Upload
m-lutfi-fanani
View
274
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
BAB ITINJAUAN PUSTAKA
1.1 PENDAHULUANInvasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula
para petani atau tentara yang sering mengalami hal yang sama.6,8
Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hagat dan
lembab, misalnya Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia pun banyak
dijumpai.8
1.2 DEFINISIIstilah ini digukana pada kelainan kulit yang merupakan peradangan
berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul atau progresif, disebabkan oleh
invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.1,2,7
1.3 ETIOLOGIPenyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang
anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.1,2,3,6,7,8
Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnanostoma babi dan kucing. Pada
beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sterconalis, dermatobia
maxiales, dan Lucillia Caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva beberapa
jenis lalat, misalnya Castrophillus dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan
stadium ketiga siklus hidupnya. Nematode hidup pada hospes, ovum terdapat pada
kotoran binatang dan karena kelembaban berubah menjadi larva yang mampu
melakukan penetrasi ke dalam kulit. Larva ini tingal di kulit, berjalan-jalan tanpa
tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan tibul gejala
di kulit.8
1.4 SIKLUS HIDUPPenyebab utama Cutaneous Larva Migrans di Indonesia adalah larva cacing
tambang kucing dan anjing. Siklus hidup cacing tambang ini berawal dari telur-telur
cacing yang menetas di tanah yang lembab, hangat, dan teduh untuk menjadi larva.
Kemudian larva filariform menembus kulit hospes definitive yaitu kucing dan anjing.
Lalu terjadi siklus hidup yang normal menjadi cacing dewasa dan hidup di usus
hewan tersebut. Larva filariform dapat menembus kulit manusia dengan bantuan
enzim proteolitik yang dimilikinya namun tidak dapat menembus hingga ke dermis
karena tidak mempunyai enzim kolagenase, akibatnya larva akan mengembara
diantara dermis dan epidermis sehingga tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
secara normal dan larva akhirnya mati.1
Gambar 1.1 Siklus hidup larva
1.5 PATOFISIOLOGITelur cacing tambang tersebut dalam lingkungan yang lembab dan hangat
misalnya pantai, telur tersebut akan berubah menjadi larva yang infeksius sehingga
mampu mengadakan penetrasi pada kulit yang kontak langsung dengan tanah.
Larva tersebut akan hidup dalam tanah dalam beberapa minggu. Penularan terjadi
karena individu berkontak dengan tanah lembab yang terkontaminasi kotoran anjing,
kucing, sapi yang telah mengandung larva cacing tersebut. Larva dapat menembus
kulit dengan bantuan enzim proteolitik dan bergerak dalam epidermis antara stratum
germinativum dan stratum korneum, kebanyakan larva ini tidak bias menjalani
perkembangan yang lebih lanjut atau menginvasi jaringan yang lebih dalam dan
akan mati setelah beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Penetrasi sering
terjadi pada tangan, kaki, dan bokong diawali dengan timbulnya papul kemudian
diikuti lesi mirip terowongan berwarna merah muda dengan lebar sekitar 2-4mm
dengan bentuk khas berupa pola linear atau berkelok-kelok disertai rasa gatal dan
panas.1
1.6 GEJALA KLINISMasa inkubasi dalam beberapa hari (1-6 hari).8 Masuknya larva ke kulit
biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian
diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul
dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul eritematosa
menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau
hari.5,8
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang
berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan
(burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter.4 Rasa gatal biasanya hebat pada
malam hari.2
Tempat preileksi adalah tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha,
juga di bagian tubuh mana saja yang sering kontak dengan tempat larva berada.8
Gambar 1.2 Regio thorakalis anterior, terdapat garis linier berkelok-kelok
1.7 DIAGONSIS Diagnosis creeping eruption berdasarkan gambaran klinis dan
epidemiologinya. Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti
benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di
atasnya. Berdasarkan gambaran histologinya ditemukan larva nematode dalam
kanal folikular, stratum korneum, ddan dermis bersamaan dengan infiltrate inflamasi
eosinophil. Pada biopsy ditemukan nematode larva pada dermis.8
1.8 DIAGNOSIS BANDINGDengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies, pada
scabies terowongan berbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Ila
melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada
permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larva
yang multiple timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster
stadium permulaan.1,2,7
1.9 PENGOBATANAntihelminthes berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol) ternyata
efektif. Dosisnya 50mg/kgBB/ hari, sehari 2 kali, diberikan berturut-turut selama 2
hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah
beberapa hari. Efek sampingnya mual, pusing, dan untah. Demikian pula
pengobatan dengan suspensi obat tersebut secara oklusi selama 24-48 jam.3,5,6,8
Obat lain adalah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal,
diberikan 3 hari berturut-turut. Thiabendazole topical tersedia dalam bentuk 10%
suspensi atau 15% cream diguanakan 4 kali per hari dapat meredakan gatal dalam
waktu 3 hari.4,6,8 Cara terapi adalah menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan
penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturu-turut. Cara beku
dengan menyemprotkan chlor ethil sepanjang lesi. Cara tersebut diatas agak sulit,
karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama
dapat merusak jaringan disekitarnya.1,2,7
BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Alamat : Jl. Taruna Gg. Masjid I RT III No 9
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2012
2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
Gatal dipaha kanan
2. Keluhan penyerta:
Panas dan keluar cairan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSU Haji Surabaya dengan
keluhan gatal pada paha kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering
menggaruk, karena gatal dirasakan terus menerus (sepanjang hari). Pada saat
digaruk keluar cairan jernih, tidak ada darah. Awalnya hanya berbentuk 1
benjolan berwarna merah seperti digigit nyamuk. Lalu bertambah banyak dan
semakin melebar sejak 3 hari terakhir. Pada daerah sekitar dirasakan panas dan
kemerahan tetapi tidak nyeri. Pasien tidak memiliki hewan peliharaan di rumah.
Pasien mengaku sebelum muncul benjolan tidak digigit serangga. Pasien sudah
mengoleskan minyak tawon tapi keluhan tidak berkurang. Tidak ditemukan
adanya luka seperti ini pada bagian tubuh lainnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal, asma disangkal
- Alergi makanan laut dan obat-obatan disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal, asma disangkal
- Alergi makanan dan obat-obatan disangkal
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien
6. Riwayat Sosial :
- Pasien tinggal serumah dengan 5 orang. Memiliki kamar sendiri. Kamar sering
dibersihkan dan mengganti seprei, sarung bantal dan guling.
- Bekerja di kantor dalam ruangan ber AC
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Status higienitas : Cukup
Kesan gizi : Cukup
Vital sign:
Tekanan Darah: tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
RR : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala : OD/OS : a/i/c: -/-/-
Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas atas : dalam batas normal
Ekstremitas bawah : dalam batas normal
Status Dermatologis :
Pada region femur anterior dextra ditemukan adanya makula eritematus,
hiperpigmentasi, berbatas tegas, dan diatasnya terdapat squama
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lampu wood negatif
2.5 RESUME
♀, 26 tahun, datang dengan keluhan gatal pada paha sebelah kanan.
Awalnya hanya berbentuk 1 benjolan berwarna merah seperti digigit nyamuk. Lalu
bertambah banyak dan semakin melebar sejak 3 hari terakhir. Pada saat digaruk
keluar cairan jernih, tidak ada darah. Pada daerah sekitar dirasakan panas,
kemerahan teapi tidak nyeri. Status Dermatologis: Pada region femur anterior
dextra ditemukan adanya makula eritematus, hiperpigmentasi, berbatas tegas,
dan diatasnya terdapat squama
2.6 DIAGNOSIS
Creeping eruption
2.7DIAGNOSIS BANDING
-
2.8 PLANNING
Planning diagnosis: -
Planning terapi:
Kloretil spray
Albendazole 400 mg 3hari berturut turut
Planning edukasi:
- Memberikan penjelasan kepada penderita tentang penyakitnya.
- Menghindari faktor resiko dengan menggunakan alas kaki, tidak memelihara
binatang atau menjaga kebersihan binatang peliharaan.
- Menjelaskan kepada penderita untuk menaati aturan terapi dan kontrol bila
masih ada keluhan.
2.9 PROGNOSIS
Baik, selama terapi dilakukan dengan tuntas.
2.10 FOTO KASUS
1. Abdullah B, 2009. Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah
Sakit. Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 141-144.
2. Aisah S, 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-6. Jakarta: FK
Universitas Indonesia. Hal: 125-126.
3. Buxton P.K., 2003. ABC of Dermatology 4th Edition. London: BMJ Publishing
Group. Page: 107-108.
4. Gawkrodger D.J, 2002. Dermatology An Illustrated Colour Text 3rd Edition.
United State of America: Churchill Livingstone. Page: 57.
5. Hunter J, Savin J, & Dahl M, 2002. Clinical Dermatology 3rd Edition. United
States of America: Blackwell Production. Page: 232.
6. James W.D., Berger T.G, & Elston D.M. 2006. Andrew’s Diseases of the Skin
Clinical Dermatology, Tenth Edition. Canada: W.B Saunders Company. Page:
435-436.
7. Suyoso S, Ervianti E, Murtiastutik D, Agusni I, SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK Unair/RSU Dr. Soetomo, 2011. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 2, Surabaya: FK Unair/RSU Dr. Soetomo, hal: 57-58.
8. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, 2008.
Fitzpatrick’s: Dermatology in General Medicine 7th Edition. United State of
America: The McGrow-Hill Company: p 2023-2025