Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLITY (CSR) DALAM PERSPEKTIF MODERASI BERAGAMA:
Konsep dan Pendekatan dalam Etika Bisnis
Islam di Lembaga Perbankan Syariah
Dicky Sony Saputra Ali Muhtarom
ii
Hak cipta Dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis
dari penerbit. Isi diluar tanggung jawab percetakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta. Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksekutif bagi pencipta dan pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Terkait Pasal 49: 1. Pelaku memiliki hak eksekutif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00,- (lima milyar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima (5) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00,- (lima ratus juta rupiah)
iii
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLITY (CSR) DALAM PERSPEKTIF MODERASI BERAGAMA:
Konsep dan Pendekatan dalam Etika Bisnis
Islam di Lembaga Perbankan Syariah
Dicky Sony Saputra Ali Muhtarom
PUSAT PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
MEDIA MADANI LP2M UIN SMH BANTEN
iv
Corporate Social Responsiblity (Csr) Dalam Perspektif Moderasi Beragama:
Konsep Dan Pendekatan Dalam Etika Bisnis Islam Di Lembaga
Perbankan Syariah
Penulis: Dicky Sony Saputra
Ali Muhtarom
Lay Out & Design Sampul
Media Madani
Cetakan 1, Oktober 2020
Hak Cipta 2020, Pada Penulis
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright@ 2020 by Media Madani Publisher
All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, mengutip, menggandakan,
atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit
Penerbit & Percetakan
Media Madani
Jl. Syekh Nawawi KP3B Palima Curug Serang-Banten email:
[email protected] & [email protected]
Telp. (0254) 7932066; Hp (087771333388)
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Dicky Sony Saputra & Ali Muhtarom
Corporate Social Responsiblity (Csr)
Oleh: Dicky Sony Saputra & Ali Muhtarom
Cet.1 Serang: Media Madani, Oktober 2020. viii + 88 hlm
ISBN. 978-623-6599-82-2
1. Coorporate Social 1. Judul
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillāhi robbil ‘alamīn, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, ridho, karunia dan inayah-Nya sehingga berhasil menyelesaikan buku yang berjudul, “Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Perspektif Islam: Konsep dan Pendekatan Moderasi Beragama dalam Etika Bisnis Perbankan Syariah”.
Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman di mana pun berada.
Buku ini sebagai salah satu bagian dari program dan persyaratan untuk menyelesaikan Kuliah Kerrja Nyata Dari Rumah (KKN-DR) Universitas Islam Negeri sultan Maulana Hasanuddin Banten Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
Buku ini ditulis dengan mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua yang selalu mendukung penuh
kegiatan selama kuliah. 2. Prof. Dr. H. Fauzul Iman, M.A selaku rektor UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten. 3. Dr. Wazin, M.Si selaku ketua Lembaga Pusat
Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M). 4. Dr. H. Aang Saeful Milah, M.A selaku kepala UPT.
Ma’had Al-Jami’ah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
vi
5. Dr. Ali Muhtarom, M.S.I sebagai Dosen Pembimbing Lapangan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
6. Segenap Dosen di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
7. Tak lupa pula teman-teman seperjuangan yang selalu menemani hari-hari selama kuliah.
Semoga amal baik yang telah diberikan dalam pembuatan buku ini dapat dibalas oleh Allah SWT, penulis sadar bahwa buku ini jauh dari kata sempurna mengingat keterbatasan kemampuan penulis, karena kesempurnaan hanya Allah yang memilikinya. Penulis harap, karya sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya, Amin.
Serang, 27 September 2020
Tim Penulis
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................... v DAFTAR ISI......................................................................... vii BAB I Corporate Social Responsibility (CSR): Konsep dan Dasar Pemahamannya di Lembaga Keuangan Syariah ............................................................................... 1
A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) .................................................................................... 2
B. Teori - Teori Tentang Corporate Social Responsibility (CSR) ...................................................... 8
C. Dasar Corporate Social Responsibility (CSR) .... 13 D. Dimensi Corporate Social Responsibility
(CSR) .................................................................................... 18 E. Konsep Tentang Corporate Social Responsibility
(CSR) .................................................................................... 25 F. Kriteria Corporate Social Responsibility (CSR)
di Lembaga Keuangan Syariah ................................ 31 G. Tujuan dan Manfaat Corporate Social
Responsibility (CSR) ..................................................... 39 H. Alasan Pentingnya Corporate Social Responsibility
(CSR) .................................................................................... 41 BAB II Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Perspektif Etika Islam .................................................... 43
A. Etika Bisnis Islam ........................................................... 44 B. Konsep Islamic Corporate Social Responsibility
(CSR) dalam Etika Bisnis Islam Tanggung Jawab dalam Etika Bisnis Islam ............................................ 47
viii
C. Prinsip-prinsip Islamic Corporate Social Responsibility (I-CSR) Lembaga Keuangan Syariah ...................................... 54
BAB III Moderasi Beragama Corporate Social Responsibility (CSR) Perbankan Syariah.................. 65
A. Pengertian Moderasi Beragama ............................. 66 B. Moderasi Beragama dalam Corporate Social
Responsibility (CSR) Perbankan Syariah ............. 72 C. Pendekatan Maslahah dan Maqashid syariah
Sebagai Prinsip Pelaksanaan I-CSR ....................... 75 BAB IV PENUTUP .............................................................. 79
A. Kesimpulan ....................................................................... 79 B. Saran .................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 83
ix
Corporate Social Responsibility (CSR)
1
BAB I Corporate Social Responsibility (CSR):
Konsep dan Dasar Pemahamannya di Lembaga Keuangan Syariah
Pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya
pemahaman dalam upaya mengimplementasikan CSR telah
menjadi tren global. Kondisi tersebut ditandai oleh semakin
maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-
produk ramah lingkungan yang diproduksi dengan penuh
semangat memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan
prinsip-prinsip hak asasi manusia.1 Demikian juga di dunia
perbankan, CSR juga telah menjadi tren baru yang menarik.
Di Indonesia, Pemerintah secara khusus mendorong
peran serta perusahaan-perusahaan untuk melakukan
kegiatan CSR. Regulasi mengenai hal tersebut tertuang
dalam pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007
tentang perseroan terbatas. Aturan lain yang juga memuat
mengenai CSR adalah Undang-Undang No. 25 tahun 2007
pasal 15 (b) dan pasal 16 (d) membahas tentang
Penanaman Modal. Hal yang sama juga berlaku bagi entitas
perbankan syariah dalam melaksanakan aktivitas CSR-nya.
1 Muh. Ghafur Wibowo, Potret Perbankan Syariah Terkini: Kajian Kritis
Perkembangan Perbankan Syariah Terkini, (Yogyakarta: Biruni Press, 2007), h. 137
Corporate Social Responsibility (CSR)
2
Gagasan yang terdapat dalam CSR merupakan bentuk
tanggung jawab bisnis yang memiliki semangat
membangun kesejahteraan, sehingga gagasan yang
berpegang pada single bottom line tidak lagi dipertemukan
pada perusahaan, yaitu hanya nilai perusahaan yang
direfleksikan dalam kondisi keuangan. Tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu
memperhatikan juga masalah sosial dan lingkungan.
Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai
perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).2
Berlanjutnya perusahaan, hanya akan terjamin apabila
perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan
hidup.
A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility merupakan sebuah
komitmen dalam operasi bisnis untuk memastikan
keberhasilan komersial dalam cara menghormati nilai-nilai
etis, terhadap tanggung jawab sosial yang
diimplementasikan baik dalam bentuk kepedulian sosial
terhadap karyawan, nasabah, maupun kepada masyarakat
secara luas. Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang
yang sering disebut sebagai tanggung jawab sosial
2 Rika Nurlela dan Islahuddin, “Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 23-24 Juli 2008
Corporate Social Responsibility (CSR)
3
perusahaan adalah suatu pendekatan dimana perusahaan
mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis
mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pengelola
kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip loyalitas
dan kemitraan.3
Secara bahasa Corporate Social Responsibility (CSR)
memiliki pengertian tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengertian CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan
tersebut lebih popular karena didasarkan pada undang-
undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
Di dalam undang-undang tersebut secara spesifik
dijelaskan bahwa CSR digunakan sebagai istilah tanggung
jawab sosial dan lingkungan, terutama yang berhubungan
dalam penjabaran beberapa aspek terkait konsep dan
pengaturannya dalam perusahaan. Meskipun pada saat ini
belum terdapat kesatuan bahasa terhadap istilah CSR,
namun secara konseptual berbagai pengertian yang muncul
memiliki kesamaan makna yaitu pengertian bahwa CSR
sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. 4
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa CSR adalah tanggung jawab moral perusahaan
terhadap lingkungan. Tanggung jawab moral perusahaan
tersebut dapat diarahkan kepada banyak hal, seperti
3 Muhammad Imam Purwadi, “Konsep dan Implementasi Corporate
Social Responsibility (CSR) Pada Perbankan Syariah” Jatiswara Jurnal Ilmu Hukum, (Mataram: Fakultas Hukum Universitas Mataram), Vol. 31 No. 3, (November, 2016), h. 403
4 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, (Salatiga: Griya Media, 2011), h. 107
Corporate Social Responsibility (CSR)
4
kepada dirinya sendiri, kepada karyawan, kepada
perusahaan lain, dan seterusnya.
Di Indonesia, kewajiban melaksanakan CSR bukan
hanya dibebankan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
tetapi juga dibebankan oleh perusahaan untuk melakukan
pengembangan masyarakat, baik pada aspek sosial,
pendidikan, ekonomi, lingkungan, maupun kesehatan.
Melalui UU No. 40 tahun 2007 membahas tentang
perseroan terbatas dan UU No. 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal, setiap perseroan atau penanam modal
diwajibkan untuk melakukan sebuah upaya pelaksanaan
tanggung jawab perusahaan yang telah dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.
Perbankan Syariah sebagai sebuah perusahaan yang
tunduk pada UU No. 21 tahun 2008 membahas tentang
Perbankan Syariah dan UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, adalah perseroan yang menjalankan
program kebijakan Negara dalam bidang perekonomian
dan kesejahteraan sosial melalui usaha bank syariah yang
tunduk pada hukum penanaman modal, sebagaimana
diatur dalam UU No. 25 tahun 2007, tentang penanaman
modal. Dalam UU No. 21 tahun 2008, tentang perbankan
syariah, ditegaskan bahwa perbankan syariah dalam
menjalankan fungsinya bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat.
Corporate Social Responsibility (CSR)
5
Sebagai salah satu implemetasi dari tujuan tersebut,
perbankan syariah dapat menjalankan fungsi sosialnya
dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infak, sedekah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada masyarakat. Dalam misi sosialnya,
perbankan syariah memiliki produk pembiayaan al-qardhul
hasan. Produk ini dapat dikategorikan sebagai wujud
tanggung jawab sosial (CSR) bank syariah yang tidak dapat
diperoleh dari bank konvensional. Dengan demikian,
pembiayaan al-qardhul hasan sebagai fungsi sosial bank
syariah yang sangat strategis dalam merealisasikan upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui instrumen
ekonomi Islam.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini,
program Corporate Social Responsibility (CSR), telah
menjadi suatu perbincangan sosial dan pembangunan yang
menarik bagi banyak pihak. Hal ini, menjadikan program
Corporate Social Responsibility (CSR) semakin
diperdebatkan seiring dengan dikeluarkannya berbagai
regulasi pemerintah Republik Indonesia.5
CSR merupakan bentuk komiten dunia usaha untuk
dapat terus menerus bertindak secara etis, beroperasi
secara legal, dan berkontributsi untuk peningkatan
5 Perdebatan tentang CSR yang tidak hanya terjadi pada wacana
akademik saja, tetapi juga pada implementasinya dalam perusahaan-perusahaan di dunia. Perdebatan ini memberikan pengaruh yang siknifikan dalam dunia perusahaan dan birokrasi di Indonesia. Lihat, Edi Suharto, “CSR: Konsep dan Perkembangan Pemikiran”, Makalah Pembicara pada Workshop Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Yogyakarta, 6-8 Mei 2008.
Corporate Social Responsibility (CSR)
6
ekonomi, bersamaan dengan peningktan kualitas hidup
dari karyawan, dan keluarganya, sekaligus juga
peningkatan kualitas komunikasi lokal dan masyarakat
secara lebih luas.6
CSR adalah tanggung jawab moral usaha terhadap
masyarakat. Tanggung jawab moral usaha tentu bisa
diarahkan kepada banyak hal; kepada dirinya sendiri,
kepada karyawan, kepada perusahaan lain, dan
seterusnya.7 Adapun menurut Irham Fahmi, Corporate
Social Responsibility (CSR) diartikan sebagai “kewajiban
manajemen untuk membuat pilihan dan mengambil
tindakan yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Kewajiban tersebut dan pada bentuk perhatian
perusahaan pada masyarakat sekeliling maupun tanggung
jawab pada pemerintah dalam bentuk membayar pajak
secara jujurdan tepat waktu.8
Selain itu, ada beberapa istilah lain yang memiliki
kemiripan dan kesamaan dengan pengertian CSR atau
bahkan sering diidentikkkan dengan pengertian CSR, yaitu
pemberian/amal perusahaan (corporate giving/charity),
kedermawanan perusahaan (corporate philantropy), relasi
kemasyarakatan perusahaan (corporate community/publik
relations), dan pengembangan masyarakat (community
6 Bukhari Alma, Doni Juni Priansa, Manajemen Bank Syariah,
(Bandung: Alfabeta, 2009), h. 10 7 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h.
292 8 Irham fahmi, Etika Bisnis Teori Kasus Dan Solusi, (Bandung: Alfabeta,
2013), h. 81
Corporate Social Responsibility (CSR)
7
development). Keempat istilah itu dapat kikatakan sebagai
pendekatan dari CSR dalam Investasi Sosial Perusahaan
(corporate social investment) yang didorong oleh skala
motif yang terentang dari motif “amal” hingga
“pemberdayaan”.9
Meskipun memiliki istilah yang beragam dan berbeda,
akan tetapi pada intinya terkandung substansi yang sama,
yakni selalu mengacu pada kenyataan bahwa perusahaan
merupakan bagian penting dari strategi bisnis yang
berkaitan erat dengan keberlangsungan usaha dalam
jangka panjang dan tidak akan pernah lepas dari tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Dengan demikian, secara esensial CSR merupakan
wujud dari giving back (mengembalikan) perusahaan
(korporasi) kepada masyarakat (komunitas). Dalam hal ini,
CSR dapat dilakukan dengan cara melakukan dan
menghasilkan bisnis berdasar pada niat tulus guna
memberikan kontribusi paling positif pada komunitas
(stakeholders).10
Oleh karena itu, inilah letak pentingnya pengaturan
CSR di Indonesia, agar memiliki daya atur, daya ikat dan
daya dorong. CSR yang awalnya bersifat voluntary perlu
9 Eleanor L. Brilliant dan Kimberlee A. Rice, “Influencing Corporate
Philantropy” dalam Gary M. Gould dan Michael L. Smith (eds), Social Work in the Workplace, New York: Springer Publishing Co., 1988, hal. 299-313. Lihat juga, http://www.pkbl. bumn.go.id /file/PSICSRComDevedi%20suharto.pdf “Pekerjaan Sosial Industri, CSR dan ComDev”, diakses 4 September 2020.
10 Reza Rahman, “Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan”, (Jakarta: Buku Kita, 2009), h. 10.
Corporate Social Responsibility (CSR)
8
ditingkatkan menjadi CSR yang lebih bersifat mandatory.
Dengan sifat ini, diharapkan kontribusi dunia usaha yang
terukur dan sistematis dalam ikut meningkatan
kesejahteraan masyarakat.
B. Teori-teori Corporate Social Responsibility (CSR)
Merujuk kepada penelitian yang dilakukan Garriga
dan Male terdapat empat klasifikasi teori CSR yang
berkembang sampai saat ini.11
1. Klasifikasi Teori Instrumen
Teori ini menjadikan perusahaan sebagai instrumen
untuk menciptakan kekayaan. Kondisi ini menjadi
tujuan utama dari tanggung jawab sosial hanya
interaksi yang berkaitan dengan aspek ekonomi saja
yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan CSR.
Setiap aktivitas CSR dilaksanakan apabila sesuai dengan
visi untuk menambahkan keuntungan. Teori ini
memahami CSR sebagai alat untuk menambahkan
keuntungan.
2. Kalsifikasi Teori Politik
Perusahaan mempunyai kuasa social, di mana dengan
kuasa ini mereka mempunyai tanggung jawab sosial
terhadap masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa
perusahaan mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut
serta melaksanakan tanggung jawab sosial pada
kegiatan tertentu.
11 Muhammad Yasir Yususf, Islamic Corporate Responsibility (I-CSR)
Pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS), (Jakarta: Kencana, 2017), hal. 35
Corporate Social Responsibility (CSR)
9
3. Klasifikasi Teori Integratif
Teori ini menyebutkan bahwa perusahaan perlu
mempertimbangkan untuk menggabungkan kehendak
masyarakat dalam aktivitas bisnis mereka. Alasan yang
sering digunakan dalam teori ini adalah kelangsungan
pertumbuhan bisnid yang bergantung kepada kehendak
masyarakat, jika perusahaan ingin tumbuh dan
bertahan dalam waktu yang lama.
4. Klasifikasi Teori Integratif
Teori ini menjelaskan bahwa hubungan perusahaan
dengan masyarakat terbentuk dari nilai nilai etika.
Perusahaan perlu melaksanakan CSR karena
bertanggungjawab untuk memenuhi tuntutan etika.
Sementara itu, Asyraf Wajdi Dusuki mengkategorikan
teori CSR kepada lima kategori yaitu pandangan klasik
terhadap CSR, teori kontrak, sosial, teri istrumen, teori
legitimasi dan teori pemegang kepentingan.12
1. Teori Pandangan Klasik Terhadap CSR
Perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial
secara prinsip menyalahi nilai sistem pasar bebas,
tangggung jawab perushaan satu-satunya hanya
meraih keuntungan dalam persaingan pasar. Dengan
kata lain, dahwa tangung jawab perusahaan telah
diwakilkan pada pemerintah melalui pajak yang dikutip
oleh pemerintah.
12 Muhammad Yasir Yususf, Islamic Corporate Responsibility…, hal. 36
Corporate Social Responsibility (CSR)
10
Dalam pandangan klasik, perusahaan dan
pemerintah dibedakan secara tegas. Perusahaan
berfungsi untuk melakukan produksi dan menjual jasa
guna mendapatkan keuntungan. Selama proses
produksi dilaksanakan, maka semua keuntungan yang
diraih adalah sah untuk dimilikisecara mutlak.
Perusahaan tidak dibatasi untuk mengambil
keuntungan tertentu. Harapannya adalah dari
keuntungan yang diraih perusaan tersebut, pemerintah
dapat memungut pajak untuk selanjutnya digunakan
kembali dalam rangka membangun kepentingan umum.
Dari sumber pajak ini pula negara memberikan
perlindungan ekonomi dan sosial bagi masyarakat yang
mebutuhkan oleh sebab itu, boleh disebut bahwa
pemerintah lah yang bertanggungjawab sepenuhnya
terhadap kesejahteraan sosisal kepada masyarakat
umum.
Perusahaan melakukan tanggung jawab sosial
kepada masyarakat hanya untuk meraih dan menambah
keuntungan bagi pemegang saham saja, seperti tanggug
jawab terhada masyarakat miskin, membantu
pembangunan sekolah maupun sumbangan sosial yang
diperuntukkan hanya untuk mendapatkan keuntungan
bagi perusahaan. Perusahaan yang melakukan tanggung
jawab sosial hanyalah dalam rangka untuk peningkatan
perolehan keuntungan yang lebih banyak.
2. Teori Kontrak Sosial
Teori kontak sosial adalah teori yang timbul dari
hubungan antara perusahaan dan sosial. Menurut teori
Corporate Social Responsibility (CSR)
11
ini, perusahaan harus memiliki rasa tanggung jawab
sosial yang tinggi. Sikap ini timbul bukan hanya
keinginan yang kuat untuk meraih keuntungan, akan
tetapi bagian dari keinginan tersirat masyarakat
terhadap kegiatan perusahaan dalam menjalankan
bisnis perusahaan tersebut.
Menurut pandangan ini, perusahaan bertindak
seperti institusi sosial dan bergabung dengan struktur
sosial lainnya seperti keluarga, pendidikan dan institusi
keagamaan dalam rangka meningkatkan kualitas
kehidupan yang lebih baik. Posisi perusahaan dan
masyarakat, pelaksanaan CSR disesuaikan dengan
keinginan dan persepsi yang diinginkan dari
masyarakat.
3. Teori Instrumen
Teori ini menjadikan CSR sebagai satu inisiatif
untuk menegakkan fungsi dan peran perusahaan dalam
masyarakat. Teori instrumen telah mengenbangkan CSR
sebagi alat strategis untuk mencapai tujuan ekonomi.
Para pendukung teori ini menyatakan bahwa bisni
boleh memilih untuk mendukung beberapa program
sosial yang dapat diterima dan memberi dampak yang
baik bagi perusahaan. CSR menjadi salah satu strategi
untuk meraih pasar tanpa membahayakan kepentingan
bagi pemegang kepentingan utama perusahaan, yaitu
pemegang saham.
4. Teori Legitimasi
Corporate Social Responsibility (CSR)
12
Teori yang menyatakan bahwa CSR merupakan
jawaban terhadap tekanan lingkungan sekitar yang
berkaitan dengan sosial, kekuatan politik, dan ekonomi.
Menurut teori ini, perusahaan berusaha untuk mencari
titik keseimbangan dalam menjalankan bisnis mereka
dengan keinginan masyarakat sekitar.
5. Teori Pemegang Kepentingan (Stakeholder Theory)
Teori ini adalah teori yang penting dalam
pembahasan CSR teori ini merujuk pada pendapat
bahwa perusahaan bertanggungjawab secara sistematik
terhadap semua pihak yang terlibat dalam perusahaan.
Suatu perusahaan yang bertanggungjawab secara sosial
dilihat dari sudut sejauh mana keputusan-keputusan
yang dibuat oleh manajemen memperhatikan
kepentingan-kepentingan stakeholder selain daripada
pemegang saham.
Teori-teori CSR yang diruruskan oleh Garriga dan
Male serta Asyraf Wajdi Dususki dapat disimpulkan dalam
Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1 Klasifikasi Teori-teori CSR13
Pengkaji Klasifikasi Teori-teori CSR
Garriga dan Male (2004) 1. Teori Instrumen
2. Teori Politik
3. Teori Integratif
13 Muhammad Yasir Yususf, Islamic Corporate Responsibility…, hal. 39
Corporate Social Responsibility (CSR)
13
4. Teori Etika
Asyraf Wajdi Dususki
(2008)
1. Teori Pandangan Klasik
2. Teori Kontrak Sosial
3. Teori Instrumen
4. Teori Legitimasi
5. Teori Pemegang
Berkepetingan
Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa CSR satu
standar universal dalam pelaksanaan CSR. Hal ini
dibuktikan dengan adanya definisi CSR yang digunakan
secara keseluruhan. Sehingaa perusahaan dalam
menjalakan aktivitas CSR memberikan definisi mengikuti
kehendak mereka masing-masing. Hal ini juga tentu
dipengaruhi oleh keinginan dan tujuan yang ingin dicapai
perusahaan. Setip perusahaan mempunyai pandangan
sendiri dalam menghadapi persoalan alam dan masyarakat
sekitar lingkungan perusahaan. Latar belakang wilayah,
faktor keyakinan, budaya dan lingkungan ikut
mempengaruhi pola dan praktik CSR suatu perusahaan.
C. Dasar Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR merupakan suatu konsep integral yang
memadukan aspek sosial dan bisnis dengan seimbang agar
perusahaan dapat dapat mencapai profit maksimum, serta
membantu mencapai kesejahteran stakeholders sehingga
dapat meningkatkan harga saham. Konsep CSR juga
Corporate Social Responsibility (CSR)
14
dilandasi oleh argumentasi moral.14 Artinya CSR bukan
saja upaya menunjukkan kepedulian sebuah organiasasi
pada persoalan sosial dan lingkungan, namun juga dapat
menjadi pendukung terwujudnya pembangunan yang
berkesinambungan dengan menyeimbangan aspek
ekonomi dan pembangunan sosial yang didukung dengan
perlindungan lingkungan hidup.
Dalam sudut pandang etika, dunia usaha tidak dapat
melepaskan dirinya dari kewajiban sosial kepada
masyarakat, dengan hanya berorientasi kepada keuntungan
semata. Sedangkan dari sudut pandang hukum, dunia usaha
tidak terlepas dari aturan yang ditetapkan pemerintah
selaku regulator.
Landasan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat
dipahami dari berbagai ketentuan, baik Undang-Undang,
maupun Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang membahas
tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta Peraturan
Pemerintah No. 47 Tahun 2012 yang membahas tentang
Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan
Terbatas (“PP 47/2012”). Menurut Pasal 1 ayat 3 UUPT,
yang membahas tentang “Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
14 T. Romi Marnelly, “Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan
Teori dan Praktek di Indonesia”, Jurnal Aplikasi Bisnis, (Riau : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau), Vol. 2 No. 2, (April 2012), h. 52
Corporate Social Responsibility (CSR)
15
dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perusahaan/perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya”.15
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal Pasal 15 yang menyatakan:
Setiap penanaman modal berkewajiban:
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang
baik.
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.16
c. Membuat laporan kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya laporan tersebut kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal.
d. Menghormati tradisi budaya masyrakat sekitar
lokasi kegiatan usaha penanaman modal.
e. Mematuhi semua ketentuan Perundang-Undangan.17
Mengacu pada ketentuan diatas, kegiatan
penanaman modal yang berkaitan dengan kepentingan
publik, terkait dengan kewajiban untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial (Social Responsibility) dan harus
memperhatikan budaya dan sistem nilai yang
berkembang di masyarakat. Dalam konteks tersebut,
15 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
pasal 1 ayat 3 16 Pada UU No. 25 tahun 2007 pasal 15 ayat 2 menyatakan bahwa
setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). CSR harus dilakukan oleh perusahaan dengan memperhatikan kepentingan stakeholder baik pihak internal maupun eksternal perusahaan.
17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 15
Corporate Social Responsibility (CSR)
16
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau
badan usaha, harus memperhatikan norm agama yang
berkembang oleh masyarakat sekitarnya.
3. Adapun menurut UU No 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah, bentuk badan hukum bank syariah
adalah perseroan terbatas (pasal 7). Oleh karena itu,
pelaksanaan CSR di perbankan syariah memiliki dasar
hukum yang kuat, karena bank syariah tunduk pada
undang-undang perusahaan. Selain itu, pada pasal 4
ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, disebutkan bahwa bank syariah dan UUS dapat
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul
maal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, hibah, sedekah atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada lembaga pengelola zakat.18
Dalam undang–undang ini, sangat jelas diterangkan
bahwa bank syariah diberi amanah menjalankan fungsi
sosial yang pada akhirnya harus melaksanakan CSR.
Kehadiran UU perbankan ini memiliki dampak yang
luas. Tidak hanya dilihat dari sektor makro, melainkan
juga sektor mikro, bahkan penduduk miskin pun
memiliki keterkaitan dengan kehadiran UU ini.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang
Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan
Terbatas pasal 2 yang menyatakan “Setiap Perseroan
18 A. Chairul Hadi, “Corporate Social Responsibility Dan Zakat
Perusahaan Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam”, Ahkam, (Jakarta; UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Vol. XVI, No. 2, (Juli 2016), h. 230
Corporate Social Responsibility (CSR)
17
Terbatas selaku subjek hukum mempunyai tanggung
jawab sosial dan lingkungan”.19
Setiap Perseroan untuk wujud kegiatan manusia
dalam bidang usaha, secara moral mempunyai komitmen
untuk bertanggungjawab atas tetap terciptanya hubungan
perseroan yang serasi dan seimbang dengan lingkungan
dan masyarakat setempat sesuai dengan nilai, norma, dan
budaya masyarakat tersebut.20
Berdasarkan ketentuan dalam pasal di atas, setiap
perseroan memiliki tanggung jawab moral untuk
menjalankan operasional perusahaan dengan
memperhatikan nilai-nilai dan norma masyarakat di
sekitarnya. Pengelolaan dana sosial perbankan, yang
diperoleh dari zakat, infak, dan sedekah serta dana sosial
yang berasal dari penerimaan operasi (qardh) seperti yang
di jelaskan dalam UU No. 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah, menjadi sangat potensial apabila
dikelola dengan baik oleh perbankan syariah. Meskipun
sifatnya sosial, pengelolaannya harus tetap profesional.
Orientasi perusahaan terhadap laba, hendaknya diimbangi
dengan kepeduian soaial dan konstributsi perusahaan
dalam membangun masyarakat sesuai dengan Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
19 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung
jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas pasal 2 20 Penjelasan Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas Pasal 2
Corporate Social Responsibility (CSR)
18
Penanaman Modal, UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan
Lingkungan Perseroan Terbatas.
D. Dimensi Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Totok Mardikanto Corporate Social
Responsibility (CSR) memiliki tiga dimensi, yaitu “dimensi
ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan”.21
Dimensi tanggung jawab Corporate Social Responsibility
(CSR) tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Dimensi Ekonomi
Tujuan utama pendirian perusahaan adalah untuk
memperoleh keuntungan dan keberlanjutan usaha.
Dalam CSR, perusahaan berkomitmen untuk
berkontributsi dalam pengembangan ekonomi serta
mementingkan tanggung jawab sosial perusahaan dan
menitikberatkan pada keseimbangan antara aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Pemahaman terhadap dimensi ekonomi CSR
meliputi: tata kelola perusahaan, perlindungan
konsumen, dan etika investasi.”22 Perusahaan harus
dikelola dengan baik untuk memberikan keuntungan
ekonomi kepada investor dan karyawan. Disisi lain
peusahaan juga memiliki kewajiban kepada konsumen
21 Totok Mardikanto, CSR (Corporate Social Responsibility) Tanggung
Jawab Sosial Korporasi, (Bandung: Afabeta, 2014), h. 142 22 Totok Mardikanto, CSR (Corporate Social Responsibility)…, h. 142
Corporate Social Responsibility (CSR)
19
agar produk dan jasa yang dijanjikan kepada konsumen,
dan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah.
Keberhasilan dunia bisnis ditentukan oleh
bagaimana kontribusinya terhadap kesejahteraan
masyarakat umum, bukan semata untuk warga bisnis
itu sendiri. Tanggung jawab bisnis lebih luas dari sekdar
pemilik atau investor. Walaupun sikap pemilik
menginginkan agar pihak manajemen perusahaan
bekerja untuk memberikan kepuasan yang maksimal
kepada para pemegang saham. Namun kondisi realitas
saat ini posisi perusahaan dan masyarakat telah
terbangun kontrak sosial kontrol sosial sebagai
kesepakatan implisit yang memberikan legitimasi sosial
oleh masyarakat atas kehadiran korporasi, dan
sebaiknya manfaat ekonomi yang dihasilkan bisnis
harus berdistributsi pulang kepada masyarakat.
2. Dimensi Lingkungan
Dimensi lingkungan yang bertanggungjawab sosial
didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan terhadap
dampak lingkungan yang dihasilkan dari operasi dan
produksi, menghilangkan emisi dan limbah.23
Perusahaan dalam operasionalnya tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan, baik dalam konteks
lingkungan sebagai sumber daya penyedia bahan baku,
maupun dalam konteks lingkungan sebagai objek yang
terkena dampak dari kegiatan ekonomi perusahaan.
Dalam hal ini, perusahaan meiliki kewajiban untuk
23 Totok Mardikanto, CSR (Corporate Social Responsibility)…, h. 142
Corporate Social Responsibility (CSR)
20
menjaga dan melestarikan lingkungan, melalui program
yang berkaitan langsung dengan masalah yang dihadapi
masyarakat sekitar perusahaan. Dalam hal ini,
perusahaan meiliki kewajiban untuk menjaga dan
melestarikan lingkungan, melalui program yang
berkaitan langsung dengan masalah yang dihadapi
masyarakat sekitar perusahaan.
Dimensi lingkungan dalam CSR sejalan dengan
perspektif Alquran yang menyebutkan kerusakan akibat
perbuatan manusia, sebagaimana diebutkan dalam
Alquran sebagai berikut:
ي ر في الب ر والبحر بما كسبت أيدي الناس لي ذيق ظهر الفساد ه م اا ل الذي ب ه ا ج{١٤}
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(kejalan yang benar).”(QS. Ar-Ruum : 41).
Berdasarkan ayat diatas, perusahaan secara etis
bertanggungjawab dalam pemeliharaan lingkungan,
menjaga ketersediaan sumber daya alam bagi generasi
berikutnya. Perusahaan dalam konteks tanggung jawab
terhadap lingkungan dapat dijabarkan sebagai
berikut:24
24 Totok Mardikanto, CSR (Corporate Social Responsibility)…, h. 148
Corporate Social Responsibility (CSR)
21
a. Mengurangi emisi. Kegiatan operasi pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan menghhasilkan emisi
angsung dan tidak langsung di atmosfer, dan emisi
tersebut dihasilkan dari penggunaan produk
perusahaan atau jkdari kebiasaan pembelian dan
konsumsi listrik. Emisi tersebut dapat dapat
mencakup berbagai polutan sebagai timbal, merkuri,
senyawa organik berupa sulfur dioksida, nitrat
dioksida, dan bahan lain yang dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan dan efek pada kesehatan
manusia.
b. Mengurangi limbah. Perusahaan yang kegiatan
usahanya menghasilkan limbah cair dan padat harus
tergantung pada program-program untuk
mengurangi limbah tersebut. Program-program ini
harus didasaran pada pengurangan sumber
pemanfaatan kembali barang-barang daur ulang
pengolahan limbah dan pembuangan.
c. Efektif menggunakan energi. Perusahaan listrik
mengkonsumsi dalam menjalankan operasi mereka
dan jasa. Program yang fokus pada konsumsi daya
yang efektif dapat mengurangi permintaan atau
listrik di gedung-gedung didaerah, seperti
pemanasan, pendinginan, keringanan penggunaan
bahan bakar yang efektif dan ketergantungan pada
sumber bahan bakar alternatif.
d. Pelestarian air bersih yang seringkali dianggap
sebagai kekayaan global. Menyediakan air minum
Corporate Social Responsibility (CSR)
22
murni dianggap sebagai kebutuhan dasar
kemanusiaan dan terdaftar sebagai slah satu dari
hak-hak utama individu.
Memahami kutipan diatas, dapat dikemukakan
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dibidang
lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk
mengurangi emisi hasil operasional perusahaan,
mengurangi dampak limbah yang berbahaya bagi
masyarakat, menggunakan energi secara efktif, dan
pelestarian air bersih.
3. Dimensi Sosial
Perusahaan bukan hanya bertanggungjawab
dalam memperoleh dan mempertahankan keuntungan,
tetapi bertanggungjawab pula terhadap tertib hukum
dan etika masyarakat. “Tanggung jawab sosial berarti
menjalankan sebuah bisnis yang memenuhi atau
melampaui harapan etis dan legal yang dimiliki
masyarakat terhadap bisnis itu.”25
Dimensi sosial diartikan sebagai perusahaan yang
harus berpartisipasi dalam menacapi kesejahteraan
masyarakat, dan dalam memperbaiki serta merawat
urusan karyawannya ini harus positif, merefleksikan
peningkatan prokdutifitas mereka, mengembangkan
kemampuan teknis mereka, dan memberi mereka
25 Patricia J. Persons, Etika Public Relation, (Jakarta: Gelora Aksara
Pratama, 2017), h. 143
Corporate Social Responsibility (CSR)
23
keamanan profesional dan pekerjaan selain kesehatan
dan sosial.26
Memahami kutipan diatas, keberadaan
perusahaan harus berdampak positif terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bagi karyawan
keberadaan perusahaan menjadi tumpuan dalam
mencari nafkah bagi dirinya dan keluarganya. Oleh
karena itu, perusahaan harus memberikan hak-hak
yang harus diterima karyawan, baik hak keuangan
seperti gaji, maupun hak non finansial seperti
keamanan dan kesehatan.
Dimensi sosial dapat diwujudkan dalam bentuk
konkrit dengan membuka lapangan kerja bagi
masyarakat. Hal ini merupakan komitmen perusahaan
dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya kepada
masyarakat. “Tanggung jawab sosial merujuk pada
upaya perusahaan dalam menyeimbangkan
komitmennya pada pihak-pihak pengelola
berkepentingan, organisasi kelompok individu dan
organisasi yang secara langsung dipengaruhi oleh
praktek organisasi tersebut, karenanya dipengaruhi
juga oleh kinerja perusahaan.”27
Menurut suharyadi dan Arissetyanto Nugroho,
beberapa bentuk pertanggung jawaban soaial dapat
dirumuskan sebagai berikut:
26 Patricia J. Persons, Etika Public Relation…, h. 149 27 Ricky W. Griffin dan Ronald Jebert, Bisnis, Edisi Kedelapan, (Jakarta:
Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 85
Corporate Social Responsibility (CSR)
24
a. Tanggung jawab terhadap lingkungan, dimana
wirausahaan harus selalu menjaga kelestarian
lingkungan.
b. Tanggung jawab terhadap karyawan degan selalu
mendengarkan usulan dan pendaat karyawan.
Mereka memberikan imbalan yang sesuai dan
diberikan kepercayaan yang penuh.
c. Tanggung jawab terhadap pelanggan antara lain
menyediakan barang dan jasa yang berkualitas,
memberikan harga yang wajar melindungi hak
konsumen.
d. Tanggung jawab terhadap investor dengan
kesanggupan mengembalikan investasi yang cukup
menarik seperti memaksimalkan keuntungan dan
melaporkan kinerja keuangan yang wajar.
e. Tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar
seperti menyediakan atau membuka lapangan kerja
dan menjaga situasi lingkungan yag sehat disekitar
perusahaan tersebut.28
Tanggung jawab sosial terhadap lingkungan,
merupakan kepedulian suatu perusahaan dalam
mengendalikan operasionalnya, agar tidak merugikan
masyarakat dan lingkungan sekitar, tetapi seharusnya
dapat meberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Tanggung jawab sosial perusahaan tersebut
28 Suharyadi dan Arissetyanto Nugroho, Kewirausahaan Membangun
Usaha Sukses Sejak Usia Muda, (Jakarta: Salemba, 2007), h. 219
Corporate Social Responsibility (CSR)
25
diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang berdampak
positif bagi masyarakat, karyawan, dan investornya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami,
implementasi CSR berarti perusahaan memastikan
keberhasilan komersial dalam cara-cara yang menghormati
nilai-nilai etis dan menghormati orang masyarakat dan
lingkungan. Implementasi CSR secara khusus memastikan
isu-isu yang terkait dengan etika bisnis investasi
masyarakat, ligkungan, kepemerintahan hak-hak manusia,
aktivitas ekonomi, dan tempat kerja.
E. Konsep Tentang Corporate Social Responsibility
(CSR)
Konsep CSR banyak dijadikan rujukan oleh berbagai
pihak, sebagaimana dikemukakan oleh Teguh S. Pambudi,
adalah pemikiran John Elkington, yakni tentang konsep
Triple Bottom Line, bahwa CSR adalah segitiga kehidupan
stakeholder yang harus diberi atensi oleh perusahaan di
tengah upayanya mengejar keuntungan atau profit, yaitu
ekonomi, lingkungan, dan sosial.29
Konsep Triple Bottom Line merupakan terobosan
besar dalam konteks CSR. Dalam buku Elkington yang
berjudul “Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of
Twentieth Century Bussiness”, isinya membahas tentang
29 Teguh S. Pambudi, “CSR Sebuah Keharusan (Investasi Sosial)” dalam
I Komang Ardana, “Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial”, Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13 Nomor: 1 tahun 2008, hal. 34
Corporate Social Responsibility (CSR)
26
bagaimana mengembangkan konsep triple bottom line
dalam istilah economic prosperity, environmental quality,
dan social justice. Melalui konsep ini, bahwa perusahaan
yang ingin terus menjalankan usahanya harus
memperhatikan 3P yaitu profit, people dan planet.
Perusahaan yang menjalankan usahanya tidak dibenarkan
hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka
juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet). Ketiga prinsip
tersebut saling mendukung dalam pelaksanaan program
CSR, sebagaimana digambarkan berikut ini.
Gambar: 1
Triple Bottom Line CSR30
Pendapat tentang CSR yang lebih komprehensif
disampaikan oleh Prince of Wales Internasional Business
Forum, melalui lima pilar, yaitu:
30 I Komang Ardana, “Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial”, Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13 Nomor: 1 tahun 2008, hal. 33
Corporate Social Responsibility (CSR)
27
1. Building human capital, menyangkut kemampuan
perusahaan untuk memiliki dukungan sumber daya
manusia yang andal (internal). Di sini perusahaan
dituntut melakukan pemberdayaan, biasanya melalui
community development;
2. Strengthening economies, memberdayakan ekonomi
komunitas;
3. Assessing social. Maksudnya perusahaan menjaga
keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tak
menimbulkan konflik;
4. Encouraging good governance. Artinya perusahaan
dikelola dalam tata pamong/birokrasi yang baik;
5. Protecting the environment, yaitu perusahaan harus
mengawal kelestarian lingkungan.31
Di Indonesia, regulasi mengenai CSR telah di atur oleh
pemerintah sejak tahun 1994 dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
316/KMK 016/1994 tentang Program Pembinaan Usaha
Kecil dan Koperasi oleh Badan Usaha Milik Negara, yang
kemudian dikukuhkan lagi dengan Keputusan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep-
236/MBU/2003 menetapkan bahwa setiap perusahaan
diwajibkan menyisihkan laba setelah pajak sebesar 1%
31 Teguh S. Pambudi dalam Ibid., hal. 34-35.
Corporate Social Responsibility (CSR)
28
(satu persen) sampai dengan 3% (tiga persen) untuk
menjalankan CSR.32
Sekarang ini, kewajiban melaksanakan CSR bukan
hanya dibebankan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pengaturan CSR secara tegas diatur dalam perundang-
undangan. Melalui Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007
yang membahas tentang Perseroan Terbatas (UU PT)33 dan
Undang-Undang Nomor: 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (UU PM), maka setiap perseroan atau
penanam modal diwajibkan untuk melakukan sebuah
upaya pelaksanaan tanggung jawab perusahaan yang telah
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.
Kebijakan ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang
tidak menjalankan kewajiban tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor: 25 tahun 2007,
tentang Penanaman Modal ditegaskan bahwa “setiap
penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
32 Pasal 8 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor: Kep236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
33 Pasal 74 (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Corporate Social Responsibility (CSR)
29
jawab sosial perusahaan”34, penjelasan ini menyebutkan
yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan”
adalah perusahaan penanaman moda memiliki tanggung
jawab kepada setiap yang memnanam modal untuk tetap
menciptakan hubungan yang baik, seimbang dan sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat
setempat.35
Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor: 40 tahun
2007, tentang Perseroan Terbatas menegaskan tentang
definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah
komitmen perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik
bagi perseroan/perusahaan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya.36
Beberapa regulasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
CSR di Indonesia, adalah sebagai berikut: 1) Pancasila dan
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945; 2) Undangundang Nomor: 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3)
Undang-undang Nomor: 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi; 4) Undangundang Nomor: 25 Tahun 2007
34 Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor: 25 tahun 2007, tentang
Penanaman Modal. 35 Penjelasan Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor: 25 tahun
2007, tentang Penanaman Modal. 36 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007, tentang
Perseroan Terbatas, yang telah ditetapkan dan diundangkan dengan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor: 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4756.
Corporate Social Responsibility (CSR)
30
tentang Penanaman Modal; 5) Undang-undang Nomor: 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 6) Peraturan
Pemerintah Nomor: 47 tahun 2012 yang membahas
tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan
Terbatas.
Berbagai peraturan ini, pada dasarnya telah tersirat
upaya yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun
oleh perusahaan untuk melakukan pengembangan
masyarakat, baik pada aspek sosial, pendidikan, ekonomi,
lingkungan maupun kesehatan.
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menjelaskan bahwa “Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”. Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945
merupakan suatu UU yang paling mendasar dalam
pelaksanaan CSR. Kemudian Undang-undang Nomor: 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bagi
perusahaanperusahaan yang aktivitasnya terkait dengan
lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung,
undang-undang ini dapat dijadikan acuan umum mengenai
pengelolaan lingkungan sebagai bagian dari CSR.
Penjelasan di atas dapat dilihat bahwa CSR bukan lagi
sesuatu yang asing bagi perusahaan. Pelaksanaan CSR
merupakan suatu wujud apresiasi dalam penciptaan
kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan. Oleh karena
itu, bagian yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan CSR
adalah kesepahaman pandangan tentang konsep dan
Corporate Social Responsibility (CSR)
31
bentuk yang akan dijalankan. Dalam perspektif pengertian
CSR yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor: 25
tahun 2007, tentang Penanaman Modal dan Undang-
Undang Nomor: 40 tahun 2007, tentang Perseroan
Terbatas terjadi perbedaan penafsiran yang akan
menimbulkan persoalan dikemudian hari. Dalam kaitan
itulah, penerapan CSR dipandang sebagai sebuah
keharusan. CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi
juga sebuah kewajiban. CSR adalah suatu peran bisnis dan
harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis tersebut. Maka,
bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga
sebagai sebuah institusi pembelajaran. Bisnis harus
mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar.
Di Indonesia Penerapan CSR semakin meningkat baik
dalam kuantitas maupun kualitas. Selain keragaman
kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat
dari kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar.
F. Kriteria Corporate Social Responsibility (CSR) di
Lembaga Keuangan Syariah
Selama ini, terdapat anggapan yang keliru bahwa
pelaksanaan CSR hanya diperuntukkan bagi perusahaan
besar, padahal tidak hanya perusahaan besar yang dapat
memberikan dampak negatif terhadap masyarakat dan
lingkungan melainkan perusahaan kecil dan
Corporate Social Responsibility (CSR)
32
menenggahpun bisa memberikan dampak negatif terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.37
Kriteria CSR mempunyai hubungan yang erat dengan
konsep hubungan tanggung jawab sosial yang di perankan
oleh manusia sebagai khalifah di bumi. Tiga hubungan
tanggung jawab sosial tersebut yaitu hubungan tanggung
jawab manusia dengan Allah SWT, hubungan tanggung
jawab manusia dengan sesama manusia, dan hubungan
manusia dengan alam sekitar.38 Dari hubungan tersebut
telah dibentuk enam kriteria CSR sebagai instrumen untuk
mengukur pelaksanaan CSR di LKS, ia melibatkan berbagai
stakeholder di LKS.39 Enam kriteria CSR di LKS tersebut
yaitu:
1. Kepatuhan
Syariah Fungsi kepatuhan merupakan tindakan
dan langkah yang bersifat preventif, untuk memastikan
kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta
kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank Islam sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia, fatwa DSN dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
dilakukan untuk mengontrol operasional perbankan
syariah serta menjadikan bank syariah agar tidak keluar
37 Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility from Charity to
Sustainability, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h. 161-162. 38 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate Social responsibility (I-
CSR) Pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 75
39 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate Social responsibility…, h. 75
Corporate Social Responsibility (CSR)
33
dari koridornya, disiplin dan langkah untuk
meminimalisir resiko perbankan.40
Setiap transaksi LKS harus berlandaskan pada
ketentuanketentuan syariah, baik dalam pembentukan
instrumen, pola pembiayaan, investasi, dan pemilihan
stakeholder LKS perlu harmonisasi dengan syariah.
Sehingga dalam transaksi LKS, ia tidak hanya
memfokuskan diri untuk menghindari praktik bunga,
akan tetapi juga menerapkan semua prinsip syariah
dalam kegiatan ekonomi secara sempurna dan
seimbang. Untuk itu, keseimbangan antara menambah
keuntungan dan pemenuhan prinsip-prinsip syariah
menjadi hal utama dalam kegiatan operasional LKS.41
Untuk mengukur kriteria kepatuhan syariah dalam
kaitannya dengan praktik CSR di LKS, maka ada lima
item yang telah jelas memiliki hubungan erat untuk
dijadikan sebagai instrumen, yaitu:42
a. Instrumen-instrumen LKS sesuai dengan ketentuan
syariah;
b. Pembiayaan LKS diberikan sesuai dengan ketentuan
syariah;
c. Tempat dan produk halal;
d. Menghindari keuntungan yang didapat secara tidak
halal;
40 Budi Sukardi, “Kepatuhan Syariah (Shariah Compliance) Dan Inovasi
Produk Bank Syariah Di Indonesia”, Akademika, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro), Vol 17, No 2 (2012), h. 3
41 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate Social .., h. 76 42 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate Social .., h. 76
Corporate Social Responsibility (CSR)
34
e. Pemilihan stakeholder LKS yang sesuai dengan
ketentuan syariah.
2. Keadilan dan kesetaraan
Kegiatan operasional di LKS sebagai institusi
keuangan Islam harus mengedepankan nilai-nilai
keadilan dalam memberikan pelayanan kepada
stakeholder. Komitmen sosial bank syariah itu sendiri
dilandasi oleh prinsip persaudaraan (brotherhood) dan
keadilan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan sebagai tujuan utama Islam.43 Untuk
mengukur kriteria kesamaan dalam operasional LKS,
maka ada empat item yang bisa dijadikan sebagai
instrumen tersebut, yaitu:
a. Adanya nilai-nilai persaudaraan;
b. Pelayanan yang berkualitas;
c. Tidak adanya diskriminasi;
d. Mempunyai kesempatan yang sama.44
3. Bertanggungjawab dalam bekerja
Penerapan kriteria bertanggungjawab dalam
bekerja akan tercermin daam nilai-nilai yang secara
umum dapat dibagi dalam dua perspektif yaitu mikro
dan makro.
Bertanggungjawab dalam perspektif mikro
menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam
43 Siti Amaroh, “Prinsip Keadilan Sosial Dan Altruisme Dalam
Penerapan Sistem Perbankan Syariah”, Economica: Jurnal Ekonomi Islam, (Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo), Vol 5, No 2 (2014), h.89
44 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate Social.., h. 78
Corporate Social Responsibility (CSR)
35
sistem LKS dikelola dengan integritas tinggi dan sangat
berhati-hati dengan mencerminkan sifat-sifat shidiq
(benar), tabligh (menyampaikan), amanah, dan
fathanah (cerdas).45 Sedangkan bertanggungjawab
dalam perspektif makro berarti LKS harus memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat dengan memfungsikan
zakat untuk mempengaruhi perilaku masyarakat untuk
lebih menyukai investasi diandingkan menyimpan
harta, prinsip pelarangan riba dengan menganjurkan
pembiayaan bersifat bagi hasil, pelarangan judi atau
maisir tercermin dengan kegiatan LKS yang melarang
investasi bukan dari sektor riil, dan mengutamakan
ketulusan dalam melakukan transaksi dan kegiatan
operasional lainnya serta menghindari ketidakjelasan.46
Dari penjelasan diatas maka item yang
diindentifikasi untuk mengukur kriteris bertanggung
jawan dalam bekerja yaitu;
a. Amanah
b. Bekerja sesuai dengan kewajiban dan
bertanggungjawab
c. Ikhlas
d. Optimal dalam penggunaan waktu dan kepakaran
e. Mengurangi image buruk dalam investasi
f. Integrias dalam bekerja
g. Berlaku adil dalam persaingan
45 Abdul Azis, Etika Bisnis Perspektif Islam: Implementasi Etika Islami
untuk Dunia Usaha, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 212 46 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate.., h. 80
Corporate Social Responsibility (CSR)
36
h. Akuntabilitas.47
4. Jaminan kesejahteraan
Tanggung jawab sosial merupakan kepedulian
perusahaan untuk menjalankan operasi terhadap
masyarakat, dan kelompok yang beroperasi di bawah
ruang lingkupnya.48 Untuk mengukur kriteria jaminan
kesejahteraan CSR di LKS maka dirumuskan item
sebagai instrumen, yaitu;
a. Tempat bekerja yang aman dan nyaman.
b. Kebebasan berkehendak.
c. Upah yang sesuai.
d. Pelatihan dan pendidikan.
e. Jam kerja yang manusiawi.
f. Pembagian keuntungan dan kerugian yang adil.49
5. Jaminan kelestarian alam
Setiap tindakan LKS dalam mewujudkan CSR bagi
kelestarian alam dilakukan dengan tiga prinsip utama.
Pertama, menghargai keseimbangan sunnatullah dalam
penciptaan alam semesta. Kedua, tidak merusak dan
membahayakan. Ketiga, menjaga kelestarian lingkungan
dalam operasionalnya.50
Oleh sebab itu, ada empat item yang dapat
dibangun untuk mengukur kriteria jaminan kelestarian
alam terlaksana dengan baik dalam operasional LKS.
Ssebagai salah satu bentuk tanggung jawab LKS
47 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate.., h. 80 48 Totok Mardikanto, CSR.., h. 148 49 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate.., h. 83 50 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate.., h. 83
Corporate Social Responsibility (CSR)
37
terhadap alam, agar tetap lestari bagi generasi yang
akan datang, yaitu:
a. Memastikan realisasi program LKS tidak merusak
alam sekitar.
b. Ikut berperan aktif dalam menjaga alam sekitar.
c. Medidik pekerja menjaga dan merawat alam sekitar
(seperti menggunakan bahan-bahan yang dapat
didaur ulang).
d. Menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan
dalam memenuhi keperluan LKS.
6. Bantuan kebajikan atau sosial
Lembaga Keuangan Syariah sebagai suatu lembaga
dan bahkan keseluruhan sisten ekonomi syariah,
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan dalam masyarakat sebagaimana dikehendaki
oleh syariah itu sendiri. Oleh sebab itu LKS bukan
sekedar institusi yang melepas diri dari perintah
norma-norma dalam memenuhi kewajibannya pada
persoalan CSR. Akan tetapi, lebih dari itu, LKS adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk menyumbang
kebaikan dalam memenuhi visi sosio-ekonomi dan
mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Keberadaan LKS juga ikut membantu meringankan
beban-beban masyarakat yang kurang mampu,
terutama persoalan ekonomi.
Oleh karena itu, perlu diteapkan kriteria sebuah
CSR memenuhi aspek-aspek tertentu sehingga
memenuhi kiteria untuk disebut sebagai CSR yang
Corporate Social Responsibility (CSR)
38
bercirikan bantuan sosial, terdapat lima kriteria yang
harus dipenuhi LKS, yaitu:51
a. Pemilihan lembaga yang dapat menunjag visi LKS
memenuhi misi CSR.
b. Ikut meringankan masalah sosial (seperti bantuan
sosial).
c. Membantu program kemasyarakatan (seperti
membantu dana pendidikan, dan meringankan
beban kehidupan anak yatim), dan lain-lain.
d. Menjalankan program CSR dengan tidak hanya
berorientasi pada keuntungan semata-mata.
e. Pemberdayaan masyarakat melalui produk-produk
LKS (seperti qard , pembiayaan mikro ekonomi
untuk usaha kecil dan menengah (UKM).
Dari penjelasan diatas dapat dipahami, bahwa
pelaksanaan CSR di LKS dengan enam kriteris sebagai
instrumen yang digali dari Alquran dan as-Sunnah
dapat membantu mengharmonisasikan semua
kepentingan para pihak yang terlibat di LKS seperti
pemilik, pemegang saham, karyawan, pengguna dan
masyarakat. Pelaksanaan CSR di LKS bukan hanya
sekedar menggunakan kewajiban yang telah
diperintahkan oleh undang-undang, akan tetapi
pelaksanaan CSR di LKS adalah suatu bentuk
pertanggung jawaban kepada Allah SWT, manusia, dan
alam sekitar. Pelaksanaan CSR di LKS benar-benar
diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi
51 Muhammad Yasir Yusuf, Islamic Corporate.., h. 86
Corporate Social Responsibility (CSR)
39
menyelesaikan dan meringankan maslaah sosial, baik
yang terjadi dalam institusi LKS maupun masyarakat,
terutama untuk memberdayakan ekonomi masyarakat
lemah.
G. Tujuan dan Manfaat Corporate Social Responsibility
(CSR)
Perusahaan sebagai badan usaha yang memperoleh
keuntungan dari masyarakat yang harus memperhatikan
hubungan baik dengan masyarakat sekitar, dan masyarakat
umum lainnya. Tujuan Corporate Social Responsibility (CSR)
mengacu kepada kegiatan-kegiatan yang dilakukan
perusahaan demi tujuan sosial yang ssma, dengan tidak
memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.52 Jadi,
perusahaan tidak hanya mempunyai kinerja ekonomis,
tetapi juga kinerja sosial.
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)
memiliki tujuan dan manfaat yang akan diterima bagi
perusahaan sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan merenungkan reputasi serta citra
perusahaan mereka
2. Mendapatkan lisensi untuk beroprasi secara sosial.
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.
4. Melebarkan aksesoris berdaya bagi operasional usaha.
5. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
52 K. Bertens, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h.297
Corporate Social Responsibility (CSR)
40
6. Mereduksi biaya misalnya terkait dampak pembuangan
limbah.
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholder.
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.53
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.54
10. Peluang mendapatkan penghargaan.55
Mencermati pendapat diatas, salah satu tujuan CSR
adalah membangun reputasi dan citra positif perusahaan
dalam pandangan masyarakat. Program CSR merupakan
investasi bagi perusahaan demi perkembangan dan
keberlanjutan perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai
sarana biaya melainkan sebgai sarana meraih keuntungan.
Corporate Social Responsibility (CSR) juga bermanfaat
dalam meningkatkan kualitas hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat selaku stakeholder dan dengan
pemerintah selaku regulator. Dengan adanya CSR
perusahaan dapat berkonstributsi dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi masyarakat, baik dibidang
keagamaan, sosial, ekonomi, maupun budaya. Konstributsi
tersebut pada gilirannya akan membuka peluang lebih luas
kepada perusahaan untuk memasarkan produknya kepada
masyrakat sekaligus meningkatkan produktivitas
karyawan.
53 Hendri Budi Untung, Corporate Social Responsibility, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h. 6 54 Firsan Nova, Republic Relation, (Jakarta:media bangsa,2012), h. 321-
322 55 Irham Fahmi, Etika Bisnis.., h. 83
Corporate Social Responsibility (CSR)
41
H. Alasan Pentingnya Corporate Social Responsibility
(CSR)
Aspek tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi
keharusan semua perusahaan patuh terhadap segala jenis
peraturan dan berlaku untuk semua perseroan, bukan
sekadar untuk perusahaan ekstraktif. Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor: 47 tahun 2012 tersebut, menekankan pada: 1)
kepatuhan atas peraturan (legal compliance); 2) dimensi
sosial dan lingkungan; 3) hubungan yang serasi perseroan
dan masyarakat; dan 4) bentuk manajemen risiko.
Disamping hal-hal di atas, alasan perlunya
melaksanakan CSR perusahaan adalah:56
1. Alasan Sosial
Perusahaan melakukan program CSR untuk
memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang
lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat
sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga
lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.
2. Alasan Ekonomi
Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap
berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan
program CSR untuk menarik simpati masyarakat
56 http://terminalriset.blogspot.com/2008/08/memahami-corporate-
social_22.html, diakses pada tanggal 9 September 2020.
Corporate Social Responsibility (CSR)
42
dengan membangun tanggapan baik bagi perusahaan
yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit.
3. Alasan Hukum
Alasan hukum membuat perusahaan melakukan
program CSR hanya karena adanya peraturan
pemerintah. CSR dilakukan perusahaan karena ada
tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi
atau denda dan bukan karena kesadaraan perusahan
untuk ikut serta menjaga lingkungan. Akibatnya banyak
perusahaan yang melakukan CSR sekedar ikut-ikutan
atau untuk menghindari sanksi dari pemerintah. Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang
Nomor: 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
yang di dalam Pasal 74 nya, menjelaskan bahwa
mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan-
perusahaan yang terkait terhadap SDA dan yang
menghasilkan limbah. Adapun, secara umum pasal 74,
menjelaskan bahwa: (1) perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. (2) lingkungan
suatu perseroan dan tanggung jawab sosial merupakan
kewajiban perseroan yang harus dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan selalu memerhatikan
kepatutan dan kewajaran. (3) menggariskan perseroan
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
pernyataan yang ada di Pasal 1 dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Corporate Social Responsibility (CSR)
43
BAB II
Corporate Social Responsibility (Csr)
Dalam Perspektif Islam
Salah satu lembaga keuangan syariah yang saat ini
perkembangannya begitu pesat adalah sektor bank umum
maupun bank pembiayaan syariah. Bank secara
operasional dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia
sebagai bank sentral. Sedangkan pembinaan dan
pengawasan dari sisi pemenuhan prinsip-prinsip syariah
dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Secara
operasional, model bisnis bank syariah mencakup aspek
bisnis dan non bisnis (seperti aspek syariah/sosial) dari
beragam aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Salah
satu program yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang
kini juga diterapkan pada perbankan syariah adalah
tanggung jawab sosial perusahaan.
CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi
yang melekat daripada ajaran Islam itu sendiri. Tujuan dari
syariat Islam (Maqasid al-Syariah). adalah maslahah,
sehingga bisnis tersebut dapat menciptakan maslahah,
bukan sekedar mencari keuntungan saja. Bisnis dalam
Islam memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis
karena bukan sekedar diperbolehkan di dalam Islam,
Corporate Social Responsibility (CSR)
44
melainkan justru diperintahkan oleh Allah sebagaimana
dijelaskan dalam dalam Alquran:
فح فإذا ق ضيت ٱلصاة فٱنتشر وا فى ٱلرض وٱب ت غ اا من فضل ٱله و ٱذك ر وا ٱله كيراا ل {٤١}ا
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10).
Aktivitas CSR di perbankan syariah pada dasarnya
telah melekat secara inhern sebagai konsekuensi
kebersandaran bank syariah pada ajaran Islam. Berbeda
dengan bank konvensional tidak dapat dipisahkan secara
dikotomis antara orientasi bisnis dengan orientasi
sosialnya. Orientasi bisnis seharusnya juga membawa
orientasi sosial, atau setidaknya tidak kontradiksi dengan
orientasi sosial. Hal ini membawa konsekuensi pada
kuatnya karakter sosial dari perbankan syariah dalam
melaksanakan aktivitas-aktivitas sosialnya, relatif jika
dibandingkan dengan bank konvensional.
A. Etika Bisnis Islam
Islam telah mengatur dan memberikan arahan kepada
umatnya untuk mempelajari etika bisnis yang berarti
mempelajari tentang mana yang baik atau buruk, benar
atau salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-
Corporate Social Responsibility (CSR)
45
prinsip moralitas.57 Pengertian etika sangat beragam, etika
juga dipahami sebagai ilmu yang mambahas perbuatan baik
dan buruk manusia.58 Secara logika arti etika bisnis adalah
penarapan etika dalam menjalankan kegiatan suatu bisnis.
Tujuan bisnis yaitu memperoleh keuntungan tetapi harus
berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku.59
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami
bahwa bisnis merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan
oleh individu atau suatu organisasi yang menjual barang
atau jasa kepada konsumen dengan tujuan untuk
mendapatkan laba. Kajian etika bisnis terkadang merujuk
kepada organizational ethics atau management ethics.
Kajian etika bisnis dapat berarti pemikiran atau refleksi
tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Adapun bisnis Islam dapat diartikan sebagai
kumpulan aktivitas bisnis dalam yang tidak dibatasi
berbagai bentuknya, jumlah (kuantitas) kepemilikan
hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi
dengan cara bagaimana pendayagunaan dan pemerolehan
hartanya (ada aturan halal atau haram).60
57 Faisal Badroen dkk, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana,
2006), h. 70 58 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), penerjemah K.H.Farid Ma’ruf,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 3 59 Suyadi Prawirosentoro, Pengantar Bisnis Modern, (Jakarta: PT Bumi
aksara, 2002), h. 14 60 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karabet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 18
Corporate Social Responsibility (CSR)
46
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa etika bisnis Islam adalah suatu landasan yang
digunakan oleh pelaku bisnis dalam melakukan aktivitas
bisnisnya dengan menerapkan prinsipprinsipnya yang
terdapat dalam ajaran Islam yang bersumber pada Alquran
dn Hadits Nabi Muhammad SAW.
Etika bisnis secara umum menurut Suarny Amran
sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Aziz harus
berlandaskan prinsip-prinsip sebagai berikut:61
1. Prinsip otonomi; yaitu kemampuan untuk mengambil
keputusan dan bertidak berdasarkan keselarasan
tentang apa yang baik untuk dilakukan dan
bertanggungjawab secara moral atas keputusan yang
diambil.
2. Prinsip kejujuran; dalam hal ini kejujuran merupakan
kejujuran dalam pelaksanaan kontrol terhadap
konsumen, kunci keberhasilan suatu bisnis, dalam
hubungan kerja, dan sebagainya.
3. Prinsip keadilan; bahwa setiap orang dalam berbisnis
diperlakukaan sesuai dengan haknya masing-masing
dan tidak ada yang boleh dirugikan.
4. Prinsip saling menguntungkan; juga dalam bisnis yang
kompetitif.
61 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karabet
Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam…, h. 37
Corporate Social Responsibility (CSR)
47
5. Prinsip Integrasi moral; ini merupakan dasar dalam
berbisnis, harus menjaga nama baik perusahaan tetap
dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami
bahwa etika berbisnis harus mengedepankan prinsip-
prinsip otonomi, kejujuran, keadilan, saling
menguntungkan, dan integrasi moral. Prinsip-prinsip
tersebut menjadi sebuah tolak ukur bagi perusahaan
sehingga kegiatan bisnis dapat berjalan dalam jangka
panjang dan tidak terfokus pada keuntungan jangka pendek
saja.
B. CSR dalam Etika Bisnis Islam
Etika Bisis Islam telah diajarkan Nabi SAW, saat
menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi SAW, sebagai
pedagang adalah selain dedikasi keuletannya juga memiliki
sifat; shidiq, fathanah, amanah, dan tabligh. Ciri-ciri
tersebut masih di tambah istiqamah. Shidiq berarti
mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan,
keyakinan dan amal pebuatan atas dasar nilai-nilai yang
diajarkan Islam. Istiqamah dalam nilai-nilai kebaikan dan
iman, meski menghadapi tantangan dan godaan. Istiqomah
dalam kebaikan ini ditampilkan dalam keteguhan,
kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu
yang optimal. Fathanah berarti mengerti dan memahami,
secara mendalam segala yang menjadi tugas dan
kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan
Corporate Social Responsibility (CSR)
48
kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang
bermanfaat. Amanah adalah tanggung jawab dalam
melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah
diwujudkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang
optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tabligh,
mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain
untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari. 62
Berdasarkan konteks corporate sosial responsibility
(CSR) dalam sifat tersebut, para pelaku usaha dituntut agar
tidak bersikap kontradiksi secara sengaja antara perbuatan
dan ucapan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji,
tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak
ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang dan
jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu
dan berbohong. Pelaku usaha atau pihak perusahaan harus
memiliki amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan,
kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat
baik) dalam segala hal, apalagi berhubungan dengan
pelayanan masyarakat.63 Di antara tanggung jawab yang
harus dipertanggung jawabkan yaitu:
1. Antara Manusia dengan Tuhan
Allah menganjurkan kepada umatnya untuk
bekerja sekaligus memanfaatkan segala yang tersedia.
Tetapi dalam setiap kegiatan yang dijalankan harus
62 Abdul Azis, Etika Bisnis Perspektif Islam: Implementasi Etika Islami
untuk Dunia Usaha, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 212-213 63 Abdul Azis, Etika Bisnis Perspektif Islam: Implementasi Etika Islami
untuk Dunia Usaha, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 213
Corporate Social Responsibility (CSR)
49
sesuai dengan syari’at yaitu dengan cara yang halal. Dan
apabila rezeki yang kita peroleh itu dirasa sudah
mencukupi dan lebih, hendaklah segera memberikan
sebagian harta yang kita miliki untuk diberikan kepada
fakir miskin. Allah berfirman:
صدقةا خ ذ من أمااله إ يه بها وصل يه زك و ر ه و واله كمي ل طه نل له صات كل} {٤١١ي
”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu
itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS. At-
Taubah: 103).
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa
Corporate Social Responsibility (CSR) secara Islami
bertujuan menciptakan kebijakan yang dilakukan bukan
melalui aktivitas-aktivitas ribawi. Sehingga ayat diatas
menunjukkan bahwa salah satu ciri mendasar orang
yang bertaqwa adalah senantiasa bermuamalah dengan
mu’amalah Islami (berbisnis secara Islami).
2. Antara Manusia dengan Alam Ranah
Hal utama yang harus diperhatikan dalam
kaitannya dengan persoalan tanggung jawab sosial
adalah lingkungan alam. Dalam peranannya sebagai
khalifah, seorang pengusaha muslim diharapkan
memelihara lingkungan alamnya. Sejumlah contoh
semakin memperjelas betapa pentingnya hubungan
Islam dengan lingkungan alam; perlakuan terhadap
Corporate Social Responsibility (CSR)
50
binatang; polusi lingkungan dan hak-hak kepemilikan;
dan polusi lingkungan terhadap sumber- sumber alam
bebas seperti misalnya udara dan air. Islam
menekankan peranan manusia atas lingkungan alam
dengan membuatnya bertanggungjawab terhadap
lingkungan sekelilingnya sebagai khalifah Allah SWT
termaktub dalam firman Allah:
لل في الرض خيفةا قال اا ة إن ي جا ماتئ ف ل فيها من ي فسد فيها ويس أج وإذ قال رب ل ما ل ماء ونحن ن سب ح بحمدك ون قد س ل قال إن ي أ الد {١١}م ا
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata,
“Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama–nama (benda-benda)
seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah : 30).
3. Antara Manusia dengan Manusia
Selain harus bertanggungjawab kepada berbagai
pihak yang berkepentingan dalam usahanya dan
lingkungan alam sekelilingnya, kaum muslim dan
organisasi tempat mereka bekerja juga diharapkan
memberi perhatian terhadap kesejahteraan umum
masyarakat dimana mereka tinggal. Sebagai bagian
Corporate Social Responsibility (CSR)
51
masyarakat, pengusaha muslim harus turut
memperhatikan kesejahteraan anggotanya yang miskin
dan lemah. Allah SWT Berfirman;
فين من الر ج في كبيل اله والم ستض ل قا ا ال والن ساء والا وما ل الذين ي ق ال ا رب نا لدال لنا من لد ن وليا و أه ها واج ذه القرية الظال ل لنا من لد ن نصيرااأخرجنا من ه {٥٧}اج
”Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah
dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki,
wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya
berdoa: "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri
ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami
pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong
dari sisi Engkau!”. (QS. An-Nisa : 75).
Setiap manusia memerlukan harta untuk
mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karena
manusia akan selalu berusaha memperoleh harta
kekayaan, salah satunya melalui bekerja. Sedangkan
salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Bisnis
Islami adalah kumpulan aktifitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan
hartanya termasuk profitnya, namun dibatasi dalam
cara mendapatkan dan memanfaatkan hartanya,
terdapat aturan halal dan haram.64 Dan tentu saja, kita
sebagai muslim harus mewajibkan dan mementingkan
yang halal dari pada yang haram.65 Seorang muslim
yang baik adalah mereka yang memperhatikan faktor
64 Yusanto, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta Gema Insani,2002), h. 18 65 Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, Terjemahan Samson
Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 109-110
Corporate Social Responsibility (CSR)
52
dunia dan akhirat secara seimbang, bukan
meninggalkan urusan dunia demi kepentingan akhirat,
juga yang meninggalkan akhirat untuk urusan dunia.66
Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwasannya
diantara tanggung jawab yang harus dipertanggung
jawabkan yaitu tanggung jawab antara manusia dengan
Tuhan, tanggung jawab manusia dengan alam, dan antara
manusia dengan manusia. Semua kegiatan bisnis pada
dasarnya harus dipertanggung jawabkan meskipun itu
sekecil biji sawi. Kegiatan bisnis akan berjalan dalam
jangka panjang jika semua aspek di perhatikan dengan
membatasi cara perolehan dan pendayagunaan hartanya
serta melihat dari aspek halal atau haram dalam kegiatan
bisnis tersebut.
Etika atau norma yang harus ada dalam jiwa dan
benak setiap pengusaha adalah sebagai berikut:
1. Kejujuran
Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam
kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan
kejujuran dalam aktivitas bisnis.67
2. Bertanggungjawab
Pengusaha harus bertanggungjawab terhadap
segala kegiatan yang dilakukan dalam bidang usahanya.
Kewajiban terhadap berbagai pihak harus segera
66 M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 31 67 Aris Baidowi, “Etika Bisnis Perspektif Islam”, Jurnal Hukum Islam,
(Jawa Tengah: STAIN Pekalongan), Vol. 9, No. 2, (Desember 2011), h. 244
Corporate Social Responsibility (CSR)
53
diselesaikan. Tanggung jawab tidak hanya terbatas pada
kewajiban, tetapi juga kepada seluruh karyawannya,
masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab membuat
individu secara moral terkait juga berbuat untuk
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi
maksimalisasi yang tak kenal puas.68
3. Menepati janji
Salah satu cara untuk mengetahui kadar keimanan
seseorang adalah dengan melihat bagaimana ia
memelihara janji yang telah dibuatnya. Sebab Allah SWT
mewajibkan setiap orang yang beriman, untuk
menepati janjinya. “Hai orang-orang yang beriman,
tepatilah janjimu.” (QS. Al- Maidah : 1).
4. Disiplin
Pengusaha dituntut untuk selalu disiplin dalam
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usahanya,
misalnya dalam hal waktu pembayaran atau pelaporan
kegiatan usahanya.
5. Taat hukum
Pengusaha harus selalu patuh dan mentaati hukum
yang berlaku, baik yang berkaitan dengan masyarakat
ataupun pemerintah. Pelanggaran terhadap hukum dan
peraturan yang telah dibuatkan berakibat fatal di
kemudian hari. Bahkan hal itu akan menjadi beban
moral bagi pengusaha apabila tidak diselesaikan segera
dengan baik.
68 Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam.., h. 79
Corporate Social Responsibility (CSR)
54
6. Suka membantu
Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain,
kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis.
Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya,
sebagaimana yang diajarkan oleh Bapak Ekonomi
Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada
sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi
sosial kegiatan bisnis yang sesuai ajaran Islam.
Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material
semata, tetapi didasari kesadaran Alquran kemudahan
bagi orang lain dengan menjual barang.69
Berdasarkan pendapat diatas, pada dasarnya aktivitas
bisnis dalam berbagai bentuknya tidak di batasi jumlah
(kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk
profitnya, namun di batasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram),
serta harus memperhatikan nilai-nilai etika yang
berdasarkan landasan Alquran dan as-Sunnah. Sehingga
akan menimbulkan suatu kebermanfaatan bagi seluruh
stakeholder dalam perusahaan tersebut.
C. Prinsip-prinsip Islamic Corporate Social
Responsibility (I-CSR) Lembaga Keuangan Syariah
Prinsip secara etimologi diartikan sebabagi dasar,
permulaan, aturan dasar, asas atau dasar yang menjadi
69 Aris Baidowi, “Etika Bisnis Perspektif Islam”.., h. 245
Corporate Social Responsibility (CSR)
55
pokok sesuatu pemikiran, kajian dan tindakan. Adapun
secara terminologi, prinsip adalah kebenaran secara umum
yang secara alami ada dalam hukum Islam dan menjadi
tolak pembinaannya.70 Oleh karenanya, prinsip dapat
disimpulkan sebagai asas atu landasan dasar yang
dijadikan tumpuan untuk menjalankan suatu pekerjaan.
Prinsip I-CSR didasarkan pada prinsip dan falsafah
yang didapat dari Alquran dan as-Sunnah serta menjadi
pedoman dalam berbagai aktifitas kehidupan. Menurut
Jawed Akhtar Mohammed prinsip-prinsip CSR terbagi
menjadi empat, yaitu tauhid, keadilan, bebas berkehendak
dan bertnggung jawab. Sedangkan menurut Asyraf Wajdi
Dusuki hanya menyebutkan dua saja yaitu khalifah dan
takwa, sedangkan Ekawati menyebutkan intrumen zakat
sebagai bentuk CSR dalam Islam, sedangkan Asyraf Wajdi
Dusuki dan Irwani Nurdiani menjelaskan petunjuk bagi
pengurus perusahaan untuk melaksanakan program CSR
dengan pendekatan mashlahah dan teori maqasid syariah.71
Tabel 2 Prinsip-prinsip Pelaksanaan CSR dalam
Kajian-kajian Terdahulu
Peneliti Prinsip-prinsip
Pelaksanaan
CSR yang
Dihasilkan
Objektif Kajian
70 Muhammad Yasir Yususf, Islamic Corporate Responsibility..., hal. 56 71 Muhammad Yasir Yususf, Islamic Corporate Responsibility..., hal. 56
Corporate Social Responsibility (CSR)
56
Ekawati
(2004)
1. Zakat sebagai
instrumen
CSR
Untuk menyusun
hubungan konsep
zakat, CSR dan
pemberdayaan
masyarakat pada Bank
Muamalat Indonesia.
Jawed
Akhtar
Mohammed
(2007)
1. Tauhid
2. Keadilan
3. Bebas
berkehendak
4. Bertanggung
jawab
Untuk menjelaskan
paradigma Islam
terhadap CSR dan
sejauh mana perbedaan
dengan konsep CSR
mainstream. Kajian ini
juga melihat bagaimana
nilai-nilai CSR
dipraktekkan oleh
perbankan syariah
melalui kesepakatan
dengan pengurus bank
syariah.
Asyraf
Wajdi
Dusuki
(2008)
1. Khalifah
2. Takwa
Untuk mengkaji dan
melahirkan konsep
CSR dalam Islam serta
memperbandingkannya
dengan konsep CSR
Barat.
Asyraf
Wajdi
Pelaksanaan CSR
dibagi kepada
Untuk memberikan
petunjuk bagi
Corporate Social Responsibility (CSR)
57
Dusuki dan
Irwani
Nurdiawati
(2007)
tiga kategori:
1. Kategori
darurat
2. Kepentingan
3. Kemewahan
manajemen
perusahaan dalam
melaksanakan program
CSR dengan
pendekatan maslahah
dan Maqashid syariah
dalam perusahaan.
Pelaksanaan I-CSR LKS wajib pada prinsip-prinsip
utama yang telah digariskan olrh Alquran dan as-Sunnah.
Adapun prinsip-prinsipnya adalah:72
1. Prinsip Tauhid
Kata tauhid dalam bahasa Arab merupakan bentuk
masdar (kata dasar) dari kata “wahhada-yuwahhidu-
tauhid” yang berarti mengesakan atau mengakui
keeseaan. Dasar keyakinan dalam Islam adalah
keyakinan bahwa tidah ada Tuhan yang disembah
selain dari pada Allah SWT. Setiap aspek kehidupan
manusia harus meyakini hal ini, sehingga aktivitas
seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya harus
menjadikan Allah SWT sebagai tujuan utama.
Rasulullah SAW juga bersabda ketika mengutus
Mu’az bin Jabal ke Taman yang artinya: “Ajaklah merka
supaya mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah
72 Muhammad Yasir Yususf, Islamic Corporate Responsibility..., hal. 56
Corporate Social Responsibility (CSR)
58
SWT dan sesungguhnya aku pesuruh Allah SWT. Jika
mereka telah mematuhi yang sedemikian, terangkan
kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan kepada
mereka shalat lima kali sehari semalam. Jika mereka
telah menaatinya ajarkan kepada mereka bahwa Allah
SWT memerintahkan kepada mereka supaya membayar
zakat harta mereka dan diberikan kepada orang-orang
yang miskin.” (HR. Al-Bukhori: Hadits No. 1337).
Ayat-ayat Alquran dan Al-Hadits di atas
menjelaskan bahwa inti sari ajaran tauhid adalah
penyerahan diri dan mengabdikan kehidupan
sepenuhnya kepada kehendak syariah Allah SWT.
Kehendak Allah SWT merukan sumber nilai dan tujuan
dari manusia untuk memperoleh kerihdaan Allah SWT.
Inilah yang dikatakan sebagai bentuk keimanan.
Keimanan yang menimbulkan keyakinan bahwa
segala sesuatu yang menimpa seorang muslim,
diusahakan ataupun tidak diusahakan berasal dari
selalu berasal dari kehendak Allah SWT. Sehingga setiap
yang dilaksanakan selalu didorong oleh pengharapan
atas keridhoan Allah SWT. Sebagai contoh rezeki berada
dalam genggaman Allah SWT, jika Allah SWT
berkehendak untuk melapangkan rezeki hamba-Nya
maka tidak ada seorangpun yang mampu unntuk
menghalanginya. Sebagai mana sebaliknya, jika Allah
SWT berkehendak membatasi rezeki hamba-Nya, maka
tidak ada seorangpun yang dapat meluaskananya.
Segala sesuatu yang telah ditetapkan untuk dinikmati
Corporate Social Responsibility (CSR)
59
oleh seseorang, pasti akan dinikmati oleh seseorang
tersebut.
Bagi penyelenggara bisnis LKS, keyakinan kepada
Allah SWT menjadikan seseorang yang melaksanakan
bisnis di LKS sesuai dengan nilai nilai yang telah
digariskan oleh Allah SWT. Siapaun yang terlibat dalam
LKS tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi
yang tidak beretika, dapat menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, dan melaksanakan apa yang dilarang oleh
Allah SWT. Tetapi ia harus bertanggungjawab atas apa
yang telah diusahakan dan selalu memberikan dampak
positif bagi lingkungan sekitar. Maka, ini adalah buah
dari keyakinan nilai-nilai tahid dalam kehidupan. Segala
sesuatu yang dilakukan hanya mencari ridha Allah SWT.
Ridha Allah SWT dapat diraih apabila menciptakan
kemaslahatan dan mengikuti garis panduan yang
diterangkan dalam Alquran dan as-Sunnah.
2. Prinsip Khalifah
Kata khalifah berasal dari kata khalafa yang
diartikan menggatikan, meninggalkan, menyimpang dan
juga merbakna sebagai pewaris. Menurut Ibn Kathir,
kata khalifah dalam surat Al-An’am ayat 165 yang
berarti: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-
penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu
atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
Memberikan isyarat bahwa umat Islam akan menjadi
pengusaha-pengusaha di muka bumi.
Corporate Social Responsibility (CSR)
60
Prinsip khalifah ini merupakan prinsip yang telah
ditegaskan oleh Allah SWT dalam Alquran yang berarti:
“Berimanlah kamu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan
nafkankanlah sebagian dari hartamu yang Allah SWT
jadikan kamu untuk menguasasinya. Maka, orang-orang
yang beriman diantara kamu menafkahkan (sebagian)
daripada hartanya meperoleh pahala yang besar.” (QS.
Al-Hadid: 7). Rasulullah SAW juga bersabda:
“Sesungguhnya dunia itu adalah hijau (orang yang
mengurusi) padanya. Lalu Allah SWT memandang
bagaimana kamu beramal dengannya…” (HR.Tirmidzi:
Hadits No. 2286).
Prinsip khalifah mempunyai pendekatan dengan
prinsip yang pertama yaitu prinsip tauhid. Prinsip ini
menjelaskan bahwa manusia hanyalah pemegang
amanah Allah SWT dan menggunakan kekayaan milik-
Nya untuk kemaslahatan manusia dalam batasan syariat
Allah SWT. Kekyaan yang diperoleh adalah sebagian
daripada nikmat Allah SWT yang tidak kekal dan fan.
Untuk iu harus disyukuri dengan jalan menafkahkan
sebagian dari hartanya untuk kemaslahatan umat.
Dengan demikian, prinsip ini menjadikan bahwa harta
yang didapatkan manusia terhadap sumsber-sumber
produksi adalah milik Allah SWT yang dianugerahkan
kepada manusia. Apa yang dilakukan oleh manusia
dalm produksi tersebut hanyalah mengelola bahan-
bahan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan
dijadikan manusia berkuasa terhadap bahan-bahan
tersebut.
Corporate Social Responsibility (CSR)
61
Sehingga tidaklah berlebihan jika Allah SWT
kemudian mewajibkan manusia untuk membelanjakan
sebagian dari rezeki yang telah diamanahkan
kepadanya guna membantu saudara-saudara sesama
manusia yang tidak berkecukupan sebagai rasa syukur
atas kelebihan yang didapatkkan dari Allah SWT.
Seluruh harta hanya milik Allah SWT, manusia hanya
diberikan wewenang untuk memanfaatkannya dengan
cara mengembangkan, menginfakkan dan
menggunakannya untuk menciptakan kebaikann
individu dan masyarakat.
Pelaksanaan prinsip khalifah dalam konsep I-CSR
LKS menuntut LKS untuk memaksimumkan fungsi dan
peran LKS guna meningkatkan dan memberdayakan
pertumbuhan ekonomi seluruh stakeholder. Setiap
keuntungan yang didapatkan bukan berasal dari
keuntungan yang tidak dibenarkan oleh Islam, seperti
mengandung unsur riba, penipuan dan investasi pada
aset yang diharamkan. Sementara keuntungan yang
diraih selalu disisihkan untuk memberikan dampak
maslahat pada masyarakat dan lingkungan sekitar
secara positif sesuai dengan tujuan keberadaan LKS.
3. Prinsip Keadilan
Pemerataan pendapatan dan keayaan dalam
konsep keadilan ekonomi Islam bukan menuntuk
kepada semua orang untuk wajib menerima upah
dengan tingkat yang sama. Islam memberikan toleransi
atas ketidaksamaan terhadap pendapatan sama dengan
Corporate Social Responsibility (CSR)
62
kemampuan masing-masing individu. Hal ini karena
setiap orang tidak mempunyai tingkat kemampuan
yang sama dalam menciptakan produksi. Maka dari itu,
Islam menciptakan mekanisme sendiri dalam rangka
penciptaan pemerataan kekayaan dan pendapatan
dengan jalur zakat, sedekah, wakaf, infak, hadiah dan
hibah ini semua merupakan instrumen yang digunakan
dalam Islam dalam menekan orang kaya supaya berlaku
adil dari kekayaan yang dititip dari Allah SWT kepada
mereka.
Telah menjadi kewajiban bagi umat muslim, baik
individu maupun masyarakat khususnya orang-orang
kaya untuk memperhatikan keperluan-keperluan dasar
kaum miskin. Pelaksaan I-CSR di LKS wajib dijiwai
dengan sepenuhnya oleh nilai-nilai keadilan untuk
mengurangi skat ekonomi antara masyarakat yang kaya
dan masyarakat yang miskin. Pelaksanaan program I-
CSR LKS wajib menjadikan keadilan sebagai prinsip
utama untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi
terhadap semua stakeholder.
4. Prinsip Ukhuwah
Ukhuwah diartikan sebagai persaudaraan,
ukhuwah berasal dari kata yang dasarnya berarti
memperhatikan. Arti kata ini memberi kesan bahwa
persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua
pihak yang merasa bersaudara.
Persaudaraan yang terjalin sesama mukmin
tersebut dibangun atas landasan iman dan akidah. Oleh
karenanya ikatan persaudaraan sesama mukmin
Corporate Social Responsibility (CSR)
63
merupakan bentuk persaudaraan yang paling berharga
dan dan hubungan yang paling mulia antara semsama
muslim.
Prinsip persaudaraan inilah yang seharusnya
menjadi latar belakang setiap pelaksanaan I-CSR LKS.
Saling membantu sesama pemegang berkepentingan
LKS seharusnya tampil sebagai sebuah kekuatan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan
dan kelestarian tanpa merugikan satu sama lainnya. Jika
prinsip ini dilaksanakan secara berkualitas akan
memberikan dampak positif bagi operasional LKS, tidak
hanya mempertahankan keuntungan tetapi menjadikan
masyarakat sebagai pengguna LKS.
5. Prisip Mewujudkan Maslahah
Maslahah artinya kebaikan, ia merupakan lawan
dari kata mafsadat yang artinya kerusakan dan
kebinasaan. Maslahah yang dimaksud dalam
pemahaman syariah adalah pemeliharaan terhadap
kehendak syariah dan menolak kerusakan.
Dengan adanya landasan kebijakan pelaksanaan I-
CSR yang bertumpu pada prinsip penciptaan maslahah
akan memudahkan pengelola LKS untuk memilih dan
dan menentukan program CSR yang sepatutnya
dijalankan bagi terciptanya kebersamaan masyarakat
walaupun terkadang tidak menimbulkan efek bagi
sebagian orang. Oleh sebab itu, sudah seharusnya CSR
benar-benar menjadi program yang menyentuh dasar-
dasar keperluasan masyarakat.
Corporate Social Responsibility (CSR)
64
Oleh karena itu, untuk merealisasikan tiga
hubunga tanggung jawab dalam melaksanakan CSR
yaitu tanggung jawab dengan Allah SWT, sesama
manusia dan alam sekitas pada LKS, maka memerlukan
prinsip-prinsip dasar satu sama lainnya saling
berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut, yaitu prinsip tauhid,
keadilan, ukhuwah dan penciptaan maslahah.
Hubungan yang berkaitan antara hubungan tanggung
jawab dan prinsip pelaksanaan CSR akan menjadikan
CSR sebagai landasan yang kuat untuk dilaksanakan
dalam LKS. Sehingga CSR LKS benar-benar menyentuh
kepentingan yang sangat mendasar dalam memenuhi
keperluan dasar pemegang berkepentingan LKS.
Penciptaan maslahah adakah tujuan utama LKS
dalam melaksanakan semua fungsi bisnis LKS termasuk
dalam pelaksanaan I-CSR. Sehingga semua pelaksanaan
I-CSR dalam administrasi bisnis LKS harus berkisar
pada produk-produk halal yang telah digariskan oleh
Islam dan meninggalkan segala produk-produk haram
yang dilarang oleh Islam. Semua prinsip tersebut
dilaksanakan dengan satu tujuan yaitu pengabdian yang
sempurna kepada Allah SWT.
Corporate Social Responsibility (CSR)
65
BAB III
Moderasi Beragama Corporate Social Responsibility (CSR) Perbankan Syariah
Pelaksanaan CSR bertujuan untuk menegakkan dan
memelihara kemaslahatan serta menolak mafsadah
(keburukan). Dalam pandangan Islam sendiri, kewajiban
melaksanakan CSR bukan hanya menyangkut pemenuhan
kewajiban secara hukum dan moral, tetapi juga strategi
agar perusahaan dan masyarakat tetap survive dalam
jangka panjang. Jika CSR tidak dilaksanakan maka akan
terdapat lebih banyak biaya yang harus ditanggung
perusahaan.
Sebaliknya, jika perusahaan melaksanakan CSR
dengan baik dan aktif bekerja keras mengimbangi hak-hak
dari semua stakeholders berdasarkan kewajaran, martabat,
dan keadilan, dan memastikan distribusi kekayaan yang
adil, akan benar-benar bermanfaat bagi perusahaan dalam
jangka panjang.73 Seperti meningkatkan kepuasan,
menciptakan lingkungan kerja yang aktif dan sehat,
mengurangi stres karyawan meningkatkan moral,
73 M.B. Hendrie Anto dan Dwi Retno Astuti , “Persepsi Stakeholder
Terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Kasus Pada Bank Syariah di DIY”, Sinergi: Kajian Bisnis dan Manajemen, Vol. 10 No.1, Januari 2008
Corporate Social Responsibility (CSR)
66
meningkatkan produktivitas, dan juga meningkatkan
distribusi kekayaan di dalam masyarakat.
Tujuan keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan
yang merata serta sosio-ekonomi merupakan bagian yang
tak dapat dipisahkan dari falsafah moral Islam dan
didasarkan pada komitmennya yang pasti terhadap
persaudaraan (brotherhood) dan kemanusiaan.74
A. Pengertian Moderasi Beragama
Kata moderasi dalam bahasa Arab dinamakan “al-
wasathiyyah”. Secara bahasa “al-wasathiyyah” berasal dari
kata “wasath”.75 Al-Asfahaniy mendefenisikan “wasathan”
dengan “sawa’un” yaitu tengah-tengah diantara dua batas,
atau dengan keadilan, yang tengah-tengan atau yang
standar atau yang biasa-biasa saja. Wasathan juga
bermakna menjaga dari bersikap sebelah pihak bahkan
meninggalkan garis kebenaran agama.76
Moderasi beragama dapat dipahami sebagai cara
pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di
tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem,
baik ekstim kanan maupun ekstrim kiri dalam beragama.77
74 M. Umer Capra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press &
Tazkia Cendekia, 2000), h. 76 75 Faiqah, N. dan Pransiska, T, Radikalisme Islam vs Moderasi Islam:
Upaya Membangun Wajah Islam Indonesia yang Damai, (Al-Fikra, 2018) Vol. 17 No. 1, h. 33–60.
76 A.R. Al-Asfahani, Mufrodad al-Fazil AlQur’an, (Damaskus: Darul Qalam, 2009),
77 Tim Penyusun Kementerian Agama, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), h. 16-17
Corporate Social Responsibility (CSR)
67
Secara umum, moderasi beragama berarti mengedepankan
keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak
sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok
tertentu.78
Moderat menjadi sebuah kata yang seringkali
disalahartikan dalam kehidupan sosial beragama di
Indonesia. Ada sebagian masyarakat yang menganggap
bahwa orang yang moderat tidak memiliki keteguhan
dalam pendirian, tidak serius, bahkan tidak menjalankan
ajaran agama dengan sungguh-sungguh. Moderat
disalahartikan dengan sebagai kompromi keyakinan secara
teologi antara satu agama dan agama yang lain.79 Maka dari
itu, masyarakat membutuhkan sebuah cara pandang, sikap,
dan perilaku beragama tertentu itu tergolong moderat atau
ekstrem. Ukuran tersebut dapat diperbaiki dengan
berlandaskan pada sumber-sumber terpercaya, seperti nas
agama (Alquran dan as-Sunnah), aturan dalam konstitusi
negara, kearifan lokal pada suatu tempat dan kesepakatan
bersama yang terjadi dalam bentuk konsensus.
Pada tataran praktisnya, wujud moderat atau jalan
tengah dalam Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat
wilayah pembahasan, yaitu: 1) moderat dalam persoalan
akidah; 2) moderat dalam persoalan ibadah; 3) moderat
78 Kementrian Agama Republik Indonesia, Implementasi Moderasi
Beragama dalam Pendidikan Islam, (Kementrian Agama R.I.: Jakarta, 2019), hal. 21
79 Tim Penyusun Kementerian Agama, Moderasi Beragama…, h. 12-13
Corporate Social Responsibility (CSR)
68
dalam persoalan perangai dan budi pekerti; dan 4) moderat
dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syariat).80
Konsep wasathiyyah sepertinya menjadi garis
pemisah antara dua hal yang berseberangan. Penengah ini
diklaim tidak membenarkan adanya pemikiran radikal
dalam agama, serta sebaliknya tidak membenarkan juga
upaya mengabaikan kandungan Alquran sebagai dasar
hukum utama. Oleh karena itu, Wasathiyah ini lebih
cenderung toleran serta tidak juga renggang dalam
memaknai ajaran Islam. Menurut Yusuf Al-Qardhawi,
wasathiyyah (pemahaman moderat) adalah salah satu
karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh Ideologi-
ideologi lain. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran al-
Baqarah ayat 143 berikut:
أ مةا وكطاا ناك ل ج وكذArtinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil”. (QS. Al-Baqarah : 143).
jadikan kamu (umat Islam), umat yang adil. Hukum
yang adil merupakan tuntutan dasar bagi setiap struktur
masyarakat. Hukum yang adil menjamin hak-hak semua
lapisan dan individu sesuai dengan kesejahteraan umum,
diiringi penerapan perilaku dari berbagai peraturannya.81
Menurut Quraish Shihab melihat bahwa dalam
moderasi (wasathiyyah) terdapat pilar-pilar penting
80 Yasid, A., Membangun Islam Tengah, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2010), h. 70 81 Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual Dan Kontekstual (Usaha
Memaknai Kembali Pesan Al-Qur’an), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 105
Corporate Social Responsibility (CSR)
69
yakni:82 Pertama, pilar keadilan, pilar ini sangat utama,
beberapa makna keadilan yang dipaparkan adalah:
pertama, adil dalam arti “sama” yakni persamaan dalam
hak. Seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu
menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda.
Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil
tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. Adil
juga berarti penempatan sesuatu pada tempat yang
semestinya. Ini mengantar pada persamaan, walau dalam
ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Adil adalah
memberikan kepada pemilik hak-haknya melalui jalan yang
terdekat. Ini bukan menuntut seseorang memberikan
haknya kepada pihak lain tanpa menunda-nunda. Adil juga
berarti moderasi “tidak mengurangi tidak juga
melebihkan”. Kedua, pilar keseimbangan. Menurut Quraish
Shihab, keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok
yang di dalamnya terdapat beberapa bagian yang menuju
satu tujuan tertentu, selama kadar dan syarat tertentu
terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terpenuhinya syarat
ini, kelompok tersebut dapat bertahan dan berjalan
memenuhi tujuan kehadirannya. Keseimbangan tidak
mengharuskan persamaan kadar dan syarat bagi semua
bagian unit agar dapat seimbang satu sama lain. Bisa saja
satu bagian berukuran kecil atau besar, sedangkan kecil
dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan
darinya.
82 Zamimah, I., Moderatisme Islam dalam Konteks Keindonesiaan. Al-
Fanar, 2018 Vol. 1 No. 1, h. 75–90.
Corporate Social Responsibility (CSR)
70
Moderatisme ajaran Islam yang sesuai dengan misi
Rahmatan lil ‘Alamin, maka memang diperlukan sikap anti
kekerasan dalam bersikap di kalangan masyarakat,
memahami perbedaan yang mungkin terjadi,
mengutamakan kontekstualisasi dalam memaknai ayat
Ilahiyah, menggunakan istinbath untuk menerapkan hukum
terkini serta menggunakan pendekatan sains dan teknologi
untuk membenarkan dan mengatasi dinamika persoalan di
masyarakat Indonesia. Selayaknya perbedaan sikap
menjadi sebuah dinamisasi kehidupan sosial yang menjadi
bagian dari masyarakat yang madani. Keberadaan Islam
moderat cukup menjadi penjaga dan pengawal konsistensi
Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Untuk
mengembalikan citra Islam yang sebenarnya, maka
diperlukan moderasi agar penganut lain dapat merasakan
kebenaran ajaran Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.
Adapun ciri-ciri lain tentang wasathiyyah yang
disampaikan oleh Afrizal Nur dan Mukhlis sebagai
berikut:83
1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman
dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan
dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran
agama).
2. Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan
pengamalan agama secara seimbang yang meliputi
semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi,
83 A. Nur, dan Mukhlis, Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran; (Studi
Komparatif Antara Tafsir Al-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-Tafasir). Jurnal An-Nur, 2016 Vol. 2 No. 4
Corporate Social Responsibility (CSR)
71
tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat
membedakan antara inhira (penyimpangan,) dan
ikhtilaf (perbedaan).
3. I’tidâl (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu
pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban secara proporsional.
4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati
perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai
aspek kehidupan lainnya.
5. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif
pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi
dan asal usul seseorang.
6. Syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai
mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di
atas segalanya.
7. Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip
reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang
mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman
dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah
‘ammah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-
muhafazhah ‘ala alqadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-
jadidi al-ashlah (melestarikan tradisi lama yang masih
relevan, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih
relevan).
8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu
kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih
penting harus diutamakan untuk diterapkan
Corporate Social Responsibility (CSR)
72
dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih
rendah.
9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu
selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan
kearah yang lebih baik.
Demikianlah konsep yang ditawarkan oleh Islam
tentang moderasi beragama yang ada di Indonesia,
sehingga konsep tersebut diharapkan mampu untuk
diterapkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Agar konsep moderasi ini dapat membawa Indonesia ke
arah yang lebih baik, tidak ada diskriminasi dalam
keberagaman.
B. Moderasi Beragama dalam Corporate Social
Responsibility (CSR) Perbankan Syariah
Konsep CSR yang dikembangkan di Barat tidak sama
dengan konsep CSR dalam Islam. Dapat dilihat dari dua
perbedaannya, pertama apa yang melandasi konsep CSR.
Kedua adalah nilai dan budaya apa yang melatarbelakangi
kelahiran konsep CSR tersebut.84 CSR dalam Islam
dibangun atas dasar pandangan dunia dan epistemologi
Islam yang berbeda dari CSR yang berkembang di Barat.
Sehingga, tanggung jawab sosial perusahaan secara Islam
sama dengan tanggung jawab sosial dari setiap individu
muslim, yaitu menjalankan yang benar dan melarang atau
menentang yang salah.
84 M.Yasir yusuf, Islamic Corporate Responsibility (I-CSR)…, h. 52
Corporate Social Responsibility (CSR)
73
Dalam konsep Islam, dijelaskan bahwa agama yang
diturunkan kepada manusia oleh Allah SWT melalui nabi
Muhammad SAW merupakan suatu sistem way of life yang
utuh, sesuai dan tidak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan serta fenomena alam yang ada. Menanggapi
konsep CSR dalam sejarah ekonomi perusahaan, maka
Islam sangat menyambut baik kegiatan CSR ini. Pelaku
ekonomi dalam Islam bertanggungjawab untuk menyantuni
masyarakat dan memperhatikan lingkungan sekitar. CSR
dalam Islam bukanlah sesuatu yang baru. Tanggung jawab
sosial sering disebutkan dalam Alquran, Allah SWT
berfirman:
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di
bumi untuk melakukan kerusakan padanya, dan merusak
tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan.” (Qs. Al-Baqarah : 205).
Islam mengajarkan kita untuk selalu melakukan
toleransi dan menghargai satu sama lain. Salah satu contoh
bentuk menghargai satu sama lain adalah dengan tidak
berbuat secara otoriter dan merugikan orang lain, akan
tetapi saling memahami dan menghormati setiap posisi dan
tugas satu sama lain. Selain mempengaruhi kesejahteraan
sosial, tindakan pinjaman kebajikan juga dapat membawa
manfaat ganda bagi perusahaan. Pertama pinjaman
kebajikan dapat menciptakan citra positif bagi individu dan
perusahaan serta dan yang kedua, mendapatkan formasi
jaringan bisnis baru yang dapat mengakibatkan
peningkatan keuntungan.
Corporate Social Responsibility (CSR)
74
Sebuah perusahaan pasti akan melakukan hal-hal
untuk menciptakan nilai baik di mata pemegang saham
serta masyarakat secara luas, salah satunya melalui
kepedulian perusahaan pada lingkungan eksternal
perusahaan yang dapat diciptakan melalui tanggung jawab
perusahaan dalam kesesuaian dan kepatuhan di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang
sehat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip korporasi yang sehat sangat dianggap baik
sebagai suatu perbuatan yang terpuji dalam Islam, sehingga
setiap individu dalam perusahaan harus memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi dalam pekerjaan mereka.
Sehingga dalam melakukan pekerjaan dan usaha, kita
harus mampu mengetahui kewajiban dan hak satu sama
lain. Sehingga ketika keselarasan dapat dibangun maka
secara langsung akan tercipta nilaibaikyang mampu
menggambarkan sebuah kinerja yang baik dan maksimal.
Dalam hubungannya dengan praktik sebuah bisnis,
manusia memiliki dua tugas, yaitu taat pada Allah dan
khalifah yang adil. Oleh karena itu, kewajiban Islamic CSR
adalah tanggung jawab individu yang datang bersama-sama
dalam satu perusahaan untuk memaksimalkan dampak
positif dan meminimalisir dampak negatif bagi masyarakat
dan lingkungan sekitar.
Corporate Social Responsibility (CSR)
75
C. Pendekatan Masalahah dan Maqashid syariah
Sebagai Prinsip Pelaksanaan I-CSR
Prinsip penciptaan maslahah dalam pelaksanaan I-
CSR LKS bertujuan untuk menegakkan dan memelihara
kemaslahatan serta menolak mafsadah (keburukan).
Syariat Islam tidak sekedar membimbing untuk beribadah
tetapi berisi bimbingan dan petunjuk untuk seluruh aspek
kehidupan, mulai dari hal yang dianggap sederhana sampai
persoalan yang sangat rumit, mulai persoalan yang
dianggap pribadi sampai ke persoalan yang dianggap
umum. Syariat Islam menjadi petunjuk untuk seluruh
aspek kehidupan manusia seperti aspek ekonomi, politik
dan sosial yang dapat dikembangkan di dalam
melaksanakan program CSR.
Definisi Maqashid syariah berasal dari kata maqshad
berawal dari kata qasada-yaqsidu-qasdan yang artinya
bermaksud, berniat, dan menghendaki. Oleh karena itu,
kata tersebut dapat diartikan dengan 'tujuan' atau
'beberapa tujuan'.85 Sementara makna syariah adalah
hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya
kaitannya dengan agama. Baik berupa ibadah (puasa,
shalat, haji, zakat, dan seluruh amalan lainnya) atau
muamalah yang menjadi kegiatan rutin manusia (jual-beli,
85 I. Y. Fauzia dan Abdul, K. R., Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group 2014), h. 41
Corporate Social Responsibility (CSR)
76
nikah ,dll).86 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa Maqashid syariah adalah tujuan atau maksud
syariah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk memberikan
kemaslahatan kepada manusia.
Ada dua pedoman dalam mencapai kemaslahatan atau
Maqashid syariah yang dijadikan kerangka dasar bagi
lembaga keuangan syariah dalam melaksanakan kegiatan
CSR. Pertama, sisi positif yaitu dalam program CSR
dilakukan untuk menjaga hal-hal yang mendukung
tercapainya kemaslahatan. Kedua, sisi negatif yaitu dalam
operasional CSR dijalankan dengan menolak dan
menjauhkan semua mafsadah yang akan berdampak pada
kegiatan CSR perusahaan.87
Maqashid syariah yang digunakan sebagai panduan
program CSR harus dipilah dan ditentukan kebijakan yang
dijalankan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Maka sudah seharusnya program CSR menjadi salah satu
program yang memperhatikan kebutuhan dasar
masyarakatnya.88 Atau bisa dijelaskan bahwa dengan
menerapkan konsep maqashid al-syariah dalam penentuan
kebijakan program CSR berimplikasi pada pengelola
lembaga keuangan syariah untuk melihat dengan mudah
86 Y. Al-Qardhawi, Fiqh maqashid syariah: Moderasi Islam antara
aliran tekstual dan aliran liberal (Arif Munandar Riswanto, Penerjemah), (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 12
87 M.Yasir yusuf, Islamic Corporate Responsibility (I-CSR)…, h. 92 88 Arsad, Syahiza., Rahayati, A., Wan, N. M. F., Roshima, S., and Yusuf, H.
O. (2015). Maqasid Shariah in corporate social responsibility of shari’ah compliant companies. Research Journal of Finance and Accounting, Vol. 6 No. 6
Corporate Social Responsibility (CSR)
77
apakah kebijakan yang telah diputuskan sudah
memberikan bantuan kesejahteraan untuk masyarakat.
Dan bila sudah maka keputusan tersebut tidak
menyimpang dari semangat ajaran Islam.89
Bank syariah sebagai lembaga keuangan syariah
memiliki mandat agar setiap kegiatannya sesuai dengan
ketentuan syariah. Hal ini dapat diwujudkan dengan
mempunyai penasehat kaitannya dengan ketentuan syariah
yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS). Kehadiran DPS pada
bank syariah dapat merepresntasikan bahwa bank syariah
telah sesuai syariah dengan memiliki DPS. Dimana tugas
dari DPS ialah memberikan jaminan keamanan dari seluruh
transaksi yang dilakukan oleh bank syariah.90
89 M.Yasir yusuf, Islamic Corporate Responsibility (I-CSR)…, h. 92 90 Siti Amaroh, Tanggung Jawab Bank Syariah Terhadap Stake Holder
dalam Perspektif Maqashid Syariah, social responsibility; maqâshid syarî‘ah; Islamic banks Vol. 16, No. 1, Januari 2016.
Corporate Social Responsibility (CSR)
78
Corporate Social Responsibility (CSR)
79
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi
yang berhubungan erat dengan dari ajaran Islam itu
sendiri. Tujuan dari syariat Islam (maqashid al-syariah)
adalah maslahah sehingga bisnis adalah upaya untuk
menciptakan maslahah, bukan sekedar mencari
keuntungan. Begitu juga aktivitas CSR di perbankan syariah
pun melekat sebagai konsekuensi kebersandaran bank
syariah pada ajaran Islam. Berbeda dengan bank
konvensional tidak dapat dipisahkan secara dikotomis
antara orientasi bisnis dengan orientasi sosialnya.
Aktivitas-aktivitas sosial dari bank syariah merupakan
nilai tambah (add value) yang dapat berimplikasi pada
meningkatnya profitabilitas jangka panjang dan goodwill
yang diperoleh dari citra positif dari bisnis yang dijalankan
serta meningkatnya kepercayaan stakeholder terhadap
kinerja bank syariah. Jika CSR tidak dilaksanakan maka
akan terdapat lebih banyak biaya yang harus ditanggung
perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan melaksanakan CSR
dengan baik dan aktif bekerja keras mengimbangi hak-hak
dari semua stakeholders berdasarkan kewajaran, martabat,
dan keadilan, dan memastikan distribusi kekayaan yang
Corporate Social Responsibility (CSR)
80
adil, akan benar-benar bermanfaat bagi perusahaan dalam
jangka panjang.
Dalam kerangka itu, pemerintah berupaya mendorong
penerapan CSR di bank syariah dari sisi regulasi. Dorongan
tersebut adalah dengan dituangkannya dalam Undang-
undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Khusus pada perbankan syariah selain UU No 40/2007, CSR
juga amanat dari pasal 34 Undang-undang No 21 tahun
2008 tentang perbankan syariah. Dengan dukungan
regulasi di atas, diharapkan bank-bank syariah harus
tampil sebagai pionir terdepan dalam
mengimplementasikan CSR tersebut. Namun, ternyata
masih banyak bank syariah yang lebih mengutamakan
memaksimalkan keuntungan sebagaimana bank-bank
konvensional. Implementasi CSR cenderung bersifat
karikatif, responsif, berorientasi jangka pendek, dan kurang
melibatkan masyarakat. Jadi, asumsi masyarakat menilai
CSR hanya digunakan dalam keadaan darurat. Untuk itu,
CSR seharusnya dapat diarahkan kepada pemerataan
pemilikan (wealth), ke arah partisipasi dan emansipasi
struktural.
B. Saran
Selama ini yang kita ketahui dalam perbankan syariah
hanyalah instrumen-instrumen perusahaan yang mendapat
perhatian penuh dari CSR, tapi sebetulnya kegiatan CSR
yang terkait dengan alam harusnya juga mendapatkan
perhatian bagi perbankan syariah, karena bank syariah
Corporate Social Responsibility (CSR)
81
yang mendapatkan kepercayaan dari OJK dan WWF
dijadikan sebagai pionir yang terlibat dalam program pilot
project Implementasi Panduan Integritasi Lingkungan,
Sosial, dan Tata Kelola (LST).
Selain itu, Ternyata masih banyak bank syariah yang
lebih mengutamakan untuk memaksimalkan keuntungan
sebagaimana bank-bank konvensional. Implementasi CSR
cenderung bersifat karikatif, responsif, berorientasi jangka
pendek, dan kurang melibatkan masyarakat. Jadi, asumsi
masyarakat menilai CSR hanya digunakan dalam keadaan
darurat. Untuk itu, CSR seharusnya dapat diarahkan kepada
pemerataan pemilikan (wealth), ke arah partisipasi dan
emansipasi struktural, jadi stakeholder bank syariah tidak
hanya merasa memiliki tetapi benar-benar memiliki.
Corporate Social Responsibility (CSR)
82
Corporate Social Responsibility (CSR)
83
DAFTAR PUSTAKA
Agama, Tim Penyusun Kementerian. 2019. Moderasi
Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Ahmad, Mustaq. 2001. Etika Bisnis dalam Islam,
Terjemahan Samson Rahman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Qardhawi, Yusuf. 2006. Fiqh maqashid syariah:
Moderasi Islam antara aliran tekstual dan aliran liberal. Penerjemah Arif Munandar Riswanto. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Asfahani, A.R. 2009. Mufrodad al-Fazil AlQur’an.
Damaskus: Darul Qalam.
A., Yasid. 2010. Membangun Islam Tengah. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren.
Alma, Bukhari dan Doni Juni Priansa 2009. Manajemen
Bank Syariah, Bandung: Alfabeta.
Amaroh, Siti. 2016. Tanggung Jawab Bank Syariah
Terhadap Stake Holder dalam Perspektif Maqashid Syariah. social responsibility; maqâshid syarî‘ah; Islamic banks Vol. 16, No. 1.
Amaroh, Siti. 2014. “Prinsip Keadilan Sosial Dan Altruisme
Corporate Social Responsibility (CSR)
84
Dalam Penerapan Sistem Perbankan Syariah”. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo. Vol 5. No 2.
Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). penerjemah
K.H.Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan Bintang.
Ardana, I Komang. “Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial”,
Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13 Nomor: 1 tahun 2008.
Aris Baidowi, “Etika Bisnis Perspektif Islam”, Jurnal
Hukum Islam, Jawa Tengah: STAIN Pekalongan. Vol. 9 No. 2. h. 244
Arsad, Syahiza., Rahayati, A., Wan, N. M. F., Roshima, S.,
and Yusuf, H. O. (2015). Maqasid Shariah in Corporate Social Responsibility of shari’ah compliant companies. Research Journal of Finance and Accounting, Vol. 6 No. 6
Azis, Abdul. 2013. Etika Bisnis Perspektif Islam:
Implementasi Etika Islami untuk Dunia Usaha. Bandung: Alfabeta.
Badroen, Faisal dkk, 2006. Etika Bisnis dalam Islam.
Jakarta: Kencana.
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta:
Kanisius.
Budiyono, Tri. 2011. Hukum Perusahaan. Salatiga: Griya
Media.
Brilliant, Eleanor L. dan Kimberlee A. Rice. 1988
Corporate Social Responsibility (CSR)
85
“Influencing Corporate Philantropy” dalam Gary M. Gould dan Michael L. Smith (eds), Social Work in the Workplace, New York: Springer Publishing Co.
Capra, M. Umer. 2000. Sistem Moneter Islam. Jakarta:
Gema Insani Press & Tazkia Cendekia.
Fauzia, I. Y. dan Abdul, K. R. 2014. Prinsip Dasar
Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-Syari’ah, Jakarta: Prenadamedia Group.
Fahmi, Irham. 2013 Etika Bisnis Teori Kasus Dan Solusi, Bandung: Alfabeta.
Griffin, Ricky W. dan Ronald Jebert. 2006. Bisnis, Edisi
Kedelapan, Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Hadi, A. Chairul. 2016. “Corporate Social Responsibility
Dan Zakat Perusahaan Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam”. Ahkam. Jakarta; UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Vol. XVI. No. 2.
I., Zamimah. 2018. Moderatisme Islam dalam Konteks
Keindonesiaan. Al-Fanar. Vol. 1 No. 1.
Indonesia, Kementrian Agama Republik. 2019.
Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam, Kementrian Agama R.I.: Jakarta.
Marnelly, T. Romi. 2012 “Corporate Social Responsibility
(CSR): Tinjauan Teori dan Praktek di Indonesia”, Jurnal Aplikasi Bisnis, (Riau : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau), Vol. 2 No. 2.
Mardikanto, Totok. 2014. CSR (Corporate Social
Corporate Social Responsibility (CSR)
86
Responsibility) Tanggung Jawab Sosial Korporasi. Bandung: Afabeta,
N. Faiqah dan Pransiska, T. N. Radikalisme Islam vs
Moderasi Islam: Upaya Membangun Wajah Islam Indonesia yang Damai. Al-Fikra. Vol. 17 No. 1.
Nur, A., dan Mukhlis. 2016. Konsep Wasathiyah Dalam
Al- Quran; (Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-Tafasir). Jurnal An-Nur, Vol. No. 2.
Nova, Firsan. 2012. Republic Relation. Jakarta:media
bangsa. Purwadi, Muhammad Imam.“Konsep dan Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perbankan Syariah” Jatiswara Jurnal Ilmu Hukum, (Mataram: Fakultas Hukum Universitas Mataram), Vol. 31 No. 3, (November, 2016).
Prawirosentoro, Suyadi. 2002. Pengantar Bisnis Modern.
Jakarta: PT Bumi aksara.
Persons, Patricia J. 2017. Etika Public Relation. Jakarta:
Gelora Aksara Pratama.
Pambudi, Teguh S. 2008. “CSR Sebuah Keharusan
(Investasi Sosial)” dalam I Komang Ardana, “Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial. Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13 No. 1.
Rahman, Reza. 2009. “Corporate Social Responsibility:
Antara Teori dan Kenyataan”. Jakarta: Buku Kita.
Rika, Nurlela dan Islahuddin. 2008. “Pengaruh Corporate
Corporate Social Responsibility (CSR)
87
Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Sukardi, Budi. 2012. “Kepatuhan Syariah (Shariah
Compliance) Dan Inovasi Produk Bank Syariah Di Indonesia”. Akademika. Metro: STAIN Jurai Siwo Metro, Vol 17, No 2.
Suharyadi dan Arissetyanto Nugroho. 2007.
Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, Jakarta: Salemba.
Solihin, Ismail. 2009. Corporate Social Responsibility from
Charity to Sustainability. Jakarta: Salemba Empat.
Sholahuddin, M. 2007. Asas-asas Ekonomi Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi
Islam.., h. 79
Syafrudin. 2009. Paradigma Tafsir Tekstual Dan
Kontekstual (Usaha Memaknai Kembali Pesan Alquran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Untung, Hendri Budi. 2009. Corporate Social
Responsibility, Jakarta: Sinar Grafika.
Wibowo, Muh. Ghafur. 2007 Potret Perbankan Syariah
Terkini:Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah Terkini, Yogyakarta: Biruni Press.
Corporate Social Responsibility (CSR)
88
Yususf, Muhammad Yasir. 2017. Islamic Corporate
Responsibility (I-CSR). Pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Jakarta: Kencana.
Yusuf, Muhammad Yasir. 2017. Islamic Corporate Social
responsibility (I-CSR) Pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana.
Yusanto, Muhammad Ismail dan Widjajakusuma. 2002.
Menggagas Bisnis Islam. Jakarta: Gema Insani.