Author
shinta-novia-nurjanah
View
43
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kelainan Refraksi, Stase Mata Koas UNISBA
KELAINAN REFRAKSI
CSS
Pembimbing:Dr. Mayarani, SpM
Disusun oleh:Shinta Novia Nurjanah
12100113015
I.Anatomi Media Refraksi
I.Anatomi Media Refraksi
• Bagian mata yang termasuk media refraksi:– Kornea– Aqueous humor– Lensa– Corpus vitreus– Panjang bola mata
I.Anatomi Media Refraksi• Kornea (Latin cornum=seperti tanduk)
adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: 1. Epitel 2. Membran Bowman 3. Stroma 4. Membran Descement 5. Endotel
Aqueous humor
• Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk
kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan
darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini
akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.
• Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5
ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris,
turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Aqueous humor• Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan
akhirnya masuk ke darah. kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”).
Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
• Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke
belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian
terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan
saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika
tidak diatasi
Lensa
• Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang
berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening.
• Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan
terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi
• Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak
di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh
sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa.
Badan vitreous• Badan vitreous menempati daerah mata di
balakang lensa.
• Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina.
• Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada
pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan
vitreous akan memudahkan melihat bagian retina
pada pemeriksaan oftalmoskopi
Panjang bola mata
• Panjang bola mata menentukan keseimbangan
dalam pembiasan.
• Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena
kornea (mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih
pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada mekula.
• Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma
II. Fisiologi Refraksi
• Refraksi adalah perubahan arah dari suatu
gelombang ketika melewati media yang berbeda
indeks biasnya
• Refraksi pembelokan berkas cahaya terjadi ketika
berkas cahaya berpindah dari satu medium dengan
kepadatan tertentu ke medium dengan kepadatan
yang berbeda
II. Fisiologi Media Refraksi
• Sedangkan cagaya adalah suatu bentuk radiasi
elektromagnetik yang terdiri dari foton yang berjalan
menurut cara gelombang. Foto reseptor mata hanya
peka terhadap panjang gelombang 400-700 nm
• Berkas-berkas cahaya divergen yang mencapai mata
harus difokuskan kembbali ke sebuah titik peka cahaya
di retina
• Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan
densitas tinggi, cahaya tersebut melambat (begitupun
sebaliknya)
II. Fisiologi Media Refraksi• Dua faktor yang berperan penting dalam derajat refraksi:
– Densitas komparatif antara dua media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat
pembelokan)
– Sudut jatuhnya berkas di medium kedua (semakin besar
sudut semakin besar pembiasan)
• Dua struktur paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa
• Kelengkungan kornea berperan dalam refraksi total
karena perbedaan lensa dan cairan. Kemampuan
refraksi lensa dapat diubah dengan mekanisme
akomodasi
II. Fisiologi Media Refraksi
• Pada kornea, cahaya yang masuk akan melewati
media refraksi yang berbeda, sehingga cahaya
terkumpul dan diteruskan ke lensa lewat pupil
yang lebarnya diatur oleh iris.
• Berkas cahaya yang melewati lensa dibiaskan
kembali untik mencapai fokus yang maksimak
dengan daya akomodasi lensa sehingga fokus
berkas dapat jatuh di retina
II. Fisiologi Media Refraksi
III. Kelainan Refraksi
• EmetropiaMata dengan sifat emetrop
adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna didaerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi
III. Kelainan Refraksi• Ametropia
Dalam bahasa yunani ametros berarti tidak sebanding atau seimbang, ops berarti mata. Dikenal beberapa bentuk:– Ametropia aksial : terjadi akibat sumbu bola mata lebih
panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan didepan atau dibelakang retina
– Ametropia refraktif : terjadi akibat kelainan sistem pembiasan sinar dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak didepan retina (miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak dibelakang retina (hipermetropia refraktif)
III. Kelainan RefraksiYang termasuk dalam ametropia:•Miopia•Hipermetropia•Astigmatism
III.1. Miopia
• Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
III.1.a. Jenis Miopia
III.1.b. Klasifikasi Miopia
III.1. Miopia
III.1.c. Manifestasi Klinik Miopia
Manifestasi klinik:• Penglihatan kabur saat
melihat jauh, dan jelas pada jarak tertentu/dekat
• Selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata
• Gangguan dalam pekerjaan• Nyeri kepala akibat
akomodasi kuat untuk melihat jelas
• Cendrung memicingkan mata bila melihat jauh
• Astenopia konvergensi (kelelahan mata)
III.1.d. Diagnosis Miopia1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisik
– Visus dasar utk melihat jauh– Visus dengan pinhole untuk mengetahui
apakah penglihatan yang buram disebabkan kelainan refraksi atau kelainan anatomi
– Metode “trial and error”, snellen chart dan lensa sferis negatif sampai didapatkan visus 6/6
3. Pemeriksaan penunjang– Funduskopi – Auto refraktometer
III.1.e. Tatalaksana Miopia• Koreksi non bedah
– Kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal agar memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi
• Koreksi bedah– Fotorefraktif Keratektomi
(PRK)– Laser in situ Keratomileusis
(LASIK)– Laser Subepitelial
Keratomileusis (LASEK)– Keratomi Radikal
III.1. Miopia
III.1.f. Komplikasi Miopia• Ablasio retina
• Strabismus/ mata juling
III.2. Hipermetropia
• Keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan dibelakang retina . Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu atau menurunnya indeks refraksi
• Hipermetropi berdasarkan etiologi: – Hipermetropi aksial– Hipermetropi kurvatur– Hipermetropi refraktif
III.2.b. Bentuk Hipermetropia
III.2.b. Klasifikasi Hipermetropia
III.2. Hipermetropia
III.2.c. Manifestasi Klinik Hipermetropia
Manifestasi klinik:• Gejala subyektif
– Penglihatan kabur bila melihat dekat dan jauh
– Astenopia akomodativa : sakit kepala, mata cepat lelah, cepat mengantuk sesudah membaca dan menullis
• Gejala obyektif– Terjadi strabismus – COA dangkal, karena hipertofi
otot-otot siliaris– Ambliopia pada mata yang
tanpa akomodasi; tidak pernah melihat obyek dengan baik
III.2.d. Diagnosis Hipermetropia1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisik
– Visus dasar dengan snellen chart, visus dengan pinhole
– Refraksi subyektif dengan cara trial and error
3. Pemeriksaan penunjang– Funduskopi– Refraktometer
III.2.e. Tatalaksana Hipermetropia
• Non bedah– Koreksi dengan lensa sferis
terbesar yang memberikan visus terbaik dan dapat melihat dekat yanpa kelelahan
– Tidak diperlukan lensa sferis positif pada hipermetropia rinagn, tidak ada astenopia akomodatif, tidak ada strabismus
• Bedah– LASIK (Laser in situ
keratomileusis)– LASEK (Laser sebepithelial
keratomileusis)– PRK
III.2.f. Komplikasi Hipermetropia
• Strabismus (Esotropia)
• Glaukoma sekunder
III.3. Astigmatisme
• Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada semua meridian dan berkas cahaya difokuskan pada 2 garis titik yang seling tegak lurus akibat kelainan kelengkungan kornea
III.3. Astigmatisme
III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme
• Astigma dapat terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain termasuk:1. Miopia : bila kurvatura kornea selalu
melengkung atau jika aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus didepan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur
2. Hipermetropia : ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus dibelakang retina dan menyebabkan objek dekat terlihat kabur
III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme• Bentuk Astigmatisme:
1. Astigmatisme reguler : astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Dibedakan atas Astigmat ‘with the rule’ dan Astigmat ‘against the rule’
2. Astigmatisme irreguler : Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian yang saling tegak lurus
III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme
• Klasifikasi astigmatisme dilihat dari kondisi optik:1. Simple hypermetropia astigmatism2. Simple myopia astigmatism3. Compound hypermetropia astigmatism4. Compound miopic astigmatism5. Mixed astigmatism
III.3.b. Manifestasi Klinik Astigmatisme
• Manifestasi klinik:1. Distorsi bagian-bagian
lapang pandang2. Tampak garis vertikal,
horizontal atau miring yang tidak jelas
3. Memegang bahan bacaan dari dekat
4. Sakit kepala, mata berair dan cepat lelah
5. Memiringkan kepala agar dapat melihat jelas
III.3.c. Diagnosis Astigmatisme
• Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme• Pemeriksaan Oftalmologia. Visusdengan menggunakan Snellen Chartb. RefraksiPasien diminta untuk memperhatikan kartu
tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain. untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, 27 penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
III.3.d. Penatalaksanaan Astigmatisme
• Penatalaksanaan non bedah: dapat dikoreksi dengan sferis silindris sesuai aksis yang didapatkan, untuk astigmatisme yang kecil tidak perlu dikoreksi. Untuk astigmatisme miopi, diperlukan lensa silinder negatif, untuk astigma hipermetropi diguunakan lensa silinder positif.
• Astigma juga dapat dikoreksi dengan keratektomi, fotorefraktif, dan LASEK
III.4. Presbiopia
• Presbiopia merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
III.4. Presbiopia
III.4.a. Gejala Klinik Presbiopia
• Keluhan pasien berupa mata lelah,berair, dan sering panas setelah membaca
III.4.b. Penatalaksanaan Presbiopia
• Pada pasien presbiopi, kacamata atau addisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya:o +1,0 D untuk usia 40 tahuno +1,5 D untuk usia 45 tahuno +2,0 D untuk usia 50 tahuno +2,5 D untuk usia 55 tahuno +3,0 D untuk usia 60 tahun• Karena jarak baca biasanya 33cm maka addisi
+3,0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang, pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm