15

Click here to load reader

Coal (Batu Bara)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Potensi Batubara di Indonesia, diperkirakan baru akan habis setelah 75 tahun, dengan sumber daya tersedia: 104,7 miliar ton.

Citation preview

Page 1: Coal (Batu Bara)

Sampai dengan tahun 2025, dengan makin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia, maka batubara telah diproyeksikan sebagai sumber energi utama pengganti minyak bumi. Jika kita menengok kembali kebijakan energi pemerintah dalam "Energi Mix 2025" maka terdapat didalamnya kontribusi batubara yang dicairkan sebesar 2 %.

Agar batubara dapat diubah menjadi bahan bakar gas dan cair, maka harus dilakukan proses gasifikasi dan pencairan batubara (coal liquefaction). Lalu, apa itu pencairan batubara? Jawaban yang sederhana, yaitu: produksi bahan bakar sintetis berbahan baku batubara, umumnya dari jenis batubara yang berkualitas rendah.

Adapun proses pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara proses yang indirect coal liquefaction (tidak langsung) dan direct coal liquefaction (langsung). Saya tidak akan membahas bagaimana proses-proses pembuatan batubara cair, tetapi akan lebih memperkenalkan batubara cair secara singkat, meliputi teknologi, keuntungan dan kekurangan serta prospeknya.

Teknologi Yang Ada

Pembuatan bahan bakar sintesis berbasis batubara telah berkembang pesat, sejak pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, proses Bergius mulai dikembangkan pula untuk memproduksi bahan bakar sintetis.

Selanjutnya, Jepang dengan NEDO (the New Energy Development Organization) mengembangan teknologi pencairan batubara kualitas rendah. Hal ini mempertimbangkan hasil identifikasi para peneliti NEDO, bahwa cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah atau berkalori rendah (low rank coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut dikenal lebih banyak mengandung air.

Proses pencairan batubara yang dikembangkan mereka diberi nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL). Teknologi Jepang ini mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Batubara telah dikonversi menjadi energi bernilai tambah tinggi dengan BCL!

Pada prinsipnya, proses pencairan batubara melalui beberapa langkah [1]:- Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah.- Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan

ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya.

- Akhirnya, sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dipisahkan/dikeluarkan.

Keuntungan:

Setiap satu ton batu bara padat yang diolah dalam reaktor Bergius dapat menghasilkan 6,2 barel bahan bakar minyak sintesis berkualitas tinggi. Bahan ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti BBM pesawat jet (jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.

Kualitas batubara cair yang dihasilkan sama dengan minyak mentah, namun harga jualnya bisa lebih murah 50 persen dibandingkan BBM biasa. Jadi, kalau solar dijual Rp 6.000 per liter, maka harga solar dari batubara cair hanya Rp 3.000 per liter.

Page 2: Coal (Batu Bara)

Teknologi pengolahannya juga lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.

Bila teknologi dan harga jual produksi batu bara cair tersebut dianggap tidak kompetitif lagi, perusahaan dapat berkonsentrasi penuh memperoduksi gas hidrogen dan tenaga listrik yang masih memiliki prospek sangat cerah. Karena dengan memanfaatkan Panel Surya berteknologi tinggi (photovoltaic), energi matahari yang mampu ditangkap adalah 100 kali lipat dibandingkan dengan panel biasa. Setiap panel dapat menghasilkan daya sebesar satu megawatt, dengan biayanya hanya US$ 5 atau 100 kali lebih murah dibandingkan dengan menggunakan instalasi panel surya yang biasa.

Kekurangan:

Keekonomian – Batubara cair akan ekonomis jika harga minyak bumi di atas US $35/bbl, masalahnya harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu untuk membangun kilang pencairan batubara.

Investasi Awal Tinggi – Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal yaitu US $ 1,5 milyar untuk kilang 13.500 barel/hari dan bisa mencapai US $ 2,1 miliar untuk kilang berkapasitas 27.000 barel /hari.

Merupakan Investasi Jangka panjang – Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan tahap pembangunan memakan waktu 3 tahun.

Prospek Batubara Yang Dicairkan

Potensi Batubara di Indonesia, diperkirakan baru akan habis setelah 75 tahun, dengan sumber daya tersedia: 104,7 miliar ton. Cadangan yang ada: 18,7 miliar ton. Sedangkan produksi baru mencapai: 250 juta ton pada 2008 [2].

Batubara cair (Coal To Liquids/CTL) merupakan energi alternatif yang dapat dipakai sebagai substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM), apalagi dengan harga minyak bumi - pada saat artikel ini ditulis - sedang berada di harga $82.14 dollar AS.

Produk utama FT diesel memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding diesel berbasis minyak bumi. Maka, bahan bakar cair sintetis berpeluang meningkatkan kualitas BBM melalui "blending". Salah satu tolok ukurnya adalah kandungan sulfur dalam diesel. Untuk yang terakhir ini Indonesia tertinggal dalam regulasi kualitas BBM di kawasan Asia Tenggara, khususnya tentang kandungan sulfur yang diijinkan dalam BBM Diesel, contohnya, Thailand dan Singapura telah mematok tidak lebih dari 500 ppm, namun Indonesia mengijinkan hingga: 3.000 ppm [3]

Walaupun investasi awal kilang batubara cair (CTL) lebih mahal dibanding kilang minyak bumi dan biodiesel, sebaliknya harga bahan bakunya relatif lebih murah sehingga konversi ke BBM berbasis batubara sangat sesuai untuk pemanfaatan cadangan batu bara muda (lignite), yang kurang laku di pasaran. Terlebih mengingat potensi lignite di Indonesia besar yaitu sekitar 23 miliar ton (60 persen cadangan nasional) atau setara 37 miliar barel bahan bakar cair sintetis.

Tentu saja, kita patut berharap bahwa Indonesia tidak hanya bisa menjual atau mengekspor energi primer saja, seperti gas alam dan batubara. Tetapi juga mampu mewujudkan konversi energi yang bernilai tambah tinggi, sekaligus dapat mengurangi ketergantungan impor BBM, diversifikasi energi dan menjamin ketahanan pasokan energi.

Dan, yang lebih penting lagi, apapun produknya hendaknya tetap diarahkan kepada energi terbarukan sekaligus ramah lingkungan!

Meningkatnya kebutuhan industri karbon aktif Indonesia mengakibatkan berkurangnya pasokan bahan baku tempurung kelapa yang selama ini digunakan untuk membuat karbon aktif. Kondisi ini

Page 3: Coal (Batu Bara)

menyebabkan para pengusaha karbon aktif mulai menjajagi kemungkinan membuat karbon aktif dengan bahan baku alternatif. Salah satu bahan baku tersebut adalah batubara.

Pembuatan karbon aktif dari batubara telah dilakukan tekMIRA dalam skala laboratorium sejak tahun 1990, dan menghasilkan karbon aktif dengan bilangan iodine 1060 mg/g. Pada tahun 2006, percobaan ditingkatkan ke skala bench yang dilanjutkan pada tahun 2007 dengan membuat rotary kiln skala pilot yang mempunyai kapasitas 35-50 kg/jam (±1 ton/hari). Disamping kegiatan tersebut, dilakukan juga pembuatan karbon aktif skala pabrik (kapasitas 8 ton/hari) dengan menggunakan rotary kiln, bekerjasama antara tekMIRA, PT. Tanso Putra Asia, dan PT. Tambang Batubara Bukit Asam.

Hasil percobaan di Palimanan diperolehnya rangkaian satu unit Rotary Kiln untuk pembuatan karbon aktif. Untuk kerja alat perlu pengaturan kembali terutama pada kecepatan putaran dan kemiringan kiln, system pemanasan dan suhu di dalam kiln, laju alir steam, dan pengaturan kecepatan screw feeder. Hasil uji coba skala pabrik menghasilkan bilangan iodine tertinggi 985 mg/g dengan perolehan produk (rendemen) 25%. Nilai ini sudah masuk dalam kisaran kualitas karbon aktif yang dijual di pasar dengan bilangan iodine 500-1200 mg/g. Namun perlu peningkatan kualitas karbon aktif untuk memperoleh karbon aktif dengan kualitas maksimal dan ekonomis.

Percobaan gasifikasi dilakukan terhadap contoh batubara Indonesia dengan menggunakan reactor gasifikasi sistem unggun terfluidisasi digunakan batubara ukuran halus (-48 + 65 mesh). Gas pereaksi masuk melalui plat distributor untuk mengangkat batubara dan pasir silica sebagai unggun material dalam zona reaksi sehingga unggun terfluidisasi dan terjadi proses pencampuran yang sempurna antara gas pereaksi dan batubara. Pada kondisi fluidisasi suhu dalam reactor lebih merata dibanding dengan reaktor sistem unggun tetap. Suhu reaktor sistem unggun fluidisasi adalah 900oC. Gas hasil gasifikasi yang disebut gas sintetis (syngas) dilakukan pemurnian dengan alat cyclone, condenser dan scrubber. Sesudah syngas dimurnikan kemudian dianalisa komposisinya dengan menggunakan gas chromatography (GC).

Variable penelitian adalah jenis batubara (A, B dan C) dan jenis gas pereaksi (oksigen, campuran oksigen-uap dan uap). Dari hasil percobaan diperoleh data bahwa terdapat pengaruh yang besar antara jenis gas pereaksi terhadap komposisi, volume, nilai kalor dan efisiensi gasifikasi.

Gasifikasi menggunakan gas peraksi oksigen menghasilkan produk dengan kadar CO tertinggi yakni mencapai 64,38%, volume syngas menengah (1.473 m3/ton batubara), nilai kalor tertinggi (2.874 Kk/m3) dan efisiensi medium (89,91%). Gasifikasi yang menggunakan gas pereaksi uap menghasilkan produk dengan komposisi H2 tertinggi (55,59%), volume syngas terendah (1.418 m3/ton batubara) dan efisiensinya terendah (72,19%). Sedangkan gasifikasi dengan gas pereaksi campuran oksigen-uap memiliki komposisi CO dan H2 medium, masing-masing 38,33% dan 36,28% tetapi memiliki volume syngas dan efisiensi tertinggi yaitu 1.731 m3/ton batubara dan 87,85%. Jenis batubara cenderung sedikit berpengaruh terhadap komposisi gas terutama kadar CO, sedangkan kadar H2 relatif sama.

Seperti disebutkan dimuka, batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing – masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.

Page 4: Coal (Batu Bara)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah -disebut pula batubara bermutu rendah – seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.

Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah. Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batu.

Tata cara pengolahan yang dilaksanakan merupakan suatu proses penimbunan dan perubahan bentuk dan/atau ukuran batubara dengan menggunakan peralatan mekanis, yaitu crushing machine.

Hal ini berdasar pada :Kualitas batubara yang diproduksi telah bersih dari unsur pengotor.Nilai kalori batubara cukup bervariasi, dalam kisaran 5800 ~ 7000 Cal/kg (dipengaruhi oleh level

seamnya).Mempermudah penyediaan stock batubara dengan spesifikasi yang diperlukan oleh

pembeli/pasar.Adapun mesin crusher yang digunakan berkapasitas 350 MT/jam dengan keluaran berupa 3 (tiga)

macam ukuran batubara, berkisar antara 1mm ~ 50mm.Sedangkan unit pendukung operasional mesin crusher ini meliputi :Unit excavator, bertugas sebagai pemberi umpan batubara asalan ke hoper mesin crusher.Unit wheel loader, bertugas sebagai alat penimbun kembali batubara masak di beberapa titik

penimbunan, yaitu sesuai dengan spesifikasinya.Tahapan proses pengolahan batubara ini mulai dari batubara asalan (berbentuk tidak beraturan)

hingga menjadi batubara masak atau siap jual (berbentuk butiran yang seragam) dapat diuraikan sebagai berikut :

Penimbunan batubara asalan secara terpisah dan berdasarkan seamnya.Pembentukan ukuran batubara tertentu melalui proses crushing untuk setiap jenis seam batubara

atau penyatuan beberapa seam batubara yang mempunyai spesifikasi hampir sama.

Page 5: Coal (Batu Bara)

Penimbunan kembali batubara masak hasil proses crushing secara terpisah dan berdasarkan spesifikasinya.

Stock batubara masak dari hasil pengolahan berupa beberapa stock penimbunan batubara yang dibedakan berdasarkan bentuk/ukuran dan spesifikasi kualitasnya. Sehingga saat ada permintaan pasar terhadap pengiriman batubara dengan kualifikasi tertentu, maka akan dapat dipenuhi dengan melakukan proses pencampuran (blending) antar beberapa stock batubara yang telah ada.

Proses pencampuran batubara yang akan dikirim ke pasar dilakukan berdasarkan perbandingan tertentu, yaitu disesuaikan dengan kualifikasi untuk setiap permintaan yang ada. Sehingga produk akhir berupa stock batubara berkalori tinggi dengan spesifikasi detail yang berbeda-beda.

Kegiatan pengapalan batubara masak dilakukan dengan menggunakan system conveyor, yaitu stock batubara masak diambil (sesuai spesifikasi permintaan pasar) dan diangkut oleh unit dump truck dan didump ke hopper conveyor, untuk selanjutnya belt conveyor mengangkut batubara hingga ke ujung jetty dan menuangkan batubara ke tongkang yang telah tersandar secara aman.

Jika kebetulan system conveyor ini mengalami kendala teknis, maka system pengapalan penggantinya berupa system trucking, yaitu unit dump truck membawa muatan batubara dari stockpile pelsus menuju ujung jetty dan naik masuk ke dalam tongkang dan menurunkan muatannya. Demikian seterusnya secara berulang-ulang hingga kapasitas muat tongkang terpenuhi, yaitu sekitar lebih kurang 6.000 MT.

Indirect Coal Liquefaction (ICL)

Seperti ditulis diatas, Indirect Coal Liquefaction (ICL) tahap pertama adalah proses gasifikasi batubara, target produknya adalah syngas (CO/H2). Syngas yang dihasilkan kemudian dimurnikan (purification) dan desulfurisasi untuk dapat diproses menjadi senyawa hidrokarbon Olefin dan paraffin, prosesnya Fisher Tropsch.

nCO + 2nH2 à nH2O + CnH2n (Olefin)nCO + (2n+1) H2 à nH2O + CnH2n+2 (paraffins)Sulit untuk membandingkan efisiensi dari proses DCL dan ICL. Pada DCL major produk adalah

sintetik crude oil untuk pengolahan selanjutnya, sedang ICL mengarah pada produk-produk jadi hasil konversi sintesa gas. ICL punya sejarah komersialisasi yang lama sedang DCL adalah proses baru merupakan pengembangan dari generasi selanjutnya. Sebagai terminology: Proses DCL yang dimaksudkan di artikel ini mengarah pada proses generasi lanjutan dengan hidrogenasi suhu moderate 400-500oC dan tekanan antara 20-40 MPa dan hasil konversi diatas 70% bobot batubara tanpa air[1]. Walau demikian perbandingan kedua proses ini dapat dilihat pada table dibawah ini. Langsung dapat dibedakan adalah karakteristik produk yang dihasilkan.

Kekuatan proses ICL adalah produk yang diinginkan dapat secara focus dibidik dalam reaksi multiphase melalui penentuan proses parameter. Reaksi ini adalah konversi yang indipenden satu sama lain. Proses Fisher Tropsch (FT) sendiri bisa dikategorikan sebagai FT-moderate dengan hasil produk lebih menyerupai komposisi bahan diesel dan FT-temperatur tinggi yang mengarah komposisi bensin[2]. Mobil proses konversi methanol [3], Sasol Afrika Selatan dengan Sasol Advanced Synthol High Temperture FT[4] dan Sasol Slurry Phase Destillate Low Temperature FT adalah perusahaan yang berpengalaman professional di bidang ini [5].

. Tujuan proses pengolahan Dikaitannya dengan rencana pemasaran dan operasi penambangan batubara, maka pengadaan

proses pengolahan batubara (Coal Processing Plant /CCP) bertujuan untuk mengolah batubara menjadi produk batubara ( product area ) yang sesuai dengan permintaan pasar. Dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya kualitas atau mutu cadangan batubara, metode penambangan yang terpilih, serta kualitas permintaan pasar, maka proses pengolahan batubara, meliputi ruang lingkup proses sebagai berikut:

a. Melakukan reduksi ukuran (size reduction) melalui penggerusan (crushing)

Page 6: Coal (Batu Bara)

b. Melakukan pemisahan (clasification) melalui pengayakan (screening) c. Melakukan pencampuran (blending) batubara d. Melakukan penimbunan/penumpukan batubara (sitockpilling) e. Melakukan penanganan limbah air (water pollution treatment).

2. Desain pengolahan batubara Dalam upaya mengolah batubara menjadi produk akhir yang diminati konsumen perlu rancangan

pengolahan yang komprehensif agar pelayanannya memuaskan. Rancang bangun unit pengolahan didasarkan pada faktor-faktor antara lain: target atau permintaan pasar rata-rata, kualitas batubara dari tambang (raw coal), spesifikasi produk akhir yang diminta, ketersediaan lahan untuk area pengolahan termasuk tempat penimbunan (stockpile) dan ketersediaan air disekitar area pengolahan. Semua f aktor tersebut diatas akan menentukan jenis, dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin pengolahan yang dibutuhkan serta flowsheet pengolahan yang sesuai dengan memperhatikan unsur keselamatan kerja.

2.1 Kapasitas produksi Kapasitas produksi pengolahan batubara harus mampu mencapai atau memenuhi target produksi

optimum yang direncanakan misal, yaitu 2.000.000 ton per tahun dengan kapasitas stockpile sebesar 200.000 ton/2 bulan. Berdasarkan target tahunan tersebut dapat dihitung kapasitas unit pengolahan yang beroperasi 2 shift/hari (8 jam/shift), 28 hari/bulan dan efisiensi kerja 80% sebagai berikut:

T = 0,80 x 16 jam/hari x 28 hari/bulan x 12 bulan/tahun = 4300 jam/tahun

2.2 Kualitas produksi Kualitas produksi hasil proses pengolahan batubara harus dapat me menuhi persyaratan yang

diinginkan pasar. Berdasarkan survey pasar dapat disimpulkan bahwa kualitas batubara yang harus dihasilkan proses pengolahan seperti terlihat pada Tabel berikut :

2.3 Prosedur pengolahan batubara Prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan batubara mulai dari

penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai produk akhir. Gambar 1 adalah diagram alir (flowsheet) proses pengolahan yang merupakan gambaran dari prosedur pengolahan batubara.

a. Persiapan pengumpanan (feeding) Sebagai umpan (feed) awal proses pengolahan adalah batubara dari tambang atau ROM atau raw

coal yang ditumpuk di stockpile di lokasi pengolahan. Ukuran maksimum umpan awal ini direncanakan 300 mm, sedangkan terhadap umpan yang lebih besar d ari 300 mm akan dilakukan pengecilan secara manual menggunakan hammer breaker. Baik umpan batubara dari tambang maupun hasil pengecilan ulang semuanya dimasukkan ke hopper menggunakan wheel loader untuk dilanjutkan ke proses reduksi dan pengayakan sampai diperoleh produkta akhir yang siap jual.

b. Pengay akan dengan Grizzly Grizzly berfungsi memisahkan fraksi batubara berukuran +300 mm dengan -300 mm dan

posisinya terletak tepat di bawah hopper. Lubang bukaan (opening) grizzly berukuran 300 mm x 300 mm. Undersize grizzly -300 mm diangkut belt conveyor untuk u mpan crusher primer. Sedangkan fraksi +300 mm di kembalikan ke tumpukan untuk dire duksi ulang menggunakan hammer breaker. Hasil reduksi ulang dikembalikan lagi ke grizzly untuk pemisahan atau pengayakan ulang. Proses ini berlangsung terus menerus selama shift kerja berlangsung.

c. Peremukan tahap awal (primary crusher) Proses peremukan awal bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara -300 mm menjadi

ukuran rata-rata 150 mm. Dengan demikian nisbah reduksi (reduction ratio) pada tahap primer ini adalah 2. Alat yang digunakan adala h roll crusher yang berkapasitas 50 0 ton/jam.

d. Pengayakan (screening) tahap-1 Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokan ukuran fraksi

batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen). Pada pengolahan batubara ini proses pengayakan tahap awal menggunakan vibrating screen-1 untuk memisahkan fraksi ukuran +150 mm dan -150 mm. Fraksi -150

Page 7: Coal (Batu Bara)

mm adalah umpan secondary crusher, sedangkan + 150 mm diresirkulasi sebagai umpan crusher primer untuk diremuk ulang. Produkta dari proses pengayakan harus selalu dijaga konsistensi laju kapasitasnya sebanyak 500 ton/jam. Untuk itu perlu dilakukan penaksiran dimensi (panjang dan lebar) dari ayakan (screen) yang harus dipasang.

Terdapat beberapa metoda untuk menentukan dimensi screen dan cara yang dipakai dalam rancangan unit screen dalam studi ini adalah cara grafis dengan beberapa rangkuman konstanta (faktor) yang diperlukan seperti terlihat pada Tabel 2. Konstanta tersebut merupakan faktor yang

telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan yang umumnya digunakan untuk pengayakan batubara. Gambar 2.a adalah kurva untuk menghitung produkta hasil pengayakan (ton/jam/ft²) dan Gambar 2.b hubungan antara lebar ayakan dengan laju produkta per inci bed depth (ketebalan lapisan aggregate batubara di atas ayakan) dengan kecepatan 1 ft/sec. Kapasitas screen dirumuskan sebagai berikut:

K = P x E x D x F x W x T x B (3) di mana: K = kapasitas, ton/jam/sqft P = produksi, ton/jam/sqft E, D, F, W, T dan B adalah factorPengenalan Umum Kualitas Batubara

Batubara yang ada dipasaran unsur kualitasnya sekurang-kurangnya terdiri dari :a. High heating value (kgcal/ka)b. Total moisture (%)c. Inherent moisture (%)d. Volatile matter (%)e. Ash content (%)f. Sulphur content (%)g. Coal size <3 mm, 40 mm, 50 mmh. Hardgrove grindability indexUnsur-unsur lainnya diperlukan sesuai kebutuhan yang bersifat umum maupun khusus. Untuk

melengkapi data diatas biasanya diperlukan unsure kualitas seperti :a. Fixed carbon (%)b. Phosphorous/Chlorine (%)c. Ultimate analysis :Carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulphur dan ash, kadang-kadang diperlukan :d. Ash fusion temperature

2. Pengaruh Kualitas Batubaraa. High Heating Value (HHV)HHV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian aspek :- Pulverizer- Pipa batubara, wind box- BurnerSemakin tinggi HHV maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah, sehingga kecepatan

coal feeder harus disesuaikan, untuk batubara dengan moisture content dan HGI yang sama, dengan HHV tinggi maka mill akan beroperasi dibawah kapasitas nominalnya (menurut desain) atau dengan kata lain operating rationya menjadi lebih rendah.

b. Moisture ContentKandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Pada batubara dengan

kandungan moisture tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan batubara tersebut pada suhu keluar mill tetap.

Page 8: Coal (Batu Bara)

c. Volatile MatterKandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas apiFuel Ratio = Fixed Carbon / Volatile MatterSemakin tinggi fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak.d. Ash ContentKandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konversi

dalam bentuk abu terbang dan abu dasaar. Sekitar 20% dalam bentuk abu dasar dan 80% dalam bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan yang dilalui.

e. Sulfur ContentKandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen

pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari titik embun sulphur, disamping berpengaruh terhadap efektifitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipator

f. Coal SizeUkuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar. Butir paling halus untuk

ukuran <3 mm, sedangkan ukuran butir paling kasar sampai dengan 50 mm. Butir paling halus dibatasi oleh tingkat dustness dan tingkat kemudahan diterbangkan angin sehingga mengotori lingkungan. Tingkat dustness dan kemudahan berterbangan masih ditentukan pula oleh kandungan moisture batubara.

g. Hardgrove Grindability Index (HGI)Kapasitas mill (pulverizer) dirancang pada HGI tertentu. Untuk HGI lebih rendah kapasitasnya,

lebih rendah dari nilai takarnya agar menghasilkan fineness yang sama.h. Ash Fusion TemperatureAsh fusion temperature akan mempengaruhi tingkat fouling, slagging dan operasi soot blower.

Salah satu alternatif pemanas untuk pengeringan pupuk organik granul (POG) adalah dengan batubara. Batubara memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dari kayu atau solar. Panas yang dihasilkan dari tungku batubara bisa mencapai 700oC. Batubara juga lebih murah dari bahan bakar lain. Tetapi salah satu problem dari batubara adalah fly ash. Fly as ini harus ditangani dengan baik agar tidak mencemari lingkungan.

3.1 Teknik Penambangan BatubaraPemilihan metode penambangan sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. Saat

ini, tambang bawah tanah menghasilkan sekitar 60% dari produksi batu bara dunia, walaupun beberapa negara penghasil batu bara yang besar lebih menggunakan tambang permukaan. Tambang terbuka menghasilkan sekitar 80% produksi batu bara di Australia,

sementara di AS, hasil dari tambang permukaan sekitar 67%. Di Indonesia menggunakan sistem penambangan terbuka karena memiliki resiko yang lebih kecil dan hasil yang lebih baik.

Tambang Bawah TanahAda dua metode tambang bawah tanah: tambang room-and-pillar dan tambang longwall. Dalam

tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan ‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pilar-pilar tersebut dapat memiliki kandungan batu bara lebih dari 40% – walaupun batu bara tersebut dapat ditambang pada tahapan selanjutnya. Penambangan batu bara tersebut dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan. Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulai kegiatan penambangan. Kedalaman permukaan batu bara bervariasi di kedalaman 100-350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatis dan digerakkan secara hidrolik sementara

Page 9: Coal (Batu Bara)

menyangga atap tambang selama pengambilan batu bara. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang dibiarkan ambruk. Lebih dari 75% endapan batu bara dapat diambil dari panil batu bara yang dapat memanjang sejauh 3 km pada lapisan batu bara. Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang roomand-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan peralatan bergerak dengan biaya kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar). Pemilihan teknik penambangan ditentukan oleh kondisi tapaknya namun selalu didasari oleh pertimbangan ekonomisnya; perbedaan-perbedaan yang ada bahkan dalam satu tambang dapat mengarah pada digunakannya kedua metode penambangan tersebut.

Tambang Terbuka – juga disebut tambang permukaan – hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode 2 tambang terbuka memberikan proporsi endapan batubara yang lebih banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi – 90% atau lebih dari batu bara dapat diambil. Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk: dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan; power shovel (sekop hidrolik); truk-truk besar, yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara; bucket wheel excavator (mobil penggali serok); dan ban berjalan.

Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak; batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali, dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.(Anonim, 2007)

3.2 Pengolahan Batu BaraBatu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-of-mine

(ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.

Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.

Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’ patikel batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang sangat baik.