53
Chapter 51 Rhinoplasty Rhinoplasty merupakan salah satu prosedur yang paling menantang pada bidang operasi plastic. Ahli bedah rhinopalsty harus mengerti berdasarkan anatomy, kemampuan untuk melakukan analisis nasofasial untuk menentukan rencana operasi dan kemampuan untuk melaksanakan teknik yang memanipulasi tulang, kartilago dan jaringan ikat. Kemampuan ini harus didukung dengan kemampuan untuk meningkatkan nilai estetika terhadap mata dan prosesnya untuk menghasilkan keindahan pada area wajah lainnya. Anatomy Hidung dapat dibedakan menjadi kulit eksternal dan jaringan ikat, bagian yang mendasarinya (tulang dan kartilago) dan ligamen pendukungnya. Hal ini sangat penting bagi ahli bedah rhinopalsty sehingga harus mengenal dan mengetahui morphologi dan variasi yang mungkin terjadi pada setiap strukturnya. Oleh karena itu, kombinasi diantara hal tersebut harus diaplikasikan. Kulit Kulit hidung tidak seragam. karena ada yang tebal, mobilitas dan karakter dari kelenjar sebaseous sangat beragam pada sepanjang hidung. 2/3 bagian atas dari hidung lebih tipis kira-kira 1300µm sedangkan ketebalan pada 1/3 bagian bawah kira-kira 2400 µm(1). 2/3 bagian atas hidung juga lebih mobile dan sedikit sebaseous daripada bagian 1/3 caudal. Hal ini penting untuk diingat bahwa sepanjang bagian dorsum dihasilkan dari kombinasi konveksitas

Chapter 51 Rhinoplasty

Embed Size (px)

DESCRIPTION

RP

Citation preview

Chapter 51 Rhinoplasty

Rhinoplasty merupakan salah satu prosedur yang paling menantang pada bidang operasi plastic.

Ahli bedah rhinopalsty harus mengerti berdasarkan anatomy, kemampuan untuk melakukan

analisis nasofasial untuk menentukan rencana operasi dan kemampuan untuk melaksanakan

teknik yang memanipulasi tulang, kartilago dan jaringan ikat. Kemampuan ini harus didukung

dengan kemampuan untuk meningkatkan nilai estetika terhadap mata dan prosesnya untuk

menghasilkan keindahan pada area wajah lainnya.

Anatomy

Hidung dapat dibedakan menjadi kulit eksternal dan jaringan ikat, bagian yang mendasarinya

(tulang dan kartilago) dan ligamen pendukungnya. Hal ini sangat penting bagi ahli bedah

rhinopalsty sehingga harus mengenal dan mengetahui morphologi dan variasi yang mungkin

terjadi pada setiap strukturnya. Oleh karena itu, kombinasi diantara hal tersebut harus

diaplikasikan.

Kulit

Kulit hidung tidak seragam. karena ada yang tebal, mobilitas dan karakter dari kelenjar

sebaseous sangat beragam pada sepanjang hidung. 2/3 bagian atas dari hidung lebih tipis kira-

kira 1300µm sedangkan ketebalan pada 1/3 bagian bawah kira-kira 2400 µm(1). 2/3 bagian atas

hidung juga lebih mobile dan sedikit sebaseous daripada bagian 1/3 caudal. Hal ini penting untuk

diingat bahwa sepanjang bagian dorsum dihasilkan dari kombinasi konveksitas dasar

osseokartilago yang dikombinasikan dengan aforementioned variasi pada ketebalan dari kulit

dorsal.

Perbedaan pada karakter kulit juga terjadi diantara perbedaan etnik subpopulasi. Perbedaan ini

harus diketahui selama proses preoperative , seperti ketipisan dari kulit menunjukan alterasi

minor pada bagian yang mendasarinya, dimana pada bagian kulit yang lebih tebal membutuhkan

manipulasi yang lebih agresif untuk mendaptkan hasil yang diinginkan.

Otot

Walaupun ada beberapa otot pada hidung, 2 otot adalah bagian yang penting pada rhinoplasty-

levator labii alaeque nasi dan depressor septi nasi. Levator labii alaeque nasi berperan untuk

menjaga kekuatan katup external nasal, ketika depressor septi nasi dapat memendek pada bagian

bibir atas dan setelah projeksi penutupan mulut jika over aktif.

Efek dari depressor septi harus dievaluasi sebagai bagian dari preoperative analisis nasofasial

dan dapat dikenali oleh penurunan cuping hidung dan pemendekan pada bibir bagian atas ketika

bergerak (khususnya saat senyum). Pada beberapa grup pasien yang memiliki otot ini secara

signifikan berhubngan dengan gambaran dari hidung, secara diseksi dan transposisi otot ini dapat

dilakukan.

Suplai peredaran darah

Suplai peredaran darah pada hidung dibedakan menjadi 2 yaitu cabang dari ophthalmic arteri

yang merupakan cabang dari arteri fasial. (gambar 51.1).

Cabang columellar terdapat 68,2% semasa usia (2). Cabang ini transected dibuka denan

menggunakan insisi transcolumellar. Hal ini meninggalkan lateral nasal dan dorsal nasal arteri

yang mengaliri aliran darah ke cuping hidung. Langkah harus diambil untuk melindungi

pembuluh darah ini khususnya jika prosedur pembukaan dilakukan. Oleh karena itu, ketika insisi

transcolumellar digunakan untuk memperluas bagian alar reseksi harus dihindari, sehingga

lateral nasal arteri ditemukan 2-3 mm diatas atap bagian alar. Selanjutnya, extensive debulking

pada cuping hidung harus dihindari karena subdermal plexus bisa terkena cedera yang dapat

menyebabkan kulit nekrosis.

Vena dan pembuluh limfatik berada pada bagian subkutan yang terdapat secara superfisial

terhadap musculoaponeurotik pada bagian atas perichondrium sehingga untuk menghindari

cedera pada semua struktur ini. Hal ini meminimalisir pendarahan dan edema post operasi.

Dasar Osseocartilaginous

Dasar hidung osseocartilaginous dibentuk dari 3 bagian yaitu bagian tulang, kartilago bagian atas

dan kartilago bagian bawah. Bagian tulang adalah terdiri dari 2/3 bagian atas hidung, yang

terbuat dari sepasang tulang nasal dan bagian ascending frontal maxilla. Ketebalan tulang

beragam, dengan bagian tertebal hanya pada bagian atas canthal. Sehingga menghasilkan

osteotomies yang sangat jarang diindikasikan diatas tingkat ini.

Dasar kartilago atas atau bagian tengah terbuat dari sepasang kartilago lateral atas (ULCs) dan

dorsal kartilago septum. Hal ini mulai sebagai “keystone” area dimana tulang nasal overlap

ULCs. Secara normal, bagian ini merupakan bagian terlebar dari dorsum dan membentuk “T”

secara cross-section (gambar 51.2).

Deformitas inverted V dan atau disrupsi pada garis dorsal aestetik dapat terjadi jika area bagian

tengah overresected selama reduksi dorsal hump. Salah satu komponen dari reduksi septum

dorsal dengan atau tanpa peluasan penempatan graft, hal ini direkomendasikan untuk menhindari

komplikasi tersebut.

Dasar kartilag bagian bawah terbentuk dari medial, middle dan lateral crura dan mulai dari

bagian bawah kartilago lateral (LLCs) overlap ULCs yang disebut dengan “scroll area”. LLCs

berhubungan dengan satu sama lain yaitu ULCs dan septum oleh jaringan fibrosa dan ligament

(gambar 51.3). disrupsi ligament ini selama rhinoplasty dapat menghasilkan projeksi yang tidak

diinginkan, membutuhkan rekonstruksi untuk merawat dan menaikan tip support.

Fungsi hidung

Fungsi hidung khususnya untuk pernapasan, humidifikasi, filtrasu, regulasi temperature dan

pelindung yang diregulasi oleh cuping hidung, rongga dan katup nasal (internal dan eksternal).

Penyusun septum yaitu septal cartilage, perpendicular plate ethmoid dan nasal crest pada maxilla

dan vomer (gambar 51.4). aliran udara laminar dapat terganggu karena deformitas septal dan

dapat menyebabkan hipertrofi sekunder turbinate.

Hal ini penting untuk dianalisis dan diketahui semua bagian septum ketika berhubungan dengan

deformitas septal. Selanjutnya hal ini harus dicatat bahwa cribiform plate berhubungan dengan

perpendicular plate pada ethmoid sehingga perhatian yang penuh harus diberikan ketika

melakukan reseksi struktur ini sehingga meminimalkan risiko terjadinya konsekuensi berat

seperti anosmia, cerebral spinal fluid (CSF) rhinorrhea atau ascending infeksi/meningitis.

Turbinate adalah ekstensi lapisan mukosa pada lateral rongga hidung. Turbinate membentuk

cylical dan kontraksi oleh system saraf otonom. Fungsinya adalah untuk membantu transport

udara selam pernapasan dan menghangatkan udara inspirasi dan udara ekspirasi. Inferior

turbinate khususnya bagian paling anterior, memiliki peran yang besar terhadap resistensi aliran

udara, menyediakan sampai 2/3 total resistensi aliran udara(3). Turbinare patologi sering

ditemukan pada reseksi submukosal dan atau outfracture teknik. Satu hal yang harus

diperhatikan walaupun untuk menghindari overreseksi dapat menyebabkan efek samping pada

regulatori dan fungsi fisiologi dan dapat menyebabkan pembentukan crust, perdarahan dan

disfungsi nasal silia.

Katup nasal internal adalah sudut yang dibentuk oleh junction nasal septum dan caudal margin

dari kartilago lateral atas dan biasanya 10-15 derajat (gambar 51.5).

Hal ini menyebabkan hamper 50% resistensi aliran udara total dan segment yang paling sempit

pada aliran udara hidung. Oleh karena itu, bagian head (sebagian besar anterior) pada inferior

turbinate dapat menjadi hipertrofi yang menyebabkan diminishment area cross sectional bagian

ini. Secara tradisional, positif Cottle sign (lateral traksi pad pipi menyebabkan peningkatan aliran

udara) tanda koleps dari katup nasal internal dan indikasi yang dibutuhkan peluasan graft untuk

meningkatkan sudut katup dan stent aliran udara terbuka.

Katup ekstenal nasal adalah bagian caudal terhadap katup internal da nada vestibule yang

menyediakan jalan masuk ke hidung. Katup ini dapat terobstuksi oleh factor ekstrinsik seperti

benda asing, atau factor instrinsik seperti kelemahan atau koleps katilago lateral bawah,

kehilangan vestibular skin atau pemendekan cicatrical. Terdapat banyak pilihan untuk

memperbaiki masalah potensila ini termasuk tidak untuk membatasi, grafting kartilago (alar

batten graft, lateral crural strut graft), graft jaringan ikat (mucosal, kulit atau composite graft),

lisis adhesi atau revisi skar.

Penilaian preoperative

Tingkat ekspektasi pasien harus dinilai sebagai acuan untuk intervensi operasi. Menurut Gunter

dan Gorney (4) memiliki pendapat tentang tanda bahaya yang dapat menghambat oleh pasien

tertentu. Pasien yang masuk kepada kriteria harus diberikan peringatan, sebagai intervensi bedah

jangan terpengaruh kepada interes dari ahli bedah ataupun pasien.

Gorney membandingkan pasien yang ingin terhadap derajat deformitas yang dapat derjadi

(gambar 51.6). pasien ditentukan berdasarkan calon untuk dilakukan operasi yaitu derajat

pengertian mereka mengenai deformitas. Bagaimanapun ada beberapa pasien dengan derajat

pengetahuan yang tidak sesuai dengan derajat deformitas. Pasien sering memiliki tingkat

ekspektasi terhadap kemampuan operasi untuk meningkatkan keindahan sehingga hal tersebut

harus dihindari. Selanjutnya, tergantung derajat deformitas, jika tingkat kemapuan dan keahlian

dibutukan untuk rhinoplasty berdasarkan kepada kemampuan ahli bedah, pasien seharusnya

dirujuk ke ahli bedah lain yang lebih ahli.

Computer imaging sangat berguna untuk memberikan pasien dengan tingkat visual untuk

memahami cara mengantisipasi outcome/keluaran, walaupun gambaran tidak berarti untuk

menjamin hasil dari pembedahan. Gambaran ini dapat dikombinasi dengan anterior terstandar,

oblique, lateral dan gamabran basal. Sangat membantu untuk menggambarkan perencanaan hasil

operasi.

Analisis nasofasial

Akurasi, sistematik dan kemampuan analisis nasofasial adalah yang sangat penting untuk

menentukan sebagian rencana operasi. Tidak hanya hidung yang harus diperhatikan cermat, tapi

juga harus memperhatikan bagian pada wajah lainnya sehingga akan terbentuk keseimbangan

proporsi wajah yang sesuai. Hal ini membutuhkan evaluasi pada pasien preoperative yaitu

asimetris wajah yang natural sehingga pasien dapat lebih mengerti jelas apa yang ada sebelum

intervensi operasi dilakukan.

Tipe kulit, ketebalan dan tektur harus dievaluasi. Hal ini penting karena ketebalan kulit,

sebaseous kulit lebih banyak dibutuhkan dan modifikasi agresif serta osseocartilagonous yang

mendasarinya akan berubah berdasarkan camouflaged, dimana kulit yang lebih tipis akan

menunjukan perubahan minor.

Analisis nasofasial dilakukan secara sistematik, menggunakan methodical fashion. Dibawah ini

adalah beberapa hal yang sering berhubungan dan proporsi yang digunakan untuk menganalisa

pasien rhinoplasty. Secara umum untuk perempuan kulit putih tapi dapat dimodifikasi tergantung

pada etnis dan gender pasien (5). Hal ini penting untuk diingat bahwa proporsi secara umum

merupakan pedoman. Untuk mendapatkan keseimbangan nasofasial yang optimal, setiap hidung

harus dievaluasi secara terpisah pada pasien.

Wajah dibedakan menjadi 3 menggunakan garis horizontal tangent terhadap hairline, brow (pada

level supraorbital notch), dasar hidung, dan dagu (menton). Sepertiga atas (antara hairline dan

brow) sangat bervariasi hal tersebut tergantung pada hairline dan gaya rambut dan oleh karena

itu kurang penting. Sepertiga tengah diantara brow dan nasal base. Sepertiga bawah wajah dapat

dibedakan menjadi sepertiga yang tervisualisasi secara garis horizontal antara oral commisures

(stomion). Sepertiga atas dibedakan antara nasal base dan oral commissure dan 2/3 bawah antara

commissure dan menton. (gambar 51.7). Deviasi dari proporsi ini dapat menjadi sinyal adanya

anomaly dari craniofasial yang mendasarinya seperti vertical maxillary excess atau maxillary

hypoplasia yang dapat dibutuhkan untuk menjadi awal lokasi rhinoplasty. Dasar yang harus

diketahui sebelum hidung dibentuk adalah tempat awalnya.

Panjang hidung (radiks ke tip atau R-T) harus sama antara jarak stomion terhadap menton (S-M).

Hubungan bibir dan dagu harus dinilai ketika dropping garis vertical dari titik ½ tangent panjang

hidung ideal terhadap vermillion bibir atas. Bibir bawah harus berada kira-kira 2 mm sebelum

garis ini. Posisi dagu ideal bervariasi berdasarkan gender, dengan tempat dagu sedikit ke

posterior terhadap bibir bawah wanita tapi sama teradap bibir bawah pria. Orhtodontik, ahli

bedah orthodontic atau dagu implant dapat dibutuhkan untuk meningkatkan keseimbangan wajah

secara keseluruhan jika ada discrepancy pada hubungan tersebut. (gambar 51.9).

Hidung sendiri harus diketahui dari gambaran anteroposterior (AP). Garis vertical digambar dari

midglabellar area ke menton, pemotongan dua nasal ridge, bibir atas, Cupid’s bow, dan sentral

incisor (jika pasien memiliki penutupan normal). Ada deviasi nasal dari garis ini sering

membutuhkan untuk dilakukannya pembedahan septal. (gambar 51.10).

Garis estetika dorsal curvilinear dapat diikuti dari originnya pada supraorbital ridge kearah

konvergen pada level medial canthal ligament. Dari sini, they flare sedikit sebagai keystone area

dan kemudian diikuti kebawah ke titik tip defining, sedikit diverging dari satu sama lain

sepanjang dorsum selama prosesnya. Lebar ideal dari garis estetika dorsal seharusnya

diperkirakan sama terhadap lebar titik tip defining lain atau jarak interphiltral. (gamabr 51.11)

Lebar normal dasar alar adalah sama terhadap jarak interchantal atau lebar pada sebuah mata.

Jika lebar dasar alar adalah lebih besar dari jarak interchantal, penyebab yang mendasarinya

harus diperiksa. Jika discrepancy adalah hasil akibat sempitnya jarak interchantal, hal ini lebih

baik diberikan sedikit alar base yang lebih lebar. Jika terdapat peningkatan lebar interalar, nostril

sill resection bisa menjadi indikasi. Jika terdapat peningkatan lebar sekunder terhadap alar

flaring (>2-3 mm keluar alar base), reseksi alar base harus dipikirkan. Dasar tulang harus sama

sekitar 80% dari lebar alas base (gambar 51.12). jika dasar tulang lebih besar dari 80% lebar alar

base, dapat dilakukan osteotomies. Penyempitan dorsum berlebih harus dihindari pada pria

karena dapat menyebabkan terlihat “over feminized”.

Alar rims diperiksa untuk kesimetrisan. Normalnya, flare sedikit keluar pada direksi inferolateral

(gambar 51.13).

Tip dinilai dengan menggambar 2 segitiga equilateral dengan dasar yang berlawanan (gambar

51.14). supratip break, titik tip defining dan sudut columellar lobular berfungsi sebagai

landmark untuk menggambar segitiga ini. Jika segitiga ini asimetris, pasien akan membutuhkan

tip modifikasi.

Penilaian terakhir secara frontal terhadap outline dari alar rims dan columella. Normalnya, garis

luar ini harus bergabung menjadi sebuah seagull in gentle flight. Jika sudutnya terlalu steep,

pasien sepertinya memiliki peningkatan infratip lobular yang tinggi. Conversely, jika sudut/curve

terlalu datar, pasien harus menunjukan collumelar yang menurun sehingga membutuhkan

collumellar dan atau alar rim modifikasi. (gambar 51.15)

Gambaran basal hidung akan dinilai selanjutnya, dimana kedua garis luar nasal base dan nostril

itu sendiri dianalisa. Outline nasal base harus digambarkan segitiga equilateral dengan rasio

lobule terhadap nostril 1:2 (gambar 51.16). nostril sendiri harus memiliki teardroplike geometry,

yang orientasi axis panjang dengan direksi sedikit medial. (dari dasar ke apeks).

Perhatian sering berubah ketika lateral view, mulai dengan analisa sudut nasofrontal. Sudut ini

terhubng dengan brow dan nasal dorsum lewat soft concave curve.

Sudut pada apeks (radiks) harus berada antara lipatan supratarsal dan upper lid lashes, dengan

mata pada posisi natural horizontal. Sudut ini dapat beragam antara 128 dan 140 derajat, tapi

idealnya kira-kira 134 derajat pada wanita dan 130 derajat pada pria.

Hal ini penting untuk dicaat bahwa perceived panjag nasal dan projeksi tip dapat dipengaruhi

oleh posisi sudut nasofontral. Singkatnya, hidung dapat terlihat lebih elongasi jika sudut

nasofrontal diposisinya lebih anterior dan superior daripada normal. Singkatnya, sudut nasofasial

(didefinisikan sebagai junction dari dorsum nasal dengan vertical fasial plane) menurun dan

projeksi tip akan terlihat menghilang (garis kuning). Conversely, hidung dapat terlihat lebih

pendek jika sudut nasofrontal diposisinya terlalu posterior dan atau inferior. Pada kasus ini, tip

dapat juga terlihat lebih projecting (garis merah) (gambar 51.17). idealnya, sudut nasofasial

seharusnya ditentukan antara 32 dan 37 derajat.

Ketika masih menganalisa lateral view, tip projeksi ditentukan. Hal ini dapat dilakukan dengan 2

cara. Pertama adalah menggambar garis horizontal dari junction alar ke pipi terhadap tip hidung.

Jarak antara titik ini harus sama dalam 2 hal yaitu (a) lebar alar base dan (b) 0,67 x R-T (gambar

51.18). cara kedua adalah menilai projeksi tip untuk memeriksa berapa banyak tip yang berada

anterior terhadap garis ini, projeksi harusnya normal. Jika tip projeksi pada sisi luar proporsi ini,

hal ini akan membutuhkan tip modifikasi (gambar 51.19).

Dorsum dianalisa selanjutnya dengan menggambar garis dari radix ke tip defining point. Pada

wanita, idela estetika dorsum nasal seharusnya berada kira-kira 2 mm dibelakang dan parallel ke

garis ini tapi pada pria, ini seharusnya mendekati garis untuk menghindari hidung feminizing

(gambar 51.20).

Derajat supratip break juga dievaluasi secara lateral view. Break ini membentuk untuk

menentukan hidung dan memisahkannya dari tip dorsum. Sedikit supratip break ditujukan pada

wanita tidak pada pria.

Derajat rotasi tip dinilai oleh evaluasi sudut nasolabial, yang sudut dibentuk antara garis

coursing sampai sebagian besar anterior dan posterior edge dari nostril dan plumb line dropped

perpendicular ke natural horizontal fasial plane (gambar 51.21). sudut ini biasanya antara 95 dan

100 derajat pada wanita dan antara 90 dan 95 derajat pada pria.

Sudut nasolabial sering memusingkan dengan sudut columellar labial, yang dibentuk pada

junction columella dengan infratip lobul (gambar 51.22). sudut ini normalnya antara 30 da 45

derajat. Prominent caudal septum dapat menyebabkan peningkatan kepenuhan area ini, yang

dapat memberikan ilusi peningkatan rotasi, despite sudut normal nasolabial.

Hubungan alar-columellar dinilai dengan menggambar sebuah garis melalui long axis nostril dan

keduanya, perpendicular line digambar dari alar rim ke columellar rim yang memotong axis ini.

Jika hubungan alar columellar normal, jarak antara alar rim (titik A) ke garis long axis (titik B)

seharusnya sama jaraknya antara garis long axis ke columellar rim (titik C) (AB=BC~2 mm)

(gambar 51.23). jika tidak normal, deformitas dapat diklasifikasikan menjadi 6 kelas(6). Kelas 1-

3 digambarkan peningkatan tampakan columellar, dimana kelas 4-6 menunjukan penurunan

tampakan columellar. Terapi untuk discrepancy bervariasi berdasarkan kelas.

Bagian kritikal final dari analisis preoperative adalah pemeriksaan intranasal yang dilakukan

dengan nasal speculum, lampu kepala dan vasokonstriksi. Deformitas atau abnormalitas septum,

turbinate dan katup internal nasal harus dievaluasi.

Tabel 51.1 penyebab yang menimbulkan hypertrofi inferior turbinate

Autonomic

Vasomotor rhinitis, stimulasi sexual, emosi

Environmental/lingkungan

Rhinitis alergi, debu, tembakau

Pengobatan/obat

Inflammatory, hyperthyroidisme, kehamilan, rhinitis medikamentousa

Anatomi

Berhubungan dengan deviasi nasal septum *dapat juga congenital

Jika turbinate hipertrofi diidentifikasi, etiologi yang mendasarinya harus diinvestigasi dan

riwayat detailnya harus didapatkan, sebagai pembesaran dapat terjadi congenital atau didapat.

Jika didapat, itu dapat dihasilkan secara otonomik, lingkungan, obat atau factor anatomi.

Teknik operasi

Type pendekatan operasi

Terdapat 2 sekolah yang melakukan pendekatan rhinoplasty modern- pendekatan terbuka dan

pendekatan tertutup. Walaupun kedua pendekatan tersebut memiliki keuntungan dan kerugian,

hal penting untuk mengenali keduanya penting. Pengalaman operasi tailors pendekatan terhadap

pasien dengan deformitas anatomi. Regardless pendekatan, bagaimanapun modifikasi dibuat

berdasarkan kepada type insisi pilihan yang digunakan. Tabel 51.2 kesimpulan rasional untuk

dilakukan pendekatan terbuka (open approach). Tabel 51.3 kesimpulan keuntungan untuk

pendekatan secara endonasal (tertutup).

Banyak pengalaman ahli bedah mengacu pada pendekatan terbuka sebagai afford paparan penuh

pada dasar nasal, menghasilkan akurasi diagnosis pada semua penyebab potensial baik itu nasal

obstruksi aliran napas, atau penyebab deformitas secara kosmetik. Selanjutnya, ketepatan

manipulasi beragam struktur dapat dilakukan dan dynamic interplay antara struktur harus

diperhatikan, memberikan hasil yang diinginkan (reproducible). Menggunakan pendekatan

terbuka secara kuat memberikan pada 3 bagian sirkumstansi: (a) post traumatic deformitas

dimana komplit release pada semua intrinsic dan ekstrinsik deforming sangat mungkin terjadi (b)

sekunder/bedah revisional dan (c) ketika kompleks tip modifikasi sangat mungkin terjadi.

Pendekatan tertutup menempatkan dirinya baik terhadap pasien yang memiliki deformitas dorsal

hump terisolasi atau dimana hanya perubahan minimal yang dibutuhkan untuk modifikasi

struktur tip. Singkatnya, kami menganjurkan melakukan pendekatan insisi marginal. Ini

dikombinasikan dengan insisi interkartilaginous pada kasus perbaikan minor tip agar mencukupi

pengantaran kartilago dan paparan. Hemitransfiksi atau insisi transfiksi digunakan jika caudal

septum membutuhkan di addressed.

Tabel 51.2 alasan rasional untuk dilakukan pendekatan terbuka rhinoplasty

Keuntungan yang didapatkan Kerugian yang potensial didapat

Visualisasi binocular Insisi eksternal nasal (trancolumellar scar)

Evaluasi lengkap deformitas tanpa distorsi Waktu operasi yang lebih panjang

Diagnosis tepat dan koreksi deformitas Edema protracted nasal tip

Menginzinkan menggunakan kedua tangan Pemisahan insisi columellar

Lebih banyak pilihan dengan jaringan original

dan graft kartilago

Penyembuhan luka yang lamban

Control langsung pendarahan dengan

elektrokauter

Stabilisasi jahitan pada graft (terlihat dan tak

terlihat)

Tabel 51.3. alas an rasional dilakukan pendekatan tertutup rhinoplasty

Keuntungan Kerugian

Tidak meninggalkan luka external Membutuhkan pengalaman dan reliansi yang

besar pada akurasi diagnosis preoperasi

Diseksi terbatas pada area yang dibutuhkan

modifikasi

Menghambat visualisasi simultan pada lapang

pandang bedah oleh pengajar bedah dan

murid

Mengizinkan kreasi untuk precise pocket Jadi

material graft sesuai tentunya tanpa

membutuhkan untuk fixasi

Tidak dizinkan visualisasi langsung pada

anatomi hidung

Mengizinkan fiksasi perkutaneus ketika large

pocket dibuat

Membuat diseksi pada alar kartilago sulit,

sebagian kasus malposisi

Proses penyembuhan dengan menjaga aliran

peredaran darah

Memberikan akurasi preoperasi diagnosis dan

perencanaan

Prosedur minimal edema post surgical,

mengurangi waktu operasi, menghasilkan

penyembuhan pasien yang cepat, membuat

intak tip graft pocket, mengizinkan untuk

composite grafting ke alar rims

Anestesi- persiapan preoperasi

Baik secara local anestesi dengan sedasi intravena (IV) atau anestesi umum data digunakan.

Setelah induksi, nasal vestibule disiapkan dengan penjepitan pada nasal vibrissae dan swabbing

keseluruhan nostril dengan larutan betadine. Sebelum injeksi anestesi local, garis insisi

diantisipasi adalah penandaan (transcolumellar stairstep, jika menggunakan pendekatan terbuka)

sehingga tidak distort anatomi. Kira-kira 10 mL lidocaine 1% dengan 1:100.000 epinephrine

diinjeksi kedalam mukosa intranasal sepanjang septum dan kedalam penutup jaringan ikat.

Penambahan anestesi local diberikan pada inferior turbinate ketika inferior turbinoplasty

diantisipasi.

Setelah injeksi, penutup katun dengan cairan vasoconstrictor dipasang, 3/naris untuk shrink

mukosa nasal, fasilitasi paparan, dan minimalisir kehilangan darah. Oleh karena itu, kami

memilih oxymetazoline (afrin) 4% cocaine dapat digunakan. Pack tenggorok hati-hati dipasang

di posterior oropharing untuk mencegah inadvertent digesti darah selam proses operasi sehingga

membantu mencegah mual dan muntah pos operasi. Pada titik ini, pasien disiapkan dan di draped

untuk operasi.

Insisi

Pendekatan tertutup (operasi tertutup)

Terdapat 2 teknik dasar- non delivery dan delivery. Digunakan untuk akses pada endonasal

rhinoplasty. Pendekatan nondelivery dapat digunakan baik dengan kartilago splinting

(transkartilaginous) insisi atau eversi (retrograde) insisi. Insis transcartilaginous dibentuk oleh

insisi beberapa millimeter cephalad ke caudal margin dari lateral middle crura. Ini memberikan

rim strip untuk mendukung ala. Paparan difasilitasi oleh kait ganda retraksi dikombinasi dengan

alar eversi digital. Kartilago diekspose utnuk reseksi oleh disekting vestibular skin katilage. Pada

pendekatan eversi, baik itu keseluruhan kartilago , insisi vestibular dibuat pada cephalic sebagian

besar margin lower lateral cartilage. Teknik paparan yang sama digunakan seperti yang

dijelaskan diatas. Keuntungan secara teoritis terhadap insisi ini adalah menjaga caudal alar

margin dan mencegah deformitas potensial scar kontraktur pada area ini.

Pendekatan Delivery digunakan pada beberapa kasus dimana moderate kompleksitas dibutuhkan.

Hal ini khususnya dibutuhkan dimana ada signifikan tip bidifity. Lagi, margin kartilago

delineated, dengan double hook retraksi pada ala dan digital counterpressur dan pisau no 15

scalpel adalah digunakan untuk membuat insisi interkarlago dimulai hanya diatas margin

cephalic dari lateral crus. Insisi dilakukan dari lateral ke medial kira-kira 2 mm caudal dan

parallel ke limen vestibule. Subsequently, insisi marginal dibuat sepanjang margin caudal ke

lower lateral kartilago, dari lateral crus ke medial crus berakhir pada columellar lobular junction

(gambar 51.24). jaringan ikat kemudian diseksi dari kartilago pada plane hanya sedikit atas

perichondrium, termasuk melewati septum dorsal kartilago. Prosedur yang sama diulangi pada

sisi yang berlawanan dan 2 insisi dihubungkan pada garis tengah antara sudut anterior septal,

berkahir pada insisi hemitransfixion. Tentunya, hal ini dapat meluas untuk memenuhi insisi

hemitransfixion, jika ada indikasi. Lower lateral kartilago kemudian diseksi bebas dari jaringan

yang mengelilinginya dan delivered keluar insisi. Insisi dapat meluas dan jaringan ikat

dibawahnya lebih agresif jika ada kesulitan delivering kartilago. Modifikasi dapar dibuat sejak

kartilago dan domes delivered.

Pendekatan terbuka (operasi)

Transcolumellar stairstep insisi melintang ke bagian yang paling sempit dari columella secara

umum. Keuntungan stairstep termasuk provision landmark untuk akurasi penutupan, mencegah

garis kontraktur scar dan kemampuannya untuk menyamarkan scar.

Ekstensi infracartilaginous kemudian dilakukan secara bilateral, dari lateral ke medial, sepanjang

batas caudal pada kartilago lower lateral. Insisi bertemu pada insisi trancolumellar untuk operasi

lengkapnya. Paparan selama diseksi difasilitasi oleh double hook eversi alar dan digital counter

pressure (elektrocauter).

Penting untuk memperhatikan hal hal penting pada prosedur, seperti kesalahan yang dibuat

ketika mencoba untuk menentukan paparan. Oleh karena itu, insisi seharusnya untuk menjaga

superfisial dan batas kaudal kartilago lateral bawah seharusnya diidentifikasi awal sebelum

digunting untuk mencegah cedera pada kartilago yang dibawahnya.

Diseksi lapisan kulit

Perhatian ekstrim harus diberikan selama paparan nasal framework sehingga tidak mencederai

kartilago. Diseksi seharusnya carried out di supraperichondiral/submusculoaponeurotik plane

yang bertujuan untuk menghindari cedera pada arterial, vena dan suplai limfatik pada hidung.

Jika dilakukan dengan baik, seharusnya tidak ada sisa sisa jaringan ikat yang berada pada

kartilago lateral bawah. Diseksi ini adalah berlanjut kesuperior sampai terlihat dorsum kartilago

dan kartilago lateral atas sampai ke tulang pyramid encountered. Pada titik ini, dibatasi diseksi

subperiosteal dilakukan pada area bony dorsal hump yang butuh di addressed. Perawatan

diberikan untuk menghindari disrupsi pada semua penempelan periosteal ke tulang nasal, hal ini

dapat distabilisai ulang area dan menyebabkan penyembuhan dalam jangka waktu lama dan

potensial terjadinya malposisi tulang nasal khusunya jika osteotomy dilakukan. Perawatan juga

diberikan untuk menentukan bahwa kartilago lateral atas yang tidak menempel dari tulang nasal

oleh kesalahan diseksi dibawah tulang nasal (rather than on top)

Nasal dorsum

Teknik yang kami lakukan adalah reduksi bagian dorsal, yang termasuk pemisahan ULCs dari

septum, memisahkan reduksi incremental pada kedua kartilago septum dan deformitas tulang

dorsal, dan verifikasi dapat diterima kontur aktir dengan palpasi (7).

Pemisahan ULCs dari septum

Teknik reduksi komponen dorsal mulai dengan pembuatan bilateral superior subperichondrial

kanal bertujuan untuk meminimalisir trauma mukosa menghasilkan potensial internal nasal valve

stenosis atau vestibular webbing. Hal ini dilakukan dengan menaikan mucoperichondrium pada

dorsal septum adalah kearah caudocephalad dengan Cottle elevator sampai tulang nasal dicapai.

Transverse processes pada ULCs secara jelas dipisahkan dari septum nasi menggunakan scalpel

pisau no 15 (tanpa merusak mukosa).

Incremental reduksi komponen kartilago dorsal septal

Pada titik ini, septum kartilago dorsal dipisahkan kedalam 3 komponen yaitu septum ditengah

dan bagian transverse dari lateral ULCs. Dorsum kartilago kemudian direduksi pada incremental

fashion oleh reseksi dorsal hump deformitas dengan scalpel tajam lain atau gunting dalam serial

fashion. Hal ini dilakukan dibawah penglihatan langsung. Perawatan diberikan untuk

menghindari kerusakan pada adjacent ULCs. Pada kasus jarang, ULCs dapat membutuhkan

reseksi, walaupun hal ini tidak rutin dilakukan pada praktek kami. Jika dibutuhkan, itu harus

dilakukan dengan hati-hati sebagai overreseksi pada ULCs dapat menyebabkan koleps katup

nasal internal dan iregularitas dorsal jangka panjang. Perawatan bagian transverse pada ULCs

juga memberikan (preserves) garis estetika dorsal. Jika septum dan ULCs ditarik ke bawah en

bloc (bukan bagian dari fashion), rounded dorsum akan dihasilkan. Oleh karena itu, deformitas V

inverted dapat dihasilkan jika ULCs sudah direseksi menjadi lebih besar daripada septum.

Reduksi komponen dorsum tulang

Humps besar (umumnya >5 mm) dikurangi baik oleh power burr dengan pelindung kulit dorsal

atau dilindungi oleh 8 mm osteotome. Humps yang lebih kecil dapt di addressed dengan rasp

tajam (kami memilih downbitting diamond rasp). Rasping dilakukan dengan dikontrol,

methodical fashion, dilakukan sepanjang garis kanan dan kiri aestetika dorsal dan kemudian ke

tengah menggunakan ibu jari non dominant dan jari telunjuk untuk memaksimalkan control. Hal

ini penting untuk menjaga sedikit oblik bias ketika rasping yang bertujuan untuk mencegah

avulsi mekanik ULCs dari tulang nasal.

Verifikasi kontur final dengan palpasi

3 titik tes palpasi dorsal, dilakukan dengan saline moistened dominan indeks fingertip, digunakan

secara perlahan untuk palpasi kiri dan kanan garis aestetik dorsal sebaik ke tengah, bertujuan

untuk ascertain jika ada beberapa residu ireguler dorsal atau depresi kontur. Tindakan ini

dilakukan berulang melalui proses ini (setelah draping ulang yang melapisi kulit).

Rekonstruksi septal dan graft kartilago harvest

Septum harvested jika ada deformitas septal atau jika kartilago dibutuhkan untuk pembentukan

graft. Kartilago septum adalah ideal untuk kartilago graft harvesting pada rhinoplasty karena

minimal donor site morbiditas dan penutupan geographic proximitas pada lapang operasi.

A Killian atau insisi hemitransfixion adalah secara umum digunakan pada operasi tertutup

(endonasal) sebagain insisi transfixion lengkap dapat menyebabkan penurunan projeksi tip,

khususnya jika diseksi kearah bawah melewati anterior nasal spine.

Pada operasi terbuka, sudut anterior septal terlihat oleh pemisahan tengah crura dan insisi

interdormal suspensory ligament. Septal perichondrium diinsisi dengan scalpel pisau no 15

terlihat distinctive biru kehijauan yang mendasari kartilago. Elevasi Cottle kemudian digunakan

untuk mengarahkan diseksi pada subperichondrial plane secara posterior ke perpendicular plate

ethmoid kebawah lantai nasal dan memotong septum wajah. Diseksi subperichondrial

seharusnya dilakukan dengan hati-hati di junction antara kartilago dan septum tulang, diatas

mucoperichondrium lebih adherent dan mucosal perforasi yang terjadi sering. Diseksi serupa

kemudian dilakukan pada sisi sebaliknya dan pada septum diperiksa menggunakan Vienna

speculum untuk diindetifikasi deformitasnya dan untuk membantu menerima paparan septal

harvest.

Hal ini penting untuk menjaga stabilitas dari bentuk kartilago dengan preserving L-strut dengan

10 mm dari dorsal septum dan 100 mm septum caudal. Harvested kartilago seharusnya

preserved di saline untuk mencegah dessication. Deviasi residual pada ethmoid atau vomer

adalah roneured atau reseksi dan perforasi mucosal diperbaiki.

Inferior turbinoplasty

Inferior turbinoplasty dilakukan pada pasien dengan hipertrofi inferior turbinate yang

menyebabkan obstruksi saluran napas hidung. Ini beberapa cara yang dapat dilakukan termasuk

turbinate outfracture, submukosa morselization tulang turbinate dan reseksi submukosa pada

anterior 1/3 sampai ½ inferior turbinate. Teknik reseksi submukosa dimulai dengan

perkembangan medial flap mukoperiosteal yang menunjukal tulang conchal. Bagian anterior

tulang conchal direseksi, sebagai komplikasi perdarahan dapat terjadi dengan reseksi posterior.

Flaps diganti setelah reseksi tanpa membutuhkan perbaikan jahitan.

Cephalic trim

Indikasi untuk cephalic trim pada kartilago lateral bawah termasuk dibutuhkan untuk rotasi tip,

medialisasi tip ditentukan pada bagian ini, dan ketika tip dibuthkan lebih baik refinement dan

definisi sebagai kasus boxy atau bulbous tip. Caliper digunakan untuk menentukan 6 mm rim

strip ke caudal margin pada kartilago lateral bawah yang akan preserved. Subsequently, bagian

tengah cephalic dan lateral crura direseksi dan preserved untuk dapat digunakan sebagai

cadangan graft pada kasus ini.

Graft spreader

Graft spreader adalah sangat serbaguna dan dapat digunakan untuk menolong membuka stent

katup internal, untuk stabilisasi septum dan untuk cadangan atau meningkatkan garis aestetik

dorsal (gambar 51.25) (8). Graft ini biasanya didapatkan dari kartilago septal, fashioned untuk

menentuan kira-kira 25-30 mm oleh 3 mm. hal ini bisa juga dibuat lebih panjang dan

ditempatkan dengan beberapa cara untuk project past sudut anterior septal, secara efektif

memanjangkan hidung. Mereka juga bisa diposisi lebih anterior (“visible/terlihat”) sepanjang

septum untuk membentuk ulang garis aestetik dorsal yang lebih kuat atau dapat diposisikan

dibawah (“invisible”) untuk septal mendukung atau internal katup stent. Graft diamankan dengan

5-0 polydioxanone suture (PDS) dengan cara jahitan horizontal matras.

Modifikasi tip

Mengubah projeksi tips

Projeksi ujung dipengatuhi oleh (9):

Ligament pendukung antara sudut anterior septal dan dermis overlying

Panjang dan kuat pada kartilago lateral bawah

Ligament suspensory menghubungkan sudut anterior septal

Hubungan fibrosa antara atas dan kartilago lateral bawah (dan septum)

Abutment kartilago dengan pyriform aperture

Sudut anterior septal

Hubungan antara struktur anatomi dapat menghasilkan perubahan incremental pada ujung

projeksi.

Algoritma graduated untuk proyeksi ujung digunakan berdasrkan teknik yang tidak merusak

(nondestructive). Algoritma mulai dengan teknik jahitan yang mungkin untuk mengantar

peningkatan 1-2 mm pada ujung projeksi. Pilihan material jahitan adalah tergantung pada ahli

bedah, walaupun alas an pemilihan berdasarkan material yang akan menahan kartilago di

posisinya sepanjang cukup untuk mengikuti reaksi fibrotic natural untuk memadatkan hasil.

Ada 4 type umum dari teknik yang digunakan untuk mempengaruhi proyeksi yaitu:

Medial crural

Medial crural septal

Interdomal dan

Transdomal.

Jahitan medial crural dapat digunakan untuk menyatukan medial crura dari kartilago lateral

bawah dan rectify flaring pada medial/middle crura, sehingga efek dibatasi peningkatan pada

projeksi (gambar 51.26). hal ini juga sering digunakan untuk membantu menstabilisasi

columellar strut.

Jahitan septum medial crural dapat memengaruhi kedua projeksi dan rotasi oleh anchoring

medial crura ke caudal septum. Jahitan ini juga sering digunakan pada konjungsi dengan

columelar strut (gambar 51.27).

Jahitan interdormal dapat meningkatkan kedua ujung refinement/perbaikan dan projeksi ujung.

Mereka menyediakan jarak pendek interdomal dengan mendekatkan mdial/middle crura. Jahitan

dilakukan dengan metode matras dan dapat diikatkan dengan beragam derajat yang betujuan

untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Jahitan transdermal juga dapat mempengaruhi perbaikan dan projeksi. Jahitan tipe matras

digunakan menyilang pada dome dari middle crura setelah hydrodiseksi pada

mucoperichondrium yang mendasarinya dari kartilago untuk membantu mencegah inadvertent

incorporation menjadi jahitan bite (gambar 51.29). simpul pada sisi kiri dari medial aspek dome

dan satu lagi dapat berada di sisi kiri yang panjang setiap sisi yang dapat digunakan untuk

mengikat jahitan transdermal satu sama lain (jahitan interdormal) yang bertujuan untuk

menyempitkan titik perbaikan kedua ujungnya. Hal ini penting walaupun untuk menghindari

terlalu kencangnya jahitan yang akan menghasilkan perbaikan yang tidak alami. Mereka juga

bisa diletakan secara asimetrik untuk memperbaiki perbedaan anatomi yang dapat terjadi pada

sisi ke sisi lainnya.

Penempatan dari columellar strut adalah tahap kedua pada algoritma projeksi ujung. Strut ini

biasanya difashioned dari kartilago septal, dpat ditempatkan fix atau floating fashion, tergantung

pada ada atau tidaknya anterior maxilla atau tidak. Strut ini mengontrol columellar profil sebaik

pendukung projeksi ujung. Kantung diseksi antara medial crura dan strut dimasukan. Hasilnya

posisi final diatur oleh retraksi perlahan dari bagian anterior medial crura oleh double hook dan

gauging berdasarkan jumlah projeksi ujung. Konfigurasi ini beberapa waktu stabil dengan

transversely menempatkan 25 gauge needle dan kemudian menjahitnya keposisi jahitan medial

crural (seperti dijelaskan diatas). Tambahan, jahitan medial crural dapat kemudian digunakan,

jika perlu, untuk mengontrol medial crural flaring.

Graft ujung adalah langkah akhir pada algoritma untuk menyelesaikan mmodifikasi ujung jika

lebih projeksi ujung atau definisi diinginkan setelah melakukan maneuver. Graft ini dapat

menjadi beberapa bentuk, tapi memiliki kecenderungan menjadi terlihat tergantung pada tipe

spesifik yang digunakan, sehingga mereka hanya menggunakan cadangan untuk pasien yang

prior , lebih terprediksi, metode tidak menghasilkan kepuasan projeksi ujung. Ada 3 type umum

dari tip graft yaitu:

Onlay tip graft

Infratip lobula graft dan

Columellar tip graft.

Onlay tip graft biasanya ditempatkan setelah dome pada tengah crura dan dapat difashioned dari

berbagai tipe kartilago, walaupun kami menemukan kartilago yag dibutuhkan dari cephalic trim

harvest (jika dilakukan) (gambar 51.30)

Infratip lobular graft adalah pelindung bentuk graft digunakan untuk meningkatkan infratip graft

definisi lobular dan projeksi. Hal ini diposisikan dan memanjang secara inferior dengan jarak

yang bervariasi (biasanya 10-12 mm). hal ini fashioned dengan rounded graft edges yang

betujuan untuk menghindari terlihat dan terada (gambar 51.31).

Columellar tip graft umumnya digunakan pada rhinoplasty primer yang sulit, kulit pasien yang

tebal dan sekunder rhinoplasty dengan ketidak cukupan projeksi ujung. Hal ini diperlukan

sebagai kombinasi graft pada keterangan diatas onlay tip graft dan infratip lobular graft. Secara

superior, ini mengarah ke upper lateral kartilago dan inferior untuk menjaga batas caudal pada

medial crura (gambar 51.32).

Untuk memahami dasar anatomi dari tip support juga dibutuhkan ketika mencoba menurunkan

projeksi nasal tip. Singkatnya, pada operasi terbuka dimana lapisan kulit sudah dibuka dan

fibroelastik dan penempelan ligament telah dibuka, secara primer berarti penurunan projeksi

ujung berada pada hubungan panjang dan kekuatan pada kartilago lateral bawah.

Beberapa teknik seperti transeksi , pengaturan kembali dan penjahitan ulang pada medial atau

lateral crura, dapat digunakan untuk menentukan hasil yang diinginkan. Walaupun tergantugn

pada teknik yang digunakan, hal iini penting untuk mengenali bahwa jika projeksi ujung secara

signifikan menrun, alar flaring atau columellar bowing dapat dihasilkan. Ini kemudian akan

membutuhkan koreksi concomitant.

Altering rotasi ujung

Untuk alter tip rotasi, adanya kekuatan dari luar untuk stabilisai tip pada posisi tertentu harus

dilepaskan. Langkah pertama biasanya dilakukan sebuah cephalic trim, yang memisahkan

hubungan antara atas dan bawah kartilago lateral. Teknik lainnya adalah reseksi beragam jumlah

septum caudal. Tindakan ini juga dapat berpengaruh projeksi tip. Setelah mendapat sejumlah

rotasi tip yang diinginkan, posisinya dijaga dengan teknik jahitan (jahitan medial crural septal)

dan atau columelar strut atau septal extension graft.

Hal ini dapat dibutuhkan untuk dilakukan reseksi terbatas ada mukosa nasal dan septum mebran

bertujuan untuk menjaga keseimbangan bentuk nasal dan harmoni berdasarkna jumlah tip rotasi.

Osteotomy

Beberapa tekni ada untuk dilakukan osteotomy termasuk medial, lateral, transverse atau

kombinasinya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan pendekatan eksternal atau internal tergantung

keada keinginan ahli bedah.

Osteotomy secara umum dilakukan untuk mengikuti alasan:

Untuk menyempitkan dinding lateral hidung

Untuk menutup deformitas atas terbuka (setelah reduksi dorsal hump) dan

Untuk membentuk simetris yang diikuti dengan meluruskan bentuk tulang hidung

Kontraindikasi termasuk pasien dengan tulang hidung pendek, pasien tua dan kurus, tulang nasal

yang rapuh dan pasien dengan kacamata (10).

Lateral osteotomy dapat dilakukan “low to high”, “low to low” atau sebagai “level double”

(gambar 51.33) oleh karena itu, tekniknya bisa dikombinasikan dengan medial, transverse atau

greenstick fraktur pada segmen tulang atas. Tergantung pada teknik yang digunakan, walaupun

paramount mencadangkan segitiga Webster. Area tulang triangular ini secara aspek caudal pada

bagian maxillary frontal dekat katup internal yang dibutuhkan untuk mendukung katup nasal

internal. Preservasi segitiga ini mencegah fungsi obstruksi aliran udara hidung dari koleps katup

internal (gambar 51.34)

Hal ini juga vital untuk mencegah potensial deformitas step off oleh menjaga patah tulang

smooth line rendah sepanjang bentuk tulang. Batas cephalic pada osteotomy seharusnya tidak

lebih tinggi daripada ligament canthal medial sehingga ketebalan tulang nasal diatas area ini

tidak meningkatkan kesulitan teknik dan hal ini memungkinkan menyebabkan cedera iatrogenic

terhadap system lakrimal dengan menghasilkan epiphora.

“low to high” osteotomy mulai pada pyriform aperture dan akhirnya “high” secara medial

dorsum dan umumnya digunakan untuk memperbaiki deformitas atas yang sedikit terbuka atau

untuk mobilisasi dasar nasal medial. Tulang nasal kemudian medialisasi oleh gentle greenstick

fracture sepanjang pola patah tulang yang terprediksi berdasarkan pada ketebalan tulang hidung

(11). Tulang nasal yang lebih tebal dapat dibutuhkan utnuk memisahkan superior oblique

osteotomy bertujuan untuk mobilisasi mereka cukup ke greensticked.

“low to low” osteotomy mulai rendah sepanjang pyriform aperture dan berlanjut sepanjang dasar

tulang ke bagian akhir bagian posisi lateral sepanjang dorsum dekat garis intercanthal. Secara

umum berdasarkan teknik yang lebih bertenaga yang menghasilkan lebih signifikan lebih

medialisasi pada tulang hidung dan oleh karena itu secara klasik digunakan ketika ada deformitas

atap terbuka lebar atau jika adanya yang membutuhkan koreksi dasar tulang yang lebar. Tipe ini

teknik osteotomy yang sering digabungkan dengan osteotomy medial bertujuan untuk mobilisasi

lebih baik tulang nasal untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Osteotomy medial digunakan untuk menfasilitasi posisi medial dari tulang nasal dan secara

umum indikasi pada pasien dengan tulang nasal atau dasar tulang lebar yang bertujuan untuk

mendapatkan pola fraktur yang lebih terprediksi. Walaupun medial osteotomy adalah sering

digunakanpada kombinasi dengan lateral osteotomy dapat diorientasi pada medial oblik,

paramedian atau direksi transverse. Walauun tergantung pada cant, margin cephalikmasih tidak

seharusnya melintang garis intercanthal untuk alas an kalimat sebelumnya. Hal ini juga penting

untuk menghindari penempatan medial osteotomy terlalu jauh secara medial sehingga

menhubungkan dengan lateral osteotomy sehingga dapat menyebabkan ocker deformity”

dimanapelebaran bagian upper dorsum menghasilkan dari fraktur tulang nasal ”kicking out”. Hal

ini dapat dihindari dengan mengikuti sudut superior oblik (gambar 51.35)

Level double dari osteotomy lateral diindikasi pada kasus dimana terdapat konseksitas eksesif

pada dinding lateral yang terlalu besar untuk dikoreksi dengan standar level pertama osteotomy

lateral atau ketika adanya asimetris dinding lateral nasal yang signifikan. Lebih banyak medial

dari dua lateral osteotomi adalah pertam dibuat sepanjagn garis jahitan nasomaxillary. Kedua

yang lebih lateral dibuat pada standar “low to low” fashion. (gambar 51.36)

Beberapa komplikasi potensial yang dapat terjadi dengan osteotomy (pada beragam tipe) adalah

terbahas diatas. Tabel 51.4 merupakan daftar yang lebih lengkap (12).

Tabel 51.4 komplikasi dari nasal lateral osteotomy

Infeksi Trauma operatif Masalah kosmetik

Local Hemorrhage (hematoma,

ekimosis)

Penyempitan yang eksesif

atau konveksitas

Abses Edema Ketidakcukupan mobilisasi

pada dinding lateral tulang

selulitis Pembentukan kista nasal Tidak stabil tulang pyramid

Granuloma Anosmia, arteriovenous

fistula

Rocker deformity

Sistemik Epiphora, perdarahan

canalicular

Redundant jaringan ikat

Intracranial Cedera Neuromuscular Deformitas Stair-step

Cedera intracranial Tulang nasal asimetris

Penutupan

Pada simpula dari prosedur, setelah meticulous hemostatis t=dibutuhkan, penutupan lapisan kulit

diredraped. Pada beberapa kasus 5-0 vicryl digunakan dari sisi bawah pada lapisan penutup kulit

ke bentuk kartilago yang mandasarinya yang bertujuan untuk membuat ulang supratip break

khususnya pada pasien dengan kulit yang tebal atau jika pasien perempuan (pria biasanya tidak

memiliki supratip break yang signifikan).

Insisi trancolumellar tertutup adalah jahitan simple interrupted menggunakan 6-0 nylon, pastikan

ukuran untuk mendekatkan bekas insisi. Insisi infrakartilago diperkirakan menggunakan 5-0

chromik dengan teknik simple interrupted.perawatan khusus harus diberikan untuk mencegah

kelebihan tegangan pada jahitan, khususnya pada area segitiga sebagai kontur iregularitas dan

simpul dapat dibentuk.

Pack tenggorokan dilepaskan dan orophraink dan lambung secara hati-hati disuction untuk

membantu mengevakuasi darah yang dapat mengkibatkan mual muntah post operasi. Gel

antibiotic dan bidai silastik intranasal digunakan jika septal sudah dikerjakan. Bidai ini menjaga

dengan transseptal 3-0 nylon. Dorsum nasal kemudian hati-hati ditutup dan malleable bidai

metal yang digunakan menutupi dorsum. Akhirnyam drip pad menggunakan 2x2 inchi kasa steril

dan tutup bagian bawah hidung sekitar 0,5-inch kertas plester.

Management post operatif

Semua instruksi preoperative dan post operatif dikaji ulang secara verbal dan ditulis sebagaimana

tindakan yang dilakukan. Diikuti dengan peresepan rutin:

Cephalexin 50 mg PO q8h x 3 hari

Methylprednisolone dosepak (Medrol) x 7 hari (untuk meminimalisir edema post operasi)

Hydrocodone/acenaminophen 5/500 untuk nyeri post operasi q4-6h PRN

Normal nasal salin untuk nasal kongesti post operasi

Selama 48-72 jam pertama, pasie diintruksikan untuk menjaga kepala tetap pada kasur yang

ditinggikan 45 derajat dan gunakan maskel gel mata yang dingin untuk meminimalisir

pembengkakan post operasi. Drip pad dibawah hidung diganti sering bila perlu sampai rembesan

berhenti pada waktu yang bersamaan dihentikan juga. Beberapa manipulasi pada hidung seperti

menggosok, blotting, atau blowing dihindari selama 3 minggu pertama setelah post operasi.

Bersin seharusnya dilakukan lewat mulut selama fase ini. Hal ini penting untuk menjaga bidai

nasal kering dan mencegah diskontinuitas bidai premature. Rambut seharusnya dicuci pada salon

dengan pasien menelentangkan bagian kepalanya.

Kami lebih memilih untuk menjaga pasien kami dengan liet cair pada hari operasi dan kemudian

mengingatkannya untuk diet makanan lunak setiap hari. Ada makanan yang secara banyak

dibutuhkan untuk pergerakan bibir, seperti makan apel atau jagung seharusnya dihindari selam 2

minggu setelah operasi.

Selama 2 minggu pertama post operasi nasal kongesti sebaiknya diobati menggunakan normal

saline spray dan menggunakan oxymethazolin nasal spray (afrin). Pasien diedukasi untuk

bernapas lewat mulut jika terdapt kesulitan dengan aliran udara lewat bidai intranasal. Kongesti

yang ekstrim seharusnya diobati dengan office suctioning.

Jahitan dan bidai nasal dilepas pada kunjungan pertama post operasi hari ke 5-7. Hidung

(khususnya tip) dapat terlihat bengkak dan terlihat menonjol dan tip dapat terasa baal tapi pasien

diyakinkan bahwa kedua diharapkan dan keduanya akan kembali normal pada waktunya. Sensasi

normal biasanya kembali pada 3-6 bulan kemudian. Pasien diintruksikan untuk menghindari

menggunakan apapun seperti kacamata istirahatkan hidung selam 4 minggu. Selama waktu

tersebut, kaca mata seharusnya diplester pada dahi. Kontak dapat segera dilakukan segera setelah

pembengkakan sudah tidak ada sehingga mudah untuk insersi (biasanya hari ke 7 post operasi).

Pasien juga diintruksikan untuk menghindari paparan cahaya matahari langsung dengan

menggunakan pelindung sinar matahari SPF 15 atau lebih untuk mencegah kemungkinan

hiperpigmentasi pada insisi.

Kami membatasi aktivitas pasien selam 3 minggu postoperasi, setelahnya pasien secara bertahap

dapat melakukan aktivitas normal. Ada kontak olahraga atau aktivitas yang dapat menyebabkan

trauma langsung terhadap hidung dibatasi untuk 4-6 minggu setelah operasi. Walaupun beberapa

hidung terlihat sangat bagus dalam 6-8 inggu, beberapa menunjukan pembengkakan sampai 1

tahun tapi setelah 3-4 minggu, secara umum tidak terlihat lagi pada pasien.

Setelah post operasi kunjungan pertama, intruksikan pasien kembali control 3 dan 8 minggu

setelah operasi. Kami melanjutkan dengan mengikuti perkembangan pasien post operasi bulan ke

3, 6 dan 12 dan kemudian tiap tahun setelahnya.

Vaskularitas dan gangguang anatomi bisa menjadi factor mayor yang berhubungan dengan

perencanaan dan eksekusi revisi sekunder. Juga seringnya kartilago septal telah siap harvested

yang membuat perlu untuk membuang harvest cartilage dari lokasi nya seperti conchal bowl dan

rib/rusuk.

Pada pengalaman senior penulis, kira-kira 1 dari 25 pasien rhinoplasty primer membutuhkan

revisi. Berdasarkan etiologi yang mendasarinya yang mengarahkan membutuhkan operasi ulang

biasnaya termasuk satu atau komninasi dibawah ini:

Kesalahan tempat struktur anatomi

Dalam koreksi dari overconservatif prosedur primer

Overreseksi/overkoreksi dari overzealous surgery

Pada 1/3 bawah hidung, paling sering alas an reoperasi terdiri dari perbaikan tip atau koreksi tip

asimetris. Pada 1/3, parrot beak atau pinched supratip deformitas bertanggung jawab pada hampr

semua revisi. Pada 1/3 atas, terdapat reduksi dorsal atau dorsal ireguler yang membutuhkan

revisi.

Secara fungsi, dilanjutkan dengan obstruksi aliran udara hidung dari pemendekan eksesif dari

katup internal (tanpa placement spreader graft) adalah alas an paling sering untuk rhinoplasty

sekunder walaupun sekali dapat diadopsi komponen teknik reduksi dorsum dengan preservasi

dari ULCs, insidensi kami penurunan obstruksi katup internal.

Tergantung pada etiologi deformitas, bagaimanapun kami cenderung menggunakan pendekatan

external ketika melakukan rhinoplasti sekunder sebagai upaya paparan maksimal terhadap

bentuk dasar nasal yang diharapkan, mengizinkan akurasi diagnosis anatomi dan menfasilitasi

koreksi secara lengkap.

Referensi

1. Gonzalez Ulloa M, et al. [Skin thickness. Report of our microscopic study of the total surface

of the face and body]. Dia Med. 1961;33:1880– 1896.

2. Rohrich RJ, Gunter JP, Friedman RM. Nasal tip blood supply: an anatomic study validating

the safety of the transcolumellar incision in rhinoplasty. Plast Reconstr Surg. 1995;95(5):795–

799; discussion 800–801.

3. Rohrich RJ, et al. Rationale for submucous resection of hypertrophied inferior turbinates in

rhinoplasty: an evolution. Plast Reconstr Surg. 2001;108(2):536–544; discussion 545–546.

4. Gorney M. Patient selection in rhinoplasty: patient selection. In: Daniel RK, ed. Aesthetic

Plastic Surgery: Rhinoplasty. Boston: Little, Brown; 1993.

5. Gunter JP, Hackney FL. Clinical assessment and facial analysis. In: Gunter

JP,RohrichRJ,AdamsWPJr,eds.DallasRhinoplasty:NasalSurgerybythe Masters. St. Louis: Quality

Medical Publishing; 2002: 53.

6. Gunter JP, Rohrich RJ, Friedman RM, et al. Importance of the alar–

columellarrelationship.In:GunterJP,RohrichRJ,AdamsWPJr,eds.Dallas Rhinoplasty: Nasal

Surgery by the Masters. St. Louis: Quality Medical Pub- lishing; 2002: 105.

7. Rohrich RJ, Muzaffar AR, Janis JE. Component dorsal hump reduction: the importance of

maintaining dorsal aesthetic lines in rhinoplasty. Plast Reconstr Surg. 2004;114(5):1298–1308.

8. Rohrich RJ, Hollier LH. Use of spreader grafts in the external approach to rhinoplasty. Clin

Plast Surg. 1996;23(2):255–262.

9. Rohrich RJ, Adams WP Jr, Deuber MA. Graduated approach to tip refine- ment and

projection. In: Gunter JP, Rohrich RJ, Adams WP Jr, eds. Dallas Rhinoplasty: Nasal Surgery by

the Masters. St. Louis: Quality Medical Pub- lishing; 2002: 333.

10. Sullivan PK, Harshbarger RJ, Oneal RM. Nasal Osteotomies. In: Gunter JP, Rohrich RJ,

Adams WP Jr, eds. Dallas Rhinoplasty: Nasal Surgery by the Masters. St. Louis: Quality

Medical Publishing; 2002: 595.

11.HarshbargerRJ,SullivanPK.Lateralnasalosteotomies:implicationsofbony thickness on fracture

patterns. Ann Plast Surg.1999;42(4):365–370;discus- sion 370–371.

12. Goldfarb M, Gallups JM, Gerwin JM. Perforating osteotomies in rhino- plasty. Arch

Otolaryngol Head Neck Surg. 1993;119(6):624–627.