44
1 Case report session GLAUKOMA SEKUNDER E.C LUKSASI LENSA IQBAL MAULANA 1110313010 JOLATUVEL BAHANA 1110312089 WAHYU UTAMI HARLI 1110312138 Preseptor: dr.Hj.Rinda Wati, Sp.M BAGIAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR M. DJAMIL

CRS Glaukoma Sekunder Ec Luksasi Lensa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CRS Glaukoma Sekunder Ec Luksasi Lensa Referat Hifema Traumatika Bagian Mata Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas di RSUPM Djamil Padang

Citation preview

1

Case report session

GLAUKOMA SEKUNDER E.C LUKSASI LENSA

IQBAL MAULANA 1110313010

JOLATUVEL BAHANA 1110312089

WAHYU UTAMI HARLI 1110312138

Preseptor:

dr.Hj.Rinda Wati, Sp.M

BAGIAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMIL

PADANG

2015

2

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi

Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi

bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris melewati

bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Aqueous humor

diekskresikan oleh trabecular meshwork .1

Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang

membentuk aqueous humor (Solomon, 2002). Prosesus siliaris memiliki dua lapis

epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak

berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor . 1

Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan

pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran aqueous humor.

Struktur ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan scleral spur.

Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-

lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik . Trabecular meshwork disusun atas tiga

bagian, yaitu uvea meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan

terbesar) dan juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas).

Juxtacanalicular meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam

kanalis Schlemm.3

3

Gambar 2.1 Struktur trabecular meshwork.

Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan tipis

jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola berukuran

besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien tekanan intraokuli.3

Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk

selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmikus superior. Selain itu,

aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis

dan vena angularis yang akhirnya menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena

fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor akan bermuara ke sinus kavernosus.2

1.2 Fisiologi

Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi bilik

anterior sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL (Solomon, 2002). Aqueous

humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-

jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain

itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari

jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga kestabilan

4

tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas struktur mata. Aqueous humor

juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan.3

Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,

ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen

memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan Na+/K+-

ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam

membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan

pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses

yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien

elektron (Simmons et al, 2007-2008). Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua

jenis sistem pengaliran utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran

nonkonvensional/ uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari

aqueous humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke

kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang

selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan

perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular.2

Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10%

dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga

suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dansklera. Sistem aliran ini

relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.2

5

Gambar 2.2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan).Sumber : Goel et al, 2010.

1.3 Definisi glaukoma

Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau kebiruan yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma

merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel (Ilyas, 2004). Glaukoma

adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan intraokuli,

penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus optikus.5,6

Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama

tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan dan atrofi

papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam bola mata

(intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang setiap saat mengalir

dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar. Bila dalam pengalirannya

mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan tekanan bola mata sehingga

menganggu saraf penglihatan dan terjadi kerusakan lapang pandang mulai ringan

sampai berat sesuai tinggi dan lamanya tekanan tersebut mengenai saraf mata. 7

1.3.1 Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata

yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :

6

a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma fakolitik dan

fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom eksfoliasi).

b. Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)

c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang disertai

prolaps iris)

d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan bilik

mata depan post-operasi katarak, blok pupil post operasi katarak).

e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu yang

lama.

1.4 Patofisiologi Glaukoma Sekunder

Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh mekanisme

sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai dengan bentuk kelainan

klinis yang menjadi penyebabnya. Efek peningkatan tekanan intraokuler didalam mata

dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan intraokuler.8

Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik diduga

disebabkan oleh :

1. Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut

saraf pada pupil saraf optik.

2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik.

3. Ekskavasio papil saraf optik

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion

difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan

7

berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai pembesaran

cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga. 5

A. Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa

Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu fokolitik atau

fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau ke belakang. Trauma

tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa., antara lain. 5,6

• Glaukoma pada subluksasi ke depan :

Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan glaukoma karena terjadinya hambatan

pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata depansehingga

menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan mata depan. Subluksasi ini juga

dapat mendorong iris ke depan sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata

depan dan perlengketan di sudut tersebut yang kedua-duanya dapat menyebabkan

glaucoma.

• Glaukoma pada subluksasi ke belakang :

Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada badan

siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan

siliar.Rangsangan ini menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang dapat

menimbulkan glaukoma.

• Glaukoma pada luksasi ke depan :

Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini

menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

• Glaukoma pada luksasi ke belakang :

8

Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini menutup

jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana protein lensa dan

makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma fakolitik. Protein

lensa yang terlepas dari kapsulnya dapat menyebabkan iridosiklitis, hai ini disebut

glaukoma fakotoksik.

Pengobatan

• Dapat diberikan obat-obat anti glaukoma

• Bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi perifer

• Operasi pengeluaran lensa merupakan cara untuk menghilangkan penyebab

utamanya dan hal ini merupakan pengobatan yag paling berhasil

B. Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior

Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor akuos) yang

memberi makanan kepada lensa dan kornea. Adanya peradangan diiris dan badan siliaris,

maka timbul hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan

bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

Di sudut COA, cairan melalui trabekulum masuk ke dalam kanal Schlemn untuk

menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang,

maka tekanan mata masih dalam batas-batas normal 15-20 mmHg. Jika banyak sel radang

dan fibrin dapat pula menyumbat sudut COA, sehingga aliran cairan COA keluar

terhambat dan menimbulkan glaukoma sekunder.9

Elemen-elemen radang mengandung fibrin, yang menempel pada pupil, dapat

juga mengalami jaringan organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa.

9

Perlekatan ini disebut sinekhia posterior. Bila seluruh pinggir iris melekat pada lensa,

disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari COP, tidak dapat melalui pupil untuk masuk

ke COA, iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut COA sempit dan timbullah

glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lensa, menyebabkan pupil bentuknya

tak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang dan fibrin, yang kemudian

mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah oklusi pupil sehingga akan menghambat

aliran humor akuos dan dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan glaukoma sekunder yang dapat terjadi pada

stadium dini dan juga stadium lanjut. Pada stadium dini terjadi peradangan uvea anterior,

timbul hiperemi yang menimbulkan bertambahnya produk humor akuos, juga ikut

keluarnya sel-sel radang dengan fibrinnya akibat gangguan permeabilitas dari pembuluh

darah dan menyebabkan meningginya tekanan intraokuler. Pada stadium lanjut adanya

seklusio pupil, oklusi pupil, sinekhia perifer dapat menimbulkan iris bombe yang

menyebabkan sudut iridokornealis sempit dan menimbulkan gangguan aliran keluar dari

humor akuos sehingga tekanan intraokuler meningkat yang pada akhirnya dapat

menyebabkan glaukoma sekunder.

Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior itu sendiri dikelompokkan menjadi

glaukoma sekunder sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut tertutup.8

1. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior

10

Gambar 2. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior

Pada tahap awal glaukoma sekunder akibat uveitis anterior, banyak berhubungan

dengan glaukoma sudut terbuka seperti yang terlihat pada gambar. Hambatan aliran

humor akuos berhubungan dengan menumpuknya sel-sel inflamasi dan serat fibrin

ditrabekulum (T). Pada tahap lanjut, sinekhia perifer (P) dapat muncul dan sudut

iridokornealis akan terbuka kurang dari 50% jika sudut tertutup oleh sinekhia perifer.

Terapi pada glaukoma sudut terbuka ini lebih banyak dengan medikamentosa.

Pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit ini, pada banyak kasus, dapat terjadi

glaukoma sudut tertutup sebagai efek sekunder dari sinekhia perifer atau efek sekunder

blok pupil dari produk hasil inflamasi dipupil. Ini dapat juga karena pada awalnya terjadi

sebagai serangan berulang ringan dari uveitis yang tidak terdeteksi yang menyebabkan

sinekhia perifer dan menjadi glaukoma sudut tertutup kronik

11

2. Glukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior

Gambar 3. Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior

Gambar menunjukkan keadaan sudut tertutup (A) dengan presentase lebih dari

50%. Pada uveitis tahap lanjut ini glaukoma sudut tertutup dapat berasal dari sinekhia

perifer atau efek sekunder blok pupil dari produk inflamasi yang ada dipupil (P). Anatomi

dari sudut iridokornealis tidak dapat dilihat dengan jelas pada pemeriksaan gonioskopi

disebabkan adanya sinekhia perifer dari iris dan adanya iris bombe sehingga iris

terdorong kedepan oleh cairan humor akuos pada kamera okuli posterior sehingga

menutupi sudut iridokornealis tersebut. Jika sudut sudah terbuka maka kita dapat

mengontrol glaukoma sekunder dan uveitis sehingga dapat menurunkan tekanan

intraokular, pengontrolan ini sulit dilakukan jika kondisi sudah berlangsung dalam jangka

waktu yang cukup lama dan telah ada jaringan fibrotik permanen pada trabekulum, pada

keadaan ini glaukoma sekunder yang terjadi dapat berlangsung permanen selamanya.

12

Pada kasus yang lain, setelah periode panjang pada uveitis yang tidak diterapi atau

dikontrol, sudut perlahan-lahan akan tertutup oleh sinekhia perifer, pada keadaan ini,

tentu saja glaukoma juga dapat berlangsung permanen pula.10

C. Glaukoma sekunder akibat trauma

Pada cedera mata dapat terjadi pendarahan ke dalam bilik mata depan (hifema)

ataupun hal lain yang menutupi cairan mata keluar sehingga tekana intraokuler biasanya

meningkat karena tersumbatnya aliran tersebut sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada atrauma tumpul mata yang merusak sudut

(resesi sudut).Selain itu limbusa atau kornea yang robek juga bisa menyebabakan

glaukoma sekunder.

D. Glaukoma sekunder akibat operasi

Glaukoma sekunder juga sering terjadi pasca pembedahan mata, hal ini sering

disebabkan oleh pertumbuhan epitel di COA setelah insisi kornea atau sklera sehingga

menutup COA yang dapat menimbulkan glaukoma. Selain itu gagalnya pertumbuhan

COA posca operasi karena adanya kebocoran pada luka operasi juga bisa menimbulkan

terjadinya glaukoma.

E. Glaukoma sekunder akibat penggunaan steroid jangka panjang

Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama diketahui dapat meningkatkan

terjadinya glaukoma, Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk menggunakan steroid dalam

jangka waktu lama pada pengobatan mata.

13

1.5 Diagnosis

1. 5. 1. Anamnesis

Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa

gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.5

Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari

penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-

kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di

daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan

penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.5

Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan

oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang lain

adalah haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar

bola lampu. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada

sklerosis nukleus lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi

pada waktu membaca dekat dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat (transient

blackout) dapat disebabkan keadaan glaukoma.5

Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit ini

terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa sakit

kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang

cepat, sering disertai mual muntah.8

14

Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi-

operasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit sistemik

seperti kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.5

1.5.2. Pemeriksaan Fisik

Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan. Mata

penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat. Kedua jari

telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita.

Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa. Keadaan tekanan

bola mata dapat dinilai.

1.5.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Biomikroskopi

Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen

anterior, baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang mungkin

menyebabkan glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu,

seperti posisi, kedudukan dan gerakan bola mata.5

Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi siliar,

pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik presipitat,

sinekia iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan

katarak glaucomatous.1

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

15

Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak

disadari penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.

Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-

skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya

gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan

macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian

disebelah atas atau bawah, bagian temporal biasanya bertahan cukup lama sampai

menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat

menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi.5

c. Tonometri

1) Pengukuran tanpa alat

Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini

memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak

teliti, cara palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan dengan

alat tidak dapat dilakukan, misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi

kornea.5

Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 5

- Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.

- Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.

- Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima

orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.

- Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :

16

o TIO ( palpasi) : N ( Normal )

o Bila tinggi : N +

o Bila rendah : N –

2) Pengukuran dengan alat

Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke bilik mata

depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung, melalui kornea

dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer

Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand

Held, tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.5

Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka tonometer

indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai. Yang pertama oleh

karena praktis dan relatif murah dan yang kedua karena lebih tepat dan tidak banyak

dipengaruhi kekakuan dinding bola mata.5

d. Funduskopi

Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk: 5

- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.

- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.

- Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.

e. Perimetri

17

Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada

glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan fungsional

pada penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.

f. Genioskopi

Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan, tempat

dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat

ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.5

g. Tonografi

Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler

yang diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan

tonometer indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan tabel

Fridenwald dapat memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.5

h. Tes Provokasi

Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.5

1) Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka

o Tes minum air:5

- Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian tekanan

intraokularnya diukur.

- Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10 menit.

- Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.

18

- Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.

o Tes minum air diikuti tonografi. 5

2) Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup

o Tes midriasis: 5

- Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.

- Tonografi setelah midriasis.

o Tes posisi Prone: 5

- Penderita dalam posisi prone selama 30 – 40 menit.

- Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.

1.6 Penatalaksanaan

1. Topikal kortikosteroid

Bentuk kedua dari terapi adalah penggunaan topikal kortikosteroid.

Penggunaan ini juga mempunyai resiko karena dapat meningkatkan tekanan

intraokuler pada 20%-30% individu. Jika hal ini terjadi dapat diganti dengan

fluoromethylone atau steroid yang mirip yang mempunyai resiko lebih rendah

menaikkan tekanan intraokuler tapi efek anti inflamasinya kuat.

2. Steroid sistemik dengan terus memonitor uvea anterior

Pada pasien yang tetap tidak berespon adekuat terhadap antiinflamasi topikal

steroid digunakan steroid sistemik. Luntz memilih menggunakan prednisolone

oral dengan dosis awal 120 mg sehari dan memonitor reaksi uvea anterior.

Dimaksudkan jika dengan dosis 120 mg per hari dan sekresi dari uvea anterior

19

menurun, maka dosis akan diturunkan perlahan-lahan, dengan tetap

memperhatikan reaksi uvea anterior (untuk menaikkan dan menurunkan dosis).

3. Hipotensif agen

a. Simpatomimetik

- Mengurangi produksi humor akuos

- Epinefrin 0,5 – 2 %, 2 dd 1 tetes sehari

b. Beta – blocker

- Menghambat produksi humor akuos

- Timolol maleat 0,25 – 0,05 %, 1 – 2 dd 1 tetes sehari

c. Carbonic anhidrase inhibitor

- Menghambat produksi humor akuos

- Asetolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet

4. Trabekuloplasti laser

Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian pembakarn

laser (lebar 50 mikrometer) pada jalinan trabekula, untuk memperbaiki

aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan

intraokular secara perlahan kembali meningkat. Di Inggris, terdapat

peningkatan kecenderungan untuk melakukan pembedahan drainase dini.

10,11

5. Pembedahan

Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan

20

tekanan intraokuli. Pada glaukoma sudut tertutup, tindakan iridoplasti, iridotomi perifer

merupakan cara yang efektif mengatasi blokade pupil. Sedangkan pada glaukoma sudut

terbuka, pengguaan laser (trabekuloplasti) merupakan cara yang efektif untuk

memudahkan aliran keluar aqueous humor (Salmon, 2009). Trabekulotomi adalah

prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran drainase normal

sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan

subkonjungtiva dan orbita (Salmon, 2009).

1.7 Komplikasi

Jika pengobatan terlambat akan cepat berlanjut pada tahap akhir glukoma yaitu

gloukoma absolut.

1.8 Prognosis

Diagnosis yang lebih awal dan penanganan  dini pada glaukoma dapat

memberikan hasil yang memuaskan.

BAB II

LAPORAN KASUS

21

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Usia : 46 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

No. RM : 932815

Masuk RS : 26 Desember 2015

ANAMNESIS

Pasien laki-laki usia 46 tahun dirawat di Bangsal Mata RSUP M Djamil masuk

melalui IGD RSUP M Djamil rujukan dari RSUD Pariaman 3 hari yang lalu dengan:

Keluhan Utama

Penglihatan mata kiri kabur sejak 1 hari SMRS setelah tertimpa balok kayu.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Penglihatan mata kiri kabur sejak 1 hari SMRS setelah tertimpa balok kayu.

- Mata kiri pasien tertimpa balok kayu dari ketinggian ± 3 meter saat sedang bekerja.

- Pasien merasakan nyeri dan pedih pada mata kiri. Mata kiri merah dan berair-air.

- Pasien menyangkal melihat gambaran lingkaran pelangi jika melihat lampu/sumber

cahaya.

- Pasien merasakan nyeri kepala dan mual tidak ada, muntah tidak ada.

22

- Pasien diberi obat oral ciprofloxacin 2 x 500 mg dan analgetik 3 x 500 mg di RSUD

Pariaman.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi tidak ada.

- Riwayat gula darah tinggi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit mata seperti pasien.

STATUS OFTALMOLOGI

Tanggal 26 Desember 2015Oculli Dextra Oculli Sinistra

Visus tanpa koreksi 5/5 1/60

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus (+) (+)

Supersilia/siliaMadarosis (-)Trikiasis (-)

Madarosis (-)Trikiasis (-)

Palpebra superiorEdema (-)

Hiperemis (-)Edema (+)

Hiperemis (+)

Palpebra inferiorEdema (-)

Hiperemis (-)

Edema (+)Hiperemis (+)Ekskoriasi (+)

Apparat Lakrimal Epifora (-) Epifora (-)

Konjungtiva TarsalisEdema (-)

Hiperemis (-)Edema (+)

Hiperemis (+)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-)Injeksi siliar (-)

Injeksi konjungtiva (+)Injeksi siliar (+)

23

Laserasi (+) ± 5 mm inferior dari limbus arah jam 6, ukuran ± 5 mm,

horizontal

Sklera Putih Putih

Kornea Bening Edema (+)

COA Cukup dalamDangkal di nasal, dalam di

temporal, superior, dan inferiorLensa (+)

Iris Coklat, rugae (+) Coklat

Pupil Bulat, Ø 2-3 mm, refleks cahaya +/+ Relatif bulat, Ø 7-8 mm

Lensa Bening Bening, luksasi (+) ke anterior

Korpus Vitreum Jernih Jernih

Fundus- Media- Papil- Pemb. darah- Retina- Makula

BeningBulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

aa:vv = 2:3Perdarahan (-), eksudat (-)

Refleks fovea (+)

BeningBulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

aa:vv = 2:3Perdarahan (-), eksudat (-)

Refleks fovea (+)

TIO 5/5,5 ~17,3 mmHg 0/5,5 ~ 2/7,5 ~ 3/10 ~ 50,6 mmHg

Posisi bola mata Ortho Ortho

Gerakan bola mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

DIAGNOSIS

Glaukoma Sekunder OS et causa luksasi Lensa

ANJURAN TERAPI

Medikamentosa : - Timol 0,5% ed 2 x 1 OS - Glaukon 4 x 1 tab

- Polydex ed 6 x 1 OS - Aspar K 2x 1 tab

- Azopt ed 3 x 1 OS

Bedah : Ekstraksi lensa bila TIO

24

ANJURAN PADA PASIEN

- Rawat bangsal mata

- Persiapan pre operasi:

- Cek darah lengkap dan kimia klinik

- TIO harus turun < 35 mmHg sebelum operasi

FOLLOW UP

Tanggal 27 Desember 2015

S/ Nyeri mata kiri (+),

O/ Status oftalmologi

Oculli Dextra Oculli Sinistra

Visus tanpa koreksi 5/5 1/60

Refleks fundus (+) (+)

Palpebra Edema (-)

Hiperemis (-)Ekskoriasi (+) di palpebral inferior

Konjungtiva

Injeksi konjungtiva (-)Injeksi siliar (-)Hiperemis (-)

Edema (-)

Injeksi konjungtiva (+)Injeksi siliar (+)

Edema (+)Laserasi (+) ± 5 mm inferior dari

limbus arah jam 6, ukuran ± 5 mm, horizontal

Sklera Putih Putih

Kornea Bening Edema (+)

COA Cukup dalamDangkal di nasal, dalam di

temporal, superior, dan inferiorLensa (+)

Iris Coklat, rugae (+) Coklat

Pupil Bulat, Ø 2-3 mm, refleks cahaya +/+ Relatif bulat, Ø 7-8 mm

25

Lensa Bening Bening, luksasi (+) ke anterior

TIO 6/5,5 ~14,6 mmHg 0/5,5 ~ 2/7,5 ~ 4/10 ~ 43,6 mmHg

A/ Glaukoma sekunder OS et causa luksasi lensa ke anterior

Laserasi konjungtiva OS

P/ - Glaucon 4 x 1 tab

- Aspar K 2 x 1 tab

- Polydex ed 6 x 1 OS

- Timol 0,5% ed 2 x 1 OS

- Azopt ed 3 x 1 OS

Tanggal 28 Desember 2015

S/ Nyeri mata kiri (+),

O/ Status oftalmologi

Oculli Dextra Oculli Sinistra

Visus tanpa koreksi 5/5 1/60

Refleks fundus (+) (+)

Palpebra Edema (-)

Hiperemis (-)Ekskoriasi (+) di palpebral inferior

Konjungtiva

Injeksi konjungtiva (-)Injeksi siliar (-)Hiperemis (-)

Edema (-)

Injeksi konjungtiva (+)Injeksi siliar (+)

Edema (+)Laserasi (+) ± 5 mm inferior dari

limbus arah jam 6, ukuran ± 5 mm, horizontal

Sklera Putih Putih

Kornea Bening Edema (+)

COA Cukup dalamDangkal di nasal, dalam di

temporal, superior, dan inferiorLensa (+)

Iris Coklat, rugae (+) Coklat

26

Pupil Bulat, Ø 2-3 mm, refleks cahaya +/+ Relatif bulat, Ø 7-8 mm

Lensa Bening Keruh, luksasi (+) ke anterior

TIO 6/5,5 ~14,6 mmHg 5/5,5 ~ 17,3 mmHg

A/ Glaukoma sekunder OS et causa luksasi lensa ke anterior

Laserasi konjungtiva OS

P/ - Glaucon 4 x 1 tab

- Aspar K 2 x 1 tab

- Polydex ed 6 x 1 OS

- Timol 0,5% ed 2 x 1 OS

- Azopt ed 3 x 1 OS

Konsul Sub-Bagian Kornea Bedah Refraktif:

ICCE cyto

Pilokarpin ed 2 x 1 OS

Laporan Operasi

Posisi pasien berbaring

Dilakukan disinfeksi lapangan operasi

Spoeling sakus konjungtiva dengan betadine

Injeksi retrobulber dengan lidocain 2 cc dan subkonjungtiva superior 0,5cc

Pasang tegel rektus superior dan di palpebra inferior

Peritomi konjungtiva dari jam 3 sampai 9

Atasi perdarahan dengan kauter

Groof kornea dari rah jam 3 smapai jam 9

Tembus kornea arah jam 12

27

Perlebaran luka kornea

Tampak lensa spontan keluar

Hacting kornea sklera reposisi iris masukan miostat

Lakukan iredektomi arah jam 10

Aspirasi irigasi

Masukkan udara dari arah jam 2

Injeksi dexmetason gentamisin subkonjungtiva

Beri salf mata antibiotik

Tutup verban

Tanggal 28 Desember 2015 post OP

A/ Afakia OS post ICCE + Iridektomi H1

P/ -ciprofloksasin 2 x 500mg

As. Mef 3 x 500mg

Trapi glaukoma stop

Tanggal 29 Desember 2015

S/ Nyeri mata kiri (-),

O/ Status oftalmologi

Oculli Dextra Oculli Sinistra

Visus tanpa koreksi 5/5 1/300

Refleks fundus (+) (+)

Palpebra Edema (-)

Hiperemis (-)Edema (+)

28

Konjungtiva

Injeksi konjungtiva (-)Injeksi siliar (-)Hiperemis (-)

Edema (-)

Injeksi konjungtiva (+)Injeksi siliar (+)

Perdarahan subkonjungtiva (+)Hacting (+)

Sklera Putih Putih

Kornea BeningDescemet fold (+)

Edema (-)

COA Cukup dalam Udara (+)

Iris Coklat, rugae (+)Coklat

Iridektomi sulit dinilai

Pupil Bulat, Ø 2-3 mm, refleks cahaya +/+ Membayang ireguler

Lensa Bening Afakia

TIO Normal palpasi Normal palpasi

A/ Afakia OS post ICCE + Iridektomi H1

P/ -ciprofloksasin 2 x 500mg

As. Mef 3 x 500mg

LFX ed 6 x 1 OS

Posop ed 6 x 1 OS

BAB III

DISKUSI

29

Dilaporkan seorang pasien laki-laki 46 tahun dengan diagnosa kerja glaukoma

sekunder e.c luksasi lensa. Diagnosis ini ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan

fisik.

Berdasarkan anamnesis diketahui pasien datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang

dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur sejak 1 hari SMRS setelah tertimpa balok

kayu dari ketinggian ± 3 meter. Pasien merasakan nyeri, pedih, merah dan berair-air pada

mata kiri. Pasien juga merasakan nyeri kepala. Sesuai dengan teori pada glaukoma dapat

ditemukan tanda-tanda seperti mata merah, nyeri, serta nyeri kepala.

Pada cedera mata dapat terjadi pendarahan ataupun hal lain yang menutupi cairan

mata keluar sehingga tekana intraokuler biasanya meningkat karena tersumbatnya aliran

tersebut sehingga terjadi glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada

trauma tumpul mata yang merusak sudut (resesi sudut). Selain itu limbus atau kornea

yang robek juga bisa menyebabakan glaukoma sekunder.

Berdasarkan pemeriksaan fisik mata kiri didapatkan edema, hiperemis dan

eksoriasi pada konjungtiva, kornea edem, COA dangkal, pupil midriasis, lensa luksasi ke

anterior serta TIO tinggi. Hasil pemeriksaan ini sangat mendukung diagnosis glaukoma

sekunder e.c luksasi lensa. Hal ini dikarenakan pada lensa yang mengalami luksasi akan

menutup aliran aquos humor sehingga terjadi peningkatan tekanan intra okular yang bisa

menyebabkan terjadinya glaukoma sudut tertutup.

Prinsip penatalaksanaan glaukoma sekunder e.c luksasi lensa sama dengan

penalataksanaan glaukoma sudut tertutup akut. Prinsip penatalaksaan pada galukoma

sudut tertutup akut adalah dengan menurunkan tekanan intra okuler, bisa dengan terapi

medikamentosa ataupun terapi pembedahan. Pada pasien ini diberikan timolol 0,5 %,

30

glaukon, polydex tetes mata, aspar K, azopt tetes mata. Sesuai dengan teori yang

mengatakan bahwa pengobatan glaukoma sudut tertutup ini diberikan steroid, diuretik,

carbonat anhidrase inhibitor, beta bloker. Pasien ini dilakukan pembedahan ICCE untuk

mengekstraksi lensa, sebelum dioperasi pasien diberikan tetes mata pilokarpin untuk

mengecilkan pupil untuk menurunkan TIO.

AFTAR PUSTAKA

31

1. Simmons, S.T.,et al, 2007. Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.In: Tanaka,

S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 17-29

2. Solomon,I.S., 2002. Aquos Humor Dynamics. Available from : http:..www.nyee.edu/pdf

[Accessed 12 Maret 2012]

3. Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai, J.C., and Beretska, J.S., 2007.

Trabecular Meshwork. In: Tanaka, S., ed. Fundamentals and Principles of Ophthalmology.

Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59

4. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Pharmacology. 1st Edition. Philadelphia. Elsevier

Saunders. 2003

5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008.

7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition. USA. McGraw-Hill.

2003.

8. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. Alih Bahasa :

Jan Tambajong & Brahm U. Pendit. Jakarta. Widya Medika. 2001.

9. Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, halaman 135-137 & 219-225, Abadi

Tegal, Jakarta.

10. Gordon, S., 2004 Mechanism of Secondary Glaukoma from uveitis,

http/www.thehighligts.com.

11. James,Bruce dkk. 2005. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga