202
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Pembelajaran IPS 1. Definisi IPS dan Pembelajaran Pengertian pendidikan ilmu pengetahuan sosial mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan kemajuan Social Studies di Amerika, sebab pendidikan ilmu pengetahuan sosial di Indonesia juga merupakan pengembangan dari social studies. Sejumlah istilah digunakan, ada yang menyebut Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Studi Sosial (SS), Program Pendidikan IPS (PIPS), Ilmu Sosial Dasar (ISD), Pendidikan Ilmu Sosial (PIS) dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS). Keragaman istilah tersebut, akan memperkaya pemikiran. Barr (1977) dalam Buletin 51 NCSS menjelaskan secara rinci perkembangan pengertian Social Studies di Amerika yang kemudian menjadi cikal bakal pendidikan IPS di Indonesia. 26

Creative Thinking (Higher Education)

  • Upload
    aabebe2

  • View
    1.132

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Contribution factors on student's creative thinking at the university

Citation preview

Page 1: Creative Thinking (Higher Education)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Pembelajaran IPS

1. Definisi IPS dan Pembelajaran

Pengertian pendidikan ilmu pengetahuan sosial mengalami pasang surut

sejalan dengan perkembangan kemajuan Social Studies di Amerika, sebab

pendidikan ilmu pengetahuan sosial di Indonesia juga merupakan pengembangan

dari social studies. Sejumlah istilah digunakan, ada yang menyebut Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS), Studi Sosial (SS), Program Pendidikan IPS (PIPS),

Ilmu Sosial Dasar (ISD), Pendidikan Ilmu Sosial (PIS) dan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (PIPS). Keragaman istilah tersebut, akan memperkaya

pemikiran. Barr (1977) dalam Buletin 51 NCSS menjelaskan secara rinci

perkembangan pengertian Social Studies di Amerika yang kemudian menjadi

cikal bakal pendidikan IPS di Indonesia.

Pengertian awal tentang “social studies” yang dikemukakan oleh Edgar

Wesley yaitu “The Social Studies are the social sciences simplified for

pedagogical purpose”, yang mengandung arti bahwa Studi Sosial adalah ilmu-

ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan Barr (1977:1-2). The

Thesaurus of ERIC Description menjelaskan bahwa:”social studies consist of

adaptation of knowledge from the social sciences for teaching purpose at the

elementary and secondary level education”.

26

Page 2: Creative Thinking (Higher Education)

27

Sejalan dengan definisi studi sosial yang dikemukakan di atas, yang

dibakukan dalam The United States of Education’s Standar terminology for

Curriculum and Instruction. Barr (1977:2) mengemukakan, bahwa “The social

studies are comprised of those aspects of history, economics, sociology, political

science, sociology, antropologi, psychology, and philosophy which in practice are

selected for instructional purpose in schools and college.”

Merujuk pada pendapat Barr di atas, hal ini mengandung pengertian,

bahwa social studies terdiri dari aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu

politik, ilmu antropologi, ilmu sosiologi, psikologi, ilmu geografi, dan filsafat

yang dalam prakteknya diseleksi untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan

perguruan tinggi pada pengantarnya.

Menurut NCSS (National Council for the Social Studies) sebagaimana

dikemukakan oleh Barr (1977:2) bahwa pengertian “social studies” yaitu:

The term “social studies”, the character reads, is used to include history, economics, sociology, civics, geography, and all modifications of subjects whose content as well as aim is social. In all these content definitions, the social studies is conceived as the subject matter of the academic disciplines somehow “simplified”, ”adapted”, “modified” or selected for school instruction.

Begitupun Barr (1977) mengemukakan pengertian studi sosial yaitu Social

studies is an integration of social sciences and humanities for purpose of

instruction in citizenship education. Hal ini mengandung makna bahwa studi

sosial adalah integrasi dari sejumlah ilmu sosial dan humanities untuk tujuan

pengajaran dalam pendidikan kewarganegaraan. Di sini diberi tekanan

“integrasi”, karena studi sosial itu merupakan satu-satunya yang berusaha untuk

Page 3: Creative Thinking (Higher Education)

28

menarik ke dalam, dengan gaya terintegrasi data-data tentang ilmu-ilmu sosial dan

pandangan-pandangan kebudayaan. Ditekankan pada “kewarganegaraan” karena

studi sosial meskipun terdapat perbedaan dalam orientasi, tinjauan, tujuan dan

metode, secara universal telah ditinjau sebagai persiapan akan kesadaran

berkewarganegaraan dalam alam demokrasi.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Barr (1977 :42) bahwa

perkembangan pengertian Social Studies pada periode kedua yaitu pada tahun

1960-an yaitu didasarkan pada penilaian bahwa studi sosial sebelumnya dinilai

sangat lemah dan kurang efektif dalam mengajarkan substansi dan mempengaruhi

sikap siswa, hal itu didasarkan pada kurikulum yang belum berubah selama lebih

dari lima tahun. Oleh karena itu para ilmuwan dalam hal ini ahli sejarah, dan ahli

ilmu-ilmu sosial bersepakat untuk meningkatkan studi sosial kepada taraf

intelektual yang paling tinggi, yakni dengan mempelajari ilmu-ilmu sosial secara

mendasar. Dan inilah periode yang disebut Robert Barr sebagai era baru

pembelajaran pendidikan ilmu-ilmu sosial.

Tapi pada kenyataannya studi “sosial baru” yang dikembangkan tahun

1960-an sama sekali tidak baru. Sesungguhnya itu sama saja dengan ilmuwan

sosial pada akhir tahun 1800-an ketika ahli sejarah dan ilmuwan sosial tidak

hanya menaruh perhatian kepada kurikulum-kurikulum di sekolah-sekolah umum,

tapi juga mengumpulkan komisi dan panitia untuk membuat rekomendasi tentang

apa yang seharusnya diajarkan di sekolah umum. Dan tidaklah mengherankan

bahwa apa yang hendak diajarkan adalah pelajaran-pelajaran yang padat dalam

sejarah dan apa yang kemudian diakui sebagai ilmu-ilmu sosial. Maka selama

Page 4: Creative Thinking (Higher Education)

29

akhir tahun 1800-an sejarawan Amerika menaruh perhatian serius dan profesional

pada program-program pengajaran studi-studi sosial di sekolah-sekolah.

Kemudian perkembangan Studi Sosial pada tahun 1970-an Barr (1977:46)

menjelaskan pengembangan kurikulum Studi Sosial menitik beratkan pada proses

inkuiri, pengambilan keputusan, nilai-nilai dan orientasi masalah yang dihadapi

peserta didik sebagaimana diungkapkan Barr dkk bahwa:

Nearly all of the curriculum development project emphasized the inquiry process, decision making, value question, and student-oriented problem. Having started as efforts to develop curriculum materials in separate, distinct, academic disciplines that were highly objective, highly conceptual, and value neutral, this shift toward student interest value and intercorrelationship between the disciplines was a significant development for the social studies.

Pada masa itu terjadi konflik dan pertentangan antara kelompok ahli

Sejarah Amerika dengan kelompok ahli ilmu-ilmu politik Amerika, dan organisasi

yang lain tentang isi yang spesifik dari pelajaran-pelajaran studi-studi sosial tapi

ada persetujuan yang dicapai secara aklamasi yaitu bahwa murid-murid di

sekolah-sekolah umum harus mempelajari struktur dan proses-proses inquiry dari

sisipan ilmiah itu. Hal ini disebabkan karena pada masa itu sebagaimana

dikemukakan oleh Barr (1977:46) pengembangan social studies dipandang

sebagai upaya bagaimana pemecahan masalah atau metode reflektif inkuiri

(problem solving or the reflective inquiry). Pemikiran ini sebagai upaya untuk

mengintegrasikan antara pemikiran yang berpusat pada anak dengan pemikiran

yang berorientasi pada kepentingan sosial atau masalah-masalah sosial. Sosial

Studies diharapkan dapat mengembangkan kemampuan membuat keputusan

Page 5: Creative Thinking (Higher Education)

30

secara cermat serta mampu mengoptimalkan peluang-peluang bagi anak untuk

membuat keputusan secara cerdas dan nalar berdasarkan pada apa yang mereka

anggap bernilai, mereka yakini dan membimbing mereka kepada gagasan-gagasan

yang bisa diterima. Maka Komisi Amerika saat itu memberikan semangat kepada

sekolah-sekolah untuk memusatkan pelajaran-pelajaran studi sosial pada minat

murid-murid dan masalah di masyarakat. Murid-murid didorong untuk melalui

penelitian sumber-sumber primer, pembentukan konsep-konsep dasar, dan

mengarang tentang sejarah mereka sendiri. Murid-murid diharuskan mempelajari

metode-metode penyelidikan, ketekunan, mengeluarkan kritik, authentication =

mencari sumber-sumber yang authentic dan verification = mencari penjelasan.

Untuk mencapai tujuan tersebut social studies pada masa ini dipandang

penting perlunya menyatukan, mensintesakan serta menerapkan materi ilmu-ilmu

sosial dalam mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan

sehari-hari dalam upaya mendidik menjadi warganegara yang baik. Analisis

tentang definisi social studies dan pengindentifikasian social studies ke dalam tiga

tradisi pedagogis menurut Winataputra (2001; 97) bahwa definisi sosial studies

tersirat beberapa hal: Pertama, social studies merupakan suatu sistem, kedua: misi

utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat

yang demokratis; ketiga: sumber utama content social studies adalah social

sciences dan humanities dan keempat: dalam upaya penyiapan warga negara yang

demokratis terbuka kemungkinan perbedaan dalam orientasi dan strategi

pembelajaran. Perkembangan social studies di Amerika sebagaimana

Page 6: Creative Thinking (Higher Education)

31

dikemukakan oleh Barr (1977:59) dikembangkan menjadi tiga tradisi sosial studi

sebagai berikut:

The analysis of the field based on purpose, method, and content was recently published in a book entitled The Nature of the Social Studies. The Analysis identified the three basic Traditions in the social studies as: Social Studies Taught as Citizenship Transmission. Social Studies Taught as Social Science and Social Studies Taught as Reflective Inquiry.

Tradisi pertama yaitu Social Studies Taught as Citizenship Transmission.

Ini merupakan tradisi paling tua dalam lapangan ini, paling populer dan secara

keseluruhannya kelihatan mempesona. Esensi dari tradisi ini ialah penanaman

tentang apa yang dipertimbangkan sebagai pengetahuan yang paling diminati,

nilai-nilai dan kecakapan-kecakapan yang diasumsikan sebagai penting untuk

mempertahankan hidup kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam Social Studies

Taught as Citizenship Transmission adalah cara pembelajaran studi sosial yang

berhubungan dengan pembentukan perilaku, pengetahuan, pandangan dan nilai-

nilai yang harus dimiliki siswa. Dalam konsep ini perilaku, pengetahuan dan nilai-

nilai merupakan kekayaan budaya yang secara tradisional harus ditransmisikan

kepada anak didik. Oleh karena itu tujuan pembelajaran sosial bertujuan untuk

mengembangkan warganegara sebagaimana dikemukakan oleh Barr (1978: 22)

bahwa “... conforms to certain accepted practices, hold particular beliefs, is loyal

to certain values, participates in certain activities, and conforms to norms which

are often in character”.

Oleh karena tujuan dari tradisi ini sebagaimana dikemukakan oleh Barr

(1978: 47) adalah mengembangkan:

Page 7: Creative Thinking (Higher Education)

32

“reasoned patriotism; a basic understanding and appreciation of America values, institution and practices, personal identity and integrity and responsible citizenship; understanding and appreciation of the American heritage; active democratic participation; an awareness of social problems, and desirable ideals, attitudes, and behavioral skills”.

Dengan demikian sebagai transmisi kewarganegaraan ini adalah membina

warga negara dalam hal ini Amerika yang dapat memenuhi kewajiban dan

tanggung jawab yang baik, taat kepada hukum, membayar pajak, memenuhi

kewajiban belajar, memiliki dorongan diri yang kuat untuk mempertahankan

Negara Amerika Serikat.Barr (1978:21).

Tradisi kedua yaitu Social Studies Taught as Social Science. Pada tradisi

ini dilatarbelakangi berawal dari peristiwa yang bervariasi yang terjadi pada tahun

1960-an. Social Studies Taught as Social Science berarti bahwa guru-guru

berharap dapat memperkenalkan murid-murid dengan riset, modus inkuiri, dan

cara-cara meninjau dunia seperti yang dipakai oleh para ahli ilmu sosial. Dengan

kata lain pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan atas asumsi bahwa

siswa-siswa dapat berpikir kritis jika melakukan observasi dan penelitian seperti

apa yang dilakukan oleh ahli ilmu-ilmu sosial Barr (1978:23). Maka tujuan

pembelajaran sosial yang mengembangkan karakter warganegara yang baik, yang

ditandai oleh penguasaan “made of thinking from social science discipline that

this mode of thinking is generalizable; and having learned it he will understand

properly, appreciate deeply, infer carefully, and conclude logically”.Barr

(1978:23-24). Cara berpikir yang demikian harus menjadi landasan untuk

menanggapi, menginterprestasi dan menggunakan ilmu pengetahuan sosial. Para

siswa harus mampu berpikir dan menggunakan ilmu pengetahuan sosial. Para

Page 8: Creative Thinking (Higher Education)

33

siswa harus mampu berpikir sesuai dengan ilmu-ilmu sosial, sebab cara berpikir

yang demikian penting dalam menyusun generalisasi pada bidang ilmu sosial

untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Dengan demikian tradisi ini memusatkan perhatian pada upaya

pengembangan karakter warganegara yang baik, yang ditandai oleh

kemampuannya dalam melihat dan mengatasi masalah-masalah sosial dan

personal dengan menggunakan visi dan cara kerja para ilmuwan sosial. Dalam hal

ini merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang akan

datang yang dapat berpikir seperti dalam tradisi keilmuan sosial yaitu mereka

dapat melakukan perumusan masalah, penyusunan hipotesis, mengumpulkan data,

melakukan analisis data, dan pada akhirnya dapat menarik kesimpulan sesuai

dengan pola ilmu-ilmu sosial (Disman, 2004:57).

Tradisi ketiga Social Studies Taught as Reflective Inquiry. Tradisi ini

berasal dari filsafat John Dewey dan para pengikutnya sejak permulaan abad 20.

Tekanan yang diberikan dalam bab ini adalah pada pentingnya mempersiapkan

murid-murid sadar akan kewarganegaraan. Komponen yang paling penting dari

kewarganegaraan ini ialah murid-murid tahu mengidentifikasikan problema-

problema dan isu-isu dan mengambil keputusan mengenai policy dan

kepercayaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Barr (1978:99) adalah “Inquiry as

a method means that a teacher and his students will identify a problem that is of

considerable concern to them-and to our society and that relevant fact and values

will be examined in the light of criteria”. Mengandung makna inkuiri meliputi

identifikasi masalah sosial yang harus ditelaah, artinya inkuiri merupakan proses

Page 9: Creative Thinking (Higher Education)

34

berpikir lebih mendalam dan lebih mendalam. Reflektif inkuiri ini terdapat pada

konsep minat, nilai, berpikir kritis, dan juga berhubungan dengan persoalan-

persoalan yang berada pada lingkungan sekitar kita. Melalui tradisi reflektif

inkuiri ini siswa dilibatkan dalam suasana kehidupan nyata yang penuh dengan

persoalan yang harus diteliti dan dipikirkan secara kritis.

Studi sosial sebagai reflektif inkuiri yaitu suatu proses penelaahan dan

berpikir yang mendalam, merupakan teknik dan strategi pembelajaran ilmu

pengetahuan sosial untuk membina para siswa yang kritis, reaktif, dan mampu

melakukan pemecahan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu tujuan

pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang juga sama, yakni

pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria dilihat dari

kemampuannya to engage in a continual process of clarifying their own value

structure .Barr (1978:27).

Maka tujuan utama dari tradisi Social Studies Taught as Reflective Inquiry

ini adalah the enhancement of the student decision making abilities, for decision

making is the most important requirement of citizenship in a political democracy

artinya bahwa tradisi ini memusatkan perhatian pada pengembangan karakter

warganegara yang baik dengan ciri pokoknya mampu mengambil keputusan.

Reflektif inkuiri menyatakan reaksi pada tradisi Transmission, The Citizenship

Transmitter percaya bahwa ada nilai-nilai tertentu dari pengetahuan yang harus

diwariskan kepada anak. Sampai sejauh mana anak mendapatkan pengetahuan dan

nilai yang benar dan mereka akan menjadi warganegara yang baik. Reflektif

Page 10: Creative Thinking (Higher Education)

35

inkuri membatasi hal ini sebagai usaha untuk menanamkan kepada anak-anak apa

yang baik dan benar.

NCSS (The national Council for the Social Studies) pengertian social

studies terus mengalami perubahan dan perkembangan yang disesuaikan dengan

kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Begitupun dengan Ilmu Pengetahuan

Sosial yang merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang tanggung jawab

utamanya adalah membantu siswa mengembangkan pengetahuan keterampilan,

sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat baik tingkat lokal, nasional dan internasional.

Walaupun bidang kurikulum lainnya juga membantu siswa untuk

mencapai keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat

demokratis, namun Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) adalah satu-

satunya bidang kurikulum yang mengembangkan keterampilan dan kompetensi

warga negara sebagai tujuan utamanya (Banks,1985:3) sebagai berikut:

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally drivers, democratic society in an interdependent world”.

Pada intinya Social studies adalah integrasi atau gabungan ilmu-ilmu sosial

dan humanities untuk tujuan pengajaran dalam pendidikan kewarganegaraan.

Page 11: Creative Thinking (Higher Education)

36

Sebagai bahan perbandingan pengertian social studies Alma dan Harlasgunawan

(2003:146) mengekemukakan hakekat studi sosial berbagai pakar, sebagai berikut

diberikan beberapa pandangan:

a. The Committee on the social studies of the national Education Association’s and Reorganization of Secondary Education in 1916 memberi definisi sebagai berikut: “...those studies whose subject matter relates to the organization and development of human society and to as member of social groups.

b. Paul Mathias, dalam bukunya The Teacher Hanbook for Social Studies, Blindfold Press, London, 1973:20-21 menyatakan : The Study of man in society in the past, present and future, social studies emerge as a subject of prime importance for study in school.

c. Edgar B. Wesley, menyatakan “ those portions or aspects of the social sciences that have been selected and adapted for use in the school or in other instructional situation....The Social Studies are the social sciences simplified for pedagogical purpose in school... The Social studies consists of Geography, History, Economics, Sociology, Civics and various combination of these subject.

d. Leonard S. Kenworthy mengatakan; “Social Studies are the study of people carried on in other to help students understand themselves and others in varieties of societies in different places and at different times as individual and groups seek to meet the needs through many institutions as those human beings search for satisfying a personal philosophy and the good society.

e. Jhon Jarolimek, mengatakan : “ The Social Studies as a part of the elementary school curriculum draw subject matter content from the social sciences, history, philosophy, anthropology and economics. The social studies have been defined as those portion of the social sciences... selected for instructional pupose.

f. Ragam William B mengatakan: The Social Studies are concerned with the wide dissemination of information, the development of social skill and the improvement of social behavior. The social studies program draws materials from the various social sciences, but it also users materials from the lokal community that cannot be properly classified as belonging exclusively to any of them.

g. U.S. Bureau of Education menyatakan The Social Studies are understand to be those whose subject matter relates directly to the organization and development of human society and to man as a member of a social group.

h. Fresser and West mengemukakan: The Social sciences are systematically organized scholarly bodies of knowledge that have been built up through intellectual inquiry and planned research. These logically organized bodies of knowledge are susceptible of study by person of intellectual maturity. The social studies on the other hand consist of material selected from the

Page 12: Creative Thinking (Higher Education)

37

social sciences and organized for the instruction of children and youth. The distinction is between systematically structured of instructional content.

i. Somantri mengemukakan bahwa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) adalah suatu program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniti, yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

j. Nasution memberi definisi IPS adalah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti Geografi, Sejarah, Ekonomi, Antropologi, Sosiologi, Politik dan Psikologi.

Demikian beberapa pengertian pendidikan IPS atau studi sosial yang

dikembangkan di Amerika Serikat dan oleh beberapa tokoh pendidikan kita.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa studi sosial ialah kajian mengenai

manusia dengan segala aspeknya dalam hidup dan sistem bermasyarakat, dan

kajian ini dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran di sekolah dalam menyiapkan

anak didik untuk menjadi warga negara yang baik, berdasarkan nilai dan kaidah

kemasyarakatan yang berlaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan kita.

2. Perkembangan Konsep IPS

Perkembangan konsep IPS di Indonesia secara resmi masih sulit untuk

ditelusuri kapan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berada. Winataputra (2001:110)

mengatakan:

Pertama, di Indonesia belum ada lembaga profesional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS dan SSEC seperti di Amerika. Lembaga serupa seperti HISPIPSI usianya masih muda dan produktivitas akademiknya masih belum optimal. Kedua pengembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pakar.

Page 13: Creative Thinking (Higher Education)

38

Dari uraian di atas, menggambarkan masih adanya pengembangan

kuruikulum yang terkotak-kotak, karena belum adanya suatu lembaga yang

menangani secara khusus seperti di negara-negara lain. Maka:

“Konsep IPS pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973, yakni kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum Sekolah Menengah selama 4 tahun, digunakan istilah yakni (1) Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk itu semua siswa sebagai bendera untuk kelompok mata pelajaran sosial yang terdiri dari atas geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS, (2) “Pendidikan kewarganegaraan” sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan dan, (3) “Civics Hukum” sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.” (Winataputra; 2001:110).

Dengan demikian, konsep IPS yang masuk ke Indonesia di tingkat

persekolahan, melalui proyek perintis sekolah pembangunan pada tahun 1972-

1973 dalam kurikulumnya untuk mata pelajaran IPS terbagi menjadi tiga

kelompok, yakni; studi sosial sebagai mata pelajaran inti, pendidikan

kewarganegaraan sebagai mata pelajaran inti dan Civic hukum sebagai mata

pelajaran mayor.

Kemudian Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan tersebut

dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan pemikiran tentang IPS,

yakni

“Masuknya kesepakatan akademis tentang IPS ke dalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam tiga bentuk yakni; (1) pendidikan IPS terintegrasi dengan nama pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial, (2) pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai konsep payung untuk mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi dan, (3) pendidikan kewargaan negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang dalam konsep tradisi social studies termasuk tradisi citizenship.” (Winataputra;2001:113).

Page 14: Creative Thinking (Higher Education)

39

Pada perkembangan konsep IPS tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga

bentuk, yaitu pendidikan IPS terintegrasi, pendidikan IPS terpisah, dan

pendidikan kewarganegaraan sebagai bentuk pendidikan IPS khusus. Terlihat dari

pernyataan pada isi kurikulum IPS tahun 1975 yang menampilkan empat profil,

yakni:

“(1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi citizenship transmission, (2) pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah dasar, (3) pendidikan IPS terkonsentrasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, Sejarah dan Ekonomi Koperasi, dan (4) Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran Sejarah, Geografi dan Ekonomi untuk SMA atau Sejarah dan Geografi untuk SPG (Dep P dan K, 1975a;1975b;1975c dan 1976).” (Winataputra, 2001:114).

Selanjutnya pada kurikulum 1984, konsep pendidikan IPS itu tidak

mengalami perubahan yang mendasar. Namun dalam kurikulum 1994 konsep

pendidikan IPS demikian mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Winataputra (2001:115), bahwa

“Kurikulum 1994 untuk mata pelajaran IPS SD menjadi IPS terpadu di SD kelas II s.d kelas VI, pendidikan IPS terkonfenderasi di SLTP yang mencakup materi Geografi, Sejarah dan Ekonomi Koperasi; dan pendidikan IPS terpisah-pisah. Sedangkan di SMU pendidikan IPS terpisah-pisah terdiri dari mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di kelas II; Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara dan Antropologi di kelas III program IPS”.

Pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS,

sesuai dengan pernyataan Winataputra (2001) bahwa, “pendidikan IPS diajarkan

dalam tradisi citizenship transmission dan pendidikan IPS yang diajarkan dalam

tradisi social science “.

Page 15: Creative Thinking (Higher Education)

40

Konseptual pendidikan IPS versi Indonesia dipelopori dan diperjuangkan

oleh Somantri (2001:92), dirumuskan, bahwa “pendidikan IPS adalah

penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta

kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan

pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan”.

Pengertian di atas dimaksudkan untuk Pendidikan IPS pada tingkat

sekolah, tetapi harus dipahami juga oleh program Pendidikan IPS untuk Pasca

Sarjana. Menurut Al Muchtar (2004: 28) pendidikan IPS adalah berbagai macam

pengorganisasian ilmu-ilmu sosial dan kegiatan-kegiatan dasar manusia segala

permasalahannya, yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis

untuk tujuan pendidikan FIPS-Pasca Sarjana. Keterkaitan struktural dan

fungsional pendidikan IPS dengan disiplin ilmu sosial sangat erat, karena disiplin

ilmu-ilmu sosial merupakan salah satu dari sumber utama pendidikan IPS.

Kemudian menurut Somantri (2001 : 92) menjelaskan perbedaan antara

kedua versi pengertian pendidikan IPS ialah kata “penyederhanaan” dan “seleksi

dari disiplin ilmu”. Pada kata “penyederhanaan” dimaksudkan bahwa untuk

pendidikan dasar dan menengah tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan

tingkat kecerdasan dan minat peserta didik. Pada tingkat kesukaran bahan

pendidikan IPS maka dimungkinkan untuk melakukan berbagai pendekatan dalam

menyusun isi/bahan Pendidikan IPS, maupun dalam mengembangkan berbagai

teknik mengajar yang kemudian dilandasi dengan teori psikologi pendidikan,

dengan maksud agar adanya kemudahan belajar pada siswa sehingga tercapai

tujuan pendidikan.

Page 16: Creative Thinking (Higher Education)

41

Dengan demikian Pendidikan IPS yaitu “Pendidikan IPS bersumber dari

beberapa disiplin ilmu, humaniora, disiplin ilmu pendidikan, kegiatan dasar

manusia dalam masyarakat, untuk tujuan pendidikan nasional, yang semuanya

harus dipikirkan dan dikembangkan secara integratif” Somantri ( 2001:95).

3. Tujuan IPS dan Tujuan Pengajaran IPS

Sejumlah definisi yang dirumuskan oleh para ahli pendidikan IPS secara

umum bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan sikap siswa, antara lain

kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah dan pengambilan

keputusan (Al-Muchtar, 2004:40). Tujuan secara umum tersebut kemudian

dirumuskan dalam kurikulum sekolah dan merupakan bagian dari tujuan

pendidikan nasional. Dalam kurikulum tujuan dituangkan dalam rumusan tujuan

instruksional kemudian dikembangkan lebih operasional dalam tujuan

instruksional khusus yang kemudian dikenal dengan tujuan pembelajaran. Tujuan

Ilmu Pengetahuan Sosial sebagaimana dikemukakan (Robert Barr; 1987:202)

diantaranya adalah:

a. Acquiring of knowledge (memperoleh pengetahuan), Untuk menjadi warga

negara yang baik, maka siswa perlu diberi bekal pengetahuan dan

pengetahuan itu adalah pengetahuan sosial.

b. Development of reasoning power and critical judgment. Siswa harus

dilatih berpikir secara kritis, yaitu menghubungkan dengan pengetahuan

yang sudah dimilikinya, disesuaikan dengan fakta-fakta sebagai landasan

berpikir.

Page 17: Creative Thinking (Higher Education)

42

c. Training in independent study. Siswa harus dilatih untuk belajar sendiri

bagaimana cara belajar yang baik, memupuk minat belajar, dan

mempergunakan waktu seefisien mungkin.

d. Formation of habits and skill. Anak harus dilatih mempunyai kegemaran

dan keterampilan tertentu. Anak harus dilatih mempunyai kegemaran dan

keterampilan tertentu.

e. Training in desirable patterns of conduct. Melatih anak untuk menghayati

nilai-nilai hidup yang baik termasuk di dalamnya etika, moral, kejujuran

dan lain-lainnya.

Adapun tujuan pengajaran IPS sebagaimana juga dikemukakan Barr (1978:202)

diantaranya ialah:

a. Understanding (pengertian). Seorang warga negara baik harus mempunyai

latar belakang pengetahuan yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah-

masalah sosial. Sehingga siswa memiliki pengertian tentang informasi

dunia dan dapat menempatkan dirinya serta dapat memecahkan masalah

yang dihadapinya.

b. Attitudes (sikap). Aspek ini dapat membantu sikap bersikap baik, dan

bertanggung jawab, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Siswa harus

di bantu mengerti sistem nilai, mempelajari sumber nilai yang berlaku di

sekolah dan masyarakat. Karena sikap mencakup moral, cita-cita, apresiasi

dan kepercayaan.

c. Skill (keterampilan). Adapun keterampilan dan kemampuan yang

dikembangkan IPS yang harus dikuasai siswa meliputi:

Page 18: Creative Thinking (Higher Education)

43

1) Social skill (keterampilan sosial) meliputi menghargai kehidupan

kerjasama, belajar memberi dan menerima, tanggung jawab,

menghormati hak orang lain, dan membina kesadaran sosial.

2) Study skill and work habits (keterampilan belajar dan kebiasaan )

3) Group work skill (keterampilan bekerja kelompok) meliputi menyusun

rencana, memimpin diskusi dan menilai pekerjaan bersama.

4) Intellectual Skill yaitu kemampuan ini mengembangkan pemikiran

yang kritis, dengan berbagai aspek pemikiran, meliputi penggunaan

aplikasi dari pendekatan yang rasional dari pemecahan masalah.

Ilmu Pengetahuan Sosial diidentifikasikan sebagai studi yang berhubungan

dengan masalah-masalah bagaimana manusia mengembangkan kehidupan yang

lebih baik, kepentingan sesamanya, bagaimana manusia berhubungan dengan

masalah-masalah kehidupan bersama dan bagaimana manusia mengubah atau

diubah oleh lingkungannya.

Menurut Alma (2003:149) mengemukakan ada tiga tujuan utama studi

sosial yaitu: (1) Social studies prepare children to be good citizenship, (2) Social

Studies teach children how to think, (3) Social Studies pass on the cultural

heritage. Sumaatmaja (1988:20), mengemukakan bahwa melalui pengajaran

Pendidikan IPS diharapkan terbinanya warga negara yang akan datang yang peka

terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap

mental positif terhadap segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi

masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri terutama yang

menimpa kehidupan masyarakat.

Page 19: Creative Thinking (Higher Education)

44

Untuk mencapai tujuan yang umum ini program pengajaran studi sosial

difokuskan kepada penyediaan pengalaman belajar yang akan membantu setiap

siswa antara lain:

a. Memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bila dan bagaimana

manusia hidup.

b. Memahami bagaimana manusia berusaha menyesuaikan,

mempergunakan, mengontrol, tenaga dan sumber daya lingkungan.

c. Memahami bahwa perubahan adalah merupakan kondisi masyarakat

yang selalu ada dan berkembang setiap waktu, mereka harus terlibat di

dalamnya.

d. Mengenal dan mengerti implikasi dari perkembangan saling

ketergantungan manusia satu sama lain dan dengan bangsa lain di

dunia.

e. Menghargai dan mengerti persamaan semua ras-etnik, agama dan

kebudayaan. Bisa menempatkan diri dalam masyarakat yang

pluralistik.

f. Menghargai hak-hak individu orang lain.

g. Mengerti dan menghargai warisan leluhur sebagi aset bangsa.

Dengan demikian tujuan utama social studies adalah untuk

mengembangakan kehidupan anak didik dengan mengembangkan kemampuannya

dan lingkungannya dan melatih anak menempatkan diri dalam masyarakat

demokrasi, serta menjadikan negaranya sebagai tempat hidup yang lebih baik.

Page 20: Creative Thinking (Higher Education)

45

Sedangkan dilihat dari tujuan dasar IPS sebagaimana dikemukakan oleh Bruce

(1972:14) adalah; (1) Humanistic Education, (2) Citizenship Education dan (3)

Intellectual Education. Dalam aspek Humanistic Education (Pendidikan

kemanusiaan) IPS diharapkan mampu membantu anak didik untuk memahami

segala pengalamannya serta diharapkan lebih mengerti makna kehidupan ini.

Untuk memahami makna kehidupan ini ada beberapa hal yang harus

dikembangkan dan ditumbuhkan pada diri siswa, sebagaimana dikemukakan

diantaranya: (1) memiliki rasa kemanusiaan, (2) memiliki tanggung jawab sosial,

(3) sadar bahwa lembaga-lembaga yang ada adalah abdi masyarakat, (4)

memahami pentingnya kesepakatan, (5) setia kepada kebenaran, (6) menghargai

kemampuan orang lain, (7) menghargai kebersamaan moral, (8) mengembangkan

persaudaraan, (9) dapat mencapai kebahagiaan dan (10) meningkatkan aspek

spiritual. (Disman, 2004:69).

Barr (1978:201) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dimiliki siswa

yang sesuai dengan tujuan IPS adalah sebagai berikut yaitu :

a. Mampu menguasai objek (alam sekitar) dan mengolahnya sehingga

bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

b. Manusia yang berprikemanusiaan, yang menganggap dan

memperlakukan sesamanya sebagai semartabat dengan dirinya,

menjadi manusia yang demokratis dan melaksanakan keadilan sosial

serta sadar akan kedudukannya sebagai anggota bangsa yang

terhormat, dalam dunia internasional.

Page 21: Creative Thinking (Higher Education)

46

c. Menjadi warga negara yang memiliki sikap terbuka bagi hasil kultur

yang dicapai bangsanya dan umat manusia serta memanfaatkannya

untuk perkembangan pribadinya.

d. Menjadi manusia yang memiliki kesadaran ekologi yang tinggi,

memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan fisik, dan

mengembangkan siswa menjadi yang mampu membudayakan diri dan

lingkungannya dalam bidang teknologi, ekonomi, politik dan

sebagainya.

Adapun tujuan pendidikan ilmu sosial dari aspek pendidikan

kewarganegaraan yaitu memberikan bekal kepada setiap anak didik harus

dipersiapkan agar mampu berpartisipasi secara efektif didalam dinamika

kehidupan masyarakatnya untuk bekerja secara benar dan penuh tanggung jawab

demi kemajuannya.

Dengan demikian pendidikan kewarganegaraan harus dapat memindahkan

nilai-nilai atau memberi pendidikan untuk menjadi warga negara yang baik.

Seorang warga negara yang baik adalah seseorang yang dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungannya, menganut keyakinan tertentu, loyal pada peraturan-

peraturan, berpartisipasi dalam keadaan tertentu dan menyesuaikan diri pada

norma-norma yang seringkali merupakan karakteristik lokal.

Adapun tujuan pendidikan IPS sebagimana dikemukakan oleh Barr

(1978:58) yaitu 1) mengembangkan rasa partiotisme, 2) memberi inspirasi pada

integrasi pribadi dan tanggung jawab warga negara, (3) membentuk pengertian

dan apresiasi terhadap nenek moyang, (4) mendorong partisipasi demokrasi aktif,

Page 22: Creative Thinking (Higher Education)

47

(5) membantu siswa mendapatkan kesadaran akan masalah sosial, (6) mengerti

dan menghargai sistem ekonomi yang bebas.

Demikian juga dengan tujuan pendidikan sosial yang dilihat aspek

pendidikan intelektual yaitu diharapkan setiap siswa memperoleh cara dan sarana

untuk mengadakan analisis terhadap gagasan-gagasan serta mengadakan

pemecahan masalah seperti yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli sosial. Untuk

itu maka perlu dikembangkan keterampilan intelektual pada diri siswa, mencakup

berbagai aspek berpikir seperti; (1) mempergunakan pendekatan (approach), (2)

berpikir kritis, dan (3) menggunakan prosedur induktif berupa penelaahan

masalah dari fakta, secara empiris kemudian dibuat kesimpulan). Kemudian

pengajaran IPS juga perlu dikembangkan keterampilan berpikir kreatif dan

inovatif. Disamping keterampilan yang dimiliki siswa maka keterampilan yang

khusus yang harus dimiliki siswa sebagaimana dikemukakan Barr (1978:197)

yaitu: keterampilan membaca tentang ilmu pengetahuan sosial,keterampilan

berpikir kritis dan memecahkan masalah, menafsirkan, peta, globe dan

sebagainya, mengerti waktu dan kronologi, memacahkan masalah.

Tujuan dan isi PIPS sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahab (2002;2)

menjelaskan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang tanggung

jawab utamnaya adalah membantu siswa mengembangkan pengetahuan,

keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam

kehidupan bermasyarakat (baik di tingkat lokal, nasional dan internasional.

Walaupun bidang kurikulum lainnya juga membantu siswa untuk mencapai

berbagai keterampilan yang diperlukan juga untuk berpartisipasi dalam

Page 23: Creative Thinking (Higher Education)

48

masyarakat demokratis namun studi sosial (PIPS) adalah satu-satunya kurikulum

yang mengembangkan keterampilan dan kompetensi-kompetensi warganegara

sebagai tujuan utamanya (Banks, 1988:3). Oleh karena itu tepat jika dikatakan

tujuan studi sosial yang kita kenal selama ini telah mengalami perubahan

mendasar yang menempatkan tujuan studi sosial (PIPS) benar-benar merupakan

tantangan sebagaimana dikemukakan oleh Banks (1982) bahwa :

“...to help students develop reflective attachments to their nation-states and a sense of kinship with the global comunity. We also need to help students develop the ability and the commitment to influence public policy...our central thesis is that the main goal of the social studies is should be to develop the ability to make reflective decisions. With this ability, they can solve personal problems and shape public policy by participating in intellegent citizen action. This bilief about the proper goal af the social studies is based on the assumption thet humans will always face personal and social problem and that all citizens should participate in the making of public policy. The theory of social studies education presented...is grounded in democratic beliefs. One of its basic assumptions is that citizen articipation in the making of public policy is essential for the creation and perpetuation of a free, humane and open society. This theory also assumes thet individual are not born with the ability to make reflective decicions, but that decision making consist of a set of interrelated skills that can be identify and clarify their values and that they be taught to reflect on problems before taking action to solve them. The main component of decision making as scientific knowledge, value analysis and clarification and the affirmation of a course of action by synthesizing one’s knowledge and values”.

Kemudian Banks (1988:30) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang

sangat penting untuk ditelusuri lebih lanjut guna memahami tujuan dan isi

pembelajaran studi sosial (PIPS) agar dapat ditentukan strategi pembelajaran yang

tepat guna mencapai tujuan-tujuan sebagaimana disebutkan di atas melalui isi

studi sosial (PIPS) yang telah dipilih dan diorganisasikan dengan cermat.

Pertama; adalah suasana kehidupan yang demokratis, Kedua; adalah partisipasi

Page 24: Creative Thinking (Higher Education)

49

aktif, efektif dan kritis warganegara dan ketiga: adalah dimiliki berbagai

kompetensi dasar warganegara yang amat diperlukan dalam partisipasi tersebut.

4. Karakteristik IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial menurut para pakar merupakan mata pelajaran

yang diajarkan di sekolah mengenai hidup dan kehidupan social di masyarakat

yang didasarkan pada bidang-bidang kajian geografi, ekonomi, sosiologi,

antropologi, tata negara, dan sejarah. Maka, pengetahuan IPS merupakan

kumpulan yang terdiri dari “hubungan fakta, konsep, dan generalisasi” (Sunaryo,

1989:148), lebih lanjut dikemukakan bahwa hubungan antara generalisasi, konsep

dan fakta terdapat perbedaan antara penyusunan perencanaan pengajaran dan

pembelajaran. Pengetahuan yang berhubungan dengan fakta mencakup semua

data khususnya yang terdiri dari kejadian, objek, orang atau gejala yang dapat

dirasakan. Fakta adalah tingkat yang paling rendah dari suatu abstraksi, suatu

fakta merupakan keadaan faktual dan dapat diterima sebagaimana adanya. Konsep

merupakan suatu pernyataan atau frase yang berguna dalam mengklasifikasikan

fakta, kejadian, atau ide berdasarkan karakteristik yang umum.

Konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data

yang memiliki ciri-ciri yang sama (Alma dan Harlasgunawan, 2003:152). Dapat

dikatakan konsep merupakan abstrak dari suatu kejadian atau hal-hal yang

memiliki ciri-ciri yang sama atau ide tentang sesuatu di dalam pikiran. Makin

abstrak suatu konsep, makin besar kemampuan mengumpulkan fakta yang lebih

spesifik dan makin tidak abstrak yang berada dibawahnya. Bentuk geografi

Page 25: Creative Thinking (Higher Education)

50

adalah merupakan konsep, yang berada dibawahnya antara lain: sungai, danau,

pegunungan, tebing, lautan dan lain sebagainya. Ilmu Pengetahuan Sosial kaya

akan konsep-konsep IPS, dalam memahami konsep IPS tentu mengetahui terlebih

dahulu konsep IPS tersebut terlebih dahulu.

Generalisasi adalah beberapa konsep yang dipadukan menjadi dua konsep

(Alma dan Harlasgunawan, 2003:153). Generalisasi dapat merupakan prinsip,

hukum, dalil, teori atau pendapat-pendapat. Setelah mahasiswa memahami konsep

yang diperlukan, mahasiswa dapat memahami generalisasi yang dibentuk atau

membuat generalisasi lain melalui percobaan atau pembuktian. Teori terdiri dari

generalisasi yaitu prinsip, dalil, hukum, yang saling berhubungan yang dapat diuji

kebenarannya.

Menurut Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 bahwa setiap mata pelajaran

memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran –mata

pelajaran lainnya, tidak terkecuali mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

yang memiliki sejumlah karaktristik tertentu, yang antara lain seperti berikut:

a. IPS merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu sosial antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi dan Sejarah.

b. Materi bagian IPS terdiri atas sejumlah konsep, prinsip dan tema yang berkenaan dengan hakekat kehidupan manusia sebagai makhluk sosial (homo Socious)

c. Kajian IPS dikembangkan melalui tiga pendekatan utama, yaitu functional-approach, interdicipliner-approach, dan multidicipliner-approach.

d. Pendekatan fungsional digunakan apabila materi kajian lebih dominan sebagai berikut :1) kajian dari salah satu disiplin ilmu sosial, dalam hal ini disiplin-

disiplin ilmu sosial lain berperan sebagai penunjang dalam kajian materi tersebut.

2) Pendekatan interdisipliner digunakan apabila materi kajian betul-betul menampilkan karakter yang dalam pengkajiannya memerlukan keterpaduan dari sejumlah disiplin ilmu sosial.

Page 26: Creative Thinking (Higher Education)

51

3) Pendekatan multidisipliner digunakan manakala materi kajian IPS memerlukan pendeskripsian yang melibatkan keterpaduan antar/lintas kelompok ilmu, yaitu ilmu alamiah (natural science), dan humaniora

4) Materi IPS senantiasa berkenaan dengan fenomena dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat baikk dalam skala kelompok masyarakat, lokal, nasional, regional dan global.

5. Definisi Pembelajaran

Belajar adalah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman

serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa, Syah ( 2010). Maka belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai suatu

pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau

pemahaman. Uno (2010) merumuskan pengertian belajar adalah suatu proses

perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan,

sikap dan keterampilan) tertentu. Gagne (1970) belajar merupakan kegiatan yang

kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, yang disebabkan ; (1) Stimulus

yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.

Jadi belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng

sebagai hasil latihan yang diperkuat. Belajar adalah suatu proses dan aktivitas

yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan,

buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa,

sampai liang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Suyono

dan Hariyanto (2011:1).

Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang

menyangkut pengertian belajar sebagai berikut:

Page 27: Creative Thinking (Higher Education)

52

a. Belajar merupakan suatu proses yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang

dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.

b. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang

yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau pemahaman.

c. Belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku (kognitif, afektif dan

psikomotor) yang bersifat relatif permanen.

d. Hasil belajar ditunjukkan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara

keseluruhan.

e. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi,

emosional, sikap dan sebagainya.

f. Belajar adalah suatu aktivitas untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan

dan memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian.

Dalam konteks memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains

konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan pengalaman (experience).

Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan (knowledge) atau

a body of knowledge. Lahirnya teori kognitivisme, perubahan definisi

pengetahuan bahwa pengetahuan itu terbangun oleh sekumpulan fakta-fakta, a

bundle of fact. Munculah istilah pengalaman adalah guru yang paling baik

experience is the best teacher. Belajar itu tidak hanya penjejalan pengetahuan

kepada siswa atau belajar itu harus melalui pengajaran yang berfokus pada guru

(teacher oriented). Namun belajar dapat diperoleh dari alam dengan mengamati,

melakukan, mencoba dan menyaksikan suatu proses.

Page 28: Creative Thinking (Higher Education)

53

Dalam prakteknya pengajaran yang dilakukan adalah guru merupakan pusat

kegiatan pengajaran, mendominasi dan siswa diibaratkan seperti gelas kosong

yang harus diisi air hingga penuh. Paulo Freire dengan paham rekontruksionisme

sosial, menyebutnya dengan model pengajaran gaya bank. Dimana guru

memberikan uang atau pengetahuan kepada siswa, dimana siswa pasif dan

reseptif, pembelajaran berlangsung tanpa ada demokratisasi, memasung

kreativitas siswa. Model ini disebut pengajaran dengan model komando (Suyatno

dan Hariyanto, 2011:10).

Dengan demikian pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara

komponen-komponen sistem pembelajaran. Proses belajar mengajar diartikan

sebagai suatu interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuan

(Makmun, 1999:89). Siswa sebagai yang belajar, guru yang mengajar. Pengajaran

dilakukan dalam suatu aktivitas yang disebut dengan mengajar. Mengajar adalah

upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa

agar terjadi proses belajar, Suyatno (2011:16). Pada pertengahan abad ke-20

mengajar adalah sebuah proses pemberian bimbingan dan memajukan

kemampuan pembelajar yang berpusat pada guru. Kemudian mengalami

perkembangan bahwa model pendidikan yang berpusat kepada siswa. Pengajaran

dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang

saling bergantung satu sama lain, dan terorganisir antara kompetensi yang harus

diraih siswa, materi pelajaran, media pengajaran, sumber belajar,

pengorganisasian kelas dan penilaian.

Page 29: Creative Thinking (Higher Education)

54

Dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak terlepas dari berbagai

komponen pembelajaran yang meliputi tujuan, bahan ajar, metode, alat dan

sumber, evaluasi (Djamarah dan Zain,2002:48). Dengan demikian, konsep dan

pemahaman pembelajaran dapat dipahami dengan menganalisis aktivitas

komponen pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses

belajar.

6. Ruang Lingkup Pembelajaran

Berbicara tentang belajar dan pembelajaran tentu tidak lepas dari belajar

dan mengajar. Belajar adalah suatu proses dan aktivitas manusia yang selalu

dilakukan dan dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian,

tumbuh dan berkembang dari anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa,

sampai ke liang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat.

(Suyuno, 2011:4). Sedangkan mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan

yang memungkinkan terjadinya proses belajar . Sistem lingkungan ini terdiri dari

komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang

ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan

peranan serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia (Hasibuan,

2010:3). Mengajar merupakan seni yang didasarkan pada pengalaman guru dan

kearifan praktek. Dengan demikian belajar mengajar merupakan proses

perkembangan dan berlangsung seumur hidup. Guru melalui berbagai tahapan

yang dapat diprediksi dalam menghadapi situasi mengajar, karena mengajar

adalah seni.

Page 30: Creative Thinking (Higher Education)

55

Ruang lingkup pembelajaran adalah siswa sebagai pembelajar (belajar)

dan guru sebagai yang mengajar dan tujuan. Siswa dengan segala karakteristiknya

yang terus mengembangkan dirinya secara optimal mungkin melalui berbagai

kegiatan belajar. Tujuan ialah yang diharapkan tercapai setelah adanya kebiasaan

belajar mengajar yang merupakan seperangkat tugas atau kebutuhan yang harus

dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak dalam perilaku. Guru ialah orang

dewasa yang karena jabatannnya secara formal selalu mengusahakan terciptanya

situasi yang tepat (mengajar) dengan mengerahkan segala sumber (learning

resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar (teaching learning

strategis) yang tepat.

7. Karakteristik dan prinsip-prinsip belajar mengajar

Beberapa ciri perubahan yang merupakan perilaku belajar diantaranya:

a. Belajar perubahan itu intensional, dalam arti pengalaman atau praktek

atau latihan itu dengan sengaja atau disadari dilakukankannya dan bukan

kebetulan.

b. Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan

(normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success) baik dipandang

dari segi siswa (tingkat abilitas dan bakat khususnya, tugas perkembangan

dan sebagainya) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat orang

dewasa sesuai dengan tingkatan (standar culturalnya).

c. Bahwa perubahan ini efektif, dalam arti pengaruh dan makna tertentu bagi

pelajar yang bersangkutan; serta fungsional dalam arti perubahan hasil

Page 31: Creative Thinking (Higher Education)

56

pelajaran itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap

dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan

seperti dalam pemecahan masalah (problem solving) baik dalam ujian,

ulangan dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan

sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.

8. Komponen Pembelajaran IPS

Proses belajar mengajar pun tersusun atas sejumlah komponen atau unsur

yang saling berinterelasi dan beriterdependensi satu sama lain. Di antara

komponen-komponen utama yang selalu akan terdapat dalam setiap proses belajar

mengajar ialah:

a. Siswa (dengan segala karakteristiknya) yang terus mengembangkan dirinya

secara optimal mungkin melalui berbagai kegiatan belajar) guna mencapai

tujuan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalaninya.

b. Tujuan (ialah yang diharapkan tercapai setelah adanya kegiatan belajar

mengajar) yang merupakan seperangkat tugas atau kebutuhan yang harus

dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak dalam perilaku dan merupakan

karakteristik kepribadian seperti yang ditetapkan oleh siswa sendiri guru atau

masyarakat orang dewasa.. yang seyogyanya diterjemahkan ke dalam

berbagai bentuk kegiatan berencana dan dapat terukur.

c. Guru ialah orang dewasa yang karena jabatannya secara formal selalu

mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga

memungkinkan lagi terjadinya proses pengalaman belajar (learning

experience) pada diri siswa dengan mengarahkan segala sumber (learning

Page 32: Creative Thinking (Higher Education)

57

resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar yang tepat (Makmun,

2000:89).

Sedangkan menurut Teori Loree (1970:133) dengan mengembalikan

kepada tiga komponen utama proses belajar mengajar (yang harus diperhatikan

oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi

PBM) ialah komponen-komponen; (S) stimulus, (O) Organismic, (R) Response

sebagai berikut:

Instrumental Input(Guru, metode, teknik, media, bahan sumber, sarana)

Raw Input (Siswa)(Kapasitas IQ, bakat khusus, motivasi n Ach, minat, kematangan kesiapan, sikap kebiasaan PROSES

BELAJAR MENGAJAR

Expected Output(Hasil Belajar yang diharapkan

Environmental Input(Sosial, fisik, cultural)

Gambar 2.1Teori tiga komponen utama proses belajar mengajar

Dari gambar di atas, nampak secara sistematik keempat komponen utama

dari PBM akan mempengaruhi performance dan outputnya:

a. The Expected Output, menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran

baku (standar norm) akan jadi daya penarik (insentif) dan motivasi

(motivating factor) jadi akan merupakan stimulating factor (S) pula di

samping termasuk response (R) factor.

b. Karakteristik siswa (raw input) menunjukkan kepada faktor-faktor yang

terdapat dalam diri individu mungkin akan memberikan fasilitas

(facilitative) atau pembatas (limitation). Sebagai faktor oganismic (O) di

Page 33: Creative Thinking (Higher Education)

58

samping pula mungkin menjadi motivating and stimulating factor

(misalnya: n-ach).

c. Instrumental input (sarana) menunjukkan kepada dan kualifikasi serta

kelengkapan sarana yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya proses

belajar mengajar. Jadi jelas perannya sebagai facilitative factor yang

menurut Loree termasuk dalam lima faktor.

d. Environmental input menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus,

sekolah, iklim, letak sekolah dan school suite dan sebagainya).

Hubungan antara insani (human relationship) baik dengan teman

(classmate ) maupun dengan orang lainnya, hal ini juga akan mungkin menjadi

faktor-faktor penunjang atau penghambat ( S factor ). Sesuai dengan pendapat

Loree (1970) menegaskan bahwa pembentukan sikap dipandang sebagai hasil

belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus

dengan lingkungan. Suyono (2011: 126) tujuh unsur utama dalam proses belajar,

meliputi:

a. Tujuan Belajar, dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar

atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang

jelas dan bermakna bagi individu.

b. Kesiapan, mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, anal perlu

memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis, maupun kesiapan yang

berupa kematangan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan

pengalaman belajar.

Page 34: Creative Thinking (Higher Education)

59

c. Situasi, kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Adapun yang

dimaksud situasi belajar ini adalah tempat, lingkungan sekitar, alat dan

bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan

seluruh warga sekolah yang lain.

d. Interpretasi. Di sini anak melakukan interpretasi yaitu melihat makna

hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna

dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan

pencapaian tujuan.

e. Respon. Berlandaskan hasil interpretasi tentang kemungkinannya dalam

mencapai tujuan belajar, maka anak membuat respon. Respon ini dapat

berupa usaha yang terencana dan sistematis, baik juga berupa usaha coba-

coba (trial and error).

f. Konsekuensi. Berupa hasil, dapat hasil positif (keberhasilan) maupun hasil

negatif (kegagalan) sebagai konsekuensi respon yang dipilih siswa.

g. Reaksi terhadap kegagalan. Kegagalan dapat menurunkan semangat,

motivasi, memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Namun, dapat

juga membangkitkan siswa karena dia mau belajar dari kegagalan.

Berikut ini dijelaskan masing-masing komponen utama dalam proses

belajar mengajar.

a. Kompetensi Dosen

Page 35: Creative Thinking (Higher Education)

60

Kompetensi menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah “kemampuan

atau kecakapan”. Usman (2003) “ kompetensi merupakan gambaran hakekat

kualitatif dari perilaku yang tampak sangat berarti”. Sofo (1999: 123)

menyatakan bahwa : “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude,

but in particular the consistent application of those skill, knowledge, and attitude

to the standard of performance required in employment”.

Dengan kata lain, kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan

sikap tersebut dalam standar kinerja yang diperlukan dalam pekerjaan.

Schermerhon (1994:113) memberikan definisi kompetensi dalam pengertian sikap

dan kemampuan. Dinyatakan bahwa “Competency is the central issue concerning

the aptitudes and abilities of people at work. Aptitude represents a person’s

capability to learn something. Ability reflects a person’s existing capacity to

perform the various tasks needed for a given job and includes both relevant

knowledge and skill”. Dengan demikian kompetensi adalah sikap dan kemampuan

orang di tempat kerja. Sikap mencerminkan kapabilitas yang dimiliki seseorang

untuk melaksanakan berbagai tugas yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu dan

melibatkan pengetahuan dan keterampilan yang relevan.

Robbins (2001:37) menyebutkan kompetensi sebagai ability, yaitu

kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu

pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk dari dua

perangkat faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan faktor kemampuan

fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk

melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang

Page 36: Creative Thinking (Higher Education)

61

diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan,

kekuatan dan keterampilan.

1) Karakteristik Pembentukan Kompetensi

Menurut Spencer dan Spencer (1993:9-11) kompetensi individu dibina

oleh lima hal, yaitu motif (motive), watak (traits), konsep diri (self concept),

pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Sebagaimana dijelaskan, motif

dan watak merupakan kompetensi inti atau kompetensi sentral, sedangkan

pengetahuan dan keterampilan disebut sebagai kompetensi permukaan. Watak,

motif dan konsep diri merupakan kompetensi individu yang bersifat “intent” yang

mendorong untuk digunakannya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Karena kompetensi dibina oleh watak, motif, konsep diri, pengetahuan dan

keterampilan maka kompetensi mempengaruhi perilaku, karena itu mempengaruhi

kinerja.

Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993:25-89) mengemukakan bahwa,

kompetensi yang dimiliki individu dapat dibedakan menjadi enam kluster

kompetensi yaitu kompetensi berprestasi dan bertindak (Achievement and action),

kompetensi pelayanan (Helping and Human Service), kompetensi mempengaruhi

orang lain (The Impact and Influence, Kompetensi Manajerial (Managerial),

Kompetensi keahlian (Cognitive) dan Efektivitas diri (Personal Effectiveness).

Dengan demikian untuk mencapai proses pembelajaran, diperlukan dosen

yang memiliki kemampuan baik yang diungkapkan Wena (1996) yaitu (1) betul-

betul terampil dan memahami aspek bidang kerjanya, (2) memahami metode

pembelajaran pendidikan , (3) Memiliki sifat yang telaten dan tekun dalam

Page 37: Creative Thinking (Higher Education)

62

membimbing , (4) memahami psikologi pembelajaran. Kusmana (1985:71)

menjelaskan tentang kompetensi yang harus dikuasai guru atau dosen yang

profesional tidak hanya sebagai penyaji, penyampai atau penerus ilmu

pengetahuan/keterampilan saja. Dosen sebagai director learning sebagaimana

dikemukakan di atas. Dosen mengembangkan 10 fungsi yang harus dipahami

oleh seorang guru atau dosen profesional adalah sebagai berikut:

a) Kompetensi di dalam memahami dan menguasai landasan kependidikan

b) Kompetensi untuk menguasai materi pelajaran yang digariskan dalam

kurikulum dan unsur pengayaannya.

c) Kompetensi untuk memahami dan menerapkan berbagai metode mengajar

d) Kompetensi untuk mengorganisir pelajaran.

e) Kompetensi untuk membuat dan memanfaatkan media pengajaran

sederhana dan memanfaatkan sumber belajar.

f) Kompetensi mengelola atau manajemen kelas

g) Kompetensi untuk melakukan fungsi bimbingan dan penyuluhan

h) Kompetensi untuk melakukan evaluasi

i) Kompetensi untuk memanfaatkan berbagai hasil penelitian di dalam

aktivitas pengajaran

j) Komptensi untuk melaksanakan administrasi.

Menurut Undang-undang N0. 14 tahun 2005 serta Permendikans No. 74

tahun 2008 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) Kompetensi pedagogik, (2)

Profesional, (3) Kepribadian, dan (4) sosial. Dimensi kompetensi pedagogik

indikatornya adalah menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,

Page 38: Creative Thinking (Higher Education)

63

spiritual, sosial, kultural, emosional dan intelektual, menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, mengembangkan kurikulum yang

terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran

yang mendidik, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

kepentingan pembelajaran, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, berkomunikasi secara

efektif, empatik dan santun dengan peserta didik, menyelenggarakan penilaian

dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran, melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran.

Dimensi kompetensi kepribadian indikatornya adalah bertindak sesuai

dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia,

menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi

peserta didik dan masyarakat, menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,

stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang

tinggi, rasa bangga dan percaya diri serta menjunjung tinggi kode etika profesi.

Dimensi kompetensi sosial, indikatornya adalah bersikap inklusif,

bertindak objektif, serta tidak diskriminasi karena pertimbangan jenis kelamin,

agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi,

berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua dan masyarakat, beradaptasi di tempat bertugas,

berkomunikasi dengan komunitas profesi.

Page 39: Creative Thinking (Higher Education)

64

Dimensi kompetensi profesional indikatornya adalah; menguasai materi,

struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata kuliah yang

ditugaskan, menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata kuliah

yang mampu mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

untuk mengembangkan diri.

2) Pengukuran Kompetensi Dosen

Dalam melakukan pengukuran pada kompetensi dosen dalam hal ini

adalah kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran atau kinerja mengajar di

kelas. Adapun indikator-indikator kemampuan melaksanakan pembelajaran secara

garis besar dapat dikategorikan sebagai berikut :

I. Pra PembelajaranII. Membuka pelajaranIII. Kegiatan Inti pembelajaran1. Penguasaan materi pembelajaran2. Strategi pembelajaran3. Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran4. Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa5. Penilaian proses dan hasil belajar6. Penggunaan bahasa IV. Penutup (Dirjen Dikti, 2006).

Indikator-indikator yang tercantum dalam pembelajaran secara rinci

sebagai berikut:

a) Pra Pembelajaran. Maksudnya adalah kesiapan ruang, alat dan media

pembelajaran. Kesiapan ruang dalam hal ini misalnya kebersihan ruang,

keberadaan ruang, peruntukan/pengaturan perabot, alat pembelajaran

(misalnya papan tulis, kapur/spidol) dan media. Memeriksa kesiapan

Page 40: Creative Thinking (Higher Education)

65

antara lain kehadiran, kerapihan, ketertiban, perlengkapan dan kesiapan

belajar.

b) Membuka Pembelajaran. Melakukan kegiatan apersepsi. Mengaitkan

materi pembelajaran sekarang atau materi pembelajaran yang akan

diajarkan. Mengkomunikasikan kompetensi yang akan dicapai,

memotivasi dengan menampilkan media pembelajaran dan

mengkondisikan kelas.

c) Kegiatan Inti pembelajaran. Penguasaan materi pembelajaran. Penguasaan

materi pembelajaran merupakan syarat dalam pengajaran, karena tingkat

kebenaran dan keakuratan substansi (materi dan isi) pembelajaran yang

akan dibahas. Strategi pembelajaran maksudnya melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, misalnya dalam

penggunaan metode, model dan pendekatan pembelajaran. Melaksanakan

pembelajaran secara runtut, metode dan materi pembelajaran dipaparkan

secara sistematis, sesuai dengan sintaks, prasyarat dan kemampuan

berpikir. Menguasai kelas, dalam hal ini pengendalian kelas dalam

pembelajaran misalnya perhatian peserta didik terfokus, tidak

berisik/gaduh, disiplin kelas terpelihara. Melaksanakan pembelajaran yang

bersifat kontekstual. Kontekstual merujuk pada tuntutan situasi dan

lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Melaksanakan pembelajaran

dengan memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif antara lain

kerjasama, tanggung jawab, disiplin dan berpikir kritis, Melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan.

Page 41: Creative Thinking (Higher Education)

66

d) Pemanfaatan sumber/media pembelajaran.

Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar/media

pembelajaran diantaranya:

(1) Terampil memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar lainnya

secara efektif dan efisien.

(2) Terampil mengoperasikan media pembelajaran

(3) Terampil menggunakan alat-alat laboratorium.

(4) Menghasilkan pesan yang menarik dengan menggunakan media

(5) pembelajaran

(6) Melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembuatan dan

pemanfaatan

(7) sumber belajar yang tersedia.

(8) Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan peserta

didik.

(9) Memfasilitasi terjadinya partisipasi aktif peserta didik melalui

interaksi

(10) dosen dengan mahasiswa

(11) Merespon positif terhadap mahasiswa

(12) Menunjukkan sikap terbuka terhadap mahasiswa

(13) Menunjukkan hubungan antar pribadi yang kondusif menunjukkan

sikap

(14) ramah, luwes, sopan, hangat, menghargai pendapat dan keragaman

(15) budaya.

(16) Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme dalam belajar

Page 42: Creative Thinking (Higher Education)

67

(17) Penilaian proses dalam hasil belajar

(18) Memantau kemajuan belajar

(19) Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi

(20) Penggunaan Bahasa

(a) Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar

(b) Menggunakan bahasa tulis dengan baik dan benar

(c) Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai

e) Penutup

Melakukan refleksi dengan melibatkan peserta didik, mengajak peserta

didik mengingat kembali hal-hal penting yang terjadi dalam kegiatan yang

sudah berlangsung.

b. Metode Mengajar

Metode mengajar adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan (Djamarah

dan Zain (2006:75). Kusmana P (1985:1) metode mengajar adalah jalan, untuk

membawa anak didiknya ke tujuan pengajaran. Secara umum metode mengajar

digolongkan menjadi dua bagian yaitu: (1) Metode interaksi secara individual, (2)

Metode interaksi secara kelompok. Metode mengajar menurut Joice & Weil

(2000) telah mengelompokan metode mengajar ke induktif dalam 4 gugus

orientasi yaitu:

1) Information processing orientation

Mencakup semua model mengajar yang titik beratnya mengembangkan

kemampuan intelektual atau kognitif siswa dengan menggunakan proses

deduktif dan pemecahan masalah.

2) Social interaction orientation

Page 43: Creative Thinking (Higher Education)

68

Mencakup model mengajar yang tujuannya diarahkan pada kemampuan

bekerja sama secara kooperatif dengan orang lain di samping memajukan

saling memahami dalam kehidupan suatu kelompok satu sama lain.

3) Person orientation

Mencakup model mengajar seperti dikembangkan oleh para penganut

humanistic education. Sasarannya ialah untuk memberikan kesempatan

perkembangan pribadi, kreativitas dan kehangatan atau vitalitas

(semangat hidup) setiap individu siswa yang bersangkutan.

4) Behavior modification orientation

Mencakup berbagai metode mengajar yang ditujukan dan dititikberatkan

pada perubahan-perubahan perilaku ke arah yang diharapkan guru.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode mengajar

1) Tujuan yang akan dicapaiKarakteristik dari tujuan yang harus direalisir oleh suatu aktivitas pengajaran sangat mempengaruhi atau menentukan metode yang akan digunakan.

2) Faktor siswaMetode mengajar yang dapat dipilih dan diterapkan untuk Kegiatan Belajar mengajar tertentu juga dipengaruhi pemilihannya oleh keadaan siswa. Hal yang harus dipertimbangkan dan faktor ini terutama berkaitan dengan tingkat perkembangan intelektual.

3) Faktor guruSebenarnya guru justru menjadi kunci dipilih atau tidaknya suatu metode mengajar. Pilihan dari pihak guru umumnya dilatar belakangi oleh pengetahuan dan keterampilan di dalam menerapkan berbagai metode mengajar.

4) Faktor sifat dan materi yang akan diajarkanMateri yang dipilih untuk diajarkan sebenarnya sudah secara pasti ditentukan oleh GBPP. Walaupun demikian pengelompokan di dalam PBM tetap akan dilakukan berdasarkan taksonomi bobot yang dirumuskan. Jadi materi bersama-sama rumusan tujuan merupakan dua hal yang paling dominan terhadap proses pemilihan penentuan metode yang harus digunakan.

Page 44: Creative Thinking (Higher Education)

69

5) Faktor dana dan fasilitas yang akan digunakanBanyak metode yang hanya bisa diterapkan apabila didukung oleh fasilitas tertentu yang memadai atau yang menuntut dana tertentu sebagai akibatnya, maka ukuran pemilihan metode juga ditentukan oleh faktor ini.

6) Faktor waktu yang tersedia bagi pelaksanaan proses belajar.Untuk metode pengajaran tertentu yang memakan waktu pemanfaatan yang lama seperti metode eksperimen, metose karyawisata seringkali tidak bisa dimanfaatkan dengan frekuensi yang tinggi hanya karena alasan waktu yang mengijinkan. (Kurjono, 2010:78).Berbagai metode dalam proses Belajar mengajar :

a) Metode ceramahb) Metode Tanya jawabc) Metode Diskusid) Metode Demontrasie) Metode Sosiodramaf) Metode Karyawisatag) Metode Latihanh) Metode Pemberian Tugasi) Metode Eksperimen (Sagala, 2003: 201-221)

Dalam metode mengajar, penggunaan variasi diartikan sebagai aktivitas

guru dalam konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan

siswa, sehingga dalam proses belajar siswa selalu menunjukkan ketekunan,

perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan kesediaan berperan aktif.

Variasi dalam pembelajaran antara lain bertujuan:

1) Meningkatkan atensi peserta didik terhadap materi pembelajaran

2) Memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik dengan berbagai

gaya belajar masing-masing untuk terikat dengan pembelajaran.

3) Meningkatkan perilaku positif peserta didik terhadap pembelajaran,

membuat kondisi yang kondusif bagi makin intensifnya interaksi peserta

didik dengan guru maupun antarpeserta didik.

Page 45: Creative Thinking (Higher Education)

70

4) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan

tingkat perkembangan dan potensi kognitifnya masing-masing.

5) Membuka kemungkinan bagi pelayanan terhadap siswa secara individual,

sehingga setiap siswa merasa diperhatikan oleh guru.

6) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi dan kuriositas (rasa

ingin tahu) melalui kegiatan observasi, investigasi dan eksplorasi karena

pengembangan diri.

Dalam kaitan ini ada prinsip yang harus dipahami guru agar variasi

menjadi efektif. Prinsip-prinsip itu meliputi:

1) Variasi yang digunakan harus bersifat efektif dengan perencanaan dan

pemilihan kegiatan sedemikian rupa sehingga relevan dengan kompetensi

yang sedang dipelajari.

2) Penggunaan teknik variasi harus lancar dan tepat, tidak kelihatan ada jeda

yang terlalu lama karena guru memikirkan variasi apa yang akan

dilakukan.

3) Penggunaan komponen-komponen variasi harus benar-benar terstruktur

dan direncanakan sebelumnya. Akan banyak membantu jika hal ini juga

ditampilkan dalam RP/RPP.

4) Penggunaan komponen variasi harus fkelsibel dan spontan sesuai dengan

reaksi balikan siswa, jangan dipaksakan jika ternyata tidak atau kurang

relevan dalam membantu pembelajaran. (Suyono dan Hariyanto, 2011:

227-228).

Komponen-komponen variasi yang sering dilaksanakan meliputi variasi

dalam metode dan gaya mengajar guru, variasi penggunaan media, bahan-bahan

Page 46: Creative Thinking (Higher Education)

71

dan sumber belajar, serta variasi dalam pola interaksi dan kegiatan siswa. Variasi

dalam metode mengajar adalah perubahan metode mengajar misalnya dari gaya

yang klasikal menjadi pengaktifan kelompok kecil, dari metode ceramah menjadi

tanya jawab, diskusi, penugasan dan lain-lain.

c. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang bentuk jamaknya

medium yang secara harfiah berarti ‘tengah’,’perantara’ atau ‘pengantar’. Gerlach

& Ely (1971) mengatakan bahwa;

Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografi, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.

Sardiman (1986:6) mengatakan ‘ Association for Education and

Communication Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk

dan saluran yang dapat dipergunakan untuk suatu proses penyaluran

informasi/pesan. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.

Sardiman, dkk (2011:6) filem, buku, kasep filem bangkai adalah contoh-

contohnya.

Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat

yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Sumaatmadja (1984:117)

menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah “segala benda dan alat yang

Page 47: Creative Thinking (Higher Education)

72

dipergunakan untuk membantu pelaksanaan proses belajar mengajar ilmu

pengetahuan sosial seperti slide, proyektor, peta globe, diaroma, potret, market,

film, tape recorder, radio dan lain sebagainya”. Syaodih (2003:108-110)

mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan disebut Modes, yaitu

interaksi insani, realita, pictorial, simbol tertulis dan rekaman suara.

1) Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua

orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak

secara atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama

kehadiran dosen mempengaruhi perilaku mahasiswa atau mahasiswa-

mahasiswanya. Interaksi insani dapat berlangsung verbal dan nonverbal.

2) Realita. Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang,

binatang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa.

Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang,

sedangkan dalam realita orang-orang tersebut hanya menjadi objek

pengamatan, objek studi siswa.

3) Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian berbagai bentuk variasi

gambar dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau tidak, dibuat di

atas kertas, film, kaset, disket, dan media lainnya.

4) Simbol tertulis. Simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang

paling umum, tetapi tetap efektif. Ada beberapa macam bentuk media

simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar, modul

dan majalah-majalah.

Page 48: Creative Thinking (Higher Education)

73

5) Rekaman suara. Berbagai rekaman suara dapat disampaikan kepada anak

dalam bentuk rekaman suara. Rekaman suara dapat disajikan secara

tersendiri atau digabung dengan media pictorial . Penggunaan rekaman

suara tanpa gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif.

Media-media tersebut tidak hanya meragakan hal-hal yang harus

diragakan, melainkan digunakan untuk mengungkapkan lebih jauh pokok-pokok

dan konsep-konsep yang harus dibina pada diri anak didik. Sehingga dengan

media pembelajaran yang digunakan dapat membantu merangsang siswa dalam

belajar.

Dari beberapa pengertian yang diungkapkan diatas, bahwa media adalah

semua bentuk perantara yang digunakan manusia dalam menyampaikan atau

menjabarkan ide. Sehingga ide, pendapat atau gagasan yang dikemukakan itu bisa

ke individu yang dituju.

Gagne (1977:150-151) mengemukakan lima macam perangsang belajar

disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:

Tabel 2.1.Lima macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya

Perangsang AlatKata-kata tertulis

Kata-kata lisanGambar dan kata-kata lisan

Gambar bergerak, kata-kata dan suara lain.Konsep-konsep teoretis melalui gambar

Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist. Guru, tape recordingSlide-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster.Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi.Film bergerak, permainan boneka/wayang.

Sebagaimana yang telah dikemukakan, penggunaan yang lebih luas dari

media pembelajaran adalah memiliki keuntungan:

Page 49: Creative Thinking (Higher Education)

74

1) Membantu secara konkret konsep berpikir, dan mengurangi respon yang

kurang bermanfaat.

2) Memiliki secara potensial perhatian mahasiswa pada tingkat yang lebih tinggi.

3) Dapat membuat hasil belajar lebih permanen.

4) Menyajikan pengalaman yang nyata yang akan mendorong kegiatan mandiri

siswa.

5) Mengembangkan cara berpikir berkesinambungan seperti halnya pada film.

6) Memberi pengalaman yang tidak mudah dicapai oleh alat yang lain.

Penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat membangkitkan

motivasi dan minat belajar serta mengatasi hambatan-hambatan dalam

pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran penggunaan media

harus sesuai dengan materi yang disampaikan. Media pembelajaran merupakan

alat bantu mengajar yang dibuat untuk mengaktifkan mahasiswa dalam proses

pembelajaran.

Namun tentunya di sisi lain masih banyak perguruan tinggi yang belum

memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal. Oleh karena itu dosen

pendidikan IPS harus dapat memilih media pembelajaran dengan memperhatikan;

(1) kesuasuaian media pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai, (2)

kecanggihan media pembelajaran dibandingkan dengan tingkat perkembangan

siswa, (3) kesesuaian karaktersitik media dengan karakteristik siswa (Wibawa dan

Mukti, 1992:13).

Intinya dosen pendidikan IPS harus dapat memilih media pembelajaran

yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga tercipta komunikasi

Page 50: Creative Thinking (Higher Education)

75

dengan baik kepada mahasiswa dan pesan yang disampaikan dapat diterima

dengan baik. Penggunaan media hendaknya didasrkan kepada prinsip-prinsip

media itu tersendiri.

Sadiman, dkk (1992:206) membagi media pembelajaran menjadi 3 bgaian

yaitu:

1) Media audit (media dengar)

2) Media visual (media pandang)

3) Media audio-visual ( media pandang-dengar)

Karakteristik media menurut Sardiman (2003;28) ‘the question of what

attributes are necessary for given learning situation becomes the basis for media

selection’. Maka, karakteristik beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam

kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:

1) Media grafis

Media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain,

media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima

pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang

akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual.

Jenis-jenis media grafis antara lain: (a) gambar/foto; (b)sketsa; (c)

diagram; (d) bagan/chart; (e) grafik; (f) kartun; (g) poster; (h) peta dan

globe; (i) papan fanel; (j) papan buletin.

2) Media audio

Media audio berkaiatan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan

disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal

Page 51: Creative Thinking (Higher Education)

76

(ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Jenis-jenis media

audio diantaranya; (a) radio; (b) alat perekam pita magnetic.

3) Media proyeksi diam

Media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafis dalam

arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Jenis-jenis media proyeksi

diantaranya: (a) film bingkai; (b) film rangkai; (c) media tranparensi; (d)

proyektor tak tembus pandang; (e) mikrofis; (f) film; (g) film gelang; (h)

televisi; (i) video.

Berkiatan dengan fungsi dan manfaat media pembelajaran, Arsyad

(1985:29) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga

fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau

kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (1) memotivasi minat atau

tindakan, (2) menyajikan informasi dan (3) memberi instruksi.

Hamalik (2003) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran

dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang

baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan

membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa,

Menurut Sadiman (2011) secara umum media pembelajaran dalam proses

belajar mengajar memberikan banyak kegunaan yang diantaranya:

1) Memperluas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera3) Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan

bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:a) Menimbulkan kegairahan belajar

Page 52: Creative Thinking (Higher Education)

77

b) Menungkinkan intaraksi yang lebih langsung antara anak didik dan lingkungan dengan kenyataan.

c) Memungkinkan anak didik belajar mandiri menurut kemampuan dan minatnya.

Penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran membuat mahasiswa

lebih memahami materi pelajaran dan lebih cepat dibandingkan pembelajaran

konvensional.

9. Teori-Teori Belajar

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana

manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses yang

kompleks dari belajar, ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu

Behaviorisme, Kogtnitivisme , Humanisme dan Kontruksionisme.

a. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan pada

proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara

ilmiah. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Respon terhadap

berbagai stimulus yang menjadi fokus behaviorisme. Para tokoh yang

memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavpov (1956) dengan

teorinya behavioris S-R (Stimulus-Respon), Edward Thorndike (dengan

teorinya Law of Efect), dan B.F.Skinner dengan teorinya yang disebut operant

conditioning.

1) Teori Ivan Pavlop

Page 53: Creative Thinking (Higher Education)

78

Dalam bukunya Conditioned Reflexes; An Investigation of the

Physiological Activity of the Cerebral Cortex tahun 1927, teorinya disebut

klasik karena muncul teori conditioning yang lebih baru yang dikenal

sebagai learned reflexes atau refleks karena latihan. Pavlov mengatakan

bahwa beberapa stimulus dengan pengkondisian dan respons dengan

pengkondisian yang dilakukan uji coba pada anjing dengan air liurnya.

Pavlov dan koleganya berhasil mengidentifikasi empat proses ; acquisition

(akuisisi/fase dengan pengkondisian), extinction (eliminasi/fase tanpa

pengkondisian), generalization (generalisasi), dan discrimination

(diskriminasi).

2) Teori Stimulus-Respon Jhon Watson

Menurut Watson (1925), belajar adalah proses interaksi antara stimulus

dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk

tingkah laku yang diamati (observable) yang dapat diukur. Watson

mempelajari penyesuaian organisme terhadap lingkunganya, khususnya

stimulus yang menyebabkan organisme menimbulkan respon,

penekanannya pada peran stimulti dalam menghasilkan respon karena

pengkondisian, mengasimilasikan sebagian besar atau seluruh fungsi dari

refleks.

3) Teori Koneksionisme Edward Thorndike

Menurut Edward Lee Torndike (1905) dalam eksperimennya muncul

operant conditioning (pengkondisian yang disadari), bahwa belajar dapat

dilakukan secara gradual dan konsisten yang disebut hukum efek, bahwa

Page 54: Creative Thinking (Higher Education)

79

perilaku yang diikuti kejadian yang menyenangkan lebih cenderung akan

terjadi lagi di masa datang, sebaliknya perilaku yang diikuti kejadian yang

tidak menyenangkan akan memperlemah. Trondike menginterpretasikan

temuannya sebagai keterkaitan.

4) Teori Conditioning Skinner

Skinner (1938) menemukan prinsip dari operant conditioning suatu tipe

belajar yang melibatkan penguatan dan hukuman. Menjelaskan bagaimana

belajar perilaku atau mengubah perilaku dengan prinsip-prinsip utamanya

reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping

(pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan)

dan generalization (generalisasi).

5) Penerapan Operant Conditioning

Operant conditioning memiliki manfaat praktis di dalam kehidupan sehari-

hari. Bahwa orang tua dapat memperkuat perilaku anak-anaknya yang

sesuai dan memberikan hukuman pada perilaku yang tidak sesuai, dan

menggunakan teknik generalisasi dan diskriminasi untuk membelajarkan

perilaku yang sesuai dengan situasi-situasi tertentu.

b. Pandangan Kognitivisme

1) Percobaan Tollman

Tolman (1945) meneliti proses kognitif dalam belajar. Bahwa belajar

adalah lebih sekedar memperkuat respons melalui penguatan.

2) Jerume Brunner

Page 55: Creative Thinking (Higher Education)

80

Bruner (1966) mengemukakan proses kognitif sebagai “alat bagi

organisme untuk memperoleh, menyimpan dan mentransformasikan

informasi”. Bahwa “Memahami adalah kategorisasi, konseptualisasi

adalah kategorisasi, belajar adalah membentuk kategori-ketegori, membuat

keputusan adalah kategorisasi”. Bruner berpendapat bahwa orang

menginterpretasikan dunia melalui persamaannya dan perbedaannya.

Sebagaimana halnya Taksonomi Bloom, Bruner berpendapat tentang

adanya suatu sistem pengkondean dimana orang membentuk susunan

hierarkis dari kategori-kategori yang saling berhubungan. Gagasannya

yang disebut instructional scaffolding (dukungan dalam pembelajaran) ini

berupa hierarkhi kategori berjenjang dimana semakin tinggi semakin

spesifik, menyerupai gagasan Bejamin Bloom tentang perolehan

pengetahuan. Bruner mengemukakan ada dua mode utama dalam berpikir;

naratif dan paradigmatik. Dalam berpikir naratif, pikiran fokus pada

berpikir sekuensial, berorientasi pada kegiatan, dan dorongan berpikir

secara rinci. Dalam berpikir paradigmatik, pikiran melampaui kekhususan

sehingga memperoleh pengetahuan yang sistematis dan kategoris.

3) Teori Piaget (1966)

Teori ini meneranhgkan tentang perkembangan kognitif anak yang

merupakan salah satu satu munculnya kognitivisme. Perkembangan

kognitif merupakan pertumbuhan logika berpikir dan bayi sampai dewasa.

Piaget memiliki asumsi dasar kecerdasan manusia dan biologi organisme

berfungsi dengan cara yang sama. Keduanya adalah sistem terorganisasi

Page 56: Creative Thinking (Higher Education)

81

yang secara konstan berinteraksi dengan lingkungan. Pengetahuan

merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Outcome dari

perkembangan kognitif adalah konstruksi dari schema kegiatan, operasi

konkret dan operasi formal. Komponen perkembangan kognitif adalah

asimilasi dan akomodasi yang diatur secara seimbang. Menfasilitasi

berpikir logis melalui eksperimentasi dengan objek nyata, yang didukung

pekerjaan rumah dan guru. (Shema adalah struktur terorganisasi yang

merefleksikan pengetahuan, pengalaman, dan harapan dari individu

terhadap berbagai aspek dunia nyata).

4) Teori Vygotsky

Vygotsky (1978) membedakan antara kegiatan berbasis stimulus-respon,

alat dan bahasa. Bahwa perbedaan pendapat antara konsep dan bahasa

ketika seseorang masih belia, tetapi sejalan perjalanan waktu keduanya

akan menyatu. Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan

dalam bahasa. Vygotsky berpaling pada proses simbolik dalam bahasa,

yaitu fokus pada struktur semantik dari kata-kata dan cara bagaimana arti

kata-kata berubah dari emosional ke konkret sebelum menjadi lebih

abstrak.

c. Pandangan Humanisme

Dihadapkan pada dua pilihan antara behaviorisme dan kognitivisme,

banyak pakar psikologi di era tahun 1950 dan 1960 an memilih alternatif

konsepsi psikologis sifat dasar manusia. Freud memusatkan perhatian pada

kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik pada penguatan

Page 57: Creative Thinking (Higher Education)

82

dari perilaku yang jawab berdapat diamati. Lahirlah Psikologis Humanistik

untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran, kebebasan

kemauan, martabat manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas

refleksi diri. Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk ke dalam tokoh

humanisme. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada

pelajar yang dioperasionalisasikan dan peran pendidik sebagai fasilitator.

Teori belajar humanis menurut Carl Roger:

1) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan

Behaviorisme.

2) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan

kecenderungan aktualisasi.

3) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, dimana diri

terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri bagaimana seseorang mengenal

potensinya, perilakunya dan kepribadiannya) dan diri ideal.

4) Kebutuhan Individu ada 4 yaitu: (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri,

(3) penghargaan positif (positive regard), dan penghargaan diri yang

positif (positive self-regard)

d. Pandangan Kontruksionisme

Dalam perkembangannya, arus kognititivisme bergeser ke kontruksinisme.

Para kognitivis pun mengikuti dinamika perubahan menuju kontruktivis. Bruner

(1966) mengemukakan proses kognitif sebagai “alat bagi organisme untuk

memperoleh, menyimpan dan mentransformasikan informasi”. Begitupun

menurut Piaget tentang teori perkembangan kognitif bahwa pertumbuhan logika

Page 58: Creative Thinking (Higher Education)

83

berpikir manusia dan biologi organisme berfungsi dengan cara yang sama.

Outcome dari perkembangan kognitif adalah konstruksi dari skema kegiatan,

operasi konkret dan operasi formal. Schema adalah struktur terorganisasi yang

merefleksikan pengetahuan, pengalaman dan harapan dari individu terhadap

berbagai aspek dunia nyata. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses

dimana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-

gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki

di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, “belajar melibatkan

konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri.

Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras

yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip

umum sebagai konsekuensinya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Dosen

bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan mahasiswa untuk menemukan

sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dan pemecahan

problema-problema yang realistis. Konstruktivisme juga dikenal sebagai

konstruksi pengetahuan sebagai proses sosial. Kita dapat melakukan klarifikasi

dan mengorganisasi gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan aspirasi

mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita mengelaborasi apa yang

mereka pelajari. Konstruktivisme dengan sendirinya memiliki banyak varian,

seperti Generative Learning, Discovery Learning dan Knowledge Learning.

Konstruktivisme membangkitkan kebebasan mahasiswa dalam suatu kerangka

atau struktur.

Page 59: Creative Thinking (Higher Education)

84

Dalam sudut pandang lain konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi

tentang keadaan alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis

mempelajari teori mengajar dalam pendidikan. Nilai-nilai konstruktivisme

berkembang dalam pembelajaran didukung oleh dosen secara memadai

berdasarkan inisiatif dan arahan dari mahasiswa itu sendiri. Konstruktivisme

(yang merupakan perkembangan kognitif) merupakan suatu aliran yang

didasarkan pada gagasan bahwa proses dialektika atau interaksi dari

perkembangan dan pembelajaran melalui kontruksi aktif dari mahasiswa sendiri

yang difasilitasi dan dipromosikan oleh orang dewasa. Aliran maturationisme

romantik didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan alami mahasiswa dapat

terjadi tanpa intervensi orang dewasa dalam lingkungan yang penuh kebebasan

(Kurjono, 2010).

B. Pemahaman Konsep IPS

1. Definisi Konsep

Konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data

yang memiliki cara-cara yang sama. Schwab (1969: 12-14) menyatakan bahwa

konsep merupakan abstraksi, yaitu suatu konstruksi logis yang terbentuk dari

kesan, tanggapan, dan pengalaman-pengalaman kompleks. Hal ini sejalan dengan

pendapat Banks (1977:85) bahwa “a concept is an abstract word or phrase that is

useful for classifying or categorizing a group of things, ideas, or events”, yang

berarti bahwa konsep itu merupakan suatu kata atau frase abstrak yang bermanfaat

untuk mengklasifikasikan atau menggolongkan sejumlah hal, gagasan, atau

peristiwa. Dengan demikian, pengertian konsep menunjuk pada suatu abstraksi,

Page 60: Creative Thinking (Higher Education)

85

penggambaran dari sesuatu yang konkret maupun abstrak (tampak maupun tidak

tampak) dapat berbentuk pengertian atau definisi ataupun gambaran mental,

atribut esensial dari suatu kategori yang memiliki ciri-ciri esensial relatif sama.

Bruner (1966) menyatakan setiap konsep memiliki tiga unsur yaitu: (1)

examples, (2) attributes dan (3) attributes value. Sedangkan menurut Weil dan

Joyce menyatakan bahwa setiap konsep memiliki 6 aspek, yang meliputi:

1 Nama yaitu istilah atau etiket yang diberikan kepada satu kategori fakta yang

mempunyai ciri-ciri yang sama.

2 Essential attributes atau criteria attributes, yaitu ciri-ciri yang menempatkan

contoh-contoh konsep yang berlainan dalam kategori yang sama.

3 Non essential attributes, adalah ciri-ciri yang tidak ikut menentukan apakah

contoh termasuk ke dalam suatu kategori.

4 Positive examples

5 Negative attributes, ini tidak mewakili konsep

6 Rule, adalah pernyataan yang mencakup semua criteria attributes.

Kesalahan konsep bisa terjadi manakala adanya penghilangan atau

penambahan dari apa yang esensial, sehingga terjadi kekeliruan. Dengan demikian

dalam pembelajaran jenis konsep dikembangkan oleh Pengetahuan yang

berhubungan dengan fakta mencakup semua data khususnya yang terdiri dari

kejadian, objek, orang atau gejala yang dapat dirasakan. Fakta adalah tingkat yang

paling rendah dari suatu abstraksi, suatu fakta merupakan keadaan faktual dan

dapat diterima sebagaimana adanya. Konsep merupakan suatu pernyataan atau

Page 61: Creative Thinking (Higher Education)

86

frase yang berguna dalam mengklasifikasikan fakta, kejadian, atau ide

berdasarkan karakteristik yang umum.

Dengan demikian, konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari

sekumpulan data yang memiliki cara-cara yang sama. Dapat dikatakan konsep

merupakan abstrak dari suatu kejadian atau hal-hal yang memiliki ciri-ciri yang

sama atau ide tentang sesuatu di dalam pikiran. Makin abstrak suatu konsep,

makin besar kemampuan mengumpulkan fakta yang lebih spesifik, dan makin

tidak abstrak yang berada di bawahnya. Bentuk geografi adalah merupakan

konsep, yang berada di bawahnya antara lain: sungai, danau, pegunungan, tebing,

lautan dan lain sebagainya. Ilmu Pengetahuan Sosial kaya akan konsep-konsep

IPS, dalam memahami konsep IPS tentu mengetahui terlebih dahulu konsep IPS

terlebih dahulu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata “paham” mengandung

makna pengertian; pengetahuan banyak, sedangkan “pemahaman” adalah proses,

perbuatan, cara memahami atau memahamkan.

Fakta yang ada di dalam masyarakat dan lingkungannya. Fakta-faktanya di

lingkungan masyarakat, salah satu contohnya konsep ilmu-ilmu sosial sebagai

berikut: Ilmu Ekonomi; kelangkaan sumber-sumber kebutuhan hidup, Politik;

kekuasaan dan kekuatan, Ekologi; interaksi kehidupan dan lingkungan, Sosiologi;

masyarakat, Anthropologi; kebudayaan, Psikologi; kejiwaan, Sejarah; waktu dan

Geografi; ruang. Setiap cabang ilmu sosial mengembangkan konsep dasar serta

generalisasi masing-masing yang sesuai. Mempelajari konsep merupakan hal yang

sangat penting, mahasiswa akan mudah memahami proses terjadinya, karena

diperoleh melalui pemahaman yaitu mengerti lebih banyak pengetahuan

Page 62: Creative Thinking (Higher Education)

87

selanjutnya proses memahami, sehingga membuat suatu peristiwa menjadi lebih

jelas kaitannya antara satu sama lain.

Dari uraian di atas, proses pembentukan konsep dan generalisasi berjalan

secara induktif melalui penyajian fakta menjadi konsep dan dari konsep menjadi

generalisasi. Kegagalan dalam memahami konsep akan mengakibatkan kesalahan

dalam membentuk generalisasi (Alma dan Harlasgunawan, 2003:155). Dengan

demikian dalam memilih konsep yang hendak diajarkan kepada mahasiswa

memperhatikan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: ketepatan, kegunaan,

kekayaan pengalamannya, kekayaan konsep yang telah dipahami, lingkungan

hidup siswa dan tingkat kematangan siswa.

Pengertian konsep di atas mengacu pada konsep struktur ilmu yang di

dalamnya mencakup ilmu sosiologi, antropologi, geografi, sejarah, ilmu ekonomi,

dan ilmu politik.

2. Konsep IPS dari Sosiologi

Sorokin (1957:760-761) Sosiologi adalah suatu ilmu tentang hubungan

dan pengaruh timbal baik antara aneka macam gejala-gejala sosial, contohnya

antara gejala ekonomi dengan non ekonomi, seperti agama, gejala keluarga

dengan moral, hukum dengan ekonomi dan sebagainya. William Ogburn dan

Meyer F.Nimkoff (1983:12-13) Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap

interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial. Soemarjan (1965) Sosiologi

adalah ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-

perubahan sosial. Supardan (2009:70) sosiologi adalah disiplin ilmu sosial tentang

interaksi sosial, struktur sosial, proses sosial maupun perubahan sosial.

Page 63: Creative Thinking (Higher Education)

88

Dengan demikian sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

interaksi sosial, struktur sosial, proses sosial dan perubahan sosial yang terjadi di

masyarakat.

Ruang lingkup Sosiologi dapat dibedakan menjadi sub-disiplin sosiologi,

seperti sosiologi pedesaan (rural sociology), sosiologi industri (industrial

sociology), sosiologi perkotaan ( urban sociology), sosiologi medis ( medical

sociology), sosiologi wanita ( woman sociology), sosiologi militer ( military

sociology), sosiologi keluarga ( family sociology), sosiologi pendidikan

(educational sociology), sosiologi medis (medical sociology) dan sosiologi seni

(art sociology).

Supardan (2011:134) konsep-konsep yang menjadi kunci dalam sosiologis

adalah samar-samar, ambigu dan tidak tentu, usaha untuk membuat terminologi

yang lebih tepat telah menjadikan sebagian besarnya tanpa hasil. Horton dan Hunt

(1991:48-49) mengemukakan bahwa konsep-konsep dalam studi sosiologi

membawa paling tidak dua manfaat:

a. Kita memerlukan konsep yang diutarakan dengan teliti untuk

melangsungkan suatu diskusi ilmiah. Bagaimana saudara akan mampu

menerangkan mesin pada seseorang yang tidak memiliki konsep “roda”.

b. Perumusan konsep menyebabkan ilmu pengetahuan bertambah.

Konsep-konsep sosiologi, seperti masyarakat, peran, konflik sosial,

lembaga sosial, kebiasaan (mores), dan norma, jarang didefiniskan secara serupa

atau sama.

a. Konsep masyarakat

Page 64: Creative Thinking (Higher Education)

89

Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa

manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan

dan merupakan sistem sosial yang saling mempengaruhi satu sama lain

Supardan (2011:136). Kesaling ketergantungan individu atas yang lainnya

ataupun kelompok menghasilkan bentuk-bentuk kerja sama tertentu yang

bersifat ajeg, dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu yang

merupakan sebuah keniscahyaan.

b. Konsep peran

Peran adalah keteraturan perilaku yang diharapkan dari individu.

Contohnya peran-peran wanita tradisional dalam memperjuangkan hak-

hak wanita. Horton dan Hunt (1991:122) peran dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu peran yang ditentukan atau diberikan (ascribed) dan peran yang

diperjuangkan (achived). Peran yang ditentukan artinya peran-peran yang

hukan merupakan hasil preatsi dirinya atau berkat usahanya, melainkan

mata-mata karena pemberian orang lain

c. Konsep norma

Norma adalah suatu standar atau kode yang memadu perilaku masyarakat.

Secara umum menurut Cialdini (200:709) bentuk norma terdiri dari dua

bentuk dasar, pertama merujuk pada perbuatan yang bersifat umum atau

biasa atau disebut norma deskriptif yakni menggambarkan apa yang

dilakukan kebanyakan orang, kedua norma yang mengacu pada harapan-

harapan bersama dalam suatu masyarakat, organisasi, atau kelompok

mengenai perbuatan tertntu yang diharapkan serta aturan-aturan moral.

Page 65: Creative Thinking (Higher Education)

90

d. Konsep sanksi

Sanksi adalah suatu rangsangan untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu perbuatan (Soekanto, 1993:446). Pemberian sanksi dalam

pendidikan adalah pentik, karena sanksi diberikan dalam kerangka

mendidik, dan bukan oleh faktor-faktor emosional. Menurut pandangan

behavioristik pada hakikatnya perlu adanya pemberian sanksi.

e. Konsep interaksi sosial

Interaksi sosial adalah proses sosial yang menyangkut hubungan timbal

balik antarpribadi, kelompok, maupun pribadi dengan kelompok

(Popenoe,1983:104); Soekanto,1993:247). Berlangsungnya suatu proses

soail didasarkan oleh empat faktor, antara lain imitasi, sugesti, identifikasi

dan simpati. (Soekanto,1986:52-53).

f. Konsep konflik sosial

Konflik sosial adalah pertentangan sosial yang bertujuan untuk menguasai

atau menghancurkan pihak lain. Konflik sosial pundapat berupa kegiatan

dari suatu kelompok yang menghalangi atau menghancurkan kelompok

lain, walaupun hal itu tidak menjadi tujuan utama aktivitas kelompok

tersebut (Supardan, 2011: 141).

g. Konsep perubahan sosial

Perubahan sosial adalah variasi hubungan antarindividu, kelompok,

organisasi, kultur dan masyarakat pada watu tertentu Ritzer (2004). Persel

(1987:586) mengemukakan perubahan sosial adalah modifikasi atau

transformasi dalam pengorganisasian masyarakat.

Page 66: Creative Thinking (Higher Education)

91

h. Konsep permasalahan sosial

Permasalahan sosial merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan, tidak

adil, berbahaya, efensif dan dalam pengertian tertentu mengancam

masyarakat. Dalam pendekatannya, studi tentang permasalahan sosial

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni pendekatan realis dan objektif

dan konstruksionisme sosial (Pawlunch, 2000:995).

i. Konsep penyimpangan

Penyimpangan adalah suatu perilaku yang menyimpang, perlu dibatasi,

disensor, diancam hukuman atau label lain yang dianggap buruk sehingga

istilah tersebut dipadankan dengan pelanggaran aturan (Rock, 2000:227-

228). Penyimpangan adalah maknanya bisa konotatif, bukan denotatifnya.

j. Konsep globalisasi

Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari

hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat

geografis ruang dan waktu. Globalisasi merujuk pada implikasi tidak

berartinya lagi jarak nasional, regional, maupun teritorial sehingga apa pun

yang terjadi dan berlangsung di satu tempat, bukan jaminan bahwa

kejadian atau peristiwa tersebut tidak membawa pengaruh di tempat lain

(Ohmae, 2002:3-30).

k. Konsep patronase

Istilah patronase dalam istilah ilmu-ilmu sosial lebih banyak dikatkan

dengan birokrasi sehingga dikenal birokrasi patrimonial. Patronase

biasanya didefinisikan sebagai suatu kekuasaan untuk memberikan

Page 67: Creative Thinking (Higher Education)

92

berbagai tugas pada mesin birokrasi di semua tingkatan. Akan tetapi,

dalam pengertian yang lebih khusus, patronase berarti pendistribusian

berbagai sumber daya yang berharga, yaitu pensiun, lisensi atau kontrak

publik berdasarkan kriteria politik (Supardan, 2011:147).

3. Konsep IPS dari Antropologi

Antropolgi merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha

menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan

untuk memperoleh pengertian maupun pemahaman yang lengkap tentang

keanekaragaman manusia (Koentjaraningrat,1987:1-2). Antropologi merupakan

ilmu yang berusaha mencapai pengertian atau pemahaman tentang manusia

dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya.

Jadi antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan perilakunya,

dan untuk memperoleh pengertian maupun pemahaman yang lengkap tentang

keanekaragaman manusia dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik,

masyarakat dan kebudayaannya. Konsep-konsep antropologi sebagai berikut:

a. Kebudayaan

Kebudayaan adalah kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan

dari satu generasi ke satu generasi berikutnya. Kebudayaan merujuk

kepada bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan

kesenian (Supardan, 2011:201)

b. Evolusi

Konsep evolusi mengacu pada sebuah transformasi yang berlangsung

secara bertahap. Evolusi merupakan gagasan bahwa bentuk-bentuk

Page 68: Creative Thinking (Higher Education)

93

kehidupan berkembang dari suatu bentuk ke bentuk lain melalui mata

rantai transformasi dan modifikasi yang tidak pernah putus, pada

umumnya diterima sebgai awal landasan berpikir mereka. Chales Darwin

dalam bukunya Orign of species. Konsep evolusi sering digandengkan

dengan pengertian perubahan secara perlahan-lahan tapi pasti.

c. Daerah Budaya (Culture Area)

Daerah budaya (culture area) adalah suatu daerah geografis yang memiliki

sejumlah ciri-ciri budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya (Banks,

1977:274). Daerah kebudayaan pada mulanya berkaiatan dengan

pertumbuhan kebudayaan yang menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru

yang akan mendesak unsur-unsur lama ke arah pinggir, sekeliling daerah

pusat pertumbuhan tersebut (Supardan,2011:203).

d. Enkulturasi

Konsep enkulturasi mengacu kepada suatu proses pembelajaran

kebudayaan (Soekanto,1993:167). Dengan demikian proses enkulturasi

sudah dirasakan manusia sejak dari kecil sampai dewasa bahkan sampai

tua dengan meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor

yakni melalui pendidikan.

e. Difusi

Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas

sehingga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu timbul

(Soekanto,1986:150). Menurut Everret M.rogers dalam Supardan

(2011:205) cepat tidaknya suatu proses difusi sangat erat hubungannya

Page 69: Creative Thinking (Higher Education)

94

dengan empat elemen pokok, yaitu (a) sifat inovasi; (b) komunikasi

dengan saluran tertentu; (c) waktu yang tersedia; (d) sistem sosial warga

masyarakat.

f. Akulturasi

Akultursi adalah proses pertukaran ataupun saling mempengaruhi dari

suatu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya sehingga unsur-unsur

kebudayaan asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan

ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya

(Koentjaraningrat,1990:91).

g. Etnosentrisme

Etnosentrisme adalah tiap-tiap kelompok cenderung untuk berpikir bahwa

kebudayaan dirinya itu superior (lebih baik dan lebih segalanya) daripada

semua budaya yang lain.

h. Tradisi

Tradisi adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi

bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat

istiadat dan keprcayaan yang secara turun temurun (Soekanto, 1993:520).

i. Ras dan Etnik

Ras adalah sekelompok orang yang memiliki sejumlah ciri biologis (fisik)

tertentu atau suatu populasi yang memiliki suatu kesamaan dalam

sejumlah unsur biologis atau fisik khas yang disebabkan oleh faktor

hereditas atau keturunan (Oliver, 1964:153). Etnik menurut Marger “...are

Page 70: Creative Thinking (Higher Education)

95

grups within a larger society that display a unique set of cultures trait”s

(Supardan, 2001:208).

j. Stereotip

Stereotip (stereotype) adalah suatu rencana cetakan yang begitu terbentuk

sulit diubah. Lippman (1922) mengemukakan fungsi penting dari

penyederhanaan kognitif yang berguna untuk mengelola realitas ekonomi,

dimana tanpa penyederhanaan maka realitas tersebut menjadi sangat

kompleks.

k. Kekerabatan

Menurut antropolog Robin (1969) konsep kekerabatan merujuk kepada

tipologi klasifikasi kerabat (kin) menurut penduduk tertentu berdasarkan

aturan-aturan keturunan (descent) dan aturan-aturan perkawinan.

Radcliffe-Brown berpandangan bahwa sistem kekerabatan yang lebih luas

dibangun diatas fondasi keluarga, namun bila keluarga secara universal

bersifat bilateral-ikatan ibu dan ayah-kebanyakan masyarakat lebih

menyukai satu sisi dalam keluarga untuk tujuan-tujuan publik.

l. Magis

Magis merupakan penerapan yang salah pada dunia materiil dari hukum

pikiran dengan maksud untuk mendukung sistem palsu dari hukum alam

(J.G Frazer,1980).

m. Tabu

Tabu adalah persentuhan antara hal-hal duniawi dan hal-hal yang

keramat, termasuk suci (misalnya, persentuhan dengan ketua suku) dan

Page 71: Creative Thinking (Higher Education)

96

yang cemar (mayat). Emile Durkheim (1976) bahwa pemisahan

(disjungsi) antara yang cemar dan suci adalah batu penjuru agama,

sementara ritual pada umumnya dimaksudkan untuk menciptakan

solidaritas kelompok tersebut.

n. Perkawinan

Perkawinan adalah proses formal pemanduan hubungan dua individu

yang berbeda jenis (walaupun kaum lesbi pun terjadi, namun ini bagian

kasus) yang dilakukan secara serimonial-simbolis dan makin

dikarakterisasi oleh adanya kesederajatan kerukunan, dan kebersamaan

dalam memulai hidup baru dalam hidup berpasangan.. Dalam pandangan

Allan (2000:611) perkawinan mencerminkan ketidaksederajatan yang

ada di luar arena domestik.

4. Konsep IPS dari Geografi

Istilah geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geo yang berarti bumi

dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan. Menurut Sumaatmadja (1988:31)

geographika berarti tulisan tentang bumi. Richoffen bahwa Geography is the

study of the earth surface according to its differences, or the study of different

areas of the earth surface..., in term of total characteristics. Bagi Richoffen

bidang kajian geografi tidak hanya mengumpulkan bahan-bahan yang kemudian

disusun secara sistematik, tetapi harus dilakukan hubungan antara bahan-bahan

tersebut untuk dikaji sebab akibatnya dari fenomena-fenomena di permukaan

bumi yang memberikan sifat indivisualitas suatu wilayah. Sebab ruang lingkup

Page 72: Creative Thinking (Higher Education)

97

geografi tidak sekadar fisik, melainkan juga termasuk gejala manusia dan

lingkungan lainnya (Supardan, 2011:227).

Dengan demikian geografi terdiri dari tiga cakupan kajian yang saling

berkaitan satu sama lain, terutama mencakup lingkungan, tata ruang dan tempat.

Lingkungan alamiah pada suatu wilayah terdiri atas permukaan lahan, hidrologi

permukaan air di wilayah itu, flora dan fauna yang tinggal didalamnya, lapisan

tanah yang menutup permukaan itu dan atmosfer yang terdapat diatasnya. Semua

unsur terjalin dalam suatu sistem lingkungan yang kompleks, misalnya flora suatu

wilayah mempengaruhi iklim di sekitarnya dan pembentukan serta pengikisan

lapisan tanah dibawahnya Jhonson (2000). Tata ruang merupakan fokus kajian

ahli geografi manusia, karena memfokuskan pada penempatan dan penggunaan

lahan oleh manusia. Tempat merupakan kajian tentang tempat-tempat yakni

didalanya terdapat kegiatan mengidentifikasi interelasi, membanding-bandingkan,

serta menampilkan informasi mengenai berbagai bagian dunia. Kemudia

menampilkan informasi dengan menggunakan kecanggihan teknologi dalam

mengumpulkan informasi, memetakan dan membuat katalog.

Adapun cabang-cabang dari geografi manusia (human geography)

mencakup geografi ekonomi (economic geography), geografi politik (political

geography), geografi urban (urban geography), geografi sejarah (history

geography), geografi populasi (population geography), geografi sosial (social

geography), dan didtem informasi geografis (geographical information system).

Konsep-konsep Geografi diantanya sebagai berikut:

a. Tempat

Page 73: Creative Thinking (Higher Education)

98

Tempat atau locale adalah situasi dimana interaksi sisial terjadi, dan karena

semua interaksi memerlukan orang-orang yang terlibat serta hadir di waktu

dan tempat tertentu maka locale sering merupakan tempat. Locale adalah

wilayah penting dimana interaksi berlangsung dan identitas kelompok

berkembang (Johnson, 2000:761-762).

b. Sensus penduduk

Sensus penduduk merupakan suatu konsep geografi sosial yang merupakan

salah satu kegiatan statistik tertua dan terluas yang dilakukan oleh pemerintah

di seluruh dunia, dahulunya lebih berorientasi untuk taksiran kekuatan militer

dan perpajakan. Sensus pun dikebangkan untuk mengumpulkan informasi

mengenai perumahan, sektor manufaktur, pertanian industri pertambangan,

dan dunia bisnis Taeuber (2000) dalam Supardan (2011:265).

c. Iklim

Iklim menurut Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah keadaan rata-

rata dari cuaca di suatu daerah dalam periode tertentu, keadaan variasinya

dari tahun ke tahun dan keadaan ektremnya. Unsur-unsur yang

menggambarkan keadaan cuaca atau iklim meliputi suhu udara, kelembapan

udara, angin, curah hujan, dan penyinaran matahari.

d. Laut

Laut dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah keseluruhan massa

air yang saling berhubungan, mengelilingi semua sisi daratan di bumi. Laut

yang besar dinyatakan sebagai samudera (lautan).

e. Lingkungan

Page 74: Creative Thinking (Higher Education)

99

Lingkungan dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah segala

sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi lingkungan benda mati

(abiotik) dan lingkungan hidup (biotik). Lingkungan benda mati atau fisik

adalah lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor

alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cuaca, gravitasi, atmosfer

dan lain-lain. Lingkungan hidup (biotik) adalah lingkungan di luar suatu

organisme yang terdiri atas organisme hidup seperti tumbuh-tumbuhan,

hewan dan manusia.

f. Benua

Istilah benua menurut Adam Kuper dan Jessica Kuper (2000) adalah suatu

daratan yang begitu luas sehingga bagian tengah daratan yang luas tersebut

tidak mendapat pengaruh angin laut sama sekali. Dalam sejarah, dikenal

5 benua yaitu Asia, Eropa, Amerika, Afrika dan Australia.

g. Urbanisasi

Konsep urbanisasi memiliki dua pengertian. Pertama, para ahli demografi

lebih banyak menggunakan istilah ini untuk menunjukan redistribusi

penduduk ataupun perpindahan dari wilayah-wilayah pedesaan ke perkotaan,

memberikan makna yang paling spesifik pada tingkat konseptual. Kedua,

dalam beberapa ilmu sosial lainnya, terutama ekonomi, geografi dan

sosiologi, urbanisasi merujuk kepada struktur morfologik yang sedang

berubah dari berbagai pemusatan (agglomeration) perkotaan dan

perkembangannya (Supardan, 2011:269).

h. Peta

Page 75: Creative Thinking (Higher Education)

100

Peta adalah pola permukaan bumi yang dilukiskan pada bidang datar (Adam

Kuper dan Jessica Kuper, 2000). Tiap titik peta menunjukan kedudukan

geografis menurut skala dan proyeksi yang telah ditentukan.

i. Kota

Kota adalah tempat di wilayah tertentu yang dihuni oleh cukup banyak orang

dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Studi tentang

masyarakat kota tidak hanya terbatas menelaah masyarakat secara luas,

namun juga karakteristik-karakteristik tertentu dari kehidupan internalnya

(Herriot, 2000:110).

j. Mortalitas

Mortalitas adalah jumlah kematian per tahun per seribu penduduk (Ewbank,

2000:84). Perhintungan yang lebih akurat adalah dengan menggunakan

tingkat kematian umur tertentu (angka kematian tahunan dalam kelompok

umur tertentu).

k. Khatulistiwa (Ekuator)

Khatulistiwa atau ekuator adalah sebuah konsep yang merujuk kepada garis

khayal yang melingkari bola bumi dan membelahnya menjadi dua bagian

yang sama besar, masing-masing 180 derajat. Garis ekuator inilah yang

disebut garis khatulistiwa atau garis lintang nol derajat (Shadily, 1984:905).

l. Demografi

Konsep demografi merujuk kepada analisis terhadap berbagai variabel

kependudukan. Didalamnya mencakup berbagai metode perhitungan dan

hasil substantif dalam riset mengenai angka kematian (mortalitas), angka

Page 76: Creative Thinking (Higher Education)

101

kelahiran (natalis), migrasi, dan jumlah serta komposisi penduduk atau

populasi (Keyflitz,2000:219)

m. Tanah

Tanah adalah suatu wilayah permukaan bumi dengan ciri khas mencakup

segala sifat yang sepatutnya stabil atau diperkirakan selalu terulang kembali

dari lingkungan hidup yang lurus, di atas atau di bawah wilayah tersebut.

(Supardan, 2011:274)

n. Transmigrasi

Transmigrasi adalah suatu sistem pembangunan terpadu, upaya untuk

mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, juga dimaksudkan untuk

menciptakan perluasan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan

produktivitasnya dan pendapatan melalui perpindahan penduduk dari daerah

padat ke daerah-daerah yang jarang penduduknya (Martono, 1996:180).

o. Wilayah

Konsep wilayah merujuk pada suatu area di permukaan bumi yang relatif

homogen dan berbeda dengan sekelilingnya berdasarkan beberapa kriteria

tertentu (Jhonson, 2000:910). Dalam geografi kawasan adalah kawasan yang

dibangun di atas unit spasial yang homogen.

5. Konsep IPS dari Sejarah

Arti sejarah yang dikaitkan dengan syajarah dan dihubungkan dengan kata

history, bersumber dari kata histori (bahasa Yunani kuno) arti sejarah itu sendiri,

memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada

masa lalu. Sunal dan Hass menyebutnya, history ia a chronological study that

Page 77: Creative Thinking (Higher Education)

102

interprets and gives meaning to events and applies systematic methods to discover

the truth. Sedangkan Car menyatakan bahwa history is a continuous process of

interaction between the historian and his facts, and unending dialogue between

the present and the past. Sejarah merupakan suatu penggambaran atau

rekonstruksi peristiwa, kisah, maupun cerita, yang benar-benar telah terjadi pada

masa lalu (Supardan, 2011:281).

Peranan dan kedudukan sejarah terbagi atas tiga hal, yakni sejarah sebagai

peristiwa, sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita (Ismaun,1993;277).

Konsep-konsep sejarah sebagai berikut:

a. Perubahan

Konsep perubahan merupakan istilah yang mengacu kepada sesuatu hal yang

menjadi “tampil beda”. Perubahan merupakan konsep dasar yang penting dan

multak maknanya sebagai suatu dinamika kehidupan dalam survival peserta

didik, terutama dapat memberikan penyadaran untuk menghadapi masa kini

dan mendatang (Wiriaatmadja,1998:94)

b. Peristiwa

Konsep peristiwa memiliki arti sebagai suatu kejadian yang menarik maupun

luar biasa karena memiliki keunikan. Peristiwa selalu menjadi objek kajian,

mengingat salah satu karakteristik ilmu sejarah adalah mencari keunikan-

keunikan yang terjadi pada suatu peristiwa tertentu, dengan penekanan pada

tradisi-tradisi relativisme.

c. Sebab dan Akibat

Page 78: Creative Thinking (Higher Education)

103

Istilah sebab akibat merujuk kepada faktor-faktor determinan fenomena

pendahulu yang mendorong terjadinya sesuatu perbuatan, perubahan, maupun

peristiwa berikutnya, sekaligus sebagai suatu kondisi yang mendahului

peristiwa. Sedang akibat adalah sesuatu yang menjadikan kesudahan atau

hasil suatu perbuatan maupun dampak dan peristiwa. (Supardan, 2011:339).

d. Nasionalisme

Nasionalisme merupakan keyaninan bahwa pada hakikatnya setiap bangsa

memiliki hak dan kewajiban untuk membentuk dirinya sebagai negara

(Minogue, 2000:695).

e. Kemerdekaan/Kebebasan

Konsep kemerdekaan atau kebebasan adalah nilai utama dalam kehidupan

politik bagi setiap negara dan bangsa maupun umat manusia yang senantiasa

diagung-agungkan, sekalipun tidak selamanya dipraktikan. Konsep

kemerdekaan menitikberatkan pada komitmen untuk menentukan nasibnya

sendiri sebagai bangsa yang berdaulat dan tidak terikat oleh bangsa dan

negara mana pun.

f. Kolonialisme

Konsep kolonialisme merujuk kepada bagian imperialisme dalam ekspansi

bangsa-bangsa Eropa Barat ke berbagai wilayah lainnya di dunia sejak abad

ke-15 dan 16. (Supardan, 2011:341)

g. Revolusi

Konsep revolusi menunjuk pada suatu pengertian tentang perubahan sosial

politik yang radikal, berlangsung cepat, dan besar-besaran. Berbeda dengan

Page 79: Creative Thinking (Higher Education)

104

konsep evolusi yang lebih mengacu pada perubahan yang berlangsung secara

perlahan-lahan, tetapi pasti.

h. Fasisme

Konsep fasisme atau facism adalah nama pengorganisasian pemerintahan dan

masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat

memiliki rasa nasionalis yang sempit, rasialis, militeristis, dan imperialis

(Ebestein dan Fogelman,1990:114)

i. Komunisme

Komunisme merujuk kepada setiap pengaturan sosial yang didasarkan pada

kepemilikan, produksi, konsumsi dan swapemerintahan yang diatur secara

komunal atau bersama-sama (Meyer, 1983:143). Komunisme dalam

pengertian sempit merujuk kepada kumpulan doktrin Marxis atau kritik kaum

Marxis terhadap kapitalisme dan teori liberal, serta ramalan mereka akan

terciptanya revolusi proletariat yang akan menciptakan suatu masyarakat

komunis.

j. Peradaban

Konsep peradaban atau civilization merupakan konsep yang merujuk pada

suatu entitas kultural seluruh pandangan hidup manusia yang mencakup nilai,

norma, institusi, dan pola pikir terpenting dari suatu masyarakat yang

terwariskan dari generasi ke generasi (Bozeman dalam huntington, 1998:41).

Perdaban menunjuk kepada suatu corak maupun tingkatan moral yang

menyangkut penilaian terhadap terhadap kebudayaan (Supardan,2011:345).

Page 80: Creative Thinking (Higher Education)

105

k. Perbudakan

Konsep perbudakan atau slavery adalah suatu istilah yang menggambarkan

suatu kondisi dimana seseorang maupun kelompok tidak memiliki kedudukan

dan peranan sebagai manusia yang memiliki hak asasi sebagai manusia yang

layak. (Supardan, 2011:346).

l. Waktu

Waktu adalah rentetan kejadian atau constitutive of events (Adam,

2000:1097). Pentingnya waktu menurut Sztompa (2004:58-59) terdapat enam

fungsi waktu, yaitu; (a) sebagai penyelaras tindakan; (b) sebagai koordinasi;

(c) sebagai bagian dalam tahapan atau rentetan peristiwa; (d) menempati

ketepatan; (e) menempatkan ukuran; (f) untuk membedakan suatu masa

tertentu dengan lainnya.

m. Femisme

Feminisme adalah nama suatu gerakan emansipasi wanita dari subordinasi

pria. (Supardan,2011:348). Menurut Maggie Humm (2000:345), semua

gerakan feminis mengandung tiga unsur asumsi pokok. Pertama, gender

adalah suatu kontruksi yang menekan kaum wanita sehingga cenderung

menguntungkan pria. Kedua, konsep patriaki, dominasi kaum pria dalam

lembaga-lembaga sosial melandasi konstruk tersebut. Ketiga, pengalaman

dan pengetahuan kaum wanita harus dilibatkan untuk mengembangkan suatu

masyarakat nonseksis di masa mendatang.

n. Liberalisme

Page 81: Creative Thinking (Higher Education)

106

Konsep liberalisme mengacu kepada sebuah doktrin yang maknanya hanya

dapat diungkapkan melalui penggunaan kata-kata sifat yang menggambarkan

nuansa-nuansa khusus.(Supardan, 2011:349). Kata-kata sifat yang paling

terkenal di antaranya adalah liberlisme sosial atau politik dan liberalisme

ekonomi (Barry, 2000:568).

o. Konsevatisme

Konservatisme merujuk kepada doktrin yang menyakini bahwa realitas suatu

masyarakat dapat ditemukan pada perkembangan sejarahnya. Konservatisme

adalah sikap dasar yang ada pada hampir semua manusia

(Minogue,2000:167).

6. Konsep IPS dari Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan manusia dan

pemuasan kebutuhan manusia (Abdullah, 1992:5). Samuelson dan Nordhaus

(1990:5) mengemukakan bahwa ilmu ekonomi merupakan studi tentang perilaku

orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang

langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan dalam rangka memproduksi

berbagai komoditi, kemudian menyalurkannya baik saat ini maupun di masa

depan kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.

Ilmu ekonomi terbagi-bagi dalam beberapa bidang kajian, seperti ekonomi

lingkungan, ekonomi evolusioner, eksperimental, ekonomi kesehatan, ekonomi

institusional, ekonomi matematik, ekonomi sumber daya alam, ekonomi

pertahanan, ekonomi sisi penawaran, ekonomi kesejahteraan, ekonomi dualistik,

Page 82: Creative Thinking (Higher Education)

107

ekonomi informal, ekonomi campuran, ekonomi pertanian, ekonomi tingkah laku

dan ekonomi pembangunan. Konsep ilmu ekonomi adalah:

a. Skarsitas

Skarsitas atau kelangkaan adalah sebuah prinsip bahwa sebagian besar

barang yang diinginkan orang hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas,

kecuali barang bebas seperti udara. Barang umum dalam keadaan langka

harus dijatah, baik melalui mekanisme harga maupun cara lainnya

(Samuelson dan Nordhaus,1990:535).

b. Produksi

Produksi adalah segala usaha untuk menambah atau mempertinggi nilai

atau faedah dari sesuatu barang. (Supardan,2011:400). Produksi adalah

segala usaha dan aktivitas untuk menciptakan suatu barang atau mengubah

bentuk suatu barang menjadi barang lain (Abdullah,1992:4;38).

c. Konsumsi

Konsumsi adalah segala tindakan manusia yang dapat menimbulkan turun

atau hilangnya faedah atau nilai guna suatu barang. Menurut Samuelson

dan Nordhaus (1990:161) bahwa konsumsi adalah sebagai pengeluaran

untuk barang dan jasa seperti makanan, pakaian, mobil, pengobatan, dan

perumahan.

d. Investasi

Investasi adalah perubahan stok modal dalam kurun waktu tertentu,

biasanya satu tahun. Inverstasi keuangan adalah pembelian aset-aset

keuangan, seperti saham dan obligasi yang nantinya akan dijual kembali

Page 83: Creative Thinking (Higher Education)

108

saat harga meningkat, dan hal itu lebih terkait dengan analisis jasa

(Supardan,2011:402).

e. Pasar

Pasar adalah sebuah mekanisme di mana para pembeli dan penjual

berinteraksi untuk menentukan harga dan melakukan barang dan jasa

(Samuelson dan Nordhaus,2003:29). Pasar merupakan keseluruhan

permintaan dan penawaran barang serta jasa.

f. Uang

Uang secara umum dilihat dari fungsinya didefinisikan sebagai alat tukar.

Uang berfungsi sebagai satuan ukuran (standar for valuing things) yang

memiliki fungsi turunan, seperti sebagai standar perincian utang (standard

deferred payment) dan sebagai alat penyimpan kekayaan. Uang bebarti

kekuasaan, pada masyarakat yang berlandaskan dasar individualistik, uang

menjadi alat kekuasaan dalam tangan pemiliknya (Winardi,1987:35).

g. Bank (Perbankan)

Bank adalah tempat menerima tabungan uang dan memberikan pinjaman

dengan mengambil keuntungan, kendati dalam hal tertentu tabungan dan

pinjaman dibatasi dalam waktu relatif pendek maupun menengah. Secara

keseluruhan fungsi bank adalah (1) menghimpun dana-dana yang dimiliki

masyarakat; (2) menyalurkan dana yang telah berhasil dihimpun dalam

bentuk kredit; (3) memperlancar kegiatan perdagangan dan arus lalu lintas

uang antara para pedagang (Abdullah,1992:216).

Page 84: Creative Thinking (Higher Education)

109

h. Koperasi

Koperasi adalah gerakan ekonomi atau sebagai badan usaha milik

bersama. Sebagai gerakan ekonomi, koperasi mempersatukan sejumlah

orang yang memiliki kebutuhan yang sama dan sepakat bahwa kebutuhan

bersama itu akan direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, diawasi, serta

dipertanggungjawabkan secara bersama berdasarkan asas kekeluargaan

dan kebersamaan (Supardan,2011:407).

i. Kewirausahaan

Konsep kewirausahaan atau entrepreneurship merujuk kepada suatu sifat

keberanian dan keutamaan mengambil resiko dalam kegiatan inovasi

(Samuelson dan Nordhaus,1990:518).

7. Konsep IPS dari Ilmu Politik

Ilmu politik merupakan disiplin akademis, dikhususkan pada

penggambaran, penjelasan, analisis, dan penilaian yang sistematis mengenai

politik dan kekuasaan (O’Leary, 2000:788). Menurut Roger F.Soltau (1961:4)

menyatakan: Political science is the study of the state, it’s aims and purposes...the

institutions by which these are going to be realized, its relations with is individual

members, and other states ‘ ilmu politik adalah kajian tentang negara, tujuan-

tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu;

hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara

lain’.

Sub bidang utama dari penyelidikan ilmu politik meliputi; pemikiran

politik; teori politik; lembaga-lembaga politik; sejarah politik; politik

Page 85: Creative Thinking (Higher Education)

110

perbandingan; ekonomi politik; administrasi publik; teori-teori kenegaraan;

hubungan internasional. Adapun konsep-konsep Politik antara lain:

a. Kekuasaan

Konsep kekuasaan merujuk kepada kemampuan seseorang atau kelompok

manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain

sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan

dan tujuan dari orang yang memiliki kekuasaan (Budiardjo,2000:35).

b. Kedaulatan

Konsep kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua telaahan yaitu (a) dilihat dari

hukum tata negara, konsep kedaulatan mengacu pada kekuasaan pemerintah

negara tertinggi dan mutlak, (b) dilihat dari hukum internasional mengacu

kepada kemerdekaan negara terhadap negara-negara lain (Shadily,

11984:1711).

c. Kontrol Sosial

Kontrol sosial mengacu kepada pengaturan tingkah laku manusia oleh

kekuatan sosial yang dilakukan di luar pemerintahan untuk memelihara

menurut hukum dan aturan itu yang muncul di dalam tiap-tiap masyarakat dan

institusi. (Supardan, 2011:564).

d. Negara

Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok

dalam kekuasaan politik. Negara meruapakn organisasi yang dalam suatu

kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan kehidupan

bersama tersebut.

Page 86: Creative Thinking (Higher Education)

111

e. Pemerintah

Pemerintah mengacu kepada proses memerintah, yakni pelaksanaan

kekuasaan oleh yang berwenang atau orang-orang yang mengisi kedudukan

otoritas dalam masyarakat atau lembaga, artinya kantor atau jabatan-jabatan

dalam pemerintahan (Finer,1974).

f. Legitimasi

Konsep legitimasi menunjuk kepada keterangan yang mengesahkan atau

membenarkan bahwa pemegang kekuasaan maupun pemerintah adalah benar-

benar orang yang dimaksud (yang secara hukum adalah sah).

(Supardan,2011;556)

g. Sistem Politik

Konsep sistem politik merupakan istilah yang mengacu kepada semua proses

dan institusi yang mengakibatkan pembuatan kebijakan publik. Setiap sistem

politik akan mencakup: (1) fungsi integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat,

baik ke luar maupun ke dalam: (2) penempatan nilai-nilai dalam masyarakat

berdasarkan kewenangan; (3) penggunaan kewenangan atau kekuasaan, baik

secara sah maupun tidak. (Haricahyono,1991:93-94).

h. Demokrasi

Konsep demokrasi secara umum merupakan sistem pemerintahan yang

segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantara wakil-wakilnya.

(Supardan,2011:567).

i. Pemilihan Umum

Page 87: Creative Thinking (Higher Education)

112

Pemilihan umum adalah suatu kegiatan politik untuk memilih atau

menentukan orang-orang yang duduk di dewan legislatif maupun eksekutif.

j. Partai Politik

Konsep partai politik mengacu pada sekelompok manusia yang terorganisir

secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan

terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan

ini memberikan kemanfaatan bagi para anggotanya, baik yang bersifat idiil

maupun material (Lijphart,2000:731).

k. Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang sesuai

kondisi yang manusiawi. Negara pada hakikatnya berkewajiban untuk

menjamin bahwa setiap sistem hukum mereka mencerminkan dan melindungi

hak-hak asasi manusia yang bersifat internasional yang berada pada wilayah

yuridiksi mereka (Higgins, 2000:464).

C. Berpikir Kreatif

1. Definisi Kreativitas

Konsep kreativitas mempunyai pengertian yang luas dan beragam

(majemuk) serta multidimensional, tergantung bagaimana mengamati dan pada

dimensi apa yang menyorotinya. Definisi kreativitas dilihat dalam dimensi

pribadi, proses, produk dan press atau yang dikenal dengan istilah empat P

(Pribadi, Proses, Produk, Press). Klein (Coleman, 1985:215) menyebutkan

“Creativity is a broad construct at multiple meaning for children, adult, and

Page 88: Creative Thinking (Higher Education)

113

profesional”. Sedangkan Parnes (1967:6) menyatakan “creativity is function of

knowledge, imagination, and evaluation”. Begitu luasnya cakupan kreativitas

Clark (1988:45-47) menegaskan bahwa “ creativity showing the integration of the

four major areas of human function: thinking-cognitive, feeling-affective, physical

sensing, and intuitive”. Clark Moustakis dalam Utami Munandar (1995:32)

mengemukakan kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan

mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan

dengan diri sendiri, dengan alam dan dengan orang lain.

Dengan demikian tidak ada satu pun definisi yang dapat dianggap

representatif mengenai pengertian kreativitas tersebut. Menurut Amabile

(1983:31-32) dan Supriadi (1994:6) hal ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama,

kreativitas merupakan konstruk hipotesis yang pada hakekatnya merupakan ranah

psikologis yang kompleks, multi dimensional mengandung berbagai tafsiran yang

beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-

beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi.

Amabile (1983:31) mengemukakan bahwa suatu produk atau respons

seseorang dikatakan kreatif apabila menurut penilaian orang ahli atau pengamat

yang mempunyai kewenangan dalam bidang itu, bahwa itu adalah kreatif. Dengan

demikian kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respon yang dinilai

kreatif oleh pengamat ahli. Lain halnya dengan kreativitas dijabarkan dalam

kriteria-kriteria tertentu tantang sesuatu produk dinamakan kreatif. Menurut

Amabile (1983:33) sesuatu produk dinilai kreatif apabila; (a) produk tersebut

bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai jika dilihat dari segi kebutuhan

Page 89: Creative Thinking (Higher Education)

114

tertentu, (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang belum

pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Basemer dan

Triffingger (1981;161) menyebutkan bahwa produk kreatif apabila memiliki tiga

kategori: (1) novelty (kebaharuan), (2) resolution (pemecahan) dan (3) elaboration

(kerincian) serta (4) synthesis (sintesis). Model ini disebut Creative Product

Analysis Matrix (CPAM). Kebaharuan (novelty) diartikan sejauhmana produk ini

baru dalam hal: baik jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru,

konsep-konsep baru yang digunakan. Pemecahan (resolution) menyangkut sejauh

mana produk itu telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan; (1) valuable, bahwa

produk itu harus bermakna, (2) logis, dapat diterima oleh akal sehat dan mengikuti

alur berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan, (3) berguna, karena dapat

diterapkan secara praktis. Elaborasi dan sintesis, dalam dimensi ini merujuk

kepada derajat sejauh mana produk itu mampu menggabungkan unsur-unsur baik

yang tidak serupa (sama) menjadi sesuatu keseluruhan koheren (bertahan secara

logis). Untuk mengetahui hal ini terdapat lima kriteria pengujian, yaitu: (1)

Organis, produk itu harus mempunyai arti seputar mana produk itu disusun, (2)

Elegen, yaitu mempunyai nilai yang lebih baru dan canggih, (3) kompleks, yaitu

berbagai unsur digabung, (4) dapat dipahami, artinya tampil secara jelas dapat

diterima oleh akal sehat, dan (5) Keterampilan, nampak diperlukannya skill

tertentu dalam mengerjakan itu semua.

Rhodes merumuskan Four P’s of Creativity: Person, Process, Press,

Product. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P

tersebut atau kombinasinya (Munandar, 1995: 36). Creative action is an imposing

Page 90: Creative Thinking (Higher Education)

115

of ones own whole personality on the environment in a unique and characteristic

way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam

interaksi dengan lingkungannya. Dalam fokus ini segi “pribadi” atau ‘person’

yang ditekankan dalam definisi tersebut. Guilford (1950) menyebutkan bahwa

kriteria kreativitas identitas dengan apa yang disebutnya creative personality

yakni those pattern of traits that a characteristics of creative persons.

Kepribadian kreatif menurut Guilford mencakup dimensi kognitif (bakat) dan

dimensi non kognitif (minat, sikap, dan kualitas temperamental). Menurut teori ini

bahwa orang-orang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan

memang berbeda dengan orang-orang yang kurang kreatif. Dimensi proses

tentang kreativitas ini dikemukakan oleh Wallas (1926) dan Torrance (1965).

Pendapat Wallas, seperti dikutip Turner (1977:58-59), this account led Wallas to

identity four stages in the creative process: preparation, incubation, illumination,

and verification”. Torrance (1965:8) mengatakan bahwa kreativitas memiliki

langkah-langkah metode ilmiah sebagai berikut: “...the process of sensing

difficulties, problems, gaps in information, missing elements: making guesses or

formulating hypotheses about these deficiencies, testing these guesses and

possibly revising and retesting them, and finally in communicating the result”.

Amabile (1983), Basemer dan Treffinger (1981), juga Haefele (1962) maupun

Rogers (1982). Haefele (Munandar, 1955:38) menyatakan kreativitas adalah

kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna

sosial. Haefele (1962) menunjukkan definisi kreativitas bahwa kreativitas tidak

harus/selalu keseluruhan produk itu “baru”, melainkan bisa juga materi-materinya

Page 91: Creative Thinking (Higher Education)

116

sudah lama ada sebelumnya, dan produk itu harus benar-benar memiliki makna

bagi masyarakat. Sedangkan Rogers (1982), mengemukakan bahwa produk kreatif

memiliki karakteristik; (1) observable atau dapat diamati, (2) novelty atau baru,

(3) produk itu merupakan hasil kualitas unik individu dalam interaksinya dengan

lingkungannya.

Definisi kreativitas yang mengacu kepada aspek “press” atau “dorongan”

ditulis oleh Simonton (1984) yang menyatakan bahwa kreativitas muncul karena

dorongan internal: the initiative that one manifest by his power to break away

from the usual sequence of thought. Kreativitas juga muncul oleh adanya

dorongan-dorongan eksternal seperti kebudayaan yang kondusif untuk kreatif.

Suatu kebudayaan yang menunjang, menumpuk dan memungkinkan

perkembangan kreativitas, diantaranya: (1) tersedianya sarana-sarana kebudayaan,

(2) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, (3) Lebih menekankan pada

becoming (menjadi tumbuh) dari pada being , (4) Memberikan kesempatan bebas

terhadap media kebudayaan bagi semua warga tanpa diskriminasi, (5) Tumbuhnya

kebebasan atau paling tidak ada diskriminasi ringan setelah pengalaman tekanan

dan tindakan yang keras, (6) Adanya rangsangan kebudayaan yang berbeda dan

kontras, (7) Toleransi dan minat terhadap pandangan-pandangan yang berbeda

atau divergen, (8) Adanya insentif, penghargaan atau hadiah, dan (9) Adanya

interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti.

2. Hakekat dan Makna Kreativitas

Hidup dalam suatu masa dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan

pesatnya untuk digunakan secara konstruktif maupun destruktif, suatu adaptasi

Page 92: Creative Thinking (Higher Education)

117

kreatif merupakan satu-satunya kemungkinan untuk dapat mengikuti perubahan-

perubahan yang terjadi dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang

kompleks. Oleh karena itu perlunya kreativitas dari pribadi individu, karena

dengan kreativitas Pertama, dengan berkreasi orang dapat mewujudkan

(mengaktualisasikan) dirinya dan perwujudan/aktualisasi diri. Menurut

(Maslow,1968) bahwa kebutuhan pokok hidup manusia sebagai bentuk

aktualisasi diri yaitu berkreativitas merupakan suatu kebutuhan tingkat tinggi,

merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya sebagai

aktualisasi diri. Orang yang sehat mental, bebas dari hambatan-hambatan, dapat

mewujudkan diri sepenuhnya. Sejalan dengan pendapat Froman (1959:34) yang

menyatakan betapa pentingnya norma kebajikan, yaitu keunggulan dari hakekat

manusia. Kebajikan itu sendiri merupakan aktivitas pemanfaatan keunggulan dan

kapasitas yang ada dalam mencapai kebahagiaan. From the nature of man,

Aristotle deduces the norm “virtue” (excellence) is “activity”, by which he means

exercise of the functions and capacities peculiar to man, Happiness, which is

man’s aim, is the result of “activity’ and “use”:its capacities peculiar to man.

Happiness, which is man’s aim, is the result of “activity” and ‘use”: it is not

quiescent possession.

Kedua, berkreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk

melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah,

merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat

perhatian dalam pendidikan (Munandar, 1995:58). Ketiga, berkreativitas tidak

hanya bermanfaat (bagi diri pribadi dan bagi lingkungan) tetapi memberikan

Page 93: Creative Thinking (Higher Education)

118

kepuasan kepada individu. Keempat, berkreatif dapat meningkatkan kualitas

hidup dengan sumbangan kreatif, yang berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan

baru dan teknologi baru.

Dengan demikian bahwa berkreativitas hakekatnya merupakan upaya

manusia, dalam berbagai pengembangan potensi diri agar menjadi lebih

manusiawi serta secara kreatif bukan sekedar memiliki manfaat akan produk-

produknya, tetapi juga memberi kekuasaan kepada individu itu sendiri yang tak

terhingga.

3. Karakteristik Kepribadian Kreatif

Menurut Guilford kepribadian kreatif tersebut meliputi karakteristik

dimensi kognitif (bakat) dan dimensi non-kognitif (minat, sikap, dan kualitas

tempramental). Dimensi kognitif mencakup kelancaran (fluency), fleksibilitas

(flexibility), orsinilitas (originality) dan elaborasi (elaboration). Menurut Guilford

(Amabile, 1983:19) faktor pola khas dari sifat-sifat (traits) kepribadian juga turut

menentukan kreativitas seseorang:

In its narrow sense, creativity refers to the abilities that are most characteristic of people....In other words, the psychologist’s problem is that of creative personality.... I have often defined an individual’s personality as his unique pattern of traits. A traits is any relatively enduring way in which person differ from one another. The psychologist is particularly interested in those traits that are manifested in performance: in other words, in behavior traits. Behavior traits come under the broad categories of aptitudes, interest, attitudes, and temperamental qualities....Creative personality is then a matter of those patterns of traits that are characteristic of creative persons.

Sifat-sifat perilaku individu itu terdiri atas beberapa kategori, seperti;

bakat, minat, sikap dan temperamen. Aspek bakat mengacu kepada kemampuan

Page 94: Creative Thinking (Higher Education)

119

bawaan sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat

terwujud (Munandar, 1985:17). Menurut Guilford (1959:170-177) sifat-sifat

bukan bakat (non-aptitude) mencakup: (1) percaya diri, (2) menguasai masalah,

(3) memiliki minat yang luas dan apresiasi kepada kegiatan kreatif, dan (4) toleran

kepada kedwiartian (ambiguitas), berani mengambil resiko, senang bertulang dan

mencari hal-hal baru, menyenangi pemikiran yang beragam dan tidak lazim.

Guilford (1959:170-177) dengan ciri-ciri kelancaran, kelenturan, keaslian

(termasuk suka humor), dan kerincian pemikiran atau gagasan yang terintegrasi

dengan kemampuan ciri-ciri sikap (afektif) kreatif . Supriadi (1994:56-57)

mengatakan bahwa ciri-ciri kreatif yaitu mempunyai rasa ingin tahu besar,

menghargai fantasi, mempunyai pendapat sendiri, memiliki tanggung jawab dan

komitmen terhadap tugas, tekun dan tidak mudah bosan, tidak mudah kehabisan

akal dalam memecahkan masalah, kaya akan inisiatif, memiliki citra diri dan

stabilitas emosional yang baik, tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks,

holistik, dan mengandung teka-teki, serta memiliki kesadaran etik-moral dan

estetik yang tinggi.

4. Teori-Teori Kreativitas

Beberapa kelompok teori yang menjelaskan tentang kreativitas dapat

didekati menurut pengelompokannya. Teori Empat P yang melandasi

pengembangan kreativitas, diantaranya:

a. Teori tentang Pembentukan Pribadi Kreatif

1) Teori Psikoanalitis

Page 95: Creative Thinking (Higher Education)

120

Teori Psikoanalitis melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu

masalah, yang biasanya dimulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai

sesorang yang pernah mengalami tarumatis, yang dihadapi dengan menungkinkan

gagasan-gagasan yang disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari

trauma. Tindakan traumatis menstramomasikan keadaan psikis yang tidak sehat

menjadi sehat terutama melalui mekanisme sublimasi merupakan penyebab atau

sumber kreativitas.

a) Teori Freud

Sigmund Freud (1856-1939) menjelaskan proses kreatif dari

mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya untuk sadar untuk

menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan

atau yang tidak diterima. Freud percaya meskipun kebanyakan

mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, mekanisme

sublimasi merupakan penyebab utama dari kreativitas.

b) Teori Kris

Ernst Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan

regresi (beralih ke perilaku yang akan memberi kepuasan, jika perilaku

tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan) juga sering muncul

tindakan kreatif. Orang-orang kreatif adalah mereka yang paling

mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Mereka

mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif,

untuk “regress in the service of the ego”.

c) Teori Jung

Page 96: Creative Thinking (Higher Education)

121

Carl Jung (1987-1961) percaya bahwa ketidaksadaran memainkan

peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam

pikiran tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Secara tidak

sadar ‘mengingat’ pengalaman-pengalaman yang paling berpengaruh ,

maka ketidaksadaran kolektif ini timbul penemuan, teori, seni dan

karya-karya baru lainnya.

d) Teori Humanistik

Psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup,

dan tidak terbatas pada lima tahun pertama. Teori Humanistik terdiri

atas Teori Maslow dan Teori Rogers.

(1) Teori Maslow

Abraham Maslow (1908-1970) mengatakan bahwa manusia

mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai

kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu;

kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat

tinggi berkembang sebagai proses pematangan. Keempat

kebutuhan pertama disebut kebutuhan ‘deficiency” karena

mungkin untuk dipuaskan sampai tidak dirasakan kebutuhan lagi.

Proses perwujudan erat berkaitan dengan kreativitas.

(2) Teori Rogers

Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi internal dari pribadi yang

kreatif ialah; (a) keterbukaan terhadap pengalaman, (b)

kemampuan menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi

Page 97: Creative Thinking (Higher Education)

122

seseorang (internal locus evaluation), (c) kemampuan

bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep. Orang

yang memiliki kesehatan psikologisnya sangat baik, akan

menghasilkan karya-karya kreatif dan hidup secara kreatif.

2) Penelitian tentang Ciri Kepribadian Kreatif

Treffinger mengatakan bahwa pribadi kreatif biasanya lebih terorganisir

dalam tindakan, rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan

dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang

mungkin timbul dan implikasinya. Ciri-ciri orang kreatif yaitu (1) mempunyai

rasa humor yang tinggi, (2) lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan

misterius, (3) mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni sastra, musik

dan teater, (4) mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik dan

tidak penurut, (4) tidak kooperatif, menuntut, egosentris, terlalu asertif,

kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional,

menarik diri dan menolak dominasi atau otoritas.

2. Teori tentang Pendorong Kreatif (Press)

Kreativitas dapat terwujud dengan adanya dorongan dalam diri individu

(motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan.

a. Motivasi Intrinsik untuk Kreativitas

Rogers dalam Vernon (1982) mengatakan dorongan merupakan motivasi

primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan

baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya

sepenuhnya.Dorongan ada pada setiap orang dan bersifat internal, ada

Page 98: Creative Thinking (Higher Education)

123

dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk

diekspresikan.

b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif

Menurut Rogers kondisi eksternal (dari lingkungan) memupuk kreativitas

konstruktif, karena kondisi lingkungan menjadi pendorong untuk

meningkatkan kreativitas. Kreativitas tidak dapat dipaksakan tetapi

dimungkinkan untuk tumbuh dengan memerlukan kondisi yang

memungkinkan dan mengembangkan potensinya. Pengalaman Rogers

dalam psikoterapi ialah menciptakan kondisi keamanan dan kebebasan

psikologis kita untuk memungkinkan timbulnya kreativitas konstruktif.

3. Teori tentang Proses Kreatif

a. Teori Wallas

Teori Wallas (1962) dalam bukunya “The Art of Thought”

(Piirto,1992), yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat

tahap (1) persiapan; (2) inkubasi; (3) iluminasi; dan (4) verifikasi.

Tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan

masalah dan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang

lain, dan sebagainya. Tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun

data/informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi, dimana individu

seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut,

dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi

“mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ketiga (iluminasi) ialah

tahap timbulnya “insight” atau “Aha-Erlebnis” saat timbulnya

Page 99: Creative Thinking (Higher Education)

124

inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang

mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi/gagasan baru. Tahap

keempat (verifikasi) yaitu dimana ide atau kreasi baru harus diuji

terhadap realitas. Maka diperlukan pemikiran kritis dan konvergen.

b. Teori tentang Belahan Otak Kanan dan Kiri

Menurut Dacey (1989) dan Piirto (1989) bahwa belahan otak kanan

terutama berkaitan dengan fungsi-fungsi kreatif, sehingga terjadi

“dichotomania”, membagi-bagi semua fungsi mental menjadi fungsi

belahan otak kanan dan kiri.

4. Teori tentang Produk Kreatif

Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif

(Wallas) dan produk yang dicapai. Perilaku kreatif memerlukan kombinasi antara

ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai berikut: sebagai hasil dari berpikir

konvergen atau intelegensi (memperoleh pengetahuan, pengembangan

keterampilan), manusia memiliki seperangkat unsur-unsur mental.

a. Hukum Paten dalam Penilaian Produk Penemuan

Hukum paten dimaksudkan sikap ketidakpercayaan dari orang seprofesi

tidak menggoyahkan tujuan tetapi ketangguhan dan keseriusan

mengenai apa yang ingin dicipta.

b. Model dari Bassemer dan Treffinger

Besemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa produk kreatif

digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) kebaharuan (novelty), (2)

pemecahan (resolution), dan (3) kerincian (elaboration) dan sintesis.

Page 100: Creative Thinking (Higher Education)

125

Model ini disebut “Creative Product Analysis Matrix” (CPAM).

Kebaharuan adalah sejauh mana produk itu baru dalam hal; jumlah dan

luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru yang

terlibat dalam hal dan diluar lapangan/bidang; dalam hal dampak dari

produk terhadap produk kreatif di masa depan. Pemecahan (resolution)

adalah sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi

bermasalah. Tiga kategori dalam dimensi ini, bahwa produk itu harus

bermakna (valuable), logis/ mengikuti aturan yang ditentukan dan

berguna / dapat diterapkan secara praktis. Elaborasi dan Sintesis adalah

sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak

sama/serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren (bertahap

secara logis). Lima kategori untuk menilai hal ini ialah; produk itu

harus organis, dalam arti mempunyai arti seputar mana produk itu

disusun. Elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang

nampak; kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat

atau lebih; dapat dipahami, karena tampil secara jelas; dan menunjukan

keterampilan atau keahlian secara seksama.

Gowan (1972) mengklasifikasikan teori kreativitas menjadi lima

klasifikasi yang diasumsikan pada kontinum dari rasional ke irasional,

diantaranya: (1) kreativitas sebagai kognitif, rasional, dan semantik, (2) kreativitas

sebagai sifat-sifat kepribadian dan aspek keluarga serta lingkunganya, (3)

kreativitas sebagai kesehatan mental yang tinggi, (4) kreativitas sebagai

“pskologi-Freudian”, dan (5) kreativitas sebagai eksistensial, psychendelic dan

Page 101: Creative Thinking (Higher Education)

126

fenomena paranormal. Menurut Turner (1977:62-70) teori kreativitas dapat

dibedakan menjadi lima pendekatan, yaitu : (1) pendekatan psikoanalitik, (2)

pendekatan asosiasionis, (3) pendekatan psikometrik, (4) pendekatan kognitif, dan

(5) pendekatan holistik. Sedangkan menurut Busse dan Mansfied (1980: 91-101)

teori kreativitas dapat dibedakan menjadi tujuh kategori, yaitu; (1) kategori

psikoanalitik, (2) kategori gestalt, (3) kategori asosiasi, (4) kategori perseptual, (5)

kategori humanistik, (6) kategori perkembangan kognitif, dan (7) kategori teori

komposit (campuran).

Teori-teori kreativitas yang memiliki karakteristik berbeda dengan teori

lainnya, diantaranya:

a. Teori kreativitas sebagai perkembangan kognitif. Teori ini didasarkan atas

pandangan-pandangan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang sekaligus

sebagai hasil belajar individu berinteraksi dengan lingkungannya (Colemen,

1985:215,Turner,1977:69-70). Adapun tokoh-tokoh yang tergolong dalam

teori ini adalah Guilford, Edward de Bono, Parners, Osborn, Biondi.

Pembahasan teori ini kreativitas sebagai fungi perkembangan kognitif dibagi

dalam sub-varian ; (1) kreativitas sebagai adaptasi manusia dengan

lingkungannya, (2) kreativitas sebagai fungsi integratif, dan (3) kreativitas

sebagai fungsi pengalaman perseptual yang bersifat holistik. Kreativitas

sebagai adaptasi manusia dengan lingkungannya, dalam berinteraksi manusia

tidak lepas dengan teori perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget

(1977:3) bahwa kreativitas adalah fungsi asimilasi dan akomodasi secara

komplementer dalam rangka pembentukan pengetahuan sebagai skemata

Page 102: Creative Thinking (Higher Education)

127

tindakan untuk mencapai keseimbangan. Sebab secara fundamental

perkembangan kognitif Piaget dipengaruhi oleh tiga proses dasar dalam

belajar, yaitu; asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Secara singkat “asimilasi”

adalah pemaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada, “akomodasi”

adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan “ekuilibrasi”

adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan individu

tumbuh dan berubah menjaga keseimbangan (Gedler, 1986).

b. Kreativitas sebagai fungsi integratif. Teori ini didasarkan atas anggapan

bahwa kreativitas merupakan hasil perpaduan perkembangan kognitif dan

perkembangan diri. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa teori ini

merupakan gabungan dari teori perkembangan kognitif Piaget dan teori afektif

Erikson. Teori perkembangan kognitif Piaget, membaginya dalam empat

tahapan perkembangan, yaitu tahap sensori motor, praoperasional, operasi

konkret, dan operasi formal (Gredler, 1986). Tahapan-tahapan itu mempunyai

kesetaraan posisi dengan tahap-tahap efektif dari Erikson, yaitu: tahap

kepercayaan melawan ketidakpercayaan, mandiri melawan rasa malu dan

ragu-ragu, inisiatif melawan rasa bersalah, rajin melawan rendah diri, identitas

melawan kekaburan peran. Dari tahapan perkembangan tersebut Gowan

(1974) menambahkan tiga tahap dari empat tahap Piaget, yaitu: tahap

kreativitas, psikedelia, dan iluminasi. Ketiga tahapan itu mempunyai

kesetaraan dengan tahapan-tahapan afektif dari Erikson, yaitu keakraban,

generativitas, dan integritas diri. Khususnya pada tahap identitas yaitu pada

usia sekitar 13-18 tahun (masa operasi formal dalam perkembangan

Page 103: Creative Thinking (Higher Education)

128

intelektualnya) Gowan menyebutnya sebagai tahapan Golden Age. Hal ini

disebabkan pada masa itu proses kreatif anak mendapatkan dukungan dari

perkembangan kemampuan intelektual, yaitu berpikir formal, konseptual,

analistis, kritis, dan evaluatif. Sedangkan pandangan kreativitas sebagai fungsi

pengalaman perseptual yang bersifat holistik, pada hakekatnya mengacu

kepada teori psikologi Gestalt (Koffka, Kohler, dan Wertheim) yang

mengaitkan konsep kreativitas dengan pemahaman (insight). Berdasarkan

pengertian umum kreativitas bahwa metafora merupakan suatu pengalaman-

pengalaman yang perseptual dan konseptual dilihat dari perkembangannya

melalui tahap-tahap autosentrisitas. Karena itu pengalaman kreatif dimulai

ketika indera seseorang mulai mengamati, meraba, mencium, serta

menghayati objek secara total. Lebih jauh lagi keterbukaan persepsi terhadap

objek merupakan syarat mutlak bagi kreativitas, karena keterbukaan terhadap

pada dunia akan mengahasilkan pengalaman dan membuat seseorang tidak

memiliki hubungan dengan dunia luar sehingga tidak akan menjadi kreatif.

Oleh karena itu kreativitas harus dimiliki oleh seseorang.

c. Teori psikoanalitik. Teori ini pada umumnya teori ini berdasarkan suatu

pandangan bahwa kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang

biasanya mulai dari masa kanak-kanak. Seseorang dipandang kreatif karena

mempunyai pengalaman traumatis dengan memungkinkan gagasan-gagasan

yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif

sebagai respon menyikapi tantangan tersebut. Dalam hal ini tindakan kreatif

sebagai manifestasi transformasi dari keadaan psikis dan tidak sehat menjadi

Page 104: Creative Thinking (Higher Education)

129

sehat (Coleman, 1985:215, Munandar, 1955:61). Mekanisme “pertahanan”

yang merupakan upaya sadar dalam menghindari kesadaran mengenai ide-ide

yang tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima dengan menghabiskan

energi psikis, biasanya merintangi produktivitas kreatif. Apabila kekuatan-

kekuatan konfliktual itu tidak disublimasikan atau diproyeksikan melalui

kemampuan untuk “regress in the service of ego” yang mampu memanggil

bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar ke dunia realitas melalui peran ego,

maka individu akan mengalami tekanan yang membahayakan kesehatan

mentalnya. Adapun tokoh-tokoh yang tergolong kelompok teori ini seperti ;

Sigmund Freud, Ernst Kris, dan Carl Jung (Turner, 1977:62-63).

d. Teori humanistik. Teori ini melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan

psikologis yang tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, tidak

terbatasnya pada lima tahun pertama saja, mengingat kreativitas sebagai

fungsi aktualisasi diri (Munandar, 1955:62; Coleman,985:215). Kreativitas

tidak sekedar prestasi, tetapi lebih mengacu kepada mutu watak pribadi,

seperti kebebasan, keterbukaan, keberanian, spontanitas, keaslian, yang

pengungkapannya menunjukan berfungsinya pribadi secara penuh (full

fuctioning person). Rogers menekankan bahwa sumber kreativitas adalah

kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan

untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk

mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme

(Munandar, 1955:32). Tokoh-tokoh pendukung teori ini seperti. Abraham

Maslow, Carl Rogers.

Page 105: Creative Thinking (Higher Education)

130

e. Kreativitas sebagai sifat pribadi dan lingkungan yang mempengaruhi. Teori ini

berdasarkan perpaduan teori psikologis dengan sosiologis, yang oleh Amabile

(1983) disebut pendekatan sosial-psikologis, dan oleh Stein (1963) juga

disebut transaksional. Asumsi yang mendasari teori ialah bahwa kreativitas

individu merupakan hasil proses interaksi sosial, dimana individu dengan

segala potensi dan disposisi kepribadiannya mempengaruhi dan dipengaruhi

oleh lingkungannya. Supriadi (1994:21) menjelaskan bahwa dalam persfektif

psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada diri

seseorang sebagai penentu kreativitasnya, seperti: intelegensi, bakat, minat

dan disposisi kepribadian lainnya. Asumsi yang mendasari pendekatan ini

ialah manusia merupakan organisme alloplastik yang mampu mengubah

lingkungannya. Dengan kekuatannya tersebut manusia dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya dan mewujudkan potensi-potensinya, termasuk

potensi kreatif. Sedangkan dalam persfektif sosiologis, studi kreativitas lebih

melihat betapa dominannya faktor-faktor lingkungan sosial-budaya dalam

perkembangan kreativitas. Pendekatan ini menekankan pada hal-hal

silmutanitas penemuan-penemuan besar, sistem nilai buadaya yang kondusif,

semangat zaman (zeitgeist), dan konfigurasi perkembangan kebudayaan

peradaban. Asumsi yang mendasari pendekatan ini bahawa kreativitas

menrupakan fungsi dari faktor-faktor penunjang maupun penghambat

kreativitas.

f. Kreativitas sebagai fungsi Kemampuan Berpikir Kreatif dan Asosiatif. Teori

ini dipelopori oleh Guilford (1956) yang mempelajari psikometris mengenai

Page 106: Creative Thinking (Higher Education)

131

kreativitas berdasarkan teori :”Structure of Intelect” (SOI) manusia. Dalam

teorinya Guilford menggambarkan SOI dalam bentuk kubus tiga dimensi yang

terdiri dari dimensi; operasi (dengan unsur-unsur kognisi, memori, berpikir

konvergen, berpikir divergen, dan evaluasi), dimensi produk (terdiri dari unit,

kelas, relasi, sistem transformasi, dan implikasi), dimensi konten terdiri dari

figural, semantik, simbolik, dan perilaku . Yang menarik dari teori ini adalah:

pertama, bahwa berpikir divergen sering disebut berpikir kreatif. Berpikir

divergen adalah berpikir memberikan macam-macam kemungkinan jawaban

berdasarkan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian, yang

meliputi; fluency, flexibility, orginality, dan elaboration. Kedua, bahwa

kreativitas sebagai fungsi ‘asosiatif’. Menurut Turner (1977:64) yang

dimaksud kreativitas sebagai fungsi asosiatif adalah kemampuan

menghubung-hubungkan berbagai objek, pengalaman, informasi, benda dan

pengetahuan dengan kondisi baru dari sesuatu yang sebelumnya sudah ada.

Dalam teori ini ditekankan bahwa berpikir kreatif pada hakekatnya merupakan

proses pembentukan unsur-unsur asosiatif, yang gagasan-gagasan satu sama

lainnya mulai berjalan berjauhan. Kemudian digabung ke dalam suatu bentuk

kombinasi baru yang lebih bermakna. Teori ini dikembangkan oleh Mednick

(1962) dalam penjelasannya ia menyatakan bahwa untuk mencapai pemecahan

secara kreatif tersebut, harus didukung oleh tiga syarat. Pertama, kesanggupan

untuk menemukan (seredipity), yaitu kesanggupan untuk menemukan

hubungan dengan sifat-sifat kepribadian kreatif seperti; motivasi, kemauan,

kapasitas mental, kesediaan kuat untuk menemukan sesuatu yang baru. Kedua,

Page 107: Creative Thinking (Higher Education)

132

adalah kemiripan (similarity) adalah adanya kemampuan untuk menemukan

pola-pola yang mirip untuk dijasikan sesuatu yang dapat dianalogikan. Ketiga,

adalah perantara (mediation), yaitu perlu adanya unsur-unsur umum,

pengalaman maupun pengetahuan yang dapat menunjang. Dengan demikian

perlu adanya media untuk mencapai asosiasi kreatif tersebut.

Dari uraian beberapa teori kreativitas diatas jika dikaitkan dengan

penelitian ini. Teori “Structure of Intellect” (SOI) manusia yang dalam teorinya

menggambarkan tiga dimensi yang terdiri dari dimensi operasi ( dengan unsur-

unsur kognisi, memori, berpikir konvergen, berpikir divergen dan evaluasi),

dimensi produk (terdiri dari unit, kelas, relasi, sistem transformasi, dan impilasi),

dimensi konten terdiri dari figural, semantik, simbolik, dan perilaku. Berpikir

divergen sering dikatakan sebagai berpikir kreatif yang meliputi; fluency,

flexibility, originality dan elaboration. Disamping itu penelitian ini juga

mengikuti alur teori kognitif dan teori sosial –psikologis. Pertama, bahwa

kreativitas dosen dalam proses pembelajaran tidak lepas dari suatu proses yang

sekaligus hasil belajar indivisu dengan lingkungannya, baik sebagai

pengembangan kognitif, asosiatif, yang terintegrasi dengan lingkungannya.

Kedua, bahwa dalam kreativitas, faktor-faktor psikologis (bakat/prestasi,

akademik, motivasi) ikut memberikan kreativitas mahasiswa dan dosen.

Berdasarkan analisis faktor, Guilford menemukan ada lima sifat yang

menjadi ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan

(flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration), dan perumusan

kembali (redefinition). Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk

Page 108: Creative Thinking (Higher Education)

133

menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk

mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.

Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan

cara-cara yang asli, tidak klisa. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan

sesuatu secara terinci. Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu

persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui

oleh banyak orang.

Definisi kreativitas dibedakan ke dalam definisi konsensual dan definisi

konseptual. Definisi konsensual menekankan segi produk kreatif yang dinilai

derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Sedangkan Amabile (1983:31)

mengemukakan bahwa suatu produk atau respons seseorang dikatakan kreatif

apabila menurut penilaian orang yang ahli atau pengamat yang mempunyai

kewenangan dalam bidang itu bahwa itu kreatif. Dengan demikian, kreativitas

merupakan kualitas suatu produk atau respon yang dinilai kreatif oleh pengamat

yang ahli.

Definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang kreativitas yang

dijabarkan ke dalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif. Secara konseptual,

Amabile (1983:33) melukiskan bahwa produk dinilai kreatif apabila: (a) produk

tersebut bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai dilihat dari segi

kebutuhan tertentu; (b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang

masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.

Page 109: Creative Thinking (Higher Education)

134

Gambar 2.2Model untuk Mendorong Belajar Kreatif

Menurut Treffinger (1980)

Kognitif Afektif-pengajuan pertanyaan secara -mempribadi nilai mandiri -pengikat diri terhadap hidup-pengarahan diri produktif-pengelolaan sumber -menuju perwujudan diri-pengembangan produk

Kognitif Afektif-penerapan -keterbukaan terhadap perasaan--analisis perasaan majemuk-sintesis produktif-evaluasi -meditasi dan kesantaian-keterampilan metodologis -pengembangan nilai dan penelitian -keselamatan psikologis-transformasi -keselamatan psikologis -transformasi dalam berkreasi-metofor dan analogi -penggunaan khalayan

dan tamsil

Kognitif Afektif-kelancaran -rasa ingin tahu-kelenturan -kesediaan unutuk menjawab-orisinali -keterbukaan terhadap pengalaman-pemirincian -keberanian mengambil resiko-pengenalan dan ingatan -kepekaan terhadap masalah-tenggang rasa terhadap kesamaran-percaya diri

Sumber:Conny Semiawan dkk, 1987:39

Tingkat III

Keterlibatan dalam

Tingkat IIProses berfikir dan

perasaan yang majemuk.

Tingkat I

Fungsi divergen

Page 110: Creative Thinking (Higher Education)

135

Model Treffinger di atas menunjukkan bahwa fungsi devergen adalah

untuk menekankan pada keterbukaan dan kemungkinan, dimana dalam tahap

tersebut telah pula berkontibusi kegiatan-kegiatan intelektual, seperti pengenalan,

ingatan. Sedangkan pada bagian afektif meliputi ketersediaan untuk menjawab,

keterbukaan terhadap pengalaman, kepekaan terhadap masalah dan tantangan,

rasa ingin tahu, keberanian mengambil resiko, kesadaran dan kepercayaan

terhadap diri sendiri. Pada tingkat I dalam model Triffinger merupakan landasan

atau dasar dimana belajar kreatif berkembang. “Creativity is the ability to develop

new ideas and to discover new ways of looking at problem and opportunities”

(Suryana 2003: 10). Artinya Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide-

ide baru dan menemukan jalan keluar dari permasalahan dan peluang. Kreativitas

dimulai dengan adanya ide, selanjutnya ide-ide tersebut berkembang menemukan

jalan keluar .

Dengan demikian peran dosen Pendidikan IPS sangat penting dalam

menghasilkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa yaitu dengan penekanan

pada keterbukaan dan kemungkinan, dimana dalam tahap tersebut telah pula

berkontibusi kegiatan-kegiatan intelektual, seperti pengenalan, ingatan. Dari segi

afektif meliputi ketersediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman,

kepekaan terhadap masalah dan tantangan ,rasa ingin tahu, keberanian mengambil

resiko, kesadaran dan kepercayaan terhadap diri sendiri. Sehingga timbul

dorongan untuk belajar kreatif.

Page 111: Creative Thinking (Higher Education)

136

5. Kreativitas dari Proses

Teori Wallas (1962) dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto,1992),

yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap (1) persiapan; (2)

inkubasi; (3) iluminasi; dan (4) verifikasi. Tahap pertama, seseorang

mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dan belajar berpikir, mencari

jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebaginya. Tahap kedua, kegiatan

mencari dan menghimpun data/informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi,

dimana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah

tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi

“mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ketiga (iluminasi) ialah tahap

timbulnya ‘insight” atau “Aha-Erlebnis” saat timbulnya insiprasi atau gagasan

baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya

insipirasi/gagasan baru. Tahap keempat (verifikasi) yaitu dimana ide atau kreasi

baru harus diuji terhadap realitas. Maka diperlukan pemikiran kritis dan

konvergen.

6. Kreativitas dari Produk

Teori tentang Produk Kreatif, Cropley (1994) menunjukkan hubungan

antara tahap-tahap proses kreatif (Wallas) dan produk yang dicapai. Perilaku

kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai

berikut: sebagai hasil dari berpikir konvergen atau intelegensi (memperoleh

pengetahuan, pengembangan keterampilan), manusia memiliki seperangkat unsur-

unsur mental. Model dari Bassemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa

produk kreatif digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) kebaharuan (novelty),

Page 112: Creative Thinking (Higher Education)

137

(2) pemecahan (resolution), dan (3) kerincian (elaboration) dan sintesis. Model

ini disebut “Creative Product Analysis Matrix” (CPAM). Kebaharuan adalah

sejauh mana produk itu baru dalam hal; jumlah dan luas proses yang baru, teknik

baru, bahan baru, konsep baru yang terlibat dalam hal dan diluar lapangan/bidang;

dalam hal dampak dari produk terhadap produk kreatif di masa depan. Pemecahan

(resolution) adalah sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi

bermasalah. Tiga kategori dalam dimensi ini, bahwa produk itu harus bermakna

(valuable), logis/ mengikuti aturan yang ditentukan dan berguna / dapat

diterapkan secara praktis. Elaborasi dan Sintesis adalah sejauh mana produk itu

menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang

canggih dan koheren (bertahap secara logis). Lima kategori untuk menilai hal ini

ialah; produk itu harus organis, dalam arti mempunyai arti seputar mana produk

itu disusun, elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang nampak;

kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih; dapat

dipahami, karena tampil secara jelas; dan menunjukkan keterampilan atau

keahlian secara seksama.

D. Peranan Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep

IPS dan Berpikir Kreatif

Belajar mengajar merupakan dua konsep yang saling terkait dalam proses

belajar mengajar dan efektivitasnya dapat tercapai dalam meningkatkan

pemahaman konsep. IPS sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan

mempunyai peran yang sangat strategis. Oleh karena itu, lembaga pendidikan

melalui mata pelajaran yang dibelajarkan kepada peserta didik, harus dapat

Page 113: Creative Thinking (Higher Education)

138

memberikan bekal tidak saja berupa pengetahuan, tetapi lebih dari itu juga

menyangkut tentang nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) sebagai bekal dalam

menghadapi tantangan global, pengaruh negatif dari kemajuan iptek.

Pembelajaran IPS di sekolah memiliki tempat yang strategis. Sebagaimana

termuat dalam peraturan menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas no. 22

tahun 2006) tentang standar isi, bahwa “pembelajaran mata pelajaran IPS, peserta

didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan

bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai”.

Isi dari permendiknas tersebut di atas memiliki tujuan-tujuan dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat, sesuai dengan permendiknas tentang tujuan

pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang SISDIKNAS No.20 Tahun

2003. Lebih lanjut, dengan merujuk pada Permen Diknas tersebut, mata pelajaran

IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat dan

lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inquiry, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam

masyarakat majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Page 114: Creative Thinking (Higher Education)

139

Untuk mencapai maksud dan tujuan pembelajaran IPS itu, bertolak dari

pendapat yang dikemukan oleh Sapriya (2009), maka peserta didik perlu dibekali

keempat dimensi program pendidikan yang komprehensif, meliputi:

1. Dimensi pengetahuan (knowledge)

2. Dimensi keterampilan (skill)

3. Dimensi nilai dan sikap (value and attitude)

4. Dimensi tindakan (action).

Untuk bisa mencapai ke arah itu, maka dalam pengembangan dalam

pembelajaran IPS di sekolah, seperti yang dikemukakan oleh Sapriya (2009),

harus didasarkan pada landasan pendidikan IPS (PIPS), yang meliputi: landasan

filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan

religius. Dengan demikian peranan pembelajaran IPS berpedoman pada landasan-

landasan itu, seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009).

Seseorang hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang disiplin

ilmu-ilmu sosial yang meliputi: struktur, ide fundamental, pertanyaan pokok

(mode of inquiry), metode yang digunakan dan konsep-konsep disiplin ilmu, di

samping pemahamannya tentang prinsip-prinsip pendidikan dan psikologis serta

permasalahan sosial.

Berdasarkan fakta, praktik pembelajaran IPS yang dilakukan oleh guru

IPS masih berkutat pada cara-cara pembelajaran konvensional yang kurang

mendukung bagi perkembangan semua potensi yang dimiliki peserta didik. Pola

lama ini harus diganti dengan pola baru, apabila kita mengharapkan pembelajaran

Page 115: Creative Thinking (Higher Education)

140

IPS memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman konsep IPS bagi peserta

didik. Untuk menuju ke pola baru tersebut, maka langkah pertama adalah

perbaikan kualitas (mutu) tenaga pendidiknya.

Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus

diperhatikan secara serius. Sehingga pembelajaran IPS dengan menggunakan cara

konvensional atau tradisional dapat ditinggalkan oleh para guru. Mereka perlu

dibekali tentang pola pembelajaran IPS terpadu dan model-model pembelajaran

yang berpusat pada peserta didik.

Dengan demikian, pembelajaran IPS yang diterima oleh peserta didik

menjadi bermakna, baik untuk kehidupan pribadinya maupun lingkungan

masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam buku Depdiknas (2006)

diungkapkan bahwa model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan

suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara

individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep

serta prinsip secara holistik dan otentik. Seperti yang dikemukakan oleh Somantri

(2001: 266), pengajaran ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah menggunakan

pendekatan correlated dan integrated. Pentingnya pendekatan interdisipliner

adalah banyaknya menampilkan masalah-masalah kehidupan sehari-hari karena

dapat mendekatkan peserta didik pada masalah-masalah sosial, juga

mempersiapkan kematangan dalam cara berpikir, begitupun dengan pendekatan

multidisipliner bahwa masalah-masalah kehidupan sosial terdiri dari aspek-aspek

disiplin ilmu sosial.

Page 116: Creative Thinking (Higher Education)

141

Dengan demikian pembelajaran IPS memiliki hubungan dalam penguasaan

IPS yang tidak lepas dari kehidupan sosial yang bahan-bahannya didasarkan pada

kajian sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, dan kemanusiaan. Maka

berpikir kreatif merupakan salah satu kemungkinan untuk dapat mengikuti

perubahan-perubahan yang terjadi dan dapat menyelesaikan masalah-masalah

kehidupan.

E. Kajian Hasil Penelitian yang Terdahulu

Beberapa penelitian yang mengkaji pembelajaran, pemahaman konsep IPS

dan kreativitas antara lain; Pertama, Supardan (2000). Kreativitas guru sejarah

dalam pembelajaran sejarah. Kajian yang dilakukan dalam penelitiannya

menggunakan kuantitatif/eksperimen. Hasil penelitiannya menunjukkan

Hubungan motivasi pembelajaran dengan kreativitas guru sejarah dalam

pembelajaran sejarah terdapat signifikan pada level of significant 0,05 dengan

sampel penelitian pada Guru sejarah di SMUN dan Swasta yaitu 22 kecamatan.

Kedua, Susanti (2006). Pembelajaran Pendidikan IPS dalam upaya

menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif melalui isu-isu ekonomi

kontemporer. Melakukan penelitian pada Guru IPS dan siswa SMA pada SMA

Plus pariwisata Bandung dengan hasil penelitiannya guru IPS belum kreatif

dalam upaya menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif belum aktif secara

keseluruhan khususnya pada materi-materi isu-isu ekonomi kontemporer. Alat

analisis yang digunakan Naturalistik, wawancara, catatan lapangan dan

dokumentasi.

Page 117: Creative Thinking (Higher Education)

142

Ketiga, Anisa (2008), Pengaruh pembelajaran IPS terhadap pemahaman

konsep IPS. Menghasilkan penelitian dengan Pendekatan analisis nilai dalam

pembelajaran IPS di SD berpengaruh signifikan terhadap kemampuan pemahaman

konsep IPS yaitu peningkatannya 0,087. Sampel yang digunakan pada

penelitiannya, Siswa kelas V SD Min Suci Garut dengan menggunakan alat

analisis Korelasi Uji beda=t test.

Keempat, Mulyani (2011). Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru

terhadap Motivasi Belajar Siswa. Desain penelitian yang dilakukan adalah

penelitian kuantitatif, yaitu suatu pengukuran gejala-gejala atau indikasi-indikasi

sosial yang diterjemahkan ke dalam angka-angka. Hasil penelitian yang diperoleh,

dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner, motivasi

belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi secara keseluruhan termasuk pada

kategori tinggi.

Kelima, Mega Kartika Sari (2005). Pengaruh persepsi siswa tentang

kompetensi pedagogik guru mata pelajaran diklat produktif program keahlian

administrasi perkantoran terhadap motivasi belajar siswa SMK Karya

pembangunan 2 Bandung. Menghasilkan Kompetensi pedagogik guru

berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa yang positif, dengan sampel

penelitian pada Siswa SMK Karya Pembangunan 2 Bandung.

Keenam, Nurjanah (2005). Pengaruh kompetensi pedagogik guru terhadap

motivasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi menggunakan pendekatan

analisis jalur dengan sampel pada siswa SMA di Bandung. Hasil Penelitian yang

Page 118: Creative Thinking (Higher Education)

143

didapatkan adalah kompetensi pedagogik guru berpengaruh positif terhadap

motivasi belajar siswa.

Ketujuh, Yuliawati (2005). Pengaruh kompetensi pedagogik yang

diterapkan oleh guru bidang studi administrasi perkantoran terhadap motivasi

belajar siswa pada siswa SMA di Bandung menghasilkan penelitian kompetensi

pedagogik guru berpengaruh terhadap positif terhadap motivasi belajar siswa

dengan menggunbakan pendekatan regresi berganda.

Kedelapan, Najmudin (2008). Pendekatan inquiri dalam pembelajaran IPS

untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa di SMAN 7 Kota Cirebon dengan

pendekatan Pendekatan Penelitian Kelas. Hasil penelitian yang didapatkan adalah

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir siswa dengan pendekatan inquiry pada

pembelajaran IPS telah optimal dilakukan.

Dari beberapa studi yang telah dilakukan berkaitan dengan kreativitas dan

pemahaman konsep IPS, jelaslah bahwa proses pembelajaran merupakan faktor

penting dalam memberikan pemahaman kepada peserta didik. Peranan pendidik

merupakan tumpuan utama dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian lain

adalah:

1) Penelitian yang lain lebih kepada upaya pendidik dalam menumbuhkan

kemampuan berpikir kreatif, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis

kreativitas pendidik dalam pemahaman konsep dan berpikir kreatif .

Page 119: Creative Thinking (Higher Education)

144

2) Penelitian yang dilakukan penulis mensintetiskan antara teori kreativitas

dan teori belajar, sedangkan penelitian yang lain lebih menekankan pada

teori belajar.

3) Penelitian yang lain belum ada yang meneliti kompetensi dosen,

penerapan variasi metode pembelajaran dan pemanfaatan media

pembelajaran terhadap pemahaman konsep dan berpikir kreatif.

Dengan merujuk pada pemaparan tentang proses pembelajaran, maka lebih

banyak studi proses pembelajaran baik ditinjau dari segi kompetensi pendidik.

Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji penelitian yang berkaitan dengan

kompetensi dosen, penerapan variasi metode pembelajaran, pemanfaatan media

pembelajaran dan pemahaman konsep serta berpikir kreatif. Dengan demikian

penelitian penulis dari segi proses pendidikan juga output pendidikan berupa

pemahaman konsep dan berpikir kreatif.

F. Kerangka Pemikiran, Premis dan Hipotesis

1. Kerangka Pemikiran

Paradigma adalah seperangkat keyakinan ilmuwan yang merupakan cara

pandang tentang contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret

(Khun,1970:43-50). Cara pandang atau kerangka berpikir dalam melihat

permasalahan, pemecahan masalah, teknik-teknik dan instrumen dalam

mengadakan penelitian terhadap objek-objek yang diteliti sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai. Dengan demikian dalam mencari kebenaran suatu metode

Page 120: Creative Thinking (Higher Education)

145

yang digunakan diperlukan paradigma atau kerangka berpikir untuk mencapai

tujuan.

Bogdan (1982:32) mengemukakan bahwa paradigma merupakan suatu

kumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep

atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian. Sebagaimana

yang dikemukakan Sukmadinata (2002:3) penelitian positivistik dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang bersifat objektif,

kuantitatif, fixed, menggunakan instrumen standar, guna menghasilkan inferensi,

generalisasi dan prediksi. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian

positivistik dengan pendekatan kuantitatif.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa permasalahan yang

dikaji dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh proses pembelajaran

calon guru IPS di LPTK terhadap pemahaman konsep IPS dan berpikir kreatif.

Dari permasalahan tersebut terungkap variabel yang menjadi acuan dalam

penelitian model kuantitatif, dimana variabel-variabel penelitiannya sudah secara

eksplisit dijelaskan dalam model paradigma penelitian.

Untuk mengkaji bagaimana hubungan kausalitas dari variabel-variabel

yang terlibat sebagaimana diidentifikasikan sebelumnya, grand theory yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kreativitas dari Guilford (1950),

Teori Walas (1926) dan Teori Cropley (1994) dengan model Besemer dan

Treffinger (1981), sedangkan Teori Belajar dari Piaget, Jerume Bruner (1956).

Proses pembelajaran merupakan proses belajar mengajar yang tersusun

atas sejumlah komponen atau unsur yang saling berinterrelasi dan berinterdepensi

Page 121: Creative Thinking (Higher Education)

146

satu sama lain. Di antara komponen-komponen utama dalam setiap belajar

mengajar itu ialah:

a. Mahasiswa (dengan segala karakteristiknya) yang terus mengembangkan

dirinya secara optimal mungkin melalui kegiatan belajar) guna mencapai

tujuan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalaninya.

b. Tujuan (ialah yang diharapkan tercapainya setelah adanya kegiatan

belajar mengajar) yang merupakan seperangkat tugas atau kebutuhan

yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus nampak dalam perilaku

dan merupakan karakteristik kepribadian .

c. Dosen merupakan orang dewasa karena jabatannya secara formal selalu

mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga

memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar (learning

experiences) pada diri siswa dengan mengerahkan segala sumber

(learning resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar

(teaching learning strategis) yang tepat.

Dengan demikian proses belajar mengajar merupakan sebagai suatu

interaksi siswa dengan guru dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Loree

(1970:133) bahwa ada tiga komponen utama proses belajar mengajar yang harus

diperhatikan oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi PBM ialah komponen-komponen: (S) Stimulus, O (Organismic),

(R) Response”.

Komponen-komponen dari proses belajar mengajar di atas akan

mempengaruhi performance dan output, diantaranya;

Page 122: Creative Thinking (Higher Education)

147

a. The Expected Output, menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran

baku (standar norm) akan jadi daya tarik (insentif) dan motivasi

(motivating factor) jadi akan merupakan stimulating factor (S) di

samping termasuk dalam response (R) factor.

b. Karakteristik mahasiswa (raw input) menunjukkan faktor-faktor yang

terdapat dalam diri individu mungkin akan memberikan fasilitas

(facilitative) atau pembatas (limitation). Sebagai factor organismic (O)

di samping pula mungkin motivating and stimulating factor (misalnya;

n-Ach)

c. Instrumental input (sarana) menunjukkan kepada dan kualifikasi serta

kelengkapan sarana yang diperlukan untuk berlangsungnya proses

belajar mengajar.

d. Environmental input menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus,

sekolah, iklim, letak sekolah atau school suite dan sebagainya).

Dari komponen–komponen yang terdapat pada proses pembelajaran,

proses pembelajaran yang berlangsung selama ini terkesan kurang memperhatikan

komponen-komponen dalam proses pembelajaran (raw input, instrumental input

dan experimental input), sehingga proses pembelajaran terkesan seolah-olah

bersifat kaku dan baku. Definisi inilah yang membatasi kreativitas, khususnya

kreativitas guru dalam menciptakan proses belajar mengajar yang dengan situasi

yang dapat menimbulkan keinginan atau rasa kebutuhan dalam diri siswa untuk

memperoleh kecakapan atau keterampilan baru.

Page 123: Creative Thinking (Higher Education)

148

Konsep merupakan sekumpulan data yang memiliki data yang sama.

Begitupun dengan konsep IPS yang merupakan sekumpulan data-data yang

memiliki data yang sama membentuk konsep IPS. Keragaman konsep IPS yang

dikemukakan para ahli menjadikan konsep IPS semakin kaya akan konsep-konsep

IPS, sehingga menjadikan generalisasi. Pemahaman konsep IPS merupakan dasar

atau tolak ukur dalam memahami sejumlah konsep-konsep IPS khususnya pada

LPTK yang membuka program studi pendidikan IPS .

Kreativitas yang dimiliki untuk proses pembelajaran bagi calon guru

merupakan kemampuan diri dalam melahirkan keterampilan-keterampilan yang

baru, atau variasi-variasi baru dalam suatu proses pembelajaran, baik berupa ide-

ide gagasan maupun perilaku nyata yang relatif berbeda, mencerminkan

fleksibilitas, kelancaran, orisinilitas serta kemampuan mengelaborasi

(memperkaya, mengembangkan dan merinci) suatu gagasan, yang disertai oleh

afeksi yang menunjang mencakup; rasa ingin tahu, berani mengambil risiko,

tertantang oleh kemajemukan, dan imajinatif. Tiga kategori produk kreatif

menurut Bassemer dan Triffingger (1981) adalah: (1) novelty (kebaharuan), (2)

resolution (pemecahan), (3) elaboration (kerincian) serta (4) synthesis (sintesis).

Dengan demikian guru IPS dalam pembelajaran dikembangkan keterampilan

berpikir kreatif dengan melahirkan sesuatu yang baru, atau kombinasi-kombinasi

baru, baik berupa gagasan maupun tindakan nyata yang relatif berbeda,

mencerminkan fleksibilitas, kelancaran, orisinilitas serta kemampuan

mengelaborasi, sehingga pembelajaran IPS yang terkesan pada peserta didik

Page 124: Creative Thinking (Higher Education)

149

bahwa pelajaran IPS adalah membosankan, kurang menarik, tidak

menyenangkan .

Adapun variabel secara terinci dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama,

sebagai variabel bebas (eksogen) adalah: kompetensi dosen (X₁) ,penerapan

variasi metode pembelajaran (X₂) , pemanfaatan media pembelajaran (X₃); kedua

sebagai variabel terikat (endogen) , pemahaman konsep IPS (Y₁) dan keterampilan

berpikir kreatif (Y₂).

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, kerangka berpikir dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Page 125: Creative Thinking (Higher Education)

150

Variasi metode pembelajaran:1. Metode ceramah2. Metode tanya jawab3. Metode diskusi4. Metode demonstrasi5. Metode sosiodrama6. Metode karya wisata7. Metode kerja kelompok8. Metode latihan9. Metode pemberian tugas10. Metode eksperimen

Kompetensi Dosen:-Kompetensi pedagogik-Kompetensi Profesional-Kompetensi Sosial-Kompetensi Pribasi

Media pembelajaran:- Kata-kata tertulis- Kata-kata lisan- Gambar dan kata-kata lisan

Pemahaman Konsep- Separated- Integrated

Berpikir Kreatif:-Proses Kreatif -Produk Kreatif

CALON

GURUIPS

INPUT PROSES OUT PUT

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian

Page 126: Creative Thinking (Higher Education)

151

2. Premis

a. Proses pembelajaran merupakan suatu sistem belajar mengajar yang

tujuannya secara sadar mengubah perilaku (Bandura, 1986; Skinner,

1957).

b. Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam pengetahuan,

keterampilan dan sikap dalam standar pekerjaan yang diperlukan

(Schermerhon,1994:Sofo,1999,Robbins,2004).

c. Kreativitas adalah kemampuan yang dapat dilihat dalam dimensi pribadi,

proses, produk dan press (Colemen,1982: Amabile,1983:Rhodes,1961).

d. Kreativitas pada aspek press adalah dorongan yang muncul dari internal

atau eksternal untuk menunjang, memupuk dan memungkinkan

perkembangan kreativitas. (Simonton,1982)

e. Kreativitas pada aspek pribadi adalah tindakan kreatif muncul dari

keunikan keseluruhan kepribadian (bakat, minat, sikap dan kualitas

temperamental) dalam interaksi dan lingkungan (Guilford,1982)

f. Kreativitas pada aspek proses adalah kreativitas memiliki langkah-langkah

metode ilmiah atau meliputi empat tahap (persiapan, inkubasi, iluminasi,

verifikasi) (Walas,1962,Torrance,1965).

g. Kreativitas pada aspek produk adalah kemampuan untuk membuat

kombinasi-kombinasi baru atau memiliki karakteristik observable dapat

Page 127: Creative Thinking (Higher Education)

152

diamati, novelty atau baru dan memiliki kualitas (Rogers,1982: Basemer

dan Triffinger,1981).

h. Metode mengajar adalah jalan untuk membawa peserta didik kepada

tujuan pengajaran (Kusmana, 1985)

i. Media pengajaran adalah segala benda dan alat yang digunakan untuk

membantu pelaksanaan proses belajar mengajar (Sumaatmadja,1984).

j. Konsep adalah sekumpulan data yang memiliki data yang sama (Alma dan

Haragalawan,2003)

k. Pemahaman adalah proses, cara memahami (Kamus Bahasa Indonesia,

2004).

l. IPS adalah program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari ilmu-

ilmu sosial dan humaniti untuk tujuan pendidikan

(Sumantri,1994:Jerolomek,1967)

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini merupakan jawaban sementara dari

permasalahan yang telah dirumuskan. Secara umum hipotesis yang dirumuskan

adalah sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran calon guru IPS berpengaruh terhadap pemahaman konsep

IPS, yang dirinci ke dalam sub-hipotesis sebagai berikut:

1) Kompetensi dosen berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPS.

Page 128: Creative Thinking (Higher Education)

153

2) Penerapan variasi metode pembelajaran berpengaruh terhadap

pemahaman konsep IPS.

3) Pemanfaatan media pembelajaran berpengaruh terhadap pemahaman

konsep IPS.

b. Proses pembelajaran calon guru IPS dan pemahaman konsep IPS berpengaruh

terhadap keterampilan berpikir kreatif, yang dirinci ke dalam sub-hipotesis

sebagai berikut:

1) Kompetensi dosen berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif,

secara langsung maupun tidak langsung.

2) Penerapan variasi metode pembelajaran terhadap keterampilan berpikir

kreatif, secara langsung maupun tidak langsung.

3) Pemanfaatan media pembelajaran berpengaruh terhadap keterampilan

berpikir kreatif, secara langsung maupun tidak langsung.

c. Pemahaman konsep secara langsung berpengaruh terhadap keterampilan

berpikir kreatif.