Upload
aabebe2
View
1.132
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Contribution factors on student's creative thinking at the university
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Pembelajaran IPS
1. Definisi IPS dan Pembelajaran
Pengertian pendidikan ilmu pengetahuan sosial mengalami pasang surut
sejalan dengan perkembangan kemajuan Social Studies di Amerika, sebab
pendidikan ilmu pengetahuan sosial di Indonesia juga merupakan pengembangan
dari social studies. Sejumlah istilah digunakan, ada yang menyebut Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), Studi Sosial (SS), Program Pendidikan IPS (PIPS),
Ilmu Sosial Dasar (ISD), Pendidikan Ilmu Sosial (PIS) dan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (PIPS). Keragaman istilah tersebut, akan memperkaya
pemikiran. Barr (1977) dalam Buletin 51 NCSS menjelaskan secara rinci
perkembangan pengertian Social Studies di Amerika yang kemudian menjadi
cikal bakal pendidikan IPS di Indonesia.
Pengertian awal tentang “social studies” yang dikemukakan oleh Edgar
Wesley yaitu “The Social Studies are the social sciences simplified for
pedagogical purpose”, yang mengandung arti bahwa Studi Sosial adalah ilmu-
ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan Barr (1977:1-2). The
Thesaurus of ERIC Description menjelaskan bahwa:”social studies consist of
adaptation of knowledge from the social sciences for teaching purpose at the
elementary and secondary level education”.
26
27
Sejalan dengan definisi studi sosial yang dikemukakan di atas, yang
dibakukan dalam The United States of Education’s Standar terminology for
Curriculum and Instruction. Barr (1977:2) mengemukakan, bahwa “The social
studies are comprised of those aspects of history, economics, sociology, political
science, sociology, antropologi, psychology, and philosophy which in practice are
selected for instructional purpose in schools and college.”
Merujuk pada pendapat Barr di atas, hal ini mengandung pengertian,
bahwa social studies terdiri dari aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu
politik, ilmu antropologi, ilmu sosiologi, psikologi, ilmu geografi, dan filsafat
yang dalam prakteknya diseleksi untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan
perguruan tinggi pada pengantarnya.
Menurut NCSS (National Council for the Social Studies) sebagaimana
dikemukakan oleh Barr (1977:2) bahwa pengertian “social studies” yaitu:
The term “social studies”, the character reads, is used to include history, economics, sociology, civics, geography, and all modifications of subjects whose content as well as aim is social. In all these content definitions, the social studies is conceived as the subject matter of the academic disciplines somehow “simplified”, ”adapted”, “modified” or selected for school instruction.
Begitupun Barr (1977) mengemukakan pengertian studi sosial yaitu Social
studies is an integration of social sciences and humanities for purpose of
instruction in citizenship education. Hal ini mengandung makna bahwa studi
sosial adalah integrasi dari sejumlah ilmu sosial dan humanities untuk tujuan
pengajaran dalam pendidikan kewarganegaraan. Di sini diberi tekanan
“integrasi”, karena studi sosial itu merupakan satu-satunya yang berusaha untuk
28
menarik ke dalam, dengan gaya terintegrasi data-data tentang ilmu-ilmu sosial dan
pandangan-pandangan kebudayaan. Ditekankan pada “kewarganegaraan” karena
studi sosial meskipun terdapat perbedaan dalam orientasi, tinjauan, tujuan dan
metode, secara universal telah ditinjau sebagai persiapan akan kesadaran
berkewarganegaraan dalam alam demokrasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Barr (1977 :42) bahwa
perkembangan pengertian Social Studies pada periode kedua yaitu pada tahun
1960-an yaitu didasarkan pada penilaian bahwa studi sosial sebelumnya dinilai
sangat lemah dan kurang efektif dalam mengajarkan substansi dan mempengaruhi
sikap siswa, hal itu didasarkan pada kurikulum yang belum berubah selama lebih
dari lima tahun. Oleh karena itu para ilmuwan dalam hal ini ahli sejarah, dan ahli
ilmu-ilmu sosial bersepakat untuk meningkatkan studi sosial kepada taraf
intelektual yang paling tinggi, yakni dengan mempelajari ilmu-ilmu sosial secara
mendasar. Dan inilah periode yang disebut Robert Barr sebagai era baru
pembelajaran pendidikan ilmu-ilmu sosial.
Tapi pada kenyataannya studi “sosial baru” yang dikembangkan tahun
1960-an sama sekali tidak baru. Sesungguhnya itu sama saja dengan ilmuwan
sosial pada akhir tahun 1800-an ketika ahli sejarah dan ilmuwan sosial tidak
hanya menaruh perhatian kepada kurikulum-kurikulum di sekolah-sekolah umum,
tapi juga mengumpulkan komisi dan panitia untuk membuat rekomendasi tentang
apa yang seharusnya diajarkan di sekolah umum. Dan tidaklah mengherankan
bahwa apa yang hendak diajarkan adalah pelajaran-pelajaran yang padat dalam
sejarah dan apa yang kemudian diakui sebagai ilmu-ilmu sosial. Maka selama
29
akhir tahun 1800-an sejarawan Amerika menaruh perhatian serius dan profesional
pada program-program pengajaran studi-studi sosial di sekolah-sekolah.
Kemudian perkembangan Studi Sosial pada tahun 1970-an Barr (1977:46)
menjelaskan pengembangan kurikulum Studi Sosial menitik beratkan pada proses
inkuiri, pengambilan keputusan, nilai-nilai dan orientasi masalah yang dihadapi
peserta didik sebagaimana diungkapkan Barr dkk bahwa:
Nearly all of the curriculum development project emphasized the inquiry process, decision making, value question, and student-oriented problem. Having started as efforts to develop curriculum materials in separate, distinct, academic disciplines that were highly objective, highly conceptual, and value neutral, this shift toward student interest value and intercorrelationship between the disciplines was a significant development for the social studies.
Pada masa itu terjadi konflik dan pertentangan antara kelompok ahli
Sejarah Amerika dengan kelompok ahli ilmu-ilmu politik Amerika, dan organisasi
yang lain tentang isi yang spesifik dari pelajaran-pelajaran studi-studi sosial tapi
ada persetujuan yang dicapai secara aklamasi yaitu bahwa murid-murid di
sekolah-sekolah umum harus mempelajari struktur dan proses-proses inquiry dari
sisipan ilmiah itu. Hal ini disebabkan karena pada masa itu sebagaimana
dikemukakan oleh Barr (1977:46) pengembangan social studies dipandang
sebagai upaya bagaimana pemecahan masalah atau metode reflektif inkuiri
(problem solving or the reflective inquiry). Pemikiran ini sebagai upaya untuk
mengintegrasikan antara pemikiran yang berpusat pada anak dengan pemikiran
yang berorientasi pada kepentingan sosial atau masalah-masalah sosial. Sosial
Studies diharapkan dapat mengembangkan kemampuan membuat keputusan
30
secara cermat serta mampu mengoptimalkan peluang-peluang bagi anak untuk
membuat keputusan secara cerdas dan nalar berdasarkan pada apa yang mereka
anggap bernilai, mereka yakini dan membimbing mereka kepada gagasan-gagasan
yang bisa diterima. Maka Komisi Amerika saat itu memberikan semangat kepada
sekolah-sekolah untuk memusatkan pelajaran-pelajaran studi sosial pada minat
murid-murid dan masalah di masyarakat. Murid-murid didorong untuk melalui
penelitian sumber-sumber primer, pembentukan konsep-konsep dasar, dan
mengarang tentang sejarah mereka sendiri. Murid-murid diharuskan mempelajari
metode-metode penyelidikan, ketekunan, mengeluarkan kritik, authentication =
mencari sumber-sumber yang authentic dan verification = mencari penjelasan.
Untuk mencapai tujuan tersebut social studies pada masa ini dipandang
penting perlunya menyatukan, mensintesakan serta menerapkan materi ilmu-ilmu
sosial dalam mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan
sehari-hari dalam upaya mendidik menjadi warganegara yang baik. Analisis
tentang definisi social studies dan pengindentifikasian social studies ke dalam tiga
tradisi pedagogis menurut Winataputra (2001; 97) bahwa definisi sosial studies
tersirat beberapa hal: Pertama, social studies merupakan suatu sistem, kedua: misi
utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat
yang demokratis; ketiga: sumber utama content social studies adalah social
sciences dan humanities dan keempat: dalam upaya penyiapan warga negara yang
demokratis terbuka kemungkinan perbedaan dalam orientasi dan strategi
pembelajaran. Perkembangan social studies di Amerika sebagaimana
31
dikemukakan oleh Barr (1977:59) dikembangkan menjadi tiga tradisi sosial studi
sebagai berikut:
The analysis of the field based on purpose, method, and content was recently published in a book entitled The Nature of the Social Studies. The Analysis identified the three basic Traditions in the social studies as: Social Studies Taught as Citizenship Transmission. Social Studies Taught as Social Science and Social Studies Taught as Reflective Inquiry.
Tradisi pertama yaitu Social Studies Taught as Citizenship Transmission.
Ini merupakan tradisi paling tua dalam lapangan ini, paling populer dan secara
keseluruhannya kelihatan mempesona. Esensi dari tradisi ini ialah penanaman
tentang apa yang dipertimbangkan sebagai pengetahuan yang paling diminati,
nilai-nilai dan kecakapan-kecakapan yang diasumsikan sebagai penting untuk
mempertahankan hidup kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam Social Studies
Taught as Citizenship Transmission adalah cara pembelajaran studi sosial yang
berhubungan dengan pembentukan perilaku, pengetahuan, pandangan dan nilai-
nilai yang harus dimiliki siswa. Dalam konsep ini perilaku, pengetahuan dan nilai-
nilai merupakan kekayaan budaya yang secara tradisional harus ditransmisikan
kepada anak didik. Oleh karena itu tujuan pembelajaran sosial bertujuan untuk
mengembangkan warganegara sebagaimana dikemukakan oleh Barr (1978: 22)
bahwa “... conforms to certain accepted practices, hold particular beliefs, is loyal
to certain values, participates in certain activities, and conforms to norms which
are often in character”.
Oleh karena tujuan dari tradisi ini sebagaimana dikemukakan oleh Barr
(1978: 47) adalah mengembangkan:
32
“reasoned patriotism; a basic understanding and appreciation of America values, institution and practices, personal identity and integrity and responsible citizenship; understanding and appreciation of the American heritage; active democratic participation; an awareness of social problems, and desirable ideals, attitudes, and behavioral skills”.
Dengan demikian sebagai transmisi kewarganegaraan ini adalah membina
warga negara dalam hal ini Amerika yang dapat memenuhi kewajiban dan
tanggung jawab yang baik, taat kepada hukum, membayar pajak, memenuhi
kewajiban belajar, memiliki dorongan diri yang kuat untuk mempertahankan
Negara Amerika Serikat.Barr (1978:21).
Tradisi kedua yaitu Social Studies Taught as Social Science. Pada tradisi
ini dilatarbelakangi berawal dari peristiwa yang bervariasi yang terjadi pada tahun
1960-an. Social Studies Taught as Social Science berarti bahwa guru-guru
berharap dapat memperkenalkan murid-murid dengan riset, modus inkuiri, dan
cara-cara meninjau dunia seperti yang dipakai oleh para ahli ilmu sosial. Dengan
kata lain pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan atas asumsi bahwa
siswa-siswa dapat berpikir kritis jika melakukan observasi dan penelitian seperti
apa yang dilakukan oleh ahli ilmu-ilmu sosial Barr (1978:23). Maka tujuan
pembelajaran sosial yang mengembangkan karakter warganegara yang baik, yang
ditandai oleh penguasaan “made of thinking from social science discipline that
this mode of thinking is generalizable; and having learned it he will understand
properly, appreciate deeply, infer carefully, and conclude logically”.Barr
(1978:23-24). Cara berpikir yang demikian harus menjadi landasan untuk
menanggapi, menginterprestasi dan menggunakan ilmu pengetahuan sosial. Para
siswa harus mampu berpikir dan menggunakan ilmu pengetahuan sosial. Para
33
siswa harus mampu berpikir sesuai dengan ilmu-ilmu sosial, sebab cara berpikir
yang demikian penting dalam menyusun generalisasi pada bidang ilmu sosial
untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Dengan demikian tradisi ini memusatkan perhatian pada upaya
pengembangan karakter warganegara yang baik, yang ditandai oleh
kemampuannya dalam melihat dan mengatasi masalah-masalah sosial dan
personal dengan menggunakan visi dan cara kerja para ilmuwan sosial. Dalam hal
ini merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang akan
datang yang dapat berpikir seperti dalam tradisi keilmuan sosial yaitu mereka
dapat melakukan perumusan masalah, penyusunan hipotesis, mengumpulkan data,
melakukan analisis data, dan pada akhirnya dapat menarik kesimpulan sesuai
dengan pola ilmu-ilmu sosial (Disman, 2004:57).
Tradisi ketiga Social Studies Taught as Reflective Inquiry. Tradisi ini
berasal dari filsafat John Dewey dan para pengikutnya sejak permulaan abad 20.
Tekanan yang diberikan dalam bab ini adalah pada pentingnya mempersiapkan
murid-murid sadar akan kewarganegaraan. Komponen yang paling penting dari
kewarganegaraan ini ialah murid-murid tahu mengidentifikasikan problema-
problema dan isu-isu dan mengambil keputusan mengenai policy dan
kepercayaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Barr (1978:99) adalah “Inquiry as
a method means that a teacher and his students will identify a problem that is of
considerable concern to them-and to our society and that relevant fact and values
will be examined in the light of criteria”. Mengandung makna inkuiri meliputi
identifikasi masalah sosial yang harus ditelaah, artinya inkuiri merupakan proses
34
berpikir lebih mendalam dan lebih mendalam. Reflektif inkuiri ini terdapat pada
konsep minat, nilai, berpikir kritis, dan juga berhubungan dengan persoalan-
persoalan yang berada pada lingkungan sekitar kita. Melalui tradisi reflektif
inkuiri ini siswa dilibatkan dalam suasana kehidupan nyata yang penuh dengan
persoalan yang harus diteliti dan dipikirkan secara kritis.
Studi sosial sebagai reflektif inkuiri yaitu suatu proses penelaahan dan
berpikir yang mendalam, merupakan teknik dan strategi pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial untuk membina para siswa yang kritis, reaktif, dan mampu
melakukan pemecahan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu tujuan
pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang juga sama, yakni
pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria dilihat dari
kemampuannya to engage in a continual process of clarifying their own value
structure .Barr (1978:27).
Maka tujuan utama dari tradisi Social Studies Taught as Reflective Inquiry
ini adalah the enhancement of the student decision making abilities, for decision
making is the most important requirement of citizenship in a political democracy
artinya bahwa tradisi ini memusatkan perhatian pada pengembangan karakter
warganegara yang baik dengan ciri pokoknya mampu mengambil keputusan.
Reflektif inkuiri menyatakan reaksi pada tradisi Transmission, The Citizenship
Transmitter percaya bahwa ada nilai-nilai tertentu dari pengetahuan yang harus
diwariskan kepada anak. Sampai sejauh mana anak mendapatkan pengetahuan dan
nilai yang benar dan mereka akan menjadi warganegara yang baik. Reflektif
35
inkuri membatasi hal ini sebagai usaha untuk menanamkan kepada anak-anak apa
yang baik dan benar.
NCSS (The national Council for the Social Studies) pengertian social
studies terus mengalami perubahan dan perkembangan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Begitupun dengan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang tanggung jawab
utamanya adalah membantu siswa mengembangkan pengetahuan keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat baik tingkat lokal, nasional dan internasional.
Walaupun bidang kurikulum lainnya juga membantu siswa untuk
mencapai keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat
demokratis, namun Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) adalah satu-
satunya bidang kurikulum yang mengembangkan keterampilan dan kompetensi
warga negara sebagai tujuan utamanya (Banks,1985:3) sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally drivers, democratic society in an interdependent world”.
Pada intinya Social studies adalah integrasi atau gabungan ilmu-ilmu sosial
dan humanities untuk tujuan pengajaran dalam pendidikan kewarganegaraan.
36
Sebagai bahan perbandingan pengertian social studies Alma dan Harlasgunawan
(2003:146) mengekemukakan hakekat studi sosial berbagai pakar, sebagai berikut
diberikan beberapa pandangan:
a. The Committee on the social studies of the national Education Association’s and Reorganization of Secondary Education in 1916 memberi definisi sebagai berikut: “...those studies whose subject matter relates to the organization and development of human society and to as member of social groups.
b. Paul Mathias, dalam bukunya The Teacher Hanbook for Social Studies, Blindfold Press, London, 1973:20-21 menyatakan : The Study of man in society in the past, present and future, social studies emerge as a subject of prime importance for study in school.
c. Edgar B. Wesley, menyatakan “ those portions or aspects of the social sciences that have been selected and adapted for use in the school or in other instructional situation....The Social Studies are the social sciences simplified for pedagogical purpose in school... The Social studies consists of Geography, History, Economics, Sociology, Civics and various combination of these subject.
d. Leonard S. Kenworthy mengatakan; “Social Studies are the study of people carried on in other to help students understand themselves and others in varieties of societies in different places and at different times as individual and groups seek to meet the needs through many institutions as those human beings search for satisfying a personal philosophy and the good society.
e. Jhon Jarolimek, mengatakan : “ The Social Studies as a part of the elementary school curriculum draw subject matter content from the social sciences, history, philosophy, anthropology and economics. The social studies have been defined as those portion of the social sciences... selected for instructional pupose.
f. Ragam William B mengatakan: The Social Studies are concerned with the wide dissemination of information, the development of social skill and the improvement of social behavior. The social studies program draws materials from the various social sciences, but it also users materials from the lokal community that cannot be properly classified as belonging exclusively to any of them.
g. U.S. Bureau of Education menyatakan The Social Studies are understand to be those whose subject matter relates directly to the organization and development of human society and to man as a member of a social group.
h. Fresser and West mengemukakan: The Social sciences are systematically organized scholarly bodies of knowledge that have been built up through intellectual inquiry and planned research. These logically organized bodies of knowledge are susceptible of study by person of intellectual maturity. The social studies on the other hand consist of material selected from the
37
social sciences and organized for the instruction of children and youth. The distinction is between systematically structured of instructional content.
i. Somantri mengemukakan bahwa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) adalah suatu program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniti, yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
j. Nasution memberi definisi IPS adalah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti Geografi, Sejarah, Ekonomi, Antropologi, Sosiologi, Politik dan Psikologi.
Demikian beberapa pengertian pendidikan IPS atau studi sosial yang
dikembangkan di Amerika Serikat dan oleh beberapa tokoh pendidikan kita.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa studi sosial ialah kajian mengenai
manusia dengan segala aspeknya dalam hidup dan sistem bermasyarakat, dan
kajian ini dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran di sekolah dalam menyiapkan
anak didik untuk menjadi warga negara yang baik, berdasarkan nilai dan kaidah
kemasyarakatan yang berlaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan kita.
2. Perkembangan Konsep IPS
Perkembangan konsep IPS di Indonesia secara resmi masih sulit untuk
ditelusuri kapan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berada. Winataputra (2001:110)
mengatakan:
Pertama, di Indonesia belum ada lembaga profesional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS dan SSEC seperti di Amerika. Lembaga serupa seperti HISPIPSI usianya masih muda dan produktivitas akademiknya masih belum optimal. Kedua pengembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pakar.
38
Dari uraian di atas, menggambarkan masih adanya pengembangan
kuruikulum yang terkotak-kotak, karena belum adanya suatu lembaga yang
menangani secara khusus seperti di negara-negara lain. Maka:
“Konsep IPS pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973, yakni kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum Sekolah Menengah selama 4 tahun, digunakan istilah yakni (1) Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk itu semua siswa sebagai bendera untuk kelompok mata pelajaran sosial yang terdiri dari atas geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS, (2) “Pendidikan kewarganegaraan” sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan dan, (3) “Civics Hukum” sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.” (Winataputra; 2001:110).
Dengan demikian, konsep IPS yang masuk ke Indonesia di tingkat
persekolahan, melalui proyek perintis sekolah pembangunan pada tahun 1972-
1973 dalam kurikulumnya untuk mata pelajaran IPS terbagi menjadi tiga
kelompok, yakni; studi sosial sebagai mata pelajaran inti, pendidikan
kewarganegaraan sebagai mata pelajaran inti dan Civic hukum sebagai mata
pelajaran mayor.
Kemudian Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan tersebut
dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan pemikiran tentang IPS,
yakni
“Masuknya kesepakatan akademis tentang IPS ke dalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam tiga bentuk yakni; (1) pendidikan IPS terintegrasi dengan nama pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial, (2) pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai konsep payung untuk mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi dan, (3) pendidikan kewargaan negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang dalam konsep tradisi social studies termasuk tradisi citizenship.” (Winataputra;2001:113).
39
Pada perkembangan konsep IPS tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga
bentuk, yaitu pendidikan IPS terintegrasi, pendidikan IPS terpisah, dan
pendidikan kewarganegaraan sebagai bentuk pendidikan IPS khusus. Terlihat dari
pernyataan pada isi kurikulum IPS tahun 1975 yang menampilkan empat profil,
yakni:
“(1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi citizenship transmission, (2) pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah dasar, (3) pendidikan IPS terkonsentrasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, Sejarah dan Ekonomi Koperasi, dan (4) Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran Sejarah, Geografi dan Ekonomi untuk SMA atau Sejarah dan Geografi untuk SPG (Dep P dan K, 1975a;1975b;1975c dan 1976).” (Winataputra, 2001:114).
Selanjutnya pada kurikulum 1984, konsep pendidikan IPS itu tidak
mengalami perubahan yang mendasar. Namun dalam kurikulum 1994 konsep
pendidikan IPS demikian mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Winataputra (2001:115), bahwa
“Kurikulum 1994 untuk mata pelajaran IPS SD menjadi IPS terpadu di SD kelas II s.d kelas VI, pendidikan IPS terkonfenderasi di SLTP yang mencakup materi Geografi, Sejarah dan Ekonomi Koperasi; dan pendidikan IPS terpisah-pisah. Sedangkan di SMU pendidikan IPS terpisah-pisah terdiri dari mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di kelas II; Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara dan Antropologi di kelas III program IPS”.
Pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS,
sesuai dengan pernyataan Winataputra (2001) bahwa, “pendidikan IPS diajarkan
dalam tradisi citizenship transmission dan pendidikan IPS yang diajarkan dalam
tradisi social science “.
40
Konseptual pendidikan IPS versi Indonesia dipelopori dan diperjuangkan
oleh Somantri (2001:92), dirumuskan, bahwa “pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta
kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan”.
Pengertian di atas dimaksudkan untuk Pendidikan IPS pada tingkat
sekolah, tetapi harus dipahami juga oleh program Pendidikan IPS untuk Pasca
Sarjana. Menurut Al Muchtar (2004: 28) pendidikan IPS adalah berbagai macam
pengorganisasian ilmu-ilmu sosial dan kegiatan-kegiatan dasar manusia segala
permasalahannya, yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis
untuk tujuan pendidikan FIPS-Pasca Sarjana. Keterkaitan struktural dan
fungsional pendidikan IPS dengan disiplin ilmu sosial sangat erat, karena disiplin
ilmu-ilmu sosial merupakan salah satu dari sumber utama pendidikan IPS.
Kemudian menurut Somantri (2001 : 92) menjelaskan perbedaan antara
kedua versi pengertian pendidikan IPS ialah kata “penyederhanaan” dan “seleksi
dari disiplin ilmu”. Pada kata “penyederhanaan” dimaksudkan bahwa untuk
pendidikan dasar dan menengah tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan minat peserta didik. Pada tingkat kesukaran bahan
pendidikan IPS maka dimungkinkan untuk melakukan berbagai pendekatan dalam
menyusun isi/bahan Pendidikan IPS, maupun dalam mengembangkan berbagai
teknik mengajar yang kemudian dilandasi dengan teori psikologi pendidikan,
dengan maksud agar adanya kemudahan belajar pada siswa sehingga tercapai
tujuan pendidikan.
41
Dengan demikian Pendidikan IPS yaitu “Pendidikan IPS bersumber dari
beberapa disiplin ilmu, humaniora, disiplin ilmu pendidikan, kegiatan dasar
manusia dalam masyarakat, untuk tujuan pendidikan nasional, yang semuanya
harus dipikirkan dan dikembangkan secara integratif” Somantri ( 2001:95).
3. Tujuan IPS dan Tujuan Pengajaran IPS
Sejumlah definisi yang dirumuskan oleh para ahli pendidikan IPS secara
umum bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan sikap siswa, antara lain
kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah dan pengambilan
keputusan (Al-Muchtar, 2004:40). Tujuan secara umum tersebut kemudian
dirumuskan dalam kurikulum sekolah dan merupakan bagian dari tujuan
pendidikan nasional. Dalam kurikulum tujuan dituangkan dalam rumusan tujuan
instruksional kemudian dikembangkan lebih operasional dalam tujuan
instruksional khusus yang kemudian dikenal dengan tujuan pembelajaran. Tujuan
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagaimana dikemukakan (Robert Barr; 1987:202)
diantaranya adalah:
a. Acquiring of knowledge (memperoleh pengetahuan), Untuk menjadi warga
negara yang baik, maka siswa perlu diberi bekal pengetahuan dan
pengetahuan itu adalah pengetahuan sosial.
b. Development of reasoning power and critical judgment. Siswa harus
dilatih berpikir secara kritis, yaitu menghubungkan dengan pengetahuan
yang sudah dimilikinya, disesuaikan dengan fakta-fakta sebagai landasan
berpikir.
42
c. Training in independent study. Siswa harus dilatih untuk belajar sendiri
bagaimana cara belajar yang baik, memupuk minat belajar, dan
mempergunakan waktu seefisien mungkin.
d. Formation of habits and skill. Anak harus dilatih mempunyai kegemaran
dan keterampilan tertentu. Anak harus dilatih mempunyai kegemaran dan
keterampilan tertentu.
e. Training in desirable patterns of conduct. Melatih anak untuk menghayati
nilai-nilai hidup yang baik termasuk di dalamnya etika, moral, kejujuran
dan lain-lainnya.
Adapun tujuan pengajaran IPS sebagaimana juga dikemukakan Barr (1978:202)
diantaranya ialah:
a. Understanding (pengertian). Seorang warga negara baik harus mempunyai
latar belakang pengetahuan yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah-
masalah sosial. Sehingga siswa memiliki pengertian tentang informasi
dunia dan dapat menempatkan dirinya serta dapat memecahkan masalah
yang dihadapinya.
b. Attitudes (sikap). Aspek ini dapat membantu sikap bersikap baik, dan
bertanggung jawab, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Siswa harus
di bantu mengerti sistem nilai, mempelajari sumber nilai yang berlaku di
sekolah dan masyarakat. Karena sikap mencakup moral, cita-cita, apresiasi
dan kepercayaan.
c. Skill (keterampilan). Adapun keterampilan dan kemampuan yang
dikembangkan IPS yang harus dikuasai siswa meliputi:
43
1) Social skill (keterampilan sosial) meliputi menghargai kehidupan
kerjasama, belajar memberi dan menerima, tanggung jawab,
menghormati hak orang lain, dan membina kesadaran sosial.
2) Study skill and work habits (keterampilan belajar dan kebiasaan )
3) Group work skill (keterampilan bekerja kelompok) meliputi menyusun
rencana, memimpin diskusi dan menilai pekerjaan bersama.
4) Intellectual Skill yaitu kemampuan ini mengembangkan pemikiran
yang kritis, dengan berbagai aspek pemikiran, meliputi penggunaan
aplikasi dari pendekatan yang rasional dari pemecahan masalah.
Ilmu Pengetahuan Sosial diidentifikasikan sebagai studi yang berhubungan
dengan masalah-masalah bagaimana manusia mengembangkan kehidupan yang
lebih baik, kepentingan sesamanya, bagaimana manusia berhubungan dengan
masalah-masalah kehidupan bersama dan bagaimana manusia mengubah atau
diubah oleh lingkungannya.
Menurut Alma (2003:149) mengemukakan ada tiga tujuan utama studi
sosial yaitu: (1) Social studies prepare children to be good citizenship, (2) Social
Studies teach children how to think, (3) Social Studies pass on the cultural
heritage. Sumaatmaja (1988:20), mengemukakan bahwa melalui pengajaran
Pendidikan IPS diharapkan terbinanya warga negara yang akan datang yang peka
terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif terhadap segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri terutama yang
menimpa kehidupan masyarakat.
44
Untuk mencapai tujuan yang umum ini program pengajaran studi sosial
difokuskan kepada penyediaan pengalaman belajar yang akan membantu setiap
siswa antara lain:
a. Memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bila dan bagaimana
manusia hidup.
b. Memahami bagaimana manusia berusaha menyesuaikan,
mempergunakan, mengontrol, tenaga dan sumber daya lingkungan.
c. Memahami bahwa perubahan adalah merupakan kondisi masyarakat
yang selalu ada dan berkembang setiap waktu, mereka harus terlibat di
dalamnya.
d. Mengenal dan mengerti implikasi dari perkembangan saling
ketergantungan manusia satu sama lain dan dengan bangsa lain di
dunia.
e. Menghargai dan mengerti persamaan semua ras-etnik, agama dan
kebudayaan. Bisa menempatkan diri dalam masyarakat yang
pluralistik.
f. Menghargai hak-hak individu orang lain.
g. Mengerti dan menghargai warisan leluhur sebagi aset bangsa.
Dengan demikian tujuan utama social studies adalah untuk
mengembangakan kehidupan anak didik dengan mengembangkan kemampuannya
dan lingkungannya dan melatih anak menempatkan diri dalam masyarakat
demokrasi, serta menjadikan negaranya sebagai tempat hidup yang lebih baik.
45
Sedangkan dilihat dari tujuan dasar IPS sebagaimana dikemukakan oleh Bruce
(1972:14) adalah; (1) Humanistic Education, (2) Citizenship Education dan (3)
Intellectual Education. Dalam aspek Humanistic Education (Pendidikan
kemanusiaan) IPS diharapkan mampu membantu anak didik untuk memahami
segala pengalamannya serta diharapkan lebih mengerti makna kehidupan ini.
Untuk memahami makna kehidupan ini ada beberapa hal yang harus
dikembangkan dan ditumbuhkan pada diri siswa, sebagaimana dikemukakan
diantaranya: (1) memiliki rasa kemanusiaan, (2) memiliki tanggung jawab sosial,
(3) sadar bahwa lembaga-lembaga yang ada adalah abdi masyarakat, (4)
memahami pentingnya kesepakatan, (5) setia kepada kebenaran, (6) menghargai
kemampuan orang lain, (7) menghargai kebersamaan moral, (8) mengembangkan
persaudaraan, (9) dapat mencapai kebahagiaan dan (10) meningkatkan aspek
spiritual. (Disman, 2004:69).
Barr (1978:201) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dimiliki siswa
yang sesuai dengan tujuan IPS adalah sebagai berikut yaitu :
a. Mampu menguasai objek (alam sekitar) dan mengolahnya sehingga
bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
b. Manusia yang berprikemanusiaan, yang menganggap dan
memperlakukan sesamanya sebagai semartabat dengan dirinya,
menjadi manusia yang demokratis dan melaksanakan keadilan sosial
serta sadar akan kedudukannya sebagai anggota bangsa yang
terhormat, dalam dunia internasional.
46
c. Menjadi warga negara yang memiliki sikap terbuka bagi hasil kultur
yang dicapai bangsanya dan umat manusia serta memanfaatkannya
untuk perkembangan pribadinya.
d. Menjadi manusia yang memiliki kesadaran ekologi yang tinggi,
memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan fisik, dan
mengembangkan siswa menjadi yang mampu membudayakan diri dan
lingkungannya dalam bidang teknologi, ekonomi, politik dan
sebagainya.
Adapun tujuan pendidikan ilmu sosial dari aspek pendidikan
kewarganegaraan yaitu memberikan bekal kepada setiap anak didik harus
dipersiapkan agar mampu berpartisipasi secara efektif didalam dinamika
kehidupan masyarakatnya untuk bekerja secara benar dan penuh tanggung jawab
demi kemajuannya.
Dengan demikian pendidikan kewarganegaraan harus dapat memindahkan
nilai-nilai atau memberi pendidikan untuk menjadi warga negara yang baik.
Seorang warga negara yang baik adalah seseorang yang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, menganut keyakinan tertentu, loyal pada peraturan-
peraturan, berpartisipasi dalam keadaan tertentu dan menyesuaikan diri pada
norma-norma yang seringkali merupakan karakteristik lokal.
Adapun tujuan pendidikan IPS sebagimana dikemukakan oleh Barr
(1978:58) yaitu 1) mengembangkan rasa partiotisme, 2) memberi inspirasi pada
integrasi pribadi dan tanggung jawab warga negara, (3) membentuk pengertian
dan apresiasi terhadap nenek moyang, (4) mendorong partisipasi demokrasi aktif,
47
(5) membantu siswa mendapatkan kesadaran akan masalah sosial, (6) mengerti
dan menghargai sistem ekonomi yang bebas.
Demikian juga dengan tujuan pendidikan sosial yang dilihat aspek
pendidikan intelektual yaitu diharapkan setiap siswa memperoleh cara dan sarana
untuk mengadakan analisis terhadap gagasan-gagasan serta mengadakan
pemecahan masalah seperti yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli sosial. Untuk
itu maka perlu dikembangkan keterampilan intelektual pada diri siswa, mencakup
berbagai aspek berpikir seperti; (1) mempergunakan pendekatan (approach), (2)
berpikir kritis, dan (3) menggunakan prosedur induktif berupa penelaahan
masalah dari fakta, secara empiris kemudian dibuat kesimpulan). Kemudian
pengajaran IPS juga perlu dikembangkan keterampilan berpikir kreatif dan
inovatif. Disamping keterampilan yang dimiliki siswa maka keterampilan yang
khusus yang harus dimiliki siswa sebagaimana dikemukakan Barr (1978:197)
yaitu: keterampilan membaca tentang ilmu pengetahuan sosial,keterampilan
berpikir kritis dan memecahkan masalah, menafsirkan, peta, globe dan
sebagainya, mengerti waktu dan kronologi, memacahkan masalah.
Tujuan dan isi PIPS sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahab (2002;2)
menjelaskan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang tanggung
jawab utamnaya adalah membantu siswa mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat (baik di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Walaupun bidang kurikulum lainnya juga membantu siswa untuk mencapai
berbagai keterampilan yang diperlukan juga untuk berpartisipasi dalam
48
masyarakat demokratis namun studi sosial (PIPS) adalah satu-satunya kurikulum
yang mengembangkan keterampilan dan kompetensi-kompetensi warganegara
sebagai tujuan utamanya (Banks, 1988:3). Oleh karena itu tepat jika dikatakan
tujuan studi sosial yang kita kenal selama ini telah mengalami perubahan
mendasar yang menempatkan tujuan studi sosial (PIPS) benar-benar merupakan
tantangan sebagaimana dikemukakan oleh Banks (1982) bahwa :
“...to help students develop reflective attachments to their nation-states and a sense of kinship with the global comunity. We also need to help students develop the ability and the commitment to influence public policy...our central thesis is that the main goal of the social studies is should be to develop the ability to make reflective decisions. With this ability, they can solve personal problems and shape public policy by participating in intellegent citizen action. This bilief about the proper goal af the social studies is based on the assumption thet humans will always face personal and social problem and that all citizens should participate in the making of public policy. The theory of social studies education presented...is grounded in democratic beliefs. One of its basic assumptions is that citizen articipation in the making of public policy is essential for the creation and perpetuation of a free, humane and open society. This theory also assumes thet individual are not born with the ability to make reflective decicions, but that decision making consist of a set of interrelated skills that can be identify and clarify their values and that they be taught to reflect on problems before taking action to solve them. The main component of decision making as scientific knowledge, value analysis and clarification and the affirmation of a course of action by synthesizing one’s knowledge and values”.
Kemudian Banks (1988:30) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang
sangat penting untuk ditelusuri lebih lanjut guna memahami tujuan dan isi
pembelajaran studi sosial (PIPS) agar dapat ditentukan strategi pembelajaran yang
tepat guna mencapai tujuan-tujuan sebagaimana disebutkan di atas melalui isi
studi sosial (PIPS) yang telah dipilih dan diorganisasikan dengan cermat.
Pertama; adalah suasana kehidupan yang demokratis, Kedua; adalah partisipasi
49
aktif, efektif dan kritis warganegara dan ketiga: adalah dimiliki berbagai
kompetensi dasar warganegara yang amat diperlukan dalam partisipasi tersebut.
4. Karakteristik IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial menurut para pakar merupakan mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah mengenai hidup dan kehidupan social di masyarakat
yang didasarkan pada bidang-bidang kajian geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi, tata negara, dan sejarah. Maka, pengetahuan IPS merupakan
kumpulan yang terdiri dari “hubungan fakta, konsep, dan generalisasi” (Sunaryo,
1989:148), lebih lanjut dikemukakan bahwa hubungan antara generalisasi, konsep
dan fakta terdapat perbedaan antara penyusunan perencanaan pengajaran dan
pembelajaran. Pengetahuan yang berhubungan dengan fakta mencakup semua
data khususnya yang terdiri dari kejadian, objek, orang atau gejala yang dapat
dirasakan. Fakta adalah tingkat yang paling rendah dari suatu abstraksi, suatu
fakta merupakan keadaan faktual dan dapat diterima sebagaimana adanya. Konsep
merupakan suatu pernyataan atau frase yang berguna dalam mengklasifikasikan
fakta, kejadian, atau ide berdasarkan karakteristik yang umum.
Konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data
yang memiliki ciri-ciri yang sama (Alma dan Harlasgunawan, 2003:152). Dapat
dikatakan konsep merupakan abstrak dari suatu kejadian atau hal-hal yang
memiliki ciri-ciri yang sama atau ide tentang sesuatu di dalam pikiran. Makin
abstrak suatu konsep, makin besar kemampuan mengumpulkan fakta yang lebih
spesifik dan makin tidak abstrak yang berada dibawahnya. Bentuk geografi
50
adalah merupakan konsep, yang berada dibawahnya antara lain: sungai, danau,
pegunungan, tebing, lautan dan lain sebagainya. Ilmu Pengetahuan Sosial kaya
akan konsep-konsep IPS, dalam memahami konsep IPS tentu mengetahui terlebih
dahulu konsep IPS tersebut terlebih dahulu.
Generalisasi adalah beberapa konsep yang dipadukan menjadi dua konsep
(Alma dan Harlasgunawan, 2003:153). Generalisasi dapat merupakan prinsip,
hukum, dalil, teori atau pendapat-pendapat. Setelah mahasiswa memahami konsep
yang diperlukan, mahasiswa dapat memahami generalisasi yang dibentuk atau
membuat generalisasi lain melalui percobaan atau pembuktian. Teori terdiri dari
generalisasi yaitu prinsip, dalil, hukum, yang saling berhubungan yang dapat diuji
kebenarannya.
Menurut Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 bahwa setiap mata pelajaran
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran –mata
pelajaran lainnya, tidak terkecuali mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
yang memiliki sejumlah karaktristik tertentu, yang antara lain seperti berikut:
a. IPS merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu sosial antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi dan Sejarah.
b. Materi bagian IPS terdiri atas sejumlah konsep, prinsip dan tema yang berkenaan dengan hakekat kehidupan manusia sebagai makhluk sosial (homo Socious)
c. Kajian IPS dikembangkan melalui tiga pendekatan utama, yaitu functional-approach, interdicipliner-approach, dan multidicipliner-approach.
d. Pendekatan fungsional digunakan apabila materi kajian lebih dominan sebagai berikut :1) kajian dari salah satu disiplin ilmu sosial, dalam hal ini disiplin-
disiplin ilmu sosial lain berperan sebagai penunjang dalam kajian materi tersebut.
2) Pendekatan interdisipliner digunakan apabila materi kajian betul-betul menampilkan karakter yang dalam pengkajiannya memerlukan keterpaduan dari sejumlah disiplin ilmu sosial.
51
3) Pendekatan multidisipliner digunakan manakala materi kajian IPS memerlukan pendeskripsian yang melibatkan keterpaduan antar/lintas kelompok ilmu, yaitu ilmu alamiah (natural science), dan humaniora
4) Materi IPS senantiasa berkenaan dengan fenomena dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat baikk dalam skala kelompok masyarakat, lokal, nasional, regional dan global.
5. Definisi Pembelajaran
Belajar adalah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman
serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa, Syah ( 2010). Maka belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai suatu
pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau
pemahaman. Uno (2010) merumuskan pengertian belajar adalah suatu proses
perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan,
sikap dan keterampilan) tertentu. Gagne (1970) belajar merupakan kegiatan yang
kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, yang disebabkan ; (1) Stimulus
yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.
Jadi belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng
sebagai hasil latihan yang diperkuat. Belajar adalah suatu proses dan aktivitas
yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan,
buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa,
sampai liang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Suyono
dan Hariyanto (2011:1).
Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang
menyangkut pengertian belajar sebagai berikut:
52
a. Belajar merupakan suatu proses yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang
dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
b. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau pemahaman.
c. Belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku (kognitif, afektif dan
psikomotor) yang bersifat relatif permanen.
d. Hasil belajar ditunjukkan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara
keseluruhan.
e. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi,
emosional, sikap dan sebagainya.
f. Belajar adalah suatu aktivitas untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian.
Dalam konteks memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains
konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan pengalaman (experience).
Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan (knowledge) atau
a body of knowledge. Lahirnya teori kognitivisme, perubahan definisi
pengetahuan bahwa pengetahuan itu terbangun oleh sekumpulan fakta-fakta, a
bundle of fact. Munculah istilah pengalaman adalah guru yang paling baik
experience is the best teacher. Belajar itu tidak hanya penjejalan pengetahuan
kepada siswa atau belajar itu harus melalui pengajaran yang berfokus pada guru
(teacher oriented). Namun belajar dapat diperoleh dari alam dengan mengamati,
melakukan, mencoba dan menyaksikan suatu proses.
53
Dalam prakteknya pengajaran yang dilakukan adalah guru merupakan pusat
kegiatan pengajaran, mendominasi dan siswa diibaratkan seperti gelas kosong
yang harus diisi air hingga penuh. Paulo Freire dengan paham rekontruksionisme
sosial, menyebutnya dengan model pengajaran gaya bank. Dimana guru
memberikan uang atau pengetahuan kepada siswa, dimana siswa pasif dan
reseptif, pembelajaran berlangsung tanpa ada demokratisasi, memasung
kreativitas siswa. Model ini disebut pengajaran dengan model komando (Suyatno
dan Hariyanto, 2011:10).
Dengan demikian pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara
komponen-komponen sistem pembelajaran. Proses belajar mengajar diartikan
sebagai suatu interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuan
(Makmun, 1999:89). Siswa sebagai yang belajar, guru yang mengajar. Pengajaran
dilakukan dalam suatu aktivitas yang disebut dengan mengajar. Mengajar adalah
upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa
agar terjadi proses belajar, Suyatno (2011:16). Pada pertengahan abad ke-20
mengajar adalah sebuah proses pemberian bimbingan dan memajukan
kemampuan pembelajar yang berpusat pada guru. Kemudian mengalami
perkembangan bahwa model pendidikan yang berpusat kepada siswa. Pengajaran
dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang
saling bergantung satu sama lain, dan terorganisir antara kompetensi yang harus
diraih siswa, materi pelajaran, media pengajaran, sumber belajar,
pengorganisasian kelas dan penilaian.
54
Dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak terlepas dari berbagai
komponen pembelajaran yang meliputi tujuan, bahan ajar, metode, alat dan
sumber, evaluasi (Djamarah dan Zain,2002:48). Dengan demikian, konsep dan
pemahaman pembelajaran dapat dipahami dengan menganalisis aktivitas
komponen pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses
belajar.
6. Ruang Lingkup Pembelajaran
Berbicara tentang belajar dan pembelajaran tentu tidak lepas dari belajar
dan mengajar. Belajar adalah suatu proses dan aktivitas manusia yang selalu
dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian,
tumbuh dan berkembang dari anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa,
sampai ke liang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat.
(Suyuno, 2011:4). Sedangkan mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar . Sistem lingkungan ini terdiri dari
komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang
ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan
peranan serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia (Hasibuan,
2010:3). Mengajar merupakan seni yang didasarkan pada pengalaman guru dan
kearifan praktek. Dengan demikian belajar mengajar merupakan proses
perkembangan dan berlangsung seumur hidup. Guru melalui berbagai tahapan
yang dapat diprediksi dalam menghadapi situasi mengajar, karena mengajar
adalah seni.
55
Ruang lingkup pembelajaran adalah siswa sebagai pembelajar (belajar)
dan guru sebagai yang mengajar dan tujuan. Siswa dengan segala karakteristiknya
yang terus mengembangkan dirinya secara optimal mungkin melalui berbagai
kegiatan belajar. Tujuan ialah yang diharapkan tercapai setelah adanya kebiasaan
belajar mengajar yang merupakan seperangkat tugas atau kebutuhan yang harus
dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak dalam perilaku. Guru ialah orang
dewasa yang karena jabatannnya secara formal selalu mengusahakan terciptanya
situasi yang tepat (mengajar) dengan mengerahkan segala sumber (learning
resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar (teaching learning
strategis) yang tepat.
7. Karakteristik dan prinsip-prinsip belajar mengajar
Beberapa ciri perubahan yang merupakan perilaku belajar diantaranya:
a. Belajar perubahan itu intensional, dalam arti pengalaman atau praktek
atau latihan itu dengan sengaja atau disadari dilakukankannya dan bukan
kebetulan.
b. Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan
(normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success) baik dipandang
dari segi siswa (tingkat abilitas dan bakat khususnya, tugas perkembangan
dan sebagainya) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat orang
dewasa sesuai dengan tingkatan (standar culturalnya).
c. Bahwa perubahan ini efektif, dalam arti pengaruh dan makna tertentu bagi
pelajar yang bersangkutan; serta fungsional dalam arti perubahan hasil
56
pelajaran itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap
dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan
seperti dalam pemecahan masalah (problem solving) baik dalam ujian,
ulangan dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan
sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.
8. Komponen Pembelajaran IPS
Proses belajar mengajar pun tersusun atas sejumlah komponen atau unsur
yang saling berinterelasi dan beriterdependensi satu sama lain. Di antara
komponen-komponen utama yang selalu akan terdapat dalam setiap proses belajar
mengajar ialah:
a. Siswa (dengan segala karakteristiknya) yang terus mengembangkan dirinya
secara optimal mungkin melalui berbagai kegiatan belajar) guna mencapai
tujuan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalaninya.
b. Tujuan (ialah yang diharapkan tercapai setelah adanya kegiatan belajar
mengajar) yang merupakan seperangkat tugas atau kebutuhan yang harus
dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak dalam perilaku dan merupakan
karakteristik kepribadian seperti yang ditetapkan oleh siswa sendiri guru atau
masyarakat orang dewasa.. yang seyogyanya diterjemahkan ke dalam
berbagai bentuk kegiatan berencana dan dapat terukur.
c. Guru ialah orang dewasa yang karena jabatannya secara formal selalu
mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga
memungkinkan lagi terjadinya proses pengalaman belajar (learning
experience) pada diri siswa dengan mengarahkan segala sumber (learning
57
resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar yang tepat (Makmun,
2000:89).
Sedangkan menurut Teori Loree (1970:133) dengan mengembalikan
kepada tiga komponen utama proses belajar mengajar (yang harus diperhatikan
oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
PBM) ialah komponen-komponen; (S) stimulus, (O) Organismic, (R) Response
sebagai berikut:
Instrumental Input(Guru, metode, teknik, media, bahan sumber, sarana)
Raw Input (Siswa)(Kapasitas IQ, bakat khusus, motivasi n Ach, minat, kematangan kesiapan, sikap kebiasaan PROSES
BELAJAR MENGAJAR
Expected Output(Hasil Belajar yang diharapkan
Environmental Input(Sosial, fisik, cultural)
Gambar 2.1Teori tiga komponen utama proses belajar mengajar
Dari gambar di atas, nampak secara sistematik keempat komponen utama
dari PBM akan mempengaruhi performance dan outputnya:
a. The Expected Output, menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran
baku (standar norm) akan jadi daya penarik (insentif) dan motivasi
(motivating factor) jadi akan merupakan stimulating factor (S) pula di
samping termasuk response (R) factor.
b. Karakteristik siswa (raw input) menunjukkan kepada faktor-faktor yang
terdapat dalam diri individu mungkin akan memberikan fasilitas
(facilitative) atau pembatas (limitation). Sebagai faktor oganismic (O) di
58
samping pula mungkin menjadi motivating and stimulating factor
(misalnya: n-ach).
c. Instrumental input (sarana) menunjukkan kepada dan kualifikasi serta
kelengkapan sarana yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya proses
belajar mengajar. Jadi jelas perannya sebagai facilitative factor yang
menurut Loree termasuk dalam lima faktor.
d. Environmental input menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus,
sekolah, iklim, letak sekolah dan school suite dan sebagainya).
Hubungan antara insani (human relationship) baik dengan teman
(classmate ) maupun dengan orang lainnya, hal ini juga akan mungkin menjadi
faktor-faktor penunjang atau penghambat ( S factor ). Sesuai dengan pendapat
Loree (1970) menegaskan bahwa pembentukan sikap dipandang sebagai hasil
belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus
dengan lingkungan. Suyono (2011: 126) tujuh unsur utama dalam proses belajar,
meliputi:
a. Tujuan Belajar, dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar
atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang
jelas dan bermakna bagi individu.
b. Kesiapan, mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, anal perlu
memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis, maupun kesiapan yang
berupa kematangan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan
pengalaman belajar.
59
c. Situasi, kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Adapun yang
dimaksud situasi belajar ini adalah tempat, lingkungan sekitar, alat dan
bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan
seluruh warga sekolah yang lain.
d. Interpretasi. Di sini anak melakukan interpretasi yaitu melihat makna
hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna
dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan
pencapaian tujuan.
e. Respon. Berlandaskan hasil interpretasi tentang kemungkinannya dalam
mencapai tujuan belajar, maka anak membuat respon. Respon ini dapat
berupa usaha yang terencana dan sistematis, baik juga berupa usaha coba-
coba (trial and error).
f. Konsekuensi. Berupa hasil, dapat hasil positif (keberhasilan) maupun hasil
negatif (kegagalan) sebagai konsekuensi respon yang dipilih siswa.
g. Reaksi terhadap kegagalan. Kegagalan dapat menurunkan semangat,
motivasi, memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Namun, dapat
juga membangkitkan siswa karena dia mau belajar dari kegagalan.
Berikut ini dijelaskan masing-masing komponen utama dalam proses
belajar mengajar.
a. Kompetensi Dosen
60
Kompetensi menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah “kemampuan
atau kecakapan”. Usman (2003) “ kompetensi merupakan gambaran hakekat
kualitatif dari perilaku yang tampak sangat berarti”. Sofo (1999: 123)
menyatakan bahwa : “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude,
but in particular the consistent application of those skill, knowledge, and attitude
to the standard of performance required in employment”.
Dengan kata lain, kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap tersebut dalam standar kinerja yang diperlukan dalam pekerjaan.
Schermerhon (1994:113) memberikan definisi kompetensi dalam pengertian sikap
dan kemampuan. Dinyatakan bahwa “Competency is the central issue concerning
the aptitudes and abilities of people at work. Aptitude represents a person’s
capability to learn something. Ability reflects a person’s existing capacity to
perform the various tasks needed for a given job and includes both relevant
knowledge and skill”. Dengan demikian kompetensi adalah sikap dan kemampuan
orang di tempat kerja. Sikap mencerminkan kapabilitas yang dimiliki seseorang
untuk melaksanakan berbagai tugas yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu dan
melibatkan pengetahuan dan keterampilan yang relevan.
Robbins (2001:37) menyebutkan kompetensi sebagai ability, yaitu
kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk dari dua
perangkat faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan faktor kemampuan
fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang
61
diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan,
kekuatan dan keterampilan.
1) Karakteristik Pembentukan Kompetensi
Menurut Spencer dan Spencer (1993:9-11) kompetensi individu dibina
oleh lima hal, yaitu motif (motive), watak (traits), konsep diri (self concept),
pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Sebagaimana dijelaskan, motif
dan watak merupakan kompetensi inti atau kompetensi sentral, sedangkan
pengetahuan dan keterampilan disebut sebagai kompetensi permukaan. Watak,
motif dan konsep diri merupakan kompetensi individu yang bersifat “intent” yang
mendorong untuk digunakannya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Karena kompetensi dibina oleh watak, motif, konsep diri, pengetahuan dan
keterampilan maka kompetensi mempengaruhi perilaku, karena itu mempengaruhi
kinerja.
Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993:25-89) mengemukakan bahwa,
kompetensi yang dimiliki individu dapat dibedakan menjadi enam kluster
kompetensi yaitu kompetensi berprestasi dan bertindak (Achievement and action),
kompetensi pelayanan (Helping and Human Service), kompetensi mempengaruhi
orang lain (The Impact and Influence, Kompetensi Manajerial (Managerial),
Kompetensi keahlian (Cognitive) dan Efektivitas diri (Personal Effectiveness).
Dengan demikian untuk mencapai proses pembelajaran, diperlukan dosen
yang memiliki kemampuan baik yang diungkapkan Wena (1996) yaitu (1) betul-
betul terampil dan memahami aspek bidang kerjanya, (2) memahami metode
pembelajaran pendidikan , (3) Memiliki sifat yang telaten dan tekun dalam
62
membimbing , (4) memahami psikologi pembelajaran. Kusmana (1985:71)
menjelaskan tentang kompetensi yang harus dikuasai guru atau dosen yang
profesional tidak hanya sebagai penyaji, penyampai atau penerus ilmu
pengetahuan/keterampilan saja. Dosen sebagai director learning sebagaimana
dikemukakan di atas. Dosen mengembangkan 10 fungsi yang harus dipahami
oleh seorang guru atau dosen profesional adalah sebagai berikut:
a) Kompetensi di dalam memahami dan menguasai landasan kependidikan
b) Kompetensi untuk menguasai materi pelajaran yang digariskan dalam
kurikulum dan unsur pengayaannya.
c) Kompetensi untuk memahami dan menerapkan berbagai metode mengajar
d) Kompetensi untuk mengorganisir pelajaran.
e) Kompetensi untuk membuat dan memanfaatkan media pengajaran
sederhana dan memanfaatkan sumber belajar.
f) Kompetensi mengelola atau manajemen kelas
g) Kompetensi untuk melakukan fungsi bimbingan dan penyuluhan
h) Kompetensi untuk melakukan evaluasi
i) Kompetensi untuk memanfaatkan berbagai hasil penelitian di dalam
aktivitas pengajaran
j) Komptensi untuk melaksanakan administrasi.
Menurut Undang-undang N0. 14 tahun 2005 serta Permendikans No. 74
tahun 2008 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) Kompetensi pedagogik, (2)
Profesional, (3) Kepribadian, dan (4) sosial. Dimensi kompetensi pedagogik
indikatornya adalah menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
63
spiritual, sosial, kultural, emosional dan intelektual, menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran
yang mendidik, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, berkomunikasi secara
efektif, empatik dan santun dengan peserta didik, menyelenggarakan penilaian
dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran, melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Dimensi kompetensi kepribadian indikatornya adalah bertindak sesuai
dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia,
menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat, menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang
tinggi, rasa bangga dan percaya diri serta menjunjung tinggi kode etika profesi.
Dimensi kompetensi sosial, indikatornya adalah bersikap inklusif,
bertindak objektif, serta tidak diskriminasi karena pertimbangan jenis kelamin,
agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi,
berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua dan masyarakat, beradaptasi di tempat bertugas,
berkomunikasi dengan komunitas profesi.
64
Dimensi kompetensi profesional indikatornya adalah; menguasai materi,
struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata kuliah yang
ditugaskan, menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata kuliah
yang mampu mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk mengembangkan diri.
2) Pengukuran Kompetensi Dosen
Dalam melakukan pengukuran pada kompetensi dosen dalam hal ini
adalah kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran atau kinerja mengajar di
kelas. Adapun indikator-indikator kemampuan melaksanakan pembelajaran secara
garis besar dapat dikategorikan sebagai berikut :
I. Pra PembelajaranII. Membuka pelajaranIII. Kegiatan Inti pembelajaran1. Penguasaan materi pembelajaran2. Strategi pembelajaran3. Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran4. Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa5. Penilaian proses dan hasil belajar6. Penggunaan bahasa IV. Penutup (Dirjen Dikti, 2006).
Indikator-indikator yang tercantum dalam pembelajaran secara rinci
sebagai berikut:
a) Pra Pembelajaran. Maksudnya adalah kesiapan ruang, alat dan media
pembelajaran. Kesiapan ruang dalam hal ini misalnya kebersihan ruang,
keberadaan ruang, peruntukan/pengaturan perabot, alat pembelajaran
(misalnya papan tulis, kapur/spidol) dan media. Memeriksa kesiapan
65
antara lain kehadiran, kerapihan, ketertiban, perlengkapan dan kesiapan
belajar.
b) Membuka Pembelajaran. Melakukan kegiatan apersepsi. Mengaitkan
materi pembelajaran sekarang atau materi pembelajaran yang akan
diajarkan. Mengkomunikasikan kompetensi yang akan dicapai,
memotivasi dengan menampilkan media pembelajaran dan
mengkondisikan kelas.
c) Kegiatan Inti pembelajaran. Penguasaan materi pembelajaran. Penguasaan
materi pembelajaran merupakan syarat dalam pengajaran, karena tingkat
kebenaran dan keakuratan substansi (materi dan isi) pembelajaran yang
akan dibahas. Strategi pembelajaran maksudnya melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, misalnya dalam
penggunaan metode, model dan pendekatan pembelajaran. Melaksanakan
pembelajaran secara runtut, metode dan materi pembelajaran dipaparkan
secara sistematis, sesuai dengan sintaks, prasyarat dan kemampuan
berpikir. Menguasai kelas, dalam hal ini pengendalian kelas dalam
pembelajaran misalnya perhatian peserta didik terfokus, tidak
berisik/gaduh, disiplin kelas terpelihara. Melaksanakan pembelajaran yang
bersifat kontekstual. Kontekstual merujuk pada tuntutan situasi dan
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Melaksanakan pembelajaran
dengan memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif antara lain
kerjasama, tanggung jawab, disiplin dan berpikir kritis, Melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan.
66
d) Pemanfaatan sumber/media pembelajaran.
Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar/media
pembelajaran diantaranya:
(1) Terampil memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar lainnya
secara efektif dan efisien.
(2) Terampil mengoperasikan media pembelajaran
(3) Terampil menggunakan alat-alat laboratorium.
(4) Menghasilkan pesan yang menarik dengan menggunakan media
(5) pembelajaran
(6) Melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembuatan dan
pemanfaatan
(7) sumber belajar yang tersedia.
(8) Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan peserta
didik.
(9) Memfasilitasi terjadinya partisipasi aktif peserta didik melalui
interaksi
(10) dosen dengan mahasiswa
(11) Merespon positif terhadap mahasiswa
(12) Menunjukkan sikap terbuka terhadap mahasiswa
(13) Menunjukkan hubungan antar pribadi yang kondusif menunjukkan
sikap
(14) ramah, luwes, sopan, hangat, menghargai pendapat dan keragaman
(15) budaya.
(16) Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme dalam belajar
67
(17) Penilaian proses dalam hasil belajar
(18) Memantau kemajuan belajar
(19) Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi
(20) Penggunaan Bahasa
(a) Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar
(b) Menggunakan bahasa tulis dengan baik dan benar
(c) Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai
e) Penutup
Melakukan refleksi dengan melibatkan peserta didik, mengajak peserta
didik mengingat kembali hal-hal penting yang terjadi dalam kegiatan yang
sudah berlangsung.
b. Metode Mengajar
Metode mengajar adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan (Djamarah
dan Zain (2006:75). Kusmana P (1985:1) metode mengajar adalah jalan, untuk
membawa anak didiknya ke tujuan pengajaran. Secara umum metode mengajar
digolongkan menjadi dua bagian yaitu: (1) Metode interaksi secara individual, (2)
Metode interaksi secara kelompok. Metode mengajar menurut Joice & Weil
(2000) telah mengelompokan metode mengajar ke induktif dalam 4 gugus
orientasi yaitu:
1) Information processing orientation
Mencakup semua model mengajar yang titik beratnya mengembangkan
kemampuan intelektual atau kognitif siswa dengan menggunakan proses
deduktif dan pemecahan masalah.
2) Social interaction orientation
68
Mencakup model mengajar yang tujuannya diarahkan pada kemampuan
bekerja sama secara kooperatif dengan orang lain di samping memajukan
saling memahami dalam kehidupan suatu kelompok satu sama lain.
3) Person orientation
Mencakup model mengajar seperti dikembangkan oleh para penganut
humanistic education. Sasarannya ialah untuk memberikan kesempatan
perkembangan pribadi, kreativitas dan kehangatan atau vitalitas
(semangat hidup) setiap individu siswa yang bersangkutan.
4) Behavior modification orientation
Mencakup berbagai metode mengajar yang ditujukan dan dititikberatkan
pada perubahan-perubahan perilaku ke arah yang diharapkan guru.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode mengajar
1) Tujuan yang akan dicapaiKarakteristik dari tujuan yang harus direalisir oleh suatu aktivitas pengajaran sangat mempengaruhi atau menentukan metode yang akan digunakan.
2) Faktor siswaMetode mengajar yang dapat dipilih dan diterapkan untuk Kegiatan Belajar mengajar tertentu juga dipengaruhi pemilihannya oleh keadaan siswa. Hal yang harus dipertimbangkan dan faktor ini terutama berkaitan dengan tingkat perkembangan intelektual.
3) Faktor guruSebenarnya guru justru menjadi kunci dipilih atau tidaknya suatu metode mengajar. Pilihan dari pihak guru umumnya dilatar belakangi oleh pengetahuan dan keterampilan di dalam menerapkan berbagai metode mengajar.
4) Faktor sifat dan materi yang akan diajarkanMateri yang dipilih untuk diajarkan sebenarnya sudah secara pasti ditentukan oleh GBPP. Walaupun demikian pengelompokan di dalam PBM tetap akan dilakukan berdasarkan taksonomi bobot yang dirumuskan. Jadi materi bersama-sama rumusan tujuan merupakan dua hal yang paling dominan terhadap proses pemilihan penentuan metode yang harus digunakan.
69
5) Faktor dana dan fasilitas yang akan digunakanBanyak metode yang hanya bisa diterapkan apabila didukung oleh fasilitas tertentu yang memadai atau yang menuntut dana tertentu sebagai akibatnya, maka ukuran pemilihan metode juga ditentukan oleh faktor ini.
6) Faktor waktu yang tersedia bagi pelaksanaan proses belajar.Untuk metode pengajaran tertentu yang memakan waktu pemanfaatan yang lama seperti metode eksperimen, metose karyawisata seringkali tidak bisa dimanfaatkan dengan frekuensi yang tinggi hanya karena alasan waktu yang mengijinkan. (Kurjono, 2010:78).Berbagai metode dalam proses Belajar mengajar :
a) Metode ceramahb) Metode Tanya jawabc) Metode Diskusid) Metode Demontrasie) Metode Sosiodramaf) Metode Karyawisatag) Metode Latihanh) Metode Pemberian Tugasi) Metode Eksperimen (Sagala, 2003: 201-221)
Dalam metode mengajar, penggunaan variasi diartikan sebagai aktivitas
guru dalam konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan
siswa, sehingga dalam proses belajar siswa selalu menunjukkan ketekunan,
perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan kesediaan berperan aktif.
Variasi dalam pembelajaran antara lain bertujuan:
1) Meningkatkan atensi peserta didik terhadap materi pembelajaran
2) Memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik dengan berbagai
gaya belajar masing-masing untuk terikat dengan pembelajaran.
3) Meningkatkan perilaku positif peserta didik terhadap pembelajaran,
membuat kondisi yang kondusif bagi makin intensifnya interaksi peserta
didik dengan guru maupun antarpeserta didik.
70
4) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan
tingkat perkembangan dan potensi kognitifnya masing-masing.
5) Membuka kemungkinan bagi pelayanan terhadap siswa secara individual,
sehingga setiap siswa merasa diperhatikan oleh guru.
6) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi dan kuriositas (rasa
ingin tahu) melalui kegiatan observasi, investigasi dan eksplorasi karena
pengembangan diri.
Dalam kaitan ini ada prinsip yang harus dipahami guru agar variasi
menjadi efektif. Prinsip-prinsip itu meliputi:
1) Variasi yang digunakan harus bersifat efektif dengan perencanaan dan
pemilihan kegiatan sedemikian rupa sehingga relevan dengan kompetensi
yang sedang dipelajari.
2) Penggunaan teknik variasi harus lancar dan tepat, tidak kelihatan ada jeda
yang terlalu lama karena guru memikirkan variasi apa yang akan
dilakukan.
3) Penggunaan komponen-komponen variasi harus benar-benar terstruktur
dan direncanakan sebelumnya. Akan banyak membantu jika hal ini juga
ditampilkan dalam RP/RPP.
4) Penggunaan komponen variasi harus fkelsibel dan spontan sesuai dengan
reaksi balikan siswa, jangan dipaksakan jika ternyata tidak atau kurang
relevan dalam membantu pembelajaran. (Suyono dan Hariyanto, 2011:
227-228).
Komponen-komponen variasi yang sering dilaksanakan meliputi variasi
dalam metode dan gaya mengajar guru, variasi penggunaan media, bahan-bahan
71
dan sumber belajar, serta variasi dalam pola interaksi dan kegiatan siswa. Variasi
dalam metode mengajar adalah perubahan metode mengajar misalnya dari gaya
yang klasikal menjadi pengaktifan kelompok kecil, dari metode ceramah menjadi
tanya jawab, diskusi, penugasan dan lain-lain.
c. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang bentuk jamaknya
medium yang secara harfiah berarti ‘tengah’,’perantara’ atau ‘pengantar’. Gerlach
& Ely (1971) mengatakan bahwa;
Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografi, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Sardiman (1986:6) mengatakan ‘ Association for Education and
Communication Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk
dan saluran yang dapat dipergunakan untuk suatu proses penyaluran
informasi/pesan. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Sardiman, dkk (2011:6) filem, buku, kasep filem bangkai adalah contoh-
contohnya.
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat
yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Sumaatmadja (1984:117)
menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah “segala benda dan alat yang
72
dipergunakan untuk membantu pelaksanaan proses belajar mengajar ilmu
pengetahuan sosial seperti slide, proyektor, peta globe, diaroma, potret, market,
film, tape recorder, radio dan lain sebagainya”. Syaodih (2003:108-110)
mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan disebut Modes, yaitu
interaksi insani, realita, pictorial, simbol tertulis dan rekaman suara.
1) Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua
orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak
secara atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama
kehadiran dosen mempengaruhi perilaku mahasiswa atau mahasiswa-
mahasiswanya. Interaksi insani dapat berlangsung verbal dan nonverbal.
2) Realita. Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang,
binatang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa.
Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang,
sedangkan dalam realita orang-orang tersebut hanya menjadi objek
pengamatan, objek studi siswa.
3) Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian berbagai bentuk variasi
gambar dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau tidak, dibuat di
atas kertas, film, kaset, disket, dan media lainnya.
4) Simbol tertulis. Simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang
paling umum, tetapi tetap efektif. Ada beberapa macam bentuk media
simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar, modul
dan majalah-majalah.
73
5) Rekaman suara. Berbagai rekaman suara dapat disampaikan kepada anak
dalam bentuk rekaman suara. Rekaman suara dapat disajikan secara
tersendiri atau digabung dengan media pictorial . Penggunaan rekaman
suara tanpa gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif.
Media-media tersebut tidak hanya meragakan hal-hal yang harus
diragakan, melainkan digunakan untuk mengungkapkan lebih jauh pokok-pokok
dan konsep-konsep yang harus dibina pada diri anak didik. Sehingga dengan
media pembelajaran yang digunakan dapat membantu merangsang siswa dalam
belajar.
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan diatas, bahwa media adalah
semua bentuk perantara yang digunakan manusia dalam menyampaikan atau
menjabarkan ide. Sehingga ide, pendapat atau gagasan yang dikemukakan itu bisa
ke individu yang dituju.
Gagne (1977:150-151) mengemukakan lima macam perangsang belajar
disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:
Tabel 2.1.Lima macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya
Perangsang AlatKata-kata tertulis
Kata-kata lisanGambar dan kata-kata lisan
Gambar bergerak, kata-kata dan suara lain.Konsep-konsep teoretis melalui gambar
Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist. Guru, tape recordingSlide-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster.Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi.Film bergerak, permainan boneka/wayang.
Sebagaimana yang telah dikemukakan, penggunaan yang lebih luas dari
media pembelajaran adalah memiliki keuntungan:
74
1) Membantu secara konkret konsep berpikir, dan mengurangi respon yang
kurang bermanfaat.
2) Memiliki secara potensial perhatian mahasiswa pada tingkat yang lebih tinggi.
3) Dapat membuat hasil belajar lebih permanen.
4) Menyajikan pengalaman yang nyata yang akan mendorong kegiatan mandiri
siswa.
5) Mengembangkan cara berpikir berkesinambungan seperti halnya pada film.
6) Memberi pengalaman yang tidak mudah dicapai oleh alat yang lain.
Penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat membangkitkan
motivasi dan minat belajar serta mengatasi hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran penggunaan media
harus sesuai dengan materi yang disampaikan. Media pembelajaran merupakan
alat bantu mengajar yang dibuat untuk mengaktifkan mahasiswa dalam proses
pembelajaran.
Namun tentunya di sisi lain masih banyak perguruan tinggi yang belum
memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal. Oleh karena itu dosen
pendidikan IPS harus dapat memilih media pembelajaran dengan memperhatikan;
(1) kesuasuaian media pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai, (2)
kecanggihan media pembelajaran dibandingkan dengan tingkat perkembangan
siswa, (3) kesesuaian karaktersitik media dengan karakteristik siswa (Wibawa dan
Mukti, 1992:13).
Intinya dosen pendidikan IPS harus dapat memilih media pembelajaran
yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga tercipta komunikasi
75
dengan baik kepada mahasiswa dan pesan yang disampaikan dapat diterima
dengan baik. Penggunaan media hendaknya didasrkan kepada prinsip-prinsip
media itu tersendiri.
Sadiman, dkk (1992:206) membagi media pembelajaran menjadi 3 bgaian
yaitu:
1) Media audit (media dengar)
2) Media visual (media pandang)
3) Media audio-visual ( media pandang-dengar)
Karakteristik media menurut Sardiman (2003;28) ‘the question of what
attributes are necessary for given learning situation becomes the basis for media
selection’. Maka, karakteristik beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam
kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
1) Media grafis
Media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain,
media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima
pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang
akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual.
Jenis-jenis media grafis antara lain: (a) gambar/foto; (b)sketsa; (c)
diagram; (d) bagan/chart; (e) grafik; (f) kartun; (g) poster; (h) peta dan
globe; (i) papan fanel; (j) papan buletin.
2) Media audio
Media audio berkaiatan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan
disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal
76
(ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Jenis-jenis media
audio diantaranya; (a) radio; (b) alat perekam pita magnetic.
3) Media proyeksi diam
Media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafis dalam
arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Jenis-jenis media proyeksi
diantaranya: (a) film bingkai; (b) film rangkai; (c) media tranparensi; (d)
proyektor tak tembus pandang; (e) mikrofis; (f) film; (g) film gelang; (h)
televisi; (i) video.
Berkiatan dengan fungsi dan manfaat media pembelajaran, Arsyad
(1985:29) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga
fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau
kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (1) memotivasi minat atau
tindakan, (2) menyajikan informasi dan (3) memberi instruksi.
Hamalik (2003) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang
baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa,
Menurut Sadiman (2011) secara umum media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar memberikan banyak kegunaan yang diantaranya:
1) Memperluas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera3) Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan
bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:a) Menimbulkan kegairahan belajar
77
b) Menungkinkan intaraksi yang lebih langsung antara anak didik dan lingkungan dengan kenyataan.
c) Memungkinkan anak didik belajar mandiri menurut kemampuan dan minatnya.
Penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran membuat mahasiswa
lebih memahami materi pelajaran dan lebih cepat dibandingkan pembelajaran
konvensional.
9. Teori-Teori Belajar
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses yang
kompleks dari belajar, ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu
Behaviorisme, Kogtnitivisme , Humanisme dan Kontruksionisme.
a. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan pada
proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara
ilmiah. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Respon terhadap
berbagai stimulus yang menjadi fokus behaviorisme. Para tokoh yang
memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavpov (1956) dengan
teorinya behavioris S-R (Stimulus-Respon), Edward Thorndike (dengan
teorinya Law of Efect), dan B.F.Skinner dengan teorinya yang disebut operant
conditioning.
1) Teori Ivan Pavlop
78
Dalam bukunya Conditioned Reflexes; An Investigation of the
Physiological Activity of the Cerebral Cortex tahun 1927, teorinya disebut
klasik karena muncul teori conditioning yang lebih baru yang dikenal
sebagai learned reflexes atau refleks karena latihan. Pavlov mengatakan
bahwa beberapa stimulus dengan pengkondisian dan respons dengan
pengkondisian yang dilakukan uji coba pada anjing dengan air liurnya.
Pavlov dan koleganya berhasil mengidentifikasi empat proses ; acquisition
(akuisisi/fase dengan pengkondisian), extinction (eliminasi/fase tanpa
pengkondisian), generalization (generalisasi), dan discrimination
(diskriminasi).
2) Teori Stimulus-Respon Jhon Watson
Menurut Watson (1925), belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang diamati (observable) yang dapat diukur. Watson
mempelajari penyesuaian organisme terhadap lingkunganya, khususnya
stimulus yang menyebabkan organisme menimbulkan respon,
penekanannya pada peran stimulti dalam menghasilkan respon karena
pengkondisian, mengasimilasikan sebagian besar atau seluruh fungsi dari
refleks.
3) Teori Koneksionisme Edward Thorndike
Menurut Edward Lee Torndike (1905) dalam eksperimennya muncul
operant conditioning (pengkondisian yang disadari), bahwa belajar dapat
dilakukan secara gradual dan konsisten yang disebut hukum efek, bahwa
79
perilaku yang diikuti kejadian yang menyenangkan lebih cenderung akan
terjadi lagi di masa datang, sebaliknya perilaku yang diikuti kejadian yang
tidak menyenangkan akan memperlemah. Trondike menginterpretasikan
temuannya sebagai keterkaitan.
4) Teori Conditioning Skinner
Skinner (1938) menemukan prinsip dari operant conditioning suatu tipe
belajar yang melibatkan penguatan dan hukuman. Menjelaskan bagaimana
belajar perilaku atau mengubah perilaku dengan prinsip-prinsip utamanya
reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping
(pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan)
dan generalization (generalisasi).
5) Penerapan Operant Conditioning
Operant conditioning memiliki manfaat praktis di dalam kehidupan sehari-
hari. Bahwa orang tua dapat memperkuat perilaku anak-anaknya yang
sesuai dan memberikan hukuman pada perilaku yang tidak sesuai, dan
menggunakan teknik generalisasi dan diskriminasi untuk membelajarkan
perilaku yang sesuai dengan situasi-situasi tertentu.
b. Pandangan Kognitivisme
1) Percobaan Tollman
Tolman (1945) meneliti proses kognitif dalam belajar. Bahwa belajar
adalah lebih sekedar memperkuat respons melalui penguatan.
2) Jerume Brunner
80
Bruner (1966) mengemukakan proses kognitif sebagai “alat bagi
organisme untuk memperoleh, menyimpan dan mentransformasikan
informasi”. Bahwa “Memahami adalah kategorisasi, konseptualisasi
adalah kategorisasi, belajar adalah membentuk kategori-ketegori, membuat
keputusan adalah kategorisasi”. Bruner berpendapat bahwa orang
menginterpretasikan dunia melalui persamaannya dan perbedaannya.
Sebagaimana halnya Taksonomi Bloom, Bruner berpendapat tentang
adanya suatu sistem pengkondean dimana orang membentuk susunan
hierarkis dari kategori-kategori yang saling berhubungan. Gagasannya
yang disebut instructional scaffolding (dukungan dalam pembelajaran) ini
berupa hierarkhi kategori berjenjang dimana semakin tinggi semakin
spesifik, menyerupai gagasan Bejamin Bloom tentang perolehan
pengetahuan. Bruner mengemukakan ada dua mode utama dalam berpikir;
naratif dan paradigmatik. Dalam berpikir naratif, pikiran fokus pada
berpikir sekuensial, berorientasi pada kegiatan, dan dorongan berpikir
secara rinci. Dalam berpikir paradigmatik, pikiran melampaui kekhususan
sehingga memperoleh pengetahuan yang sistematis dan kategoris.
3) Teori Piaget (1966)
Teori ini meneranhgkan tentang perkembangan kognitif anak yang
merupakan salah satu satu munculnya kognitivisme. Perkembangan
kognitif merupakan pertumbuhan logika berpikir dan bayi sampai dewasa.
Piaget memiliki asumsi dasar kecerdasan manusia dan biologi organisme
berfungsi dengan cara yang sama. Keduanya adalah sistem terorganisasi
81
yang secara konstan berinteraksi dengan lingkungan. Pengetahuan
merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Outcome dari
perkembangan kognitif adalah konstruksi dari schema kegiatan, operasi
konkret dan operasi formal. Komponen perkembangan kognitif adalah
asimilasi dan akomodasi yang diatur secara seimbang. Menfasilitasi
berpikir logis melalui eksperimentasi dengan objek nyata, yang didukung
pekerjaan rumah dan guru. (Shema adalah struktur terorganisasi yang
merefleksikan pengetahuan, pengalaman, dan harapan dari individu
terhadap berbagai aspek dunia nyata).
4) Teori Vygotsky
Vygotsky (1978) membedakan antara kegiatan berbasis stimulus-respon,
alat dan bahasa. Bahwa perbedaan pendapat antara konsep dan bahasa
ketika seseorang masih belia, tetapi sejalan perjalanan waktu keduanya
akan menyatu. Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan
dalam bahasa. Vygotsky berpaling pada proses simbolik dalam bahasa,
yaitu fokus pada struktur semantik dari kata-kata dan cara bagaimana arti
kata-kata berubah dari emosional ke konkret sebelum menjadi lebih
abstrak.
c. Pandangan Humanisme
Dihadapkan pada dua pilihan antara behaviorisme dan kognitivisme,
banyak pakar psikologi di era tahun 1950 dan 1960 an memilih alternatif
konsepsi psikologis sifat dasar manusia. Freud memusatkan perhatian pada
kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik pada penguatan
82
dari perilaku yang jawab berdapat diamati. Lahirlah Psikologis Humanistik
untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran, kebebasan
kemauan, martabat manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas
refleksi diri. Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk ke dalam tokoh
humanisme. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada
pelajar yang dioperasionalisasikan dan peran pendidik sebagai fasilitator.
Teori belajar humanis menurut Carl Roger:
1) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan
Behaviorisme.
2) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan
kecenderungan aktualisasi.
3) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, dimana diri
terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri bagaimana seseorang mengenal
potensinya, perilakunya dan kepribadiannya) dan diri ideal.
4) Kebutuhan Individu ada 4 yaitu: (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri,
(3) penghargaan positif (positive regard), dan penghargaan diri yang
positif (positive self-regard)
d. Pandangan Kontruksionisme
Dalam perkembangannya, arus kognititivisme bergeser ke kontruksinisme.
Para kognitivis pun mengikuti dinamika perubahan menuju kontruktivis. Bruner
(1966) mengemukakan proses kognitif sebagai “alat bagi organisme untuk
memperoleh, menyimpan dan mentransformasikan informasi”. Begitupun
menurut Piaget tentang teori perkembangan kognitif bahwa pertumbuhan logika
83
berpikir manusia dan biologi organisme berfungsi dengan cara yang sama.
Outcome dari perkembangan kognitif adalah konstruksi dari skema kegiatan,
operasi konkret dan operasi formal. Schema adalah struktur terorganisasi yang
merefleksikan pengetahuan, pengalaman dan harapan dari individu terhadap
berbagai aspek dunia nyata. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses
dimana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-
gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki
di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, “belajar melibatkan
konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri.
Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras
yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip
umum sebagai konsekuensinya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Dosen
bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan mahasiswa untuk menemukan
sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dan pemecahan
problema-problema yang realistis. Konstruktivisme juga dikenal sebagai
konstruksi pengetahuan sebagai proses sosial. Kita dapat melakukan klarifikasi
dan mengorganisasi gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan aspirasi
mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita mengelaborasi apa yang
mereka pelajari. Konstruktivisme dengan sendirinya memiliki banyak varian,
seperti Generative Learning, Discovery Learning dan Knowledge Learning.
Konstruktivisme membangkitkan kebebasan mahasiswa dalam suatu kerangka
atau struktur.
84
Dalam sudut pandang lain konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi
tentang keadaan alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis
mempelajari teori mengajar dalam pendidikan. Nilai-nilai konstruktivisme
berkembang dalam pembelajaran didukung oleh dosen secara memadai
berdasarkan inisiatif dan arahan dari mahasiswa itu sendiri. Konstruktivisme
(yang merupakan perkembangan kognitif) merupakan suatu aliran yang
didasarkan pada gagasan bahwa proses dialektika atau interaksi dari
perkembangan dan pembelajaran melalui kontruksi aktif dari mahasiswa sendiri
yang difasilitasi dan dipromosikan oleh orang dewasa. Aliran maturationisme
romantik didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan alami mahasiswa dapat
terjadi tanpa intervensi orang dewasa dalam lingkungan yang penuh kebebasan
(Kurjono, 2010).
B. Pemahaman Konsep IPS
1. Definisi Konsep
Konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data
yang memiliki cara-cara yang sama. Schwab (1969: 12-14) menyatakan bahwa
konsep merupakan abstraksi, yaitu suatu konstruksi logis yang terbentuk dari
kesan, tanggapan, dan pengalaman-pengalaman kompleks. Hal ini sejalan dengan
pendapat Banks (1977:85) bahwa “a concept is an abstract word or phrase that is
useful for classifying or categorizing a group of things, ideas, or events”, yang
berarti bahwa konsep itu merupakan suatu kata atau frase abstrak yang bermanfaat
untuk mengklasifikasikan atau menggolongkan sejumlah hal, gagasan, atau
peristiwa. Dengan demikian, pengertian konsep menunjuk pada suatu abstraksi,
85
penggambaran dari sesuatu yang konkret maupun abstrak (tampak maupun tidak
tampak) dapat berbentuk pengertian atau definisi ataupun gambaran mental,
atribut esensial dari suatu kategori yang memiliki ciri-ciri esensial relatif sama.
Bruner (1966) menyatakan setiap konsep memiliki tiga unsur yaitu: (1)
examples, (2) attributes dan (3) attributes value. Sedangkan menurut Weil dan
Joyce menyatakan bahwa setiap konsep memiliki 6 aspek, yang meliputi:
1 Nama yaitu istilah atau etiket yang diberikan kepada satu kategori fakta yang
mempunyai ciri-ciri yang sama.
2 Essential attributes atau criteria attributes, yaitu ciri-ciri yang menempatkan
contoh-contoh konsep yang berlainan dalam kategori yang sama.
3 Non essential attributes, adalah ciri-ciri yang tidak ikut menentukan apakah
contoh termasuk ke dalam suatu kategori.
4 Positive examples
5 Negative attributes, ini tidak mewakili konsep
6 Rule, adalah pernyataan yang mencakup semua criteria attributes.
Kesalahan konsep bisa terjadi manakala adanya penghilangan atau
penambahan dari apa yang esensial, sehingga terjadi kekeliruan. Dengan demikian
dalam pembelajaran jenis konsep dikembangkan oleh Pengetahuan yang
berhubungan dengan fakta mencakup semua data khususnya yang terdiri dari
kejadian, objek, orang atau gejala yang dapat dirasakan. Fakta adalah tingkat yang
paling rendah dari suatu abstraksi, suatu fakta merupakan keadaan faktual dan
dapat diterima sebagaimana adanya. Konsep merupakan suatu pernyataan atau
86
frase yang berguna dalam mengklasifikasikan fakta, kejadian, atau ide
berdasarkan karakteristik yang umum.
Dengan demikian, konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari
sekumpulan data yang memiliki cara-cara yang sama. Dapat dikatakan konsep
merupakan abstrak dari suatu kejadian atau hal-hal yang memiliki ciri-ciri yang
sama atau ide tentang sesuatu di dalam pikiran. Makin abstrak suatu konsep,
makin besar kemampuan mengumpulkan fakta yang lebih spesifik, dan makin
tidak abstrak yang berada di bawahnya. Bentuk geografi adalah merupakan
konsep, yang berada di bawahnya antara lain: sungai, danau, pegunungan, tebing,
lautan dan lain sebagainya. Ilmu Pengetahuan Sosial kaya akan konsep-konsep
IPS, dalam memahami konsep IPS tentu mengetahui terlebih dahulu konsep IPS
terlebih dahulu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata “paham” mengandung
makna pengertian; pengetahuan banyak, sedangkan “pemahaman” adalah proses,
perbuatan, cara memahami atau memahamkan.
Fakta yang ada di dalam masyarakat dan lingkungannya. Fakta-faktanya di
lingkungan masyarakat, salah satu contohnya konsep ilmu-ilmu sosial sebagai
berikut: Ilmu Ekonomi; kelangkaan sumber-sumber kebutuhan hidup, Politik;
kekuasaan dan kekuatan, Ekologi; interaksi kehidupan dan lingkungan, Sosiologi;
masyarakat, Anthropologi; kebudayaan, Psikologi; kejiwaan, Sejarah; waktu dan
Geografi; ruang. Setiap cabang ilmu sosial mengembangkan konsep dasar serta
generalisasi masing-masing yang sesuai. Mempelajari konsep merupakan hal yang
sangat penting, mahasiswa akan mudah memahami proses terjadinya, karena
diperoleh melalui pemahaman yaitu mengerti lebih banyak pengetahuan
87
selanjutnya proses memahami, sehingga membuat suatu peristiwa menjadi lebih
jelas kaitannya antara satu sama lain.
Dari uraian di atas, proses pembentukan konsep dan generalisasi berjalan
secara induktif melalui penyajian fakta menjadi konsep dan dari konsep menjadi
generalisasi. Kegagalan dalam memahami konsep akan mengakibatkan kesalahan
dalam membentuk generalisasi (Alma dan Harlasgunawan, 2003:155). Dengan
demikian dalam memilih konsep yang hendak diajarkan kepada mahasiswa
memperhatikan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: ketepatan, kegunaan,
kekayaan pengalamannya, kekayaan konsep yang telah dipahami, lingkungan
hidup siswa dan tingkat kematangan siswa.
Pengertian konsep di atas mengacu pada konsep struktur ilmu yang di
dalamnya mencakup ilmu sosiologi, antropologi, geografi, sejarah, ilmu ekonomi,
dan ilmu politik.
2. Konsep IPS dari Sosiologi
Sorokin (1957:760-761) Sosiologi adalah suatu ilmu tentang hubungan
dan pengaruh timbal baik antara aneka macam gejala-gejala sosial, contohnya
antara gejala ekonomi dengan non ekonomi, seperti agama, gejala keluarga
dengan moral, hukum dengan ekonomi dan sebagainya. William Ogburn dan
Meyer F.Nimkoff (1983:12-13) Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap
interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial. Soemarjan (1965) Sosiologi
adalah ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-
perubahan sosial. Supardan (2009:70) sosiologi adalah disiplin ilmu sosial tentang
interaksi sosial, struktur sosial, proses sosial maupun perubahan sosial.
88
Dengan demikian sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
interaksi sosial, struktur sosial, proses sosial dan perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat.
Ruang lingkup Sosiologi dapat dibedakan menjadi sub-disiplin sosiologi,
seperti sosiologi pedesaan (rural sociology), sosiologi industri (industrial
sociology), sosiologi perkotaan ( urban sociology), sosiologi medis ( medical
sociology), sosiologi wanita ( woman sociology), sosiologi militer ( military
sociology), sosiologi keluarga ( family sociology), sosiologi pendidikan
(educational sociology), sosiologi medis (medical sociology) dan sosiologi seni
(art sociology).
Supardan (2011:134) konsep-konsep yang menjadi kunci dalam sosiologis
adalah samar-samar, ambigu dan tidak tentu, usaha untuk membuat terminologi
yang lebih tepat telah menjadikan sebagian besarnya tanpa hasil. Horton dan Hunt
(1991:48-49) mengemukakan bahwa konsep-konsep dalam studi sosiologi
membawa paling tidak dua manfaat:
a. Kita memerlukan konsep yang diutarakan dengan teliti untuk
melangsungkan suatu diskusi ilmiah. Bagaimana saudara akan mampu
menerangkan mesin pada seseorang yang tidak memiliki konsep “roda”.
b. Perumusan konsep menyebabkan ilmu pengetahuan bertambah.
Konsep-konsep sosiologi, seperti masyarakat, peran, konflik sosial,
lembaga sosial, kebiasaan (mores), dan norma, jarang didefiniskan secara serupa
atau sama.
a. Konsep masyarakat
89
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa
manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan
dan merupakan sistem sosial yang saling mempengaruhi satu sama lain
Supardan (2011:136). Kesaling ketergantungan individu atas yang lainnya
ataupun kelompok menghasilkan bentuk-bentuk kerja sama tertentu yang
bersifat ajeg, dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu yang
merupakan sebuah keniscahyaan.
b. Konsep peran
Peran adalah keteraturan perilaku yang diharapkan dari individu.
Contohnya peran-peran wanita tradisional dalam memperjuangkan hak-
hak wanita. Horton dan Hunt (1991:122) peran dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu peran yang ditentukan atau diberikan (ascribed) dan peran yang
diperjuangkan (achived). Peran yang ditentukan artinya peran-peran yang
hukan merupakan hasil preatsi dirinya atau berkat usahanya, melainkan
mata-mata karena pemberian orang lain
c. Konsep norma
Norma adalah suatu standar atau kode yang memadu perilaku masyarakat.
Secara umum menurut Cialdini (200:709) bentuk norma terdiri dari dua
bentuk dasar, pertama merujuk pada perbuatan yang bersifat umum atau
biasa atau disebut norma deskriptif yakni menggambarkan apa yang
dilakukan kebanyakan orang, kedua norma yang mengacu pada harapan-
harapan bersama dalam suatu masyarakat, organisasi, atau kelompok
mengenai perbuatan tertntu yang diharapkan serta aturan-aturan moral.
90
d. Konsep sanksi
Sanksi adalah suatu rangsangan untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perbuatan (Soekanto, 1993:446). Pemberian sanksi dalam
pendidikan adalah pentik, karena sanksi diberikan dalam kerangka
mendidik, dan bukan oleh faktor-faktor emosional. Menurut pandangan
behavioristik pada hakikatnya perlu adanya pemberian sanksi.
e. Konsep interaksi sosial
Interaksi sosial adalah proses sosial yang menyangkut hubungan timbal
balik antarpribadi, kelompok, maupun pribadi dengan kelompok
(Popenoe,1983:104); Soekanto,1993:247). Berlangsungnya suatu proses
soail didasarkan oleh empat faktor, antara lain imitasi, sugesti, identifikasi
dan simpati. (Soekanto,1986:52-53).
f. Konsep konflik sosial
Konflik sosial adalah pertentangan sosial yang bertujuan untuk menguasai
atau menghancurkan pihak lain. Konflik sosial pundapat berupa kegiatan
dari suatu kelompok yang menghalangi atau menghancurkan kelompok
lain, walaupun hal itu tidak menjadi tujuan utama aktivitas kelompok
tersebut (Supardan, 2011: 141).
g. Konsep perubahan sosial
Perubahan sosial adalah variasi hubungan antarindividu, kelompok,
organisasi, kultur dan masyarakat pada watu tertentu Ritzer (2004). Persel
(1987:586) mengemukakan perubahan sosial adalah modifikasi atau
transformasi dalam pengorganisasian masyarakat.
91
h. Konsep permasalahan sosial
Permasalahan sosial merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan, tidak
adil, berbahaya, efensif dan dalam pengertian tertentu mengancam
masyarakat. Dalam pendekatannya, studi tentang permasalahan sosial
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni pendekatan realis dan objektif
dan konstruksionisme sosial (Pawlunch, 2000:995).
i. Konsep penyimpangan
Penyimpangan adalah suatu perilaku yang menyimpang, perlu dibatasi,
disensor, diancam hukuman atau label lain yang dianggap buruk sehingga
istilah tersebut dipadankan dengan pelanggaran aturan (Rock, 2000:227-
228). Penyimpangan adalah maknanya bisa konotatif, bukan denotatifnya.
j. Konsep globalisasi
Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari
hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat
geografis ruang dan waktu. Globalisasi merujuk pada implikasi tidak
berartinya lagi jarak nasional, regional, maupun teritorial sehingga apa pun
yang terjadi dan berlangsung di satu tempat, bukan jaminan bahwa
kejadian atau peristiwa tersebut tidak membawa pengaruh di tempat lain
(Ohmae, 2002:3-30).
k. Konsep patronase
Istilah patronase dalam istilah ilmu-ilmu sosial lebih banyak dikatkan
dengan birokrasi sehingga dikenal birokrasi patrimonial. Patronase
biasanya didefinisikan sebagai suatu kekuasaan untuk memberikan
92
berbagai tugas pada mesin birokrasi di semua tingkatan. Akan tetapi,
dalam pengertian yang lebih khusus, patronase berarti pendistribusian
berbagai sumber daya yang berharga, yaitu pensiun, lisensi atau kontrak
publik berdasarkan kriteria politik (Supardan, 2011:147).
3. Konsep IPS dari Antropologi
Antropolgi merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan
untuk memperoleh pengertian maupun pemahaman yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia (Koentjaraningrat,1987:1-2). Antropologi merupakan
ilmu yang berusaha mencapai pengertian atau pemahaman tentang manusia
dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya.
Jadi antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan perilakunya,
dan untuk memperoleh pengertian maupun pemahaman yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik,
masyarakat dan kebudayaannya. Konsep-konsep antropologi sebagai berikut:
a. Kebudayaan
Kebudayaan adalah kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan
dari satu generasi ke satu generasi berikutnya. Kebudayaan merujuk
kepada bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan
kesenian (Supardan, 2011:201)
b. Evolusi
Konsep evolusi mengacu pada sebuah transformasi yang berlangsung
secara bertahap. Evolusi merupakan gagasan bahwa bentuk-bentuk
93
kehidupan berkembang dari suatu bentuk ke bentuk lain melalui mata
rantai transformasi dan modifikasi yang tidak pernah putus, pada
umumnya diterima sebgai awal landasan berpikir mereka. Chales Darwin
dalam bukunya Orign of species. Konsep evolusi sering digandengkan
dengan pengertian perubahan secara perlahan-lahan tapi pasti.
c. Daerah Budaya (Culture Area)
Daerah budaya (culture area) adalah suatu daerah geografis yang memiliki
sejumlah ciri-ciri budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya (Banks,
1977:274). Daerah kebudayaan pada mulanya berkaiatan dengan
pertumbuhan kebudayaan yang menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru
yang akan mendesak unsur-unsur lama ke arah pinggir, sekeliling daerah
pusat pertumbuhan tersebut (Supardan,2011:203).
d. Enkulturasi
Konsep enkulturasi mengacu kepada suatu proses pembelajaran
kebudayaan (Soekanto,1993:167). Dengan demikian proses enkulturasi
sudah dirasakan manusia sejak dari kecil sampai dewasa bahkan sampai
tua dengan meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
yakni melalui pendidikan.
e. Difusi
Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas
sehingga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu timbul
(Soekanto,1986:150). Menurut Everret M.rogers dalam Supardan
(2011:205) cepat tidaknya suatu proses difusi sangat erat hubungannya
94
dengan empat elemen pokok, yaitu (a) sifat inovasi; (b) komunikasi
dengan saluran tertentu; (c) waktu yang tersedia; (d) sistem sosial warga
masyarakat.
f. Akulturasi
Akultursi adalah proses pertukaran ataupun saling mempengaruhi dari
suatu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan
ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya
(Koentjaraningrat,1990:91).
g. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah tiap-tiap kelompok cenderung untuk berpikir bahwa
kebudayaan dirinya itu superior (lebih baik dan lebih segalanya) daripada
semua budaya yang lain.
h. Tradisi
Tradisi adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi
bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat
istiadat dan keprcayaan yang secara turun temurun (Soekanto, 1993:520).
i. Ras dan Etnik
Ras adalah sekelompok orang yang memiliki sejumlah ciri biologis (fisik)
tertentu atau suatu populasi yang memiliki suatu kesamaan dalam
sejumlah unsur biologis atau fisik khas yang disebabkan oleh faktor
hereditas atau keturunan (Oliver, 1964:153). Etnik menurut Marger “...are
95
grups within a larger society that display a unique set of cultures trait”s
(Supardan, 2001:208).
j. Stereotip
Stereotip (stereotype) adalah suatu rencana cetakan yang begitu terbentuk
sulit diubah. Lippman (1922) mengemukakan fungsi penting dari
penyederhanaan kognitif yang berguna untuk mengelola realitas ekonomi,
dimana tanpa penyederhanaan maka realitas tersebut menjadi sangat
kompleks.
k. Kekerabatan
Menurut antropolog Robin (1969) konsep kekerabatan merujuk kepada
tipologi klasifikasi kerabat (kin) menurut penduduk tertentu berdasarkan
aturan-aturan keturunan (descent) dan aturan-aturan perkawinan.
Radcliffe-Brown berpandangan bahwa sistem kekerabatan yang lebih luas
dibangun diatas fondasi keluarga, namun bila keluarga secara universal
bersifat bilateral-ikatan ibu dan ayah-kebanyakan masyarakat lebih
menyukai satu sisi dalam keluarga untuk tujuan-tujuan publik.
l. Magis
Magis merupakan penerapan yang salah pada dunia materiil dari hukum
pikiran dengan maksud untuk mendukung sistem palsu dari hukum alam
(J.G Frazer,1980).
m. Tabu
Tabu adalah persentuhan antara hal-hal duniawi dan hal-hal yang
keramat, termasuk suci (misalnya, persentuhan dengan ketua suku) dan
96
yang cemar (mayat). Emile Durkheim (1976) bahwa pemisahan
(disjungsi) antara yang cemar dan suci adalah batu penjuru agama,
sementara ritual pada umumnya dimaksudkan untuk menciptakan
solidaritas kelompok tersebut.
n. Perkawinan
Perkawinan adalah proses formal pemanduan hubungan dua individu
yang berbeda jenis (walaupun kaum lesbi pun terjadi, namun ini bagian
kasus) yang dilakukan secara serimonial-simbolis dan makin
dikarakterisasi oleh adanya kesederajatan kerukunan, dan kebersamaan
dalam memulai hidup baru dalam hidup berpasangan.. Dalam pandangan
Allan (2000:611) perkawinan mencerminkan ketidaksederajatan yang
ada di luar arena domestik.
4. Konsep IPS dari Geografi
Istilah geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geo yang berarti bumi
dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan. Menurut Sumaatmadja (1988:31)
geographika berarti tulisan tentang bumi. Richoffen bahwa Geography is the
study of the earth surface according to its differences, or the study of different
areas of the earth surface..., in term of total characteristics. Bagi Richoffen
bidang kajian geografi tidak hanya mengumpulkan bahan-bahan yang kemudian
disusun secara sistematik, tetapi harus dilakukan hubungan antara bahan-bahan
tersebut untuk dikaji sebab akibatnya dari fenomena-fenomena di permukaan
bumi yang memberikan sifat indivisualitas suatu wilayah. Sebab ruang lingkup
97
geografi tidak sekadar fisik, melainkan juga termasuk gejala manusia dan
lingkungan lainnya (Supardan, 2011:227).
Dengan demikian geografi terdiri dari tiga cakupan kajian yang saling
berkaitan satu sama lain, terutama mencakup lingkungan, tata ruang dan tempat.
Lingkungan alamiah pada suatu wilayah terdiri atas permukaan lahan, hidrologi
permukaan air di wilayah itu, flora dan fauna yang tinggal didalamnya, lapisan
tanah yang menutup permukaan itu dan atmosfer yang terdapat diatasnya. Semua
unsur terjalin dalam suatu sistem lingkungan yang kompleks, misalnya flora suatu
wilayah mempengaruhi iklim di sekitarnya dan pembentukan serta pengikisan
lapisan tanah dibawahnya Jhonson (2000). Tata ruang merupakan fokus kajian
ahli geografi manusia, karena memfokuskan pada penempatan dan penggunaan
lahan oleh manusia. Tempat merupakan kajian tentang tempat-tempat yakni
didalanya terdapat kegiatan mengidentifikasi interelasi, membanding-bandingkan,
serta menampilkan informasi mengenai berbagai bagian dunia. Kemudia
menampilkan informasi dengan menggunakan kecanggihan teknologi dalam
mengumpulkan informasi, memetakan dan membuat katalog.
Adapun cabang-cabang dari geografi manusia (human geography)
mencakup geografi ekonomi (economic geography), geografi politik (political
geography), geografi urban (urban geography), geografi sejarah (history
geography), geografi populasi (population geography), geografi sosial (social
geography), dan didtem informasi geografis (geographical information system).
Konsep-konsep Geografi diantanya sebagai berikut:
a. Tempat
98
Tempat atau locale adalah situasi dimana interaksi sisial terjadi, dan karena
semua interaksi memerlukan orang-orang yang terlibat serta hadir di waktu
dan tempat tertentu maka locale sering merupakan tempat. Locale adalah
wilayah penting dimana interaksi berlangsung dan identitas kelompok
berkembang (Johnson, 2000:761-762).
b. Sensus penduduk
Sensus penduduk merupakan suatu konsep geografi sosial yang merupakan
salah satu kegiatan statistik tertua dan terluas yang dilakukan oleh pemerintah
di seluruh dunia, dahulunya lebih berorientasi untuk taksiran kekuatan militer
dan perpajakan. Sensus pun dikebangkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai perumahan, sektor manufaktur, pertanian industri pertambangan,
dan dunia bisnis Taeuber (2000) dalam Supardan (2011:265).
c. Iklim
Iklim menurut Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah keadaan rata-
rata dari cuaca di suatu daerah dalam periode tertentu, keadaan variasinya
dari tahun ke tahun dan keadaan ektremnya. Unsur-unsur yang
menggambarkan keadaan cuaca atau iklim meliputi suhu udara, kelembapan
udara, angin, curah hujan, dan penyinaran matahari.
d. Laut
Laut dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah keseluruhan massa
air yang saling berhubungan, mengelilingi semua sisi daratan di bumi. Laut
yang besar dinyatakan sebagai samudera (lautan).
e. Lingkungan
99
Lingkungan dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah segala
sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi lingkungan benda mati
(abiotik) dan lingkungan hidup (biotik). Lingkungan benda mati atau fisik
adalah lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor
alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cuaca, gravitasi, atmosfer
dan lain-lain. Lingkungan hidup (biotik) adalah lingkungan di luar suatu
organisme yang terdiri atas organisme hidup seperti tumbuh-tumbuhan,
hewan dan manusia.
f. Benua
Istilah benua menurut Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah suatu
daratan yang begitu luas sehingga bagian tengah daratan yang luas tersebut
tidak mendapat pengaruh angin laut sama sekali. Dalam sejarah, dikenal
5 benua yaitu Asia, Eropa, Amerika, Afrika dan Australia.
g. Urbanisasi
Konsep urbanisasi memiliki dua pengertian. Pertama, para ahli demografi
lebih banyak menggunakan istilah ini untuk menunjukan redistribusi
penduduk ataupun perpindahan dari wilayah-wilayah pedesaan ke perkotaan,
memberikan makna yang paling spesifik pada tingkat konseptual. Kedua,
dalam beberapa ilmu sosial lainnya, terutama ekonomi, geografi dan
sosiologi, urbanisasi merujuk kepada struktur morfologik yang sedang
berubah dari berbagai pemusatan (agglomeration) perkotaan dan
perkembangannya (Supardan, 2011:269).
h. Peta
100
Peta adalah pola permukaan bumi yang dilukiskan pada bidang datar (Adam
Kuper dan Jessica Kuper, 2000). Tiap titik peta menunjukan kedudukan
geografis menurut skala dan proyeksi yang telah ditentukan.
i. Kota
Kota adalah tempat di wilayah tertentu yang dihuni oleh cukup banyak orang
dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Studi tentang
masyarakat kota tidak hanya terbatas menelaah masyarakat secara luas,
namun juga karakteristik-karakteristik tertentu dari kehidupan internalnya
(Herriot, 2000:110).
j. Mortalitas
Mortalitas adalah jumlah kematian per tahun per seribu penduduk (Ewbank,
2000:84). Perhintungan yang lebih akurat adalah dengan menggunakan
tingkat kematian umur tertentu (angka kematian tahunan dalam kelompok
umur tertentu).
k. Khatulistiwa (Ekuator)
Khatulistiwa atau ekuator adalah sebuah konsep yang merujuk kepada garis
khayal yang melingkari bola bumi dan membelahnya menjadi dua bagian
yang sama besar, masing-masing 180 derajat. Garis ekuator inilah yang
disebut garis khatulistiwa atau garis lintang nol derajat (Shadily, 1984:905).
l. Demografi
Konsep demografi merujuk kepada analisis terhadap berbagai variabel
kependudukan. Didalamnya mencakup berbagai metode perhitungan dan
hasil substantif dalam riset mengenai angka kematian (mortalitas), angka
101
kelahiran (natalis), migrasi, dan jumlah serta komposisi penduduk atau
populasi (Keyflitz,2000:219)
m. Tanah
Tanah adalah suatu wilayah permukaan bumi dengan ciri khas mencakup
segala sifat yang sepatutnya stabil atau diperkirakan selalu terulang kembali
dari lingkungan hidup yang lurus, di atas atau di bawah wilayah tersebut.
(Supardan, 2011:274)
n. Transmigrasi
Transmigrasi adalah suatu sistem pembangunan terpadu, upaya untuk
mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, juga dimaksudkan untuk
menciptakan perluasan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan
produktivitasnya dan pendapatan melalui perpindahan penduduk dari daerah
padat ke daerah-daerah yang jarang penduduknya (Martono, 1996:180).
o. Wilayah
Konsep wilayah merujuk pada suatu area di permukaan bumi yang relatif
homogen dan berbeda dengan sekelilingnya berdasarkan beberapa kriteria
tertentu (Jhonson, 2000:910). Dalam geografi kawasan adalah kawasan yang
dibangun di atas unit spasial yang homogen.
5. Konsep IPS dari Sejarah
Arti sejarah yang dikaitkan dengan syajarah dan dihubungkan dengan kata
history, bersumber dari kata histori (bahasa Yunani kuno) arti sejarah itu sendiri,
memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada
masa lalu. Sunal dan Hass menyebutnya, history ia a chronological study that
102
interprets and gives meaning to events and applies systematic methods to discover
the truth. Sedangkan Car menyatakan bahwa history is a continuous process of
interaction between the historian and his facts, and unending dialogue between
the present and the past. Sejarah merupakan suatu penggambaran atau
rekonstruksi peristiwa, kisah, maupun cerita, yang benar-benar telah terjadi pada
masa lalu (Supardan, 2011:281).
Peranan dan kedudukan sejarah terbagi atas tiga hal, yakni sejarah sebagai
peristiwa, sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita (Ismaun,1993;277).
Konsep-konsep sejarah sebagai berikut:
a. Perubahan
Konsep perubahan merupakan istilah yang mengacu kepada sesuatu hal yang
menjadi “tampil beda”. Perubahan merupakan konsep dasar yang penting dan
multak maknanya sebagai suatu dinamika kehidupan dalam survival peserta
didik, terutama dapat memberikan penyadaran untuk menghadapi masa kini
dan mendatang (Wiriaatmadja,1998:94)
b. Peristiwa
Konsep peristiwa memiliki arti sebagai suatu kejadian yang menarik maupun
luar biasa karena memiliki keunikan. Peristiwa selalu menjadi objek kajian,
mengingat salah satu karakteristik ilmu sejarah adalah mencari keunikan-
keunikan yang terjadi pada suatu peristiwa tertentu, dengan penekanan pada
tradisi-tradisi relativisme.
c. Sebab dan Akibat
103
Istilah sebab akibat merujuk kepada faktor-faktor determinan fenomena
pendahulu yang mendorong terjadinya sesuatu perbuatan, perubahan, maupun
peristiwa berikutnya, sekaligus sebagai suatu kondisi yang mendahului
peristiwa. Sedang akibat adalah sesuatu yang menjadikan kesudahan atau
hasil suatu perbuatan maupun dampak dan peristiwa. (Supardan, 2011:339).
d. Nasionalisme
Nasionalisme merupakan keyaninan bahwa pada hakikatnya setiap bangsa
memiliki hak dan kewajiban untuk membentuk dirinya sebagai negara
(Minogue, 2000:695).
e. Kemerdekaan/Kebebasan
Konsep kemerdekaan atau kebebasan adalah nilai utama dalam kehidupan
politik bagi setiap negara dan bangsa maupun umat manusia yang senantiasa
diagung-agungkan, sekalipun tidak selamanya dipraktikan. Konsep
kemerdekaan menitikberatkan pada komitmen untuk menentukan nasibnya
sendiri sebagai bangsa yang berdaulat dan tidak terikat oleh bangsa dan
negara mana pun.
f. Kolonialisme
Konsep kolonialisme merujuk kepada bagian imperialisme dalam ekspansi
bangsa-bangsa Eropa Barat ke berbagai wilayah lainnya di dunia sejak abad
ke-15 dan 16. (Supardan, 2011:341)
g. Revolusi
Konsep revolusi menunjuk pada suatu pengertian tentang perubahan sosial
politik yang radikal, berlangsung cepat, dan besar-besaran. Berbeda dengan
104
konsep evolusi yang lebih mengacu pada perubahan yang berlangsung secara
perlahan-lahan, tetapi pasti.
h. Fasisme
Konsep fasisme atau facism adalah nama pengorganisasian pemerintahan dan
masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat
memiliki rasa nasionalis yang sempit, rasialis, militeristis, dan imperialis
(Ebestein dan Fogelman,1990:114)
i. Komunisme
Komunisme merujuk kepada setiap pengaturan sosial yang didasarkan pada
kepemilikan, produksi, konsumsi dan swapemerintahan yang diatur secara
komunal atau bersama-sama (Meyer, 1983:143). Komunisme dalam
pengertian sempit merujuk kepada kumpulan doktrin Marxis atau kritik kaum
Marxis terhadap kapitalisme dan teori liberal, serta ramalan mereka akan
terciptanya revolusi proletariat yang akan menciptakan suatu masyarakat
komunis.
j. Peradaban
Konsep peradaban atau civilization merupakan konsep yang merujuk pada
suatu entitas kultural seluruh pandangan hidup manusia yang mencakup nilai,
norma, institusi, dan pola pikir terpenting dari suatu masyarakat yang
terwariskan dari generasi ke generasi (Bozeman dalam huntington, 1998:41).
Perdaban menunjuk kepada suatu corak maupun tingkatan moral yang
menyangkut penilaian terhadap terhadap kebudayaan (Supardan,2011:345).
105
k. Perbudakan
Konsep perbudakan atau slavery adalah suatu istilah yang menggambarkan
suatu kondisi dimana seseorang maupun kelompok tidak memiliki kedudukan
dan peranan sebagai manusia yang memiliki hak asasi sebagai manusia yang
layak. (Supardan, 2011:346).
l. Waktu
Waktu adalah rentetan kejadian atau constitutive of events (Adam,
2000:1097). Pentingnya waktu menurut Sztompa (2004:58-59) terdapat enam
fungsi waktu, yaitu; (a) sebagai penyelaras tindakan; (b) sebagai koordinasi;
(c) sebagai bagian dalam tahapan atau rentetan peristiwa; (d) menempati
ketepatan; (e) menempatkan ukuran; (f) untuk membedakan suatu masa
tertentu dengan lainnya.
m. Femisme
Feminisme adalah nama suatu gerakan emansipasi wanita dari subordinasi
pria. (Supardan,2011:348). Menurut Maggie Humm (2000:345), semua
gerakan feminis mengandung tiga unsur asumsi pokok. Pertama, gender
adalah suatu kontruksi yang menekan kaum wanita sehingga cenderung
menguntungkan pria. Kedua, konsep patriaki, dominasi kaum pria dalam
lembaga-lembaga sosial melandasi konstruk tersebut. Ketiga, pengalaman
dan pengetahuan kaum wanita harus dilibatkan untuk mengembangkan suatu
masyarakat nonseksis di masa mendatang.
n. Liberalisme
106
Konsep liberalisme mengacu kepada sebuah doktrin yang maknanya hanya
dapat diungkapkan melalui penggunaan kata-kata sifat yang menggambarkan
nuansa-nuansa khusus.(Supardan, 2011:349). Kata-kata sifat yang paling
terkenal di antaranya adalah liberlisme sosial atau politik dan liberalisme
ekonomi (Barry, 2000:568).
o. Konsevatisme
Konservatisme merujuk kepada doktrin yang menyakini bahwa realitas suatu
masyarakat dapat ditemukan pada perkembangan sejarahnya. Konservatisme
adalah sikap dasar yang ada pada hampir semua manusia
(Minogue,2000:167).
6. Konsep IPS dari Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan manusia dan
pemuasan kebutuhan manusia (Abdullah, 1992:5). Samuelson dan Nordhaus
(1990:5) mengemukakan bahwa ilmu ekonomi merupakan studi tentang perilaku
orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang
langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan dalam rangka memproduksi
berbagai komoditi, kemudian menyalurkannya baik saat ini maupun di masa
depan kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Ilmu ekonomi terbagi-bagi dalam beberapa bidang kajian, seperti ekonomi
lingkungan, ekonomi evolusioner, eksperimental, ekonomi kesehatan, ekonomi
institusional, ekonomi matematik, ekonomi sumber daya alam, ekonomi
pertahanan, ekonomi sisi penawaran, ekonomi kesejahteraan, ekonomi dualistik,
107
ekonomi informal, ekonomi campuran, ekonomi pertanian, ekonomi tingkah laku
dan ekonomi pembangunan. Konsep ilmu ekonomi adalah:
a. Skarsitas
Skarsitas atau kelangkaan adalah sebuah prinsip bahwa sebagian besar
barang yang diinginkan orang hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas,
kecuali barang bebas seperti udara. Barang umum dalam keadaan langka
harus dijatah, baik melalui mekanisme harga maupun cara lainnya
(Samuelson dan Nordhaus,1990:535).
b. Produksi
Produksi adalah segala usaha untuk menambah atau mempertinggi nilai
atau faedah dari sesuatu barang. (Supardan,2011:400). Produksi adalah
segala usaha dan aktivitas untuk menciptakan suatu barang atau mengubah
bentuk suatu barang menjadi barang lain (Abdullah,1992:4;38).
c. Konsumsi
Konsumsi adalah segala tindakan manusia yang dapat menimbulkan turun
atau hilangnya faedah atau nilai guna suatu barang. Menurut Samuelson
dan Nordhaus (1990:161) bahwa konsumsi adalah sebagai pengeluaran
untuk barang dan jasa seperti makanan, pakaian, mobil, pengobatan, dan
perumahan.
d. Investasi
Investasi adalah perubahan stok modal dalam kurun waktu tertentu,
biasanya satu tahun. Inverstasi keuangan adalah pembelian aset-aset
keuangan, seperti saham dan obligasi yang nantinya akan dijual kembali
108
saat harga meningkat, dan hal itu lebih terkait dengan analisis jasa
(Supardan,2011:402).
e. Pasar
Pasar adalah sebuah mekanisme di mana para pembeli dan penjual
berinteraksi untuk menentukan harga dan melakukan barang dan jasa
(Samuelson dan Nordhaus,2003:29). Pasar merupakan keseluruhan
permintaan dan penawaran barang serta jasa.
f. Uang
Uang secara umum dilihat dari fungsinya didefinisikan sebagai alat tukar.
Uang berfungsi sebagai satuan ukuran (standar for valuing things) yang
memiliki fungsi turunan, seperti sebagai standar perincian utang (standard
deferred payment) dan sebagai alat penyimpan kekayaan. Uang bebarti
kekuasaan, pada masyarakat yang berlandaskan dasar individualistik, uang
menjadi alat kekuasaan dalam tangan pemiliknya (Winardi,1987:35).
g. Bank (Perbankan)
Bank adalah tempat menerima tabungan uang dan memberikan pinjaman
dengan mengambil keuntungan, kendati dalam hal tertentu tabungan dan
pinjaman dibatasi dalam waktu relatif pendek maupun menengah. Secara
keseluruhan fungsi bank adalah (1) menghimpun dana-dana yang dimiliki
masyarakat; (2) menyalurkan dana yang telah berhasil dihimpun dalam
bentuk kredit; (3) memperlancar kegiatan perdagangan dan arus lalu lintas
uang antara para pedagang (Abdullah,1992:216).
109
h. Koperasi
Koperasi adalah gerakan ekonomi atau sebagai badan usaha milik
bersama. Sebagai gerakan ekonomi, koperasi mempersatukan sejumlah
orang yang memiliki kebutuhan yang sama dan sepakat bahwa kebutuhan
bersama itu akan direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, diawasi, serta
dipertanggungjawabkan secara bersama berdasarkan asas kekeluargaan
dan kebersamaan (Supardan,2011:407).
i. Kewirausahaan
Konsep kewirausahaan atau entrepreneurship merujuk kepada suatu sifat
keberanian dan keutamaan mengambil resiko dalam kegiatan inovasi
(Samuelson dan Nordhaus,1990:518).
7. Konsep IPS dari Ilmu Politik
Ilmu politik merupakan disiplin akademis, dikhususkan pada
penggambaran, penjelasan, analisis, dan penilaian yang sistematis mengenai
politik dan kekuasaan (O’Leary, 2000:788). Menurut Roger F.Soltau (1961:4)
menyatakan: Political science is the study of the state, it’s aims and purposes...the
institutions by which these are going to be realized, its relations with is individual
members, and other states ‘ ilmu politik adalah kajian tentang negara, tujuan-
tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu;
hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara
lain’.
Sub bidang utama dari penyelidikan ilmu politik meliputi; pemikiran
politik; teori politik; lembaga-lembaga politik; sejarah politik; politik
110
perbandingan; ekonomi politik; administrasi publik; teori-teori kenegaraan;
hubungan internasional. Adapun konsep-konsep Politik antara lain:
a. Kekuasaan
Konsep kekuasaan merujuk kepada kemampuan seseorang atau kelompok
manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain
sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan
dan tujuan dari orang yang memiliki kekuasaan (Budiardjo,2000:35).
b. Kedaulatan
Konsep kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua telaahan yaitu (a) dilihat dari
hukum tata negara, konsep kedaulatan mengacu pada kekuasaan pemerintah
negara tertinggi dan mutlak, (b) dilihat dari hukum internasional mengacu
kepada kemerdekaan negara terhadap negara-negara lain (Shadily,
11984:1711).
c. Kontrol Sosial
Kontrol sosial mengacu kepada pengaturan tingkah laku manusia oleh
kekuatan sosial yang dilakukan di luar pemerintahan untuk memelihara
menurut hukum dan aturan itu yang muncul di dalam tiap-tiap masyarakat dan
institusi. (Supardan, 2011:564).
d. Negara
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok
dalam kekuasaan politik. Negara meruapakn organisasi yang dalam suatu
kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan kehidupan
bersama tersebut.
111
e. Pemerintah
Pemerintah mengacu kepada proses memerintah, yakni pelaksanaan
kekuasaan oleh yang berwenang atau orang-orang yang mengisi kedudukan
otoritas dalam masyarakat atau lembaga, artinya kantor atau jabatan-jabatan
dalam pemerintahan (Finer,1974).
f. Legitimasi
Konsep legitimasi menunjuk kepada keterangan yang mengesahkan atau
membenarkan bahwa pemegang kekuasaan maupun pemerintah adalah benar-
benar orang yang dimaksud (yang secara hukum adalah sah).
(Supardan,2011;556)
g. Sistem Politik
Konsep sistem politik merupakan istilah yang mengacu kepada semua proses
dan institusi yang mengakibatkan pembuatan kebijakan publik. Setiap sistem
politik akan mencakup: (1) fungsi integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat,
baik ke luar maupun ke dalam: (2) penempatan nilai-nilai dalam masyarakat
berdasarkan kewenangan; (3) penggunaan kewenangan atau kekuasaan, baik
secara sah maupun tidak. (Haricahyono,1991:93-94).
h. Demokrasi
Konsep demokrasi secara umum merupakan sistem pemerintahan yang
segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantara wakil-wakilnya.
(Supardan,2011:567).
i. Pemilihan Umum
112
Pemilihan umum adalah suatu kegiatan politik untuk memilih atau
menentukan orang-orang yang duduk di dewan legislatif maupun eksekutif.
j. Partai Politik
Konsep partai politik mengacu pada sekelompok manusia yang terorganisir
secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan
terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan
ini memberikan kemanfaatan bagi para anggotanya, baik yang bersifat idiil
maupun material (Lijphart,2000:731).
k. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang sesuai
kondisi yang manusiawi. Negara pada hakikatnya berkewajiban untuk
menjamin bahwa setiap sistem hukum mereka mencerminkan dan melindungi
hak-hak asasi manusia yang bersifat internasional yang berada pada wilayah
yuridiksi mereka (Higgins, 2000:464).
C. Berpikir Kreatif
1. Definisi Kreativitas
Konsep kreativitas mempunyai pengertian yang luas dan beragam
(majemuk) serta multidimensional, tergantung bagaimana mengamati dan pada
dimensi apa yang menyorotinya. Definisi kreativitas dilihat dalam dimensi
pribadi, proses, produk dan press atau yang dikenal dengan istilah empat P
(Pribadi, Proses, Produk, Press). Klein (Coleman, 1985:215) menyebutkan
“Creativity is a broad construct at multiple meaning for children, adult, and
113
profesional”. Sedangkan Parnes (1967:6) menyatakan “creativity is function of
knowledge, imagination, and evaluation”. Begitu luasnya cakupan kreativitas
Clark (1988:45-47) menegaskan bahwa “ creativity showing the integration of the
four major areas of human function: thinking-cognitive, feeling-affective, physical
sensing, and intuitive”. Clark Moustakis dalam Utami Munandar (1995:32)
mengemukakan kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan
mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan
dengan diri sendiri, dengan alam dan dengan orang lain.
Dengan demikian tidak ada satu pun definisi yang dapat dianggap
representatif mengenai pengertian kreativitas tersebut. Menurut Amabile
(1983:31-32) dan Supriadi (1994:6) hal ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama,
kreativitas merupakan konstruk hipotesis yang pada hakekatnya merupakan ranah
psikologis yang kompleks, multi dimensional mengandung berbagai tafsiran yang
beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-
beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi.
Amabile (1983:31) mengemukakan bahwa suatu produk atau respons
seseorang dikatakan kreatif apabila menurut penilaian orang ahli atau pengamat
yang mempunyai kewenangan dalam bidang itu, bahwa itu adalah kreatif. Dengan
demikian kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respon yang dinilai
kreatif oleh pengamat ahli. Lain halnya dengan kreativitas dijabarkan dalam
kriteria-kriteria tertentu tantang sesuatu produk dinamakan kreatif. Menurut
Amabile (1983:33) sesuatu produk dinilai kreatif apabila; (a) produk tersebut
bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai jika dilihat dari segi kebutuhan
114
tertentu, (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang belum
pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Basemer dan
Triffingger (1981;161) menyebutkan bahwa produk kreatif apabila memiliki tiga
kategori: (1) novelty (kebaharuan), (2) resolution (pemecahan) dan (3) elaboration
(kerincian) serta (4) synthesis (sintesis). Model ini disebut Creative Product
Analysis Matrix (CPAM). Kebaharuan (novelty) diartikan sejauhmana produk ini
baru dalam hal: baik jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru,
konsep-konsep baru yang digunakan. Pemecahan (resolution) menyangkut sejauh
mana produk itu telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan; (1) valuable, bahwa
produk itu harus bermakna, (2) logis, dapat diterima oleh akal sehat dan mengikuti
alur berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan, (3) berguna, karena dapat
diterapkan secara praktis. Elaborasi dan sintesis, dalam dimensi ini merujuk
kepada derajat sejauh mana produk itu mampu menggabungkan unsur-unsur baik
yang tidak serupa (sama) menjadi sesuatu keseluruhan koheren (bertahan secara
logis). Untuk mengetahui hal ini terdapat lima kriteria pengujian, yaitu: (1)
Organis, produk itu harus mempunyai arti seputar mana produk itu disusun, (2)
Elegen, yaitu mempunyai nilai yang lebih baru dan canggih, (3) kompleks, yaitu
berbagai unsur digabung, (4) dapat dipahami, artinya tampil secara jelas dapat
diterima oleh akal sehat, dan (5) Keterampilan, nampak diperlukannya skill
tertentu dalam mengerjakan itu semua.
Rhodes merumuskan Four P’s of Creativity: Person, Process, Press,
Product. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P
tersebut atau kombinasinya (Munandar, 1995: 36). Creative action is an imposing
115
of ones own whole personality on the environment in a unique and characteristic
way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam
interaksi dengan lingkungannya. Dalam fokus ini segi “pribadi” atau ‘person’
yang ditekankan dalam definisi tersebut. Guilford (1950) menyebutkan bahwa
kriteria kreativitas identitas dengan apa yang disebutnya creative personality
yakni those pattern of traits that a characteristics of creative persons.
Kepribadian kreatif menurut Guilford mencakup dimensi kognitif (bakat) dan
dimensi non kognitif (minat, sikap, dan kualitas temperamental). Menurut teori ini
bahwa orang-orang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan
memang berbeda dengan orang-orang yang kurang kreatif. Dimensi proses
tentang kreativitas ini dikemukakan oleh Wallas (1926) dan Torrance (1965).
Pendapat Wallas, seperti dikutip Turner (1977:58-59), this account led Wallas to
identity four stages in the creative process: preparation, incubation, illumination,
and verification”. Torrance (1965:8) mengatakan bahwa kreativitas memiliki
langkah-langkah metode ilmiah sebagai berikut: “...the process of sensing
difficulties, problems, gaps in information, missing elements: making guesses or
formulating hypotheses about these deficiencies, testing these guesses and
possibly revising and retesting them, and finally in communicating the result”.
Amabile (1983), Basemer dan Treffinger (1981), juga Haefele (1962) maupun
Rogers (1982). Haefele (Munandar, 1955:38) menyatakan kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna
sosial. Haefele (1962) menunjukkan definisi kreativitas bahwa kreativitas tidak
harus/selalu keseluruhan produk itu “baru”, melainkan bisa juga materi-materinya
116
sudah lama ada sebelumnya, dan produk itu harus benar-benar memiliki makna
bagi masyarakat. Sedangkan Rogers (1982), mengemukakan bahwa produk kreatif
memiliki karakteristik; (1) observable atau dapat diamati, (2) novelty atau baru,
(3) produk itu merupakan hasil kualitas unik individu dalam interaksinya dengan
lingkungannya.
Definisi kreativitas yang mengacu kepada aspek “press” atau “dorongan”
ditulis oleh Simonton (1984) yang menyatakan bahwa kreativitas muncul karena
dorongan internal: the initiative that one manifest by his power to break away
from the usual sequence of thought. Kreativitas juga muncul oleh adanya
dorongan-dorongan eksternal seperti kebudayaan yang kondusif untuk kreatif.
Suatu kebudayaan yang menunjang, menumpuk dan memungkinkan
perkembangan kreativitas, diantaranya: (1) tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
(2) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, (3) Lebih menekankan pada
becoming (menjadi tumbuh) dari pada being , (4) Memberikan kesempatan bebas
terhadap media kebudayaan bagi semua warga tanpa diskriminasi, (5) Tumbuhnya
kebebasan atau paling tidak ada diskriminasi ringan setelah pengalaman tekanan
dan tindakan yang keras, (6) Adanya rangsangan kebudayaan yang berbeda dan
kontras, (7) Toleransi dan minat terhadap pandangan-pandangan yang berbeda
atau divergen, (8) Adanya insentif, penghargaan atau hadiah, dan (9) Adanya
interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti.
2. Hakekat dan Makna Kreativitas
Hidup dalam suatu masa dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan
pesatnya untuk digunakan secara konstruktif maupun destruktif, suatu adaptasi
117
kreatif merupakan satu-satunya kemungkinan untuk dapat mengikuti perubahan-
perubahan yang terjadi dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
kompleks. Oleh karena itu perlunya kreativitas dari pribadi individu, karena
dengan kreativitas Pertama, dengan berkreasi orang dapat mewujudkan
(mengaktualisasikan) dirinya dan perwujudan/aktualisasi diri. Menurut
(Maslow,1968) bahwa kebutuhan pokok hidup manusia sebagai bentuk
aktualisasi diri yaitu berkreativitas merupakan suatu kebutuhan tingkat tinggi,
merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya sebagai
aktualisasi diri. Orang yang sehat mental, bebas dari hambatan-hambatan, dapat
mewujudkan diri sepenuhnya. Sejalan dengan pendapat Froman (1959:34) yang
menyatakan betapa pentingnya norma kebajikan, yaitu keunggulan dari hakekat
manusia. Kebajikan itu sendiri merupakan aktivitas pemanfaatan keunggulan dan
kapasitas yang ada dalam mencapai kebahagiaan. From the nature of man,
Aristotle deduces the norm “virtue” (excellence) is “activity”, by which he means
exercise of the functions and capacities peculiar to man, Happiness, which is
man’s aim, is the result of “activity’ and “use”:its capacities peculiar to man.
Happiness, which is man’s aim, is the result of “activity” and ‘use”: it is not
quiescent possession.
Kedua, berkreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk
melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah,
merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat
perhatian dalam pendidikan (Munandar, 1995:58). Ketiga, berkreativitas tidak
hanya bermanfaat (bagi diri pribadi dan bagi lingkungan) tetapi memberikan
118
kepuasan kepada individu. Keempat, berkreatif dapat meningkatkan kualitas
hidup dengan sumbangan kreatif, yang berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan
baru dan teknologi baru.
Dengan demikian bahwa berkreativitas hakekatnya merupakan upaya
manusia, dalam berbagai pengembangan potensi diri agar menjadi lebih
manusiawi serta secara kreatif bukan sekedar memiliki manfaat akan produk-
produknya, tetapi juga memberi kekuasaan kepada individu itu sendiri yang tak
terhingga.
3. Karakteristik Kepribadian Kreatif
Menurut Guilford kepribadian kreatif tersebut meliputi karakteristik
dimensi kognitif (bakat) dan dimensi non-kognitif (minat, sikap, dan kualitas
tempramental). Dimensi kognitif mencakup kelancaran (fluency), fleksibilitas
(flexibility), orsinilitas (originality) dan elaborasi (elaboration). Menurut Guilford
(Amabile, 1983:19) faktor pola khas dari sifat-sifat (traits) kepribadian juga turut
menentukan kreativitas seseorang:
In its narrow sense, creativity refers to the abilities that are most characteristic of people....In other words, the psychologist’s problem is that of creative personality.... I have often defined an individual’s personality as his unique pattern of traits. A traits is any relatively enduring way in which person differ from one another. The psychologist is particularly interested in those traits that are manifested in performance: in other words, in behavior traits. Behavior traits come under the broad categories of aptitudes, interest, attitudes, and temperamental qualities....Creative personality is then a matter of those patterns of traits that are characteristic of creative persons.
Sifat-sifat perilaku individu itu terdiri atas beberapa kategori, seperti;
bakat, minat, sikap dan temperamen. Aspek bakat mengacu kepada kemampuan
119
bawaan sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat
terwujud (Munandar, 1985:17). Menurut Guilford (1959:170-177) sifat-sifat
bukan bakat (non-aptitude) mencakup: (1) percaya diri, (2) menguasai masalah,
(3) memiliki minat yang luas dan apresiasi kepada kegiatan kreatif, dan (4) toleran
kepada kedwiartian (ambiguitas), berani mengambil resiko, senang bertulang dan
mencari hal-hal baru, menyenangi pemikiran yang beragam dan tidak lazim.
Guilford (1959:170-177) dengan ciri-ciri kelancaran, kelenturan, keaslian
(termasuk suka humor), dan kerincian pemikiran atau gagasan yang terintegrasi
dengan kemampuan ciri-ciri sikap (afektif) kreatif . Supriadi (1994:56-57)
mengatakan bahwa ciri-ciri kreatif yaitu mempunyai rasa ingin tahu besar,
menghargai fantasi, mempunyai pendapat sendiri, memiliki tanggung jawab dan
komitmen terhadap tugas, tekun dan tidak mudah bosan, tidak mudah kehabisan
akal dalam memecahkan masalah, kaya akan inisiatif, memiliki citra diri dan
stabilitas emosional yang baik, tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks,
holistik, dan mengandung teka-teki, serta memiliki kesadaran etik-moral dan
estetik yang tinggi.
4. Teori-Teori Kreativitas
Beberapa kelompok teori yang menjelaskan tentang kreativitas dapat
didekati menurut pengelompokannya. Teori Empat P yang melandasi
pengembangan kreativitas, diantaranya:
a. Teori tentang Pembentukan Pribadi Kreatif
1) Teori Psikoanalitis
120
Teori Psikoanalitis melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu
masalah, yang biasanya dimulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai
sesorang yang pernah mengalami tarumatis, yang dihadapi dengan menungkinkan
gagasan-gagasan yang disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari
trauma. Tindakan traumatis menstramomasikan keadaan psikis yang tidak sehat
menjadi sehat terutama melalui mekanisme sublimasi merupakan penyebab atau
sumber kreativitas.
a) Teori Freud
Sigmund Freud (1856-1939) menjelaskan proses kreatif dari
mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya untuk sadar untuk
menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan
atau yang tidak diterima. Freud percaya meskipun kebanyakan
mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, mekanisme
sublimasi merupakan penyebab utama dari kreativitas.
b) Teori Kris
Ernst Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan
regresi (beralih ke perilaku yang akan memberi kepuasan, jika perilaku
tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan) juga sering muncul
tindakan kreatif. Orang-orang kreatif adalah mereka yang paling
mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Mereka
mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif,
untuk “regress in the service of the ego”.
c) Teori Jung
121
Carl Jung (1987-1961) percaya bahwa ketidaksadaran memainkan
peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam
pikiran tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Secara tidak
sadar ‘mengingat’ pengalaman-pengalaman yang paling berpengaruh ,
maka ketidaksadaran kolektif ini timbul penemuan, teori, seni dan
karya-karya baru lainnya.
d) Teori Humanistik
Psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup,
dan tidak terbatas pada lima tahun pertama. Teori Humanistik terdiri
atas Teori Maslow dan Teori Rogers.
(1) Teori Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) mengatakan bahwa manusia
mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai
kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu;
kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat
tinggi berkembang sebagai proses pematangan. Keempat
kebutuhan pertama disebut kebutuhan ‘deficiency” karena
mungkin untuk dipuaskan sampai tidak dirasakan kebutuhan lagi.
Proses perwujudan erat berkaitan dengan kreativitas.
(2) Teori Rogers
Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi internal dari pribadi yang
kreatif ialah; (a) keterbukaan terhadap pengalaman, (b)
kemampuan menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi
122
seseorang (internal locus evaluation), (c) kemampuan
bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep. Orang
yang memiliki kesehatan psikologisnya sangat baik, akan
menghasilkan karya-karya kreatif dan hidup secara kreatif.
2) Penelitian tentang Ciri Kepribadian Kreatif
Treffinger mengatakan bahwa pribadi kreatif biasanya lebih terorganisir
dalam tindakan, rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan
dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang
mungkin timbul dan implikasinya. Ciri-ciri orang kreatif yaitu (1) mempunyai
rasa humor yang tinggi, (2) lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan
misterius, (3) mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni sastra, musik
dan teater, (4) mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik dan
tidak penurut, (4) tidak kooperatif, menuntut, egosentris, terlalu asertif,
kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional,
menarik diri dan menolak dominasi atau otoritas.
2. Teori tentang Pendorong Kreatif (Press)
Kreativitas dapat terwujud dengan adanya dorongan dalam diri individu
(motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan.
a. Motivasi Intrinsik untuk Kreativitas
Rogers dalam Vernon (1982) mengatakan dorongan merupakan motivasi
primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan
baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya
sepenuhnya.Dorongan ada pada setiap orang dan bersifat internal, ada
123
dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk
diekspresikan.
b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif
Menurut Rogers kondisi eksternal (dari lingkungan) memupuk kreativitas
konstruktif, karena kondisi lingkungan menjadi pendorong untuk
meningkatkan kreativitas. Kreativitas tidak dapat dipaksakan tetapi
dimungkinkan untuk tumbuh dengan memerlukan kondisi yang
memungkinkan dan mengembangkan potensinya. Pengalaman Rogers
dalam psikoterapi ialah menciptakan kondisi keamanan dan kebebasan
psikologis kita untuk memungkinkan timbulnya kreativitas konstruktif.
3. Teori tentang Proses Kreatif
a. Teori Wallas
Teori Wallas (1962) dalam bukunya “The Art of Thought”
(Piirto,1992), yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat
tahap (1) persiapan; (2) inkubasi; (3) iluminasi; dan (4) verifikasi.
Tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan
masalah dan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang
lain, dan sebagainya. Tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun
data/informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi, dimana individu
seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut,
dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi
“mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ketiga (iluminasi) ialah
tahap timbulnya “insight” atau “Aha-Erlebnis” saat timbulnya
124
inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang
mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi/gagasan baru. Tahap
keempat (verifikasi) yaitu dimana ide atau kreasi baru harus diuji
terhadap realitas. Maka diperlukan pemikiran kritis dan konvergen.
b. Teori tentang Belahan Otak Kanan dan Kiri
Menurut Dacey (1989) dan Piirto (1989) bahwa belahan otak kanan
terutama berkaitan dengan fungsi-fungsi kreatif, sehingga terjadi
“dichotomania”, membagi-bagi semua fungsi mental menjadi fungsi
belahan otak kanan dan kiri.
4. Teori tentang Produk Kreatif
Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif
(Wallas) dan produk yang dicapai. Perilaku kreatif memerlukan kombinasi antara
ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai berikut: sebagai hasil dari berpikir
konvergen atau intelegensi (memperoleh pengetahuan, pengembangan
keterampilan), manusia memiliki seperangkat unsur-unsur mental.
a. Hukum Paten dalam Penilaian Produk Penemuan
Hukum paten dimaksudkan sikap ketidakpercayaan dari orang seprofesi
tidak menggoyahkan tujuan tetapi ketangguhan dan keseriusan
mengenai apa yang ingin dicipta.
b. Model dari Bassemer dan Treffinger
Besemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa produk kreatif
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) kebaharuan (novelty), (2)
pemecahan (resolution), dan (3) kerincian (elaboration) dan sintesis.
125
Model ini disebut “Creative Product Analysis Matrix” (CPAM).
Kebaharuan adalah sejauh mana produk itu baru dalam hal; jumlah dan
luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru yang
terlibat dalam hal dan diluar lapangan/bidang; dalam hal dampak dari
produk terhadap produk kreatif di masa depan. Pemecahan (resolution)
adalah sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi
bermasalah. Tiga kategori dalam dimensi ini, bahwa produk itu harus
bermakna (valuable), logis/ mengikuti aturan yang ditentukan dan
berguna / dapat diterapkan secara praktis. Elaborasi dan Sintesis adalah
sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak
sama/serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren (bertahap
secara logis). Lima kategori untuk menilai hal ini ialah; produk itu
harus organis, dalam arti mempunyai arti seputar mana produk itu
disusun. Elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang
nampak; kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat
atau lebih; dapat dipahami, karena tampil secara jelas; dan menunjukan
keterampilan atau keahlian secara seksama.
Gowan (1972) mengklasifikasikan teori kreativitas menjadi lima
klasifikasi yang diasumsikan pada kontinum dari rasional ke irasional,
diantaranya: (1) kreativitas sebagai kognitif, rasional, dan semantik, (2) kreativitas
sebagai sifat-sifat kepribadian dan aspek keluarga serta lingkunganya, (3)
kreativitas sebagai kesehatan mental yang tinggi, (4) kreativitas sebagai
“pskologi-Freudian”, dan (5) kreativitas sebagai eksistensial, psychendelic dan
126
fenomena paranormal. Menurut Turner (1977:62-70) teori kreativitas dapat
dibedakan menjadi lima pendekatan, yaitu : (1) pendekatan psikoanalitik, (2)
pendekatan asosiasionis, (3) pendekatan psikometrik, (4) pendekatan kognitif, dan
(5) pendekatan holistik. Sedangkan menurut Busse dan Mansfied (1980: 91-101)
teori kreativitas dapat dibedakan menjadi tujuh kategori, yaitu; (1) kategori
psikoanalitik, (2) kategori gestalt, (3) kategori asosiasi, (4) kategori perseptual, (5)
kategori humanistik, (6) kategori perkembangan kognitif, dan (7) kategori teori
komposit (campuran).
Teori-teori kreativitas yang memiliki karakteristik berbeda dengan teori
lainnya, diantaranya:
a. Teori kreativitas sebagai perkembangan kognitif. Teori ini didasarkan atas
pandangan-pandangan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang sekaligus
sebagai hasil belajar individu berinteraksi dengan lingkungannya (Colemen,
1985:215,Turner,1977:69-70). Adapun tokoh-tokoh yang tergolong dalam
teori ini adalah Guilford, Edward de Bono, Parners, Osborn, Biondi.
Pembahasan teori ini kreativitas sebagai fungi perkembangan kognitif dibagi
dalam sub-varian ; (1) kreativitas sebagai adaptasi manusia dengan
lingkungannya, (2) kreativitas sebagai fungsi integratif, dan (3) kreativitas
sebagai fungsi pengalaman perseptual yang bersifat holistik. Kreativitas
sebagai adaptasi manusia dengan lingkungannya, dalam berinteraksi manusia
tidak lepas dengan teori perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget
(1977:3) bahwa kreativitas adalah fungsi asimilasi dan akomodasi secara
komplementer dalam rangka pembentukan pengetahuan sebagai skemata
127
tindakan untuk mencapai keseimbangan. Sebab secara fundamental
perkembangan kognitif Piaget dipengaruhi oleh tiga proses dasar dalam
belajar, yaitu; asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Secara singkat “asimilasi”
adalah pemaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada, “akomodasi”
adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan “ekuilibrasi”
adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan individu
tumbuh dan berubah menjaga keseimbangan (Gedler, 1986).
b. Kreativitas sebagai fungsi integratif. Teori ini didasarkan atas anggapan
bahwa kreativitas merupakan hasil perpaduan perkembangan kognitif dan
perkembangan diri. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa teori ini
merupakan gabungan dari teori perkembangan kognitif Piaget dan teori afektif
Erikson. Teori perkembangan kognitif Piaget, membaginya dalam empat
tahapan perkembangan, yaitu tahap sensori motor, praoperasional, operasi
konkret, dan operasi formal (Gredler, 1986). Tahapan-tahapan itu mempunyai
kesetaraan posisi dengan tahap-tahap efektif dari Erikson, yaitu: tahap
kepercayaan melawan ketidakpercayaan, mandiri melawan rasa malu dan
ragu-ragu, inisiatif melawan rasa bersalah, rajin melawan rendah diri, identitas
melawan kekaburan peran. Dari tahapan perkembangan tersebut Gowan
(1974) menambahkan tiga tahap dari empat tahap Piaget, yaitu: tahap
kreativitas, psikedelia, dan iluminasi. Ketiga tahapan itu mempunyai
kesetaraan dengan tahapan-tahapan afektif dari Erikson, yaitu keakraban,
generativitas, dan integritas diri. Khususnya pada tahap identitas yaitu pada
usia sekitar 13-18 tahun (masa operasi formal dalam perkembangan
128
intelektualnya) Gowan menyebutnya sebagai tahapan Golden Age. Hal ini
disebabkan pada masa itu proses kreatif anak mendapatkan dukungan dari
perkembangan kemampuan intelektual, yaitu berpikir formal, konseptual,
analistis, kritis, dan evaluatif. Sedangkan pandangan kreativitas sebagai fungsi
pengalaman perseptual yang bersifat holistik, pada hakekatnya mengacu
kepada teori psikologi Gestalt (Koffka, Kohler, dan Wertheim) yang
mengaitkan konsep kreativitas dengan pemahaman (insight). Berdasarkan
pengertian umum kreativitas bahwa metafora merupakan suatu pengalaman-
pengalaman yang perseptual dan konseptual dilihat dari perkembangannya
melalui tahap-tahap autosentrisitas. Karena itu pengalaman kreatif dimulai
ketika indera seseorang mulai mengamati, meraba, mencium, serta
menghayati objek secara total. Lebih jauh lagi keterbukaan persepsi terhadap
objek merupakan syarat mutlak bagi kreativitas, karena keterbukaan terhadap
pada dunia akan mengahasilkan pengalaman dan membuat seseorang tidak
memiliki hubungan dengan dunia luar sehingga tidak akan menjadi kreatif.
Oleh karena itu kreativitas harus dimiliki oleh seseorang.
c. Teori psikoanalitik. Teori ini pada umumnya teori ini berdasarkan suatu
pandangan bahwa kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang
biasanya mulai dari masa kanak-kanak. Seseorang dipandang kreatif karena
mempunyai pengalaman traumatis dengan memungkinkan gagasan-gagasan
yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif
sebagai respon menyikapi tantangan tersebut. Dalam hal ini tindakan kreatif
sebagai manifestasi transformasi dari keadaan psikis dan tidak sehat menjadi
129
sehat (Coleman, 1985:215, Munandar, 1955:61). Mekanisme “pertahanan”
yang merupakan upaya sadar dalam menghindari kesadaran mengenai ide-ide
yang tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima dengan menghabiskan
energi psikis, biasanya merintangi produktivitas kreatif. Apabila kekuatan-
kekuatan konfliktual itu tidak disublimasikan atau diproyeksikan melalui
kemampuan untuk “regress in the service of ego” yang mampu memanggil
bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar ke dunia realitas melalui peran ego,
maka individu akan mengalami tekanan yang membahayakan kesehatan
mentalnya. Adapun tokoh-tokoh yang tergolong kelompok teori ini seperti ;
Sigmund Freud, Ernst Kris, dan Carl Jung (Turner, 1977:62-63).
d. Teori humanistik. Teori ini melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan
psikologis yang tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, tidak
terbatasnya pada lima tahun pertama saja, mengingat kreativitas sebagai
fungsi aktualisasi diri (Munandar, 1955:62; Coleman,985:215). Kreativitas
tidak sekedar prestasi, tetapi lebih mengacu kepada mutu watak pribadi,
seperti kebebasan, keterbukaan, keberanian, spontanitas, keaslian, yang
pengungkapannya menunjukan berfungsinya pribadi secara penuh (full
fuctioning person). Rogers menekankan bahwa sumber kreativitas adalah
kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan
untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk
mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme
(Munandar, 1955:32). Tokoh-tokoh pendukung teori ini seperti. Abraham
Maslow, Carl Rogers.
130
e. Kreativitas sebagai sifat pribadi dan lingkungan yang mempengaruhi. Teori ini
berdasarkan perpaduan teori psikologis dengan sosiologis, yang oleh Amabile
(1983) disebut pendekatan sosial-psikologis, dan oleh Stein (1963) juga
disebut transaksional. Asumsi yang mendasari teori ialah bahwa kreativitas
individu merupakan hasil proses interaksi sosial, dimana individu dengan
segala potensi dan disposisi kepribadiannya mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh lingkungannya. Supriadi (1994:21) menjelaskan bahwa dalam persfektif
psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada diri
seseorang sebagai penentu kreativitasnya, seperti: intelegensi, bakat, minat
dan disposisi kepribadian lainnya. Asumsi yang mendasari pendekatan ini
ialah manusia merupakan organisme alloplastik yang mampu mengubah
lingkungannya. Dengan kekuatannya tersebut manusia dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dan mewujudkan potensi-potensinya, termasuk
potensi kreatif. Sedangkan dalam persfektif sosiologis, studi kreativitas lebih
melihat betapa dominannya faktor-faktor lingkungan sosial-budaya dalam
perkembangan kreativitas. Pendekatan ini menekankan pada hal-hal
silmutanitas penemuan-penemuan besar, sistem nilai buadaya yang kondusif,
semangat zaman (zeitgeist), dan konfigurasi perkembangan kebudayaan
peradaban. Asumsi yang mendasari pendekatan ini bahawa kreativitas
menrupakan fungsi dari faktor-faktor penunjang maupun penghambat
kreativitas.
f. Kreativitas sebagai fungsi Kemampuan Berpikir Kreatif dan Asosiatif. Teori
ini dipelopori oleh Guilford (1956) yang mempelajari psikometris mengenai
131
kreativitas berdasarkan teori :”Structure of Intelect” (SOI) manusia. Dalam
teorinya Guilford menggambarkan SOI dalam bentuk kubus tiga dimensi yang
terdiri dari dimensi; operasi (dengan unsur-unsur kognisi, memori, berpikir
konvergen, berpikir divergen, dan evaluasi), dimensi produk (terdiri dari unit,
kelas, relasi, sistem transformasi, dan implikasi), dimensi konten terdiri dari
figural, semantik, simbolik, dan perilaku . Yang menarik dari teori ini adalah:
pertama, bahwa berpikir divergen sering disebut berpikir kreatif. Berpikir
divergen adalah berpikir memberikan macam-macam kemungkinan jawaban
berdasarkan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian, yang
meliputi; fluency, flexibility, orginality, dan elaboration. Kedua, bahwa
kreativitas sebagai fungsi ‘asosiatif’. Menurut Turner (1977:64) yang
dimaksud kreativitas sebagai fungsi asosiatif adalah kemampuan
menghubung-hubungkan berbagai objek, pengalaman, informasi, benda dan
pengetahuan dengan kondisi baru dari sesuatu yang sebelumnya sudah ada.
Dalam teori ini ditekankan bahwa berpikir kreatif pada hakekatnya merupakan
proses pembentukan unsur-unsur asosiatif, yang gagasan-gagasan satu sama
lainnya mulai berjalan berjauhan. Kemudian digabung ke dalam suatu bentuk
kombinasi baru yang lebih bermakna. Teori ini dikembangkan oleh Mednick
(1962) dalam penjelasannya ia menyatakan bahwa untuk mencapai pemecahan
secara kreatif tersebut, harus didukung oleh tiga syarat. Pertama, kesanggupan
untuk menemukan (seredipity), yaitu kesanggupan untuk menemukan
hubungan dengan sifat-sifat kepribadian kreatif seperti; motivasi, kemauan,
kapasitas mental, kesediaan kuat untuk menemukan sesuatu yang baru. Kedua,
132
adalah kemiripan (similarity) adalah adanya kemampuan untuk menemukan
pola-pola yang mirip untuk dijasikan sesuatu yang dapat dianalogikan. Ketiga,
adalah perantara (mediation), yaitu perlu adanya unsur-unsur umum,
pengalaman maupun pengetahuan yang dapat menunjang. Dengan demikian
perlu adanya media untuk mencapai asosiasi kreatif tersebut.
Dari uraian beberapa teori kreativitas diatas jika dikaitkan dengan
penelitian ini. Teori “Structure of Intellect” (SOI) manusia yang dalam teorinya
menggambarkan tiga dimensi yang terdiri dari dimensi operasi ( dengan unsur-
unsur kognisi, memori, berpikir konvergen, berpikir divergen dan evaluasi),
dimensi produk (terdiri dari unit, kelas, relasi, sistem transformasi, dan impilasi),
dimensi konten terdiri dari figural, semantik, simbolik, dan perilaku. Berpikir
divergen sering dikatakan sebagai berpikir kreatif yang meliputi; fluency,
flexibility, originality dan elaboration. Disamping itu penelitian ini juga
mengikuti alur teori kognitif dan teori sosial –psikologis. Pertama, bahwa
kreativitas dosen dalam proses pembelajaran tidak lepas dari suatu proses yang
sekaligus hasil belajar indivisu dengan lingkungannya, baik sebagai
pengembangan kognitif, asosiatif, yang terintegrasi dengan lingkungannya.
Kedua, bahwa dalam kreativitas, faktor-faktor psikologis (bakat/prestasi,
akademik, motivasi) ikut memberikan kreativitas mahasiswa dan dosen.
Berdasarkan analisis faktor, Guilford menemukan ada lima sifat yang
menjadi ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan
(flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration), dan perumusan
kembali (redefinition). Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk
133
menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk
mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.
Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan
cara-cara yang asli, tidak klisa. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan
sesuatu secara terinci. Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu
persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui
oleh banyak orang.
Definisi kreativitas dibedakan ke dalam definisi konsensual dan definisi
konseptual. Definisi konsensual menekankan segi produk kreatif yang dinilai
derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Sedangkan Amabile (1983:31)
mengemukakan bahwa suatu produk atau respons seseorang dikatakan kreatif
apabila menurut penilaian orang yang ahli atau pengamat yang mempunyai
kewenangan dalam bidang itu bahwa itu kreatif. Dengan demikian, kreativitas
merupakan kualitas suatu produk atau respon yang dinilai kreatif oleh pengamat
yang ahli.
Definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang kreativitas yang
dijabarkan ke dalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif. Secara konseptual,
Amabile (1983:33) melukiskan bahwa produk dinilai kreatif apabila: (a) produk
tersebut bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai dilihat dari segi
kebutuhan tertentu; (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang
masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.
134
Gambar 2.2Model untuk Mendorong Belajar Kreatif
Menurut Treffinger (1980)
Kognitif Afektif-pengajuan pertanyaan secara -mempribadi nilai mandiri -pengikat diri terhadap hidup-pengarahan diri produktif-pengelolaan sumber -menuju perwujudan diri-pengembangan produk
Kognitif Afektif-penerapan -keterbukaan terhadap perasaan--analisis perasaan majemuk-sintesis produktif-evaluasi -meditasi dan kesantaian-keterampilan metodologis -pengembangan nilai dan penelitian -keselamatan psikologis-transformasi -keselamatan psikologis -transformasi dalam berkreasi-metofor dan analogi -penggunaan khalayan
dan tamsil
Kognitif Afektif-kelancaran -rasa ingin tahu-kelenturan -kesediaan unutuk menjawab-orisinali -keterbukaan terhadap pengalaman-pemirincian -keberanian mengambil resiko-pengenalan dan ingatan -kepekaan terhadap masalah-tenggang rasa terhadap kesamaran-percaya diri
Sumber:Conny Semiawan dkk, 1987:39
Tingkat III
Keterlibatan dalam
Tingkat IIProses berfikir dan
perasaan yang majemuk.
Tingkat I
Fungsi divergen
135
Model Treffinger di atas menunjukkan bahwa fungsi devergen adalah
untuk menekankan pada keterbukaan dan kemungkinan, dimana dalam tahap
tersebut telah pula berkontibusi kegiatan-kegiatan intelektual, seperti pengenalan,
ingatan. Sedangkan pada bagian afektif meliputi ketersediaan untuk menjawab,
keterbukaan terhadap pengalaman, kepekaan terhadap masalah dan tantangan,
rasa ingin tahu, keberanian mengambil resiko, kesadaran dan kepercayaan
terhadap diri sendiri. Pada tingkat I dalam model Triffinger merupakan landasan
atau dasar dimana belajar kreatif berkembang. “Creativity is the ability to develop
new ideas and to discover new ways of looking at problem and opportunities”
(Suryana 2003: 10). Artinya Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide-
ide baru dan menemukan jalan keluar dari permasalahan dan peluang. Kreativitas
dimulai dengan adanya ide, selanjutnya ide-ide tersebut berkembang menemukan
jalan keluar .
Dengan demikian peran dosen Pendidikan IPS sangat penting dalam
menghasilkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa yaitu dengan penekanan
pada keterbukaan dan kemungkinan, dimana dalam tahap tersebut telah pula
berkontibusi kegiatan-kegiatan intelektual, seperti pengenalan, ingatan. Dari segi
afektif meliputi ketersediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman,
kepekaan terhadap masalah dan tantangan ,rasa ingin tahu, keberanian mengambil
resiko, kesadaran dan kepercayaan terhadap diri sendiri. Sehingga timbul
dorongan untuk belajar kreatif.
136
5. Kreativitas dari Proses
Teori Wallas (1962) dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto,1992),
yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap (1) persiapan; (2)
inkubasi; (3) iluminasi; dan (4) verifikasi. Tahap pertama, seseorang
mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dan belajar berpikir, mencari
jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebaginya. Tahap kedua, kegiatan
mencari dan menghimpun data/informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi,
dimana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah
tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi
“mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ketiga (iluminasi) ialah tahap
timbulnya ‘insight” atau “Aha-Erlebnis” saat timbulnya insiprasi atau gagasan
baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya
insipirasi/gagasan baru. Tahap keempat (verifikasi) yaitu dimana ide atau kreasi
baru harus diuji terhadap realitas. Maka diperlukan pemikiran kritis dan
konvergen.
6. Kreativitas dari Produk
Teori tentang Produk Kreatif, Cropley (1994) menunjukkan hubungan
antara tahap-tahap proses kreatif (Wallas) dan produk yang dicapai. Perilaku
kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai
berikut: sebagai hasil dari berpikir konvergen atau intelegensi (memperoleh
pengetahuan, pengembangan keterampilan), manusia memiliki seperangkat unsur-
unsur mental. Model dari Bassemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa
produk kreatif digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) kebaharuan (novelty),
137
(2) pemecahan (resolution), dan (3) kerincian (elaboration) dan sintesis. Model
ini disebut “Creative Product Analysis Matrix” (CPAM). Kebaharuan adalah
sejauh mana produk itu baru dalam hal; jumlah dan luas proses yang baru, teknik
baru, bahan baru, konsep baru yang terlibat dalam hal dan diluar lapangan/bidang;
dalam hal dampak dari produk terhadap produk kreatif di masa depan. Pemecahan
(resolution) adalah sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi
bermasalah. Tiga kategori dalam dimensi ini, bahwa produk itu harus bermakna
(valuable), logis/ mengikuti aturan yang ditentukan dan berguna / dapat
diterapkan secara praktis. Elaborasi dan Sintesis adalah sejauh mana produk itu
menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang
canggih dan koheren (bertahap secara logis). Lima kategori untuk menilai hal ini
ialah; produk itu harus organis, dalam arti mempunyai arti seputar mana produk
itu disusun, elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang nampak;
kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih; dapat
dipahami, karena tampil secara jelas; dan menunjukkan keterampilan atau
keahlian secara seksama.
D. Peranan Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep
IPS dan Berpikir Kreatif
Belajar mengajar merupakan dua konsep yang saling terkait dalam proses
belajar mengajar dan efektivitasnya dapat tercapai dalam meningkatkan
pemahaman konsep. IPS sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan
mempunyai peran yang sangat strategis. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
melalui mata pelajaran yang dibelajarkan kepada peserta didik, harus dapat
138
memberikan bekal tidak saja berupa pengetahuan, tetapi lebih dari itu juga
menyangkut tentang nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) sebagai bekal dalam
menghadapi tantangan global, pengaruh negatif dari kemajuan iptek.
Pembelajaran IPS di sekolah memiliki tempat yang strategis. Sebagaimana
termuat dalam peraturan menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas no. 22
tahun 2006) tentang standar isi, bahwa “pembelajaran mata pelajaran IPS, peserta
didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai”.
Isi dari permendiknas tersebut di atas memiliki tujuan-tujuan dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat, sesuai dengan permendiknas tentang tujuan
pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang SISDIKNAS No.20 Tahun
2003. Lebih lanjut, dengan merujuk pada Permen Diknas tersebut, mata pelajaran
IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat dan
lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inquiry, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
139
Untuk mencapai maksud dan tujuan pembelajaran IPS itu, bertolak dari
pendapat yang dikemukan oleh Sapriya (2009), maka peserta didik perlu dibekali
keempat dimensi program pendidikan yang komprehensif, meliputi:
1. Dimensi pengetahuan (knowledge)
2. Dimensi keterampilan (skill)
3. Dimensi nilai dan sikap (value and attitude)
4. Dimensi tindakan (action).
Untuk bisa mencapai ke arah itu, maka dalam pengembangan dalam
pembelajaran IPS di sekolah, seperti yang dikemukakan oleh Sapriya (2009),
harus didasarkan pada landasan pendidikan IPS (PIPS), yang meliputi: landasan
filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan
religius. Dengan demikian peranan pembelajaran IPS berpedoman pada landasan-
landasan itu, seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009).
Seseorang hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang disiplin
ilmu-ilmu sosial yang meliputi: struktur, ide fundamental, pertanyaan pokok
(mode of inquiry), metode yang digunakan dan konsep-konsep disiplin ilmu, di
samping pemahamannya tentang prinsip-prinsip pendidikan dan psikologis serta
permasalahan sosial.
Berdasarkan fakta, praktik pembelajaran IPS yang dilakukan oleh guru
IPS masih berkutat pada cara-cara pembelajaran konvensional yang kurang
mendukung bagi perkembangan semua potensi yang dimiliki peserta didik. Pola
lama ini harus diganti dengan pola baru, apabila kita mengharapkan pembelajaran
140
IPS memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman konsep IPS bagi peserta
didik. Untuk menuju ke pola baru tersebut, maka langkah pertama adalah
perbaikan kualitas (mutu) tenaga pendidiknya.
Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus
diperhatikan secara serius. Sehingga pembelajaran IPS dengan menggunakan cara
konvensional atau tradisional dapat ditinggalkan oleh para guru. Mereka perlu
dibekali tentang pola pembelajaran IPS terpadu dan model-model pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik.
Dengan demikian, pembelajaran IPS yang diterima oleh peserta didik
menjadi bermakna, baik untuk kehidupan pribadinya maupun lingkungan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam buku Depdiknas (2006)
diungkapkan bahwa model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara
individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep
serta prinsip secara holistik dan otentik. Seperti yang dikemukakan oleh Somantri
(2001: 266), pengajaran ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah menggunakan
pendekatan correlated dan integrated. Pentingnya pendekatan interdisipliner
adalah banyaknya menampilkan masalah-masalah kehidupan sehari-hari karena
dapat mendekatkan peserta didik pada masalah-masalah sosial, juga
mempersiapkan kematangan dalam cara berpikir, begitupun dengan pendekatan
multidisipliner bahwa masalah-masalah kehidupan sosial terdiri dari aspek-aspek
disiplin ilmu sosial.
141
Dengan demikian pembelajaran IPS memiliki hubungan dalam penguasaan
IPS yang tidak lepas dari kehidupan sosial yang bahan-bahannya didasarkan pada
kajian sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, dan kemanusiaan. Maka
berpikir kreatif merupakan salah satu kemungkinan untuk dapat mengikuti
perubahan-perubahan yang terjadi dan dapat menyelesaikan masalah-masalah
kehidupan.
E. Kajian Hasil Penelitian yang Terdahulu
Beberapa penelitian yang mengkaji pembelajaran, pemahaman konsep IPS
dan kreativitas antara lain; Pertama, Supardan (2000). Kreativitas guru sejarah
dalam pembelajaran sejarah. Kajian yang dilakukan dalam penelitiannya
menggunakan kuantitatif/eksperimen. Hasil penelitiannya menunjukkan
Hubungan motivasi pembelajaran dengan kreativitas guru sejarah dalam
pembelajaran sejarah terdapat signifikan pada level of significant 0,05 dengan
sampel penelitian pada Guru sejarah di SMUN dan Swasta yaitu 22 kecamatan.
Kedua, Susanti (2006). Pembelajaran Pendidikan IPS dalam upaya
menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif melalui isu-isu ekonomi
kontemporer. Melakukan penelitian pada Guru IPS dan siswa SMA pada SMA
Plus pariwisata Bandung dengan hasil penelitiannya guru IPS belum kreatif
dalam upaya menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif belum aktif secara
keseluruhan khususnya pada materi-materi isu-isu ekonomi kontemporer. Alat
analisis yang digunakan Naturalistik, wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi.
142
Ketiga, Anisa (2008), Pengaruh pembelajaran IPS terhadap pemahaman
konsep IPS. Menghasilkan penelitian dengan Pendekatan analisis nilai dalam
pembelajaran IPS di SD berpengaruh signifikan terhadap kemampuan pemahaman
konsep IPS yaitu peningkatannya 0,087. Sampel yang digunakan pada
penelitiannya, Siswa kelas V SD Min Suci Garut dengan menggunakan alat
analisis Korelasi Uji beda=t test.
Keempat, Mulyani (2011). Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru
terhadap Motivasi Belajar Siswa. Desain penelitian yang dilakukan adalah
penelitian kuantitatif, yaitu suatu pengukuran gejala-gejala atau indikasi-indikasi
sosial yang diterjemahkan ke dalam angka-angka. Hasil penelitian yang diperoleh,
dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner, motivasi
belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi secara keseluruhan termasuk pada
kategori tinggi.
Kelima, Mega Kartika Sari (2005). Pengaruh persepsi siswa tentang
kompetensi pedagogik guru mata pelajaran diklat produktif program keahlian
administrasi perkantoran terhadap motivasi belajar siswa SMK Karya
pembangunan 2 Bandung. Menghasilkan Kompetensi pedagogik guru
berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa yang positif, dengan sampel
penelitian pada Siswa SMK Karya Pembangunan 2 Bandung.
Keenam, Nurjanah (2005). Pengaruh kompetensi pedagogik guru terhadap
motivasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi menggunakan pendekatan
analisis jalur dengan sampel pada siswa SMA di Bandung. Hasil Penelitian yang
143
didapatkan adalah kompetensi pedagogik guru berpengaruh positif terhadap
motivasi belajar siswa.
Ketujuh, Yuliawati (2005). Pengaruh kompetensi pedagogik yang
diterapkan oleh guru bidang studi administrasi perkantoran terhadap motivasi
belajar siswa pada siswa SMA di Bandung menghasilkan penelitian kompetensi
pedagogik guru berpengaruh terhadap positif terhadap motivasi belajar siswa
dengan menggunbakan pendekatan regresi berganda.
Kedelapan, Najmudin (2008). Pendekatan inquiri dalam pembelajaran IPS
untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa di SMAN 7 Kota Cirebon dengan
pendekatan Pendekatan Penelitian Kelas. Hasil penelitian yang didapatkan adalah
Upaya meningkatkan kemampuan berpikir siswa dengan pendekatan inquiry pada
pembelajaran IPS telah optimal dilakukan.
Dari beberapa studi yang telah dilakukan berkaitan dengan kreativitas dan
pemahaman konsep IPS, jelaslah bahwa proses pembelajaran merupakan faktor
penting dalam memberikan pemahaman kepada peserta didik. Peranan pendidik
merupakan tumpuan utama dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian lain
adalah:
1) Penelitian yang lain lebih kepada upaya pendidik dalam menumbuhkan
kemampuan berpikir kreatif, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis
kreativitas pendidik dalam pemahaman konsep dan berpikir kreatif .
144
2) Penelitian yang dilakukan penulis mensintetiskan antara teori kreativitas
dan teori belajar, sedangkan penelitian yang lain lebih menekankan pada
teori belajar.
3) Penelitian yang lain belum ada yang meneliti kompetensi dosen,
penerapan variasi metode pembelajaran dan pemanfaatan media
pembelajaran terhadap pemahaman konsep dan berpikir kreatif.
Dengan merujuk pada pemaparan tentang proses pembelajaran, maka lebih
banyak studi proses pembelajaran baik ditinjau dari segi kompetensi pendidik.
Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji penelitian yang berkaitan dengan
kompetensi dosen, penerapan variasi metode pembelajaran, pemanfaatan media
pembelajaran dan pemahaman konsep serta berpikir kreatif. Dengan demikian
penelitian penulis dari segi proses pendidikan juga output pendidikan berupa
pemahaman konsep dan berpikir kreatif.
F. Kerangka Pemikiran, Premis dan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
Paradigma adalah seperangkat keyakinan ilmuwan yang merupakan cara
pandang tentang contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret
(Khun,1970:43-50). Cara pandang atau kerangka berpikir dalam melihat
permasalahan, pemecahan masalah, teknik-teknik dan instrumen dalam
mengadakan penelitian terhadap objek-objek yang diteliti sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Dengan demikian dalam mencari kebenaran suatu metode
145
yang digunakan diperlukan paradigma atau kerangka berpikir untuk mencapai
tujuan.
Bogdan (1982:32) mengemukakan bahwa paradigma merupakan suatu
kumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep
atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian. Sebagaimana
yang dikemukakan Sukmadinata (2002:3) penelitian positivistik dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang bersifat objektif,
kuantitatif, fixed, menggunakan instrumen standar, guna menghasilkan inferensi,
generalisasi dan prediksi. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian
positivistik dengan pendekatan kuantitatif.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh proses pembelajaran
calon guru IPS di LPTK terhadap pemahaman konsep IPS dan berpikir kreatif.
Dari permasalahan tersebut terungkap variabel yang menjadi acuan dalam
penelitian model kuantitatif, dimana variabel-variabel penelitiannya sudah secara
eksplisit dijelaskan dalam model paradigma penelitian.
Untuk mengkaji bagaimana hubungan kausalitas dari variabel-variabel
yang terlibat sebagaimana diidentifikasikan sebelumnya, grand theory yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kreativitas dari Guilford (1950),
Teori Walas (1926) dan Teori Cropley (1994) dengan model Besemer dan
Treffinger (1981), sedangkan Teori Belajar dari Piaget, Jerume Bruner (1956).
Proses pembelajaran merupakan proses belajar mengajar yang tersusun
atas sejumlah komponen atau unsur yang saling berinterrelasi dan berinterdepensi
146
satu sama lain. Di antara komponen-komponen utama dalam setiap belajar
mengajar itu ialah:
a. Mahasiswa (dengan segala karakteristiknya) yang terus mengembangkan
dirinya secara optimal mungkin melalui kegiatan belajar) guna mencapai
tujuan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalaninya.
b. Tujuan (ialah yang diharapkan tercapainya setelah adanya kegiatan
belajar mengajar) yang merupakan seperangkat tugas atau kebutuhan
yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak dalam perilaku
dan merupakan karakteristik kepribadian .
c. Dosen merupakan orang dewasa karena jabatannya secara formal selalu
mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga
memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar (learning
experiences) pada diri siswa dengan mengerahkan segala sumber
(learning resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar
(teaching learning strategis) yang tepat.
Dengan demikian proses belajar mengajar merupakan sebagai suatu
interaksi siswa dengan guru dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Loree
(1970:133) bahwa ada tiga komponen utama proses belajar mengajar yang harus
diperhatikan oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi PBM ialah komponen-komponen: (S) Stimulus, O (Organismic),
(R) Response”.
Komponen-komponen dari proses belajar mengajar di atas akan
mempengaruhi performance dan output, diantaranya;
147
a. The Expected Output, menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran
baku (standar norm) akan jadi daya tarik (insentif) dan motivasi
(motivating factor) jadi akan merupakan stimulating factor (S) di
samping termasuk dalam response (R) factor.
b. Karakteristik mahasiswa (raw input) menunjukkan faktor-faktor yang
terdapat dalam diri individu mungkin akan memberikan fasilitas
(facilitative) atau pembatas (limitation). Sebagai factor organismic (O)
di samping pula mungkin motivating and stimulating factor (misalnya;
n-Ach)
c. Instrumental input (sarana) menunjukkan kepada dan kualifikasi serta
kelengkapan sarana yang diperlukan untuk berlangsungnya proses
belajar mengajar.
d. Environmental input menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus,
sekolah, iklim, letak sekolah atau school suite dan sebagainya).
Dari komponen–komponen yang terdapat pada proses pembelajaran,
proses pembelajaran yang berlangsung selama ini terkesan kurang memperhatikan
komponen-komponen dalam proses pembelajaran (raw input, instrumental input
dan experimental input), sehingga proses pembelajaran terkesan seolah-olah
bersifat kaku dan baku. Definisi inilah yang membatasi kreativitas, khususnya
kreativitas guru dalam menciptakan proses belajar mengajar yang dengan situasi
yang dapat menimbulkan keinginan atau rasa kebutuhan dalam diri siswa untuk
memperoleh kecakapan atau keterampilan baru.
148
Konsep merupakan sekumpulan data yang memiliki data yang sama.
Begitupun dengan konsep IPS yang merupakan sekumpulan data-data yang
memiliki data yang sama membentuk konsep IPS. Keragaman konsep IPS yang
dikemukakan para ahli menjadikan konsep IPS semakin kaya akan konsep-konsep
IPS, sehingga menjadikan generalisasi. Pemahaman konsep IPS merupakan dasar
atau tolak ukur dalam memahami sejumlah konsep-konsep IPS khususnya pada
LPTK yang membuka program studi pendidikan IPS .
Kreativitas yang dimiliki untuk proses pembelajaran bagi calon guru
merupakan kemampuan diri dalam melahirkan keterampilan-keterampilan yang
baru, atau variasi-variasi baru dalam suatu proses pembelajaran, baik berupa ide-
ide gagasan maupun perilaku nyata yang relatif berbeda, mencerminkan
fleksibilitas, kelancaran, orisinilitas serta kemampuan mengelaborasi
(memperkaya, mengembangkan dan merinci) suatu gagasan, yang disertai oleh
afeksi yang menunjang mencakup; rasa ingin tahu, berani mengambil risiko,
tertantang oleh kemajemukan, dan imajinatif. Tiga kategori produk kreatif
menurut Bassemer dan Triffingger (1981) adalah: (1) novelty (kebaharuan), (2)
resolution (pemecahan), (3) elaboration (kerincian) serta (4) synthesis (sintesis).
Dengan demikian guru IPS dalam pembelajaran dikembangkan keterampilan
berpikir kreatif dengan melahirkan sesuatu yang baru, atau kombinasi-kombinasi
baru, baik berupa gagasan maupun tindakan nyata yang relatif berbeda,
mencerminkan fleksibilitas, kelancaran, orisinilitas serta kemampuan
mengelaborasi, sehingga pembelajaran IPS yang terkesan pada peserta didik
149
bahwa pelajaran IPS adalah membosankan, kurang menarik, tidak
menyenangkan .
Adapun variabel secara terinci dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama,
sebagai variabel bebas (eksogen) adalah: kompetensi dosen (X₁) ,penerapan
variasi metode pembelajaran (X₂) , pemanfaatan media pembelajaran (X₃); kedua
sebagai variabel terikat (endogen) , pemahaman konsep IPS (Y₁) dan keterampilan
berpikir kreatif (Y₂).
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, kerangka berpikir dalam
penelitian ini sebagai berikut:
150
Variasi metode pembelajaran:1. Metode ceramah2. Metode tanya jawab3. Metode diskusi4. Metode demonstrasi5. Metode sosiodrama6. Metode karya wisata7. Metode kerja kelompok8. Metode latihan9. Metode pemberian tugas10. Metode eksperimen
Kompetensi Dosen:-Kompetensi pedagogik-Kompetensi Profesional-Kompetensi Sosial-Kompetensi Pribasi
Media pembelajaran:- Kata-kata tertulis- Kata-kata lisan- Gambar dan kata-kata lisan
Pemahaman Konsep- Separated- Integrated
Berpikir Kreatif:-Proses Kreatif -Produk Kreatif
CALON
GURUIPS
INPUT PROSES OUT PUT
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian
151
2. Premis
a. Proses pembelajaran merupakan suatu sistem belajar mengajar yang
tujuannya secara sadar mengubah perilaku (Bandura, 1986; Skinner,
1957).
b. Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap dalam standar pekerjaan yang diperlukan
(Schermerhon,1994:Sofo,1999,Robbins,2004).
c. Kreativitas adalah kemampuan yang dapat dilihat dalam dimensi pribadi,
proses, produk dan press (Colemen,1982: Amabile,1983:Rhodes,1961).
d. Kreativitas pada aspek press adalah dorongan yang muncul dari internal
atau eksternal untuk menunjang, memupuk dan memungkinkan
perkembangan kreativitas. (Simonton,1982)
e. Kreativitas pada aspek pribadi adalah tindakan kreatif muncul dari
keunikan keseluruhan kepribadian (bakat, minat, sikap dan kualitas
temperamental) dalam interaksi dan lingkungan (Guilford,1982)
f. Kreativitas pada aspek proses adalah kreativitas memiliki langkah-langkah
metode ilmiah atau meliputi empat tahap (persiapan, inkubasi, iluminasi,
verifikasi) (Walas,1962,Torrance,1965).
g. Kreativitas pada aspek produk adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru atau memiliki karakteristik observable dapat
152
diamati, novelty atau baru dan memiliki kualitas (Rogers,1982: Basemer
dan Triffinger,1981).
h. Metode mengajar adalah jalan untuk membawa peserta didik kepada
tujuan pengajaran (Kusmana, 1985)
i. Media pengajaran adalah segala benda dan alat yang digunakan untuk
membantu pelaksanaan proses belajar mengajar (Sumaatmadja,1984).
j. Konsep adalah sekumpulan data yang memiliki data yang sama (Alma dan
Haragalawan,2003)
k. Pemahaman adalah proses, cara memahami (Kamus Bahasa Indonesia,
2004).
l. IPS adalah program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari ilmu-
ilmu sosial dan humaniti untuk tujuan pendidikan
(Sumantri,1994:Jerolomek,1967)
3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini merupakan jawaban sementara dari
permasalahan yang telah dirumuskan. Secara umum hipotesis yang dirumuskan
adalah sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran calon guru IPS berpengaruh terhadap pemahaman konsep
IPS, yang dirinci ke dalam sub-hipotesis sebagai berikut:
1) Kompetensi dosen berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPS.
153
2) Penerapan variasi metode pembelajaran berpengaruh terhadap
pemahaman konsep IPS.
3) Pemanfaatan media pembelajaran berpengaruh terhadap pemahaman
konsep IPS.
b. Proses pembelajaran calon guru IPS dan pemahaman konsep IPS berpengaruh
terhadap keterampilan berpikir kreatif, yang dirinci ke dalam sub-hipotesis
sebagai berikut:
1) Kompetensi dosen berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif,
secara langsung maupun tidak langsung.
2) Penerapan variasi metode pembelajaran terhadap keterampilan berpikir
kreatif, secara langsung maupun tidak langsung.
3) Pemanfaatan media pembelajaran berpengaruh terhadap keterampilan
berpikir kreatif, secara langsung maupun tidak langsung.
c. Pemahaman konsep secara langsung berpengaruh terhadap keterampilan
berpikir kreatif.