13
DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL) (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda) Oleh : 1 Ajeng Swariyanatar Putri (19310853) 2 Diah Tri Budi Lestari (19310869) 3 Ginas Septian Nurfakhri (19310883) Sarmag Teknik Sipil Universitas Gunadarma 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². 1 Aglomerasi permukiman dan sebaran penduduk di Indonesia menciptakan fenomena antroposentris dari ribuan suku dan ras di seluruh kepulauan Nusantara. Komposisi dan rasio antara jumlah penduduk dan luas wilayah pulau (besar) dan Gugus Kepulauan Laut menjadi “tidak seimbang‟ dalam konteks daya dukung Pulau dan “threshold” nya. 2 Dengan populasi sebesar 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi Indonesia bermukim. Dua pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera dengan luas 473.606 km², maka dua pulau besar di bagian Barat Indonesia ini membangkitkan tidak saja pergerakan barang dan manusia, tetapi juga kegiatan ekonomi. Perhubungan antar pulau, khususnya pulau-pulau besar dilakukan dengan kapal laut dan pesawat terbang. Namun kedua sarana angkutan tersebut tidak lepas dari pengaruh cuaca, angin, kabut, arus laut serta kondisi siang dan malam. Pulau Jawa dan Sumatera, dihubungkan oleh Selat Sunda yang secara administratif masuk dalam wilayah dua provinsi. Pulau Sangiang ke timur masuk wilayah Provinsi Banten, sedangkan pulau-pulau sebelah barat Pulau Sangiang masuk wilayah Provinsi Lampung. 1 http:id.wikipedia.org/Indonesia, 28 Mei 2013 2 Dr.Ir. I.F.Poernomosidhi Poerwo, M.Sc, MCIT, MIHT, 2008

DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL) (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Proyek ini dicetuskan pada tahun 1960 dan sekarang akan merupakan bagian dari proyek Asian Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway). Dana proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) direncanakan berasal dari pembiayaan Konsorsium diperkirakan menelan biaya sekitar 10 miliar Dollar Amerika atau 100 triliun rupiah yang akan dipimpin oleh perusahaan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM). Menurut rencana panjang JSS ini mencapai panjang keseluruhan 31 kilometer dengan lebar 60 meter, masing-masing sisi mempunyai 3 lajur untuk kendaraan roda empat dan lajur ganda untuk kereta api akan mempunyai ketinggian maksimum 70 meter dari permukaan air. Jumlah biaya dan jenis konstruksi dapat berubah seiring dengan proses pembangunan.

Citation preview

Page 1: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)

(Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

Oleh :

1 Ajeng Swariyanatar Putri (19310853)

2 Diah Tri Budi Lestari (19310869)

3 Ginas Septian Nurfakhri (19310883)

Sarmag Teknik Sipil Universitas Gunadarma

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau, oleh

karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU -

11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di

antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km²

dan luas perairannya 3.257.483 km². 1

Aglomerasi permukiman dan sebaran penduduk di Indonesia menciptakan fenomena

antroposentris dari ribuan suku dan ras di seluruh kepulauan Nusantara. Komposisi dan rasio

antara jumlah penduduk dan luas wilayah pulau (besar) dan Gugus Kepulauan Laut menjadi

“tidak seimbang‟ dalam konteks daya dukung Pulau dan “threshold” nya.2 Dengan populasi

sebesar 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar

keempat di dunia. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi

Indonesia bermukim. Dua pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera

dengan luas 473.606 km², maka dua pulau besar di bagian Barat Indonesia ini

membangkitkan tidak saja pergerakan barang dan manusia, tetapi juga kegiatan ekonomi.

Perhubungan antar pulau, khususnya pulau-pulau besar dilakukan dengan kapal laut dan

pesawat terbang. Namun kedua sarana angkutan tersebut tidak lepas dari pengaruh cuaca,

angin, kabut, arus laut serta kondisi siang dan malam. Pulau Jawa dan Sumatera,

dihubungkan oleh Selat Sunda yang secara administratif masuk dalam wilayah dua provinsi.

Pulau Sangiang ke timur masuk wilayah Provinsi Banten, sedangkan pulau-pulau sebelah

barat Pulau Sangiang masuk wilayah Provinsi Lampung.

1 http:id.wikipedia.org/Indonesia, 28 Mei 2013

2 Dr.Ir. I.F.Poernomosidhi Poerwo, M.Sc, MCIT, MIHT, 2008

Page 2: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1) Memberikan pengenalan umum mengenai Jembatan Selat Sunda

2) Mengetahui dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan akibat pembangunan

Jembatan Selat Sunda ini.

3) Mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengkaji

dampak lingkungan akibat pembangunan jembatan ini.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalah pada pengetahuan mengenai

dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan akibat pembangunan Jembatan Selat Sunda dan

kajian yang dilakukan oleh pemerintah.

2. JEMBATAN SELAT SUNDA

Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang

melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Proyek

ini dicetuskan pada tahun 1960 dan sekarang akan merupakan bagian dari proyek Asian

Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway). Dana proyek

pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) direncanakan berasal dari pembiayaan

Konsorsium diperkirakan menelan biaya sekitar 10 miliar Dollar Amerika atau 100 triliun

rupiah yang akan dipimpin oleh perusahaan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM).

Menurut rencana panjang JSS ini mencapai panjang keseluruhan 31 kilometer dengan lebar

60 meter, masing-masing sisi mempunyai 3 lajur untuk kendaraan roda empat dan lajur ganda

untuk kereta api akan mempunyai ketinggian maksimum 70 meter dari permukaan air.

Jumlah biaya dan jenis konstruksi dapat berubah seiring dengan proses pembangunan.

2.1 Sejarah Jembatan Selat Sunda

Berawal dari gagasan Prof. Sedyatmo (alm), seorang guru besar di Institut Teknologi

Bandung (ITB) pada tahun 1960 disebut dengan nama Tri Nusa Bimasakti yang berarti

penghubung antara tiga pulau yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Bali kemudian

pada tahun 1965 Soekarno sebagai Presiden RI memerintahkan kepada ITB agar melakukan

uji coba desain penghubung yang hasil dari percobaan tersebut berupa sebuah terowongan

tunel dan pada awal Juni 1989 terselesaikan dan diserahkan kepada Soeharto selaku Presiden

RI pada saat itu dan kemudian pada tahun 1997 Soeharto sebagai Presiden RI memerintahkan

Page 3: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

kepada BJ Habibie selaku Menristek (Menteri Riset dan Teknologi) agar mengerjakan proyek

yang diberi nama Tri Nusa Bimasakti.

Pada tahun 1990an Prof. Wiratman Wangsadinata dan Dr.Ir. Jodi Firmansyah melakukan

pengkajian uji coba desain kembali terhadap perencanaan penghubungan antara Pulau Jawa

dengan Pulau Sumatera, pada hasil pengkajian menyatakan bahwa penghubung dengan

melalui sebuah jembatan ternyata lebih layak bila dibandingkan dengan penghubung dengan

melalui sebuah terowongan dibawah dasar laut untuk penghubung Pulau Sumatera dan Pulau

Jawa.

2.2 Pra Studi Kelayakan

Pra-Studi Kelayakan Jembatan Selat Sunda ini telah diserahkan pada Gubernur Banten,

Lampung dan pemerintah pusat dalam suatu acara khusus bertempat di Hotel Borobudur

Jakarta, pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009 selanjutnya akan melibatkan 10 provinsi

yang berada pada Pulau Sumatera.

Dengan dilakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 maka dibentuk kembali

kelompok studi kelayakan (feasibility study) yang terdiri dari soal teknis, tata ruang dan

keekonomian serta sosial realisasi proyek Jembatan Selat Sunda masih perlu waktu kaji satu

hingga satu setengah tahun lagi.3

Gagasan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan prasarana

jembatan maupun terowongan melalui Selat Sunda telah sering disampaikan, dipublikasikan,

didiskusikan dan dipelajari. Pada saat itu persoalan utama dalam mewujudkan gagasan

tersebut adalah karena keterbatasan pengetahuan mengenai kondisi selat dan kekuatan alam

yang mengaturnya, ketersediaan teknologi dan biaya, dan keterbatasan sumber daya manusia,

sehingga keraguan yang tak terpecahkan menyebabkan perkembangan gagasan tersebut tidak

berlanjut.

Untuk menyeberangi Selat Sunda dibutuhkan jembatan dengan bentang yang panjang.

Namun demikian, teknologi yang telah diterapkan pada beberapa negara dewasa ini telah

menggugah kembali untuk melihat kemungkinan tersebut sebagai tantangan. Jembatan-

jembatan dengan bentang panjang melalui selat-selat yang ada telah dimungkinkan dan telah

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Selat_Sunda, 19 Mei 2013

Page 4: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

diwujudkan dibeberapa negara seperti Jepang, Denmark, Inggris, Amerika Serikat dan lain-

lain.

2.3 Tujuan Pembangunan Jembatan Selat Sunda

Tujuan pembangunan Infrastruktur Penghubung Selat Sunda dikaji dan rumuskan dari

sisi:

a. Keseimbangan sumberdaya dan pemerataan penduduk karena pada saat ini sumber daya

manusia terkumpul di Pulau Jawa sedangkan Pulau Sumatera memiliki potensi sebagai

sumberdaya alam.

b. Komunikasi lebih intensif sehingga akan berdampak pada kestabilan politik, ekonomi dan

sosial.

c. Jaringan jalan arteri primer. Untuk menutup kesenjangan jaringan jalan arteri primer

sepanjang 3.500 km di Sumatera (Banda Aceh-Bangkauheni) dan 1.000 km di Jawa

(Anyer-Banyuwangi)

d. Pengembangan Pariwisata domestik akan lebih mudah dipromosikan.

Jembatan Selat Sunda dianggap perlu, karena:

a. Transportasi barang dan jasa antara Jawa dan Sumatera melalui jalan darat dan

penyeberangan kapal feri pada Selat Sunda sudah sangat padat. Waktu tempuh selama 2 -

3 jam untuk menyeberang Selat Sunda dengan menggunakan kapal feri dapat ditekan serta

memberikan alternatif prasarana angkutan lain (jembatan) yang tidak tergantung pada

pengaruh cuaca dan waktu. Jumlah penumpang yang naik dari Bakauheni adalah 450.523

orang per tahun dan dari Merak 364.329 orang per tahun dengan perkiraan pertumbuhan

6,29% per tahun.

b. Pengembangan kegiatan industri yang terkonsentrasi di Pulau Jawa dapat didistribusikan

ke Pulau Sumatera.

c. Pembangunan jembatan Selat Sunda akan mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan

struktur kegiatan di pulau Jawa dan pulau Sumatera terutama pada kawasan yang

dipengaruhi (Propinsi Banten dan Lampung). Rencananya, jembatan di atas Selat Sunda

itu memanjang 27,4 km, namun lokasi titik awal dan akhirnya belum ditetapkan (masih

dalam tahap pre-FS).

Page 5: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

Pulau-pulau yang dilalui adalah pulau Kandang Lumuk, pulau Prajurit, pulau Sangiang

dan pulau Ular dengan kedalaman dasar laut antara + 25 m s/d + 200 m dibawah permukaan

air laut. Terdapat palung selebar 2 – 3 km dengan panjang lebih dari 14 km yang terletak

antara pulau Sangiang dan pulau Jawa.

Sementara itu, meski aktivitas gunung Anak Krakatau semenjak tahun 1927 telah terjadi

24 kali letusan (erupsi) namun merupakan letusan yang normal dan tidak membahayakan

jembatan yang akan dibangun. Berdasarkan penelitian kemungkinan letusan dasyat akan

terjadi lagi pada tahun 2363.

2.4 Payung Hukum Jembatan Selat Sunda

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN telah memberikan arahan:

(1) Pengembangan transportasi nasional ditujukan untuk menunjang kegiatan sosial,

ekonomi, pertahanan keamanan negara, menggerakkan dinamika pembangunan, dan

memantapkan kesatuan wilayah nasional dengan mendukung peruntukan ruang di

kawasan budidaya dan penyebaran pusat-pusat permukiman serta sektor terkait

lainnya;

(2) Pengembangan jaringan transportasi nasional menghubungkan antar pulau, pusat

permukiman, kawasan produksi, pelabuhan laut dan udara, sehingga terbentuk satu

kesatuan sistem transportasi darat, laut dan udara

(3) Jaringan transportasi nasional dikembangkan saling terkait meliputi wilayah nasional

dengan luar negeri, antar wilayah dan antar kota, dan dalam keterkaitan intra dan

intermoda transportasi. Sedangkan jaringan transportasi jembatan dan terowongan

antarpulau dititik beratkan untuk melayani arus lalu lintas antar pulau yaitu antara

pulau jawa dan pulau sumatera, antara pulau jawa dan pulau madura, antara pulau

jawa dan pulau bali, serta di kawasan yang mendukung kelancaran kerjasama antara

pemerintah republik indonesia dengan negara lain.

Sementara visi pemanfaatan ruang yang terdapat dalam RTRWN adalah :

a. Perkembangan kegiatan ekonomi antar pulau yang semakin seimbang dan semakin

terkait untuk mendorong terwujudnya pemerataan pembangunan dan kesatuan

wilayah nasional.

b. Sektor industri yang semakin menyebar di luar P. Jawa dan P. Sumatera sesuai dengan

potensinya untuk mempercepat perkembangan ekonomi wilayah.

Page 6: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

c. Penyebaran kegiatan ekonomi yang sesuai dengan potensi kawasan di wilayah

nasional dan membentuk keterkaitan yang mewujudkan penguatan struktur ekonomi

secara sektoral dan regional.

d. Industri di P. Jawa tetap berkembang akan tetapi perlu memberi perhatian khusus pada

ketersediaan air dan kelestarian lingkungan.

e. Luas lahan pertanian secara nasional tetap dipertahankan untuk menjaga kemandirian

dibidang produksi pangan. Dengan demikian perubahan fungsi lahan pertanian yang

ada di P. Jawa yang menjadi permukiman dan kawasan industri harus diganti dengan

pembukaan sawah baru di luar P. Jawa.

f. Penyebaran kegiatan ekonomi didorong ke KTI dengan memperhatikan potensi sumber

daya alam, saling menguatkan dengan pengembangan pusat-pusat permukiman dan

dapat menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat menarik penduduk dari daerah

padat.

Jika kembali melihat ke dalam PP 26 tahun 2008, ada beberapa hal yang perlu

menjadi pertimbangan, yaitu kawasan-kawasan lindung diupayakan agar dapat

membentuk suatu kesatuan, dan di dalam kawasan lindung sejauh mungkin dihindari

kegiatan budi daya dan permukiman. Apabila dalam kawasan lindung perlu

dikembangkan kegiatan budi daya yang sangat menguntungkan untuk pembangunan

nasional, kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan syarat fungsi lindung tidak terganggu.

Apabila dibutuhkan, jaringan prasarana dasar seperti jaringan transportasi, jaringan

kelistrikan, jaringan telekomunikasi, prasarana dan sarana distribusi air bersih serta

bangunan pengendali gempa dan bencana alam dapat dibangun melalui atau dalam

kawasan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan lindung dan tidak

mengganggu kelestariannya.

Sementara pemanfaatan ruang dan sumber daya untuk kegiatan produksi dalam

kawasan budi daya di darat, laut dan udara diutamakan untuk kemakmuran masyarakat

melalui upaya peningkatan keterkaitan dengan kegiatan lain yang berdekatan, serta

upaya mengurangi semaksimal mungkin dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan

dan kehidupan sosial-budaya masyarakat di sekitarnya. Kegiatan budi daya di darat, laut

dan udara dikembangkan

Selanjutnya, berkaitan dengan arahan pengembangan kawasan andalan di dalam

PP 26 tahun 2008 perlu dikenali beberapa kawasan andalan yang terpengaruh dengan

adanya Jembatan Selat Sunda ini, yaitu Kawasan Andalan Bojonegara – Merak –

Page 7: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

Cilegon dsk. Di Propinsi Banten dengan sektor unggulan industri, tanaman pangan,

pariwisata, perikanan dan pertambangan dan Kawasan Andalan Bandar Lampung –

Metro dsk. di Provinsi Lampung dengan sektor unggulan perkebunan, pariwisata,

tanaman pangan, industri, dan perikanan.

2.5 Isu Strategis Pulau Sumatera

Ada beberapa pokok masalah yang ada di Pulau Sumatera, di antaranya, kesenjangan

perkembangan wilayah antara Pantai Barat – Pantai Timur Sumatera. Wilayah Pantai Barat

Pulau Sumatera lebih tertinggal dibandingkan dengan Pantai Timur Pulau Sumatera.

Kemudian, pertumbuhan penduduk Sumatera rata-rata tahun 1995 – 1999 sebesar 1,90% per

tahun relatif lebih tinggi dari laju tertumbuhan nasional pada periode waktu yang sama yang

hanya sebesar 1,66%, namun pertumbuhan penduduk ini secara spasial tidak tersebar merata,

hanya pada bagian Tengah dan Pantai Timur Sumatera saja.

Selain itu, adanya gejala “primacy” kota dan lemahnya keterkaitan antar kota pada setiap

propinsi di Pulau Sumatera, terutama yang berstatus sebagai ibukota propinsi. Kota-kota

metropolitan Medan dan Palembang merupakan konsentrasi penduduk dan ekonomi di

Sumatera, serta kota-kota cepat bertumbuh berada di Pantai Timur dan Pantai Tengah. Di

Pantai Barat hanya terdapat kota Padang dan Bengkulu yang minim keterkaitannya satu

dengan yang lain. Keterkaitan kedua kota ini justru ke Pantai Timur dengan kota Pekanbaru

dan Palembang sebagai outlet utama. Juga lemahnya koordinasi pengelolaan kawasan

lindung lintas propinsi dan Kabupaten/Kota.

Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan kelautan juga terdapat sejumlah masalah,

seperti pendayagunaan potensi sumberdaya kelautan kurang optimal bahkan kurang

terkontrol. Penguasaan teknologi prosesing perikanan laut masih lemah sehingga sumberdaya

kelautan masih terbatas pada perikanan laut yang dalam kondisi “mentah”. Marine industry

belum berkembang dengan baik di Pulau Sumatera. Ini karena kurangnya perhatian dalam

pengembangan pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil terutama di bagian barat Pulau Sumatera

menjadi kawasan yang relatif terisolir dan kurang dapat berkembang, karena infrastruktur

pendukung kegiatan perikanan laut masih sangat terbatas.

Dalam pengembangan ekonomi kawasan dan kerjasama regional di Pulau Sumatera juga

masih terjadi kompetisi antar propinsi untuk komoditi yang sama. Seharusnya, menyikapi

kerjasama regional IMT-GT dan IMS-GT, masing-masing provinsi berupaya

mengembangkan komoditi atau sektor unggulan agar daya saingnya lebih tinggi. Keterkaitan

ekonomi antar propinsi se Sumatera (inter-regional trade) juga belum tercipta karena

Page 8: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

masing-masing propinsi cenderung melakukan kebijakan berorientasi ekspor komoditi

“mentah”, dibanding industri “processing” seperti agroindustri dan agrobisnis dengan nilai

tambah tinggi.

Dalam pengembangan prasarana wilayah di Pulau Sumatera, termasuk bidang

transportasi masih lemah. Karena kurang terpadunya pengembangan prasarana yang

mendukung sistem inter-moda transportasi, yang dapat dilihat dari dominasi transportasi di

Sumatera oleh transportasi jalan raya sehingga akibat tingginya arus kendaraan, kerusakan

jalan merupakan tantangan yang sangat serius. Sementara alternatif untuk mengatasi hal itu,

yaitu pengembangan sistem jaringan kereta api (Trans Sumatera Railway) yang sinergis,

masih terbatas pada pelayanan di daerah-daerah di Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Sumatera Tengah dan Lampung. Sedangkan moda lainnya seperti sistem transportasi laut dan

udara, kurang bisa optimal karena ada prasyarat teknis yang harus dipenuhi.

Keterisoliran pulau-pulau kecil di sekitar pantai barat Sumatera yang diakibatkan

kecilnya skala ekonomi yang dihasilkan untuk langsung dijual ke kota besar. Orientasi

langsung ke kota besar kurang menguntungkan bagi daerah ini. Saat sekarang wilayah ini

hanya dilayani secara terbatas baik frekuensi penyeberangan maupun jumlah dan kualitas

prasarana yang ada. Sistem jaringan telekomunikasi yang terbentuk di Sumatera telah

melayani seluruh wilayah, hanya saja belum membentuk sistem yang kompak dan sama

terutama pada pantai Barat dan Kepulauannya. Untuk itu perlu dilakukan integrasi sistem

jaringan telekomunikasi dalam skala Pulau Sumatera.

2.6 Isu Strategis Pulau Jawa

Sejumlah persoalan pada umumnya sama dengan Pulau Sumatera, bahkan di Jawa

dengan tingkat intensitas persoalan yang dua kali lipat. Contoh, kesenjangan Pertumbuhan

Kawasan Koridor Pantura dan Pansela Jawa maupun masalah kawasan rawan bencana

gunung berapi, gempa bumi, gerakan tanah longsor dan sebagainya. Lemahnya

penyelenggaraan penataan ruang nasional dan daerah terutama implementasi rencana tata-

ruang dan pengendalian, mengakibatkan hutan-tanah sungai Jawa rusak dan mengakibatkan

bencana banjir serta erosi yang memukul penduduk miskin. Padahal tingkat Kesuburan tanah

Jawa 4 x Sumatera, 6 x Kalimantan untuk tanaman padi. Air tawar Jawa menciut langka.

Daya dukung ekologi dan PDB hijau membuktikan ambang batas pulau dilampaui.

Page 9: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

Kebutuhan Lahan Per Orang Per Tahun Berdasarkan Kriteria Dunia:

1. Untuk lahan energi = 2.34 ha/orang

2. Lahan terdegradasi = 0.20 ha/orang

3. Kebun = 0.02 ha/orang

4. Lahan pertanian = 0.66 ha/orang

5. Lahan peternakan = 0.46 ha/orang

6. Hutan = 0.50 ha/orang

Total Kebutuhan Lahan = 4.18 ha/orang

Berdasarkan Kriteria tersebut, maka Daya Dukung Pulau Jawa rata-rata sudah dilampaui.

Tabel 1. Jejak Ekologi untuk Pulau Jawa

Sumber Tim Studi Daya Dukung P.Jawa Ditjen Taru & Menko Perekonomian, 2007

Perlu dicermati lebih lanjut bagaimana perkiraan dampak pembangunan Jembatan

Selat Sunda terhadap Daya Dukung dan Daya Tampung Pulau Jawa versus Pulau Sumatera.

Pulau Jawa sendiri memiliki banyak Sumber Daya Alam yang dapat dikembangkan. Misal,

Tropical terrestrial and marine resources yang khas utk bahan baku obat, kosmetika, produk

industri dan pangan. Namun Prinsip Eco Region atau Bio-Region yang dipakai sebagai

landasan UU 26/2007 Tentang Penataan Ruang perlu dijabarkan dalam konsep ‘One Island

One Plan One Integrated Management’.

Apalagi saat ini air tawar menjadi bahan langka, karena hutan dan Daerah Aliran

Sungai dalam kondisi kritis. Pada tahun 1800an, terdapat ± 11.5 juta ha lahan hutan. Tahun

1989 tinggal ± 3 juta ha. Lahan pertanian dalam periode 1880-1930an meningkat tajam

seiring laju pertumbuhan penduduk. Sampai dengan Tahun 1990 lahan pertanian relatif

Page 10: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

konstan, sementara pertumbuhan penduduk terus meningkat tajam (Kajian Daya Dukung

P.Jawa, Tim Menko Perekonomian, 2007).

3. DAMPAK PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA

Dampak negatif yang dikhawatirkan dari dibangunnya Jembatan Selat Sunda adalah

sebagai berikut:

a. Perubahan struktur dan pola pemanfatan ruang pada kawasan pengaruh (outletinlet,

kabupaten dan pulau-pulau yang dilalui oleh Jembatan Selat Sunda).

b. Kecenderungan perubahan fungsi kegiatan pelabuhan baik di Bakauheni, Panjang

maupun Merak.

c. Perubahan fungsi sistem jaringan jalan Sumatera – Jawa serta perubahan tata guna

lahan sepanjang jaringan jalan tersebut.

d. Lokasi pilar jembatan menyebabkan perubahan arus air laut yang mempengaruhi

jalur pelayaran regional dan internasional dan berdampak pada ekosistem laut di

sekitarnya, pola tangkapan ikan serta abrasi pantai.

e. Adanya perubahan fungsi kota (PKL, PKW) dan fungsi kegiatan kota (pariwisata,

industri, permukiman, pertanian).

f. Timbulnya kegiatan ekonomi (perubahan pemanfaatan ruang) di sepanjang akses

yang dapat mengganggu tingkat aksesibilitas.

g. Adanya kemungkinan terganggunya ekosistem laut antara lain terumbu karang.

h. Adanya gangguan lingkungan akibat galian material yang membutuhkan pengelolaan

terpadu antar wilayah.

i. Adanya peningkatan polusi (sampah, suara, estetika) pada daerah pantai dan pulau

Sangiang karena peningkatan kegiatan.

j. Adanya reklamasi pantai disebelah barat pulau Ular yang memerlukan pengelolaan

ruang.

Page 11: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

Gambar Dampak Pembangunan Infrastruktur Lintas Pulau Sumatera – Jawa

Kemudian dampak positif yang dapat ditimbulkan adalah:

a. Perubahan kegiatan ekonomi, sosial budaya regional yang lebih intensif yang

berdampak pada adanya kecenderungan regionalisasi wilayah pengembangan tanpa

dibatasi oleh batas administrasi.

b. Potensi Kalianda–Way Kambas–Teluk Semangka– Waduk Batutegi, Anak Krakatau,

Tanjung. Lesung, P. Sangiang, Anyer dan lain-lain sebagai tempat pariwisata dapat

lebih dikembangkan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang belum

rampung studi kelayakan dan target ground breaking pada tahun akhir tahun 2014 juga

diperkirakan akan mundur.

2. Begitu banyak dampak negatif yang dikhawatirkan akan terjadi akibat pembangunan

Jembatan Selat Sunda ini.

3. Studi Kelayakan dan AMDAL harus segera dirampungkan guna mengetahui langkah

tepat untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya.

Page 12: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

4.2 SARAN

Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Perlunya analisis Penataan Ruang yang mendalam terhadap dampak Infrastruktur

(Jembatan) Selat Sunda, pada :

o Perubahan pola dan struktur pemanfaatan ruang

o Perubahan Orientasi Pelayanan Sebelum – Sesudah (Before&After)

o Perubahan sistem transportasi

o Perubahan fungsi pelabuhan

o Kajian sosial ekonomi dan action plan untuk masyarakat terkena dampak

o Pengembangan kegiatan pariwisata meliputi : Kalianda – Way Kambas – Teluk

Semangka – Waduk Batutegi, A. Krakatau, Tanjung Lesung, P. Sangiang, Anyer

dan lain-lain.

2. Perlunya Kajian yang mendalam terhadap Pilihan Tipe Infrastruktur Lintas Pulau yang

dapat mengurangi dampak negatif dan menjadi pengungkit (leverage) untuk

pengembangan wilayah di kedua Pulau dengan padanan internasional terhadap

Infrastruktur berbasis Jalan atau berbasis Jalan Rel atau Infrastruktur Bangunan

Layang (seperti Jembatan) atau Infrastruktur Bangunan Bawah Tanah / Bawah Laut

(seperti Terowongan). Demikian pula pengaruh gandanya (Multiplier Effect) terhadap

perwujudan Ruang Nusantara.

3. Perlunya buffer zone di sepanjang jalan nasional untuk menghindari tumbuhnya

kegiatan-kegiatan di sepanjang jalan tersebut.

4. Perlunya sosialisasi rencana kegiatan pada stake holder pada saat FS untuk

mendapatkan masukan perubahan tata ruang akibat pembangunan Jembatan Selat

Sunda

5. Perlunya kerjasama pihak perencana desain teknik Jembatan Selat Sunda dengan pihak

perencana tata ruang untuk mengantisipasi dampak pemanfaatan ruang

6. Perlunya revisi RTR provinsi/kabupaten/kota dengan masukan dari analisis dampak

pemanfaatan ruang pada studi Amdal dan desain teknik

7. Perlunya dibentuk forum kerjasama pengembangan wilayah melalui legalisasi untuk

mendukung terjadinya regionalisasi kegiatan yang merumuskan kesepakatan serta

jaminan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang

8. Perlunya kerjasama Pemerintah Propinsi Banten, Kabupaten Serang, Kota Cilegon,

serta Pemerintah Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan untuk

Page 13: DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)  (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

menyiapkan sistem jaringan jalan lokal dan regional yang tidak hanya bertumpu pada

/ membebani jalan nasional

9. Perlunya revitalisasi kawasan pelabuhan Merak yang akan mengalami penurunan

fungsi

10. Perlunya kajian terhadap integrasi moda transportasi dan utilitas.

REFERENSI

Dr.Ir. I.F.Poernomosidhi Poerwo, M.Sc, MCIT, MIHT, 2008

Kajian Daya Dukung P.Jawa, Tim Menko Perekonomian, 2007

http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Selat_Sunda, 19 Mei 201

http://www.lampungpost.com/component/content/article/32124.html, 17 April 2012

http://www.tempo.co/read/news/2013/06/01/090484916/Ground-Breaking-JSS-Tahun-2014-

Dipastikan-Batal, 2013

http:id.wikipedia.org/Indonesia, 28 Mei 2013