25
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. S Umur : 34 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Hubdam Asrama Pekerjaan : IRT Agama : Islam Tgl. Masuk RS : 06 Februari 2013 Tgl Periksa : 08 Februari 2013 1.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis) a. Keluhan Utama : Sesak nafas b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada tanggal 6 Februari 2012, pasien datang ke IGD RST, dengan keluhan sesak nafas setelah melakukan cuci darah sekitar ± 1 hari yang lalu, sesak kambuh pada malam harinya disertai berdebar- debar dan batuk yang terus-menerus, sehingga pasien tidak bisa tidur. Sesak tidak dipengaruhi aktifitas, tidak disertai nyeri dada dan keringat dingin, pasien tidur menggunakan 2 bantal. Sebelumnya sesak kambuh jika pasien banyak minum 1

Chronic Kidney Disease

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chronic Kidney Disease

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Hubdam Asrama

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Tgl. Masuk RS : 06 Februari 2013

Tgl Periksa : 08 Februari 2013

1.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)

a. Keluhan Utama : Sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pada tanggal 6 Februari 2012, pasien datang ke IGD RST,

dengan keluhan sesak nafas setelah melakukan cuci darah sekitar ± 1 hari

yang lalu, sesak kambuh pada malam harinya disertai berdebar-debar dan

batuk yang terus-menerus, sehingga pasien tidak bisa tidur. Sesak tidak

dipengaruhi aktifitas, tidak disertai nyeri dada dan keringat dingin, pasien

tidur menggunakan 2 bantal. Sebelumnya sesak kambuh jika pasien

banyak minum air dan telat cuci darah, terdapat mual muntah serta gatal

pada kulit, tidak terdapat demam. BAB normal, BAK sedikit, nafsu makan

menurun.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat tekanan darah tinggi (+) tidak terkontrol sejak ± 1 tahun

yang lalu (anamnesa)

- Riwayat penyakit kencing manis disangkal

- Penyakit gagal ginjal diketahui sejak ± 3 bulan yang lalu dengan

keluhan yang sama, dan cuci darah 2x seminggu.

.

1

Page 2: Chronic Kidney Disease

e. Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat penyakit yang sama

disangkal

- Riwayat penyakit hipertensi

disangkal

f. Anamnesa status gizi :

Pasien suka minum jamu dan minuman bersoda sebelum dinyatakan

menderita sakit gagal ginjal ± 5tahun. Pasien jarang minum air putih dan

menyangkal memiliki alergi terhadap makanan tertentu.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang dan pucat

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : T : 190/140 mmHg

R : 40 x/menit (kusmaul)

N : 106 x/menit (regular, equal)

S : 36,5 O C

Status Gizi : TB : 156 cm BMI : 19,72 kg/m2

BB : 48 kg (Normoweight)

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

- Bentuk Kepala : bulat, simetris.

- Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah rontok

- Nyeri Tekan : Tidak ada

2. Pemeriksaan Mata

- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)

- Konjunctiva : Anemis (+/+)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 2 mm

3. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)

4. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),

rinore (-/-)

2

Page 3: Chronic Kidney Disease

5. Pemeriksaan Mulut

dan Faring

: Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir

kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), ikterik (-)

tonsil : dbn.

6. Pemeriksaan Leher

- Trakea : Deviasi trakea (-)

- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar

lymphonodi

: Tidak membesar, nyeri (-)

- JVP : Tidak meningkat

7. Pemeriksaan Thorax

Paru-paru

- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

- Palpasi : Gerak napas dan vokal fremitus kanan = kiri

- Perkusi : Sonor pada kudua pulmo

- Auskultasi : Suara dasar vesikuler berkurang

Suara tambahan Ronki -/- Wheezing -/-

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

- palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI Midaxilar Line

Anterior Sinistra

- Perkusi : Batas jantung

Batas kiri ICS VI Midaxilar Line Anterior

Sinistra

Batas kanan Midclavicula Line Dextra

Pinggang

jantung

SIC II LSB

- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, bising (-)

3

Page 4: Chronic Kidney Disease

8. Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : Flat simetris, darm steifung (-), darm contour (-),

penonjolan (-)

- Auskultasi : Peristaltik usus (+) N

- Palpasi : Supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-), Hepar /

Lien sulit dinilai, undulasi (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

9 Pemeriksaan Ekstremitas

- Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-), sianosis (-),

oedem (-)

- Inferior : Deformitas (-), ikterik (-), sianosis (-), oedem (+)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

04 Februari 2013 06 Februari 2013

Hb : 6,0 mg/dl Hb : 6,0 mg/dl

PCV : 18,2 Leukosit : 7.200 /cmm

GDS : 131 mg/dl Trombosit : 126.000

Kolesterol : 174 mg/dl PCV : 18,0

Ureum : 103 mg/dl GDS : 99 mg/dl

Creatinin : 10,18 mg/dl Ureum : 80 mg/dl

SGOT : 13 U/L Creatinin : 7,90

SGPT : 24 U/L Natrium : 143,3 mmol/L

Kalium : 4,31 mmol/L

Chlorida : 103,4 mmol/L

Rontgen thorax- Ukuran jantung membesar (CTR 58%)- Gambaran butterfly appearance pada paru

1.5 DIAGNOSIS KERJA

Chronic Kidney Disease (CKD) grade 5 dengan hipertensi grade II, CHF grade I

(NYHA), dan Anemia.

4

Page 5: Chronic Kidney Disease

1.6 TERAPI a. Non farmakologis

Diet rendah protein

b. Farmakologis

O2 4L/menit

IVFD NS asnet

ISDN 3x1

Furosemid 3x1

Ceftriaxone 2x1

Valsartan 2x1

Asam folat 2 x 1

Hemodialisa

5

Page 6: Chronic Kidney Disease

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDAHULUAN

Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi

dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal

ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang

tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Glomerulonefritis dalam beberapa

bentuknya merupakan penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal

kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan

disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal tahap akhir yang

diterima pasien, diabetes mellitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama

gagal ginjal kronik.2

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua

organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan

hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien

yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa

ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal.1,2

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1 :

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa

kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan

dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan

ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m²,

tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

6

Page 7: Chronic Kidney Disease

2.2 KLASIFIKASI1

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar

derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat

penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus

Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan *

72x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun,

infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh

darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis

kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

7

Page 8: Chronic Kidney Disease

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini

meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta

diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara

berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta

penduduk pertahun.1,2

2.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi

kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron

secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi

“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan

tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat

akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang

progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan

aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan

konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut.

Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai

oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1,2

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis

glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit

ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan

mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan

tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,

mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu

makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,

8

Page 9: Chronic Kidney Disease

pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,

peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,

mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti

infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga

akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG

dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien

sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain

dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal.1

2.5 PENDEKATAN DIAGNOSTIK

Gambaran Klinis 1,3,4,5

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeks

traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus

Eritomatosus Sistemik (LES),dll.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, khlorida).

Gambaran Laboratorium 1,3,4,5

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk

memperkirakan fungsi ginjal.

9

Page 10: Chronic Kidney Disease

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.

Gambaran Radiologis 1,3,4,5

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh

toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa

kalsifikasi.

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.6 PENATALAKSANAAN

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan

derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana

1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

pemburukan (progession) fungsi ginjal,

memperkecil resiko kardiovaskuler

2 60-89 menghambat pemburukan (progession) fungsi

ginjal

3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 terapi pengganti ginjal

10

Page 11: Chronic Kidney Disease

Terapi Nonfarmakologis: 1,5

a. Pengaturan asupan protein:

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt,

sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu

dianjurkan. protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya

merupakan protein biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35

kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi

pasien. bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat

ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak

disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang

terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang

mengandung ion hydrogen, fosfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan

melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien dengan

Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan

ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut

uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan

berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein

berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal

berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus

hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.

Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,

karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan

fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK

LFG

ml/menit

Asupan protein g/kg/hari

>60 tidak dianjurkan

25-60 0,6-0,8/kg/hari

5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam

keton

<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan

asam amino esensial atau asam keton.

11

Page 12: Chronic Kidney Disease

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang

sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

i. Besi: 10-18mg/hari

j. Magnesium: 200-300 mg/hari

k. Asam folat pasien HD: 5mg

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis 1,2,3,4:

a. Kontrol tekanan darah

- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin

dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul

hiperkalemia harus dihentikan.

- Penghambat kalsium

- Diuretik

b. Kontrol gula darah

Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan

obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe

1 0,2% diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.

c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada

penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal

lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi,

kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup

eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun

kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 % atau

12

Page 13: Chronic Kidney Disease

hematokrit ≤ 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber

perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain

sebagainya. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat

mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi

ginjal.

d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering

terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi

hiperfosfatemia dan pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat

absorbs fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal

ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.

e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

f. Koreksi hiperkalemia

Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.

Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia

jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung

kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus

dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium

dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium

yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema

yang terjadi.

g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan

statin

h. Terapi ginjal pengganti.

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa

hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

2.7 KOMPLIKASI

13

Page 14: Chronic Kidney Disease

Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah

Penyakit kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan

elektrolit, osteodistrofi renal dan anemia.

BAB III

14

Page 15: Chronic Kidney Disease

PEMBAHASAN

Pada pasien ini, diagnosis Penyakit Ginjal Kronik dapat ditegakkan dari

manifestasi klinik yang ada pada penderita yaitu mual dan pusing yang merupakan

tanda tanda uremia, tampak anemis dan pucat. Dari hasil pemeriksaan darah, ureum

dan creatinin penderita sangat meningkat sekali dengan hasil ureum 103 mg/dl dan

Creatinin 10,18 mg/dl.

Dari anamnesis, kemungkinan penyebab gagal ginjal yang terjadi pada pasien

disebabkan kebiasaan hidup pasien yang sering minum jamu dan minuman bersoda.

Akibat paparan zat diatas yang bersifat nefrotoksik akan menimbulkan kerusakan

masa nefron. Seringnya mengkonsumsi obat obat pengurang rasa sakit mungkin

mempercepat perburukan ginjal pada pasien.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan *

72x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Berdasarkan rumus diatas dan dengan memasukkan data pemeriksaan yang

ada pada pasien maka didapatkan hasil LFG penderita sebesar 5,77 ml/menit/1,73m².

Hasil LFG penderita ini sudah masuk kedalam Penyakit Ginjal Kronik stadium 5.

Treatment yang didapatkan penderita bersifat simtomatik untuk mengurangi

gejala yang ada dan mengatasi beberapa komplikasi yang terjadi akibat Penyakit

Gagal Ginjal Kronik itu sendiri seperti asam folat untuk anemia, ACE inhibitor untuk

mengontrol hipertensi, Osteocal untuk mencegah osteodistrofi renal. Jika dilihat dari

hasil LFG pasien ini, terapi pangganti ginjal sudah merupakan indikasi. Terapi

pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG

kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,

peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

15

Page 16: Chronic Kidney Disease

BAB IV

KESIMPULAN

1. Pasien tersebut menderita penyakit ginjal kronis stadium V

2. Terapi yang dianjurkan yaitu terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis,

dialysis peritoneal atau transplantasi ginjal.

16

Page 17: Chronic Kidney Disease

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hlm 581-584.

2. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 2000. Gagal Ginjal Kronik. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta : EGC. Hlm 1435-1443.

3. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri,R., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Hlm 531-534.

4. Suhardjono, Lydia, A., Kapojos, E.J., et al. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : FKUI. Hlm 427-434.

5. Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

17