133

DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

  • Upload
    lythu

  • View
    260

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program
Page 2: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

DAFTAR ISI Halaman

I. PENDAHULUAN ----------------------------------------------------------------------- I-1 1.1. Latar Belakang ------------------------------------------------------------------ I-1 1.2. Maksud dan Tujuan ------------------------------------------------------------ I-2 1.3. Metodologi ------------------------------------------------------------------------ I-2 1.4. Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------ I-5 II. REVIEW PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM ------------------------------------------------------------------- II-1 2.1. Tinjauan Historis dan Teoritis ------------------------------------------------ II-1 2.2. Perubahan Iklim dan Dampaknya dalam Pembangunan -------------- II-5 2.2.1. Kecenderungan Perubahan Iklim di Indonesia --------------- II-5 2.2.2. Dampak Perubahan Iklim dalam Pembangunan ------------- II-12 2.3. Telaah Empiris Implementasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim ----------------------------------------------------------------- II-16 2.3.1. Sektor Pertanian ----------------------------------------------------- II-16 2.3.2. Sektor Energi --------------------------------------------------------- II-17 2.3.3. Sektor Kesehatan --------------------------------------------------- II-17 2.3.4. Sektor Pesisir, Kelautan, Perikanan dan Pulau-Pulau Kecil ---------------------------------------------------- II-18 2.3.5. Sektor Kehutanan --------------------------------------------------- II-18 2.3.6. Sektor Pekerjaan Umum ------------------------------------------- II-19 2.3.7. Sektor Limbah -------------------------------------------------------- II-20 2.4. Kebijakan dan Program Penanganan Perubahan Iklim di Beberapa Negara ------------------------------------------------------------ II-20 2.4.1. Banglades ------------------------------------------------------------- II-20 2.4.2. Ethiopia ---------------------------------------------------------------- II-21 2.4.3. Vietnam ---------------------------------------------------------------- II-21 2.4.4. Australia --------------------------------------------------------------- II-22 2.4.5. Maldives --------------------------------------------------------------- II-23 2.4.6. Filipina ------------------------------------------------------------------ II-23 2.5. Telaah Kebijakan dan Program Penanganan Perubahan Iklim di Indonesia ---------------------------------------------------------------------- II-23 2.5.1. Perencanaan dan Program Sektoral (K/L) --------------------- II-23 2.5.2. RPJMN 2010-2014 -------------------------------------------------- II-29 2.5.3. Program-program Aksi Penanganan Perubahan Iklim ----- II-32 2.5.4. Tantangan dan Peluang Implementasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Sektoral ------------------------------- II-38

i

Page 3: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Halaman III. KEBIJAKAN DAN PROGRAM LINTAS SEKTOR PENANGGULANGAN PERUBAHAN IKLIM ------------------------------------------------------------------- III-1 3.1. Arah Kebijakan dan Program Penanggulangan Perubahan Iklim --- III-1 3.2. Prioritas Penanggulangan Perubahan Iklim Lintas Sektor ------------ III-2 3.2.1. Mitigasi Bidang Pertanian ----------------------------------------- III-3 3.2.2. Mitigasi Bidang Kehutanan dan Lahan Gambut -------------- III-3 3.2.3. Mitigasi Bidang Energi dan Transportasi ----------------------- III-3 3.2.4. Mitigasi Bidang Industri -------------------------------------------- III-4 3.2.5. Mitigasi Bidang Pengelolaan Limbah --------------------------- III-4 3.2.6. Adaptasi Bidang Ketahanan Pangan --------------------------- III-4 3.2.7. Adaptasi Bidang Kemandirian Energi --------------------------- III-5 3.2.8. Adaptasi Bidang Kesehatan --------------------------------------- III-5 3.2.9. Adaptasi Bidang Permukiman ------------------------------------ III-6 3.2.10. Adaptasi Bidang Infrastruktur ------------------------------------- III-6 3.2.11. Adaptasi Bidang Ketahanan Ekosistem dan Keragaman Hayati --------------------------------------------- III-7 3.2.12. Adaptasi Bidang Perkotaan --------------------------------------- III-8 3.2.13. Adaptasi Bidang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil -------------- III-8 3.3. Pengembangan Indikator Outcome Penanggulangan Perubahan Iklim dalam RPJMN 2015-2019 ------------------------------ III-9 3.3.1. Indikator Mitigasi ----------------------------------------------------- III-9 3.3.2. Indikator Adaptasi Bidang Ketahanan Pangan --------------- III-10 3.3.3. Indikator Adaptasi Bidang Kemandirian Energi -------------- III-12 3.3.4. Indikator Adaptasi Bidang Kesehatan -------------------------- III-13 3.3.5. Indikator Adaptasi Bidang Permukiman ------------------------ III-14 3.3.6. Indikator Adaptasi Bidang Infrastruktur ------------------------- III-15 3.3.7. Indikator Adaptasi Bidang Ekosistem --------------------------- III-16 3.3.8. Indikator Adaptasi Bidang Perkotaan --------------------------- III-17 3.3.9. Indikator Adaptasi Bidang Pesisir dan ulau-pulau Kecil ---- III-18 IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI --------------------------------------------- IV-1 4.1. Kesimpulan ----------------------------------------------------------------------- IV-1 4.2. Rekomendasi Kebijakan ------------------------------------------------------ IV-2 DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

DAFTAR TABEL Tabel Halaman

1.1. Kisi-Kisi FGD Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim -------------------------------------------- I-3

2.1. Matriks keterkaitan dalam pembangunan berkelanjutan ---------------- II-1 2.2. Kementerian/Lembaga (K/L) vs Kebijakan/Program Penanganan Perubahan Iklim -------------------------------------------------- II-23 2.3. Sektor-sektor Penerima Dampak Perubahan Iklim ----------------------- II-33 2.4. Keberadaan Program Penanggulangan Perubahan Iklim pada Masing-masing sektor ---------------------------------------------------- II-36

iii

Page 5: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

1.1. Kerangka Kerja Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim -------------------------------------------- I-3 2.1. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional II-2 2.2. Penurunan angka kematian balita, bayi, dan neonatal, 1991- 2007 -- II-3 2.3. Persentase tutupan hutan dari luas daratan -------------------------------- II-3 2.4. Perubahan nilai curah hujan rerata 30-tahun untuk setiap bulan pada beberapa kurun waktu (kiri) dan grafik moving average-nya untuk bulan-bulan basah D(esember)-J(anuari)-F(ebruari) (kanan) -- II-5 2.5. Contoh hasil analisis perubahan temperatur di Jakarta: (a) data time series temperatur bulanan, (b) grafik komposit temperatur 30-tahun untuk tiap-tiap bulan (dengan urutan Juli ke Juni), (c) grafik moving average 30-tahunan untuk bulan Desember, Januari, Februari, dan (d) sama dengan (c) untuk bulan Juni, Juli, Agustus --------------- II-6 2.6. Grafik Cumulative Distribution Function (CDF) empirik, dari data curah hujan bulananJakarta selama beberapa periode 30-tahunan -- II-7 2.7. Pola angin dan suhu permukaan laut (SPL) pada bulan Januari dan Agustus ------------------------------------------------------------------------ II-8 2.8. Siklus tahunan rata-rata curah hujan di Indonesia bulan Januari dan Agustus ------------------------------------------------------------------------ II-8 2.9. Distribusi spasial TML dan arus permukaan pada bulan Januari dan Agustus ----------------------------------------------------------------------- II-9 2.10. Distribusi tinggi muka air laut dan pola arus pada bulan Januari dan Agustus ------------------------------------------------------------------------ II-10 2.11. Distribusi spasial rata-rata tunggang pasut tertinggi bulanan di Perairan Indonesia ------------------------------------------------------------- II-10 2.12. Rata-rata tinggi gelombang bulanan pada bulan Januari dan Agustus ------------------------------------------------------------------------ II-11 2.13. Perubahan luas tanam kumulatif pada musim hujan (MH) dan kemarau (MK) selama ENSO tahun (El Niño dan La Niña) dibandingkan dengan tahun normal ------------------------------------------ II-12 2.14. Status neraca air pada beberapa skenario perubahan iklim ------------ II-13 2.15. Klasifikasi risiko kebakaran hutan berdasarkan pola kerapatan titik api (hotspot) wilayah Sumatera dan Kalimantan --------------------- II-14 2.16. Luas dan kedalaman banjir di Jakarta akibat peningkatan muka air laut dan air pasang ----------------------------------------------------------- II-15 2.17. Tingkat kejadian demam berdarah dengue dan jumlah kota yang terkena. ----------------------------------------------------------------------- II-16 2.18. Persentase emisi nasional Indonesia berdasarkan sumber ------------ II-30 2.19. Perkembangan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia ---------------- II-30

iv

Page 6: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar Halaman

2.20. Peta perairan Indonesia berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996 ---------- II-39 2.21. Daerah perairan pantai NKRI dan sekitarnya ------------------------------ II-40 3.1. Hubungan antara perubahan iklim dengan ketahahan pangan -------- III-11 3.2. Hubungan antara perubahan iklim dengan kemandirian energi ------- III-12 3.3. Hubungan antara perubahan iklim dengan bidang kesehatan -------- III-13 3.4. Hubungan antara perubahan iklim dengan permukiman ---------------- III-14 3.5. Hubungan antara perubahan iklim dengan infrastruktur ----------------- III-15 3.6. Hubungan antara perubahan iklim dengan ekosistem ------------------- III-16 3.7. Hubungan antara perubahan iklim dengan perkotaan ------------------- III-17 3.8. Hubungan antara perubahan iklim dengan bidang pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kelautan dan perikanan --------------------------- III-18

v

Page 7: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Di dalam Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, dinyatakan bahwa salah satu misi pembangunan adalah “Mewujudkan Indonesia Asri dan Lestari”. Salah satu tantangan terbesar dalam mewujudkan misi tersebut adalah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Telah banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan iklim akan menjadi penghambat pertumbuhan berbagai sektor ekonomi. Di Indonesia, perubahan iklim secara langsung dan tidak langsung sampai tahun 2100 akan menimbulkan kerugian ekonomi mencapai 2,5%, yaitu empat kali kerugian PDB rata-rata global akibat perubahan iklim (World Bank, 2010). Angka tersebut akan menjadi jauh lebih besar apabila peluang terjadinya bencana akibat perubahan iklim turut diperhitungkan, maka kerugian ekonomi dapat mencapai 7% dari PDB (World Bank, 2010). Oleh karena itu, upaya penanggulangan perubahan iklim, harus menjadi suatu keniscayaan dalam pembangunan. Sebagai salah satu negara besar, Indonesia telah memberikan komitmennya dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim global. Indonesia berkomitmen untuk menurunkan gas rumah kaca (GRK) sebesar 26% pada tahun 2020 dari tingkat BAU (business-as-usual) dengan usaha sendiri, dan mencapai 41% apabila mendapat dukungan internasional. Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, telah disusun Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), sebagai kerangka kebijakan pemerintah, pemerintah daerah, pihak swasta dan para pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan upaya mengurangi emisi GRK dalam jangka waktu 2010-2020 sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP 2005-2025) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Dalam upaya beradaptasi terhadap dampak-dampak perubahan iklim, saat ini, pemerintah juga tengah menyelesaikan Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Indonesia juga telah menyampaikan informasi mengenai Aksi Mitigasi yang Layak Secara Nasional (Nationally Appropriate Mitigation Actions, NAMAs) ke Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada tahun 2010. Tujuh bidang utama telah disampaikan untuk mencapai penurunan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dari skenario BAU, adalah meliputi: pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan; pengurangan tingkat deforestasi dan degradasi lahan; pengembangan penyerapan karbon; mempromosikan penghematan energi; pengembangan sumber energi alternatif dan terbarukan; pengurangan limbah padat dan cair; dan pengalihan moda transpotasi yang rendah emisi. Pengarusutamaan (mainstreaming) adaptasi dan mitigasi perubahan iklim haruslah menjadi bagian yang integral dalam penyusunan rencana pembangunan. Agenda adaptasi terhadap dampak perubahan iklim memiliki tujuan akhir agar tercipta sistem pembangunan yang adaptif atau tahan terhadap perubahan iklim yang telah terjadi dan proyeksinya di masa depan. Agenda tersebut harus dapat diakomodasi dalam semua program pembangunan, baik yang bersifat sektoral maupun kewilayahan. Pengarusutamaan haruslah bersifat jangka panjang dan fundamental, yang secara mendasar harus menyentuh aspek-aspek pembangunan berkelanjutan. Kemampuan sektoral dalam memenuhi target pertumbuhan ekonomi, akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi sektor yang bersangkutan terhadap

I-1

Page 8: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

perubahan iklim. Lebih jauh lagi, keberhasilan adaptasi suatu sektor akan sangat ditentukan oleh kebijakan dan program pada sektor lain yang terkait. Dengan kata lain adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam pembangunan, haruslah bersifat integral dan lintas sektoral. Oleh karena itu, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim memerlukan kajian. Dengan adanya Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim, maka penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program Pembangunan Lingkungan Hidup dalam RPJMN 2015-2019, akan dapat dilakukan secara lebih efektif dan terintegrasi. 1.2. Maksud dan Tujuan Kajian dampak perubahan iklim terhadap berbagai aspek pembangunan yang meliputi ekonomi (economic), tatanan kehidupan (livelihood), lingkungan (environment), serta wilayah khusus (specific region), sudah pernah dilakukan dalam skala nasional. Background study ini dimaksudkan sebagai review terhadap kajian yang telah ada, dengan tujuan untuk memberikan masukan bagi penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program Pembangunan Lingkungan Hidup dalam RPJMN 2015-2019. 1.3. Metodologi Sesuai dengan tujuan studi, Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program Pembangunan Lingkungan Hidup dalam RPJMN 2015-2019, akan dilaksanakan dalam kerangka kerja seperti disajikan pada Gambar 1. Pada dasarnya kajian difokuskan pada review dari dokumen perencanaan yang meliputi:

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014. 3. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) dari Bappenas. 4. Indonesia Second National Communication (SNC) Under the United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dari Kementerian Lingkungan Hidup.

5. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). 6. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

Dari review berbagai dokumen perencanaan di atas, dilakukan gap analysis, yang dibantu dengan pelaksanaan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion, FGD). Pelaksanaan FGD melibatkan berbagai sektor dan pakar, yang dilaksanakan dalam dua tahap. Tujuan FGD adalah untuk menambah dan memperdalam informasi, membangun kesepakatan/komitmen, mengklarifikasi informasi yang kurang pada basis data, dan juga memperoleh opini-opini yang berbeda mengenai satu permasalahan tertentu terkait penanggulangan perubahan iklim. Kedua tahap akan dilaksanakan pada waktu yang berbeda dengan peserta yang sama.

Lingkup FGD Tahap I adalah berupa evaluasi dari Kebijakan Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim yang telah diliput pada RPJMN 2009-2014, beserta capaiannya.

Lingkup FGD Tahap II adalah berupa Pengembangan Kebijakan Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim yang akan dimasukkan dalam pada RPJMN 2015-2019

I-2

Page 9: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Tabel 1.1. Kisi-Kisi FGD Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor

Penanggulangan Perubahan Iklim

Topik Pertanyaan Kunci Materi, Opini, dan Informasi yang dibangkitkan

FGD Tahap I

Isu-isu terkini perubahan iklim dan evaluasi RPJMN 2009-2014 dan RPJMD Provinsi terkait perubahan iklim

Apakah kebijakan Nasional dan Daerah 2009-2014 telah mengakomodasi Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim.

• Isu-isu terkini terkait perubahan iklim

• Isu perubahan iklim yang telah dimuat dalam RPJMN 2009-2014 dan RPJMD.

• Isu perubahan iklim yang belum dimuat dalam RPJMN 2009-2014 dan RPJMD.

Apakah Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim dalam RPJMN 2009-2014 dapat dilaksanakan

• Implementasi kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim lintas sektor dalam dalam kurun waktu 2010-2013.

• Terjemahan kebijakan dan

Review RPJP dan Capaian RPJMN

2009-2014

Review ICCSR (Bappenas 2010), SNC (KLH 2010),

RAN-API, dan RAN-GRK

Indikator Perubahan Iklim dan

Pembangunan Berkelanjutan

Assesment Penanggulangan Perubahan Iklim

Lintas Sektor

Gap Analysis Kebijakan dan Program Lintas

Sektor

Rumusan Kebijakan dan Program Penanggulangan Perubahan Iklim Dalam

RPJMN 2014-2019

Gambar 1. Kerangka Kerja Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor

Penanggulangan Perubahan Iklim

I-3

Page 10: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Topik Pertanyaan Kunci Materi, Opini, dan Informasi yang dibangkitkan

sesuai dengan tujuan dan sasarannya.

program penanggulangan perubahan iklim lintas sektor RPJMN 2009-2014 ke dalam RKP 2010-2013.

Apa permasalahan dan solusi bagi implementasi Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim dalam RPJMN 2009-2014

• Kendala implementasi Kebijakan dan Program Lintas Sektor.

• Kelemahan dari rumusan kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim lintas sektor RPJMN 2009-2014.

• Evaluasi terhadap kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim lintas sektor.

FGD Tahap II

Substansi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam RPJMN 2015-2019 dan RPJMD Provinsi

Apakah tantangan dan peluang Perubahan Iklim lima tahun ke depan (2015-2019) Nasional dan Daerah.

• Tantangan dan peluang Kebijakan/Program Lintas Sektor terkait Perubahan Iklim.

• Penguatan kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim lintas sektor RPJMN 2015-2019.

Bagaimana sebaiknya Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim dalam RPJMN 2015-2019.

• Konsep umum indikator adaptasi dan mitigasi terkait isu-isu terkini perubahan iklim yang perlu dimuat dalam RPJMN 2015-2019.

• Rekomendasi pengembangan indikator adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam RPJMN 2015-2019

• Rekomendasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Perubahan Iklim Lintas Sektor dalam RPJMN 2015-2019

Bagaimana sebaiknya Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim dalam RPJMD.

• Konsep umum indikator adaptasi dan mitigasi pada Provinsi Kepulauan dan Pulau Besar, terkait isu-isu terkini perubahan iklim yang perlu dimuat dalam RPJMD.

• Rekomendasi pengembangan

I-4

Page 11: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Topik Pertanyaan Kunci Materi, Opini, dan Informasi yang dibangkitkan

indikator untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam RPJMD Provinsi Kepulauan dan Pulau Besar.

• Rekomendasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Perubahan Iklim Lintas Sektor dalam RPJMD Provinsi.

1.4. Ruang Lingkup Kajian Kebijakan dan Program Lintas Sektor Penanggulangan Perubahan Iklim dilakukan dengan mengkompilasi dan melakukan riview terhadap hasil-hasil kajian yang sudah ada, baik yang telah dilakukan oleh individu maupun institusi seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Background study ini melingkupi beberapa aspek terkait dengan:

• Kebijakan pembangunan. • Karakteristik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah menjadi

bagian dari pembangunan. • Telaah dampak perubahan indikator-indikator iklim terhadap kinerja

pembangunan berbagai sektor. • Review implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah

dilaksanakan.

I-5

Page 12: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

II. REVIEW PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM

2.1. Tinjauan Teoritis dan Historis Tahun 1972 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan Konferensi mengenai Lingkungan Manusia (Conference on the Human Environment) di Stockholm. Pada konferensi tersebut pertama kalinya secara luas perwakilan dunia menekankan perlunya memperhitungkan aspek lingkungan pada program-program pembangunan yang selama ini dijalankan. Negara berkembang umumnya masih terkonsentrasi pada pembangunan ekonomi. Hasil dari konferensi tersebut adalah terbentuknya konsep dan penerapan Pembangunan Berkelanjutan. Matriks keterkaitan dalam pembangunan berkelanjutan disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Matriks keterkaitan dalam pembangunan berkelanjutan

Dari/ke Ekonomi Sosial Lingkungan Ekonomi Pengentasan

Rakyat Miskin Dampak Terkait Dampak Terkait

Sosial Dampak Terkait Pembangunan Manusia

Dampak Terkait

Lingkungan Dampak Terkait Dampak Terkait Pelestarian Ekosistem

Sumber: Salim (2010)

Dalam paradigma lama, semua negara mengimplementasikan pola pembangunan konvensional yang mengikuti satu garis linier paham ekonomi yang terfokus pada pertumbuhan output sebagai fungsi faktor produksi yang terdiri atas sumberdaya alam, tenaga kerja, modal, keterampilan, dan teknologi. Lewat cara ini, tingkat produksi dunia tahun 2000 menjadi hampir tujuh kali lipat produksi dunia tahun 1950. Konsumsi bahan baku dan jasa meningkat berlipat ganda dibandingkan setengah abad yang lalu. Meskipun demikian, aspek sosial sangat tertinggal. Pada 2002, dari 6 miliar orang di dunia, sekitar 2,2 miliar diantaranya menderita kelaparan dan hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari 2 dolar per hari (Salim, 2010). Menyadari pentingnya paradigma pembagunan berkelanjutan, Indonesia semakin memperhatikan aspek sosial dan lingkungan dalam pembangunan. Dari sisi makro ekonomi, pembangunan Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, dengan laju pertumbuhan ekonomi stabil dan termasuk yang tercepat di Asia. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan perkembangan tersebut berupa rendahnya tingkat suku bunga Bank Indonesia, inflasi rendah dan nilai tukar rupiah stabil. Selama 15 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat cukup cepat dan stabil pada level 5-6,6%. Namun demikian, gambaran makro ekonomi saja tidak cukup untuk menilai keberhasilan pembangunan. Pembangunan dapat dianggap berkelanjutan, hanya bila pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari pembangunan bidang yang lain, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Pembangunan dapat disebut berkelanjutan, bila paling tidak dapat memenuhi dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, indikator pertumbuhan ekonomi yang baik belum cukup menjadi indikator pembangunan. Dalam kurun waktu 2006 hingga 2010, perekonomian Indonesia mampu tumbuh rata-rata sebesar 5,73% setiap tahunnya, namun di sisi lain, pada kurun waktu yang

II-1

Page 13: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

sama, jumlah lahan kritis juga mengalami peningkatan. Demikian juga dengan dimensi sosial, seyogyanya harus dapat mengikuti perkembangan yang sama dengan dimensi ekonomi. Selain itu, Indonesia juga berperan aktif dalam berbagai perundingan internasional tentang perubahan iklim, dan menjadi tuan rumah 13th Conference of the Parties (Konferensi Para Pihak) UNFCCC di Bali, yang menghasilkan Bali Action Plan. Dengan karakteristik wilayah Indonesia seperti: pantai yang luas, kerentanan tinggi terhadap bencana alam, dan sistem produksi pertanian sangat rentan, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Dengan demikian, Indonesia perlu di garis depan upaya internasional untuk mengelola risiko perubahan iklim global ini. Mengacu pada laporan Bappenas (2012a), dapat disajikan indikasi yang menunjukkan keberhasilan pembangunan dan aspek yang perlu mendapatkan perhatian khusus di Indonesia. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional telah menurun dari 15,10% (1990) menjadi 12,49% (2011) (Gambar 2.1). Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional terus berkurang, yaitu dari 13,33% pada tahun 2010 menurun menjadi 12,49% pada tahun 2011. Tingkat kesejahteraan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan indeks kedalaman kemiskinan nasional pada tahun 2010, yaitu dari 2,21% menurun menjadi 2,08%

pada tahun 2011. Namun demikian, tingkat kemiskinan di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan sehingga memerlukan peningkatan pembangunan perdesaan. Tingkat kemiskinan di daerah perdesaan Indonesia adalah 15,72% pada tahun 2011 sedangkan di wilayah perkotaan hanya 9,23%. Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja tumbun dari 3,52% (1990) menjadi 5,04% (2011). Dilihat per sektor, PDB per tenaga kerja sektor pertanian tumbuh dengan laju tertinggi yaitu 8,62%, sektor industri 0,99%, dan sektor jasa 1,72%. Produktivitas tenaga kerja yang

diukur dari PDB per tenaga kerja yang meningkat ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia yang baik telah mendukung penciptaan dan mempertahankan kesempatan kerja yang baik dengan pendapatan dan kondisi yang layak. Pertumbuhan produktivitas ini perlu disertai dengan perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan untuk menjamin kesiapan tenaga kerja dalam memasuki pasar kerja. Angka Partisipasi Murni (APM) pada tingkat nasional mengalami peningkatan. APM pada jenjang SD/MI meningkat secara signifikan dari 88,70% pada tahun 1992 menjadi 95,55% pada tahun 2011 dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) telah melampaui 100%. Peningkatan yang terjadi pada indikator APM SD/MI mencerminkan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan akses ke jenjang pendidikan dasar.

Gambar 2.1. Persentase penduduk yang hidup

di bawah garis kemiskinan nasional (Bappenas, 2012a)

II-2

Page 14: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup menurun dari 97 (1991) menjadi 44 (2007). Status kesehatan anak Indonesia semakin membaik. Hal ini ditunjukkan oleh semakin rendahnya angka kematian neonatal, bayi, dan balita (Gambar 2.2). Angka kematian balita menurun, angka kematian bayi turun dari 68 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi hanya 34 per seribu kelahiran hidup (2007). Angka kematian neonatal juga menurun dari 32 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 19 per seribu

kelahiran hidup pada tahun 2007.Namun demikian, jika dibandingkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 dengan SDKI 2007 penurunan kematian neonatal, bayi maupun balita cenderung stagnan. Penyebab utama kematian balita adalah masalah neonatal (asfiksia, berat badan lahir rendah, dan infeksi neonatal), penyakit infeksi (utamanya diare dan pneumonia) serta terkait erat dengan masalah gizi (gizi buruk dan gizi kurang). Masalah lain adalah disparitas angka kematian neonatal, kematian bayi dan angka kematian balita yang cukup tinggi, antarprovinsi. Kondisi ini disebabkan oleh masalah akses dan kualitas pelayanan kesehatan, masalah sosial ekonomi dan budaya, pertumbuhan infrastruktur serta kerterbukaan wilayah tersebut akan pembangunan ekonomi dan pendidikan. Terkait dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan berbagai kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan pembangunan yang selaras dengan upaya pelestarian lingkungan hidup. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah diupayakan menjadi arus utama (mainstream) dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan 2010-2014. Beberapa indikator yang terkait dengan pelestarian lingkungan dapat

digambarkan sebagai berikut. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan terhadap luas daratan mengalami penurunan dari 59,97% (1990) menjadi 52,52% (2010). Rasio luas kawasan yang masih tertutup pepohonan terhadap luas daratan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara telah diupayakan kembali ke acuan dasar tahun 1990 namun masih diperlukan upaya yang keras untuk mencapainya. Penurunan drastis rasio dari

Gambar 2.2 Penurunan angka kematian balita, bayi,

dan neonatal, 1991- 2007 (Bappenas, 2012a)

Gambar 2.3. Persentase tutupan hutan dari luas daratan

(Bappenas, 2012a) II-3

Page 15: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

keadaan pada tahun dasar 1990 diupayakan dinaikkan kembali sejak tahun 2002. Upaya pelestarian dan pemulihan hutan telah ditingkatkan sejak tahun 2002, antara lain melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Rasio tutupan hutan telah meningkat secara signifikan dari 48,97% pada tahun 2002 menjadi 52,52% pada tahun 2010 (Gambar 2.3). Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) 1.377.983 Gg CO2eq (2000) menjadi 1.791.372 Gg CO2eq (2005). Sementara itu, dengan tanpa memasukkan emisi dari sektor kehutanan (Land use, land use change and forestry – LULUCF), total emisi gas rumah kaca (GRK) dari tiga jenis GRK utama (CO2, CH4, N2O) pada tahun 2000 telah mencapai 556.728,78 Gg CO2eq. Emisi GRK terdistribusi tidak merata antara ketiga jenis GRK utama. Emisi CO2 sebesar 1.112.878,82 Gg, mewakili 80,80% emisi GRK nasional; emisi metana (CH4) sebesar 236.617,97 Gg (CO2eq) atau 17,20%, dan emisi dinitro oksida (N2O) sebesar 28.341,02 Gg (CO2eq) atau 2,00%. Sektor pengemisi GRK utama adalah alih guna lahan dan kehutanan, diikuti oleh energi, emisi dari kebakaran gambut, limbah, pertanian dan industri. Upaya penurunan emisi GRK ini terus diupayakan di tahun-tahun mendatang dengan pelaksanaan pembangunan rendah karbon berdasarkan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-GRK) yang telah ditetapkan berdasarkan Perpres No. 61 Tahun 2011. Dari sisi lain, dalam kerangka menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan pada pembangunan nasional, proporsi tangkapan ikan harus dipertahankan untuk berada dalam batasan biologis yang aman. Walaupun proporsi tersebut mengalami kenaikan, namun masih dapat dikendalikan untuk tidak melebihi 100% dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC). Potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) sumber daya perikanan tangkap tahun 2011 diperkirakan 6,4 juta ton per tahun, sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan (Total Allowable Catch/jumlah tangkapan yang diperbolehkan/JTB)) adalah 80% dari MSY atau sebesar 5,12 juta ton. Proporsi tangkapan ikan tersebut meningkat dari 66,08% pada tahun 1992 menjadi 98,86% pada tahun 2011. Rasio luas kawasan hutan lindung terhadap total luas kawasan hutan telah meningkat. Rasio tersebut meningkat dari 26,40% pada tahun 1990 menjadi 27,54% pada tahun 2010. Angka 27,54% tersebut adalah rasio luas kawasan lindung terhadap total luas daratan, bukan terhadap total luas kawasan hutan Sementara itu, rasio kawasan konservasi/lindung perairan terhadap total luas perairan teritorial juga meningkat dengan cepat. Rasio tersebut yang semula 0,14% pada tahun 1990 meningkat menjadi 4,97% pada tahun 2011 atau menjadi seluas 15,41 juta hektar. Indonesia juga mengakui bahwa mengatasi perubahan iklim merupakan bagian integral dari tantangan pembangunan yang dihadapi bangsa. Perencanaan penanggulangan perubahan iklim secara nasional tidak boleh dilakukan secara terpisah antar daerah, namun harus diatasi secara Nasional. Sudah terdapat beberapa dokumen yang dihasilkan dari kondisi tersebut (penanggulangan perubahan iklim) dan diantaranya sudah menjadi Peraturan Presiden, diantaranya adalah: (1) Rencana Aksi Nasional Menghadapi Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, 2007; (2) Yellow Book National Development Planning: Responseto Climate Change, third edition, Bappenas, 2008, (3) Indonesia Climate Change Sectoral Road Map (ICCSR), Bappenas, 2009; (4) Second National Communication, KLH, 2010, (5) Indonesia Adaptation Strategy, Bappenas, 2011, dan (6) Draft National Action Plan for Adaptation by DNPI, 2011

II-4

Page 16: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

2.2. Perubahan Iklim dan Dampaknya dalam Pembangunan 2.2.1. Kecenderungan Perubahan Iklim di Indonesia A. Unsur Iklim Iklim dapat diartikan sebagai keadaan (state) dari sistem iklim yang terbentuk dari seluruh unsur Bumi yakni atmosfer (udara), hidrosfer (laut), litosfer (bumi padat termasuk mantel, kerak Bumi, dan gunung api), kriyosfer (lapisan es), dan biosfer (vegetasi). Komponen sistem iklim saling berinteraksi untuk menjaga agar menghasilkan suatu keadaan tertentu pada ruang dan waktu tertentu. Interaksi di dalam sistem iklim melibatkan proses yang kompleks dengan skala waktu detik sampai jutaan tahun, dan skala ruang dari skala molekuler hingga planeter. Dalam istilah populer (awam), iklim sering diartikan sebagai cuaca rata-rata, tetapi secara operasional iklim didefinisikan sebagai deskripsi statistik dari unsur-unsur cuaca/iklim seperti temperatur (suhu), presipitasi (hujan), angin, dsb., yang sedikitnya menyatakan nilai rerata (mean) dan variansinya dalam rentang waktu beberapa dasawarsa (30 tahun menurut WMO). Beberapa trent perubahan iklim di Indonesia diuraikan sebagai berikut. Analisis trend perubahan iklim saat ini dilakukan dengan melihat perubahan nilai rerata 30-tahun (30-year mean). Sebagai contoh, pada Gambar 2.4. ditunjukkan grafik perubahan nilai rerata 30-tahun curah hujan dihitung secara berjalan (moving) untuk setiap 5 tahun dari data stasiun Jakarta. Gambar tersebut antara lain memperlihatkan kenaikan curah hujan bulan Januari yang cukup signifikan pada periode tahun 1970-an dibandingkan dengan tahun 1900-an, dengan selisih nilai rerata 30-tahunan sekitar 100 mm. Secara umum juga diperlihatkan bahwa curah hujan di bulan-bulan Januari sampai dengan April lebih sensitif terhadap perubahan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa curah hujah Januari cenderung menurun kembali menuju tahun 2000-an, sebaliknya curah hujan Februari cenderung naik.

Gambar 2.4. Perubahan nilai curah hujan rerata 30-tahun untuk setiap bulan pada beberapa kurun

waktu (kiri) dan grafik moving average-nya untuk bulan-bulan basah D(esember)-J(anuari)-F(ebruari) (kanan) (Bappenas, 2010a)

II-5

Page 17: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Contoh analisis di atas memperlihatkan bahwa perubahan iklim, pada taraf tertentu telah terjadi di Jakarta dilihat dari adanya perubahan nilai rerata (mean) pada data curah hujan dari satu periode 30-tahun ke periode 30-tahun lainnya. Untuk mengetahui kecenderungan perubahan curah hujan di Indonesia, maka dilakukan analsis serupa terhadap data GPCC yang berbentuk grid dengan lebar 0,5º. Hasil analisis untuk data temperatur stasiun Jakarta diperlihatkan pada Gambar 2.5. Data deret waktu sekilas menunjukkan suatu kecenderungan kenaikan temperatur yang signifikan antara tahun 1870-an dan tahun 1980-an. Namun demikian, apabila dilihat perubahan nilai temperatur rata-rata 30-an untuk tiap-tiap bulannya, maka dpat diketahui bahwa perubahan pada bulan-bulan kering Juni-Juli-Agustus (JJA) lebih besar daripada perubahan pada bulan-bulan basah Desember-JanuariFebruari (DJF). Jika diambil trend linier, perubahan temperatur untuk bulan-bulan basah hanya berkisar 0,5º C pada bulan-bulan basah tetapi pada bulan-bulan kering dapat mencapai 1,5º C selama abad ke-20. Kenaikan temperatur pada bulan-bulan kering di Jakarta kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh kondisi lokal dalam bentuk efek pulau panas perkotaan (urban heat island). Efek pulau panas perkotaan terutama ditimbulkan oleh perubahan tutupan lahan, sedangkan kontributor lainnya adalah dapat diperkirakan dari pembuangan panas dari kegiatan industri, transportasi, dan rumah tangga.

Gambar 2.5. Contoh hasil analisis perubahan temperatur di Jakarta: (a) data time series

temperatur bulanan, (b) grafik komposit temperatur 30-tahun untuk tiap-tiap bulan (dengan urutan Juli ke Juni), (c) grafik moving average 30-tahunan untuk bulan Desember, Januari,

Februari, dan (d) sama dengan (c) untuk bulan Juni, Juli, Agustus. (Bappenas, 2010a)

II-6

Page 18: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Pada Gambar 2.6 diperlihatkan grafik Cumulative Distribution Function (CDF) empirik dari kurun 30 tahun yang berbeda. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk bulan-bulan DesemberJanuari-Februari (DJF), peluang terjadinya curah hujan bulan dengan nilai sebesar 500 m meningkat sekitar 10% (dari 10% ke 20%) pada periode 1961-1990 dibandingkan dengan periode 1901-1930 dan 1931-1960. Di lain pihak, perubahan dsitribusi peluang untuk curah hujan di bulan-bulan Maret-April-Mei (MAM) tidak terlalu tampak jelas.

Perlu dicatat bahwa distribusi peluang curah hujan untuk tahun 1991-1997 agak sulit untuk diinterpretasi karena data yang tersedia tidak cukup banyak untuk membentuk suatu kurva normal. Keterkaitan antara peluang curah hujan bulanan yang tinggi dengan curah hujan ekstrim tentunya tidak terlalu jelas. Akan tetapi hujan rata-rata di Jakarta adalah sekitar 200-300 mm/bulan selama bulan-bulan DJF, dan hujan 500 mm/bulan adalah hampir dua kali rata-rata. Apabila jumlah hari hujan dianggap tetap, maka dapat diperkirakan bahwa haruslah terjadi peningkatan intensitas curah hujan harian juga. Pada waktu musim angin barat (angin bertiup dari barat) dari bulan Oktober sampai Maret, cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh monsun barat, angin bertiup dari timur laut dan berbelok menuju arah tenggara setelah melewati katulistiwa. Sebaliknya pada musim angin timuran, angin bertiup dari tenggara dan berbelok menuju ke timur laut setelah melalui daerah katulistiwa, dari bulan Mei sampai Septemnber. Pengaruh Samudera Pasifik menjadi dominan pada periode angin baratan kecuali sebagian besar Sumatera, yang dipengaruhi oleh karakteristik Samudera Hindia sebelah barat. Sebaliknya pada musim angin timuran, pengaruh Samudera Hindia menjadi dominan dengan ditandai oleh berkurangnya curah hujan di Pulau Jawa, dan kepulauan Nusa Tenggara, sementara di sebagian besar Sumatera, dan Kalimantan masih berpeluang terjadinya curah hujan dengan intensitas sedang. Gambar 2.7 menunjukkan pola angin dan distribusi spasial suhu permukaan laut (SPL) pada bulan Januari saat puncak musim angin barat dan Agustus saat puncak musim angin timur. Pola angin dan SPL, masing-masing berdasarkan data satelit QuickScat (Quick Scatterometer) dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Agency) OI (Optimal Interpolation). Sementara itu curah hujan bulanan untuk bulan

Gambar 2.6. Grafik Cumulative Distribution Function (CDF) empirik, dari data curah hujan bulanan

Jakarta selama beberapa periode 30-tahunan. (Bappenas, 2010a)

II-7

Page 19: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.7. Pola angin dan suhu permukaan laut (SPL) pada bulan Januari dan Agustus

(Bappenas, 2010a)

Gambar 2.8. Siklus tahunan rata-rata curah hujan di Indonesia bulan Januari dan Agustus

(Bappenas, 2010a)

Januari dan Agustus berdasarkan data TRMM (Total Rainfall Measurements Mission) terlihat seperti pada Gambar 2.8. Berdasarkan Gambar 2.7 dan 2.8, terlihat adanya hubungan yang erat antara pola curah hujan dan distribusi SPL. Pada bulan Januari terlihat curah hujan tinggi di hampir seluruh wilayah Indonesia, yang berkisar antara 250 mm sampai 400 mm, dengan SPL yang tinggi diatas 28°C. Sementara itu, pada bulan Agustus terlihat rendahnya curah hujan di Indonesia, terutama pada wilayah di sebelah selatan katulistiwa dengan total curah hujan dibawah 50 mm/bulan, dengan SPL dibawah 27°C.

B. Hidrooseanografis Secara umum pola arus Indonesian Trough Flow (ITF) mempengaruhi karakteristik iklim melalui mekanisme heat-transfer antara Samudera Pasifik dan Indonesia. Gambar 2.9 menunjukkan arus permukaan dan distribusi spasial TML pada bulan Januari dan Agustus. Pola arus dan estimasi tinggi muka air laut merupakan hasil

II-8

Page 20: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.9. Distribusi spasial TML dan arus permukaan pada bulan Januari dan Agustus.

TML berdasarkan data altimeter, sedangkan arah dan kecepatan arus merupakan hasil estimasi dengan menggunakan HYCOM (Hybrid Coordinate Ocean Model)

(Bappenas, 2010a)

perhitungan dengan menggunakan HYbrid Coordinate Ocean Model (HYCOM) (Sofian et al., 2008). Pada umumnya TML di Perairan Indonesia tinggi pada bulan Januari (monsun barat) dan rendah pada bulan Agustus (monsun timur). Sementara itu, garis dan tanda panah warna kuning menunjukkan Indian Ocean South Equatorial Current (IOSEC). Garis dan anak panah warna putih dan solid merah, masing-masing menunjukkan jalur lintasan Indonesian Throughflow (ITF, Alur Lintas Indonesia) dari Pasifik Selatan ke Samudera Hindia melalui Selat Makassar dan Lombok, serta melalui Laut Cina Selatan, Selat Karimata, dan Laut Jawa. Sedangkan garis titik-titik dan anak panah warna merah menunjukkan Pacific South Equatorial Current (PSEC), dengan sketsa SEC dan ITF. (2003). Pada periode monsun barat (Januari, Gambar 2.8a.) terlihat IOSEC bergerak ke barat dengan rentang pada 10°S sampai 20°S, sementara mesoscale eddies (pusaran skala meso) tidak terlihat dengan jelas di Laut Cina Selatan. Arus permukaan yang kuat di Laut Cina Selatan membuat naiknya TML di Kalimantan bagian barat dan utara sampai Vietnam sebelah timur. Selanjutnya, PSEC dengan kisaran antara 5° N dan 15°S sampai 20° S mengalir ke barat akibat hembusan Pacific Tradewind (PTW) dari perairan di sekitar Peru sampai 180° E. Sementara itu Pacific North Equatorial Current (PNEC) yang terletak antara latitude 10° sampai 25° N terdorong ke barat oleh hembusan tradewind tenggara. Pada saat PNEC mencapai Filipina, arus permukaan ini terpecah, dengan bagian yang lebih kecil bergerak ke selatan untuk memulai menjadi Pacific Equatorial Counter Current

Gambar 2.9b menunjukkan TML dan vektor arus bulan Agustus pada waktu monsun timur. Arus permukaan di Laut Cina Selatan yang bergerak ke timur mendorong air laut ke timur dan memindahkan TML yang tinggi dari pantai barat laut Kalimantan ke timur laut Filipina. Sementara itu IOSEC ekspansi lebih ke utara dari 16°S pada waktu monsun barat ke 8°S. Kekuatan arus permukaan PSEC menguat dibandingkan PSEC pada monsun barat. PNEC melemah dan arus Kuroshiyo didominasi oleh arus permukaan yang kuat dari Laut Cina Selatan yang bergerak ke utara. PECC menguat seiring dengan kuatnya arus permukaan dari Laut Cina Selatan yang terpropagasi ke timur. Sebagai tambahan arus permukaan di Selat Makassar menguat dan menuju ke Samudera Hindia melalui Selat Lombok, dan bagian timur Indonesia.

II-9

Page 21: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.10 Distribusi tinggi muka air laut dan pola arus pada bulan Januari dan Agustus.

Tinggi muka air laut dan pola arus adalah rata-rata bulanan selama 7 tahun, dari tahun 1993 sampai 1999 (Bappenas, 2010a)

Gambar 2.10 menunjukkan pola arus dan tinggi muka laut rata-rata bulanan dari tahun 1993 sampai 1999, pada bulan Januari dan Agustus. Pola arus dan estimasi tinggi muka laut merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan HYbrid Coordinate Ocean Model (HYCOM). Rata-rata tunggang pasut (tidal range) tertinggi bulanan di seluruh perairan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Distribusi spasial rata-rata tunggang pasut tertinggi bulanan di Perairan Indonesia

(Bappenas, 2010a)

II-10

Page 22: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.12. Rata-rata tinggi gelombang bulanan pada bulan Januari dan Agustus.

Data gelombang diperoleh dari altimeter Significant Wave Height (SWH) dari Januari 2006 sampai Desember 2008 (Bappenas, 2010a)

Berdasarkan hasil model OTIS untuk wilayah Indonesia, didapatkan bahwa pasang surut tertinggi terjadi di pantai selatan Pulau Papua mencapai 5 m, dengan tinggi pasang tertinggi dan surut terendah, masing-masing berkisar antara 2.6m sampai -2.6 m.Selat Karimata bagian selatan mempunyai tunggang pasut antara 2.2 m sampai 2.4 m, dengan pasang tertinggi mencapai 1.2m, dan surut terendah antara -1.1m sampai 1.1 m. Tinggi tunggang pasut di Laut Jawa berkisar antara 1.2 m sampai 2 m, dengan tunggang pasut tertinggi terjadi di Laut Jawa sebelah timur di sekitar Surabaya, Madura, dan Bali. Terlihat juga adanya perbedaan waktu terjadinya puncak pasang tertinggi di Laut Jawa, dengan pasang tertinggi di sekitar Jakarta, terjadi pada jam 00.00 WIT sampai 01.00 WIT, kemudian bergeser ketimur, dengan pasang tertinggi di sekitar Bali yang terjadi pada jam 12.00 WIT. Sementara itu pasang surut yang terjadi di pantai barat Pulau Kalimantan, mempunya pasang tertinggi sekitar 2 m dan terendah -2 m, yang masing-masing terjadi pada jam 06.00 WIT dan 00.00 WIT. Tinggi air laut pasang di Sulawesi Selatan berkisar antara 1.2m sampai 1.4m, dan di Sulawesi Utara mencapai 1,6 m sampai 1.8 m, dengan surut terendah masing-masing mencapai -1,4 m dan -1,8 m, massing-masing untuk perairan di sekitar Sulawesi Selatan dan Utara. Tinggi gelombang laut pada bulan Januari dan Agustus dari rata-rata selama 3 tahun, yang berasal dari data altimeter Significant Wave Height (SWH) ditunjukkan pada Gambar 2.12. Rata-rata tinggi gelombang pada bulan Januari berkisar antara 60cm sampai 240 cm, dengan gelombang tertinggi terjadi di Pasifik Barat, sebelah utara Papua, yang mencapai 3 m. Gelombang gelombang. Wilayah Perairan Indonesia yang terletak di sebelah utara katulistiwa, pada umumnya mempunyai gelombang tertinggi tahunan pada bulan Januari, kecuali pantai barat Sumatera yang berbatasan dengtan Samudera Hindia. Sebaliknya daerah yang terletak di sebelah selatan Katulistiwa mempunyai gelombang tertinggi tahunan pada bulan Juli sampai Agustus. Sedangkan gelombang tertinggi pada bulan Agustus terjadi di Samudera Hindia, dengan ketinggian lebih dari 3 m. Sementara itu tinggi gelombang di Selat Makassar, Karimata dan perairan di sekitar Pulau Ambon, mempunya tinggi gelombang terendah dengan kisaran antara 60cm sampai 1m. Sebagai tambahan tinggi gelombang di Laut Jawa mencapai titik tertinggi pada bulan Juli sampai Agustus dengan kisaran antara 1,2 m sampai 1,4 m.

II-11

Page 23: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.13. Perubahan luas tanam kumulatif pada musim hujan (MH) dan kemarau (MK) selama ENSO

tahun (El Niño dan La Niña) dibandingkan dengan tahun normal (Ministry of Environment, Indonesia Second National Communication UNFCC, 2010)

2.2.2. Dampak Perubahan Iklim dalam Pembangunan Selama abad 20, Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan tanah 0,5 derajat celcius. Jika dibandingkan periode tahun 1961 hingga 1990, rata-rata suhu di Indonesia diproyeksikan meningkat 0,8 sampai 1,0 derajat Celcius antara tahun 2020 hingga 2050 (Bappenas, 2012b). Kondisi ini merupakan dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Bumi. Perubahan iklim akan berdampak pada berbagai sektor pembangunan, yang dapat meliputi pertanian, sumber daya air, kehutanan, pesisir dan lautan, dan kesehatan. A. Pertanian Perubahan iklim melalui tahun ENSO (El Niño dan La Niña) akan berdampak besar terhadap sektor pertanian. Secara historis data yang ada menunjukkan bahwa berubahnya awal dan lamanya musim penghujan akan mempengaruhi produksi beras di Indonesia. Mundurnya awal musim penghujan akibat fenomena El Niño menyebabkan penurunan produksi beras di musim penghujan. Penurunan luas tanam saat musim hujan (MH) dapat dikompenasi dengan peningkatan luas tanam saat musim lkemarau (MK), namun secara agregat tetap akan menurunkan produksi beras (Gambar 2.13), terutama di Jawa dan Bali. Penurunan curah hujan secara signifikan saaat musim penghujan pada tahun-tahun El Niño, juga akan mempengaruhi produksi tanaman pangan selain beras. .

Musim kemarau yang panjang selama tahun El Niño dapat juga berpengaruh terhadap tanaman tahunan. Pada observasi yang panjang menunjukkan bahwa kemarau panjang dapat merusak tanaman muda, seperti pada tahun 1994 persentase angka kematian tanaman muda (kurang dari 2 tahun) mencapai 30%. Bahkan pada tanaman tahunan yang telah menghasilkan seperti kelapa, kelapa sawit, dapat mengalami kerusakan permanen setelah mengalami kemarau panjang 4-9 bulan. Selain penurunan produksi pertanian, perubahan iklim juga akan

II-12

Page 24: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

mempengaruhi dinamika hama penyakit tanaman. Perubahan tersebut pada gilirannya akan mengancam kelebrlangsungan sektor pertanian secara keseluruhan. B. Sumber Daya Air Perubahan pola dan intensitas curah hujan, akan berdampak langsung terhadap sektor sumber daya air. Ketersedian air untuk pemenuhan berbagai kebutuhan, secara langsung dipengaruhi oleh faktor iklim dan kemampuan suatu kawasan dalam menahan air, yang ditunjukkan oleh neraca air di suatu wilayah. Perubahan iklim akan dapat meningkatkan defisit air di berbagai wilayah. Kemampuan suatu kawasan dalam menahan air, akan ditentukan oleh penutupan hutan di kawasan tersebut. Dengan demikian kecenderungan perubahan penutupan lahan bervegetasi (seperti hutan) menjadi bukan-hutan, akan mempercepat terjadinya defisit air yang akan mengancam berbagai sektor. Suatu kajian mengenai neraca air di Indonesia menunjukkan bahwa pada beberapa tahun mendatang akan semakin banyak wilayah yang mengalami kelangkaan surplus air. Seperti disajikan pada Gambar 2.14, wilayah dengan warna semakin hijau muda akan semakin mengalami bulan-bulan defisit air yang meningkat.

C. Kehutanan Pada sektor kehutanan, penurunan curah hujan saat musim kemarau dan memendeknya musim penghujan, akan semakin meningkatkan risiko kebakaran hutan dan juga lahan. Berdasarkan pola kerapatan titik api (hotspot), dapat

Gambar 2.14. Status neraca air pada beberapa skenario perubahan iklim

(Ministry of Environment, Indonesia Second National Communication UNFCC, 2010)

II-13

Page 25: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.15. Klasifikasi risiko kebakaran hutan berdasarkan pola kerapatan titik api (hotspot)

wilayah Sumatera dan Kalimantan (Ministry of Environment, Indonesia Second National Communication UNFCC, 2010)

diketahui bahwa terdapat dua provinsi yang memiliki titik api tertinggi, yaitu Riau di Sumatera dan Kalimantan Tengah di Kalimantan. Klasifikasi risiko kebakaran hutan untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan berbadasarkan kerapatan titik api, disajikan pada Gambar 2.15. Kerapatan titik api di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah, dapat meningkat dengan sangat cepat pada saat menurunnya curah hujan musim kemarau atau memanjangnya musim kemarau, utamanya pada tahun-tahun El Nino. Hasil penelitian Ardiansyah and Boer (2009 dalam KemenLH 2010), menunjukkan bahwa bila curah hujan musim kemarau lebih rendah 50 mm atau lebih di bawah normal, maka kerapatan titik api akan meningkat sangat cepat. Risiko kebakaran hutan akibat perubahan iklim, semakin meningkatkan ancaman terhadap keragaman hayati. Suatu kajian di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa jumlah pohon yang dapat hidup dari suatu area yang terbakar berulang (tahun

1982/83 dan 1997/98), akan menjadi turun secara signifikan. Dampak lain dari perubahan iklim pada sektor kehutanan adalah juga meliputi berkurangnya kerapatan spesies fauna tertentu (yang dapat disebabkan oleh perpindahan ke area yang memiliki suhu dan curah hujan yang lebih sesuai), memingkatnya hama dan penyakit tumbuhan hutan, perubahan produkstivitas hutan, dan lain-lain. D. Pesisir dan Lautan Pada sektor pesisir dan lautan, peningkatan muka laut sekitar 25-50 cm akibat perubahan iklim, akan menyebabkan tenggelamnya banyak bagian kota-kota pesisir di Indonesia. Subsidensi lahan akan semakin menjadi permasalahan utama di berbagai kota pesisir seperti Semarang. Pada banyak bagian di kota-kota besar lain seperti Surabaya, Jakarta and Medan, dapat tenggelam sebagian secara permanen. Peningkatan muka laut tersebut akan merusak dan menghilangkan berbagai

II-14

Page 26: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.16. Luas dan kedalaman banjir di Jakarta akibat peningkatan muka air laut dan air pasang

(Ministry of Environment, Indonesia Second National Communication UNFCC, 2010)

infrastruktur wilayah seperti pelabuhan, jalan, bandara, serta permukiman dan areal budidaya di wilayah pesisir. Studi yang dilakukan oleh Hariati et al. (2009 dalam KemenLH 2010) menunjukkan bahwa peningkatan muka air laut akan menimbulkan permasalahan yang sangat serius bagi Jakarta. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16, peningkatan muka air laut sampai 1 m, akan menenggelamkan sekitar 1.000 ha lahan, dan akan menjadi lebih parah bila dikombinasi dengan pasang tinggi, maka akan membanjiri sekitar 6.000 ha lahan (sekitar 10% dari luas Jakarta). Peningkatan muka laut juga dapat mengancam teritorial negara, akibat tenggelamnya pulau-pulau kecil terluar di Indonesia yang menjadi titik pangkal perbatasan negara, seperti Alor (perbatasan dengan Timor Leste), Pelampong (perbatasan dengan Singapura), Senua (perbatasan dengan Malaysia), Simuk and Sinyaunyau (perbatasan dengan India). Peningkatan temperatur air laut dapat menyebabkan masalah bagi ekosistem terumbu karang serta ekosistem lainnya di wilayah pesisir. Wetland International (Burke et al., 2002 dalam KemenLH 2010) melaporkan bahwa El-Niño tahun 1997 telah merusak 18% ekosistem karang di Asia Tenggara. Di Indonesia, pemutihan

karang (bleaching) sudah diamati di berbagai tempat yang meliputi pantai timur Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok. Di Kepulauan Seribu (Jakarta), sekitar 90-95% karang mengalami pemutihan pada kedalaman 25 m di bawah permukaan laut. E. Kesehatan Pengaruh perubahan iklim terhadap kehidupan manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pengaruh langsung (terhadap tubuh, fisiologis dan psikologis); dan pengaruh tidak langsung (pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan dan lingkungan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi manusia). Cuaca ekstrim yang berkaitan dengan ENSO juga dapat berkontribusi terhadap peledakan penyakit seperti malaria, dengue, diarrhea, cholera dan penyakit lain yang ditularkan vektor.

II-15

Page 27: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Gambar 2.17. Tingkat kejadian demam berdarah dengue dan jumlah kota yang terkena.

Catatan: tahun 1973, 1988, dan 1998 merupakan tahun La Niña (Ministry of Environment, Indonesia Second National Communication UNFCC, 2010)

Kasus-kasus dengue ditemukan meningkat secara signifikan pada tahun-tahun La-Niña, yaitu di saat curah hujan lebih tinggi daripada rata-rata (Gambar 2.17). Peningkatan tersebut dapat ditemukan di Pulau Jawa, utamanya di kota-kota besar. Perubahan iklim secara umum akan meningkatka intensitas dan luas area yang berisiko dan berpeluang mengalami timbulnya penyakit baru yang berhubungan dengan iklim. Perubahan iklim yang berkombinasi dengan perubahan lingkungan dan prilaku sosial, menyebabkan tekanan terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan wilayah yang memiliki penyakit-penyakit yang disebarkan oleh berbagai vektor, dapat menjadi lebih meningkat dengan adanya perubahan iklim. Peningkatan kasus dan perubahan pola sebaran penyakit selama periode iklim ekstrim, merupakan indikasi dari pengaruh perubahan iklim terhadap kesehatan masyarakat.

2.3. Telaah Empiris Implementasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

2.3.1. Sektor Pertanian

Strategi utama pada bidang Ketahanan Pangan adalah meliputi: (a) Penyesuaian dan pengembangan sistem usahatani terhadap perubahan iklim, (b) Pengembangan dan penerapan teknologi adaptif terhadap cekaman iklim, (c) Pengembangan dan optimalisasi sumberdaya lahan, air dan genetik. Strategi-strategi tersebut diwujudkan melalui 7 Program Utama (Klaster), yaitu: 1) Klaster Penyesuaian Sistem Produksi Pangan; 2) Klaster Perluasan Areal Pertanian Pangan dan Budidaya Perikanan; 3) Klaster Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Pertanian yang climate proof1; 4) Klaster Percepatan Diversifikasi Pangan; 5) Klaster Pengembangan Teknologi Inovatif dan Adaptif; 6) Klaster

1Climate Proof ialah pembangunan atau pengembangan sistem yang sudah memperhitungkan perubahan iklim sehingga sistem dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi iklim yang akan berubah

II-16

Page 28: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi (Iklim dan teknologi); 7) Klaster Program Pendukung. Pelaksanaan teknis program-program aksi di atas harus didukung oleh analisis dan kajian-kajian ilmiah terkait dengan kerentanan dan dampak perubahan iklim pada ketahanan pangan, analisis dan sintesis kebijakan pemanfafatan sumberdaya lahan dan air, pengembangan kelembagaan pangan dan sistem produksinya (pertanian dan perikanan) serta memperhatikan aspek sosial ekonomi budaya, aspek gender, dan kondisi spesifik lingkungan (Bappenas, 2013a). Sub sektor perkebunan dan sistem pertanian di lahan gambut dapat memberikan kontribusi cukup besar dalam mitigasi perubahan iklim. Dengan demikian, usaha mitigasi perubahan iklim pada sektor pertanian difokuskan pada sub sektor perkebunan dan pertanian di lahan gambut.

2.3.2. Sektor Energi

Strategi utama bidang kemandirian energi adalah: (a) perbaikan dan konservasi wilayah tangkapan hujan pada DAS yang menjadi sumber pembangkit energi tenaga air dan panas bumi, dan (b) Optimalisasi pemanfaatan limbah organik dan biomassa serta pengembangan sumber energi dari bahan bakar nabati (BBN).Strategi-strategi tersebut diwujudkan melalui 4 Program Utama (Klaster), yaitu: 1) Klaster Perbaikan dan Konservasi Wilayah Tangkapan Hujan; 2) Klaster Perluasan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan; 3) Klaster Pengembangan Teknologi Inovatif dan Adaptif untuk Budidaya Tanaman Sumber Bahan Bakar Nabati dan Hutan Tanaman untuk Energi (Energy Plantation); dan 4) Klaster Program Pendukung (Bappenas, 2013a). Untuk dapat memenuhi tantangan dari mitigasi bidang energi, diperlukan peningkatan skala untuk dipromosikan dan selanjutnya difusi teknologi perlu mendapatkan bantuan, termasuk didalamnya mempererat kerjasama antara pihak industri dengan negara-negara berkembang. Untuk merealisasikan hal ini pemerintah harus berkonsentrasi dan memberikan support berupa kemudahan pasar, bersih dan predictable playing field bagi sektor swasta. Pemerintah harus mempromosikan jenis-jenis pilihan energi seperti penggunaan pembangkit air (large-hydro) dan geothermal. Sumber terbarukan lainnya seperti penggunaan solar cell pada pendingin udara, penggunaan energi gelombang dan nanotechnology, meskipun semuanya masih memerlukan pengembangan teknologi dan pemasaran lebih lanjut. Pilihan lainnya adalah penggunaan teknologi penangkap dan penyimpan karbon, teknologi ini ikut terlibat dalam penangkapan CO2 sebelum dilepaskan ke atmosfer, memindahkannya ke tempat yang lebih aman dan mengisolasinya dari atmosfer, contohnya adalah mennyimpannya dalam lampisan formasi batuan.

2.3.3. Sektor Kesehatan

Strategi sektor kesehatan adalah: (a) penguatan dan pemutakhiran informasi kerentanan dan risiko kesehatan terhadap perubahan iklim, (b) pengembangan kebijakan, perencanaaan, jejaring, dan kerja sama antar lembaga di tingkat lokal, regional dan nasional terkait risiko kesehatan terhadap perubahan iklim, serta (c) penguatan kapasitas dan kewaspadaan dini terkait ancaman perubahan iklim terhadap kesehatan di tingkat masyarakat dan pemerintah. Strategi-strategi tersebut diwujudkan dalam 4 Program Utama (Klaster): 1) Klaster Identifikasi dan Pengendalian Faktor-Faktor Kerentanan dan Risiko pada Kesehatan Masyarakat yang dapat Ditimbulkan oleh Perubahan Iklim; 2) Klaster Penguatan Sistem Kewaspadaan dan Pemanfaatan Sistem Peringatan Dini Terhadap Mewabahnya

II-17

Page 29: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular yang Diakibatkan Perubahan Iklim; 3) Klaster Penguatan Regulasi, Peraturan Perundangan, dan Kapasitas Kelembagaan di Tingkat Pusat dan Daerah Terhadap Risiko pada Kesehatan Masyarakat yang dapat Ditimbulkan oleh Perubahan Iklim; 4) Klaster Peningkatan Ilmu Pengetahuan, Inovasi Teknologi, dan Partisipasi Masyarakat Terkait Adaptasi Kesehatan terhadap Perubahan Iklim.

2.3.4. Sektor Pesisir, Kelautan, Perikanan dan Pulau-Pulau Kecil

Strategi sektor Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, adalah: (a) Stabilitas kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap ancaman perubahan iklim, (b) Peningkatan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (c) Pelaksanaan pembangunan struktur adaptasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (d) Penyesuaian rencana tata kawasan perkotaan terhadap ancaman perubahan iklim, dan (e) Pengembangan dan optimalisasi riset dan sistem informasi tentang perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Strategi-strategi tersebut diwujudkan melalui 5 Program Utama (Klaster), yaitu: 1). Klaster Peningkatan Kapasitas Kehidupan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Terkait dengan Isu Perubahan Iklim. 2). Klaster Pengelolaan dan Pendayagunaan Lingkungan dan Ekosistem untuk Adaptasi Perubahan Iklim. 3). Klaster Penerapan Tindakan Adaptasi Struktural dan Non Struktural untuk Mengantisipasi Ancaman Perubahan Iklim. 4). Klaster Pengintegrasian Upaya Adaptasi ke dalam Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 5). Klaster Peningkatan Sistem Pendukung Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aspek mitigasi dapat diliput pada penerapan manajemen risiko secara sistematis melalui kebijakan administratif (undang-Undang dan rencana tata ruang), organisasi, peningkatan kemampuan opersional, pemilihan strategi dan implementasi serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bahaya sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkannya. Manajemen risiko ini mengkaji seluruh pilihan strategi dan implementasi, baik dalam penanganan struktural (structural measures) maupun non struktural (non structural measures) untuk menghindarkan (preventive) atau untuk mengurangi efek yang ditimbulkan oleh bahaya perubahan iklim secara adaptasi, preperedness dan peningkatan resilence.

2.3.5. Sektor Kehutanan

Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) merupakan permasalahan yang harus ditangani secara global karena peningkatan suhunya juga berdampak global. Menurut IPCC (2007) emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2004 mencapai 49 giga ton (milyar ton) CO2eq. Peningkatan emisi diperkirakan akan terus terjadi dan mencapai 25-90% pada periode tahun 2000-2030. Menurut hasil kajian Stern-Economist dari UK- tahun 2006, sektor terbesar penyumbang emisi global adalah dari sektor energi yang mencapai 65% terdiri dari Listrik 24%, transportasi 14% dan industri 14% lain-lain 13%. Sedangkan sisanya 35% berasal dari sektor non energi yakni Pertanian 14%, Kehutanan (Land use-Land use Change and Forestry) 18% dan lain-lain 3%. Stok karbon yang tersimpan dari vegetasi dan tanah sebesar ± 7500 Gt CO2 atau setara dengan 2 kali jumlah CO2eq di atmosfir. Dari stok karbon di vegetasi dan tanah tersebut 4500 G ton diantaranya merupakan stok karbon di hutan. Lebih dari itu hutan dapat menyerap 2 Gt CO2eq per tahunnya (carbon sink).

II-18

Page 30: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Di sisi lain hutan sumber daya hutan juga telah mengemisi atmosfir dari kegiatan deforestasi sebesar 6 Gt CO2eq per tahun. Penanganan masalah perubahan iklim dilakukan melalui mitigasi dan adaptasi yaitu meningkatkan kemampuan pengurangan/ penyerapan konsentrasi GRK di atmospher dan meningkatkan kemampuan survival (resiliensi) terhadap perubahan iklim. Bila mengacu pada hasil kajian Stern diatas maka apabila deforestasi merupakan18% dari masalah emisi GRK, maka pencegahan/pengurangan deforestasi dapat menjadi 18% dari solusi pengurangan emisi. Salah satunya dalam bentuk skema Pengurangan Emisi dari Deforestatsi dan Degradasi Hutan (REDD-Reducing Emision from Deforestation and Forest Degradation) Indonesia telah menginisiasi upaya mitigasi perubahan iklim melalui mekanisme REDD (reducing emission from deforestation and degradation) yang pada intinya mendorong terwujudnya SFM melalui penerapan best practices dalam pengelolaan hutan. Peluang untuk mewujudkan SFM dan REDD semakin didorong dengan mangemukanya mekanisme perdagangan karbon (carbon trading) baik yang bersifat voluntary maupun berdasarkan ketentuan yang ditetapkan pemerintah (regulated/mandatory) melalui REDD demonstration activities. Penelitian dan pengembangan Kehutanan yang terkait dengan perubahan iklim difokuskan pada upaya tindak lanjut implementasi REDD, opsi penyempurnaan mekanisme A/R CDM, serta upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.

2.3.6. Sektor Pekerjaan Umum

Departemen Pekerjaan Umum memiliki peran yang vital dalam kegiatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, melalui 3 (tiga) sektor utama, yakni: sektor sumberdaya air, sektor perumahan dan permukinan dan sektor jalan dan jembatan. Keterpaduan pembangunan ketiga sektor tersebut dicapai melalui dukungan kebijakan penataan ruang. Dalam rangka mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, kebijakan Departemen Pekerjaan Umum dapat diuraikan sebagai berikut (Kemen-PU, 2010): 1. Meningkatkan penyelenggaraan penataan ruang nasional dan daerah yang

aman (dari ancaman bencana), nyaman (kualitas lingkungan yang baik), produktif (dalam mendukung kegiatan sosial-ekonomi) dan berkelanjutan (untuk kebutuhan masa kini dan masa mendatang)

2. Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana sumberdaya air dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional dan mengurangi kerentanan terhadap resiko bencana banjir, longsor, dan kekeringan.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman pada kawasan perkotaan dan perdesaan yang bertujuan untuk mengurangi kerentanan terhadap resiko banjir/genangan serta krisis air bersih dan sanitasi

4. Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana jalan yang mampu memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat dalam hal mobilisasi dan aksesibilitas.

Kebijakan dalam mengurangi dampak perubahan iklim adalah sebagai berikut: (1) Menciptakan rasa aman (dari potensi bencana), nyaman (kondisi lingkungan yang baik), produktif (kehidupan sosial ekonomi yang dinamis) dan berkelanjutan (untuk pemenuhan kebutuhan sekarang dan masa mendatang) dalam tata ruang nasional dan daerah; (2) Meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur sumber daya air dalam rangka ketahanan pangan nasional dan mengurangi resiko banjir, tanah

II-19

Page 31: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

longsor dan kekeringan; (3) Meningkatkan pelayanan kualitas inftrastruktur perkotaan dan pedesaan dalam mengurangi potensi banjir, krisis air dan sanitasi; dan (4) Meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur jalan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesibilitas kebutuhan sosial ekonomi.

2.3.7. Sektor Limbah

Skenario potensi mitigasi dari sektor sampah dibuat berdasarkan mandat UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sesuai dengan isi UU No. 18/2008 tersebut, usaha-usaha untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor sampah adalah me-recovery LFG (landfll gas) baik dari lahan open dumping yang telah dikonversi menjadi sanitary landfll, maupun dari pembuatan sanitary landfll yang baru. Usaha menutup open dumping dan membangun sanitary landfll dengan LFG teknologi recovery sejalan dengan isi UU No.18/2008, yaitu seluruh lahan open dumping harus ditutup pada tahun 2015. Usaha lainnya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca adalah usaha untuk mereduksi sampah baik di sumber sampah (rumah tangga), TPS (Tempat Penampungan Sementara), maupun TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) dengan teknik 3R (reduce, reuse, recycle). Pemrosesan akhir sampah di perkotaan (urban) dan pedesaan (rural) di Indonesia adalah berbeda, di perkotaan menitikberatkan pada teknologi landfll (open dumping, controlled landfll, sanitary landfll), sedangkan di pedesaan teknologi pengomposan. Sedangkan untuk 3R dapat diterapkan baik di perkotaan maupun pedesaan.

2.4. Kebijakan dan Program Penanganan Perubahan Iklim di Beberapa Negara

Pada bagian berikut disajikan beberapa pengalaman dan kebijakan dan program penanganan perubahan iklim di berbagai negara.

2.4.1. Banglades

Banglades merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap risiko iklim. Dua pertiga dari daratan negara ini berada pada elevasi kuarang dari 5 meter di atas permukaan laut, dan sangat rentan terhadap limpahan sungai dan banjir. Oleh karena itu, sebagian negara ini merupakan bentukan dari delta sungai-sungai Gangga, Brahmaputra, dan Meghna (GBM). Secara historis diketahui bahwa setiap 3 sampai 5 tahun, Banglades tenggelam oleh banjir besar dan merusak berbagai infrastruktur, permukiman, kawasan pertanian, dan menghancurkan penghidupan utama penduduk miskin (World Bank Group, 2010a). Rekomendasi kebijakan adaptasi perubahan iklim bagi Banglades adalah meliputi bidang-bidang:

I. Pada Jangka pendek: 1. Melakukan perbaikan dan meningkatkan investasi untuk menambah polder-

polder penampung air, yang secara langsung dapat mengurangi risiko badai dan banjir.

2. Meningkatkan penelitian dan pengembangan pengetahuan untuk mempertajam perencanaan dan aksi adaptasi perubahan iklim di masa depan.

II-20

Page 32: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

II. Pada Jangka Menengah dan Panjang: 3. Mengkampanyekan kebijakan pembangunan yang mengedepankan

adaptasi perubahan iklim sebagai dasar aksi adaptasi jangka menengah dan panjang.

4. Peningkatan standar rancangan infrastruktur: infrastruktur yang dirancang dengan baik akan meningkatkan ketahanannya terhadap kejadian cuaca ekstrim dan akan memberikan benefit yang besar dalam jangka panjang.

5. Mengurangi insentif yang salah sasaran: kebutuhan untuk meningkatkan infrastruktur harus dirancang secaar hati-hati, jangan sampai menjadi pemicu kerusakan dan kerugian yang lebih parah.

6. Pengembangan varietas dan budidaya tanaman yang tahan perubahan iklim: kebijakan ini merupakan pilihan untuk peningkatan keamanan pangan dalam jangka panjang.

7. Meningkatkan partisipasi pemerintah dan stakeholders lainnya: efektivitas investasi sangat tergantung pada kemampuan kelompok target (masyarakat) yang disasar untuk mengakses dan menikmatinya.

8. Penguatan kerjasama regional: merupakan opsi mendasar bagi pengelolaan perubahan iklim dalam jangka panjang. Misalnya kerjasama dalam memanfaatkan sumberdaya air antara negara yang bertetangga.

2.4.2. Ethiopia

Ethiopia sangat tergantung pada pertanian tadah hujan. Karena kondisi geografis dan topografinya, yang dikombinasi dengan kapasitas adaptasi yang rendah, maka negara ini sangat rentan terhadap perubahan iklim. Secara historis, Ethiopia sudah mengalami bencana akibat iklim ekstrim berupa kekeringan parah dan banjir. Rekomendasi kebijakan adaptasi perubahan iklim bagi Ethiopia adalah meliputi tiga bidang utama, yaitu (World Bank Group, 2010b):

1. Pertanian: investasi untuk peningkatan produktivitas pertanian−meliputi peningkatan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), teknologi on-farm, akses dan perluasan penyuluhan, angkutan, pupuk dan varietas benih, dan peramalan cuaca−upaya-upaya tersebut akan meningkatkan ketahanan pertanian terhadap kekeringan dan banjir.

2. Infrastruktur: meningkatan jangkauan dan kualitas infrastruktur yang difokuskan pada −jalan, rel kereta api, energi, telekomunikasi, air minum dan sanitasi−untuk semua wilayah perkotaan dan perdesaan.

3. Energi: meningkatkan pemenuhan energi melalui pengembangan energi terbarukan berupa pembangkitan dari energi air (hydropower) dan angin.

2.4.3. Vietnam

Vietnam merupakan negara yang memiliki garis pantai yang panjang, memiliki dua delta sungai besar, dan wilayah pegunungan dari bagian utara ke selatan. Negara ini sangat terkspos terhadap risiko keragaman dan perubahan iklim. Kerentanan negara ini terhadap risiko perubahan cuaca telah memberikan pengalaman dalam perancangan dan pelaksanaan kebijakan menghadapi kekeringan dan banjir pada sektor pertanian dan sektor lainnya.

II-21

Page 33: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Rekomendasi kebijakan adaptasi perubahan iklim bagi Vietnam meliputi bidang-bidang sebagai berikut (World Bank Group, 2010c):

1. Meningkatkan alokasi anggaran untuk penelitian, pengembangan, dan penyuluhan dalam bidang produksi tanaman, budidaya perairan, dan kehutanan, dalam upaya mengembangkan varietas tanaman baru yang tahan kekeringan, salinitas, dan suhu tinggi. Sektor publik dan swasta dilibatkan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas.

2. Meningkatkan investasi dalam pengembangan infrastruktur irigasi terutama di bagian tengah yang potensial.

3. Meningkatkan anggaran untuk pemeliharaan dan penyuluhan untuk meminimalisasi dampak kenaikan muka laut di wilayah pesisir, intrusi air laut, dan banjir, terutama di Delta Sungai Mekong dan Delta Sungai Merah.

2.4.4. Australia

Sebagai negara benua, Australia juga tidak terlepas dari dampak perubahan iklim global. Curah hujan di bagian barat-daya Australia sudah berkurang sampai 15%, dan terdapat berbagai perubahan iklim di berbagai tempat di Australia tidak dapat lagi dijelaskan hanya sebagai variasi alamiah semata. Kenaikan temperatur udara dan evaporasi, telah memberikan risiko kebakaran hutan dan lahan yang semakin meningkat di berbagai bagian Australia. Demikian juga halnya dengan risiko kerusakan (bleaching) terumbu karang di Great Barrier Reef, menjadi semakin meningkat. Gejala dan bukti yang ada telah menunjukkan bahwa Australia telah mengalami dampak dari perubahan iklim. Kebijakan adaptasi perubahan iklim yang dilaksanakan Australia meliputi bidang-bidang sebagai berikut (Dep. of Climate Change, 2010):

1. Pengelolaan Pesisir. Peningkatan muka air laut sudah memberikan ancaman bagi berbagai infrastruktur di pesisir seperti pelabuhan, bandara, fasilitas militer, dan juga permukiman dan infrastruktur privat lainnya. Kesemua infrastruktur tersebut akan memerlukan pemeliharaan yang semakin meningkat dengan adanya perubahan iklim. Oleh karena itu, pengelolaan pesisir oleh Pemerintah Daerah dan Federal, menjadi sangat penting, dalam kebijakan adaptasi perubahan iklim.

2. Air. Perubahan iklim berdampak tehadap ketersediaan dan keamanan air di Australia. Pengelolaan sumberdaya air harus menjadi prioritas nasional dalam adaptasi terhadap perubahan iklim.

3. Infrastruktur. Infrastruktur yang sangat penting secara nasional, seperti pelabuhan, jalan, penyediaan air, listrik, dan telekomunikasi, harus dapat terjaga dan terus dikembangkan. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur menjadi bagian penting dari kebijakan adaptasi perubahan iklim.

4. Sistem Alam. Perhatian dan perlindungan terhadap ekosistem yang penting secara nasional seperti Great Barrier Reef dan Kakadu, menjadi bagian penting dari kebijakan adaptasi perubahan iklim.

5. Persiapan dan pengelolaan bencana alam. Peningkatan kejadian bencana alam berupa cuaca ekstrim merupakan dampak dari perubahan iklim. Peningkatan kemampuan dalam menghadapi dan mengelola bencana alam, menjadi bagian penting dari kebijakan adaptasi terhadap perubahan iklim.

II-22

Page 34: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

6. Pertanian. Pertanian sangat terkait dengan ketersediaan air, dan bidang ini sudah menjadi kepentingan nasional. Oleh karena itu, pertanian merupakan prioritas bagi kebijakan adaptasi terhadap perubahan iklim.

2.4.5. Maldives

Maldives adalah sebuah negara pulau kecil di Samudera Hindia yang pernah mengalami kerusakan oleh tsunami. Negara ini telah diidentifikasi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Maldives telah memulai proses pengembangan kebijakan berupa Rencana Aksi Strategis Nasional (Strategic National Action Plan, SNAP) terhadap pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Kebijakan tersebut melibatkan berbagai pihak yaitu pembuat kebijakan, pakar, dan praktisi untuk mendapatkan suatu kebijakan yang komprehensif dalam pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim (ISDR, 2009).

2.4.6. Filipina

Filipina merupakan negara kepulauan yang sangat terekspos dengan berbagai badai siklon tropis, seperti badai tropis Ketsana dan Parma yang telah banyak memakan korban dan kerugian yang besar. Sebagai respon terhadap meningkatnya risiko bencana seiring dengan perubahan iklim, Filipina mengeluarkan undang-undang baru yaitu Climate Change Act of 2009, yang mengintegrasikan pengurangan risiko bencana, rencana adaptasi perubahan iklim, dan program pengentasan kemiskinan. Undang-undang tersebut juga memungkinkan Pemerintah Daerah mengambil tanggung jawab dalam perencanaan dan implementasi rencana aksi perubahan iklim pada tingkat lokal, asalkan sejalan dengan Pemerintah Pusat (ISDR, 2009).

2.5. Telaah Kebijakan dan Program Penanganan Perubahan Iklim di Indonesia

2.5.1. Perencanaan dan Program Sektoral (K/L)

Telaah kebijakan dan program penanganan perubahan iklim terhadap perencanaan dan program sektoral (K/L) disajikan pada Tabel 2.2. Sementara itu, uraian beberapa kebijakan atau program penanganan perubahan iklim per sektor disajikan pada uraian berikutnya. Tabel 2.2. Kementerian/Lembaga (K/L) vs Kebijakan/Program Penanggulangan

Perubahan Iklim

No Kementerian/Lembaga (K/L)

Kebijakan/Program Penanganan Perubahan Iklim (Rencana Strategis/Renstra)

1. Kementerian Pertanian (Kementan)

Mengupayakan adaptasi terhadap perubahan iklim dan pelestarian lingkungan hidup Permasalahan Mendasar Sektor Pertanian: Meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global

2. Kementerian Kehutanan Misi Kementerian Kehutanan: Mitigasi dan

II-23

Page 35: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Kementerian/Lembaga (K/L)

Kebijakan/Program Penanganan Perubahan Iklim (Rencana Strategis/Renstra)

(Kemenhut) adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan Indikator meningkatnya manfaat hutan ditandai dengan: meningkatnya kualitas lingkungan hidup termasuk dalam konteks mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global. Kebijakan: Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan

3. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Menjaga dampak lingkungan dalam pembangunan energi dan ketenagalistrikan. Hal ini dilakukan dengan: Penetapan regulasi dan fasilitasi kebijakan yang memperkecil dampak terhadap lingkungan serta mengakomodiasikan program terkait mitigasi dalam konteks perubahan iklim

4. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Menjadi prioritas pembangunan nasional riset tentang perubahan iklim dan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan laut. Melaksanakan RAN Perubahan Iklim

5 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

Dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim global sudah dihasilkan: 1). Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim, 2). Kajian kerentanan dan adaptasi Pulau R Lombok, 3). Panduan Kajian Kerentanan dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pemerintah Daerah, 4). Konsep Pembangunan Kampung Iklim, 5). Dokumen Second National Communication (SNC), 6). Konsep Penyusunan Sistem Inventori GRK Nasional (SIGN) dan 7). Konsep target penurunan 26% GRK pada tahun 2020. Selain itu melalui Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2008 telah dibentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim.

6. Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen-PU)

Isu strategis bidang penataan ruang: Meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana banjir, tsunami, gempa bumi, longsor, dan kekeringan, yang diperburuk dengan adanya dampak perubahan iklim berupa kenaikan muka air laut dan siklus hidrologi yang ekstrim.

7. Kementerian Perhubungan

Sasaran pembangunan transportasi nasional Tahun 2010-2014: (salah satunya) terwujudnya

II-24

Page 36: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Kementerian/Lembaga (K/L)

Kebijakan/Program Penanganan Perubahan Iklim (Rencana Strategis/Renstra)

(Kemenhub) pengembangan teknologi transportasi yang efisien dan ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim. Misi: Mewujudkan pengembangan teknologi transportasi yang ramah lingkungan untuk mengantisipasi perubahan iklim

8. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera)

-

9. Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

Indikator untuk pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim sebesar 100%;

10. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

-

11. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

Program pembangunan pada Bidang Klimatologi: (salah satunya) kegiatan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Penguatan Kemampuan Sistem Pelayanan Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara.

12. Badan Informasi Geospasial (BIG)

-

13. Badan Pertanahan Nasional (BPN)

-

14. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN)

Tim Nasional Pemantauan Dampak Perubahan Iklim Global (menyajikan Informasi kondisi lingkungan dan cuaca (atmosfer dan iklim). Misi: Meningkatkan pelayanan masyarakat atas informasi cuaca antariksa dan kondisi atmosfer, dan dampaknya pada perubahan iklim global dan kehidupan di bumi.

15. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Faktor lingkungan Eksternal: Adanya perubahan iklim global yang berpotensi meningkatkan intensitas bencana alam di dunia Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana & Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (MAPI) dipusat dan daerah.

II-25

Page 37: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

A. Kementerian Pertanian Dampak perubahan iklim menyangkut gangguan siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutannya adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, eksplosi hama dan penyakit tanaman dan hewan, serta pada akhirnya adalah penurunan produksi pertanian. Target pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, akan sangat dipengaruhi oleh fenomena perubahan iklim dan sangat berdampak terhadap kelangsungan pembangunan pertanian di masa datang. Perlu upaya mengurangi dampak negatif perubahan iklim terhadap sumberdaya dan sistem produksi pertanian serta terhadap sosial ekonomi petani. Oleh karena itu, untuk menyiapkan antisipasinya diperlukan analisis tentang kerentanan dampak perubahan iklim, inventarisasi dan delineasi wilayah yang terkena dampak, serta penyusunan road map rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan. Selain itu, perlu diciptakan dan disiapkan berbagai teknologi adaptif baik untuk adaptasi maupun mitigasi, seperti varietas unggul, teknologi pengelolaan lahan dan air, pemupukan serta paket-paket teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, dan sebagainya. Strategi yang dilakukan oleh kementan adalah memastikan dilakukannya langkah-langkah konkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim. Apabila dirinci strategi tersebut antara lain: 1) Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Air/irigasi. 2) Penyesuaian Pola Tanam/Pengelolaan. 3) Perakitan dan penyiapan Teknologi Adaptif. 4) Penerapan Teknologi Adaptif. Sementara itu, berdasarkan Renstra Kementan dapat diketahui beberapa rencana aksi yang berkaitan dengan penganganan perubahan iklim, yaitu: 1) Pemetaan daerah rentan Perubahan iklim (rawan bencana banjir, kekeringan,

prioritas penanganan). 2) Perakitan peta kalender tanam dinamik. 3) Pengembangan sistem informasi iklim dan bencana. 4) Pengembangan sistem peringatan dini banjir. 5) Perbaikan dan pengembangan jaringan irigasi dan drainase, normalisasi dan

peningkatan kapasitas waduk/bangunan penyimpan air. 6) Konservasi DAS kritis hulu utama di Jawa, Sulawesi dan Sumatera, antara

lain melalui penggembangan tanaman pohon/buah. 7) Perakitan varietas unggul tanaman pangan adaptif (toleran genangan,

kekeringan, salinitas, umur genjah, OPT). 8) Perakitan teknologi pupuk organik/hayati/pembenah tanah. 9) Perakitan teknologi budidaya/pengelolaan lahan/tanah/pemupukan. 10) Sosialisasi teknologi dan model untuk adaptasi perubahan iklim. 11) Sosialisasi dan pengembangan System Rice Intensification (SRI) dan

Pengelolaan Tanaman Ternak (PTT) serta teknologi hemat air lainnya (Kementan, 2009).

B. Kementerian Kehutanan Sektor kehutanan baik langsung maupun tidak langsung, dituntut untuk dapat memberikan dukungan bagi terselenggaranya pembangunan sektor lain (pertanian

II-26

Page 38: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

dan pangan, pertambangan dan energi, perindustrian, perdagangan, tenaga kerja, keuangan/perbankan, infrastruktur pekerjaan umum, pariwisata, dan lain-lain) secara berkelanjutan melalui penyediaan produk dan jasa ekologi. Sektor kehutanan sangat terkait dengan stabilitas tata lingkungan, perlindungan keanekaragaman hayati, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah dan pengaturan tata air dan udara. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung, yang merupakan respon terhadap upaya-upaya penanggulangan dampak negatif perubahan iklim, antara lain (Kemenhut, 2010):

a. Penyidikan dan perlindungan hutan. b. Pengendalian kebakaran hutan. c. Pengembangan kawasan konservasi dan ekosistem esensial. d. Peningkatan tertib peredaran hasil hutan dan iuran hasil hutan. e. Peningkatan pengelolaan hutan tanaman. f. Peningkatan pengelolaan hutan alam produksi. g. Peningkatan perencanaan pengelolaan hutan produksi. h. Penyusunan rencana makro kawasan hutan. i. Inventarisasi dan pemantauan sumberdaya hutan. j. Pembangunan kesatuan pengelolaan hutan (KPH). k. Pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar

kegiatan kehutanan. l. Pembinaan penyelenggaraan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). m. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan, dan reklamasi hutan di DAS

Prioritas. n. Pengembangan perhutanan sosial. o. Penelitian dan pengembangan kebijakan kehutanan dan perubahan iklim. p. Penelitian dan pengembangan konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam. q. Pendidikan dan pelatihan kehutanan, dan penyuluhan kehutanan.

C. Kementerian ESDM Arah kebijakan pembangunan prasarana ketenagalistrikan nasional dalam rangka meningkatkan kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) adalah meningkatkan diversifikasi dalam pemanfaatan energi non-minyak khususnya dalam pembangkitan tenaga listrik, yang dikaitkan dengan penurunan tarif dan perubahan iklim (climate change). Salah satu strategi penanganan perubahan iklim adalah pengurangan dampak negatif akibat dari kegiatan pertambangan dan bencana geologi. Dalam uraiannya disebutkan bahwa strategi ini untuk mencegah kerusakan lingkungan, baik air, tanah, maupun udara, yang berlebihan akibat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral dan batubara, dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup termasuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang berpotensi menyebabkan perubahan iklim global (Kemen ESDM, 2010) D. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs,Fisheries and Food Security (CTI-CFF) telah dibentuk Sekretariat Nasional CTI-CFF Indonesia, yang akan mengoordinasikan beberapa kegiatan meliputi bentang laut, pengelolaan perikanan berbasis ekosistem, pengembangan Kawasan Konservasi Perairan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, dan pengelolaan spesies terancam punah (KKP, 2012).

II-27

Page 39: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

E. Kementerian Pekerjaan Umum Dalam mengantisipasi dampak akibat perubahan iklim, dilakukan upaya adaptasi dan mitigasi sektor ke-PU-an terutama terkait dengan dukungan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman untuk menyokong produksi pangan nasional dan respon terhadap pengelolaan infrastruktur dalam mengantisipasi bencana yang terkait dengan perubahan iklim seperti penurunan ketersediaan air, banjir, kekeringan, tanah longsor, dan intrusi air laut. Pada masa mendatang, kekeringan akan semakin mengancam ketahanan pangan nasional. Fenomena kekeringan pada daerah-daerah produksi pangan sudah mulai dialami oleh beberapa wilayah Indonesia. Kenyataan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana alam maupun bencana yang dipicu oleh kegiatan manusia (antropogenik) tidak dapat disangkal lagi. Bagi Indonesia, bencana merupakan bagian dari sejarah dan tetap menjadi isu aktual, termasuk dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Mengingat karakteristiknya sebagai negara kepulauan yang berada di Garis Khatulistiwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana terkait dengan iklim (climate-related disasters). Untuk itu Indonesia perlu menyusun strategi mitigasi dan adaptasi menghadapi dampak perubahan iklim. Secara umum terdapat beberapa efek perubahan iklim seperti naiknya muka air laut, naiknya temperatur, perubahan pola curah hujan, serta kenaikan frekuensi dan intensitas iklim ekstrem. Potensi dampak yang ditimbulkan adalah penurunan ketersediaan air; kekeringan; gangguan keseimbangan air; banjir; tanah longsor, intrusi air laut; dan badai. Selain itu karena 18% dari penduduk Indonesia bermukim di dataran rendah, serta terdapat lebih kurang 2000 pulau kecil yang terancam tenggelam, termasuk 92 pulau terluar, menyebabkan tingginya kerentanan Indonesia terhadap perubahan iklim. Mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim perlu menjadi arus utama (mainstream) dalam perencanaan pembangunan nasional (RPJPN dan RPJMN) serta perencanan pembangunan di daerah. Kementerian PU telah menyusun Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim yang berisi kebijakan, strategi dan program mitigasi dan adaptasi menghadapi dampak negatif perubahan iklim. Kebijakan yang dijalankan adalah menerapkan perencanaan tata ruang nasional dan wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur sumber daya air untuk menjamin ketahanan pangan dan mengurangi risiko banjir, longsor, kekeringan, dan abrasi pantai; meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur perkotaan dan perdesaan untuk mengurangi potensi banjir/genangan, krisis air dan sanitasi; serta meningkatkan kualitas pelayanan jalan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesibilitas yang lebih efisien, melalui penyusunan NSPK, perencanaan, pelaksanaan pembangunan infrastruktur PU dan permukiman dengan mempertimbangkan perubahan iklim (PU, 2010). F. Kementerian Perhubungan Transportasi merupakan sektor yang mengkonsumsi bahan bakar minyak (BBM) cukupbesar di Indonesia. Ketergantungan sektor transportasi terhadap BBM telahmenimbulkan kekhawatiran karena jumlah cadangan dan produksi minyak bumiIndonesia terbatas dan pembakaran BBM menimbulkan pencemaran berat di kota besar dan juga berdampak pada perubahan iklim. Karena dampak pencemaran udara yang sangat merugikan ini maka pemerintahsebenarnya telah mengeluarkan berbagai aturan, yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 141 tahun 1999, yang mengamanatkan agar pencemaran terhadap udara dapat ditanggulangi melalui penentuan ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara). Selain itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri

II-28

Page 40: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Lingkungan Hidup No. 141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi, yang merinci besaran-besaran kendali yang perlu diperhatikan pada emisi kendaraan bermotor. Selanjutnya Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang berisi sejumlah pembatasan dan definisi mengenai pencemaran udara yang harus dipenuhi oleh aparat Pemerintah Daerah. Bahkan pada Pasal 20 Perda ini secara tegas mewajibkan penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional Pemerintah Daerah sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor. Sebagian besar kota metropolitan dengan populasi penduduk yang besar (lebih dari 500.000 penduduk) mengalami permasalahan yang rumit terhadap angkutan perkotaan dan angkutan lokal. Permasalahan yang timbul adalah penyediaan sarana dan prasarana transportasi umum yang terbatas dan adanya ketidakseimbangan supply-demand yang akhirnya berdampak pada aktifitas masyarakat. Selain itu kondisi kurang layaknya transportasi umum baik dari sisi pelayanan maupun jumlah armada memberikan potensi perpindahan moda dari angkutan umum ke angkutan pribadi sehingga menimbulkan peningkatan kepemilikan dan pergerakan kendaraan pribadi. Kebijakan adaptasi yang terkait dengan pengurangan emisi gas dengan kebijakan penggunaan energi alternatif, standarisasi emisi gas buang melalui pengujian kendaraan bermotor (Kemenhub, 2010). G. BMKG Perubahan iklim dan dampaknya adalah keniscayaan yang tidak dapat dibantah, dan sering dikaitkan dengan rumitnya persoalan prediksi musim di Indonesia. Pertama, letak Indonesia yang tepat di Khatulistiwa menyebabkan kompleksitas perubahan parameter cuaca di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain di wilayah sub-tropika yang lebih dapat diprakirakan. Kedua, kombinasi daratan dan lautan serta dua samudera yang mengapit Indonesia, memberikan kontribusi kerumitan prediksi, baik dari segi informasi atmosfer maupun karakteristik anginnya. Para ahli klimatologi menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 3 variasi iklim yang berbeda dan dikenal sebagai pola monsunal, pola ekuatorial dan pola lokal. Ketiga, Kompleksitas ini semakin diperburuk karena pengaruh pergeseran iklim akibat pemanasan global. Ancaman kerusakan lingkungan saat ini semakin memperburuk alam akibat Perubahan Iklim yang akan membawa dampak pada situasi yang tidak kondusif di wilayah Indonesia. Meningkatnya konsentrasi CO2 disatu pihak memang meningkatkan proses photosintesis, tetapi efek pemanasan global meningkatkan proses laju Perubahan Iklim yang membawa pada kerentanan lingkungan yakni kenaikan permukaan laut yang memicu banjir atau kekeringan massal, yang pada gilirannya meningkatkan potensi merebaknya penyakit (BMKG, 2010)

2.5.2. RPJMN 2010-2014

Pada akhir tahun 2009, Presiden Bambang Yudhoyono telah menyampaikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia secara sukarela akan mengurangi emisinya sebesar 26% dengan usaha sendiri atau sampai dengan 41% apabila ada dukungan internasional di bawah skenario bisnis seperti biasa (BAU) pada tahun 2020. Kegiatan penurunan emisi di Indonesia ini akan sangat terkait erat dengan sektor-sektor berbasis sumberdaya lahan (kehutanan, lahan gambut dan pertanian) yang merupakan penyumbang emisi terbesar nasional saat ini dan diperkirakan masih akan memegang peran yang sangat penting dalam 20 tahun mendatang.

II-29

Page 41: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Selain itu penurunan emisi dari sektor ini dianggap yang paling cepat dan rendah biayanya (Stern, 2007, dalam KLH, 2010), walaupun hal ini perlu dikaji lebih lanjut oleh Pemerintah Indonesia. Gambar 2.20. menunjukkan emisi Indonesia per sektor pada tahun 2000.

Gambar 2.20. Persentase emisi nasional Indonesia berdasarkan sumber (Sumber: KLH, 2010)

Pemerintah Indonesia telah ikut serta secara aktif dalam agenda perubahan iklim, terutama ketika Indonesia menjadi tuan rumah untuk COP ke-13 di Bali pada Desember 2007. Sejak saat itu, Indonesia juga telah membentuk beberapa institusi untuk menangani isu perubahan iklim dan juga mengeluarkan beberapa dokumen kebijakan dan peraturan terkait. Di tahun 2009, Pemerintah sudah mulai mengarusutamakan kegiatan perubahan iklim ke dalam RPJM 2009-2014. Hal ini diikuti oleh pernyataan komitmen sukarela Indonesia dan penyusunan rancangan Perpres RAN GRK yang kemudian ditandatangani pada September 2011. Selain itu berjalan juga proses penandatanganan perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Norwegia yang diikuti dengan penyusunan Strategi Nasional REDD+ dan keluarnya Instruksi Presiden No.10/2011 tentang moratorium hutan dan lahan gambut. Gambar 2.21 menunjukkan perkembangan kebijakan perubahan iklim di Indonesia.

Gambar 2.21. Perkembangan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia

(Sumber: Haeruman, 2013)

Kebijakan dan peraturan-peraturan yang sudah dikeluarkan oleh Presiden maupun berbagai K/L terkait ini secara keseluruhan masih memerlukan sinkronisasi dalam pelaksanaan, pendanaan maupun MRV dan monitoringnya, terutama untuk melihat kemajuan Indonesia dalam mencapai target 26% (usaha sendiri) dan 41% (dengan bantuan internasional). Tetapi kebijakan dan program adaptasi terhadap perubahan iklim sangat sedikit digarap secara lintas sektor. Kebijakan adaptasi perubahan iklm

II-30

Page 42: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

telah dituangkan pada tahun 2013 dalam bentuk Rancangan Strategi Pengarusutamaan Adaptasi kedalam Rencana Pembangunan Nasional (RSA-RPN). Dalam RPJMN 2010-2014, perubahan iklim telah menjadi aspek pertimbangan dalam perencanaan pembangunan. Perubahan iklim mempunyai keterkaitan kuat dengan kerusakan lingkungan hidup dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Ancaman perubahan iklim meningkatkan kemungkinan terjadinya goncangan yang tidak terduga seperti bencana alam, dan juga mengancam produktivitas sumber daya alam. Sedikitnya terdapat empat indikator yang menunjukkan terjadinya perubahan iklim yang berdampak signifikan (Buku II RPJMN 2010-2014):

• kenaikan permukaan air laut, • kenaikan temperatur udara, • perubahan curah hujan, dan iklim, • peningkatan frekuensi iklim ekstrim yang berdampak pada peningkatan

frekuensi dan intensitas bencana terkait iklim, seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan menurunnya keanekaragaman hayati.

Dalam RPJM dirumuskan kriteria utama penanggulangan perubahan iklim, yaitu: 1. Terkait mitigasi: dampak kegiatan pembangunan terhadap jumlah emisi

karbon (GRK), dengan upaya ini akan dihasilkan arah pembangunan rendah karbon (low carbon development).

2. Terkait adaptasi: mempertimbangkan kenaikan temperatur, kenaikan muka air laut pergeseran musim, dan kejadian iklim ekstrim sehingga kegiatan pembangunan yang direncanakan terutama pada sektor yang menerima dampak perubahan iklim seharusnya sudah mempertimbangkan dampak dari indikator perubahan iklim tersebut.

Adapun sektor prioritas terkait penanggulangan perubahan iklim adalah meliputi: 1. Mitigasi: Kehutanan, Lahan Gambut, Energi, Termasuk Transportasi,

Industri dan Pengolahan Limbah. 2. Adaptasi: Pertanian, Kelautan Perikanan, Pesisir, Sarana dan Prasarana

Kesehatan. 3. Pendukung: Data Informasi dan Komunikasi, Penguatan Kapasitas

Kelembagaan dan IPTEK. Kebijakan lintas bidang RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk mewujudkan peningkatan kapasitas penanganan dampak dan laju perubahan iklim yang tepat dan akurat. Strategi yang dirumuskan untuk mencapai kebijakan tersebut adalah meliputi:

1. Peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di berbagai sektor pembangunan dan penguatan kelembagaan;

2. Penyediaan dana alternatif untuk pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengendalian perubahan iklim;

3. Pengurangan emisi di sektor energi, kehutanan dan limbah; 4. Peningkatan kapasitas adaptasi sektor dan daerah terutama dalam bidang

pertanian, kelautan dan perikanan, kesehatan dan sumber daya air; 5. Pengembangan kebijakan dan peraturan perundangan mengenai perubahan

iklim. Dari hasil evaluasi paruh waktu RPJMN 2010 -2014 (Bappenas, 2013b) dinyatakan bahwa dalam implementasi kebijakan penanggulangan perubahan iklim pada, telah dijumpai berbagai permasalahan dan kendala. Permasalahan dan kendala yang

II-31

Page 43: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

dihadapi dalam penanggulangan perubahan iklim, antara lain adalah: (1) aktivitas deforestasi dan degradasi hutan disebabkan oleh tingginya konflik kawasan akibat belum selesainya tata batas kawasan hutan; (2) realisasi hasil penanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis (RHL) tidak tampak secara nyata akibat belum adanya pengelola kawasan hutan di tingkat tapak yang dapat menjamin hasil RHL; (3) belum adanya baseline penurunan emisi di masing-masing sektor dan daerah; dan (4) masih kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap upaya penanganan perubahan iklim. Sebagai tindak lanjut dalam mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dalam penanggulangan perubahan iklim, maka koordinasi dan peningkatan kapasitas penurunan emisi baik di tingkat pusat maupun di daerah akan terus dilakukan, baik dalam penyusunan baseline tingkat emisi dan penurunan emisi maupun monitoring dan evaluasinya. Untuk melengkapi kebijakan penanganan perubahan iklim, telah disusun Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) (Bappenas, 2013a), untuk membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.

2.5.3. Program-program Aksi Penanggulangan Perubahan Iklim

Program-program aksi penanganan perubahan iklim pada berbagai sektor atau kementerian/lembaga (K/L), pada umumnya merupakan respon dari K/L terkait terhadap dampak yang ditanggung oleh sektor yang bersangkutan. Pada Tabel 2.3, disajikan sektor yang terkena dampak dari berbagai indikator perubahan iklim.

II-32

Page 44: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Tabel 2.3. Sektor-sektor Penerima Dampak Perubahan Iklim

Indikator Perubahan Iklim Bahaya Potensial Perubahan Iklim

Sektor Penerima dan Intensitas Dampak

Ket

ahan

an

Pang

an

Ener

gi

Kes

ehat

an

Infr

astr

uktu

r

Perm

ukim

an

Ekos

iste

m

Keh

utan

an

Perk

otaa

n

Pesi

sir

Temperatur permukaan

Peningkatan evapotranspirasi dapat menyebabkan kekeringan

Kemen-tan ESDM KLH Kemen-

hut Kemen-

PU

Penurunan produksi pertanian akibat kenaikan temperatur

Kemen-tan Kemen-

kes

Pemanasan setempat akibat meningginya suhu udara pada siang hari ESDM,

MKG Kemen-

kes Kemen-pera KLH Kemen-

PU

Meluasnya sebaran populasi serangga vektor penyakit Kemen-

kes Kemen-pera Kemen-

PU KKP

Meningkatnya penyebaran penyakit melalui medium udara Kemen-

kes Kemen-pera

Perubahan pola perkembangan populasi dan migrasi hama dan penyakit tumbuhan

Kemen-tan

Curah hujan (CH) Kekeringan akibat jumlah presipitasi yang defisit Kemen-tan

ESDM, MKG

Kemen-kes KLH Kemen-

hut Kemen-

PU

Penurunan ketersediaan air (PKA) akibat jumlah presipitasi yang defisit

Kemen-tan

ESDM, BMKG Kemen-

PU Kemen-

pera Kemen-hut

Kemen-PU KKP

Banjir akibat peningkatan jumlah, durasi, dan intensitas hujan

Kemen-tan

ESDM, BMKG

Kemen-kes

Kemen-PU

Kemen-pera Kemen-

PU

Tanah longsor Kemen-tan

Kemen-kes,

BNPB

Kemen-PU

Kemen-pera Kemen-

hut Kemen-

PU

Penurunan produksi pertanian akibat perubahan curah hujan

Kemen-tan BMKG Kemen-

kes

Meningkatnya populasi nyamuk akibat banyaknya genangan air Kemen-

kes Kemen-pera Kemen-

PU KKP

Meningkatnya penyebaran penyakit melalui medium udara dan genangan air Kemen-

kes Kemen-pera Kemen-

PU KKP

II-33

Page 45: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Indikator Perubahan Iklim Bahaya Potensial Perubahan Iklim

Sektor Penerima dan Intensitas Dampak

Ket

ahan

an

Pang

an

Ener

gi

Kes

ehat

an

Infr

astr

uktu

r

Perm

ukim

an

Ekos

iste

m

Keh

utan

an

Perk

otaa

n

Pesi

sir

Suhu permukaan laut (SPL)

Perubahan pola migrasi ikan akibat perubahan sirkulasi arus laut akibat distribusi kenaikan SPL KLH KKP

Rusaknya terumbu karang (coral bleaching) karena peningkatan SPL dan keasaman air laut KLH KKP

Tinggi muka laut (TML)

Meluasnya genangan air laut di daerah pesisir dapat menyebabkan mundurnya garis pantai Kemen-

kes Kemen-

PU Kemen-

pera KLH Kemen-PU KKP

Meluasnya daerah intrusi air laut melalui air tanah dan sungai

Kemen-tan Kemen-

kes Kemen-

PU Kemen-

pera KLH KKP

Kejadian iklim ekstrem · ENSO · IOD/DMI · PIO/IPO

Terjadinya tahun kering secara berturut-turut Kemen-tan Kemen-

PU Kemen-hut KKP

Perubahan/pergeseran pola hujan musiman Kemen-tan ESDM Kemen-

hut KKP

Peningkatan peluang terjadinya hujan lebat, angin kencang, badai dan gelombang badai

Kemen-tan Kemen-

PU KKP

Kejadian cuaca ekstrem: · Hujan lebat · Badai · Angin Kencang · Gel. Badai

Meningkatnya erosi dan abrasi sehingga menyebabkan perubahan garis pantai KLH KKP

Meningkatnya peluang kejadian banjir rob akibat badai dan gelombang badai

Kemen-tan ESDM Kemen-

kes Kemen-

PU Kemen-

pera KLH Kemen-PU KKP

Meningkatnya kerusakan pada sarana dan prasarana publik ESDM Kemen-

PU Kemen-

pera Kemen-PU KKP

Keterangan: = Intensitas Tinggi = Intensitas Sedang = Intensitas Rendah

II-34

Page 46: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Tabel 2.3 menunjukkan bahwa terdapat beberapa sektor yang paling banyak menerima dampak, intensitas dampak yang diterima, indikator perubahan iklim yang menimbulkan dampak, serta intensitas dampak yang ditimbulkan oleh indikator perubahan iklim. Terlihat bahwa sektor yang paling banyak terkena dampak adalah meliputi: Pesisir bersumber, dari 14 bahaya potesial perubahan iklim Ketahanan Pangan dan Kesehatan, masing-masing dari 13 bahaya potesial

perubahan iklim. Permukiman dan Perkotaan, masing-masing dari 12 bahaya potesial

perubahan iklim. Energi, Infrastruktur, dan Ekosistem, masing-masing dari 9 bahaya potesial

perubahan iklim. Kehutanan, dari 6 bahaya potesial perubahan iklim.

Adapun indikator perubahan iklim yang menimbulkan dampak terbanyak adalah meliputi: Perubahan curah hujan, menimbulkan 36 dampak. Perubahan temperatur permukaan, menimbulkan 19 dampak. Kejadian cuaca ekstrim, menimbulkan 15 dampak. Kenaikan muka laut, menimbulkan 12 dampak Kejadian iklim ekstrim, menimbulkan 11 dampak. Perubahan suhu permukaan laut, menimbulkan 4 dampak.

Dari sisi intensitas dampak, tampak bahwa sektor ketahanan pangan akan menerima intensitas dampak yang tertinggi, diikuti oleh sektor pesisir, kesehatan, infrastruktur, permukiman, dan perkotaan. Adapun indikator perubahan iklim yang memberikan intensitas dampak tertinggi adalah perubahan curah hujan, kejadian cuaca ekstrim, dan perubahan tinggi muka air laut. Dapat juga ditunjukkan bahwa sektor-sektor yang paling banyak menerima dampak dengan intensitas yang tinggi, tentunya harus mendapatkan prioritas dalam penanganan perubahan iklim. Berdasarkan pada Tabel 2.3, dilakukan analisis terhadap program-program aksi penanggulangan perubahan iklim dari sektor-sektor yang terkena dampak. Untuk setiap sektor yang terkena dampak, diinventarisasi program aksi pada masing-masing dampak. Dari hasil diinventarisasi tersebut dapat diketahui dampak yang belum ditanggulangi oleh program tertentu, dan disebut sebagai gap. Hasil analisis disajikan secvara lengkap pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 menunjukkan bahwa sektor yang paling banyak memiliki gap penanggulangan dampak perubahan iklim secara berurutan meliputi: Permukiman, Kesehatan, Pesisir, Energi, Perkotaan, Ekosistem, Ketahanan Pangan, Kehutanan, dan Infrastruktur.

II-35

Page 47: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Tabel 2.4. Keberadaan Program Penanggulangan Perubahan Iklim pada Masing-masing sektor

Indikator Perubahan Iklim Bahaya Potensial Perubahan Iklim

Keberadaan Kebijakan dan Program Kebi-jakan & Pro-gram

Gap

Ket

ahan

an

Pang

an

Ener

gi

Kes

ehat

an

Infr

astr

uktu

r

Perm

ukim

an

Ekos

iste

m

Keh

utan

an

Perk

otaa

n

Pesi

sir

Temperatur permukaan

Peningkatan evapotranspirasi dapat menyebabkan kekeringan 1 1 0 1 0 3 -2

Penurunan produksi pertanian akibat kenaikan temperatur 1 0 1 -1

Pemanasan setempat akibat meningginya suhu udara pada siang hari 1 0 0 0 0 1 -4

Meluasnya sebaran populasi serangga vektor penyakit 1 0 0 0 1 -3

Meningkatnya penyebaran penyakit melalui medium udara 1 0 1 -1

Perubahan pola perkembangan populasi dan migrasi hama dan penyakit tumbuhan 0 0 -1

Curah hujan (CH) Kekeringan akibat jumlah presipitasi yang defisit 1 1 1 1 1 1 6 0

Penurunan ketersediaan air (PKA) akibat jumlah presipitasi yang defisit 1 1 1 0 1 1 0 5 -2

Banjir akibat peningkatan jumlah, durasi, dan intensitas hujan 1 0 1 1 1 1 5 -1

Tanah longsor 0 0 1 1 1 1 4 -2

Penurunan produksi pertanian akibat perubahan curah hujan 1 0 0 1 -2

Meningkatnya populasi nyamuk akibat banyaknya genangan air 1 0 0 0 1 -3

Meningkatnya penyebaran penyakit melalui medium udara dan genangan air 1 0 0 0 1 -3

Suhu permukaan laut (SPL)

Perubahan pola migrasi ikan yang disebabkan oleh perubahan sirkulasi arus laut akibat distribusi kenaikan SPL

0 1 1 -1

II-36

Page 48: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Indikator Perubahan Iklim Bahaya Potensial Perubahan Iklim

Keberadaan Kebijakan dan Program Kebi-jakan & Pro-gram

Gap

Ket

ahan

an

Pang

an

Ener

gi

Kes

ehat

an

Infr

astr

uktu

r

Perm

ukim

an

Ekos

iste

m

Keh

utan

an

Perk

otaa

n

Pesi

sir

Rusaknya terumbu karang (coral bleaching) karena peningkatan SPL dan keasaman air laut 1 1 2 0

Tinggi muka laut (TML)

Meluasnya genangan air laut di daerah pesisir dapat menyebabkan mundurnya garis pantai 0 1 1 1 1 1 5 -1

Meluasnya daerah intrusi air laut melalui air tanah dan sungai 1 0 1 0 1 1 4 -2

Kejadian iklim ekstrem · ENSO · IOD/DMI · PIO/IPO

Terjadinya tahun kering secara berturut-turut 1 0 0 0 1 -3

Perubahan/pergeseran pola hujan musiman 1 0 0 0 1 -3

Peningkatan peluang terjadinya hujan lebat, angin kencang, badai dan gelombang badai 1 1 0 2 -1

Kejadian cuaca ekstrem · Hujan lebat · Badai · Angin Kencang · Gel. Badai

Meningkatnya frekuensi dan intensitas erosi dan abrasi sehingga menyebabkan perubahan garis pantai

0 1 1 -1

Meningkatnya peluang kejadian banjir rob akibat badai dan gelombang badai 1 0 0 1 0 1 1 1 5 -3

Meningkatnya kerusakan pada sarana dan prasarana publik 0 1 1 1 1 4 -1

Kebijakan dan Program 11 4 6 8 4 5 4 7 7

Gap -2 -5 -7 -1 -8 -4 -2 -5 -7

Keterangan: Nilai Angka menunjukkan keberadaan program: 1 = ada; 0 = tidak ada

II-37

Page 49: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Dari sisi indikator perubahan iklim yang paling banyak mengalami gap penanganan dampak secara berurutan meliputi: Perubahan curah hujan. Perubahan temperatur permukaan. Kejadian iklim ekstrim. Kejadian cuaca ekstrim. Kenaikan muka laut. Perubahan suhu permukaan laut.

Urutan indikator perubahan iklim yang paling banyak mengalami gap penanganan, merupakan indikasi program yang paling prioritas dalam penanganan perubahan iklim lintas sektor.

2.5.4. Tantangan dan Peluang Implementasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Sektoral

A. Sektor Pertanian Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/ banjir, salinitas, dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Sedangkan secara kelembagaan program adaptasi diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sektor pertanian. serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim. Peranan pemerintah dalam program adaptasi variabilitas dan perubahan iklim mencakup fasilitas pemerintah untuk aplikasi teknologi budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas adaptif, fasilitas penerapan teknik pengelolaan lahan dan air), peningkatan indeks panen, penurunan risiko gagal panen, peningkatan produktivitas dan kapasitas irigasi. Program mitigasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi baik pada tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura serta peternakan. Beberapa teknologi yang akan dikembangkan antara lain varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau dengan kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, bio pestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Selain itu mitigasi dalam konteks pemanfaatan dan perluasan areal pertanian adalah menfokuskan pembukaan lahan baru hanya pada lahan terlantar dan terdegradasi tanpa melakukan kegiatan yang bersifat deforestasi. Khusus untuk lahan gambut diarahkan pada sistem pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan dengan tingkat emisi serendah mungkin, melalui perbaikan sistem drainase, pengembangan teknologi ameliorasi, pemupukan dan lain-lain. Implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor pertanian di daerah tentunya memiliki tantangan dan peluang. Tantangan yang dihadapi diantaranya adalah: (1). Sektor pertanian berperan penting dalam perekonmian nasional terutama penghasil pangan, bahan baku industri, bioenergi. (2). Masih rendahnya komitmen dan dukungan para pemangku kepentingan terhadap keseimbangan program aksi disektor pertanian. (3). Sektor pertanian juga sebagai penyedia lapangan kerja sekitar 40% angka kerja Indonesia

II-38

Page 50: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Sementara itu, terdapat peluang yang cukup besar dalam mengimplementasikan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim ini. Peluang itu adalah kekayaan sumber daya alam (negara agraris dan maritim) yang perlu dikelola dengan baik didukung oleh keberadaan sumber daya manusia (Bappenas, 2010c).

B. Sektor Kelautan dan Perikanan Sektor Kelautan dan Perikanan melingkupi aspek kewilayahan, lingkungan dan potensinya. Permasalahan yang dihadapi sektor mencakup masalah internal sektor dan masalah eksternal dengan lintas sektor yang terkait, serta respon kapasitas dalam bentuk kebijakan-kebijakan dalam mengantisipasi perubahan iklim.

Gambar 2.18. Peta perairan Indonesia berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996

Secara geografis Indonesia merupakan negara maritim, yang memiliki luas laut seluas 5,8 Juta km² (Gambar 2.18) yang terdiri dari laut territorial dengan luas 0.8 juta km², laut nusantara 2.3 juta km² dan zona ekonomi eksklusif 2.7 juta km². Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km. (KKP, 2008). Kemudian sekitar 50% dari luas wilayah laut Indonesia (5.8 juta km²) merupakan daerah perairan pantai (DPP) yang memiliki potensi sangat penting karena sekitar 70% sumber daya ikan menghabiskan waktu hidupnya di DPP , dan sekitar 90% dari hasil biomassa laut berasal dari DPP. Daerah perairan pantai adalah wilayah perairan yang berada antara ujung paparan benua dengan kedalaman laut sekitar 200 m sampai garis pantai (Gambar 2.19). Di dalamnya terdapat ekosistem mangrove, terumbu karang, estuari, padang lamun, sumber hayati dan nonhayati, serta fasilitas-fasilitas seperti pelabuhan dan pemukiman dan panorama pesisir. Melihat kondisi wilayah laut Indonesia yang sangat luas, maka implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tentunya juga memiliki tantangan tersendiri. Tantangan tersebut antara lain: (1). Besarnya biaya yang diperlukan untuk melakukan beberapa program aksi adaptasi di sektor kelautan dan perikanan. (2). Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, (3). Masih kurangnya data dan informasi kelautan dan perikanan, dan sebagian besar masih bersifat sporadis. (4). Belum adanya peraturan perundangan atau payung hukum yang jelas mengenai adaptasi perubahan iklim. (5). Belum adanya Rencana dokumen Hirarki perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dn pulau-pulau kecil Kabupaten/Kota. (6).

II-39

Page 51: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Meningkatkan dan perluasan skala program aksi adaptasi sektor kelautan dan perikanan. (7). Memonitor dan memverifikasi program adaptasi sektor kelautan dan perikanan.

Gambar 2.19. Daerah perairan pantai NKRI dan sekitarnya

Sementara itu, melihat banyaknya tantangan dalam implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tentunya di sisi lain terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan. Peluang tersebut antara lain: (1). Pemanfaatan dan pengintegrasian pengetahuan, kearifan dan nilai-nilai lokal dan tradisional yang bisa saling bersinergi dengan program aksi adaptasi. (2). Potensi praktek-praktek adaptasi yang telah ada dan bisa dijadikan ajang pembelajaran untuk peningkatan dan perluasan upaya adaptasi sektor kelautan dan perikanan (Bappenas, 2010e).

C. Sektor Kesehatan Perubahan lingkungan global termasuk perubahan iklim merupakan tantangan yang dapat memperburuk masalah kesehatan di Indonesia. Perubahan lingkungan global yang mempengaruhi kesehatan manusia diantaranya yaitu perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, degradasi lahan, berkurangnya sumber daya air, perubahan fungsi ekosistem, dan kehilangan keanekaragaman hayati. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah disusun program/kegiatan implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor kesehatan. Namun demikian, dalam implementasinya terdapat beberapa tantangan yang dihadapi. Secara umum, tantangan tersebut antara lain:

1. Kolaborasi Lintas sektor. a. Jejaring informasi terkait dengan perubahan iklim sektor kesehatan perlu

ditingkatkan. b. Integrasi implementasi berdasarkan rencana aksi nasional perubahan

iklim bidang kesehatan belum terlaksana dengan baik. 2. Peningkatan Kapasitas Perlu adaya pelatihan 3. Komunikasi

a. Kampanye sosial mengenai perubahan iklim. b. Advokasi pada pemangku kebijakan

4. Partisipasi masyarakat a. Program terkait perubahan iklim bidang kesehatan belum merupakan

prioritas. b. Membangun kerjasama pemerintah, swasta dan LSM.

II-40

Page 52: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

5. Sumber dana. Dukungan politik dalam penetapan anggaran perlu ditingkatkan.

6. Data dan fakta. Adaptasi perubahan iklim sektor kesehatan harus menjadi indikator dalam renstra Kementerian Kesehatan (Bappenas, 2010d).

D. Sektor Pekerjaan Umum

Sub Sektor Sumberdaya Air Tantangan sektor sumber daya air di masa depan muncul dari potensi bahaya-bahaya sektor sumber daya air yang mungkin muncul akibat perubahan iklim. Bahaya-bahaya tersebut merupakan akibat lebih lanjut dari efek langsung perubahan iklim berupa kenaikan temperatur, perubahan pola curah hujan, peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim (extreme climate event), dan kenaikan muka air laut (sea level rise, SLR). Dalam mengantisipasi dampak akibat perubahan iklim, dilakukan upaya adaptasi dan mitigasi sektor ke-PU-an terutama terkait dukungan infrastruktur sumber daya air untuk menyokong produksi pangan nasional dan respon terhadap pengelolaan infrastruktur dalam mengantisipasi bencana terkait dengan perubahan iklim. Tantangan implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor sumberdaya air adalah sebagai berikut (Bappenas, 2010f; DNPI, 2011):

1. Meningkatnya luasan lahan kritis; 2. Menurunnya daya dukung beberapa daerah tangkapan air; 3. Menurunnya kuantitas dan kualitas sumber daya air; 4. Disparitas potensi sumber daya air antara wilayah barat dan timur Indonesia

yang menyebabkan kerentanan wilayah meningkat; 5. Terbatasnya sarana dan prasarana sumber daya air dalam menghadapi

dampak negatif perubahan iklim; 6. Penyediaan pembiayaan yang diperlukan untuk melakukan program aksi

adaptasi di bidang sumber daya air; 7. Kurangnya pemahaman dan kapasitas sumberdaya manusia (SDM)/

kelembagaan pengelola sumber daya air (termasuk masyarakat) untuk menetapkan dampak risiko perubahan iklim dan menyusun rencana dan program adaptasi pada skala yang tepat;

8. Minimnya informasi dan belum terbangunnya data base yang baik terkait dampak perubahan iklim bidang sumberdaya air;

9. Belum tersedianya informasi baseline upaya adaptasi bidang sumber daya air;

10. Belum tersedianya metodologi mapan yang mendukung measurement, reporting, and verification (MRV).

Adapun peluang implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor sumberdaya air adalah sebagai berikut (Bappenas, 2010f; DNPI, 2011):

1. Sumber daya air merupakan bagian kekayaan alam yang bersifat terbarukan;

2. Potensi sumber daya air Indonesia berlimpah, walaupun sangat variatif sesuai waktu, ruang, kuantitas dan kualitasnya;

3. Pemanfaatan dan pengintegrasian pengetahuan dan kearifan lokal/ tradisional untuk menunjang program adaptasi perubahan iklim.

II-41

Page 53: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Sub Sektor Cipta Karya Cipta Karya mengemban tugas untuk mewujudkan permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak, produktif, berdaya saing dan berkelanjutan melalui peningkatan pembangunan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan, dan kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur pemukiman. Tantangan implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sub sektor cipta karya, yaitu (Dep. PU, 2007; DNPI, 2011):

1. Penataan bangunan dan lingkungan terkendala oleh ketersediaan lahan dan keterbatasan peraturan daerah yang dikeluarkan pemerintah Daerah.

2. Pengembangan Permukiman terkendala dalam ketersediaan lahan dan keterbatasan Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB).

3. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) terkendala dengan luasnya cakupan kegiatan yang perlu ditangani, ketersediaan lahan dan keterbatasan operasi dan pemeliharaan (OM). Pengembangan Air Minum terkendala luasnya cakupan kegiatan yang perlu ditangani, keterbatasan OM, keterbatasan sumber air baku dan pencemaran sumber air baku.

Sub Sektor Jalan dan Jembatan Tantangan implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sub sektor jalan dan jembatan, yaitu (Dep. PU, 2007; DNPI, 2011):

1. Meningkatnya Temperatur Udara. Temperatur rata-rata tahunan di Indonesia mengalami kenaikan 0,3 °C (pengamatan sejak 1990). Dampak terhadap infrastruktur: Mempercepat kerusakan permukaan jalan, baik pada perkerasan lentur maupun beton; Meningkatnya sebaran titik api (hot spot) yang akan berpengaruh terhadap struktur jalan maupun jembatan; Menurunkan kekuatan (daya dukung) lapisan aspal deformasi makin besar.

2. Meningkatnya Curah Hujan. Diperkirakan akibat perubahan iklim, Indonesia akan mengalami kenaikan curah hujan 2-3% per tahun. Serta musim hijan yang lebih pendek. Dampak terhadap infrastruktur: Terendamnya jalan akibat banjir dapat menyebabkan air masuk kedalam perkerasan jalan, sehingga mengakibatkan terjadinya pumping saat kendaraan melewatinya; Pengikisan tiang pancang jembatan akibat terbentur material sampah keras yang hanyut bersama air; Curah hujan yang tinggi pada rentang waktu pendek dapat memicu terjadinya gerusan permukaan dan longsor; Melemahnya ikatan aspal terhadap aggregate.

3. Kenaikan Permukaan Air Laut. Sekitar 40 juta masyarakat Indonesia yang bermukim dalam jarak 10 m dari permukaan air laut rata-rata, sangat rentan terhadap perubahan permukaan air laut. Dampak terhadap infrastruktur: Jaringan jalan di pesisir akan terendam dan mengakibatkan peningkatan laju korosi pada jalan beton dan peningkatan proses penuaan dan oksidasi pada jalan beraspal; Lebih lanjut akan mengakibatkan kota yang berada di pesisir rentan “kehilangan” aset jalan, sehingga kehandalan keberlanjutan pemanfaatanjalan berkurang dan menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama apabila jalan tersebut merupakan akses ke pusat distribusi (seperti pelabuhan).

4. Meningkatnya Intensitas Kejadian Ekstrim. Dampak terhadap infrastruktur: bertambah panjangnya periode musim kering mengakibatkan lapisan aspal

II-42

Page 54: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

banyak mengelupas; Badai dan angin kencang dapat merusak struktur hingga mengakibatkan terputusnya jalur jalan dan jembatan.

Adapun peluang dalam menjawab tantangan sub sektor jalan dan jembatan di atas, dapat ditempuh upaya sebagai berikut (Bappenas, 2010f; DNPI, 2011):

1. Dalam pengendalian temperatur udara dapat dilakukan dengan penanaman pohon di pinggir jalan atau penggunaan low heat reflective pavement.

2. Pengendalian dampak dari peningkatan curah hujan dapat dilakukan dengan: Membuat drainase jalan yang memadai dan memenuhi persyaratan teknis untuk menangani run off karena meningkatnya curah hujan pada kondisi curah hujan tinggi; Meningkatnya intensitas pemeliharaan drainase untuk dapat diyakininya pelayanan drainase jalan; Memperbaiki system drainase dengan memperpanjang waktu run off (pembangunan retusion pond untuk kondisi topografi curam).

3. Pengendalian kenaikan air laut dapat dilakukan dengan cara: Memindahkan jalan ke kawasan yang lebih aman dari pengaruh kenaikan permukaan air laut; Pembangunan tanggul-tanggul di daerah pantai; Perlindungan terhadap pelabuhan, bangunan atau infrastruktur lainnya yang rentan terhadap kenaikan air laut.

4. Pengendalian dampak meningkatnya intensitas kejadian ekstrim dapat dilakukan dengan cara: Teknologi aspal poro (penggunaan material aditif yang dapat menurunkan suhu percampuran dan waktu pemadatan lebih cepat); Sistem peringatan dini untuk badai; pembangunan jalan dan jembatan dengan struktur tahan badai; Perbaikan kapasitas sistem drainase untuk menampung kondisi curah hujan ekstrim.

Sub Sektor Penataan Ruang Penataan ruang perlu dilakukan dengan prinsip pengarusutamaan perubahan iklim, yaitu berupa penjaminan bahwa penataan ruang telah mempertimbangkan proyeksi perubahan iklim di masa datang, tidak meningkatkan kerentanan dan sekaligus meningkatkan ketahanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim di masa depan. Tantangan implementasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sub sektor penataan ruang, yaitu (Dep. PU, 2007; DNPI, 2011):

1. Meningkatkan penyelenggaraan penataan ruang nasional dan daerah yang aman, nyaman dan berkelanjutan dalam rangka mengurangi risiko wilayah terhadap dampak perubahan iklim terutama melalui upaya pengurangan risiko perubahan iklim.

2. Menyiapkan ruang bagi pemenuhan kebutuhan aktivitas masyarakat di masa datang dengan mempertimbangkan daya dukung wilayah serta upaya pengurangan risiko perubahan iklim terutama melalui upaya mengurangi kerentanan wilayah terhadap bahaya perubahan iklim

3. Meningkatkan kualitas penyediaan prasarana dan sarana wilayah yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan tingkat risiko perubahan iklim dalam rangka menjamin kualitas hidup masyarakat.

E. Sektor Lainnya Beberapa sektor telah mengidentifikasi tantangan dan peluang penanggulangan perubahan iklim. Dari penelusuran informasi yang bersumber dari pustaka (terutama dari rencana strategis sektor), tidak dijumpai uraian mengenai tantangan dan peluang penanggulangan perubahan iklim dari beberapa sektor yang lain. Sektor-sektor tersebut adalah meliputi sektor energi, sektor kehutanan, dan sektor limbah.

II-43

Page 55: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

III. KEBIJAKAN DAN PROGRAM LINTAS SEKTOR PENANGGULANGAN PERUBAHAN IKLIM

3.1. Arah Kebijakan Penanggulangan Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu kenyataan dan tidak perlu dipertanyakan lagi, dan bahkan dampaknya sudah dirasakan semakin meningkat. Penanganan perubahan iklim haruslah bersifat lintas sektor mulai dari jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Dalam jangka lima tahun ke depan, dampak perubahan iklim akan semakin meningkat, oleh karena itu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, harus menjawab tantangan tersebut. Kendala implementasi yang potensial bagi kebijakan dan program lintas sektor penanggulangan perubahan iklim yang dapat diidentifikasi adalah meliputi:

Tekanan pembangunan, yang dapat meliputi: pertambahan penduduk, urbanisasi, perubahan gaya hidup, konversi lahan, dan sebagainya.

Konflik kepentingan, dimana program/kegiatan penanggulangan dampak perubahan iklim bisa bertentangan dengan tujuan dan sasaran pembangunan lainnya

Koordinasi kelembagaan: Kondisi saat ini mencerminkan bahwa penanggulangan perubahan iklim cenderung hanya menjadi bidang urusan lingkungan hidup saja, menjadikan koordinasi dengan lembaga lainnya lemah. Hal ini perlu dirubah, sehingga koordinasi menjadi benar-benar dapat dilakukan secara substansial.

Pendanaan: Potensi pendanaan dari berbagai sumber belum dimanfaatkan secara optimal.

Untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang di atas, maka perlu disiapkan kebijakan dan program yang tepat. Kebijakan dan program lintas sektor penanggulangan perubahan iklim dalam lima tahun ke depan perlu dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019, agar implementasinya dapat dilaksanakan sesuai dengan koridor kebijakan dan program pembangunan nasional jangka menengah. Dalam perumusan Kebijakan dan Program Penanggulangan Perubahan Iklim, terdapat beberapa aspek yang perlu diperkuat dalam aspek perencanaan, yang meliputi:

Mempersiapkan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan melalui: pemanfaatan data, informasi dan analisis risiko iklim; menerapkan prinsip pembangunan yang sesuai perubahan iklim; mengintegrasikan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan melakukan koordinasi antar sektor dan antar aktor pembangunan.

Mempersiapkan pemantauan dan pengukuran ketercapaian program dan kegiatan penanggulangan perubahan iklim.

Mengembangkan standarisasi indikator ketercapaian program dan kegiatan penanggulangan perubahan iklim.

Meningkatkan kapasitas institusi pemerintah dan non-pemerintah dalam implementasi kebijakan dan program lintas sektor penanggulangan perubahan iklim.

III-1

Page 56: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Menetapkan indikator kunci kerentanan wilayah dan pengembangan sistem pemantauan kerentanan, serta meningkatkan kapasitas daerah.

Menyiapkan program pendukung sektor dan daerah dalam meningkatkan kualitas data kunci (key data) untuk mengukur tingkat kerentanan (kualitas kehidupan) dan emisi (beban lingkungan).

Mengembangkan sistem database iklim nasional dengan resolusi tinggi untuk mendukung sektor dan daerah melakukan kajian ilmiah terkait risiko iklim – prioritisasi program.

Mengembangkan mekanisme untuk sinergitas program lintas sektor dan multi pihak, termasuk melibatkan swasta.

Mengembangkan kebijakan fiskal yang mendorong daerah untuk mengembangkan program adaptasi dan mitigasi yang terintegrasi dengan sistem pengukuran kinerja yang lebih baik.

Mengacu pada Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), dapat disusun arah kebijakan penanggulangan perubahan iklim. Arah kebijakan penanggulangan perubahan iklim lintas sektor, dirumuskan sebagai berikut:

I. Menurunkan emisi gas rumah kaca, yang meliputi: 1) Bidang pertanian. 2) Bidang kehutanan dan lahan gambut. 3) Bidang energi dan transportasi. 4) Bidang industri. 5) Bidang pengelolaan limbah.

II. Meningkatkan ketahanan dan/atau menurunkan tingkat kerentanan sistem alam, tatatan kehidupan, atau aktivitas pembangunan terhadap dampak perubahan iklim, yang meliputi: 1) Bidang ketahanan pangan. 2) Bidang energi. 3) Bidang kesehatan. 4) Bidang permukiman. 5) Bidang infrastruktur. 6) Bidang Ekosistem dan Keragaman Hayati. 7) Bidang perkotaan. 8) Bidang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

3.2. Prioritas Penanggulangan Perubahan Iklim Lintas Sektor Berdasarkan analisis dari bab sebelumnya, tampak bahwa beberapa ancaman perubahan iklim mengalami gap yang lebar dari sisi program penanggulangannya. Hal tersebut berarti bahwa terdapat ancaman perubahan iklim yang belum banyak disentuh oleh berbagai program sektoral. Ancaman perubahan iklim tersebut merupakan indikasi program yang paling prioritas dalam penanggulangan

III-2

Page 57: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

perubahan iklim lintas sektor. Secara berurutan, ancaman perubahan iklim yang paling perlu ditanggulangi secara lintas sektor adalah meliputi: Penanggulangan ancaman perubahan curah hujan; Penanggulangan ancaman perubahan temperatur permukaan; Penanggulangan ancaman kejadian iklim ekstrim; Penanggulangan ancaman kejadian cuaca ekstrim; Penanggulangan ancaman kenaikan muka laut; dan Penanggulangan ancaman perubahan suhu permukaan laut.

Prioritas kebijakan dan program di atas harus dimasukkan sebagai muatan penanggulangan perubahan iklim lintas sektor dalam RPJMN 2015-2019. Ancaman perubahan iklim di atas memberikan dampak pada berbagai bidang pembangunan, yang meliputi:

1. Bidang ketahanan ekonomi (ketahanan pangan dan kemandirian energi) 2. Bidang Ketahanan Sistem Kehidupan (Kesehatan, permukiman, dan

infrastruktur) 3. Bidang Ketahanan Ekosistem dan Keragaman Hayati 4. Bidang Ketahanan Wilayah Khusus (Perkotaan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil). Pada bagian berikut diuraikan perumusan kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim berdasarkan bidang-bidang pembangunan. Uraian kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim meliputi aspek mitigasi dan adaptasi. Secara detil program penangulangan perubahan iklim dari aspek mitiogasi dan adaptasi, disajikan dalam bentuk matriks pada Lampiran.

3.2.1. Mitigasi Bidang Pertanian

Mitigasi bidang pertanian meliputi: (1) Pemantapan ketahanan pangan nasional dan peningkatan produksi pertanian

dengan emisi GRK yang rendah. (2) Peningkatan fungsi dan pemeliharaan sistem irigasi.

3.2.2. Mitigasi Kehutanan dan Lahan Gambut Mitigasi bidang kehutanan dan lahan gambut meliputi: (1) Penurunan emisi GRK sekaligus meningkatkan kenyamanan lingkungan,

mencegah bencana, menyerap tenaga kerja, dan menambah pendapatan masyarakat serta negara.

(2) Pengelolaan sistem jaringan dan tata air pada rawa. (3) Pemeliharaan jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan bergambut yang sudah

ada). (4) Peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi pertanian pada lahan gambut

dengan emisi serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

3.2.3. Mitigasi Energi dan Transportasi Mitigasi bidang energi dan transportasi meliputi: (1) Peningkatan penghematan energi; (2) Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching);

III-3

Page 58: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

(3) Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT); (4) Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik, dan sarana

transportasi; (5) Pengembangan transportasi massal nasional yang rendah emisi, berkelanjutan,

dan ramah lingkungan.

3.2.4. Mitigasi Industri Mitigasi bidang industri meliputi: (1) Peningkatan pertumbuhan industri dengan mengoptimalkan pemakaian energi.

3.2.5. Mitigasi Pengelolaan Limbah Mitigasi bidang pengelolaan limbah meliputi: (1) Meningkatkan pengelolaan sampah dan air limbah domestik.

3.2.6. Adaptasi Bidang Ketahanan Pangan

Adaptasi bidang ketahanan pangan meliputi: (1) Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengairan.

Untuk penanggulangan ancaman perubahan curah hujan, maka harus dipersiapkan penanggulangan kekeringan air dan banjir, untuk kebutuhan pertanian pangan dan budidaya perikanan, yang sangat terkait dengan kapasitas irigasi. Program ini meliputi rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi di wilayah sentra produksi pangan dan budidaya perikanan. Selain rehabilitasi, juga dilakukan pengembangan daerah irigasi baru bagi wilayah perluasan pertanian tanaman pangan dan budidaya perikanan. Program ini juga menjangkau perbaikan lingkungan, khususnya tutupan vegetasi pada wilayah tangkapan hujan (daerah aliran sungai, DAS).

(2) Penyesuaian Sistem Produksi Pangan Program ini meliputi: penyesuaian pola tanam, teknologi, dan model sistem usahatani dan budidaya perikanan. Program ini dilakukan melalui penyesuaian aktivitas dan teknologi pertanian dan budidaya perikanan dengan dukungan sektor lain yang terkait.

(3) Perluasan Areal Pertanian Pangan dan Budidaya Perikanan. Program perluasan areal pertanian pangan dan budidaya perikanan baru, dilakukan dengan memperhatikan kemungkinan perubahan tingkat resiko iklim, dan daya dukung lingkungan serta tidak mengurangi fungsi konservasi kawasan dan habitat. Program ini ditekankan pada prioritas untuk memanfaatkan dan sekaligus memperbaiki kondisi lahan terdegradasi dan/atau terlantar.

(4) Pengembangan Teknologi Inovatif dan Adaptif Program ini diarahkan untuk mengembangkan teknologi yang adaptif terhadap cekaman iklim dan rekayasa sumberdaya genetik tanaman pangan dan ikan, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air yang beremisi rendah. Sasaran utama dari program ini adalah: (a) pemanfaatan dan rekayasa sumberdaya genetik (tanaman dan ikan budidaya), (b) optimalisasi sumberdaya lahan dan air melalui pengembangan teknologi budidaya adaptif, dan (c) pemanfaatan dan efisiensi karbon, biomasa dan/atau limbah organik.

III-4

Page 59: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

(5) Percepatan Diversifikasi Pangan. Program percepatan diversifikasi pangan meliputi tanaman pangan, ternak, dan ikan, dilakukan melalui pengembangan berbagai produk pangan dari komoditas alternatif yang lebih tahan terhadap cekaman iklim dan hemat sumber lahan dan air seperti sagu, ganyong, ubi-ubian, kacang-kacangan, dan pangan lokal lainnya.

(6) Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi (Iklim dan teknologi) Program ini diarahkan pada upaya peningkatan akurasi dan kelengkapan informasi iklim dan ketersediaan teknologi serta sistem diseminasi dan percepatan arus penyampaian informasinya.

3.2.7. Adaptasi Bidang Kemandirian Energi

Adaptasi bidang kemandirian energi meliputi: (1) Perluasan Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan.

Program ini diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah organik untuk produksi gas dan energi di wilayah pemukiman padat. Upaya tersebut akan mengurangi beban lingkungan dan meningkatkan selang toleransi wilayah terhadap kejadian hujan ekstrim tinggi serta memperluas pemanfaatan sumber energi tenaga air skala pico dan micro pada wilayah-wilayah terpencil sebagai bagian program desa mandiri energi (DME) yang dapat mendorong masyarakat menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan layanan jasa lingkungan

(2) Pengembangan Teknologi Budidaya Tanaman untuk Energi. Program ini diarahkan pada pengembangan teknologi budidaya tanaman bahan bakar nabati berdaya hasil tinggi dan adaptif terhadap cekaman iklim serta penemuan varietas tanaman pohon tumbuh cepat untuk energy plantation.

(3) Perbaikan dan konservasi wilayah tangkapan hujan. Program ini diarahkan pada upaya percepatan pengukuhan kawasan hutan khususnya di wilayah tangkapan hujan di daerah aliran sungai (DAS) yang akan menjadi lokasi pengembangan PLTA dan panas bumi dan percepatan rehabilitasi di DAS lokasi PLTA dan Panas Bumi yang memiliki risiko iklim tinggi melalui partisipasi masyarakat.

3.2.8. Adaptasi Bidang Kesehatan

Adaptasi bidang kesehatan meliputi: (1) Pengembangan Sistem Peringatan Dini.

Program ini diarahkan bagi penguatan kewaspadaan dan pemanfaatan sistem peringatan dini terhadap mewabahnya penyakit menular dan penyakit tidak menular yang diakibatkan perubahan iklim.

(2) Pengendalian Faktor-faktor Risiko Kesehatan. Program ini diarahkan untuk pemuktahiran kajian risiko dan adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan; pengamatan dan pengendalian agen penyakit; pengamatan dan pengendalian perantara penyakit; pengendalian kualitas lingkungan; pengendalian infeksi pada manusia.

III-5

Page 60: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

(3) Pengembangan Sumberdaya Manusia. Program ini diarahkan untuk peningkatan ilmu pengetahuan, inovasi teknologi, dan partisipasi masyarakat terkait adaptasi kesehatan terhadap perubahan iklim; penelitian, pendidikan, dan pengembangan teknologi terkait perubahan iklim dan kesehatan.

(4) Pengembangan Regulasi. Program ini diarahkan untuk pengutan regulasi, peraturan perundangan, dan kapasitas kelembagaan di tingkat pusat dan daerah terhadap risiko pada kesehatan masyarakat yang dapat ditimbulkan oleh perubahan iklim

3.2.9. Adaptasi Bidang Permukiman

Adaptasi bidang permukiman meliputi: (1) Pengembangan Permukiman.

Program ini diarahkan untuk pengembangan dan penyediaan infrastruktur di kawasan permukiman di perkotaan; penyesuaian infrastruktur kawasan permukiman di daerah rawan bencana perubahan iklim.

(2) Akses Perumahan Layak dan Terjangkau Program ini diarahkan untuk peningkatan penyediaan permukiman dengan struktur kuat dan adaptif terhadap perubahan iklim yang layak dan terjangkau oleh masyarakat.

(3) Pengembangan Permukiman Adaptif. Program ini diarahkan untuk mengembangkan kajian dan pemetaan risiko khususnya pada permukiman dan infrastruktur permukiman; kajian pembangunan kawasan perumahan tapak yang berkelanjutan (sustainable landed housing area development); kajian dan sosialisasi pembangunan rumah panggung di pesisir yang rentan terhadap kenaikan muka air laut.

(4) Pemberdayaan Masyarakat Program ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penanggulangan perubahan iklim pada permukiman di kawasan perkotaan dan perdesaan; peningkatan partisipasi dan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan dampak perubahan iklim; dan meningkatkan kesiagaan terhadap bencana akibat perubahan iklim.

3.2.10. Adaptasi Bidang Infrastruktur

Adaptasi bidang infrastruktur meliputi: (1) Pengurangan Gangguan Fungsi Transportasi

Program ini diarahkan untuk pengurangan risiko terganggunya fungsi dan aksesibilitas jalan, jembatan, perkeretaapian, pelabuhan dan bandara akibat dampak perubahan iklim; penguatan perencanaan, manajemen dan Sistem operasi transportasi darat; pengelolaan perkeretaapian; pengelolaan transportasi laut; dan pengelolaan transportasi udara.

(2) Peningkatan Infrastruktur Kesehatan Masyarakat. Program ini diarahkan untuk peningkatan, penyediaan dan penyesuaian infrastruktur yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat yang meliputi air bersih, air limbah, dan sanitasi; penyediaan sarana dan prasarana sistem sanitasi dan pengolahan limbah.

III-6

Page 61: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

(3) Pengembangan Prasarana Adaptif. Program ini diarahkan untuk penyediaan sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan; pembangunan, operasi, dan pemeliharaan, prasarana dan sarana pengendalian banjir dan kekeringan; pembangunan dan pemeliharaan struktur pelindung pantai.

(4) Infrastruktur Energi. Program ini diarahkan untuk pengembangan perancangan, penyediaan dan pengelolaan infrastruktur energi sehingga adaptif terhadap perubahan iklim; sosialisasi infrastruktur penyedia energi yang adaptif terhadap perubahan iklim; perlindungan infrastruktur energi dari dampak perubahan iklim; perencanaan infrastruktur energi baru.

3.2.11. Adaptasi Bidang Ketahanan Ekosistem dan Keragaman Hayati

Adaptasi bidang ketahanan ekosistem dan keragaman hayati meliputi: (1) Perbaikan/penyempurnaan Tata Ruang dan Tataguna Lahan

Program ini diarahkan untuk perbaikan rencana makro kawasan hutan serta ekosistem laut yang disesuaikan dengan tata ruang, pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan dengan mempertimbangkan aspek pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terpadu, memperhatikan aspek emisi karbon dan menakar dampak terhadap keberlanjutan jasa dan layanan ekosistem lainnya; perbaikan kawasan hutan yang dapat menjamin fungsi tata air dan menunjang ketahanan pangan dan kemandirian energi; pemanfaatan ekosistem laut harus didasarkan pada fungsi dan keberlanjutan ekosistem tersebut; perbaikan kawasan hutan dengan memperhatikan nilai-nilai yang tumbuh dan hidup di masyarakat; perbaikan kawasan ekosistem laut berbasis pada perpaduan antara pemantapan fungsi ekologis dan nilai-nilai kearifan masyarakat lokal.

(2) Pengurangan Ancaman terhadap ekosistem Program ini diarahkan untuk penurunan frekuensi kebakaran hutan dan lahan dilakukan secara terpadu lintas sektor, pusat-daerah, dan negara; pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar (non api), serta teknologi pemantauan dan pengendalian kebakaran; sosialisai dan pelatihan-pelatihan teknik pembakaran terkendali secara sistematis bagi masyarakat sekitar hutan dan penyediaan tenaga-tenaga pengawas dengan jumlah, kualitas, dan sarana kerja yang memadai.

(3) Pengelolaan dan pemanfaatan kawasan produktif secara lestari Program ini diarahkan untuk pemanfaatan kawasan produktif hutan dan laut dengan mempertimbangkan aspek pelestarian jasa lingkungan antara lain dengan penerapan multisistem dalam pengelolaannya; penerapan pembentukan dan penguatan kelembagaan pengelolaan hutan di tingkat tapak (KPH); penegasan kewenangan yang lebih jelas terhadap pemerintah daerah dan masyarakat, misalnya melalui Hutan Tanaman Rajyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Hutan Desa; menghindari kasus tumpang-tindih perijinan di dalam areal yang sama.

(4) Peningkatan tata kelola kawasan konservasi dan ekosistem esensial Program ini diarahkan untuk mengurangi tingkat keterancaman terhadap keanekaragaman hayati melalui upaya perlindungan flora dan fauna,

III-7

Page 62: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

menurunkan perdagangan satwa liar, mencegah degradasi hutan dan ekosistem laut, serta melakukan upaya penegakan hukum.

(5) Rehabilitasi ekosistem yang terdegradasi Program ini diarahkan untuk rehabilitasi hutan dan lahan dalam jangka panjang; perbaikan fungsi tata air; meningkatkan kepatuhan perusahaan pertambangan untuk melakukan kegiatan reklamasi dengan baik.

(6) Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi Program ini diarahkan untuk mendeteksi kerusakan ekosistem serta mendeteksi titik-titik api dan faktor-faktor pemicu kebakaran lainnya secara dini (early warning system); penguatan sistem informasi dan komunikasi kehutanan; meningkatkan standar data dan informasi kehutanan yang berstandar internasional; membangun sistem informasi dan komunikasi kehutanan yang efektif.

3.2.12. Adaptasi Bidang Perkotaan

Adaptasi bidang perkotaan meliputi: (1) Tata Ruang Kota.

Program ini diarahkan untuk pengintegrasian upaya penanggulangan perubahan iklim ke dalam rencana tata ruang perkotaan; mengkaji risiko perubahan iklim di kawasan perkotaan; melakukan kajian dan pemetaan risiko perubahan iklim sektoral/sub-bidang tingkat kabupaten/kota; penyusunan dan revisi dokumen rencana tata ruang kawasan perkotaan berdasarkan hasil kajian risiko perubahan iklim; pengawasan dan pengendalian untuk penataan ruang dan zonasi kawasan perkotaan terhadap perubahan iklim.

(2) Penyesuaian infrastruktur dan fasilitas perkotaan Program ini diarahkan untuk penyesuaian infrastruktur dan fasilitas perkotaan untuk penaggulangan ancaman perubahan iklim; penyusunan strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan yang terintegrasi dengan upaya adaptasi perubahan iklim; implementasi pembangunan kota hijau (green cities), peningkatan kualitas infrastruktur permukiman di kawasan perkotaan.

(3) Peningkatan kapasitas masyarakat perkotaan Program ini diarahkan untuk peningkatan kapasitas masyarakat perkotaan terkait isu ancaman perubahan iklim; sosialisasi dan penyadaran masyarakat terhadap fenomena dan dampak perubahan iklim; peningkatan kapasitas penelitian tentang fenomena dan dampak perubahan iklim di kawasan perkotaan; pengembangan sistem peringatan dini bencana klimatologi dan oseanografi; pengembangan kapasitas kelembagaan dan jaringan terkait adaptasi perubahan iklim.

3.2.13. Adaptasi Bidang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Adaptasi bidang pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi: (1) Peningkatan Kapasitas Kehidupan Masyarakat

Program ini diarahkan untuk peningkatan kapasitas kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terkait dengan isu perubahan iklim; sosialisasi dan penyadaran masyarakat terhadap fenomena dan dampak perubahan iklim; pengembangan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil bagi masyarakat; pemeliharaan dan rehabilitasi sumber daya air di pesisir dan

III-8

Page 63: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

pulau-pulau kecil; peningkatan infrastruktur (jaringan transportasi listrik, air bersih, dan komunikasi) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terluar dengan menggunakan teknologi tepat guna.

(2) Pendayagunaan Lingkungan dan Ekosistem Program ini diarahkan untuk pengelolaan dan pendayagunaan lingkungan dan ekosistem bagi penanggulangan perubahan iklim; peningkatan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; identifikasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; pemeliharaan dan rehabilitasi daerah pelindung non struktural atau alamiah pantai dan kawasan di belakangnya berdasarkan hasil kajian dan identifikasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

(3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Program ini diarahkan untuk pengintegrasian upaya penanggulangan perubahan iklim ke dalam rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau keciI; identifikasi dan pemetaan potensi pulau-pulau kecil; penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) rehabilitasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; kajian dan pemetaan risiko dan penanggulangan perubahan iklim sektoral/sub-bidang; penyusunan dokumen penataan ruang dan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan hasil kajian risiko dan penanggulangan perubahan iklim; pengawasan dan pengendalian penataan ruang dan zonasi pesisir dan perairan untuk penanggulangann perubahan iklim.

(4) Adaptasi Struktural dan Non struktural. Program ini diarahkan untuk pengembangan desa pesisir tangguh (coastal resilience village, CRV); bantuan sarana dan prasarana dalam pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; identifikasi dan penyesuaian elevasi dan penguatan struktur bangunan dan fasilitas vital, seperti jalan, dermaga pelabuhan, dan permukiman masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, peningkatan ketahanan sumber daya pertanian dan tambak pesisir terhadap ancaman perubahan iklim; identifikasi, pembangunan dan pemeliharaan struktur pelindung pantai.

3.3. Pengembangan Indikator Outcome Penanggulangan Perubahan Iklim dalam RPJMN 2015-2019

Perubahan iklim telah dan akan terus memberikan dampak pada banyak sektor pembangunan dan bersifat multidimensi, yang meliputi lingkungan fisik wilayah khusus, sosial, ekonomi, dan tatanan kehidupan. Oleh karena itu, penanggulangan perubahan iklim memerlukan kebijakan dan program lintas sektor dalam perspektif adaptasi dan mitigasi yang seimbang. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), diperlukan indikator penanggulangan perubahan iklim yang eksplisit (jelas), sehingga penentuan sasaran dan evaluasinya menjadi lebih terukur. Indikator yang demikian adalah indikator outcome yang dapat memberikan indikasi apakah program mitigasi atau adaptasi yang bersangkutan telah berhasil atau belum. Dengan adanya indikator outcome, evaluasi program dapat dilakukan secara lebih terukur. Oleh karena itu, perumusan indikator outcome menjadi sangat penting bagi RPJMN 2015-2019. Pengembangan indikator outcome penanggulangan perubahan iklim dalam RPJMN 2015-2019, dilakukan dengan mangacu pada Rencana Aksi Nasional Penurunan

III-9

Page 64: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Pada dasarnya indikator utama dari penanggulangan perubahan iklim lintas sektor adalah:

1. Menurunnya emisi gas rumah kaca (GRK) 2. Meningkatnya ketahanan dan/atau menurunnya tingkat kerentanan sistem

alam, tatatan kehidupan, program atau kegiatan terhadap dampak perubahan iklim, serta berkurangnya dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor pembangunan.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh dalam pengembangan indikator outcome, dilakukan perunutan sumber dan jenis dampak yang timbul akibat perubahan iklim. Perunutan tersebut digambarkan dalam bentuk bagan yang memperjelas hubungan antara bidang tertentu dengan perubahan iklim, dengan demikian dapat diketahui indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan suatu program. Penggambaran bagan dilakukan untuk bidang-bidang pada aspek adaptasi, karena pada dasarnya indikator mitigasi lebih mudah dirumuskan, dan sudah dapat diadopsi dari penurunan gas rumah kaca pada RAN-GRK. Di sisi lain indikator adaptasi lebih sukar dirumuskan, sangat bersifat normatif dan sulit diukur. Dengan memanfaatkan dokumen RAN-API dan dokuemn lainnya yang telah tersedia, dilakukan penggambaran bagan runutan dampak untuk perumusan indikator outcome adaptasi. Penggambaran runutan dampak dan pengembangan indikator outcome penanggulangan perubahan iklim, disajikan pada bagian berikut.

3.3.1. Indikator Mitigasi

Mitigasi diarahkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang meliputi bidang-bidang: Pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, dan pengelolaan limbah. Pengembangan indikator outcome untuk mitigasi tidaklah sulit, yaitu berdasarkan pada kuantitas penurunan GRK yang dapat dicapai melalui berbagai program mitigasi pada berbagai bidang tersebut. Berdasarkan indikator outcome penurunan GRK, dapat diindikasikan apakah program mitigasi yang bersangkutan telah berhasil atau belum. Aspek mitigasi perubahan iklim yang meliputi bidang pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, dan pengelolaan limbah, memiliki indikator yang sama yaitu “penurunan emisi GRK”, yang dinyatakan dengan satuan ton CO2 eq. Tingkat keberhasilan aspek mitigasi penanggulangan perubahan iklim, dilihat dari indikator outcome dengan merujuk pada penurunan emisi GRK pada skenario BAU RAN-GRK, adalah sebagai berikut:

(1) Bidang kehutanan dan lahan gambut 0,672 Giga ton CO2 eq. (2) Bidang pertanian 0,008 Giga ton CO2 eq. (3) Bidang energi dan transportasi 0,036 Giga ton CO2 eq. (4) Bidang industri 0,001 Giga ton CO2 eq. (5) Bidang pengelolaan limbah 0,048 Giga ton CO2 eq.

3.3.2. Indikator Adaptasi Bidang Ketahanan Pangan

Perubahan iklim menimbulkan dampak nyata terhadap penurunan produksi pangan dan mengganggu ketahanan pangan. Perubahan pola hujan, peningkatan suhu udara, dan peningkatan muka laut merupakan sumber utama dari dampak

III-10

Page 65: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

perubahan iklim terhadap bidang ketahanan pangan. Penggambaran runutan dampak perubahan iklim terhadap bidang ketahahan pangan, disajikan pada Gambar 3.1. Penggambaran dampak tersebut menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan adaptasi bidang ketahanan pangan dapat dilihat dari keberhasilan dalam penanggulangan ancaman penurunan produksi akibat perubahan iklim dan sebaliknya harus terjadi peningkatan produksi pangan. Oleh karena itu, terjadi atau tidaknya penurunan produksi pangan dapat dijadikan ukuran bagi upaya penanggulangan perubahan iklim. Usulan indikator outcome adaptasi bidang ketahanan pangan adalah: Penurunan produksi pangan < 2%.

Perubahan Iklim

Pola hujan dan iklim ekstrim (banjir dan kekeringan)

Peningkatan Suhu Udara

Peningkatan Muka Laut

Gagal Panen

Kerusakan SD Lahan

Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT)

Peningkatan Transpirasi

Peningkatan Konsumsi Air

Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT)

Percepatan Pematangan

Kerusakan SD Lahan

Penurunan Produksi dan Gangguan Ketahanan Pangan

Gambar 3.1. Hubungan antara perubahan iklim dengan ketahahan pangan

Sumber: Bappenas (2010c)

III-11

Page 66: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.3. Indikator Adaptasi Bidang Energi

Penggambaran dampak perubahan iklim terhadap bidang energi, disajikan pada Gambar 3.2. Melalui perubahan pola hujan dan perubahan suhu permukaan, perubahan iklim menimbulkan dampak terhadap kemandirian energi. Tingkat keberhasilan adaptasi bidang kemandirian energi adalah dilihat dari keberhasilan pemenuhan energi nasional dari energi terbarukan yang sebagiannya berasal dari hydropower dan biofuel. Usulan indikator outcome untuk bidang energi adalah: Pangsa pemenuhan energi nasional dari PLTA (hydropwer) dan biofuel dapat mencapai ≥8%.

Target Pemenuhan Energi Nasional 2025:

Energi terbarukan mencapai 17%

Gambar 3.2. Hubungan antara perubahan iklim dengan kemandirian energi

Sumber: Bappenas (2013a)

Hydropower dan biofuel 8%

Berkurangnya daerah tangkapan air untuk mendukung hydropower dan peningkatan

produksi biofuel

Perubahan Iklim

Perubahan Suhu Permukaan

Perubahan Pola Curah Hujan

Kekeringan; kebakaran hutan, dan kerusakan

kawasan esensial lainnya

Gangguan terhadap upaya penyediaan energi terbarukan

yang bersumber dari hydropower dan biofuel

III-12

Page 67: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.4. Indikator Adaptasi Bidang Kesehatan

Penggambaran dampak perubahan iklim terhadap bidang kesehatan, disajikan pada Gambar 3.3. Penggambaran dampak di atas menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan adaptasi bidang kesehatan dapat dilihat dari keberhasilan penanggulangan kejangkitan penyakit utama akibat perubahan iklim. Usulan indikator outcome untuk adaptasi bidang kesehatan adalah: Tidak timbul kejadian luar biasa (KLB) dari kejangkitan penyakit utama yaitu malaria, DBD, dan diare.

Perubahan Iklim

Kondisi Lingkungan

Paparan Tidak Langsung

Dampak Kesehatan

Gambar 3.3. Hubungan antara perubahan iklim dengan bidang kesehatan

Sumber: Bappenas (2010d)

Kondisi Sosial

Kondisi Sistem, Kesehatan

Paparan Langsung

Paparan Sosial Ekonomi

Kejangkitan tiga penyakit utama: malaria, DBD, diare

III-13

Page 68: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.5. Indikator Adaptasi Bidang Permukiman

Perubahan iklim menimbulkan dampak nyata terhadap bidang permukiman melalui prubahan pola hujan, peningkatan muka laut, dan kejadian cuaca ekstrim. Penggambaran runutan dampak perubahan iklim terhadap bidang permukiman, disajikan pada Gambar 3.4. Gambar 3.4 menunjukkan bahwa keberhasilan adaptasi bidang permukiman dapat dilihat dari keberhasilan memenuhi kebutuhan permukiman yang layak, terjangkau, dan adaptif terhadap perubahan iklim, serta terciptanya kualitas lingkungan permukiman yang layak. Usulan indikator outcome bidang permukiman adalah: Tersedianya infrastruktur sanitasi yang cukup sehingga tercapai kualitas lingkungan yang baik di kawasan permukiman yang rentan terhadap dampak perubahan iklim

Gambar 3.4. Hubungan antara perubahan iklim dengan permukiman Sumber: Bappenas (2013a)

Adaptasi pada: Perbaikan dan peningkatan infrastruktur sanitasi permukiman Perbaikan dan peningkatan infrastruktur lainnya di

permukiman Penciptaan aksesibilitas terhadap permukiman adaptif

perubahan iklim yang layak dan terjangkau

Perubahan Iklim

Peningkatan Muka Laut

Kejadian Cuaca Ekstrim

Perubahan Pola Curah Hujan

Banjir di permukiman. Kerusakan infrastruktur permukiman, terutama

sanitasi lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan permukiman.

III-14

Page 69: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.6. Indikator Adaptasi Bidang Infrastruktur

Penggambaran dampak perubahan iklim terhadap bidang infrastruktur, disajikan pada Gambar 3.5. Melalui perubahan pola hujan, peningkatan muka laut, dan kejadian cuaca ekstrim, perubahan iklim menimbulkan dampak terhadap infrastruktur. Tingkat keberhasilan adaptasi bidang infrastruktur, dapat dilihat dari keberhasilan menghindari kerusakan infrastruktur akibat perubahan iklim, terutama jalan dan jembatan di wilayah pesisir. Usulan indikator outcome adaptasi bidang infrastruktur adalah: Kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah pesisir akibat perubahan iklim dapat diminimalisasi menjadi <1%.

Gambar 3.5. Hubungan antara perubahan iklim dengan infrastruktur Sumber: Bappenas (2013a)

Perubahan Iklim

Peningkatan Muka Laut

Kejadian Cuaca Ekstrim

Perubahan Pola Curah Hujan

Gangguan kualitas pelayanan dan kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah pesisir;

Gangguan kualitas pelayanan dan kerusakan infrastruktur lainnya di wilayah pesisir dan wilayah lainnya.

Adaptasi pada: peningkatan cakupan pelayanan dan penguatan sistem infrastruktur yang handal dan berkualitas

III-15

Page 70: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.7. Indikator Adaptasi Bidang Ekosistem

Perubahan iklim menimbulkan dampak nyata terhadap ekosistem melalui perubahan pola curah hujan, perubahan suhu permukaan, perubahan suhu permukaan laut, peningkatan muka laut, dan kejadian iklim ekstrim. Penggambaran runutan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem, disajikan pada Gambar 3.6. Tingkat keberhasilan adaptasi bidang ekosistem dapat dilihat dari keberhasilan menurunkan kerusakan ekosistem alami darat dan laut akibat perubahan iklim. Usulan indikator outcome bidang ekosistem adalah: Tutupan hutan pada daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Jawa >15% dan di Luar Jawa >25%; laju kerusakan ekosistem akibat perubahan iklim (terutama akibat kejadian iklim ekstrim) adalah <1%.

Kerusakan ekosistem hutan, mangrove, terumbu karang, kawasan esensial, keanekaragaman hayati serta gangguan pada

ketersediaan air dan layanan jasa ekosistem lainnya.

Gambar 3.6. Hubungan antara perubahan iklim dengan ekosistem Sumber: Bappenas (2013a)

Banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, penggenangan kawasan pesisir, bleaching terumbu karang, dan gangguan

terhadap kawasan esensial lainnya

Adaptasi pada peningkatan tutupan hutan DAS dan peningkatan perlindungan ekosistem dan kawasan esensial

Perubahan Iklim: Perubahan Pola Curah Hujan Perubahan Suhu Permukaan Perubahan Suhu Permukaan Laut Peningkatan Muka Laut Kejadian Iklim Ekstrim

III-16

Page 71: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.8. Indikator Adaptasi Bidang Perkotaan

Penggambaran dampak perubahan iklim terhadap bidang perkotaan, disajikan pada Gambar 3.7. Melalui perubahan pola hujan, peningkatan muka laut, perubahan suhu permukaan, kejadian iklim ekstrim, dan kejadian cuaca ekstrim, perubahan iklim menimbulkan dampak terhadap perkotaan. Tingkat keberhasilan adaptasi bidang perkotaan adalah dilihat dari keberhasilan mencapai program kota hijau (green cities), memenuhi aspek penataan ruang, serta penyediaan infrastruktur dan fasilitas adaptif perubahan iklim . Usulan indikator outcome bidang perkotaan adalah: Tercapainya penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan dengan luas ≥ 30%.

Gambar 3.7. Hubungan antara perubahan iklim dengan perkotaan Sumber: Bappenas (2013a)

Kejadian Iklim Ekstrim

Peningkatan peluang bencana hidrometeorologis, kejangkitan penyakit, krisis air dan pangan, serta peningkatan kebutuhan energi

Adaptasi pada: program kota hijau, penyesuaian tata ruang, peningkatan infrastruktur dan fasilitas adaptif, dan

peningkatan kapasitas masyarakat.

Kejadian Cuaca Ekstrim

Perubahan Iklim

Peningkatan Muka Laut

Perubahan Pola Curah Hujan

Perubahan Suhu Permukaan

III-17

Page 72: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

3.3.9. Indikator Adaptasi Bidang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Perubahan iklim menimbulkan dampak nyata terhadap bidang pesisir dan pulau-pulau kecil. Peningkatan muka laut, perubahan pola angin, perubahan pola hujan, dan perubahan suhu permukaan laut, merupakan sumber utama dari dampak perubahan iklim terhadap bidang pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk kelautan dan perikanan. Penggambaran dampak perubahan iklim terhadap bidang pesisir dan pulau-pulau kecil, disajikan pada Gambar 3.8. Tingkat keberhasilan adaptasi bidang pesisir dan pulau-pulau kecil, dapat dilihat dari keberhasilan dalam perlindungan terhadap komponen dan aktivitas utama di wilayah pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim yaitu permukiman dan

Perubahan Iklim

Peningkatan Muka Laut

Perubahan Pola Angin

Perubahan Suhu Permukaan Laut

Gambar 3.8. Hubungan antara perubahan iklim dengan bidang pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kelautan dan perikanan.

Sumber: Bappenas (2010c)

Perubahan Pola Curah Hujan

Morfologi Pantai

Ekosistem Alam

Sumberdaya Air

Pertanian

Wisata Bahari

Perikanan

Infrastruktur

Permukiman

Infrastruktur

Perikanan

Permukiman Ekosistem Alam

Pertanian

Permukiman

Permukiman Permukiman

Penggenangan permukiman dan gangguan perikanan budidaya pesisir

III-18

Page 73: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

perikanan budidaya. Oleh karena itu, perlindungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus menjadi prioritas utama, dapat berupa pemeliharaan sempadan pantai yang cukup. Usulan indikator outcome bidang pesisir dan pulau-pulau kecil adalah: Penambahan luas permukiman pesisir yang tergenang air laut <1%; dan penurunan produksi perikanan budidaya pesisir akibat dampak perubahan iklim <1%.

III-19

Page 74: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1. Kesimpulan Dari kajian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut: 1. Perubahan iklim menimbulkan dampak pada berbagai sektor dengan intensitas

yang berbeda-beda, secara berturut-turut sektor yang paling banyak terkena dampak perubahan iklim adalah pesisir, ketahanan pangan, kesehatan, permukiman, perkotaan, energi, infrastruktur, ekosistem, dan kehutanan.

2. Indikator perubahan iklim yang paling banyak menimbulkan dampak secara berturut-turut adalah: perubahan curah hujan, perubahan temperatur permukaan, kejadian cuaca ekstrim, kenaikan muka laut, kejadian iklim ekstrim, dan perubahan suhu permukaan laut.

3. Sektor atau bidang pembangunan yang paling banyak belum terliput dalam program penanggulangan perubahan iklim, secara berturut-turut adalah: permukiman, kesehatan, pesisir, energi, perkotaan, ekosistem, ketahanan pangan, kehutanan, dan infrastruktur.

4. Prioritas penangulangan dampak perubahan iklim lintas sektor, secara berturut-turut adalah dampak yang ditimbulkan oleh perubahan: curah hujan. temperatur permukaan, kejadian iklim ekstrim, kejadian cuaca ekstrim, kenaikan muka laut, dan suhu permukaan laut.

5. Kebijakan dan program penangulangan perubahan iklim lintas sektor harus memuat aspek mitigasi dan adaptasi secara seimbang.

6. Kendala implementasi yang potensial bagi kebijakan dan program lintas sektor penanggulangan perubahan iklim adalah meliputi: tekanan pembangunan akibat pertambahan penduduk, urbanisasi, perubahan gaya hidup, konversi lahan, dan sebagainya; konflik kepentingan; koordinasi kelembagaan yang masih lemah; dan pendanaan yang belum optimal.

4.2. Rekomendasi Kebijakan 1. Kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim dalam RPJMN 2015-

2019 harus berbasis pada indikator utama yaitu: penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), berkurangnya dampak, dan meningkatkan ketahanan dan/atau menurunnya tingkat kerentanan sistem alam, tatatan kehidupan, program atau kegiatan terhadap dampak perubahan iklim.

2. Kebijakan dan program penanggulangan perubahan iklim dalam RPJMN 2015-2019 harus diperkuat dengan aspek pengembangan fiskal yang dapat mendorong masing-masing sektor dan daerah untuk mengembangkan program adaptasi dan mitigasi yang terintegrasi dengan sistem pengukuran kinerja yang lebih baik.

3. Indikator outcome yang dapat memberikan indikasi capaian program mitigasi dan adaptasi dalam penanggulangan perubahan iklim lintas sektor, direkomendasikan sebagai berikut: (1) Mitigasi bidang kehutanan dan lahan gambut: Penurunan GRK 0,672 Giga

ton CO2 eq. (2) Mitigasi bidang pertanian: Penurunan GRK 0,008 Giga ton CO2 eq.

IV-1

Page 75: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

(3) Mitigasi bidang energi dan transportasi: Penurunan GRK 0,036 Giga ton CO2 eq.

(4) Mitigasi bidang industri: Penurunan GRK 0,001 Giga ton CO2 eq. (5) Mitigasi bidang pengelolaan limbah: Penurunan GRK 0,048 Giga ton CO2

eq. (6) Adaptasi bidang ketahanan pangan: Penurunan produksi pangan < 2%. (7) Adaptasi bidang energi: Pangsa pemenuhan energi nasional dari PLTA

(hydropwer) dan biofuel dapat mencapai ≥8%. (8) Adaptasi bidang kesehatan: Tidak timbul kejadian luar biasa (KLB) dari

kejangkitan penyakit utama yaitu malaria, DBD, dan diare. (9) Adaptasi bidang permukiman: Tersedianya infrastruktur sanitasi yang

cukup sehingga tercapai kualitas lingkungan yang baik di kawasan permukiman yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

(10) Adaptasi bidang infrastruktur: Kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah pesisir akibat perubahan iklim dapat diminimalisasi menjadi <1%.

(11) Adaptasi bidang ekosistem: Tutupan hutan pada daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Jawa >15% dan di Luar Jawa >25%; laju kerusakan ekosistem akibat perubahan iklim (terutama akibat kejadian iklim ekstrim) adalah <1%.

(12) Adaptasi bidang perkotaan: Tercapainya penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan dengan luas ≥ 30%.

(13) Adaptasi bidang pesisir dan pulau-pulau kecil: Penambahan luas permukiman pesisir yang tergenang air laut <1%; dan penurunan produksi perikanan budidaya pesisir akibat dampak perubahan iklim <1%.

IV-2

Page 76: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2010. Rencana Strategis Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika Tahun 2010-2014.

Departemen Pekerjaan Umum (PU). 2007. Konsep Rencana Aksi Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Bidang Pekerjaan Umum. Jakarta.

Department of Climate Change. 2010. Adapting to Climate Change in Australia: An Australian Government Position Paper. Commonwealth of Australia.

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). 2011. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia. Jakarta.

Haeruman Js., H. 2013. Implementasi Kebijakan dan Program Penanganan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Tiap Sektor Dalam RPJM. Makalah disampaikan dalam FGD Background Study bidang Lingkungan Hidup untuk RPJMN 2015-2019. Bappenas. Jakarta 29 Juli 2013.

ISDR (The International Strategy for Disaster Reduction). 2009. Adaptation to Climate Change by Reducing Disaster Risks: Country Practices and Lessons. The United Nations. Geneva.

Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010c. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Sektor Pertanian). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010d. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Sektor Kesehatan). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010d. Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta. ISBN: 978-979-3764-60-3.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010e. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Sektor Kelautan dan Perikanan). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010f. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Sektor Sumber Daya Air). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010f. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Sektor Limbah). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2011. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Jakarta.

P-1

Page 77: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2012a. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2011. Jakarta. ISBN 978-979-3764-79-5.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2013a. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API). Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2013b. Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010 -2014. Jakarta.

Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (Kemenn ESDM). 2010. Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2010-2014. Jakarta

Kementerian Kehutanan (Kemenhut). 2010. Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014. Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2012. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Jakarta.

Kementerian Pertanian (Kementan). 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Jakarta.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 2010. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Perhubungann Tahun 2010-2014. Jakarta.

Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen-PU). 2010. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014. Jakarta.

Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency (BAPPENAS). 2010a. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Synthesis Report). Jakarta. ISBN 978-979-3764-49-8, 1st Edition.

Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency (BAPPENAS). 2010b. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR (Forestry Sector). Jakarta.

Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency (BAPPENAS). 2012b. National Action Plan for Climate Change Adaptation (RAN-API).

Ministry of Environment 2010. Indonesia Second National Communication Under the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Jakarta.

Salim, E. 2010. Paradigma Pembangunan Berkelanjutan, dalam Azis, I.J., L.M. Napitupulu, A.A. Patunru, B.P. Resosudarmo (editor). 2010. Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi Emil Salim. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Jakarta.

Sofian, I, K. Kozai, and T. Ohsawa, (2008), Investigation on the relationship between wind-induced volume transport and mean sea level in the Java Sea using an oceanic general circulation model, J. Met. and Ocean. Soc. of Japan, Umitosora, 84:1-17.

World Bank. 2010. World Development Report 2010: Development and Climate Change. Washington, DC. © World Bank. https://openknowledge.worldbank. org/handle/10986/4387 License: CC BY 3.0 IGO.

P-2

Page 78: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

World Bank Group. 2010a. Bangladesh: Economics of Adaptation to Climate Change. Washington, DC.

World Bank Group. 2010b. Ethiopia: Economics of Adaptation to Climate Change. Washington, DC.

World Bank Group. 2010c. Vietnam: Economics of Adaptation to Climate Change. Washington, DC.

P-3

Page 79: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Tabel Lampiran 1. Matriks Kebijakan dan Program Adaptasi Perubahan Iklim

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung

Jawab 2015 2016 2017 2018 2019 I. Bidang Ketahanan Pangan Penurunan produksi pangan < 2%

1 Minimalisasi kehilangan produksi akibat luas daerah terkena/ puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya.

Persentase luas tanam yang puso akibat banjir dan kekeringan sebagai dampak perubahan iklim

<3% <2% <2% <1% <1% Kementan

2 Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT Pangan dan Perkebunan

Persentase luas tanam tanaman pangan yang mengalami serangan OPT sebagai dampak perubahan iklim

<2% <2% <1% <1% <1% Kementan

3 Persentase luas tanam tanaman perkebunan yang mengalami serangan OPT sebagai dampak perubahan iklim

<1% <1% <0,5% <0,5% <0,5% Kementan

4 Pengembangan sistem perlindungan usaha tani akibat kejadian iklim ekstrim melalui Asuransi Indeks Iklim (Weather Index Insurance)

Persentase petani yang menjadi peserta asuransi indeksa iklim.

>5% >5% >10% >15% >20% Kementan

5 Peningkatan jumlah lokasi pemantauan dan evaluasi perlindungan dan pengayaan sumberdaya ikan

Lingkup lokasi pemantauan dan evaluasi perlindungan dan pengayaan sumberdaya Ikan

27 Prov. 30 Prov. 34 Prov. 34 Prov. 34 Prov. KKP, LIPI

6 Inventarisasi sumberdaya ikan di perairan teritorial dan kepulauan

Lingkup lokasi inventarisasi dan evaluasi perlindungan dan pengayaan sumberdaya Ikan

27 Prov. 30 Prov. 34 Prov. 34 Prov. 34 Prov. KKP

7 Pengembangan Sistem Pengelolaan Perikanan Tangkap

Rata-rata peningkatan produksi perikanan tangkap di setiap provinsi

2% 2% >2% >2% >2% KKP

8 Pengembangan minapadi Lingkup provinsi pengembangan minapadi

10 Prov. 12 Prov. 15 Prov. 18 Prov. 22 Prov. KKP, Kementan

L-1

Page 80: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

9 Pemantapan dan pengawalan kestabilan Sistem Perbenihan Ikan untuk Budidaya Perikanan Tawar, Payau dan Laut

Lingkup provinsi pemenuhan suplai benih ikan

27 Prov. 30 Prov. 34 Prov. 34 Prov. 34 Prov. KKP

10 Pemantapan dan pengawalan Kestabilan Sistem Kesehatan Ikan dan Lingkungan Pembudidayaan Ikan

Lingkup provinsi pemenuhan kemantapan dan kestabilan kawasan perikanan budidaya yang sehat serta produk perikanan yang aman dikonsumsi

34 Prov. 34 Prov. 34 Prov. 34 Prov. 34 Prov. KKP

11 Pengembangan alternatif sumber pakan alami melalui teknologi biodigester

Meningkatnya jumlah alternatif lokasi sumber pakan alami di wilayah Timur Indonesia

Pangkep, Sulsel;

Gorontalo T. Tomini Sulteng;

Mamuju, Sulbar

Maluku dan Maluku Utara

KKP, LIPI

12 Revitalisasi tambak-tambak yang idle Luas tambak idle yang dapat beroperasi kembali dengan teknologi ramah lingkungan (ha)

5.000 10.000 20.000 30.000 34.000 KKP

13 Meningkatkan pelayanan dan kinerja prasarana sumber daya air dalam mendukung penyediaan air dan ketahanan pangan

Terlaksananya pembangunan, pengelolaan dan rehabilitasi waduk dan daerah irigasi untuk mengendalikan debit musiman

Penyelesaian 6 waduk

Pembangunan 3 waduk baru

Pembangunan 4 waduk baru

Pembangunan 3 waduk baru

Pembangunan 3 waduk baru

Kemen.PU

14 Pencetakan sawah baru yang didukung oleh pengembangan sistem tata ruang yang dapat menjamin keberkelanjutan layanan jasa tata air

Lingkup provinsi pertambahan luas areal sawah baru pada daerah dengan kondisi ekosistem yang mendukung

Maluku NTT NTB Papua Papua Barat Kementan

15 Reorientasi perluasan areal pertanian baru dan optimasi lahan (pemanfaatan lahan terlantar/terdegradasi).

Termanfaatkannya lahan terdegradasi/terlantar untuk perluasan areal pertanian di seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta, sebagai sumber pertumbuhan baru produksi pangan untuk mengimbangi laju

150.000 250.000 350.000 500.000 750.000 Kementan, LIPI, BPN

L-2

Page 81: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

peningkatan kebutuhan dan konpensasi resiko penurunan produksi akibat perubahan iklim, dengan luas total mencapai 750.000 ha.

16 Penelitian dan Pengembangan dalam rangka peningkatan kapasitas produksi pangan melalui perluasan dan pengembangan areal pertanian baru berwawasan lingkungan dan berbasis prinsip- prinsip pengembangan wilayah yang berkonfigurasi spasial kepulauan.

Liputan ketersediaan informasi tentang potensi perluasan areal dan sumber pertumbuhan produksi baru yang berkonfigurasi kepulauan

Sumatera Kalimantan Sulawesi Maluku dan Nusa

Tenggara

Papua Kementan, LIPI, BPN

17 Identifikasi dan pemetaan lahan terlantar dan/atau lahan gambut potensial dan beresiko kecil untuk perluasan areal pertanian

Liputan ketersediaan peta dan informasi tentang lahan terdegradasi/terlantar dan lahan gambut yang potensi bagi perluasan areal dan sumber pertumbuhan produksi baru

Sumatera Kalimantan Sulawesi Maluku dan Nusa

Tenggara

Papua Kementan, LIPI, BPN

18 Analisis Pengembangan Daya Dukung (carrying capacity) untuk perikanan budidaya dan tangkap

Liputan ketersediaan informasi daya dukung (carrying capacity) untuk kegiatan perikanan budidaya dan perikanan tangkap

Teluk Tomini

Maros Pangkep Gorontalo Perairan Indonesia Timur

Kementan

19 Pengembangan budidaya ikan di lahan basah

Penambahan lokasi baru perikanan budidaya di lahan basah di Indonesia

Daerah Timur: Pangkep, Gorontalo, T. Tomini, Mamuju

33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. KKP

L-3

Page 82: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

20 Penerapan kebijakan ekonomi biru dengan pendekatan daya dukung perairan di Sumatera Barat sebagai Sentra Tuna

Tersedianya rekomendasi pengelolaan dan/model pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir berdasarkan karakteristik daya dukung

Sumatera Barat

WPP-RI 571; WPP-

RI 572; WPP-RI 573

WPP-RI 711; WPP-

RI 712; WPP-RI

713;

WPP-RI 714; WPP-

RI 715; WPP-RI

716;

WPP-RI 717; WPP-

RI 718

KKP

21 Perluasan areal pertanian pada lahan sub optimal (lahan kering dan rawa) dengan resiko iklim dan lingkungan yang minimum

Bertambahnya lahan pertanian baru pada lahan-lahan sub-optimal, terutama di lahan terdegradasi dan terlantar

Sumatera Sumatera Kalimantan Kalimantan, Sulawesi

Sulawesi Kementan

22 Pengembangan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) – Jaringan Irigasi Desa (JIDES), yang terintegrasi tanaman-ternak

Luas areal yang diari oleh JITUT-JIDES (ha)

100.000 150.000 250.000 350.000 500.000 Kemen-PU, Kementan

23 Rehabilitasi dan konservasi DAS hulu untuk meningkatan daya serap air untuk mengurangi ancaman kekeringan dan banjir

Membaiknya kondisi DAS kritis dan berkurangnya ancaman kekeringan dan banjir

Jawa, Sumatera, dan Sulawesi

Jawa, Sumatera, dan Sulawesi

Jawa, Sumatera, dan Sulawesi

Jawa, Sumatera, dan Sulawesi

Jawa, Sumatera, dan Sulawesi

Kemenhut, Kemen-PU

24 Rehalibitasi dan peningkatan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder

Meningkatnya volume/debit penyaluran air irigasi ke jaringan tersier

33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. Kemen-PU

25 Pengembangan sistem rantai dingin dari kapal (penangkapan dan penanganan hasil tangkap ikan) hingga TPI dan unit pengolahan; serta pengembangan manajemen stok/logistik

Terciptanya sistem rantai dingin dan manajemen stok/logistik penanganan hasil perikanan tangkap dan budidaya.

33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. KKP

26 Pengembangan “Kawasan Rumah Pangan Lestari” (KRPL) untuk mewujudkan kemandirian pangan

Tersedianya bahan pangan dan alternatif di tingkat RT pada wilayah rentan akibat dampak perubahan

34 prov. 34 prov. 34 prov. 34 prov. 34 prov. Kementan

L-4

Page 83: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

melalui pemanfaatan pekarangan, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal dan peningkatan peran laki-laki dan perempuan secara berimbang dalam KRPL

iklim

27 Ekplorasi dan pengembangan komoditas pangan lokal alternatif yang lebih tahan cekaman iklim dan hemat input

Bebetapa komoditas pangan alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk penganeka ragaman pangan utama dan fungsiional

Jawa, Sumatera

Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara

Nusa Tenggara, Maluku, Papua

Maluku, Papua

Kementan

28 Penganekaragaman jenis tanaman dan rotasi tanaman untuk menekan kerugian akibat kegagalan suatu jenis tanaman akibat iklim ekstrim.

Tersedianya model sistem usaha tani (SUT) yang lebih tahan terhadap kejadian iklim esktrim

33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. Kementan

29 Optimasi lahan rawa lebak termasuk pengembangan tata air mikro (TAM)

Luas lahan rawa lebak optimal yang termanfaatkannya untuk produksi pangan, terutama pada musim kemarau dan saat kejadian iklim/kemarau panjang, terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua

550.000 ha 750.000 ha 1.000.000 ha

1.500.000 ha

2.000.000 ha

Kementan

30 Pengembangan “System of Rice Intensification” (SRI) dan penguatan kapasitas kelembagaan petani.

Luas tanam aplikasi SRI (ha) dengan target peningkatan produksi padi, efisiensi air dan perbaikan kesuburan lahan, tanpa terpengaruh oleh iklim ekstrim

300.000 ha 500.000 ha 1.000.000 ha

1.500.000 ha

2.000.000 ha

Kementan

31 Sekolah Lapang-Pengendalian Hama Terpadu (PHT) bagi petani

Jumlah kelompok tani yang dilatih di berbagai daerah.

2.000 KT di 21 Prov.

3.000 KT di 27 Prov.

4.000 KT di 30 Prov.

5.000 KT di 33 Prov.

6.000 KT di 33 Prov.

Kementan

32 Pembangunan model tanaman perkebunan tahan kekeringan

Lokasi provinsi pengembangan mofdel

21 prov. 30 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. Kementan

L-5

Page 84: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah, yang terintegrasi dengan ternak

33 Penerapan upaya pengurangan dampak bencana banjir, kekeringan, kebakaran hutan, erosi, gelombang pasang (robs) dan cuaca ekstrim secara struktural dan non-struktural

Lokasi provinsi penerapan upaya pengurangan dampak bencana cuaca ekstrim.

34 prov. 34 prov. 34 prov. 34 prov. 34 prov. Kemen-PU, BNPB

34 Penguatan basis data terkait perubahan Iklim

Liputan provinsi ketersediaan basis data spasial dan atribut yang terkait dengan perubahan iklim dan aktivitas pertanian dan perikanan

33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. 33 prov. BMKG, KKP, Kementan

35 Program Terpadu Gerakan Nasional Sadar Perubahan Iklim

Liputan peran aktif Pemerintah Daerah dalam melakukan kegiatan mitigasiu dan adaptasi perubahan iklim

34 prov. 34 prov. 34 prov. 34 prov. 34 prov. Kemenko-Kesra

II. Bidang Kemandirian Energi Pangsa pemenuhan energi

nasional dari PLTA (hydropwer) dan biofuel dapat mencapai ≥8%

1 Peningkatan produksi dan diversifikasi hutan alam

Peningkatan diversifikasi dan nilai tambah jasa lingkungan dari kawasan hutan alam (termasuk panas bumi dan air) melalui pembentukan Kesatuan Pengelola Hutan Provinsi (KPHP)

KPHP di 26 Provinsi

KPHP di 28 Provinsi

KPHP di 30 Provinsi

KPHP di 34 Provinsi

KPHP di 34 Provinsi

Kemenhut

2 Percepatan pengukuhan kawasan hutan khususnya wilayah tangkapan

Tercapainya kejelasan status dan tata batas (km) kawasan hutan yang

43.514 km 50.000 km 55.000 km 60.000 km 63.000 km Kemenhut

L-6

Page 85: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

hujan di daerah aliran sungai (DAS) lokasi dan rencana pengembangan PLTA dan Panas Bumi

merupakan wilayah tangkapan hujan di DAS

3 Percepatan penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Reklamasi Hutan di DAS Prioritas, khususnya di DAS lokasi PLTA dan Panas Bumi

Terjaminnya tanaman rehabilitasi hutan pada DAS prioritas.

100.000 ha di 32 prov.

200.000 ha di 32 prov.

300.000 ha di 33 prov.

400.000 ha di 33 prov.

500.000 ha di 34 prov.

Kemenhut

4 Terselenggaranya pengelolaan DAS secara terintegrasi melalui peningkatan koordinasi lintar sektor/kementerian

Terjaminnya base line data pengelolaan DAS

108 DAS 108 DAS 108 DAS 108 DAS 108 DAS Kemenhut

5 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Persentase penurunan luas kawasan hutan dan lahan yang terbakar

50% 50% 50% 50% 50% Kemenhut

6 Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam

Persentase peningkatan pengusahaan pariwisata alam

10% 10% 10% 10% 10% Kemenhut

7 Pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan

Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dapat diberikan secara selektif namun memiliki persentase pelayanan (%) yang tinggi dan tepat waktu

100% 100% 100% 100% 100% Kemenhut

8 Penyediaan dan pengelolaan energi baru dan pelaksanaan konservasi energi di desa-desa terpencil

Liputan provinsi yang memiliki Desa Mandiri Energi berbasis bahan bakar nabati (BBN) dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan tidak produktif

15 prov. 20 prov. 25 prov. 30 prov. 33 prov. Kemen-ESDM, Kementan, Kemenhut

9 Peningkatan pemanfaatan limbah Jumlah kota yang mulai 200 kota di 300 kota di 400 kota di 500 kota di 600 kota di Kemen-ESDM

L-7

Page 86: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

organik untuk produksi gas dan energi di wilayah pemukiman padat, khususnya di wilayah yang dekat badan sungai

mengembangkan pemanfaatan limbah organik dari rumah tangga ataupun ternak untuk pemenuhan energi rumah tangga

15 prov. 20 prov. 25 prov. 30 prov. 34 prov.

10 Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH)

Jumlah daya yang dibangkitkan melalui PLTMH

5.000 MW di 15 prov.

7.500 MW di 20 prov.

10.000 MW di 25 prov.

12.500 MW di 30 prov.

12.725 MW di 33 prov.

Kemen-ESDM, Kemenhut

11 Pengembangan tanaman kayu energi Liputan provinsi pengembangan tanaman kayu energi.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 33 Provinsi 33 Provinsi Kemenhut, Kemen-ESDM

12 Pengembangan teknologi pengolahan bahan bakar nabati (BBN) berbasis karbohidrat (bio-etanol), lemak dan minyak (bio-diesel), selulosa dan hemi-selulosa (bio-oil) dan bio-kerosene

Liputan provinsi pengembangan BBN (bio-etanol, bio-diesel, bio-oil, dan bio-kerosene).

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 33 Provinsi 33 Provinsi Kemenhut, Kemen-ESDM

13 Pelaksanaan Penelitian evaluasi dampak perubahan iklim dan tataguna lahan pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA)

Tersedianya informasi tentang dampak perubahan iklim dan tataguna lahan pada aliran permukaan di daerah aliran sungai (DAS) lokasi pembangkit listrik tenaga air

DAS PLTA di Jawa

DAS PLTA di Jawa

DAS PLTA di Jawa , Sumatera

DAS PLTA di

Sumatera

DAS PLTA di Sulawesi

Kemen-PU

14 Penyusunan peta wilayah sasaran/prioritas untuk pengembangan energi dari limbah organic, bioenergi dan pico and micro hydro

Tersedianya peta wilayah prioritas pengembangan untuk produksi gas dan energi dari limbah organic, bioenergi dan pico and micro hydro, di berbagai provinsi.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 33 Provinsi 33 Provinsi Kemen-ESDM

L-8

Page 87: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

III. Bidang Kesehatan Tidak timbul kejadian luar biasa (KLB) dari kejangkitan penyakit utama yaitu malaria, DBD, dan

diare

1 Penguatan dan pemutakhiran basis data dan informasi yang terkait dengan iklim, penyakit, dan kesehatan masyarakat

Liputan provinsi lokasi penyelenggaraan riset dan kajian yang memberikan data dan informasi dampak perubahan iklim, seperti identifikasi munculnnya penyakit, penyebaran penyakit, perubahan/ variabel iklim, faktor risiko lingkungan, faktor risiko sosial, ekonomi dan geografi.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes, LIPI, BPPT, Kemen-LH.

2 Pemetaan populasi dan daerah rentan perubahan iklim

Liputan provinsi pemetaan informasi populasi dan daerah rentan terhadap perubahan iklim

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes, LIPI, BPPT, Kemen-LH.

3 Pengamatan dan pengendalian agen penyakit, perantara penyakit, kualitas lingkungan, dan infeksi pada manusia, khususnya pada kelompok rentan: wanita, anak, dan lanjut usia

Liputan provinsi kegiatan pengamatan dan pengendalian agen penyakit, perantara penyakit, kualitas lingkungan, dan infeksi pada manusia, khususnya pada kelompok rentan: wanita, anak, lanjut usia, masyarakat berpenghasilan rendah

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes

4 Peningkatan sistem tanggap perubahan iklim sektor kesehatan

Liputan provinsi kegiatan pemantauan dan pengumpulan data gejala mewabahnya penyakit menular dan penyakit tidak menular yang diakibatkan perubahan iklim, khususnya pada kelompok rentan: wanita, anak, lanjut usia, masyarakat

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes

L-9

Page 88: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

berpenghasilan rendah, dan lainnya

5 Penguatan regulasi, peraturan perundangan, dan kapasitas kelembagaan

Liputan provinsi terselenggaranya koordinasi pembagian tugas, kewenangan, dan sumber daya antara pemerintah pusat dan daerah

34 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes, BAPPENAS, Kemen-DAGRI

6 Penelitian, pendidikan, dan pengembangan teknologi terkait perubahan iklim dan adaptasi terkait kesehatan

Liputan provinsi terselenggaranya penambahan dan pemeliharaan unit infrastruktur dan teknologi kesehatan yang dapat mendukung kegiatan adapatasi perubahan iklim terkait kesehatan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes

7 Peningkatan luasan wilayah pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau masyarakat, khususnya daerah rentan perubahan iklim dan masyarakat yang rentan, seperti wanita, anak, lanjut usia, masyarakat berpenghasilan rendah, dan lainnya

Liputan provinsi untuk peningkatan wilayah pelayanan kesehatan.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes

8 Peningkatan akses masyarakat terhadap air minum berkualitas

Persentase rumah tangga perkotaan dan perdesaan yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas (%)

60% 65% 70% 75% >75% Kemenkes, Kemen-PU

9 Peningkatan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar

Persentase rumah tangga perkotaan dan perdesaan yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar secara berkelanjutan (%)

60% 65% 70% 75% >75% Kemenkes, Kemen-PU

10 Pemberdayaan masyarakat dalam Liputan provinsi terselenggaranya 26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes

L-10

Page 89: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

adaptasi perubahan iklim sesuai kondisi setempat

pemberdayaan masyarakat dalam adaptasi perubahan iklim terkait kesehatan

11 Peningkatan sosialisasi dan advokasi adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim

Liputan provinsi terselenggaranya sosialisasi dan advokasi adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenkes

IV. Bidang Permukiman

Tersedianya infrastruktur sanitasi yang cukup sehingga tercapai

kualitas lingkungan yang baik di kawasan permukiman yang rentan terhadap dampak perubahan iklim

1 Kajian dan sosialisasi pembangunan rumah panggung di pesisir, sebagai konsep permukiman yang adaptif di wilayah pesisir

Liputan provinsi terselenggaranya kajian dan sosialisasi pembangunan rumah panggung di pesisir, sebagai konsep permukiman yang adaptif di wilayah pesisir

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU

2 Kajian pembangunan kawasan perumahan tapak yang berkelanjutan (sustainable landed housing area development)

Liputan provinsi terselenggaranya kajian pembangunan kawasan perumahan tapak yang berkelanjutan (sustainable landed housing area development)

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU

3 Penyediaan infrastruktur tanggap perubahan iklim di kawasan permukiman di perkotaan

Jumlah kota yang menyediakan infrastruktur tanggap perubahan iklim di kawasan permukiman

100 kota di 15 prov.

150 kota di 20 prov.

200 kota di 25 prov.

250 kota di 30 prov.

300 kota di 34 prov.

Kemenpera, Kemen-PU

4 Penyediaan infrastruktur kawasan permukiman di daerah rawan bencana

Liputan provinsi terselenggaranya penyediaan infrastruktur kawasan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU,

L-11

Page 90: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

perubahan iklim permukiman di daerah rawan bencana perubahan iklim

BNPB

5 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang adaptasi terhadap perubahan iklim pada kawasan perkotaan dan perdesaan

Liputan provinsi terselenggaranya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang adaptasi terhadap perubahan iklim pada kawasan perkotaan dan perdesaan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU

6 Peningkatan partisipasi dan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di wilayah rentan

Liputan provinsi terselenggaranya peningkatan partisipasi dan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di wilayah rentan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU, Kemendagri, BNPB

7 Peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana akibat perubahan iklim di wilayah rentan

Liputan provinsi terselenggaranya peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana akibat perubahan iklim di wilayah rentan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU, Kemendagri, BNPB

8 Penyediaan permukiman dengan struktur kuat dan adaptif terhadap perubahan iklim yang layak dan terjangkau

Liputan provinsi terselenggaranya penyediaan permukiman dengan struktur kuat dan adaptif terhadap perubahan iklim yang layak dan terjangkau

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenpera, Kemen-PU

V. Bidang Infrastruktur Kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah pesisir akibat

perubahan iklim dapat diminimalisasi menjadi <1%

L-12

Page 91: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

1 Pelaksanaan penelitian dan pengembangan mengenai peningkatan ketahanan infrastruktur yang adaptif terhadap perubahan iklim

Liputan provinsi terselenggaranya penelitian dan pengembangan mengenai peningkatan ketahanan infrastruktur yang adaptif terhadap perubahan iklim

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU, KKP

2 Membangun infrastruktur pelindung pantai (tembok laut, groin, pemecah gelombang, beach nourishment, pintu air pasut, dsb)

Liputan provinsi terselenggaranya pembangunan infrastruktur pelindung pantai

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU, KKP

3 Pengurangan risiko terganggunya fungsi aksesibilitas pada jalan dan jembatan akibat dampak perubahan iklim

Liputan provinsi terselenggaranya upaya pengurangan risiko terganggunya fungsi aksesibilitas pada jalan dan jembatan akibat dampak perubahan iklim

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU, KKP

4 Penguatan institusi, capacity building, dan fasilitasi pemerintah daerah dalam pengelolaan air bersih dan air limbah.

Liputan provinsi terselenggaranya penguatan institusi, capacity building, dan fasilitasi pemerintah daerah dalam pengelolaan air bersih dan air limbah.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU, Kemendagri

5 Pengembangan sarana dan prasarana sistem drainase, sanitasi, dan pengolahan limbah yang tangguh terhadap perubahan perubahan iklim

Liputan provinsi terselenggaranya upaya pengembangan sarana dan prasarana sistem drainase, sanitasi, dan pengolahan limbah yang tangguh terhadap perubahan perubahan iklim.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU, Kemendagri

L-13

Page 92: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

6 Penerapan konsep dan struktur kota dan wilayah berdasarkan kajian kerentanan masyarakat dan infrastruktur yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Liputan provinsi yang mengindentifikasi kawasan rentan dan menenerapkan konsep dan struktur kota dan wilayah berdasarkan kajian kerentanan masyarakat dan infrastruktur yang adaptif terhadap perubahan iklim.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

7 Penerapan pembangunan kota hijau (green cities).

Liputan provinsi yang memiliki kawasan perkotaan yang menerapkan pembangunan kota hijau (green cities).

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

VI. Bidang Ekosistem dan Keragaman Hayati

Tutupan hutan pada daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Jawa >15%

dan di Luar Jawa >25%; laju kerusakan ekosistem akibat

perubahan iklim (terutama akibat kejadian iklim ekstrim) adalah <1%

8 Identifikasi dan pemetaan kerentanan kawasan hutan, ekosistem laut, DAS, dan kekayaan keanekaragaman hayati terhadap dampak perubahan iklim.

Liputan provinsi yang telah menyediakan peta kerawanan dan informasi keterancaman kawasan hutan, DAS, ekosistem laut dan keanekaragaman hayati terhadap perubahan iklim.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Bappenas, Kemen-LH, Kemenhut, Kemen-PU, KKP, BMKG

9 Kajian Penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS dan keanekaragaman hayati melalui Review rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) dan Peta Kerawanan serta Keterancaman.

Terselesaikannya review RTRWP berdasarkan kajian peta kerawanan serta Keterancaman ekosistem hutan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Bappenas, Kemen-PU

L-14

Page 93: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

10 Kajian Penataan ruang dan penatagunaan ekosistem laut melalui review RTRWP serta peta kerawanan dan keterancaman

Terselesaikannya review tata ruang ekosistem laut berdasarkan peta kerawanan serta keterancaman ekosistem laut

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Bappenas, KKP, Kemen-PU

11 Pemantapan kawasan hutan sebagai bagian dari upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati

Tersedianya dokumen dan peraturan yang menjamin tercapainya luas kawasan hutan yang optimal sesuai dengan fungsi dan kebutuhan adaptasi serta konflik minimal

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Bappenas, Kemenhut

12 Pengembangan sistem Penjagaan kawasan konservasi laut.

Liputan provinsi yang telah mengembangkan sistem Penjagaan kawasan konservasi laut.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi KKP

13 Perbaikan peraturan perundang-undangan, melalui penyelarasan berbagai undang-undang (UU) yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Tercapainya keselarasan peraturan perundang-undangan yang terkait pemantapan kawasan hutan.

1 UU 1 UU 2 UU 2 UU 2 UU Bappenas

14 Penyelesaian kegiatan pengukuhan kawasan hutan dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang tumbuh dan hidup di masyarakat.

Liputan provinsi yang telah menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut

15 Penetapan dan implementasi organisasi pengelola kawasan hutan yaitu Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di seluruh Indonesia.

Liputan provinsi yang telah menetapkan KPH.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut

L-15

Page 94: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

16 Kajian pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam, melalui:

a. Penyusunan peta potensi & investasi jasa lingkungan.

b. Penyusunan peta potensi & investasi wisata alam.

c. Pengembangan kegiatan promosi dan pemasaran jasa lingkungan & wisata alam

Tersusunnya peta potensi dan peta jalan investasi dan pemasaran jasa lingkungan dan wisata alam sebagai bagian integral dari pengelolaan hutan, diberbagai daerah seluruh Indonesia..

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

17 Pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam.

Terselenggaranya pengelolaan investasi dan pemasaran jasa lingkungan dan wisata alam sebagai bagian integral dari pengelolaan hutan

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

18 Kajian dan persiapan wilayah-wilayah tertentu sebagai pusat produksi hasil hutan tertentu, melalui:

a. Penyusunan data base dan peta potensi hutan.

b. Penyusunan data base dan peta sarana dan prasarana.

c. Penyusunan data base dan peta lingkungan demografi.

Tersedianya panduan untuk implementasi pengelolaan kawasan secara terpadu.

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

19 Pengembangan Kawasan konservasi dan Ekosistem Esensial.

Menurunnya konfliknya dan tekanan terhadap kawasan taman nasional dan kawasan konservasi lainnya (CA, SM, TB dan HL )

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

L-16

Page 95: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

20 Penyidikan dan perlindungan hutan Meningkatnya penyelesaian kasus baru tindak pidana kehutanan (illegal logging perambahan, perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL) illegal, penambangan illegal, dan kebakaran)

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

21 Pengembangan konservasi spesies dan genetik.

Meningkatnya populasi spesies terancam punah sesuai ketersediaan habitat

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

22 Pengelolaan dan Pengembangan Konservasi Kawasan Ekosistem laut.

Perluasan kawasan konservasi laut Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua KKP

23 Pengembangan program rehabilitasi ekosistem terumbu karang.

Menurunnya kerusakan kawasan terumbu karang

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua KKP

24 Pengembangan program rehabilitasi hutan dan lahan dan reklamasi hutan di DAS Prioritas.

Tercapainya rehabilitasi hutan pada lahan kritis dan DAS Prioritas,serta hutan mangrove dan lahan gambut

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

25 Pengembangan program dan sentra perbenihan tanaman hutan tahan kekeringan dan cuaca ekstrim.

Tersedianya sumber benih berkualitas tahan kekeringan dan cuaca ekstrim

Jawa, Sumatera

Kalimantan dan Nusa Tenggara

Sulawesi Maluku Papua Kemenhut

26 Kegiatan Fasilitasi Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat dalam program rehabilitasi lingkungan.

Liputan provinsi dalam Kegiatan Fasilitasi Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat dalam program rehabilitasi lingkungan.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut

27 Pemulihan ekosistem di kawasan hutan konservasi, hutan lindung dan

Liputan provinsi dalam Kegiatan pemulihan ekosistem di kawasan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut

L-17

Page 96: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

hutan produksi. hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi

28 Meningkatkan pengawasan pengelolaan lahan gambut untuk tidak dibakar

Berkurangnya kebakaran lahan gambut

Sumatera, Kalimantan

Sumatera, Kalimantan

Sumatera, Kalimantan

Sumatera, Kalimantan

Sumatera, Kalimantan

Kemenhut

29 Pengembangan Teknologi dan kapasitas Pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Liputan provinsi dalam pengembangan teknologi dan kapasitas Pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut

30 Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi untuk Pemantauan kualitas ekosistem.

Liputan provinsi dalam Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi untuk Pemantauan kualitas ekosistem.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-LH, Kemenhut, KKP, BMKG, BNPB

31 Pengembangan kebijakan kehutanan terkait dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Liputan provinsi dalam implementasi kebijakan kehutanan terkait dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut

32 Penelitian dan pengembangan konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan.

Liputan provinsi dalam penelitian dan pengembangan konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemenhut, KKP, Kemen-LH

33 Peningkatan pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulaup-pulau kecil.

Liputan provinsi dalam peningkatan pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulaup-pulau kecil.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi KKP, Kemen-LH

L-18

Page 97: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

VII. Bidang Perkotaan Tercapainya penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan

dengan luas ≥ 30%

1 Penyusunan peta kerentanan akibat perubahan iklim untuk kawasan perkotaan

Jumlah kawasan perkotaan yang menyusun peta kerentanan akibat perubahan iklim .

50 kawasan di 15 prov.

100 kawasan di

20 prov.

150 kawasan di

25 prov.

200 kawasan di

30 prov.

250 kawasan di

34 prov.

Bappenas, Kemen-PU, Kemen-LH, BNPB

2 Pengawasan dan pengendalian untuk penataan ruang dan zonasi kawasan perkotaan terhadap perubahan iklim .

Terselenggaranya kegiatan yang mengontrol penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam kawasan perkotaan yang rentan terhadap perubahan iklim

50 kawasan di 15 prov.

100 kawasan di

20 prov.

150 kawasan di

25 prov.

200 kawasan di

30 prov.

250 kawasan di

34 prov.

Bappenas, Kemen-PU, Kemen-LH

3 Penerapan pembangunan kota hijau (green cities).

Liputan provinsi yang memiliki kawasan perkotaan yang menerapkan pembangunan kota hijau (green cities).

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

4 Penyusunan strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan yang terintegrasi dan sesuai dengan arah pembangunan kota secara ”komprehensif” termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Liputan provinsi yang memiliki kawasan perkotaan yang telah menyusun strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan yang terintegrasi dan sesuai dengan arah pembangunan kota secara ”komprehensif”.

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU, Kemenpera

5 Penyediaan sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan

Jumlah kawasan perkotaan yang telah menyusun standar dan peraturan sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan

50 kawasan di 15 prov.

100 kawasan di

20 prov.

150 kawasan di

25 prov.

200 kawasan di

30 prov.

250 kawasan di

34 prov.

Kemen-PU, Kemenpera

6 Pengurangan risiko terganggunya fungsi jalan yang bersumber pada dampak banjir, kenaikan muka air laut,

Liputan provinsi pelaksanaan kebijakan dan program pengurangan risiko terganggunya fungsi jalan akibat

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

L-19

Page 98: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

dan bencana iklim lainnya, melalui: • Penyediaan database ruas-ruas

jalan nasional yang rentan terhadap bencana iklim

• Penyusunanan konsep dan pilot sistem drainase jalan yang baik sebagai bagian dari perlindungan fungsi jalan dari risiko genangan/banjir

• Penyesuaian elevasi dan struktur • Relokasi jalan-jalan strategis

nasional yang memiliki kerentanan tinggi terhadap ancaman bencana

perubahan iklim.

7 Sosialisasi dan penyadaran masyarakat terhadap fenomena dan dampak perubahan iklim.

Liputan provinsi pelaksanaan kebijakan dan program sosialisasi dan penyadaran masyarakat terhadap fenomena dan dampak perubahan iklim..

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

8 Peningkatan penyediaan infrastruktur dan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan

Jumlah kawasan perkotaan yang diliput dalam kebijakan dan program peningkatan penyediaan infrastruktur dan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan

50 kawasan di 15 prov.

100 kawasan di

20 prov.

150 kawasan di

25 prov.

200 kawasan di

30 prov.

250 kawasan di

34 prov.

Kemen-PU, Kemenpera

9 Pengembangan kapasitas kelembagaan dan jaringan terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim .

Liputan provinsi pelaksanaan pengembangan kapasitas kelembagaan dan jaringan terkait mitigasi dan adaptasi perubahan

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

L-20

Page 99: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

iklim..

10 Peningkatan kapasitas penelitian tentang fenomena dan dampak perubahan iklim di kawasan perkotaan.

Liputan provinsi pelaksanaan pengembangan kapasitas kelembagaan dan jaringan terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim..

26 Provinsi 28 Provinsi 30 Provinsi 34 Provinsi 34 Provinsi Kemen-PU

VIII. Bidang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Penambahan luas permukiman pesisir yang tergenang air laut <1%; dan penurunan produksi

perikanan budidaya pesisir akibat dampak perubahan iklim <1%

1 Peningkatan ketahanan sumber daya pertanian dan tambak pesisir terhadap ancaman perubahan iklim

Liputan provinsi pelaksanaan tindakan adaptasi terhadap bencana kenaikan muka air laut bagi sawah dan tambak di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kementan, Kemen-PU

2 Peningkatan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Liputan provinsi pelaksanaan peningkatan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kemen-PU

3 Pengembangan coastal resilience village (CRV) atau Desa Pesisir Tangguh

Liputan provinsi Pengembangan coastal resilience village (CRV) atau Desa Pesisir Tangguh

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kemen-PU

4 Pengembangan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil bagi masyarakat.

Tersedianya aksesibiltas bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mengakses sumber daya yang ada secara berkelanjutan, khususnya bagi kaum wanita.

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP

L-21

Page 100: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

5 Peningkatan infrastruktur (jaringan transportasi, telekomunikasi, listrik, air bersih) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terluar

Persentase liputan pulau kecil terluar yang dijangkau program peningkatan infrastruktur (jaringan transportasi, telekomunikasi, listrik, air bersih) .

30% 50% 70% 90% 100% Kemendagri, KKP, Kemen-PU, Kemenhub

6 Pemeliharaan dan rehabilitasi daerah pelindung non struktural atau alamiah pantai dan kawasan di belakangnya

Liputan provinsi terlaksananya kegiatan pembangunan pelindung pantai non struktural seperti vegetasi pantai, gumuk pasir, dan terumbu karang

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kemen-PU, Kemenhut

7 Pemeliharaan dan rehabilitasi sumber daya air di pesisir dan pulau-pulau kecil

Liputan provinsi terlaksananya kegiatan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan, seperti dengan menggunakan sumur resapan, dam, tanggul, drainase, dan pengelolaan air minum dengan menggunakan teknologi yang sederhana dan tepat guna..

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kemen-PU

8 Pengembangan sistem peringatan dini bencana klimatologi dan oseanografi.

Liputan provinsi terlaksananya pengadaan alat sistem peringatan dini di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap bencana klimatologi dan oseanografi.

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kemen-PU, Kemenhub, BMKG, BNPB.

9 Pengawasan dan pengendalian untuk penataan ruang dan zonasi pesisir dan perairan terhadap perubahan iklim.

Liputan provinsi terlaksananya pengawasan dan pengendalian untuk penataan ruang dan zonasi pesisir dan perairan terhadap perubahan iklim.

26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Kemen-PU, Bappenas

10 Penguatan kelembagaan dan Liputan provinsi terlaksananya 26 prov. 28 prov. 30 prov. 34 prov. 34 prov. KKP, Bappenas

L-22

Page 101: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No. Kebijakan dan Program Indikator Target Penanggung Jawab 2015 2016 2017 2018 2019

koordinasi lintas sektor bidang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

program penguatan kelembagaan dan koordinasi lintas sektor bidang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sumber: Disarikan dari RAN-API (Bappenas, 2012b)

L-23

Page 102: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

Tabel Lampiran 2 Matriks Kebijakan dan Program Mitigasi Perubahan Iklim

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

I. Mitigasi Sektor Berbasis Lahan (Kehutanan, Lahan Gambut, dan Pertanian) 1 Jambi 1 Pembangunan KPHP/KPHL 1 1 1 1 1 2 Restrukturisasi Industri Hutan - - - - -

2 Yogyakarta 1 Biogas 24.821 27.303 30.033 33.036 36.340 2 Kompos 19.886 21.875 24.062 26.468 29.115 3 Penambahan tutupan lahan 0 0 0 0 0 4 Pupuk organik 1.411 1.552 1.707 1.878 2.066

3 Jawa Tengah 1 Pelatihan dan penerapan metode system of rice intensification (SRI) dan pengaturan teknik pengairan

278.800 306.680 337.348 371.083 408.191

2 Pembangunan biogas limbah ternak sapi 4.651 5.116 5.627 6.190 6.809 3 Penggunaan limbah pertanian dan makanan ternak lokal 10.250 11.275 12.403 13.643 15.007 4 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis dan reklamasi hutan di DAS

prioritas 969 1.066 1.173 1.290 1.419

5 Peningkatan produksi hasil hutan bukan kayu/jasa lingkungan 7.562 8.319 9.150 10.065 11.072 4 DKI-Jakarta 1 Program one man one tree - - - - - 2 Pembebasan lahan untuk hutan kota, kebun bibit, pertanian

darat, pekarangan, cagar budaya/agrowisata, sentra tanaman hias

77 85 93 103 113

3 Pembebasan lahan untuk RTH dan penghijauan, program tanam kota/lingkungan, median jalan tol, lapangan olahraga, pemakaman, hijau taman, dan lain-lain

365 401 442 486 534

4 Penghijauan vertikal di gedung dan jalan layang, penghijauan atap datar di gedung, dan taman di dalam bangunan

- - - - -

5 Sulawesi Tengah

1 Pemeliharaan dan operasionalisasi jaringan irigasi 4.100 4.510 4.961 5.457 6.003

2 Penerapan SL-PHT dan SL-PTT 387.450 426.195 468.815 515.696 567.266 3 Penggunaan pupuk organik dan pengendalian hama 1.484.200 1.632.620 1.795.882 1.975.470 2.173.017

L-24

Page 103: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

4 Ekstensifikasi tanaman perkebunan (sawit dan kakao) 428.222 471.044 518.149 569.964 626.960 5 Pembentukan KPH dan pengukuhan kawasan 1.310.360 1.441.396 1.585.536 1.744.089 1.918.498 6 Pembangunan HTI ex-HPH, HTR, HKm, HD (total 167.593 Ha) 673.767 741.143 815.258 896.783 986.462 7 Restorasi ekosistem ex-HPH (48.000 Ha) 192.700 211.970 233.167 256.484 282.132 8 Pengelolaan mangrove 900 Ha Rehabilitasi hutan dan lahan 3.075 3.383 3.721 4.093 4.502

6 Sulawesi Utara 1 Pembangunan Reaktor Anaerobik Unggun Tetap (RANUT) di setiap Pabrik Kelapa Sawit

- - - - -

2 Sosialisasi proses pembuatan Kompos dari TKS dan LCPKS dengan sistem BUNKER

- - - - -

3 Pengurangan penggunaan Urea di kebun kelapa sawit dengan aplikasi kompos TKS

- - - - -

4 Penerapan sistem SRI - - - - - 5 Rehabilitasi mangrove 50.000 ha di Langkat dan Karang

Gading 67.538 74.292 81.721 89.893 98.883

6 Pemantapan kawasan hutan 324.184 356.602 392.262 431.489 474.637 7 Pembangunan hutan dan usaha hutan tanaman 1.811.128 1.992.241 2.191.465 2.410.611 2.651.673

7 Kalimantan Barat

1 Fasilitasi bibit karet pro bangkara 451.708 496.878 546.566 601.223 661.345

2 Fasilitasi bibit karet untuk daerah tertinggal dan perbatasan 91.477 100.624 110.687 121.756 133.931 3 Fasilitasi bibit kakao 10.821 11.903 13.093 14.402 15.842 4 Fasilitasi bibit kelapa dan lada 23.208 25.528 28.081 30.889 33.978 5 Rehabilitasi hutan dan pemberdayaan masyarakat - - - - - 6 Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran - - - - -

8 Kalimantan Timur

1 "Penerapan good agriculture practices dan HCV" serta "Penerapan metode Pembukaan Lahan tanpa bakar

3.556.750 3.912.425 4.303.668 4.734.034 5.207.438

2 Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis di kawasan hutan lindung, hutan terdegradasi, hutan produksi yang belum dibebani ijin dan kawasan hutan gambut

1.998.750 2.198.625 2.418.488 2.660.336 2.926.370

3 Penerapan Sustainable Forest Management dan High 174.250 191.675 210.843 231.927 255.119

L-25

Page 104: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

Conservation Value Forest serta Peningkatan Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis

9 Sumatera Selatan

1 Program Minimasi Emisi CO2 dari Sawah 945.391 1.039.930 1.143.923 1.258.315 1.384.147

2 Program Pengelolaan Jerami Tanpa Bakar 13.792 15.171 16.689 18.357 20.193 3 Program Mitigasi Emisi GRK Asal Ternak 381.863 420.049 462.054 508.259 559.085 4 Peningkatan, Rehabilitasi, Operasi, dan Pemeliharaan

Jaringan Reklamasi Jawa 41.089 45.197 49.717 54.689 60.158

5 Pengelolaan Lahan Gambut untuk pertanian berkelanjutan 2.561 2.817 3.098 3.408 3.749 6 Pengembangan Pengelolaan lahan pertanian di lahan gambut

terlantar dan terdegradasi untuk mendukung sub sektor perkebunan, peternakan, dan hortikultura

501.429 551.571 606.729 667.401 734.142

10 Sumatera Barat 1 Perluasan pengelolaan sumber daya alam berbasis nagari (PELANA)

6.198.434 6.818.277 7.500.105 8.250.115 9.075.126

2 Pengembangan Ekonomi Hijan (BANGAU) 6.198.434 6.818.277 7.500.105 8.250.115 9.075.126 3 Rehabilitasi hutan dan lahan dalam mitigasi bencana

(RELAMINA) 6.198.434 6.818.277 7.500.105 8.250.115 9.075.126

11 Kepualauan Riau

1 Rehabilitasi Hutan dan lahan pada unit perencanaan hutan produksi konversi

41.827 46.009 50.610 55.671 61.238

2 Penghijauan lingkungan pada unit perencanaan Areal Penggunaan lain seluas 1.902,67 Ha yang dilakukan pada penutupan ahan semak belukar menjadi hutan lahan kering sekunder

36.040 39.644 43.608 47.969 52.766

3 Penghijauan lingkungan pada unit perencanaan Areal Penggunaan lain seluas 1.902,67 Ha yang dilakukan pada penutupan lahan Pertanian Lahan Kering menjadi hutan lahan kering sekunder dengan cara pendekatan pada masyarakat agar dapat menanam tanaman kayu-kayuan jenis multipurpose tree spesies seperti kemiri, karet, durian, dan lain-lain

23.538 25.892 28.481 31.329 34.462

4 Mengubah kotoran ternak menjadi biogas 93.664 103.031 113.334 124.667 137.134 5 Mensubstitusi penggunaan urea dengan pupuk organik yang

berasal dari kotoran ternak sebanyak 50% 2.018 2.220 2.442 2.686 2.954

L-26

Page 105: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

12 Jawa Timur 1 Peningkatan penggunaan varietas padi sawah rendah emisi (varietas Padi Ciherang)

- - - - -

2 Pengurangan dosis penggunaan pupuk urea, ZA, dan NPK - - - - - 3 Pengembalian BO ke lahan sawah - - - - - 4 Pemanfaatan kotoran ternak untuk biogas - - - - - 5 Reboisasi/ Penanaman Hutan Kembali dan Pengendalian Alih

Fungsi Lahan - - - - -

13 Gorontalo 1 Pelatihan dan penerapan metode system of rice intensification (SRI)

1.640 1.804 1.984 2.183 2.401

2 Pengendalian penggunaan pupuk kimia 1.640 1.804 1.984 2.183 2.401 3 Peningkatan penggunaan pupuk organik dan biomassa 1.640 1.804 1.984 2.183 2.401 4 Pengaturan pola dan teknik pertanian 1.640 1.804 1.984 2.183 2.401 5 Pengembangan varietas padi rendah emisi 123 135 149 164 180 6 Penggunaan pupuk anorganik alternatif dan herbisida 66 72 79 87 96 7 Pembangunan biogas limbah ternak sapi 205 226 248 273 300 8 Penggunaan limbah pertanian dan pakan ternak lokal 74 81 89 98 108 9 Penggunaan probiotik dan suplemen lokal 41 45 50 55 60 10 Pemuliaan ternak jangka panjang 12 14 15 16 18 11 Rehabilitasi hutan dan lahan kritis, reklamasi hutan di DAS

prioritas 95 104 115 126 139

12 Peningkatan produksi hasil hutan bukan kayu/jasa lingkungan 31 34 38 41 45 13 Penataan batas kawasan hutan - - - - - 14 Pengendalian kebakaran hutan - - - - - 15 Pemberantasan illegal logging - - - - - 16 Pengendalian perambahan hutan - - - - - 17 Kemitraan usaha dalam hutan rakyat

- - - - -

L-27

Page 106: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

14 Jawa Barat 1 Rehabilitasi hutan kota dan turus jalan - - - - - 2 Rehabilitasi daerah rawan longsor dan kawasan perlindungan

setempat - - - - -

3 Pembangunan sipil teknis dan konservasi tanah - - - - - 4 Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda - - - - - 5 Pengukuhan dan penatagunaan hutan - - - - - 6 Penandaan batas kawasan lindung - - - - - 7 Pengembangan Pertanian Padi Organik Metode SRI - - - - - 8 Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi (dengan

menggunakan sarana produksi organik) di Jawa Barat di 19 Kabupaten dan 2 kota

- - - - -

9 Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Padi

- - - - -

10 Perbenihan - - - - - 11 Pengendalian OPT Pangan di Jawa Barat - - - - - 12 Pengembangan BATAMAS (Biogas Bersama Masyarakat) - - - - - 13 Penyebaran dan penerapan teknologi pakan (pengawetan dan

limbah pertanian) - - - - -

15 Sulawesi Tenggara

1 Pengelolaan pertanian terpadu berbasis lahan, tanaman, ternak dan energi

2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

2 Pemanfaatan pestisida organik 2.635 2.898 3.188 3.507 3.858 3 Pengaturan tata air dan pemanfaatan lahan-lahan tidur 2.635 2.898 3.188 3.507 3.858 4 Implementasi Gerakan Hemat Air 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307 5 Penerapan sistem olah lahan yang rendah emisi GRK 2.635 2.898 3.188 3.507 3.858 6 Pengembangan pertanian spesifik lokasi 2.635 2.898 3.188 3.507 3.858 7 Sistem pengelolaan ternak secara terpadu 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307 8 Optimalisasi Pemanfaatan pupuk organik dan penggunaan

pupuk anorganik secara berimbang 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

L-28

Page 107: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

9 Pemanfaatan limbah ternak sebagai sumber energi alternatif dan ekonomi

2.635 2.898 3.188 3.507 3.858

10 Pengendalian dan pengawasan alih fungsi lahan pertanian 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307 11 Melakukan proses pengomposan dengan sistem bunker

(kondisi aerob) 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

12 Pengembangan areal kakao, mete dan sawit di lahan tidak berhutan, terdegradasi dan APL

2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

13 Pengelolaan Air Perkebunan dan Hortikultura (Embung, Sumur, dan Irigasi)

2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

14 Perluasan, Reklamasi dan Optimasi Pengelolaan Lahan Perkebunan dan Hortikultura

2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

15 Pengembangan Konservasi dan SL Konservasi Lahan Perkebunan

2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

16 Pra Sertifikasi Lahan Perkebunan dan Hortikultura 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307 17 Jalan Produksi Perkebunan dan Hortikultura 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307 18 Pengembangan UPPO Perkebunan dan Hortikultura 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307 19 Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan Modern

Bercocok Tanam 2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

20 Demplot Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Global Komoditi Kakao seluas 2 Ha

2.258 2.484 2.733 3.006 3.307

21 Pengendalian Kerusakan dan mempertahankan Hutan lahan kering Primer maupun hutan lahan kering Sekunder yang masih ada

16.335.751 17.969.326 19.766.259 21.742.885 23.917.173

22 Mengendalikan peningkatan areal lahan semak belukar, rerumputan yang menjadi lahan kritis

16.335.751 17.969.326 19.766.259 21.742.885 23.917.173

23 Penanaman tanaman hutan secara bertahap pada lahan-lahan kritis dan terbuka

16.335.751 17.969.326 19.766.259 21.742.885 23.917.173

24 Penataan tata batas kawasan hutan

16.335.751 17.969.326 19.766.259 21.742.885 23.917.173

25 Pengembangan Kemitraan Usaha dan Hutan Rakyat

16.335.751 17.969.326 19.766.259 21.742.885 23.917.173

L-29

Page 108: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

17 Sulawesi Barat 1 Program Peningkatan Produksi Pertanian - - - - - a. Penyediaan benih padi rendah emisi bagi petani 19.362 21.299 23.428 25.771 28.348 b. Pemanfaatan lahan secara optimal 19.362 21.299 23.428 25.771 28.348 c. Perluasan areal pertanian dan perkebunan di lahan tidak

produktif/terdegradasi 19.362 21.299 23.428 25.771 28.348

2 Program Pengelolaan Lahan dan Air - - - - - a. Perbaikan dan pemeliharaan jaringan - - - - - b. Pengaturan pola dan teknik pengairan - - - - - 3 Program Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Hidup - - - - -

a. Penerapan Precission Farming atau Pemupukan sesuai kebutuhan

132 145 160 176 193

b. Pengembangan teknologi pengelolaan lahan dan limbah tanpa bakar

- - - - -

4 Program Peningkatan Penerapan Teknologi Peternakan - - - - - a. Pemanfaatan limbah pertanian untuk energy (CH4 Capture

dalam POME) dan pupuk organik 132 145 160 176 193

b. Pengembangan teknologi biogas dan pakan untuk mengurangi emisi GRK dari ternak

10 11 13 14 15

5 Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan - - - - - a. Rehabilitasi Hutan baik di dalam maupun di luar kawasan 464.139 510.553 561.608 617.769 679.546 b. Kegiatan Pengembangan Tanaman MPTS 464.139 510.553 561.608 617.769 679.546 6 Program Pembinaan dan Pengendalian Pemanfaatan Hutan - - - - - a. Operasi Pengamanan Hutan Lintas Daerah - - - - - 7 Program Perencanaan Makro dan Pemantapan Kawasan

Hutan - - - - -

a. Pemeliharaan batas Kawasan Hutan - - - - - b. Inventarisasi dan Identifikasi Batas Hutan - - - - -

L-30

Page 109: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

c. Pengembangan SIG Bidang Kehutanan - - - - - d. Pengembangan TAHURA skala Provinsi dan Fasilitasi

Pengembangan Hutan Kota di Kabupaten - - - - -

e. Buku Statistik Kehutanan - - - - - 8 Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan - - - - - a. Kegiatan Tertib Pengamanan Hutan, tertanggulanginya

kebakaran hutan, dan meningkatnya kawasan konservasi - - - - -

b. Pembatasan Lahan sebagai Perumahan - - - - - 9 Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS berbasis

Pemberdayaan Masyarakat - - - - -

a. Fasilitasi rehabilitasi hutan mangrove - - - - - b. Fasilitasi bantuan bibit rehabilitasi hutan pada DAS Prioritas - - - - - c. Rehabilitasi hutan pada DAS Prioritas - - - - - d. Rehabilitasi lahan kritis pada DAS Prioritas - - - - -

18 Bangka Belitung 1 Pembangunan dan operasionalisasi 11 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan 2 unit KPHL serta penyelesaian batas kawasan hutan (tata batas, rekonstruksi, dan pemeliharaan batas)

2.214.000 2.435.400 2.678.940 2.946.834 3.241.517

2 Pemanfaatan Hutan Lestari melalui Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD) serta HTI untuk meningkatkan produktivitas lahan tidak produktif, dan peningkatan industri kehutanan hilir termasuk pengembangan Hutan Rakyat dan Hutan Adat

28.700.000 31.570.000 34.727.000 38.199.700 42.019.670

3 Perlindungan & pengamanan hutan, kawasan lindung, dan konservasi keanekaragaman hayati

2 3 3 3 4

4 Rehabilitasi DAS dan lahan kritis melalui berbagai program penanaman dan pemulihan lahan utamanya pada kawasan HP & HL

7 8 9 10 11

5 Peningkatan kegiatan dan pengawasan reklamasi hutan dan lahan dari bekas penambangan

2 2 3 3 3

6 Pelatihan dan penerapan Metode PTT dan PHT Tanaman 5.199 5.719 6.291 6.920 7.612

L-31

Page 110: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

Pangan 7 Pengendalian penggunaan pupuk kimia 10.398 11.437 12.581 13.839 15.223 8 Peningkatan penggunaan pupuk organik dan biomasa 3.899 4.289 4.718 5.190 5.709 9 Pengaturan pola dan teknik pengairan 6.499 7.148 7.863 8.650 9.514 10 Pengembangan varitas padi rendah emisi 9.293 10.223 11.245 12.369 13.606 11 Pembangunan biogas limbah ternak sapi 3 3 3 4 4 12 Pengembangan Pengolahan Limbah Ternak menjadi Pupuk

Organik 32.800 36.080 39.688 43.657 48.022

13 Pembukaan dan pengolahan lahan tanpa bakar 549.400 604.340 664.774 731.251 804.377 19 Bali 1 Pemantapan pola tanam dan pola pergiliran varietas disertai

pemanfaatan varietas rendah emisi, meningkatkan penggunaan teknologi tabel, pemantapan sistem pengendalian hama terpadu

249.854 274.840 302.324 332.556 365.812

2 Perbaikan tata guna air di tingkat usaha tani, antara lain mendorong penggunaan sistem SRI sehingga akan menurunan produksi metan dari proses penggenangan di lahan sawah

249.854 274.840 302.324 332.556 365.812

3 Efisiensi penggunaan pupuk N sebesar 10% 249.854 274.840 302.324 332.556 365.812 4 Pemanfaatan pupuk organik 249.854 274.840 302.324 332.556 365.812 5 Peningkatan rehabilitasi hutan dan lahan yaitu diprioritaskan

pada hutan lindung, produksi berupa bekas perambahan, lahan kosong dan semak belukar serta hutan rawang

743.143 817.458 899.203 989.124 1.088.036

6 Rehabilitasi hutan dalam rangka perbaikan lingkungan dan habitat pada kawasan Taman Nasional, Wisata Alam berupa lahan kosong, semak belukar dan hutan rawang

743.143 817.458 899.203 989.124 1.088.036

7 Rehabilitasi hutan mangrove pada daerah pantai atau delta 743.143 817.458 899.203 989.124 1.088.036 20 Aceh 1 Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL) - - - - - 2 Pengembangan areal perkebunan (sawit, karet, kakao) di

lahan tidak berhutan/ lahan terlantar/ lahan terdegradasi (APL) - - - - -

3 Pemanfaatan pupuk organik dan biopestisida dalam budidaya - - - - -

L-32

Page 111: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

tanaman untuk mencegah laju peningkatan emisi GRK 4 Fasilitasi dan pelaksanaan rehabilitasi hutan pada DAS

prioritas - - - - -

5 Fasilitasi dan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis pada DAS prioritas

- - - - -

6 Capacity building untuk pengelolaan hutan desa - - - - - 21 Sulawesi

Selatan 1 Program pengendalian pupuk kimia 34.013 37.414 41.156 45.271 49.798

2 Program pengelolaan pertanian tanpa bakar 3.055 3.360 3.696 4.066 4.472 3 Program pembuatan biogas limbah ternak 10.209 11.230 12.353 13.588 14.947 4 Program hutan rakyat 187.356 206.092 226.701 249.371 274.309 5 Program rehabilitasi hutan dan lahan 14.285 15.714 17.285 19.014 20.915 6 Pembangunan hutan kota 5.424 5.966 6.563 7.219 7.941

23 Bengkulu 1 Pengembangan Kebun Sawit Rakyat 1.793.745 1.973.120 2.170.432 2.387.475 2.626.222 2 Pengembangan Sawah Irigasi dan Teknologi Budidaya Ramah

Lingkungan 247.319 272.050 299.255 329.181 362.099

3 Pemanfaatan Kotoran Ternak untuk Biogas dan Kompos 65.486 72.035 79.238 87.162 95.878 4 Peningkatan Kualitas Tutupan Lahan - - - - -

24 Sulawesi Utara 1 Perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi - - - - - 2 Penerapan teknologi budidaya - - - - - 3 Pemanfaatan penggunaan pupuk organik - - - - - 4 Pengembangan lahan pertanian abadi menjadi kawasan

lindung - - - - -

5 Pemanfaatan kotoran ternak untuk biogas - - - - - 6 Pemanfaatan limbah biogas untuk pupuk kompos - - - - - 7 Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan - - - - - 8 Penambahan tutupan lahan - - - - -

L-33

Page 112: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

25 Maluku Utara 1 Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasiskan Pemberdayaan Masyarakat

41.867 46.053 50.659 55.725 61.297

2 Program Peningkatan Produksi Kehutanan 179.579 197.537 217.291 239.020 262.922 3 Biogas dari kotoran ternak 359.849 395.834 435.417 478.959 526.855 4 Substitusi penggunaan urea dengan pupuk organik yang

berasal dari kotoran ternak 64.555 71.011 78.112 85.923 94.515

26 Kalimantan Tengah

1 Fasilitasi dan pelaksanaan rehabilitasi hutan pada DAS prioritas

- - - - -

2 Fasilitasi pengembangan hutan kota - - - - - 3 Pengendalian Kebakaran Hutan - - - - - 4 Demonstration Activities REDD+ - - - - - 5 Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut - - - - - 6 Penanganan perambahan kawasan hutan gambut - - - - - 7 Peningkatan, rehabilitasi, dan pemeliharaan jaringan - - - - - 8 Reklamasi rawa (termasuk lahan bergambut yang sudah ada) - - - - - 9 Pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida dalam budidaya

tanaman untuk mencegah laju peningkatan emisi GRK melalui penggunaan alat

- - - - -

10 Penyiapan lahan tanpa bakar dan optimalisasi pemanfaatan laha

- - - - -

11 Pengolah Pupuk Organik, Pemanfaatan kotoran/urine ternak dan limbah pertanian untuk biogas, biofuel, dan pupuk organik

- - - - -

28 Lampung 1 Pelatihan dan penerapan Metode System of Rice Intensification (SRI)

9.111 10.022 11.024 12.127 13.340

2 Peningkatan dan penggunaan pupuk organik dan biomasa 9.111 10.022 11.024 12.127 13.340 3 Pengaturan pola dan teknik pengairan 9.111 10.022 11.024 12.127 13.340 4 Pembangunan biogas limbah ternak sapi - - - - - 5 Gerakan Lampung Menghijau (GELAM) 2.446 2.691 2.960 3.256 3.581 6 Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) 50.085 55.094 60.603 66.663 73.330

L-34

Page 113: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

7 Penyelenggaraan Rehabilitasi hutan dan lahan 241.354 265.490 292.039 321.243 353.367 8 Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (HKm) 201.069 221.176 243.294 267.623 294.386 9 Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 44.322 48.755 53.630 58.993 64.892 10 Pengamanan hutan/ penurunan perambah 132.838 146.122 160.734 176.808 194.488

29 Banten 1 Pembangunan Jaringan Irigasi desa maupun Jaringan Usaha Tani

1.141 1.255 1.380 1.518 1.670

2 Pelatihan dan Penetapan sistem SRI 1.413 1.555 1.710 1.881 2.069 3 Pembangunan Biogas Limbah Sapi 31.884 35.072 38.579 42.437 46.681 4 Penggunaan Limbah Pertanian dan Peternakan Lokal 2.426 2.669 2.936 3.230 3.553 5 Optimalisasi Pemanfaatan lahan yang tidak produktif, kosong,

dan kritis 374.503 411.953 453.149 498.464 548.310

6 Pemantapan dan Penatagunaan Kawasan Hutan 4.231 4.654 5.119 5.631 6.194 7 Penyelesaian Proses Izin Pinjam Pakai Tukar Menukar

Kawasan Hutan yang bermasalah 29.258 32.184 35.402 38.942 42.837

8 Penanganan perambahan hutan dan penanganan konflik kawasan lindung dan konservasi

8.167 8.984 9.882 10.871 11.958

9 Penanaman yang lebih terkendali pada hutan tanaman 8.777 9.655 10.621 11.683 12.851 10 Peningkatan Monitoring Hot Spot 7.093 7.802 8.583 9.441 10.385 11 Pengamanan Hutan dari ilegal logging dan kebakaran hutan 35.047 38.552 42.407 46.648 51.312 12 Rehabilitasi tanaman perkebunan 10.533 11.586 12.745 14.019 15.421 13 Ketersediaan sumber benih Tanaman Perkebunan 5.266 5.793 6.372 7.010 7.711 Jumlah Sektor Berbasis Lahan 155.726.920 171.299.612 188.429.573 207.272.531 227.999.784

II. Mitigasi Sektor Energi (Eenrgi, Transportasi, dan Industri) 1 Jambi 2 Yogyakarta 1 Penataan ulang alat produksi 67 73 80 89 97 2 Optimasi simpang 4.240 4.664 5.130 5.643 6.208 3 Pengaturan traffic ruas jalan Malioboro (Quick Win) - - - - -

L-35

Page 114: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

4 Smart living 1.188 1.307 1.438 1.582 1.740 5 Lampu LED 16.132 17.745 19.520 21.472 23.619 6 Pembangunan pembangkit listrik dari angin, biogas,

gelombang, biofuel, dsb - - - - -

3 Jawa Tengah 1 Audit energi 127 140 154 169 186 2 Penggantian lampu penerangan jalan ke lampu hemat energi 12.198 13.418 14.760 16.236 17.860 3 Perbaikan transportasi publik 1.495.680 1.645.248 1.809.773 1.990.750 2.189.825 4 Manajemen dan tarif parkir 249.280 274.208 301.629 331.792 364.971 5 Penurunan rasio klinker pada semen melalui voluntary

agreement 45.243 49.767 54.744 60.218 66.240

4 DKI Jakarta 1 Busway 66.688 73.357 80.693 88.762 97.638 2 Uji emisi kendaraan 140.001 154.001 169.402 186.342 204.976 3 Jalur sepeda 1.251 1.376 1.513 1.664 1.831 4 Manajemen parkir 40.891 44.980 49.478 54.425 59.868 5 ITS 48.111 52.922 58.214 64.035 70.439 6 Program Green Building untuk gedung-gedung pemerintahan 2.375 2.613 2.874 3.161 3.478 7 Penggunaan lampu LED untuk penerangan jalan 35.055 38.561 42.417 46.658 51.324

5 Sulawesi Tengah

1 Penyediaan armada bus 97 107 118 130 143

2 Peremajaan angkutan umum 74 81 89 98 108 3 Peningkatan keterampilan pengemudi angkutan umum 2.878 3.166 3.482 3.831 4.214 4 Pemasangan PLTS terpusat (8 unit) dan tersebar (480 unit) 59 65 71 78 86 5 Pembangunan PLTA Poso 101.718 111.889 123.078 135.386 148.925 6 Pembangunan PLTMH 3.286 3.615 3.976 4.374 4.811 7 Pembangunan PLTP Bora dan Marana 13.020 14.322 15.755 17.330 19.063 8 Konversi minyak tanah ke LPG 6.266 6.893 7.582 8.340 9.174

L-36

Page 115: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

9 Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) 630 693 762 838 922 10 Efisiensi peralatan produksi dan diversifikasi produk pada

industri coklat dan rumput laut - - - - -

6 Sumatera Utara 1 Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga 739.874 813.862 895.248 984.773 1.083.250 2 Penyediaan dan pengelolaan energi terbarukan 335.731 369.305 406.235 446.859 491.544 3 Pemanfaatan biogas untuk rumah tangga 66 72 79 87 96 4 Pembangunan ITS (Inteligent Transport System) 724.782 797.260 876.986 964.684 1.061.153 5 Pengembangan Pengendalian Analisis Dampak Lalu-Lintas 8.200 9.020 9.922 10.914 12.006 6 Penerapan manajemen parkir 146.780 161.458 177.604 195.364 214.901 7 Pengadaan sistem BRT/semi-BRT 70.159 77.175 84.893 93.382 102.720 8 Peremajaan angkot 3.075 3.383 3.721 4.093 4.502 9 Penghapusan bahan perusan lapisan ozon (BPO) secara

berkala dan implementasinya di industri refrigerasi, foam, dan pemadam api

15.375 16.913 18.604 20.464 22.511

10 Mengganti bahan bakar ke biomassa dan biogas 333.125 366.438 403.081 443.389 487.728 11 Meningkatkan efisiensi semua peralatan listrik di Industri dan

sektor Komersial 64.288 70.717 77.788 85.567 94.124

7 Kalimantan Barat

1 Reformasi sistem transit (BRT/semi-BRT) 354.045 389.449 428.394 471.234 518.357

2 Peremajaan armada angkutan umum 1.199 1.319 1.451 1.596 1.756 3 Pelatihan smart driving (eco-driving) 103 113 124 137 151 4 Konversi Lampu Hemat Energi 1 2 2 2 2 5 Kampanye 122 18 19 21 23 26 6 Instalasi energi baru terbarukan 313 344 378 416 458

8 Kalimantan Timur

1 Pembangunan PLTA Tabang dan Kelay 473.960 521.356 573.492 630.841 693.925

2 Pembangunan PLTS off grid dan on grid 52.972 58.269 64.096 70.506 77.556 3 Pembangunan 20 unit PLTMH dan 1 MW 1.845 2.030 2.232 2.456 2.701

L-37

Page 116: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

4 108 Unit Digester Biogas skala besar dan 1.115 unit biogas skala kecil

410 451 496 546 600

5 Smart driving 615 677 744 819 900 6 Peremajaan angkutan umum 110.700 121.770 133.947 147.342 162.076 7 Pembangunan ITS 83.025 91.328 100.460 110.506 121.557 8 Bus Rapid Transit (BRT) 55.350 60.885 66.974 73.671 81.038 9 Penghematan energi di Industri 145.960 160.556 176.612 194.273 213.700

9 Sumatera Selatan

1 Peningkatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

7 7 8 9 10

2 Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 14.760.000 16.236.000 17.859.600 19.645.560 21.610.116 3 Peningkatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga

Mikrohidro (PLTMH) 27 30 33 37 40

4 Park and Ride, 4 lokasi 3.326 3.659 4.025 4.427 4.870 5 Mengembangkan Jaringan BRT/monorail - - - - - 6 Program Peningkatan Kapasitas IPTEK dan sistem produksi 2.942 3.236 3.560 3.916 4.308 7 Program Pengembangan IKM 931 1.024 1.127 1.239 1.363

10 Sumatera Barat 1 Konservasi energi disektor Rumah Tangga 65.682 72.250 79.475 87.423 96.165 2 Konservasi energi disektor Industri dengan kegiatan Audit

energi dan Program Hemat Energi 15.498 17.048 18.753 20.628 22.691

3 Pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik

1.425.468 1.568.014 1.724.816 1.897.297 2.087.027

4 Smart driving 70.459 77.504 85.255 93.780 103.158 5 Operasi Langit Biru 36.767 40.443 44.488 48.937 53.830 6 BRT 8.702 9.572 10.530 11.583 12.741 7 Peremajaan Angkutan Umum

6.888 7.577 8.334 9.168 10.085

8 Lajur Pejalan Kaki dan Sepeda

19.772 21.749 23.924 26.317 28.949

L-38

Page 117: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

11 Kepulauan Riau 1 Pengadaan Bus Pelajar dan Karyawan 1.498 1.647 1.812 1.993 2.193 2 Peremajaan Angkutan Umum 349 384 422 464 511 3 Uji Emisi Kendaraan 10.166 11.183 12.301 13.531 14.884 4 Pelatihan Smart Eco Living 212 233 256 282 310 5 Pengadaan Sistem Bus Rapid Transit 333 366 403 443 488 6 Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas 12.300 13.530 14.883 16.371 18.008 7 Pembangunan KA Perkotaan Kota Batam 186.960 205.656 226.222 248.844 273.728 8 Car Free Day 147 161 178 195 215 9 Pemasangan Converter Kit 1.058 1.164 1.280 1.408 1.549 10 Pembangunan ITS 4.518 4.970 5.467 6.014 6.615 11 Manajemen Rekayasa Lalu Lintas 5.871 6.458 7.104 7.815 8.596 12 Membangun Non Motorized Transport 2.259 2.485 2.734 3.007 3.308

12 Jawa Timur 1 Penghematan penggunaan energi listrik - - - - - 2 Pemanfaatan energi terbarukan - - - - - 3 Penerapan industri bersih - - - - - 4 Penerapan Congestion road/ Road pricing - - - - - 5 Pengembangan Car Free Day - - - - - 6 Pembangunan Dryport - - - - - 7 Parkir Management Plan - - - - - 8 Pembangunan ITS (Inteligent Transport System) - - - - - 9 Non Motorized Transportation - - - - - 10 Sistem Transit - Bus Rapid Transit (BRT)/ Semi BRT - - - - - 11 Peremajaan Armada Angkutan Umum - - - - - 12 Program Mudik dan Balik Gratis - - - - - 13 Bus Pemadu Moda Bandara Juanda - - - - -

L-39

Page 118: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

14 Kereta Listrik Bandara Juanda-Gubeng - - - - - 15 Kereta Api Diesel Elektrik Komuter Malang Raya - - - - - 16 Pemasangan Converter Kit (Gasifikasi Angkutan Umum) - - - - - 17 Smart/ Eco Driving - - - - -

13 Gorontalo 1 Sistem Angkutan Umum Massal 13.340 14.674 16.142 17.756 19.531 2 Smart Driving 1.449.541 1.594.495 1.753.945 1.929.339 2.122.273 3 Pengujian Kendaraan Bermotor 483.180 531.498 584.648 643.113 707.424 4 Gasifikasi Angkutan Umum 6.310.296 6.941.325 7.635.458 8.399.004 9.238.904 5 Audit Energi 182 200 220 242 266 6 Penggantian lampu penerangan jalan ke lampu hemat energi 191.690 210.859 231.945 255.140 280.654 7 Pengelolaan dan penyediaan energi baru terbarukan dan

konversi energi 381.710 419.881 461.869 508.056 558.862

14 Jawa Barat 1 Kewajiban penggunaan energi alternatif dengan target substitusi sebesar 25% pada tahun 2025

- - - - -

2 Sosialisasi Produksi Bersih - - - - - 3 Pelatihan Produksi Bersih - - - - - 4 Audit Lingkungan - - - - - 5 Revitalisasi mesin/peralatan industri TPT dan alas kaki, di

masa depan akan dikembangkan ke industri lainnya yang berpotensi menimbulkan inefisiensi energi dan lingkungan

- - - - -

6 Implementasi kebijakan pemberian insentif bagi perusahaan yang sudah melakukan pengendalian pencemaran (penyusunan kebijakan sedang dalam proses penyelesaian)

- - - - -

7 Sosialisasi Industri Hijau - - - - - 8 Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau (Setiap Tahun) - - - - - 9 Fasilitas Audit Energi, Konservasi Energi, dan Manajemen

Energi - - - - -

10 Mandatori BBN sebesar 15% ditahun 2025 untuk jenis bahan - - - - -

L-40

Page 119: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

bakar premium dan minyak solar 11 Efisiensi energi ditahun 2030 tercapai sehingga intensitas

energi hanya sebesar 75% dari intensitas saat ini - - - - -

12 Pendidikan dan pelatihan pengujian kendaraan bermotor - - - - - 13 Manajemen dan rekayasa lalu lintas di 3 wilayah PKN

(Bodebek, Metropolitan Bandung dan Metropolitan Cirebon) - - - - -

14 Manajemen dan rekayasa lalu lintas pada perlintasan sebidang - - - - - 15 Pembangunan jalur KA di Jawa Barat - - - - - 16 Manajemen dan rekayasa lalu lintas di ruas jalan provinsi PKN-

PKW, antar PKW dan PKL-PKW - - - - -

17 Program konversi minyak tanah ke LPG - - - - - 18 Program efisiensi yang dijalankan sesuai dengan program

RIKEN - - - - -

15 Sulawesi Tenggara

1 Konversi lampu hemat energi (Shifting) 2.976 3.274 3.601 3.961 4.357

2 Sosialisasi Hemat Energi (Avoid) 2.976 3.274 3.601 3.961 4.357 3 Inprov (diversifikasi Teknologi) dari PLTD menjadi pembangkit

listrik non konvensional 2.976 3.274 3.601 3.961 4.357

4 Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan 2.976 3.274 3.601 3.961 4.357 5 Penggunaan Kendaraan BBM non konvensional 3.472 3.819 4.201 4.621 5.083 6 Pemanfaatan Biogas 3.472 3.819 4.201 4.621 5.083 7 Reklamasi Pasca Tambang 3.472 3.819 4.201 4.621 5.083 8 Penyusunan regulasi efisiensi pemanfaatan BBM 260.206 286.227 314.849 346.334 380.968 9 Manajemen system transportasi umum 223.034 245.337 269.871 296.858 326.544 10 Pemanfaatan BBM ramah lingkungan (gas dan biofuel)

260.206 286.227 314.849 346.334 380.968

11 Pengendalian dan pemeriksaan kendaraan umum secara berkala

223.034 245.337 269.871 296.858 326.544

L-41

Page 120: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

17 Sulawesi Barat 1 Program Pembinaan dan Pengembangan Bidang Kelistrikan 8 9 10 11 12 a. Pembangunan Desa Mandiri Energi berbasis PLMTH 309Kw 1 1 1 1 2 b. Pembangunan PLTS 114,65 KW 107 118 130 143 157 c. Pembangunan PLTA Karama 450 Mw - - - - - d. Study Kelayakan Pembangunan PLTMH dan DED - - - - - 2 Program Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru

Terbarukan - - - - -

a. Mengganti bahan bakar industri/ komersial ke biogas 172 189 208 228 251 b. Mengganti bahan bakar industry/ komersial ke biomassa

limbah kelapa sawit 30,769 GWh/th 1 1 1 1 1

c. Mengganti bahan bakar industri/ komersial ke biomassa kemiri 0,6 GWh/thn

1 1 1 1 1

d. Pengadaan dan pemasangan instalasi Biogas untuk Rumah Tangga

- - - - -

e. Studi pengembangan biomass dan biogas menjadi bahan bakar industri skala kecil dan menengah

- - - - -

f. Penetapan Desa Mandiri Energi Sulawesi Barat - - - - - 3 Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - - - - - a. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan

fasilitas LLAJ 24.600 27.060 29.766 32.743 36.017

4 Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan - - - - - a. Program Peningkatan Pelayanan Angkutan 1.640 1.804 1.984 2.183 2.401 5 Program Peningkatan Kelayakan Pengoperasian Kendaraan

Bermotor - - - - -

a. Program peningkatan infrastruktur dan peralatan pengujian kendaraan bermotor

- - - - -

18 Bangka Belitung 1 Energi rating pada gedung industri komersial/ program gedung hijau

6.443 7.087 7.796 8.575 9.433

2 Audit energi untuk gedung industri komersial seperti hotel, restoran, dan lain-lain

6.443 7.087 7.796 8.575 9.433

L-42

Page 121: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

3 Sosialisasi Gedung Hemat Energi 6.443 7.087 7.796 8.575 9.433 4 SLO untuk PLTD di bangunan industri Komersial 6.443 7.087 7.796 8.575 9.433 5 Standarisasi peralatan industri/ Utilisasi Industri 71.164 78.281 86.109 94.720 104.192 6 Audit Energi pada industri gabungan 71.164 78.281 86.109 94.720 104.192 7 Meningkatkan ketersediaan listrik sehingga mengurangi

penggunaan solar di pembangkit sendiri 71.164 78.281 86.109 94.720 104.192

8 SLO untuk PLTD di Industri Gabungan 71.164 78.281 86.109 94.720 104.192 9 Smart Driving 17.185 18.903 20.794 22.873 25.160 10 Campaign Education at Schools 9.934 10.927 12.020 13.222 14.544

19 Bali 1 Penghematan Pemakaian Energi Listrik 128.690 141.560 155.715 171.287 188.416 2 Pemanfaatan Energi Terbarukan 33.857 37.243 40.967 45.064 49.570 3 Pemeliharaan Jalan 205.730 226.303 248.934 273.827 301.210 4 Pengaturan angkutan barang dan jasa 205.730 226.303 248.934 273.827 301.210 5 Efisiensi penggunaan BBM 205.730 226.303 248.934 273.827 301.210

20 Aceh 1 Penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi

- - - - -

2 Penghematan energi melalui penggunaan briket batubara dari batubara sisa

- - - - -

3 Penerbitan izin untuk menyiapkan pembangkit listrik sendiri - - - - - 4 Pengembangan pedoman bagi pembangunan perkotaan/

perencanaan transportasi, termasuk aturan tentang penggunaan lahan, infrastruktur, kawasan bersepeda dan pejalan kaki. Penerapan pengendalian dampak lalu lintas (TIC)

- - - - -

5 Mengembangkan, konsultasi, dan persetujuan kebijakan transportasi dan strategi perkotaan, termasuk skema keuangan untuk investasi transportasi perkotaan yang berkelanjutan

- - - - -

6 Pembangunan peningkatan dan preservasi jalan - - - - -

L-43

Page 122: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

21 Sulawesi Selatan

1 Pengendalian pengelolaan sumber energi dari kegiatan dan usaha industri

1.128 1.240 1.364 1.501 1.651

2 Konservasi energi listrik 1.897 2.086 2.295 2.525 2.777 3 Pengembangan sumber energi terbarukan 224.133 246.547 271.201 298.321 328.154 4 Rencana penataan trayek transportasi utama - - - - - 5 Pembangunan monorail Mamminasata 23 km - - - - - 6 Pembangunan prasarana BRT - - - - - 7 Sosialisasi smart driving - - - - -

23 Bengkulu 1 Sosialisai Penghematan Energi dan Air sesuai dengan Inpres no. 2 Tahun 2008

- - - - -

2 Terlaksananya pembangunan - - - - - ● Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) - - - - - ● Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) - - - - - 3 Pelatihan pembuatan biogas dari kotoran ternak - - - - - 4 Pembagian reaktor dan instalasi biogas kepada peternak - - - - - 5 Perbaikan sistem transportasi angkutan umum - - - - - 6 Smart Driving - - - - - 7 Penertiban emisi gas buang kendaraan bermotor - - - - -

24 Sulawesi Utara 1 Pembangunan Intelligent Transport System (ITS) - - - - - 2 Manajemen parkir - - - - - 3 Pelatihan dan sosialisasi eco-smart driving - - - - - 4 Penyediaan, pengelolaan, dan peningkatan energi terbarukan - - - - - 5 Penggunaan lampu hemat energi (LED) - - - - - 6 Pengembangan panel surya - - - - - 7 Penerapan produksi bersih

- - - - -

L-44

Page 123: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

26 Kalimantan Tengah

1 Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas (Traffic Impact Control/ TIC)

- - - - -

2 Peremajaan armada angkutan umum - - - - - 3 Pemasangan Converter Kit (Gasifikasi angkutan umum) - - - - - 4 Program pelatihan dan sosialisasi smart driving (eco-driving) - - - - - 5 Konservasi dan Audit Energi Industri - - - - -

28 Lampung 1 Bantuan PLTS 1.624.747 1.787.221 1.965.943 2.162.538 2.378.792 2 Bantuan PLTMH 1.624.747 1.787.221 1.965.943 2.162.538 2.378.792 3 Bantuan PLTBayu 1.624.747 1.787.221 1.965.943 2.162.538 2.378.792 4 Bantuan biogas 1.624.747 1.787.221 1.965.943 2.162.538 2.378.792 5 Sosialisasi koordinasi hemat energi dan konservasi energi 3 3 4 4 4 6 BRT 683.585 751.944 827.138 909.852 1.000.837 7 Manajemen Parkir 22.265 24.492 26.941 29.635 32.599 8 Peremajaan Bus 34.077 37.485 41.233 45.356 49.892 9 Smart Driving 40.217 44.239 48.663 53.529 58.882 10 Kegiatan sistem monitoring & manajemen energi di sektor

industri - - - - -

11 Penggunaan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan - - - - - 12 Penggunaan bahan bakar alternatif (biomassa) pada proses

produksi di sektor industri - - - - -

13 Proses daur ulang hasil produk dan limbah - - - - - 29 Banten 1 Kegiatan Workshop pengembangan industri logam, genteng,

dan bata 126 138 152 167 184

2 IKM Kimia yang terbina dan terawasi 130 143 157 173 190 3 Penyelenggaraan Keselamatan Lalu Lintas (eco-driving) 164 180 198 218 240 4 Car Free Day (2 hari per bulan) 5 6 6 7 8 5 Pembangunan dan Pelebaran Jalan (Perda No. 4 Tahun 2012 - - - - -

L-45

Page 124: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan dengan Penganggaran Tahun Jamak)

6 Pelatihan Instalasi Biogas 20 22 24 26 29 7 Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 13 Tahun 2011 tentang

Penghematan Energi dan Air 11.003 12.104 13.314 14.646 16.110

8 Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pikohidro

72 79 87 95 105

9 Bantuan PLTS Solar House System (SHS) 127 140 154 169 186 10 Sosialisasi Pemanfaatan dan Keselamatan Listrik Rumah

Tangga 77 84 93 102 112

Jumlah Sektor Bidang Energi 41.131.235 45.244.359 49.768.794 54.745.674 60.220.241 III. Mitigasi Bidang Pengelolaan Limbah 1.652 1.818 1.999 2.199 2.419 1 Jambi 1 Sanitary Landfill - - - - - 2 Yogyakarta 1 Review kebijakan sektor limbah 2.802 3.082 3.390 3.729 4.102 2 Pengelolaan Sampah Terpadu (3R/5R) - - - - - 3 Reduksi Sistem Open Dumping dan Pengembangan Sanitary

Landfill di TPA Piyungan, Kulon Progo, dan Gunung Kidul - - - - -

4 Pengembangan Sistem Composting - - - - - 5 Pengembangan Waste to Energy - - - - -

3 Jawa Tengah 1 Pengembangan TPA sistem Sanitary Landfill dengan LGF 147.600 162.360 178.596 196.456 216.101 2 Pembangunan TPA Sistem Controlled Landfill 98.947 108.841 119.725 131.698 144.868 3 Penutupan TPA Open Dumping 147.600 162.360 178.596 196.456 216.101 4 Pemanfaatan Landfill Gas sebagai energi alternatif - - - - - 5 Pembangunan fasilitas kompos di TPA 138.307 152.137 167.351 184.086 202.495 6 Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu 11.753 12.929 14.222 15.644 17.208 7 Pengelolaah sampah 3R di rumah tangga perkotaan 3.417 3.758 4.134 4.548 5.002 8 Fasilitasi Daur Ulang Sampah Plastik 8.337 9.170 10.087 11.096 12.206

L-46

Page 125: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

9 Pembangunan IPAL Domestik Kota 34.167 37.583 41.342 45.476 50.023 10 Pembangunan Sanitasi komunal dengan biogas 109 120 132 146 160 11 Pembangunan IPLT 34.167 37.583 41.342 45.476 50.023 12 Pembangunan biogas industri kecil 1.093 1.203 1.323 1.455 1.601 13 Pemanfaatan Limbah Industri sebagai By Product 68 75 83 91 100 14 Pengembangan Eco-Sanitation (20% populasi) 21.730 23.903 26.293 28.923 31.815

4 DKI Jakarta 1 ITF - - - - - 2 Sentra 3R - - - - - 3 Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang - - - - - 4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) off site 23.560 25.916 28.508 31.358 34.494 5 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) on site 169.488 186.437 205.081 225.589 248.148

5 Sulawesi Tengah

1 Program minimasi sampah dengan prinsip 3R 9.876 10.864 11.950 13.145 14.460

2 Program peningkatan sarana persampahan (Control Landfill) 1.570 1.727 1.900 2.090 2.299 3 Recovery gas metan di TPA Kawatuna Palu 3.938 4.332 4.765 5.242 5.766 4 Pembangunan prasarana waste water treatment pemukiman 849 934 1.027 1.130 1.243

6 Sumatera Utara 1 Rehabilitasi/Pembangunan dan Operasional TPA unmanaged deep menjadi semi aerob (di 7 TPA regional sesuai UU No. 18, 2008)

- - - - -

2 Peningkatan prasarana dan sarana komposting sampah organik yang tidak terangkut di perkotaan, komposting sampah organik di pedesaan dengan sistem gali timbun dan komposting di TPST (3R)

- - - - -

3 Recovery gas metana di TPA Aek Nabobar - - - - - 4 Intensifikasi Program Percepatan Pembangunan Sanitasi

Pemukiman (PPSP) di 33 kabupaten kota, termasuk pembangunan off-site sistem, on site sistem dan Migrasi sistem pit latrin eksisting menjadi septic sistem/tangki septik/SANIMAS

- - - - -

L-47

Page 126: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

5 Pengelolaan Prokasih/Superkasih (10% BOD removed) - - - - - 6 Bimbingan Non Teknis Dokumen Program Percepatan

Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) di 33 kabupaten jawa

- - - - -

7 Program Non Teknis Mitigasi GRK termasuk di dalamnya Pembangunan sistem informasi daerah untuk GAD-GRK dan Penyusunan PERDA

- - - - -

7 Kalimantan Barat

1 Program minimasi sampah dengan prinsip 3R 11.149 12.264 13.491 14.840 16.324

2 Program peningkatan sarana persampahan (Semi-aerobic landfill)

12.119 13.331 14.664 16.131 17.744

3 Pembangunan prasarana waste water treatment pemukiman - - - - - 8 Kalimantan

Timur 1 Reduksi sampah dari sumber domestik - - - - -

a. Survey timbulan sampah per kapita di kota Samarinda dan Balikpapan

10.072 11.079 12.187 13.405 14.746

b. Kampanye minimasi sampah domestik 8.057 8.863 9.749 10.724 11.797 c. Kampanye daur ulang 8.057 8.863 9.749 10.724 11.797 d. Kampanye pengolahan sampah di rumah 8.057 8.863 9.749 10.724 11.797 2 Peningkatan cakupan pengangkutan sampah dari TPA

Manggar di Balikpapan: - - - - -

a. Penambahan dan pemeliharaan armada angkut sampah - - - - - b. Perluasan TPA Manggar dan peningkatan fasilitas

pengolahan di TPA - - - - -

3 Peningkatan kegiatan daur ulang limbah domestik: - - - - - a. Pembangunan proyek percontohan dan kampanye daur

ulang sampah non organik (plastik, elektronik, kayu, dan logam) di 4 kota dan 2 kabupaten

- - - - -

b. Penelitian dan pengembangan metode daur ulang yang efektif

- - - - -

4 Program pemanfaatan gas metan dari TPA: - - - - -

L-48

Page 127: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

a. Pembangunan 3 (tiga) unit Flaring di Balikpapan, Samarinda, dan Berau

17.220 18.942 20.836 22.920 25.212

b. Pembangunan 3 (tiga) unit pembangkit listrik tenaga gas di TPA percontohan

- - - - -

c. Pendidikan dan pelatihan operator dan pengelolaan PLTG di TPA

- - - - -

5 Pemanfaatan limbah padat industri untuk sumber energi: - - - - - a. Penyusunan kebijakan yang mengatur industri mengurangi

mengolah limbah padatnya ke TPA Industri 246.424 271.066 298.173 327.990 360.789

b. Pengembangan teknologi pemanfaatan limbah padat industri CPO untuk energi

184.818 203.300 223.629 245.992 270.592

c. Kampanye pemanfaatan limbah padat CPO untuk energi 184.818 203.300 223.629 245.992 270.592 d. Pengembangan proyek percontohan pemanfaatan limbah

padat sawit untuk energi 184.818 203.300 223.629 245.992 270.592

6 Pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan air limbah:

- - - - -

a. Sosialisasi teknologi pengolahan air limbah pabrik CPO yang sesuai untuk mitigasi GRK

47.765 52.542 57.796 63.575 69.933

b. Proyek percontohan sistem pengolahan aerobic dan anaerobic shallow lagoon

54.589 60.047 66.052 72.657 79.923

c. Pengembangan skema partisipasi industri dalam mitigasi GRK

76.424 84.066 92.473 101.720 111.892

d. Penerapan kebijakan yang mendorong industri mengolah air limbah tanpa menyumbang GRK

63.687 70.055 77.061 84.767 93.244

9 Sumatera Selatan

1 Program Minimasi Sampah dengan prinsip 3R 2.788 3.067 3.374 3.711 4.082

2 Program Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan 7.040 7.744 8.518 9.370 10.307 3 Recovery gas metan di TPA I Sukawinatan (CDM-Project) 10.002 11.002 12.102 13.312 14.644 4 Pembangunan prasarana Waste Water Treatment Pemukiman 3.098 3.408 3.749 4.124 4.536

10 Sumatera Barat 1 Program penyusunan perencanaan pengelolaan persampahan - - - - - 2 Program minimasi sampah dengan program 3R - - - - -

L-49

Page 128: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

3 Program peningkatan sarana-prasarana persampahan - - - - - 4 Program penyusunan perencanaan pengelolaan air limbah - - - - - 5 Program pembangunan prasarana Waste Water Treatment

Pemukiman - - - - -

6 Program pengendalian banjir - - - - - 7 Program pemberdayaan kesehatan lingkungan dan

masyarakat - - - - -

8 Program non-teknis RAD-GRK sektor limbah - - - - - 12 Jawa Timur 1 Rehabilitasi peningkatan kerja TPA 82.070 90.276 99.304 109.235 120.158 2 Peningkatan pengomposan dan 3R 48.050 52.855 58.141 63.955 70.350 3 Rehabilitasi pengelolaan limbah cair dari latrin (cubluk) ke

septic tank 16.140 17.755 19.530 21.483 23.631

13 Gorontalo 1 Pembangunan TPA sistem Sanitary Landfill 0 0 0 0 0 2 Pembangunan TPA sistem Controlled Landfill 0 0 0 0 0 3 Penutupan TPA Open Dumping 0 0 0 0 0 4 Pemanfaatan Landfill Gas sebagai energi alternatif 0 0 0 0 0 5 Pembangunan fasilitas kompos di TPA 0 0 0 0 0 6 Pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) 0 0 0 0 0 7 Pengelolaan sampah 3R di rumah tangga perkotaan 0 0 0 0 0 8 Fasilitasi daur ulang sampah plastik 0 0 0 0 0 9 Pembangunan IPAL domestik kota 0 0 0 0 0 10 Pembangunan sanitasi komunal dengan biogas 0 0 0 0 0 11 Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) 0 0 0 0 0 12 Pembangunan biogas industri kecil 0 0 0 0 0 13 Pemanfaatan limbah industri sebagai by produk 0 0 0 0 0 14 Pengembangan eco-sanitation 0 0 0 0 0

L-50

Page 129: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

14 Jawa Barat 1 Kelompok Kegiatan A. Program Minimasi Sampah dengan Prinsip 3R

- - - - -

a. Program Minimasi Sampah dengan prinsip 3R 35.026 38.529 42.382 46.620 51.282 b. Pembangunan TPS Terpadu (TPST) 75 83 91 100 110 2 Kelompok Kegiatan B. Program Peningkatan Sarana-

Prasarana Persampahan - - - - -

a. Operasional TPA seni-aerobic dan sanitary landfill 114.584 126.043 138.647 152.512 167.763 b. Recovery gas metan di TPA Sumur Batu (CDM-Project) 85.034 93.537 102.891 113.180 124.498 3 Kelompok Kegiatan C. Pembangunan prasarana Waste Water

Treatment Pemukiman - - - - -

a. Migrasi Pit-Latrin ke Septic Tank 158.799 174.679 192.146 211.361 232.497 15 Sulawesi

Tenggara 1 Program Penyusunan Perencanaan Pengelolaan

Persampahan - - - - -

2 Program Minimasi Sampah dengan Prinsip 3R 1.051 1.156 1.272 1.399 1.539 3 Program Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan 3.829 4.212 4.633 5.096 5.606 4 Program Peningkatan Pengelolaan Gas Sampah 1.750 1.925 2.117 2.329 2.562 5 Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah - - - - - 6 Pembangunan prasarana Waste Water Treatment Pemukiman 7.824 8.607 9.468 10.414 11.456 7 Program Pengendalian Banjir 2.960 3.256 3.582 3.940 4.334 8 Program Pengelolaan Badan Air - - - - - 9 Program Pemberdayaan Kesehatan Lingkungan dan

Masyarakat 8.942 9.836 10.820 11.902 13.092

10 Program Monitoring dan Evaluasi - - - - - 11 Program Non-teknis RAD-GRK Sektor Limbah - - - - -

18 Bangka Belitung 1 Minimalisasi sampah (0) (0) (0) (0) (0) 2 Rehabilitasi dan Optimalisasi TPA 0 0 0 0 0 3 Pelarangan Open Burning 0 0 0 0 0

L-51

Page 130: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

19 Bali 1 Minimalisasi sampah 44.275 48.703 53.573 58.930 64.823 2 Rehabilitasi TPA 81.360 89.496 98.446 108.291 119.120 3 Pengalihan septic tank rumah tangga ke Septic Tank Komunal 94.047 103.451 113.796 125.176 137.694

20 Aceh 1 Menyelenggarakan pembangunan infrastruktur bidang persampahan dengan konsep sanitary landfill

- - - - -

2 Sosialisasi dan pelatihan pebuatan kompos dan program 3R untuk umum

- - - - -

3 Pemanfaatan libah hasil pembukaan lahan dan pertanian dan perkebunan untuk bahan pembuatan kompos

- - - - -

4 Mengembangkan penerapan kebijakan lingkungan hidup untuk prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan persampahan

- - - - -

21 Sulawesi Selatan

1 Program penanganan sampah 12.300 13.530 14.883 16.371 18.008

2 Program peningkatan sarana dan prasarana persampahan 43.050 47.355 52.091 57.300 63.030 3 Pembangunan IPAL 10.003 11.003 12.103 13.314 14.645 4 Peningkatan efektivitas pengelolaan TPA 69.973 76.971 84.668 93.135 102.448 5 Pembangunan TPS Terpadu 14.584 16.042 17.646 19.411 21.352

24 Sulawesi Utara 1 Pengelolaan Sampah Terpadu (3R/5R) - - - - - 2 Reduksi Sistem Open Dumping dan Pengembangan Sanitary

Landfill - - - - -

3 Pengembangan Sistem Composting - - - - - 4 Green Consumer - - - - - 5 Pengembangan Waste to Energy - - - - - 6 Pemilahan Sampah Sebelum Pengangkutan - - - - -

26 Kalimantan Tengah

1 Pemanfaatan limbah hasil pembukaan lahan untuk bahan pembuatan kompos

- - - - -

2 Pembangunan sarana prasarana air limbah dengan sistem off-site dan on-site

- - - - -

L-52

Page 131: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

3 Pengawasan Kegiatan pembakaran terbuka (open burning) sampah

- - - - -

4 Peningkatan kapasitas pengelolaan sampah - - - - - 5 Mengembangkan penerapan kebijakan lingkungan hidup untuk

prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan persampahan

- - - - -

6 Pemanfaatan limbah hasil pembukaan lahan untuk bahan pembuatan kompos

- - - - -

28 Lampung 1 Penyusunan: Buku Putih, SSK, MPSS, SPPIP, Feasibility Study, Review Master Plan Persampahan, Amdal/ UKL/ UPL, Detail Engineering Design (DED)

- - - - -

2 Pembangunan/ Peningkatan TPA dari Open Dumping menjadi Controlled/ Sanitasi Landfill

23.883 26.271 28.898 31.788 34.966

3 Operasional TPA Controlled/ Sanitary Landfill di 14 Kab/ Kota 23.883 26.271 28.898 31.788 34.966 4 Penambahan Sarana Prasarana Persampahan (Excavator,

Buldozer, Truck, Amrol Truck) 23.883 26.271 28.898 31.788 34.966

5 Pembangunan PS Sampah Terpadu 3R 23.883 26.271 28.898 31.788 34.966 6 Penyusunan/ Review Master Plan Limbah Cair - - - - - 7 Pembangunan PSSanimas 10.784 11.862 13.049 14.354 15.789 8 Pembangunan PSSLBM 10.784 11.862 13.049 14.354 15.789 9 Pembangunan IPAL Komunal 10.784 11.862 13.049 14.354 15.789 10 Pembangunan IPAL Kawasan RSH 10.784 11.862 13.049 14.354 15.789

29 Banten 1 Program Minimasi Sampah dengan Prinsip 3R - - - - - a. Pembangunan TPS Terpadu (TPST) 7.337 8.071 8.878 9.766 10.742 b. Sosialisasi 3R dan Pemilahan Sampah 7.337 8.071 8.878 9.766 10.742 c. Pendirian Bank Sampah 7.337 8.071 8.878 9.766 10.742 d. Komposting sampah organik pedesaan dengan sistem gali

timbun 7.337 8.071 8.878 9.766 10.742

2 Program Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan - - - - -

L-53

Page 132: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program

No Wilayah Kebijakan dan Program Indikator penurunan emisi (ton CO2 eq)

2015 2016 2017 2018 2019

a. Rehabilitasi/ Pembangunan TPA Unmanaged Deep menjadi Semi-aerobic Landfill di 8 kota/kab

23.357 25.693 28.262 31.088 34.197

b. Operasional TPA semi-aerobic di 8 kota/kab dan pengadaan tanah timbun

26.276 28.904 31.795 34.974 38.471

c. Penambahan sarana-prasarana persampahan 26.276 28.904 31.795 34.974 38.471 3 Pembangunan Prasarana Waste Water Treatment Pemukiman - - - - - a. Pembangunan MCK Plus 17.021 18.723 20.595 22.655 24.920 b. Pembangunan MCK Komunal Sanimas 136.168 149.784 164.763 181.239 199.363 c. Pengelolaan Air Limbah Komunal Rumah Murah dgn sistem

off-site 136.168 149.784 164.763 181.239 199.363

d. Pembangunan Septik Tank Komunal 136.168 149.784 164.763 181.239 199.363 e. Rehabilitasi & Pembangunan IPLT 68.084 74.892 82.381 90.620 99.681 f. Penggunaan Jamban Sehat 17.021 18.723 20.595 22.655 24.920 4 Program Pemberdayaan Kesehatan Lingkungan dan

Masyarakat - - - - -

a. Sosialisasi, Penyuluhan dan Pengkajian Kebijakan Lingkungan Sehat

11.475 12.622 13.884 15.273 16.800

b. Pembentukan lembaga Sadar Sanitasi di setiap Kelurahan 11.475 12.622 13.884 15.273 16.800 c. Sosialisasi kebersihan dan kesehatan kotan (+ sosialisasi

pelarangan open burning) 11.475 12.622 13.884 15.273 16.800

d. Pembinaan Sekolah Peduli dan Berbudaya 11.475 12.622 13.884 15.273 16.800 e. Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat terhadap

Pengelolaan Sampah 11.475 12.622 13.884 15.273 16.800

Jumlah Sektor Bidang Energi 3.748.035 4.122.838 4.535.122 4.988.634 5.487.498

Sumber: Disarikan dari RAD-GRK (Kemendagri, Bappenas, Kemen-LH, 2013)

L-54

Page 133: DAFTAR ISI - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/153576... · Penanggulangan Perubahan Iklim, dalam penyusunan Kerangka Kebijakan dan Program