Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    1/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 1

    Dampak Privatisasi di Indonesia:Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    Oleh

    Oswar Mungkasa

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    2/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 2

    DAFTAR ISI

    Hal

    Daftar Isi . i

    Daftar Tabel iv

    Daftar Gambar .. v

    1. Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang . 1

    1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Penulisan .. 3

    2. Privatisasi: Definisi, Konsep dan Pengalaman Negara Lain2.1 Definisi Privatisasi .. 52.2 Peran Pemerintah dan Sektor Publik ... 7

    2.2.1 Dikotomi Pasar-Pemerintah dan Sektor Publik-Swasta .. 72.2.2 Latar Belakang dan Tujuan Keberadaan BUMN . 92.2.3 Kendala Sektor Publik . 112.2.4 Beberapa Bukti Empiris Kinerja BUMN 12

    2.3 Konsep Privatisasi 14

    2.3.1 Alasan dan Tujuan Privatisasi .. 14

    2.3.2 Metode Privatisasi 15

    2.3.3 Proses Privatisasi .. 18

    2.3.4 Penilaian Kinerja Sektor Publik 19

    .2.3.5 Masalah dan Hambatan Privatisasi .. 21

    2.3.6 Kritik terhadap Privatisasi 222.4 Dampak Privatisasi ... 22

    2.4.1 Manfaat dan Penggunaan Hasil Privatisasi .. 22

    2.4.2 Metode Penilaian Dampak Privatisasi . 242.4.3 Dampak Fiskal . 24

    2.4.4 Dampak Ekonomi Makro . 24

    2.4.5 Dampak Pemerataan . 24

    2.5 Kunci Kesuksesan Privatisasi .. 25

    2.6 Pengalaman dan Perbandingan dengan Negara Lain ... 27

    2.6.1 Peran BUMN 27

    2.6.2 Perkembangan Privatisasi Dunia . 28

    2.6.3 Inggris .. 29

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    3/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 3

    hal

    2.6.4 Perancis 32

    2.6.5 Italia . 32

    2.6.6 Korea Selatan 32

    2.6.7 Chili . 33

    2.6.8 Negara Transisi 342.6.9 Perbandingan Antarnegara 352.6.10 Dampak Privatisasi per Sektor . 362.6.11 Beberapa Fakta Penting 38

    3. Privatisasi di Indonesia3.1 Latar Belakang dan Sejarah BUMN ..393.2 Pengertian BUMN 393.3 Tujuan Pendirian BUMN . 403.4 Kontribusi BUMN dalam Perekonomian Nasional . 413.5 Profil BUMN 42

    3.5.1 Jumlah dan Pengelompokan BUMN per Bidang Usaha .. 42

    3.5.2 Jumlah dan Pengelompokan BUMN berdasar NilaiPenjualan .. 42

    3.5.3 Jumlah dan Pengelompokan BUMN berdaasar Nilai Aset 42

    3.5.4 Jumlah dan Pengelompokan BUMN berdasar Jumlah Laba 44

    3.6 Kinerja BUMN .. 44

    3.7 Perkembangan Privatisasi . 44

    3.7.1 Latar Belakang Privatisasi . 44

    3.7.2 Tujuan dan Manfaat Privatisasi . 463.7.3 Kebijakan dan Strategi Privatisasi . 46

    3.7.4 Masalah dan Hambatan Privatisasi 49

    4. Metode Penilaian Dampak Privatisasi4.1 Kriteria Dasar . 51

    4.1.1 Nilai Tambah . 51

    4.1.2 Efisiensi . 51

    4.2 Dampak Ekonomi Makro . 52

    4.2.1 Nilai Tambah Agregat .. 52

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    4/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 4

    hal

    4.2.2 Efek Tenaga Kerja . 53

    4.2.3 Gaji dan Upah . 54

    4.2.4 Surplus Sosial .. 55

    4.2.5 Dampak pada Anggaran .. 554.2.6 Dampak pada Tabungan dan Konsumsi .. 56

    5. Dampak Privatisasi: Kasus Studi PT. Telekomunikasi Indonesia5.1 Profil PT. Telekomunikasi Indonesia 575.2 Kinerja PT. Telekomunikasi Indonesia (1995-1997) 57

    5.2.1 Kinerja Operasi (jaringan dan Pelayanan) 575.2.2 Kinerja Keuangan .. 59

    5.3 Dampak Privatisas 635.3.1 Nilai Tambah dan Efisiens .. 635.3.2 Dampak Ekonomi Makro . 64

    5.4 Beberapa fakta penting tentang Kinerja Perusahaan dan DampakPrivatisasi 69

    6. Kesimpulan 70LAMPIRAN . 72

    DAFTAR PUSTAKA . 75

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    5/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 5

    DAFTAR TABEL

    Hal

    Tabel 1 Metode Privatisasi (Pengalaman Inggris) 16

    Tabel 2 Metode Privatisasi 17

    Tabel 3 Tahapan Privatisasi 18

    Tabel 4 Peran BUMN terhadap PDB dan Tenaga Kerja berdasar

    Kelompok Negara Tahun 1978-1991 . 28

    Tabel 5 Kinerja BUMN Inggris (Sebelum dan Setelah Privatisasi) . 30

    Tabel 6 Tingkat Penjualan dan Output BUMN di Inggris (Sebelum dan

    Setelah Privatisasi) . 30

    Tabel 7 Tingkat Pengembalian BUMN di Inggris (Sebelum dan Setelah

    Privatisasi) 31

    Tabel 8 Pertumbuhan Produktifitas Tenaga Kerja BUMN di Inggris 32

    Tabel 9 Beberapa Hasil Penelitian Perbandingan BUMN Antarnegara .. 35

    Tabel 10 Pengelompokan BUMN per Sektor Tahun 1998 43

    Tabel 11 Pengelompokan BUMN berdasar Nilai Penjualan . 42

    Tabel 12 Pengelompokan BUMN berdasar Nilai Aset . 42

    Tabel 13 Pengelompokan BUMN berdasar Jumlah Laba . 44

    Tabel 14 Program Privatisasi BUMN Tahun 2002 49

    Tabel 15 Rangkuman Dampak Privatisasi PT. Telkom .. 67

    Tabel 16 Rangkuman Profil Kinerja dan Dampak Privatisasi PT. Telkom 70

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    6/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 6

    DAFTAR GAMBAR

    Hal

    Gambar 1 Kapsitas dan Tambahan Kapasitas Telepon . 58

    Gambar 2 Tingkat Keberhasilan Panggil 59

    Gambar 3 Produktifitas Karyawan 59

    Gambar 4 Gambaran Kemampulabaan 60

    Gambar 5 Gambaran Solavabilitas . 61

    Gambar 6 Gambaran Likuiditas . 62

    Gambar 7 Gambaran Efisiensi . 62

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    7/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 7

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    8/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 8

    Dampak Privatisasi di Indonesia:Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    1. Pendahuluan1.1 Latar Belakang

    Dalam literatur awal ekonomi pembangunan, ekonom melihat negara sebagai

    pelaku yang baik dan pemersatu, dengan tujuan tindakannya selalu bersifat sosial.

    Pemerintah dipandang mempunyai kemampuan mendapatkan informasi dan dilengkapi

    dengan pengetahuan dan instrumen kebijakan yang memadai, dapat mencampuri pasar

    untuk membenahi kegagalan pasar dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

    Pandangan tersebut dinodai oleh kenyataan bahwa campur tangan pemerintah

    (baik di negara maju maupun negara berkembang) sering malah berakibat buruk. Tentu

    saja, kegagalan pemerintah menunjukkan hasil yang lebih buruk dari kegagalan pasar.

    Birokrat pemerintah sering dipaksa membuat keputusan bisnis dengan informasi yang

    kurang dibanding sektor swasta. Selain kemudian tindakan politisi dan birokrat

    menjadi dimotivasi oleh ambisi pribadi yang tidak memperhatikan kepentingan publik.

    Kekuasaan pemerintah dimanipulasi oleh sektor swasta untuk kepentingan kelompok

    tertentu, bahkan sering dengan menggunakan dana publik (Krause, 1987).Hal tersebut di atas menjadikan campur tangan pemerintah khususnya dalam

    bentuk banyaknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada berbagai bidang usaha

    kemudian dianggap berdampak negatip bagi perekonomian nasional. Kondisi ini

    kemudian menyuburkan pandangan agar pemerintah mengurangi campur tangannya

    dalam perekonomian melalui BUMN. Akhirnya privatisasi BUMN dilihat sebagai

    salah satu cara yang efektif mengurangi campur tangan tersebut. Walaupun kemudian

    ternyata alasan privatisasi tidak melulu karena adanya campur tangan pemerintah.

    Namun pada akhirnya privatisasi telah menjadi suatu gejala yang umum dimanapun di

    dunia saat ini.

    Program privatisasi dimulai oleh Konrad Adenauer dari negara Federal Jerman

    pada tahun 1961 dengan menjual sebagian besar saham pemerintah pada perusahaan

    mobil Volkswagen (VW) (Siahaan, 2000). Namun program privatisasi sendiri mulai

    menjadi program yang diminati oleh berbagai negara setelah sukses yang dicapai pada

    program privatisasi di Inggris pada era Perdana Menteri Thatcher (1970-an). Setelah

    masa tersebut, maka program privatisasi tidak hanya terjadi di negara maju seperti

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    9/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 9

    Inggris, Perancis dan Jepang tetapi juga telah menjadi elemen kunci reformasi

    struktural pada berbagai negara berkembang selama satu dekade terakhir (Davis,

    2000). Hal ini terbukti dari jumlah BUMN1

    yang telah diprivatisasi sampai tahun 1995,

    berdasar data International Organization of Supreme Audit Institution (INTOSAI)2,

    yang telah mencapai lebih dari 196.000 BUMN (Gandhi, 1996).

    Gelombang privatisasi yang terjadi di mancanegara ternyata juga mendorong

    terjadinya proses privatisasi di Indonesia. Usaha privatisasi dimulai pada tahun 1988

    setelah secara formal pemerintah menuangkan program privatisasi tersebut melalui

    Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1988 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan

    Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989. Program privatisasi ini dilaksanakan

    dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN. Langkah awal

    pemerintah ini kemudian dimanifestasikan dalam bentuk pelaksanaan go public

    beberapa BUMN yang besar seperti PT. Semen Gresik (1991), PT. Indosat (1994), PT.

    Tambang Timah (1995), PT. Telkom (1995), PT. Bank BNI (1996).

    Memasuki tahun 1997, seiring dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia,

    maka proses privatisasi menjadi mengemuka kembali dengan dimensi yang lain.

    Privatisasi menjadi salah satu program prioritas pemerintah bahkan menjadi salah satu

    persyaratan dalam Letter of Intent (LOI) dengan IMF. Keberhasilan program

    privatisasi menjadi salah satu harapan pemerintah dalam menutupi defisit anggaran.

    Selama satu tahun setelah berjalannya privatisasi tahap II3

    program privatisasi

    belum menunjukkan hasil yang menggembirakan paling tidak dari segi pencapaian

    target jumlah BUMN yang diprivatisasi maupun jumlah dana yang disetor pada

    APBN. Beberapa faktor ditengarai menjadi kendala program privatisasi antaranya (i)

    ideologis, yang menyatakan bahwa privatisasi bertentangan dengan jiwa Undang-

    undang Dasar 1945 khususnya Pasal 37 ayat 2; (ii) politis, yang berkaitan dengan

    kemungkinan berkurangnya secara signifikan peran pemerintah dalam perekonomian

    nasional; (iii) penolakan internal, khususnya dari pihak manajemen dan karyawan

    terkait dengan kemungkinan terjadinya perubahan manajemen dan pemutusan

    hubungan kerja setelah privatisasi; (iv) finansial, terkait dengan hilangnya sumber

    pendapatan pemerintah di masa datang; (v) otonomi daerah, yang berujung pada

    1BUMN selanjutnya merupakan padanan dari istilah State Owned Enterprise (SOE).

    2

    Organisasi Badan Pemeriksa Keuangan sedunia3Privatisasi tahap Isebelum 1997; privatisasi tahap IIsetelah 1997 (pembagian versi penulis)

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    10/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 10

    penolakan pemerintah daerah terhadap privatisasi BUMN di daerahnya; (vi) persepsi

    masyarakat bahwa privatisasi hanya menjual aset untuk menutup defisit anggaran

    pemerintah.

    Kendala tersebut di atas secara implisit menggambarkan adanya penolakan

    terhadap privatisasi karena ketidakjelasan dampak privatisasi itu sendiri. Dari 7 (tujuh)

    BUMN yang telah di privatisasi belum pernah dijelaskan secara jelas pada masyarakat

    dampak privatisasi selain besarnya hasil penjualan yang masuk ke kantong pemerintah.

    Dampak privatisasi jauh lebih luas dari sekedar adanya pemasukan pemerintah dari

    penjualan saham BUMN.

    Secara umum, menurut Andic (1990), selain perubahan kinerja perusahaan itu

    sendiri, maka terdapat beberapa dampak privatisasi yang dikenali sebagai dampak

    ekonomi makro antaranya yaitu (a) dampak ekonomi makro yang menjelaskan

    pengaruh privatisasi terhadap nilai tambah agregat baik langsung maupun tidak

    langsung, (b) dampak pada tenaga kerja yang berupa dampak langsung yaitu

    penambahan/pengurangan pegawai perusahaan bersangkutan atau dampak tidak

    langsung yaitu penambahan/pengurangan tenaga kerja pada sektor lain, (c) dampak

    pada penghasilan pegawai yang berupa dampak langsung terhadap penghasilan

    pegawai BUMN dan dampak tidak langsung terhadap penghasilan pegawai pemerintah

    lainnya, (d) dampak terhadap surplus sosial yaitu berupa dividen, laba ditahan,

    sumbangan sosial; (e) dampak pada anggaran pemerintah berupa

    penambahan/pengurangan besar subsidi, pinjaman, dan pajak; serta (f) dampak pada

    tabungan dan konsumsi. Belum adanya kajian yang mendalam tentang dampak

    privatisasi, yang tidak hanya terfokus pada hasil penjualan, tetapi mencakup segala

    aspek yang terkait menjadikan program privatisasi rentan terhadap penolakan baik dari

    masyarakat, maupun kalangan internal perusahaan.

    Makalah ini berusaha menjawab beberapa isu terkait dengan dampak privatisasi

    di Indonesia, khususnya dampak ekonomi makro seperti yang dijelaskan di atas

    dengan menggunakan BUMN PT. Telekomunikasi Indonesia sebagai kasus studi.

    1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Penulisan

    Memperhatikan beberapa hal yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan

    penulisan makalah ini adalah mengemukakan dampak privatisasi di Indonesia dari

    aspek ekonomi makro, berupa dampak terhaap nilai tambah agregat, tenaga kerja, gaji

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    11/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 11

    dan upah, surplus sosial, anggaran pemerintah, serta tabungan dan konsumsi. dengan

    menggunakan PT. Telekomunikasi Indonesia (selanjutnya disebut Telkom) sebagai

    kasus studi.

    Penetapan PT. Telekomunikasi Indonesia sebagai kasus studi didasarkan pada

    pertimbangan (i) Besarnya nilai saham yang dialihkan ke publik; (ii) Data-data

    perusahaan publik (perusahaan yang tercatat sahamnya di Bursa Efek Jakarta) relatif

    lebih mudah di akses; (iii) Dari 7 (tujuh) BUMN yang tercatat di Bursa Efek Jakarta

    (BEJ) sampai tahun 1999, maka tercatat saham Telkom yang memberikan kontribusi

    kapitalisasi terbesar (9,55 persen dari total kapitalisasi saham di BEJ) dibanding

    BUMN lainnya. Sebagai bandingan PT. Indosat sebesar 4,53 persen, PT. Semen

    Gresik 2,13 persen, PT. Tambang Timah 1,08 persen, PT. Bank BNI 0,6 persen, dan

    PT. Aneka Tambang 0,52 persen (Artjan, 2000). Total kontribusi BUMN tersebut

    mencapai 18,41 persen, dan sekitar 50 persen disumbangkan oleh PT. Telkom.

    Dampak privatisasi dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum

    privatisasi (tahun 1995) dan setelah privatisasi (tahun 1996). Adapun lingkup

    kajian/perbandingan dalam makalah ini mencakup beberapa aspek yaitu:

    (i) Kinerja perusahaan yang ditinjau dari nilai tambah perusahaan danefisiensi;

    (ii) Ekonomi makro, berupa(a) Nilai tambah agregat, yaitu mengkaji perubahan nilai tambah netto baik

    langsung maupun tidak langsung;

    (b) Tenaga kerja, yaitu mengkaji perubahan jumlah tenaga kerja baiklangsung (internal perusahaan) maupun tidak langsung (di luar

    perusahaan)

    (c) Gaji dan upah, yaitu mengkaji perubahan gaji dan upah baik langsung(internal perusahaan) maupun tidak langsung (di luar perusahaan);

    (d) Surplus sosial, yaitu mengkaji perubahan pajak, dividen, laba ditahan,bantuan/kegiatan sosial;

    (e) Anggaran Pemerintah, yaitu mengkaji perubahan penerimaan bersihpemerintah diluar hasil penjualan saham. Penerimaan pemerintah

    difokuskan pada subsidi, pinjaman pemerintah, dan besarnya pajak.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    12/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 12

    (f) Tabungan dan konsumsi, yaitu mengkaji perubahan tabungan dankonsumsi.

    2. P rivatisasi: Definisi, Konsep dan Pengalaman Negara Lain

    2.1 Definisi dan Konsep PrivatisasiPrivatisasi biasanya merujuk pada pengalihan pemilikan dan kendali dari

    publik ke sektor swasta khususnya penjualan aset. Ini mencakup pengalihan sebagian

    atau seluruhnya (Hemming dan Mansoor, 1988). Privatisasi tidak selalu melibatkan

    penjualan. Konsepnya telah diperluas mencakup perubahan struktural yang lebih luas

    seperti leasing dan kontrak manajemen, waralaba sektor publik, kontrak umum

    sektor publik (IBRD, 1988). Dikatakan juga bahwa privatisasi sebagai proses

    memperkenalkan disiplin kekuatan pasar (Ramandham, 1989). Konsep marketisasi

    mendorong penghilangan monopoli atau pengurangan langsung dan tidak langsung

    hambatan keluar-masuk pasar (PBB, 1989). Sementara Ramamurti (1992),

    menambahkan bahwa pengertian luas privatisasi adalah mencakup satu atau lebih

    kombinasi dari pengalihan peranan pemerintah pada swasta dalam hal pemilikan,

    pembiayaan, pelaksanaan produksi, manajemen dan lingkungan bisinis.

    Menurut Savas (1987), sebagai proses, privatisasi berarti mengurangi peran

    pemerintah, dan meningkatkan peran sektor swasta, dalam kegiatan atau pemilikan

    aset. Namun konsep sektor publik dan swasta tidak mutually exclusive atau statis.

    Pertama, beberapa aspek pemerintahan bertumbuh sementara lainnya tidak berubah,

    bahkan berkurang. Misalnya privatisasi penjara mengakibatkan perlunya dibuat

    regulasi baru untuk memastikan dihormatinya hak narapidana. Kedua, pertumbuhan

    produktifitas sektor swasta bergantung signifikan pada investasi sektor publik seperti

    jalan, pelabuhan. Ketiga, sektor swasta terbagi dalam banyak dimensi. Sektor swasta

    termasuk sektor informal dan sektor swasta nirlaba, asosiasi profesi, dan sektor

    ekonomi rumah tangga (Gayle, 1990).

    Sementara Kolderie (1990) mengajukan beberapa isu mengenai konsep

    privatisasi. Dimulai dengan pemahaman bahwa pemerintah melakukan dua kegiatan

    yang berbeda, yaitu penyediaan (provide) pelayanan dan produksi (produce)

    pelayanan.

    Menurut Pirie (1988), privatisasi bukan sebuah formula tetapi sebuah

    pendekatan. Pelaksanaannya sangat beragam. Pendekatan kasus-per-kasus adalah

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    13/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 13

    esensi dari privatisasi. Fleksibilitas dari privatisasi sebagai sebuah pendekatan

    memungkinkannya digunakan pada beragam situasi di berbagai sistem ekonomi4.

    Cara pandang lain adalah bahwa privatisasi memungkinkan BUMN dan pihak

    swasta mempunyai kesempatan dan perilaku yang sama. Lebih jelasnya Marie (1996)

    menyatakan bahwa privatisasi tidak sekedar menjual aset BUMN pada swasta.

    Pengertian lainnya adalah (i) memberikan kesempatan swasta menjadi pemain utama

    dalam bidang bisnis; (ii) menjadikan BUMN bertingkahlaku sebagai suatu

    entrepreneur; (iii) BUMN bisa bertingkahlaku sebagai swasta.

    Whitshire (1987) mengklasifikasikan privatisasi kedalam 5 (lima) bagian yaitu:

    (i) Privatisasi pembiayaan atas suatu jasa yang diproduksi oleh sektor publik.

    Contohnya jalan tol, Build Operate Transfer (BOT), Build Operate Lease (BOL); (ii)

    Privatisasi produksi atas suatu jasa yang dibiayai oleh sektor publik. Contohnya

    contracting out. (iii) Denasionalisasi yaitu menjual sebagian atau seluruh aset

    perusahaan. Contohnya go public, direct placement; (iv) Liberalisasi yaitu

    menghilangkan monopoli dan berbagai lisensi yang menghambat masuknya swasta; (v)

    Korporatisasi yaitu privatisasi manajemen yang berupa pengalihan manajemen pada

    pihak swasta berdasar perjanjian kerjasama.

    Ramamurti (1992) membuat rangkuman dengan makna yang lebih luas bahwa

    privatisasi umumnya mencakup tiga hal yaitu (i) Divestasi pemilikan pemerintah baik

    sebagian atau keseluruhan pada swasta. Hal ini mencakup perubahan kontrol dari

    negara pada swasta; (ii) Deregulasi ekonomi, yang mencakup pelonggaran ketentuan

    BUMN khususnya pada BUMN monopoli; (iii) Liberalisasi, yaitu mencegah kekuatan

    tertentu dalam ekonomi yang dapat menghambat kompetisi.

    Definisi dan pengertian privatisasi akan sangat beragam tetapi secara umum

    tetap dapat dirangkum sebagai berikut (i) Perubahan bentuk usaha dari perusahaan

    negara menjadi perusahaan berbentuk perseroan terbatas; (ii) Pelepasan sebagian

    (besar/kecil) atau seluruh saham dari suatu perusahaan yang dimiliki negara kepada

    swasta, baik melalui private placement maupun public offering; (iii) Pelepasan hak

    atau aset milik negara atau perusahaan yang saham-sahamnya dimiliki negara pada

    4 Privatisasi dilaksanakan mulai dari negara maju seperti Inggris, Perancis, Jerman, Itali, Swedia,

    Jepang, Korea Selatan, Singapura sampai negara berkembang seperti Pakistan, Malaysia, Srilanka,

    Yamaika, bahkan negara komunis seperti Kuba, CinaHungaria, Rusia, Vietnam (Pirie, 1988).Pembahsan lebih lanjut tentang privatisasi di negara-negara di dunia pada bagian lain makalah ini.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    14/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 14

    swasta, baik pelepasan untuk selamanya (antara lain melalui jual beli, hibah atau tukar

    guling) maupun pelepasan untuk sementara waktu (termasuk dengan cara Build

    Operate Transfer); (iv) Pemberian kesempatan pada swasta untuk menggeluti bidang

    usaha tertentu yang sebelumnya merupakan monopoli pemerintah; (v) Membuat usaha

    patungan atau kerjasama dalam bentuk lain dengan memanfaatkan aset pemerintah;

    (vi) Membuka dan meningkatkan adanya persaingan sehat dalam dunia usaha

    (Soebagjo, 1996).

    2.2 Peran Pemerintah dan Sektor Publik2.2.1 Dikotomi Pasar-Pemeritah dan Sektor Publik-Swasta

    Perdebatan tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian telah

    berlangsung sejak kira-kira tiga ratus tahun lalu. Adam Smith dan mazhab Neoklasik

    percaya akan invisible hand dari pasar, berbeda dengan mazhab merkantilisme yang

    percaya pada visible hand pemerintah.

    Perdebatan tentang definisi publik dan swasta dalam konteks perusahaan masih

    belum selesai. Salah satu contoh definisi sebagaimana dikemukakan oleh Stern (1999)

    yang menekankan kepemilikan (ownership) sebagai karakteristik yang membedakan

    publik dan swasta, tetapi kepemilikan sendiri definisinya beragam. Terdapat paling

    tidak 4 (empat) aspek kepemilikan yaitu hak mengelola untuk keperluan tertentu, hak

    mendapatkan pendapatan dari penggunaan properti, kekuasaan untuk mengalihkan

    properti, dan hak untuk membatasi penggunaan oleh orang lain (World Bank, 1990)5

    Sen dalam beberapa pernyataannya menekankan bahwa sektor swasta

    menghadapi masalah ketika berhadapan dengan barang publik6, situasi dengan tingkat

    eksternalitas7

    tinggi, ketidakmerataan yang besar dalam distribusi pendapatan, akses,

    dan kebebasan, dan sejenisnya. Kondisi ini kemudian dijadikan sebagai pintu masuk

    bagi keterlibatan pemerintah langsung atau melalui BUMN dalam perekonomian.

    Pada awalnya Adam Smith mengemukakan hanya tiga fungsi pemerintah yaitu

    melaksanakan peradilan, pertahanan/kemanan, dan pekerjaan umum. Kemudian peran

    5Sebagian besar bahan tentang debat sektor publik /pemerintah dan Swasta diambil dari hasil diskusi

    dengan judul Development Strategies: The Roles of the State and the Private Sector yang

    diselenggarakan World Bank.6

    Barang publik adalah barang dengan karakteristik penggunaannya tidak bersaingan (non-rivalry) dan

    tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability)7

    Eksternalitas adalah suatu keadaan yang timbul dari tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak

    mempunyai pengaruh pada pihak lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak penyebabkepada pihak yang terkena dampak (Mangkoesoebroto, 1991)

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    15/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 15

    tersebut dalam perekonomian modern diklasifikasikan dalam 3 (tiga) golongan yaitu

    (i) peranan alokasi, mengusahakan agar alokasi sumber-sumber ekonomi dilaksanakan

    secara efisien; (ii) peranan distribusi; (iii) peranan stabilisasi. (Mangkoesoebroto,

    1991)

    Melengkapi peran klasik pemerintah di atas, menurut Stern (1999) keterlibatan

    pemerintah didasarkan pada alasan (i) Pertama. Berangkat dari ekonomi kesejahteraan,

    yang menunjukkan kegagalan pasar. Diantara alasan tersebut adalah eksternalitas,

    barang publik, ketidaksempurnaan informasi, dan hambatan masuk pasar. Alasan ini,

    ditetapkan melawan kemungkinan terjadinya kegagalan pemerintah; (ii) Kedua.

    Kewajiban menanggulangi kemiskinan; (iii) Ketiga. Hak masyarakat yang perlu

    dilindungi dan pemberian kesempatan yang sama. Termasuk dalam hal ini adalah

    pendidikan dan kesehatan, bahkan termasuk perumahan; (iv) Keempat. Melindungi

    kepentingan umum. Salah satu contoh adalah pelarangan penggunaan senjata,

    pembatasan minuman keras; (v) Kelima. Tanggungjawab terhadap masa depan

    generasi muda. Contohnya adalah perlindungan lingkungan hidup (hutan, binatang

    langka)

    Dari sudut pandang distribusi pendapatan dan perlindungan, pemerintah

    sebaiknya terlibat dalam jaring pengaman sosial. Dari sudut pandang hak, pemerintah

    harus terlibat dalam pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang kegagalan pasar,

    pemerintah harus aktif dalam penyediaan infrastruktur. Pada negara berkembang,

    kegagalan pasar mungkin lebih besar intensitasnya, sehingga pemerintah sebaiknya

    lebih berperan dalam pendidikan, kesehatan, penyediaan infrastruktur.

    Pandangan lain yang menyoroti peran negara sebagai deregulator. Negara wajib

    menghadirkan mekanisme pasar yang sehat dan tidak terdistorsi dalam berbagai bidang

    ekonomi. Negara seharusnya berperan sebagai wasit dan menghindari peran langsung

    yang mengganggu pelaku ekonomi swasta. Sehingga ketidakjelasan batasan peran

    negara dan swasta menjadikan kekuasaan pengaturan ekonomi yang dimiliki negara

    juga dimiliki swasta, merupakan akar terjadinya ketimpangan ekonomi dan timbulnya

    penyakit ekonomi seperti kolusi, korupsi, monopoli, oligopoli, kartel. (Rachbini,

    1996).

    Dikotomi sektor publik-swasta sebenarnya tidaklah terpisah satu sama lain, dan

    statis. Hal ini disebabkan pertumbuhan sektor swasta tergantung signifikan pada

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    16/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 16

    investasi modal sektor publik pada infrastruktur dasar seperti pelabuhan, jalan raya,

    dan irigasi. Sebagai contoh, total produktifitas faktor di AS berkurang dari 1,8 persen

    (1950-1970) menjadi 0,8 persen (1970-1985) dikarenakan pertumbuhan infrastruktur

    dasar berkurang dari 4,3 persen menjadi 1,5 persen (Gayle, 1990)

    Hal ini juga didukung oleh Berg (1990) yang menyatakan sebenarnya tidak ada

    pembedaan yang jelas antara sektor publik dan swasta. Malah, setiap kegiatan ekonomi

    bercampur antara elemen publik dan swasta, dengan intensitasnya saja yang berbeda.

    Jika dikaitkan dengan privatisasi, maka yang dimaksud adalah pengalihan ke swasta

    lebih banyak dimensi dari lebih banyak kegiatan dan peningkatan intensitas

    keswastaan dalam setiap dimensi.

    Pertanyaan kemudian mungkin beralih menjadi seberapa jauh keterlibatan

    negara?. Naya (1990) secara terinci menganjurkan bahwa dalam era globalisasi, fungsi

    campur tangan langsung pemerintah hendaknya dibatasi pada berbagai faktor dibawah

    ini (i) penyediaan barang publik dan sejumlah kebutuhan dasar lainnya; (ii)

    pembangunan infrastruktur; (iii) penyebaran informasi ekonomi sebagai suatu input

    yang kritis dalam mendorong efisiensi alokasi sumber daya; (iv) perangkat hukum dan

    regulasi yang jelas, fleksibel dan berwibawa; (v) promosi riset dan pengembangan

    yang memadai; (vi) penyediaan barang-barang kebutuhan pokok bagi kelompok

    berpendapatan rendah (Goeltom, 1995).

    2.2.2 Latar Belakang dan Tujuan Keberadaan BUMN

    Para ekonom aliran klasik menyatakan BUMN merupakan salah satu instrumen

    campur tangan pemerintah, baik dalam pasar faktor maupun pasar produk, yang

    merupakan sumber distorsi sehingga menjauhkan pasar dari pareto efisiensi.

    Kegagalan sebagai akibat campur tangan pemerintah (bureaucratic failure) dapat lebih

    tinggi dari biaya kegagalan pasar (market failure). Dilain pihak, Pigou, Bergson dan

    Lerner berpendapat bahwa jika terdapat kegagalan pasar maka intervensi pemerintah

    yang tepat dibanding kinerja pasar bebas, atau dikenal dengan second best solution

    (Siahaan, 2000).

    Hasil kajian Vunylstake (1998) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor

    yang dianggap melatar belakangi keberadaan BUMN yaitu (i) mengatasi kegagalan

    pasar; (ii) menyalurkan kepentingan politik pemerintah; (iii) menyediakan

    fasilitas/prasarana strategis dan penyediaan tenaga kerja; (iv) pelopor karena pihak

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    17/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 17

    swasta tidak tertarik; (v) penyeimbang kekuatan swasta besar; (vi) distribusi

    pendapatan dan kewajiban layanan sosial; (vii) sumber pendapatan negara; (viii) hasil

    nasionalisasi perusahaan.

    Sementara Rees (1984) mengemukakan terdapat empat alasan mendasar

    keberadaan BUMN yaitu (i) memperbaiki kegagalan pasar; (ii) mengubah

    pendistribusian keuntungan; (iii) menunjang perencanaan ekonomi jangka panjang

    yang tersentralisasi; (iv) mengubah dasar perekonomian dari sistem kapitalis menjadi

    sosialis.

    Todaro (1989) mengemukakan beberapa alasan mendirikan BUMN yaitu (i)

    keinginan pemerintah mengendalikan pasar; (ii) pembentukan modal, yaitu ketika

    tabungan swasta masih rendah, maka investasi prasarana pada tahap ini sangat penting

    untuk meletakkan dasar-dasar bagi investasi selanjutnya; (iii) kurangnya insentif bagi

    swasta untuk terlibat dalam aktifitas ekonomi; (iv) memperbaiki distribusi pendapatan;

    (v) mengendalikan sektor strategis; (vi) motivasi ideologis.

    Menyangkut keberadaan BUMN di negara berkembang, maka beberapa ahli

    ekonomi mengemukakan alasannya. Pada dasarnya hanya melengkapi beberapa alasan

    sebagaimana dikemukakan di atas. Misalnya, tujuan lain juga mencakup mendorong

    pembangunan sektor industri, yang di negara berkembang masih rendah

    produktifitasnya, angkatan kerja belum terlatih, dan sarana umum masih belum efisien

    (Goeltom, 1995). Jones (1982) menambahkan (i) preferensi ideologis; (ii)

    pengambilalihan atau konsolidasi kekuatan politis dan ekonomis; (iii) warisan historis.

    R Vernon (1987) menambahkan (i) regulasi monopoli alamiah; (ii) melaksanakan

    kuasa monopoli atau monopsoni di pasar tertentu; (iii) mengendaliklan kepemilikan

    asing; (iv) restrukturisasi perekonomian; (v) pembentukan anak perusahaan.

    Tinbergen mengemukakan karakteristik kegiatan yang sesuai bagi keberadaan

    BUMN yaitu biaya marjinal lebih rendah dari biaya rata-rata atau terdapat

    eksternalitas.

    Tujuan BUMN, menurut Gray (1984), dapat dikelompokkan dalam tujuan

    komersil dan non-komersil. Tetapi yang menarik dikemukakan adalah tujuan non-

    komersil yaitu (i) stabilisasi ekonomi berupa pengendalian inflasi, pengamanan bahan

    pangan, menangani pengangguran; (ii) pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan nilai

    absolut investasi, output, ekspor, lapangan kerja, akselerasi industri; (iii) pemerataan

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    18/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 18

    pendapatan berupa promosi industri kecil; (iv) meningkatkan lokalisasi berupa sumber

    pengadaan bahan baku, pemerataan kepemilikan.

    Keberadaan BUMN tidak hanya berdasar alasan ekonomis tapi juga alasan

    lainnya. Namun kemudian, pertimbangan pragmatis ekonomi menjadi dominan,

    sehingga privatisasi menjadi marak di seluruh dunia.

    2.2.3 Kendala Sektor PublikBeberapa aspek yang dianggap sering menjadi kendala bagi sektor publik

    adalah (i) efisiensi. Kompetisi dan kebutuhan menghasilkan keuntungan mendorong

    sektor swasta lebih efisien dari sektor publik. Sektor publik selalu diasumsikan tidak

    akan pernah bankrut. Hal ini mengakibatkan kurangnya insentif sektor publik untuk

    berperilaku efisien; (ii) input konsumen. Konsumen punya kendali yang relatif lebih

    besar terhadap swasta, suatu hal yang ironis karena sebenarnya keberadaan sektor

    publik terutama untuk kepentingan masyarakat. Ketidakefektifan kendali publik, maka

    sektor publik menjadi kurang berorientasi pada publik tetapi lebih pada keinginan

    pengelola; (iii) inovasi. Kurangnya input (kendali) dari konsumen mengakibatkan

    sektor publik tidak mengetahui keinginan sebenarnya dari konsumen. Hal ini

    mengakibatkan kurangnya insentif untuk melakukan inovasi terhadap pelayanan yang

    diberikan; (iv) pengambilan keputusan. Sektor publik mengandalkan tidak hanya

    pertimbangan ekonomis tetapi juga pertimbangan politik dalam pengambilan

    keputusan. Ini berarti bahwa keputusan sektor publik terpisah dari realitas permintaan-

    penawaran. Hal ini berdampak pada tingkat efisiensi; (v) Kondisi peralatan. Hal yang

    menyedihkan bahwa masyarakat tidak peduli pada fasilitas publik sebagaimana

    terhadap milik pribadi. Hal ini berdampak pada tingginya biaya produksi; (vi) interupsi

    pelayanan. Meskipun maksud keberadaan pelayanan publik untuk menjamin

    keberlanjutan penyediaan barang publik, tetapi pada kenyataannya sektor publik sangat

    rentan terhadap interupsi pelayanan. Sektor publik yang bersifat monopoli

    memungkinkan bahwa pemogokan buruh mengakibatkan terjadinya interupsi

    pelayanan, karena tidak adanya substitusi produk. Beberapa hal tersebut di atas,

    merupakan hal yang kritis dalam sektor publik, yang disebabkan oleh struktur dan

    organisasi dari sektor publik. Kesemuanya akan berdampak besar bagi negara yang

    mempunyai operasi sektor publik yang dominan (Pirie, 1988).

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    19/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 19

    Berkait dengan efisiensi, maka anggapan bahwa BUMN kurang efisien

    dibanding BUMN masih menjadi perdebatan. Adam dkk menyatakan bahwa anggapan

    tersebut hanya didasari pada hipotesa hubungan antara kepemilikan, infomasi dan

    insentif dan pengaruhnya terhadap kinerja usaha. Sementara Galal (1994) perbedaan

    kinerja BUMN dan swasta terletak pada perbedaan dalam tujuan dan kendala yang

    dihadapi, sehingga perbandingan kinerja tersebut seharusnya memperhatikan juga

    struktur pasar dan ukuran usaha. Dilain pihak, terdapat juga ekonom yang menyatakan

    bahwa efisiensi BUMN dan swasta relatif sama (Siahaan, 2000)

    Diakui juga bahwa terdapat konsekuensi keterlibatan pemerintah seperti

    penetapan kuota, pembatasan dan sejenisnya, adalah rent-seeking8

    dan aktifitas yang

    tidak produktif. Biayanya menjadi sangat besar.

    2.2.4 Beberapa Bukti Empiris tentang Kinerja BUMNRiset oleh Savas (1974, 1977) dan Stevens (1978) di Amerika Serikat, Hamer

    di Jerman, Hartley dan Huby di Inggris menunjukkan hasil yang sama bahwa biaya

    produksi sektor publik lebih besar, berkisar rata-rata 20-40 persen dari sektor swasta.

    Di Inggris, biaya sektor publik lebih besar 30 persen, di Amerika Serikat lebih besar 40

    persen, di Jerman mendekati angka 50 persen. Ketiga penelitian tersebut bermuara

    pada kesimpulan bahwa efsiensi sektor swasta lebih baik dari sektor publik (Pirie,

    1988). Penelitian Davis (1977) menyimpulkan bahwa perusahaan penerbangan swasta

    di Australia secara mencolok lebih superior dari BUMN penerbangan di negara

    tersebut. Ayub dan Hegstad dalam majalah Research Observer Volume 2 No. 1 Januari

    1987 melakukan penelitian terhadap 500 perusahaan besar yang bukan perusahaan AS.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun perusahaan pemerintah yang

    menunjukkan kinerja lebih baik dari perusahaan swasta (Simarmata, 1991).

    Perusahaan Boardman dan Vining yang melakukan penelitian terhadap 500 perusahaan

    terbesar yang berada di luar AS dan bukan monopolis, menunjukkan kesimnpulan

    yang sama swasta lebih unggul dari BUMN dilihat dari segi laba dan efisiensi.

    Bukti di atas pada kenyataannya tidak dengan otomatis mengarah pada

    kesimpulan sektor swasta lebih efisien dari sektor publik. Beberapa hasil penelitian

    empiris membuktikan sebaliknya. Misalnya penelitian oleh Caus dan Christensen

    8

    Rent seeking diterjemahkan sebagai pencarian keuntungan berdasar pada kewenangan tertentu. Misalkeuntungan yang didapatkan dari memperjualbelikan ijin kuota.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    20/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 20

    (1980) membandingkan perusahaan KA Canadian National (BUMN) dan Canadian

    Pacific (swasta). Kinerja Efisiensi Produksi (Productive Efficiency Performance) dari

    kedua perusahaan tersebut tidak berbeda secara signifikan.

    Hasil studi literatur Siahaan (2000) yang dikemukakan dalam disertasinya

    menunjukkan bahwa kesimpulan BUMN mempunyai tingkat biaya yang lebih tinggi

    dibanding swasta masih sangat kabur, karena perbandingan dilakukan antara BUMN

    monopoli dan swasta yang bersaing mendapatkan proyek (Stevens 1978, Savas 1974,

    1977, dan Ahebrand 1973). Karenanya beberapa peneliti (Meyer 1975, Pescutrice dan

    Trapani, 1980 dalam bidang listrik; Teeples dan Glyer, 1987 dalam bidang penyediaan

    air) membandingkan antara BUMN dan swasta yang sama-sama monopolis, dan

    hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan biaya antara keduanya sangat kecil bahkan

    kadang terbalik. Namun yang kurang dicermati bahawa BUMN tersebut dibandingkan

    dengan swasta monopolis yang mengalami regulasi (misal penentuan harga), sehingga

    implikasi property rights (kepemilikan) terhadap swasta tersebut sama kaburnya.

    Alkinsen dan Halvosen (1986) menghitung cost efficiency (efisiensi biaya) untuk

    sampel 30 monopolis BUMN dan 123 monopolis swasta yang bergerak dalam

    pembangkitan listrik, menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan kecuali bahwa

    tingkat biaya keduanya lebih tinggi dari seharusnya.

    Hal yang menarik lainnya, bahwa perusahaan mixed-enterprise (kerjasama

    dengan BUMN) ternyata tidak lebih unggul terhadap BUMN. Namun penelitian Jones

    (1992) di Malaysia membantah hal tersebut. BUMN yang diprivatisasi secara parsial

    tidak kalah dengan BUMN yang diprivatisasi total. Jika mendasari pada kepemilikan,

    maka hasil penelitian Vikers dan yarrow (1988), Boardman dan Vinning (1989)

    menyatakan bahwa pengaruh kepemilikan badan usaha bukan merupakan hal yang

    dominan dibandingkan dengan pengaruh keadaan kompetisi dan regulasi yang harus

    dihadapi perusahaan (Siahaan, 2000).

    Sementara hasil studi Disertasi Siahaan (2000) tentang efisiensi teknik9

    BUMN

    di Indonesia menunjukkan bahwa (i) BUMN kurang efisien dibanding swasta; (ii)

    BUMN skala usaha besar dan bergerak pada pasar domestik relatif kurang efisien

    9 Efisiensi teknik merupakan kapasitas suatu satuan ekonomi untuk menghasilkan output sebesar mungkin dengan

    menggunakan seperangkat masukan dan teknologi tertentu; efisiensi alokatif merupakan kapasitas suatu satuanekonomi untuk menyamakan nilai produk marjinal dengan biaya marjinal dalam menghasilkan output.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    21/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 21

    dibanding swasta dengan karakteristik yang sama; (iii) perbedaan efisiensi pada

    BUMN dan swasta dengan skala usaha kecil tidak signifikan.

    Beberapa kesimpulan penelitian di atas mengarahkan kita pada kenyataan

    bahwa (i) efisiensi bukan hanya didominasi sektor swasta saja; (ii) sulit untuk

    melakukan perbandingan antara BUMN dan swasta karena keduanya tidak berada pada

    playing field yang setara; (iii) kinerja suatu perusahaan baik BUMN maupun swasta

    sangat tergantung pada karakteristik perekonomian dimana usaha tersebut berada,

    terutama karakteristik kompetisi dan karakteristik regulasi yang berlaku.

    2.3 Konsep Privatisasi2.3.1 Alasan dan Tujuan Privatisasi

    Menurut INTOSAI, berdasarkan hasil survei pada negara-negara anggotanya

    menyangkut alasan privatisasi, maka terdapat 5 (lima) alasan terbesar yaitu: (I)

    mengembangkan ekonomi pasar atau meningkatkan efisiensi bisnis; (ii) mengurangi

    beban aktifitas negara; (iii) mengurangi hutang negara atau menutup defisit anggaran;

    (iv) mendapatkan dana untuk tujuan lain; (v) memperluas pasar modal dalam negeri.

    Khusus negara berkembang terdapat beberapa alasan khusus seperti (i) mendapatkan

    peluang usaha dengan dunia internasional, yang diharapkan mendorong masuknya

    modal asing dan sekaligus alih teknologi; (ii) membuka kesempatan kerja sebagai

    konsekuensi masuknya modal asing dan berkembangnya dunia usaha; (iii)

    mendapatkan pengetahuan majerial dan menggantikan birokrat pengelola BUMN

    dengan tenaga profesional (Sumarlin, 1996).

    Gouri (1991) (1991) mengklasifikasikan alasan privatisasi dalam 4 (empat)

    kelompok yaitu (i) tekanan finansial, seperti defisit anggaran, neraca pembayaran; (ii)

    tekanan ekonomi, berupa ketidakefisienan BUMN; (iii) tekanan non-ekonomis, berupa

    pemerataan pendapatan, meningkatkan motivasi manajer; (iv) tekanan eksternal

    misalnya tekanan dari lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan

    Asia (Siahaan, 2000)

    Menurut Shirley dan Nellis (1972) fenomena privatisasi merupakan akibat dari

    (i) kegagalan birokratik yang mengakibatkan lemahnya kinerja BUMN; (ii) sifat

    permanen dari kegagalan pasar terlalu dibesar-besarkan (Siahaan, 2000).

    Veljanovsky (1990) menekankan bahwa tujuan privatissi tersebut harus

    didasari oleh beberapa prinsip yaitu (i) keputusan bisnis harus didepolitisasi; (ii)

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    22/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 22

    efisiensi dan persaingan harus ditingkatkan; (iii) mendorong pembiayaan investasi

    didasarkan pada prinsip pasar yang mencerminkan biaya modal yang sebenarnya; (iv)

    harga jasa harus mencerminkan biaya yang sebenarnya; (v) Pada situasi persaingan

    tidak dapat ditingkatkan, pengaturan bisnis dilakukan sehingga pelanggan mendapat

    perlindungan dari penyalahgunaan monopoli.

    2.3.2 Metode PrivatisasiBerdasar pengalaman privatisasi di Inggris, maka menurut Pirie (1988) metode

    privatisasi dapat dikelompokkan dalam 17 jenis yang secara garis besar dapat

    diklasifikasikan menjadi penjualan saham, penjualan aset, penyerahan wewenang pada

    swasta, penarikan/pengurangan aktifitas, pemberian hak yang lebih besar bagi publik

    (lihat Tabel 1).

    Selain metode di atas, maka terdapat beberapa metode lain seperti (i) lelang.

    Aset BUMN dijual pada penawar tertinggi pada lelang terbuka; (ii) negotiated sale.

    Harga dan syarat transaksi disetujui bersama dalam negosiasi langsung; (iii) tender.

    Penawaran harga dilakukan melalui amplop tertutup, dan pemenang ditentukan melalui

    harga tertinggi; (iv) joint venture. BUMN bersama swasta membentuk perusahaan

    baru; (v)Build-Own-Operate-and-Transfer(BOO dan BOT). Biaya pembangunan dari

    swasta, kemudian diberi hak pengelolaan untuk jangka waktu panjang, dan setelah

    akhir kontrak aset dikembalikan pada negara; (vi) Leasing. Swasta menyewa hak

    pengelolaan dari pemerintah; (vii) management contract. Pemerintah menyewa swasta

    untuk mengelola BUMN (Sutojo, 1995).

    Bank Dunia berdasar pengalaman di beberapa negara mengklasifikasikan

    metode privatisasi berdasar kriteria struktur pasar, tingkat efisiensi saat ini, dan tujuan

    sosial dan eksternalitas yang perlu diperhitungkan. Selengkapnya pada Tabel 2

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    23/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 23

    Tabel 1. Metode Privatisasi (Pengalaman Inggris)

    No Jenis Penjelasan1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    1516

    17

    Penjualan keseluruhan saham

    Penjualan sebagian saham

    Penjualan sebagian pada swasta

    Penjualan pada Manajemen atau

    Pegawai

    Penyerahan pada Pegawai

    Dikontrakkan pada swasta

    Diluting the public sector

    Penetapan tarif Pelayanan

    Deregulasi melalui asosiasi

    Mendorong institusi sejenis

    Making small scale trials

    Pencabutan monopoli

    Pengendalian kekuasaan negara

    Likuidasi

    Mengundurkan diri dari aktifitasThe right to private substitution

    Penggunaan Voucher

    Penjualan 100 persen saham pada publik

    melalui pasar modal

    Penjualan sebagian saham pada publik

    melalui pasar modal

    Penjualan dilakukan hanya pada pihak

    swasta dan tidak melalui pasar modal.

    Penjualan dilakukan pada pegawai

    dan/atau manajemen

    Penyerahan saham pada pegawai dengan

    nilai yang sangat kecil

    Pembiayaan tetap oleh sektor publik,

    tetapi produksi/pelaksanaan dikontrakkan

    pada swasta

    Penanganan pelaksanaan pemeliharaandan ekspansi pada swasta (pekerjaan

    eksisting tetap oleh sektor publik)

    Produksi dilakukan oleh sektor publik

    sementara pembiayaan oleh sektor swasta

    Pemberian wewenang pada asosiasi

    untuk melakukan pengaturan (misal

    asuransi, penerbangan)Pengembangan institusi alternatif sejenis

    (misal universitas)

    Melakukan eksperimen skala kecil

    sebagai alternatif

    Pelepasan hak monopoli untuk

    meningkatkan persaingan usaha

    Pembatasan kewenangan negara pada

    bidang tertentu

    Penjualan aset perusahaan sekaligus

    melakukan penutupan usaha

    Publik berhak mendapatkan pelayanan

    dari pihak swasta dengan tagihan dibayar

    oleh pemerintah

    Publik diberi voucher yang dapat

    ditukarkan dengan saham BUMNSumber: Diolah kembali dari Pirie (1988).

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    24/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 24

    Tabel 2 Metode Privatisasi

    NoStruktur

    Pasar

    EfisiensiTujuanSosial/

    Eksternalitas

    Metode Privatisasi

    1 Kompetitif Tinggi Rendah Menciptakan persaingan lebih ketat

    dengan membuka entry barriers atau

    dengan penjualan total (divestiture)

    2 Kompetitif Tinggi Tinggi Pilihan non-divestiture: pengalihan

    manajemen, marketisasi

    3 Kompetitif Rendah Rendah Penjualan saham total

    4 Kompetitif Rendah Tinggi Pilihan non-divestiture: pencairan

    modal, sub contract, joint venture,marketisasi

    5 Monopolistik Tinggi Rendah Menciptakan kompetisi dengan

    membuka entry barriers dan

    menghadapkan dengan kompetisi

    internasional

    6 Monopolistik Rendah Rendah Penjualan saham total

    7 Monopolistik Rendah Tinggi Menciptakan kompetisi baik

    contestable maupun melalui tolok

    ukur (yardstick) dengan membagi-

    bagi badan usaha ke unit-unitberbeda.

    8 Monopolistik Tinggi Tinggi Regulasi dengan pilihan non-

    divestiture atau merangsang

    pencairan modalSumber: Goeltom (1995)

    Dalam formulasi tabel di atas, metode privatisasi dapat dikelompokkan dalam

    (i) Transfer kepemilikan berupa (a) penjualan total pada swasta langsung danmelalui pasar modal; (b) penjualan sebagian pada publik, karyawan, atau joint

    venture;

    (ii) Transfer kendali manajemen berupa (a) transfer sebagian, terdiri daripemisahan manajemen dengan kepemilikan, joint venture, perubahan

    manajemen total; (b) sub kontrak manajemen;

    (iii) Kebebasan pasar. Manajemen BUMN dibebaskan dari kendali pemerintahdengan pemberian otonomi lebih besar, kebebasan menentukan harga,

    kebijakan investasi, pembiayaan, dan rekrutmen tenaga kerja.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    25/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 25

    2.3.3 Proses PrivatisasiPrivatisasi paling tidak dapat dilakukan melalui 4 (empat) tahapan yaitu

    pengembangan institusi; seleksi target, poses pengalihan, dan pemantauan hasil.

    Tahapan ini bukan sesuatu yang mengikat tetapi berdasar hasil pengalaman privatisasi

    di Amerika Serikat (Marston, 1987).

    Tabel 3 Tahapan Privatisasi

    No Tahapan Penjelasan

    Tahap IPengembangan Institusi

    1 Penentuan Tujuan Formalisasi sasaran program, penunjukan

    personil, penetapan anggaran, pemilihan

    konsultan.2 Penilaian situasi politik Issue terkait hambatan peraturan, kendala

    ekonomi, pemutusan hubungan kerja, untung-

    rugi politis, dampak terhadap komunitas bisnis,

    3 Penciptaan dukungan Issue terkait pembelajaran masyarakat, mem-

    perkuat dukungan privatisasi, membangun

    strategi menghadapi oposisi

    4 Membangun strategi dan

    petunjuk

    Issue terkait proses privatisasi, penentuan

    kriteria seleksi, penetapan insentif, deregulai

    Tahap IISeleksi target

    5 Tinjauan kebijakan Tinjauan terhadap konsistensi kebijakan dengan

    rencana kerja privatisasi

    6 Survei organisasi Pengkajian bentuk organisasi, sistem kerja,

    kinerja perusahaan, masalah perusahaan, dan

    peluang perbaikan.

    7 Evaluasi bisnis Pengkajian kapasitas bisnis, beban kapitalisasi,

    minat komunitas bisnis, efisiensi, kesempatan

    kerja.

    8 Analisis strategi Pemilihan metode privatisasi mempertimbang-

    kan aspek legal, ekonomi, politik, bisnis.

    III Proses Pengalihan

    9 Perkiraan nilai10 Persyaratan pengalihan

    11 Evaluasi dan memilih calon

    pemenang

    12 Negosiasi dan penetapan

    pemenang

    IV Pemantauan hasil

    13 Penetapan peraturan dan

    mekanisme pemantauan

    14 Kinerja pemantauanSumber: Marston (1987)

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    26/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 26

    Tahapan tersebut di atas hasilnya banyak dipengaruhi oleh interaksi 4 (empat)

    kelompok yaitu (i) politikus; (ii) publik: konsumen jasa dan produk barang publik; (iii)

    pegawai dan manajer pemerintah: kelompok di luar politikus yang sangat terpengaruh

    oleh dampak privatisasi; (iv) komunitas bisnis: kalangan bisnis yang berkepentingan

    (Berg, 1987).

    2.3.4 Penilaian Kinerja Sektor Publik

    Masih terjadinya perdebatan tentang perbedaan antara BUMN dan swasta

    membawa pada konsekuensi beragamnya cara menilai kinerja BUMN. Sebagian

    berpendapat bahwa penilaian kinerja BUMN tidak perlu dibedakan dengan penilaian

    terhadap sektor swasta, sehingga penilaian cukup dengan menggunakan metode RLS

    (Rentabilitas, Likuditas, Solvabilitas). Sementara bagi mereka yang berpendapat

    sebaliknya menggunakan metode yang berbeda.

    Metode RLS (Rentabilitas, Likuditas, Solvabilitas) digunakan di beberapa

    negara termasuk Indonesia. Perbedaannya hanya pada pembobotan dari masing-masing

    rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas. Tingkat rentabilitas menggambarkan tingkat

    keuntungan (Return on investment-ROI)10

    perusahaan. Likuiditas menggambarkan

    kemampuan membayar kewajiban jangka pendek, dan Solvabilitas menggambarkan

    struktur permodalan.

    Menurut Pirie, yang penting dilakukan adalah melakukan perbandingan hasil

    penilaian efisiensi, yang secara implisit tidak memperdebatkan metode yang

    digunakan. Perbandingan efisiensi sektor publik dinilai dengan dua cara. Pertama,

    penggunaan contoh negara lain memungkinkan dilakukan penilaian bahkan pada kasus

    monopoli. Kedua, melakukan perbandingan dengan sektor swasta di negara yang

    bersangkutan untuk kegiatan yang sama (Pirie, 1988).

    Penggunaan metode RLS sebagai alat penilaian kinerja BUMN dikritik oleh

    Sjahrir (1990) dengan mengatakan bahwa (i) jika hanya menggunakan metode RLS

    maka pemahaman terhadap efisiensi dan efektifitas sebuah BUMN menjadi terbatas.

    RLS dengan pasar monopoli cenderung mempunyai RLS tinggi; (ii) menjadi penting

    memahami pasar tempat BUMN beroperasi. Baik pasar input maupun pasar produksi;

    (iii) BUMN yang bergerak dalam bidang layanan utilitas seperti listrik, air minum, gas

    10ROI laba bersih dibagi aset total; Likuiditas aktiva lancar dibagi kewajiban lancar;

    Solvabilitas total kewajiban dibagi total kekayaan. Masing-masing untuk periode tertentu.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    27/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 27

    berbeda dengan BUMN lainnya. Pasar inputnya mungkin sudah ditetapkan tetapi harga

    produknya tidak bisa ditetapkan secara otonom; (iv) penilaian BUMN yang telah go

    publicakan berbeda.

    Sementara kritik Siahaan (2000) terfokus pada 3 (tiga) hal yaitu (i) tidak

    terdapat pemisahan penilaian kinerja perusahaan dan manajemen; (ii) penilaian

    dilakukan hanya satu periode sehingga pengeluaran yang memberi manfaat pada

    periode berikutnya akan selalu dihindari oleh manajer; (iii) tidak mempertimbangkan

    pasar output maupun pasar input yang dihadapi masing-masing BUMN.

    Pengalaman di Inggris menunjukkan masih digunakannya metode RLS tetapi

    menggunakan beragam indikator penilaian dengan beberapa pertimbangan. Misalnya,

    fokus pada laba mungkin tidak menggambarkan adanya monopoli, konsentrasi pada

    biaya mengabaikan peran teknologi, penekanan pada perubahan tingkat output

    mungkin mengindikasikan penetapan harga yang tidak efisien daripada penggunaan

    efektif sumber daya. Akhirnya penilaian kinerja dilakukan dengan beragam cara.

    Pertama, Laba. Terdapat indikator utama menilai laba yaitu laba sebelum bunga dan

    pajak (Profit before interset and tax-PBIT) yaitu laba operasi yang menunjukkan

    keefektifan jangka pendek perusahaan, dan laba setelah bunga dan pajak (Profit after

    interest and tax-PAIT), yang menunjukkan kefektifan jangka panjang, tidak hanya

    dalam produksi dan penawaran, tetapi juga interaksi dengan pasar modal dan rejim

    pajak. Kedua, Turnover adalah hasil penjualan selama setahun, dan Output fisik

    (physical output), yaitu rata-rata produksi dari setiap jenis produk selama setahun.

    Mempunyai turnover dan laba besar tidak langsung berarti kinerja yang bagus.

    Perusahaan besar cenderung mempunyai laba lebih besar. Lebih penting seberapa hasil

    dari setiap unit yang dijual. Maka laba dibagi turnover untuk menunjukkan marjin

    pendapatan untuk setiap poundsterling yang diterima yaitu Return on Sales (RoS).

    Laba yang diterima sebaiknya juga dilihat dalam konteks investasi yang dibutuhkan

    untuk memproduksi. Kita membagi laba dengan modal (aset tetap tambah stok) untuk

    menunjukkan return on capital employed(RoCE).

    Namun jika perusahaan menikmati monopoli maka indikator yang digunakan

    akan berbeda, yaitu produktifitas tenaga kerja (output dibagi input tenaga kerja).

    Namun ini juga dianggap indikator yang kurang tepat, karena tidak menggambarkan

    produktifitas sumber daya lain yang digunakan. Bertambahnya produktifitas tenaga

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    28/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 28

    kerja mungkin hanya menunjukkan pergeseran kearah produksi modal intensif,

    daripada produksi yang lebih efisien. Indikator lebih efektif adalah total factor

    productivity. Ini adalah ukuran perubahan jumlah input fisik yang digunakan untuk

    memproduksi satu unit output. Sederhananya, jumlah unit output yang diproduksi

    dengan menggunakan sejumlah tertentu input (Bishop, 1993)

    Para ahli ekonomi yang berpendapat penilaian BUMN berbeda dengan sektor

    swasta mengembangkan beragam metode penilaian. Terdapat 3 (tiga) cara pendekatan

    yang mendasari penilaian kinerja BUMN yaitu pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan

    pendekatan komprehensif. Pendekatan kuantitatif mengandalkan metode kuantitatif

    seperti percobaan acak, analisis multivariat. Pendekatan kualitatif hanya menggunakan

    metode kualitatif seperti wawancara mendalam, diskusi dengan panel ahli. Pendekatan

    komprehensif memadukan kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif (Siahaan, 2000).

    2.3.5 Masalah dan Hambatan PrivatisasiSecara garis besar terdapat beberapa hambatan privatisasi yang dikenali oleh

    Simandjuntak (1996) yaitu (i) pemikiran bahwa privatisasi akan menjurus pada

    timbulnya ketidakadilan; (ii) kurangnya transparansi dan akuntabilitas; (iii) beban

    tugas non-ekonomi; (iv) keterbatasan daya serap pasar modal; (v) kekhwatiran

    konsentrasi bisnis hanya pada pemodal kuat saja.

    Berg (1987) mengemukakan masalah yang dihadapi khususnya di negara

    berkembang yaitu (i) Tujuan utama privatisasi di negara berkembang berbeda dengan

    negara maju yaitu mengurangi jumlah BUMN yang merugi. Kondisi ini menyulitkan

    untuk menjual pada swasta; (ii) Tidak terdapat perusahaan swasta nasional yang

    mempunyai modal yang memadai untuk membeli BUMN, sementara perusahaan asing

    dengan modal yang cukup masih mendapat hambatan membeli BUMN; (iii) kondisi

    peraturan yang kurang mendukung. Misal proteksi industri, akses kredit; (iv) parlemen

    kurang memberi dukungan karena dianggap sebagai menjual aset nasional. Termasuk

    juga banyaknya penolakan dari militer yang banyak bergantung pada BUMN.

    Penilaian harga saham/aset BUMN merupakan salah satu masalah krusial

    dalam proses privatisasi. Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa masalah ini

    muncul terutama karena dua kondisi yaitu (i) ketika nilai yang ditaksir oleh konsultan

    lebih rendah dari nilai buku dari aset; dan (ii) ketika penjualan dilakukan pada harga

    yang lebih rendah dari nilai taksiran.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    29/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 29

    2.3.6 Kritik terhadap PrivatisasiKhusus di negara berkembang, Shirley dan Neils (1992) mengemukakan

    beberapa kelemahan privatisasi yaitu (i) kurang mampunya pemerintah melakukan

    proses privatisasi secara transparan; (ii) terjadinya peralihan monopoli ke tangan

    swasta yang tidak mempunyai kepedulian pada kesejahteraan masyarakat (Siahaan,

    2000).

    Sementara Kagami (1999) mengemukakan kelemahan privatisasi adalah (i)

    timbulnya pengangguran dan berkurangnya peran serikat pekerja. Jika tidak tersedia

    dana cukup untuk realokasi tenaga kerja yang diberhentikan maka tingkat

    pengangguran akan meningkat. Kasus Amerika Latin membuktikan hal ini; (ii)

    mengurangi pelayanan daerah terpencil. Pelayanan daerah terpencil dianggap tidak

    menguntungkan; (iii) menurunnya stabilitas produksi atau kehandalannya. Kompetisi

    harga berpengaruh negatif terhadap kestabilan produksi. Kejadian pemadaman listrik

    di Inggris setelah liberalisasi membuktikan hal ini; (iv) dominasi modal asing (disebut

    juga efek Wimbledon). Salah satu contoh kasus adalah liberalisasi sektor keuangan di

    London. Jika terjadi di negara berkembang dengan kondisi pasar yang belum memadai

    maka akan menyebabkan kemungkinan terjadinya friksi; (v) masalah beban utang

    macet. Secara umum BUMN terbebani utang yang besar. Setelah privatisasi,

    keuntungan meningkat tetapi beban utang tetap tidak mudah diselesaikan. Contohnya,

    beban utang Japan National railways belum terselesaikan dan membebani keuangan

    negara; (vi) persaingan keras (survival of the fittest) menciptakan kondisi semakin

    dominannya perusahaan besar dan tercipta oligopoli. Contohnya, perusahaan

    penerbangan Amerika Serikat menjadi oligopolis dengan memberi rabat besar.

    Mekanisme pasar tidak menjamin distribusi pendapatan yang adil;.

    2.4 Dampak Privatisasi2.4.1 Manfaat dan Penggunaan Hasil Privatisasi

    Beragam manfaat privatisasi antara lain (i) kultur sektor swasta akan mulai

    mempengaruhi perusahaan sehingga diharapkan efisiensi dapat ditingkatkan.

    Selanjutnya keuntungan meningkat sehingga harga saham akan meningkat (jika

    pemerintah masih memegang sebagian saham, maka pemerintah juga akan menikmati

    keuntungan dari kenaikan nilai saham). (ii) penjualan saham melalui pasar modal

    mengakibatkan berlakunya ketentuan pasar modal terutama menyangkut transparansi

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    30/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 30

    perusahaan11

    ; (iii) keterlibatan pegawai yang lebih jauh dalam pengendalian

    perusahaan yang dimungkinkan oleh pemilikan saham oleh pegawai (Gayle, 1990)

    Shirley dan Neils (1992) menekankan manfaat privatisasi pada membaiknya

    transparansi, lebih berperannya mekanisme kontrol pasar, dan berkurangnya tekanan

    dan campur tangan yang bersifat politis (Siahaan, 2000).

    Todaro (1989) mengemukakan bahwa selain memacu efisiensi, output dan

    menurunkan biaya, privatisasi bisa meredam pertumbuhan pembelanjaan pemerintah,

    meningkatkan pemasukan tunai untuk melunasi hutang, serta mempromosikan inisiatif

    individual untuk melakukan usaha. Yang terakhir, memperluas kepemilikan dan

    partisipasi masyarakat dalam perekonomian nasional.

    Berdasar hasil studi mengenai perusahaan yang diprivatisasi menunjukkan

    bahwa manfaat yang dihasilkan dari program privatisasi disebabkan oleh beberapa

    faktor yaitu (i) keadaan kompetisi yang semakin membaik; (ii) regulasi yang tepat dan

    memadai bagi sebagian perusahaan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak;

    (iii) perubahan kepemilikan badan usaha (Goeltom, 1995).

    Dari segi penggunaan hasil privatisasi, Davis (2000) mengklasifikasikan dalam

    4 (empat) kondisi yaitu (i) Pengeluaran yang lebih besar. Penerimaan privatisasi

    temporer dan tidak pasti, sehingga tidak disarankan untuk dijadikan sumber

    pengeluaran rutin. Penggunaan terbatas untuk melindungi dampak jangka pendek

    privatisasi lebih tepat. Penggunaannya untuk pengeluaran modal tambahan tidak akan

    mengurangi aset pemerintah, meskipun akan menimbulkan pertanyaan mengenai

    kualitas proyek tersebut; (ii) Pengurangan hutang netto. Ini dicapai melalui

    pembayaran hutang; (iii) Pematokan penerimaan privatisasi untuk pengeluran tertentu.

    Kondisi ini dapat mengganggu manajemen fiskal dan menghambat realokasi

    pengeluaran untuk mengantisipasi situasi dan prioritas; (iv) mengurangi kendala fiskal.

    Hasil privatisasi dapat mempunyai peran terbatas dalam program reformasi dan

    penyesuaian yang agresif..

    11

    Di Inggris, jika pemilikan saham pemerintah dibawah 51 persen, maka ketentuan sektor publik tidakberlaku lagi bagi perusahan tersebut (Pirie, 1988).

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    31/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 31

    2.4.2 Metode Penghitungan Dampak Privatisasi

    Andic (1990) mengembangkan metode evaluasi dampak privatisasi ketika

    melakukan penelitian terhadap CONADI Enterprises di Honduras. Menurutnya tidak

    terdapat metodologi baku untuk keperluan ini. Sehingga dilakukan sedikit modifikasi

    terhadap metodologi tradisional penghitungan tingkat pengembalian (internal rates of

    return), nilai sekarang (net present values) dan rasio untung-rugi (cost-benefit ratios),

    yang kemudian diaplikasikan kedalam metode evaluasi privatisasi12

    .

    2.4.3 Dampak Fiskal

    Situasi fiskal cenderung diuntungkan oleh privatisasi. Secara khusus, baik pada

    tingkat data perusahaan maupun data agregatmendukung dampak positip terhadap

    penerimaan, dan berkurangnya defisit. (Davis, 2000)

    2.4.4 Dampak Ekonomi Makro

    Beberapa hasil studi menunjukkan dampak positip privatisasi terhadap

    pertumbuhan dan tenaga kerja. Pertumbuhan dihasilkan dari meningkatnya efisiensi di

    tingkat perusahaan. Berkaitan dengan adanya kekhawatiran tentang bertambahnya

    pengngguran, bukti empiris memperlihatkan bahwa secara agregat pengangguran

    cenderung berkurang. Namun, sekelompok tertentu pekerja dapat mengalami hal yangsebaliknya (Davis, 2000)

    13

    2.4.5 Dampak PemerataanPrivatisasi menjadikan perusahaan menerapkan kebijakan yang mengurangi

    ketidakmerataan akses pada barang dan jasa dengan melakukan pembatasan KKN.

    Dalam jangka panjang pemilikan aset yang lebih luas dan kesempatan yang lebih besar

    untuk berusaha mendorong kondisi institusi yang memihak pada pengembangan

    ekonomi kompetitif dan sistem politik demokratis.Harus dikenali juga bahwa walaupun privatisasi menghasilkan peningkatan

    keadilan dalam bentuk pengurangan kesenjangan pendapatan dan akses, beberapa

    privatisasi akan mengorbankan kaum miskin. Misalnya jika perusahaan kereta api di

    India mengurangi subsidinya maka kaum miskin yang paling merasakan akibatnya

    secara langsung.

    12

    Metode ini akan dijelaskan secara detail dalam bab 4.13Studi dilakukan pada 8 negara berkembang dan 10 negara transisi.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    32/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 32

    2.5 Kunci Kesuksesan Privatisasi

    Kehadiran Undang-Undang Privatisasi penting untuk menjamin privatisasi

    berada pada jalur yang benar. Keberadaan UU tersebut paling tidak bisa menghadirkan

    tiga prasyarat keberhasilan program privatisasi. Pertama, persyaratan kredibilitas dan

    akuntabilitas. Jika ini tidak terjadi, maka privatisasi hanya menghasilkan pengalihan

    inefisiensi dari sektor publik ke sektor swasta. Struktur pasar tak berubah sehingga tak

    ada perbaikan dalam iklim persaingan. Kedua, persyaratan kecepatan. Proses yang

    lama akan mengundang free rider dan pemburu rente. Ketiga, persyaratan organisasi.

    Pembentukan komisi privatisasi yang mengawasi jalannya privatisasi, menetapkan

    keputusan strategis seperti harga minimum saham jika ditempuh langkah Initial Public

    Offering (IPO) (Basri, 2002).

    Sementara Pirie (1988) menekankan bahwa kesuksesan privatisasi tidak hanya

    terkait dengan aspek ekonomi tetapi yang juga sama pentingnya adalah aspek politik.

    Di Inggris, faktor yang menunjang kesuksesan privatisasi tergantung pada

    metode yang dipergunakan. Pada metode penjualan seluruh saham publik maka faktor

    yang berpengaruh adalah (i) dukungan dari manajemen dan pegawai, (ii) tingkat

    penyebaran kepemilikan saham.

    Sementara Sumarlin (1996) menekankan prinsip persamaan, transparansi dan

    obyektif yang dituangkan dalam 4 (empat) prinsip dasar bagi keberhasilan privatisasi

    yaitu (i) Pihak swasta yang membeli saham BUMN tidak diberi hak monopoli maupun

    hak privilege lainnya seperti proteksi, kredit bunga rendah. Mereka diperlakukan sama

    dengan pihak swasta lainnya; (ii) Privatisasi tidak berarti menomorduakan

    kepentingan masyarakat luas; (iii) kesempatan yang sama bagi masyarakat

    berpartisipasi; (iv) penetapan harga harus yang paling menguntungkan dengan

    memperhatikan harga pasar dan dilakukan dengan transparan.

    Veljanovsky (1990) menekankan beragam hal sebagai persyaratan keberhasilan

    kebijakan privatisasi, diantaranya adalah (i) pemerintah harus mempunyai komitmen

    kuat; (ii) Privatisasi harus dibuat menjadi isu non-politis dengan menekankan efisiensi

    dan aspek kebebasan. Berarti juga proses privatisasi harus didepolitisasi; (iii)

    Privatisasi dilaksanakan bertahap dimulai dari perusahaan yang beroperasi di pasar

    kompetitif; (iv) Diperlukan dukungan dari kelompok berpengaruh/terkait. Hal ini

    memerlukan insentif finansial yang diberikan pada pekerja, pelanggan, dan manajer

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    33/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 33

    maupun masyarakat; (v) Perusahaan Industri harus direstrukturisasi sebelum privatisasi

    dan kompetisi harus dimaksimalkan khususnya pada industri jasa; (vi) Harus ada

    komitmen kuat untuk melaksanakan peraturan untuk memastikan pihak ketiga

    mempunyai akses yang sama; (vii) Harga mencerminkan biaya, dan jasa tidak di

    subsidi silang; (viii) Perusahaan yang merugi harus diprivatisasi, bahkan jika harus

    dijual pada harga nominal; (ix) Peraturan harus efektif dan minimal serta harus ditinjau

    setiap periode tertentu; (x) Perhatian khusus diberikan pada regulasi, dan memastikan

    bahwa intervensi hanya dilakukan jika menyangkut praktek anti-kompetisi; (xi)

    Pembatasan pemilikan saham sebaiknya dihindari.

    Andic (1990) menekankan pada aspek pengaturan, dan alasan yang rasional

    bagi keberhasilan privatisasi. Menurutnya terdapat 4 (empat) aturan yang harus

    dilakukan agar privatisasi mencapai tujuannya yaitu (i) Tunjukkan alasan teoritis dan

    bukti empiris yang menggambarkan keunggulan sektor swasta, dilengkapi analisis

    untung-rugi; (ii) pertahankan agar debat antara pembiayaan swasta dan publik terpisah

    dengan produksi swasta dan publik; (iii) jauhkan semua keputusan tentang produksi

    swasta versus publik dari tangan birokrat maupun pihak swasta yang pendapatannya

    banyak berasal dari pemerintah; (iv) pastikan bahwa deregulasi mengikuti privatisasi.

    Menurut Hanke (1987), kesuksesan program privatisasi banyak tergantung

    pada strategi yang mengandung hal-hal berikut (i) lingkungan yang kondusif bagi

    pelaksanaan privatisasi. Misal pengaturan perpajakan, aturan kepemilikan, dan

    pembenahan paar modal; (ii) program penyebarluasan informasi; (iii) pelatihan tenaga

    terampil yang akan mengelola proses privatisasi; (iv) pilih target yang meminimalkan

    kesulitan dan menjamin kesuksesan; (v) pilih teknik dan stratgei yang akan

    memaksimalkan dukungan politis dari konstituante; (vi) persiapkan BUMN,

    pembenahan melalui investasi jika diperlukan.

    Dalam salah satu hasil penelitian dalam Disertasi berjudul Restrukturisasi

    BUMN: Privatisasi atau Korporatisasi oleh Marwah M. Diah (1999) dikatakan bahwa

    privatisasi baru akan bermanfaat secara maksimal jika (i) pemerintah telah mampu

    menciptakan lingkungan kompetisi yang sehat; (ii) memiliki pedoman dan prosedur

    pengurangan biaya privatisasi; (iii) mendorong dinamisasi usaha kecil dan menengah;

    (iv) efektif memberantas korupsi dan ketidakadilan.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    34/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 34

    Sutojo (1995) menyimpulkan bahwa terdapat 5 (lima) faktor yang menetukan

    yaitu (i) perekonomian negara yang kuat dan sehat; (ii) sektor swasta yang dapat

    diandalkan; (iii) metode privatisasi yang tepat; (iv) hukum dan perundang-undangan

    serta kelembagaan yang menunjang; (v) pasar modal dan pasar uang yang efisien.

    Salah satu sumber ketidakefisienan BUMN adalah soft budget constraint

    yaitu kemudahan mendapatkan suntikan dana dari pemerintah sebagai pemegang

    saham. Berkaitan dengan itu, penelitian Boycko (1993) menunjukkan privatisasi akan

    efektif bila hak kendali dan hak alur dana dialihkan ke swasta (Goeltom, 1995).

    Kesuksesan privatisasi juga dikaitkan dengan penggunaan hasil privatisasi

    tersebut dengan tepat. Davis (2000) menjelaskan bahwa (i) penggunaan hasil

    privatisasi secara off budget(non budgeter) dapat mengarah pada penggunaan yang

    tidak terpantau. Dana non budgeter seharusnya diatur, dan diumumkan pada publik,

    diaudit, dan dibawah pengawasan parlemen; (ii) transaksi privatisasi sebaiknya

    transparan dan dilaporkan berdasar penerimaan kotor. Biaya restrukturisasi,

    rekapitalisasi atau penghapusan pinjaman BUMN seharusnya dicatat sebagai bagian

    pengeluaran dari penerimaan privatisasi.

    Berdasar pengalaman Bank Dunia (1992), terdapat beberapa pelajaran penting

    bagi kesuksesan privatisasi yaitu (i) privatisasi berhasil jika merupakan bagian dari

    program reformasi yang lebih besar; (ii) regulasi bagian penting dari proses privatisasi

    BUMN monopoli; (iii) pemerintah dapat menghasilkan keuntungan dari privatisasi

    manajemen (korporatisasi) tanpa memprivatisasi kepemilikan aset; (iv) penjualan

    perusahaan besar memerlukan persiapan yang matang; (v) keterbukaan adalah penting

    bagi kesuksesan ekonomi dan politis; (vi) pengembangan bisnis swasta baru lebih baik

    dari perubahan perusahaan campuran swasta-publik di setiap sistem ekonomi.

    2.6 Pengalaman dan Perbandingan dengan Negara Lain

    2.6.1 Peran BUMN

    Peran BUMN terutama dapat dilihat dari sumbangan BUMN terhadap Produk

    Domestik Bruto (PDB). Kontribusi BUMN terhadap PDB beragam mulai dari 2-3

    persen di Nepal dan Pilipina sampai 50 persen di Arab Saudi. Berdasar

    pengelompokan negara, maka peran BUMN terhadap PDB relatif lebih besar pada

    negara berpendapatan rendah dibanding negara maju dan negara berpendapatan

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    35/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 35

    menengah. Negara-negara di Afrika relatif lebih besar peran BUMN terhadap PDB

    dibanding negara Asia dan Amerika Latin. Selengkapnya Tabel 4.

    Negara berpendapatan rendah relatif lebih besar kontribusinya terhadap jumlah

    tenaga kerja nasional dibanding negara berpendapatan menengah. Sementara negara

    Afrika terlihat perannya jauh lebih besar dibanding negara Amerika Latin dan Asia.

    Selengkapnya Tabel 4.

    Tabel 4 Peran BUMN terhadap PDB dan Tenaga Kerja

    berdasar Kelompok Negara tahun 1978-1991

    No Kelompok Negara

    Proporsi rata-rata

    Periode 1978-1991(%)

    A. Proporsi terhadap PDB

    ! Negara Berkembang

    Negara Maju

    10.7

    4.9

    2 Negara Berpendapatan rendah

    Negara Berpendapatan Menengah

    12.9

    9.7

    3 Negara Amerika Latin

    Negara Afrika

    Negara Asia

    9.1

    18.4

    10.5

    B. Proporsi terhadap Jumlah Tenaga Kerja

    1 Negara Berkembang

    Negara Maju

    4.8

    tad

    2 Negara Berpendapatan rendah

    Negara Berpendapatan Menengah

    8.7

    2.9

    3 Negara Amerika Latin

    Negara Afrika

    Negara Asia

    4.1

    16.4

    4.8Sumber: World Bank (1995).

    2.6.2 Perkembangan Privatisasi DuniaBerdasar data Bank Dunia, privatisasi berkembang dramatis. Pada tahun 1988

    baru 12 negara melakukan privatisasi, tetapi tahun 1995 berkembang menjadi 45

    negara.

    Periode 1988-1995, sekitar 46 persen dari nilai keseluruhan privatisasi dunia

    terjadi di wilayah Amerika Latin, menyusul Asia Timur (25 persen), kawasan Eropa

    dan Asia Tengah (17 persen), serta wilayah lainnya (12 persen).

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    36/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 36

    Privatisasi yang dominan di sektor primer dan infrastruktur. Metode privatisasi

    dominan adalah penawaran umum (40 persen). Metode lainnya yang diminati adalah

    strategic sale (Pranoto, 2000)

    2.6.3 InggrisPada akhir tahun 1970 BUMN di Inggris menyumbang sekitar 10 persen dari

    PDB dan mempekerjakan sekitar 10 persen dari total pekerja. BUMN mendominasi

    trasnportasi (bus, KA, penerbangan), komunikasi (pos dan telekomunikasi), dan sektor

    energi. Pada akhir 1980, gambaran di atas telah berubah banyak. Sektor komunikasi,

    transportasi, dan energi sebagian besar telah dikelola swasta (Bishop, 1993).

    Tujuan privatisasi di Inggris adalah (i) peningkatan efisiensi; (ii) mengurangi

    the public sector borrowing requirement (PSBR) yaitu kebutuhan pendanaan yang

    tidak dapat ditutup dari tabungan BUMN; (iii) mengurangi keterlibatan pemerintah

    dalam pengambilan keputusan BUMN; (iv) memperluas struktur pemilikan saham; (v)

    mendorong pemilikan saham oleh karyawan; (vi) meningkatkan kemampuan

    pendanaan BUMN; (vii) mendapat keuntungan politis (Vickers, 1997)

    Privatisasi berdampak tekanan pada anggaran negara berkurang drastis. Hal

    lainnya bahwa populasi pemilikan saham perorangan meningkat tajam. Sebelum

    privatisasi, jumlah penduduk yang mempunyai saham hanya 3 juta orang, meningkat

    menjadi 9 juta orang dalam waktu 8 tahun setelah privatisasi. Berarti privatisasi

    berhasil mempercepat proses pemerataan pendapatan (Swa, Juli 1990).

    Dari 13 perusahaan skala besar yang diprivatisasi selama periode 1981-1987,

    maka terlihat bahwa 10 perusahaan (75 persen) menunjukkan kinerja yang membaik

    secara signifikan. Dari 3 perusahaan lainnya, British Airways dan Rolls-Royce tidak

    tersedia data, sementara Britoil cenderung menurun kinerjanya. Selengkapnya Tabel 5

    Tingkat penjualan (turnover) dan output BUMN yang diprivatisasi di Inggris,

    sebagian besar menunjukkan peningkatan yang signifikan. Walaupun demikian

    terdapat 3 (tiga) BUMN yang menunjukkan penurunan tingkat penjualan setelah

    privatisasi, dan 3 (tiga) BUMN menunjukkan penurunan pertumbuhan output.

    Selengkapnya tabel 6.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    37/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 37

    Tabel 5

    Kinerja BUMN Inggris (Sebelum dan Setelah Privatisasi)

    Laba Sebelum Pajak Setelah Privatisasi

    Perusahaan 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987

    British Aerospace (1981) 70.6 84.7 82.3 120 151 182 Tad

    Cable and Wireless (1982) 64.1 89.2 157 190 245 287 331

    Amersham International (1982) 4.1 8.5 11.2 13.7 17 17.5 22

    National Freight Consortium (1982) 4.3 10.1 5.3 14.5 23 35 48

    Britoil (1982) 437 259.1 587 686 758 155 Tad

    Associated British Port (1983) (10) 5.5 14.5 (6.4) 20.8 17 Tad

    Enterprise Oil (1984) - - 83.2 - 1389 111 Tad

    Jaguar (1984) (32) 9.6 50 91.5 121 121 Tad

    British Telecom (1984) 570 936 1031 990 1480 1810 2067

    British Gas (1986) - 430 803 909 712 782 1062British Airways (1987) (141) (108) 74 185 191 195 Tad

    Rolls-Royce (1987) - (93) (115) 26 81 120 Tad

    BAA (1987) - 40 29 46 64 76 84Tad tidak ada data; dalam Juta Poundsterling Laba Sebelum Pajak Sebelum Privatisasi

    Sumber: Veljanovsky, 1990

    Tabel 6. Tingkat Penjualan dan Output BUMN di Inggris

    (Sebelum dan Setelah Privatisasi)

    Tingkat Penjualan(harga Berlaku 1987)

    Pertumbuhan Output (%)

    1979 Privatisasi 1990 1979-priv Priv-1990

    BUMN yang diprivatisasi

    Amersham 71 79 170 11 115

    ABP 243 185 174 -24 -6

    BAA 301 439 610 46 39

    BA 3046 3278 3948 8 20

    B. Gas 5519 7610 6514 38 -14

    B. Steel 6106 3993 4172 -35 4

    B T 6024 7853 10049 30 28

    C and W 499 519 1890 4 264

    Ent Oil tad 288 275 tad -5

    NFC 774 614 1328 -21 116

    R-Royce 1575 1802 2417 14 34

    BUMN yang tidak diprivatisasi

    B. Coal 5551 3373 -39

    B. Rail 4280 2594 -39

    P Office 2721 3639 34

    Sumber: Bishop (1995)

    Catatan: tad tidak ada data; angka miring dan tebal menunjukkan penurunan

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    38/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 38

    Berdasar tingkat pengembalian, digunakan dua metode yaitu Return on Capital

    Employed (RoCE) dan Return on Sales (RoS). Menggunakan metode RoCE, terlihat

    bahwa 4 (empat) BUMN menunjukkan penurunan RoCE, walaupun demikian

    dibandingkan BUMN yang tidak mengalami privatisasi maka BUMN yang telah

    diprivatisasi secara rata-rata menunjukkan proporsi RoCE yang lebih besar.

    Menggunakan metode RoS, BUMN yang telah diprivatisasi menunjukkan proporsi

    RoS yang jauh lebih besar dibanding BUMN yang tidak diprivatisasi, namun demikian

    terdapat 4 (empat) BUMN yang menunjukkan proporsi RoS yang menurun setelah

    diprivatisasi. Selengkapnya lihat Tabel 7.

    Tabel 7.

    Tingkat Pengembalian BUMN di Inggris (Sebelum dan Setelah Privatisasi)

    Return on Capital Employed (%) Return on Sales (%)

    1979 Privatisasi 1990 1979 priv 1990

    BUMN yang diprivatisasi

    Amersham 16.1 22.5 22.3 22.3 13.6 12.6

    ABP 2.1 8.9 18.8 18.8 11.0 25.4

    BAA 13.7 6.9 9.8 9.8 20.7 34.3

    BA 20.3 25.3 16.6 16.6 7.4 8.9

    B. Gas Tad 16.9 17.3 17.3 16.4 13.8

    B. Steel 10.7 13 20.0 20.0 11.5 15.3B T 24.1 16.7 21.0 21.0 22.3 26.3

    C and W Tad 16.6 17.9 17.9 14.7 22.8

    Ent Oil 1.1 80.6 9.1 9.1 48.6 24.3

    NFC Tad 15.7 21.2 21.2 4.6 6.7

    R-Royce 27 16.8 16.8 7.8 7.5

    BUMN yang tidak diprivatisasi

    B. Coal Tad 6.6 6.6 3.2

    B. Rail 7.6 5.9 5.9 4.4

    P Office 7.6 4.0 2.6Sumber: Bishop (1995)

    Catatan: tad tidak ada data; angka miring dan tebal menunjukkan penurunan

    Kajian Bishop (1993) terhadap kinerja 9 (sembilan) BUMN di Inggris berdasar

    produktifitas tenaga kerja menunjukkan bahwa 6 (enam) dari 9 (sembilan) BUMN

    menunjukkan peningkatan produktifitas tenaga kerja. Sementara selebihnya

    menunjukkan penurunan kinerja. Secara keseluruhan kualitas pelayanan tidak

    menunjukkan penurunan.

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    39/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 39

    Tabel 8 Pertumbuhan Produktifitas Tenaga Kerja di Inggris

    Perusahaan

    Pertumbuhan/tahun (%)

    1979-1980 1980-1990

    British Airways 7.4 6.0

    BAA 0.6 2.7

    British Coal -2.4 8.1

    British Gas 4.9 4.9

    British rail -2.0 3.2

    British Steel -1.7 13.7

    British Telecom 4.3 7.1

    Electricity Supply 3.7 2.5

    Post Office -0.1 3.4Sumber: Bishop (1993)

    2.6.4 PerancisPrivatisasi perusahaan air minum di Perancis menggunakan metode kontrak

    manajemen (swa kelola). Pihak swasta melakukan penawaran dan negosiasi secara

    individual dengan 36 ribu walikota. Pemerintah Perancis tidak perlu mengeluarkan

    dana untuk membangun jaringan pipa, dan tetap memperoleh pemasukan. Pemerintah

    bertindak sebagai badan regulasi. Pemerintah menjadi lebih obyektif. Sementara

    pelayanan menjadi lebih baik karena pengelola swasta terikat kontrak (Swa, Juli 1990)

    2.6.5 ItaliaSalah satu metode privatisasi yang dilakukan di Italia dan sangat berhasil

    adalah sistem kontrak manajer. Seorang manajer swasta diangkat menjadi pengelola

    konglomerat BUMN. Keberhasilan metode ini karena kewenangan yang diberikan

    untuk menjalankan bisnis seperti perusahaan swasta (Swa, Juli 1990)

    2.6.6 Korea SelatanSalah satu metode privatisasi yang cukup berhasil di Korea Selatan adalah

    dalam bentuk penjualan saham khusus untuk masyarakat golongan ekonomi lemah.

    Melalui National Stock Plan (lembaga yang didirikan untuk pemerataan saham

    BUMN) pada tahun 1988, 34,1 persen saham Pohang Iron Steel Co (POSCO) dijual

    pada masyarakat miskin. Jumlah pemilikan saham melesat dari 7,5 persen menjadi

    20,3 persen dari populasi. Hal ini mengakibatkan tidak timbulnya keresahan atau

    penolakan di kalangan bawah.

    Kondisi di atas ditunjang oleh adanya sistem pemisahan pasar modal. Pasar I

    terbuka untuk asing dan orang kaya sementara Pasar II hanya untuk lokal dan

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    40/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 40

    penduduk miskin. Privatisasi hanya dilakukan pada pasar II. Inipun masih dilakukan

    pembatasan, misalnya dalam satu bulan seorang maksimal cuma boleh membeli 10

    saham.Selain itu, saham yang boleh dibeli oleh satu perusahaan atau keluarga paling

    maksimal 8 persen dari total saham. Saham yang dianggap penting oleh pemerintah

    tetap dipertahankan sebesar 8 persen, tetapi saham Korea Airlines, Korea Elecricity

    dan POSCO sudah dimiliki masyarakat 100 persen (Swa, Juli 1990)

    2.6.7 ChiliPembahasan privatisasi di Chili menjadi menarik karena penguasa negara

    tersebut adalah rezim militer yang identik dengan penolakan terhadap privatisasi.

    Ditambah lagi bahwa privatisasi Chili ternyata sukses yang ditandai dengan

    penyebaran kepemilikan saham meningkat, perusahaan swasta menjadi lebih efisien,

    membuka kesempatan investasi, berkurangnya ketergantungan pada sektor publik.

    Privatisasi di Chili dilakukan dalam 2 (dua) gelombang, yaitu gelombang I

    (1974-1979) dan gelombang II (1984-1989). Selama periode tersebut telah berhasil

    diprivatisasi sebanyak 550 BUMN, dan sumbangan BUMN terhadap PDB turun dari

    39 persen menjadi 16 persen. Pada gelombang I, privatisasi dijual terbatas dalam

    bentuk paket untuk mendapatkan harga yang tinggi. Kurangnya modal swasta, maka

    pemerintah memberi kredit. Ternyata di kemudian hari pemilik yang baru mengalami

    kebankrutan sehingga BUMN yang telah diprivatisasi kemudian dibeli kembali oleh

    pemerintah. Kemudian pada gelombang II dilakukan penjualan kembali BUMN secara

    lelang, dan sebagian besar dibeli secara patungan oleh perusahaan lokal dan asing.

    Selebihnya dijual secara popular capitalism, berupa penawaran saham pada

    masyarakat dengan memberikan kredit tanpa bunga. Sementara BUMN yang baru

    pertama kali diprivatisasi, diitawarkan dengan cara labor capitalism berupa

    penawaran pada karyawan, institutional capitalism berupa penawaran pada institusi

    seperti yayasan dana pensiun (Siahaan, 2000).

    Hachette dan Luders (1993) menganalisis proses privatisasi di Chili dan

    menyimpulkan: (i) keberhasilan privatisasi Chili menunjukkan bahwa privatisasi di

    negara berkembang dapat berjalan dengan baik. Meskipun pasar tidak sempurna di

    negara berkembang tetapi tetap dapat berfungsi baik untuk menghasilkan harga

    penjualan saham yang memadai dan mendorong perusahaan privatisasi bekerja efisien.

    Sumber daya finansial selalu ada walaupun di negara berkembang. BUMN dapat dijual

  • 7/31/2019 Dampak Privatisasi di Indonesia: Studi Kasus: Dampak Privatisasi PT. Telekomunikasi Indonesia

    41/80

    Dampak Privatisasi di Indonesia 41

    pada masyarakat atau pihak asing; (ii) Beragam BUMN dan aktifitasnya dapat

    diprivatisasi. Pada kasus utilitas publik (monopoli alamiah) dan pelayanan sosial, maka

    regulasi dan pengendalian yang