23
Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393 Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 77 DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAN MAKRO EKONOMI PERTANIAN Azhar Bafadal [email protected] M. Arief Dirgantoro Surni Universitas Halu Oleo, Kendari ABSTRACT The purpose of the study was to evaluate the impact of regional fiscal on economic performance and macroeconomic agriculture performance in Southeast Sulawesi (Sultra). The model used was the econometric model, i.e. by constructing and estimating a system of simultaneous equations consisting of 42 equations. Next, the simulation was done in order to bring out the feasible policy scenarios. The data used were time series from 1990 to 2011.The analysis showed that in order to increase the local fiscal revenue from taxes and retributions then the development orientation was geared towards output increasing, and in sequence the increased revenue would be able to boost the disbursement of the General Allocation Fund (DAU) of the central government. If this can be achieved then it will also be able to increase the fiscal revenue from non-tax revenue. An output-oriented policy on the one hand and efforts to control population growth on the other hand is a necessary step to be taken in order to increase the per capita income. The increase in per capita income will affect the decline in unemployment and poverty. The increase in per capita income will make greater influence in reducing the rate of poverty than the unemployment. Keywords: fiscal policy, local revenue, unemployment, poverty ABSTRAK Tujuan penelitian adalah melakukan evaluasi dampak kebijakan fiskal daerah terhadap kinerja perekonomian dan kinerja makro ekonomi pertanian. Model yang digunakan adalah model ekonometrika, yaitu dengan membangun dan mengestimasi sistem persamaan simultan yang terdiri atas 42 persamaan. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk memunculkan skenario kebijakan. Data yang digunakan adalah time series tahun 1990-2011. Hasil analisis menunjukkan bahwa agar dapat meningkatkan penerimaan fiskal daerah dari pajak dan retribusi maka orientasi pembangunan diarahkan pada upaya peningkatan output, dan secara berantai maka peningkatan penerimaan tersebut dapat mendongkrak kucuran Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat. Jika upaya ini dapat dicapai maka juga akan mampu meningkatkan penerimaan fiskal dari bagi hasil bukan pajak. Kebijakan berorientasi output pada satu sisi dan upaya pengendalian pertumbuhan penduduk pada sisi lain merupakan langkah yang perlu diambil agar pendapatan per kapita dapat meningkat. Peningkatan pendapatan per kapita ini akan berpengaruh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan. Peningkatan pendapatan per kapita akan lebih besar pengaruhnya di dalam menurunkan angka kemiskinan dibandingkan angka pengangguran. Kata kunci: kebijakan fiskal, pendapatan asli daerah, pengangguran, kemiskinan PENDAHULUAN Implementasi perimbangan keuangan pusat-daerah (desentralisasi fiskal) yang menyertai pelaksanaan otonomi daerah menempatkan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten pada posisi yang sulit karena Pemerintah Daerah dihadapkan pada keter- batasan keuangan, sumberdaya manusia (SDM), dan lingkungan usaha yang se- makin dinamis sebagai akibat gelombang

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012

77

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAPKINERJA PEREKONOMIAN DAN MAKRO EKONOMI PERTANIAN

Azhar [email protected]. Arief Dirgantoro

SurniUniversitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRACT

The purpose of the study was to evaluate the impact of regional fiscal on economic performance andmacroeconomic agriculture performance in Southeast Sulawesi (Sultra). The model used was the econometricmodel, i.e. by constructing and estimating a system of simultaneous equations consisting of 42 equations. Next,the simulation was done in order to bring out the feasible policy scenarios. The data used were time series from1990 to 2011.The analysis showed that in order to increase the local fiscal revenue from taxes and retributionsthen the development orientation was geared towards output increasing, and in sequence the increased revenuewould be able to boost the disbursement of the General Allocation Fund (DAU) of the central government. If thiscan be achieved then it will also be able to increase the fiscal revenue from non-tax revenue. An output-orientedpolicy on the one hand and efforts to control population growth on the other hand is a necessary step to be takenin order to increase the per capita income. The increase in per capita income will affect the decline inunemployment and poverty. The increase in per capita income will make greater influence in reducing the rate ofpoverty than the unemployment.

Keywords: fiscal policy, local revenue, unemployment, poverty

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah melakukan evaluasi dampak kebijakan fiskal daerah terhadap kinerjaperekonomian dan kinerja makro ekonomi pertanian. Model yang digunakan adalah modelekonometrika, yaitu dengan membangun dan mengestimasi sistem persamaan simultan yang terdiriatas 42 persamaan. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk memunculkan skenario kebijakan. Datayang digunakan adalah time series tahun 1990-2011. Hasil analisis menunjukkan bahwa agar dapatmeningkatkan penerimaan fiskal daerah dari pajak dan retribusi maka orientasi pembangunandiarahkan pada upaya peningkatan output, dan secara berantai maka peningkatan penerimaantersebut dapat mendongkrak kucuran Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat. Jika upayaini dapat dicapai maka juga akan mampu meningkatkan penerimaan fiskal dari bagi hasil bukanpajak. Kebijakan berorientasi output pada satu sisi dan upaya pengendalian pertumbuhan pendudukpada sisi lain merupakan langkah yang perlu diambil agar pendapatan per kapita dapat meningkat.Peningkatan pendapatan per kapita ini akan berpengaruh terhadap penurunan pengangguran dankemiskinan. Peningkatan pendapatan per kapita akan lebih besar pengaruhnya di dalam menurunkanangka kemiskinan dibandingkan angka pengangguran.

Kata kunci: kebijakan fiskal, pendapatan asli daerah, pengangguran, kemiskinan

PENDAHULUANImplementasi perimbangan keuangan

pusat-daerah (desentralisasi fiskal) yangmenyertai pelaksanaan otonomi daerahmenempatkan Pemerintah Daerah Kota dan

Kabupaten pada posisi yang sulit karenaPemerintah Daerah dihadapkan pada keter-batasan keuangan, sumberdaya manusia(SDM), dan lingkungan usaha yang se-makin dinamis sebagai akibat gelombang

Page 2: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

78 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

globalisasi ekonomi. Salah satu kunci utamapenentu keberhasilan Pemda terhadap de-sentralisasi fiskal merupakan bagian pen-ting dalam implementasi otonomi daerah.Dua hal penting tersebut adalah: (1) apakahPemda memusatkan perhatiannya untukmemperbesar peranan Pendapatan AsliDaerah (PAD) dalam struktur penerimaandaerah guna meningkatkan kemandiriankeuangannya, dan (2) pemerintah me-mentingkan peningkatan efektifitas pe-ngeluarannya (expenditure policy) untuk me-ngembangkan iklim usaha yang lebih baikbagi daerahnya (Pakasi, 2004).

Kebijakan desentralisasi fiskal telahmemberi keleluasaan daerah untuk menentukan prioritas pembiayaan pem-bangunan dan peluang peningkatan jumlahdana pembangunan yang dikelola olehpemerintah daerah. Dengan peningkatanpenerimaan daerah, keleluasaan pemerintahdaerah untuk membelanjakan dana alokasiyang diterima dan kewenangan untukmeningkatkan pendapatan asli daerahnya.Dengan demikian kebijakan desentralisasifiskal diharapkan mampu membuka pe-luang pemerintah daerah untuk meningkat-kan efektifitas pencapaian kesejahteraanmasyarakat dan pemerataan pembangunan,selanjutnya diharapkan akan berdampakpositif terhadap pertumbuhan ekonomidaerah.

Berdasarkan Pasal 5 Undang-undangnomor 33 tahun 2004 diuraikan sumber-sumber penerimaan daerah, yaitu terdiri (1)PAD yang mencakup pajak daerah, retribusidaerah, hasil perusahaan milik daerah danhasil pengelolaan kekayaan daerah danlain-lain penerimaan yang sah, (2) danaperimbangan yang meliputi bagian daerahdari penerimaan pajak, bagian daerah daripenerimaan sumber daya alam, dana alo-kasi umum, dana alokasi khusus, (3)pinjaman daerah, dan (4) lain-lain pen-dapatan daerah yang sah.

Kondisi perekonomian Provinsi Sula-wesi Tenggara mengalami peningkatan dansemakin membaik yang ditunjukkan de-ngan nilai Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) atas harga konstan yang selalutumbuh positif. Peningkatan ini menunjuk-kan bahwa berbagai faktor produksi yangmenghasilkan barang dan jasa di ProvinsiSulawesi Tenggara telah kembali ber-produksi secara normal, namun demikian,walau kesejahteraan penduduk cenderungmeningkat tetapi dibandingkan dengannasional masih tertinggal jauh. Berdasarkandata BPS Sultra, PDRB per kapita Sultratahun 2009 sebesar Rp12,11 juta, di manamasih tertinggal jauh dibandingkan ke-adaan nasional pada angka Rp24,26 juta.

Kondisi diatas menjadi perhatian besarpemerintah daerah untuk mempercepatpertumbuhan ekonomi dalam rangka pe-laksanaan otonomi daerah, amun dalampercepatan pertumbuhan ekonomi, pe-merintah daerah menghadapi permasalahanantara lain: (1) PAD rendah serta pe-ngeluaran daerah belum efektif, (2) jumlahpenduduk miskin cukup banyak, (3) belumberkembangnya sistem dan jaringan lem-baga usaha mikro kecil dan menengah(UMKM) dan rendahnya semangat wira-usaha, (4) kurang tersedianya lapangankerja yang cukup dan lemahnya kreatifitastenaga kerja dalam berusaha.

Upaya percepatan pertumbuhan eko-nomi harus segera dilakukan mengingatkondisi daerah seperti kondisi pendudukmenggambarkan bahwa dari usia produktifsebesar 65,1 persen, jumlah kesempatankerja mengalami penurunan, dan me-nyebabkan penduduk miskin masih ber-tahan pada angka di atas 400.000 jiwa.Kalau pada tahun 2006, penduduk miskinsebanyak 466.700 orang atau 23,37% darijumlah penduduk, maka pada tahun 2007tidak mengalami perubahan yang berartiyaitu pada angka 465.400 orang (21,33%).Pada saat ini penduduk miskin walau telahmengalami penurunan yaitu sebanyak350.700 jiwa, tetapi persentasenya masihcukup tinggi yaitu mencapai 16% darijumlah penduduk Sultra. PerekonomianSultra banyak ditopang oleh sektor per-tanian mengingat sekitar 33% nilai produk

Page 3: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 79

domestik regional bruto disumbangkanoleh sektor pertanian. Selain itu, separuhdari penduduk Sultra bekerja pada sektorpertanian yang berada di pedesaan. Olehkarena itu, kemiskinan dan pengangguranmerupakan fenomena makroekonomi per-tanian yang memerlukan upaya secarasistematis untuk mengatasinya melalui ke-bijakan pemerintah diantaranya melalui ke-bijakan fiskal yang terarah.

Disisi penerimaan daerah terlihat bah-wa sumber penerimaan daerah ProvinsiSulawesi Tenggara sebagian besar darisubsidi pemerintah pusat melalui kompo-nen Dana Alokasi Umum (DAU), sedang-kan kontribusi PAD masih relatif rendahyaitu pada kisaran 20% dari total anggarandaerah Sultra. Dengan demikian, PADmasih relatif kecil kontribusinya terhadapanggaran dibandingkan dengan DAU. Halini disebabkan karena terbatasnya potensisumberdaya yang ada dan pengelolaansumberdaya alam yang belum efektif. Pe-nelitian ini fokus pada implementasikebijakan fiskal sebagai konsekuensi oto-nomi daerah selanjutnya akan dianalisisdampak kebijakan fiskal terhadap kinerjaperekonomian di daerah.

Berdasarkan pemaparan di atas makarumusan masalah penelitian adalah bagai-mana pemerintah daerah meningkatkan pe-nerimaan daerah dan mengalokasikan ang-garan? Langkah apa yang harus dilakukanagar output, pendapatan, dan kesempatankerja meningkat? Sejauh mana kebijakanfiskal mampu meningkatkan kinerja per-ekonomian daerah sehingga menciptakanpertumbuhan ekonomi, meningkatkan pen-dapatan perkapita, kesempatan kerja, danmengurangi jumlah pengangguran danpenduduk miskin?

Tujuan penelitian pertama adalahmengevaluasi dampak kebijakan fiskal ter-hadap kinerja perekonomian daerah yangmeliputi pendapatan, kesempatan kerja,pertumbuhan ekonomi dan pendapatanperkapita dan terhadap kinerja makro-ekonomi pertanian yaitu pengangguran dankemiskinan, kedua adalah merumuskan

alternatif skenario kebijakan yang berperanmeningkatkan kinerja perekonomian daerahdan kinerja makroekonomi pertanian.

Hasil penelitian ini diharapkan mem-berikan kontribusi bagi pemerintah daerahSulawesi Tenggara dalam mencermati ke-bijakan yang terkait dengan pengalokasiananggaran guna membuat suatu kebijakanyang mampu meningkatkan kinerja per-ekonomian daerah dan secara beriringanmemberikan efek yang baik terhadap ki-nerja makroekonomi pertanian utamanyadalam mengurangi angka penganggurandan kemiskinan. Selanjutnya, hasil kajian inidapat menjadi rujukan berarti bagi pe-merintah daerah guna mengambil kebijakanfiskal daerah yang berdasar pada hasilpenelitian (research based). Dengan demi-kian, kalangan perguruan tinggi dapatmemberikan sinergi berarti dengan pe-merintah daerah dalam level perumusankebijakan yang berarti bagi pembangunanmakroekonomi daerah.

TINJAUAN TEORETISLandasan Teori dan Hasil PenelitianTerdahulu

Penelitian ini berangkat dari teoriekonomi makro dan aplikasinya yang ter-kait dengan kebijakan fiskal dan de-sentralisasi. Kebijakan fiskal diartikan se-bagai tindakan pemerintah dalam bidanganggaran belanja negara yang bertujuanuntuk mempengaruhi jalannya perekonomi-an. Apabila pemerintah melakukan ekspan-si fiskal maka permintaan barang dan jasasecara agregat akan meningkat, selanjutnyaakan meningkatkan output dan harga.Instrumen kebijakan fiskal adalah pajak,pengeluaran pemerintah (G), dan pem-bayaran transfer. Sejak tahun 2000, ke-wenangan fiskal daerah mengalami per-ubahan yang cukup berarti sehingga Pe-merintah Daerah lebih leluasa dalam me-ngelola fiskalnya yang dikenal dengannama desentralisasi fiskal.

Secara umum, desentralisasi diartikansebagai suatu penyerahan (difusi) pen-delegasian kekuasaan dan wewenang, serta

Page 4: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

80 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

pendelegasian tanggung jawab dari pe-merintah pusat kepada pemerintah daerahuntuk membuat keputusan. Desentralisasidapat pula dimaknai sebagai penyerahankewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepemerintah bawahan.

Tujuan utama desentralisasi fiskal adalah untuk mengurangi ketergantungan pe-merintah daerah terhadap subsidi daripemerintah pusat sebagai sumber utamadana pembangunan. Secara umum de-sentralisasi berfungsi (1) mengurangi perandan tanggung jawab diantara pemerintahpada semua tingkat; (2) memperhitungkanbantuan dan transfer antar pemerintah; (3)memperkuat sistem penerimaan daerah/lokal; (4) memprivatisasi Badan Usaha MilikDaerah (BUMD); dan (5) menyediakansuatu jaring pengaman bagi fungsi re-distribusi.

Desentralisasi fiskal dapat berpengaruhterhadap pertumbuhan ekonomi melaluipeningkatan investasi, dapat pula men-dorong pertumbuhan melalui efesiensi alo-kasi sumberdaya pada level daerah.Maksudnya jika investasi infrastruktur lebihbanyak atau alokasi sumberdaya lebihefesien untuk sektor-sektor yang memilikiproduktivitas tinggi, maka desentralisasifiskal dapat mempengaruhi tingkat per-tumbuhan ekonomi jangka panjang.

Sumber-sumber penerimaan fiskal dae-rah terdiri atas: PAD, dana bagi hasil pajakdan bukan pajak, transfer dari pemerintahpusat dan penerimaan lain yang sah ber-dasarkan undang-undang. Adapun yangtermasuk dalam pendapatan asli daerahadalah pajak-pajak daerah, retribusi daerah,bagian laba dari badan usaha milik daerahdan jenis pendapatan lainnya yang sah.Secara teoritis, besaran pajak merupakanfungsi dari disposable income. Selain pajakdaerah dan retribusi daerah, sumber pe-nerimaan daerah lainnya adalah pajak bumidan bangunan (PBB) dan bagi hasil sumber-daya alam (BHSDA). Disisi pengeluaran,struktur pengeluaran daerah dikelompok-kan kedalam pengeluaran untuk belanja

aparatur daerah dan belanja pelayananpublik. Belanja aparatur merupakan pe-ngeluaran untuk membiayai kegiatanpemerintah daerah yang bersifat adminis-trasi dan pelayanan pemerintah umum.Belanja pelayanan publik merupakan pe-ngeluaran untuk membiayai kegiatan pem-bangunan.

Dampak kebijakan desentralisasi fiskalterhadap kinerja makroekonomi dikemuka-kan oleh Yudhoyono (2004), yaitu (1)pengeluaran pemerintah memiliki perananpenting untuk menstimulasi permintaanagregat dan output; dan (2) injeksi daripemerintah berupa dana pembangunanuntuk sektor pertanian berperan untukmenstimulasi pertumbuhan output pertani-an dan menciptakan kesempatan kerja.Dalam UU Otonomi daerah 2004, disebut-kan bahwa sumber penerimaan daerahadalah: (1) PAD yang terdiri dari pajak,retribusi dan PAD lain yang sah; (2)bantuan pemerintah pusat berupa transferpemerintah pusat DAU dan Dana AlokasiKhusus (DAK); dan (3) bagi hasil yangberupa pajak dan non pajak misalnya pajakbumi dan bangunan, bagi hasil sumberdayaalam.

Sumber-sumber penerimaan fiskal dae-rah terdiri atas PAD, dana bagi hasil pajakdan bukan pajak, transfer dari pemerintahpusat dan penerimaan lain yang sah ber-dasarkan undang-undang. Adapun yangtermasuk dalam pendapatan asli daerahadalah pajak-pajak daerah, retribusi daerah,bagian laba dari badan usaha milik daerahdan jenis pendapatan lainnya yang sah.Selain pajak daerah dan retribusi daerah,sumber penerimaan daerah lainnya adalahPBB, BPHTB dan BHSDA. Disisi pe-ngeluaran, struktur pengeluaran daerahdikelompokkan kedalam pengeluaran un-tuk belanja aparatur daerah dan belanjapelayanan publik. Belanja aparatur me-rupakan pengeluaran untuk membiayaikegiatan pemerintah daerah yang bersifatadministrasi dan pelayanan pemerintahumum. Belanja pelayanan publik merupa-

Page 5: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 81

kan pengeluaran untuk membiayai kegiatanpembangunan.

Sinaga dan Siregar (2003) menelitifaktor-faktor yang mempengaruhi pe-nerimaan dan pengeluaran fiskal daerahmelalui pendekatan model ekonometrikadengan menggunakan persamaan simultan.Hasil penelitian tersebut menunjukkan bah-wa pelaksanaan desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap sisi penerimaan danpengeluaran fiskal daerah. Pada sisi pe-nerimaan terjadi peningkatan yang tinggikhususnya dari dana perimbangan danPAD, dimana peranan dana perimbangansemakin tinggi sedangkan PAD semakinturun. Produk domestik regional bruto me-rupakan faktor dominan yang mem-pengaruhi penerimaan daerah (pajak, retri-busi, bagi hasil dan transfer), sedangkandana perimbangan merupakan faktor utamayang mempengaruhi pengeluaran rutin danpembangunan.

Kajian tentang pengaruh PDRB, jumlahpenduduk, Indeks Pembangunan Manusia(IPM) dan desentralisasi fiskal terhadapkemiskinan pada kabupaten/kota di Pro-vinsi Aceh dilakukan oleh Iskandar (2010).Metode penelitian ini adalah sensus denganmenggunakan data gabungan yaitu datatime series dari tahun 2005 sampai dengan2009 dan data cross section yang terdiri atas23 kabupaten/kota (pooleddata). Model yangdigunakan adalah regresi linier berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa varia-bel PDRB berpengaruh positif dan signi-fikan terhadap kemiskinan di ProvinsiAceh. Selain itu, jumlah penduduk ber-pengaruh positif dan signifikan terhadapkemiskinan, sedangkan Indeks Pembangun-an Manusia berpengaruh negatif dan signi-fikan terhadap kemiskinan. Secara umumpenelitian ini menyimpulkan bahwa de-sentralisasi fiskal berpengaruh negatif dansignifikan terhadap kemiskinan di ProvinsiAceh.

Sebayang (2008) melakukan studidengan menggunakan data fiskal daerahdari seluruh provinsi di Indonesia berupadata panel. Kapasitas fiskal diukur dengan

membandingkan pendapatan asli daerahdengan pengeluaran rutin. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa dengan kapasitasfiskal masing-masing daerah berpengaruhterhadap tingkat kemiskinan. Berarti ketikakapasitas fiskal meningkat maka akan me-nurunkan tingkat kemiskinan. Perbedaankapasitas fiskal masing-masing daerah jugaakan mempengaruhi pengalokasian atauskala prioritas juga akan bervariasi.

Penelitian yang dilakukan olehSantoso dan Rahayu (2005) dengan judulAnalisis Pendapatan Asli Daerah dan Fak-tor-faktor yang mempengaruhinya dalamUpaya Pelaksanaan Otonomi Daerah diKabupaten Kediri menunjukkan bahwa da-lam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Kediri dimana pengeluaran pem-bangunan, penduduk dan PDRB mem-pengaruhi perubahan PAD. Pengaruh per-ubahan terbesar adalah peningkaan jumlahpenduduk, bukan pengeluaran pembangun-an yang didalamnya terdapat sektor per-tanian. Berdasarkan hasil analisis diperolehbahwa faktor-faktor mempengaruhi persen-tase perubahan PAD adalah total pe-ngeluaran pembangunan, penduduk danPDRB, hal ini didukung dengan tingkatkoefisiensi determinasi (R2) sebesar 0,971.

Penelitian yang dilakukan Sasana(2009) menunjukkan bahwa desentralisasifiscal berpengaruh signifikan dan mem-punyai hubungan yang positif terhadap lajupertumbuhan ekonomi di daerah kabu-paten/kota di Jawa Tengah. Pertumbuhanekonomi berpengaruh signifikan dan mem-punyai hubungan yang positif terhadapserapan tenaga kerja. Hasil penelitian inijuga menunjukkan bahwa pertumbuhanekonomi berpengaruh signifikan dan mem-punyai hubungan yang negatif terhadapjumlah penduduk miskin di kabupaten/kota di Jawa Tengah. Pertumbuhan eko-nomi berpengaruh signifikan dan mem-punyai hubungan yang positif terhadapkesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Jawa Tengah. Selain itu, tenaga kerjaterserap berpengaruh signifikan dan mem-punyai hubungan yang positif terhadap

Page 6: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

82 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Jawa Tengah. Jumlah pendudukmiskin berpengaruh signifikan dan mem-punyai hubungan yang negatif terhadapkesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kajian tentang fiskallainnya berupa evaluasi kebijakan fiskalyang berdampak pada pertumbuhan eko-nomi dilakukan oleh Haderi, et al. (2010)

Sriyana (2009) melakukan studi analisiskapasitas fiskal daerah dengan studi kasusdi Kabupaten Gunung Kidul. PendapatanAsli Daerah memberikan kontribusi yangrelatif kecil dalam mendukung penerimaandaerah, sedangkan proporsi terbesar adalahdana perimbangan yang merupakan kucur-an dari pemerintah pusat. Kondisi tersebutmenunjukkan bahwa kapasitas fiskal diKabupaten Gunung Kidul masih sangatrendah. Pendapatan Asli Daerah KabupatenGunung Kidul bersumber dari pajak dae-rah, retribusi daerah, laba Perusahaan dae-rah, dan kekayaan daerah yang dipisahkanserta lain-lain PAD yang sah. Pajak daerahbersumber dari beberapa objek yaitu pajakhotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajakreklame, pajak penerangan jalan, pajakpengambilan dan pengolahan tambanggolongan C, dan pajak parkir kendaraanbermotor, serta pajak pemanfaatan airbawah tanah dan air permukaan tanah.

Sudjai (2011) melakukan studi dampakkebijakan fiskal dalam upaya stabilitasharga komoditas pertanian. Studi tersebutmenunjukkan bahwa fluktuasi harga komo-ditas pertanian berdampak signifikan ter-hadap inflasi dan menciptakan instabilitasharga dan pasokan pangan. Pemerintah te-lah menggunakan berbagai instrumen ke-bijakan fiskal dalam upaya stabilitas hargadan ketersediaan pasokan pangan. Kebijak-an fiskal pemerintah telah membuahkanhasil terbukti dengan terus turunnya inflasidi triwulan I tahun 2011 hingga mencapai6.16 persen year on year pada bulan April2011. Kebijakan fiskal berupa insentif per-pajakan dan bea hanya berlaku sementaradan dibarengi dengan upaya peningkatanproduktifitas produksi pertanian.

Yudhaningsih (2010) melakukan studidampak desentralisasi fiskal terhadap per-ekonomian regional di Indonesia. Studitersebut menunjukkan bahwa pertumbuhanekonomi regional di Indonesia yaitu tingkatpertumbuhan masa sekarang sangat ter-gantung pada tingkat pertumbuhan atausejarah pembangunan masa sebelumnya.Nilai kecepatan penyesuaian yang hanyasebesar 0.77 menunjukkan bahwa terdapatberbagai hambatan yang menyebabkankecilnya dampak yang ditimbulkan dalamjangka pendek pada saat dilakukan intervensi suatu kebijakan sehingga pertumbuh-an regional di Indonesia dapat dikategori-kan sebagai kemiskinan menengah.

Penelitian Abustan dan Mahyudin(2009) dengan menggunakan analisis vectorauto regressive (VAR) mengkaji korelasiantara belanja publik dan pertumbuhanekonomi di Sulawesi Selatan dalam kurunwaktu tahun 1985-2005. Hasil pengujianunit root menunjukkan bahwa variabelPDRB dan anggaran dan pendapatanbelanja daerah (APBD) Sulawesi Selatanpada data level tidak stationer atau me-ngandung unit root. Variabel PDRB menjadistasioner pada data seconddifferent, sedang-kan variabel APBD stasioner pada datafirstdifferent. Hubungan kausalitas antaraPDRB dan APBD hanya satu arah yakniPDRB sebagai determinan terhadap APBDdan tidak sebaliknya. Berarti bahwa kinerjabelanja publik tidak berdampak pada per-tumbuhan ekonomi.

Hadi (2003) melakukan penelitiandengan menggunakan analisis vector autoregression (VAR) untuk mengetahui korelasiantara pendapatan nasional dan investasipemerintah di Indonesia dalam kurunwaktu 1983/1984–1999/2000. Penelitian inidilakukan untuk mencari hubungan timbalbalik (interrelationship) antara pengeluaranpembangunan rupiah yang mewakili inves-tasi pemerintah dengan PDB yang mewakilipendapatan nasional. Dalam periode yangdiamati, investasi pemerintah di sektorfiskal, khususnya pengeluaran pembangun-an rupiah ternyata tidak mempunyai

Page 7: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 83

pengaruh yang signifikan terhadap per-tumbuhan ekonomi. Temuan ini menunjuk-kan bahwa sebagaimana menurut aliranKlasik terdapat dikotomi antara sektor riildan sektor moneter, dalam studi ini jugaditemukan antara dikotomi antara sektorriil dan sektor fiskal di Indonesia.

Setiyawati dan Hamzah (2007) menelitipengaruh PAD, DAU, DAK dan belanjapembangunan terhadap kemiskinan danpengangguran dengan menggunakan pen-dekatan analisis jalur. Sampel penelitian iniadalah 38 kabupaten/kota di Provinsi JawaTimur dengan menggunakan data realisasidari laporan APBD Provinsi Jawa Timurtahun 2001-2005. Hasil pengujian me-nunjukkan bahwa PAD berpengaruh positifterhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruhpertumbuhan ekonomi terhadap kemiskin-an dan pengangguran adalah signifikan,tetapi pertumbuhan ekonomi berpengaruhnegatif terhadap kemiskinan dan ber-pengaruh positif terhadap pengangguran.Hasil pengujian secara tidak langsungmenunjukkan bahwa pengaruh PAD ter-hadap kemiskinan adalah sebesar 9.66% danterhadap pengangguran sebesar 16.69,sedangkan pengaruh DAU terhadap ke-miskinan adalah 4.9% dan terhadap pe-ngangguran sebesar 8.6%. Kajian sejenisyang memperlihatkan kaitan antara ke-bijakan fiskal dan kesempatan kerja danpertumbuhan ekonomi juga dilakukan olehTamai (2009) dan Musa, et al. (2013). Be-berapa hasil penelitian mengenai kebijakanfiskal kaitannya dengan kinerja pada sekorperekonomian lainnya telah dilakukan jugaoleh Eze and Ogiji (2013), Akanni andOsinowo (2013).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi danprosesnya yang berkelanjutan merupakankondisi utama bagi pembangunan ekonomi.Kebutuhan ekonomi yang terus meningkatseiring dengan meningkatnya jumlah pen-duduk mengindikasikan penambahan pen-dapatan setiap tahunnya yang tercermindari peningkatan output agregat ataubarang dan jasa, serta PDRB di daerah.

Dalam jangka panjang, pertumbuhanekonomi dipengaruhi oleh ketersediaan dankualitas dari faktor-faktor produksi sepertisumberdaya manusia, kapital dan tekno-logi. Pertumbuhan ekonomi dapat ber-sumber dari pertumbuhan pada sisi per-mintaan agregat dan penawaran agregat.Keseimbangan permintaan dan penawaranagregat merupakan keseimbangan ekonomiyang menghasilkan sejumlah output agre-gat dan tingkat harga tertentu yang se-lanjutnya akan merupakan pendapatannasional atau pendapatan daerah.

Data PDB atau PDRB digunakan olehpara ekonom untuk mengukur pertumbuh-an ekonomi suatu negara atau daerah. Per-bedaan pokok antara analisis pertumbuhanekonomi nasional dan pertumbuhan eko-nomi daerah adalah pada perpindahanfaktor atau factor movements. Pertumbuhanekonomi dapat dihitung berdasarkan nilaiabsolut ataupun nilai relatif dalam persen-tase.

Penyerapan tenaga kerja atau ke-sempatan kerja atau permintaan tenagakerja diartikan sebagai banyaknya orangyang bekerja pada berbagai sektor per-ekonomian, seperti sektor pertanian, per-tambangan, industri, kehutanan, jasa dansektor-sektor lain. Kurva tenaga kerja me-nunjukkan kecondongan garis yang me-nurun, ini dapat diartikan bahwa suatuperusahaan yang menghendaki keuntunganmaksimal dapat memilih jumlah tenagakerja yang optimal untuk digunakan. Jum-lah optimal ini menjadikan nilai produkfisik marjinal tenaga kerja (MPL) samadengan upah yang merupakan biayamarjinal bagi satu unit tenaga kerja.

Kajian mengenai pertumbuhan, ke-senjangan pendapatan, dan kemiskinanyang dikutip dari Yudhoyono (2004) me-nyebutkan bahwa terdapat hubungan ne-gatif dan signifikan antara tingkat ke-miskinan dengan pendapatan rata-rata ataudalam konteks penelitian ini adalah PDRBperkapita. Makin tinggi PDRB, maka ke-miskinan makin rendah, sedangkan pro-porsi penduduk miskin akan meningkat

Page 8: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

84 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

seiring dengan meningkatnya kesenjanganpendapatan. Kajian Ningsih dan Prih (2012)memperlihatkan dampak bantuan programpenanggulangan kemiskinan terhadap ke-hidupan masyarakat miskin di Desa PaitKecamatan Kasembon Kabupaten Malang.Beberapa bantuan program penanggulang-an kemiskinan yang diberikan oleh pe-merintah, seperti Dana Biaya OperasionalSekolah (BOS), Bantuan Langsung Tunai,Beras Miskin, Jamkeskin, dan beberapaprogram-program lain. Dampak positif daripemberian bantuan tersebut yaitu dapatmemenuhi kebutuhan hidup warga miskinberupa sandang, pangan, dan kesehatan.Mereka dapat membayar iuran sekolahanaknya, meningkatkan pendapatan, me-ningkatkan kesejahteraan sosial, dan dapatmengembangkan usaha dari dana bantuanyang diperoleh dari pemerintah, sedang-kan dampak negatif bagi masyarakat yangmemperoleh bantuan dari pemerintah ada-lah adanya penurunan semangat dalambekerja karena sebagian dari masyarakatterlalu menggantungkan diri pada pe-merintah.

Sudaryanto dan Rusastra (2006) me-lakukan studi kebijakan strategis usahapertanian dalam rangka peningkatan pro-duksi dan pengentasan kemiskinan. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa keber-lanjutan pertanian dengan program dayarendah, kemampuan sumberdaya manusiadan adopsi teknologi rendah. Lahan per-tanian abadi dapat diwujudkan jika sektorpertanian (dengan nilai multi-fungsinya)dapat berperan dalam pengentasan ke-miskinan. Setelah krisis ekonomi, ke-miskinan relatif tahun 2004 menurun drastismenjadi 16,70%, tetapi secara absolut angkanya tetap tinggi, yaitu 36,10 juta orang.Sebagian besar dari mereka (68,70%) tinggaldi pedesaan dengan kegiatan utama (60%)di sekor pertanian, dengan ciri utama infra-struktur wilayah marginal, penguasaan danakses sumber daya rendah, serta kemampu-an sumber daya manusia dan adopsiteknologi rendah.

Studi pengembangan produksi kerajin-an sebagai upaya mendukung programpengentasan kemiskinan dilakukan olehMaisaroh (2008). Hasil studi tersebut me-nunjukkan bahwa usaha ini telah lamamenjadi mata pencaharian pokok utama didesa selain bertani, karena bagi merekasudah tidak mempunyai alternatif pekerja-an yang lebih baik lainnya serta sesuaidengan tingkat pendidikan dan ketrampilanyang mereka miliki. Faktor-faktor yangdominan berpengaruh terhadap peningkat-an produksi industri kecil kerajinan (IKK)adalah faktor tenaga kerja, tingkat keahlian(skill), modal usaha, manajemen usaha danfaktor pemasaran. Faktor yang paling domi-nan pertama terhadap peningkatan pro-duksi kerajinan adalah faktor tingkat ke-ahlian atau skill dan pemasaran. Faktor mo-dal usaha dalam IKK ini sekalipun bukansebagai faktor dominan yang pertama, te-tapi faktor modal merupakan faktor domi-nan yang utama untuk dapat mempe-ngaruhi perkembangan tingkat produksikerajinan selain faktor keahlian (skill) danfaktor pemasaran.

Rerangka Konseptual dan HipotesisRerangka konseptual dalam penelitian

ini disajikan pada Gambar 1. Untuk dapatmenangkap fenomena fiskal dan keter-kaitannya dengan perekonomian ProvinsiSulawesi Tenggara maka secara teoretisdisusun dalam sistem persamaan simultandan dinamis dengan mengintegrasikan sisipenawaran dan permintaan agregat.

Fiskal DaerahVariabel endogen pada blok fiskal dae-

rah mencakup variabel yang dapat mewakili kondisi fiskal daerah yaitu penerima-an dan pengeluaran daerah. Penerimaanfiskal daerah berasal dari dua sumber yaituyang diperoleh dari sumber pendapatandaerah sendiri dan penerimaan yang me-rupakan transfer dari pusat. Oleh karenaitu, variabel yang masuk dalam penerimaanfiskal daerah meliputi pajak daerah, retri-busi daerah, pendapatan asli daerah, dana

Page 9: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 85

alokasi umum, dana alokasi khusus, bagihasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.Pengeluaran fiskal daerah mencakup pe-ngeluaran rutin dan pengeluaran sektoral.Pengeluaran sektoral diwakili oleh sektorpertanian dan sektor industri. Oleh karenaitu, variabel yang masuk dalam pengeluar-an daerah adalah pengeluaran rutin daerah,

pengeluaran pembangunan sektor pertani-an dan pengeluaran pembangunan sektorindustri. Berdasarkan uraian di atas danhasil studi terdahulu maka hipotesis yangdapat dikemukakan adalah sebagai berikut:H1: semua variabel penjelas (expalantory

variables) pada blok fiskal daerahberkorelasi positif terhadap variabelendogennya.

Gambar 1Rerangka Konseptual Penelitian

Blok FiskalDaerah

1. PenerimaanFiskal

2. PengeluaranFiskal

Blok PermintaanAgregat

1. Konsmsi2. Investasi3. Pengeluaran

Pemerintah4. Ekspor Daerah5. Impor Daerah6. PDRB

Permintaan

KinerjaPerekonomian

Daerah danMakroekonomi

Pertanian1. Pertumbuhan

Ekonomi2. Pendapatan

Perkapita3. Pengangguran4. Jumlah

pendudukmiskin Daerah

Blok Produksi danTenaga Kerja

1. Produksi & TenagaKerja Pertanian

1.Produksi & TenagaKerja Industri

2.Produksi & TenagaKerja Jasa

3.Produksi & TenagaKerja Pertambangan

4.Produksi & TenagaKerja Pariwisata

5.Produksi & TenagaKerja Kehutanan

6.PDRB Sektoral

Blok KinerjaSektor Pertanian

1. Produksi Pangan2. Produksi Perkebunan3. Produksi Peternakan4. Produksi Perikanan5. Total Produksi Sektor

Pertanian

Page 10: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

86 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

Produksi dan Tenaga KerjaVariabel endogen pada blok produksi

dan tenaga kerja adalah variabel yang dapatmenggambarkan kinerja sektoral perekono-mian, yaitu kinerja produksi dan kinerjatenaga kerja. Sektor perekonomian yangmasuk ke dalam blok produksi adalahvariabel produksi sektor industri, produksisektor pertambangan, produksi sektor pari-wisata, produksi sektor jasa dan produksisektor kehutanan, sedangkan pada bloktenaga kerja meliputi variabel tenaga kerjasektor pertanian, tenaga kerja sektor per-tambangan, tenaga kerja sektor industri,tenaga kerja sektor pariwisata dan tenagakerja sektor jasa, maka hipotesis kedua yangdapat dikemukakan adalah sebagai berikut:H2: Semua variabel penjelas pada blok pro-

duksi dan tenaga kerja berkorelasipositif terhadap variabel endogennya,kecuali tingkat suku bunga memilikikorelasi negatif terhadap produksisektor industri.

Permintaan AgregatPada blok permintaan agregat, variabel

endogen yang masuk ke dalam modeladalah variabel yang merupakan komponendari permintaan agregat, dimana perminta-an agregat tersebut besarannya diperolehdari produk domestrik regional bruto. Olehkarena itu, variabel endogen pada blokpermintaan agregat meliputi konsumsi,investasi, ekspor daerah dan impor daerah,maka hipotesis ketiga adalah:H3: Semua variabel penjelas pada blok per-

mintaan agregat berkorelasi positifterhadap variabel endogennya, kecualikonsumsi pangan terhadap non pang-an, tingkat suku bunga dan nilai tukarrupiah terhadap total investasi, dantotal investasi terhadap impor daerahmemiliki korelasi negatif.

Kinerja Perekonomian Daerah dan Makro-ekonomi Pertanian

Variabel endogen pada blok kinerjaperekonomian daerah menggambarkan ki-nerja makroekonomi pembangunan yang

dikaji sesuai dengan topik penelitian. Varia-bel endogen yang dimaksud adalah per-tumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita,penduduk miskin daerah dan penganggur-an daerah. Kedua variabel terakhir ini me-rupakan variabel yang diharapkan dapatmenggambarkan seberapa besar kebijakanfiskal dapat mengatasi permasalahan makroekonomi pertanian, maka hipotesis keempatadalah:H4: Semua variabel penjelas pada blok

kinerja perekonomian daerah danmakroekonomi pertanian berkorelasinegatif terhadap variabel endogennya,kecuali pengangguran daerah terhadappenduduk miskin berkorelasi positif.

Kinerja Sektor PertanianPada blok kinerja sektor pertanian

menggambarkan kinerja sektor pertanianyang meliputi tanaman pangan, perkebun-an, peternakan dan perikanan. Pada modelyang dibangun, blok sektor pertanian di-buat tersendiri dengan pertimbangan bah-wa perekonomian Sulawesi Tenggara se-bagian besar atau sekitar 33% disumbang-kan oleh sektor pertanian. Oleh karena itupada blok kinerja sektor pertanian, variabelendogennya meliputi produksi tanamanpangan, produksi perkebunan, produksi pe-ternakan dan produksi perikanan, makahipotesis kelima adalah:H5: Semua variabel penjelas pada blok ki-

nerja sektor pertanian berkorelasi po-sitif terhadap variabel endogennya.

Model PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekat-

an kuantitatif berupa model persamaansimultan. Model persamaan simultan ter-sebut menggambarkan hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory varia-bles) dan variabel endogen (endogenous varia-bles) khususnya yang menyangkut tanda(sign) dan besaran (magnitude) dari pendugaparameter sesuai dengan harapan teoritis(Manurung, et al., 2005). Konstruksi modeldalam bentuk persamaan simultan dengan

Page 11: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 87

alasan bahwa jumlah persamaan cukupbanyak dan terdapat keterkaitan antarpersamaan dalam model. Dengan modelpersamaan simultan ini maka tanda (+ atau-) pada setiap koefisien regresi persamaanuntuk masing-masing blok sekaligus me-nunjukkan hipotesa penelitian.

Model yang dibangun dikelompokkandalam lima blok yaitu: (1) blok fiskal dae-rah, (2) blok produksi dan tenaga kerja, (3)

blok permintaan agregat, dan (4) blok ki-nerja perekonomian daerah dan makro-ekonomi pertanian (5) blok kinerja sektorpertanian. Berdasarkan keterkaitan blok-blok di atas, maka rerangka model kebijak-an fiskal secara rinci dijelaskan dalammodel ekonometrika dengan 42 persamaan,terdiri atas 29 persamaan struktural dan 13persamaan identitas.

Spesifikasi ModelBlok Fiskal Daerah

Penerimaan DaerahPajak DaerahTXD= a0 + a1PDRBD + a2D + a3TREND + a4LTXD + μ1 ........................................... (1)

(+) (+) (+) (+)Retribusi DaerahRETD = b0 + b1PDRBS + b4LRETD + μ2......................................................................... (2)

(+) (+)Pendapatan Asli DaerahPAD = TXD + RETD ........................................................................................................... (3)Dana Alokasi UmumDAU = c0 + c1TPD + c2D + c3TREND + c4LDAU + μ3 ................................................ (4)

(+) (+) (+) (+)Dana Alokasi KhususDAK= d0 + d1PDRBK + d2D + d3TREND + d4LDAK + μ4......................................... (5)

(-) (+) (+) (+)Bagi Hasil PajakBHTX = e0 + e1TTKD + e2PDRBD + e3D + e4TREND + e5LBHTX+ μ5 ................... (6)

(+) (+) (+) (+) (+)Bagi Hasil Bukan PajakBHNTX = f0 + f1PDRBD + f2D + f3TREND + f4LBHNTX+ μ6.................................... (7)

(+) (+) (+) (+)Total Bagi HasilTBHS = BHTX+BHNTX...................................................................................................... (8)Total Transfer Pusat ke DaerahTRNF = DAU+DAK+TBHS ............................................................................................... (9)Total Penerimaan DaerahTPD = PAD+TRNF.............................................................................................................. (10)

Pengeluaran DaerahPengeluaran Rutin DaerahGRTN = g0 + g1TPD + g2D + g3TREND + g4LGRTN + μ7......................................... (11)

(+) (+) (+) (+)Pengeluaran Pembangunan Sektor PertanianGPSP = h0 + h1TKSP + h2D + h3TREND + h4LGPSP + μ8 ......................................... (12)

(+) (+) (+) (+)

Page 12: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

88 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

Pengeluaran Pembangunan Sektor IndustriGIND = i0 + i1TPD + i2D + i3TREND + i4LGIND + μ9 ........................................... ... (13)

(+) (+) (+) (+)Keterangan:BHTX = Bagi hasil pajak (Rp/th)BHNTX = Bagi hasil bukan pajak (Rp/th)DAU = Dana Alokasi umum (Rp/th)DAK = Dana alokasi khusus (Rp/th)D = Dummy desentralisasi fiskal

Sebelum desentralisasi fiskal = 0; setelah desentralisasi fiskal = 1GRTN = Pengeluaran rutin daerah (Rp/th)GPSP = Pengeluaran pembangunan sektor pertanian (Rp/th)GIND = Pengeluaran pembangunan sektor industri (Rp/th)INVE = Total investasi daerah (Rp/th)LTXD = Pajak Daerah tahun sebelumnya(Rp/th)LRETD = Penerimaan Retribusi daerah tahun sebelumnya (Rp/th)LDAU = Dana alokasi umum tahun sebelumnya (Rp/th)LBHTX = Bagi hasil bukan pajak (Rp/th)LBHNTX = Bagi hasil bukan pajak tahun sebelumnya (Rp/th)LGRTN = Pengeluaran rutin daerah tahun sebelumnya (Rp/th)LGPSP = Pengeluaran pembangunan sektor pertanian tahun sebelumnya (Rp/th)PAD = Penerimaan Pendapatan asli daerah (Rp/th)POPP = Polulasi penduduk (Orang/th)PDRBS = Produk domestrik regional bruto sektoralRETD = Penerimaan Retribusi daerah (Rp/th)TPD = Total Penerimaan Daerah (Rp/th)TGD = Total Pengeluaran Pemerintah (Rp/th)TXD = Pajak Daerah (Rp/th)TTKD = Penyerapan tenaga kerja daerah (orang/tahun)= total tenaga kerja daerahTREND = Trend ( th ke 1, 2, ..., n)TBHS = Total bagi hasil (Rp/th)TRNF = Total transfer pemerintah (Rp/th)TQSP = Total produksi sektor pertanian (Rp/th)TQIN = Total produksi sektor industri (Rp/th)

Blok Produksi dan Tenaga Kerja DaerahBlok ProduksiProduksi Sektor IndustriTQIN = j0 + j1TKIN + j2IR + j3D + j4TREND + j5LTQIN + μ10 ................................. (14)

(+) (-) (+) (+) (+)Produksi Sektor PertambanganTQTBG = k0 + k1TKTBG + k2INVE + k3D + k4TREND + k5LTQTBG + μ10.......... (15)

(+) (+) (+) (+) (+)Produksi Sektor PariwisataTQWS = l0 + l1PDRBD + l2D + l3TREND + l4LTQWS + μ11..................................... (16)

(+) (+) (+) (+)Produksi Sektor JasaTQJS = m0 + m1PDRBD + m2TKJS + m3D + m4TREND + μ12 ................................. (17)

(+) (+) (+) (+)

Page 13: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 89

Produksi Sektor KehutananTQHT = n0 + n1PDRBD + n2D + n3TREND + n4LTQHT + μ13................................ (18)

(+) (+) (+) (+)Produk Domestik Regional Bruto SektoralPDRBS = TQSP+TQIN+TQTBG+TQWS+TQJS+TQHT............................................... (19)

Blok Tenaga KerjaTenaga Kerja Sektor PertanianTKSP = o0 + o1PDRBD + o2D + o3TREND + o4LTKSP + μ14 ................................... (20)

(+) (+) (+) (+)Tenaga Kerja Sektor PertambanganTKTBG = p0 + p1PDRBD + p2TQTBG + p3D + p4LTKTBG + μ15............................ (21)

(+) (+) (+) (+)Tenaga Kerja Sektor IndustriTKIN = q0 + q1PDRBD + q2INVE + q3D + q4TREND + μ16 .................................... (22)

(+) (+) (+) (+)Tenaga Kerja Sektor PariwisataTKWS = r0 + r1TQWS + r2D + r3TREND + r4LTKWS + μ17 ..................................... (23)

(+) (+) (+) (+)Tenaga Kerja Sektor JasaTKJS = s0 + s1TQJS + s2D + μ18...................................................................................... (24)

(+) (+)Total Tenaga Kerja DaerahTTKD = TKSP+TKTBG+TKIN+TKWS+TKJS................................................................ (25)Keterangan:IR = Tingkat suku bunga (%)LTQJS = Total penerimaan produksi sektor Jasa tahun lalu (Rp/th)LTQSP = Total penerimaan produksi sektor pertanian tahun lalu (Rp/th)LTQTBG = Total penerimaan produksi sektor Pertambangan tahun lalu (Rp/th)LTQWS = Total penerimaan produksi sektor Pariwisata tahun lalu (Rp/th)TQTBG = Total penerimaan produksi(PDRB) sektor Pertambangan (Rp/th)TQWS = Total penerimaan produksi (PDRB) sektor Pariwisata (Rp/th)TQNP = Total penerimaan produksi (PDRB) non pertanian lainnyaTQJS = Total penerimaan produksi (PDRB) sektor Jasa (Rp/th)TQHT = Total penerimaan produksi (PDRB) sektor kehutanan (Rp/th)TKSP = Jumlah tenaga kerja sektor pertanian (orang/th)TKIN = Tenaga kerja sektor industri (orang/th)TKTBG = Tenaga kerja sektor pertambangan (orang/th)TKWS = Tenaga kerja sektor pariwisata (orang/th)TKJS = Tenaga kerja sektor jasa (orang/th)

Blok Permintaan Agregat (AD)KonsumsiKonsumsi PanganCPN= t0 + t1YD + t2LCPN + μ19.................................................................................... (26)

(+) (+)Konsumsi Non PanganCNPN = u0 + u1YD + u2CPN + u3TREND + μ20........................................................ 27)

(+) (-) (+)

Page 14: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

90 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

Total KonsumsiCONS = CPN+CNPN ....................................................................................................... (28)InvestasiTotal InvestasiINVE = v0 + v1IR + v2ER + v3D + v4TREND + v5LINVE + μ21............................... (29)

(-) (-) (+) (+) (+)Ekspor DaerahXDRH = w0 + w1ER + w2PDRBS + w3INVE + w4LXDRH + μ22............................. (30)

(+) (+) (+) (+)Impor DaerahMDRH = x0 + x1ER + x2INVE + x3PDRBK + x4LMDRH + μ23 ................................ (31)

(-) (-) (+) (+)Produk domestik Regional Bruto PermintaanPDRBD = CONS+INVE+GRTN+GPSP+GIND+XDRH-MDRH ................................ (32)Keterangan :CPN = Konsumsi Pangan (Rp/th)CNPN = Konsumsi non pangan (Rp/th)CONS = Total konsumsi (Rp/th)ER = Nilai tukar rupiah terhadap $ US (Rp/$)IR = Tingkat suku bunga domestik (%)INVE = Total investasi di daerah (Rp/th)PABH = Pendapatan asli daerah dari bagi hasil (Rp/th)PDRBD = Produk Domestik Regional Bruto PermintaanPDRBK = Pendapatan per kapita (Rp/th)MDRH = Impor daerah (Rp/th)XDRH = Ekspor daerah (Rp/th)YD = Pendapatan disposibel /yang siap dibelanjakan

Blok Kinerja Perekonomian Daerah dan Makroekonomi Pertanian

Pendapatan PerkapitaPDRBK = (PDRBD/POPP)............................................................................................... (33)Pendapatan DisposibelYD = PDRBD-TXD ........................................................................................................... (34)Penduduk Miskin DaerahPMD= y0 + y1PDRBK + y2UND + y3GRWT + y4D + y5TREND + μ24.................. (35)

(-) (+) (-) (-) (-)Pengangguran DaerahUND = z0 + z1PDRBK + z2GRWT + z3D + z3TREND + μ25 ................................... (36)

(-) (-) (-) (-)Pertumbuhan Ekonomi DaerahGRWT = (PDRBD-LPDRBD)/LPDRBD......................................................................... (37)Keterangan:PDRBK = Pendapatan perkapitaPMD = Penduduk miskin daerahGRWT = Pertumbuhan ekonomi Daerah (%)

Page 15: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 91

Blok Kinerja Sektor Pertanian

Produksi Tanaman PanganQPN= aa0 + aa1PDRBK + aa2D + aa3TREND + μ26 ................................................... (38)

(+) (+) (+)Produksi PerkebunanQBUN = bb0 + bb1TKSP + bb2D + bb3TREND + μ27 ................................................ (39)

(+) (+) (+)Produksi PeternakanQPT= cc0 + cc1PDRBK + cc2D + μ28.............................................................................. (40)

(+) (+)Produksi PerikananQIKN = dd0 + dd1PDRBK + dd2D+ μ29....................................................................... (41)

(+) (+)Total Produksi Sektor PertanianTQSP = QPN+QBUN+QPT+QIKN................................................................................. (42)Keterangan:QPN = Produksi pangan (Rp/th)QBU = Produksi perkebunan (Rp/th)QPT = Produksi peternakan (Rp/th)QIKN = Produksi perikanan (Rp/th)TQSP = Total produksi sektor pertanian (Rp/th)

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan pendekat-

an kuantitatif dan merupakan penelitianyang bersifat non survei yang tidak me-miliki populasi dan sampel. Instrumen yangdigunakan untuk dapat menangkap feno-mena makroekonomi adalah data time seriestahunan Provinsi Sulawesi Tenggara dalamkurun waktu 1990-2011. Penelitian di-laksanakan pada tahun 2013.

Pengumpulan data dilakukan dengancara menelusuri data pada dokumen yangrelevan pada instansi pemerintah. Semuadata yang tercantum pada model penelitiandiperoleh dari Badan Pusat Statistik, kecualidata yang terkait dengan moneter yaitutingkat suku bunga dan nilai tukar rupiahdiperoleh dari Bank Indonesia.

Definisi Operasional VariabelFiskal Daerah

Variabel fiskal daerah dalam penelitianini mencakup penerimaan dan pengeluaranfiskal daerah yang diperoleh dari realisasasiAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,dinyatakan dalam satuan rupiah.

Produksi dan Tenaga KerjaVariabel produksi adalah variabel pro-

duksi pada sektor industri, pertambangan,pariwisata, jasa dan kehutanan. Produksi inidinyatakan dalam harga pasar yaitu dalamsatuan rupiah. Variabel tenaga kerja me-liputi jumlah orang yang bekerja padasektor pertanian, pertambangan, industri,pariwisata, dan jasa, dan dinyatakan dalamsatuan orang.

Permintaan AgregatVariabel permintaan agregat mencakup

konsumsi, investasi dan ekspor bersih(ekspor dikurang impor). Nilai ini diperolehdari produk domestik regional bruto ber-dasarkan penggunaan, dan dinyatakan da-lam satuan rupiah.

Kinerja Perekonomian Daerah dan Makro-ekonomi Pertanian

Kinerja perekonomian daerah men-cakup kondisi makroekonomi yang terdiriatas pertumbuhan ekonomi dan pendapat-an per kapita yang masing-masing dinyata-kan dalam persen dan rupiah. Kinerja

Page 16: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

92 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

makroekonomi pertanian meliputi besarnyapenduduk miskin dan jumlah orang yangmenganggur, dinyatakan dalam satuanorang.

Kinerja Sektor PertanianKinerja sektor pertanian mencakup

produksi pada sektor tanaman pangan, per-kebunan, peternakan dan perikanan, di-nyatakan dalam harga pasar yaitu rupiah.

Teknik Analisis DataIdentifikasi dan Metoda Pendugaan Model

Identifikasi terhadap model yang di-bangun merupakan prasyarat sebelum me-lakukan estimasi yang tepat terhadap mo-del. Cara yang sering dilakukan dalammengidentifikasi model adalah melaluipengujian model struktur meliputi peng-ujian terhadap persamaan dengan pe-ngelompokan terlebih dahulu persamaan kedalam jumlah total persamaan (totalvariabel endogen) yang selanjutnya disebutG, jumlah variabel dalam model (variabelendogen dan predetermined) atau K, danjumlah variabel dalam persamaan yangdiidentifikasi (endogen dan eksogen) ataudisebut M. Notasi tersebut diformulasisebagai berikut: (K-M) (G-1)

Berdasarkan formulasi di atas, makadalam suatu persamaan dalam model dapatmenunjukkan kondisi: (1) Jika (K-M) < (G-1), persamaan disebut under identified. (2)Jika (K-M) = (G-1), persamaan disebut justidentifeid. (3) Jika (K-M) > (G-1), persamaandisebut over identifiedKeterangan:G = jumlah persamaan yang ada dalam sis-

tem persamaan simultan (jumlah varia-bel endogenous)

K = jumlah total variabel yang terdapat da-lam model yang sedang diteliti (varia-bel endogenous dan predetermined)

M = jumlah variabel endogenous dan ekso-genous yang dimasukan dalam setiapsuatu persamaan dalam sistem per-samaan simultan

Berdasarkan kriteria di atas maka se-mua persamaan adalah over identified se-hingga dapat diestimasi dengan meng-gunakan metode pendugaan 2SLS (two stageleast square). Dalam penelitian ini, estimasimodel menggunakan bantuan softwarekomputer Program SAS 9.1

Validasi ModelValidasi model dimaksudkan untuk

menilai apakah nilai-nilai ramalan darivariabel endogen yang diestimasi memilikiperbedaan dengan nilai aktualnya. Validasimodel dilakukan melalui simulasi dinamikdengan menggunakan metode Gauss-Seidel.Dalam validasi ini terdapat ukuran-ukurantertentu, yaitu meliputi Root mean squareError (RMSE), Root Mean Square PercentageError (RMSPE), simultan bias (UM) danCoeficient Theils (U), dengan formula sebagaiberikut:RMSE = [ 1/T (Yt s – Yt a) 2 ] 0,5

RMSPE = [ 1/T { (Yt s – Yt a)/Yt a } 2 ] 0.5

U- Theil =

Keterangan:T = Jumlah periode (tahun) pengamatanYts = Nilai estimasi pengamatan pada peri-

ode ke-tYta = Nilai pengamatan aktual pada peri

ode ke-tStatistik RMSPE digunakan untuk

mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabelendogen hasil pendugaan menyimpang darialur nilai aktualnya dalam ukuran persen,sedangkan nilai U berguna untuk me-ngetahui kemampuan model untuk analisissimulasi peramalan.

Jika RMSPE dan RMSE semakin kecil,maka model yang digunakan akan semakinbaik, sedangkan nilai U berkisar anatar 0dan 1; jika U=0, model yang dibangun ada-lah model sempurna, dan sebaliknya jikaU=1, maka model yang dibangun adalahtidak sempurna atau naif.

5,0222

5,022

]}/{/1[

]}{/1[

YtYtYtT

YtYtT

s

s

Page 17: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 93

SimulasiSimulai model dilakukan untuk meng-

analisis dampak kebijakanfiskal terhadappeubah endogen yang ingin diteliti. Setelahmodel divalidasi dan memenuhi kriteriasecara statistika, maka model tersebut dapatdijadikan sebagai model dasar simulasi.Proses simulasi adalah proses penentuantaksiran nilai-nilai dependent variabels (endo-genous variables) dengan cara mensubsti-tusikan hasil penaksiran koefisien regresivariabel bebas dan nilai variabel bebas yangaktual (menurut observasi) ke dalam modelregresi yang berkaitaan dengan dependentvariables ini. Berdasarkan asumsi-asumsi ter-sebut, dibuat skenario dengan mengasumsi-kan kenaikan variabel kebijakan fiskal se-besar 20 persen.Skenario I : Dampak peningkatan bagi

hasil pajak sebesar 20 persenSkenario II : Dampak peningkatan bagi

hasil bukan pajak sebesar20 persen

Skenario III : Dampak peningkatan pen-dapatan asli daerah se-besar 20 persen

Skenario IV : Dampak peningkatan danaalokasi umum sebesar 20persen

Skenario V : Dampak peningkatan pe-ngeluaran pembangunansektor pertanian sebesar 20persen

Skenario VI : Dampak peningkatan bagihasil pajak sebesar 20 persen,bagi hasil bukan pajak se-besar 20 persen, pandapatanasli daerah sebesar 20 persen,dana alokasi umum sebesar20 persen dan pengeluaranpembangunan sektor pertani-an sebesar sebesar 20 persen.

ANALISIS DAN PEMBAHASANHasil Estimasi Model

Hasil estimasi model tidak disajikanmengingat hasil dari estimasi tersebut

bukan tujuan penelitian. Untuk menjawabtujuan penelitian dianalisis dari hasil simu-lasi model, dengan menggunakan enamskenario simulasi.

Hasil Validasi ModelKriteria yang digunakan dalam validasi

model adalah Root Mean Square Error(RMSE), Root Mean Square Percent Error(RMSPE) dan Theil Inequality Coefficientspada Tabel 1. Berdasarkan hasil validasiselama 22 tahun diperoleh nilai RMSPEsebagian besar lebih kecil dari 50 persen.Secara keseluruhan, nilai U Theil dibawah0.2 dengan demikian dapat dinyatakanbahwa model cukup valid untuk simulasi.Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Dampak Kebijakan Fiskal TerhadapKinerja Perekonomian Daerah dan KinerjaMakroekonomi Pertanian

Rentang simulasi historis tahun 1990-2011, bertujuan untuk mengevaluasi dam-pak desentralisasi fiskal terhadap kinerjaperekonomian daerah dan kinerja makroekonomi pertanian. Kinerja perekonomiandaerah meliputi pendapatan asli daerah(PAD), total penerimaan daerah, pendapat-an per kapita, pertumbuhan ekonomi dae-rah, jumlah tenaga kerja pada sektor per-tanian, pertambangan, industri, pariwisata,dan sektor jasa, sedangkan indikator kinerjamakroekonomi pertanian yaitu jumlah pen-duduk miskin dan pengangguran daerah.Jumlah penduduk miskin dan penganggur-an merupakan masalah pertanian karenakemiskinan dan pengangguran adalah lebihpada masalah pedesaaan.

Hal itu disebabkan jumlah pendudukmiskin dan pengangguran sebagian besarberada di pedesaan, dan perekonomianSulawesi Tenggara sebagian besar ditopangdari sektor pertanian dimana sebagian besarorang menggantungkan hidupnya darisektor pertanian tersebut.

Page 18: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

94 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

Tabel 1Hasil Validasi Model Menurut RMS Error, RMSPE dan UTheil

Peubah RMSE RMSPE U TheilPajak Daerah (TXD) 58819.5 950.5 0.3624Penerimaan Retribusi Daerah (RETD) 16116.1 156.6 0.9138Dana Alokasi Umum (DAU) 100051 52.0235 0.1768Dana Alokasi Khusus (DAK) 15601.6 0.0 0.5325Bagi Hasil Pajak (BHTX) 5650.9 172.0 0.1134Bagi Hasil Bukan Pajak (BHNTX) 4240.9 0.0 0.1797Pengeluaran Rutin Daerah (GRTN) 97476.9 144.9 0.1907Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian (GPSP) 2106.9 43.3644 0.1186Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri (GIND) 154.6 44.0678 0.0842Total Produksi Sektor Industri (TQIN) 17716.0 13.0784 0.0543Total Produksi Sektor Pertambangan (TQTBG) 9808.7 12.6209 0.0562Total Produksi Sektor Pariwisata (TQWS) 23859.3 9.3350 0.0398Total Produksi Sektor Jasa (TQJS) 46282.2 13.5232 0.0727Total Produksi Sektor Kehutanan (TQHT) 2674.0 13.0018 0.0565Tenaga Kerja Sektor Pertanian (TKSP) 38064.2 8.9940 0.0418Tenaga Kerja Sektor Pertambangan (TKTBG) 1981.8 26.7663 0.0874Tenaga Kerja Sektor Industri (TKIN) 36047.7 96.9368 0.2970Tenaga Kerja Sektor Pariwisata (TKWS) 18975.8 90.8181 0.1047Tenaga Kerja Sektor Jasa (TKJS) 31233.5 3147.5 0.1771Konsumsi Pangan (CPN) 31635.8 4.6059 0.0260Konsumsi Non Pangan (CNPN) 153323.0 35.5305 0.1803Total Investasi Daerah (INVE) 34118.4 6.7286 0.0228Ekspor Daerah (XDRH) 191854.0 27.4194 0.2293Impor Daerah (MDRH) 243631.0 58.1790 0.2087Penduduk Miskin Daerah (PMD) 413214.0 123.2 0.8475Produk Domestik Regional Bruto Permintaan(PDRBD) 396580.0 19.8108 0.1004

Total Penerimaan Daerah (TPD) 189308.0 80.0590 0.2094Pendapatan Disposibel (YD) 339154.0 17.2279 0.0883Pendapatan Perkapita (PDRBK) 0.2134 19.8108 0.1044Total Konsumsi (CONS) 140792.0 14.0222 0.0691Total Bagi Hasil (TBHS) 9160.8 82.1961 0.1300Total Transfer Pemerintah (TRNF) 120221.0 59.4979 0.1841Total Tenaga Kerja Daerah (TTKD) 50868.8 8.7023 0.0369Pengangguran Daerah (UND) 19807.5 75.0649 0.1570Pertumbuhan Ekonomi Daerah (GRWT) 20.9277.0 384.3 0.9463Produk Domestik Bruto Sektoral (PDRBS) 71.2728 12676710 0.8234Pendapatan Asli Daerah (PAD) 71316.6 459.0 0.2763Produksi Pangan (QPN) 73399.6 17.4925 0.1500Produksi Perkebunan (QBUN) 43497.6 145.5 0.1274Produksi Peternakan (QPT) 30287.5 26.9904 0.1889Produksi Perikanan (QIKN) 64597.1 39.0018 0.2489Sumber : Hasil Pengolahan Data (validasi)

Page 19: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 95

Hasil simulasi dengan enam skenariosecara ringkas disajikan pada Tabel 2.Peningkatan bagi hasil pajak 20% (Skenario1) akan meningkatkan PAD 1,68% sehinggatotal penerimaan daerah meningkat 7,85%.Peningkatan bagi hasil pajak ternyata tidakdiiringi dengan penyerapan tenaga kerjayang berarti. Tenaga kerja pada sektorpertanian dan sektor industri sedikit meng-alami penurunan yaitu masing-masing0,03% dan 0,35%, sedangkan pada sektorpertambangan, sektor pariwisata dan sektorjasa terjadi peningkatan tenaga kerja

berturut-turut 0,21%, 0,01% dan 0,43%,sehingga terjadi penurunan pengangguransebesar 0,25%. Penurunan pengangguranyang relatif kecil menunjukkan situasi dipasar tenaga kerja sektoral yang tidakmengalami perubahan yang berarti. Efekpositif dari peningkatan bagi hasil pajaksebesar 20% terlihat pada pertumbuhanekonomi yang meningkat 1,43% disertaipeningkatan pendapatan per kapita 0,27%dimana penduduk miskin mengalamipenurunan sebesar 11,63%.

Tabel 2Ringkasan Hasil Simulasi (Skenario Kebijakan)

Peubah EndogenSkenario

S1 S2 S3 S4 S5 S6Persentase Perubahan

Kinerja Perekonomian Daerah:Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1.68 1.09 - 14.20 0.39 -Total Penerimaan Daerah (TPD) 7.85 5.17 83.00 67.23 0.19 109.83Pendapatan Perkapita (PDRBK) 0.27 0.18 2.81 2.28 0.07 3.79Pertumbuhan Ekonomi Daerah (GRWT) 1.43 1.00 15.60 12.78 0.39 21.16Tenaga Kerja Sektor Pertanian (TKSP) -0.05 -0.03 -0.47 -0.38 -0.01 -0.63Tenaga Kerja Sektor Pertambangan (TKTBG) 0.21 0.13 2.16 1.74 0.05 2.90Tenaga Kerja Sektor Industri (TKIN) -0.54 -0.35 -5.65 -4.56 -0.13 -7.58Tenaga Kerja Sektor Pariwisata (TKWS) 0.01 0.00 0.07 0.06 0.00 0.09Tenaga Kerja Sektor Jasa (TKJS) 0.43 312.07 4.48 3.62 0.10 6.01

Kinerja Makroekonomi Pertanian:Penduduk Miskin Daerah (PMD) -11.63 -7.94 -55.60 -50,55 -2.98 -62.87Pengangguran Daerah (UND) -0.25 -0.16 -2.62 -2.11 -0.05 -3.51

Sumber : Hasil Pengolahan Data (simulasi)

Keterangan:S1 : Dampak Peningkatan Bagi Hasil Pajak Sebesar 20 PersenS2 : Dampak Peningkatan Bagi Hasil Bukan Pajak 20 PersenS3 : Dampak Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Sebesar 20 Persen PeningkatanS4 : Dampak Peningkatan Dana Alokasi Umum Sebesar 20 PersenS5 : Dampak Peningkatan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian Sebesar 20

PersenS6 : Dampak Peningkatan Bagi Hasil Pajak Sebesar 20 Persen, Bagi Hasil Bukan Pajak

Sebesar 20 Persen, Pendapatan Asli Daerah Sebesar 20 Persen, Dana Alokasi UmumSebesar 20 Persen dan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian Sebesar 20Persen

Page 20: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

96 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

Pada skenario 2 yaitu peningkatan bagihasil bukan pajak 20% dapat meningkatkanPAD 1,09% sehingga total penerimaan dae-rah meningkat 5,17%. Peningkatan bagihasil bukan pajak ini memberikan efek yangberarti pada sektor jasa dimana terjadi pe-ningkatan tenaga kerja sebesar 312%,sementara sektor lainnya relatif tidak meng-alami perubahan yang berarti. Peningkatanyang tinggi ini mengingat penduduk yangbekerja pada sektor jasa relatif kecil di-bandingkan pada sektor lainnya. Secarakeseluruhan terjadi penurunan pengang-guran walau relatif kecil yaitu 0,16%.Namun, penduduk miskin mengalami pe-nurunan sebesar 16.91%, dimana pendapat-an per kapita meningkat 0,18%.

Pada skenario 3, peningkatkan pen-dapatan asli daerah sebesar 20% maka akandapat meningkatkan total penerimaan dae-rah 83%. Peningkatan PAD ini tampaknyamemberikan multiplier effect yang besardalam kegiatan perekonomian sehinggadapat meningkatkan total penerimaan dae-rah yang besar. Hal itu ditunjukkan denganmeningkatnya pertumbuhan ekonomi se-besar 15,6% dan pendapatan per kapita2,61% sehingga dapat menurunkan pe-ngangguran dan kemiskinan masing-masing 2,62% dan 55,6%.

Skenario 4, peningkatan dana alokasiumum sebesar 20% akan meningkatkantotal penerimaan daerah 67,23% dan ber-imbas pada peningkatan PAD 14,2%.Peningkatan DAU ini dapat memacu per-ekonomian ditandai dengan pertumbuhanekonomi yang meningkat 12,78%. Kondisiini membuat pendapatan per kapita me-ningkat 2,28% yang disertai penurunanpengangguran 2,11% dan angka kemiskinansebesar 50,55%. Penurunan angka ke-miskinan tersebut sebagai indikasi bahwapemerintah seyogyanya memberikan per-hatian yang besar agar DAU yang dikucur-kan dari pusat dapat meningkat secarasignifikan agar dapat memberikan andilbesar dalam pengurangan kemiskinan.

Skenario 5, peningkatan pengeluaranpembangunan sektor pertanian sebesar 20%

tampaknya kurang memberikan peran ber-arti dalam perekonomian. Peningkatanpengeluaran tersebut akan meningkatkanPAD hanya 0,39% dan total penerimaandaerah 0,19%. Tenaga kerja sektoral relatiftidak mengalami perubahan berarti sehing-ga angka pengangguran menurun relatifkecil yaitu 0,05%, dimana penduduk miskinmenurun 2,98%. Pertumbuhan ekonomi me-ningkat 0,39% diiringi pendapatan perkapita yang meningkat 0,07%. Peningkatanpengeluaran pembangunan sektor pertani-an sebesar 15% yang kurang memberkanefek yang berarti pada peningkatan PADdan penurunan pengangguran serta ke-miskinan mengindikasikan bahwa selamaini alokasi dana pada sektor pertaniantidaklah memadai dibandingkan kontribusisektor pertanian terhadap perekonomianSultra yang sangat besar dimana mencapai35% dari total PDRB.

Skenario 6, peningkatan bagi hasilpajak sebesar 20 persen, bagi hasil bukanpajak sebesar 20 persen, pendapatan aslidaerah sebesar 20 persen, dana alokasiumum sebesar 20 persen dan pengeluaranpembangunan sektor pertanian sebesar 20persen memberikan efek yang sangat baikbagi perekonomian daerah. Hal itu tampakpada peningkatan total penerimaan daerahyang mencapai 109% dan pertumbuhanekonomi 21% serta pendapatan per kapita3,79%. Tenaga kerja sektor jasa dan sektorpertambangan mengalami peningkatanmasing-masing 6,01% dan 2,90%. Pengang-guran mengalami penurunan sebesar 3,51%diiringi pengurangan penduduk miskinyang signifikan 62,87%.

SIMPULAN, SARAN, DANKETERBATASANSimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dilaku-kan dan dengan merujuk tujuan penelitianmaka dapat disimpulkan bahwa peningkat-an bagi hasil pajak 20% akan meningkatkanPAD 1,68%, terjadi penurunan pengang-guran sebesar 0,25%, dan penduduk miskinmengalami penurunan sebesar 11,63%. Pe-

Page 21: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 97

ningkatan bagi hasil bukan pajak 20% dapatmeningkatkan PAD 1,09%, penurunan pe-ngangguran dan penduduk miskin masing-masing 0,16% dan 16.91%. Peningkatan Pen-dapatan Asli Daerah sebesar 20% akanmeningkatkan total penerimaan daerah83%, menurunkan pengangguran dan ke-miskinan masing-masing 2,62% dan 55,6%.Peningkatan dana alokasi Umum Sebesar20% akan meningkatkan PAD 14,2%, pe-nurunan pengangguran 2,11% dan angkakemiskinan sebesar 50,55%. Peningkatanpengeluaran pembangunan sektor pertani-an sebesar 20% tampaknya kurang mem-berikan peran berarti dalam perekonomian.Peningkatan pengeluaran tersebut akanmeningkatkan PAD hanya 0,39%, angkapengangguran menurun relatif kecil yaitu0,05%, dimana penduduk miskin menurun2,98%. Peningkatan bagi hasil pajak sebesar40 persen, bagi hasil bukan pajak sebesar 20persen, pendapatan asli daerah sebesar 15persen, dana alokasi umum sebesar 20 per-sen dan pengeluaran pembangunan sektorpertanian sebesar 20 persen memberikanefek yang sangat baik bagi perekonomiandaerah. Pengangguran mengalami penurun-an sebesar 3,48% diiringi penguranganpenduduk miskin yang signifikan 62,73%.

SaranKebijakan berorientasi output pada

satu sisi dan upaya pengendalian per-tumbuhan penduduk pada sisi lain merupa-kan langkah yang perlu diambil agar pen-dapatan per kapita dapat meningkat. Pe-ningkatan pendapatan per kapita ini akanberpengaruh terhadap penurunan pengang-guran dan kemiskinan. Peningkatan pen-dapatan per kapita akan lebih besar pe-ngaruhnya di dalam menurunkan angkakemiskinan dibandingkan angka pengang-guran. Pemerintah seyogyanya memberikanperhatian yang besar agar DAU yang di-kucurkan dari pusat dapat meningkat se-cara signifikan agar dapat memberikanandil besar dalam pengurangan kemiskin-an. Peningkatan pengeluaran pembangun-an sektor pertanian sebesar 20% yang

kurang memberikan efek yang berarti padapeningkatan PAD dan penurunan pengang-guran serta kemiskinan mengindikasikanbahwa selama ini alokasi dana pada sektorpertanian tidaklah memadai dibandingkankontribusi sektor pertanian terhadap per-ekonomian Sultra yang sangat besar dimanamencapai 35% dari total PDRB. Oleh karenaitu, alokasi pada sektor pertanian perlumendapat penekanan agar nilai tambahyang tercipta dari sektor tersebut dapat di-ciptakan di daerah Sultra.

Skenario kebijakan yang seyogyanyaditempuh oleh PEMDA agar berupaya se-demikian rupa untuk dapat meningkatkanPAD dan kucuran DAU dari pusat secarasignifikan. Jika hal ini dapat dilakukan akanmampu menggenjot pertumbuhan ekonomi,meningkatkan pendapatan per kapita dansangat membantu untuk menurunkan pe-ngangguran dan kemiskinan. PeningkatanDAU yang signifikan dapat menstimuluspeningkatan PAD.

Keterbatasan PenelitianPenelitian memberikan manfaat buat

pengambil kebijakan di daerah utamanyadalam menekankan orientasi pembangunanyang perlu ditempuh. Namun demikian,mengingat penelitian ini adalah bersifatmakro dimana variabel yang digunakanadalah variabel makroekonomi yang ber-sifat agregat, maka konsekuensinya adalahrekomendasi model yang dihasilkan berupakebijakan makro, sehingga masih perlulangkah operasional untuk mewujudkan-nya. Langkah operasional tersebut tidakmasuk dalam lingkup penelitian karena haltersebut akan tercakup pada kajian yangbersifat mikro.

DAFTAR PUSTAKAAbustan dan Mahyudin. 2009. Analisis

Vector Auto Regressive (VAR) Ter-hadap Korelasi Antara Belanja PublikDan Pertumbuhan Ekonomi DiSulawesi Selatan, Tahun 1985-2005.Jurnal Ekonomi Pembangunan 10(1): 1-14.

Page 22: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

98 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 1, Maret 2014 : 77 – 99

Akanni, K. A., and O. H. Osinowo. 2013.Effect Fiscal Instability on EconomicGrowth in Nigeria. Advances in Econo-mic and Business 1(2): 124-133.

Eze, O. R. and F. O. Ogiji. 2013. Impact ofFiscal Policy on The ManufacturingSector Output in Nigeria: An ErrorCorrection Analysis. International Jour-nal of Business and Management Review1(3): 35-55.

Haderi, S., T. Kola and E. Liko. 2010. ACritical Assessment of Fiscal Policy andImpact on Economic Growth Albanianand Transition Economic Case. EuroEconomica 3(26): 7-16.

Hadi, Y. S. 2003. Analisis Vector AutoRegression (VAR) Terhadap KorelasiAntara Pendapatan Nasional danInvestasi Pemerintah di Indonesia,1983/1984 – 1999/2000. Jurnal Keuangandan Moneter 6(2): 107-121.

Iskandar, I. 2010. Pengaruh PDRB, JumlahPenduduk, IPM dan DesentralisasiFiskal Terhadap Kemiskinan PadaKabupaten/Kota di Provisnsi Aceh.Jurnal Ekonomi dan Pembangunan 2(2):143-158.

Maisaroh, S. 2008. Pengembangan ProduksiKerajinan Sebagai Upaya MendukungProgram Pengentasan Kemiskinan.Jurnal Ekonomi dan Kebijakan 1(1): 70-82.

Manurung, J. J., A. H Manurung, dan F. D.Saragih, 2005. Ekonometrika Teori danAplikasi. PT Elex Media Komputindo,Jakarta.

Musa, Y., B. K. Asare and S. U. Gulumbe.2013. Effect Monetary-Fiscal PoliciesInteraction on Price and OutputGrowth in Nigeria. Journal of AppliedStatistics, 4(1): 55-74.

Ningsih, M. P dan H. Prih. 2012. AnalisisDampak Bantuan Program Penang-gulangan Kemiskinan Terhadap Ke-hidupan Masyarakat Miskin di DesaPait Kecamatan Kasembon KabupatenMalang. Jurnal Ekonomi dan Studi Pem-bangunan 4(1): 133-140.

Pakasi, C. B. D. 2004. Dampak DesentralisasiFiskal Terhadap Perekonomian Kabu-

paten dan Kota di Provinsi SulawesiUtara. Disertasi Doktor Sekolah Pasca-sarjana. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Santoso, P. B, dan P. Rahayu. 2005. AnalisisPendapatan Asli Daerah Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya DalamUpaya Pelaksanaan Otonomi DaerahDi Kabupaten Kediri. Jurnal DinamikaPembangunan 2(1): 9-18.

Sasana, H. 2009. Peran Desentralisasi FiskalTerhadap Kinerja Ekonomi di Kabu-paten/Kota Provinsi Jawa Tengah.Jurnal Ekonomi Pembangunan 10(1): 103-124.

Sebayang, L. K. 2008. Keterkaitan De-sentralisasi Fiskal Sebagai PoliticalProcess Dengan Tingkat Kemiskinan diIndonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan1(1): 63-69.

Setiyawati, A dan A. Hamzah. 2007.Analisis Pengaruh PAD, DAK, DAU,dan Belanja Pembangunan TerhadapPertumbuhan Ekonomi, Kemiskinandan Pengangguran: Pendekatan Ana-lisis Jalur. Jurnal Akutansi dan KeuanganIndonesia 4(2): 221-228.

Sinaga, B.M. dan H. Siregar. 2003. LaporanAkhir: Dampak Desentralisasi FiskalTerhadap Pembangunan Ekonomi Daerahdi Indonesia. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Sriyana, J. 2009. Analisis Kapasitas FiskalDaerah: Studi Kasus di KabupatenGunung Kidul. Jurnal UNISIA 32(72):209-227.

Sudaryanto, T dan I. W. Rusastra. 2006.Kebijakan Strategis Usaha PertanianDalam Rangka Peningkatan ProduksiDan Pengentasan Kemiskinan. JurnalLitbang Pertanian 25(4): 115-122.

Sudjai, M. 2011. Dampak Kebijakan FiskalDalam Upaya Stabilitas Harga Komo-ditas Pertanian. Jurnal Analisis KebijakanPertanian 9(4): 297-312.

Tamai, T. 2009. Employment, Fiscal Policyand Oligopsonistic Labour Market.Australian Journal of Labor Economics,12(3): 321-337.

Page 23: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KINERJA

Dampak Kebijakan Fiskal Daerah... – Bafadal, Dirgantoro, Surni 99

Yudhaningsih, R. 2010. Dampak Desentrali-sasi Fiskal Terhadap PerekonomianRegional di Indonesia. Jurnal TEKNIS5(1): 46-52.

Yudhoyono, S. B. 2004. Kebijakan FiskalIndonesia. Brighten Press. Bogor.