2
DAMPAK GAME TERHADAP MASYARAKAT PENDAHULUAN Hal yang paling dikritik dari video game adalah dampaknya yang bisa membuat keca nduan. Singkatnya permainan itu dituduh menjadikan orang berperilaku kompulsif, tak acuh pada kegiatan lain, dan memunculkan gejala aneh, seperti rasa tak tenan g saat keinginan bermain tidak terpenuhi. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa pecandu video game (junkies) adalah ind ividu berintelijensi tinggi, bermotivasi, dan berorientasi pada prestasi. Mereka berprestasi bagus baik di sekolah maupun tempat kerja yang tidak terganggu deng an hobi yang satu ini. Namun kecanggihan game yang terus berkembang dan semakin banyak dibuat saat ini. masih jadi tanda tanya apakah game berpengaruh pada orie ntasi prestasi seseorang. RISIKO KECANDUAN YANG BESAR Mark Griffiths dari Nottingham Trent University mengungkapkan bahwa bisa saja ga me membuat orang lebih bermotivasi. Seperti perkataan dia, Video game abad ke-21 dalam beberapa segi lebih memberi kepuasan psikologis daripada game tahun 1980-a n. Jelasnya, lanjut dia, untuk memainkannya perlu keterampilan lebih kompleks, kece katan lebih tinggi, serta menampilkan masalah yang lebih relevan secara sosial d an gambar yang lebih realistis. Namun saat tawaran hadiah psikologis lebih besar, k emungkinan pemain mengalami kecanduan juga lebih besar. Sepengamatannya, anak-ana k mulai tertarik pada video game pada usia sekitar tujuh tahun. Dalam masa ini, tambahnya, segala hal yang terjadi adalah kegiatan yang belum menimbulkan kerusa kan serius meski sebagian orang sudah melihat adanya gejala kecanduan. Namun penelitian terbaru pada anak usia awal belasan tahun menemukan hampir sepe rtiganya bermain video game setiap hari. Yang lebih mengkhawatirkan sekitar 7%-ny a bermain paling sedikit selama 30 jam per minggu, ungkap penelitian itu seperti dikutip situs BBC beberapa waktu lalu. Menanggapi angka ini, Griffiths dalam keprihatiannya mengatakan betapa besar dam pak jangka panjang dari kegiatan yang menghabiskan waktu luang lebih dari 30 jam per minggu pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan, dan sosial anak dan r emaja. Ketergantungan semacam itu dapat memicu perilaku menyimpang lain seperti m encuri uang untuk membeli game baru, bolos sekolah, keengganan mengerjakan peker jaan rumah (PR), atau rasa tak tenang saat tidak dapat bermain. DETEKSI DAN PENANGGULANGAN Pada usia anak-anak sekolah, untuk mengetahui apakah kecanduan itu sudah menggan ggu kegiatan sekolah anak, Griffiths mengingatkan kepada para orangtua yang pedu li untuk memperhatikan sejumlah gejala, seperti: - apakah anak bermain seharian, sering bermain dalam jangka waktu lama atau lebih dari 3 jam. - Apakah anak bermain untuk kesenangan, cenderung seperti tak kenal lel ah & mudah tersinggung saat dilarang. - Apakah anak bermain game mengorbankan kegiatan social terhadap lingku ngan sekitar & berolah raga untuk menjaga stamina tubuh. - Apakah adanya keengganan dalam mengerjakan PR atau tugas.

Dampak Game Terhadap Masyarakat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dampak Game Terhadap Masyarakat

DAMPAK GAME TERHADAP MASYARAKAT

PENDAHULUAN

Hal yang paling dikritik dari video game adalah dampaknya yang bisa membuat kecanduan. Singkatnya permainan itu dituduh menjadikan orang berperilaku kompulsif, tak acuh pada kegiatan lain, dan memunculkan gejala aneh, seperti rasa tak tenang saat keinginan bermain tidak terpenuhi.

Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa pecandu video game (junkies) adalah individu berintelijensi tinggi, bermotivasi, dan berorientasi pada prestasi. Mereka berprestasi bagus baik di sekolah maupun tempat kerja yang tidak terganggu dengan hobi yang satu ini. Namun kecanggihan game yang terus berkembang dan semakin banyak dibuat saat ini. masih jadi tanda tanya apakah game berpengaruh pada orientasi prestasi seseorang.

RISIKO KECANDUAN YANG BESAR

Mark Griffiths dari Nottingham Trent University mengungkapkan bahwa bisa saja game membuat orang lebih bermotivasi. Seperti perkataan dia, �Video game abad ke-21 dalam beberapa segi lebih memberi kepuasan psikologis daripada game tahun 1980-an.�

Jelasnya, lanjut dia, untuk memainkannya perlu keterampilan lebih kompleks, kecekatan lebih tinggi, serta menampilkan masalah yang lebih relevan secara sosial dan gambar yang lebih realistis. �Namun saat tawaran �hadiah psikologis� lebih besar, kemungkinan pemain mengalami kecanduan juga lebih besar.� Sepengamatannya, anak-anak mulai tertarik pada video game pada usia sekitar tujuh tahun. Dalam masa ini, tambahnya, segala hal yang terjadi adalah kegiatan yang belum menimbulkan kerusakan serius meski sebagian orang sudah melihat adanya gejala kecanduan.

Namun penelitian terbaru pada anak usia awal belasan tahun menemukan hampir sepertiganya bermain video game setiap hari. �Yang lebih mengkhawatirkan sekitar 7%-nya bermain paling sedikit selama 30 jam per minggu,� ungkap penelitian itu seperti dikutip situs BBC beberapa waktu lalu.

Menanggapi angka ini, Griffiths dalam keprihatiannya mengatakan betapa besar dampak jangka panjang dari kegiatan yang menghabiskan waktu luang lebih dari 30 jam per minggu pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan, dan sosial anak dan remaja. �Ketergantungan semacam itu dapat memicu perilaku menyimpang lain seperti mencuri uang untuk membeli game baru, bolos sekolah, keengganan mengerjakan pekerjaan rumah (PR), atau rasa tak tenang saat tidak dapat bermain.�

DETEKSI DAN PENANGGULANGAN

Pada usia anak-anak sekolah, untuk mengetahui apakah kecanduan itu sudah mengganggu kegiatan sekolah anak, Griffiths mengingatkan kepada para orangtua yang peduli untuk memperhatikan sejumlah gejala, seperti:

- apakah anak bermain seharian, sering bermain dalam jangka waktu lama atau lebih dari 3 jam.

- Apakah anak bermain untuk kesenangan, cenderung seperti tak kenal lelah & mudah tersinggung saat dilarang.

- Apakah anak bermain game mengorbankan kegiatan social terhadap lingkungan sekitar & berolah raga untuk menjaga stamina tubuh.

- Apakah adanya keengganan dalam mengerjakan PR atau tugas.

Page 2: Dampak Game Terhadap Masyarakat

- Dan apakah adanya keinginan untuk menguranngi ketergantungan namun tak bsa.

- Mengurangi segi aktivitas dalam bekerja atau belajar

- Lebih cenderung tidak memperhatikan masalah kesehatan dengan tidak berolahraga, karena keasikan dalam bermain game.

�Jika anak mengalami lebih dari gejala-gelaja tersebut maka bisa disimpulkan bahwa anak tersebut mungkin sudah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain video games.� Lanjutnya. Satu gejala terpapar secara berlebihan yang juga bisa dilihat dari kekakuan pada gerakan anak.

Hal ini mengingat saat ini 40% rumah keluarga di Inggris mempunyai komputer yang memperbesar peluang anak untuk bermain dengan perangkat elektronik itu. Tapi meskipun demikian, kata Griffiths, orangtua masih dapat melakukan sejumlah hal. Sejak dari memberi anak permainan yang lebih mendidik daripada sekadar mempertontonkan kekerasan, mendorong bermain video game secara berkelompok, dan membatasi waktu main game-nya setelah mengerjakan PR.

�Yang tak kalah penting adalah mengingatkan anak untuk mematuhi panduan yang disarankan pabrik, seperti duduk setidaknya 50 cm dari monitor, ruangnya cukup pencahayaan dan tak menyetel layar terlalu terang,� ujarnya menambahkan jika beragam upaya itu gagal mainan itu harus diambil.

Menyangkut dimensi komputer meja yang kebanyakan lebih sesuai dengan postur orang dewasa, kata dia, tidak membuat anak menyerah begitu saja. �Hasil pemaksaan postur ini menjadi salah satu sebab utama repetitive strain injury (RSI) atau nyeri sendi di kalangan anak-anak.� Menurut Bunny Martin, direktur Body Action Campaign, RSI ini kemungkinan berkembang menjadi kecacatan pada anak bila tidak ditangani sejak dini. �Anak usia tujuh tahun bisa saja mengidap RSI karena terlalu sering menggunakan komputer baik di rumah maupun sekolah.

� Di sejumlah kelas yang anaknya kebanyakan berusia 11 tahun, Bunny menemukan lebih dari separuh muridnya telah kena gejala awal RSI. Dia mengisahkan satu bocah pria dari Peckham, dekat London, yang setiap malam mesti merendam tangannya di air dingin guna meredam nyeri pada ibu jarinya.

Bunny menambahkan kebanyakan game dirancang sedemikan rupa agar anak penasaran dan mengejar nilai tinggi. �Dan kondisi ini sering membuat anak lupa bahkan untuk sekadar berhenti sejenak.� Kenyataan ini, menurutnya, mengharuskan orangtua dan guru agar lebih waspada. Menurutnya, sejumlah anak bahkan tidak dapat masuk sekolah karena rasa nyeri yang dialami tidak memungkinkan anak untuk belajar.Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa games dapat dimanfaatkan untuk memacu kreatifitas dan daya berpikir cepat seseorang. Hal itu sangat bermanfaat bagi anak-naka usia sekolah serta mahasiswa. Tetapi, jika kita tidak dapat mengendalikan diri