12
EXECUTIVE SUMMARY HAK KONSUMEN DALAM TRANSAKSI DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK 2018 Peneliti: Sulasi Rongiyati PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

  • Upload
    dophuc

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

EXECUTIVE SUMMARY

HAK KONSUMEN DALAM TRANSAKSI

DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK

2018 Peneliti:

Sulasi Rongiyati

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

Page 2: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

1

A. Latar Belakang

Perkembangan transaksi dagang elektronik (e-commerce) di Indonesia

berkembang pesat dengan jumlah pengguna internet yang terus mengalami kenaikan

secara signifikan. Berdasarkan survei Asosiasi Pengusaha Jaringan Internet Indonesia

(APJII) pada tahun 2017, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta

jiwa. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya, yakni tahun

2016 yang tercatat mencapai 132,7 juta jiwa. Berdasarkan wilayah, lebih dari separuh

atau 58,08 persen pengguna internet di Indonesia pada tahun 2017 berada di Pulau

Jawa, 19 persen berada di Sumatera, 7,97 persen di Kalimantan, 5,63 persen berada di

Bali dan Nusa Tenggara, 6,73 persen berada di Sulawesi, serta 2,49 persen di Maluku

dan Papua. Jika didasarkan pada wilayah kabupaten/kota, sebagian besar yaitu 72,41

persen pengguna internet berada di kawasan perkotaan, 49,49 persen berada di

kawasan rural-urban, dan sisanya 48,25 persen berada di kawasan rural.

Besarnya pengguna internet di Indonesia berdampak pada semakin

berkembangnya transaksi dagang yang dilakukan dengan menggunakan media internet.

Nilai transaksi melalui situs jual beli online sangat fantastis, Bank Indonesia mencatat

sepanjang 2015, nilai transaksi di e-commerce Indonesia mencapai 3,5 miliar dollar

Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp45,50 triliun (asumsi rupiah Rp13.000 per

dollar AS). Transaksi melalui sistem elektronik yang memungkinkan para pihak (pelaku

usaha dan konsumen) untuk bertransaksi tanpa harus saling bertatap muka dan cukup

dengan komunikasi jarak jauh melalui media elektronik, dapat menjadi pasar yang

sangat potensial karena konsumen dapat melakukan transaksi dengan distributor atau

produsen (pelaku usaha) di seluruh penjuru dunia dengan biaya yang relatif rendah.

Melihat besarnya potensi yang dihasilkan dari transaksi berbasis elektronik ini,

memicu pemerintah untuk mendukung pengembangan e-commerce (e-dagang) di

Indonesia. Pada akhir tahun 2016, melalui Paket Kebijakan RI XIV, pemerintah

mendorong untuk membuat peta jalan (roadmap) industri e-commerce dengan harapan,

Indonesia bisa menjadi negara digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada 2020.

Pada tahun 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2017

tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-

Commerce) Tahun 2017-2019 (selanjutnya disebut Peta Jalan SPNBE 2017-2019) untuk

mendorong perluasan dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di seluruh

Indonesia secara efisien dan terkoneksi secara global. Program yang diusung

Pemerintah dalam Peta Jalan SPNBE 2017-2019 mencakup programa: pendanaan; b.

Page 3: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

2

perpajakan; c. pelindungan konsumen; d. pendidikan dan sumber daya manusia; e.

infrastruktur komunikasi; f. logistik; g. keamanan siber (cyber security); dan h.

Pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPNBE.

Namun, pesatnya perkembangan e-commerce menimbulkan dampak negatif bagi

konsumen yang memposisikan konsumen pada posisi tawar yang lemah. Secara garis

besar, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang timbul yang berkenaan dengan

hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce, antara lain:

1. Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat, atau menyentuh barang

yang akan dipesan;

2. Ketidakjelasan informasi tentang produk yang ditawarkan dan/atau tidak ada

kepastian apakah konsumen telah memperoleh berbagai informasi yang layak

diketahui, atau yang sepatutnya dibutuhkan untuk mengambil suatu keputusan

dalam bertransaksi;

3. Tidak jelasnya status subjek hukum, dari pelaku usaha;

4. Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap

risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang digunakan, khususnya dalam hal

pembayaran secara elektronik baik dengan credit card maupun electronic cash;

5. Pembebanan risiko yang tidak berimbang, karena umumnya terhadap jual beli di

internet, pembayaran telah lunas dilakukan di muka oleh konsumen, sedangkan

barang belum tentu diterima atau akan menyusul kemudian, karena jaminan yang

ada adalah jaminan pengiriman barang bukan penerimaan barang;

6. Transaksi yang bersifat lintas batas negara borderless, masih menimbulkan

pertanyaan mengenai yurisdiksi hukum negara mana yang sepatutnya diberlakukan.

Hak-hak konsumen telah diatur pelindungannya dalam Pasal 4 Undang-Undang

No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Demikian juga mengenai

tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen yang terjadi sebagai

dampak dilakukannya transaksi perdagangan baik barang maupun jasa telah diatur

dalam UUPK, meskipun tidak secara spesifik. Namun, pengaturan pelindungan

konsumen dalam UUPK baru sebatas transaksi yang dilakukan secara

konvensional/tradisional, sedangkan transaksi secara elektronik belum diatur.

Pengaturan transaksi secara elektronik kemudian diatur dalam Undang-Undang No. 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah

dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 1 angka 2 UU ITE

Page 4: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

3

mendefinisikan transaksi elektronik sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Selanjutnya dalam Pasal 9 UU ITE mengatur kewajiban pelaku usaha untuk

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,

produsen, dan produk yang ditawarkan.

Merespon UU ITE yang mengatur mengenai transaksi elektronik, Undang-Undang

No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) mengatur transaksi dagang

secara elektronik dalam bab tersendiri, yaitu dalam Bab VIII tentang Perdagangan

Melalui Sistem Elektronik. Dua pasal yang terdapat dalam Bab VIII UU Perdagangan

tersebut pengaturan tentang kewajiban dan larangan bagi pelaku usaha dalam

melakukan transaksi dagang melalui sistem elektronik, penyelesaian sengketa jika

terjadi perselisihan antara konsumen dengan pelaku usaha, serta sanksi bagi pelaku

usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang. Selebihnya UU Perdagangan

mendelegasikan pengaturan lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengaturan terkait transaksi

dagang melalui sistem elektronik yang tersedia, tanggung jawab pelaku usaha dalam

transaksi dagang secara elektronik belum diatur secara spesifik dalam UUPK. Demikian

pula UU ITE yang meskipun mengatur tentang transaksi elektronik tetapi tidak

mengatur secara spesifik tentang jual beli secara elektronik. Pada sisi lain, meskipun UU

Perdagangan mengatur tentang transaksi dagang melalui sistem elektronik dengan

mengatur secara singkat norma kewajiban dan larangan bagi pelaku usaha dalam

melakukan transaksi dagang melalui sistem elektronik, tetapi ketentuan yang termuat

dalam Pasal 65 UU Perdagangan tersebut tidak memberikan pengaturan secara detail.

Mendasarkan pada tingginya tingkat risiko dan kerugian yang dihadapi oleh

konsumen dalam transaksi dagang melalui sistem elektronik, seharusnya disertai pula

dengan peningkatan tanggung jawab pelaku usaha dalam memberikan pelindungan

terhadap hak-hak konsumen. Pada kenyataannya tuntutan tanggung jawab terhadap

pelaku usaha masih mengalami hambatan karena diterapkannya perjanjian baku dalam

kontrak dan perlunya pembuktian untuk menuntut petanggungjawaban pelaku usaha

dalam transaksi internet cukup panjang dan berbelit-belit. Kelemahan inilah yang

menjadi salah satu faktor yang mempersulit konsumen dalam menuntut

pertanggungjawaban pelaku usaha dalam jual beli melalui internet jika terjadi kerugian

konsumen. Kondisi ini diperparah dengan belum terbentuknya Peraturan Pemerintah

tentang perdagangan melalui sistem elektronik sebagaimana diamanatkan oleh UU

Page 5: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

4

Perdagangan. Peraturan Pemerintah tersebut sejatinya akan menjadi panduan secara

lebih teknis bagi para pihak dalam melaksanakan transaksi dagang melalui sistem

elektronik. Mengacu pada permasalahan tersebut, maka penelitian tentang Hak

Konsumen dalam Transaksi Dagang Melalui Sistem Elektronik, menjadi sangat relevan

untuk dilakukan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, tergambar permasalahan utama dalam

penelitian ini adalah transaksi dagang melalui sistem elektronik yang semakin banyak

dilakukan oleh masyarakat, namun di Indonesia belum diatur secara spesifik bagaimana

hak konsumen dan tanggungjawab pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami

konsumen dalam praktik dagang dengan menggunakan sistem elektronik. Permasalahan

utama tersebut dapat dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimana hak konsumen dan pelindungan hukumnya dalam transaksi dagang

melalui sistem elektronik?

b. Bagaimana penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dalam

transaksi dagang melalui sistem elektronik?

B. Metodologi

Penelitian tentang Aspek Hukum Pengelolaan SDA merupakan penelitian yuridis

normative dengan menggunakan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan

Penelitian yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Guna mendukung dan

memperjelas data sekunder dalam penelitian ini dilakukan wawancara dan FGD dengan

nara sumber yang bidang tugas dan kewenangannya di bidang pengelolaan SDA.

Penelitian ini bersifat deskriptif analistik, yaitu menggambarkan atau

memaparkan secara tepat bentuk pengelolaan SDA dengan mendasarkan pada kaidah,

norma, asas-asas dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait di bidang

pengelolaan SDA. Data yang diperoleh disusun secara sistematis sesuai dengan

permasalahan penelitian yang telah dijabarkan dalam pertanyaan penelitian untuk

kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan

mengintepretasikan, menguraikan, menjabarkan, dan menyusun data secara sistematis

logis sesuai dengan tujuan penelitian.

Page 6: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

5

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hak Konsumen dan Perlindungannya dalam Transaksi Dagang Elektronik

Perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan melindungi hak-hak

konsumen. Walaupun sangat beragam, menurut Ahmadi Miru, secara garis besar hak-

hak konsumen dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu: hak yang

dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal,

maupun kerugian harta kekayaan; hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan

harga wajar; danhak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap

permasalahan yang dihadapi.

Pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dilakukan dengan: a.

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi,

serta menjamin kepastian hukum; b. Melindungi kepentingan konsumen pada

khususnya dan kepentingan pelaku usaha; c. Meningkatkan kualitas barang dan

pelayanan jasa; d. Memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dari praktik

usaha yang menipu dan menyesatkan; e. Memadukan penyelenggaraan, pengem-

bangan, dan pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dengan bidang-bidang

perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan

Konsumen) telah mengatur hak-hak konsumen ke dalam 9 hak, yaitu: Hak atas

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; Hak atas informasi

yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; Hak

untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut; Hak untuk

mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; Hak untuk diperlakukan atau

dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Hak untuk mendapatkan

konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang

diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; Hak-hak

lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Praktik transaksi dagang elektronik membawa masalah baru dalam perlindungan

hak dan kewajiban konsumen. Salah satu persoalan yang terjadi adalah tindakan curang

dan penipuan. Masalah lainnya adalah: barang yang dipesan tidak dikirim;

keterlambatan pengiriman barang; lambatnya penggantian uang muka atau seluruh

Page 7: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

6

jumlah yang telah dibayarkan; barang pesanan tidak sesuai dengan gambar atau

keinginan konsumen, dan lain sebagainya. Berbagai persoalan tersebut menandakan

bahwa perdagangan secara elektronik mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi

memberikan peluang dan berbagai kemudahan, namun di sisi lainnya juga memberikan

dampak negatif berupa kemungkinan-kemungkinan kerugian yang dialami oleh

konsumen.

Permasalahan tersebut dalam praktiknya tidak mampu sepenuhnya dijawab

dengan UU Perlindungan Konsumen yang awal pembentukannya memang diperuntukan

bagi hubungan para pihak dalam transaksi konvensional. Melalui UU ITE, pembentuk

Undang-Undang berusaha menjawab beberapa persoalan dalam transaksi ecommerce,

antara lain:

a. Pasal 2 UU ITE yang secara eksplisit menyebutkan bahwa undang-undang ini

berlaku untuk setiap perbuatan subjek hukum yang menimbulkan implikasi hukum

di Indonesia.

b. Pasal 9 UU ITE menegaskan bahwa, Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui

Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan

dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

c. Pasal 18 ayat (3) UU ITE mengatur pilihan hukum bagi para pihak yang

bertransaksi.

d. Pasal 25 UU ITE memberi perlindungan terhadap Informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan

karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual

berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang seharusnya mengatur masalah

transaksi dagang elektronik secara lebih spesifik, pada kenyataannya hanya mengatur

secara global dan mendelegasikan lebih lanjut ketentuan teknisnya kepada Peraturan

Pemerintah, yang dengan laporan peneltian ini disusun, belum terbentuk.

2. Penyelesaian Sengketa

Di Indonesia, dalam UU ITE disebutkan bahwa transaksi elektronik dapat

dituangkan dalam kontrak elektronik. Dalam kontrak elektronik tersebut dapat

ditentukan pilihan hukum mana yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan

(dispute). Jika pilihan hukum tidak dilakukan, maka yang berlaku adalah hukum yang

didasarkan pada asas hukum perdata internasional. Begitupun dengan pilihan forum

Page 8: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

7

pengadilan mana yang berhak. Para pihak dalam transaksi e-commerce dapat

menentukan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif

lainnya mana yang dipilih dalam e-contract. Dan jika tidak dilakukan pemilihan forum,

maka penyelesaian sengketa akan kembali pada asas dalam Hukum Perdata

Internasional. Ketentuan Pasal 23 UUPK menyebutkan pelaku usaha yang menolak

dan/atau tidak memberi dan/tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen dapat

digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau mengajukan ke

badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen

dapat ditempuh melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan berdasarkan pilihan

sukarela para pihak yang bersengketa (Pasal 45 UU Perdagangan).Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa umumnya konsumen itu segan berperkara, apalagi apabila biaya

yang dikeluarkan lebih besar dari kemungkinan hasil yang akan diperoleh . Hal itu pula

yang terjadi dalam transaksi e-commerce. Dalam transaksi e-commerce, karakteristik

perkara yang muncul dalam perlindungan konsumen lebih kompleks dibanding

transaksi nyata. Persoalan yurisdiksi dan pembuktian dapat menjadi hambatan dan

pertimbangan konsumen untuk mengajukan gugatan. Di Indonesia, proses pemeriksaan

sengketa dalam suatu perdagangan elektronik dilakukan secara online melalui lembaga

arbitrase belum dilaksanakan secara menyeluruh. Suatu proses pemeriksaan dikatakan

menyeluruh apabila seluruh proses dilakukan secara online, mulai dari pemilihan

lembaga yang khusus menyediakan jasa Online Alternative Dispute Resolution, perjanjian

arbitrase, prosedur beracara, hingga penyampaian putusan dilakukan secara online pula.

D. Penutup

1. Kesimpulan

UU Perlindungan Konsumen dibentuk untuk menjawab kebutuhan terhadap

perlindungan konsumen dalam transaksi-transaksi yang dilakukan secara konvensional,

sehingga secara umum UU Perlindungan konsumen dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan hak-hak konsumen dan perlindungan

konsumen saat ini, belum belum mampu melindungi konsumen dalam transaksi e-

commerce lintas negara di Indonesia. Dalam transaksi e-commerce tidak ada lagi batas

negara maka undang-undang perlindungan konsumen masing-masing negara, seperti

yang dimiliki Indonesia tidak akan cukup membantu,karena e-commerce beroperasi

secara lintas batas (bonder less). Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam E-

Commerce sebagai akibat dari globalisasi ekonomi mencakup dua hal yaitu dalam

Page 9: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

8

Perjanjian dan diluar Perjanjian. Perlindungan didalam perjanjian Perlindungan hukum

didalam perjanjian E-Commerce, dokumen tersebut dibuat oleh pihak merchant yang

berisi aturan dan kondisi yang harus dipatuhi oleh konsumen tetapi isinya tidak

memberatkan customer. Perlindungan hukum diluar perjanjian lebih menyangkut

tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual atas nama domain yang dimilikinya.

Terkaitan dengan penyelesaian sengketa transaksi dagang elektronik, UU ITE dan

UU Perdagangan telah menetukan bahwa penyelesaian sengketa dalam transaksi dagang

elektronik dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penyelesaian di pengadilan atau

penyelesaian di luar pengadilan. Secara prinsip penyelesaian sengketa transaksi dagang

melalui sistem elektronik tidak berbeda dengan penyelesaian sengketa transaksi dagang

yang dilakukan secara konvensional. Perbedaan hanya terletak pada media yang

digunakan. Namun, meski rambu utama penyelesaian sengketa telah diatur dalam UU,

tetapi pengaturan secara teknis belum tersedia sehingga menyulitkan dalam tahapan

implementasinya. Hal ini menjadi salah satu kecenderungan konsumen enggan

menyelesaikan sengketanya melalui jalur hukum baik litigasi maupun non-litigasi

dengan pertimbangan biaya dan prosesnya yang tidak sederhana.

2. Saran

Dengan semakin berkembangnya praktik transaksi dagang secara elektronik dan

semakin kompleksnya permasalahan yang muncul dari hubungan hukum tersebut maka,

pemerintah perlu segera membuat regulasi mengenai transaksi dagang elektronik yang

mampu memberikan perlindungan hukum dan kepastian bagi para pihak. Disamping itu

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen perlu direvisi untuk merspon

kebutuhan masyarakat mengenai jaminan perlindungan hukum atas hak-haknya selaku

konsumen dalam transaksi dagang melalui sistem elektronik.

Page 10: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

9

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal:

Abdurrasyid, H. Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), Jakarta: PT. Fikahati Aneska. 2011.

Asshiddiqie, Jimly. Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta: Ind. Hill.Co.. 1997.

Barkahtullah. A. Halim, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Transaksi E-Commerce Lintas Negara Di Indonesia,Yogyakarta:FH UII Press, 2009.

Basarah, Moch. Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa; Arbitrase Tradisional dan Modern (Online), Yogyakarta: Genta Publishin., 2011.

Hartono, Sunaryati. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke XX. Bandung: Alumni, 1994.

Hoft, Ph. Visser’t. Penemuan Hukum (Rechtvinding). diterjemahkan oleh B. Arief Shidarta. Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan, 2001.

Joice S.N. Rumimper, Grace. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen dalam Jual Beli Melalui Internet”, Vol.I/No.3/Juli-September/201, http://repo.unsrat.ac.id/398/1/TANGGUNG_JAWAB_PELAKU_USAHA_TERHADAP_KONSUMEN_DALAM_JUAL_BELI_MELALUI__INTERNET.pdf, diakses tanggal 3 April 2018.

Meriyanti, U. Novi Safriadi, Tursina, “Rancang Bangun E-Commerce Tenun Ikat Sambas Sahidah”, Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi (JUSTIN), Vol.1, No.1, Tahun 2016, http://jurnal.untan.ac.id/index.php/justin/article/viewFile/13978/12518, diakses 14 April 2018.

Muhtarom, M. “Asas-Asas hukum Perjanjian”, SUHUF, Vol. 26, No. 1, Mei 2014: 48-56, https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/4573/4-.pdf?sequence=1, diakses tanggal 14 April 2018Sidharta. B. Arief, Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, Bandung: PT Rafika Aditama, 2009 .

Muchsin, Pelindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003

Halim Barkatulla, Abdul. “Urgensi Perlindungan Hak-hak Konsumen Dalam Transaksi Di E-Commerce”, Jurnal Hukum No. 2 Vol.14, April 2007, hal. 247-270.

Remy Sjahdeny, Sutan. “E-Commerce Dari Perspektif Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis,Vol.12,2001.

Hanim, Lathifah. “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam E-Commerce Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi”, Jurnal Pembaruan Hukum, Vol. I No. 2 Mei-Agustus 2014, hal. 191-200.

Syafriana, Rizka. “Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Elektronik”, Jurnal De Lega Lata, Volume I, Nomor 2, Juli – Desember 2016, hal.430-448.

Page 11: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

10

Nasution, AZ. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Diadit Media, 2002.

Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju. 2000.

Sinaga, Aman. Pemberdayaan Hak-Hak Konsumen di Indonesia. Jakarta: Direktorat Perlindungan Konsumen DITJEN Perdagangan dalam Negeri Depertemen Perindustrian dan Perdagangan Bekerjasama dengan Yayasan Gemainti. 2001.

Ramli, Ahmad M. 2004. Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum di Indonesia. Bandung: Refika Aditama,2014.

Siburian, Paulinus. Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara Elektronik). Jakarta: Djambatan 2004.

Saifuddin dan Riza LI: Perlindungan Hak-Hak Konsumen, Supremasi Hukum, Vol. 3, No. 1, Juni 2014.

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004.

Wardani, Sri. “E-Commerce Potensi Ekonomi Di Era Internet”, http://www.validnews.co/E-Commerce--Potensi-Ekonomi-Di-Era-Internet-V0000434, diakses 21 Maret 2018.

Werdhyasari, NN. “Perlindungan Konsumen dalam Kontrak Baku E-Commerce Lintas Negara Di Indonesia”, e-journal.uajy.ac.id/319/4/2MIH01712.pdf, diakses tanggal 23 Maret 2018.

Widnyana, I Made. Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, Jakarta: PT. Fikahati Aneska. 2014.

Internet:

Hukum Positif. “Sengketa Perdagangan Elektronik”. www. hukumpositif.com. diakses 5 November 2018.

“Nilai Transaksi Di Ecommerce Indonesia Capai 35 Miliar Dollar AS”, https://www.wartaekonomi.co.id/read/2016/11/30/122372/2015-nilai-transaksi-di-ecommerce-indonesia-capai-35-miliar-dollar-as. Html, diakses 1 April 2018.

Rahma Nureda, Kania. “Penyelesaian Sengketa Secara Online di Indonesia´ http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt593793b7764b1/penyelesaian-sengketa-secara-online-di-indonesia-oleh--kania-rahma-nureda, diakses 5 Juli 2018.

“Siaran Pers YLKI:Konsumen Belum Terlindungi di Era Ekonomi Digital”, http://ylki.or.id/2017/03/siaran-pers-ylki-konsumen-belum-terlindungi-di-era-ekonomi-digital/, diakses tanggal 2 April 2018.

Page 12: DAGANG MELALUI SISTEM ELEKTRONIK HAK KONSUMEN … · Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang

11

“Surabaya Ibu Kota E-Commerce, DKI Tetap tempat Basah”, https://www.viva.co.id/digital/digilife/947248-surabaya-ibu-kota-e-commerce-dki-tetap-tempat-basah, diakses tanggal 1 April 2018.

“Data Konsumen dan Potensi Perkembangan Ecommerce Indonesia 2016”, https://buattokoonline.id/data-konsumen-dan-potensi-perkembangan-ecommerce-indonesia-2016/, diakses 1 April 2018.

Komunitas Akuntan, “E-commerce dan Permasalahannya”. www.accounting community. blogspot.com, diakses 5 November 2018.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-Commerce) Tahun 2017-2019.