Upload
ajeng-swariyanatar-putri
View
550
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Proyek ini dicetuskan pada tahun 1960 dan sekarang akan merupakan bagian dari proyek Asian Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway). Dana proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) direncanakan berasal dari pembiayaan Konsorsium diperkirakan menelan biaya sekitar 10 miliar Dollar Amerika atau 100 triliun rupiah yang akan dipimpin oleh perusahaan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM). Menurut rencana panjang JSS ini mencapai panjang keseluruhan 31 kilometer dengan lebar 60 meter, masing-masing sisi mempunyai 3 lajur untuk kendaraan roda empat dan lajur ganda untuk kereta api akan mempunyai ketinggian maksimum 70 meter dari permukaan air. Jumlah biaya dan jenis konstruksi dapat berubah seiring dengan proses pembangunan.
Citation preview
DAMPAK TERBESAR (AUDIT LINGKUNGAN ATAU AMDAL)
(Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)
Oleh :
1 Ajeng Swariyanatar Putri (19310853)
2 Diah Tri Budi Lestari (19310869)
3 Ginas Septian Nurfakhri (19310883)
Sarmag Teknik Sipil Universitas Gunadarma
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau, oleh
karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU -
11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di
antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km²
dan luas perairannya 3.257.483 km². 1
Aglomerasi permukiman dan sebaran penduduk di Indonesia menciptakan fenomena
antroposentris dari ribuan suku dan ras di seluruh kepulauan Nusantara. Komposisi dan rasio
antara jumlah penduduk dan luas wilayah pulau (besar) dan Gugus Kepulauan Laut menjadi
“tidak seimbang‟ dalam konteks daya dukung Pulau dan “threshold” nya.2 Dengan populasi
sebesar 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar
keempat di dunia. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi
Indonesia bermukim. Dua pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera
dengan luas 473.606 km², maka dua pulau besar di bagian Barat Indonesia ini
membangkitkan tidak saja pergerakan barang dan manusia, tetapi juga kegiatan ekonomi.
Perhubungan antar pulau, khususnya pulau-pulau besar dilakukan dengan kapal laut dan
pesawat terbang. Namun kedua sarana angkutan tersebut tidak lepas dari pengaruh cuaca,
angin, kabut, arus laut serta kondisi siang dan malam. Pulau Jawa dan Sumatera,
dihubungkan oleh Selat Sunda yang secara administratif masuk dalam wilayah dua provinsi.
Pulau Sangiang ke timur masuk wilayah Provinsi Banten, sedangkan pulau-pulau sebelah
barat Pulau Sangiang masuk wilayah Provinsi Lampung.
1 http:id.wikipedia.org/Indonesia, 28 Mei 2013
2 Dr.Ir. I.F.Poernomosidhi Poerwo, M.Sc, MCIT, MIHT, 2008
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pengenalan umum mengenai Jembatan Selat Sunda
2) Mengetahui dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan akibat pembangunan
Jembatan Selat Sunda ini.
3) Mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengkaji
dampak lingkungan akibat pembangunan jembatan ini.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalah pada pengetahuan mengenai
dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan akibat pembangunan Jembatan Selat Sunda dan
kajian yang dilakukan oleh pemerintah.
2. JEMBATAN SELAT SUNDA
Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang
melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Proyek
ini dicetuskan pada tahun 1960 dan sekarang akan merupakan bagian dari proyek Asian
Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway). Dana proyek
pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) direncanakan berasal dari pembiayaan
Konsorsium diperkirakan menelan biaya sekitar 10 miliar Dollar Amerika atau 100 triliun
rupiah yang akan dipimpin oleh perusahaan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM).
Menurut rencana panjang JSS ini mencapai panjang keseluruhan 31 kilometer dengan lebar
60 meter, masing-masing sisi mempunyai 3 lajur untuk kendaraan roda empat dan lajur ganda
untuk kereta api akan mempunyai ketinggian maksimum 70 meter dari permukaan air.
Jumlah biaya dan jenis konstruksi dapat berubah seiring dengan proses pembangunan.
2.1 Sejarah Jembatan Selat Sunda
Berawal dari gagasan Prof. Sedyatmo (alm), seorang guru besar di Institut Teknologi
Bandung (ITB) pada tahun 1960 disebut dengan nama Tri Nusa Bimasakti yang berarti
penghubung antara tiga pulau yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Bali kemudian
pada tahun 1965 Soekarno sebagai Presiden RI memerintahkan kepada ITB agar melakukan
uji coba desain penghubung yang hasil dari percobaan tersebut berupa sebuah terowongan
tunel dan pada awal Juni 1989 terselesaikan dan diserahkan kepada Soeharto selaku Presiden
RI pada saat itu dan kemudian pada tahun 1997 Soeharto sebagai Presiden RI memerintahkan
kepada BJ Habibie selaku Menristek (Menteri Riset dan Teknologi) agar mengerjakan proyek
yang diberi nama Tri Nusa Bimasakti.
Pada tahun 1990an Prof. Wiratman Wangsadinata dan Dr.Ir. Jodi Firmansyah melakukan
pengkajian uji coba desain kembali terhadap perencanaan penghubungan antara Pulau Jawa
dengan Pulau Sumatera, pada hasil pengkajian menyatakan bahwa penghubung dengan
melalui sebuah jembatan ternyata lebih layak bila dibandingkan dengan penghubung dengan
melalui sebuah terowongan dibawah dasar laut untuk penghubung Pulau Sumatera dan Pulau
Jawa.
2.2 Pra Studi Kelayakan
Pra-Studi Kelayakan Jembatan Selat Sunda ini telah diserahkan pada Gubernur Banten,
Lampung dan pemerintah pusat dalam suatu acara khusus bertempat di Hotel Borobudur
Jakarta, pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009 selanjutnya akan melibatkan 10 provinsi
yang berada pada Pulau Sumatera.
Dengan dilakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 maka dibentuk kembali
kelompok studi kelayakan (feasibility study) yang terdiri dari soal teknis, tata ruang dan
keekonomian serta sosial realisasi proyek Jembatan Selat Sunda masih perlu waktu kaji satu
hingga satu setengah tahun lagi.3
Gagasan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan prasarana
jembatan maupun terowongan melalui Selat Sunda telah sering disampaikan, dipublikasikan,
didiskusikan dan dipelajari. Pada saat itu persoalan utama dalam mewujudkan gagasan
tersebut adalah karena keterbatasan pengetahuan mengenai kondisi selat dan kekuatan alam
yang mengaturnya, ketersediaan teknologi dan biaya, dan keterbatasan sumber daya manusia,
sehingga keraguan yang tak terpecahkan menyebabkan perkembangan gagasan tersebut tidak
berlanjut.
Untuk menyeberangi Selat Sunda dibutuhkan jembatan dengan bentang yang panjang.
Namun demikian, teknologi yang telah diterapkan pada beberapa negara dewasa ini telah
menggugah kembali untuk melihat kemungkinan tersebut sebagai tantangan. Jembatan-
jembatan dengan bentang panjang melalui selat-selat yang ada telah dimungkinkan dan telah
3 http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Selat_Sunda, 19 Mei 2013
diwujudkan dibeberapa negara seperti Jepang, Denmark, Inggris, Amerika Serikat dan lain-
lain.
2.3 Tujuan Pembangunan Jembatan Selat Sunda
Tujuan pembangunan Infrastruktur Penghubung Selat Sunda dikaji dan rumuskan dari
sisi:
a. Keseimbangan sumberdaya dan pemerataan penduduk karena pada saat ini sumber daya
manusia terkumpul di Pulau Jawa sedangkan Pulau Sumatera memiliki potensi sebagai
sumberdaya alam.
b. Komunikasi lebih intensif sehingga akan berdampak pada kestabilan politik, ekonomi dan
sosial.
c. Jaringan jalan arteri primer. Untuk menutup kesenjangan jaringan jalan arteri primer
sepanjang 3.500 km di Sumatera (Banda Aceh-Bangkauheni) dan 1.000 km di Jawa
(Anyer-Banyuwangi)
d. Pengembangan Pariwisata domestik akan lebih mudah dipromosikan.
Jembatan Selat Sunda dianggap perlu, karena:
a. Transportasi barang dan jasa antara Jawa dan Sumatera melalui jalan darat dan
penyeberangan kapal feri pada Selat Sunda sudah sangat padat. Waktu tempuh selama 2 -
3 jam untuk menyeberang Selat Sunda dengan menggunakan kapal feri dapat ditekan serta
memberikan alternatif prasarana angkutan lain (jembatan) yang tidak tergantung pada
pengaruh cuaca dan waktu. Jumlah penumpang yang naik dari Bakauheni adalah 450.523
orang per tahun dan dari Merak 364.329 orang per tahun dengan perkiraan pertumbuhan
6,29% per tahun.
b. Pengembangan kegiatan industri yang terkonsentrasi di Pulau Jawa dapat didistribusikan
ke Pulau Sumatera.
c. Pembangunan jembatan Selat Sunda akan mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan
struktur kegiatan di pulau Jawa dan pulau Sumatera terutama pada kawasan yang
dipengaruhi (Propinsi Banten dan Lampung). Rencananya, jembatan di atas Selat Sunda
itu memanjang 27,4 km, namun lokasi titik awal dan akhirnya belum ditetapkan (masih
dalam tahap pre-FS).
Pulau-pulau yang dilalui adalah pulau Kandang Lumuk, pulau Prajurit, pulau Sangiang
dan pulau Ular dengan kedalaman dasar laut antara + 25 m s/d + 200 m dibawah permukaan
air laut. Terdapat palung selebar 2 – 3 km dengan panjang lebih dari 14 km yang terletak
antara pulau Sangiang dan pulau Jawa.
Sementara itu, meski aktivitas gunung Anak Krakatau semenjak tahun 1927 telah terjadi
24 kali letusan (erupsi) namun merupakan letusan yang normal dan tidak membahayakan
jembatan yang akan dibangun. Berdasarkan penelitian kemungkinan letusan dasyat akan
terjadi lagi pada tahun 2363.
2.4 Payung Hukum Jembatan Selat Sunda
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN telah memberikan arahan:
(1) Pengembangan transportasi nasional ditujukan untuk menunjang kegiatan sosial,
ekonomi, pertahanan keamanan negara, menggerakkan dinamika pembangunan, dan
memantapkan kesatuan wilayah nasional dengan mendukung peruntukan ruang di
kawasan budidaya dan penyebaran pusat-pusat permukiman serta sektor terkait
lainnya;
(2) Pengembangan jaringan transportasi nasional menghubungkan antar pulau, pusat
permukiman, kawasan produksi, pelabuhan laut dan udara, sehingga terbentuk satu
kesatuan sistem transportasi darat, laut dan udara
(3) Jaringan transportasi nasional dikembangkan saling terkait meliputi wilayah nasional
dengan luar negeri, antar wilayah dan antar kota, dan dalam keterkaitan intra dan
intermoda transportasi. Sedangkan jaringan transportasi jembatan dan terowongan
antarpulau dititik beratkan untuk melayani arus lalu lintas antar pulau yaitu antara
pulau jawa dan pulau sumatera, antara pulau jawa dan pulau madura, antara pulau
jawa dan pulau bali, serta di kawasan yang mendukung kelancaran kerjasama antara
pemerintah republik indonesia dengan negara lain.
Sementara visi pemanfaatan ruang yang terdapat dalam RTRWN adalah :
a. Perkembangan kegiatan ekonomi antar pulau yang semakin seimbang dan semakin
terkait untuk mendorong terwujudnya pemerataan pembangunan dan kesatuan
wilayah nasional.
b. Sektor industri yang semakin menyebar di luar P. Jawa dan P. Sumatera sesuai dengan
potensinya untuk mempercepat perkembangan ekonomi wilayah.
c. Penyebaran kegiatan ekonomi yang sesuai dengan potensi kawasan di wilayah
nasional dan membentuk keterkaitan yang mewujudkan penguatan struktur ekonomi
secara sektoral dan regional.
d. Industri di P. Jawa tetap berkembang akan tetapi perlu memberi perhatian khusus pada
ketersediaan air dan kelestarian lingkungan.
e. Luas lahan pertanian secara nasional tetap dipertahankan untuk menjaga kemandirian
dibidang produksi pangan. Dengan demikian perubahan fungsi lahan pertanian yang
ada di P. Jawa yang menjadi permukiman dan kawasan industri harus diganti dengan
pembukaan sawah baru di luar P. Jawa.
f. Penyebaran kegiatan ekonomi didorong ke KTI dengan memperhatikan potensi sumber
daya alam, saling menguatkan dengan pengembangan pusat-pusat permukiman dan
dapat menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat menarik penduduk dari daerah
padat.
Jika kembali melihat ke dalam PP 26 tahun 2008, ada beberapa hal yang perlu
menjadi pertimbangan, yaitu kawasan-kawasan lindung diupayakan agar dapat
membentuk suatu kesatuan, dan di dalam kawasan lindung sejauh mungkin dihindari
kegiatan budi daya dan permukiman. Apabila dalam kawasan lindung perlu
dikembangkan kegiatan budi daya yang sangat menguntungkan untuk pembangunan
nasional, kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan syarat fungsi lindung tidak terganggu.
Apabila dibutuhkan, jaringan prasarana dasar seperti jaringan transportasi, jaringan
kelistrikan, jaringan telekomunikasi, prasarana dan sarana distribusi air bersih serta
bangunan pengendali gempa dan bencana alam dapat dibangun melalui atau dalam
kawasan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan lindung dan tidak
mengganggu kelestariannya.
Sementara pemanfaatan ruang dan sumber daya untuk kegiatan produksi dalam
kawasan budi daya di darat, laut dan udara diutamakan untuk kemakmuran masyarakat
melalui upaya peningkatan keterkaitan dengan kegiatan lain yang berdekatan, serta
upaya mengurangi semaksimal mungkin dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan
dan kehidupan sosial-budaya masyarakat di sekitarnya. Kegiatan budi daya di darat, laut
dan udara dikembangkan
Selanjutnya, berkaitan dengan arahan pengembangan kawasan andalan di dalam
PP 26 tahun 2008 perlu dikenali beberapa kawasan andalan yang terpengaruh dengan
adanya Jembatan Selat Sunda ini, yaitu Kawasan Andalan Bojonegara – Merak –
Cilegon dsk. Di Propinsi Banten dengan sektor unggulan industri, tanaman pangan,
pariwisata, perikanan dan pertambangan dan Kawasan Andalan Bandar Lampung –
Metro dsk. di Provinsi Lampung dengan sektor unggulan perkebunan, pariwisata,
tanaman pangan, industri, dan perikanan.
2.5 Isu Strategis Pulau Sumatera
Ada beberapa pokok masalah yang ada di Pulau Sumatera, di antaranya, kesenjangan
perkembangan wilayah antara Pantai Barat – Pantai Timur Sumatera. Wilayah Pantai Barat
Pulau Sumatera lebih tertinggal dibandingkan dengan Pantai Timur Pulau Sumatera.
Kemudian, pertumbuhan penduduk Sumatera rata-rata tahun 1995 – 1999 sebesar 1,90% per
tahun relatif lebih tinggi dari laju tertumbuhan nasional pada periode waktu yang sama yang
hanya sebesar 1,66%, namun pertumbuhan penduduk ini secara spasial tidak tersebar merata,
hanya pada bagian Tengah dan Pantai Timur Sumatera saja.
Selain itu, adanya gejala “primacy” kota dan lemahnya keterkaitan antar kota pada setiap
propinsi di Pulau Sumatera, terutama yang berstatus sebagai ibukota propinsi. Kota-kota
metropolitan Medan dan Palembang merupakan konsentrasi penduduk dan ekonomi di
Sumatera, serta kota-kota cepat bertumbuh berada di Pantai Timur dan Pantai Tengah. Di
Pantai Barat hanya terdapat kota Padang dan Bengkulu yang minim keterkaitannya satu
dengan yang lain. Keterkaitan kedua kota ini justru ke Pantai Timur dengan kota Pekanbaru
dan Palembang sebagai outlet utama. Juga lemahnya koordinasi pengelolaan kawasan
lindung lintas propinsi dan Kabupaten/Kota.
Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan kelautan juga terdapat sejumlah masalah,
seperti pendayagunaan potensi sumberdaya kelautan kurang optimal bahkan kurang
terkontrol. Penguasaan teknologi prosesing perikanan laut masih lemah sehingga sumberdaya
kelautan masih terbatas pada perikanan laut yang dalam kondisi “mentah”. Marine industry
belum berkembang dengan baik di Pulau Sumatera. Ini karena kurangnya perhatian dalam
pengembangan pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil terutama di bagian barat Pulau Sumatera
menjadi kawasan yang relatif terisolir dan kurang dapat berkembang, karena infrastruktur
pendukung kegiatan perikanan laut masih sangat terbatas.
Dalam pengembangan ekonomi kawasan dan kerjasama regional di Pulau Sumatera juga
masih terjadi kompetisi antar propinsi untuk komoditi yang sama. Seharusnya, menyikapi
kerjasama regional IMT-GT dan IMS-GT, masing-masing provinsi berupaya
mengembangkan komoditi atau sektor unggulan agar daya saingnya lebih tinggi. Keterkaitan
ekonomi antar propinsi se Sumatera (inter-regional trade) juga belum tercipta karena
masing-masing propinsi cenderung melakukan kebijakan berorientasi ekspor komoditi
“mentah”, dibanding industri “processing” seperti agroindustri dan agrobisnis dengan nilai
tambah tinggi.
Dalam pengembangan prasarana wilayah di Pulau Sumatera, termasuk bidang
transportasi masih lemah. Karena kurang terpadunya pengembangan prasarana yang
mendukung sistem inter-moda transportasi, yang dapat dilihat dari dominasi transportasi di
Sumatera oleh transportasi jalan raya sehingga akibat tingginya arus kendaraan, kerusakan
jalan merupakan tantangan yang sangat serius. Sementara alternatif untuk mengatasi hal itu,
yaitu pengembangan sistem jaringan kereta api (Trans Sumatera Railway) yang sinergis,
masih terbatas pada pelayanan di daerah-daerah di Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Tengah dan Lampung. Sedangkan moda lainnya seperti sistem transportasi laut dan
udara, kurang bisa optimal karena ada prasyarat teknis yang harus dipenuhi.
Keterisoliran pulau-pulau kecil di sekitar pantai barat Sumatera yang diakibatkan
kecilnya skala ekonomi yang dihasilkan untuk langsung dijual ke kota besar. Orientasi
langsung ke kota besar kurang menguntungkan bagi daerah ini. Saat sekarang wilayah ini
hanya dilayani secara terbatas baik frekuensi penyeberangan maupun jumlah dan kualitas
prasarana yang ada. Sistem jaringan telekomunikasi yang terbentuk di Sumatera telah
melayani seluruh wilayah, hanya saja belum membentuk sistem yang kompak dan sama
terutama pada pantai Barat dan Kepulauannya. Untuk itu perlu dilakukan integrasi sistem
jaringan telekomunikasi dalam skala Pulau Sumatera.
2.6 Isu Strategis Pulau Jawa
Sejumlah persoalan pada umumnya sama dengan Pulau Sumatera, bahkan di Jawa
dengan tingkat intensitas persoalan yang dua kali lipat. Contoh, kesenjangan Pertumbuhan
Kawasan Koridor Pantura dan Pansela Jawa maupun masalah kawasan rawan bencana
gunung berapi, gempa bumi, gerakan tanah longsor dan sebagainya. Lemahnya
penyelenggaraan penataan ruang nasional dan daerah terutama implementasi rencana tata-
ruang dan pengendalian, mengakibatkan hutan-tanah sungai Jawa rusak dan mengakibatkan
bencana banjir serta erosi yang memukul penduduk miskin. Padahal tingkat Kesuburan tanah
Jawa 4 x Sumatera, 6 x Kalimantan untuk tanaman padi. Air tawar Jawa menciut langka.
Daya dukung ekologi dan PDB hijau membuktikan ambang batas pulau dilampaui.
Kebutuhan Lahan Per Orang Per Tahun Berdasarkan Kriteria Dunia:
1. Untuk lahan energi = 2.34 ha/orang
2. Lahan terdegradasi = 0.20 ha/orang
3. Kebun = 0.02 ha/orang
4. Lahan pertanian = 0.66 ha/orang
5. Lahan peternakan = 0.46 ha/orang
6. Hutan = 0.50 ha/orang
Total Kebutuhan Lahan = 4.18 ha/orang
Berdasarkan Kriteria tersebut, maka Daya Dukung Pulau Jawa rata-rata sudah dilampaui.
Tabel 1. Jejak Ekologi untuk Pulau Jawa
Sumber Tim Studi Daya Dukung P.Jawa Ditjen Taru & Menko Perekonomian, 2007
Perlu dicermati lebih lanjut bagaimana perkiraan dampak pembangunan Jembatan
Selat Sunda terhadap Daya Dukung dan Daya Tampung Pulau Jawa versus Pulau Sumatera.
Pulau Jawa sendiri memiliki banyak Sumber Daya Alam yang dapat dikembangkan. Misal,
Tropical terrestrial and marine resources yang khas utk bahan baku obat, kosmetika, produk
industri dan pangan. Namun Prinsip Eco Region atau Bio-Region yang dipakai sebagai
landasan UU 26/2007 Tentang Penataan Ruang perlu dijabarkan dalam konsep ‘One Island
One Plan One Integrated Management’.
Apalagi saat ini air tawar menjadi bahan langka, karena hutan dan Daerah Aliran
Sungai dalam kondisi kritis. Pada tahun 1800an, terdapat ± 11.5 juta ha lahan hutan. Tahun
1989 tinggal ± 3 juta ha. Lahan pertanian dalam periode 1880-1930an meningkat tajam
seiring laju pertumbuhan penduduk. Sampai dengan Tahun 1990 lahan pertanian relatif
konstan, sementara pertumbuhan penduduk terus meningkat tajam (Kajian Daya Dukung
P.Jawa, Tim Menko Perekonomian, 2007).
3. DAMPAK PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA
Dampak negatif yang dikhawatirkan dari dibangunnya Jembatan Selat Sunda adalah
sebagai berikut:
a. Perubahan struktur dan pola pemanfatan ruang pada kawasan pengaruh (outletinlet,
kabupaten dan pulau-pulau yang dilalui oleh Jembatan Selat Sunda).
b. Kecenderungan perubahan fungsi kegiatan pelabuhan baik di Bakauheni, Panjang
maupun Merak.
c. Perubahan fungsi sistem jaringan jalan Sumatera – Jawa serta perubahan tata guna
lahan sepanjang jaringan jalan tersebut.
d. Lokasi pilar jembatan menyebabkan perubahan arus air laut yang mempengaruhi
jalur pelayaran regional dan internasional dan berdampak pada ekosistem laut di
sekitarnya, pola tangkapan ikan serta abrasi pantai.
e. Adanya perubahan fungsi kota (PKL, PKW) dan fungsi kegiatan kota (pariwisata,
industri, permukiman, pertanian).
f. Timbulnya kegiatan ekonomi (perubahan pemanfaatan ruang) di sepanjang akses
yang dapat mengganggu tingkat aksesibilitas.
g. Adanya kemungkinan terganggunya ekosistem laut antara lain terumbu karang.
h. Adanya gangguan lingkungan akibat galian material yang membutuhkan pengelolaan
terpadu antar wilayah.
i. Adanya peningkatan polusi (sampah, suara, estetika) pada daerah pantai dan pulau
Sangiang karena peningkatan kegiatan.
j. Adanya reklamasi pantai disebelah barat pulau Ular yang memerlukan pengelolaan
ruang.
Gambar Dampak Pembangunan Infrastruktur Lintas Pulau Sumatera – Jawa
Kemudian dampak positif yang dapat ditimbulkan adalah:
a. Perubahan kegiatan ekonomi, sosial budaya regional yang lebih intensif yang
berdampak pada adanya kecenderungan regionalisasi wilayah pengembangan tanpa
dibatasi oleh batas administrasi.
b. Potensi Kalianda–Way Kambas–Teluk Semangka– Waduk Batutegi, Anak Krakatau,
Tanjung. Lesung, P. Sangiang, Anyer dan lain-lain sebagai tempat pariwisata dapat
lebih dikembangkan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang belum
rampung studi kelayakan dan target ground breaking pada tahun akhir tahun 2014 juga
diperkirakan akan mundur.
2. Begitu banyak dampak negatif yang dikhawatirkan akan terjadi akibat pembangunan
Jembatan Selat Sunda ini.
3. Studi Kelayakan dan AMDAL harus segera dirampungkan guna mengetahui langkah
tepat untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya.
4.2 SARAN
Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Perlunya analisis Penataan Ruang yang mendalam terhadap dampak Infrastruktur
(Jembatan) Selat Sunda, pada :
o Perubahan pola dan struktur pemanfaatan ruang
o Perubahan Orientasi Pelayanan Sebelum – Sesudah (Before&After)
o Perubahan sistem transportasi
o Perubahan fungsi pelabuhan
o Kajian sosial ekonomi dan action plan untuk masyarakat terkena dampak
o Pengembangan kegiatan pariwisata meliputi : Kalianda – Way Kambas – Teluk
Semangka – Waduk Batutegi, A. Krakatau, Tanjung Lesung, P. Sangiang, Anyer
dan lain-lain.
2. Perlunya Kajian yang mendalam terhadap Pilihan Tipe Infrastruktur Lintas Pulau yang
dapat mengurangi dampak negatif dan menjadi pengungkit (leverage) untuk
pengembangan wilayah di kedua Pulau dengan padanan internasional terhadap
Infrastruktur berbasis Jalan atau berbasis Jalan Rel atau Infrastruktur Bangunan
Layang (seperti Jembatan) atau Infrastruktur Bangunan Bawah Tanah / Bawah Laut
(seperti Terowongan). Demikian pula pengaruh gandanya (Multiplier Effect) terhadap
perwujudan Ruang Nusantara.
3. Perlunya buffer zone di sepanjang jalan nasional untuk menghindari tumbuhnya
kegiatan-kegiatan di sepanjang jalan tersebut.
4. Perlunya sosialisasi rencana kegiatan pada stake holder pada saat FS untuk
mendapatkan masukan perubahan tata ruang akibat pembangunan Jembatan Selat
Sunda
5. Perlunya kerjasama pihak perencana desain teknik Jembatan Selat Sunda dengan pihak
perencana tata ruang untuk mengantisipasi dampak pemanfaatan ruang
6. Perlunya revisi RTR provinsi/kabupaten/kota dengan masukan dari analisis dampak
pemanfaatan ruang pada studi Amdal dan desain teknik
7. Perlunya dibentuk forum kerjasama pengembangan wilayah melalui legalisasi untuk
mendukung terjadinya regionalisasi kegiatan yang merumuskan kesepakatan serta
jaminan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang
8. Perlunya kerjasama Pemerintah Propinsi Banten, Kabupaten Serang, Kota Cilegon,
serta Pemerintah Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan untuk
menyiapkan sistem jaringan jalan lokal dan regional yang tidak hanya bertumpu pada
/ membebani jalan nasional
9. Perlunya revitalisasi kawasan pelabuhan Merak yang akan mengalami penurunan
fungsi
10. Perlunya kajian terhadap integrasi moda transportasi dan utilitas.
REFERENSI
Dr.Ir. I.F.Poernomosidhi Poerwo, M.Sc, MCIT, MIHT, 2008
Kajian Daya Dukung P.Jawa, Tim Menko Perekonomian, 2007
http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Selat_Sunda, 19 Mei 201
http://www.lampungpost.com/component/content/article/32124.html, 17 April 2012
http://www.tempo.co/read/news/2013/06/01/090484916/Ground-Breaking-JSS-Tahun-2014-
Dipastikan-Batal, 2013
http:id.wikipedia.org/Indonesia, 28 Mei 2013