keseimbangan ekonomi, kecepatan penyesuaian
harga barang dan jasa akan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan
penyesuaian yang terjadi pada nilai tukar.
Kekakuan harga yang terjadi akan menyebabkan perlambatan di sektor
perdagangan barang dan jasa. Sehingga akan menyebabkan inflasi sektoral
meningkat karena adanya kekakuan harga tersebut. Hubungan antara inflasi
sektoral dan nilai tukar menjadi hal menarik untuk diteliti di dalam penelitian ini.
Karena untuk meningkatkan daya saing secara sektoral dapat dilakukan melalui
harga, jika terjadi kekakuan harga maka daya saing secara sektoral menjadi
berpengaruh.
Dari uraian di atas permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan,
apakah faktor agregat makroekonomi yang diwakili oleh jumlah uang beredar di
lima negara Asia mempunyai pengaruh terhadap nilai tukar di negara-negara
tersebut? lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apakah nilai tukar di
lima negara Asia mengalami overshooting seperti yang telah diformulasikan oleh
teori Dornbusch’s exchange rate overshooting? Dan pertanyaan terakhir apakah
inflasi sektoral di lima negara Asia juga mengalami overshooting? dan bagaimana
percepatan penyesuaian jangka panjang inflasi dalam sektor perekonomian di
negara-negara tersebut untuk mencapai keseimbangan ekonomi jangka
panjangnya?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa volatilitas nilai tukar di negara-
negara ASEAN+3. Secara spesifik, penelitian ini ingin melihat pengaruh yang
ditimbulkan dari jumlah uang beredar di lima negara Asia dalam memengaruhi
volatilitas nilai tukar.
Lalu mengacu pada model overshooting Dornbusch, akan dilakukan
pengujian apakah terjadi exchange rate overshooting di lima negara Asia. Dan
selanjutnya penelitian ini menganalisa implikasi dari terjadinya exchange rate
overshooting terhadap inflasi sektoral negara ASEAN+3 dan percepatan
penyesuaian harga untuk mencapai keseimbangan ekonomi.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat atau kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah :
1. Memberikan tambahan referensi bagi studi penelitian yang serupa.
2. Menyediakan informasi bagi pengambil kebijakan khususnya dibidang
moneter.
7
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji secara empiris fenomena exchange rate
overshooting memengaruhi inflasi sektoral di lima negara Asia. Variabel terikat
yang digunakan adalah nilai tukar mata uang terhadap dollar AS, sedangkan
variabel bebas yang digunakan adalah jumlah uang beredar, dan indeks harga
konsumen. Lingkup data yang digunakan adalah data deret waktu dari tahun
2005-2012. Dan fokus penelitian ini adalah pada tiga negara ASEAN yaitu
Indonesia, Malaysia, dan Singapura juga dua negara Asia Timur yaitu China dan
Korea Selatan. Hal ini dikarenakan terbatasnya ketersediaan data negara-negara
ASEAN dalam penelitian ini. Dan untuk data inflasi sektoral, penelitian ini
menggunakan data inflasi sektor pertanian, transportasi dan sektor
perumahan/housing yang diwakili oleh commodity price index masing-masing
sektor tersebut. Pengambilan sektoral-sektoral ini karena kontribusi dari masing-
masing sektor terhadap PDB Indonesia. Kontribusi sektor transportasi cukup besar
dalam penguatan pertumbuhan ekonomi maupun menjaga stabilitas
makroekonomi nasional. Kontribusi sektor transportasi dalam pembentukan PDB
Nasional tahun 2005-2011 cukup stabil, dengan kisaran 3,5-3,8 persen. Sektor
housing yang meliputi gas, listrik dan air akan menjadi stimulan bagi
perekonomian nasional. Karena pertumbuhan pada sektor ini terkait erat dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat. Sektor pertanian merupakan kontributor
terbesar kedua dalam pertumbuhan PDB Indonesia. Sektor pertanian juga terkait
dengan sektor penyerapan tenaga kerja. Jadi ketiga sektor ini penting dalam
kontribusi penyumbang PDB Indonesia.
METODE
Kerangka Pemikiran
Nilai tukar merupakan alat kebijakan suatu negara untuk mengatur tatanan
perekonomian. Nilai tukar juga dapat menjadi indikator ekonomi yang sangat
dibutuhkan dalam daya saing ekonomi Internasional karena mempunyai pengaruh
dalam pembangunan ekonomi, perdagangan luar negeri juga pembentukan neraca
modal yang terdiri dari investasi langsung luar negeri dan investasi portofolio.
Nilai tukar juga tidak terlepas dari guncangan yang ditimbulkan dalam kebijakan
moneter. Perubahan jumlah uang beredar mampu memengaruhi nilai tukar.
8
Dari grafik di atas dapat dijelaskan, saat terjadi kebijakan ekspansi moneter,
peningkatan jumlah uang beredar dari M1 ke M
2 maka akan menyebabkan nilai
suku bunga rupiah menjadi turun menjadi R2. Penurunan tingkat suku bunga akan
mengakibatkan nilai tukar menjadi ER2. Hal ini dikarenakan expected dollar
return menjadi naik. Kemudian dalam jangka panjang harga akan menyesuaikan
akibat adanya peningkatan nilai tukar, sehingga harga akan meningkat menjadi P2
sehingga akan menurunkan jumlah uang beredar dan menaikkan tingkat suku
bunga rupiah. Hal ini akan memengaruhi nilai tukar menjadi turun (apresiasi)
pada titik ER3. Namun kondisi nilai tukar pada jangka pendek dan jangka panjang
berbeda. Nilai depresiasi jangka pendek melebihi nilai depresiasi nilai depresiasi
jangka panjang. Teori overshooting dornbusch menjelaskan fenomena
overshooting terjadi jika nilai depresiasi jangka pendek melebihi nilai depresiasi
jangka panjangnya. Dan dari grafik di atas dijelaskan bahwa percepatan
penyesuaian nilai tukar lebih cepat dibandingkan dengan percepatan penyesuaian
harga pada keseimbangan jangka panjang. Sehingga harga pada jangka panjang
akan menjadi kaku, dan akan menimbulkan inflasi.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder deret waktu bulanan tahun 2005-
2012 yang bersumber pada CEIC. Variabel yang digunakan adalah exchange rate,
money supply, dan commodity price index juga CPI sektoral. Negara yang menjadi
objek penelitian di dalam tulisan ini adalah lima negara Asia, yakni Indonesia,
Malaysia, Singapura, China, dan Korea Selatan.
Metode Penelitian
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendekatan
ekonometrika. Tujuannya untuk menganalisis dampak kebijakan moneter terhadap
inflasi pada sektor perekonomian di lima negara Asia, yakni Indonesia, Malaysia,
Singapura, China, dan Korea Selatan. Peningkatan money supply pada kebijakan
Gambar 2. Hubungan exchange rate, inflation dan money supply
9
moneter akan memengaruhi volatilitas nilai tukar jangka pendek serta nilai jangka
panjangnya. Mengacu pada teori overshooting exchange rate Dornbursch,
peningkatan money supply akan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi melebihi
nilai depresiasi jangka panjangnya. Hal ini mengakibatkan kecepatan penyesuaian
harga barang dan jasa akan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan
penyesuaian yang terjadi pada nilai tukar. Adanya hubungan simultan antara
variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model VAR (Vector Autoregressive). Bentuk umum model
VAR sesuai dengan ordo optimal hasil uji Likelihood Ratio sebanyak k adalah :
VAR (k), Zt = A1Zt-1 + A2Zt-2 + . . . + AkZt-k + et………………..(1)
Dalam model penelitian dengan bentuk matriks
Dengan model VAR, semua variabel harus memenuhi syarat stationer. Jika
syarat itu terpenuhi, model tersebut hanya dapat melihat hubungan jangka pendek.
Untuk memperoleh estimasi jangka pendek dan jangka panjang, maka perlu
dilakukan pendekatan metode VECM (Vector Error Corection). Rumus umum
model VECM adalah
…………………….(2)
ket : ΓiΔXt-I = hubungan jangka pendek variabel
α0 = koefisien intersept
α = overshooting parameter atau speed of adjustment
β’ = koefisien keseimbangan jangka panjang.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini menganalisis dampak volatilitas nilai tukar terhadap inflasi
secara umum terlebih dahulu. Kemudian dilakukan analisis dampak nilai tukar
terhadap inflasi secara sektoral dengan menggunakan data inflasi sektor pertanian,
transportasi dan housing masing-masing negara. Dengan tahapan pengujian
sebagai berikut.
Uji Stationeritas
Uji ini dilakukan pada tingkat level dan first difference. Karena pada
umumnya data time series tidak stationer (mengandung unit root) pada level,
sehingga perlu dilakukan uji pada data first difference. Uji ini menggunakan
Augmented dickey fuller (ADF) test. Jika nilai ADF test statistic lebih kecil secara
actual daripada Mac Kinnon test critical values, hal ini berarti bahwa data
stationer.
10
Penentuan Lag optimal
Lag optimal dalam model VAR merupakan hal penting karena untuk
menentukan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya, selain itu
penentuan lag optimal juga dilakukan untuk menghilangkan masalah autokerelasi
pada model VAR. Penentuan lag ini dengan menggunakan kriteria SC ataupun
AIC.
Pengujian Stabilitas VAR
Setelah penentuan lag optimal, maka selanjutnya dilakukan pengujian
stabilitas VAR pada lag optimal masing-masing. Estimasi VAR dapat dikatakan
stabil jika seluruh roots-nya memiliki nilai modulus lebih kecil dari satu dan
terletak di dalam unit circle-nya. Jika terdapat sistem VAR yang tidak stabil,
maka hasil yang diperoleh dari estimasi tersebut valid hanya pada data yang
digunakan dalam estimasi tersebut saja. Jika dilakukan estimasi kembali dengan
penambahan data penelitian maka hasil estimasi menjadi tidak valid.
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk memastikan variabel yang digunakan
mempunyai hubungan jangka panjang. Jika memiliki hubungan jangka panjang
maka dapat dilanjutkan dengan estimasi VECM, jika tidak terkointegrasi maka
dilakukan estimasi VAR.
Akuntansi Inovasi
Tahap terakhir model VECM adalah melakukan akuntansi inovasi untuk
melihat respon yang dihasilkan akibat shock yang terjadi. Melalui IRF juga
FEVD.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Bagian ini akan dijelaskan mengenai kondisi dari masing-masing variabel
yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum yang
disajikan secara sistematis fakta dan hubungan antar variabel. Dimulai dengan
fluktuasi nilai tukar dari masing-masing negara pada tahun 2005-2012.
Indonesia China
Korea Selatan Malaysia
Singapura
Berdasarkan gambar tersebut pada tahun 2005-2012, negara Indonesia
memiliki fluktuasi yang positif, dan negara lainnya memiliki fluktuasi negatif.
Pada tahun 2008, untuk negara Singapura, Korea Selatan, Malaysia dan Indonesia
mengalami peningkatan nilai tukar (depresiasi). Hal ini dikarenakan adanya akibat
krisis ekonomi yang di Amerika Serikat. Krisis pada tahun 2008 membawa efek
penularan sehingga merambat ke negara-negara Asia. Krisis ini juga berdampak
signifikan pada terhadap pergerakan nilai tukar yang dicerminkan melalui
meningkatnya penghindaran resiko berinvestasi dalam mata uang tertentu. Krisis
finansial ini juga mengakibatkan capital outflow sehingga mengarah fluktuasi
nilai tukar. Pada masa krisis, terjadi pengetatan likuiditas global, dengan demikian
supply dollar relatif menurun. Hal ini juga memberikan efek depresiasi terhadap
nilai tukar di negara Singapura, Korea Selatan, Indonesia, dan Malaysia. Efek
Gambar 3. Fluktuasi nilai tukar tahun 2005-2012
12
84
88
92
96
100
104
108
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CPI
88
92
96
100
104
108
112
116
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CPI
84
88
92
96
100
104
108
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CPI
90
100
110
120
130
140
150
160
170
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CPI
98
100
102
104
106
108
110
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CPI
Gambar 4. Kondisi commodity price index tahun 2005-2012
depresiasi ini juga akan memengaruhi daya saing negara dalam perdagangan
internasional. Hal ini memengaruhi tingkat inflasi, dan akhirnya akan
memengaruhi rasio harga relatif antar negara.
Analisis Hubungan Nilai Tukar Dengan Tingkat Inflasi Nilai tukar merupakan salah satu faktor penentu yang berasal dari sisi
penawaran. Terjadinya perubahan nilai tukar dapat memengaruhi laju inflasi. Hal
ini dikarenakan apabila terjadi penurunan nilai tukar atau depresiasi maka biaya
impor menjadi meningkat. Peningkatan biaya impor ini mengakibatkan terjadinya
kenaikan biaya produksi, dan pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan harga
di dalam negeri.
China Indonesia
Korea Selatan Singapura
Malaysia
Berdasarkan gambar, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan harga
domestik pada tahun 2008 akibat terjadinya depresiasi nilai tukar. Untuk negara
China, terjadi penurunan harga pada tahun 2008, hal ini dikarenakan, nilai tukar
China mengalami apresiasi. Kaitan inflasi dan nilai tukar dapat dijelaskan melalui
pendekatan purchasing power parity (PPP). Teori PPP menunjukkan bagaimana
depresiasi mata uang domestik dapat menyebabkan terjadinya inflasi dalam teori
PPP disebutkan bahwa nilai tukar antar dua negara sama dengan rasio tingkat
harga pada kedua negara tersebut. Teori ini memprediksikan bahwa penurunan
daya beli dari satu mata uang akan menyebabkan nilai tukar di negara tersebut
mengalami depresiasi, dan begitu sebaliknya. Kenaikan inflasi di dalam negeri
13
maka akan memengaruhi ekspor kita dari sisi permintaan luar negeri, sehingga
ekspor kita akan menurun, sehingga hal ini akan mengakibatkan perlambatan
pertumbuhan ekonomi.
Hubungan nilai tukar dengan sektor transportasi
Sektor transportasi dan komunikasi menjadi sektor penting dalam peranan
menunjang ekonomi dan mendukung kelancaran arus barang dari sentra produksi
ke konsumen. Tidak hanya untuk perdagangan dalam negeri, namun transportasi
juga punya peranan penting dalam ekspor dan impor. Sektor transportasi juga
terkait dengan volatilitas nilai tukar. Ketika nilai tukar mengalami depresiasi maka
hal tersebut menurunkan daya beli dari suatu negara akibatnya akan meningkatkan
harga komoditi baik barang maupun jasa. Jika terjadi kenaikan harga pada sektor
transportasi maka hal tersebut akan memengaruhi aktifitas perdagangan dalam
negeri dan juga luar negeri. Ketika harga meningkat, maka akan menurunkan
volume ekspor suatu negara, dan hal tersebut akan mengakibatkan penerimaan
ekspor menurun dan menyebabkan defisit neraca berjalan. Sehingga pendapatan
ekonomi nasional menurun. Begitu juga dengan perdagangan dalam negeri, ketika
harga pada sektor transportasi mengalami peningkatan akan mengakibatkan biaya
produksi tiap produsen meningkat, sehigga produsen perlu untuk meningkatkan
harga untuk menutupi biaya produksi mereka. Harga komoditi barang dan jasa
meningkat, inflasi sektoral juga meningkat dan akhirnya memengaruhi pendapatan
nasional,
Hubungan nilai tukar dengan sektor housing
Sektor housing meliputi sektor gas, listrik dan air, yakni sektor ini sangat
terkait dengan aktivitas rumah tangga. Sektor ini terkait dengan pendapatan rumah
tangga. Ketika nilai tukar mengalami depresiasi maka akan mengakibatkan harga
dalam negeri meningkat, sehingga inflasi sektor housing meningkat. Hal ini akan
menurunkan daya beli dari suatu rumah tangga. Tingkat konsumsi rumah tangga
juga akan mengalami penurunan, dan akhirnya pendapatan nasional juga ikut
menurun.
Hubungan nilai tukar dengan sektor pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar kedua pada PDB
Indonesia. Sektor ini juga terkait sekali dengan penyerapan tenaga kerja. Sektor
ini juga memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi melalui empat
bentuk kontribusi yakni kontribusi produk, yaitu penyediaan bahan makanan
untuk penduduk. Kontribusi pasar yaitu kontribusi dalam pembentukan pasar
domestik untuk barang industri dan konsumsi. Kontribusi faktor produksi yaitu
penurunan peranan pertanian pada pembentukan ekonomi maka akan terjadi
transfer surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya.
Dan terakhir kontribusi devisa, yaitu pertanian sebagai sumber penting bagi
neraca perdagangan melalui ekspor produk pertanian. Kontribusi devisa ini terkait
sekali dengan volatilitas nilai tukar. Ketika nilai tukar mengalami depresiasi maka
akan menyebabkan kenaikan harga domestik. Kenaikan harga ini akan
memengaruhi volume ekspor produk pertanian. Sehingga ekspor pertanian
menurun dan akhirnya akan mengakibatkan defisit neraca berjalan.
14
Uji Stationeritas
Uji Stationeritas dilakukan dengan membandingkan nilai ADF test statistic,
jika nilainya lebih kecil secara aktual daripada Mac Kinnon test critical values,
hal ini berarti menunjukan bahwa data stationer. Taraf nyata yang digunakan pada
penelitian ini adalah 5%. Dan didapatkan hasil pada uji stationer, bahwa semua
variabel stationer pada first difference. Adapun hasi uji stationeritas data untuk
masing-masing negara pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Hasil uji stationeritas ADF
Negara/Variabel in level in first difference
Indonesia; 2005-2012
Exchange rate
Money Supply
CPI
-2.54
1,04
-2,52
-8,08***
-3,45**
-6,59***
China; 2005-2012
Exchange rate
Money Supply
CPI
-1.16
-0,30
-2,93**
-4,11***
-10,25***
-4,24***
Korea; 2005-2012
Exchange rate
Money Supply
CPI
-1,41
-1,85
-0,44
-6,56***
-4,19***
-6,19***
Singapura; 2005-2012
Exchange rate
Money Supply
CPI
-0,73
-1,72
0,60
-6.75***
-9,00***
-3,95***
Malaysia; 2005-2012
Exchange rate
Money Supply
CPI
-1,37
-1,32
-1,28
-6,76***
-9,54***
-6,38***
Ket: *taraf 10%, **taraf 10% dan 5%, ***taraf 10%, 5%, dan 1%
Penentuan Lag optimal
Penentuan lag optimal dalam penelitian ini menggunakan kriteria AIC,
karena pada kriteria AIC menghasilkan Rsquare yang besar. Namun untuk negara
Korea menggunakan kriteria SC karena dengan menggunakan kriteria AIC negara
Korea tidak terkointegrasi pada jangka panjang.
Tabel 4. Hasil uji penentuan lag optimal
Lag Akaike Information Criteria (AIC)
Indonesia China Korea Selatan** Singapura Malaysia
0 -7.352395 -8.358890 -9.244445 -9.049085 -9.945397
1 -16.71813 -22.16815* -20.79441 -19.84694 -19.99641
2 -16.78701* -22.12170 -20.82934* -20.10108 -20.09360*
3 -16.73211 -22.03931 -20.62617 -20.13185 -20.03729
4 -16.62995 -22.15060 -20.50001 -20.27123 -19.87464
5 -16.48830 -22.07853 -20.11832 -20.28221* -19.80586 Ket : *lag optimal, **menggunakan kriteria SC
15
Pengujian Stabilitas VAR
Setelah penentuan lag optimal, maka selanjutnya dilakukan pengujian
stabilitas VAR pada lag optimal masing-masing. Setelah dilakukan pengujian
stabilitas VAR pada masing-masing negara, maka didapatkan semua negara
memiliki sistem VAR yang stabil.
Tabel 5. Hasil uji stabilitas VAR
Negara Kisaran Modulus
Indonesia 0.107445 - 0.999060
China 0.974018 - 0.997960
Korea Selatan 0.247320 - 0.990488
Singapura 0.431888 - 0.992333
Malaysia 0.003981 - 0.993050
Pengujian Kointegrasi
Dalam uji kointegrasi terdapat lima jenis asumsi deterministic trend.
Setelah dilakukan pengujian kointegrasi Eviews 6 masing-masing negara memiliki
deterministic trend yang berbeda-beda. Semua variabel untuk masing-masing
negara memiliki kointegrasi.
Tabel 6. Hasil uji kointegrasi
Negara
Trace Statistic
H0 R=0 R<=1 R<=2
H1 R>=1 R>=2 R>=3
Indonesia 54.93305 11.92857 3.297207
5% critical value 35.19275 20.26184
9.164546
China 42.51380 16.64562 0.782492
5% critical value 29.79707 15.49471 3.841466
Korea Selatan 30.34633 8.884235 2.040502
5% critical value 29.79707 15.49471 3.841466
Singapura 51.22362 6.893826 2.248748
5% critical value 29.79707 15.49471 3.841466
Malaysia 38.28363 13.11988 1.395943
5% critical value 29.79707 15.49471 3.841466
Hasil Estimasi VECM
Setelah dilakukan uji stationeritas, lalu dilanjutkan penentuan lag optimal,
kemudian pengujian stabilitas VAR, dan terakhir pengujian kointegrasi untuk
melihat variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini mempunyai
hubungan jangka panjang. Maka model umum untuk estimasi VECM pada
penelitian ini adalah
Dalam matriks model
Ket : cetak tebal menunjukan adanya hubungan kointegrasi
16
……………………………………(2)
ket : ΓiΔXt-I = hubungan jangka pendek variabel
α0 = koefisien intersept
α = overshooting parameter atau speed of adjustment
β’ = koefisien keseimbangan jangka panjang
Speed of adjustment αnj yang mencerminkan dari overshooting parameters
yang menunjukan percepatan penyesuaian kembalinya kondisi nilai tukar ke
posisi ekuilibrium dalam jangka panjang. Dalam pendugaan overshooting
parameter akan memiliki tanda negatif, yang mengindikasikan bahwa consumer
price index akan turun setelah terjadi shock moneter.
Tabel 7. Hasil uji Vector Eror Correction Model (VECM)
Parameter
Estimate
Indonesia* China Korea Singapura* Malaysia
Long run equilibrium
ER 1 1 1 1 1
MS -3,33 0,00 20,92 0,10 4,54
CPI 8,06 11,30 -71,27 0,91 -18,26
Speed of adjustment
ER -0,0014 -0,03 -0,0044 -0,23 -0,027
MS -0,0076 -0,109 0,0028 -0,22 -0,009
CPI -0,0010 0,104 0,0008 -0,11 0,007 Ket : *terjadi fenomena overshooting exchange rate
Berdasarkan tabel 4 didapatkan masing-masing nilai overshooting
parameters. Beberapa negara mengalami overshooting exchange rate dengan
indikator nilai cointeq dari consumer price index lebih kecil dari nilai cointeq
exchange rate (ǀα1ǀ> ǀα3ǀ) menurut Sayed H. Saghaian dalam Overshooting of
agricultural prices in four Asian economies. Maka negara yang terjadi fenomena
overshooting exchange rate adalah negara Singapura, dan Indonesia.
Fenomena overshooting yang terjadi di Indonesia dan Singapura ini akan
menyebabkan harga pada kedua negara tersebut akan menjadi kaku. Hal ini akan
membuat negara mengalami perlambatan ekonomi pada kedua negara tersebut.
Gejala pelambatan ekonomi dunia yang terjadi di tahun 2008 akibat krisis di
Amerika Serikat juga berdampak pada Singapura. Pertumbuhan ekonomi negara
tersebut melambat dalam lima tahun terakhir. "Pelambatan tersebut terjadi pada
kuartal kedua tahun ini, dimana gross domestic product hanya tumbuh 1,9
persen," dikutip dalam pernyataan Departemen Perdagangan Singapura,
dipublikasikan oleh Bloomberg, Kamis (10/7/2008).
Pelambatan tersebut terjadi akibat lemahnya sektor manufaktur. Inflasi juga
menghadang pertumbuhan ekonomi Singapura, akibat dari tingginya harga
minyak dan pangan dunia. Selain kedua faktor tersebut, Singapura juga menjadi
dampak pelambatan ekonomi di Amerika Serikat. Dikarenakan tujuan ekspor
mereka didominasi Amerika Serikat.
17
Perekonomian Indonesia tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan
yang cukup baik di tengah terjadinya krisis perekonomian yang terjadi di Amerika
Serikat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai
6,1% pada 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya
sebesar 6,3% dalam buku laporan perekonomian tahun 2008 Bank Indonesia.
Dilihat dari sisi penawaran, secara keseluruhan sektor perekonomian
Indonesia pada tahun 2008 tumbuh relatif stabil. Sektor industri, sektor
perdagangan hotel dan restoran, juga sektor pertanian masih menjadi pangsa
terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kontribusi tiap sektor
perekonomian Indonesia, kontributor terbesar terhadap pertumbuhan terutama
berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan
komunikasi, serta sektor industri pengolahan. Perlambatan pada seluruh sektor
mulai terjadi di triwulan IV-2008, terutama sektor-sektor tradable seiring dengan
turunnya permintaan dunia.
Negara China, Malaysia, dan Korea Selatan tidak mengalami fenomena
overshooting exchange rate. Korea Selatan mengalami penurunan laju
pertumbuhan sepanjang tahun 2008. Berdasarkan data dari The Bank of Korea,
meski menunjukkan pertumbuhan menurun pada kuartal 4 tahun 2008, namun
secara keseluruhan GDP (Gross Domestik Produk) Korea mengalami peningkatan
pertumbuhan. Juga jumlah uang beredar di Korea Selatan mengalami peningkatan,
sehingga peningkatan tersebut akan mengakibatkan depresiasi nilai tukar. Namun
karena GDP korea mengalami peningkatan, maka akan menggeser grafik L(R, Y)
dalam fungsi ekuilibrium di pasar uang. Sehingga nilai tukar kembali dalam
kondisi ekuilibrium jangka pendeknya. Dengan begitu fenomena overshooting
exchange rate tidak terjadi di Korea Selatan.
Fenomena overshooting exchange rate tidak terjadi pada Negara China,
karena perekonomian China sudah menganut paham liberal, sehingga dengan
cadangan devisa yang dimiliki China maka pemerintah China mampu
mengintervensi kondisi nilai tukarnya. Selain itu Negara China juga menganut
system kurs memngambang terkendali dalam IMF report tahun 2006. Untuk
Negara Malaysia, berdasarkan data dari Department of Statistics, Malaysia
mengalami pertumbuhan menurun pada kuartal 1 tahun 2009, namun secara
keseluruhan GDP Malaysia mengalami peningkatan pertumbuhan. Juga jumlah
uang beredar mengalami peningkatan, sehingga peningkatan money supply
tersebut akan mengakibatkan depresiasi nilai tukar. Namun karena GDP Malaysia
mengalami peningkatan, maka akan menggeser grafik L(R, Y) dalam fungsi
ekuilibrium di pasar uang. Sehingga nilai tukar kembali dalam kondisi ekuilibrium
jangka pendeknya. Dengan begitu fenomena overshooting exchange rate tidak
terjadi di Malaysia. Juga berdasarkan IMF report tahun 2006, Malaysia menganut
sistem kurs tetap/peg.
Setelah diketahui indikator overshooting exchange rate dimasing-masing
negara, maka tahap selanjutnya adalah melihat respon yang terjadi antara CPI dan
exchange rate karena adanya shock dari money supply (M2). Dengan melakukan
uji IRF (Impulse Respon Function). IRF adalah suatu metode yang digunakan
untuk menentukan respon suatu variabel terhadap suatu shock tertentu. IRF juga
bertujuan mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik yang artinya suatu
variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu.
18
-.004
-.003
-.002
-.001
.000
.001
.002
10 20 30 40 50 60 70
Response of LER to LM2
.007
.008
.009
.010
.011
10 20 30 40 50 60 70
Response of LM2 to LM2
-.0032
-.0028
-.0024
-.0020
-.0016
-.0012
-.0008
10 20 30 40 50 60 70
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations-.005
-.004
-.003
-.002
-.001
.000
5 10 15 20 25 30
Response of LER to LM2
.0104
.0106
.0108
.0110
.0112
.0114
5 10 15 20 25 30
Response of LM2 to LM2
-.001
.000
.001
.002
.003
5 10 15 20 25 30
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations-.025
-.020
-.015
-.010
-.005
.000
25 50 75 100
Response of LER to LM2
.004
.006
.008
.010
.012
25 50 75 100
Response of LM2 to LM2
-.001
.000
.001
.002
.003
25 50 75 100
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations-.0030
-.0025
-.0020
-.0015
-.0010
-.0005
.0000
25 50 75 100 125 150 175 200
Response of LER to LM2
.006
.007
.008
.009
.010
.011
25 50 75 100 125 150 175 200
Response of LM2 to LM2
-.0008
-.0004
.0000
.0004
.0008
.0012
.0016
25 50 75 100 125 150 175 200
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.004
-.003
-.002
-.001
.000
.001
.002
10 20 30 40 50 60 70
Response of LER to LM2
.007
.008
.009
.010
.011
10 20 30 40 50 60 70
Response of LM2 to LM2
-.0032
-.0028
-.0024
-.0020
-.0016
-.0012
-.0008
10 20 30 40 50 60 70
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations-.005
-.004
-.003
-.002
-.001
.000
5 10 15 20 25 30
Response of LER to LM2
.0104
.0106
.0108
.0110
.0112
.0114
5 10 15 20 25 30
Response of LM2 to LM2
-.001
.000
.001
.002
.003
5 10 15 20 25 30
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.025
-.020
-.015
-.010
-.005
.000
25 50 75 100
Response of LER to LM2
.004
.006
.008
.010
.012
25 50 75 100
Response of LM2 to LM2
-.001
.000
.001
.002
.003
25 50 75 100
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.0030
-.0025
-.0020
-.0015
-.0010
-.0005
.0000
25 50 75 100 125 150 175 200
Response of LER to LM2
.006
.007
.008
.009
.010
.011
25 50 75 100 125 150 175 200
Response of LM2 to LM2
-.0008
-.0004
.0000
.0004
.0008
.0012
.0016
25 50 75 100 125 150 175 200
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.004
-.003
-.002
-.001
.000
25 50 75 100 125 150
Response of LER to LM2
.008
.010
.012
.014
.016
25 50 75 100 125 150
Response of LM2 to LM2
.001
.002
.003
.004
.005
25 50 75 100 125 150
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.004
-.003
-.002
-.001
.000
25 50 75 100 125 150
Response of LER to LM2
.008
.010
.012
.014
.016
25 50 75 100 125 150
Response of LM2 to LM2
.001
.002
.003
.004
.005
25 50 75 100 125 150
Response of LCPI to LM2
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Indonesia Indonesia
China China
Korea Korea
Malaysia Malaysia
Singapura Singapura
Berdasarkan hasil IRF didapatkan hasil sebagai berikut,
a) Indonesia
Hasil uji IRF menunjukkan jika terjadi shock atau guncangan jumlah uang
beredar sebesar satu standar deviasi pada awal tahun akan menyebabkan
penurunan nilai tukar rupiah hingga sebesar 0,31% sampai bulan ketiga.
Kemudian setelah bulan ketiga, guncangan yang diberikan jumlah uang beredar
mengakibatkan peningkatan nilai tukar hingga mencapai 0,08% sampai bulan
keenam dan setelah bulan keenam nilai tukar mulai stabil jika terjadi guncangan
money supply pada bulan ke-10. Kemudian respon CPI terhadap guncangan
Gambar 5. Hasil impulse response function
19
jumlah uang beredar di Indonesia. Pada awal tahun jika terjadi guncangan atau
inovasi jumlah uang beredar akan mengakibatkan kenaikan CPI hingga mencapai
0,41% sampai bulan kedua. Setelah itu guncangan jumlah uang beredar akan
menambah kenaikan CPI hingga mencapai 0,48% di bulan ketiga, dan di bulan
keempat terjadi penurunan CPI hingga mencapai kestabilan pada bulan ke-10.
b) China
Jika terjadi guncangan jumlah uang beredar atau inovasi money supply akan
menyebabkan penurunan nilai tukar (terapresiasi) hingga mencapai 0,12%. Hal ini
terus terjadi penurunan nilai tukar hingga bulan ke-10. Pada periode bulan ke-100
nilai tukar China mencapai kestabilan. Kemudian respon CPI terhadap guncangan
jumlah uang beredar atau shock money supply. Jika terjadi guncangan money
supply, maka akan direspon dengan penurunan CPI pada bulan kedua. Setelah
bulan kedua, setiap terjadi guncangan jumlah uang beredar sebesar satu standar
deviasi maka akan direspon dengan peningkatan CPI hingga bulan ke-10. Pada
periode bulan ke-150 nilai CPI China mencapai kestabilan.
c) Singapura
Berdasarkan hasil estimasi IRF di negara Singapura, maka dapat dijelaskan
bahwa jika terjadi guncangan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar, maka akan
direspon oleh nilai tukar dengan ditandai penurunan nilai tukar hingga mencapai
0,35% di bulan keempat dan kelima. Setelah bulan kelima maka akan direspon
positif dengan ditandai peningkatan jumlah uang beredar mencapai 0,09% di
bulan ketujuh dan terjadi penurunan nilai tukar di bulan ke-8 dan kemudian
direspon positif hingga bulan ke-10. Pada periode bulan ke-35 nilai tukar
singapura mencapai kestabilan. Kemudian respon CPI terhadap shock money
supply. Guncangan jumlah uang beredar yang terjadi akan menyebabkan fluktuasi
CPI, pada awal bulan CPI merespon negatif dengan ditandai penurunan CPI
hingga bulan kedua. Kemudian direspon positif kembali di bulan ke-3 dan
kemudian direspon negatif di bulan keempat selanjutnya direspon positif kembali
hingga bulan ke-6. Kemudian guncangan jumlah uang beredar akan direspon
negatif pada bulan ke-7, dan kembali direspon positif oleh CPI hingga bulan ke-9,
begitu seterusnya. Hingga pada periode bulan ke-42 CPI singapura mencapai
kondisi stabil.
d) Korea Selatan
Berdasarkan hasil estimasi dapat dijelaskan bahwa jika terjadi guncangan
jumlah uang beredar atau inovasi money supply akan menyebabkan penurunan
nilai tukar (terapresiasi) hingga mencapai 1,1%. Hal ini terus terjadi penurunan
nilai tukar sampai bulan ke-10. Hingga pada periode bulan ke-50 nilai tukar
Korea Selatan mencapai kondisi stabil. Kemudian respon CPI terhadap guncangan
jumlah uang beredar atau shock money supply. Jika terjadi guncangan money
supply, maka akan direspon dengan penurunan CPI pada bulan ketiga. Setelah
bulan ketiga, setiap terjadi guncangan jumlah uang beredar sebesar satu standar
deviasi maka akan direspon dengan peningkatan CPI sampai bulan ke-10. Pada
periode bulan ke-50 CPI Korea juga baru mencapai kondisi stabil.
20
Gambar 6. Forecast error variance decomposition
e) Malaysia
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa jika terjadi
guncangan jumlah uang beredar sebesar satu standar deviasi akan direspon negatif
dengan ditandai penurunan nilai tukar hingga bulan ke-5. Setelah bulan kelima
maka guncangan money supply akan direspon positif dengan ditandainya
peningkatan nilai tukar hingga bulan ke 10. Pada periode bulan ke-12 barulah nilai
tukar Malaysia mencapai kondisi stabil. Untuk respon CPI yang terjadi akibat
guncangan jumlah uang beredar, jika terjadi guncangan jumlah uang beredar akan
menyebabkan peningkatan CPI hingga bulan kelima dan kemudian akan direspon
negatif dengan ditandai penurunan CPI hingga bulan ke-10. Barulah pada periode
bulan ke-13 CPI Malaysia mencapai kondisi stabil.
Indonesia China
Korea Selatan Singapura
Malaysia
Hasil estimasi varian dekomposisi untuk masing-masing Negara
a) Indonesia
Hasil menunjukkan untuk Negara Indonesia pada bulan pertama,
fluktuasi nilai tukar disebabkan karena perubahan/shock dari kondisi
nilai tukar itu sendiri, yakni sebesar 100%. Namun mulai bulan kedua
hingga bulan ke-10, terlihat variabel lain ikut memengaruhi volatilitas
nilai tukar. Dalam 10 periode hasil estimasi, peranan variabel yang
memengaruhi perubahan nilai tukar masih dominan dipengaruhi oleh
nilai tukar itu sendiri, yaitu 99%, lalu variabel consumer price index
sebesar 0,5%, dan variabel jumlah uang beredar sebesar 0,3%.
21
b) China
Estimasi dalam varian dekomposisi yang memengaruhi nilai tukar pada
negara China menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh
kondisi nilai tukar itu sendiri. Variabel ini sangat dominan dalam
memengaruhi volatilitas nilai tukar. Variabel jumlah uang beredar tidak
begitu berpengaruh untuk negara China. Pada periode ke-10, variabel
nilai tukar mempunyai peranan 81% dalam memengaruhi volatilitas
nilai tukar, variabel CPI mempunyai peranan 15%, dan 2,8%
dipengaruhi oleh jumlah uang beredar.
c) Korea Selatan
Hasil estimasi untuk Negara Korea Selatan, variabel yang dominan
memengaruhi perubahan nilai tukar adalah variabel nilai tukar itu
sendiri. Variabel nilai tukar memiliki kontribusi persentase sebesar 92%,
lalu variabel jumlah uang beredar (M2) sebesar 5%, dan variabel CPI
sebesar 1%.
d) Singapura
Variabel yang dominan dalam memengaruhi volatilitas nilai tukar adalah
kondisi nilai tukar itu sendiri. Pada periode ke-10, variabel nilai tukar
memiliki persentase sebesar 93%, variabel jumlah uang beredar
memiliki pengaruh sebesar 2,2% dan consumer price index memiliki
pengaruh sebesar 4,4%.
e) Malaysia
Hasil estimasi menunjukkan variabel yang dominan memengaruhi
volatilitas nilai tukar dalam waktu 10 periode adalah varibael nilai tukar
itu sendiri. Pada periode ke-10, variabel nilai tukar memiliki pengaruh
sebesar 63%, lalu variabel CPI memiliki pengaruh sebesar 31% dan
variabel M2 memiliki pengaruh sebesar 4,9%.
Estimasi VECM menggunakan CPI Sektoral
Penjelasan di atas menunjukan bahwa terjadi fenomena overshooting
exchange rate di negara Indonesia dan Singapura. Selanjutnya untuk melihat
pengaruh overshooting exchange rate terhadap inflasi sektoral maka dilakukan
juga uji VECM dengan prosedur analisis yang sama. Sebelumnya merupakan
estimasi menggunakan CPI pada umumnya, maka pada estimasi sektoral
menggunakan CPI sektoral. Namun karena keterbatasan kesamaan data antar
negara, maka sektor yang diambil dalam penelitian ini adalah sector agriculture
and food, sector housing dan sector transportation.
Dengan model matriks persamaan,
22
Ket : CPIx = CPI food, CPI transportation, dan CPI housing
Tabel 8. Hasil uji VECM sektor food
Parameter
Estimate
Indonesia* China Korea Singapura* Malaysia*
Speed of adjustment
ER -0.073128
-0.04266
-0.01876
-0.108448
-0.136656
MS -0.008926
-0.12801
0.00915
0.005621
0.084400
CPIfood -0.022956
0.23087
0.01577
-0.046468
-0.035098
Tabel 9. Hasil uji VECM sektor transportation
Parameter
Estimate
Indonesia* China Korea Singapura Malaysia
Speed of adjustment
ER 0.004129
0.00079
0.018471
-0.154374
-0.031702
MS 0.001188
-0.01587
0.00079
-0.072127
0.021953
CPItransport 0.017603
0.00401
0.00825
0.024894
-0.221408
Tabel 10.Hasil uji VECM sektor housing
Parameter
Estimate
Indonesia* China Korea Singapura Malaysia*
Speed of adjustment
ER -0.038741
0.01277
-0.00184
-0.054012
-0.051762
MS -0.000771
0.05180
0.00162
-0.127913
-0.071181
CPIhousing -0.020334
0.04791
0.00050
-0.354606
-0.003707
Ket : *terjadi fenomena overshooting
Berdasarkan tabel 5 hasil uji VECM untuk masing-masing sektor
perekonomian pada negara yang mengalami overshooting exchange rate dapat
dijelaskan bahwa sektor perekonomian yang mengalami fenomena overshooting
adalah sektor pertanian/food. Hal ini didapatkan karena nilai cointeq agricultural
price lebih kecil daripada cointeq exchange rate juga nilai cointeq dari masing-
masing variabel memiliki tanda negatif yang berarti menunjukkan nilai cointeq
yang konsisten. Untuk Indonesia, saat terjadi krisis di Amerika serikat pada tahun
2008 mendapatkan dampak dari krisis tersebut. Secara sektoral, beberapa sektor
perekonomian mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2008. Hal ini
disebabkan oleh melemahnya daya beli dan meningkatnya suku bunga
pembiayaan.
Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian juga ditopang oleh membaiknya
produktivitas dan faktor cuaca. Untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian
tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu
yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor
perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik
terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan
makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008
terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Di samping itu, kinerja sektor pertanian
tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan
23
terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan
Kalimantan. Namun pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan
melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya
harga komoditas.
Untuk negara Singapura, pada uji VECM menggunakan variabel CPI pada
umumnya, menunjukkan bahwa negara Singapura mengalami overshooting
exchange rate, pada uji overshooting dengan menggunakan harga sektoral,
Singapura mengalami overshooting pada sektor food. Pelambatan tersebut terjadi
akibat lemahnya sektor manufaktur. Inflasi juga menghalangi pertumbuhan
ekonomi Singapura, akibat tingginya harga minyak dan pangan dunia.
Negara Malaysia juga mengalami fenomena overshooting untuk sektor food
dan housing. Hal ini didukung dengan data GDP pada sektor housing, yakni
electricity, gas, and water dari Deprtment of Statistik Malaysia menunjukkan
perlambatan pada kuarter ketiga tahun 2008. Hal ini disebabkan kenaikan
presentase inflasi hingga 5.4% (sumber : Tabung Kewangan Antara Bangsa
(IMF), Pihak Berkuasa Negara dan Anggaran BNM). Inflasi mengakibatkan
kenaikan harga komoditi dalam negeri sehingga menurunnya daya beli
masyarakat Malaysia dan mengakibatkan perlambatan di sektor perekonomian.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Beberapa negara mengalami overshooting exchange rate dengan indikator
nilai cointeq dari consumer price index lebih kecil dari nilai cointeq exchange rate
(ǀα1ǀ>ǀα3ǀ). Negara yang mengalami fenomena overshooting exchange rate adalah
Indonesia, dan Singapura. Negara China tidak mengalami overshooting exchange
rate berdasarkan nilai cointeq1, karena nilai cointeq1 CPI tidak konsisten dengan
menunjukkan hasil yang positif.
Negara China menganut sistem kurs mengambang terkendali, serta
pemerintah China dapat mengatur kondisi nilai tukar dengan cadangan devisa
China yang sangat besar. Maka fenomena overshooting tidak terjadi. Selain
negara China yang tidak mengalami fenomena overshooting exchange rate,
negara Malaysia dan Korea Selatan juga tidak mengalami fenomena overshooting.
Karena memiliki nilai parameters overshooting yang positif.
Pengujian analisis fenomena overshooting nilai tukar terhadap inflasi
sektoral menunjukkan bahwa Negara Indonesia, Singapura dan Malaysia
mengalami fenomena tersebut. Indonesia terjadi overshooting pada sektor food,
transportation dan housing. Singapura terjadi overshooting pada sektor food dan
transportation. Malaysia mengalami overshooting pada sektor food dan housing.
Negara Singapura mempunyai speed of adjustment exchange rate terbesar
berarti Singapura memiliki percepatan perubahan kondisi nilai tukar tercepat ke
keseimbangan jangka panjangnya. Juga Singapura memiliki speed of adjustment
indeks harga konsumen terbesar, yang artinya Singapura memiliki percepatan
perubahan kondisi consumer price index ke keseimbangan jangka panjang yang
lebih cepat dibandingkan dengan negara lainnya.
24
Hal ini dikarenakan Negara Singapura menganut sistem kurs mengambang
terkendali sehingga pemerintah bisa mengendalikan volatilitas exchange rate. Jadi
fenomena overshooting exchange rate yang dikemukan Dornbursch berlaku untuk
beberapa negara di lima negara Asia.
SARAN Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian adalah
1. Untuk penelitian selanjutnya lebih baik menggunakan data yang jangka
waktunya lebih lama. Juga dengan menambahkan variabel makro
ekonomi lainnya.
2. Penelitian selanjutnya juga menjelaskan kronologi kebijakan pemerintah
dalam menangani masalah overshooting exchange rate.
3. Dalam upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar, bagi para
pengambil kebijakan sangat penting dalam memperhatikan faktor-faktor
yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar seperti pertumbuhan jumlah
uang beredar.
4. Mengingat besarnya fluktuasi nilai tukar yang terjadi maka akan lebih
baik jika dalam penelitian selanjutnya digunakan data-data yang bersifat
high frequency data berupa data harian.
25
DAFTAR PUSTAKA [BI] Bank Indonesia. 2008. Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2008. Bank
Indonesia: Jakarta (ID).
[BNM] Bank Negara Malaysia. 2008. Perkembangan Ekonomi Pada Tahun 2008.
Bank Negara Malaysia: Malaysia.
Dornbusch. Expectations and Exchange Rate Dynamics. Journal of Political
Economy, Vol. 84 (1976), Page 1161-1176.
Etyarsah, Sani et al. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Ke-3. IPB
press: Bogor
Firdaus, Muhammad. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time
Series. IPB press: Bogor
Flood, Robert P. An Example of Exchange Rate Overshooting. Southern
Economic Journal (pre-1986). 46, 1(1979).168
Ilham Nyak, Hermanto Siregar, Dampak Kebijakan Harga Pangan dan Kebijakan
Moneter Terhadap Stabilitas Ekonomi Makro. Jurnal Agro Ekonomi
25,1(2007): 55-83.
Krugman R Paul, Obstfeld, Maurice. 2009. International Economics Theory &
Policy Eigth Edition. Pearson Addison Wesley: New York.
Mankiw, Gregory N. 2007. Makroekonomi 6th
edition. Worth Publishers: New
York.
Mccausland, W David. Exchange Rate Hysteresis: The Effects of Overshooting
and Short-Termism. Economic Record. 78,1(2002): 60-67.
Mishkin, Frederic S. 2007. Monetary Policy Strategy. MIT Press : Cambridge,
Massachusetts London, England.
Nieh, Chien-Chung, Yu Shan Wang. ARDL Approach to the Exchange Rate
Overshooting in Taiwan. Review of Quantitative Finance and Accounting.
25(2005): 55-71.
Raz Arisyi F, Tamarind P K Indra, et al. Krisis Keuangan Global dan
Pertumbuhan Ekonomi: Analisa dari Perekonomian Asia Timur. Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan. 2012.
Saghaian, Sayed H, Mohamad F hasan, and Michael R Reed. Journal of
Agricultural and Applied Economics. 34,1(April 2002): 95-109.
Suryanto, Gregorius Irwan. 2003. Analisis Perilaku Nilai Tukar di Indonesia:
Penerapan Model Dornbusch Overshooting. Tesis Program Studi Ilmu
Ekonomi, Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Tu Wenwen, Junwen Feng. An Overview Study on Durnbusch Overshooting
Hypothesis. International Journal of Economics and Finance. 1,1(2009).
26
Lampiran 1. Uji Stationeritas negara Indonesia variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport
Null Hypothesis: D(LER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.088008 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.435287 0.0124
Test critical values: 1% level -3.511262
5% level -2.896779
10% level -2.585626
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.595946 0.0000
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_FOOD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.570734 0.0000
Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230
10% level -2.583740
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
27
Null Hypothesis: D(LCPI_HOUSING) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.005954 0.0000
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_TRANSPORTATION) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.176158 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 2. Uji Stationeritas negara China variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport
Null Hypothesis: D(LER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.116417 0.0015
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.25490 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
28
Null Hypothesis: D(LCPI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.242597 0.0010
Test critical values: 1% level -3.511262
5% level -2.896779
10% level -2.585626
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_FOOD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.004969 0.0022
Test critical values: 1% level -3.511262
5% level -2.896779
10% level -2.585626
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_HOUSING) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.000724 0.0022
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_TRANSPORTATION) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.426651 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
29
Lampiran 3. Uji Stationeritas negara Korea variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport
Null Hypothesis: D(LER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.566674 0.0000
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.198835 0.0011
Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230
10% level -2.583740
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.199320 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_FOOD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.77727 0.0000
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_HOTEL) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
30
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.279106 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_TRANSPORT) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.875875 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 4. Uji Stationeritas negara Singapura variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport
Null Hypothesis: D(LER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.752564 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.000384 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
31
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.954996 0.0025
Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230
10% level -2.583740
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_FOOD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.726059 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_HOUSING) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.897007 0.0001
Test critical values: 1% level -3.503049
5% level -2.893230
10% level -2.583740
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_TRANSPORT) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.976995 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
32
Lampiran 5. Uji Stationeritas negara Malaysia variabel LER, LM2, LCPI,
LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING, dan LCPI_Transport
Null Hypothesis: D(LER) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.762538 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.541459 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.386650 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_FOOD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.820762 0.0000
Test critical values: 1% level -3.501445
5% level -2.892536
10% level -2.583371
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
33
Null Hypothesis: D(LCPI_HOUSING) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.397756 0.0000
Test critical values: 1% level -3.504727
5% level -2.893956
10% level -2.584126
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPI_TRANSPORT) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.997682 0.0001
Test critical values: 1% level -3.502238
5% level -2.892879
10% level -2.583553
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 6. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT negara Indonesia
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 22:56
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) -1.643544
(1.01870)
[-1.61338]
LCPI(-1) 4.249799
(2.24356)
[ 1.89422]
C 32.46895 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI) CointEq1 -0.024190 -0.006921 -0.014844
(0.01378) (0.00904) (0.00492)
[-1.75540] [-0.76544] [-3.01936]
34
D(LER(-1)) 0.188518 -0.172283 0.012591
(0.12235) (0.08027) (0.04365)
[ 1.54081] [-2.14618] [ 0.28844]
D(LER(-2)) -0.208026 0.119133 -0.013958
(0.12149) (0.07971) (0.04334)
[-1.71232] [ 1.49462] [-0.32204]
D(LM2(-1)) -0.099154 -0.303434 0.146727
(0.16514) (0.10835) (0.05892)
[-0.60042] [-2.80053] [ 2.49037]
D(LM2(-2)) -0.158865 -0.210678 0.062484
(0.16795) (0.11019) (0.05992)
[-0.94593] [-1.91196] [ 1.04281]
D(LCPI(-1)) 0.042934 0.033821 0.104918
(0.32871) (0.21567) (0.11728)
[ 0.13061] [ 0.15682] [ 0.89463]
D(LCPI(-2)) 0.183227 -0.157694 -0.020727
(0.30806) (0.20212) (0.10991)
[ 0.59478] [-0.78020] [-0.18859]
C 0.003595 0.019756 0.002595
(0.00444) (0.00291) (0.00158)
[ 0.81047] [ 6.78880] [ 1.63970] R-squared 0.105623 0.169099 0.222138
Adj. R-squared 0.031968 0.100672 0.158079
Sum sq. resids 0.049813 0.021443 0.006341
S.E. equation 0.024208 0.015883 0.008637
F-statistic 1.434025 2.471233 3.467695
Log likelihood 218.2800 257.4735 314.1303
Akaike AIC -4.522150 -5.365021 -6.583448
Schwarz SC -4.304292 -5.147163 -6.365590
Mean dependent 0.001735 0.012612 0.005660
S.D. dependent 0.024605 0.016749 0.009413 Determinant resid covariance (dof adj.) 7.90E-12
Determinant resid covariance 6.03E-12
Log likelihood 805.3887
Akaike information criterion -16.73954
Schwarz criterion -16.00427
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 22:56
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) -0.755416
(0.65237)
35
[-1.15795]
LCPI_FOOD(-1) 1.081406
(0.92153)
[ 1.17349]
C 16.86461 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_FOOD) CointEq1 -0.073128 -0.008926 -0.022956
(0.02950) (0.01934) (0.01513)
[-2.47858] [-0.46147] [-1.51685]
D(LER(-1)) 0.213630 -0.178690 0.014774
(0.11850) (0.07769) (0.06079)
[ 1.80271] [-2.30002] [ 0.24306]
D(LER(-2)) -0.144144 0.138642 -0.023782
(0.11431) (0.07494) (0.05863)
[-1.26104] [ 1.85010] [-0.40562]
D(LM2(-1)) -0.115151 -0.320182 0.311500
(0.16780) (0.11001) (0.08607)
[-0.68624] [-2.91054] [ 3.61908]
D(LM2(-2)) -0.144180 -0.205763 0.056189
(0.18068) (0.11846) (0.09268)
[-0.79797] [-1.73705] [ 0.60627]
D(LCPI_FOOD(-1)) -0.015274 0.005232 0.301049
(0.23440) (0.15367) (0.12023)
[-0.06516] [ 0.03405] [ 2.50388]
D(LCPI_FOOD(-2)) -0.018898 -0.225229 -0.131203
(0.20781) (0.13624) (0.10660)
[-0.09094] [-1.65317] [-1.23083]
C 0.005048 0.020907 0.002291
(0.00438) (0.00287) (0.00225)
[ 1.15292] [ 7.28322] [ 1.02014] R-squared 0.129005 0.192089 0.302196
Adj. R-squared 0.057276 0.125555 0.244730
Sum sq. resids 0.048511 0.020850 0.012764
S.E. equation 0.023890 0.015662 0.012254
F-statistic 1.798502 2.887078 5.258685
Log likelihood 219.5118 258.7782 281.5976
Akaike AIC -4.548641 -5.393079 -5.883820
Schwarz SC -4.330783 -5.175221 -5.665962
Mean dependent 0.001735 0.012612 0.008203
S.D. dependent 0.024605 0.016749 0.014100 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.56E-11
Determinant resid covariance 1.19E-11
Log likelihood 773.8654
Akaike information criterion -16.06162
Schwarz criterion -15.32635
36
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 22:59
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 1.194093
(0.70475)
[ 1.69435]
LCPI_TRANSPORTATION(
-1) -10.07799
(2.27108)
[-4.43753]
C 0.012607
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_TRANSPORTATION)
CointEq1 0.004129 0.001188 0.017603
(0.00346) (0.00230) (0.00380)
[ 1.19443] [ 0.51755] [ 4.63435]
D(LER(-1)) 0.156811 -0.152324 0.014040
(0.11804) (0.07840) (0.12971)
[ 1.32845] [-1.94289] [ 0.10824]
D(LM2(-1)) 0.004364 -0.253282 0.171397
(0.15559) (0.10334) (0.17098)
[ 0.02805] [-2.45096] [ 1.00246]
D(LCPI_TRANSPORTATIO
N(-1)) 0.038271 0.015956 0.014722
(0.09684) (0.06432) (0.10642)
[ 0.39520] [ 0.24808] [ 0.13834]
C 0.001208 0.015818 0.002957
(0.00317) (0.00211) (0.00349)
[ 0.38074] [ 7.50612] [ 0.84817] R-squared 0.046945 0.093245 0.205549
Adj. R-squared 0.004111 0.052492 0.169843
Sum sq. resids 0.053087 0.023419 0.064105
S.E. equation 0.024423 0.016221 0.026838
F-statistic 1.095978 2.288047 5.756756
Log likelihood 218.1380 256.6031 209.2742
Akaike AIC -4.534851 -5.353258 -4.346260
Schwarz SC -4.399569 -5.217976 -4.210978
Mean dependent 0.001708 0.012564 0.005147
S.D. dependent 0.024473 0.016665 0.029456 Determinant resid covariance (dof adj.) 8.70E-11
Determinant resid covariance 7.39E-11
Log likelihood 696.3097
37
Akaike information criterion -14.43212
Schwarz criterion -13.94511
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 23:00
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) -0.792691
(0.54638)
[-1.45080]
LCPI_HOUSING(-1) 2.468585
(1.44135)
[ 1.71269]
C 11.76050
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_HOUSI
NG) CointEq1 -0.038741 -0.000771 -0.020334
(0.02029) (0.01367) (0.00612)
[-1.90960] [-0.05636] [-3.31995]
D(LER(-1)) 0.169797 -0.128549 -0.016462
(0.11595) (0.07813) (0.03500)
[ 1.46445] [-1.64527] [-0.47029]
D(LM2(-1)) -0.013246 -0.248906 0.067778
(0.15298) (0.10308) (0.04618)
[-0.08659] [-2.41458] [ 1.46763]
D(LCPI_HOUSING(-1)) 0.142391 -0.119069 0.082017
(0.36359) (0.24501) (0.10977)
[ 0.39163] [-0.48598] [ 0.74721]
C 0.000933 0.016365 0.003466
(0.00352) (0.00237) (0.00106)
[ 0.26494] [ 6.89439] [ 3.25933] R-squared 0.072960 0.092082 0.158453
Adj. R-squared 0.031296 0.051277 0.120631
Sum sq. resids 0.051638 0.023449 0.004706
S.E. equation 0.024087 0.016232 0.007272
F-statistic 1.751134 2.256630 4.189417
Log likelihood 219.4388 256.5429 332.0204
Akaike AIC -4.562527 -5.351977 -6.957881
Schwarz SC -4.427246 -5.216695 -6.822599
Mean dependent 0.001708 0.012564 0.004650
S.D. dependent 0.024473 0.016665 0.007755 Determinant resid covariance (dof adj.) 6.51E-12
38
Determinant resid covariance 5.52E-12
Log likelihood 818.2124
Akaike information criterion -17.02580
Schwarz criterion -16.53878
Lampiran 7. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT negara China
Vector Error Correction Estimates
Date: 04/22/13 Time: 23:21
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2 LER(-1) 1.000000 0.000000
LM2(-1) 0.000000 1.000000
LCPI(-1) 11.30807 -50.46226
(2.26891) (10.0836)
[ 4.98391] [-5.00439]
C -54.37850 223.0925 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI) CointEq1 -0.030039 -0.109805 0.104740
(0.01736) (0.05337) (0.03024)
[-1.73040] [-2.05733] [ 3.46409]
CointEq2 -0.005392 -0.022770 0.024683
(0.00381) (0.01173) (0.00664)
[-1.41381] [-1.94177] [ 3.71562]
D(LER(-1)) 0.297324 0.065410 -0.486138
(0.10514) (0.32326) (0.18313)
[ 2.82781] [ 0.20234] [-2.65459]
D(LM2(-1)) -0.022154 -0.132588 -0.048003
(0.03394) (0.10434) (0.05911)
[-0.65282] [-1.27075] [-0.81212]
D(LCPI(-1)) 0.014547 -0.139433 0.006725
(0.05759) (0.17706) (0.10030)
[ 0.25260] [-0.78751] [ 0.06705]
C -0.001812 0.016253 -0.000941
(0.00069) (0.00213) (0.00120)
[-2.62002] [ 7.64475] [-0.78110] R-squared 0.335098 0.108293 0.222958
Adj. R-squared 0.297320 0.057627 0.178808
Sum sq. resids 0.001034 0.009776 0.003137
S.E. equation 0.003428 0.010540 0.005971
F-statistic 8.870073 2.137418 5.050012
Log likelihood 403.2403 297.6646 351.0816
39
Akaike AIC -8.451921 -6.205630 -7.342161
Schwarz SC -8.289583 -6.043292 -7.179823
Mean dependent -0.003017 0.014205 -0.000144
S.D. dependent 0.004090 0.010857 0.006589 Determinant resid covariance (dof adj.) 4.37E-14
Determinant resid covariance 3.59E-14
Log likelihood 1054.948
Akaike information criterion -21.93506
Schwarz criterion -21.28571
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 23:01
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2 LER(-1) 1.000000 0.000000
LM2(-1) 0.000000 1.000000
LCPI_FOOD(-1) 4.845007 -21.76472
(0.95394) (4.41735)
[ 5.07893] [-4.92710]
C -24.60147 90.88490 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_FOOD) CointEq1 -0.042669 -0.128019 0.230878
(0.01755) (0.05530) (0.08056)
[-2.43066] [-2.31490] [ 2.86604]
CointEq2 -0.007957 -0.026803 0.053984
(0.00378) (0.01191) (0.01735)
[-2.10404] [-2.24981] [ 3.11078]
D(LER(-1)) 0.283250 0.132847 -1.223990
(0.10267) (0.32344) (0.47114)
[ 2.75887] [ 0.41073] [-2.59793]
D(LM2(-1)) -0.018079 -0.124843 -0.051121
(0.03329) (0.10486) (0.15275)
[-0.54313] [-1.19055] [-0.33468]
D(LCPI_FOOD(-1)) 0.017310 -0.017721 -0.036067
(0.02252) (0.07096) (0.10336)
[ 0.76850] [-0.24974] [-0.34893]
C -0.001909 0.016345 -0.003441
(0.00068) (0.00215) (0.00313)
[-2.79544] [ 7.59720] [-1.09802] R-squared 0.356336 0.093694 0.176923
Adj. R-squared 0.319764 0.042199 0.130157
Sum sq. resids 0.001001 0.009936 0.021082
40
S.E. equation 0.003373 0.010626 0.015478
F-statistic 9.743451 1.819484 3.783163
Log likelihood 404.7660 296.9013 261.5431
Akaike AIC -8.484383 -6.189390 -5.437087
Schwarz SC -8.322045 -6.027052 -5.274749
Mean dependent -0.003017 0.014205 -0.000460
S.D. dependent 0.004090 0.010857 0.016596 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.94E-13
Determinant resid covariance 2.41E-13
Log likelihood 965.4271
Akaike information criterion -20.03036
Schwarz criterion -19.38101
Vector Error Correction Estimates
Date: 05/02/13 Time: 01:42
Sample (adjusted): 2005M06 2012M12
Included observations: 91 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 10.03535
(2.92944)
[ 3.42569]
LCPI_TRANSPORTATION(
-1) -13.50164
(8.21241)
[-1.64405]
@TREND(05M01) -0.143154
(0.04402)
[-3.25188]
C -41.15519
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_TRANSPORTATION)
CointEq1 0.000795 -0.015873 0.004015
(0.00214) (0.00556) (0.00126)
[ 0.37163] [-2.85442] [ 3.18699]
D(LER(-1)) 0.324883 0.645894 -0.148970
(0.11683) (0.30386) (0.06884)
[ 2.78081] [ 2.12565] [-2.16415]
D(LER(-2)) 0.118916 -0.564431 -0.101815
(0.12449) (0.32379) (0.07335)
[ 0.95520] [-1.74322] [-1.38808]
D(LER(-3)) 0.065396 1.163578 0.093838
(0.12573) (0.32700) (0.07408)
[ 0.52013] [ 3.55836] [ 1.26675]
D(LER(-4)) 0.017453 0.014260 -0.012672
(0.13486) (0.35075) (0.07946)
41
[ 0.12942] [ 0.04066] [-0.15948]
D(LM2(-1)) -0.021115 0.125395 -0.022922
(0.04347) (0.11305) (0.02561)
[-0.48575] [ 1.10916] [-0.89502]
D(LM2(-2)) -0.020960 0.146659 -0.040472
(0.04124) (0.10725) (0.02430)
[-0.50829] [ 1.36745] [-1.66579]
D(LM2(-3)) 0.072787 0.397585 -0.005176
(0.04159) (0.10818) (0.02451)
[ 1.74996] [ 3.67529] [-0.21121]
D(LM2(-4)) 0.017477 -0.175357 -0.000768
(0.04462) (0.11606) (0.02629)
[ 0.39165] [-1.51094] [-0.02919]
D(LCPI_TRANSPORTATIO
N(-1)) -0.177272 0.352388 0.228902
(0.19551) (0.50850) (0.11519)
[-0.90670] [ 0.69299] [ 1.98709]
D(LCPI_TRANSPORTATIO
N(-2)) 0.059331 0.227578 -0.080361
(0.19316) (0.50238) (0.11381)
[ 0.30716] [ 0.45300] [-0.70611]
D(LCPI_TRANSPORTATIO
N(-3)) -0.024766 0.619477 0.118380
(0.19229) (0.50011) (0.11329)
[-0.12880] [ 1.23869] [ 1.04490]
D(LCPI_TRANSPORTATIO
N(-4)) -0.122871 -0.143549 -0.074268
(0.18381) (0.47805) (0.10830)
[-0.66849] [-0.30028] [-0.68578]
C -0.002133 0.010755 0.000633
(0.00136) (0.00354) (0.00080)
[-1.56820] [ 3.03972] [ 0.78969] R-squared 0.308545 0.342780 0.354458
Adj. R-squared 0.191806 0.231820 0.245470
Sum sq. resids 0.001056 0.007143 0.000367
S.E. equation 0.003703 0.009631 0.002182
F-statistic 2.643035 3.089239 3.252276
Log likelihood 387.9463 300.9653 436.0861
Akaike AIC -8.218600 -6.306931 -9.276618
Schwarz SC -7.832314 -5.920644 -8.890331
Mean dependent -0.003117 0.014264 0.000240
S.D. dependent 0.004119 0.010989 0.002512 Determinant resid covariance (dof adj.) 5.48E-15
Determinant resid covariance 3.32E-15
Log likelihood 1129.571
Akaike information criterion -23.81475
Schwarz criterion -22.54553
42
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 09:51
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 0.201098
(0.02427)
[ 8.28570]
LCPI_HOUSING(-1) -1.990912
(0.36620)
[-5.43675]
C 5.099643
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_HOUSI
NG) CointEq1 0.012773 0.051808 0.047914
(0.00755) (0.02185) (0.01083)
[ 1.69197] [ 2.37116] [ 4.42338]
D(LER(-1)) 0.319122 0.169847 -0.140599
(0.11108) (0.32149) (0.15939)
[ 2.87283] [ 0.52831] [-0.88213]
D(LER(-2)) 0.123412 -0.679537 -0.275032
(0.11252) (0.32564) (0.16144)
[ 1.09683] [-2.08676] [-1.70360]
D(LM2(-1)) -0.019125 -0.142260 -0.031569
(0.03721) (0.10769) (0.05339)
[-0.51400] [-1.32101] [-0.59130]
D(LM2(-2)) -0.034629 -0.053914 -0.067048
(0.03644) (0.10547) (0.05229)
[-0.95026] [-0.51119] [-1.28229]
D(LCPI_HOUSING(-1)) -0.058755 -0.411674 0.674697
(0.06998) (0.20253) (0.10041)
[-0.83961] [-2.03266] [ 6.71961]
D(LCPI_HOUSING(-2)) 0.010287 0.079743 0.001669
(0.07193) (0.20819) (0.10321)
[ 0.14301] [ 0.38303] [ 0.01617]
C -0.000969 0.015272 4.98E-05
(0.00095) (0.00276) (0.00137)
[-1.01647] [ 5.53606] [ 0.03642] R-squared 0.277902 0.144330 0.591244
Adj. R-squared 0.218435 0.073863 0.557582
Sum sq. resids 0.001116 0.009352 0.002299
43
S.E. equation 0.003624 0.010489 0.005200
F-statistic 4.673216 2.048199 17.56401
Log likelihood 394.8918 296.0604 361.3144
Akaike AIC -8.320254 -6.194847 -7.598159
Schwarz SC -8.102396 -5.976989 -7.380301
Mean dependent -0.003050 0.014143 -0.000288
S.D. dependent 0.004100 0.010899 0.007818 Determinant resid covariance (dof adj.) 3.78E-14
Determinant resid covariance 2.88E-14
Log likelihood 1053.847
Akaike information criterion -22.08274
Schwarz criterion -21.34746
Lampiran 8. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT negara Korea Selatan
Vector Error Correction Estimates
Date: 05/06/13 Time: 00:41
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 20.92160
(5.27669)
[ 3.96491]
LCPI(-1) -71.27735
(17.1848)
[-4.14769]
C 24.69393 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI) CointEq1 -0.004499 0.002870 0.000856
(0.00369) (0.00115) (0.00030)
[-1.21977] [ 2.49640] [ 2.81892]
D(LER(-1)) 0.462874 -0.022332 0.003457
(0.10426) (0.03250) (0.00858)
[ 4.43965] [-0.68726] [ 0.40282]
D(LER(-2)) -0.252535 0.019757 -0.018769
(0.10372) (0.03233) (0.00854)
[-2.43473] [ 0.61113] [-2.19853]
D(LM2(-1)) -0.338390 -0.281581 0.000134
(0.37999) (0.11843) (0.03127)
[-0.89053] [-2.37755] [ 0.00427]
D(LM2(-2)) 0.025878 -0.254151 -0.026970
(0.34827) (0.10855) (0.02866)
[ 0.07430] [-2.34134] [-0.94089]
44
D(LCPI(-1)) -0.210567 0.591724 0.365197
(1.26261) (0.39353) (0.10392)
[-0.16677] [ 1.50364] [ 3.51423]
D(LCPI(-2)) -0.901393 0.104356 0.045010
(1.27607) (0.39772) (0.10503)
[-0.70638] [ 0.26238] [ 0.42856]
C 0.002997 0.009113 0.001343
(0.00530) (0.00165) (0.00044)
[ 0.56544] [ 5.51685] [ 3.07892] R-squared 0.245804 0.154914 0.312594
Adj. R-squared 0.183693 0.085318 0.255985
Sum sq. resids 0.041251 0.004007 0.000279
S.E. equation 0.022030 0.006866 0.001813
F-statistic 3.957532 2.225921 5.521906
Log likelihood 227.0498 335.4680 459.3004
Akaike AIC -4.710749 -7.042322 -9.705385
Schwarz SC -4.492891 -6.824464 -9.487527
Mean dependent -0.001776 0.006852 0.002029
S.D. dependent 0.024383 0.007179 0.002102 Determinant resid covariance (dof adj.) 6.54E-14
Determinant resid covariance 4.99E-14
Log likelihood 1028.356
Akaike information criterion -21.53453
Schwarz criterion -20.79926
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 05:08
Sample (adjusted): 2005M05 2012M12
Included observations: 92 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 3.371693
(0.70084)
[ 4.81096]
LCPI_FOOD(-1) -5.441692
(1.27694)
[-4.26150]
C -27.73218 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_FOOD) CointEq1 -0.018765 0.009159 0.015772
(0.01367) (0.00396) (0.00798)
[-1.37322] [ 2.31107] [ 1.97694]
D(LER(-1)) 0.482251 -0.035644 -0.036753
45
(0.11053) (0.03206) (0.06453)
[ 4.36304] [-1.11195] [-0.56956]
D(LER(-2)) -0.268361 0.041061 -0.031752
(0.12042) (0.03492) (0.07030)
[-2.22860] [ 1.17579] [-0.45166]
D(LER(-3)) 0.071517 -0.047701 -0.068600
(0.10970) (0.03181) (0.06404)
[ 0.65195] [-1.49941] [-1.07117]
D(LM2(-1)) -0.371153 -0.232250 -0.515756
(0.38115) (0.11054) (0.22252)
[-0.97378] [-2.10111] [-2.31780]
D(LM2(-2)) 0.035819 -0.231366 -0.342596
(0.40035) (0.11611) (0.23373)
[ 0.08947] [-1.99273] [-1.46578]
D(LM2(-3)) -0.072628 0.288059 0.142955
(0.37633) (0.10914) (0.21971)
[-0.19299] [ 2.63935] [ 0.65066]
D(LCPI_FOOD(-1)) -0.239638 0.030930 0.126640
(0.17637) (0.05115) (0.10297)
[-1.35871] [ 0.60469] [ 1.22990]
D(LCPI_FOOD(-2)) -0.184570 0.060983 -0.392380
(0.16697) (0.04842) (0.09748)
[-1.10538] [ 1.25935] [-4.02513]
D(LCPI_FOOD(-3)) -0.049667 0.010494 -0.199066
(0.17807) (0.05164) (0.10396)
[-0.27892] [ 0.20321] [-1.91484]
C 0.003218 0.007435 0.009866
(0.00666) (0.00193) (0.00389)
[ 0.48305] [ 3.84782] [ 2.53643] R-squared 0.289332 0.293517 0.431237
Adj. R-squared 0.201595 0.206297 0.361019
Sum sq. resids 0.038847 0.003267 0.013241
S.E. equation 0.021900 0.006351 0.012785
F-statistic 3.297725 3.365250 6.141424
Log likelihood 226.8740 340.7552 276.3858
Akaike AIC -4.692914 -7.168592 -5.769256
Schwarz SC -4.391396 -6.867074 -5.467738
Mean dependent -0.001838 0.006735 0.003399
S.D. dependent 0.024509 0.007129 0.015994 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.64E-12
Determinant resid covariance 1.80E-12
Log likelihood 852.2660
Akaike information criterion -17.74491
Schwarz criterion -16.75813
46
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 23:20
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 5.352039
(1.19871)
[ 4.46483]
LCPI_TRANSPORT(-1) -12.06617
(2.77933)
[-4.34139]
C -25.24682
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_TRANS
PORT) CointEq1 0.018471 0.000797 0.008258
(0.00689) (0.00242) (0.00351)
[ 2.68116] [ 0.32926] [ 2.35102]
D(LER(-1)) 0.393006 -0.037699 0.051595
(0.10618) (0.03729) (0.05414)
[ 3.70145] [-1.01091] [ 0.95303]
D(LER(-2)) -0.316700 0.011219 0.067365
(0.10042) (0.03527) (0.05120)
[-3.15368] [ 0.31808] [ 1.31561]
D(LM2(-1)) -0.666857 -0.185552 -0.045199
(0.30776) (0.10810) (0.15692)
[-2.16679] [-1.71656] [-0.28803]
D(LM2(-2)) -0.212053 -0.154795 0.171428
(0.30629) (0.10758) (0.15617)
[-0.69233] [-1.43891] [ 1.09768]
D(LCPI_TRANSPORT(-1)) 0.446614 -0.029611 0.512127
(0.19748) (0.06936) (0.10069)
[ 2.26161] [-0.42692] [ 5.08616]
D(LCPI_TRANSPORT(-2)) 0.253607 0.002286 -0.113290
(0.21451) (0.07534) (0.10937)
[ 1.18227] [ 0.03035] [-1.03580]
C 0.002046 0.009247 0.001155
(0.00394) (0.00138) (0.00201)
[ 0.51922] [ 6.67988] [ 0.57472] R-squared 0.336896 0.056445 0.359266
Adj. R-squared 0.282287 -0.021259 0.306500
Sum sq. resids 0.036269 0.004474 0.009429
S.E. equation 0.020657 0.007255 0.010532
47
F-statistic 6.169287 0.726410 6.808618
Log likelihood 233.0353 330.3429 295.6773
Akaike AIC -4.839470 -6.932106 -6.186608
Schwarz SC -4.621612 -6.714248 -5.968750
Mean dependent -0.001776 0.006852 0.003132
S.D. dependent 0.024383 0.007179 0.012648 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.39E-12
Determinant resid covariance 1.82E-12
Log likelihood 860.9908
Akaike information criterion -17.93529
Schwarz criterion -17.20002
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 23:22
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 27.18784
(8.89987)
[ 3.05486]
LCPI_HOTEL(-1) -87.13461
(26.0138)
[-3.34955]
C 8.148817
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_HOTEL
) CointEq1 -0.001849 0.001625 0.000503
(0.00195) (0.00060) (0.00023)
[-0.95033] [ 2.72231] [ 2.18635]
D(LER(-1)) 0.380009 -0.009646 0.006935
(0.09761) (0.02995) (0.01155)
[ 3.89313] [-0.32209] [ 0.60060]
D(LM2(-1)) -0.336463 -0.263899 0.039669
(0.34305) (0.10525) (0.04058)
[-0.98080] [-2.50728] [ 0.97754]
D(LCPI_HOTEL(-1)) -0.120829 0.205001 0.268290
(0.84058) (0.25790) (0.09944)
[-0.14374] [ 0.79488] [ 2.69813]
C 0.001624 0.008137 0.001394
(0.00394) (0.00121) (0.00047)
[ 0.41228] [ 6.73499] [ 2.99270] R-squared 0.186048 0.119080 0.152559
Adj. R-squared 0.149466 0.079489 0.114472
48
Sum sq. resids 0.044821 0.004219 0.000627
S.E. equation 0.022441 0.006885 0.002655
F-statistic 5.085779 3.007699 4.005520
Log likelihood 226.0933 337.1554 426.7440
Akaike AIC -4.704113 -7.067135 -8.973277
Schwarz SC -4.568831 -6.931854 -8.837995
Mean dependent -0.001570 0.006778 0.002269
S.D. dependent 0.024333 0.007176 0.002821 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.63E-13
Determinant resid covariance 1.38E-13
Log likelihood 991.5695
Akaike information criterion -20.71424
Schwarz criterion -20.22723
Lampiran 9. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT negara Singapura
Vector Error Correction Estimates
Date: 04/22/13 Time: 23:44
Sample (adjusted): 2005M07 2012M12
Included observations: 90 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 0.103731
(0.03637)
[ 2.85224]
LCPI(-1) 0.910329
(0.12617)
[ 7.21491]
C -5.861956 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI) CointEq1 -0.230817 -0.220147 -0.116808
(0.08573) (0.05768) (0.03544)
[-2.69252] [-3.81637] [-3.29577]
D(LER(-1)) 0.631739 0.075451 0.006977
(0.12472) (0.08393) (0.05156)
[ 5.06521] [ 0.89903] [ 0.13530]
D(LER(-2)) -0.097301 0.157839 0.151530
(0.12668) (0.08524) (0.05237)
[-0.76809] [ 1.85167] [ 2.89329]
D(LER(-3)) 0.341384 0.030974 0.001931
(0.13335) (0.08973) (0.05513)
[ 2.56012] [ 0.34519] [ 0.03503]
D(LER(-4)) -0.043328 0.116609 -0.016037
(0.12257) (0.08248) (0.05068)
49
[-0.35348] [ 1.41378] [-0.31646]
D(LER(-5)) 0.303307 0.046570 0.033187
(0.11951) (0.08042) (0.04941)
[ 2.53799] [ 0.57911] [ 0.67170]
D(LM2(-1)) -0.104232 -0.087921 -0.138978
(0.17063) (0.11482) (0.07055)
[-0.61085] [-0.76573] [-1.97005]
D(LM2(-2)) -0.115643 -0.234498 0.001973
(0.16646) (0.11201) (0.06882)
[-0.69471] [-2.09349] [ 0.02867]
D(LM2(-3)) -0.190966 0.066585 -0.238453
(0.15923) (0.10714) (0.06583)
[-1.19933] [ 0.62145] [-3.62227]
D(LM2(-4)) -0.045959 -0.274220 0.100351
(0.16993) (0.11434) (0.07025)
[-0.27046] [-2.39821] [ 1.42842]
D(LM2(-5)) 0.022015 0.048337 -0.038231
(0.15862) (0.10674) (0.06558)
[ 0.13879] [ 0.45286] [-0.58297]
D(LCPI(-1)) 0.273804 -0.686614 -0.198235
(0.26302) (0.17699) (0.10874)
[ 1.04100] [-3.87948] [-1.82301]
D(LCPI(-2)) 0.013927 -0.376699 -0.156904
(0.27928) (0.18793) (0.11546)
[ 0.04987] [-2.00451] [-1.35893]
D(LCPI(-3)) -0.450508 -0.714169 0.161394
(0.28192) (0.18970) (0.11655)
[-1.59801] [-3.76467] [ 1.38472]
D(LCPI(-4)) -0.114282 -0.319188 -0.277331
(0.29047) (0.19546) (0.12009)
[-0.39343] [-1.63301] [-2.30935]
D(LCPI(-5)) -0.379334 -0.239058 -0.077437
(0.27766) (0.18684) (0.11479)
[-1.36617] [-1.27948] [-0.67457]
C 0.005662 0.020673 0.007550
(0.00586) (0.00394) (0.00242)
[ 0.96627] [ 5.24273] [ 3.11623] R-squared 0.332876 0.364002 0.498368
Adj. R-squared 0.186657 0.224605 0.388421
Sum sq. resids 0.009989 0.004523 0.001707
S.E. equation 0.011698 0.007871 0.004836
F-statistic 2.276561 2.611261 4.532812
Log likelihood 282.0679 317.7220 361.5616
Akaike AIC -5.890398 -6.682711 -7.656925
Schwarz SC -5.418212 -6.210524 -7.184739
Mean dependent -0.003502 0.008884 0.002813
50
S.D. dependent 0.012971 0.008939 0.006184 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.80E-13
Determinant resid covariance 9.58E-14
Log likelihood 965.8342
Akaike information criterion -20.26298
Schwarz criterion -18.76310
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 04:23
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) -0.440542
(0.19496)
[-2.25966]
LCPI_FOOD(-1) 0.468809
(0.42237)
[ 1.10996]
@TREND(05M01) 0.006221
C 2.788662 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_FOOD) CointEq1 -0.108448 0.005621 -0.046468
(0.04432) (0.03188) (0.01262)
[-2.44719] [ 0.17632] [-3.68188]
D(LER(-1)) 0.391706 -0.019422 0.019566
(0.10566) (0.07602) (0.03009)
[ 3.70719] [-0.25550] [ 0.65022]
D(LER(-2)) -0.035322 -0.018417 0.028824
(0.11025) (0.07932) (0.03140)
[-0.32038] [-0.23219] [ 0.91798]
D(LM2(-1)) -0.094101 0.035298 -0.054149
(0.15660) (0.11267) (0.04460)
[-0.60089] [ 0.31330] [-1.21410]
D(LM2(-2)) -0.077642 0.019723 -0.036603
(0.15608) (0.11229) (0.04445)
[-0.49744] [ 0.17563] [-0.82343]
D(LCPI_FOOD(-1)) -0.373028 -0.356547 0.074671
(0.37595) (0.27047) (0.10707)
[-0.99224] [-1.31825] [ 0.69742]
D(LCPI_FOOD(-2)) -0.286502 0.595289 -0.077735
51
(0.37413) (0.26917) (0.10655)
[-0.76578] [ 2.21161] [-0.72956]
C 0.002069 0.010016 0.003928
(0.00433) (0.00311) (0.00123)
[ 0.47830] [ 3.21826] [ 3.18870]
@TREND(05M01) -2.15E-05 -4.93E-05 -1.24E-05
(5.0E-05) (3.6E-05) (1.4E-05)
[-0.43529] [-1.38411] [-0.88183] R-squared 0.185451 0.099706 0.192498
Adj. R-squared 0.107875 0.013963 0.115594
Sum sq. resids 0.012609 0.006526 0.001023
S.E. equation 0.012252 0.008814 0.003489
F-statistic 2.390571 1.162853 2.503071
Log likelihood 282.1667 312.7898 398.9733
Akaike AIC -5.874554 -6.533113 -8.386522
Schwarz SC -5.629463 -6.288023 -8.141432
Mean dependent -0.003122 0.008763 0.002361
S.D. dependent 0.012971 0.008877 0.003710 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.27E-13
Determinant resid covariance 9.38E-14
Log likelihood 999.0226
Akaike information criterion -20.83920
Schwarz criterion -20.02223
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/30/13 Time: 23:26
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 0.277457
(0.04509)
[ 6.15397]
LCPI_TRANSPORT(-1) 0.331298
(0.10514)
[ 3.15102]
C -5.427958
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_TRANS
PORT) CointEq1 -0.154374 -0.072127 0.024894
(0.04874) (0.03450) (0.06200)
[-3.16702] [-2.09039] [ 0.40150]
D(LER(-1)) 0.439376 -0.018389 -0.264031
(0.09969) (0.07057) (0.12680)
[ 4.40748] [-0.26060] [-2.08221]
52
D(LM2(-1)) -0.040775 0.015462 0.064460
(0.13935) (0.09864) (0.17725)
[-0.29262] [ 0.15675] [ 0.36368]
D(LCPI_TRANSPORT(-1)) 0.099930 -0.193628 0.011761
(0.08405) (0.05949) (0.10691)
[ 1.18895] [-3.25457] [ 0.11001]
C -0.001737 0.009292 0.002291
(0.00176) (0.00125) (0.00224)
[-0.98423] [ 7.43894] [ 1.02084] R-squared 0.209624 0.162245 0.051146
Adj. R-squared 0.174102 0.124593 0.008501
Sum sq. resids 0.012235 0.006131 0.019797
S.E. equation 0.011725 0.008300 0.014914
F-statistic 5.901160 4.309088 1.199344
Log likelihood 287.1153 319.5936 264.5001
Akaike AIC -6.002454 -6.693481 -5.521280
Schwarz SC -5.867172 -6.558199 -5.385998
Mean dependent -0.003134 0.008852 0.003718
S.D. dependent 0.012902 0.008871 0.014978 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.07E-12
Determinant resid covariance 1.76E-12
Log likelihood 872.0433
Akaike information criterion -18.17113
Schwarz criterion -17.68412
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 09:55
Sample (adjusted): 2005M07 2012M12
Included observations: 90 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 0.226279
(0.05460)
[ 4.14419]
LCPI_HOUSING(-1) 0.356344
(0.12226)
[ 2.91471]
C -4.863421
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_HOUSI
NG) CointEq1 -0.054012 -0.127913 -0.354606
(0.06222) (0.04541) (0.08404)
[-0.86808] [-2.81667] [-4.21971]
D(LER(-1)) 0.452424 0.087132 0.286631
53
(0.12797) (0.09340) (0.17284)
[ 3.53537] [ 0.93288] [ 1.65837]
D(LER(-2)) -0.224483 0.132039 0.501728
(0.12164) (0.08878) (0.16429)
[-1.84546] [ 1.48723] [ 3.05393]
D(LER(-3)) 0.222725 -0.007129 0.106072
(0.12871) (0.09394) (0.17384)
[ 1.73042] [-0.07589] [ 0.61017]
D(LER(-4)) -0.115721 0.130340 -0.096106
(0.12132) (0.08855) (0.16386)
[-0.95385] [ 1.47198] [-0.58653]
D(LER(-5)) 0.197084 0.056690 0.219027
(0.11933) (0.08710) (0.16117)
[ 1.65155] [ 0.65088] [ 1.35897]
D(LM2(-1)) 0.051199 -0.005236 -0.394592
(0.15792) (0.11526) (0.21328)
[ 0.32422] [-0.04543] [-1.85009]
D(LM2(-2)) 0.067378 -0.090789 -0.048312
(0.15136) (0.11047) (0.20442)
[ 0.44516] [-0.82184] [-0.23633]
D(LM2(-3)) -0.045190 0.137780 -0.561790
(0.14377) (0.10493) (0.19418)
[-0.31432] [ 1.31302] [-2.89317]
D(LM2(-4)) 0.061283 -0.125326 0.315100
(0.15280) (0.11152) (0.20637)
[ 0.40107] [-1.12379] [ 1.52688]
D(LM2(-5)) 0.106649 0.017296 -0.016701
(0.15340) (0.11196) (0.20718)
[ 0.69525] [ 0.15448] [-0.08061]
D(LCPI_HOUSING(-1)) 0.086619 -0.096116 -0.356569
(0.07740) (0.05649) (0.10454)
[ 1.11910] [-1.70141] [-3.41090]
D(LCPI_HOUSING(-2)) 0.106858 -0.103983 -0.180514
(0.08133) (0.05936) (0.10984)
[ 1.31395] [-1.75183] [-1.64344]
D(LCPI_HOUSING(-3)) 0.108723 -0.194910 0.020595
(0.08399) (0.06130) (0.11343)
[ 1.29454] [-3.17969] [ 0.18156]
D(LCPI_HOUSING(-4)) 0.163765 -0.135140 -0.237214
(0.08596) (0.06274) (0.11610)
[ 1.90518] [-2.15404] [-2.04326]
D(LCPI_HOUSING(-5)) -0.020150 -0.036243 -0.163142
(0.08001) (0.05840) (0.10806)
[-0.25184] [-0.62064] [-1.50972]
54
C -0.005750 0.013064 0.017624
(0.00402) (0.00293) (0.00543)
[-1.43067] [ 4.45320] [ 3.24640] R-squared 0.331675 0.250415 0.489720
Adj. R-squared 0.185193 0.086122 0.377878
Sum sq. resids 0.010007 0.005331 0.018255
S.E. equation 0.011708 0.008546 0.015813
F-statistic 2.264272 1.524198 4.378668
Log likelihood 281.9870 310.3274 254.9368
Akaike AIC -5.888600 -6.518386 -5.287485
Schwarz SC -5.416414 -6.046200 -4.815299
Mean dependent -0.003502 0.008884 0.004431
S.D. dependent 0.012971 0.008939 0.020049 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.41E-12
Determinant resid covariance 1.28E-12
Log likelihood 849.0478
Akaike information criterion -17.66773
Schwarz criterion -16.16784
Lampiran 10. Uji VECM untuk LCPI, LCPI_FOOD, LCPI_HOUSING,
LCPI_TRANSPORT negara Malaysia
Vector Error Correction Estimates
Date: 04/22/13 Time: 23:35
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 4.545260
(0.84749)
[ 5.36322]
LCPI(-1) -18.26441
(3.57964)
[-5.10230]
C 20.08459 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI) CointEq1 -0.027629 -0.009849 0.007927
(0.00787) (0.00737) (0.00292)
[-3.51133] [-1.33605] [ 2.71941]
D(LER(-1)) 0.285530 -0.025570 0.028816
(0.10300) (0.09650) (0.03816)
[ 2.77206] [-0.26497] [ 0.75513]
D(LER(-2)) -0.299010 -0.084298 -0.020843
(0.10186) (0.09543) (0.03774)
[-2.93563] [-0.88339] [-0.55235]
55
D(LM2(-1)) -0.032960 0.072196 0.004609
(0.11648) (0.10913) (0.04316)
[-0.28295] [ 0.66155] [ 0.10679]
D(LM2(-2)) 0.008975 0.007264 0.054879
(0.11448) (0.10726) (0.04241)
[ 0.07839] [ 0.06772] [ 1.29387]
D(LCPI(-1)) -0.252646 0.281221 0.422770
(0.27703) (0.25955) (0.10264)
[-0.91197] [ 1.08350] [ 4.11914]
D(LCPI(-2)) -0.060217 -0.580628 0.075647
(0.29576) (0.27709) (0.10957)
[-0.20360] [-2.09543] [ 0.69038]
C -0.001493 0.009009 0.000517
(0.00205) (0.00192) (0.00076)
[-0.72751] [ 4.68476] [ 0.68040] R-squared 0.278690 0.062416 0.266620
Adj. R-squared 0.219288 -0.014797 0.206224
Sum sq. resids 0.012185 0.010696 0.001672
S.E. equation 0.011973 0.011217 0.004436
F-statistic 4.691592 0.808359 4.414536
Log likelihood 283.7545 289.8182 376.0995
Akaike AIC -5.930205 -6.060606 -7.916119
Schwarz SC -5.712347 -5.842747 -7.698261
Mean dependent -0.002350 0.009386 0.002123
S.D. dependent 0.013551 0.011135 0.004979 Determinant resid covariance (dof adj.) 3.38E-13
Determinant resid covariance 2.58E-13
Log likelihood 951.9996
Akaike information criterion -19.89246
Schwarz criterion -19.15719
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 04:27
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) -0.542056
(0.27622)
[-1.96238]
LCPI_FOOD(-1) -1.161886
(0.42590)
[-2.72807]
@TREND(05M01) 0.011491
56
C 10.92217 Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_FOOD) CointEq1 -0.136656 0.084400 -0.035098
(0.04015) (0.03697) (0.01363)
[-3.40370] [ 2.28321] [-2.57432]
D(LER(-1)) 0.377840 -0.030026 -0.011539
(0.10234) (0.09422) (0.03475)
[ 3.69212] [-0.31867] [-0.33203]
D(LER(-2)) -0.145795 -0.119754 -0.000213
(0.10264) (0.09451) (0.03486)
[-1.42039] [-1.26717] [-0.00612]
D(LM2(-1)) -0.157997 -0.020778 -0.001585
(0.11551) (0.10635) (0.03922)
[-1.36787] [-0.19538] [-0.04041]
D(LM2(-2)) -0.117972 -0.021479 -0.085224
(0.11634) (0.10711) (0.03951)
[-1.01404] [-0.20052] [-2.15721]
D(LCPI_FOOD(-1)) -0.144760 0.409571 0.400691
(0.32775) (0.30176) (0.11130)
[-0.44168] [ 1.35728] [ 3.60018]
D(LCPI_FOOD(-2)) -0.194174 0.545890 -0.133654
(0.34024) (0.31326) (0.11554)
[-0.57070] [ 1.74261] [-1.15678]
C 0.002167 0.008031 0.003918
(0.00351) (0.00323) (0.00119)
[ 0.61734] [ 2.48472] [ 3.28674]
@TREND(05M01) -4.78E-06 -3.56E-05 -1.41E-05
(4.7E-05) (4.4E-05) (1.6E-05)
[-0.10121] [-0.81711] [-0.87754] R-squared 0.279732 0.095815 0.309548
Adj. R-squared 0.211135 0.009702 0.243791
Sum sq. resids 0.012168 0.010315 0.001403
S.E. equation 0.012036 0.011081 0.004087
F-statistic 4.077901 1.112670 4.707431
Log likelihood 283.8217 291.5048 384.2652
Akaike AIC -5.910145 -6.075373 -8.070220
Schwarz SC -5.665055 -5.830283 -7.825129
Mean dependent -0.002350 0.009386 0.003310
S.D. dependent 0.013551 0.011135 0.004700 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.83E-13
Determinant resid covariance 2.09E-13
Log likelihood 961.7842
Akaike information criterion -20.03837
Schwarz criterion -19.22140
57
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 09:58
Sample (adjusted): 2005M04 2012M12
Included observations: 93 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) 1.352051
(0.45891)
[ 2.94622]
LCPI_HOUSING(-1) -7.910299
(3.46972)
[-2.27981]
C 16.55739
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_HOUSI
NG) CointEq1 -0.051762 -0.071181 -0.003707
(0.03026) (0.02733) (0.00357)
[-1.71037] [-2.60462] [-1.03930]
D(LER(-1)) 0.437120 0.039046 -0.032330
(0.10604) (0.09575) (0.01250)
[ 4.12234] [ 0.40778] [-2.58675]
D(LER(-2)) -0.163104 -0.040347 0.020219
(0.10928) (0.09868) (0.01288)
[-1.49259] [-0.40887] [ 1.56979]
D(LM2(-1)) -0.100237 0.022494 -0.017656
(0.11557) (0.10436) (0.01362)
[-0.86733] [ 0.21554] [-1.29619]
D(LM2(-2)) -0.048857 0.004591 0.021288
(0.11687) (0.10554) (0.01378)
[-0.41803] [ 0.04350] [ 1.54535]
D(LCPI_HOUSING(-1)) 0.632465 -0.817489 -0.517756
(0.86309) (0.77938) (0.10173)
[ 0.73280] [-1.04890] [-5.08959]
D(LCPI_HOUSING(-2)) -1.367087 -0.673362 -0.351911
(0.84590) (0.76386) (0.09970)
[-1.61613] [-0.88152] [-3.52959]
C 0.000594 0.010919 0.002174
(0.00277) (0.00250) (0.00033)
[ 0.21489] [ 4.37187] [ 6.66984] R-squared 0.238874 0.080889 0.389724
Adj. R-squared 0.176193 0.005198 0.339466
Sum sq. resids 0.012858 0.010485 0.000179
S.E. equation 0.012299 0.011106 0.001450
58
F-statistic 3.810954 1.068674 7.754470
Log likelihood 281.2561 290.7435 480.1094
Akaike AIC -5.876475 -6.080506 -10.15289
Schwarz SC -5.658617 -5.862648 -9.935032
Mean dependent -0.002350 0.009386 0.001191
S.D. dependent 0.013551 0.011135 0.001784 Determinant resid covariance (dof adj.) 3.68E-14
Determinant resid covariance 2.81E-14
Log likelihood 1055.019
Akaike information criterion -22.10794
Schwarz criterion -21.37267
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/13 Time: 05:17
Sample (adjusted): 2005M03 2012M12
Included observations: 94 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LER(-1) 1.000000
LM2(-1) -1.702113
(0.56848)
[-2.99412]
LCPI_TRANSPORT(-1) 0.840123
(0.20459)
[ 4.10646]
@TREND(05M01) 0.015966
C 17.44594
Error Correction: D(LER) D(LM2) D(LCPI_TRANS
PORT) CointEq1 -0.031702 0.021953 -0.221408
(0.02777) (0.02449) (0.05335)
[-1.14146] [ 0.89644] [-4.14991]
D(LER(-1)) 0.354077 -0.031348 0.165131
(0.10340) (0.09118) (0.19864)
[ 3.42418] [-0.34382] [ 0.83129]
D(LM2(-1)) -0.172215 0.021816 -0.031299
(0.12596) (0.11107) (0.24198)
[-1.36719] [ 0.19642] [-0.12935]
D(LCPI_TRANSPORT(-1)) -0.040904 -0.006169 0.182726
(0.04974) (0.04385) (0.09554)
[-0.82242] [-0.14066] [ 1.91249]
C 0.000363 0.011672 0.007702
(0.00312) (0.00275) (0.00599)
[ 0.11639] [ 4.24771] [ 1.28656]
59
@TREND(05M01) -2.43E-06 -5.01E-05 -9.41E-05
(4.9E-05) (4.3E-05) (9.5E-05)
[-0.04918] [-1.15069] [-0.99283] R-squared 0.144135 0.024620 0.208754
Adj. R-squared 0.095506 -0.030799 0.163796
Sum sq. resids 0.014463 0.011245 0.053374
S.E. equation 0.012820 0.011304 0.024628
F-statistic 2.963991 0.444255 4.643385
Log likelihood 279.2541 291.0836 217.8853
Akaike AIC -5.813917 -6.065609 -4.508197
Schwarz SC -5.651579 -5.903271 -4.345859
Mean dependent -0.002325 0.009504 0.003017
S.D. dependent 0.013480 0.011134 0.026932 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.26E-11
Determinant resid covariance 1.03E-11
Log likelihood 788.7995
Akaike information criterion -16.33616
Schwarz criterion -15.76798
60
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muhammad Rezza Noviandi. Penulis merupakan
anak dari Abdul Ghofur dan Siti Hapsah. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 21 November 1990. Jenjang
pendidikan penulis dimulai dari TK Fahmi Cakung Jakarta Timur, SDN 08
Pulogebang, Jakarta Timur. Memasuki jenjang pendidikan menengah pertama, di
SMPN 168 Cakung, lalu dilanjutkan ke jenjang pendidikan menengah atas di
SMAN 11 jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalu jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis juga aktif dalam kegiatan di luar akademik saat menempuh
pendidikan di IPB. Penulis aktif di kegiatan Sosial Politik BEM TPB, sebagai
anggota aktif. Lalu di tingkat fakultas, penulis juga aktif sebagai staf Bem
Corporation BEM FEM IPB. Penulis menjabat ketua panitia dalam kegiatan
Customs Goes to Campus dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penulis juga
terdaftar sebagai asisten ekonomi umum tingkat persiapan bersama dari tahun
2010 hingga sekarang. Penulis juga meraih beberapa prestasi akademik selama
berkuliah di IPB. Penulis mendapatkan hibah Dikti dalam program kreativitas
mahasiswa dari tahun 2010,2011, 2012 dan 2013. Penulis juga meraih juara ketiga
dalam Entrepreneur Challenge yang diadakan BEM FEM IPB. Selain itu ditingkat
nasional, penulis juga meraih juara ketiga dalam Business Development Plan di
Universitas Negeri Surakarta. Penulis juga terdaftar sebagai presenter dalam
konferensi di Taichung, Taiwan dalam acara Annual International Scholars
Confrence tahun 2013.